1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk
dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk
dalam bidang hukum perdata memiliki kesamaan sifat dasar, antara lain bersifat
mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk hukum waris perdata, meski
letaknya dalam bidang hukum perdata, ternyata ada unsur paksaan di dalamnya.
Unsur paksaan dalam hukum waris perdata, misalnya ketentuan pemberian hak
mutlak (legitime portie) kepada ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari harta
warisan atau ketentuan yang melarang pewaris membuat ketetapan seperti
menghibahkan bagian tertentu dari harta warisannya. 1
Meskipun di dalam hukum waris perdata, terdapat unsur paksaan, namun posisi
hukum waris perdata sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat
mengatur adalah apa saja yang dibuat oleh pewaris terhadap hartanya semasa ia
masih hidup adalah kewenangannya, namun kalau pelaksanaan kewenangan itu
melampaui batas yang diperkenankan oleh Undang-Undang, maka harus ada risiko
hukum yang dikemudian hari akan terjadi terhadap harta warisannya setelah ia
meninggal dunia.
1
Anisitus Amanat, 2000, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, Raja
Grafindo, Jakarta, hlm.1.
2
Pewaris sebagai pemilik harta mempunyai hak mutlak untuk mengatur apa saja
yang dikehendaki atas hartanya. Ini merupakan konsekuensi dari hukum waris
sebagai hukum yang bersifat mengatur.2 Di dalam KUHPerdata, hibah dikenal ada
dua macam yaitu: hibah (schenking) dan hibah wasiat (legaat). Hibah (schenking)
merupakan suatu pemberian yang dilakukan seseorang kepada pihak lain yang
dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya biasanya dilakukan
pada waktu penghibah masih hidup. Hibah (schenking) di dalam KUHPerdata
dianggap sebagai perjanjian sepihak karena dilakukan tanpa ada kontra prestasi dari
pihak penerima hibah. Dengan hibah dianggap sebagai suatu perjanjian, maka sudah
dengan sendirinya hibah tidak boleh ditarik kembali secara sepihak oleh si pemberi
hibah, melainkan atas persetujuan pihak penerima hibah. Sedangkan hibah wasiat
merupakan suatu pemberian yang dilakukan dalam suatu testament (surat wasiat),
yang baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku sesudah si pemberi hibah
meninggal dunia dan setiap waktu selama si pemberi hibah itu masih hidup, maka
pemberian tersebut dapat ditarik atau dirubah olehnya.
Dalam Pasal 1682 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu hibah harus dibuat
dengan suatu akta notaris. Jika pemberi hibah berhalangan membuat akta notaris itu
sendiri, ia dapat memberi kuasa kepada orang lain untuk melakukan hibah itu, tetapi
kuasa itu harus dibuat juga dalam suatu akta autentik.3 Setelah adanya Surat Edaran
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1963 tentang Gagasan
2
3
Ibid, hlm. 2-3.
Tan Thong Kie, 2011, Studi Notariat & Serba Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, hlm. 585
3
Menganggap Burgelijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang yang secara tegas
menyatakan bahwa pasal 1682 KUH Perdata mengharuskan dilakukannya suatu
penghibahan dengan akta notaris sudah tidak berlaku lagi. Dengan demikian
penghibahan diantara semua WNI juga dapat dilakukan dengan akta hibah dibawah
tangan.
Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
disebutkan bahwa:
“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat
lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.”
Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah disebutkan bahwa PPAT bertugas pokok
melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai
bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
Perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud
adalah jual beli, tukar-menukar,
hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama,
pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik, pemberian hak
tanggungan, pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.
4
Dengan adanya kedua pasal tersebut, maka secara tegas telah diatur tentang
pejabat yang berwenang untuk membuat akta hibah. Untuk pemberian hibah yang
meliputi benda bergerak dan tidak bergerak lainnya, maka yang berwenang untuk
membuat aktanya adalah Notaris dan untuk pemberian hibah yang meliputi benda
tidak bergerak atau dalam hal ini tanah, maka yang berwenang adalah Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Dalam kehidupan sehari hari tidak sedikit orang menganggap bahwa kekuatan
akta hibah adalah lebih rendah daripada akta jual beli. Sebagian orang berpendapat
bahwa akta hibah rawan tuntutan hukum dikemudian hari, kemungkinan terbesar
adalah tuntutan dari ahli warisnya. Guna menghindari atau setidaknya lebih
mengecilkan kemungkinan tuntutan hukum tersebut maka dalam praktek pembuatan
akta hibah, PPAT sebaiknya meminta tambahan persyaratan yaitu pernyataan dari
ahli waris pemberi hibah yang menyatakan bahwa mereka mengetahui dan
menyetujui hibah tersebut. 4 Untuk kantor pertanahan Kota Yogyakarta misalnya,
telah menerapkan syarat seperti demikian dalam permohonan pendaftaran hibah,
yaitu adanya surat persetujuan dari calon ahli waris penghibah.
Dengan adanya persyaratan untuk melampirkan surat persetujuan dari calon ahli
waris penghibah tidaklah gampang, karena terkadang ada beberapa calon ahli waris
yang menolak untuk memberikan surat persetujuan tersebut. Hal inilah yang nantinya
akan mempersulit pelaksanaan hibah dan tidak sesuai dengan kehendak bebas dari si
pemilik harta. Padahal jika dapat dibuktikan bahwa pemberian hibah tersebut tidak
4
Mustofa, 2014, Tuntunan Pembuatan Akta-Akta PPAT, Karya Media, Yogyakarta, hlm. 103-104
5
melanggar bagian mutlak (legitime portie) dari ahli waris (dalam sistem kewarisan
perdata Barat), maka hibah tetap dapat dilaksanakan. Berdasar pada uraian latar
belakang di atas, peneliti tertarik mengangkat topik mengenai pelaksanaan hibah
sebagai bahan penelitian, yaitu melihat kedudukan surat persetujuan dari calon ahli
waris penghibah sebagai syarat dalam pelaksanaan hibah tanah di Kota Yogyakarta.
B. Perumusan Masalah
Berdasar pada uraian latar belakang di atas, peneliti merumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1.
Bagaimana kedudukan surat persetujuan dari calon ahli waris penghibah
sebagai syarat pemberian hibah tanah di Kota Yogyakarta?
2.
Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemberi hibah yang tidak
mendapatkan surat persetujuan dari calon ahli warisnya di Kota Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui dan menganalisis kedudukan surat persetujuan dari calon ahli waris
penghibah sebagai syarat pemberian hibah tanah di Kota Yogyakarta.
2.
Mengetahui dan menganalisis upaya perlindungan hukum terhadap pemberi
hibah yang tidak mendapatkan surat persetujuan dari calon ahli warisnya di
Kota Yogyakarta.
6
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat/faedah sebagai
berikut:
1.
Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Perdata, dan secara Khusus
di bidang Kenotariatan terkait tentang Pelaksanaan Hibah.
2.
Manfaat Praktis.
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi instansi terkait, pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta hibah, dan mahasiswa mahasiswi
kenotariatan calon pejabat umum yang akan membuat akta hibah nantinya,
dalam memberikan layanan yang lebih teliti dan berkualitas, sehingga dapat
mengurangi potensi bermasalah dikemudian hari.
E. Keaslian Penelitian
Sepanjang pengetahuan peneliti setelah melakukan studi pendahuluan dengan
penelusuran kepustakaan, penelitian dengan judul “Kedudukan Surat Persetujuan
Dari Calon Ahli Waris Penghibah Sebagai Syarat Pemberian Hibah Tanah di Kota
Yogyakarta” dengan perumusan masalah seperti yang peneliti kemukakan diatas,
belum pernah ada peneliti terdahulu yang menulis, meneliti, ataupun memecahkan
masalah tersebut sebelumnya.
7
Penulisan mengenai “Hibah” yang ada di perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Gajah Mada yang juga menjadi bahan rujukan bagi peneliti dalam
melakukan penelitian ini antara lain:
1.
Pelaksanaan Hibah Orang Tua Kepada Anak Pada Masyarakat Bayen desa
Purwomartani Kabupaten Sleman Ditinjau dari Hukum Islam, yang ditulis oleh
Emi Fitriya Harahap pada tahun 2013, mahasiswi Magister Kenotariatan UGM
dengan rumusan masalah:
a.
Bagaimana pelaksanaan hibah orangtua kepada anak pada masyarakat
Bayen Desa Purwomartani Kabupaten Sleman ditinjau dari Hukum Islam?
b.
Bagaimana akibat hukum hibah yang dilaksanakan oleh Masyarakat
Bayen Desa Purwomartani Kabupaten Sleman ditinjau dari Hukum Islam.
Topik dan fokus penelitian Emi Fitriya yaitu mengenai pelaksanaan hibah
orangtua kepada anak pada masyarakat Pedukuhan Bayen ditinjau dari Hukum
Islam, dengan tujuan penelitian untuk mengetahui tentang pelaksanaan hibah
orang tua kepada anak yang terjadi pada masyarakat Pedukuhan Bayen dan
mengetahui akibat hukum dari pelaksanaan hibah tersebut ditinjau dari Hukum
Islam.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa hibah orang tua kepada anak pada
masyarakat Pedukuhan Bayen diberikan kepada semua anak dengan
memperhatikan aspek keadilan. Hibah berupa benda tidak bergerak, tanpa
batasan jumlah pemberian dan dilaksanakan secara lisan dengan tujuan
8
pembagian harta warisan agar objek hibah dapat segera dimanfaatkan demi
kesejahteraan hidup anak-anaknya. Ditinjau dari Hukum Islam hibah orang tua
kepada anak pada masyarakat Pedukuhan Bayen tidak menyalahi ketentuan
hukum yang berlaku serta telah memenuhi rukun dan syarat hibah, sehingga
hibah tersebut sah dan memiliki akibat hukum. Oleh karena itu objek hibah
sepenuhnya menjadi milik penerima hibah. Hibah diperhitungkan sebagai
warisan apabila hibah tersebut tidak disepakati oleh ahli waris lainnya. 5
2.
Tinjauan Yuridis Terhadap Sengketa Pelaksanaan Hibah Wasiat (studi Kasus
Putusan Perkara Nomor 66/Pdt.G/2003/PN.Yk Jo Nomor 64/Pdt/2004/PTY Jo
Nomor 2075 K/Pdt/2005), yang ditulis oleh Astriana Dwirosita Anggraini pada
tahun 2014, mahasiswi Magister Kenotariatan UGM dengan rumusan masalah:
a.
Bagaimana dasar pertimbangan hukum yang diterapkan oleh hakim dalam
memutus
perkara
nomor
66/Pdt.G/2003/PN.Yk
Jo
Nomor
64/Pdt/2004/PTY Jo Nomor 2075 K/Pdt/2005?
b.
Bagaimana
status
hibah
wasiat
berdasarkan
putusan
nomor
66/Pdt.G/2003/PN.Yk Jo Nomor 64/Pdt/2004/PTY Jo Nomor 2075
K/Pdt/2005?
Topik dan fokus penelitian Astriana Dwirosita yaitu mengenai dasar
pertimbangan hukum yang diterapkan oleh hakim dalam memutus perkara
nomor 66/Pdt.G/2003/PN.Yk Jo Nomor 64/Pdt/2004/PTY Jo Nomor 2075
5
Emi Fitriya Harahap, “Pelaksanaan Hibah Orang Tua Kepada Anak Pada Masyarakat Bayen Desa
Purwomartani Kabupaten Sleman Ditinjau Dari Hukum Islam”, Tesis, Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2013, hlm xi.
9
K/Pdt/2005 dan bagaimana status hibah wasiat setelah adanya putusan yang
berakhir sampai di tingkat kasasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pertimbangan hukum yang
diterapkan oleh hakim dalam memutus perkara nomor 66/Pdt.G/2003/PN.Yk Jo
Nomor 64/Pdt/2004/PTY Jo Nomor 2075 K/Pdt/2005 terdapat perbedaan.
Perbedaan terletak pada penilaian majelis hakim tingkat pertama dan tingkat
banding terhadap alat pembuktian surat pernyataan hibah wasiat sebagai bahan
pertimbangan dalam putusannya yang menyebabkan putusannya pun berbeda.
Pada tingkat kasasi, majelis hakim lebih melihat alasan yang dikemukakan
pemohon kasasi mengenai surat pernyataan hibah wasiat sebagai proses
membuat sertifikat menjadi bukti kepemilikan tidak dapat dibenarkan, karena
pengadilan tinggi tidak salah menerapkan hukum mengenai penilaian hasil
pembuktian, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada
tingkat kasasi. Maka dari itu hakim memutus menolak permohonan kasasi.
Status hibah wasiat berdasarkan putusan nomor 66/Pdt.G/2003/PN.Yk Jo
Nomor 64/Pdt/2004/PTY Jo Nomor 2075 K/Pdt/2005 adalah batal demi hukum
(Nietig) sehingga tidak dapat dilaksanakan dan tidak mempunyai akibat hukum
seperti apa yang dikehendaki. Obyek sengketa tetap atas nama bersama yaitu
penggugat dan para tergugat atas dasar waris. Hal ini didasarkan pada hibah
10
wasiat tersebut yang hanya dibuat dalam bentuk surat pernyataan tidak sesuai
dengan syarat formil pembuatannya yaitu dengan akta otentik.6
3.
“Kajian
Terhadap
Putusan
Pengadilan
Negeri
Surakarta
Nomor
143/PDT.G/2005/PN.SKA Tentang Pembatalan Hibah Dikaitkan Dengan
Alimentasi Anak Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, yang
ditulis oleh Ria Agni Puspita pada tahun 2012, mahasiswi Magister
Kenotariatan UGM dengan rumusan masalah:
a.
Bagaimanakah akibat hukum pembatalan hibah dan kaitannya dengan
alimentasi anak terhadap orang tua berdasarkan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata?
b.
Bagaimanakah pertanggungjawaban PPAT selaku pejabat yang membuat
akta hibah dengan dibatalkannya akta hibah menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT?
Topik dan fokus penelitian Ria Agni Puspita yaitu mengetahui akibat
hukum pembatalan hibah dan kaitannya dengan alimentasi anak terhadap orang
tua
berdasarkan
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata
dan
pertanggungjawaban PPAT selaku pejabat yang membuat akta hibah dengan
dibatalkannya hibah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan PPAT.
6
Astriana Dwirosita Anggaraini, “Tinjauan Yuridis Terhadap Sengketa Pelaksanaan Hibah Wasiat
(Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 66/Pdt.G/2003/PN.Yk Jo Nomor 64/Pdt/2004/PTY Jo
Nomor 2075 K/Pdt/2005), Thesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014, hlm. x.
11
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum pembatalan hibah
adalah kembalinya kepemilikan hak atas obyek hibah dari penerima hibah
kepada pemberi hibah. Adapun kaitannya dengan alimentasi anak terhadap
orang tua adalah berdasarkan Pasal 1688 ayat (3) KUHPerdata yang
mengandung makna kewajiban anak sebagai penerima hibah terhadap orang
tuanya sebagai pemberi hibah. Kewajiban inilah yang disebut dengan
alimentasi. Pasal 1688 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa: “Suatu penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu
tidak dapat pula dibatalkan, kecuali dalam jika Penghibah jatuh miskin, sedang
yang
diberi
hibah
menolak
untuk
memberi
nafkah
kepadanya.
Pertanggungjawaban PPAT selaku pejabat yang membuat akta hibah dengan
dibatalkannya akta hibah adalah sepanjang berkenaan dengan isi akta yang
dibuat, dimana pertanggungjawaban tersebut adalah berkenaan dengan
pertanggungjawaban formil dan materiil. Apabila perkara tersebut berkenaan
dengan pelaksanaan akta hibah, maka PPAT sebagai pejabat pembuat akta
hibah, bebas dari tanggung jawab karena hal ini berkaitan dengan tingkah laku
dan itikad baik dari para pihak untuk melaksanakan hibah tersebut.7
Perbedaan yang mendasar antara penelitian ini dengan penelitian di atas
adalah pada penelitian ini penulis ingin mengetahui dan menganalisis tentang
7
Ria Agni Puspita, “Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor
143/PDT.G/2005/PN.SKA Tentang Pembatalan Hibah Dikaitkan Dengan Alimentasi Anak
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Thesis, Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012, hlm. ix.
12
kedudukan surat persetujuan dari calon ahli waris penghibah sebagai syarat
pemberian hibah tanah serta mengetahui bentuk upaya perlindungan hukum
terhadap pemberi hibah yang tidak mendapatkan surat persetujuan dari calon
ahli warisnya tersebut. Pada penelitian di atas, penulis lebih menitikberatkan
pada analisis yuridis tentang pemberian hibah yang mensyaratkan surat
persetujuan dari calon ahli waris penghibah sebagai syarat pelaksanaan hibah
tanah di Kota Yogyakarta.
Download