bio.unsoed.ac.id

advertisement
II. TELAAH PUSTAKA
Sampah adalah bahan buangan yang berasal dari aktivitas manusia dan sudah
tidak dipergunakan lagi. Keberadaan sampah dapat mempengaruhi kesehatan
masyarakat karena sampah merupakan sarana dan sumber penularan penyakit.
Sampah merupakan tempat yang ideal untuk sarang dan tempat berkembangbiaknya
berbagai vektor penularan penyakit, seperti lalat, mikroorganisme, dan tikus. Lalat
merupakan salah satu vektor penular penyakit khususnya penyakit saluran
pencernaan, seperti diare karena lalat mempunyai kebiasaan hidup di tempat kotor
dan tertarik bau busuk seperti sampah basah (Rudiando & Azizah, 2005).
Seiring dengan meningkatnya kegiatan masyarakat, jumlah sampah yang
dihasilkan juga semakin bertambah banyak. Peningkatan jumlah sampah yang tidak
diikuti oleh perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana pengelolahannya dapat
mengakibatkan permasalahan yang kompleks, antara lain sampah tidak terangkut dan
terjadi pembuangan sampah liar. Hal tersebut akan memberikan dampak negatif
terhadap kesehatan dan mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungan
pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan (Selintung et al., 2013).
Dalam rangka pencegahan dampak dari pembuangan sampah liar tersebut
pemerintah memberikan fasilitas pengolahan sampah yaitu Tempat Pembuangan
Akhir (TPA). TPA sampah merupakan pelayanan umum atau fasilitas kota yang akan
memberi keuntungan bagi masyarakat dalam meminimalkan dampak penimbunan
sampah. Tempat penimbunan sampah tersebut disediakan oleh pemerintah sebagai
bentuk pertanggungjawaban khususnya dibidang kesehatan masyarakat dan
lingkungan (Evelin & Zetly, 2009).
Purwokerto memiliki beberapa tempat pembuangan akhir sampah, salah
satunya adalah TPA Gunung Tugel. Sampah yang dibuang di TPA Gunung Tugel
berasal dari limbah rumah tangga, industri, dan pasar. Sampah tersebut terdiri dari
bio.unsoed.ac.id
berbagai jenis, diantaranya kertas, plastik, kain, boneka, karet, makanan basi, alat
elektronik bekas, lampu, dan batu baterai. Sampah yang masih bisa dipakai atau
didaur ulang dikumpulkan oleh masyarakat setempat, sedangkan yang lainnya
ditimbun. Sampah yang ditimbun di TPA akan mengalami proses dekomposisi
alamiah. Proses dekomposisi tersebut akan mengubah sampah menjadi pupuk
organik dan menimbulkan hasil samping yaitu leachate atau air lindi (Anam et al.,
2013).
4
Air lindi yang dihasilkan di TPA Gunung Tugel ditampung pada bak
penampungan, akan tetapi karena saat ini bak sudah rusak sehingga tidak dapat
berfungsi dengan baik akibatnya banyak air lindi yang mengalir ke lingkungan
sekitarnya, antara lain pemukiman warga, kebun milik warga, selokan, dan
pesawahan. Widyatmoko (2007), telah melakukan penelitian tentang kandungan
logam pada air lindi di TPA Bantargerbang. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa air lindi yang dikeluarkan oleh TPA tersebut selain
mengandung bahan organik juga mengandung berbagai macam logam seperti Hg
(merkuri), Pb (timbal), Cd (kadmium), Cu (tembaga), Cr (kromium), Ni (nikel), dan
Zn (seng) yang bersifat toksik. Logam berat Hg (merkuri) merupakan logam yang
paling berbahaya dibandingkan dengan logam lainnya. Merkuri bersifat toksik untuk
makhluk hidup bila penggunaannya dalam jumlah yang cukup dan dalam waktu yang
lama. Merkuri akan tersimpan secara permanen di dalam tubuh, yaitu terjadi inhibisi
enzim dan kerusakan sel sehingga kerusakan tubuh dapat terjadi secara permanen
(Inswiasri, 2008 dalam Hilamuhu, 2013).
Merkuri (Hg) adalah logam berbahaya yang dapat mempengaruhi ekologi dan
kesehatan masyarakat (Driscoll et al., 2007). Merkuri bersifat neurotoxin, artinya
merkuri menyerang susunan saraf otak dengan target organ utama adalah otak
(Yanuar, 2008). Selain menyerang sistem syaraf, merkuri juga dapat menyebabkan
ketulian, sulit berkonsentrasi dan gangguan kulit (Lestarisa, 2010). Merkuri banyak
tersebar di karang-karang, tanah, batu, udara, air dan organisme hidup melalui
proses-proses fisik, kimia dan biologi yang kompleks (Fardiaz, 1992). Menurut
Herman (2006), merkuri yang terbentuk sebagai fraksi halus, unsur jejak, dan ion
seharusnya diwaspadai apabila terakumulasi dalam jumlah signifikan karena dapat
berdampak merugikan bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Di
lingkungan, merkuri terdapat dalam bentuk unsur merkuri (Hg0), merkuri monovalen
(Hg+1), dan merkuri bivalen (Hg+2) (Gosh & Singh, 2005). Pencemaran yang
bio.unsoed.ac.id
disebabkan oleh merkuri berasal dari berbagai sumber seperti industri dan
pencemaran pestisida. Pencemaran merkuri di lingkungan dapat berdampak buruk
bagi biota. Menurut Wurdiyanto (2007), merkuri yang masuk kedalam perairan akan
termakan oleh mikroorganisme dan secara kimiawi berubah menjadi metil-merkuri.
Mikroorganisme tersebut dimakan oleh ikan sehingga metil-merkuri terakumulasi di
dalam jaringan tubuh ikan. Hal ini akan berdampak buruk bagi manusia apabila
mengkonsumsi ikan tersebut.
5
Berdasarkan hasil penelitian O’Neill (1994) dalam Herman (2006), tercatat
bahwa sejumlah kejadian tragis yang disebabkan keracunan merkuri (Hg) di negaranegara Jepang, Guatemala, Irak, dan Pakistan. Kasus keracunan di Minamata, Jepang
diakibatkan karena pencemaran oleh pembuangan limbah industri yang mengandung
metil-merkuri ke dalam air danau sehingga mengakibatkan kematian banyak ikan
yang hidup di danau tersebut. Akibat lain dari pencemaran tersebut adalah ibu-ibu
yang mengkonsumsi ikan tersebut melahirkan bayi yang mengalami kerusakan otak
serius. Kasus keracunan metil-merkuri juga terjadi di Irak, Guatemala, dan Pakistan
yang menyebabkan kematian ribuan penduduk karena mengkonsumsi biji-bijian
yang telah tercemar metil-merkuri yang berasal dari pembasmi hama serangga.
Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa faktor penyebab keracunan dikarenakan
penduduk mengkonsumsi makanan yang telah tercemar oleh merkuri (Hg).
Berdasarkan hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka untuk
mengetahui suatu wilayah sudah tercemar logam Hg atau belum perlu adanya
biomonitoring kandungan logam Hg di wilayah tersebut. Menurut Zhou et al., dalam
Rumahlatu et al., (2014), biomonitoring merupakan teknik evaluasi lingkungan untuk
mengetahui apakah suatu lingkungan sudah tercemar logam berat atau belum, yang
dapat dilakukan dengan mengukur kandungan bahan pencemar (logam) pada tanah,
air dan organisme yang hidup di lingkungan tersebut. Ayeni et al., (2010),
menyatakan bahwa organisme yang digunakan sebagai bioindikator logam berat,
harus dapat mengakumulasi logam berat dalam jumlah yang tinggi dan mudah
dipelihara pada kondisi laboratorium.
Menurut Hardiani dalam Irsyad et al., (2014), sejumlah tanaman dari banyak
famili terbukti memiliki sifat hipertoleran, yakni mampu mengakumulasi logam
dengan konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan daunnya sehingga bersifat
hiperakumulator. Logam terserap oleh tanaman melalui akar kemudian ditransfer ke
bagian tanaman seperti batang dan daun melalui jaringan pengangkut floem dan
bio.unsoed.ac.id
xilem (Gosh & Singh, 2005).
Masing-masing tanaman mempunyai kemampuan dalam mengakumulasi
logam berat yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian Irsyad et al., (2014),
tanaman bayam (Amaranthus sp.) merupakan salah satu tanaman hiperakumulator
yang dapat menyerap logam Hg. Tanaman bayam mampu mengakumulasi logam Hg
sebesar 10 mg.l-1 pada bagian daun. Menurut Mohamad (2013), tanaman bayam
mempunyai komponen utama berupa protein sekitar 8,9 % dengan gugus amina (-
6
NH2), gugus karboksil(-COOH), juga gugus sulfidril (-SH) dan selulosa 53,10%
dengan gugus hidroksil(-OH). Adanya gugus-gugus ini menyebabkan bayam
mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat poliektrolit kation
sehingga sangat efektif sebagai adsorben terhadap logam berat pada tanah yang
tercemar. Menurut Syahputra (2005), fitokhelatin yang diekresikan oleh jaringan
akar tanaman juga dapat meningkatkan efisiensi penyerapan logam. Salt (2000)
dalam Hilamuhu (2013), menambahkan bahwa dalam mekanisme pengkhelatan,
diperkirakan unsur logam diserap oleh tanaman dalam bentuk kompleks logamkhelat yang lebih mudah diserap akar dan ditranslokasikan ke tajuk. Royyani (2004),
menyatakan bahwa selain tanaman bayam, kangkung (Ipomoea sp.) juga dapat
menyerap logam Hg dengan kadar berkisar antara 0,0051 - 0,6216 mg.l-1. Menurut
Lasat dalam Sabaruddin (2011), tanaman hiperakumulator merkuri adalah tanaman
yang dapat mengkelat logam merkuri dalam konsentrasi yang sangat tinggi yaitu 10
mg.l-1.
Menurut Zhou et al., (2008), selain menggunakan organisme (komponen
biotik) seperti tanaman hiperakumulator, analisis kandungan logam di lingkungan
juga dapat menggunakan komponen abiotik seperti tanah. Yuniarti (2012),
melakukan penelitian tentang kandungan logam Hg di TPA Kebun Kongok kota
Mataram dengan menggunakan tanah sebagai indikator. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa Hg yang terkandung dalam tanah di TPA tersebut sebesar 0,004
mg.l-1.
Hipotesis dari penelitian ini adalah tanah dan tanaman yang tumbuh di TPA
Gunung Tugel telah tercemar oleh logam Hg dan tanaman Bayam mampu
mengakumulasi logam Hg paling tinggi.
bio.unsoed.ac.id
7
Download