PENGARUH PROPORSI TEPUNG TAPIOKA TERHADAP MUTU BAKSO IKAN LELE YANG DIBERI ASAP CAIR SECARA SENSORI (Skripsi) OLEH : WAHYU AGUSTINA 11110029 Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN Pada Jurusan Agroteknologi SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN (STIPER) DHARMA WACANA METRO 2015 ABSTRAK PENGARUH PROPORSI TEPUNG TAPIOKA TERHADAP MUTU BAKSO IKAN LELE YANG DIBERI ASAP CAIR SECARA SENSORI Oleh WAHYU AGUSTINA Ikan lele selain harganya yang relatif murah dan mudah didapat, lele juga mempunyai struktur tulang atau duri yang sangat cocok untuk dijadikan makanan olahan seperti bakso ikan lele. Ikan lele merupakan sumber protein yang baik, mengandung lemak baik dan rendah kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi. Bakso adalah produk olahan yang tidak tahan lama dalam penyimpanan. Ada sebagian bakso yang beredar dipasaran menggunakan pengawet formalin agar produk tahan lama, sementara penggunaan formalin dilarang oleh pemerintah karena dapat menyebabkan penyakit kanker. Asap cair dapat berfungsi sebagai pengawet yang merupakan hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. Asap cair juga mengandung senyawa fenol yang tinggi yang berperan sebagai antioksidan, bersama dengan kandungan formaldehid dan asam-asam organik lainnya secara sinergis akan mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikroba. Bakso yang diberi asap cair diharapkan dapat memperpanjang masa simpan, sehingga produk lebih awet. 3 Tujuan penelitian ini untuk mengetahui : (1) Proporsi tepung tapioka dan ikan lele terbaik terhadap mutu bakso ikan lele, (2) Konsentrasi asap cair terbaik terhadap mutu bakso ikan lele. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 di Laboratorium STIPER Dharma Wacana Metro. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) sederhana terdiri dari sembilan perlakuan [Pick yang the date] diulang tiga kali. Perlakuan terdiri dari proporsi tepung tapioka dan daging ikan lele (p) dengan penambahan asap cair (c) yang terdiri dari : A= 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair, B= 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair, C= 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair, D= 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair, E= 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair, F= 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 2% asap cair, G= 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair, H= 30% tepung tapioka : 70% Agustina ikan lele + Wahyu 1% asap cair, I= 3% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair. Data yang diperoleh diuji dengan Analisis Ragam yang sebelumnya dilakukan Uji Homogenitas Ragam dengan Uji Barlett dan Ketidakaditifan dengan Uji Tuckey yang kemudian dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% untuk mengetahui perbedaan pengaruh pada tiap perlakukan. Tetapi untuk data kabohidrat, kadar protein, dan kadar air tidak dilakukan analisis data, karena hanya diambil satu sampel untuk masing-masing perlakuan. Sampel bakso yang akan dilakukan analisis laboraturium diambil setelah bakso direbus sesuai dengan perlakuan asap cair. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka 30% dan ikan lele 70% menghasilkan bakso ikan lele yamg lebih baik, berdasarkan peubah warna, aroma, tekstur, dan rasa. Ada kecendrungan kosentrasi asap cair yang baik terhadap mutu bakso ikan lele adalah kosentrasi asap cair 2% ditunjukkan oleh peubah warna, aroma, tekstur, dan rasa. 4 HALAMAN PERSETUJUAN Judul Skripsi : Pengaruh Proporsi Tepung Tapioka terhadap Mutu Bakso Ikan Lele yang Diberi Asap Cair Secara Sensori Nama Mahasiswa : Wahyu Agustina No. Pokok Mahasiswa : 11110029 Jurusan : Agroteknologi Agroteknologi Program Studi : MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Ir. Rakhmiati, M.T.A. NIP. 19630408 198903 2 001 Ir. Yatmin, M.T.A. NIP. 19630216 199003 1 003 2. Ketua Jurusan Ir. Syafiuddin, M.P. NIP. 19630309 198903 1 003 5 MENGESAHKAN 1. Tim Penguji ......……………. Ketua : Ir. Rakhmiati, M.T.A. Penguji Utama : Dr. Ir. Etik Puji Handayani, M.Si. ......……………. Anggota : Ir. Yatmin, M.T.A. ....……………… 2. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana Metro Ir. Rakhmiati, M.T.A. NIP. 19630408 198903 2 001 Tanggal lulus ujian : 12 Desember 2015 RIWAYAT HIDUP 6 Penulis dilahirkan di Hargomulyo pada tanggal 14 Agustus 1992, putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Mario dan Ibu Suharni. Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-kanak (TK) LKMD Girikarto pada tahun 1997. Setelah tamat di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Girikarto pada tahun 2005, penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Sekampung sampai tahun 2008. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Utama Wacana Metro Jurusan (IPS) sampai tahun 2011 dan pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswi Jurusan Agroteknologi di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Dharma Wacana Metro hingga sekarang. 7 MOTTO Sukses tidak diukur dengan menggunakan kekayaan, sukses adalah sebuah pencapaian yang kita ingin kan. Kecerdasan bukanlah tolak ukur kesuksesan, tetapi dengan menjadi cerdas kita bisa menggapai kesuksesan. 8 PERSEMBAHAN Ku persembahkan karya kecilku ini kepada orang-orang yang aku sayangi: Bapak & Ibu tercinta, adik & tunangan ku abang Ahmad Zaini yang tak pernah henti mendo’akan & memberi semangat tanpa lelah. 9 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Tepung Tapioka terhadap Mutu Bakso Ikan Lele yang Diberi Asap Cair Secara Sensori”. Dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Ir. Rakhmiati, M.T.A., sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Dharma Wacana Metro, sekaligus pembimbing I (satu) yang telah memberikan bimbingan dan meluangkan waktu sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Yatmin, M.T.A., selaku pembimbing II (dua) atas bimbingan dan sarannya selama menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Etik Puji Handayani, M.Si., selaku penelaah atas kesediaannya menguji dan memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini. 4. Bapak Ir. Syafiuddin, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi yang telah memberikan pengarahan hingga terselesainya skripsi ini. 5. Keluarga tercinta, Ibu, Bapak, dan adik atas kasih sayang dan dukungannya yang begitu besar. 6. Abang Zaini atas ketulusan do’a dan perjuangannya yang begitu besar. 7. Teman-teman seperjuangan di kampus Dharma Wacana Metro (Okta, Dewi, Adit DP, Ratih, dan semuanya) terima kasih atas bantuan dan motivasinya. 10 Semoga Allah memberikan limpahan rahmat dan kebaikan kepada kalian semua. Amiin. Metro, 09 Desember 2015 Penulis DAFTAR ISI 11 Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................. ABSTRAK .................................................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... RIWAYAT HIDUP ................................................................................... MOTTO ...................................................................................................... PERSEMBAHAN ...................................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. DAFTAR GAMBAR ................................................................................. i ii iv v vi vii viii ix xi xiii xv xx I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang dan Masalah.......................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 3 1.3 Dasar Pengajuan Hipotesis............................................................. 3 1.4 Hipotesis ........................................................................................ 5 II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6 2.1 Bakso Ikan Lele ............................................................ ................ 6 2.2 Tepung Tapioka ............................................................................. 8 2.3 Bahan-bahan Pembantu ................................................................. 12 2.3.1 Putih Telur ......................................................................... 12 2.3.2 Bumbu-bumbu .................................................................. 13 2.4 Asap Cair ....................................................................................... 14 2.4.1 Komposisi Asap Cair ........................................................ 15 III. BAHAN DAN METODE ................................................................... 18 3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................ 18 3.2 Bahan dan Alat .............................................................................. 18 3.3 Metode Penelitian ......................................................................... 18 3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 20 12 3.5 Peubah yang Diamati .................................................................... 3.5.1 Analisis Kadar Karbohidrat .............................................. 3.5.2 Analisis Kadar Protein ...................................................... 3.5.3 Analisis Kadar Air ............................................................ 3.5.4 Uji Organoleptik ............................................................... 23 23 24 26 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 28 4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 28 4.1.1 Sebelum Penyimpanan .............................................................. a. Aroma ................................................................................. b. Rasa .................................................................................... c. Warna ................................................................................. d. Tekstur ................................................................................ 28 28 29 30 31 4.1.2 Perubahan Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang ................. a. Aroma ................................................................................. b. Rasa .................................................................................... c. Warna ................................................................................. d. Tekstur ................................................................................ 32 32 33 35 37 4.1.3 Perubahan Selama Penyimpanan pada Suhu Dingin ................. a. Aroma ................................................................................. b. Rasa .................................................................................... c. Warna ................................................................................. d. Tekstur ................................................................................ 38 38 40 42 43 4.2 Pembahasan .................................................................................... 45 V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 52 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 52 5.2 Saran .............................................................................................. 52 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 53 LAMPIRAN ............................................................................................... 57 13 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Susuna dankomposisi kimia ian lele per 100 gram ............................. 8 2. Komposisikimiatepungtapioka dalam 100 gram ................................. 10 3. Skalaujihedonik.................................................................................... 27 4. Kesukaan panelis terhadap aroma bakso dengan proporsi tepung tapiokadanpenambahan asap cair sebelum penyimpanan .................... 28 5. Kesukaan panelis terhadap rasa bakso dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair sebelum penyimpanan .................... 29 6. Kesukaan panelis terhadap warna bakso dengan proporsi tepung tapiokadan penambahan asap cair sebelum penyimpanan .................... 30 7. Kesukaan panelis terhadap tekstur bakso dengan proporsi tepung tapiokadan penambahan asap cair sebelum penyimpanan .................... 31 8. Kesukaan panelis terhadap aroma bakso dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20 jam padasuhu ruang ...................................................................................... 32 9. Kesukaan panelis terhadap rasa bakso dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20 jam pada suhu ruang ...................................................................................... 34 10. Kesukaan panelis terhadap warna bakso dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20 jam padasuhu ruang ...................................................................................... 11. Kesukaan panelis terhadap tekstur bakso dengan proporsi tepung 36 14 tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20 jam padasuhu ruang ...................................................................................... 37 12. Kesukaan panelis terhadap aroma bakso dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 6 hari di refrigerator.............................................................................................. 39 13. Kesukaan panelis terhadap rasa bakso dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 6 hari di refrigerator.............................................................................................. 41 14. Kesukaan panelis terhadap warna bakso dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 6 hari di refrigerator.............................................................................................. 42 15. Kesukaan panelis terhadap tekstur bakso dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 6 hari di refrigerator.............................................................................................. DAFTAR GAMBAR 44 15 Tabel Halaman 1. Diagramalirpembuatanbakso ikan lele ................................................ 2. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele setelah penyimpananselama20jam pada suhu ruang ...................................... 22 33 3. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele setelah penyimpananselama20jam pada suhu ruang ...................................... 35 4. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele setelah penyimpananselama20jam pada suhu ruang ...................................... 36 5. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele setelah penyimpananselama20jam pada suhu ruang ...................................... 38 6. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele setelah penyimpananselama6hari di refrigerator ............................................ 40 7. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele setelah penyimpananselama6hari di refrigerator ............................................ 41 8. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele setelah penyimpananselama6hari di refrigerator ............................................. 43 9. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele setelah penyimpananselama6hari di refrigerator ............................................ 44 16 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan jenis makanan dan hasil laut yang sangat potensial untuk memenuhi gizi. Salah satu sumber protein hewani yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan lele. Selain harganya relatif terjangkau dan mudah didapat, lele juga mempunyai struktur tulang atau duri yang sangat cocok untuk dijadikan makanan olahan seperti bakso (Anonim, 2009). Bakso merupakan produk lumatan daging yang umumnya berbentuk menyerupai bola. Bakso dapat dibuat dari berbagai jenis daging seperti sapi, ikan, ayam dan sebagai bahan tambahannya adalah tepung tapioka dan bumbu (garam, merica, dan bawang putih). Ikan yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bakso memiliki nilai gizi yang tinggi, tidak terlalu amis, dan masih segar. Salah satu jenis ikan air tawar yang dapat digunakan dalam pembuatan bakso ikan antara lain adalah ikan lele (Suprapti, 2007). 17 Ikan lele selain harganya yang relatif murah dan mudah didapat, lele juga mempunyai struktur tulang atau duri yang sangat cocok untuk dijadikan makanan olahan seperti bakso ikan lele. Ikan lele merupakan sumber protein yang baik,mengandung lemak baik dan rendah kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi. Ikan lele juga mengandung vitamin D dan zat besi untuk mendukung pertumbuhan. Mutu bakso sangat tergantung dengan perbandingan tepung tapioka dan daging (sapi, ayam, ikan) yang digunakan. Tepung tapioka bermanfaat sebagai pembentuk tekstur, pengikat air, memperbaiki kekenyalan dan elastisitas produk hal ini disebabkan kandungan gluten dari setiap jenis tepung yang berbeda-beda, dimana semakin tinggi kadar gluten tepung yang digunakan maka semakin baik tekstur bakso yang dihasilkan. Bakso adalah produk olahan yang tidak tahan lama dalam penyimpanan. Ada sebagian bakso yang beredar dipasaran menggunakan pengawet formalin agar produk tahan lama,sementara penggunaan formalin dilarang oleh pemerintah karena dapat menyebabkan penyakit kanker. Oleh sebab itu harus dicari alternatif pencegah formalin salah satunya adalah asap cair. Asap cair merupakan hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. Asap cair juga mengandung senyawa fenol yang tinggi yang berperan sebagai antioksidan, bersama dengan kandungan formaldehid dan asam-asam organik lainnya secara sinergis akan mencegah dan 18 mengontrol pertumbuhan mikroba. Bakso yang diberi asap cair diharapkan dapat memperpanjang masa simpan , sehingga produk lebih awet. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi perlakuan terbaik antara proporsi tepung tapioka dan ikan lele yang menghasilkan mutu bakso ikan lele terbaik yang diawetkan dengan asap cair. 1.3 Dasar Pengajuan Hipotesis Bakso adalah makanan yang disukai masyarakat Indinesia, tetapi seiring dengan harga daging sapi yang semakin melambung, ikan menjadi opsi lain sebagai subtitutor daging sapi. Rasa bakso ikan tidak kalah enaknya jika dibandingkan dengan bakso daging sapi. Ikan lele mengandung gizi yang tinggi dengan tekstur daging yang sesuai untuk pengolahan bakso serta berdaging tebal dan mempunyai daya elasistisitas. Sebagai persyaratan bahan baku ikan yang di gunakan untuk pengolahan bakso, semakin segar ikan yang digunakan, semakin baik pula mutu bakso yang dihasilkan. Bakso yang bermutu adalah bakso yang mempunyai komposisi yang tepat antara tepung tapioka dan ikan lele. Suprapti (2003) mengungkapkan tepung tapioka dapat berfungsi sebagai bahan perekat dan bahan pengisi adonan bakso. Dosis yang digunakan untuk pembuatan bakso adalah 100-400 g tepung tapioka untuk setiap 1 kg daging sapi/ikan giling. Dikatakan pula bahwa untuk menghasilkan bakso yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang dipergunakan sebaiknya 15% dari berat daging. Menurut Wibowo (2009) ukuran tepung tapioka yang 19 sesuai untuk ditambahkan pada pengolahan bakso lele adalah sebanyak 10 % dari berat daging. Hasil penelitian Zulkarnain (2013) bahwa penggunaan tepung tapioka 25% mencapai hasil bakso yang lebih baik terhadap bentuk seragam, bulat, warna, aroma, tekstur kenyal, rasa gurih dan rasa dominan daging ikan lele. Dengan demikian penggunaan tepung tapioka 25% memberikan pengaruh secara nyata terhadap semua indikator dan menghasilkan bakso yang baik. Bakso ikan merupakan produk yang mudah rusak karena kandungan gizi yang tinggi. Bakso yang beredar di pasaran banyak yang menggunakan pengawet yang di larang oleh pemerintah karena berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Bakso yang tidak diberi pengawet hanya tahan 12 jam. Pemberian asap cair dapat memperpanjang masa simpan bakso sampai dengan 6 hari (Himawati, 2010). Distilat asap tempurung kelapa memiliki kemampuan mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Asap cair tempurung mengandung lebih dari 400 komponen dan memiliki fungsi sebagai penghambat perkembangan bakteri yang cukup aman sebagai pengawet alami, antara lain asam, fenolat dan karbonil (Sugiyono dan Dadang dalam Akhirudin, 2006). Hasil penelitian Gumanti (2006) melaporkan bahwa mie basah yang dicampur dengan asap cair tempurung kelapa konsentrasi 0,09% dalam adonannya dapat awet hingga 2 hari pada suhu kamar. Mahendradatta dan Tawali (2006) juga melaporkan bahwa ikan kembung yang direndam dalam redistilat asap cair 20 tempurung kelapa sebesar 1,55 mg per 100 g selama 30 detik dan dikombinasikan dengan penambahan bumbu-bumbu, dapat meminimalkan kandungan histamin selama 20 hari penyimpanan pada suhu dingin (5ºC). 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kombinasi terbaik antara proporsi tepung tapioka dan ikan lele yang menghasilkan mutu bakso ikan lele terbaik yang diawetkan dengan asap cair. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakso Ikan Lele Bakso merupakan produk pangan yang terbuat dari daging atau ikan yang dihaluskan, dicampur dengan tepung, dibentuk bulat-bulat sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasak dalam air panas hingga bakso tersebut mengapung. Masyarakat lebih mengenal bakso sebagai makanan sepinggan yang dihidangkan dengan pelengkap lain seperti mie, sayuran, pangsit, dan kuah. Makanan ini sangat populer dan digemari oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya penjual mie bakso, mulai dari restoran sampai ke warung-warung kecil dan gerobak dorong. Harga satu porsi mie bakso sangat bervariasi tergantung dari kualitas baksonya. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas bahan-bahan mentahnya, terutama jenis dan mutu ikan, jumlah tepung yang digunakan, atau perbandingannya dalam adonan dan faktor-faktor lain, seperti pemakaian bahanbahan tambahan dan cara pemasakannya. Bakso ikan merupakan bakso yang mulai digemari oleh masyarakat, karena bahan baku pembuatannya yaitu daging ikan selain halal juga telah umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Bakso ikan terkenal dengan aromanya yang khas. Bakso ikan paling enak dinikmati. Jenis ikan yang bagus adalah ikan 22 yang memiliki duri menyebar dan mudah dikeluarkan durinnya, serta yang memiliki serat yang banyak. Contoh ikan yang bagus untuk diolah menjadi bakso adalah ikan tenggiri, ikan kakap, ikan lele. Pabrik bakso ikan lebih banyak menggunakan ikan kuniran dikarenakan harganya yang murah. Akan tetapi dalam penelitian ini saya menggunakan ikan lele sebagai bahan bakunya. Jenis daging yang digunakan biasanya berupa fillet ikan segar dan fillet ikan beku. Daging ikan lele mengandung minyak tak jenuh yang sangat tinggi sehingga mendukung metabolisme dalam tubuh. Ikan lele dapat merangsang perkembangan otak anak, karena kandungan gizi daging ikan lele sangat tinggi serta mengandung banyak vitamin A. Lemak dalam daging ikan lele mengandung Poli Asam Lemak Tidak Jenuh (PUFA) yang terdiri dari Omega-3 dan Omega-6. Lemak tidak jenuh tidak disintesa tubuh, sehingga harus diperoleh dari makanan. Lemak ikan lele juga dapat menurunkan LDL (Low Density Lipid) kolesterol dalam plasma darah. Kandungan lemaknya jauh lebih rendah dari daging ayam dan sapi. Persyaratan bahan baku (ikan) yang terpenting adalah kesegarannya. Semakin segar ikan yang digunakan, semakin baik pula mutu bakso yang dihasilkan. Berbagai jenis ikan yang digunakan untuk membuat bakso. 23 Tabel 1. Susunan dan komposisi kimia ikan lele per 100 gram Susunan Komposisi Kalori 712 (kalori) Protein 15-19 ( gram) Lemak 4-10 (gram) Karbohidrat 0-1,7 (gram) Air 67-80 (gram) Abu 9 (mg) Kalsium 11 (mg) Fosfor 168 (mg) Besi 1,1 (mg) Kalsium - Sumber : Lovell dan Ammerman, 1997 Keterangan : tanda (-) tidak dilakukan analisis 2.2 Tepung Tapioka Bahan pengisi merupakan bahan bukan daging yang biasa ditambahkan dalam pembuatan bakso. Fungsi bahan pengisi adalah memperbaiki sifat emulsi, mereduksi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat fisik dan cita rasa, serta menurunkan biaya produksi, meningkatkan daya ikat air, meningkatkan flavorw, meningkatkan karakteristik fisik dan kimiawi serta sensori produk (Tazwir, 1992; Soeparno, 1998). Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), penggunaan bahan pengisi dalam adonan bakso maksimum 50% dari berat daging. 24 Tepung tapioka memiliki kandungan pati 88,01% lebih tinggi dari tepung maeizena 54,19% sedangkan tepung beras memiliki kandungan pati 25% dan tepung ketan dengan kandungan 17-23% (Jayana dkk., 2011). Pati memegang peranan penting dalam menentukan tekstur makanan, di mana campuran granula pati dan air bila dipanaskan akan membentuk gel. Pati yang berubah menjadi gel bersifat irreversible di mana molekul-molekul pati saling melekat membentuk suatu gumpalan sehingga viskositasnya semakin meningkat (Handershot, 1970 dalam Maharaja, 2008). Bahan pengisi dapat meningkatkan daya mengikat air karena mempunyai kemampuan menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Tepung berpati dapat mengabsorpsi air dua sampai tiga kali lipat dari berat semula. Karena sifat tersebut, adonan bakso menjadi lebih besar. Bahan pengisi yang biasa digunakan adalah tapioka (Ockerman, 1983; Pandisurya, 1983). Tepung tapioka merupakan salah satu bahan penunjang dalam pembuatan bakso. Tepung tapioka diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot utilissima) yang umumnya terdiri dari tahap pengupasan, pencucian, pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, pengeringan dan penggilingan (Pandisurya, 1983). Tapioka adalah pati yang berasal dari ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) yang telah mengalami pencucian dan pengeringan. Tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin (Makfoeld, 1982). Suprapti (2007) juga menyatakan bahwa tapioka dibuat secara langsung dari singkong yang 25 masih segar. Tepung ini biasanya berwarna putih agak kekuning-kuningan dan mempunyai tekstur yang licin dan dengan suhu gelatinisasi 52-64ºC. Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran pada berbagai macam produk seperti kerupuk, biskuit atau kue kering, jajanan atau kue tradisional, dekstrin, alkohol, dan lem. Selain itu, tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan pemadat dan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan, dan juga sebagai bahan penguat benang (warp seizing) pada industri tekstil (Suprapti, 2007). Tabel 2. Komposisi kimia tepung tapioka dalam 100 gram Komposisi Jumlah Kalori (kal) 362.0 Protein (g) 0.5 Lemak (g) 0.3 Karbohidrat (g) 86.9 Air (g) 12.0 Fosfor (mg) 0.0 Kalsium (mg) 0.0 Besi (mg) 0.0 Bdd (%) 100.0 Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1996 Tepung tapioka yang terbuat dari pati singkong nyaris tidak mengandung protein dan gluten. Tepung tapioka sering digunakan untuk pengental pada tumisan 26 karena efeknya bening dan kental saat dipanaskan. Tidak cocok untuk gorengan karena menyerap minyak dan mengeras setelah dingin beberapa lama. Selain sebagai pengental, juga dipakai untuk mengenyalkan bakso, pengganti sagu pada empek-empek dan juga sebagai bahan baku kerupuk. Ada juga yang membuat cendol berbahan baku tepung tapioka. Pada skala industri, tepung tapioka termodifikasi dipakai untuk mengentalkan atau sebagai penstabil pada aneka saos (Lia, 2006). Tapioka mempunyai gugus hidrofil, mengikat air, air terikat kuat sehingga pada saat pemanasan hanya sedikit yang teruapkan. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N, seperti karbohidrat, protein, atau garam. Molekul air tersebut merupakan air terikat kuat. Bila tapioka dimasukkan dalam air dingin, maka akan terjadi pembengkakan granula tapioka dan volumenya membesar setelah dipanaskan. Maka air yang berada di sekitar granula akan masuk ke dalam granula. Air yang terikat pada struktur gel tapioka akan lebih mudah menguap karena hanya merupakan air bebas yang terserap sebagai air imbibisi pada saat perebusan (Winarno, 1997). Pati dapat memberikan tekstur, (kemampuan untuk merasa, kekentalan, dan meningkatkan palatabilitas mencicipi, mengecap makanan) dari berbagai makanan. Kegunaannya yang paling banyak adalah untuk perekat dan sebagai bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa dan kristal glukosa (Buckle dkk., 2009). Pati pengisi akan menjadi gula pereduksi yang apabila kontak dengan protein akan mempercepat pencoklatan (Muchtadi, 1989). Reaksi pencoklatan non enzimatis terjadi antara protein yang mengandung asam-asam amino dengan gula 27 pereduksi akan menghasilkan senyawa melanoidin yang berwarna cokelat (Winarno, 1992). Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama yang dikonsumsi manusia di seluruh dunia. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar. Sebagian besar pati mengandung antara 15-35% amilosa. Dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi kristal yang menyebabkan tidak larut dalam air dan memperlambat proses pencernaannya oleh amilase pankreas. Bila dipanaskan dengan air, struktur kristal rusak dan rantai polisakarida akan mengambil posisi acak. Hal ini yang menyebabkannya mengembang dan memadat (gelatinisasi). Cabang-cabang yang terletak pada bagian amilopektin yang terutama sebagai penyebab terbentuknya gel yang cukup stabil. Proses pemasakan pati disamping menyebabkan terbentuknya gel juga dapat melunakkan dan memecah sel, sehingga mempermudah proses pencernaannya. Dalam proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukosa (Almatsier, 2004). Naruki dan Kanoni (1992) juga menyatakan bahwa amilopektin dapat membentuk gel yang liat apabila dipanaskan dan dapat membentuk produk yang lekat. 2.3 Bahan-Bahan Pembantu 2.3.1 Putih Telur Penggunaan bahan pengikat pada beberapa produk bertujuan untuk mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan, mempertahankan gizi, merangsang 28 pembentukan cita rasa, meningkatkan daya mengikat air, memperbaiki sifat irisan, dan mengurangi biaya produksi (Aini, 2009). Menurut Iswanto (1989), penggunaan bahan pengikat seperti tepung tempe, tepung kedelai, dan putih telur dalam pembuatan bakso memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan dan elastisitas objektif serta sifat organoleptik seperti rasa, kekenyalan, kekerasan, dan aroma. Kekerasan dan elastisitas objektif bakso serta kesukaan panelis cenderung menurun dengan bertambahnya jumlah bahan pengikat, karenanya penggunaan bahan pengikat umumnya dibatasi. Putih telur merupakan bahan pengikat yang umum digunakan dalam pembuatan bakso. 2.3.2 Bumbu-Bumbu Bumbu adalah suatu bahan yang ditambahkan dalam pembuatan bakso untuk memperbaiki cita rasa produk. Selain memberikan rasa dan aroma pada masakan, bumbu mempunyai pengaruh sebagai bahan pengawet terhadap makanan. Penggunaan bumbu yang tepat dan benar pada suatu masakan akan menghasilkan makanan yang baik dan enak (Tarwotjo dkk., 1998). Menurut Widyaningsih dan Murtini (2006), garam dapur berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, melarutkan protein, dan sebagai pengawet. Tekstur, warna, dan rasa dapat diperbaiki dengan menggunakan garam sebanyak 2-3%. Konsentrasi garam dapur yang digunakan biasanya 2,5% dari berat daging dan konsentrasi bumbu penyedap sekitar 2% dari berat daging (Wibowo, 2009). 29 Bawang putih (Allium sativum) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan cita rasa produk, meningkatkan selera makan serta meningkatkan daya awet bahan makanan. Kandungan bawang putih antara lain 60,9-67,8% air; 3,5-7% protein; 0,3% lemak; 24,0-27,4% karbohidrat, dan 0,7% serat, juga mengandung mineral dan beberapa vitamin dalam jumlah tidak besar (Palungkun dan Budiarti, 1999; Wibowo, 1999). Merica atau lada (Paper nigrum) termasuk divisi Spermatophyta yang sering ditambahkan dalam bahan pangan sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Cita rasa pedas dan aroma yang khas dapat terbentuk dengan penambahan lada. Senyawa kimia yang terdapat dalam lada adalah saponin, flavonoida, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum, dan minyak lada (Hasiltjandra, 2013; Rismunandar, 1993). 2.4 Asap cair Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis. Asap cair hasil pirolisis ini tergantung pada bahan dasar dan suhu pirolisis (Darmaji dkk., 1998). Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji (1996) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3% dan asam 10,2%. Asap memiliki kemampuan untuk pengawetan bahan makanan telah dilakukan di Sidoarjo untuk bandeng asap karena adanya senyawa fenolat, asam dan karbonil (Tranggono dkk., 1997). 30 Pengawetan adalah suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak. Istilah awet merupakan pengertian relatif terhadap daya awet alamiah dalam kondisi yang normal. Bahan pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau berupa bahan olahan (Imam, 2008). Menurut Boedihardjo (1987) dalam Imam (2008), tujuan para pembuat makanan mengawetkan produknya, antara lain karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak (perishable), dengan pengawetan makanan dapat disimpan lebih lama sehingga menguntungkan pedagang, beberapa zat pengawet seperti garam, keragenan, buah picung, kitosan, asap cair, dll berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan yang membuat konsumen ingin membelinya. Selain itu, fungsi pengawet yang terpenting adalah untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nilai gizi makanan. Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan bahan yang banyak mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain, bahan baku yang banyak digunakan adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu (Amritama, 2007). 2.4.1 Komposisi Asap Cair 31 Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen- komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis kayu, umur tanaman sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim dan tanah. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan; karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan (Astuti, 2000). Selain itu Fatimah (1998) menyatakan golongan-golongan senyawa penyusun asap cair adalah air (11-92%), fenol (0,2-2,9%), asam (2,89,5%), karbonil (2,6-4,0%) dan tar (1-7%). Kandungan senyawa-senyawa penyusun asap cair sangat menentukan sifat organoleptik asap cair serta menentukan kualitas produk pengasapan. Komposisi dan sifat organoleptik asap cair sangat tergantung pada sifat kayu, temperatur pirolisis, jumlah oksigen, kelembaban kayu, ukuran partikel kayu serta alat pembuatan asap cair (Girard, 1992). Diketahui pula bahwa temperatur pembuatan asap merupakan faktor yang paling menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Darmadji dkk. (1998) menyatakan bahwa kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolisis 600ºC. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang dihasilkan pada temperatur 400ºC dinilai mempunyai kualitas organoleptik yang terbaik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi. 32 Adapun komponen-komponen penyusun asap cair meliputi: 1. Senyawa-senyawa fenol Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girard (1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugusgugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987). 2. Senyawa-senyawa karbonil Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siringaldehida. 3. Senyawa-senyawa asam Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat. 4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis 33 Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard, 1992). Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan. 5. Senyawa benzo(a)pirena Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310ºC dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama (Winaprilani, 2003) 34 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus di Laboratorium STIPER Dharma Wacana Metro, Jl. Kenanga No. 3 Mulyojati 16C Metro Barat Kota Metro, Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: kompor gas, penggiling daging, timbangan, baskom, panci, alat tumbuk bumbu, telenan, sendok, pisau, spatula, serok, kain saring, pipet ukur, alat tulis, dan perlengkapan lain yang diperlukan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: asap cair tempurung kelapa grade 1, ikan lele, tepung tapioka merek Pak Tani, putih telur, susu bubuk (Dancow), bawang putih, lada atau merica, dan garam halus. 3.3 Metode Penelitian Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) sederhana yang diulang tiga kali. Perlakuan terdiri dari proporsi tepung tapioka dan daging ikan lele (p) dengan penambahan asap cair (c) yang terdiri dari : 35 A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair Data yang diperoleh diuji dengan Analisis Ragam yang sebelumnya dilakukan Uji Homogenitas Ragam dengan Uji Barlett dan Ketidakaditifan dengan Uji Tuckey yang kemudian dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% untuk mengetahui perbedaan pengaruh pada tiap perlakukan. 3.4 Pelaksanaan Penelitian Berikut ini adalah proses pembuatan bakso ikan lele : 1. Pembersihan Pembersihan dilakukan dengan membersihkan kotoran ikan, membuang kepala ikan,membuang duri serta membuang kulit ikan, dengan menggunakan pisau secara perlahan, kemudian dilakukan pemisahan tulang dan daging ikan. 2. Penggilingan Setelah dibersihkan daging ikan lele digiling menggunakan alat penggiling (Meat Grinder), yang dilakukan hingga ikan lele halus. 36 3. Penimbangan Bahan Pada tahap ini masing-masing bahan ditimbang sesuai perlakuan yaitu A (100 gr tepung : 900 gr ikan lele, tanpa asap cair), B (100 gr tepung : 900 gr ikan lele, 60 ml asap cair), C (100 gr tepung : 900 gr ikan lele, 120 ml asap cair), D (200 gr tepung : 800 gr ikan lele, tanpa asap cair), E (200 gr tepung : 800 gr ikan lele, 60 ml asap cair), F (200 gr tepung : 800 gr ikan lele, 120 ml asap cair), G (300 gr tepung : 700 gr ikan lele, tanpa asap cair), H (300 gr tepung : 700 gr ikan lele, 60 ml asap cair), dan I (300 gr tepung : 700 gr ikan lele, 120 ml asap cair). Setiap perlakuan ditambahkan 25 gr garam halus, 1 sdm susu bubuk, bawang putih dan merica secukupnya, serta 1 butir putih telur ayam. 4. Pencampuran Bahan-bahan meliputi daging ikan lele, tepung tapioka, putih telur, dan bumbu-bumbu yang telah disiapkan dicampur menjadi adonan sampai homogen. 5. Pembentukan Adonan yang telah siap kemudian dibentuk menjadi bulatan-bulatan berdiameter 3 cm. Bakso dibentuk dengan tangan lalu bulatan-bulatan bakso diambil menggunakan sendok. 6. Perebusan Bulatan-bulatan bakso yang telah siap kemudian dimasukkan ke dalam 1000 ml air dengan suhu 70ºC yang telah diberi asap cair dengan konsentrasi sesuai perlakuan. Bulatan bakso direbus sampai muncul ke permukaan. Jika bulatan bakso sudah menyembul ke permukaan air rebusan dalam panci itu artinya bakso ikan sudah matang, perebusan dilakukan selama ± 3 menit. 37 7. Pendinginan Bakso ikan lele yang sudah matang kemudian diangkat dari air rebusan dan didinginkan dengan cara memasukkannya ke dalam wadah yang sudah diisi air dingin. Setelah ditiriskan ± 3 menit, bakso dapat diuji secara sensori oleh panelis. 8. Uji organoleptik pertama Uji organoleptik atau uji indera merupakan cara pengujian dengan meggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian ini dilakukan pada produk setelah pembuatannya selesai. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerimaan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi pembusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainya dari produk. 9. Penyimpanan Penyimpanan dilakukan dengan dua tempat yang pertama diletakkan dalam suhu kamar dan yang kedua diletakkan di dalam refigerator dengan suhu 5ºC. 10. Uji organoleptik kedua Uji organoleptik kedua dilakukan setiap 4 jam sekali untuk bakso yang disimpan pada suhu kamar dan setiap hari untuk bakso yang disimpan di dalam refigerator. Masing-masing perlakuan diamati sampai produk tidak layak untuk dikonsumsi. 38 Ikan lele segar Kepala, duri, kulit pembersihan ikan Penggilingan Penimbangan Penggilingan Pencampuran I Pembentukan Bakso Perebusan Pendinginan Tanpa Asap cair , 1 % dan 2% Uji Organoleptik 1 Penyimpanan Uji Organoleptik 2 Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Bakso Ikan lele. 3.5 Peubah Yang Diamati Peubah yang diamati yaitu bakso ikan lele dengan proporsi tepung yang berbeda dan penambahan asap cair berbagai konsentrasi yang dilakukan uji secara organoleptik dengan parameter warna, aroma, tekstur, dan rasa. Kemudian dilanjutkan dengan uji kimia yang meliputi analisis karbohidrat, analisis protein dan analisis kadar air. Tetapi untuk data kabohidrat, kadar protein, dan kadar air tidak dilakukan analisis data, karena hanya diambil masing-masing satu sampel untuk perlakuan 10% tepung tapioka, 20% tepung tapioka, 30% tepung tapioka. 39 Sampel bakso yang akan dilakukan analisis laboratorium diambil setelah bakso direbus sesuai dengan perlakuan asap cair. Lalu dilanjutkan dengan pengamatan secara organoleptik terhadap umur simpan bakso ikan lele. 3.5.1 Analisis Kadar Karbohidrat (Winarno, 1997) Dalam analisis kadar karbohidrat seringkali ditujukan untuk menentukan jumlah karbohidrat tertentu, misalnya kadar laktosa, kadar gula pereduksi, kadar dekstrin dan kadar pati. Kadar Karbohidrat suatu bahan pangan sring ditentuka dengan cara menghitung selisih dari angka 100 dengan menghitung komponen bahan lain (kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu). Cara penentuan kadar karbohidrat semacam ini disebut sebagai metode “Carbohydrate by Difference”. Sebanyak 5 gram sampel yang telah dihomogenkan dimasukkan kedalam gelas piala 250 ml, ditambah 50 ml air dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama satu jam. Suspens disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air sampai fltrat mencapai 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat terlarut selanjutnya dibuang. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring kedalam gelas piala 500 ml disertai pencucian dengan 200 ml air, dan ditambah 20 ml HCl ± 25%, ditutup dengan pendingin balik, dan dipanaskan selama 2,5 jam. Setelah dingin larutan dinetralkan dengan NaOH 45%, dan diencerkan dengan air hingga mencapai volume 500 ml. Campuan tersebut disaring lagi dengan kertas saring. Kadar gula dalam filtrat ditentukan sebagai Glukosa. dilakukan seperti penetapan/penentuan kadar gula pereduksi. Penentuan glukosa 40 3.5.2 Analisis Kadar Protein (AOAC, 2000) Analisis Kadar Protein dilakukan dengan metode Kjeldahl yaitu peneraan jumlah protein secara empiris berdasarkan jumlah N didalam bahan. Setelah bahan dioksidasi, Amonia (hasil konversi senyawa N) bereaksi dengan asam menjadi Amonium Sulfat. Dalam kondisi basa amonia diuapkan dan kemudian ditangkap dengan larutan asam. Jumlah N ditentukan dengan titrasi HCl atau NaOH. Berdasarkan prinsip tersebut diatas, prosedur analisis dalam Kjeldahl dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. a. Tahap Destruksi Sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga bahan terdestruksi menjadi unsur-unsurnya. Hasil akhir pada tahap destruksi ini adalah terbentuknya amonium sulfat. Untuk mempercepat destruksi perlu ditambah katalisator : Campuran Na2 SO 4 dan HgO (20:1) K2 SO4 Cu SO 4 Reaksi pada saat destruksi adalah sebagai berikut : (CHON) + On + H2 SO 4 CO 2 + H2 O+ (NH4 )2 SO 4 b. Tahap Destilasi Amonium sulfat hasil destruksi dipecah menjadi amonia (NH3). Dengan cara menambah NaOH dan pemanasan. Selanjutnya NH3 ditangkap dengan asam 41 standar, sampai detilat tidak bereaksi basis. Larutan asam standar yang dapat digunakan yaitu: HCl atau asam borat 4%. c. Tahap Titrasi Apabila digunakan HCl (sebagai penampung destilat), maka sisa HCl yang tidak bereaksi dengan NH3 dititrasi dengan NaOH (0,1 N). Persentase N dapat dihitung dengan rumus dibawah ini : % N = mL NaOH (blanko-sampel) x A Berat sampel (gr) x 1000 Dimana A= Normalitas NaOH x 14.008 x 100% Apabila digunakan asam borat sebagai penampung destilat, maka jumlah asam borat yang bereaksi dengan NH3 dititrasi dengan HCl (0,02 – 0,1 N). Persentase N dapat dihitung dengan rumus dibawah ini. % N = mL HCl (sampel-blanko) x B Berat sampel (g) x 1000 Dimana B = Normalitas HCl x 14.008 x 100% Setelah diperoleh persentase N, maka kadar protein sampel dapat dihitung dengan cara mengalikannya dengan faktor konversi N. Kadar Protein = % N x Faktor Konversi 3.5.3 Analisis Kadar Air (AOAC, 2000) Analisis Kadar Air dilakukan dengan Metode Oven (Thermogravimetri). Metode pengeringan dengan oven didasarkan atas prinsip perhitungan selisih bobot bahan (sampel) sebelum dan sesudah pengeringan. Selisih bobot tersebut merupakan air yang teruapkan dan dihitung sebagai kadar air bahan. 42 Metode ini dapat digunakan untuk mengandung senyawa volatil semua produk (mudah menguap) pangan kecuali yang atau produk yang terdekomposisi/rusak pada pemanasan 100ºC. Prinsip metode ini adalah mengeringkan sampel dalam oven 100-105ºC sampai bobot konstan dan selisih bobot awal dan bobot akhir dihitung sebagai kadar air. Prosedur dan perhitungan kadar air adalah sebagai berikut : Bahan/sampel (± 2-5 gram) di oven beberapa jam (4-6 jam), ditimbang, dioven kembali dan ditimbang hingga konstan. Bobot dianggap konstan apabila selisih penimbangan tidak lebih dari 0,2 mg. Selanjutnya kadar air dapat dihitung, baik berdasarkan bobot kering atau “Dry Basis” (DB) ataupun berdasarkan bobot basah “Wet Basis” (WB). Kadar Air (% DB) =W3/W2 X100 Kadar Air (%WB) =W3/W1 X100 Total Bahan Padat (%)=W2/W1 X100 W1= Bobot sampel awal (gr) W2=Bobot Sampel Kering (gr) W3= Kehilangan berat/selisih bobot (gr) 3.5.4 Uji Organoleptik Uji Organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap bakso ikan lele. Pada pengujian ini terdapat 20 orang panelis yang memberikan penilaiannya berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Parameter yang diamati adalah warna, aroma, tekstur dan rasa pada bakso ikan lele. Penentuan Uji 43 Orgenoleptik dilakukan dengan Uji Kesukaan atau Uji Hedonik. Sampel Uji diberikan secara acak dengan memberikan kode pada bahan yang akan diuji dengan 20 panelis umum. Masing-masing panelis diberi 1 butir bakso, sehingga total bakso yang akan diuji oleh panelis sebanyak 360 bakso dengan rincian 180 bakso uji organoleptik untuk suhu kamar, 180 bakso uji organoleptik untuk suhu penyimpanan di dalam refrigerator. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: Tabel 3. Skala Uji Hedonik Skala Hedonik Skala Numerik Sangat tidak suka 1 Tidak suka 2 Agak tidak suka 3 Agak suka 4 Suka 5 Sangat suka 6 Suka sekali 7 44 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Sebelum Penyimpanan a. Aroma Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele sebelum penyimpanan (Lampiran 10). Tabel 4. Kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair sebelum penyimpanan Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair Aroma A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair 4,57 ef B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair 4,60 ef C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair 3,80 bcd D = 20% tepung tapioka: 80% ikan lele + 0% asap cair 4,40 def E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 3,97 cde F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair 3,18 b G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair 4,75 f H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair 3,30 bc 45 I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair 2,23 a BNT 0,05 = 0,73 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali) 46 Berdasarkan uji BNT (Tabel 4) menunjukkan bahwa proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele tanpa penambahan asap cair lebih disukai oleh panelis, tetapi panelis juga masih menyukai aroma bakso sampai dengan proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele dengan penambahan asap cair sebanyak 1%. Sedangkan aroma bakso yang tidak disukai panelis adalah bakso yang dibuat dengan proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penambahan 2% asap cair. b. Rasa Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele sebelum penyimpanan (Lampiran 12). Tabel 5. Kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair sebelum penyimpanan Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair Rasa A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair 4,90 e B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair 4,40 d C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair 4,05 cd D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair 4,78 e E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 4,18 cd F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair 3,90 c G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair 4,38 d H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair 3,53 b I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair 3,05 a 47 BNT 0,05 = 0,36 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali) Berdasarkan uji BNT (Tabel 5) menunjukkan bahwa rasa bakso ikan lele yang lebih disukai oleh panelis adalah bakso ikan lele dengan proporsi 10% dan 20% tepung tapioka tanpa asap cair. Dan rasa bakso yang tidak disukai oleh panelis proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penamabahan 2% asap cair. c. Warna Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele sebelum penyimpanan (Lampiran 16). Tabel 6. Kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap sebelum penyimpanan Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair Warna A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair 4,88 B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair 4,72 C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair 4,70 D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0 % asap cair 4,65 E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 4,65 F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair 4,72 G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair 4,90 H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair 4,75 48 I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair 4,65 Keterangan : 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali Berdasarkan Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa warna bakso ikan lele tidak dipengaruhi oleh berbagai proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan penambahan asap cair yang berbeda. 49 d. Tekstur Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele sebelum penyimpanan (Lampiran 20). Tabel 7. Kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair sebelum penyimpanan Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair Tekstur A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair 4,20 a B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair 4,35 a C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair 4,43 a D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair 4,93 b E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 5,03 b F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair 4,90 b G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair 4,75 b H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair 4,77 b I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair 4,92 b BNT 0,05 = 0,31 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali) Berdasarkan uji BNT Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa tekstur bakso ikan lele lebih disukai oleh panelis adalah bakso ikan lele dengan penambahan tepung tapioka 20% dan 30% dengan tanpa asap cair dan asap cair 1% dan 2%. Tetapi panelis tidak menyukai bakso dengan proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele dengan dan tanpa penambahan asap cair. 50 4.1.2 Perubahan Selama Penyimpanan Suhu Ruang Penyimpanan pada suhu ruang bakso ikan lele mulai mengalami kerusakan setelah 20 jam penyimpanan. a. Aroma Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele setelah disimpan selama 20 jam pada suhu ruang (Lampiran 22). Tabel 8. Kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele berbagai proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20 jam pada suhu ruang Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair Aroma A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair 1,60 a B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair 1,95 b C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair 1,97 b D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0 % asap cair 2,02 bc E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 2,35 cd F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair 2,38 d G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair 2,20 d H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair 2,65 d I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair 2,63 d BNT 0,05 = 0,42 51 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali) Berdasarkan uji BNT (Tabel 8) menunjukkan bahwa setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang panelis sudah mulai tidak menyukai bakso ikan lele pada berbagai proporsi tepung tapioka dan kosentrasi asap cair. Panelis sangat tidak suka terhadap aroma bakso ikan lele proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair. Aroma bakso ikan lele pada suhu ruang 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0 Gambar 2. 4 Penyimpanan 8 12ke- (jam) 16 20 10% tepung tapioka : 90% lele + 0% asap cair 10% tepung tapioka : 90% lele + 1% asap cair 10% tepung tapioka : 90% lele + 2% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 0% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 1% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 2% asap cair 30% tepung tapioka : 70% lele+ 0% asap cair ikan ikan ikan ikan ikan ikan ikan Grafik nilai kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang Gambar 2 di atas menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele. Selama penyimpanan pada suhu ruang aroma bakso ikan lele tidak disukai oleh panelis setelah penyimpanan selama 20 jam. b. Rasa Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele selama penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Lampiran 26). 52 Tabel 9. Kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele berbagai proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20 jam pada suhu ruang Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair Rasa A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele+ 0% asap cair 1,43 a B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele+ 1% asap cair 1,80 b C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair 1,85 bc D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele +0 % asap cair 2,08 cd E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 2,18 d F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair 2,18 d G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair 2,18 d H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair 2,47 e I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair 2,53 e BNT 0,05 = 0,31 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali) Berdasarkan uji BNT (Tabel 9) menunjukkan bahwa setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang panelis sudah tidak menyukai rasa bakso ikan lele pada berbagai proporsi tepung tapioka dan asap cair. Panelis sangat tidak suka terhadap rasa bakso ikan lele proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair. 53 rasa bakso ikan lele pada suhu ruang 5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0 Gambar 3. 4 Penyimpanan 8 12 16 ke- (jam) 20 10% tepung tapioka : 90% lele + 0% asap cair 10% tepung tapioka : 90% lele + 1% asap cair 10% tepung tapioka : 90% lele + 2% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 0% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 1% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 2% asap cair 30% tepung tapioka : 70% lele + 0% asap cair 30% tepung tapioka : 70% lele + 1% asap cair ikan ikan ikan ikan ikan ikan ikan ikan Grafik nilai kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang Gambar 3 di atas menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele. Selama penyimpanan suhu ruang rasa bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis pada setelah penyimpanan 20 jam. c. Warna Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele selama penyimpanan 20 jam pada suhu ruang (Lampiran 30). Tabel 10. Kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele berbagai proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair Warna A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair 1,58 a B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair 1,83 b C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair 1,85 b 54 D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0 % asap cair 1,85 b E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 1,87 b F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair 1,75 a G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair 1,83 b H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair 1,90 b I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair 1,83 b BNT 0,05 = 0,16 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali) Berdasarkan uji BNT (Tabel 10) menunjukkan bahwa setelah penyimpanan selama 20 jam panelis sudah mulai tidak menyukai bakso ikan lele pada berbagai proporsi tepung tapioka dan asap cair. Panelis sangat tidak suka terhadap warna bakso ikan lele pada proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair, begitu juga pada proporsi 20% tepung tapioka : 80% ikan lele dengan penambahan 2% asap cair. warna bakso ikan lele pada suhu ruang 5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0 Gambar 4. 4Penyimpanan 8 12 (jam)16 ke- 20 10% tepung tapioka : 90% + 0% asap cair 10% tepung tapioka : 90% + 1% asap cair 10% tepung tapioka : 90% lele+ 2% asap cair 20% tepung tapioka : 80% + 0% asap cair 20% tepung tapioka : 80% + 1% asap cair 20% tepung tapioka : 80% + 2% asap cair 30% tepung tapioka : 70% + 0% asap cair ikan lele ikan lele ikan ikan lele ikan lele ikan lele ikan lele Grafik nilai kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang 55 Gambar 4 menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele. Selama penyimpanan suhu ruang warna bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang. d. Tekstur Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele selama penyimpanan 20 jam pada suhu ruang (Lampiran 34). Tabel 11. Kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele dengan proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20 jam pada suhu ruang Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair Tekstur A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair 1,52 a B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair 1,87 b C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair 1,93 b D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0 % asap cair 1,97 b E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 2,17 bc F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair 2,08 b G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair 2,05 b H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair 2,52 cb I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair 2,67 d BNT 0,05 = 0,45 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali) 56 Berdasarkan uji BNT (Tabel 11) menunjukkan bahwa setelah penyimpanan selama 20 jam panelis sudah mulai tidak menyukai bakso ikan lele pada berbagai proporsi tepung tapioka dan asap cair. Panelis sangat tidak suka bakso ikan lele proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair. Panelis agak tidak suka tekstur bakso ikan lele proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dan 2% asap cair. 5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 Tekstur bakso ikan lele pada suhu ruang 10% tepung tapioka : 90% lele + 0% asap cair 10% tepung tapioka : 90% lele + 1% asap cair 10% tepung tapioka : 90% lele + 2% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 0% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 1% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 2% asap cair 0 4Penyimpanan 8 12 (jam)16 ke- ikan ikan ikan ikan ikan ikan 20 Gambar 5. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang Gambar 5 di atas menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele. Selama penyimpanan suhu ruang tekstur bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang. 4.1.3 Perubahan Selama Penyimpanan Suhu Dingin (Refrigerator) Penyimpanan pada suhu dingin, bakso ikan lele sudah mulai tidak disukai oleh panelis setelah 6 hari disimpan pada refrigerator. a. Aroma 57 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Lampiran 38). Tabel 12. Kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele berbagai proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 6 hari di refrigerator Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair Aroma A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair 1,38 a B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair 1,47 ab C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair 1,60 bc D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair 1,60 bc E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 1,58 bc F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair 1,63 bc G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair 1,67 c H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair 1,68 c I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair 2,00 d BNT 0,05 = 0,15 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali) Berdasarkan uji BNT (Tabel 12) menunjukkan bahwa aroma bakso ikan lele selama penyimpanan 6 hari di refrigerator sudah tidak disukai oleh panelis. Panelis sangat tidak suka aroma bakso ikan lele dengan proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair, tetapi tidak berbeda nyata dengan bakso yang ditambahkan 1% asap cair. Panelis tidak suka terhadap aroma 58 bakso yang dibuat dari 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penambahan 2% asap cair. aroma bakso ikan lele pada refrigerator 5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 1 2Penyimpanan 3 4 (hari)5 ke- 6 10% tepung tapioka : 90% lele + 0% asap cair 10% tepung tapioka : 90% lele + 1% asap cair 10% tepung tapioka : 90% lele + 2% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 0% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 1% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 2% asap cair 30% tepung tapioka : 70% lele + 0% asap cair 30% tepung tapioka : 70% lele + 1% asap cair 30% tepung tapioka : 70% lele + 2% asap cair ikan ikan ikan ikan ikan ikan ikan ikan ikan Gambar 6. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 6 hari pada refrigerator Gambar 6 di atas menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap bakso ikan lele. Aroma bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis setelah penyimpanan 6 hari di refrigerator. b. Rasa Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Lampiran 42). Tabel 13. Kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele berbagai proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan 6 hari di refrigerator Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair A = 10% tepung B = 10% tepung C = 10% tepung D = 20% tepung tapioka tapioka tapioka tapioka : 90% ikan : 90% ikan : 90% ikan : 80% ikan lele lele lele lele + 0% asap cair + 1% asap cair + 2% asap cair + 0% asap cair Rasa 1,33 a 1,33 a 1,33 a 1,33 a 59 E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 1,33 a F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair 1,33 a G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair 1,33 a H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair 1,33 a I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair 1,88 b BNT 0,05 = 0,31 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali) Berdasarkan uji BNT (Tabel 13) menunjukkan bahwa aroma bakso ikan lele selama penyimpanan 6 hari sudah tidak disukai oleh panelis. Panelis sangat tidak suka rasa bakso ikan lele berbagai proporsi tepung tapioka dan asap cair, kecuali pada proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penambahan 2% asap cair. rasa bakso ikan lele pada refrigerator 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1 Gambar 7. 2 3 4 ke- (hari) 5 Penyimpanan 6 10% tepung tapioka : 90% lele + 0% asap cair 10% tepung tapioka : 90% lele + 1% asap cair 10% tepung tapioka : 90% lele + 2% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 0% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 1% asap cair 20% tepung tapioka : 80% lele + 2% asap cair 30% tepung tapioka : 70% lele + 0% asap cair ikan ikan ikan ikan ikan ikan ikan Grafik nilai kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 6 hari pada refrigerator Gambar 7 menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap bakso ikan lele. Rasa bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis pada penyimpanan 6 hari di refrigerator. c. Warna Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis 60 terhadap warna bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Lampiran 46). Tabel 14. Kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele berbagai proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah penyimpanan 6 hari di refrigerator Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair Warna A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair 1,38 a B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair 1,55 ab C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair 1,60 abc D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0 % asap cair 1,67 abc E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 1,73 bc F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair 1,40 a G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair 1,80 bc H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair 1,85 bc I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair 1,92 c BNT 0,05 = 0,30 Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali) Berdasarkan uji BNT (Tabel 14) menunjukkan bahwa aroma bakso ikan lele selama penyimpanan 6 hari sudah tidak disukai oleh panelis. Panelis sangat tidak suka warna bakso ikan lele dengan proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele berbagai konsentrasi asap cair, demikian juga pada bakso dengan proporsi 80% tepung tapioka : 20% ikan lele tanpa asap cair, serta bakso yang ditambakan 2% asap cair. 61 warna bakso ikan lele pada refrigerator 5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 1 2 Penyimpanan 3 4ke- (hari) 5 6 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair 10% tepung tapioka : 90% ikan lele+ 2% asap cair 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 2% asap cair 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair Gambar 8. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 6 hari pada refrigerator Gambar 8 di atas menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap bakso ikan lele. Warna bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator. d. Tekstur Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele selama penyimpanan 6 hari di refrigerator (Lampiran 50) Tabel 15. Kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele berbagai proporsi tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 6 hari di refrigerator Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair Tekstur A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair 1,38 a B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair 1,40 a C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair 1,52 a D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0 % asap cair 1,43 a 62 E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair 1,50 a F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair 1,55 ab G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair 1,57 ab H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair 1,80 bc I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair 1,85 c BNT 0,05 = 0,21 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali) Berdasarkan uji BNT (Tabel 15) menunjukkan bahwa aroma bakso ikan lele selama penyimpanan 6 hari sudah tidak disukai oleh panelis. Panelis sangat tidak suka tekstur bakso ikan lele dengan proporsi 10% dan 20% tepung tapioka dengan berbagai konsentrasi asap cair serta proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele tanpa asap cair. Panelis tidak suka terhadap aroma bakso yang dibuat dari 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penambahan 2% asap cair. 10% tepung tapioka:90%ikan lele+0%asap cair tekstur bakso ikan lele pada refigerator 5.00 4.00 10% tepung tapioka:90%ikan lele+1%asap cair 3.00 2.00 10% tepung tapioka:90%ikan lele+ 2% asap cair 1.00 20%tepung tapioka:80%ikan lele+0% asap cair 0.00 1 2Penyimpanan 3 ke-4 (hari) 5 6 Gambar 9. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 6 hari pada refrigerator Gambar 9 menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap bakso ikan lele. Tekstur bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis pada penyimpanan 6 hari di refrigerator. 63 4.2 Pembahasan Hasil penelitian menunjukakan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan konsentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma, rasa, dan tekstur bakso ikan lele baik sebelum disimpan pada suhu ruang maupun suhu dingin. Aroma bakso ikan lele yang lebih disukai oleh panelis sebelum penyimpanan adalah bakso yang terbuat dari 10% tepung tapioka : 90% ikan lele yang ditambahkan 0% dan 1% asap cair dengan nilai kesukaan antara 4,57-4,60 (suka). Panelis tidak menyukai bakso ikan lele yang dibuat dengan proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penambahan 2% asap cair. Hal ini diduga bahwa asap cair mengandung komponen flavor dari senyawa-senyawa fenolik yang memberi aroma yang khas pada bakso ikan lele sehingga dapat menutupi aroma amis dari ikan lele (Muratore dkk., 2005). Sedangkan aroma bakso ikan lele yang tidak disukai oleh panelis setelah disimpan pada suhu ruang dan refrigerator adalah bakso dengan proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair dengan nilai kesukaan antara 1,38-1,60 (sangat tidak suka). Proporsi ikan lele yang besar menyebabkan nutrisi dalam bakso ikan lele semakin besar, sehingga menyebabkan bakso cepat rusak yang ditandai dengan lendir dan aroma tidak sedap (Kok, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasa bakso ikan lele yang lebih disukai oleh panelis sebelum disimpan adalah bakso dengan proporsi 10% dan 20% tepung tapioka tanpa penambahan asap cair dengan nilai kesukaan 4,90 dan 4,78 (suka). 64 Sedangkan rasa bakso ikan lele yang tidak disukai oleh panelis adalah proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele yang ditambahkan 2% asap cair. Penambahan asap cair mempengaruhi penerimaan panelis terhadap rasa bakso. Hal ini diduga karena asap cair mengandung fenol, karbonil, dan asam. Asam pada asap cair sangat mempengaruhi citra rasa (Darmaji, 2002). Sedangkan rasa bakso ikan lele yang tidak disukai oleh panelis setelah disimpan di suhu ruang selama 20 jam adalah bakso yang terbuat dari 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair dengan nilai kesukaan 1,43 (sangat tidak suka), dan bakso yang telah disimpan di refrigerator selama 6 hari adalah bakso ikan lele berbagai proporsi tepung tapioka dan asap cair, kecuali pada proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penambahan 2% asap cair. Walaupun aroma, warna dan tekstur baik tetapi jika konsumen tidak menyukai rasanya maka konsumen tidak akan menerima produk pangan tersebut (Rampengan dkk., 1985). Hasil penelitian menunjukkan kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele tidak dipengaruhi oleh proporsi dan penambahan asap cair. Hal ini di duga warna coklat keabuan pada produk olahan terjadi karena denaturasi protein akibat pemanasan (Lawire, 1995). Penambahan proporsi tepung tapioka 10 %, 20 %, dan 30% tidak mempengaruhi warna yang ditimbulkan oleh bakso ikan lele. Sedangkan karbonil pada asap cair yang bereaksi dengan protein pada produk olahan tidak berpengaruh terhadap warna suatu produk (Himawati, 2010). Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan dinilai enak dan teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang kurang bagus atau memberi 65 kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya, maka kurang dinikmati untuk dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil terlebih dahulu (Winarno, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekstur bakso ikan lele yang lebih disukai oleh panelis sebelum disimpan adalah bakso yang terbuat dari 20% dan 30% tepung tapioka dengan berbagai konsentrasi asap cair dengan nilai kesukaan 4,755,03 (suka). Hal ini diduga tepung tapioka dapat meningkatkan kekenyalan bakso ikan lele. Menurut Wibowo, (1999) kualitas bakso ditentukan oleh banyak sedikitnya campuran tepung tapioka yang ditambahkan, semakin tepat proporsi tepung tapioka yang digunakan kualitas bakso semakin baik. Tepung tapioka memiliki elastisitas yang tinggi dan mampu mengikat partikel-partikel air pada bakso sehingga dapat mengeyalkan tekstur bakso. Sedangkan tekstur bakso ikan lele yang agak disukai oleh panelis adalah bakso dengan proporsi 10% tepung tapioka berbagai konsentrasi asap cair dengan nilai kesukaan 4,20-4,42 (agak suka). Hal ini sesuai dengan hasil analisis kadar air pada bakso ikan lele yang menyebutkan bahwa kadar air tertinggi terdapat pada bakso yang terbuat dari 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair yaitu 68,22%. Kadar air dapat mempengaruhi kekenyalan atau tekstur bakso. Semakin tinggi kadar air maka bakso yang dihasilkan kurang kenyal. Menurut Kurniawan dkk., (2012) bahwa semakin tinggi kadar air maka bakso yang dihasilkan kurang kenyal karena air dalam bakso akan meningkatkan meyebabkan menurunnya kekenyalan. kekompakan matrik gel sehingga 66 Tekstur memiliki pengaruh penting terhadap produk bakso ikan lele misalnya dari tingkat kelembutan, keempukan, dan kekerasan, dan sebagainya. Panelis cenderung lebih menyukai tekstur yang lembut, empuk dan tidak keras. Sebaliknya, panelis akan memberi skor yang lebih rendah terhadap bakso ikan lele yang teksturnya lembek. Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada waktu digigit, dikunyah, dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari (Kartika, dkk., 1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama penyimpanan terjadi penurunan secara sensori baik itu penyimpanan dalam suhu kamar maupun pada suhu dingin (refrigerator). Penyimpanan dengan suhu ruang bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis setelah disimpan selama 20 jam. Tetapi bakso ikan lele tanpa asap cair sudah mulai tidak disukai setelah penyimpanan 12 jam. Sedangkan pada suhu dingin (refrigerator) bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis setelah 6 hari penyimpanan. Kandungan nutrisi yang tinggi dan kadar air/aw (80%/0,99) pada daging ikan menyebabkan bakso memiliki masa simpan yang singkat yaitu 12-24 jam pada penyimpanan suhu kamar, dan 4-5 hari pada suhu refrigerator (Kok, 2007). Kandungan air tertinggi terdapat pada bakso dengan proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair, sedangkan kadar air terendah pada proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele yang ditambahkan 2% asap cair yaitu 56,24%. Kadar air merupakan salah satu parameter mutu bakso yang penting, karena bakso merupakan produk makanan basah sehingga kadar air mempengaruhi umur simpannya (Winarno, 1997). Tingginya kadar air disebabkan 67 karena semakin meningkatnya protein seiring dengan bertambahnya penggunaan ikan lele dan semakin sedikitnya tepung tapioka. Menurut Prince dan Schweigrt (1971) dalam Puspitasari (2008), protein merupakan substansi pengikat air paling penting, dengan bertambahnya protein pada bakso maka ikatan protein-air akan kuat sehingga lepasnya air dari jaringan dapat dicegah sehingga kadar air bakso dapat dipertahankan. Kadar air bakso menurut SNI 01-3818 tahun 1995 maksimal 70%, jadi bakso ikan lele yang dihasilkan telah memenuhi SNI. Bakso dengan proporsi ikan lele yang tinggi (90%) menghasilkan kandungan protein yang tinggi yaitu 11,41-12,22% dibandingkan dengan bakso yang dibuat dengan proporsi ikan lele yang lebih rendah (80% dan 70%) yaitu 8,47-10,22%. Kadar protein bakso ikan lele cenderung meningkat dengan berkurangnya proporsi tepung tapioka. Sesuai dengan syarat SNI 01-3818 tahun 1995 bahwa persyaratan kadar protein pada bakso minimal 9%. Kadar lemak bakso tertinggi terdapat pada bakso yang terbuat dari proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair yaitu 3,19% sedangkan kadar lemak terendah pada 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penamabahan 1% asap cair yaitu 1,40%. Kadar lemak bakso menurut SNI 013818 tahun 1995 maksimal 2%. Menurut Triyantini dkk. (1986) dalam Puspitasari (2008), menyatakan bahwa kadar lemak bakso tergantung dari macam daging yang dibuat bakso. Dalam SNI 01-3818 tahun 1995 syarat kadar abu maksimal adalah 3%. Bakso ikan lele yang dihasilkan masih memenuhi standar SNI yaitu 1,36-1,83%. 68 Besarnya kadar abu produk pangan tergantung pada besarnya kandungan mineral bahan yang digunakan. Sedangkan kandungan karbohidrat tertinggi terdapat pada bakso dengan proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele yang ditambahkan 2% asap cair. Tingginya karbohidrat disebabkan karena penyusun utama tapioka adalah pati yaitu 85% (Fennema, 1985 dalam Puspitasari, 2008). Gambar 2 dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan nilai kesukaan panelis terhadap aroma semakin menurun. Menurut Dharmadji (1992), nilai kesukaan panelis terhadap aroma mengalami penurunan selama penyimpanan. Penurunan tersebut disebebkan oleh aroma busuk akibat kerusakan protein dan kerja mikroba. Penggunaan asap cair yang lebih baik adalah kosentrasi 2% penyimpanan bertahan 20 jam pada suhu ruang dengan nilai kesukaan 2,63 sedangakan pada suhu dingin (refigerator) penyimpanan bertahan selama 6 hari dengan nilai kesukaaan 2,00. Gambar 3 dan Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan nilai kesukaan panelis terhadap rasa semakin menurun. Penurunan rasa tersebut disebabkan oleh degradasi protein oleh aktifitas mikroba menjadi asam organik dan air yang mengakibatkan penyimpangan rasa bakso ikan lele. Penggunaan asap cair pada kosentrasi 2% dapat mempertahakan bakso ikan lele hingga 20 jam pada suhu ruang dengan nilai kesukaan 2,53 dan pada suhu dingin (refigerator) hingga 6 hari dengan nilai kesukaaan 1,88. 69 Gambar 4 dan Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan nilai kesukaan panelis terhadap warna semakin menurun. Menurut Lawrie (1995), perubahan warna menjadi coklat keabuan terjadi karena denaturasi protein akibat pemanasan. Warna bakso mengalami penurunan selama penyimpanan, perubahan yang dapat dilihat dari luar seperti pembentukan lendir,busuk dan perubahan lainnya. Kebusukan tersebut disebabkan oleh aktifitas mikroba yang menyebabkan timbulnya lendir. Penggunaan asap cair pada kosentrasi 2% dapat mempertahankan bakso ikan lele hingga 20 jam pada suhu ruang dengan nilai kesukaan 1,83 sedangakan pada suhu dingin (refigerator) penyimpanan bertahan selama 6 hari dengan nilai kesukaaan (1,92) masih dapat diterima oleh panelis. Gambar 5 dan Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan nilai kesukaan panelis terhadap tekstur semakin menurun. Tekstur bakso ikan lele sudah tidak dapat diterima oleh panelis karena berdasarkan uji sensori pada hari ke-6, tekstur pada bagian luar bakso ikan lele terasa keras dan kering. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Martinez dkk. (2007) yang menyatakan bahwa suhu dingin (4±1ºC) dan lamanya penyimpanan akan menyebabkan kerusakan sel daging ikan terutama sarkolemanya, sehingga daging kehilangan daya mengikat air. Selanjutnya air akan banyak yang keluar dari bakso ikan lele dan menyebabkan tekstur bakso menjadi keras dan kering (case hardening). 60 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disumpulkan : 1. Kombinasi bakso ikan lele terbaik (lebih disukai panelis) adalah bakso dengan proporsi 30% tepung tapioka dan 70% ikan lele yang ditunjukkan oleh aroma, rasa, dan tekstur. 5.2 Saran 1. Disarankan menggunakan proporsi 30% tepung tapioka dan 70% ikan lele dalam pembuatan bakso ikan lele. 2. Pembuatan bakso tidak boleh menggunakan formalin, tetapi menggunakan asap cair maksimal dengan kosentrasi 2%. 61 DAFTAR PUSTAKA Aini, N. 2009. Lebih jauh tentang sifat fungsional telur. http://kulinologi.biz Diakses tanggal 20 Juni 2013. Almatsier, S., 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Media Pustaka Utama, Jakarta. Amritama, D. 2007. Asap Cair. Diakses tanggal 2 Januari 2009. http://tech.groups.yahoo.comessage/7945. Anonim. 2009. Bakso. Id.m.wikipedia.org/wiki/bakso [12-09-2012]. Astuti. 2000. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta CangkangSawit Untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami. Available at: http://alcoconut.multiply.com/journal/item/6. (Diakses tanggal 27 November 2008, jam 19.23). Buckle, K.A., R.A. Edwars, G.H. Fleer, dan M. Wooton. 2009. Ilmu Pangan. Cetakan Pertama. UI Press: Jakarta. BSN (Badan Standar Nasional). 1995. SNI 01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Badan Standar Nasional hal. 1-138. Darmadji, P. 1996. Antibakteri asap cair yang diproduksi dari bermacam-macam limbah pertanian. Agritech. 16 (4) : 19 – 22 Darmadji, P, Supriyadi, dan Hidayat, C. 1998. Produksi Asap Cair dari Limbah Padat Rempah dengan Cara Pirolisa. Agritech. 19(1) :11-15. Yogyakarta Darmadji, P., 1992. Sifat Antioksidatif Asap Cair Hasil Redistilasi Selama Penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1996. Daftar KomposisiKimia Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Fatimah, F. 1998. Penurunan Benzo[A]Pirena Asap Cair Hasil Pembakaran. Chem Prog 2(1). Girard, J. P. 1992. Smoking in Technology of Meat and Meat Products. J.P. Girard (ed).Ellis Horwood. New York. Gumanti, F.M. 2006. Kajian Sistem Produksi Destilat Asap Tempurung Kelapa dan Pemanfaatannya sebagai Alternatif Bahan Pengawet Mie Basah. [Skripsi] Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Himawati, E. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Sensoris Ikan Pindang Layang (Decapterus Spp) Selama Penyimpanan. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Imam. 2008. Zat Pengawet. http://www.mail-archive.com/milisnakita@ news.gramedia- majalah.com. Diakses tanggal 8 Januari 2009 Iswanto, R. 1989. Mempelajari Pengaruh Penambahan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Putih Telur terhadap Mutu Bakso Sapi. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Pangan dan Gizi, IPB. Kok, T.N. 2007. Extending The Shelf Life of Set Fish Ball. Journal of Food Quality 30:1-27. Lia, M. 2006. Manfaat Tepung Tapioka sebagai Penambah Bahan Makanan. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. Maga, Y.A. 1987. Smoke in Food Processing. CSRC Press. Inc. Boca Raton. Florida. : 1-3;113-138. Maharaja, L.M. 2008. Penggunaan campuran tepung tapioka dengan tepung sagu dan Natrium Nitrat dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi. [Skripsi]. Fakultas Pertaina. Medan : Universitas Sumatra Utara. Mahendra, B. dan Tawali., 2006. Pengawet Makanan. Penebar Swadaya. Jakarta. Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Muratore, G. Dan F. Licciardello. 2005. Effect of Vacuum and Modified Atmosphere Packaging on The Shelf-Life of Liquid-Smoked Swordfish (Xiphias Gladius) Slices. Journal of Food Science 70:359-363. Naruki, S. dan S. Kanoni. 1992. Kimia dan Teknologi Pengolahan hasil Hewani. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Ockerman. 1983. Chenistry of Meat Tissue. 10th Ed. Departement of Animal Sc. The Ohio State University and Ohio Agricultural Research and Development Center. Pandisurya, C. 1983. Pengaruh Jenis Daging dan Penambahan Tepung terhadap Mutu Bakso. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Palungkun, R. dan A. Budiarti. 1999. Bawang Putih Dataran Rendah. Penebar Swadaya, Jakarta. Puspitasari, D. 2008. Kajian Substitusi Tapioka dengan Rumput Laut (Eucheuma cottoni) pada Pembuatan Bakso. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Rismunandar. 1993. Lada, Budidaya dan Tataniaganya. Penebar Swadaya, Jakarta. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Suprapti, L.M. 2003. Membuat Bakso Daging dan Bakso Ikan. Kanisius, Yogyakarta. SNI 01-3818. 1995. Standar Mutu Bakso. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Suprapti, L.M. 2007. Pembuatan dan Pemanfaatan Tepung Tapioka. Kanisius, Yogyakarta. Tarwotjo, I., S. Hartini, S. Soekirman, dan Sumartono. 1998. Komposisi Tiga Jenis Bakso di Jakarta. Jakarta: Akademi Gizi. Tranggono, Suhardi dan Bambang Setiaji. 1997. Produksi Asap Cair Dan Penggunannya Pada Pengolahan Beberapa Bahan Makanan Kahas Indonesia. Laporan Akhir Riset Unggulan Terpadu III. Kantor Menristek. Puspitek. Jakarta Tazwir. 1992. Pembuatan Sosis dan Bakso Ikan. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Hasil Panen Perikanan (hal. 187-189). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Wibowo S. 1999. Budidaya Bawang Putih, Merah dan Bombay. Jakarta : PT Penebar Swadaya. Wibowo S. 2009. Membuat 50 Jenis Bakso Sehat dan Enak. Jakarta: Swadaya. Widyaningsih. T. D. dan E. S. Murtini, 2006. Pengolahan Pangan Masa Kini. http://www.e-dukasi.net/trubus Agrisarana. Diakses tanggal 16 Februari 2008. Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. Winarno,F.G. 1997. Kimia Pangnan Gizi. PT Gramedian Pustaka Utama. Jakarta. Zulkarnain, J. 2013. Pengaruh Perbedaan Komposisi Tepung Tapioka Terhadap Kualitas Bakso Lele. http://download.portalgaruda.org/article.php?captcha=s kinking&article=24240&val=1480&title=&yt0=Download%2FOpen. Diakses Maret 2013 LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 2. Lembar Uji Hedonik Bakso Ikan Lele UJI SENSORI KESUKAAN ( UJI HEDONIK) Nama panelis : ....................................................................................... Umur : ....................................................................................... Jenis kelamin : ....................................................................................... Dihadapan Saudara disajikan sampel bakso ikan leleyang diberi kode. Anda diminta untuk menilai secara organoleptik terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa dengan uji skoring, nilai skor 1–7. Jangan lupa berkumur-kumur dengan air minum yang telah disediakan setelah Saudara mencicipi satu sampel sebelum beralih ke sampel berikutnya.Jangan membanding kantingkat kesukaan antar sampel. 1. Warna Sampel Kriteria A Sangat tidak suka (1) Tidak suka (2) Agak tidak suka (3) Agak suka (4) Suka (5) Sangat suka (6) Suka sekali (7) B C D E F G H I 2. Aroma Sampel Kriteria A B C D E F G H I F G H I F G H I Sangat tidak suka (1) Tidak suka (2) Agak tidak suka (3) Agak suka (4) Suka (5) Sangat suka (6) Suka sekali (7) 3. Tekstur Sampel Kriteria A B C D E Sangat tidak suka (1) Tidak suka (2) Agak tidak suka (3) Agak suka (4) Suka (5) Sangat suka (6) Suka sekali (7) 4. Rasa Sampel Kriteria A Sangat tidak suka (1) Tidak suka (2) Agak tidak suka (3) Agak suka (4) Suka (5) Sangat suka (6) B C D E Suka sekali (7) Lampiran 10. Aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan konsentrasi asap cair yang berbeda sebelum penyimpanan secara sensori Ulangan Perlakuan I II III 4,50 4,55 4,65 A 4,70 4,55 4,55 B 3,10 4,15 4,15 C 5,05 4,10 4,05 D 3,70 4,10 4,10 E 2,75 3,35 3,45 F 5,25 4,50 4,50 G 3,75 3,00 3,15 H 2,80 1,90 2,00 I Jumlah 35,60 34,20 34,60 Rata-rata 3,96 3,80 3,84 Keterangan : A : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele B : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele C : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele D : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele E : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele F : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele G : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele H : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele I : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele Jumlah Rata-rata 13,70 13,80 11,40 13,20 11,90 9,55 14,25 9,90 6,70 104,40 11,60 + 0% asap cair + 1% asap cair + 2% asap cair + 0% asap cair + 1% asap cair + 2% asap cair + 0% asap cair + 1% asap cair + 2% asap cair 4,57 4,60 3,80 4,40 3,97 3,18 4,75 3,30 2,23 34,80 3,87 Lampiran 11. Analisis ragam aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum penyimpanan secara sensori Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Non Aditif Sisa Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 5% 2 8 16 1 15 0,12 16,69 2,85 0,00 2,85 0,06 2,09 0,18 0,00 0,19 0,32 tn 11,71 * 3,63 2,59 0,01 tn 4,54 Total Keterangan : 26 19,65 KK = 10,92 % = berbeda nyata 5% tn = tidak berbeda nyata KK = Koefisien Keragaman Uji homogenitas : χ2 Hitung = 11,54 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen) Lampiran 12. Rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cairyang berbeda sebelum penyimpanan secara sensori * Ulangan Jumlah Rata-rata I II III 4,95 4,60 5,15 14,70 4,90 A 4,45 4,20 4,55 13,20 4,40 B 4,25 4,00 3,90 12,15 4,05 C 5,15 4,45 4,75 14,35 4,78 D 4,35 4,10 4,10 12,55 4,18 E 4,15 3,90 3,65 11,70 3,90 F 4,35 4,15 4,65 13,15 4,38 G 3,55 3,70 3,35 10,60 3,53 H 3,00 3,15 3,00 9,15 3,05 I Jumlah 38,20 36,25 37,10 111,55 37,18 Rata-rata 4,24 4,03 4,12 12,39 4,13 Keterangan : A : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair B : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair C : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair D : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair E : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair F : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 2% asap cair G : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair H : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair I : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair Perlakuan Lampiran 13. Analisis ragam rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum penyimpanan secara sensori Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Non Aditif Sisa Total Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 2 8 16 1 15 26 0,21 8,22 0,69 0,17 0,52 9,13 0,11 1,03 0,04 0,17 0,03 F Hitung F Tabel 5% 2,47 tn 23,86 * 3,63 2,59 4,86 * 4,54 KK = 5,02% Keterangan : * = berbeda nyata 5% tn = tidak berbeda nyata KK = Koefisien Keragaman Uji homogenitas : χ2 Hitung = 4,67 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen) Lampiran 14. Rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum penyimpanan (Transformasi √ secara sensori Perlakuan A B C D E F G H I I 2,34 2,23 2,18 2,38 2,20 2,16 2,20 2,01 1,87 Ulangan II 2,26 2,17 2,12 2,25 2,15 2,10 2,16 2,05 1,91 III 2,38 2,25 2,10 2,29 2,15 2,04 2,27 1,96 1,87 Jumlah Rata-rata 6,98 6,65 6,40 6,92 6,50 6,30 6,63 6,02 5,65 2,33 2,22 2,13 2,31 2,17 2,10 2,21 2,01 1,88 Jumlah 19,57 19,17 19,21 58,05 Rata-rata 2,17 2,13 2,13 6,45 Keterangan : A : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair B : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair C : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair D : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair E : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair F : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 2% asap cair G : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair H : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair I : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2 % asap cair 19,36 2,15 Lampiran 15. Analisis ragam rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum penyimpanan (Transformasi √ Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Total secara sensori Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung 2 8 16 26 0,01 0,46 0,04 0,51 0,01 0,06 0,00 2,32 tn 25,70 * KK = 2,20 % F Tabel 5% 3,63 2,59 Lampiran 16. Warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum penyimpanan secara sensori Ulangan Jumlah Rata-rata I II III A 5,00 4,85 4,80 14,65 4,88 B 4,70 4,75 4,70 14,15 4,72 C 5,00 4,70 4,40 14,10 4,70 D 4,45 4,85 4,65 13,95 4,65 E 4,35 4,85 4,75 13,95 4,65 F 4,50 4,85 4,80 14,15 4,72 G 5,00 4,85 4,85 14,70 4,90 H 4,80 4,85 4,65 14,25 4,75 I 4,85 4,60 4,50 13,95 4,65 Jumlah 42,65 43,10 42,10 127,85 42,65 Rata-rata 4,74 4,79 4,68 14,21 4,74 Keterangan : A : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair B : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair C : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair D : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair E : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair F : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 2% asap cair G : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair H : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair I : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair Perlakuan Lampiran 17. Analisis ragam warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cairyang berbeda sebelum penyimpanan secara sensori Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 5% Kelompok 2 0,06 0,02 0,84 tn 3,63 Perlakuan 8 0,22 0,03 0,82 tn 2,59 Galat 16 0,53 0,03 Non Aditif 1 0,01 0,01 0,19 4,54 Sisa 15 0,57 0,04 Total 26 0,81 KK = 3,86% Keterangan : tn = tidak berbeda nyata KK = Koefisien Keragaman Uji homogenitas : χ2 Hitung = 41,00 > χ2 Tabel = 15,50 (Data tidak homogen) Lampiran 18. Warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum penyimpanan (Transformasi √ secara sensori Ulangan Jumlah Rata-rata I II III A 2,35 2,31 2,30 6,96 2,32 B 2,80 2,29 2,28 7,37 2,46 C 2,35 2,28 2,21 6,84 2,28 D 2,23 2,31 2,27 6,81 2,27 E 2,20 2,31 2,29 6,80 2,27 F 2,24 2,31 2,30 6,85 2,28 G 2,34 2,31 2,31 6,96 2,32 H 2,30 2,30 2,27 6,87 2,29 I 2,31 2,26 2,24 6,81 2,27 Jumlah 21,12 20,68 20,47 62,27 20,76 Rata-rata 2,35 2,30 2,27 6,92 2,31 Keterangan : A : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair B : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair C : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair D : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair E : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair F : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 2% asap cair G : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair H : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair I : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair Perlakuan Lampiran 19. Analisis ragam warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum penyimpanan (Transformasi √ Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Total Derajat Bebas 2 8 16 Jumlah Kuadrat 0,00 0,01 0,03 26 0,04 Kuadrat Tengah 0,00 0,00 0,00 secara sensori F Hitung 0,83tn 0,82tn KK=1,75% F Tabel 5% 3,63 2,59 Lampiran 20. Perlakuan A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : Tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum penyimpanan secara sensori I Ulangan II III Jumlah Rata-rata 4,30 4,20 4,10 12,60 4,20 3,95 4,55 4,55 13,05 4,35 3,45 4,45 4,40 13,30 4,43 4,75 5,10 4,95 14,80 4,93 4,90 5,10 5,10 15,10 5,03 4,60 5,10 5,00 14,70 4,90 4,90 4,70 4,65 14,25 4,75 4,65 4,85 4,80 14,30 4,77 5,10 4,85 4,80 14,75 4,92 41,60 42,90 42,35 126,85 42,28 4,62 4,77 4,71 14,09 4,70 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka :70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 21. Analisis ragam tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum penyimpanan secara sensori Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Sumber Bebas Kuadrat Tengah Keragaman Kelompok 2 14,59 7,29 1126,23 * Perlakuan 8 2,87 0,36 6,21* Galat 16 0,92 0,06 Non Aditif 1 0,06 0,06 1,09 tn Sisa 15 0,86 0,06 Total 26 18,38 KK = 9,05 % * Keterangan : = berbeda nyata 5% tn = tidak berbeda nyata KK = Koefisien Keragaman Uji homogenitas : χ2 Hitung = 0,27 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen) F Tabel 5% 3,63 2,59 4,54 Lampiran 22. Aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yangb berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori Perlakuan A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : I Ulangan II III Jumlah Rata-rata 2,25 1,40 1,15 4,80 1,60 2,75 1,55 1,55 5,85 1,95 2,90 1,50 1,50 5,90 1,97 2,85 1,65 1,55 6,05 2,02 3,55 1,75 1,75 7,05 2,35 3,65 1,75 1,75 7,15 2,38 3,10 1,80 1,70 6,60 2,20 4,00 2,00 1,95 7,95 2,65 4,05 1,95 1,90 7,90 2,63 29,10 15,35 14,80 59,25 19,75 3,23 1,71 1,64 6,58 2,19 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 23. Analisis ragam aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori Derajat Jumlah Kuadrat F F Tabel Sumber Bebas Kuadrat Tengah Hitung 5% Keragaman Kelompok 2 14,59 7,29 126,23* 3,63 * Perlakuan 8 2,87 0,36 6,21 2,59 Galat 16 0,92 0,06 Non Aditif 1 0,82 0,82 115,04* 4,54 Sisa 15 0,11 0,01 Total 26 18,38 KK = 10,95% * Keterangan : = berbeda nyata 5% KK = Koefisien Keragaman Uji homogenitas : χ2 Hitung = 2,16 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen) Lampiran 24. Aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi √ secara sensori Perlakuan I 1,66 1,80 1,84 1,83 2,01 2,03 1,90 2,12 2,13 16,32 1,81 A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : Ulangan II 1,38 1,43 1,41 1,47 1,50 1,50 1,52 1,58 1,57 13,36 1,48 III 1,29 1,43 1,41 1,43 1,50 1,50 1,48 1,57 1,55 13,16 1,46 Jumlah Rata-rata 4,33 4,66 4,66 4,73 5,01 5,03 4,90 5,27 5,25 43,84 4,87 1,44 1,55 1,55 1,58 1,67 1,68 1,63 1,76 1,75 14,61 1,62 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 25. Analisis ragam aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi √ Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Total secara sensori Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 2 8 16 26 1,23 0,25 0,05 1,53 0,62 0,03 0,00 F Hitung 206,23* 10,44 * KK = 3,37% F Tabel 5% 3,63 2,59 Lampiran 26. Rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori Perlakuan A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : I Ulangan II III Jumlah Rata-rata 2,05 1,25 1,00 4,30 1,43 2,40 1,60 1,40 5,40 1,80 2,45 1,65 1,45 5,55 1,85 2,70 1,90 1,65 6,25 2,08 2,95 1,85 1,75 6,55 2,18 2,95 1,85 1,75 6,55 2,18 2,90 1,90 1,75 6,55 2,18 3,55 2,00 1,85 7,40 2,47 3,65 2,00 1,95 7,60 2,53 25,60 16,00 14,55 56,15 18,72 2,84 1,78 1,62 6,24 2,08 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka :70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 27. Analisis ragam rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Sumber Bebas Kuadrat Tengah Keragaman Kelompok 2 8,01 4,01 126,16* Perlakuan 8 2,81 0,35 11,06 * Galat 16 0,51 0,03 Non Aditif 1 0,32 0,32 24,60 * Sisa 15 0,20 0,01 Total 26 11,33 KK = 8,57 % * Keterangan : = berbeda nyata 5% KK = Koefisien Keragaman Uji homogenitas : χ2 Hitung = 1,94 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen) F Tabel 5% 3,63 2,59 4,54 Lampiran 28. Rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi √ secara sensori Perlakuan I 1,60 1,70 1,72 1,79 1,86 1,86 1,84 2,01 2,04 16,39 1,82 A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : Ulangan II 1,32 1,45 1,47 1,55 1,53 1,53 1,55 1,58 1,58 13,56 1,51 III 1,23 1,38 1,40 1,47 1,50 1,50 1,50 1,53 1,57 13,08 1,45 Jumlah Rata-rata 4,15 4,53 4,59 4,81 4,89 4,89 4,89 5,12 5,19 43,06 4,78 1,38 1,51 1,53 1,60 1,63 1,63 1,63 1,71 1,73 14,35 1,59 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 29. Analisis ragam rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi √ Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Total secara sensori Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung 2 8 16 26 0,73 0,28 0,03 1,03 0,36 0,03 0,00 206,68* 19,58 * KK = 2,63 % F Tabel 5% 3,63 2,59 Lampiran 30. Warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori Perlakuan I A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : Ulangan II III Jumlah Rata-rata 1,95 1,60 1,20 4,75 1,58 2,00 1,75 1,75 5,50 1,83 2,00 1,80 1,75 5,55 1,85 2,00 1,85 1,70 5,55 1,85 2,00 1,80 1,80 5,60 1,87 1,95 1,65 1,65 5,25 1,75 2,00 1,80 1,70 5,50 1,83 2,05 1,85 1,80 5,70 1,90 2,00 1,75 1,75 5,50 1,83 17,95 15,85 15,10 48,90 1,81 1,99 1,76 1,68 5,43 1,81 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 31. Analisis ragam warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Non Aditif Sisa Total Keterangan : Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 2 8 16 1 15 0,48 0,21 0,13 0,08 0,05 0,24 0,07 0,01 0,08 0,00 F Hitung 30,23* 3,32* 3,63 2,59 25,17* 4,54 26 0,83 KK = 4,95% = berbeda nyata 5% KK = Koefisien Keragaman Uji homogenitas : χ2 Hitung = 5,51 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen) * F Tabel 5% Lampiran 32. Warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi √ secara sensori Perlakuan A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : I 1,57 1,58 1,58 1,58 1,58 1,56 1,58 1,60 1,58 14,21 1,58 Ulangan II 1,45 1,50 1,52 1,53 1,52 1,47 1,52 1,53 1,50 13,54 1,50 III 1,30 1,50 1,50 1,48 1,52 1,47 1,48 1,52 1,50 13,27 1,47 Jumlah Rata-rata 4,32 4,58 4,60 4,59 4,62 4,50 4,58 4,65 4,58 41,02 4,56 1,44 1,53 1,53 1,53 1,54 1,50 1,53 1,55 1,53 13,68 1,52 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 33. Analisis ragam warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi secara sensori √ Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Kelompok Perlakuan Galat 2 8 16 0,53 0,26 0,17 0,07 0,00 0,00 25,47* 3,11* Total 26 0,83 Sumber Keragaman KK = 2,12% F Tabel 5% 3,63 2,59 Lampiran 34. Tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori Perlakuan I A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : Ulangan II III Jumlah Rata-rata 2,10 1,40 1,05 4,55 1,52 2,45 1,65 1,50 5,60 1,87 2,55 1,70 1,55 5,80 1,93 2,65 1,70 1,55 5,90 1,97 3,05 1,75 1,70 6,50 2,17 3,05 1,60 1,60 6,25 2,08 3,05 1,60 1,50 6,15 2,05 3,90 1,90 1,75 7,55 2,52 3,90 2,10 2,00 8,00 2,67 26,70 15,40 14,20 56,30 18,77 2,97 1,71 1,58 6,26 2,09 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 35. Analisis ragam tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Non Aditif Sisa Total Keterangan : Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 2 8 16 1 15 14,59 2,87 0,92 0,79 0,13 7,29 0,36 0,06 0,79 0,01 F Hitung 126,34* 6,21* 3,63 2,59 90,63* 4,54 26 18,38 KK = 11,53% = berbeda nyata 5% KK = Koefisien Keragaman Uji homogenitas : χ2 Hitung = 3,22 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen) * F Tabel 5% Lampiran 36. Tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi √ secara sensori Perlakuan I 1,61 1,72 1,75 1,77 1,88 1,88 1,88 2,10 2,10 16,69 1,85 A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : Ulangan II 1,38 1,47 1,48 1,48 1,50 1,45 1,45 1,55 1,61 13,37 1,49 III 1,25 1,41 1,43 1,43 1,48 1,45 1,41 1,50 1,58 12,94 1,44 Jumlah Rata-rata 4,24 4,60 4,66 4,68 4,86 4,78 4,74 5,15 5,29 43,00 4,78 1,41 1,53 1,55 1,56 1,62 1,59 1,58 1,72 1,76 14,32 1,59 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 37. Analisis ragam tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi √ Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Total secara sensori Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung 2 8 16 26 0,94 0,25 0,06 1,25 0,47 0,03 0,00 116,88* 7,86 * KK = 3,98 % F Tabel 5% 3,63 2,59 Lampiran 38. Aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpana selama 6 hari di refrigerator secara sensori Perlakuan A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : I Ulangan II III Jumlah Rata-rata 1,90 1,25 1,00 4,15 1,35 2,00 1,35 1,05 4,40 1,47 2,10 1,40 1,30 4,80 1,60 2,00 1,50 1,30 4,80 1,60 2,00 1,45 1,30 4,75 1,58 2,10 1,45 1,35 4,90 1,63 2,00 1,55 1,45 5,00 1,67 2,00 1,60 1,45 5,05 1,68 2,30 1,90 1,80 6,00 2,00 18,40 13,45 12,00 43,85 14,62 2,04 1,49 1,33 4,87 1,62 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 39. Analisis ragam aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator secara sensori Derajat Jumlah Kuadrat F F Tabel Sumber Bebas Kuadrat Tengah Hitung 5% Keragaman Kelompok 2 2,50 1,25 170,24* 3,63 * Perlakuan 8 0,70 0,09 11,86 2,59 Galat 16 0,12 0,01 Non Aditif 1 0,07 0,07 21,17* 4,54 Sisa 15 0,05 0,00 Total 26 3,32 KK = 5,28% * Keterangan : = berbeda nyata 5% KK = Koefisien Keragaman Uji homogenitas : χ2 Hitung = 1,51 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen) Lampiran 40. Aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Transformasi √ secara sensori Perlakuan I 1,55 1,58 1,61 1,58 1,58 1,61 1,58 1,58 1,67 14,34 1,59 A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : Ulangan II 1,32 1,36 1,39 1,41 1,40 1,40 1,43 1,45 1,54 12,70 1,41 III 1,23 1,26 1,34 1,34 1,34 1,36 1,40 1,40 1,52 12,19 1,35 Jumlah Rata-rata 4,10 4,20 4,34 4,33 4,32 4,37 4,41 4,43 4,73 39,23 4,36 1,37 1,40 1,45 1,44 1,44 1,46 1,47 1,48 1,58 19,09 2,12 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 41. Analisis ragam bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Transformasi √ Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Total secara sensori Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 2 8 16 26 2,29 0,08 0,17 0,39 0,14 0,01 0,00 F Hitung 133,31* 9,73* KK = 2,27% F Tabel 5% 3,63 2,59 Lampiran 42. Rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator secara sensori Perlakuan A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : I Ulangan II III Jumlah Rata-rata 2,00 1,00 1,00 4,00 1,33 2,00 1,00 1,00 4,00 1,33 2,00 1,00 1,00 4,00 1,33 2,00 1,00 1,00 4,00 1,33 2,00 1,00 1,00 4,00 1,33 2,00 1,00 1,00 4,00 1,33 2,00 1,00 1,00 4,00 1,33 2,00 1,00 1,00 4,00 1,33 1,95 1,95 1,75 5,65 1,88 36,25 9,95 41,40 37,65 12,55 4,03 1,11 4,60 4,18 1,39 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 43. Analisis ragam rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator secara sensori Derajat Jumlah Kuadrat F F Tabel Sumber Bebas Kuadrat Tengah Hitung 5% Keragaman Kelompok 2 4,86 2,43 78,14 * 3,63 * Perlakuan 8 0,81 0,10 3,24 2,59 Galat 16 0,50 0,03 Non Aditif 1 0,50 0,48 324,25* 4,54 Sisa 15 0,02 0,00 Total 26 6,17 KK = 12,65 % * Keterangan : = berbeda nyata 5% KK = Koefisien Keragaman Uji homogenitas : χ2 Hitung = 4,41< χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen) Lampiran 44. Rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Transformasi √ secara sensori Perlakuan I 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,58 1,57 14,21 1,57 A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : Ulangan II 1,23 1,23 1,23 1,23 1,23 1,23 1,23 1,23 1,57 11,41 1,26 III 1,23 1,23 1,23 1,23 1,23 1,23 1,23 1,23 1,50 11,34 1,26 Jumlah Rata-rata 4,04 4,04 4,04 4,04 4,04 4,04 4,04 4,04 4,65 36,97 4,10 1,34 1,34 1,34 1,34 1,34 1,34 1,34 1,34 1,54 12,26 1,36 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 45. Analisis ragam rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Transformasi √ Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Total secara sensori Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 2 8 16 26 0,61 0,11 0,06 0,79 0,31 0,01 0,00 F Hitung 76,97 * 3,32 * KK = 4,63 % F Tabel 5% 3,63 2,59 Lampiran 46. Warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator secara sensori Perlakuan Ulangan II I A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : Jumlah III Rata-rata 2,10 1,05 1,00 4,15 1,38 2,00 1,50 1,15 4,65 1,55 2,00 1,55 1,25 4,80 1,60 2,10 1,50 1,40 5,00 1,67 2,00 1,75 1,45 5,20 1,73 2,05 1,00 1,15 4,20 1,40 2,05 1,85 1,50 5,40 1,80 2,10 1,85 1,60 5,55 1,85 2,15 1,90 1,70 5,75 1,92 18,55 13,95 12,20 44,70 14,90 2,06 1,55 1,36 4,97 1,66 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 47. Analisis ragam warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator secara sensori Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Non Aditif Sisa Total Keterangan : Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 5% 2 8 16 1 15 2,40 0,86 0,50 0,27 0,22 1,20 0,11 0,03 0,27 0,01 38,55 * 3,47 * 3,63 2,59 18,10 * 4,54 26 3,75 KK = 10,64% = berbeda nyata 5% KK = Koefisien Keragaman Uji homogenitas : χ2 Hitung = 4,18 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen) * Lampiran 48. Warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Transformasi √ secara sensori Perlakuan Ulangan II 1,25 1,41 1,43 1,41 1,50 1,23 1,53 1,53 1,55 12,84 1,43 I 1,61 1,58 1,58 1,61 1,58 1,60 1,60 1,61 1,63 14,40 1,60 A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : III 1,23 1,29 1,32 1,38 1,40 1,29 1,41 1,45 1,48 12,25 1,36 Jumlah Rata-rata 4,09 4,28 4,33 4,40 4,48 4,12 4,54 4,59 4,66 39,49 4,39 1,36 1,43 1,44 1,47 1,50 1,37 1,51 1,53 1,55 13,16 1,46 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 49. Analisis ragam warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Transformasi √ Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Total secara sensori Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel 5% 2 8 16 26 0,28 0,11 0,07 3,75 0,14 0,01 0,00 33,64 * 3,40 * 3,63 2,59 KK = 4,38% Lampiran 50. Tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator secara sensori Perlakuan A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : I Ulangan II III Jumlah Rata-rata 1,95 1,20 1,00 4,15 1,38 2,00 1,20 1,00 4,20 1,60 2,05 1,35 1,15 4,55 1,70 2,05 1,25 1,00 4,30 1,65 2,05 1,25 1,20 4,50 1,65 2,00 1,35 1,30 4,65 1,68 2,05 1,35 1,30 4,70 1,70 2,10 1,75 1,55 5,40 1,93 2,10 1,80 1,65 5,55 1,95 26,70 12,50 11,15 42,00 15,23 2,97 1,39 1,24 4,67 1,69 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 51. Analisis ragam tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator secara sensori Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Sumber Bebas Kuadrat Tengah Keragaman Kelompok 2 3,26 1,63 114,89* Perlakuan 8 0,66 0,08 5,82 * Galat 16 0,23 0,01 Non Aditif 1 0,19 0,19 73,37 * Sisa 15 0,04 0,00 Total 26 4,14 KK = 7,65% * Keterangan : = berbeda nyata 5% KK = Koefisien Keragaman Uji homogenitas : χ2 Hitung = 3,22 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen) F Tabel 5% 3,63 2,59 4,54 Lampiran 52. Tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Transformasi √ secara sensori Perlakuan I 1,57 1,58 1,60 1,60 1,60 1,58 1,60 1,61 1,61 15,95 1,77 A B C D E F G H I Jumlah Rata-rata Keterangan : Ulangan II 1,30 1,30 1,36 1,32 1,32 1,36 1,36 1,50 1,52 12,34 1,37 III 1,23 1,23 1,29 1,23 1,30 1,34 1,34 1,43 1,47 11,86 1,32 Jumlah Rata-rata 4,10 4,11 4,25 4,15 4,22 4,28 4,30 4,54 4,60 38,55 4,38 1,37 1,37 1,42 1,38 1,41 1,43 1,43 1,51 1,53 12,85 1,43 A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair Lampiran 53. Analisis ragam tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Transformasi √ Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Total secara sensori Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung 2 8 16 26 0,39 0,09 0,03 0,50 0,19 0,01 0,00 97,01 * 5,35 * KK = 3,13 % F Tabel 5% 3,63 2,59 Lampiran 51. Proses pembuatan bakso ikan lele Proses pilet pada ikan lele Proses penggilingan ikan lele Proses penimbangan bahan Proses mencampurkanadonan Lampiran 51. Proses pembuatan bakso ikan lele Bakso ikan lele P1 Bakso ikan lele P2 Proses pembentukan bakso ikan lele bakso ikan lele P3 bakso ikan lele siap untuk direbus Lampiran 51. Proses pembuatan bakso ikan lele Proses perebusan bakso ikan lele dengan kosentrasi asapcair Proses pengangkatan bakso yang sudah mengempul Sempel bakso ilan lele siap untuk uji organoleptik Lampiran 52. Proses uji organoleptik bakso ikan lele Panelis sedang melakuakan uji organoleptik Bakso ikan lele orleb 1 bakso ikan lele orleb 6 Sempel bakso yang telah rusak Lampiran 53. Uji proksimat terhadap bakso ikan lele Proses penimbangan timbang cawan Sebelum distuksi Lampiran 53. Uji proksimat terhadap bakso ikan lele proses ekstraksi Hidrolisis hasil hidrolisis Triration hasil tritasi Lampiran 53. Uji proksimat terhadap bakso ikan lele Filtrasi Orleb 1 mahasiswa polinena proses ekstrasi orleb 6 mahasiswa polinela