HUBUNGAN ANTARA PERAN GENDER DENGAN PRASANGKA KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM POLITIK DI YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Oleh: Noor Chotami 12081032 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2017 HUBUNGAN ANTARA PERAN GENDER DITINJAU DARI PRASANGKA KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM POLITIK DI YOGYAKARTA Dosen : M. Wahyu Kuncoro, M.Si Peneliti : Noor Chotami Fakultas Psikologi Universitas Mercubuana Yogyakarta [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran gender ditinjau dari prasangka kepemimpinan perempuan dalam politik pada masyarakat usia 1840 tahun di Yogyakarta. Hipotesis dalalam penelitian ini adalah ada hubungan antara peran gender dengan prasangka terhadap kepemimpinan perempuan. Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat Yogyakarta 18-40 tahun subyek (N=100). Analisis data menggunakan Pengumpulan data penelitian menggunakan product moment dan karl pearson. Hasil analisis menunjukkan nilai koefisien korelasi antara peran gender dengan prasangka kepemimpinan perempuan dalam politik pada feminin sebesar 0,045 (p > 0,05) dan maskulin sebesar 0,422 (p > 0,05). Dari beberapa faktor berikut ini yang dapat ditunjukkan atau yang dapat diprasangkai; usia, pekerjaan atau organisasi, gender, latar belakang etnis. Faktor gender tidak memiliki korelasi signifikan dengan prasangka sosial, dikarenakan adanya faktor lain yang mempengaruhi prasangka kepemimpinan perempuan dalam politik, yaitu berdasarkan analisis tambahan adalah faktor pekerjaan. Kata kunci : Peran gender, prasangka kepemimpinan perempuan di Yogyakarta THE RELATION BETWEEN GENDER ROLES AND PREJUDICE OF FEMALE POLITICAL LEADERSHIP Abstract This research was purposed to find out the relation between gender roles and prejudice of female political leadership in society aged 18-40 years old in Yogyakarta. The hypothesis in this research is there is a relationship between gender roles and prejudice of female political leadership. The subject in this research are Yogyakarta socitety aged 18-40 years old, subject (N = 100). Data analysis using data collecting research with product moment and karl pearson. Analysis results show the correlation coefficient value between gender roles and prejudice of female political leadership in female political leadership in feminine amount 0,045 (p > 0,05) and masculine amount 0,422 (p > 0,05). The are several factors bellow which can be prejudiced; age, job, and organization, gender, ethnic background. The factors of gender are not have a significant corellation with social prejudice, because there is another factor that influenc the prejudice of female political leadership, that is based on additional analysis of a job factors. Keywords : Gender roles, prejudice of female political leadership in Yogyakarta. PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan dan kualitas demokrasi perkembangan jaman yang semakin sebuah bangsa (Fakih, 2008). Akan pesat dengan berbagai isu mengenai tetapi, kesetaraan gender bergema dimana- perempuan selalu minoritas atau mana meningkatkan kesadaran kaum marjinal perempuan untuk sejajar dengan rendah, seolah dunia politik bukan kaum laki-laki di berbagai sektor dunianya kehidupan, terutama di sektor publik iklim yang berkembang memberikan di satu sisi hadirnya perempuan peluang. untuk berpartisipasi dalam bidang politik merupakan salah satu indikasi dalam dan kenyataannya keterwakilannya perempuan, meskipun Hal ini dapat dilihat dari hasil perolehan kursi, representasi perolehan kursi di parlemen secara 59). Didukung oleh hasil wawancara kuantitatif di era Konstituente (1955- yang dilakukan pada tanggal 10 Mei 1959) perolehan kursi perempuan di 2016, wawancara dilakukan pada 10 parlemen sebanyak 5,1 % atau 25 orang orang dari 488 orang. Di era Orde perempuan, didapatkan hasil sebagai Baru tahun (1971-1977) perempuan berikut; Dari kesepuluh orang laki- memperoleh kursi 7,8 % atau 36 laki orang. Pemilu tahun 1977 perempuan mengatakan memperoleh kursi 6,3% atau 29 mampu menjadi pemimpin yang baik kursi. dan Pemilu 1982 perempuan laki-laki dan tersebut 5 10 diantaranya bahwa sekarang orang perempuan juga banyak memperoleh kursi 8,5% atau 39 kursi perempuan yang berkompeten untuk dari 460 kursi pada tiga periode. menjadi Pemilu dibidang politik dan 5 antaranya lagi 1987 perolehan kursi pemimpin sekalipun meningkat yaitu 13% atau 65 kursi mengatakan dari 500 kursi. Pemilu 1992-1997, bagaimanapun kompetennya seorang perolehan kursi perempuan 12, 5% perempuan dirinya belum pantas atau 62 kursi, 1997-1999 perolehan untuk menjadi pemimpin karena, kursi perempuan 10,8% atau 54 kursi perempuan , perasaan. 1999-2004, perolehan kursi bahwa itu Dari lemah biar mainnya kesepuluh orang menurun 9% atau 46 kursi dari 500 perempuan tersebut rata-rata memilih kursi. pemimpin laki-laki Pemilu 2009 perempuan dengan alasan memperoleh kursi 17,68% atau 99 pemimpin laki-laki lebih kursi dari 560 kursi (Subono, 2009: berkompeten, lebih tangguh dari pada perempuan serta mengingat erat perempuan sangat jarang aktif dalam gender, peran gender, dan prasangka berorganisasi selain itu perempuan telah lemah-lembut, ketidakadilan dan ketidaksetaraan cantik, emosional, ikatannya menciptakan atau keibuan; sementara laki-laki itu perempuan. kuat, rasional, jantan dan perkasa. Dari Hal seperti ini memunculkan pada akhirnya prasangka yang dengan secara fenomena sejumlah karakteristik yang sosial konsep sifat-sifat/ dikonstruksi serta pola-pola mendomestikasi perempuan, kekuasaan kaum pria yang otoriter akibatnya mengalami pada subordinasi mengakibatkan perempuan marginalisasi, dan semua bidang terbatasnya dengan kaum laki-laki. Indonesia partisipasi kaum memiliki aktivitas kehidupan budaya patriarki yang kehidupan wanita di luar mengatakan bahwa perempuan itu lingkungan seharusnya tidak bekerja di sektor menimbulkan publik tapi hanya di sektor domestik terhadap kepemimpinan perempuan (Budiman, 1985). Selain itu menurut dalam politik. Lebih lanjut Wirawan Napsiah (Sastriyani, 2009) sebagian (2014) mengatakan bahwa seorang masyarakat masih pemimpin indentik dengan laki-laki. mengharapkan pekerjaan laki–laki Hal ini didukung hasil penelitian dari dan perempuan dapat sesuai dengan Ismatulloh (2014) yang menyatakan peran seksnya selain itu adanya sebagian terminologi publik dan privat yang cenderung setuju sebanyak 64,87% cenderung keluarga dalam sebuah besar dan prasangka masyarakat dengan ungkapan yang menyatakan berdasarkan bahwa pemimpin haruslah seorang dalam kelompok tersebut. laki-laki, dari 64,87% yang setuju mengatakan dilihat perempuan dari laki-laki keanggotaan mereka Menurut W.J.Thomas (Ahmadi, 2009) berpendapat prasangka segi fisik dan merupakan bentuk dari sikap dan kejiwaannya lebih kuat dari tiap-tiap sikap biasanya mempunyai perempuan, sehingga mampu menahan semua cobaan selain itu laki-laki lebih berwibawa dari pada 3 macam aspek yakni, aspek kognitif, aspek afektif, aspek konatif. Kepemimpinan dapat perempuan, baik dalam menghadapi didefinisikan masalah, dan Pemimpin adalah tokoh atau elit Pandangan- anggota sistem sosial yang dikenal berbicara, berfikir berpenampilan. sebagai pandangan seperti ini berdampak oleh terhadap kaum perempuan hanya memengaruhi digambarkan sebagai objek yang secara langsung atau tidak langsung pasif dari pada sebagai manusia yang (Wirawan, bertindak sebagai subjek di berbagai menurut Bass dan Avolio (1998) negara selain itu dapat memunculkan mendefinisikan sebuah sebagai kriminalitas, kebencian masyarakat pemimpin. dan para 2014). suatu berupaya pengikutnya Lebih lanjut kepemimpinan usaha (Baron dan Bryne, 2004). Baron dan mempengaruhi Byrne mendefinisikan berada dalam suatu kelompok atau sebuah organisasi untuk mencapai sasaran prasangka (2004) sebagai sikap terhadap anggota kelompok tertentu, tertentu yang orang telah lain untuk yang ditetapkan sebelumnya. Adapun kepemimpinan memahami diri sendiri, kecerdasan perempuan dalam politik adalah intelektual, kecerdasan emosional, keterlibatan kecerdasan atau terwakilnya spiritual, kecerdasan perempuan dalam politik Agustina sosial. Dalam penelitian ini, peneliti (Sastriyani, 2009). Menurut Asfar akan mengabungkan dua aspek yakni (dalam Hadiz, 2004) kepemimpinan aspek perempuan dalam politik adalah kepemimpinan. seorang yang dalam penelitian yang dipilih yakni memperjuangkan kepentingan umum aspek dari W.J. Thomas (Ahmadi, maupun 2009) dalam perempuan kepentingan politik kelompok baik dibidang DPR/MPR maupun DPD. Kemudian, menurut Wirawan (2014) untuk dari prasangka Aspek dan prasangka sedangkan aspek kepemimpinan adalah dari wirawan. Menurut Baron dan Bryne (2004) ada beberapa faktor yang dapat menjadi seorang pemimpin haruslah ditunjukkan memiliki 3 harus diprasangkai yaitu antara lain: usia; dipenuhi yakni; Elit masyarakat asal geografis; pekerjaan; kelebihan mempunyai kualitas seperti aspek yang berat badan; atau ras; yang gender; dapat latar pendidikan, ekonomi, status sosial belakang etnis. Dari beberapa faktor yang relatif lebih tinggi dari pada diatas, salah satu faktor yang dapat para anggota sistem sosial lainnya.; menimbulkan prasangka atau yang Kualitas fisik, kesehatan fisik yang dapat membentuk terjadinya sebuah prima secara fisik tidak cacat dan prasangka adalah faktor gender. jiwanya.; Kualitas pskiologis, Awal mula peran gender dapat menimbulkan sebuah prasangka Nontradisonal. Salah satu aspek dari peran gender merupakan model yakni adanya pembagian peran laki - tradisionallah merupakan suatu set laki dan perempuan berdasarkan seks yang dan hal ini telah berlangsung selama seharusnya perempuan dan laki – ribuan tahun bermula sejak zaman laki berpikir, bertingkah laku dan dulu (Beauvoir, 1989). Pemilihan berperasaan (Santrock, 2002). Sifat faktor tersebut berdasarkan pendapat yang diyakini dalam masyarakat dari Sriewijono, dkk (2006) (Lestari, lama seperti maskulin (berani, kasar, 2016) tegas), aktivitas maskulin (gemar yang mengatakan secara menetapkan bagaimana tradisional perempuan diharapkan olahraga), dan peran maskulin berada (mencari nafkah bagi keluarga) di rumah mengerjakan pekerjaan domestik seperti memasak, dianggap khas milik laki - laki, merawat anak, membersihkan dan sedangkan mengurus lembut, penurut), aktivitas feminin serta menata rumah. sifat feminin Sementara laki-laki bekerja mencari (menari, nafkah. perempuan feminin (melakukan kerja rumah dalam bekerjasama dengan kaum tangga, mengasuh anak) dianggap laki-laki menimbulkan peran ganda khas sebagai milik perempuan. Keikutsertaan wanita. memasak), (takut, dan Pemikiran-pemikiran Menurut Bem (Baron dan Byrne, berupa bahwa dunia peran tersebut politik 2004) terdapat dua aspek yakni; merupakan wilayah yang tidak boleh Model dimasuki dan disentuh perempuan, tradisional; Model dunia politik adalah dunia milik laki- juga laki yang cara pandangannya selalu biologisnya secara evolutif. Proses maskulin tersebut (Manurung Sastriani, 2009). Dari dalam sanalah mempengaruhi fisik akhirnya dan melibatkan perempuan lebih lemah secara fisik prasangka terhadap kepemimpinan dari perempuan dalam politik seringkali prasangka disangkutpautkan menimbulkan kerugian, salah satu dengan peran pada laki-laki, tidak itu selain jarang gender atau peran jenis kelamin. kerugian berupa Prasangka tersebut berupa suatu intimidasi (Mose,2004). itu dapat tindakan pada Berdasarkan uraian diatas dapat pemikiran-pemikiran kuno. Adapun disimpulkan bahwa kepemimpinan bentuk yang kuat adalah seseorang yang keyakinan ini, dari berakar prasangka terhadap perempuan yakni; keterlibatannya mampu perempuan dalam ranah publik atau pemerintahan, sistem manajemendan terjunnya sistem kepemimpinan yang mampu perempuan sebagai membangun pemimpin dalam politik dikaitkan menciptakan dengan peran gender hal ini dapat menghasilkan kinerja tinggi yang terjadi karena berawal dari persepsi stabil seperti dinegara-negara maju. gender. (2004) Selain kulitas fisik untuk menjadi prasangka terhadap gender tersebut seorang pemimpin harus memiliki telah terjadi sejak usia dini tidak kualitas dari segi kejiwaan. Menurut Fakih sinergi sistem yang hanya mempengaruhi aspek emosi, Adapun hipotesis yang peneliti kognitif suatu individu, melainkan ajukan ialah Ada hubungan antara persepsi peran gender dengan Subjek dalam penelitian ini prasangka terhadap kepemimpinan berjumlah 195 orang siswa dengan perempuan. keterangan 95 orang yang digunakan dalam try out dan 100 orang yang digunakan dalam penelitian. METODE Subjek dalam penelitian ini yang Metode pengumpulan data memiliki kisaran usia 18 sampai 40 dalam penelitian ini menggunakan tahun, penulis metode skala, yaitu skala prasangka masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan adapun alasan memilih subjek yogyakarta dikarenakan peneliti dalam penelitian ini disusun sendiri berdomisili dikota jogjakarta selain oleh itu alasan peneliti memilih subjek prasangka berdasarkan teori dari dengan kategori usia 18 tahun yakni, W.J.Thomas pada kepemimpinan usia mendapatkan ini seseorang hak-haknya telah penulis berdasarkan dan aspek aspek dari berdasarkan dari sebagai Wirawan, dan skala persepsi peran memiliki gender yang diadaptasi dari skala kewajiban-kewajiban tertentu untuk milik Bem yaitu Bem Scale Role menggunakan hak pilih serta pada Inventory (BSRI). warganegara dan titik ini mereka masih mengkesplor Metode skala pada penelitian ini identitas pada jalur karir, masih menggunakan skala model Likert belum memiliki kestabilan dalam hal dengan 4 alternatif jawaban, yaitu: relasi, pekerjaan dan pendidikan sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak (Arnett sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai dalam Santrock, 2012). (STS). Modifikasi dengan 4 alternatif diterima jawaban yang dilakukan peneliti penelitian (Azwar, 2012). Sedangkan adalah aitem untuk kategori menghilangkan belum memutuskan (undecided) yang mempunyai arti untuk yang dipakai memiliki dalam koefisien validitas kurang dari angka tersebut dianggap gugur. belum dapat memutuskan. Jawaban Berdasarkan analisa uji coba netral pada pernyataan skala tidak prasangka kepemimpinan perempuan digunakan karena jawaban netral dalam politik dari 45 aitem yang akan berpengaruh pada baik tidaknya diuji cobakan tidak terdapat 1 aitem suatu pernyataan mengungkap aspek- tidak valid dan 44 aitem valid. aspek tertentu (Azwar, 2012). Koefisien validitas aitem bergerak Sebelum digunakan dalam dari -0,140 sampai 0,756. Koefisien penelitian, alat ukur terlebih dahulu reabilitas alpha (α) sebesar 0,963. dilakukan uji coba untuk mengetahui Menurut Azwar (2012) koefisien kualitas skala yang meliputi uji reliabilitas berkisar antara 0 sampai validitas (daya beda aitem) dan uji dengan 1,00. Hal reliabilitas skala prasangka terhadap menunjukkan bahwa skala prasangka kepemimpinan kepemimpinan perempuan. Nilai tersebut perempuan dalam koefisien korelasi yang tinggi akan politik memiliki tingkat keajegan dan menunjukkan keandalan kesesuaian antara sebesar 96,4% dan fungsi-fungsi aitem dan fungsi alat menampakan variansi eror sebesar ukur Batas 3,6%. Adapun skala Hasil uji skala dapat persepsi peran gender dari 60 aitem secara koefisien keseluruhan. 0,200 sudah yang diuji cobakan terdapat 2 aitem mana gugur dari skala feminin, 2 aitem standar dari standar alat ukur dari gugur dari skala maskulin, 1 aitem Bem yakni angka 0,195 sedangkan gugur dari skala netral dan terdapat dalam penelitian ini memakai 2,00. 18 aitem valid dari skala feminin, Berarti dapat disimpulkan bahwa terdapat 18 aitem valid dari skala sebagai alatukur Bem Sex Role maskulin serta terdapat 9 aitem valid Inventory (walau telah melewati dari skala netral. proses Koefisien didapatkan adalah reabilitas untuk 0.005 ketiganya adaptasi) telah tetap melewati memiliki yang kekonsistenan dan keterpercayaan skala feminin hasil ukur yang baik dan cukup sampai 0,582. memadai untuk tujuan dari penelitian Koefisien reabilitas yang didapatkan untuk skala maskulin adalah 0,196 ini. Metode analisis data yang sampai 0,553 dan koefisien reabilitas digunakan dalam penelitian yang didapatkan untuk skala netral adalah melalui uji korelasi product adalah -0,066 sampai 0,436. moment dari Pearson, karena jenis Dari reliabilitas hasil dalam pengukuran penelitian ini diperoleh koefisien reabilitas yang ini data pada kedua variabel ini ialah data interval atau skala pengukuran yang berjarak sama (Azwar, 2012). dianggap cukup memuaskan (skala feminin α = 0,808 dari 18 aitem, skala maskulin α = 0,828 dari 19 aitem , skala netral α = 0,547) yang HASIL DAN DISKUSI Uji normalitas dilakukan menggunakan teknik (Kolmogorv- Smirnov). Hasil normalitas penelitian ini (peran gender dengan sebaran data peran gender pada aitem prasangka kepemimpinan perempuan feminin menunjukkan nilai KS-Z dalam politik). Data tiap variabel di sebesar taraf uji linieritas dengan menggunakan signifikansi sebesar 0,200 (p > 0.05), teknik tes of linierity. Data dapat sedangkan maskulin dikatan linier apabila p < 0,05 (Hadi, menunjukkan nilai KS-Z sebesar 2001). Hasil uji linieritas variabel 0,84 signifikansi peran gender pada feminin dan sebesar 0,076 (p > 0.05). Kemudian prasangka kepemimpinan perempuan hasil uji coba normalitas sebaran data dalam politik menunjukkan nilai prasangka kepemimpinan perempuan signifikansi sebesar 0,050 menunjukkan nilai KS-Z sebesar disimpulkan bahwa tidak memiliki 0,69 hubungan yang linier antara peran 0,59 dengan pada dengan dengan uji aitem taraf taraf signifikansi sebesar 0,200 (p > 0,05). Dengan gender demikian hasil uji normalitas pada prasangka kepemimpinan perempuan skala peran gender dan prasangka dalam kepemimpinan politik yang pada politik. feminin dapat dengan Sedangkan untuk perempuan dalam peran gender pada maskulin dan terkumpul telah prasangka kepemimpinan perempuan terdistribusi mengikuti bentuk kurve dalam politik menunjukkan normal. signifikansi 0,400 dapat disimpulkan Uji linieritas dilakukan untuk bahwa tidak ada hubungan yang mengetahui linier tidaknya hubungan linier antara peran gender pada antara maskulin kedua variabel dalam dengan prasangka kepemimpinan perempuan dalam politik. 0,05), kelompok yang bekerja pada aitem maskulin memiliki koefisien -- Peneliti melakukan uji korelasi terhadap peran gender dan prasangka kepemimpinan pada aitem maskulin. dalam Berdasarkan hasil analisis dari status SPSS yang dilakukan terhadap data pekerjaan. Berdasarkan hasil analisis peran gender pada variabel feminin dari SPSS yang dilakukan terhadap dengan data perempuan politik perempuan 0,070 dengan taraf 0,646 (p > 0,05) berdasarkan peran kecenderungan pada gender feminin pada dengan korelasi prasangka kepemimpinan memiliki 0,201 koefisien dengan taraf prasangka kepemimpinan perempuan signifikansi 0,045 (p > 0,05), untuk dalam politik, kelompok yang tidak data peran gender pada variabel bekerja memiliki koefisien 0,293 maskulin pada aitem feminin dengan taraf kepemimpinan perempuan memiliki 0,030 (p < 0,05), untuk data peran memiliki koefisien korelasi -0,081 gender pada aitem maskulin dengan dengan taraf signifikansi 0,422 (p prasangka >0,05). kepemimpinan dengan Dengan prasangka demikian dapat perempuan, kelompok yang tidak disimpulkan bahwa bekerja memiliki koefisien -0,090 korelasi atau tidak ada hubungan dengan taraf 0,514 (p > 0,05). Untuk antara kelompok yang bekerja memiliki maupun maskulin dan prasangka. koefisien sebesar 0,104 pada aitem feminin dengan taraf 0,499 (p > feminin Dengan tidak dan demikian ada prasangka dapat disimpulkan bahwa korelasi tidak teruji hipotesis peran gender dengan kesetaraan prasangka kepemimpinan perempuan Wahyuni dan Esti (Sastriyani, 2009) dalam mengemukakan politik. Sehingga dapat gender. bahwa partipasi disimpulkan bahwa ada faktor lain perempuan yang peran semakin meningkat dan ditunjukkan gender dan prasangka kepemimpinan oleh, hasil pemilu tahun 2004 data yakni faktor pekerjaan. yang menunjukkan ada peningkatan ikut mempengaruhi Hasil penelitian menunjukkan jumlah dalam Menurut wakil ranah politik perempuan tidak ada hubungan antara peran berpartisipasi gender sebanyak 30% dibandingkan pemilu dengan kepemimpinan prasangka perempuan di dalam bidang politik dalam sebelumnya (Caleg Wanita, 2008). politik atau dapat dikatakan tidak Hal tersebut menunjukkan bahwa memiliki korelasi. Hasil tersebut sosialisasi kesetaraan gender dapat ditunjukkan diterima dengan koefisien oleh masyarakat tidak korelasi (rxy) pada feminin sebesar terlepas dari kepedulian masyarakat 0,045 (p > 0,05) dan maskulin baik dengan (rxy) perempuan dalam memberikan hak- sebesar 0,422 (p > 0,05). Ditolaknya hak perempuan untuk berpartisipasi hipotesis dikarenakan, tatanan dalam dalam politik (Rawls, 20011). koefisien masyarakat korelasi tentang kaum laki-laki maupun sosialisasi Hal ini didukung oleh hasil kesetaraan gender telah berjalan. Hal penelitian Setyaningsih (2009) yang ini tidak terlepas dari kesadaran menyatakan sebagian besar individu masyarakat telah memadukan sifat–sifat dan itu sendiri, tentang perilaku maskulin feminin kepada kepemimpinan perempuan (androgini), sehingga terbebas dari dalam politik seperti antipati, suka pembatasan gender mengenai jenis tidak kelamin. kecenderungan Individu sifat–sifat dan dapat (konatif) (W.J.Thomas dan kemampuan untuk menentukan Ahmadi, 2009). Kemampuan ini dilakukan. didukung oleh konflik memberi pertolongan, menjauhkan diri dari memiliki kemampuan untuk berpikir mesti karena, tidak yang yang perilaku kebencian, kelompok apa dan memadukan suka, Dengan diprasangkainya dalam demikian, dapat disimpulkan bahwa gender bukanlah pengetahuan, pengalaman nyata dan satu-satunya kongkret sebagai hasil dari proses mempengaruhi prasangka terhadap berpikir terutama pengetahuan kepemimpinan tentang alternatif berperilaku poltik terbentuk. Adapun faktor lain sehingga individu dapat menentukan yang turut mempengaruhi prasangka bagaimana seharusnya berperilaku kepemimpinan sesuai politik, salah satunya yakni faktor dengan jenis kelaminnya sehingga tidak menimbulkan rasa marah, kesal, ketakutan (afektif) faktor yang perempuan perempuan dalam dalam pekerjaan atau organisasi. Berdasarkan hasil penelitian ketika individu bertingkah laku tidak maupun berdasarkan hasil analisis sesuai dengan nilai-nilai yang dianut tambahan dapat diambil kesimpulan oleh bahwa tidak ada hubungan antara masyarakat menimbulkan sehingga sebuah dapat prasangka persepsi peran gender dengan prasangka kepemimpinan perempuan Koefisien determinasi sebesar dalam politik di Yogyakarta. Akan 0,040% pada feminin dan 0,07% tetapi terdapat faktor lain yang turut pada maskulin. Hal ini menunjukkan mempengaruhi bahwa variabel gender memberikan prasangka kepemimpinan perempuan dalam persepsi peran sumbangan politik di Yogyakarta. Selain itu sebesar 0,46% terhadap prasangka menurut Baron dan Bryne (2004) kepemimpinan menyatakan bahwa ada beberapa politik faktor dikarenakan adanya faktor lain yang yang dapat diprasangkai di Yogyakarta. yakni; usia, asal geografis, pekerjaan mempengaruhi atau kepemimpinan organisasi, kelebihan berat perempuan dalam Hal ini prasangka perempuan dalam badan, ras, latar belakang etnis. politik, yaitu berdasarkan analisis PENUTUP tambahan adalah faktor pekerjaan. Kesimpulan dan Saran 2. 1. Saran Kepada subjek penelitian dapat Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan menurunkan prasangka pembahasan yang telah dilakukan, kepemimpinan maka dapat disimpulkan bahwa tidak politik agar tidak terjadi perpecahan. ada hubungan antara peran gender dengan prasangka kepemimpinan perempuan politik di Yogyakarta. terhadap dalam perempuan dalam Bagi peneliti selanjutnya yang berminat ingin meneliti tentang prasangka kepemimpinan perempuan dalam politik memperhatikan hendaknya faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepemimpinan prasangka perempuan dalam politik misalnya; usia, asal geografis, pekerjaan atau organisasi, kelebihan kelompok. Mahasiswa pribumi dan cina dari empat perguruan tinggi di bandung.Tesis. Yogyakarta: Fakultas psikologi universitas gadjah mada Ahmadi, H. Abu (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Rineka cipta. berat badan, ras, latar belakang etnis. Selain itu bagi peneliti selanjutnya Azwar, S (2003). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. yang berminat meneliti dengan judul yang sama, diharapkan untuk lebih memperhatikan subjek penelitian yang lebih signifikan dan lebih berhati-hati dalam menganalisis data atau tidak tergesa-gesa. Adapun Hambatan selama proses penyusunan hingga Azwar, S (2005). Penyusunan skla psikologis. Yogyakarta: Pustaka pelajar. penelitian Azwar, S (2007). Metode Pnilitin. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Azwar, S (2012). Reabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka pelajar. Baron.R.A., Byrne.D (2003).Psikologi Sosial Jilid 1 Edisi 10, Jakarta: Penerbit Erlangga berlangsung antara lain, sulitnya menemukan referensi penelitian yang serupa mengenai kepemimpinan prasangka perempuan dalam politik terutama tentang aspek/aspek dari prasangka Bass, B.M. and Avolio, B.J. (1994). Improving organizational effectiveness through transformational leadership, Sage: Thousand Oaks. kepemimpinan Basow, S. A. 1980. Sex-Role Stereotypes . Traditions and Alternatives. Monterey, California : Brooks/Cole Publishing Company. perempuan. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z (1999). Prasangka rasial dan persepsi agresi pada Basow, S.A. (1992). Gender: Stereotypes And Rroles (3rd ed). California: Brooks/Cole Publishing Company. York: Harcout Brace Jonavich Publisher Beauvouir, S. (1989). The Second Sex:Fakta dan mitos. Surabaya: Pustaka Promethea Benard, I, Chaster. 1992. Organisasi dan Manajemen Struktur, Perilaku dan Proses. Jakarta: Gramedia Fitria. M (2011).Naskah publikasi keadilaan gender dan hak-hak reproduksi di pesantren, Universitas gajah mada yogyakarta Beauvouir, S. (1989). The Second Sex: Fakta dan mitos. Surabaya: Pustaka Promethea. Fakih, M (2008). Analisis gender & transformasi sosial, Yogyakarta: Pustaka pelajar Budiman, Arief. 1985.Pembagian kerja secara seksual jakarta: PT. Gramedia. Fakih, M. (1996). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brown, Robert (2005). Menangani prasangka dari perspektif psikologi sosial. Jogjakarta: Pustaka pelajar offset. Goleman Daniel, 2006. Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi. Bandung: PT.Gramedia Pustaka Utama. Cahyadi Takariawan (2002). Fikih Politik Kaum Perempuan. Yogyakarta:Debeta Hadi, Caleg wanita di nomor 1, PDIP,PKS paling sedikit, Jawapos, 1 november 2008 Chaplin, J.P (2004). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT Raja grafindo persada. Dipl.Psych.Dr.W.A.: PsychologiSosial, Suatu ringkasan, Jakarta-Bandung 1978, Cetakan ke- V, P.T.Eresco Echols, John M. & Hassan Shadily, Kamus Inggris–Indonesia, Cet. XXI, (Jakarta: Gramedia, 1995) Elm, A.C (2000). Personality In Psychology, San Diego New S (2001). Methodolgy Research. Yogyakarta: Andi Offist Hadiz, L (2004). Perempuan dalam wacana politik orde baru. Jakarta: Pustaka LP3ES indonesia, anggota ikapi Hamka, Husain (2012). Kepemimpinan perempuan dalam era modern. Naskah (dipublikasikan oleh Husain amka - 2016). Makassar: Universitas hasanuddin Hanurrawan, Fattah (2012).Psikologi sosial suatu pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya; Universitas Negri Malang Howitt & Cramer (2005). First Steps in Research & Statistics A Practical Workbook for Psychology Students. Philadelphia: Taylor & Francis. Kahar, Mubha. 2008. Perempuan, Politik dan Kepemimpinan. Jakarta: Yayasan Pena Indonesia Laporan KPU Kabupaten Solok Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2014. Lestari, Y.I (2016). Sikap Terhadap Pengembangan Karir Ditinjau dari Gender. Volume 11 Nomor 2.Riau: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Akses2017 Martha, A.E & Hastuti, D (2013). Gender dan Korupsi (Pengaruh Kesetaraan Gender DPRD dalam Pemberantasan Korupsi di Kota Yogyakarta). Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 20 OKTOBER 2013. Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Diakses Maret2017. Myers, D.G. (2002). Social psychology.7th edition. North america: McGraw-Hill, Inc. Munandar,A.N.S (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: Universitas indonesia press Mose, JC. 2004. Perdarahan Antepartum dalamIlmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC. Nauly, M (2003). Konfilik gender dan seksisme: banding laki-laki, minangkabau & Yokyakarta: ARTI. peran Studi batak, jawa. Nugroho, R (2011). Gender dan Administrasi Publik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rawls, John (2011). Teori Keadilan. Dasar-Dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara: Pustaka pelajar Robbins,S (2003). Perilaku Organisasi, Jilid I. Jakarta: PT. Indeks Gramedia Group. Santrock, J. W. (2002). Life – Span Development: Perkembangan masa hidup.Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Santrock , J. W (2003).Adolescence: Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga Santrock,J. W (2012). Live-span development. Bahasa Indonesia. Erlangga. All right reserved Sastriani Siti H (2009). Gender and politics. Yogyakarta: Penerbit tiara wacana Turner, S.B (2012). Teori Sosial Dari Klasik Sampai Post Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Etyaningsih, D. N. R (2009). Studi Deskriptif Tentang Androgenitas Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta :file:///F:/skala/019114101_full .pdf Subono (2009). Menuju Representasi Politik Perempuan Yang Lebih Bermakna, Jurnal sosial demokrasi,Edisi.6, th.2. Surbakti, R. (2010). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo. Sugihastuti., Itsna. Hadi.S (2010): Gender & Inferioritas Perempuan, Yogyakrta. Pustaka Pelajar Suwarno, B. (2004). Jender, Androgini, dan Transeksual, Jangan Tercampur Aduk. Kompas News. Retrieved Juni 18, 2016, from http://www.kompas.com/komp as cetak/0503/21/swara/1630434. htm Stevenson, M. R (1994). Gender Roles Through the Life Span. A Multidisciplinary Perspective. Muncie, Indiana: Ball State University. Thoha Miftah (2015). Kepemimpinan dalam manajemen. Jakarta: PT. Raja grafindo persada Vries Dede Wiliam-de (2006): Gender bukan tabu catatan perjalanan fasilitasi kelompok perempuan di jambi. Bogor barat: Center for international forestry research (cifor) Wahyono,T (2001). Modul psikologi industri & organisasi(tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas psikologi universitas manggala. Wahyono, A (2001). Pemberdayaan masyarakat nelayan. Media pressindo, Yogyakarta. Wathani, F. (2009). Perbedaan kecenderungan pembelian impulsif produk pakaian ditinjau dari peran gender.Skripsi universitas sumatera utara. Tidak ditebitkan. Wirawan (20014). Kepemimpinan. Teori, psikologi, perilaku organisasi, aplikasi dan penelitian. Jakarta: PT. Rajagrafindo persada. Yusuf, S (2004). Psikologi Perekembangan Anak & Remaja. PT remaja rosdakarya, Bandung.