2015 LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN KEUANGAN LAPORAN KINERJA Kementerian Keuangan 2015 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ii iv viii DAFTAR GRAFIK ix PENGANTAR xii RINGKASAN EKSEKUTIF xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1 A. LATAR BELAKANG 4 B. TUGAS, FUNGSI, DAN STRUKTUR ORGANISASI 5 C. MANDAT DAN PERAN STRATEGIS 8 D. SISTEMATIKA LAPORAN 13 BAB 2 ii PERENCANAAN KINERJA 14 A. RENCANA STRATEGIS 16 B. RENCANA KERJA, RENCANA KERJA DAN ANGGARAN, DAN KONTRAK KINERJA 19 C. PENETAPAN/ PERJANJIAN KINERJA 19 D. PENGUKURAN KINERJA 24 BAB 3 AKUNTABILITAS KINERJA 28 30 A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI B. REALISASI ANGGARAN 145 C. KINERJA LAIN-LAIN 147 BAB 4 PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN KEUANGAN 158 BAB 5 PENUTUP 166 LAMPIRAN DAFTAR PENGHARGAAN 174 PERNYATAAN REVIU OLEH INSPEKTORAT JENDERAL 177 iii DAFTAR TABEL, GAMBAR, DAN GRAFIK DAFTAR TABEL BAB 1 1.1 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan BAB 2 2.1 Sasaran Strategis dan IKU BAB 3 3.1 Nilai Kinerja Organisasi Berdasarkan Perspektif 3.2 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Kebijakan Fiskal yang Prudent guna Mendukung Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif 3.13 iv Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pemenuhan Layanan Publik Customs Clearance Time Dwelling Time 3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Formulasi Kebijakan Fiskal yang Berkualitas Pusat yang Optimal 3.31 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LKPP Pemerintah Pusat v 3.39 Pembibitan dalam Penghitungan Williamson Index 3.41 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal 3.48 Hasil Penerbitan Islamic Perdana Internasional Intelijen dan Penyidikan vi yang tergintegrasi belanja per Unit Eselon I DAFTAR GAMBAR BAB 1 1.1 Bagan Struktur Organisasi Kementerian Keuangan 1.2 Peran Strategis Kementerian Keuangan Dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara vii BAB 2 BAB 3 DAFTAR GRAFIK BAB 1 Dwelling Time “Time To Import” viii 3.19 Capaian IKU Persentase Hasil Penyidikan yang dinyatakan lengkap ix BAMBANG P.S. BRODJONEGORO Menteri Keuangan Laporan Kinerja (LKj) Kementerian Keuangan merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja pencapaian visi dan misi Kementerian Keuangan pada Tahun Anggaran 2015. Penyusunan LKj Kementerian Keuangan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, serta Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2015. Kementerian Keuangan sebagai unsur pelaksana pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara. Selama tahun 2015 Kementerian Keuangan telah melaksanakan berbagai program dan kegiatan sebagaimana tertuang dalam peta strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015 yang diterjemahkan dalam Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015 yang terdiri dari 25 Indikator Kinerja Utama (IKU). Dalam LKj Kementerian Keuangan ini akan dijabarkan perbandingan antara realisasi pencapaian IKU tahun 2015 dengan kontrak kinerja tahun 2015, serta beberapa kinerja lainnya yang telah dicapai oleh Kementerian Keuangan. sangat dinamis, tugas pengelolaan keuangan negara dirasakan semakin berat dan penuh tantangan. x Walaupun demikian, dengan dimotivasi oleh visi dan misi Pencapaian target tersebut merupakan cermin dari para yang telah ditetapkan aparatur Kementerian Keuangan stakeholders yang selama ini berkontribusi terhadap senantiasa berupaya untuk mengatasi segala tantangan penerimaan negara yang dihimpun melalui unit-unit di tersebut, sehingga tugas yang diemban dapat diselesaikan lingkungan Kementerian Keuangan. Cerminan pelayanan sesuai dengan harapan. yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan terhadap stakeholders ditunjukkan oleh persepsi mereka terhadap Dari hasil pengukuran kinerja, Nilai Kinerja Organisasi Kementerian Keuangan saat dilakukan survey kepuasan (NKO) Kementerian Keuangan telah mencapai 107,42. pengguna layanan yang hasilnya berupa indeks kepuasan Nilai tersebut berasal dari capaian kinerja pada masing- sebesar 4,06 dari target sebesar 4,02 dari skala likert 5. masing perspektif yaitu stakeholders perspective, customers Hasil survei yang positif ini diharapkan akan meningkatkan perspective, internal process perspective, dan learning and citra Kementerian Keuangan di mata stakeholders sebagai growth perspective. pengguna layanan. Pada tahun 2015, pencapaian strategis Kementerian Akhir kata, semoga laporan kinerja ini dapat memenuhi Keuangan di bidang pendapatan negara mencapai 85,4% harapan dari rencana dalam APBNP Tahun 2015. Sementara itu, masyarakat atas mandat yang diemban dan kinerja yang untuk realisasi belanja negara tahun 2015 mencapai 90,5% telah ditetapkan dan sebagai pendorong peningkatan dari pagu belanja negara dalam APBNP 2015. kinerja organisasi Kementerian Keuangan. sebagai pertanggungjawaban kami kepada MENTERI KEUANGAN BAMBANG P.S. BRODJONEGORO Pengantar xi RINGKASAN EKSEKUTIF Rencana Strategis Dalam mencapai visi dan misi, Kementerian 2015, merupakan perwujudan transparansi dan Keuangan menetapkan 7 (tujuh) tujuan yang akuntabilitas akan dicapai dalam tahun 2015-2019 yaitu: (i) Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta penggunaan merupakan wujud dari kinerja dalam pencapaian visi dan misi, sebagaimana yang dijabarkan dalam tujuan/sasaran strategis, yang mengacu kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai Kementerian Keuangan telah menetapkan Visi yaitu “Kami akan menjadi penggerak utama governance, dan penguatan kelembagaan. di abad ke-21”. Dalam mencapai visi tersebut, Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas Untuk menunjang pencapaian tujuan strategis Keuangan selalu berusaha melaksanakannya secara berdasarkan sistem manajemen/ Balanced Scorecard transparan dan akuntabel, serta berlandaskan stakeholder, customer, internal process dan learning keterbukaan. and growth (dua belas) sasaran strategis, 1 (satu) sasaran Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian strategis diantaranya merupakan bagian dari Keuangan mempunyai 5 (lima) misi yaitu (1) stakeholder perspective, 2 (dua) sasaran strategis pada customer perspective, 5 (lima) sasaran cukai yang tinggi melalui pelayanan prima dan sasaran strategis learning and growth perspective. mempertahankan xii talent terbaik di kelasnya target jangka menengah serta memelihara pencapaian sasaran strategis, diukur dengan menghadapi tantangan yang cukup berat. Namun Measureable, Agreeable, Realistic, Time-bounded -nya maka secara umum dan Continously Improved masih relatif terjaga. Hal tersebut tercermin dari realisasi Kinerja Organisasi (NKO) tahun 2015 sebesar sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan mengalami tekanan pada sisi pendapatan namun realisasi belanja negara masih mampu mencapai sudah sesuai dengan target yang ditetapkan, eksternal yang uncontrollable, namun demikian terjaga walaupun mengalami tekanan yang cukup berstatus merah (tidak memenuhi ekspektasi) Ringkasan Eksekutif xiii Dalam rangka menjaga dan meningkatkan Kementerian Keuangan telah berjalan baik walaupun masih diperlukan penyempurnaan. lingkungan sampling, Focused Kementerian serta Keuangan melakukan survei secara Strategy Organization dapat memberikan gambaran yang mendalam dilakukan evaluasi dan action plan yang relevan. di Kementerian Keuangan. Ruang lingkup reviu kinerja, sangat membantu Kementerian Keuangan cascading dan alignment, perencanaan kegiatan terkait pencapaian sasaran strategis/ berjalan sesuai mekanisme yang telah ditetapkan. dan evaluasi. masing-masing unit. xiv halaman kosong Ringkasan Eksekutif xv 2 BAB 1 PENDAHULUAN Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tahun 2015 - Pendahuluan 3 PENDAHULUAN Laporan Kinerja Kementerian Keuangan A. LATAR BELAKANG Kementerian Keuangan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan mempunyai tugas yang sangat strategis dalam pemerintahan Republik Indonesia. Hal ini karena Kementerian Keuangan merupakan ekonomi makro seperti penganggaran dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan untuk melaksanakannya dengan prudent sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Salah satu azas penyelenggaraan good governance yang tercantum dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 adalah azas akuntabilitas yang menentukan kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- 2015 dalam rangka melaksanakan misi dan mencapai visi Kementerian Keuangan alat untuk mendapatkan masukan bagi stakeholders Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah. 4 B. TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI urusan di bidang keuangan dan kekayaan negara dalam pemerintahan untuk membantu pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah. integrated type holding type organization Kementerian Keuangan memiliki instansi vertikal terbesar dan tersebar di seluruh Pendahuluan 5 STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KEUANGAN MENTERI KEUANGAN WAKIL MENTERI KEUANGAN GAMBAR 1.1 Bagan Struktur Organisasi Kementerian Keuangan INSPEKTORAT JENDERAL STAF AHLI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PUSAT KEPATUHAN INTERNAL KEPABEANAN DAN CUKAI 6 DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA PUSAT SISTEM INFORMASI DAN TEKNOLOGI KEUANGAN SEKRETARIAT JENDERAL DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO PUSAT PEMBINAAN PROFESI KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISIKAL PUSAT ANALISIS DAN HARMONISASI KEBIJAKAN BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Pendahuluan 7 membentuk workforce sebagaimana tertuang dalam Peta Strategi Kementerian Keuangan tahun 2015 learning and growth. C. MANDAT DAN PERAN STRATEGIS Kementerian Keuangan mempunyai peran yang strategis yaitu pengelola keuangan dan kekayaan negara. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah pada hakekatnya adalah pemerintahan. PRESIDEN GAMBAR 1.2 Peran Strategis Kementerian Keuangan Dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara 8 CHIEF FINANCIAL OFFICER (CFO) BENDAHARA UMUM NEGARA MENTERI KEUANGAN CHIEF OPERATIONAL OFFICER (COO) PENGGUNA ANGGARAN/BARANG MENTERI TEKNIS Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten mekanisme checks and balances serta untuk 1. dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. 2. 1. 2. 4. 5. negara yang telah ditetapkan dengan Undang6. 1. 8. 2. Undang-Undang. Pendahuluan 9 Keuangan secara langsung mendukung 4 4. 5. 6. 8. 9. Keuangan bertindak selaku leading sector dalam Restorasi Sosial Indonesia. berikut. TABEL 1.1 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan NO. 1. NAWA CITA SASARAN Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara Negara Maritim Kerjasama Global dan Regional Menguatnya keamanan laut dan daerah perbatasan dalam rangka menjamin kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan Atas Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelejen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai 1. Meningkatnya peran dan kepemimpinan Indonesia di tingkat global G-20 dan APEC; Kegiatan Perumusan Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral 2. Meningkatnya pelaksanaan kerjasama pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular; 10 KEGIATAN PRIORITAS NO. NAWA CITA KEGIATAN PRIORITAS SASARAN 3. Menguatnya peran Indonesia regional. 3. Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan Atas Pelanggaran pengelolaan perdagangan Kawasan Pedesaan - Peningkatan Kualitas 6. Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing Di Pasar Internasional Menyediakan dukungan - Kegiatan Pengelolaan Dukungan lainnya. Pendahuluan 11 NO. NAWA CITA Ekonomi Nasional Melalui SASARAN KEGIATAN PRIORITAS 1. Meningkatnya nilai tambah komoditas mineral dan pertambangan di dalam negeri; 2. Terlaksananya kegiatan pertambangan yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan (sustainable mining), baik untuk perusahaan besar maupun pertambangan rakyat 7. Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik Meningkatnya daya saing sektor keuangan nasional ditopang oleh ketahanan dan stabilitas sistem keuangan yang sehat, mantap dan Negara Sektor Keuangan negara dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi industrialisasi dalam rangka transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan mobilisasi penerimaan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara serta optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/utang. Standarisasi dan Bimbingan Organisasi; an dan Evaluasi di Bidang Keuangan Transfer ke Daerah, Informasi Keuangan Daerah;. Daerah dan Dana Desa; 12 - D. SISTEMATIKA LAPORAN 1. BAB I Pendahuluan strategic issued organisasi. 2. bersangkutan. A. organisasi. B. Realisasi Anggaran Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan dan yang telah 4. Kementerian PAN dan RB atas evaluasi AKIP Kementerian Keuangan Tahun 2014. 5. Bab V Penutup langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan 6. Lampiran lain-lain yang dianggap perlu Pendahuluan 13 14 BAB 2 PERENCANAAN KINERJA Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tahun 2015 Perencanaan Kinerja 15 PERENCANAAN KINERJA Laporan Kinerja Kementerian Keuangan A. RENCANA STRATEGIS Keuangan, dalam perannya sebagai pengatur dan pengelola keuangan negara, berperan sebagai Kementerian sebagai dalam mendorong pembangunan pengelola dan pengurus keuangan negara memiliki nasional di masa depan. Melalui manajemen peran penting dalam mendukung pembangunan pendapatan dan belanja negara yang proaktif, nasional dan menjaga pertumbuhan ekonomi Kementerian yang sehat. Sebagai dan kekayaan Keuangan dari negara, mengembangkan bertindak Kementerian Keuangan pengelolaan Keuangan mengarahkan menggerakkan perekonomian negara menyongsong masa depan. administrasi yang bijak dan penggunaan dana publik yang Pertumbuhan efektif. Kementerian Keuangan juga melakukan mengindikasikan pengawasan end-to-end atas keuangan negara, pembangunan yang diarahkan oleh Kementerian dimulai Keuangan akan menghasilkan dampak yang dari pengelolaan dan peningkatan ekonomi bahwa yang inklusif pertumbuhan dan merata di seluruh Indonesia, hal ini akan tercapai hingga perumusan dan penjaminan pelaksanaan melalui koordinasi yang solid antar pemangku anggaran pendapatan dan belanja negara. kepentingan dalam pemerintahan serta melalui Sebagai bagian dari upaya pengelolaan administrasi penggunaan dana publik, program pengembangan dan Menekankan abad ke-21 sebagai periode waktu tuntutan yang menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan atas perbaikan kinerja dan pelayanan menyadari peran yang dapat dan harus dijalankan Kementerian yang publik Keuangan Transformasi bijak serta menjalankan Kelembagaan yang merupakan kelanjutan dari reformasi birokrasi. Dalam konteks ini Kementerian di dunia modern, dengan menghadirkan teknologi informasi serta proses-proses yang modern guna mewujudkan peningkatan yang berkelanjutan. Keuangan kembali menyempurnakan visi kementerian yang Dalam berorientasi pada outcome serta mencerminkan Keuangan peralihan dari pola pikir lama yang berorientasi mencerminkan kegiatan inti dan mandatnya dengan kepada kepatuhan dan proses. lebih baik. Misi Kementerian Keuangan yaitu: Menteri Keuangan telah menetapkan visi rangka juga pencapaian visi, memperbarui Kementerian misinya agar 1. Mencapai tingkat kepatuhan pajak, bea dan Kementerian Keuangan yaitu: cukai yang tinggi melalui pelayanan prima dan penegakan hukum yang ketat; “Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21” 2. 3. Mengelola neraca keuangan pusat dengan risiko minimum; 4. Memastikan dana pendapatan didistribusikan Penggerak utama berarti bahwa Kementerian 16 Menarik dan mempertahankan talent terbaik di kelasnya dengan menawarkan proposisi mendukung pertumbuhan ekonomi yang nilai pegawai yang kompetitif. inklusif dan berkeadilan serta medorong strategi reindustrialisasi dalam transformasi ekonomi Capaian Kementerian Keuangan atas arah dengan tetap mempertahankan keberlanjutan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara baik. Hal ini terlihat dari realisasi pendapatan serta optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/ negara yang terus meningkat dari tahun ke utang dan peningkatan kualitas pengelolaan tahun yang disertai dengan peningkatan kualitas kekayaan negara. pelayanan. Selain itu, tingkat realisasi belanja pemerintah juga terus mengalami peningkatan Tujuan Kementerian Keuangan untuk periode yang terkendali. Dari sisi pelayanan terhadap 1. , tingkat kepuasan atas pelayanan yang diberikan Kementerian Keuangan juga terus menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun terlihat dari hasil lembaga independen yang dilakukan setiap tahunnya. 2. Optimalisasi reformasi penerimaan administrasi negara dan perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai; 3. Pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara; Namun demikian, masih terdapat beberapa 4. Peningkatan kualitas perencanaan hal yang masih perlu ditingkatkan baik dalam penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan pencapaian arah kebijakan dan strategi maupun transfer ke daerah; dalam pelayanan. Selain itu, beberapa masalah/ Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan tantangan baik internal maupun eksternal masih harus diwaspadai sehingga menjadi potensi bagi Kementerian Keuangan untuk terus mendorong peningkatan kinerja serta pelayanan kepada dalam pelaksanaan tugas dan fungsi negara dan pembiayaan anggaran; 6. Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan; Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan , dan penguatan kelembagaan. Untuk mendukung pencapaian tujuan agar terukur Sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian dan dapat dicapai secara nyata, Kementerian Keuangan, telah ditetapkan tujuan lima tahun Keuangan menetapkan 16 sasaran strategis. Sasaran strategis Kementerian Keuangan untuk Perencanaan Kinerja 17 1. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam adalah optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung adalah: fungsi serta melaksanakan fungsi sebagai border a. Meningkatkan ; management. b. Terjaganya rasio utang pemerintah; 7. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam c. tujuan kesinambungan reformasi birokrasi, 2. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam perbaikan , tujuan optimalisasi penerimaan negara dan kelembagaan adalah: reformasi a. Organisasi yang administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai adalah: b. SDM yang kompetitif; a. Penerimaan pajak negara yang optimal; c. b. Penerimaan negara di sektor kepabeanan ; informasi manajemen yang d. Peningkatan kepercayaan publik terhadap Percepatan waktu penyelesaian proses kepabeanan ( penguatan terintegrasi; dan cukai yang optimal; c. Sistem dan pengelolaan keuangan kementerian. ) untuk mendukung upaya penurunan rata-rata Sasaran Strategis Kementerian Keuangan di atas dwelling time. akan dicapai melalui 11 (sebelas) Program yang 3. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam dilaksanakan oleh masing-masing unit eselon I tujuan pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal program tersebut adalah: untuk optimalisasi penerimaan Negara adalah 1. Program Sistem pelayanan PNBP yang optimal. Dukungan Pelaksanaan 4. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam Manajemen Tugas Teknis dan Lainnya Kementerian Keuangan; tujuan peningkatan kualitas perencanaan 2. penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan 3. Program transfer ke daerah adalah: Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak; a. 4. Program yang berkualitas; Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai; b. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara; 6. Program tujuan peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran adalah: a. Pengelolaan kekayaan negara yang 18 Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah; Program 6. Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam kepabeanan dan cukai serta perbatasan Negara, 8. Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko; b. Pembiayaan yang aman untuk mendukung tujuan peningkatan pengawasan di bidang Kekayaan Pelayanan Lelang; 7. Program optimal; Pengelolaan Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara, dan Pengawasan dan Peningkatan Program Perumusan Kebijakan Fiskal; dan 11. Bidang Keuangan Negara. B. RENCANA KERJA, RENCANA KERJA Kinerja DAN ANGGARAN, DAN KONTRAK Keuangan. Keputusan Menteri Keuangan ini KINERJA mengatur sistem pengelolaan kinerja pada di Lingkungan Kementerian level organisasi dan pegawai menggunakan Dengan memperhatikan rancangan awal Rencana (BSC). Kontrak kinerja Kerja Pemerintah (RKP) dan berpedoman pada untuk level organisasi dimulai sejak tahun Renstra, Kementerian Keuangan menyusun Rencana Kerja (Renja) yang memuat kebijakan, semua pegawai Kementerian Keuangan program, dan kegiatan yang meliputi kegiatan pokok serta kegiatan pendukung untuk mencapai sasaran hasil sesuai program induk. Renja dirinci menurut indikator keluaran, sasaran keluaran kontrak kinerja telah melalui koordinasi pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun beberapa berikutnya, lokasi, pagu indikatif sebagai indikasi Perencanaan dan Keuangan, Biro Organisasi unit kerja seperti Biro pagu anggaran, serta cara pelaksanaannya. dan Harmonisasi Kebijakan. Sinergi ini menghasilkan yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan dokumen perencanaan, penganggaran dan pelaporan kinerja yang terintegrasi dengan strategi organisasi dan juga sekaligus mempunyai indikator kinerja program, kegiatan dan sasaran kinerja, serta selaras pada semua dokumen tersebut. rincian anggaran. Informasi pendanaan dalam C. lain: output, komponen input, jenis belanja, dan PENETAPAN/PERJANJIAN KINERJA kelompok belanja. Penetapan/perjanjian Dalam rangka mencapai strategi organisasi dan kinerja merupakan pelaksanaan Peraturan Presiden Republik meningkatkan kinerja, Kementerian Keuangan juga telah melaksanakan penandatangan kontrak kinerja bagi semua pegawai. Kontrak kinerja merupakan dokumen kesepakatan Pemerintah dan sesuai dengan Peraturan antara pegawai dengan atasan langsung yang berisi pernyataan kesanggupan untuk mencapai IKU dengan target tertentu. Penyusunan kontrak Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu kinerja dimulai dari level pejabat tertinggi sampai ke pelaksana berdasarkan tugas dan fungsi serta Dokumen perjanjian kinerja merupakan IKU yang cascade dari atasan. dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada Penyusunan kontrak berdasarkan Keputusan kinerja dilakukan pimpinan instansi yang lebih rendah untuk Menteri Keuangan melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Perencanaan Kinerja 19 PETA STRATEGI Kementerian Keuangan Stakeholder Perspective Visi Customer Perspective 1 prudent 3 Internal Process Perspective 4 Learning and Growth Perspective 2 9 kebijakan 5 6 10 7 8 11 12 dikelompokkan dalam empat perspektif yaitu menjadikan kontrak kinerja sebagai dokumen penetapan kinerja. Kontrak kinerja , pejabat . Sasaran strategis dirumuskan eselon I dan II berisikan Peta Strategi yang terdiri dari visi dan misi organisasi serta tugas dan fungsi dari kumpulan beberapa sasaran strategis yang utama unit kerja serta kondisi terkini organisasi. PERJANJIAN KINERJA 20 , dan kewenangan yang dimiliki oleh pejabat yang memuat 12 Sasaran Strategis (SS). Sasaran- bersangkutan. Semakin tinggi level organisasi atau sasaran strategis tersebut adalah sebagai berikut: kewenangan yang dimiliki pejabat terkait, semakin 1. bersifat outcome atau impact. Semakin rendah guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif; posisi pejabat/pegawai yang bersangkutan, IKU 2. Pemenuhan layanan publik; yang dimiliki semakin bersifat aktivitas atau input. 3. Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi; 4. Kualitas IKU juga sangat tergantung kepada Pengelolaan neraca pemerintah pusat yang besarnya optimal; Semakin besar IKU terhadap pencapaian SS. IKU terhadap pencapaian 6. Belanja dan transfer yang optimal; SS, semakin bernilai exact. Sebaliknya, semakin 7. Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan kecil yang optimal; IKU terhadap pencapaian SS, semakin bersifat 8. Penegakan hukum yang efektif; . IKU pada level Menteri (Kemenkeu-Wide) sudah berbentuk output atau Sumber Daya Manusia yang kompetitif; outcome. Organisasi yang kondusif; targetnya sangat dominan dipengaruhi oleh 11. Sistem informasi manajemen yang terintegrasi; Bahkan beberapa IKU pencapaian pihak eksternal seperti Rasio penerimaan negara 12. Pelaksanaan anggaran yang optimal. dan Indeks kepuasan pengguna layanan. Pencapaian sasaran strategis diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU). Penyusunan IKU disesuaikan dengan level organisasi atau Keterkaitan antara sasaran strategis dan IKU serta target IKU dapat disajikan dalam tabel berikut. TABEL 2.1 Sasaran Strategis dan IKU INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET % -2,90* % 25 % 12 Sasaran Strategis 1 Sasaran Strategis 2 1,5 Perencanaan Kinerja 21 INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET % 63 4a Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro % 100 4b Deviasi proyeksi APBN % 5 Indeks 4 (WTP) % 95 6a Akurasi Perencanaan APBN % 95 6b Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga % 70 Indeks pemerataan keuangan antar daerah Indeks 0,74 6d Deviasi antara rencana dan realisasi penyerapan anggaran K/L % 15 Indeks 4 (WTP) % 95 8a Persentase hasil penyelidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) % 51 8b Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai % 80 % 88 Indeks 22 Sasaran Strategis 3 Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi 3a Rata-rata persentase kepatuhan pengguna layanan Sasaran Strategis 4 Sasaran Strategis 5 Pengelolaan neraca pemerintah pusat yang optimal 5a Indeks opini BPK atas LKPP 5b Persentase akurasi perencanaan kas pemerintah pusat Sasaran Strategis 6 Belanja dan transfer yang optimal 6c Sasaran Strategis 7 Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal 7a Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap 7b Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan Sasaran Strategis 8 Penegakan hukum yang efektif Sasaran Strategis 9 Sumber Daya Manusia yang kompetitif 9a Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan 9b Nilai peningkatan kompetensi SDM 22 INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET Indeks 75 (skala 100) % 85 % 100 Indeks 4 (WTP) % 95 Sasaran Strategis 10 Organisasi yang kondusif 10a Indeks kesehatan organisasi 10b Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan Sasaran Strategis 11 Sistem informasi manajemen yang terintegrasi 11a Persentase integrasi TIK Kementerian Keuangan Sasaran Strategis 12 Pelaksanaan anggaran yang optimal 12a Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BUN 12b Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja Dalam rangka menjamin tercapainya sasaran strategis agar lebih optimal, maka Kementerian Keuangan melakukan penyesuaian pada beberapa memberikan kewenangan kepada Menteri IKU. Penyesuaian yang dilakukan diantaranya Keuangan untuk melakukan perubahan Perubahan IKU dan Target IKU, Penetapan IKU Baru, dan Penghapusan IKU. kondisi perekonomian global, target IKU ini diubah kembali sesuai pasal 6 PMK No. 1. Perubahan IKU dan Target IKU a) IKU “Rasio penerimaan negara terhadap Yang Diperkirakan Melampaui Target menjadi IKU “Rasio penerimaan pajak tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan sejalan dengan target Renstra Kemenkeu yang ditetapkan pada tanggal 27 Maret b) Renstra Kemenkeu yang ditetapkan pada Perencanaan Kinerja 23 diperhitungkan dan dianggap sebagai kinerja setahun. c) IKU “Rasio utang terhadap PDB” dengan D. (IKU 1b) sejalan dengan target Renstra PENGUKURAN KINERJA Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Kemenkeu yang ditetapkan pada tanggal (NKO) diperoleh melalui serangkaian penghitungan 2. Penetapan IKU Baru dengan menggunakan data target dan realisasi IKU a) yang tersedia. Dengan membandingkan antara data target dan realisasi IKU, akan diperoleh b) IKU “Persentase kinerja pelaksanaan indeks capaian IKU. Penghitungan indeks capaian anggaran Kmenterian/Lembaga” dengan IKU perlu memperhitungkan jenis polarisasi IKU yang berlaku yaitu c) IKU “Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai” , dan stabilize. Ketentuan penetapan indeks capaian IKU adalah: 1) 3. Penghapusan IKU 2) IKU “Deviasi antara rencana dan realisasi 3) Ketentuan IKU maximize dan minimize yang penyerapan anggaran K/L” tidak lagi diukur realisasinya tidak memungkinkan melebihi pada level Kemenkeu-Wide pada triwulan II target: sesuai dengan Renstra yang ditetapkan pada a. Indeks capaian dapat dikonversi menjadi kualitas perencanaan membandingkan anggaran rencana dan dengan kualitas, waktu atau biaya; (ii) jumlah IKU realisasi yang dapat dikonversi tersebut adalah anggaran dari sisi jumlah nominal. IKU ini kurang dapat menggambarkan tugas dan tanggung Keuangan berlaku kelipatan); (iii) memprioritaskan dalam hal perencanaan anggaran karena IKU cascading peta strategi (CP), kemudian IKU ini melihat kualitas perencanaan dari sisi IKU cascading non peta (C), di atas IKU non penyerapan, cascading (N), dalam pemilihan IKU yang anggaran jawab Kementerian dimana K/L kendali berada di penyerapan luar kendali Kemenkeu. Oleh karena itu, agar penyerapan dikonversi; b. Penghitungan indeks capaiannya anggaran diukur dengan lebih tepat maka IKU ditetapkan sebagai berikut: (i) apabila ini digantikan dengan IKU 6a dan 6b. Namun, realisasi IKU sama dengan target, dimana mengingat periode penilaian IKU ini sudah target yang ditetapkan merupakan target maksimal yang dapat dicapai maka indeks maka kinerja pada triwulan tersebut tetap 24 capaian IKU tersebut dikonversi menjadi tersebut tidak dilakukan konversi (menggunakan rumus perhitungan polarisasi). 4) Formula penghitungan indeks capain IKU untuk setiap jenis polarisasi adalah berbeda, sebagaimana penjelasan berikut: 1) Polarisasi Maximize Pada polarisasi maximize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang lebih tinggi dari target, dengan formula: “Indeks Capaian IKU = Realisasi Target maximize formula yang digunakan: 2) Polarisasi Minimize Pada polarisasi minimize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang lebih kecil dari target, dengan formula: menggunakan bantuan skala konversi sebagai berikut: Realisasi 0 Terbaik Realisasi Terburuk 100 Indeks Capaian IKU 0 Perencanaan Kinerja 25 Formula yang digunakan adalah: Indeks Capaian IKU = realisasi terburuk - realisasi realisasi terburuk 3) Polarisasi Stabilize Pada polarisasi stabilize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang berada dalam suatu rentang tertentu dibandingkan target, dengan formula: In+1 - In-1 In = In-1 + Indeks Capaian In = Indeks capaian In-1 = Indeks capaian dibawahnya 100 120 In+1 = Indeks capaian diatasnya Ca = Capaian awal 90 100 Cn = Capaian, dengan ketentuan: Capaian 67.5 75 45 50 22.5 0 26 cn+1 - cn-1 (Cn - Cn-1) 25 Cn n Cn-1 = Capaian dibawah Cn Cn+1 = Capaian diatas Cn = Ca 0 Hijau Kuning Merah (memenuhi ekspektasi) (belum memenuhi ekspektasi) (tidak memenuhi ekspektasi) halaman kosong Perencanaan Kinerja 27 28 BAB 3 AKUNTABILITAS KINERJA Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tahun 2015 Akuntabilitas Kinerja 29 AKUNTABILITAS KINERJA Laporan Kinerja Kementerian Keuangan A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI Pengukuran capaian kinerja Kementerian Keuangan tahun 2015 dilakukan dengan cara membandingkan antara target (rencana) dan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) pada masing-masing perspektif. Dari hasil pengukuran kinerja tersebut, diperoleh data bahwa capaian Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Kementerian Keuangan adalah sebesar 107,42 Nilai tersebut berasal dari capaian kinerja pada masing-masing perspektif sebagaimana tampak pada Tabel 3.1. Kinerja Kemenkeu tahun 2015 mengalami BOBOT NILAI STAKEHOLDER 25% 104,08 CUSTOMER 15% 114,94 INTERNAL PROCESS 30% 110,51 LEARNING AND GROWTH 30% 103,36 berstatus kuning, dan 1 IKU berstatus merah. 107,42 Penjelasan capaian IKU untuk setiap sasaran strategis PERSPECTIVE NILAI KINERJA ORGANISASI peningkatan Peningkatan dibandingkan tersebut tahun dapat sebelumnya. digambarkan Selama tahun 2015, dari 25 IKU Kementerian Keuangan, terdapat 21 IKU berstatus hijau, 3 IKU adalah sebagai berikut. TABEL 3.1 Nilai Kinerja Organisasi Berdasarkan Perspektif 1. Sasaran Strategis 1: Kebijakan Fiskal yang prudent 107.42 guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. 105.46 104.61 memiliki peran strategis dalam pengelolaan 101.8 dalam alokasi pendapatan dan belanja pemerintah dalam APBN memiliki pengaruh yang besar terhadap 2012 2013 GRAFIK 3.1 NKO Kemenkeu Tahun 2012-2015 2014 2015 alokasi sumber daya dalam perekonomian yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, redistribusi pendapatan dan stabilitas perekonomian. Dengan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan 30 prudent. prudent berdasarkan prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan ditetapkan secara konsisten sesuai peraturan perundang-undangan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik, dengan tujuan menjaga keamanan, kestabilan dalam rangka mendukung daya saing ekonomi. 3 (tiga) Indikator Kinerja Utama (IKU), yang masing-masing pencapaiannya ditabulasikan dalam tabel 3.2. TABEL 3.2 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Kebijakan Fiskal yang Prudent guna Mendukung Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif SS 1. Kebijakan Fiskal yang Prudent guna Mendukung Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif Indikator Kinerja Target Realisasi Realisasi -2,90% -2,56% 111,72 25,00% 27,28% 90,87 12,00% 13,16 109,63 Uraian mengenai ketiga IKU tersebut adalah sebagaimana berikut ini. a. terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan perbandingan antara nilai IKU ini dianggap semakin baik apabila aktual/realisasi IKU lebih kecil dari target (minimize). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 Negara, dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Akuntabilitas Kinerja 31 Pinjaman Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa jumlah tahun bersangkutan. Sebagai dampak adanya perlambatan ekonomi global yang berpengaruh terhadap adanya perubahan target di dalam Undang-Undang APBN ini, maka pengukuran IKU ini menggunakan target yang ada di dalam Undang-Undang APBN Tahun 2015 yang merupakan peraturan yang lebih tinggi dari Renstra Kementerian Keuangan. Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 Dan Tambahan Pembiayaan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, yang mendasarkan pada Undang-Undang TABEL 3.3 terhadap PDB 2015 32 T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-15 Target - - - - - -2,9% -2,9% Realisasi - - - - - -2,56% -2,56% Capaian - - - - - 111,72 111,72 Pol / KP Min/TLK Realisasi APBN-P tahun 2015 s.d. Desember 2015, disampaikan dalam Tabel 3.4. TABEL 3.4 Realisasi APBN-P tahun 2015 per 22 Januari 2016 Uraian (triliun rupiah) 2014 APBNP 2015 LKPP Audited %thd APBNP APBNP Realisasi Sementara %thd APBNP (22 Jan 2016) A. PENDAPATAN NEGARA I. PENDAPATAN DALAM NEGERI 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. PENERIMAAN HIBAH 1,635.4 1,663.1 1,246.1 386.9 2.3 1,550.5 1,545.5 1,146.9 398.6 5.0 94.8 94.6 92.0 103.0 216.5 1761.3 1758.3 1489.3 269.1 3.3 1,504.5 1,494.1 1,240.4 253.7 10.4 85.4 85.0 83.3 94.3 314.9 B. BELANJA NEGARA I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1. Belanja K/L 2. Belanja non K/L II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 1. Transfer ke Daerah 2. Dana Desa 1,876.9 1,280.4 602.3 678.1 596.5 596.5 1,777.2 1,203.6 577.2 626.4 573.7 573.7 94.7 94.0 95.8 92.4 96.2 96.2 1984.1 1319.5 795.5 524.1 664.6 643.8 20.8 1,796.6 1,173.6 724.7 448.9 623.0 602.2 20.8 90.5 88.9 91.1 85.7 93.7 93.5 100.0 C. KESEIMBANGAN PRIMER (106) (93,3) 87.9 (66,8) (136,1) 203.8 (241,5) (2,40) (226,7) (2,25) 93.9 (222,5) (1,9) (292,1) (2,56) 131.3 241.5 254.9 (13,4) (0,0) 248.9 261.2 (12,4) 22.2 103.1 102.5 91.9 222.5 242.5 (20) 0,0 318.1 307.8 10.4 26.1 143.0 126.9 (51,9) D. SURPLUS/ (DEFISIT) ANGGARAN (A-B) E. PEMBIAYAAN ANGGARAN (I+II) I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI KELEBIHAN/ (KEKURANGAN) PEMBIAYAAN ANGGARAN Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, kinerja APBN-P tahun 2015 juga menghadapi tantangan yang cukup berat. Namun demikian kuatnya komitmen -nya (UU No.17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara) maka secara umum rasio utang yang terjaga dalam batas masih yaitu 27 persen PDB. Adapun secara lengkap pencapaian kinerja APBN-P tersebut berasal dari: 1) dari APBN-P 2015, sebagai berikut: (i) Perlambatan pertumbuhan ekonomi berdampak pada kurang optimalnya Akuntabilitas Kinerja 33 (ii) Dalam rangka optimalisasi penerimaan 3) Realisasi pembiayaan anggaran sebesar perpajakan pemerintah telah melakukan Rp318,1 triliun utamanya dipengaruhi oleh : berbagai terobosan kebijakan ( (i) Realisasi penerbitan Surat Berharga Negara (neto) melebihi pagu di APBN-P 2015, sepenuhnya optimal namun terobosan kebijakan tersebut akan (ii) Penarikan pinjaman luar negeri sebesar memperkuat (iii) (iii) Rendahnya ICP dan kurang optimalnya pencapaian minyak tambahan pembiayaan terutama yang berdampak bersumber dari utang, namun pengelolaan kurang optimalnya realisasi penerimaan utang masih senantiasa memenuhi aspek negara bukan pajak (PNBP) yaitu sebesar kehati-hatian dan tetap menjaga rasio utang dalam batas (27 persen PDB). 4) pendapatan namun Pemerintah tetap terus membayangi pelaksanaan APBN-P 2015. Perlu upaya berkomitmen untuk menjaga agar program- perbaikan mengingat program prioritas tetap terlaksana secara telah berlangsung selama tiga tahun sejak negatif optimal. Hal tersebut ditunjukan pada realisasi belanja negara masih mampu mencapai terus berlanjut dapat berpotensi menganggu dalam APBN-P 2015. Adapun rincian realisasi belanja sebagai berikut: 5) (i) Realisasi belanja pemerintah pusat sebesar rendah dibandingkan dengan tahun 2014 triliun. APBN-P 2015 lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal yang , namun demikian Hal ini mengindikasikan bahwa ditengah terjaga walaupun mengalami tekanan yang cukup kuat. Dalam menghadapi tantangan tersebut, pemerintah masih tetap berkomitmen Kementerian Keuangan telah mengupayakan untuk mempercepat penyerapan belanja langkah-langkah untuk mengatasi kendala yang produktif untuk mendukung pembangunan dihadapi, antara lain dengan: infrastruktur. 1. (ii) Realisasi transfer ke daerah dan Dana Desa pelaksanaan APBNP 2015 menyampaikan optimalnya pendapatan negara. 34 serta untuk 2. Fiskal) dan menyampaikan kepada Sekretariat FKSSK. sejalan dengan perkembangan perekonomian Indonesia serta penetapan APBN pada tahun-tahun selanjutnya dengan tetap menjaga konsistensi pencapaian target pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada kurang optimalnya pencapaian pendapatan negara terutama peneimaan perpajakan, sementara pada sisi belanja pemerintah tetap menjaga agar belanja prioritas tetap dapat dilaksanakan secara PDB (dibawah 3 persen PDB). 2010 2011 2012 2013 2014 0,0 (50,0) 2015 APBN-P 2015 % (0,0) (46,8) (100,0) (0,73) (1,0) (84,4) GRAFIK 3.2 (150,0) (1,14) (153,3) (200,0) (250,0) (2,0) (1,86) (211,7) (2,33) (226,7) (2,25) (300,0) (222,5) (1,90) (292,1) (2,56) (3,0) % to PDB Akuntabilitas Kinerja 35 Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan kemampuan suatu negara dalam memenuhi pembayaran utangnya dengan barang dan jasa yang dihasilkan. Semakin rendah rasio utang terhadap PDB pada suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki risiko yang lebih rendah dalam pengelolaan utangnya dan meminimalisasi risiko gagal bayar. IKU ini bertujuan untuk mengukur kemampuan ekonomi Indonesia dalam membayar utang baik pinjaman dalam negeri maupun pinjaman luar negeri. Oleh karena itu, pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. Rasio utang terhadap PDB dihitung dengan membandingkan antara jumlah utang yang dimiliki suatu negara dengan jumlah PDB. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Perhitungan realisasi IKU Rasio Utang terhadap PDB adalah: = = Rp 11.357,2 triliun Pada tahun 2015, realisasi utang terhadap PDB melampaui target yang ditetapkan dalam UU APBNP tahun 2015, dimana terdapat kenaikan kebutuhan pembiayaan 36 memenuhi kebutuhan belanja modal (termasuk infrastruktur) tahun 2015 sebesar 11,357 12,000 9,525 10,000 8,000 30% 10,543 8,616 27.3% 7,832 6,864 24.9% 6,000 24.5% 25% 24.7% 4,000 23.1% 23.0%% 2,000 0 20% 2010 2011 Utang 2012 PDB 2013 2014 2015*) GRAFIK 3.3 Rasio Utang Terhadap PDB Tahun 2010-2015 Rasio total Utang thd. PDB (RHS) Selain itu, realisasi ini disebabkan oleh peningkatan pembiayaan melalui utang, pelemahan nilai tukar rupiah, serta pelambatan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pembiayaan utang disebakan oleh kebijakan pemerintah untuk mendorong percepatan penyediaan infrastruktur, sehingga berdampak pada peningkatan tahun 2015. Peningkatan juga disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah terhadap USD Akuntabilitas Kinerja 37 125 GRAFIK 3.4 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 120 15,000 115 110 13,000 105 11,000 100 USD/IDR EUR/IDR JPY/IDR PDB nominal sebesar Rp11.357 triliun, sedangkan PDB nominal yang dipergunakan untuk perhitungan indikator ini sebelumnya adalah sebesar Rp11.700 triliun. ini masih relatif prudent apabila dibandingkan dengan rasio utang terhadap GDP di GRAFIK 3.5 Rasio Utang terhadap PDB Indonesia dan Berbagai Negara 300 250 200 150 100 50 Sumber: IMF, World Economic Outlook Database, Oktober 2015 & Kementerian Keuangan, diolah 38 Australia Chile South Africa United States Malaysia Colombia Japan Italy Poland Germany Brazil India Thailand 2015 United Kingdom 2005 Turkey Philippines Indonesia 0 dibandingkan di negara berkembang. Indonesia relatif rendah dengan pengurangan yang tercepat/terbesar dibandingkan dengan negara lain termasuk negara maju. Apabila dibandingkan dengan data tahun 2005, rasio utang penurunan terbesar dibandingkan dengan negara-negara tersebut sebagaimana 300 246 250 200 186 150 133 105 102 81 59 53 36 27 44 44 89 47 51 38 32 51 56 48 41 32 56 42 7 United States South Africa Malaysia Colombia Japan Italy Poland Brazil Germany Thailand India 2015 United Kingdom 2005 Turkey Indonesia Philippines 0 18 Chile 48 69 70 67 71 65 36 11 Australia 100 50 GRAFIK 3.6 Perubahan Rasio Utang terhadap PDB Indonesia dan Berbagai Negara Tahun 2005 dan 2015 Sumber: IMF, World Economic Outlook Database, Oktober 2015. Di samping itu, telah diupayakan pula langkah-langkah untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam mencapai target IKU Rasio utang terhadap PDB, antara lain dengan: 1. struktur portofolio utang (biaya dan risiko) yang optimal; 2. pinjaman dalam satu periode; 3. Fleksibilitas pembiayaan melalui utang dengan metode switching dari satu instrumen pembiayaan tunai ke instrumen pembiayaan tunai lainnya dengan memperhatikan biaya yang lebih menguntungkan; 4. Penerapan strategi front loading dalam penerbitan SBN, ditargetkan sebesar 5. Koordinasi secara berkala antara fungsi pembiayaan dengan fungsi penerimaan, fungsi belanja dan fungsi pengelolaan kas, dalam forum Komite Akuntabilitas Kinerja 39 pemerintah Penjaminan Pemerintah dalam pembiayaan proyek mengurangi ketergantungan daerah tidak memiliki kewajiban rangka untuk memberikan data pajak daerah kepada untuk Kementerian Keuangan, maka penetapan rasio pembiayaan penerimaan pajak terhadap PDB tahun 2015 tetap infrastruktur melalui utang. Kemudian, rekomendasi rencana aksi yang bea dan cukai, serta PNBP. dilakukan ke depannya agar target rasio utang terhadap PDB dapat tercapai, yaitu: penerimaan pajak terhadap PDB, maka untuk 1. terhadap PDB dengan memperhatikan realitas pajak terhadap PDB dalam pengelolaan kinerja target pembiayaan utang dan asumsi makro Kementerian Keuangan menggunakan basis penerimaan pajak serta bea dan cukai. Hal ini 2. Koordinasi secara berkala antara fungsi pembiayaan dengan fungsi penerimaan, fungsi terhadap PDB dalam arti sempit yang pengelolaan belanja dan fungsi pengelolaan kas, dalam capaiannya masih secara langsung di bawah kendali forum Komite Kementerian Keuangan. c. Berdasarkan data press release Kementerian Rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam arti luas menunjukkan berapa penerimaan negara pada tahun 2015 tersebut besar rupiah kenaikan penerimaan pajak, bea terdiri atas penerimaan perpajakan yang mencapai dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) akibat meningkatnya PDB sebesar satu rupiah. IKU ini bertujuan untuk mengukur besaran T) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) kontribusi penerimaan negara dalam mendorong sebesar Rp 253,7 T. Penerimaan perpajakan tahun pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia. Pencapaian IKU ini dianggap semakin baik apabila aktual/realisasi IKU lebih besar dari target ( ). dari penerimaan PNBP tahun 2014 yang mencapai diperkirakan sebesar Rp11.357,2 T, Rasio Penerimaan pajak terhadap PDB diperkirakan mencapai sebesar atau melebihi target yang ditetapkan tahun 2015, 40 T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-15 Pol / KP Target - - - - - 12% 12% Realisasi 8,64% 9,57% 9,57% 9,34% 9,34% 13,16% 13,16% Capaian - - - - - TABEL 3.5 Rincian Capaian Rasio Penerimaan Terhadap PDB Max/TLK 109,63% 109,63% TABEL 3.6 Rincian realisasi penerimaan Negara tahun 2015 Penerimaan Perpajakan (triliun rupiah) 2014 APBNP 2015 LKPP Audited %thd APBNP APBNP Realisasi Sementara %thd APBNP (22 Jan 2016) 1. PPh Migas 83.9 87.4 104.2 49.5 49.7 100.3 2. Pajak Non-Migas a. PPh Non-Migas b. Pajak pertambahan nilai c. Pajak bumi dan bangunan d. Pajak Lainnya 998.5 486.0 475.6 21.7 5.2 897.7 458.7 409.2 23.5 6.3 90.8 94.4 86.0 108.0 121.5 1,244.7 629.8 576.5 26.7 11.7 1,011.1 552.6 423.7 29.3 5.6 81.2 87.7 73.5 109.6 47.5 3. Bea dan Cukai a. Cukai b. Bea Masuk c. Bea Keluar 173.7 117.5 35.7 20.6 161.7 118.1 32.3 11.3 93.1 100.5 90.6 55.0 195.0 145.7 37.2 12.1 179.6 144.6 31.2 3.7 92.1 99.2 83.9 30.9 1,246.1 1,146.9 92.0 1,489.3 1,240.4 83.3 2014 2015 LKPP Audited %thd APBNP APBNP Realisasi Sementara 241.1 211.7 29.4 23.6 0.6 5.0 0.3 240.8 216.9 24.0 19.3 0.8 3.7 0.2 99.9 102.5 81.4 81.8 130.3 73.7 86.5 118.9 81.4 37.6 31.7 0.6 4.7 0.6 102.3 78.4 24.0 18.8 0.9 4.2 0.1 86.0 96.3 63.8 59.5 151.2 88.2 13.7 101.9 TOTAL PNBP (triliun rupiah) APBNP (22 Jan 2016) %thd APBNP a. Penerimaan SDA 1) SDA Migas 2) Non Migas - Pertambangan Minerba - Panas Bumi - Kehutanan - Perikanan b. Pendapatan Bagi Laba BUMN 40.0 40.3 100.8 37.0 37.6 c. PNBP Lainnya 85.0 87.7 103.3 90.1 78.5 87.2 d. Pendapatan BLU 20.9 29.7 142.3 23.1 35.2 152.4 386.9 398.6 103.0 269.1 253.7 94.3 TOTAL Sumber data: Badan Kebijakan Fiskal untk realisasi per 22 Januari 2016. Akuntabilitas Kinerja 41 Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 lebih rendah dibandingkan dengan asumsi dalam APBN-P tahun pajak tahun ini lebih rendah dari tahun 2014 2015. Rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun 2015, terutama rendahnya ekspor berdampak pada rendahnya terutama penerimaan penerimaan realisasi ini masih menunjukkan pertumbuhan perpajakan, perpajakan dari sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan. Selain itu, lemahnya impor dan rendahnya harga- menunjukkan harga komoditas, khususnya CPO dan komoditas setinggi pertumbuhan restitusi tahun 2014. pertambangan, Sampai dengan 31 Desember realisasi restitusi juga berdampak pada tidak peningkatan meskipun tidak tercapainya target penerimaan perpajakan. Di samping itu, telah diupayakan pula langkah-langkah untuk mengatasi kendala yang dihadapi, antara lain sebesar Rp 84 triliun. dengan: 1. Penyusunan rencana strategis pengamanan penerimaan tahun 2015 2. Optimalisasi penyiapan pajak berada di bawah pertumbuhan alami, pemanfaatan aplikasi fungsi Sejak triwulan II 2014 pertumbuhan realisasi data Agregat, melalui namun pada triwulan IV 2015 pertumbuhan penajaman realisasi pajak mengalami peningkatan yang (CTA), dan penyempurnaan proses bisnis matching data 3. penerimaan pada triwulan IV ini tidak terlepas dari capaian Pengamanan yang telah dilakukan DJP bersama para - nya khususnya pada bulan Desember. Posisi Ke depannya, diperlukan usaha dan upaya ekstra realisasi penerimaan pada 30 November 2015 dari segenap unit di Kementerian Keuangan untuk meningkatkan realisasi penerimaan perpajakan target pajak tahun 2015. Namun, sampai pada tahun-tahun selanjutnya sehingga target Rasio dengan 31 Desember 2015 realisasi penerimaan dapat tercapai. dari target. Hal ini menunjukkan bahwa pada bulan Uraian mengenai penerimaan pajak adalah sebagai Desember, DJP berhasil membuat capaian yang luar biasa dengan mengumpulkan berikut: 1. Penerimaan Pajak Dari total penerimaan bulan Desember tersebut terdapat Optimalisasi Pembayaran Realisasi penerimaan pajak sampai dengan Pajak (yang merupakan disimpulkan bahwa pertumbuhan 42 ) di bulan Desember 2015 dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 jauh tersebut harus menjadi catatan penting untuk pengamanan penerimaan di tersebut bisa dikatakan sangat minim. TABEL 3.7 Realisasi Penerimaan Pajak s.d. 31 Desember 2015 Realisasi s.d. 31 Desember 2015 No Jenis Pajak Realisasi 2014 APBN-P 2015 (1) (2) (3) (4) A PPh Non Migas 1. PPh Ps 21 2. PPh Ps 22 3. PPh Ps 22 Impor 4. PPh Ps 23 5. PPh Ps 25/29 OP 6. PPh Ps 25/29 Badan 7. PPh Ps 26 8. PPh Final 9. PPh Non Migas Lainnya B PPN dan PPnBM 1. PPN Dalam Negeri 2. PPN Impor 3. PPnBM Dalam Negeri 4. PPnBM Impor 5. PPN/PPnBM Lainnya C PBB D Pajak Lainnya Total Non PPh Migas E PPh Migas Total termasuk PPh Migas Target 2014-2015 2014 2015 (5) (6) (7) 2013-2014 2014-2015 2014 (8) (9)=(7-6)/(6) (10) 2015 (11)=7+4 458,735.21 105,650.67 7,256.21 39,453.96 25,517.23 4,704.50 149,299.78 39,446.48 126,804.50 88.84 629,838.35 126,848.27 9,646.44 57,123.73 33,478.95 5,215.08 220,873.59 49,778.95 126,804.50 65.84 37.30 20.06 32.94 44.79 31.20 10.85 47.94 26.19 45.22 (25,89) 458,735.21 105,650.67 7,256.21 39,453.96 25,517.23 4,704.50 149,299.78 39,446.48 126,804.50 88.84 552,313.84 113,853.42 8,418.13 40,334.92 27,741.65 8,248.21 184,600.91 49,396.99 119,556.87 162.64 9.83 17.18 6.13 8.59 14.90 7.33 (3,72) 26.84 22.00 135.22 20.40 7.76 16.01 2.23 8.72 75.33 23.64 25.23 36.92 83.07 94.39 99.98 91.23 92.38 98.04 91.40 82.18 119.98 104.10 204.62 87.69 89.76 87.27 70.61 82.86 158.16 83.58 99.23 94.28 247.04 409,181.63 241,145.82 152,303.94 10,241.38 5,335.61 154.87 576,469.17 338,192.39 207,509.79 19,348.56 10,751.94 666.49 40.88 40.24 36.25 88.93 101.51 330.34 409,181.63 241,145.82 152,303.94 10,241.38 5,335.61 154.87 423,945.27 279,819.98 130,601.77 9,258.35 3,988.53 276.65 6.36 6.34 9.58 (11,31) (26,72) 16.21 3.61 16.04 (14,25) (9,60) (25,25) 78.63 86.04 87.77 86.20 67.64 63.52 25.77 73.54 82.74 62.94 47.85 37.10 41.51 23,476.23 26,689.88 13.69 23,476.23 29,252.87 (7,23) 24.61 107.97 109.60 6,293.36 11,729.49 86.38 6,293.36 5,604.56 27.47 (10,94) 121.50 47.78 897,686.42 1,244,723.88 38.66 897,686.42 1,011,116.53 7.81 12.64 90.81 81.23 50,145.55 (1,47) (42,66) 104.24 101.23 985,132.09 1,061,262.08 6.92 7.73 91.86 82.00 87,445.66 49,534.79 (43,35) 985,132.09 1,294,258.67 31.38 87,445.66 Sumber: Menu Kinerja Penerimaan Portal DJP, diakses tanggal 6 Januari 2016 pkl 21:00 WIB Kinerja beberapa jenis pajak pada tahun 2015 ini menunjukkan perlambatan seiring dengan perlambatan ekonomi yang terjadi sepanjang tahun 2015, namun masih terdapat beberapa jenis pajak yang menunjukkan prestasi yang lebih baik dibandingkan tahun 2014. Akuntabilitas Kinerja 43 1) Pajak Penghasilan (PPh) 2014. Pelemahan impor di tahun 2015 a. PPh Pasal 21 Pada ini disebabkan oleh penurunan impor tahun 2015, target penerimaan komoditas utama yang dipengaruhi oleh melemahnya permintaan domestik baik Peningkatan target tersebut tidak diiringi dari dengan pertumbuhan penerimaan PPh Pasal (bahan baku/penolong). Namun demikian, sisi terdapat konsumsi faktor maupun yang turut produksi menahan PPh Pasal 21 ini tidak terlepas dari kebijakan perlambatan penerimaan PPh Pasal 22 pemerintah mengenai penyesuaian besaran Impor di tahun 2015 yaitu pelemahan nilai Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika berlaku mulai Tahun Pajak 2015. Serikat yang masih bertahan pada level di atas Rp13.700/US$ 1. b. PPh Pasal 22 Berbeda dengan realisasi PPh 21, d. PPh Pasal 23 penerimaan PPh Pasal 22 menunjukkan Realisasi penerimaan PPh Pasal 23 selama kinerja dengan tahun 2015 adalah sebesar Rp 27,74 triliun pertumbuhan realisasi tahun 2014. Dalam 5 tahun terakhir tinggi yang jika cukup baik, dibandingkan realisasi penerimaan PPh Pasal 23 selalu Pertumbuhan yang tinggi ini mulai terlihat mengalami kenaikan, meskipun persentase sejak bulan Agustus dimana pertumbuhan pertumbuhan y-o-y secara bertahap terus mengalami dibandingkan dengan tahun 2014 yang peningkatan setelah sebelumnya pada mengalami lonjakan yang tinggi. tahun ini menurun semester I tumbuh negatif. Pertumbuhan positif ini diantaranya ditopang oleh kinerja penerimaan dari setoran e. Bendahara Pemerintah (pajak atas transaksi belanja Pribadi di tahun 2015 sangat memuaskan. barang dan/atau modal) dan setoran PPh Pasal 22 sektor perdagangan non migas memang sempat mengalami penurunan pada tahun 2012 hingga tahun 2014. dengan Bendahara Pemerintah). Namun, trend penurunan tersebut langsung berbalik menjadi sebuah peningkatan yang c. PPh Pasal 22 Impor Sementara itu, realisasi penerimaan PPh Pasal 22 Impor di tahun 2015 dipengaruhi oleh aktivitas impor yang mengalami penurunan, dengan realisasi impor pada 44 periode s.d. November 2015 tumbuh tersebut merupakan yang tertinggi selama jika dibandingkan dengan tahun empat tahun terakhir, dan juga yang tertinggi dibandingkan pencapaian target jenis-jenis pajak lainnya di tahun 2015. triliun. Perlambatan kinerja beberapa sektor f. ekonomi sepanjang tahun 2015 ditambah OP, capaian realisasi penerimaan PPh Pasal mempengaruhi besaran capaian PPh Final di tahun ini. Realisasi pada tahun 2015 ini tahun ke tahun. Realisasi penerimaan PPh pada periode yang sama di tahun 2014 yang hanya mencapai Rp 87,3 triliun. dari target PPh Badan tahun 2015. Namun, 2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak tahun 2015 ini lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2014 dengan pertumbuhan a. PPN Dalam Negeri Realisasi penerimaan PPN Dalam Negeri di Secara umum membaiknya penerimaan realisasi setoran tahunan yang tumbuh pertumbuhan penerimaan PPN DN tahun 2015 khususnya ditunjang oleh meningkatnya realisasi penerimaan yang baru terjadi di g. akhir tahun. Hal tersebut tidak terlepas dari mulai membaiknya kondisi perekonomian Indonesia di triwulan IV tahun 2015. mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2014 sebesar b. PPN Impor Penerimaan jenis pajak PPN Impor belum menunjukkan kinerja yang memuaskan mempengaruhi pertumbuhan secara Pengaruh harga migas, baik minyak mentah umum. Namun kenaikan penerimaan PPh penurunannya yang cukup dalam. Dari sisi nilai tukar Rupiah selama tahun 2015. penerimaan PPN Impornya, dua sektor penyumbang h. PPh Final Realisasi penerimaan PPh Final mengalami terbesar yaitu Industri Pengolahan dan Perdagangan mengalami perlambatan yang masing-masing tumbuh pertumbuhan yang positif selama lima tahun terakhir. Sampai dengan 31 Desember 2015 realisasi penerimaan PPh Final mencapai Akuntabilitas Kinerja 45 c. adanya dugaan para pelaku usaha masih membatasi pengeluaran karena dolar yang sampai akhir Desember 2015 tidak mampu masih tinggi. melebihi capaian tahun 2014, hal tersebut secara umum disebabkan oleh belum stabilnya perekonomian 3) Pajak Lainnya negeri Sementara itu, pada pajak lainnya capaian akibat mendapat tekanan bertubi-tubi dari terbesar berasal dari meterai. Berdasarkan bergejolaknya serta laporan penjualan benda meterai dari PT. peran pemerintah yang memfungsikan Pos Indonesia sampai dengan 30 Desember perekomian dalam dunia 2015 memperlihatkan adanya peningkatan pada fungsi regulerend. Adapun fungsi penjualan regulerend ini tercermin pada beberapa keping) dibandingkan periode yang sama di benda aturan/kebijakan pemerintah yang masih tahun sebelumnya meterai (dalam dengan satuan pertumbuhan berlaku sampai saat ini dan menjadi penyebab berkurangnya pundi-pundi 2. Penerimaan Bea dan Cukai aturan mengenai mobil murah dan ramah lingkungan/LCGC ( Sepanjang tahun 2015, penerimaan ), beberapa jenis barang tertentu. dari bea masuk, bea keluar dan cukai sebesar d. Sama halnya dengan PPh 22 Impor dan negara atas Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan PPN hasil tembakau (PPN HT) sebesar sampai dengan akhir Desember 2015 sulit untuk mencapai target APBN-P 2015. Beberapa faktor yang menjadi penyebab Impor karena turunnya nilai impor dan perpajakan sebesar Rp.1.235,8 Triliun. TABEL 3.8 Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai Per 31 Desember 2015 Pencapaian Target No 1 1 Jenis Penerimaan 2 BEA MASUK Bea Masuk Riil Bea Masuk DTP 2 46 3 CUKAI Hasil Tembakau Ethil Alkohol MMEA Pendapatan Cukai Lainnya BEA KELUAR Target APBN-P 3 Realisasi s.d. 31 Des 2015 5 s.d. 31 Des 2015 Nominal 6 (5/4) 8 (5-4) 37.203.870,00 36.603.870,00 31.816.826,64 31.622.713,65 85,52% 86,39% 600.000,00 194.112,99 145.739.923,24 144.630.826,83 139.117.757,50 139.551.365,77 165.500,00 151.552,03 6.456.665,74 4.558.911,42 3.815.219,39 % 9 (8/4) Realisasi s.d 31 Des 2014 10 (5.387.043,36) (4.981.156,35) -14,48% -13,61% 32.964.984,94 32.715.492,72 32,35% (405.887,01) -67,65% 99,24% 100,31% 91,57% 70,61% (1.109.096,41) 433.608,27 (13.947,97) (1.897.754,32) 31,65% (8.237.800,51) -68,35% 368.997,62 12.053.019,90 Pertumbuhan (y-o-y) 31 Desember 2015 Nominal % 11 (5-10) 12 (11/10) (1.148.158,30) (1.093.779,07) -3,48% -3,34% 249.492,22 (55.379,23) -22,20% -0,76% 118.066.762,56 0,31% 112.847.376,47 -8,43% 271.081,23 -29,39% 4.907.278,37 41.026,49 26.236.093,14 26.703.989,30 (119.529,20) (348.366,95) 22,50% 23,66% -44,09% -7,10% 799,41% (7.543.333,17) -66,41% 11.358.552,56 Pencapaian Target No Jenis Penerimaan 1 1 2 3 600.000,00 5 s.d. 31 Des 2015 Nominal 6 (5/4) 8 (5-4) Realisasi s.d 31 Des 2014 % 9 (8/4) 10 Nominal % 11 (5-10) 12 (11/10) 249.492,22 (55.379,23) -22,20% (1.109.096,41) -0,76% 118.066.762,56 26.236.093,14 22,50% 433.608,27 (13.947,97) 0,31% 112.847.376,47 -8,43% 271.081,23 26.703.989,30 (119.529,20) 23,66% -44,09% 4.907.278,37 41.026,49 (348.366,95) -7,10% 799,41% 11.358.552,56 (7.543.333,17) -66,41% -7,56% 162.390.300,05 17.544.601,68 11,01% PPh Pasal 22 Impor 129.982.518,63 4.117.368,91 40.029.336,23 147.435.304,53 (17.452.785,90) 5.395.284,62 (1.277.915,71) 39.476.314,31 553.021,91 -11,84% -23,69% 1,40% Sub Total PDRI 174.129.223,77 192.306.903.47 (18.177.679,70) -9,45% PPN Cukai HT 20.505.341,35 CUKAI Hasil Tembakau Ethil Alkohol MMEA Pendapatan Cukai 194.112,99 32,35% (405.887,01) 145.739.923,24 144.630.826,83 139.117.757,50 139.551.365,77 165.500,00 151.552,03 99,24% 100,31% 91,57% 70,61% (1.897.754,32) -29,39% 3.815.219,39 31,65% (8.237.800,51) -68,35% 194.996.813,14 180.262.872,86 92,44% (14.733.940,28) 6.456.665,74 BEA KELUAR 12.053.019,90 TOTAL PPN Impor PPn BM Impor Total Pajak TOTAL DJBC + PERPAJAKAN Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 4.558.911,42 -67,65% 368.997,62 Lainnya 3 Realisasi s.d. 31 Des 2015 Riil Bea Masuk DTP 2 Target APBN-P Pertumbuhan (y-o-y) 31 Desember 2015 16.772.790,37 3.732.550,98 22,25% 194.634.565,12 209.079.693,84 (14.445.128,72) -6,91% 374.897.437,98 371.469.993,90 3.427.444,09 0,92% Data terakhir di update pada 6 Januari 2016Pk 09.00 WIB Sumber Data: MPO BMDTP 2015 belum ada SP2D telah dilakukan penyesuaian terhadap target APBN-P pada bulan September 2015 Target dan realisasi bea masuk termasuk Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM-DTP.) Sumber: Direktorat PPKC 173,73 dengan target yang tercantum dalam Rencana Strategis 131,06 195,00 155,82 144,46 153,15 94,82 161,97 180,26 131,21 114,52 79,83 target, jumlah penerimaan yang dibebankan kepada 118,79% 114,44% 110,10% 101,75% 93,23% 92,44% DJBC selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sementara dari sisi pencapaian, persentase capaian penerimaan tren-nya mengalami penurunan dari tahun ke tahun walaupun dari sisi nominal penerimaan DJBC mengalami peningkatan, sebagaimana terlihat pada Target APBN-P Realisasi Sumber data : LAKIN DJBC Tahun 2010-2014 GRAFIK 3.7 Akuntabilitas Kinerja 47 Target yang ditetapkan pada renstra Kementerian Keuangan sampai dengan dibebankan kepada DJBC yaitu untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor bea masuk, bea keluar, dan cukai guna menunjang pembangunan nasional. Sehubungan dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, target penerimaan negara yang dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai TABEL 3.9 Perbandingan Alokasi Target Penerimaan Bea dan Cukai pada APBN-P 2014 dan APBN-P 2015 No. JENIS PENERIMAAN APBN-P 2014 APBN-P 2015 KENAIKAN PERSENTASE 1. Bea Masuk 35.676.020,00 37.203.870,00 1.527.850,00 4,28% 2. Bea Keluar 20.604.360,00 12.053.019,90 (8.551.340,10) -41,50% 3. Cukai 117.450.217,90 145.739.923,24 28.289.705,34 24,09% TOTAL 173.730.597,90 194.996.813,14 21.266.215,24 12,24% Ket : Bea Masuk termasuk BM-DTP Berdasarkan data pada tabel tersebut di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Terjadi peningkatan target penerimaan DJBC sebesar Rp21,27 T dibanding dengan APBN-P 2014. 2. 3. sebesar Rp1,5 T. 4. tahunan APBN-P 2015. Realisasi penerimaan DJBC dari tahun ke tahun selalu meningkat. Selama 5 (lima) tahun terakhir rata-rata peningkatan realisasi 48 No. JENIS PENERIMAAN 2011 2012 2013 2014 2015 1. Bea Masuk 25,2 28,2 31,5 32,9 31,81 2. Cukai 77,0 95,0 108,4 118,3 144,63 3. Bea Keluar 28,8 21,2 15,8 11,3 3,81 TOTAL 131,1 144,5 155,8 162,6 180,26 TABEL 3.10 Data realisasi Penerimaan Bea dan Cukai dalam 5 tahun terakhir Ket : Bea Masuk termasuk BM-DTP Sumber: Direktorat PPKC a. s.d. periode yang sama pada tahun 2014, terjadi penurunan nominal sebesar Rp 1) Sejak Januari 2014, ada 7 Skema FTA sudah ditandatangani dan berlaku (Asean FTA - ATIGA, Asean-Australia dan New Zealand FTA, Asean-India CECA, ASEAN-Jepang CEA, Jepang-Indonesia EPA, Asean-Korea CECA, dan 2) Perlambatan ekonomi global yang dipengaruhi penurunan pertumbuhan 3) dibandingkan penurunan devisa impor dikarenakan adanya peningkatan upaya (INS-02/BC/2015), kenaikan tarif bea masuk barang konsumsi dan produk baja, Akuntabilitas Kinerja 49 implementasi pertukaran data, yang lebih rendah (forestalling). Pada bulanbulan akhir tahun 2015 terjadi peningkatan serta antara DJBC dengan DJP; percepatan update database komoditas utama; 3) Kebijakan untuk melunasi kredit cukai rokok tidak melewati tahun berjalan (tidak boleh kolektabilitas tagihan; sinergi antar kantor wilayah di pantai timur sumatera dalam melakukan pengawasan dan patroli laut. 4) Volume produksi HT 2015 sampai dengan bulan Desember 2015 sebesar 348.3 Khusus dari kegiatan Nota Pembetulan (Notul), Penelitian Ulang (Penul) dan audit menghasilkan yang sama pada tahun 2014). Hal ini penerimaan bea masuk sebesar Rp 2,3 Trilliun dikarenakan diberlakukannya Peraturan Penundaan Cukai. b. Penerimaan Cukai 5) Operasi Penerimaan cukai s.d. 31 Desember 2015 pengawasan optimalisasi tahunan cukai APBN-P 2015. Dibandingkan dan penindakan menjadi instrumen utama dalam upaya dan mengamankan target penerimaan cukai yang dilakukan melalui: dengan capaian s.d. periode yang sama pada Peningkatan pengawasan rokok dan tahun minuman keras ilegal (rokok polos, 2014 terjadi peningkatan nominal pita cukai palsu, pita cukai bekas, salah peruntukkan, dan personalisasi) terlihat Kontribusi terbesar penerimaan cukai berasal dari jumlah penindakan rokok dan minol tahun 2014; Operasi pasar terhadap penjualan Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian penerimaan cukai: penindakan terhadap peredaran barang 1) Faktor utama yang paling mempengaruhi kena cukai ilegal, baik secara internal penerimaan cukai HT adalah kenaikan tarif DJBC maupun bekerjasama dengan instansi pemerintah daerah; dimana rata-rata kenaikan tarif Gol. I sebesar 2) Kebijakan kenaikan tarif cukai rokok tahun Operasi peredaran BKC ex FTZ; menyimpulkan bahwa penindakan rokok ilegal di tahun 2015 berkorelasi positif mendorong pabrikan memproduksi rokok lebih banyak untuk memanfaatkan tarif lama 50 penerimaan cukai. 2) Kuota ekspor konsentrat tembaga PT BKC diantaranya melalui: ( dengan tarif bea keluar mulai bulan Agustus ) antara DJBC dan DJP, dan sepanjang tahun 2015 telah dilakukan 3) Kuota PT Newmont Nusa Tenggara sebesar joint audit sebanyak 15 kali; Operasi eksistensi pabrik dan tempat penyimpanan BKC; (Potensi BK Rp880 miliar) sehingga Potensi pemesanan pita cukai; dari Newmont 2015 = Rp 1.125 miliar. 4) Harga komoditas mineral terus mengalami Pita Cukai. penurunan sepanjang 2015 dikarenakan 7) perlambatan ekonomi global. Pada bulan edukasi kepada masyarakat terkait barang kena cukai illegal dan Desember Harga Patokan Ekspor (HPE) mempercepat 5) Khusus pada bulan Oktober dan November pengenaan cukai di Batam. 2015 realisasi penerimaan BK rendah, karena: c. Penerimaan Bea Keluar Kuota ekspor PT Newmont Penerimaan Bea Keluar (BK) s.d. 31 Desember bulan September 2015 habis di sedangkan tambahan kuota baru diberikan pada dari target tahunan BK 2015 . Dibandingkan akhir November 2015 dengan tarif BK dengan capaian s.d. periode yang sama pada Kadar konsentrat yang dihasilkan PT (Rp 7,5 Triliun). Faktor utama yang paling berpengaruh terhadap penerimaan BK adalah: dijual domestik ke PT. Smelting di Gresik. Selain faktor di atas, faktor eksternal dan kondisi global yang mempengaruhi yaitu: 1) Bea keluar saat ini hanya mengandalkan Bea Keluar dari ekspor konsentrat mineral Agustus 2014 karena harga internasional atas komoditi ekspor utama yang terkena BK, yaitu CPO, mengurangi yang disebabkan naiknya pasokan CPO karena efek sejak Triwulan keempat 2014 dengan tarif Nino mengurangi pasokan CPO. antara Akuntabilitas Kinerja 51 sedang berkembang) yang mulai berlaku juga menurunkan tarif impor 7) Upaya CPO yang dilakukan dalam rangka optimalisasi dan pengamanan pencapaian target penerimaan BK diantaranya melalui Pelemahan ekspor CPO Indonesia juga peningkatan akurasi penelitian jumlah/ disebabkan karena Tiongkok sebagai jenis barang ekspor, pengawasan modus negara antar pulau, pengawasan modus “ tujuan utama ekspor sedang berupaya mengurangi CPO - ” jenis barang (misalnya CPO diberitahukan nya dan mulai beralih ke minyak kacang sebagai turunan CPO), implementasi kedele karena perbedaan harga antara Otomasi Sistem minyak kacang kedele dan CPO yang (SKP) Ekspor, dan audit terhadap eksportir Komputasi Pelayanan komoditi terkena BK. India sebagai pengguna terbesar setelah Tiongkok mengenakan d. Pajak Dalam Rangka Impor sejak Januari 2013 untuk melindungi Bea Keluar, dan Cukai, DJBC juga melakukan dan pemungutan terhadap jenis penerimaan dari tekanan impor, sedangkan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan PPN (turunan CPO) Cukai Hasil Tembakau yang menjadi persepsi untuk Direktorat Jenderal Pajak. Januari 2014. Selain itu, India juga sedang berusaha mengurangi ketergantungan Sampai dengan 31 Desember 2015 realisasi kepada CPO dan turunannya dengan penerimaan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) melakukan substitusi kepada minyak mencapai Rp 174,13 Triliun (turun sebesar nabati lainnya, seperti minyak biji bunga Rp 18,18 T dari tahun 2014) dan PPN Hasil matahari ( ) terutama dari Ukraina dan Brazil atau minyak tahun 2014. Rincian realisasi penerimaan PDRI kacang kedele ( sebagaimana pada Tabel 3.11. ) terutama dari Amerika Serikat. TABEL 3.11 (juta Rupiah) No. JENIS PENERIMAAN 1. PPN Impor 2. 3. 4. 52 REALISASI S.D. DESEMBER GROWTH 2014 2015 NOMINAL % 147.435.304,53 129.982.518,63 (17.452.785,90) -11,84% PPNBM Impor 5.395.284,62 4.117.368,91 (1.277.915,71) -23,69% PPh Ps.22 Impor 39.476.314,31 40.029.336,23 553.021,91 1,40% Sub Total PDRI 192.306.903,47 174.129.223,77 (18.177.679,70) -9,45% PPN HT 16.772.790,37 20.505.341,35 3.732.550,98 22,25% Total PDRI 209.079.693,84 194.634.565,12 (14.445.128,72) 6,91% 3. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan hibah. PNBP terdiri atas penerimaan sumber daya alam (migas dan non migas), jasa dan perijinan, pengelolaan dan pendapatan jasa kepolisian) dan pendapatan Badan Layanan Umum (BLU). rincian: (dalam milyar Rupiah) TABEL 3.12 Capaian PNBP berdasarkan jenis 2015 URAIAN APBN-P Realisasi s.d 31 Des % Penerimaan Negara Bukan Pajak 269,075 253,705 94.29 A 118,919 81,365 61,584 19,781 37,554 102,328 78,376 65,388 12,989 23,952 86.05 96.33 106.18 65.66 63.78 B Bagian Laba BUMN 36,957 37,644 101.86 C PNBP Lainnya 90,110 78,541 87.16 D Pendapatan BLU 23,090 35,192 152.41 Penerimaan SDA 1 Migas a. Minyak Bumi b. Gas Alam 2 Non Migas Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran Tidak tercapainya PNBP tahun 2015 di atas, antara lain dipengaruhi oleh : 1. tercapainya realisasi ICP dan , meskipun Dollar mengalami penguatan. 2. APBNP 2015, yang disebabkan antara lain oleh: a. Rendahnya harga dan volume produksi batubara; b. Penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan primer dan lahan gambut; c. Turunnya harga patokan hasil hutan untuk PSDH; dan d. Perubahan regulasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan: Akuntabilitas Kinerja 53 Penghentian sementara perizinan usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan RI; Larangan penggunaan alat penangkap ikan jenis tertentu; 130 unit kapal. dalam APBNP 2015, yang antara lain disebabkan dari penurunan penerimaan ) yang mengikuti tren penurunan penerimaan SDA. GRAFIK 3.8 Perkembangan Target dan Realisasi Jumlah PNBP Nasional Realisasi dalam Triliun 410.000 390.000 370.000 350.000 330.000 310.000 290.000 270.000 250.000 2012 Target 2013 Realisasi 2014 2015 Tahun Upaya yang dilakukan dalam mengoptimalisasi PNBP antara lain: 1. penerimaan migas. 2. seluruh piutang PNBP , termasuk hasil audit Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (TOPN). 3. dipandang masih terlalu rendah. 4. Berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga, termasuk BLU, agar berupaya untuk mencapai target PNBP. 5. 54 2. Sasaran Strategis 2: Pemenuhan Layanan Publik. Tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi diukur berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan oleh lembaga independen. Hasil survei yang positif akan meningkatkan citra Kementerian Keuangan. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian dapat dilihat pada tabel 3.13 berikut. SS 2. Pemenuhan Layanan Publik Indikator Kinerja 2a Indeks kepuasan pengguna layanan 2b Waktu penyelesaian proses kepabeanan Target Realisasi Kinerja 4,02 (skala 5) 4,06 101% 1,5 hari 1,2 hari 120% TABEL 3.13 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pemenuhan Layanan Publik a. Pada tahun 2015, Kementerian Keuangan mengembangkan program reformasi birokrasi melalui beberapa program utama reformasi birokrasi yang mencakup: (i) Penataan Organisasi yang meliputi: modernisasi organisasi, pemisahan, penggabungan, dan penajaman fungsi organisasi; (ii) Perbaikan Proses Bisnis yang meliputi: analisis dan evaluasi jabatan, analisis beban kerja, dan penyusunan Reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Kemenkeu tersebut telah memberikan dampak positif bagi peningkatan kinerja pelaksanaan tugas, dan peningkatan pelayanan dan kepercayaan masyarakat, serta mendorong dan menginspirasi kementerian lainnya untuk melakukan hal yang sama. Dengan keberhasilan ini, Presiden Republik Indonesia kemudian menetapkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Reformasi Birokrasi 2010-2025. Sasaran reformasi birokrasi, sebagaimana yang tercantum dalam Reformasi Birokrasi 2010-2025, mencakup 3 (tiga) aspek yaitu: (1) terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN; (2) terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat; (3) meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Berkenaan dengan sasaran reformasi birokrasi tersebut, kepuasan Akuntabilitas Kinerja 55 pengguna layanan yang tinggi merupakan suatu 4. ukuran atas seberapa besar layanan publik yang pelayanan masing-masing unit diberikan Kemenkeu dalam memenuhi harapan Eselon I, kota dan unsur layanan dari waktu ke pengguna layanan. waktu; 5. Untuk mengetahui sampai sejauh mana pelayanan unsur layanan dan tingkat kepuasan pengguna yang layanan ( dilakukan Kementerian Keuangan memberikan kepuasan bagi telah ) Kementerian Keuangan. , maka Populasi dalam survei ini adalah seluruh pengguna berdasarkan indikator-indikator yang akan digunakan untuk mengukur kepuasan . layanan Kemenkeu yang pernah menggunakan salah satu layanan dari 10 (sepuluh) unit Eselon I yakni: Kejelasan dan kepastian persyaratan/prosedur dan waktu, sikap petugas, keterampilan petugas, suasana Eselon Layanan Eksternal Kemenkeu: ruang pelayanan, sarana pendukung teknologi yang 1) Ditjen Anggaran mutakhir, biaya, mekanisme pengajuan keberatan, 2) Ditjen Pajak dan 3) Ditjen Bea dan Cukai partisipatif merupakan aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur kepuasan 4) Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan. Berdasarkan indikator- 5) Ditjen Kekayaan Negara indikator pada masing-masing aspek tersebut Ditjen Perimbangan Keuangan maka akan diketahui faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kepuasan 7) Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko . Eselon Layanan Internal Kemenkeu: Survei kepuasan pengguna layanan Kementerian 8) Sekretariat Jenderal Keuangan tahun 2015 dilakukan secara swakelola Inspektorat Jendral dengan melibatkan Tim Peneliti dari Universitas 10) Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan pelaksanaan survei kepuasan pengguna layanan, Adapun antara lain: mencakup: pengguna-pengguna 1) Lingkungan 1. Lembaga layanan tersebut Pemerintahan baik internal maupun eksternal Kemenkeu; kepuasan pengguna layanan ( ) 2) pada: semua unsur layanan berbagai level; 2. Swasta); 3) layanan apa yang sudah dan faktor layanan apa yang perlu ditingkatkan; 3. Kota yang menjadi tempat pelaksanaan Survei ) dari unit layanan Eselon I berdasarkan indikator/unsur layanan; 56 Kepuasan Pengguna Layanan ( ) Kementerian Keuangan pada tahun 2015, seperti kuesioner yang telah disebar kepada responden berjumlah 4.555 namun hanya dianalisis lebih lanjut karena jawaban tidak diisi. Dengan demikian, total kuesioner yang valid dan dapat dianalisis lebih lanjut sebanyak 3.052. TABEL 3.14 Jumlah Responden pada 6 Kota yang Menjadi Objek Survei Kota JENIS LAYANAN Batam Medan DJA Jakarta Surabaya 88 3 Makassar Balikpapan Total Realisasi 91 DJP 20 132 1.117 249 87 38 1.643 DJBC 48 18 126 33 19 25 269 DJPB 63 88 41 47 81 57 377 DJKN 31 18 84 26 25 19 205 DJPK 12 10 12 12 12 6 64 DJPPR 4 4 75 3 2 4 90 SETJEN 2 11 183 6 4 38 211 ITJEN 1 3 24 BPPK 2 3 59 Total 185 287 1.808 2 30 5 3 72 384 235 154 3.052 Jika dibandingkan dengan pencapaian tahun-tahun sebelumnya, capaian tahun 2015 merupakan capaian tertinggi. Hal ini menunjukkan, bahwa Kementerian Keuangan senantiasa melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Perbandingan Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kemenkeu 4.1 4.04 4 3.98 3.92 3.87 3.9 3.86 3.8 3.7 4.06 GRAFIK 3.9 Nilai Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan 2007 s.d. 2015 3.9 3.86 3.76 3.6 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kemenkeu Akuntabilitas Kinerja 57 Pengguna Layanan Kementerian Keuangan ditetapkan sejumlah 4,02. Adapun realisasi yang diperoleh berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim dari ditetapkan dan berdasarkan perhitungan persentase dapat diperoleh hasil Adapun rincian Indeks Kepuasan Layanan Kemenkeu 2015 berdasarkan aspek layanan indeks kepuasan adalah sebagai berikut: TABEL 3.15 Rincian Indeks Kepuasan Layanan Kemenkeu 2015 11 Aspek Layanan No. Indeks Kepuasan 1 Keterbukaan/Kemudahan Akses Informasi 3,98 2 Informasi Layanan (persyaratan & prosedur) 4,03 3 Kesesuaian Prosedur dengan Ketentuan 4,03 4 Sikap Pegawai 4,13 5 Kemampuan dan Ketrampilan Pegawai 4,02 6 Lingkungan Pendukung 4,11 7 Akses terhadap Kantor Pelayanan 4,12 8 Waktu Penyelesaian Layanan 3,92 9 Pembayaran Biaya sesuai Ketentuan 4,15 10 Pengenaan Sanksi/Denda atas Pelanggaran 3,90 11 Keamanan Lingkungan 4,24 Indeks Kepuasan Layanan 4,06 Dengan demikian, Indeks Kepuasan Kemenkeu Tahun 2015 disimpulkan sebagai baik karena skor di atas angka 4. Pengguna layanan Kemenkeu mengaku puas untuk sembilan dari sebelas aspek layanan, karena memiliki nilai rerata lebih besar 58 kepuasan tertinggi sebesar 4,24 adalah Nomer 11 “Keamanan Lingkungan”. Sebagai katalis pelaksanaan tindak lanjut dari hasil Survei Kepuasan Pengguna Layanan, selain diperoleh data Indeks Kepuasan, semua unit Eselon I dapat menggunakan rekomendasi yang diusulkan oleh tim peneliti sebagai referensi masukan bagi upaya perbaikan kualitas layanan ke depan. Langkah-langkah strategis sebagai tindak lanjut tersebut, dapat berupa: penyusunan standar pelayanan dengan TABEL 3.16 Target Capaian Indeks Survei Kepuasan Pelanggan Kementerian Keuangan Tahun Anggaran Target Capaian Indeks 2016 4.07 2017 4.12 2018 4.17 2019 4.22 memperhatikan masukan dan evaluasi dari para pengguna pelayanan ( ); perbaikan proses bisnis, termasuk prosedur pelayanan; informasi pelayanan yang disusun secara transparan dan dipublikasikan terbuka; ) bertujuan untuk mempercepat kepastian dan kejelasan waktu penyelesaian kinerja proses pengeluaran barang impor sebagai layanan; upaya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik peningkatan kapasitas, perilaku, dan kemampuan petugas. serta untuk mengukur kehandalan sistem yang telah diterapkan dalam rangka mendukung sistem logistik nasional (sislognas). Adapun sebagai komitmen Kementerian Keuangan untuk memperteguh keberlangsungan reformasi merupakan salah satu mata birokrasi, profesionalisme dalam pelayanan, dan rantai dalam proses pergerakan arus barang sebagai integritas seluruh jajaran pegawai di lingkungan bagian dari Kemenkeu, dalam beberapa tahun ke depan waktu sejak barang impor dibongkar dari kapal Kementerian sampai dengan barang keluar dari pelabuhan. Keuangan menetapkan target . adalah lama indeks kepuasan yang terus meningkat. Hal ini Indikasi perhitungan adalah suatu bentuk upaya dalam mewujudkan kontainer impor ditumpuk di pelabuhan (waktu adalah lamanya peningkatan kualitas dan kinerja pelayanan publik penumpukan kontainer di pelabuhan). yang pada gilirannya akan meningkatkan pula public trust terhadap organisasi dan aparatur Kemenkeu. dapat dibagi menjadi pre-clearance, Upaya tersebut dapat direpresentasikan dalam custom clearance dan post-clearance. Aktivitas pre- target capaian indeks survei kepuasan pelanggan clearance adalah proses sejak kedatangan sarana Kementerian Keuangan yang tercantum dalam pengangkut hingga peti kemas diletakkan di tempat Akuntabilitas Kinerja 59 penimbunan sementara (TPS) dan peninjauan dilakukan terhadap kegiatan layanan nomor pendaftaran Pemberitahuan Impor Barang importasi pada kantor pelayanan Bea dan Cukai di 4 (PIB). (empat) pelabuhan utama, yaitu: khususnya untuk kegiatan impor dimulai dari waktu importir/PPJK melakukan loading Pemberitahuan Impor Barang 1. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A (PIB) ke sistem in house Bea Cukai sampai dengan waktu penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Tanjung Priok, 2. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Barang (SPPB). Aktivitas post-clearance adalah peti kemas diangkut keluar pelabuhan dan pembayaran 3. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan ke operator pelabuhan. 4. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Dalam hal ini DJBC berkontribusi terhadap kinerja untuk mempercepat proses penyelesaian kewajiban kepabeanan barang impor Keempat pelabuhan tersebut memiliki persentase sehingga diharapkan dapat menurunkan kegiatan importasi terbesar secara nasional. time secara keseluruhan. Hal ini dapat terlihat dari besarnya kontribusi jumlah dokumen PIB dan jumlah Teus keempat pelabuhan tersebut terhadap capaian meliputi penyelesaian seluruh dokumen impor nasional. Adapun rincian kontribusi dimaksud yang meliputi jalur merah, jalur kuning, jalur hijau, dapat dilihat dalam Tabel 3.17 berikut. TABEL 3.17 Kontribusi Jumlah Dokumen PIB dan Jumlah Teus Pada Empat Pelabuhan Utama Tahun 2015 Nama Kantor Jumlah PIB % Jumlah Teus % KPU Tanjung Priok 504.484 48,9% 1.392.308 57,9% KPPBC Tanjung Perak 119.307 11,6% 503.464 20,9% KPPBC Tanjung Emas 54.730 5,3% 175.903 7,3% KPPBC Belawan 37.345 3,6% 149.786 6,2% 1.031.815 69,4% 2.406.567 92,3% Nasional Catatan: Ukuran muatan dalam pembongkaran/pemuatan kapal peti kemas dinyatakan dalam TEU (twenty foot equivalent unit). Oleh karena ukuran standar dari peti kemas dimulai dari panjang 20 feet, maka satu peti kemas 20’ dinyatakan sebagai 1 TEU dan peti kemas 40’ dinyatakan sebagai 2 TEU atau sering juga dinyatakan delam FEU (fourty foot equivalent unit) Sumber data : Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai 60 data IKU ini merupakan IKU dengan polarisasi minimize (semakin kecil capaiannya dari target, semakin baik). Pada tahun 2015 capaian IKU ini adalah 1,20 hari dari target yang ditetapkan sebesar 1,5 hari. Capaian waktu penyelesaian proses kepabeanan oleh 4 (empat) kantor besar, secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 3.18 berikut. TABEL 3.18 Rata-rata Customs Clearance Time di 4 Pelabuhan Utama Tahun 2015 Hari 2 1,5 1 0,5 0 Jan Feb Target 1,5 1,5 Realisasi 1,64 1,5 Mar Apr Mei Jun Jul 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,38 1,28 1,3 1,29 1,28 Agust Sept Okt Nov Des 1,5 1,5 1,24 1,22 1,5 1,5 1,5 1,2 1,19 1,2 Capaian IKU 1,2 hari telah melebihi target yang telah ditetapkan pada Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015, yaitu 1,5 hari. Target tahun 2015 sangat meningkat dibandingkan dengan target tahun 2014 yaitu 3 hari. Realisasi capaian IKU ini juga mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2014 yaitu 1,41 hari. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tren peningkatan percepatan sehingga proses pengeluaran barang impor di pelabuhan menjadi lebih cepat yang sejalan dengan peningkatan menjadi 1 hari. TABEL 3.19 Waktu Penyelesaian Proses Kepabeanan Tahun 2015 Jalur Mita Jalur Hijau Jalur Kuning Jalur Merah Rata- rata waktu Total Ratarata waktu Dikurangi waktu penyiapan barang 101.735 5,7 2,8 37.901 0,98 1,57 15.013 3,63 2,0 6.320 1,27 19.651 2,20 19.494 3,81 1,4 11.927 1,75 70.964 1,7 28.036 4,5 2,0 10.235 0,81 Kantor Ratarata waktu Tg.Priok 0,024 106.028 0,03 258.573 2,6 Belawan 0,016 558 0,02 15.265 Tg.Emas 0,049 275 0,07 Tg.Perak 0,018 9.237 0,02 Ratarata waktu Ratarata waktu Rata-rata Target Waktu 1,5 hari 1,20 Catatan: Satuan waktu dalam hari (Polarisasi Minimize) Rata-rata waktu : waktu load PIB s.d. waktu SPPB Akuntabilitas Kinerja 61 Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa waktu penyelesaian proses kepabeanan pada 4 kantor yang mengawasi pelabuhan utama mencapai 1,2 hari, dengan waktu Terkait dengan pada Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan terbesar yang melayani sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia, target dweling time yang ditetapkan pemerintah 4,7 hari yang dapat dirinci sebagai berikut: Rata-rata capaian KPU Tanjung Priok sesuai dengan perhitungan penyelesaian dokumen PIB (BC 2.0) sedangkan untuk perhitungan pada secara keseluruhan diperoleh dari waktu penyelesaian dokumen BC 2.0, BC 2.3, dan . Adapun rincian capaian tanjung priok pada KPU adalah sebagai berikut : GRAFIK 3.10 Rincian Dwelling Time Tahunan 2015 4.740 4.290 0.490 1.690 2.560 4.190 2.280 0.400 2.370 0.470 1.450 4.140 5.220 2.110 0.460 0.580 3.120 1.220 0.670 1.570 3.320 3.740 5.650 5.560 5.870 1.510 0.670 1.610 0.610 1.560 3.270 3.610 5.510 5.420 5.690 3.250 0.710 1.820 2.5 3.160 5 3.630 0.680 1.660 7.5 5.970 Rincian Dwelling Time Bulanan Tahunan 2015 Besaran (hari) 0 Januari Februari Maret April Pre Customs Clearance Mei Juni Customs Clearance Juli Agustus September Post Customs Clearance Oktober November Desember Dwelling Time Dari data di atas, rata-rata capaian sehingga target yang ditetapkan pemerintah (0,5 hari) pada Pelabuhan Tanjung Priok masih belum dapat tercapai. Namun dibandingkan dengan capaian tahun 2014, dengan rata-rata sehingga berkontribusi pada penurunan 62 Jika dibandingkan dengan capaian ASEAN, capaian Vietnam pada negara-negara pada Pelabuhan Tanjung Priok masih sejajar dengan 3 12 6 3 12 6 GRAFIK 3.11 Total “Time To Import” Pada Documents preparation Customs Clearance and Inspections Ports and terminal handling Malaysia Thailand Phillipines Total 8 2 2 8 Myanmar Cambodia 2 10 12 3 13 4 15 6 20 4 3 22 Sumber data: Kompilasi Indikator Trading Across Border “Time To Import” World Bank Doing Business Report 2015 Pre-Clearance Custom Clearance Post Clearance Total Target 2015 2,7 hari 0,5 hari 1,5 hari 4,7 hari Realisasi 2014 3,15 hari 0,8 hari 2,12 hari 6,08 hari Realisasi 2015 3,04 hari 0,6 hari 1,56 hari 5,19 hari TABEL 3.20 Target Tahun 2015 dan Rata-Rata Dwelling Time KPU Tg. Priok Tahun 2014 - 2015 Sumber data : www.bcpriok.info Dari sisi pencapaian IKU, rata-rata capaian telah melebihi time yang ditetapkan pemerintah masih terdapat kendala yang dihadapi DJBC di Pelabuhan Tanjung Priok antara lain : 1. Belum optimalnya sinergi para di pelabuhan; 2. pemeriksaan; 3. PIB yang dilakukan oleh pihak importir/PPJK; 4. Belum optimalnya penyampaian dokumen pelengkap (dokap) secara . Akuntabilitas Kinerja 63 Terkait hal tersebut, di tahun 2015 ini DJBC baik Pengadaan 2 (dua) unit hi-co scan baru secara mandiri maupun melalui kerja sama dengan untuk Terminal JICT dan penambahan 2 entitas lain di pelabuhan telah melakukan berbagai (dua) unit hi-co scan untuk New Kalibaru macam upaya untuk mencapai target dweling time Port; yang ditetapkan sebesar 4,7 hari, baik yang bersifat Penyusunan IKU pendukung percepatan operasional maupun yang bersifat kebijakan. pelayanan kepabeanan s.d. level K-Five (seperti PFPD dan Pemeriksa Barang). 1. Upaya-upaya yang bersifat operasional meliputi: : fasilitas : pre- untuk jalur dan depo kontainer memanfaatkan prioritas; Koordinasi pelayanan 24/7. dengan importir untuk percepatan penyampaian PIB; 2. Upaya-upaya yang bersifat kebijakan meliputi: Koordinasi berkala dengan penerbit a. lartas (pembentukan Pusat Penanganan Kementerian/ Perizinan Impor Ekspor Terpadu/P3IET) entitas terkait dalam rangka peningkatan di Pelabuhan Tanjung Priok; dan pelayanan dan pengawasan dengan cara Pengusulan penyempurnaan sistem Lembaga/ Badan serta berbagi informasi atas risiko pelaku usaha guna menciptakan manajemen risiko yang terintegrasi dan handal/ akurat. b. Bersama dengan Kementerian Koordinator : Percepatan penyerahan hardcopy PIB; Piloting project upaya koordinatif antara lain: implementasi penyerahan dokumen pelengkap secara tindih; ; Percepatan pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan mempercepat dweling time; zonasi TPS; penarikan perijinan sebelum kedatangan sarana pengangkut dari terminal bongkar ketempat kembali dengan syarat-syarat mengevaluasi pengajuan perizinan yang menghalangi pengguna Penertiban Perusahaan petugas Pengurusan Kepabeanan (PPJK); 64 lapangan Jasa jasa mengurus izin sebelum kedatangan sarana pengangkut. c. minilab yaitu standardisasi manajemen risiko, standardisasi perhitungan dweling time, penetapan SLA, dan optimalisasi operasional 24/7. d. 3. Sasaran Strategis 3: Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi Sebagai pengelola keuangan dan kekayaan negara, Kementerian Keuangan memiliki ekspektasi terhadap pengguna layanan agar patuh terhadap berbagai peraturan dan kebijakan yang ditetapkan baik dalam bidang penerimaan, belanja, transfer daerah, pembiayaan. Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian persentase kepatuhan pengguna layanan. IKU tersebut kemudian dijabarkan ke dalam 2 (dua) sub IKU sebagaimana ditabulasikan dalam tabel 3.21 berikut. TABEL 3.21 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Kepatuhan Pengguna Layanan Yang Tinggi SS 3. Kepatuhan Pengguna Layanan Yang Tinggi Indikator Kinerja 3a Rata-rata persentase kepatuhan pengguna layanan Target Realisasi 63% 75,22% i. Persentase tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak 70% 60,00% ii. Persentase Kepatuhan Importir Jalur Prioritas Kepabeanan 80% 90,43% Kinerja 119,39 a. Sebagai pengelola keuangan dan kekayaan negara, Kementerian Keuangan memiliki harapan terhadap pengguna layanan agar patuh terhadap berbagai peraturan dan kebijakan yang ditetapkan baik dalam bidang penerimaan, belanja, transfer daerah, pembiayaan. Oleh karena itu, diperlukan suatu indikator pengukuran kinerja guna mendukung pemenuhan sasaran tersebut. Indikator yang digunakan Akuntabilitas Kinerja 65 Tertentu sesuai dengan Pasal 2 huruf a Peraturan Pajak. Kepatuhan formal yang dimaksud adalah pemenuhan penyampaian Surat Pemberitahuan sejenis lainnya yang dikecualikan atau tidak mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh. tentang rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan dengan membandingkan antara jumlah SPT Tahunan PPh yang diterima adalah SPT Tahunan penyampaian SPT Tahunan dengan jumlah wajib PPh Lengkap, yaitu SPT yang semua elemen SPT Induk dan lampirannya telah diisi dengan Tahunan, baik Orang Pribadi (OP) maupun Badan. lengkap, SPT Induk telah ditandatangani oleh dengan lampiran khusus, serta keterangan dan/ atau dokumen yang disyaratkan serta dalam hal atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau e-SPT, e-SPT dapat diproses dalam sistem Informasi bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak. sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. SPT tersebut merupakan SPT Tahunan Pada tahun 2015, jumlah penyampaian SPT PPh untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun menyampaikan SPT Tahunan sebanyak penyampaian SPT Tahunan pada tahun 2015 terdaftar dalam administrasi DJP per tanggal 31 tumbuh dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh. Jumlah penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun 2012 s.d. 2015 dapat dijelaskan dalam tabel berikut: TABEL 3.22 Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun 2012 s.d. 2015 No. 66 URAIAN 2012 2013 2014 2015 1. WP TERDAFTAR 22.564.969 24.886.638 27.379.256 30.456.809 2. WP TERDAFTAR WAJIB SPT 17.659.278 17.731.736 18.357.833 18.159.840 3. TARGET RASIO KEPATUHAN (%) 70% 70% 4. TARGET RASIO KEPATUHAN - SPT ( 3 x 2) 11.525.628 12.850.483 12.711.888 5. REALISASI SPT 9.237.947 9.966.369 10.851.844 10.895.081 6. RASIO KEPATUHAN ( 5 : 2 ) 52,31% 56,21% 59,11% 60,00% 7. CAPAIAN RASIO KEPATUHAN ( 5 : 4 ) 83,70% 86,47% 84,45% 85,71% 62,50% 11.037.049 65% 80% GRAFIK 3.12 Capaian IKU Persentase Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak Tahun 2012-2015 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2012 2013 Realisasi 2014 2015 Target kepatuhan formal wajib pajak dalam 4 (empat) tahun terakhir selalu berada di bawah angka target yang ditetapkan. Pencapaian tertinggi diperoleh pada tahun Rendahnya rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan pada tahun 2015 dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Faktor Internal a) Fokus kegiatan tahun 2015 adalah pengamanan penerimaan dengan penerimaan pajak dapat semakin optimal. Dari target rasio Badan dan OP rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan secara total disebabkan struktur b) untuk keperluan tertentu seperti untuk pembukaan rekening bank dan pengajuan kredit. c) Belum optimalnya pemanfaatan data internal (Approweb dan Aplikasi Portal Akuntabilitas Kinerja 67 2. Faktor Eksternal a) melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk mendukung tercapainya target rasio pemberi kerja. b) kepatuhan penyampaian SPT Tahunan 2015, SPT telah Tempat Pelayananan Terpadu, pojok dikeluarkan kebijakan, menjalankan Tahunan PPh melalui sarana program, dan melakukan pengawasan sebagai berikut: c) 1. lembaga, dan asosiasi dalam rangka langkah dan strategi yang harus dilakukan Kanwil DJP dan KPP dalam pemenuhan kewajiban penyampaian upaya peningkatan kepatuhan penyampaian SPT SPT Tahunan PPh. d) menyampaikan SPT Tahunan PPh tepat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak waktu, serta menyetorkan PPh Pasal Nomor SE-18/PJ/2015 tentang Penetapan Target dan Strategi Rasio Kepatuhan Pencapaian Penyampaian dengan memanfaatkan data yang ada Surat di approweb, aplikasi Portal DJP atau Pemberitahuan Tahunan PPh pada Tahun 2015. 2. Evaluasi data lainnya. e) pencapaian rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh dan penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Tanda Terima SPT Tahunan PPh. 2015 dan upaya pengamanannya dengan menerbitkan Surat Direktur PKP Nomor S-245/PJ.08/2015. 3. tentang Pelaksanaan Sosialisasi dan Upaya Stop Filer dengan menerbitkan Surat Peningkatan Kepatuhan Penyampaian Surat Direktur PKP Nomor S-473/PJ.08/2015 Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan 4. memiliki data transaksi melalui . 5. Instruksi untuk memanfaatkan momentum dimanfaatkan oleh Kanwil DJP dan KPP dalam Himbauan untuk menyampaikan rangka peningkatan kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh. Data-data SPT Tahunan menjelang batas waktu yang diberikan sebagai berikut: penyampaian SPT Tahunan PPh OP pada a) Tahunan PPh per 31 Desember 2014 tanggal 30 April 2015 sesuai dengan b) Data Pemberi Kerja c) berikut: d) Data bukti potong 1721 A2 penerima pensiunan dari PT Taspen. 68 IKU Persentase kepatuhan formal wajib pajak berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal (P-11/ merupakan salah satu IKU yang masuk dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Adapun kriteria untuk ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas antara lain mempunyai reputasi yang Persentase kepatuhan formal wajib pajak sebesar mempunyai bidang usaha ( ) yang Kantor Akuntan Publik tidak pernah mendapatkan opini disclaimer atau adverse. Sedangkan kriteria Importir Jalur Prioritas yang tidak patuh adalah : kepatuhan formal wajib pajak mendapatkan 1. Importir Jalur Prioritas yang berdasarkan laporan dari unit terkait (antara lain kantor mendapatkan target pemenuhan IKU Persentase pelayanan, kantor wilayah, dan Direktorat terkait) telah terbukti melanggar ketentuan sebagai berikut: diharapkan Persentase kepatuhan formal wajib a. mempunyai tunggakan utang berupa sedemikian tinggi, diharapkan ke depan DJP dapat memperbaiki kinerja dengan melakukan tercapainya tingkat kepatuhan formal wajib pajak Bea dan Cukai (DJBC) (termasuk penundaan sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan pembayaran berkala); atau kinerja penerimaan perpajakan yang optimal sekaligus mendukung pencapaian indikator kinerja yang tercantum dalam Renstra Kemenkeu b. meminjamkan modul ke pihak lainnya. 2. Importir Jalur Prioritas yang berdasarkan laporan dari unit terkait (antara lain kantor pelayanan, kantor wilayah, dan Direktorat terkait) dan setelah melalui penelitian lebih lanjut di bawah koordinasi Direktorat Teknis Kepabeanan terbukti melanggar ketentuan sebagai berikut: IKU ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepatuhan a. menyalahgunakan fasilitas di bidang dan sebagai media evaluasi importir jalur prioritas. kepabeanan selama satu tahun terakhir; Importir Jalur Prioritas (IJP) adalah Importir yang b. salah memberitahukan jumlah barang, jenis ditetapkan sebagai importir penerima fasilitas barang, dan/atau nilai pabean selama satu Jalur Prioritas untuk mendapatkan pelayanan tahun terakhir khusus sehingga penyelesaian importasinya dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat Akuntabilitas Kinerja 69 Importir Jalur Prioritas yang patuh adalah importir jalur prioritas yang tidak terbukti melakukan pelanggaran tersebut pada butir 1 dan 2 di atas. Pada tahun dengan rincian sebagai berikut: TABEL 3.23 Rincian Capaian IKU Persentase Kepatuhan Importir Jalur Prioritas Kepabeanan TRIWULAN Jumlah Importir Jalur Prioritas Jumlah Importir Jalur Prioritas Yang Tidak Patuh Capaian Q1 113 5 95,58% Q2 113 7 93,81% Q3 112 16 85,71% Q4 112 15 86,61% Realisasi IKU 90,43% Sumber: Direktorat Fasilitas Kepabeanan Target tahun 2015 meningkat dibandingkan dengan target tahun 2014 sebesar tren tingkat kepatuhan importir jalur prioritas mengalami peningkatan sejalan dengan besaran target yang ditetapkan pada Rencana Strategis Kementerian Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab ketidakpatuhan Importir Jalur Prioritas pada tahun 2015 antara lain adanya human error/kelalaian karena kesalahan manusiawi, masih terdapatnya kelemahan pada Sistem Pengendalian Internal perusahaan, dan kurangnya pemahaman IJP terhadap ketentuan yang ada. namun masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi antara lain terbatasnya dan evaluasi IJP yang masih perlu penyempurnaan, dan pengaturan gradasi sanksi terhadap IJP yang tidak patuh masih belum sempurna. Sedangkan strategi-strategi yang dilakukan untuk mendukung ketercapaian target capaian IKU pada tahun 2015 ini diantaranya melalui: 70 1. Peningkatan peran bimbingan, serta untuk melakukan asistensi, konsultasi, dan evaluasi terhadap perusahaan IJP; 2. Sosialisasi dan asistensi kepada IJP dan calon perusahaan IJP; 3. Peningkatan kepatuhan penyampaian laporan dan evaluasi perusahan IJP; 4. 5. Pemberian sanksi atas ketidakpatuhan yang dilakukan oleh IJP. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Kebijakan yang berkualitas mencakup kebijakan pemerintah mengenai pajak, hutang negara ( ), pengadaan dan perbelanjaan dana pemerintah dan lain yang sejenis yang berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU), sebagaimana ditabulasikan dalam tabel 3.24 berikut. SS 4. Kebijakan Fiskal yang Berkualitas Indikator Kinerja Target Realisasi 100% 113,52% 113,52 5% 3,60% 120 4a Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro 4b Deviasi proyeksi APBN Kinerja TABEL 3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Formulasi Kebijakan Fiskal yang Berkualitas Uraian mengenai IKU tersebut adalah sebagaimana berikut ini. a. IKU ini bertujuan mengukur akurasi proyeksi indikator ekonomi makro. Indikator suku bunga SPN, harga minyak internasional dan minyak, digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Untuk keperluan kinerja Kemenkeu, proyeksi indikator ekonomi makro yang diukur hanya meliputi proyeksi pertumbuhan ekonomi, Akuntabilitas Kinerja 71 indikator ekonomi makro terkait harga minyak internasional dan minyak bersumber dari kementerian lain. dilakukan masih cukup baik. TABEL 3.25 Tingkat Akurasi Proyeksi Asumsi Makro T/R Target Realisasi Capaian Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-15 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% Pol / KP 113,65% 115,23% 114,44% 113,03% 113,97% 112,15% 113,52% Max/Ave 113,65 115,23 114,44 113,03 113,97 112,15 113,52 1. Pertumbuhan Ekonomi (yoy) hal tersebut antara lain didasarkan pada perkiraan dampak kebijakan proyeksi. Dalam kaitan ini, dampak pelemahan konsumsi masyarakat tidak sebesar perkiraan sebelumnya. Hal tersebut antara lain disebabkan adanya kemungkinan akan bergeser ke periode-periode ke depan. Pada triwulan I 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai diperkirakan menahan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Namun lebih rendah dari perkiraan. Dampak ekonomi global yang masih lemah menyebabkan kinerja ekspor yang masih tumbuh negatif, sementara pada saat yang sama investasi masih belum meningkat. Penetapan APBNP 2015 yang lebih cepat dari pola umum menyebabkan pelaksanaan kebijakankebijakan pemerintah tertunda pelaksanaannya dan berdampak pula pada stimulus ekonomi yang juga tertunda. 72 Pada triwulan II 2015, pertumbuhan ekonomi 2. Dua bulan pertama pada triwulan I 2015, laju deviasi disebabkan rendahnya awal tahun terbesar dalam 4 dekade terakhir realisasi komponen investasi, ekspor, dan dan di luar kelaziman secara historis dalam konsumsi pemerintah. Dari dalam negeri, masih lima tahun terakhir, dimana pada bulan Januari terlambatnya oleh lebih pelaksanaan belanja modal dan juga tekanan-tekanan kondisi global dan tinggi seiring dengan musim paceklik beras. domestik menyebankan masih belum pulihnya pertumbuhan investasi. Pada saat yang sama, beberapa kebijakan pemerintah, khususnya masih belum pulihnya kondisi ekonomi mitra dagang Indonesia menyebabkan ekspor yang kebijakan kenaikan elpiji 12kg serta penundaan belum mampu memberikan dorongan yang kebijakan kenaikan TTL, sehingga mendorong cukup bagi pertumbuhan ekonomi domestik. Di sisi lain, konsumsi RT masih dapat tumbuh tahun 2015. Kondisi ini memberikan realisasi cukup baik sehingga mengurangi tekanan pelemahan pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. relatif lebih rendah dari proyeksi yang sebesar Berbagai kebijakan stimulus dan upaya menjaga komponen konsumsi RT. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada demikian, tetap disadari adanya perbedaan antara proyeksi dan realisasi yang terjadi. Perbedaan tersebut terutama dipengaruhi disebabkan oleh kinerja ekspor impor yang adanya perubahan perilaku konsumen dan relatif lebih rendah dibandingkan perkiraan juga harga-harga yang lain akibat kebijakan awal. Pemulihan permintaan global yang tidak secepat ekspektasi awal menjadi faktor masih tahun 2014. Ke depan, diperkirakan masih lemahnya kinerja ekspor. Di samping itu, terdapat kebijakan devaluasi mata uang Tiongkok juga dampak 2nd dan 3rd round dari kebijakan menimbulkan tekanan tambahan pada pola tersebut belum dapat dipastikan dengan perdagangan di pasar global. menggunakan pola historis yang lama. risiko penyimpangan mengingat Untuk triwulan IV, pertumbuhan ekonomi membandingkan dengan realisasi harus menunggu rilis dari BPS yang akan dikeluarkan Penyimpangan tersebut terutama bersumber pada bulan Februari 2015. pada dampak 2nd dan 3rd round dari kebijakan Akuntabilitas Kinerja 73 Untuk triwulan II 2015, rata rata nilai tukar memang sulit untuk diprediksi. Dampak-dampak Rupiah diperkirakan mencapai Rp13.102 per tersebut menyebabkan perubahan perilaku dolar AS, lebih kuat dibandingkan dengan dan pola konsumsi masyarakat dan juga harga- realisasinya yang mencapai Rp13.134 per dolar harga komoditas lainnya, sehingga akan sulit AS atau terjadi penyimpangan tipis sebesar dengan menggunakan model yang disusun dalam negeri yang mengurangi volatilitas nilai berdasarkan pola dan perilaku yang lama. tukar Rupiah diantaranya program pelonggaran likuiditas oleh (ECB) untuk membantu perekonomian kawasan ini di bulan penggunaan Rupiah oleh Bank Indonesia. disebabkan dampak yang lebih rendah di akhir tahun 2015 dan diperkirakan bergeser nilai tukar Rupiah mencapai Rp13.851, lebih lemah dari perkiraannya sebesar Rp13.273. Peningkatan deviasi di kuartal III disebabkan oleh adanya sumber tekanan baru yang tidak akhir tahun 2014 turut mendorong penurunan diperkirakan sebelumya kebijakan devaluasi meningkatnya 3. Nilai Tukar ketidakpastian global. Di samping itu, penyelesaian masalah hutang dan Pada triwulan I 2015, nilai tukar Rupiah perbaikan kondisi pasar keuangan zona Eropa diperkirakan bergerak di kisaran Rp12.115 per yang membutuhkan waktu, dan ketidakpastian arah kebijakan moneter AS turut menyebabkan volatilitas nilai tukar mata uang global, termasuk kuartal pertama ini disebabkan oleh tingginya Rupiah. volatilitas di pasar keuangan yang terutama disebabkan oleh indikasi kenaikan Fed Fund Pada triwulan IV 2015 terjadi penguatan nilai Rate (FFR) seiring sinyal perbaikan ekonomi tukar Rupiah terhadap dolar AS yang seiring Amerika Serikat yang semakin kuat. Tren ditundanya kenaikan FFR merespon kondisi depresiasi terjadi di seluruh mata uang utama ekonomi global yang masih mixed. Selain itu, di dunia serta dimulai sejak pertengahan faktor dari dalam negeri seperti upaya stabilisasi Desember 2014. Selain itu, turunnya suku nilai tukar yang dilakukan Bank Indonesia serta bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) pada periode yang berdekatan berkontribusi pada subsidi energi mendorong penguatan Rupiah di kuartal IV 2015 hingga mencapai rata rata 74 Rp13.774/USD. Realisasi tersebut lebih kuat insentif positif yang dapat mengurangi tekanan terhadap SPN 3 bulan. Realisasi rata rata suku bunga SPN 3 bulan 4. Rata-rata suku bunga SPN 3 Bulan Selama triwulan I 2015, realisasi rata rata Hal tersebut antara lain dipengaruhi tekanan lebih tinggi dibanding perkiraan sebelumnya dari ketidakpastian perekonomian global yang bersumber dari perlambatan perekonomian di APBNP 2015 serta isu eksternal seperti Tiongkok, penyelesaian krisis hutang dan sentimen atas kebijakan Bank Sentral Amerika Perbaikan stabilitas keuangan di zona Euro, dan Serikat dan dinamika ekonomi kawasan Eropa Ketidakpastian kebijakan moneter AS. turut mempengaruhi perkembangan rata-rata suku bunga SPN 3 Bulan. Ketersediaan model proyeksi dan sumber informasi Pada triwulan II 2015, realisasi rata rata suku yang memadai akan mampu mendukung pencapaian target IKU ini. Di sisi lain, masih terdapat beberapa tantangan terhadap akurasi proyeksi. Beberapa tantangan tersebut Beberapa isu terkait pelaksanaan APBNP 2015, antara lain bahwa, masih terdapat variabelvariabel yang mengalami perubahan dari hari mempengaruhi perkembangan suku bunga ke hari dan memiliki volatilitas yang tinggi. Di SPN 3 Bulan pada periode tersebut. Sementara samping itu, terdapat faktor-faktor yang berada dari eksternal, program pelonggaran likuiditas di luar kontrol Kementerian Keuangan dan oleh (ECB) juga turut akan mempengaruhi besaran variabel asumsi menyempitnya ekonomi makro, baik faktor luar negeri, faktor mempengaruhi melalui likuiditas yang masuk, sehingga meningkatkan dalam negeri, serta ekspektasi pasar. suku bunga SPN. Data-data untuk melakukan proyeksi sebagian Sedikit berbeda dengan triwulan sebelumnya, besar merupakan data-data bulanan atau harian pada triwulan III 2015, realisasi suku bunga yang trendnya sangat dipengaruhi berbagai dinamika dan perubahan arah kebijakan baik di dalam negeri maupun perekonomian realisasi suku bunga yang meningkat seiring global. Sementara itu proyeksi dilakukan 1 dengan dinamika kondisi pasar keuangan triwulan ke depan, sehingga mungkin belum memasukan berbagai perubahan variable yang semakin meningkat. Namun di sisi lain, mulai terjadi di kemudian hari. Kondisi tersebut akan terlaksananya belanja negara dan APBN dan mempengaruhi keakurasian angka proyeks penerapan berbagai kebijakan memberikan asumsi ekonomi makro terhadap realisasinya. Akuntabilitas Kinerja 75 Keakurasian proyeksi asumsi makro menjadi strategi pencapaian yang ditetapkan serta salah satu indikator untuk ketepatan dalam lebih mendorong penyesuaian sasaran ke pemilihan tingkat yang lebih realistis dan sesuai dengan respon kebijakan yang diambil Kementerian Keuangan. Dengan menyadari perkembangan yang telah terjadi. hal itu, Kementerian Keuangan mengambil beberapa langkah untuk menjaga dan meningkatakan keakurasian proyeksi asumsi makro, antara lain: IKU ini bertujuan untuk mengetahui tingkat 1) Pengembangan dan perbaikan model untuk keakurasian proyeksi (updating akurasi proyeksi APBN sehingga dapat model tahun berikutnya. Proyeksi APBN meliputi digunakan) 2) Updating proyeksi data-data indikator ekonomi ekonomi dan terhadap belanja K/L. penerimaan perpajakan Penerimaan perpajakan meliputi penerimaan pajak dalam negeri dan 3) Pertukaran data dengan Bank Indonesia, dan BPS pajak perdagangan internasional dalam APBN. Sedangkan belanja K/L adalah alokasi anggaran 4) Diskusi dan dengan Bank, dan pelaku pasar untuk menambah APBN kepada Kementerian/Lembaga. Data realisasi deviasi proyeksi APBN sepanjang informasi yang tidak tertangkap dalam model dan perhitungan dasar TABEL 3.26 PERIODE Kemudian, PROYEKSI REALISASI DEVIASI Q1 222.216,5 222.996,8 0,4% Q2 277.677,1 283.754,9 2,2% Q3 258.278,0 253.368,3 1,9% Q4 390.136,8 424.800,0 8,9% untuk menjamin keakurasian Dengan demikian, realisasi IKU deviasi proyeksi proyeksi asumsi makro sesuai dengan target bahwa deviasi proyeksi APBN masih terkendali Keuangan 76 terus melakukan perbaikan perangkat analisa dan data serta diskusi ini berarti proyeksi yang dilakukan Kementerian dengan instansi terkait untuk lebih menjamin Keuangan masih cukup baik dan akurat. Penerimaan perpajakan nonmigas pada Rendahnya harga CPO yang menyebabkan triwulan I tahun 2015 diproyeksikan sebesar perpajakan nonmigas pada triwulan I tahun Penerimaan deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada perpajakan nonmigas pada triwulan III tahun 2015 diproyeksikan sebesar Rp258.278,0 miliar. Realisasi penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan III tahun 2015 lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2014, terutama: deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada dipengaruhi penurunan aktivitas kegiatan perpajakan sampai dengan September 2015 produksi dalam negeri, dan penurunan secara nominal dan pencapaian terhadap target impor lebih rendah dibandingkan periode yang sama Penerimaan BK hanya Rp0,8 T, turun Rp2,7 tahun 2014, antara lain dipengaruhi: T, dan hanya bersumber dari BK mineral Perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan non CPO termasuk penurunan ekspor dan impor Rendahnya harga komoditas, terutama CPO oleh penurunan jumlah produksi rokok. Penurunan produksi barang kena cukai (terutama hasil tembakau) Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan II tahun 2015 diproyeksikan sebesar Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan IV tahun 2015 diproyeksikan sebesar perpajakan nonmigas pada triwulan II tahun perpajakan nonmigas pada triwulan IV tahun deviasi proyeksi penerimaan perpajakan 2015 mencapai Rp424.800,0 miliar sehingga deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada Penerimaan perpajakan s.d. 30 Juni 2015 secara nominal dan capaian thd APBN-P masih lebih penerimaan perpajakan s.d. 31 Desember 2015 rendah dibandingkan dengan periode yang secara nominal lebih besar dari periode yang sama pada tahun 2014, antara lain dipengaruhi: sama tahun lalu terutama dipengaruhi berbagai upaya yang telah dilakukan, misalnya dibidang Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada himbauan, pemeriksaan dan penagihan PPh Semester 1 2015, yang berdampak pada Nonmigas serta pengawasan PBB. Namun perlambatan penerimaan PPh nonmigas, demikian, pencapaian penerimaan perpajakan serta penurunan penerimaan PPN dan masih lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, antara lain dipengaruhi : Akuntabilitas Kinerja 77 Perlambatan pertumbuhan ekonomi, termasuk penurunan ekspor impor Rendahnya harga komoditas, terutama CPO Penurunan produksi barang kena cukai (hasil tembakau) Data realisasi deviasi proyeksi belanja Kementerian/Lembaga sepanjang tahun 2015 adalah sebagai berikut: TABEL 3.27 Deviasi Proyeksi Belanja K/L PERIODE PROYEKSI REALISASI DEVIASI Q1 72.728,37 65.847,2 9,5% Q2 138.447,3 136.006,5 1,8% Q3 180.596,4 182.856,3 1,3% Q4 294.500,0 305.200,0 2,8% Kinerja penyerapan belanja K/L terutama dipengaruhi adanya perubahan struktur K/L yang menyebabkan adanya pembentukan K/L baru dan perubahan nomenklatur beberapa K/L. Kebijakan perubahan nomenklatur baik berupa penggabungan dan/atau pemisahan K/L maupun pembentukan K/L baru tersebut didasarkan atas Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang yang baru terbentuk adalah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (pagu anggaran Rp125,0 miliar), Badan Ekonomi Kreatif (pagu anggaran Rp1,5 triliun), dan Badan Keamanan Laut. Perubahaan nomenklatur yang mencakup penggabungan dan/atau pemisahan struktur K/L tersebut tentu saja berpengaruh terhadap kinerja penyerapan anggaran belanja K/L. Perubahan nomenklatur K/L tersebut mempengaruhi struktur organisasi/kelembagaan, sumber daya manusia dan pengalokasian anggarannya yang kemudian harus dituangkan dalam dokumen penganggaran. Sementara itu, dalam penyusunan dokumen pengganggaran mensyaratkan adanya penetapan pejabat struktural dan pejabat yang mengelola anggaran (pejabat perbendaharaan) serta adanya rencana kerja berikut program/kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2015. Tentunya hal tersebut membutuhkan waktu yang tidak singkat dalam proses penyelesaiannya. Terutama jika penetapan/penerbitan dasar hukum susunan organisasi yang mengalami perubahan nomenklatur membutuhkan waktu yang cukup lama. Akibatnya, K/L 78 yang mengalami perubahan nomenklatur dapat terlambat melakukan proses pengajuan dan pembahasan dokumen anggaran. Terkait permasalahan daya serap belanja K/L, Pemerintah telah membentuk Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) untuk melakukan pemantauan sekaligus mendorong percepatan penyerapan anggaran. Selain itu, terkait kendala yang dihadapi dalam penyelesaian dokumen anggaran, Pemerintah juga telah melakukan berbagai langkah koordinasi bagi K/L yang mengalami perubahan nomenklatur sehingga dapat mempercepat persetujuan penataan organisasi, persetujuan rumusan kinerja K/L serta penetapan dokumen anggaran 2015 (RKAKL dan DIPA). T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-15 Target 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% Realisasi 4,95% 2% 3,48% 2,8% 3,25% `5,8% 3,6% Capaian 101 160 130,40 144 135 83,33% 120% Pol / KP TABEL 3.28 Deviasi Proyeksi APBN Min/Ave Berdasarkan hasil proyeksi yang telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan, dari realisasi deviasi setiap triwulannya. Capaian tersebut menunjukkan bahwa deviasi proyeksi APBN masih terkendali di bawah target yang ditetapkan sebesar baik dan akurat. Proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan tentu didukung dengan adanya model proyeksi yang cukup akurat serta ketersediaan data-data yang terkait dengan penerimaan dan belanja K/L. Untuk mengatasi permasalahan/hambatan yang dihadapi, Kementerian Keuangan melakukan hal-hal sebagaimana berikut: 1) Updating data realisasi penerimaan pajak non migas 2) Updating data realisasi belanja K/L 3) Realisasi 2015 ini menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan mampu menjaga Renstra. Pada tahun-tahun selanjutnya, harus terus dilakukan updating data secara periodik serta pertukaran data antar unit di Kemenkeu (BKF, DJP, DJBC, DJA, DJPb, DJPPR) sehingga proyeksi yang dilakukan semakin akurat. Akuntabilitas Kinerja 79 5. Sasaran Strategis 5: Pengelolaan Neraca Pemerintah Pusat yang Optimal Neraca Pemerintah Pusat menginformasikan Aset, Kewajiban dan Ekuitas Pemerintah. Kementerian Keuangan berfungsi mengelola komponen dalam neraca tersebut secara optimal yang meliputi pengelolaan penerimaan negara, pengeluaran negara, kekayaan negara dan pembiayaan negara. TABEL 3.29 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pengelolaan Neraca Pemerintah Pusat yang Optimal SS 5. Pengelolaan neraca pemerintah pusat yang optimal Indikator Kinerja 5a Indeks Opini BPK atas LKPP 5b Persentase akurasi perencanaan kas pemerintah pusat Target Realisasi Kinerja 4 (WTP) 3 75 95% 95,36 100,38 Uraian mengenai ketiga IKU tersebut adalah sebagaimana berikut ini. a. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) bertujuan menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan daya keuangan negara serta posisi keuangan pemerintah. Dengan mengetahui opini BPK atas LKPP, maka dapat diketahui tingkat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, sehingga dapat dijadikan pedoman bagi para pengguna untuk kepentingan ekonomi, sosial, maupun politik. Tujuan dari IKU Indeks Opini BPK atas LKPP adalah dalam rangka menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara. Indeks pengukuran menggunakan skala 1 sampai dengan 4 dengan masing-masing indeks mewakili jenis opini BPK. Rincian indeks pengukuran sebagaimana berikut: TABEL 3.30 Indeks Pengukuran Audit BPK Skala 1 Tidak Wajar (Adverse) 2 Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) 3,0 WDP dengan 4 permasalahan (temuan) atau lebih 3,25 WDP dengan 3 permasalahan (temuan) 3,5 WDP dengan 2 permasalahan (temuan) 3,75 WDP dengan 1 permasalahan (temuan) 3,9 WTP DPP (Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan) 4 80 Intepretasi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) Target untuk tahun 2015 adalah indeks 4 dengan periode pelaporan tahunan. Perhitungan polarisasi data menggunakan (semakin tinggi realisasi terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya) dan jenis konsolidasi periode menggunakan (realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir). Target IKU tahun 2015 sebesar 4 tersebut sama dengan target demikian, realisasi IKU akan mencerminkan pula realisasi yang tercantum dalam sebagaimana berikut : T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-15 Target - 4 (WTP) 4 (WTP) - 4 (WTP) - 4 (WTP) Realisasi - 3 (WDP) 4 (WTP) - 3 (WDP) - 3 (WDP) Capaian - 75% 75% - 75% - 75% Pol / KP TABEL 3.31 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LKPP Max/ Average Terhadap nilai akhir capaian tersebut, terdapat empat pengecualian atas kewajaran LKPP, yaitu: 1. Pencatatan mutasi aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) senilai Rp2,78 Triliun tidak dapat dijelaskan; 2. Permasalahan Utang kepada pihak ketiga di tiga Kementerian/Lembaga sebesar Rp1,21 triliun tidak dapat ditelusuri dan tidak didukung bukti yang memadai; 3. Permasalahan pada transaksi dan/atau saldo yang membentuk SAL senilai 4. Pemerintah belum memiliki mekanisme pengelolaan dan pelaporan tuntutan hukum sehingga belum jelas unit kerja yang bertanggung jawab untuk melakukan administrasi dan validasi atas tuntutan hukum yang telah inkracht untuk dicatat/diungkap sebagai kewajiban. 3.5 3 Selain itu, terdapat penurunan kinerja dalam IKU tahun 2015 tersebut bila dibandingkan dengan tahun 2014 yang memiliki mendapat Opini BPK atas LKPP 2014 2015 GRAFIK 3.13 Indeks Opini BPK atas LKPP Tahun 2014-2015 Akuntabilitas Kinerja 81 Permasalahan atas penurunan nilai indeks opini kas BPK atas LKPP adalah sebagaimana sebagaimana perencanaan pengeluaran kas dengan realisasi dengan realisasi penerimaan kas dan berikut: pengeluaran kas untuk tahun 2015. IKU ini disusun 1. Dalam LHP LKPP 2014, terdapat 30 Temuan dalam rangka memastikan Bendahara Umum Pemeriksaan (TP) atas LKPP Tahun 2014 Negara (BUN) mengetahui rencana penerimaan/ yang terdiri dari 21 TP Sistem Pengendalian pengeluaran kas dalam suatu periode tertentu dalam rangka pengambilan keputusan pengelolaan Perundangan (KPP); kas. Akurasi perencanaan kas merupakan gabungan 2. Dalam LHP Tindak Lanjut TP LKPP 2008-2013, dari akurasi rencana penerimaan kas dan akurasi rencana pengeluaran kas. selesai oleh BPK, sehingga total TP yang perlu ditindaklanjuti (TL) pemerintah adalah 80 temuan. Rencana penerimaan kas penerimaan kas ( adalah rencana ) yang berasal dari pendapatan negara dan hibah serta pembiayaan. Kemudian, tindakan yang telah dilaksanakan Realisasi dalam penerimaan kas ( rangka mengatasi masalah tersebut penerimaan kas adalah realisasi ) yang berasal dari adalah dengan menyusun strategi penyelesaian pendapatan negara dan hibah serta pembiayaan. Rekomendasi TP LKPP yang akan diterapkan di Perencanaan tahun 2015. Selain itu, rekomendasi rencana aksi akurat apabila standar deviasi antara realisasi yang telah dilakukan mulai bulan Juni sampai penerimaan kas dan rencana penerimaan kas dengan Desember 2015, yaitu: dalam suatu waktu tertentu kurang dari sama 1. Penyelesaian penerimaan kas dinyatakan TP berdasarkan LHP; 2. Rencana Penyelesaian berdasarkan ; kas adalah rencana ) yang berasal dari belanja negara dan pembiayaan. Realisasi 4. Komunikasi Penyelesaian dengan BPK; 5. penyelesaiannya pengeluaran pengeluaran kas ( (Pembentukan pengeluaran kas adalah realisasi pengeluaran kas (TTF) dan ( TTF dan dan pembiayaan. Perencanaan pengeluaran kas Pembahasan di TTF). dinyatakan ) yang berasal dari belanja negara akurat apabila perbedaan antara realisasi pengeluaran kas dan rencana pengeluaran kas dalam suatu waktu tertentu kurang dari sama IKU Persentase akurasi perencanaan kas pemerintah pusat disusun untuk mengukur kesesuaian atau ketepatan antara angka perencanaan penerimaan 82 dengan periode pelaporan triwulanan. Perhitungan polarisasi data menggunakan (semakin tinggi realisasi terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya) dan jenis konsolidasi periode menggunakan (realisasi yang digunakan adalah angka rata-rata dalam periode bersangkutan). Persentase Akurasi Perencanaan kas tahun 2015 didapatkan dengan merata-rata nilai persentase akurasi rencana penerimaan kas dan nilai persentase akurasi rencana pengeluaran kas untuk setiap triwulan. Realisasi persentase akurasi IV. Dari data realisasi IKU triwulanan tersebut dapat diperoleh nilai realisasi IKU Rincian perhitungan IKU Persentase Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat sebagaimana berikut: TABEL 3.32 Rincian Perhitungan IKU Persentase Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat PENERIMAAN BULAN Rp. (Miliar) PENERIMAAN % % Deviasi Akurasi Rp. (Miliar) % % Deviasi Akurasi % Akurasi Renkas 1 167.509,11 173.677,91 3,68 96,32 115.171,88 108.933,60 5,42 94,58 95,45 2 121.980,82 112.017,32 8,17 91,83 94.165,14 96.421,38 2,40 97,60 94,72 3 116.722,15 122.205,64 4,70 95,30 170.874,84 170.423,92 0,26 99,74 97,52 5,52 94,48 2,69 97,31 95,90 6,18 93,82 79.107,03 81.507,38 3,03 96,97 95,39 68.906,68 2,75 97,25 97,24 112.976,73 1,65 98,35 95,49 TRIWULAN I 4 154.034,52 144.515,47 5 158.392,59 153.991,96 2,78 97,22 70.856,25 6 137.088,43 126.984,40 7,37 92,63 111.139,84 TRIWULAN II 5,44 94,56 2,48 97,52 96,04 SEMESTER I 5,48 94,52 2,59 97,41 95,97 7 143.330,30 146.719,31 2,36 97,64 109.066,35 102.127,85 6,36 93,64 95,64 8 132.639,23 133.841,88 0,91 99,09 102.984,82 92.820,60 9,87 90,13 94,61 105.694,62 5,72 94,28 211.438,53 202.632,79 4,16 95,84 95,06 9 112.105,13 TRIWULAN III 3,00 97,00 6,80 93,20 95,10 10 153.458,61 158.831,51 3,31 96,69 115.723,44 101.852,09 11,99 88,01 92,35 11 195.451,80 196.939,27 0,76 99,24 119.260,80 109.394,80 8,27 91,73 95,48 236.206,52 221.635,49 248.363,24 240.718,39 12 6,17 93,83 3,08 96,92 95,38 TRIWULAN IV 3,41 96,59 7,78 92,22 94,40 SEMESTER II 3,20 96,80 7,29 92,71 94,75 TAHUN 2015 4,34 95,66 4,94 95,06 95,36 Akuntabilitas Kinerja 83 Isu utama terkait IKU ini adalah adanya perubahan kebijakan terkait pengeluaran khususnya untuk Dana Transfer ke Daerah dan Subsidi, yang pada awalnya diperkirakan dicairkan tidak dapat dicairkan karena adanya kebijakan penghematan kas pengeluaran yang disampaikan akurasinya rendah sehingga total akurasi secara keseluruhan (akurasi proyeksi penerimaan dan akurasi proyeksi pengeluaran) menjadi turun. Akar masalah dalam hal ini adalah penerimaan diproyeksikan tidak tercapai sehingga diperlukan pengurangan belanja. Secara sederhana, capaian IKU Persentase Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat untuk setiap triwulan dapat dilihat pada tabel berikut: TABEL 3.33 Capaian IKU Persentase Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat Setiap Triwulan T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-15 Pol / KP Target 95% 95% 95% 95% 95% 95% 95% Realisasi 95,90% 96.04% 95,97% 95,10% 95,68% 94,40% 95,36% Capaian 100,95% 101% 101% 100% 100,50% 99,39% 100,38% Max/ Average Tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu: 1. dalam rapat 2. Komunikasi dan update data pengeluaran yang lebih sering; 3. Rapat rutin dua mingguan anggota (CPIN). Selain itu, rekomendasi rencana aksi yang akan dilaksanakan pada periode tahun 1. 2. 3. Keuangan. 6. Sasaran Strategis 6: Belanja dan Transfer yang optimal Pelaksanaan belanja negara yang optimal merupakan kemampuan satuan kerja pada Kementerian Negara/Lembaga dalam mengelola belanja pada pelaksanaan kegiatan yang ada pada dokumen pelaksanaan anggaran sesuai perencanaan 84 anggaran. Sedangkan penyaluran transfer yang optimal adalah penyaluran transfer melalui suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Salah satu satu ukuran dari penyaluran transfer yang optimal apabila gap kemampuan keuangan antar pemerintah daerah semakin mengecil. 3 (tiga) Indikator Kinerja Utama (IKU), yaitu sebagaimana tabel 3.34 berikut. SS 6. Belanja dan Transfer yang Optimal Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 6a Akurasi perencanaan APBN 95% 92,18% 97,03 6b Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga 70% 82,07% 117,24 0,74 (skala 1) 15% 0,72 102,70 5,55% 120 6c Indeks pemerataan keuangan antar daerah 6d Deviasi antara rencana dan realisasi penyerapan anggaran K/L TABEL 3.34 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Belanja dan Transfer yang Optimal Uraian mengenai IKU tersebut tampak berikut ini. a. Akurasi Perencanaan APBN (6a) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Perencanaan APBN yang berkualitas merupakan tujuan utama dari siklus penganggaran yang berawal dari perencanaan hingga pertanggungjawaban. Kualitas pengelolaan anggaran negara dapat diukur melalui deviasi perhitungan perkiraan besaran APBN dengan realisasinya. IKU ini disusun dalam rangka mengukur kualitas perencanaan APBN yang merupakan tujuan utama dari siklus penganggaran yang berawal dari perencanaan hingga pertanggungjawaban. Adapun unsur yang diukur tingkat akurasinya meliputi: a. b. c. Unsur-unsur di atas tertuang dalam perhitungan perkiraan besaran APBN/ APBNP pada tabel Akuntabilitas Kinerja 85 perhitungan polarisasi data , dimana Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai semakin tinggi realisasi terhadap target, maka semakin baik capaian kinerja, dan realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir. Target triliun. Kinerja belanja Kementerian Negara/ target yang dicantumkan dalam Rencana Strategis APBNP tahun 2015. Tingkat penyerapan belanja K/L tersebut dipengaruhi terutama oleh terhambatnya demikian, realisasi indikator ini akan mecerminkan penyerapan anggaran di awal tahun akibat pula realisasi yang tercantum dalam Rencana perubahan nomenklatur K/L. Namun demikian, pada tahun yang sama. triwulan II. Pada sisi lain, kualitas belanja dapat dijaga melalui pengendalian revisi anggaran yang Proyeksi pertumbuhan global terus mengalami memprioritaskan program/kegiatan yang lebih penurunan Sebagai produktif. Secara keseluruhan, realisasi belanja sebuah negara yang terbuka, Indonesia tentunya K/L mencapai Rp724,7 triliun yang secara nominal tidak dapat lepas dari pengaruh ekonomi global. lebih tinggi dibandingkan realisasi pada tahun 2014 Namun demikian, perekonomian Indonesia relatif sebesar Rp577,2 triliun. Khusus realisasi belanja sepanjang tahun 2015. modal mencapai Rp213,3 triliun, tumbuh sekitar menghadapi tekanan eksternal seperti yang dialami negara berkembang lainnya, namun kinerja Sementara itu, realisasi belanja barang secara perekonomian Indonesia masih lebih baik. Dalam nominal juga lebih tinggi dari tahun 2014. kondisi ini, Pemerintah tetap melaksanakan APBN dengan menjalankan prinsip kehati-hatian dan Adapun realisasi pembiayaan anggaran sebesar berkesinambungan. Rp318,1 triliun berasal dari pembiayaan dalam negeri Berdasarkan data realisasi APBN tanggal 22 Januari (neto) sebesar Rp307,8 triliun dan pembiayaan luar negeri (neto) sebesar Rp10,4 triliun. Secara keseluruhan, prioritas utama pembiayaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam tahun 2015 tersebut digunakan untuk mendukung realisasi belanja produktif. Secara makro, dalam upaya pemenuhan triliun. Lebih rendahnya realisasi PNBP tersebut, pembiayaan tersebut pemerintah tetap memperhatikan pengelolaan risiko dengan terutama disebabkan oleh turunnya pendapatan sumber daya alam (SDA) migas dan pertambangan minerba, karena turunnya batubara di pasar internasional. 86 harga komoditas Adapun nilai akhir Akurasi Perencanaan APBN sebagaimana Tabel 3.35 berikut. URAIAN PNBP BELANJA PEMERINTAH PUSAT PEMBIAYAAN a. Realisasi s.d. 31 Desember 2015 Rp253,7 T Rp1.173,6T Rp318,1T b. Pagu APBNP 2015 Rp269,1 T Rp1.319,5 Rp329,4T c. Tingkat Akurasi 94,28% 88,93% 96,57% d. Bobot perhitungan 25% 50% 25% e. Nilai 23,57% 44,47% 24,14% f. Realisasi IKU 92,18% g. Target IKU 95,00% h. Indeks capaian IKU TABEL 3.35 Akurasi Perencanaan APBN 97,03 Faktor eksternal di luar pemerintah yang mempengaruhi capaian indikator kinerja agar deviasi indikator kinerja tersebut dapat diminimalisasi, antara lain: 1. terkait perencanaan APBNP 2015, 2. secara intensif pelaksanaan APBNP 2015 dan menyusun opsi-opsi kebijakan dalam rangka mitigasi risiko pelaksanaan APBN, dan pelaksanaan APBNP 2015 yaitu pertemuan bulanan pertemuan bulanan/mingguan Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA), dan pertemuan bulanan/mingguan (CPIN). IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran disusun untuk mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran secara kuantitatif, yang dapat terwakili oleh variabelvariabel antara lain kesesuaian dengan perencanaan, efektivitas pelaksanaan perkembangan upaya peningkatan kualitas pelaksanaan anggaran. Selain itu, IKU ini bertujuan untuk mengetahui kinerja satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga dalam kegiatan pelaksanaan anggaran secara optimal sebagaimana tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran. Akuntabilitas Kinerja 87 Nilai persentase kinerja pelaksanaan anggaran didapatkan dengan menggabungkan nilai berikut: 1. persentase selisih Total Jumlah DIPA/Petikan DIPA Satuan Kerja dengan Jumlah Total Revisi DIPA/Petikan yang tidak mengakibatkan perubahan pagu DIPA pada triwulan I sampai triwulan IV (tidak kumulatif) terhadap Total Jumlah DIPA (diberi 2. persentase Penyerapan DIPA Kementerian Lembaga (K/L) pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif terhadap Target persentase penyerapan DIPA K/L pada triwulan I sampai triwulan IV dengan besaran target untuk triwulan I ke KPPN yang telah diterima oleh pada triwulan I sampai triwulan IV Adapun rumusan/formula dari uraian tersebut di atas sebagaimana berikut: KPA = 0,1 JDIPA-Jrev RP JDIPA TP Keterangan: JDIPA = Total jumlah DIPA/petikan DIPA Satker Jrev = Jumlah total Revisi DIPA/Petikan yang tidak mengakibatkan RP = Persentase penyerapan DIPA K/L pada Q1-Q4 TP = Target persentase penyerapan DIPA K/L pada Q1-Q4, dengan perubahan pagu DIPA pada Q1-Q4 (tidak kumulatif) oleh pada Q1-Q4 (tidak kumulatif) ) pada Q1-Q4 (tidak kumulatif) Perhitungan polarisasi data menggunakan (semakin tinggi realisasi terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya) dan jenis konsolidasi 88 periode menggunakan average (realisasi yang digunakan adalah angka rata-rata dalam periode Dengan demikian, realisasi IKU tersebut untuk tersebut sama dengan target yang dicantumkan dalam Rencana Strategis Kemenkeu tahun Pada triwulan III 2015, jumlah DIPA adalah sebanyak 27.282 DIPA, jumlah revisi DIPA (pagu tetap) mencerminkan pula realisasi yang tercantum dalam pada tahun yang sama. Pada triwulan I 2015 jumlah DIPA adalah sebanyak 23.448 DIPA, jumlah revisi DIPA (pagu tetap) realisasi IKU tersebut untuk triwulan III adalah sebanyak 3.202 revisi, persentase penyerapan Pada triwulan IV 2015, jumlah DIPA adalah sebanyak 27.204 DIPA, jumlah revisi DIPA (pagu tetap) sebanyak validasi demikian, realisasi IKU tersebut untuk triwulan I yang benar (diterbitkan SP2D) sebanyak 1.770.417 Pada triwulan II 2015, jumlah DIPA adalah Persentase Akurasi Perencanaan Kas Pemerintah sebanyak 27.244 DIPA, jumlah revisi DIPA TABEL 3.36 Capaian IKU Kinerja Pelaksanaan Anggaran Kementerian/Lembaga T/R Q1 Q2 Sm.I Q3 s.d. Q3 Q4 Y-15 Target 70% 70% 70% 70% 70% 70% 70% Realisasi 75,30% 76,37% 75,84% 82,61% 77,99% 94,28% 82,07% Capaian 107,57% 109,10% 108,34% 118,01% 111,41% 134,68% 117,24% Isu utama terkait IKU Pol / KP Max/ Average ini adalah masih terdapatnya validasi), Kementerian Lembaga/Satuan Kerja masih sering melakukan revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Akuntabilitas Kinerja 89 dan penyerapan anggaran masih rendah. Isu–isu 3. tersebut berimplikasi pada pelaksanaan anggaran Kementerian Lembaga/Satuan Kerja yang tidak optimal karena Kementerian Triwulan IV tahun anggaran 2015; 4. Lembaga/Satuan Kerja melaksanakan/merealisasikan anggarannya 5. pada Triwulan III dan Triwulan IV. Beberapa akar masalah hal ini, yaitu: 1. Satuan kerja (satker) kurang teliti dalam 2. Kementerian Lembaga/Satuan Kerja terlambat menyusun Petunjuk Operasional Kegiatan (POK)/Perubahan POK sebagaimana APBN-P; 3. Perencanaan Kementerian Lembaga/Satuan (6c) Dana Alokai Umum (DAU) dialokasikan kepada daerah dengan menggunakan formula DAU yang berdasarkan Alokasi Dasar dan Celah Fiskal dengan proporsi pembagian DAU untuk daerah provinsi Kerja belum akurat sehingga perlu dilakukan revisi; 4. Reorganisasi beberapa Kementerian Lembaga serta adanya proses APBN-P. dari besaran DAU secara nasional. Formula DAU per daerah rumusnya adalah: DAU = AD + CF Adapun tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan DAU artinya alokasi DAU per daerah untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu: AD = alokasi DAU berdasar Alokasi Dasar 1. CF = alokasi DAU berdasar Celah Fiskal dan Kegiatan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Alokasi Dasar dihitung berdasarkan data jumlah Pejabat keuangan lain yang berkompeten; 2. Sosialisasi kepada satker terkait Peraturan Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) dan besaran belanja gaji PNSD dengan memperhatikan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-24/PB/2015 kebijakan-kebijakan lain terkait dengan penggajian. tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Sedangkan, Celah Fiskal merupakan selisih antara dan Pengeluaran Negara pada Akhir Tahun Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal. Kebutuhan Anggaran 2015; Fiskal merupakan kebutuhan pendanaan daerah 3. dalam rangka melaksanakan fungsi layanan dasar umum yang diukur melalui variabel: Selain itu, rekomendasi rencana aksi yang dilakukan 1. Jumlah Penduduk; 2. 1. wilayah perairan; anggaran; 2. 3. Indeks Kemahalan Konstruksi; 4. 5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita 90 Penerapan formula AD+CF memiliki beberapa kemungkinan yang akan menghasilkan perhitungan DAU, yaitu : 1. Daerah yang memiliki nilai CF lebih besar dari nol (CF > 0) akan menerima DAU sebesar AD (Alokasi Dasar) ditambah dengan CF. 2. Daerah yang memiliki nilai CF = 0 akan menerima alokasi DAU sebesar AD. 3. Daerah yang memiliki nilai CF negatif (CF < 0) dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari AD (CF < 0; |CF| < AD), akan menerima DAU sebesar AD setelah dikurangi dengan nilai CF. Daerah yang memiliki nilai CF negatif dan nilai negatif tersebut sama dengan atau lebih besar dari AD (CF < 0 ; |CF| >= AD), maka DAU yang diterima daerah tersebut adalah negatif atau disesuaikan menjadi 0 (nol). Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang digunakan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bersifat yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Besaran DAU ditetapkan sekurangdalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/ kota. Berikut alokasi dan realisasi penyaluran DAU yang telah dilaksanakan sejak tahun 2010 s.d. tahun 2015. Alokasi Tahun Peraturan Presiden (Miliar Rupiah) Peraturan Presiden (Miliar Rupiah) Peraturan Presiden (Miliar Rupiah) 2007 164.787,40 842,91 33 Provinsi Perpres No 104 Tahun 2006 PMK No. 129 Tahun 2006 434 Kab/Kota 179.507,14 242,84 33 Provinsi Perpres No 110 Tahun 2007 PMK No. 172 Tahun 2007 451 Kab/Kota 186.414,1 - 33 Provinsi Perpres No 74 Tahun 2008 - 477 Kab/Kota 192.490,34 187,35 33 Provinsi Perpres No 53 Tahun 2009 PMK No. 225 Tahun 2009 477 Kab/Kota 225.532,83 0,89 33 Provinsi Perpres No 6 Tahun 2011 PMK No.73 Tahun 2011 491 Kab/Kota 273.814,4 - 33 Provinsi Perpres No 96 Tahun 2011 - 491 Kab/Kota 311.139.29 - 33 Provinsi Perpres No 10 Tahun 2013 - 524 Kab/Kota 341.219.325 - 34 Provinsi Perpres No 2 Tahun 2014 - 539 Kab/Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 TABEL 3.37 Alokasi DAU Tahun 2010 - 2015 kepada Daerah Akuntabilitas Kinerja 91 2007 164.787,40 842,91 33 Provinsi Perpres No 104 Tahun 2006 PMK No. 129 Tahun 2006 434 Kab/Kota 179.507,14 242,84 33 Provinsi Perpres No 110 Tahun 2007 PMK No. 172 Tahun 2007 451 Kab/Kota 2008 2009 186.414,1 - 33 Provinsi Perpres No 74 Tahun 2008 - 477 Kab/Kota 192.490,34 187,35 33 Provinsi Perpres No 53 Tahun 2009 PMK No. 225 Tahun 2009 477 Kab/Kota 2010 2011 225.532,83 33 Provinsi Perpres No 6Rupiah) Tahun 2011 (Miliar Peraturan Presiden Peraturan Presiden PMK No.73 Rupiah) Tahun 2011 (Miliar Peraturan Presiden 491 Kab/Kota (Miliar Rupiah) 2012 273.814,4 - 33 Provinsi Perpres No 96 Tahun 2011 - 491 Kab/Kota 2013 311.139.29 - 33 Provinsi Perpres No 10 Tahun 2013 - 524 Kab/Kota 341.219.325 - 34 Provinsi Perpres No 2 Tahun 2014 - 539 Kab/Kota 2014 2015 TABEL 3.38 Realisasi Penyaluran DAU Tahun 2010 - 2015 0,89 Alokasi Tahun 352.887.848.528 - 34 Provinsi Perpres No. 36 Tahun 2015 - 542 Kab/Kota Tahun PAGU REALISASI % 2010 192.490.342.000.000 192.490.342.000.000 100,00% 2011 225.533.712.048.000 225.533.712.048.000 100,00% 2012 273.814.438.203.000 273.814.438.203.000 100,00% 2013 311.139.289.165.000 311.139.289.165.000 100,00% 2014 341.219.325.651.000 341.219.325.651.000 100.00% 2015 352.887.848.528.000 352.887.848.528.000 100.00% Pemerataan keuangan antar daerah adalah ketimpangan distribusi pendapatan antar lapisan masyarakat dan daerah yang disebabkan oleh tidak meratanya pelaksanaan pembangunan antara lapisan masyarakat dan daerah. Pemerataan antar daerah seluruh Indonesia diukur dengan menggunakan metode kabupaten/kota seluruh Indonesia dimana penentuan atas simulasi pembobotan menunjukkan tingkat ketimpangan antar wilayah dengan memperhatikan distribusi suatu indeks yang jika hasilnya semakin mendekati 0 (nol) maka akan menunjukkan tingkat ketimpangan yang kecil/tingkat pemerataan yang semakin baik. Rumusan indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antar Daerah adalah sebagai berikut: i (yi - y )2 (fi : n) y 92 Dimana : lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang / kabupaten / kota diharapkan. provinsi / kabupaten / kota dengan menggunakan data yang tersedia dan indonesia memberikan Fi = Jumlah penduduk masing-masing provinsi / n = Jumlah penduduk Indonesia kabupaten / kota pembobotan terhadap masing- masing variabel. Pembobotan atas masing-masing variabel akan berdampak pada alokasi dana DAU yang akan diterima oleh masing-masing daerah termasuk kemungkinan adanya beberapa daerah tertentu yang tidak akan memperoleh DAU Vw < 1 sebagai konsekuensi dari pemeratan kemampuan Vw = 0, berarti pembangunan wilayah sangat keuangan daerah. merata Vw = 1, berarti pembangunan wilayah sangat tidak merata (kesenjangan sempurna) Dari penghitungan dengan pembobotan sebagaimana terlihat pada tabel dibawah, maka Vw~0, berarti pembangunan wilayah semakin diperoleh Indeks Pemerataan Kemampuan mendekati merata Keuangan antar Daerah untuk tahun 2015 sebesar Vw~1, berarti pembangunan wilayah semakin mendekati tidak merata. IKU indeks pemerataan keuangan antar daerah ini lebih baik dari target yang ditentukan yaitu 0,74. ini efektivitas Hal ini dapat disimpulkan bahwa terjadi kondisi penggunaan dana transfer daerah dalam rangka yang semakin merata atas kemampuan keuangan pemerataan pelaksanaan pembangunan daerah. antar daerah yang ditunjukkan dengan hasil yang Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang semakin mendekati 0 (Minimize). bertujuan untuk mengetahui TABEL 3.39 Pembibitan dalam Penghitungan Williamson Index Tahun 2014 dan 2015 VARIABEL TAHUN 2015 PROV KAB/KOTA TAHUN 2015 PROV KAB/KOTA BOBOT VARIABEL DAU VARIABEL KEBUTUHAN FISKAL INDEKS PENDUDUK 30.00% 30.00% 30.00% 30.00% INDEKS WILAYAH 14.00% 13.00% 14.00% 13.00% 35.00% 40.00% 35.00% 40.00% INDEKS IKK 27.00% 28.00% 27.00% 28.00% INDEKS IPM 17.00% 17.00% 17.00% 17.00% INDEKS PDRB/CAP 12.00% 12.00% 12.00% 12.00% *Perlakuan luas laut VARIABEL KAPASITAS FISKAL PAD 70.00% 65.00% 70.00% 65.00% DBH PAJAK 100.00% 80.00% 100.00% 80.00% DBH SDA 100.00% 95.00% 100.00% 95.00% BOBOT ALOKASI DASAR 40.00% 49.00% 40.00% 49.00% Akuntabilitas Kinerja 93 INDEKS PENDUDUK 30.00% 30.00% 30.00% 30.00% INDEKS WILAYAH 14.00% 13.00% 14.00% 13.00% TAHUN 2015 35.00% 40.00% *Perlakuan luas laut VARIABEL PROV INDEKS IKK 27.00% INDEKS IPM INDEKS PDRB/CAP TAHUN 2015 35.00% 40.00% KAB/KOTA PROV KAB/KOTA 28.00% 27.00% 17.00% 17.00% 17.00% 28.00% 17.00% 12.00% 12.00% 12.00% 12.00% VARIABEL KAPASITAS FISKAL PAD 70.00% 65.00% 70.00% 65.00% DBH PAJAK 100.00% 80.00% 100.00% 80.00% DBH SDA 100.00% 95.00% 100.00% 95.00% BOBOT ALOKASI DASAR 40.00% 49.00% 40.00% 49.00% WILLIAM INDEKS 0.77639 0.67556 0.77639 0.67556 0.725975 AVERAGE IW Berdasarkan tabel tersebut di atas, maka IKU Indeks 0.725975 d. Deviasi antara rencana dan realisasi pemerataan kemampuan keuangan daerah tahun 2015 sebesar 0,72 dari target sebesar 0,74 dengan IKU ini bertujuan kesesuaian Sesuai dengan Renstra Kementerian Keuangan antara mengukur tingkat perencanaan akurasi penyerapan anggaran dan realisasi penyerapan anggaran. Rencana penyerapan anggaran adalah target data ingin dicapai yaitu Hubungan Keuangan Pusat dan series penyerapan anggaran yang direncanakan Daerah yang Adil dan Transparan dengan indikator (oleh Kemenkeu) berdasarkan Lembaran III DIPA kinerja Indeks Pemerataan Keuangan Daerah APBNP. Penyerapan belanja negara dalam DIPA K/L dengan target pada tahun 2015 sebesar 0,74 dan adalah jumlah realisasi penyerapan belanja negara dalam satu periode yang datanya didasarkan realisasi Indeks Pemerataan Keuangan Daerah pada dokumen Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan bahwa pada tahun 2015 ini target kinerja dalam Perbendaharaan Renstra telah dapat dipenuhi dan sesuai dengan digambarkan pada tabel 3.40. milestone yang ditetapkan ( Negara. ). TABEL 3.40 Realisasi IKU “Deviasi antara rencana dan realisasi penyerapan anggaran K/L” 94 Bulan Rencana Realisasi Deviasi Januari 14.574,99 M 11.596,49 M 20,44% Februari 24.933,72 M 20.740,35 M 16,82% Maret 31.250,26 M 34.494,51 M -10,38% Total 70.758,99 M 66.831,35 M 5,55 % Realisasi IKU ini IKU “Deviasi antara rencana dan realisasi penyerapan anggaran K/L” tidak lagi diukur pada level Kemenkeu-Wide pada triwulan II sesuai dengan Renstra yang ditetapkan membandingkan rencana dan realisasi anggaran dari sisi jumlah nominal. IKU ini kurang dapat menggambarkan tugas dan tanggung jawab Kementerian Keuangan dalam hal perencanaan anggaran karena IKU ini melihat kualitas perencanaan dari sisi penyerapan, dimana kendali penyerapan anggaran K/L berada di luar kendali Kemenkeu. Oleh karena itu, agar penyerapan anggaran diukur dengan lebih tepat IKU ini sudah berjalan sampai dengan triwulan I tahun 2015, maka kinerja pada triwulan tersebut tetap diperhitungkan dan dianggap sebagai kinerja setahun. 7. Sasaran Strategis 7: Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal Pengelolaan kekayaan negara dikatakan optimal apabila dapat mewujudkan APBN Pembiayaan APBN dikatakan optimal apabila dapat disediakan dalam jumlah yang ), dan pembayaran kembali utang jatuh tempo ( ). 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU), yang masing-masing pencapaiannya ditabulasikan dalam tabel uraian mengenai IKU tersebut sebagaimana berikut ini. a. Rasio utilisasi aset terhadap total aset (7a) TABEL 3.41 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal SS 7. Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 7a Rasio utilisasi aset terhadap total aset 35% 42,26% 120 7b Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan 100% 99,83% 119,66 Akuntabilitas Kinerja 95 Rasio utiliasi aset terhadap total aset merupakan a. perbandingan antara nilai kekayaan negara yang telah diutilisasi dengan nilai aset. IKU ini bertujuan untuk mengetahui kekayaan negara optimalisasi dalam rangka penggunaannya b. pengelolaan pengelolaan hibah masuk c. Nilai aset yang ditetapkan statusnya yang berasal dari aset KKKS, aset eks. Kelolaan (i) Peningkatan pembiayaan dalam negeri, (ii) Peningkatan penerimaan melalui hasil pengelolaan PT. PPA, dan aset eks. BPPN 3. Utilisasi melalui tukar menukar diperoleh dari nilai aset baru hasil tukar menukar dan 4. Utilisasi melalui penyertaan modal pemerintah menuju kepada capaian yang melebihi dari target dari ( penyertaan modal pemerintah ), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. nilai aset yang dikonversi 5. Utilisasi melalui sebagai dalam rangka penerbitan Surat Berharga Syariah Negara Nilai kekayaan negara yang diutilisasi diperoleh dari (SBSN) nilai kekayaan negara yang ditetapkan utilisasinya dengan rincian sebagai berikut: utiliasi aset terhadap total aset adalah 1. Utilisasi melalui pemanfaatan kekayaan negara diperoleh dari: perbandingan antara nilai kekayaan negara yang telah diutilisasi dengan nilai aset. Realisasi sebesar a. b. c. dengan nilai aset tetap per-30 Juni 2015 sesuai d. 2. Utilisasi melalui penetapan status penggunaan diperoleh dari: Berdasarkan data tersebut di TABEL 3.42 Perbandingan Utilisasi Aset Tahun 2010-2014 96 Tahun Realisasi utilisasi aset per tahun Akumulasi utilisasi aset Nilai aset tetap Ratio utilisasi aset 2010 52,69 T 52,69 T 1.287,58 T 4,09% 2011 102,45 T 155,13 T 1.694,57 T 9,15% 2012 103,31 T 258,44 T 1.726,33 T 14,97% 2013 115,72 T 374,16 T 1.727,40 T 21,66% 2014 163,20 T 537,36 T 1.706,93 T 31,48% 2015 177,62 T 714,98 T 1.691,69 T 42,26 % Rata-rata Kenaikan 31,43% 6,29% 7,63% atas, kinerja penetapan utilisasi aset dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata rata peningkatan selaras dengan perkembangan nilai aset tetap yang setiap tahun 105 115.72 122.2 2012 2013 2014 122.2 163.20 102.56 103.31 2011 GRAFIK 3.14 Target dan Realisasi Utilisasi Aset per Tahun dari Tahun 2010-2015 52.68 150 102.39 102.45 200 100 177.62 mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan selama 3.34 50 0 2010 Target 2015 Realisasi Pencapaian kinerja rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap Nilai Aset Tetap Sesuai LBMN Rp 1.691,69 T Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KSKK) tahun 2014- Rp714.98 42.26% Rp976.71 57.74% Pencapaian target pada tahun 2015 didukung karena terdapat 1. Sudah Diutilisasi 2. Persetujuan Sewa pada Kementerian Pertahanan melalui 3. Persetujuan Pinjam dengan nilai Belum Diutilisasi GRAFIK 3.15 Kinerja Rasio Utilisasi Aset terhadap Total Aset Tetap Pakai oleh Pemerintah Provinsi Jawa Rp54.800.000.000,00 Akuntabilitas Kinerja 97 4. Penyampaian DNA SBSN melalui surat S-881/ KN/2015 tanggal 30 Juni 2015 dengan nilai 5. Utilisasi pada TNI Angkatan Darat Pembiayaan APBN harus dapat disediakan dalam tingkat risiko terkendali (yang terukur). Pembiayaan Utilisasi pada TNI Angkatan Laut ) dan pembayaran kembali utang jatuh tempo ( 7. Utilisasi pada TNI Angkatan Udara ). Dalam memenuhi pembiayaan tersebut, Pemerintah dapat memanfaatkan sumber pembiayaan dari utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang terdiri dari Surat Utang 8. Utilisasi pada TNI Angkatan Udara Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) serta pengadaan Pinjaman yang terdiri dari Pinjaman Luar Negeri (Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek) dan Pinjaman Dalam Negeri. Target tersebut di atas dapat tercapai karena: 1. terdapat penyempurnaan kebijakan terkait pengelolaan barang milik negara dalam rangka mendukung proses bisnis penetapan Penerbitan utang baru dalam rangka diupayakan dengan , yang lebih baik, sehingga didapatkan biaya dan risiko yang lebih rendah. Penerbitan SBN dilakukan di pasar keuangan domestik maupun internasional, yang 2. penerapan pengawasan dan pengendalian ditujukan kepada investor individu dan institusi. Sementara itu pengadaan pinjaman diperoleh dari kekayaan negara sesuai dengan peraturan yang kreditor multilateral, kreditor bilateral, dan kreditor berlaku. komersial baik domestik maupun luar negeri. 3. terdapat pelaksanaan penggalian potensi Penerbitan SBN harus didukung dengan upaya pengembangan pasar domestik SBN yang dalam, diutilisasi. dan penggunaan metode penerbitan/penjualan berikutnya adalah melakukan sosialisasi SBN yang transparan dan efektif ( kemungkinan utilisasi aset (kekayaan negara) , dan lelang), serta pembangunan dalam setiap kesempatan pertemuan dengan infrastruktur pasar sekunder ( pihak ekternal dan menyelenggarakan pengembangan , menetapkan aset potensi yang akan ditetapkan Sedangkan pengadaan pinjaman harus didukung , dan dengan usulan proyek/program yang dibiayai melalui 98 pinjaman secara selektif, penerapan yang ketat serta dan evaluasi pinjaman proyek yang efektif. Pembiayaan APBN melalui utang harus didukung dengan pengelolaan berbagai risiko (risiko mata uang, risiko suku bunga, dan risiko ) dengan upaya mitigasi risiko yang efektif, antara lain melalui restrukturisasi pinjaman, dan lindung nilai ( ). Hal tersebut telah sejalan dengan Sasaran Strategis yang ada dalam Renstra DJPPR maupun Renstra Kementerian Keuangan, sebagaimana tabel berikut. Renstra Kemenkeu Th 2015-2019 Terjaganya Rasio Utang Pemerintah Renstra DJPPR Th 2015-2019 Strategi Pengelolaan Pinjaman Sasaran Strategis 3 Peta Strategi DJPPR Th 2015 Pembiayaan yang aman untuk mendukung Indikator Kinerja Utama KemenkeuOne Th 2015 TABEL 3.43 Matriks Hubungan Sasaran Strategis dalam Renstra 2015-2019 dan IKU 1a-CP Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan Pinjaman Kegiatan Strategi Pengelolaan Surat Utang Negara Sasaran Strategis 1 Pembiayaan yang Aman Untuk Mendukung Strategi Pengelolaan Pembiayaan Syariah Sasaran Strategis 1 Pembiayaan yang Aman Untuk Mendukung Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup yang menjadi IKU unit pengelola utang dihitung dari realisasi penerbitan SBN bruto dan pengadaan pinjaman program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya yang berasal dari pinjaman program, tidak termasuk pinjaman proyek karena sifat pinjaman program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya. Pinjaman proyek tidak dimasukkan ke dalam komponen IKU karena penyerapan pinjaman proyek sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan/proyek pada Kementerian/ Lembaga sebagai . Akuntabilitas Kinerja 99 Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang, IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana realisasi pinjaman capaian yang diharapkan adalah capaian yang program dilakukan dengan menggunakan konsep sesuai atau mendekati target yang ditetapkan. Pada gross agar lebih mencerminkan upaya/kinerja tahun 2015, persentase pengadaan utang sesuai Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan kebutuhan penerbitan SBN/pengadaan pembiayaan direncanakan sebesar pembiayaan APBN yang berasal dari utang. Adapun perhitungan target kebutuhan pembiayaan setiap triwulan dihitung dengan metode sebagai berikut: Sampai dengan Triwulan IV 2015, realisasi utang 1) Triwulan I berdasarkan proyeksi kebutuhan pembiayaan yang disusun dari target APBN/ APBNP dan strategi pembiayaan tahunan; dan Realisasi dimaksud terdiri dari: 2) Triwulan II, III, dan IV berdasarkan keputusan a) sebelumnya, yang telah memperhitungkan b) SBSN sebesar IDR 118,51 triliun; kebutuhan pengelolaan kas dan kebutuhan c) pengelolaan utang, agar operasi pembiayaan Pinjaman Program sebesar IDR 55,08 triliun (terdiri dari Pinjaman Program murni sebesar (pengadaan/penerbitan utang) masih dapat dilakukan secara optimal baik dari aspek target biaya dan risiko. TABEL 3.44 Desember 2015 #) 2010 2011 2012 2013 2014 November 2015 #) 2.375,50 2.608,78 3.074,82 Nominal % 3.098,64 100,0% Angka dalam Triliun Rupiah Total Utang Pemerintah Pusat 1.681,66 1.808,95 1.977,71 617,25 621,29 616,61 714,44 677,56 745,67 751,92 24,3% 616,86 620,28 614,81 712,17 674,33 741,76 748,06 24,1% Bilateral *) 380,67 381,66 359,80 383,53 334,62 339,93 337,83 10,9% Multilateral **) 208,28 212,96 230,23 288,29 292,33 352,95 359,97 11,6% Komersial ***) 27,34 25,15 24,37 40,00 47,15 48,71 50,08 1,6% Suppliers ***) 0,57 0,50 0,41 0,35 0,24 0,17 0,17 0,0% 0,39 1,01 1,80 2,27 3,22 3,91 3,86 0,1% a. Pinjaman 1). Pinjaman Luar Negeri 2). Pinjaman Dalam Negeri 1.064,40 1.187,66 1.361,10 1.661,05 1.931,22 2.329,15 2.346,73 75,7% Denominasi Valas ##) 161,97 195,63 264,91 399,40 456,62 611,00 610,63 19,7% Denominasi Rupiah 902,43 992,03 1.096,19 1.261,65 1.474,60 1.718,15 1.736,09 56,0% 187,04 199,49 204,52 194,89 209,71 222,17 224,62 100,0% b. Surat Berharga Negara Angka dalam Miliar US Dolar Total Utang Pemerintah Pusat 68,65 68,51 63,76 58,61 54,47 53,88 54,51 24,3% 1). Pinjaman Luar Negeri 68,61 68,40 63,58 58,43 54,21 53,60 54,23 24,1% Bilateral *) 42,34 42,09 37,21 31,47 26,90 24,56 24,49 10,9% Multilateral **) 23,17 23,49 23,81 23,65 23,50 25,50 26,09 11,6% Komersial ***) 3,04 2,77 2,52 3,28 3,79 3,52 3,63 1,6% Suppliers ***) 0,06 0,06 0,04 0,03 0,02 0,01 0,01 0,0% 2). Pinjaman Dalam Negeri 0,04 0,11 0,19 0,19 0,26 0,28 0,28 0,1% a. Pinjaman 100 Angka dalam Triliun Rupiah Total Utang Pemerintah Pusat 1.681,66 1.808,95 1.977,71 2.375,50 2.608,78 3.074,82 3.098,64 100,0% 617,25 621,29 616,61 714,44 677,56 745,67 751,92 24,3% 616,86 620,28 614,81 712,17 674,33 741,76 748,06 24,1% Bilateral *) 380,67 381,66 359,80 383,53 334,62 339,93 337,83 10,9% Multilateral **) 208,28 212,96 230,23 288,29 292,33 352,95 359,97 11,6% Komersial ***) 27,34 25,15 24,37 40,00 47,15 48,71 50,08 1,6% Suppliers ***) 0,57 0,50 0,41 0,35 0,24 0,17 0,17 0,0% 0,39 1,01 1,80 2,27 3,22 3,91 3,86 0,1% a. Pinjaman 1). Pinjaman Luar Negeri 2). Pinjaman Dalam Negeri 1.064,40 1.187,66 1.361,10 1.661,05 1.931,22 2.329,15 2.346,73 75,7% Denominasi Valas ##) 161,97 195,63 264,91 399,40 456,62 611,00 610,63 19,7% Denominasi Rupiah 902,43 992,03 1.096,19 1.261,65 1.474,60 1.718,15 1.736,09 56,0% 2013 2014 b. Surat Berharga Negara 2010 Angka dalam Miliar US Dolar Total Utang Pemerintah Pusat 2011 2012 November 2015 #) 187,04 199,49 204,52 194,89 209,71 222,17 Desember 2015 #) Nominal % 224,62 100,0% 68,65 68,51 63,76 58,61 54,47 53,88 54,51 24,3% 1). Pinjaman Luar Negeri 68,61 68,40 63,58 58,43 54,21 53,60 54,23 24,1% Bilateral *) 42,34 42,09 37,21 31,47 26,90 24,56 24,49 10,9% Multilateral **) 23,17 23,49 23,81 23,65 23,50 25,50 26,09 11,6% Komersial ***) 3,04 2,77 2,52 3,28 3,79 3,52 3,63 1,6% Suppliers ***) 0,06 0,06 0,04 0,03 0,02 0,01 0,01 0,0% 2). Pinjaman Dalam Negeri 0,04 0,11 0,19 0,19 0,26 0,28 0,28 0,1% a. Pinjaman 118,39 130,97 140,76 136,27 155,24 168,29 170,11 75,7% Denominasi Valas ##) 18,02 21,57 27,39 32,77 36,71 44,15 44,26 19,7% Denominasi Rupiah 100,37 109,40 113,36 103,51 118,54 124,14 125,85 56,0% 8.991 9.068 9.670 12.189 12.440 13.840 13.795 b. Surat Berharga Negara Nilai Tukar Rupiah (IDR thd US$1) 1) mencukupi kebutuhan pembiayaan, sehingga Realisasi penebitan SBSN tahun 2015 sampai lelang SBSN terakhir yang telah dijadwalkan dengan akhir bulan Desember adalah sebesar sebelumnya tidak dilaksanakan. 112,877 Rincian realisasi penerbitan SBSN tahun 2015 triliun. Kelebihan target sebesar sebagaimana terdapat pada tabel berikut: penerbitan yang telah dicapai tersebut sudah TABEL 3.45 Realisasi Penerbitan SBSN Tahun 2015 Instrumen Metode Penerbitan SPN-S Private Placement Lelang Frekuensi Jumlah (Rp Juta) Porsi (%) 1 5.084.143 4,29% 23 14.295.000 41.995.000 12,06% 35,43% Private Placement 3 4.253.000 3,59% SR Bookbuilding 1 21.965.035 18,53% SDHI Private Placement 3 4.500.000 3,80% SNI* Bookbuilding Int’l 1 26.422.000 22,29% 32 118.514.178 100% PBS Total * Penerbitan SBSN dalam valuta asing di pasar perdana internasional sebesar USD2 miliar dengan kurs setelah closing date Rp13.211,00 Akuntabilitas Kinerja 101 Total penerbitan SBSN pada tahun 2015 tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar Rp53,175 triliun dan tahun 2014 sebesar Rp75,541 triliun, dengan rincian sebagai berikut: TABEL 3.46 Rincian Penerbitan SBSN Tahun 2015 Instrumen Tahun 2013 (Rp juta) Tahun 2014 (Rp juta) Tahun 2015 (Rp juta) PBS 9.316.000 9.446.000 46.248.000 SPN-S 11.653.000 16.170.000 1.937.9143 SR 14.969.000 19.323.000 21.965.035 SDHI - 12.855.000 4.500.000 SNI 17.238.000 17.747.000 26.422.000 Peningkatan jumlah penerbitan terutama karena adanya penerbitan melalui metode pada seri PBS, SPN-S, dan SDHI, serta peningkatan penerbitan seri SR dan SNI. (SBSN)/Sukuk Negara Ritel yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Ritel antara lain: a) pasar domestik; b) c) d) e) instrumen pasar modal; dan f) savings-oriented society menjadi investment-oriented society. Pada tahun 2015, Pemerintah kembali menerbitkan Sukuk Negara Ritel seri metode bookbuilding di pasar perdana dalam negeri. Adapun karakteristik SR007 adalah sebagaimana terdapat pada tabel di bawah ini. 102 Deskripsi Keterangan Penerbit Pemerintah Republik Indonesia melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia Tenor 3 tahun (jatuh tempo 11 Maret 2018) Nominal per-unit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) Harga per-unit At par (100%) Minimum pemesanan Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan kelipatannya Maksimum pemesanan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) Tingkat imbalan (Fixed) 8,25% p.a Minimum Holding Period 1 periode pembayaran imbalan Pembayaran imbalan Tanggal 11 setiap bulan sampai dengan jatuh tempo Tradability Tradable Akad Ijarah Asset To Be Leased Underlying asset Proyek yang telah mendapatkan alokasi dalam APBN tahun 2015 TABEL 3.47 Karakteristik Sukuk Negara Ritel Seri SR-007 diberlakukan sejak penerbitan SR-005 masih tetap diberlakukan pada SR-007. kepemilikannya selama 1 (satu) periode kupon pertama. Tujuannya adalah untuk mengurangi laju perpindahan kepemilikan Sukuk Negara Ritel dari investor individu ke investor institusi/lainnya, sehingga diharapkan agar tujuan SR-007 berlangsung selama 11 hari kerja dari tanggal 23 Februari sampai kebutuhan APBN ditetapkan sebesar Rp20 triliun. Penjualan SR-007 dilakukan melalui 22 Agen Penjual yang terdiri dari 17 bank dan 5 perusahaan efek dari Sejumlah 21 Agen Penjual menyampaikan permintaan tambahan kuota dan disetujui Rp2 triliun, sehingga total kuota penjualan setelah upsize ditetapkan Rp22 triliun. Atas kuota sebesar Rp22 triliun, 21 Agen Penjual dapat mencapai target dan 1 Agen Penjual, yaitu HSBC tidak dapat memenuhi target (kurang sebagian Agen Penjual juga menyampaikan cadangan penjualan (waiting list) dengan total sebesar Rp442,175 miliar. Pada saat proses penjatahan, terdapat Akuntabilitas Kinerja 103 pemesanan dari individu investor pada beberapa Agen Penjual yang melampaui batas maksimal Rp5 miliar. Atas penjualan sebesar Rp58,340 miliar yang ditolak karena Agen Penjual yang bersangkutan menyampaikan cadangan penjualan (waiting list) tersebut. Dengan demikian, penjualan yang dapat disetujui adalah Hasil penerbitan Sukuk Negara Ritel seri SR-007 yang merupakan penerbitan SR volume penerbitan dan jumlah investor yang terbesar. Peningkatan penerbitan GRAFIK 3.16 Kinerja Penerbitan Sukuk Negara Ritel SR-001 s.d. SR-007 25,000 34,692 29.706 20,000 17,783 25,000 17,606 17,231 20,000 15,487 14,295 15,000 10,000 5,000 - 35,000 30,000 15,000 10,000 40,000 5,556 SR-001 8,033 SR-002 7,341 13,613 SR-003 Nominal SR-004 14,969 19,323 SR-005 SR-006 21,965 5,000 - SR-007 Jumlah Investor Penerbitan Sukuk Global (SNI) Pada tahun 2015, Pemerintah juga telah melakukan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara dalam valuta asing (valas) di pasar perdana internasional dengan menggunakan skema Global pada tahun 2015 tersebut, merupakan kelanjutan program tahun 2012, dimana pada tahun 2012 telah diterbitkan seri SNI-22 (tenor 10 tahun) sebesar sebesar USD1,5 miliar, dan pada tahun 2014 telah diterbitkan seri SNI-24 (tenor 10 tahun) sebesar USD1,5 miliar. 104 Penerbitan Sukuk Global untuk yang keempat kalinya (fourth drawdown), INDOIS-25 atau SNI-25 tersebut, memiliki tenor 10 tahun (jatuh tempo pada dibayarkan secara semesteran. Penebitan SNI-25 dengan metode bookbuilding mendapat respon yang baik dari investor internasional, setelah pemesanan dari para investor dan Pemerintah melakukan price whispering, pemesanan yang disampaikan melalui bookrunners oleh 240 investor mencapai sebesar 3,4 kali terhadap target yang ditetapkan sebesar USD2 miliar. Adapun pelaksanaan setelmen sebagaimana terdapat pada tabel di bawah ini. Deskripsi Format Keterangan TABEL 3.48 Hasil Penerbitan Islamic GMTN Program Tahun 2015 Islamic GMTN Program, Reg S/144 A Rating Program Size USD10 miliar Total volume pemesanan (fourth drawdown) USD6,8 miliar Volume penerbitan (second drawdown) USD2 miliar (ekuivalen dengan Rp26,422 triliun)* Tanggal penerbitan/ setelmen 28 Mei 2015 Tanggal jatuh tempo 28 Mei 2025 Imbalan Periode pembayaran imbalan Semi annual, setiap tanggal 28 bulan Mei dan November Struktur/Akad Wakalah Listing Singapore Stock Exchange and Nasdaq Dubai Stock Exchange Governing Law English Law and Indonesian Law Akuntabilitas Kinerja 105 Dalam penerbitan Sukuk Global tersebut, Kinerja lelang SBSN tahun 2015 mengalami untuk kedua kalinya Pemerintah menggunakan peningkatan dari tahun 2014. Frekuensi lelang struktur akad yang baru, yaitu “Struktur SBSN SBSN bertambah 3 kali menjadi sebanyak 22 kali, dan realisasi jumlah penerbitan SBSN sebelumnya. Pada tahun 2015, Pemerintah masih tetap Demikian juga dari jumlah penawaran (bid) pembelian yang memenuhi melaksanakan penerbitan SBSN seri PBS dan SPN-S dengan metode lelang di pasar perdana dalam negeri yang dilakukan secara reguler. Lelang SBSN, khususnya untuk instrumen pembentukan harga SBSN yang semakin baik, SPN-S, pengelolaan namun Pemerintah tetap selalu memperhatikan , juga dapat digunakan untuk , sehingga tidak selalu selain mendukung dalam rangka pelaksanaan operasi moneter memenangkan seluruh yang masuk. oleh Bank Indonesia ( ). Disamping itu, penerbitan SPN-S akan Perkembangan kinerja lelang SBSN selama 3 mendorong pengembangan pasar keuangan, TABEL 3.49 Kinerja Lelang SBSN Tahun 2013 – 2015 Deskripsi 2013 2014 2015 20 kali 19 kali 22 kali Jumlah penawaran yang masuk Rp71,21 T Rp67,70 T Rp146,03 T Jumlah penawaran yang memenuhi benchmark Rp28,49 T Rp42,19 T Rp98,08 T Jumlah penawaran yang dimenangkan Rp20,96 T Rp21,62 T Rp56,29 T Rata-rata penawaran yang masuk Rp3, 56 T Rp3, 56 T Rp6,64 T Rata-rata penawaran yang memenuhi benchmark Rp1,42 T Rp2,22 T Rp4,46 T Rata-rata penawaran yang dimenangkan Rp1,04 T Rp1,13 T Rp2,56 T Frekuensi lelang Penerbitan SBSN dengan Metode Private Placement khususnya pasar uang syariah, optimalisasi operasional pengelolaan penyediaan instrumen kas untuk Negara SBSN melalui metode dan mendukung pengelolaan likuiditas bagi perbankan syariah. 106 Penerbitan sampai dengan tahun 2013, pihak yang menempatkan dananya pada SBSN melalui metode masih terbatas pada Kementerian Agama, yaitu untuk menempatkan a) Realisasi Penerbitan SUN Dana Haji dan Dana Abadi Umat (DAU) pada Realisasi penerbitan SUN sampai 31 instrumen SBSN sebagai implementasi dari Nota Kesepakatan Bersama antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Agama, pada SBSN penerbitan dalam APBN-P tahun 2015. Dari seri Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). Pada tahun sisi komposisi, penerbitan SUN melalui 2014, metode juga dilakukan lelang di pasar domestik dalam mata uang untuk seri SPN-S dan PBS dan dilakukan oleh rupiah sebesar Rp254,3 triliun, sedangkan pihak di luar Kementerian Agama. Penerbitan dalam denominasi USD sebesar USD500 SBSN dengan metode semakin berkembang di tahun 2015 karena adanya seri penerbitan selama tahun 2015 baru yaitu SPN-SNT yang merupakan seri SPN-S yang terdiri atas SUN dalam denominasi yang tidak dapat diperdagangkan di pasar USD sebesar USD4 miliar (ekuivalen Rp50,4 sekunder. Pada tahun 2015 penerbitan melalui triliun) dan SUN dalam denominasi Euro metode dilakukan sebanyak 7 sebesar EUR1,25 miliar (ekuivalen Rp18,5 kali transaksi dengan jumlah sebesar Rp13,837 triliun). Dalam rangka pengembangan basis investor domestik, pada tahun 2015 telah yang terdiri dari: diterbitkan SUN ritel sebesar Rp27,4 triliun. 1. SDHI sebesar Rp4,5 triliun dengan 3 kali Selain itu, pada tahun 2015 dilaksanakan transaksi; penerbitan SUN melalui 2. SPN-S sebesar Rp5,084 triliun dengan 1 kali sebesar Rp27,2 triliun. transaksi; 3. PBS sebesar Rp4,253 triliun dengan 3 kali transaksi. TABEL 3.50 Hasil Penerbitan SUN Tahun 2015 Jenis Total Penawaran Total Penawaran Memenuhi Benchmark Total Penawaran Diterima Penerbitan domestik (lelang dan private placement) 530,208 458,996 288,173 FR Rupiah 379,104 323,413 206,870 11,626 7,535 6,669 139,478 128,048 74,634 27,707 27,439 27,439 FR USD SPN Obligasi Ritel ON Valas 289,008 79,899 79,899 Total 846,924 566,334 395,510 Akuntabilitas Kinerja 107 Penerbitan SUN tahun 2015 terdiri atas: lelang di pasar perdana domestik sebanyak 1 (satu) kali dengan total penerbitan sebesar 1. Penerbitan SUN melalui lelang mata uang rupiah dan valas serta transaksi tanggal setelmen pada 2 Juli 2015. Transaksi Penerbitan SUN melalui lelang diawali dengan pelaksanaan rapat rencana lelang yang dilakukan beberapa hari sebelum pelaksanaan Pasar Perdana Domestik, sebagaimana telah lelang dan dihadiri oleh unit-unit terkait, antara lain Bank Indonesia selaku agen lelang dan Seperti halnya lelang SUN dalam mata uang otoritas moneter dan Direktorat Pengelolaan rupiah, pelaksanaan lelang SUN dalam USD Kas, Ditjen Perbendaharaan. Sebagaimana diikuti oleh PDs, BI dan LPS. Sedangkan yang tercantum dalam , investor yang dapat berpartisipasi di pasar seri-seri SUN yang ditawarkan pada saat lelang perdana dibatasi hanya investor domestik termasuk SUN dengan tenor 30 tahun yang yang telah melakukan registrasi terlebih ditujukan untuk long-term investor seperti dahulu sebelum pelaksanaan lelang. dana pensiun dan perusahaan asuransi. Sementara itu pada tahun 2015 Pemerintah Lelang SUN dilakukan secara elektronik menerbitkan SUN melalui transaksi dengan menggunakan sistem lelang BI-SSSS (Bank Indonesia - sebanyak 8 kali. Transaksi tersebut bertujuan dalam rangka menutup kekurangan ) dengan peserta PDs yang terdiri dari kas jangka pendek, khususnya terkait dengan 15 bank dan 4 perusahaan sekuritas, Bank kebutuhan kas di awal tahun. Pelaksanaan Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan. penjualan SUN dengan metode Untuk mengikuti lelang, peserta lelang harus memasukkan penawaran ke dalam terminal BI-SSSS yang telah tersedia pada Room masing-masing PDs. Penawaran berupa seri, Domestik dengan Cara . dan volume, hanya dapat dimasukkan pada waktu lelang yaitu dari jam Pemerintah menetapkan penawaran yang dimenangkan, mulai dari yang terbaik untuk Pemerintah. Pada tahun 2015 di samping melakukan lelang SUN dalam mata uang rupiah, Pemerintah juga menerbitkan SUN berdenominasi USD melalui 108 Jenis Instrumen Nominal (triliun rupiah) Nominal (triliun rupiah) Obligasi Negara (ON) 28 213,538 Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 29 74,634 TABEL 3.51 Hasil Penerbitan SUN melalui Lelang dan Private Placement Tahun 2015 2. Penerbitan Surat Utang Negara Berdenominasi Valuta Asing di Pasar Internasional Sejak penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), yang didalamnya termasuk SUN, menjadi sumber utama pemenuhan target pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk menggali potensi sumber pembiayaan dalam negeri. Namun, dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain keterbatasan daya serap pasar SUN dalam negeri, pembentukan SUN dalam valuta asing di pasar internasional, kebutuhan untuk meningkatkan cadangan devisa, dan pembayaran kewajiban dalam valuta asing serta antisipasi terhadap kondisi pasar keuangan yang penuh ketidakpastian, maka sejak tahun 2004 Pemerintah menerbitkan SUN dalam valuta asing di Pasar Internasional. Pada tahun 2015, Pemerintah menerbitkan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional sebanyak satu kali dengan total penerbitan sebesar USD4 miliar (ekuivalen Rp50,4 triliun) dengan tanggal setelmen pada 15 Januari 2015. Ringkasan hasil penerbitan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional adalah sebagai berikut : Keterangan RI0125 (New Issuance) RI0145 (New Issuance) Jumlah nominal yang dimenangkan USD2.000.000.000 USD2.000.000.000 Tingkat kupon 4,125% 5,125% Tingkat yield yang dimenangkan 4,200% 5,200% Jatuh tempo 15 Januari 2025 15 Januari 2045 Tanggal Setelmen 15 Januari 2015 15 Januari 2015 Listing Singapore Stock Exchange Trustee, Registrar, Transfer Agent, Paying Agent Bank of New York Mellon TABEL 3.52 Penerbitan Surat Utang Negara Berdenominasi USD di Pasar Perdana Internasional Di samping itu pada tahun 2015, Pemerintah kembali melakukan penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Euro (seri RIEUR0725) pada tanggal 30 Juli 2015 (settlement date) dengan menggunakan format 144A/RegS dalam program nominal penerbitan sebesar EUR1,25 miliar equivalen dengan Rp18,5 Akuntabilitas Kinerja 109 masa jatuh tempo 30 Juli 2025. RIEUR0725 dicatatkan secara denominasi Euro seri di Singapore Stock Exchange (SGX) dan Selain USD dan EURO, pada tahun 2015 Pemerintah juga kembali ). Terdapat 3 (tiga) seri yang diterbitkan, dimana dua diantaranya merupakan penerbitan RIJPY0818 (Un-Guaranteed) RIJPY0820 (Un-Guaranteed) RIJPY0825 (Guaranteed) Jumlah nominal yang dimenangkan JPY22.500.000.000 JPY22.500.000.000 JPY55.000.000.000 Tingkat kupon 1,380% 1,380% 0,910% Tingkat yield yang dimenangkan 1,380% 1,380% 0,910% Jatuh tempo 13 Agustus 2018 13 Agustus 2020 13 Agustus 2025 Keterangan TABEL 3.53 Penerbitan Surat Utang Negara Berdenominasi Yen . Ringkasan hasil tahun 2015 adalah sebagai berikut: Tanggal Setelmen 13 gustus 2015 3. Penerbitan Obligasi Negara kepada Investor Ritel Dalam rangka perluasan basis investor serta untuk mendorong terciptanya serta mendukung program Negara Ritel (ORI). ORI adalah obligasi negara yang dijual kepada individu atau orang perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual. Pada tahun 2015, Pemerintah kembali menerbitkan ORI dengan seri baru ditingkatkan menjadi 2 (dua) periode kupon. Berdasarkan ketentuan ini, pemilik ORI tidak dapat memindahbukukan kepemilikan ORI-nya selama mengurangi laju perpindahan kepemilikan ORI dari investor individu ke investor institusi/lainnya, (2) memperluas basis investor ritel, dan (3) memperluas kesempatan investor ritel untuk memperoleh penjatahan hingga tanggal 15 Desember 2015. 110 ORI02 diterbitkan dengan tenor 3 tahun dan tingkat kupon tetap sebesar penjatahan ORI012 ditetapkan nominal penerbitan ORI012 sebesar Rp27,4 triliun. Distribusi hasil penjualan ORI012 dapat dilihat dalam 16,000 20,000 14,000 16,000 12,000 GRAFIK 3.17 Distribusi Jumlah dan Volume Pemesanan ORI012 10,000 12,000 8,000 8,000 6,000 4,000 4,000 2,000 0 0 s.d. 5 Juta > 5 Juta - 50 Juta > 50 Juta - 100 Juta > 100 Juta - 500 Juta > 500 Juta - 1 Miliar > 1 Milar - 5 Miliar Nom (Mil)-RHS 5.82 274.78 750.29 6,059.21 6,416.60 13,932.07 Frek - LHS 1163 8623 7882 18163 7285 6405 4. Pada tahun 2015 penerbitan melalui metode dilakukan triliun, yang terdiri dari: a. FR0053 sebesar Rp1,5 triliun dengan 1 kali transaksi; b. FR0053 sebesar Rp1,5 triliun dengan 1 kali transaksi; c. d. e. f. g. FR0070 sebesar Rp7 triliun dengan 1 kali transaksi; h. i. j. k. Akuntabilitas Kinerja 111 b) Kinerja Pengelolaan SUN tahun 2011-2015 Penerbitan SUN melalui Lelang SUN, penerbitan dan penerbitan Obligasi Negara kepada Investor Ritel dari tahun 2011 s.d. 2015 mengalami peningkatan dalam jumlah yang diterbitkan. Sementara itu instrumen tidak diterbitkan pada tahun 2011, 2013, dan 2014. Penerbitan Samurai dilakukan pada tahun 2010 dan 2012, dan diterbitkan kembali pada tahun 2015. TABEL 3.54 Kinerja Pengelolaan SUN Tahun 2011 – 2015 2011 Instrumen ON Frek 22 SPN 2012 2013 2014 2015 Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Frek Frek Frek Frek (miliar) (miliar) (miliar) (miliar) (miliar) 98,850 21 122,245 40,000 23 30,520 166,450 23 203,855 28 213,538 42,400 22 60,900 29 74,634 41,494 1 48,468 1 50,372 1 15,759 1 18,473 - 1 11,054 1 27,438 Global Bond USD 1 Euro Samurai Bond 21,442 2 39,005 2 - - - - 7,012 - SUN Ritel ORI 1 SBR GRAFIK 3.18 Kinerja Pengelolaan SUN Tahun 2011 – 2015 11,000 1 12,676 1 20,205 1 21,216 1 2,390 - 352,588 395,509 - - - 171,292 211,458 269,549 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 0.000 2011 ON 112 2012 SPN Global Bond 2013 2014 Samurai Bond 2015 SUN Ritel Terkait pembiayaan melalui pinjaman, realisasi pengadaan pinjaman berikut: APBNP Fleksibilitas Pembiayaan Realisasi World Bank 300,00 94,50 94,50 1. Local Government and Decentralization Project 100,0 94,50 94,50 2. Road Assets Preservation Program 200,0 - - 300,00 900,00 900,00 300,0 400,0 400,0 - 500,0 500,0 - 245,00 245,00 Sustainable dan Inclusive Energy Program (SIEP) - 200,0 200,0 Strengthening Investment for Growth Acceleration - 45,0 45,0 - 150,00 150,00 - 150,0 150,0 600,00 1,389,50 1,389,50 No 1. 2. 3. Lenders ADB 1. Financial Market Development and Inclusion 2. Sustainable dan Inclusive Energy Program (SIEP) KFW 1. 2. TABEL 3.55 Realisasi Pengadaan Pinjaman Program Tahun 2015 Programme - Subprogramme 1 (SIGAP) 4. AFD 1. Sustainable dan Inclusive Energy Program (SIEP) TOTAL Realisasi yang jauh melampaui target semula tersebut dapat dicapai dengan membangun mekanisme hubungan kerja yang baik khususnya dengan Kementerian Bidang Perekonomian. Kementerian Bidang Perekonomian berperan untuk mengkoordinasikan Bappenas dan Kementerian/lembaga yang menjadi Implementing Agencises untuk menyiapkan , yang menjadi persyaratan pinjaman program. Di samping itu, juga dilakukan pertemuan secara regular dengan development partner untuk mengetahui perkembangan penyelesaian , dan untuk menjembatani gap komunikasi antara dengan . Isu utama yang perlu diperhatikan terkait kegiatan pengadaan utang sesuai terhadap PDB, berdampak pada adanya peningkatan target pembiayaan Akuntabilitas Kinerja 113 Implikasi dari hal tersebut adalah terdapat penambahan target pembiayaan dua minggu terakhir tahun 2015. IKU persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan telah dilaksanakan mulai tahun 2012. Adapun capaian IKU tersebut selama tiga tahun berturut-turut seperti tertera pada tabel berikut. TABEL 3.56 Capaian IKU persentase pengadaan utang 2013-2015 2013 Periode Pelaporan Tahunan 2014 2015 Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi 110% 100,04% 110% 100,04% 110% 100,04% realisasi penerimaan APBN di bawah target, sehingga berdampak pada masalah tersebut telah dilaksanakan beberapa rangkaian kegiatan berikut. 1. Koordinasi secara berkala antara fungsi pembiayaan dengan fungsi penerimaan, fungsi belanja dan fungsi pengelolaan kas, dalam forum 2. Pengembangan pasar keuangan domestik antara lain melalui penerbitan SBN seri selama 2 tahun dan koordinasi dengan LPS terkait pelaksanaan basis investor; 3. Pembelian kembali SUN secara terukur dan terkoordinasi; 4. Komunikasi dengan BLU dan LK di bawah Kementerian Keuangan untuk LPEI); 5. Komunikasi intensif dengan bank sentral China untuk berinvestasi di pasar SBN; dan menginformasikan kondisi tersebut dalam forum FKSSK dan kepada peserta (BSF); dan 7. Pelaksanaan penerbitan SUN melalui metode akhir tahun 2015 sebesar IDR 40 triliun. 114 pada itu, dilakukan juga kegiatan berikut. 1. Koordinasi dalam bentuk trilateral meeting serta dengan Bappenas dan K/L dalam rangka proses penerbitan daftar kegiatan dinegosiasikan; dan 2. dinegosiasikan pada akhir tahun 2015. Dengan demikian, IKU persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan 8. Sasaran Strategis 8: Penegakan Hukum yang Efektif Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif adalah mengawasi, mengamati, mengecek dengan cermat, memantau pekerjaan maupun laporan agar pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku. SS 8. Penegakan Hukum yang Efektif Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 8a. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) 51% 79.90% 120,00 8b. Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai 80% 91,19% 113,99 TABEL 3.57 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Penegakan Hukum yang Efektif a. (P21) (8a) Indikator penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan ini membandingkan antara jumlah Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atau berkas perkara yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan dengan jumlah penyidikan. Status P21 adalah Jumlah Sprindik atau Berkas perkara kasus pidana di bidang perpajakan yang sudah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (dinyatakan memenuhi syarat untuk proses Akuntabilitas Kinerja 115 KUP. Sementara jumlah penyidikan adalah jumlah akumulasi tunggakan penyidikan awal tahun ditambah dengan Sprindik yang diterbitkan tahun berjalan. IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) pada level Kemenkeu-Wide ini di- kepada 2 unit Eselon I (DJP dan DJBC) yang memiliki target dan capaian sebagaimana uraian dibawah ini. 1) (P21) [DJP] atas jumlah target berkas perkara yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) dan yang disetarakan (penghentian penyidikan sesuai dengan Pasal 44B UU KUP) dengan angka mutlak 38 berkas dan diperhitungkan dengan formulasi sebagaimana berikut ini. = 38 112 - 22 Formulasi penghitungan target IKU Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21) merupakan perbandingan berkas perkara yang telah memenuhi syarat dan berstatus P-21 oleh Kejaksaan ditambah dengan jumlah perkara yang diselesaikan (penghentian penyidikan) melalui Pasal 44B UU KUP. Pada tahun 2015 target berkas yang P-21 adalah sebanyak 38 berkas. Sedangkan, angka penyebut dalam formula didapat berdasarkan jumlah surat perintah penyidikan (sprindik) yang masih ada ( ) pada awal tahun 2015 sebanyak 112 berkas dikurangi dengan jumlah penyidikan yang sudah tidak dapat dilanjutkan dengan jumlah berkas penyidikan sebanyak 22 berkas. Dengan demikian target IKU tersebut yang ditetapkan sejumlah 38 berkas dengan rincian sebagai berikut TABEL 3.58 IKU Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan Target Indikator Kinerja Utama (IKU) Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21) 116 Realisasi % Angka Mutlak % Angka Mutlak 42% 38 72,22% 65 Indeks Capaian 120 Hal-hal yang mendukung tercapainya target IKU diantaranya adalah dilaksanakannya koordinasi tindak pidana di bidang perpajakan semakin secara intensif kepada pihak Korwas Kepolisian meningkat, namun belum diimbangi dengan Republik Indonesia dan pihak Kejaksaan, kinerja meratanya yang optimal dari seluruh PPNS DJP dan unit-unit Pelaksana Penyidikan Pajak. Terbukti, dari pendukungnya, serta dukungan penuh dari seluruh target yang diberikan ke setiap Unit Pelaksana Unit Pelaksana Penyidikan Pajak, baik sarana Penyidikan Pajak, terdapat beberapa Unit maupun anggaran. Pelaksana Penyidikan Pajak yang belum berhasil dukungan dari seluruh Unit memenuhi target tersebut. Kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum atas tindak pidana di bidang perpajakan: Beberapa langkah yang telah diambil untuk mengatasi kendala yang dihadapi diantaranya a. Pemahaman jaksa peneliti terhadap tindak adalah: pidana di bidang perpajakan masih relatif kurang memadai. a. Pemahaman jaksa pengetahuan tindak peneliti Kejaksaan dan Kepolisian. perpajakan Koordinasi yang dilakukan dengan Kejaksaan pemberkasan dan Kepolisian antara lain dalam rangka perkara sehingga memerlukan koordinasi lebih penyelenggaraan gelar perkara terhadap kasus- lanjut untuk membahas lebih detail kasus-kasus kasus, khususnya kasus tindak pidana di bidang tertentu. perpajakan dan penyediaan narasumber dalam terkadang pidana terhadap menunda proses diskusi/seminar/diklat yang diselenggarakan b. oleh masing-masing instansi. Kebijakan sebagai perpajakan kebijakan tidak biasanya populis dianggap Koordinasi tidak hanya dilakukan di tingkat di pusat, namun juga di tingkat wilayah. Untuk mata tingkat pusat, pelaksanaan koordinasi dilakukan besar maupun pesohor dan orang penting, antara Direktorat Intelijen dan Penyidikan Terkadang, dengan tangan kekuasaan yang dan Kejaksaan Agung. Sedangkan, pelaksanaan dimiliki, kewajiban perpajakan yang seharusnya koordinasi di tingkat wilayah dilakukan antara dipenuhi, dihindari atau bahkan dilawan agar Kanwil DJP dengan Kepolisian Daerah (POLDA) terbebas dari kewajiban perpajakan. dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal Khusus, dan Kejaksaan Tinggi setempat. c. Belum meratanya kecukupan dukungan dari Unit Pelaksana Penyidikan Pajak dalam b. pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang (diklat) tindak pidana di bidang perpajakan yang perpajakan. diikuti oleh PPNS DJP, Kejaksaan, dan Kepolisian. Akuntabilitas Kinerja 117 Pada tahun 2015, DJP telah menyelenggarakan pengembalian diklat tindak pidana di bidang perpajakan dari pembentukan satgas tersebut adalah kerugian negara. Sasaran dengan melibatkan PPNS DJP, Kejaksaan, dan para pengguna dan penerbit faktur pajak Kepolisian. Diklat diselenggarakan sebanyak 3 (tiga) angkatan dengan jumlah peserta melakukan penyisiran dan penindakan sebanyak 30 orang setiap angkatan. c. terbukti melakukan indikasi tindak pidana perkara penyidikan yang dinyatakan lengkap perpajakan. oleh Kejaksaan (P-21) kepada seluruh Unit Pelaksana Penyidikan Pajak. b. Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas tindak Pada tahun 2015, DJP telah menetapkan target pidana yang diketahui seketika. kepada seluruh Unit Pelaksana Penyidikan Penanganan Tindak Pidana yang Diketahui Pajak Seketika merupakan upaya untuk mengamankan (Kanwil DJP) untuk dapat berkas perkara penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21) dengan angka mutlak perpajakan dengan modus penerbitan Faktur sebanyak 1 (satu) berkas. Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya. d. Kanwil DJP selaku Unit Pelaksana Penyidikan Pencapaian kinerja penyidikan tindak pidana di Pajak. bidang perpajakan selama tahun 2013 sampai Direktorat Intelijen dan Penyidikan selaku pengampu IKU Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21) selalu memberikan asistensi dan bimbingan terkait pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh Kanwil DJP selaku Unit Pelaksana Penyidikan Pajak. Program yang menunjang keberhasilan pencapaian kinerja: a. Satuan Tugas (Satgas) Faktur Pajak Fiktif (Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya). Satgas Faktur Pajak Fiktif dibentuk sebagai upaya untuk memberikan efek jera bagi pelaku sindikat sekaligus mengoptimalkan 118 dengan 2015 mengalami peningkatan sesuai data sebagai berikut: 70 60 50 40 30 20 10 0 2013 (60%) 2014 (131%) Target 2015 (171%) Realisasi GRAFIK 3.19 Capaian IKU Persentase Hasil Penyidikan yang dinyatakan 2013 s.d. 2015 Target Tahun Realisasi Indeks Capaian % Angka Mutlak % Angka Mutlak 2013 50% 25 30% 15 60 2014 50% 32 66% 42 120 2015 42% 38 72,22% 65 120 TABEL 3.59 Indeks Capaian IKU Persentase Hasil Penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan Formasi PPNS DJP dan capaian kinerja per Kanwil DJP dan Direktorat Intelijen dan Penyidikan tahun 2015 adalah sebagai berikut. No. Unit Pelaksana Penyidikan Pajak (UP3) Jumlah PPNS Jumlah P-21 dan yang disetarakan 1 Direktorat Intelijen dan Penyidikan 47 23 2 Kanwil DJP Jawa Timur I 13 6 3 Kanwil DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung 13 3 4 Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta 8 3 5 Kanwil DJP Jakarta Selatan I 17 2 6 Kanwil DJP Jawa Barat I 17 2 7 Kanwil DJP Jawa Timur II 17 2 8 Kanwil DJP Jakarta Pusat 13 2 9 Kanwil DJP Jawa Tengah I 13 2 10 Kanwil DJP Jawa Tengah II 13 2 11 Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara 11 2 12 Kanwil DJP Sumatera Utara I 10 2 13 Kanwil DJP Jakarta Barat 17 1 14 Kanwil DJP Jakarta Utara 17 1 15 Kanwil DJP Jakarta Khusus 14 1 16 Kanwil DJP Jawa Barat II 14 1 17 Kanwil DJP Banten 12 1 18 Kanwil DJP Jakarta Timur 12 1 19 Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung 10 1 20 Kanwil DJP Sumatera Utara II 8 1 21 Kanwil DJP Jawa Timur III 7 1 22 Kanwil DJP Kalimantan Barat 7 1 23 Kanwil DJP Kalimantan Timur dan Utara 7 1 24 Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi 6 1 25 Kanwil DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara 5 1 26 Kanwil DJP Aceh 3 1 27 Kanwil DJP Bali 9 0 28 Kanwil DJP Kalimantan Selatan dan Tengah 8 0 29 Kanwil DJP Nusa Tenggara 8 0 30 Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau 7 0 31 Kanwil DJP Wajib Pajak Besar 6 0 32 Kanwil DJP Papua dan Maluku 5 0 33 Kanwil DJP Jakarta Selatan II 0 0 34 Kanwil DJP Jawa Barat III 0 0 374 65 Jumlah TABEL 3.60 Formasi PPNS DJP dan Capaian Kinerja per Kanwil DJP dan Direktorat Intelijen dan Penyidikan Akuntabilitas Kinerja 119 13 Kanwil DJP Jakarta Barat 17 1 14 Kanwil DJP Jakarta Utara 17 1 15 Kanwil DJP Jakarta Khusus 14 1 16 Kanwil DJP Jawa Barat II 14 1 17 Kanwil DJP Banten 12 1 18 Kanwil DJP Jakarta Timur 12 1 19 Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung 10 1 20 Kanwil DJP Sumatera Utara II 8 1 21 Kanwil DJP Jawa Timur III 7 1 22 Kanwil DJP Kalimantan Barat 7 1 23 Kanwil DJP Kalimantan Timur dan Utara 7 1 24 Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi 6 1 25 Kanwil DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara 5 1 26 Kanwil DJP Aceh 3 1 27 Kanwil DJP Bali 9 0 28 Kanwil DJP Kalimantan Selatan dan Tengah 8 0 29 Kanwil DJP Nusa Tenggara 8 30 No. Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau 31 Kanwil DJP Wajib Pajak Besar 32 Kanwil DJP Papua dan Maluku 5 0 33 Kanwil DJP Jakarta Selatan II 0 0 34 Kanwil DJP Jawa Barat III 0 0 374 65 Unit Pelaksana Penyidikan Pajak (UP3) 6 Jumlah Selain menjalankan tugas dan fungsi 0 Jumlah 7 PPNS Jumlah P-21 0 dan yang 0 disetarakan dalam penegakan hukum, Unit Pelaksana Penyidikan Pajak juga telah berkontribusi dalam penerimaan [DJBC] empat miliar tujuh ratus delapan puluh dua juta Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai adalah tiga ratus sembilan puluh enam ribu sembilan segala perbuatan yang berhubungan dengan ratus dua puluh rupiah) dengan adanya pencairan Kepabeanan dan Cukai yang atas perbuatan pada tahun 2015 atas penghentian tersebut diancam dengan pidana. SPDP adalah penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Surat Perintah Dimulainya Penyidikan sebagai penugasan penyidik untuk memulai kegiatan Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penyidikan. kegiatan penyidikan turut mendukung Destination dimana penyidik berupaya mengungkapkan Statement berupa Penerimaan Pajak dan fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu dengan tetap mengedepankan Inisiatif Penyidikan merupakan tahap tindak pidana serta menemukan tersangka Strategis “Penegakan Hukum Secara Selektif untuk pelaku tindak pidana tersebut. Pembinaan Dalam Rangka Penegakan Hukum) IKU ini bertujuan untuk mendorong kinerja sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis DJP penyidikan kasus tindak pidana kepabeanan tahun 2015. dan cukai oleh Kejaksaan Pencapaian IKU Persentase hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21) merupakan upaya pemenuhan pencapaian Renstra sampai yang dinyatakan berasal lengkap dari Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Status P-21 merupakan status dimana berkas perkara DJBC pidana dinyatakan yang dilakukan lengkap oleh penyidik Kejaksaan dan siap untuk dilimpahkan ke pengadilan mendukung pencapaian indikator yang tercantum untuk menjalani proses persidangan. Status SP3 berarti proses penyidikan dinyatakan dihentikan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan peningkatan kinerja dalam rangka pemenuhan 120 tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) tidak termasuk Indikator Kinerja Program (IKP) pada Rencana Strategis pencapaian sasaran strategis Penegakan Hukum yang Efektif pada Peta Strategi Kementerian Keuangan tahun 2015. 122 SPDP tersebut terdapat 3 SPDP yang berstatus SP3 (dihentikan proses penyidikannya), dan dikeluarkan dari perhitungan, sehingga hanya sebanyak berstatus P-21 sebanyak 102. Capaian realisasi IKU ini secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut. No. Unit Kerja SPDP P-21 % 75,00% 1 Kantor Pusat 4 3 2 KPU Tg. Priok 3 2 66,67% 3 KPU Batam 1 1 100,00% 4 KPU Soekarno Hatta 1 1 100,00% 5 NAD 4 3 75,00% 6 Sumut 6 6 100,00% 7 Riau & Sumbar 10 8 80,00% 8 Khusus Kepri 40 33 82,50% 9 Sumbagsel 5 5 100,00% 10 Banten 1 1 100,00% 11 Jakarta 2 2 100,00% 12 Jabar 8 8 100,00% 13 Jateng & DIY 14 11 78,57% 14 Jatim I 8 7 87,50% 15 Jatim II 3 3 100,00% 16 Bali, NTB, NTT 0 0 - 17 Kalbagbar 3 2 66,67% 18 Kalbagtim 1 1 100,00% 19 Sulawesi 4 4 100,00% 20 Maluku, Papua & Papua Barat 1 1 100,00% 119 102 85,71% JUMLAH (SP3 dikeluarkan dari perhitungan) TABEL 3.61 Hasil Penyidikan yang P-21 Tahun 2015 Sumber: Direktorat P2 Akuntabilitas Kinerja 121 Tercapainya target tahun 2015 tidak lepas dari Tindak lanjut temuan pelanggaran merupakan upaya DJBC untuk meningkatkan profesionalisme tindak lanjut terhadap temuan pelanggaran di para penyidik Bea dan Cukai di seluruh wilayah bidang kepabeanan dan cukai sebagai berikut : Indonesia, hal ini bisa terjadi berkat asistensi 1. Tindak lanjut temuan pelanggaran sesuai dan workshop yang diadakan terkait dengan dengan Pasal 84 huruf a sampai dengan kegiatan penyidikan. Selain itu, tingkat kecepatan h Perdirjen Nomor: P-53/BC/2010 tentang penyelesaian penyidikan yang masih bervariasi Tata Laksana Pengawasan, yang dapat antar wilayah juga berdampak pada capaian IKU berupa : yang terlihat kurang cepat, hal ini disebabkan a. pengenaan sanksi andministrasi berupa masih minimnya pemahaman sebagian jaksa terhadap tindak pidana kepabeanan dan cukai di beberapa daerah, belum optimalnya denda, b. penyidikan, c. koordinasi antara DJBC dengan Kejaksaan, penetapan barang sebagai Barang Dikuasai Negara (BDN) atau Barang dan belum adanya kurikulum tindak pidana kepabeanan dan cukai di Universitas-universitas d. pemblokiran, serta lembaga pendidikan di Indonesia sehingga e. rekomendasi audit, minimnya pemahaman masyarakat terhadap hal f. reekspor, tersebut. g. rekomendasi tidak dilayani pemesanan Strategi-strategi yang dilakukan DJBC untuk h. pelimpahan ke Instansi terkait; pita cukai, mendukung capaian 2. Pembekuan NPPBKC; IKU pada tahun 2015 ini diantaranya melalui ketercapaian target 3. Pencabutan NPPBKC; asistensi penyelesaian SPDP pada unit kerja 4. Pemusnahan Barang Kena Cukai. yang mengalami kesulitan administrasi dan teknis dalam penyelesaian penyidikan (P21), Kegiatan pelaksanaan workshop admnistrasi penyidikan, penindakan penindakan dan pelaksanaan pra-seleksi bagi peserta yang cukai yang dilakukan oleh unit penindakan akan mengikuti Diklat Penyidikan. DJBC selama tahun 2015 dan dibuktikan dengan pelanggaran adalah kegiatan kepabeanan dan dokumen Surat Bukti Penindakan (SBP). b. Persentase tindak lanjut temuan Pengukuran IKU ini dengan cara membandingkan antara jumlah temuan pelanggaran di bidang IKU ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepabeanan dan cukai yang ditindaklanjuti keberhasilan dengan jumlah kegiatan penindakan. Apabila penindakan pelanggaran kepabeanan dan cukai. Pelanggaran kepabeanan satu dan cukai adalah pelanggaran kepabeanan dan lebih dari satu jenis tindak lanjut maka untuk cukai yang berhasil ditindak oleh petugas Kantor perhitungan capaian IKU hanya sebagai satu Pusat DJBC, Kanwil DJBC, KPU, dan KPPBC di tindak lanjut saja. seluruh Indonesia pada tahun 2015. 122 kegiatan penindakan menghasilkan Selama tahun 2015 terdapat 10.257 kegiatan penindakan yang dilakukan dan sebagai berikut: No. Unit Kerja Jumlah SBP s.d. bulan berjalan Jumlah Tindak Lanjut Temuan hasil pelanggaran s.d. bulan berjalan % tindak lanjut temuan pelanggaran Target 2015 a b C = (b/a x 100%) d 157 130 82,80% 1 Direktorat P2 2 Aceh 93 92 98,92% 3 Sumut 327 278 85,02% 4 Riau & Sumbar 229 202 88,21% 5 Khusus Kepri 173 169 97,69% 6 Sumbagsel 256 236 92,19% 7 Banten 564 556 98,58% 8 Jakarta 895 825 92,18% 9 Jabar 622 559 89,87% 10 Jateng & DIY 1.247 1.220 97,83% 11 Jatim I 1.003 899 89,63% 12 Jatim II 516 487 94,38% 13 Bali, NTB & NTT 1.636 1.496 91,44% 14 Kalbagbar 490 470 95,92% 15 Kalbagtim 233 209 89,70% 16 Sulawesi 386 363 94,04% 17 MPP 73 73 100,00% 18 KPU Tg. Priok 911 730 80,13% 19 KPU Batam 184 180 97,83% 20 KPU Soetta 262 179 68,32% 10.257 9.353 91,19% Total TABEL 3.62 Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran 80% Sumber: Direktorat Penindakan dan Penyidikan, DJBC Kinerja ini diharapkan dapat terus dipertahankan mengingat sampai dengan Akuntabilitas Kinerja 123 Faktor yang mempengaruhi pencapaian IKU ini yaitu terjadinya peningkatan kegiatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai pada seluruh unit pengawasan di tingkat Kantor Pusat DJBC (Direktorat Penindakan dan Penyidikan), Pengawasan Bea dan Cukai di seluruh Indonesia. Terkait hal tersebut, strategi-strategi yang telah dilakukan DJBC pada tahun 2015 untuk mendukung ketercapaian IKU ini diantaranya melalui peningkatan kemampuan petugas DJBC dalam melakukan kegiatan penindakan, melakukan updating modus pelanggaran pada database penindakan DJBC, meningkatkan akurasi informasi intelijen DJBC, melakukan asistensi percepatan proses penanganan pasca penindakan, meningkatkan koordinasi antar unit pengawasan di lingkungan DJBC dalam bentuk Rapat Kerja Pengawasan (Rakerwas) pada hukum lainnya. tinggi untuk kepentingan jangka panjang. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, TABEL 3.63 Capaian IKU pada Sasaran Strategis SDM yang kompetitif SS 9. SDM yang kompetitif Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 9a Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan 88% 90,86 103,25 9b Nilai peningkatan kompetensi SDM 22 28,94 120 Uraian mengenai kedua IKU tersebut adalah sebagaimana berikut ini. a. Kompetensi Jabatan merupakan salah satu IKU Kemenkeu Wide Kementerian Keuangan tahun 2015. IKU ini disusun untuk mengukur persentase pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatannya. 124 Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang telah b. prioritas pelaksanaan AC diberikan kepada memenuhi Standar Kompetensi Jabatannya, diperoleh pejabat yang belum mengikuti AC pada dari jumlah pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan eseloneringnya yang baru atau pejabat yang Kementerian Keuangan yang memiliki nilai Job Person c. eselon II, III dan IV di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah mengikuti prioritas pelaksanaan (Re- AC) dapat dilakukan terhadap pejabat yang (AC). Pada tahun 2015, persentase pejabat Kemenkeu yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya pada tahun namun telah dilakukan pengembangan kompetensi terlebih dahulu sebelumnya; d. penyusunan pemetaan gap kompetensi 103,25. pegawai sehingga pengembangan dilakukan Pejabat Eselon II, III, dan IV di lingkungan Kemenkeu kebutuhan pegawai untuk memenuhi persyaratan kompetensi pada jabatannya atau keseluruhan pejabat dimaksud, yang telah memenuhi Standar Kompetensi Jabatan (SKJ). Pelaksanaan kegiatan prioritas tersebut, diharapkan meningkatkan kompetensi pejabat, sehingga ketika TABEL 3.64 Capaian IKU Persentase Pejabat Kementerian Keuangan yang Telah Memenuhi Standar Kompetensi Jabatan T/R Q1 Q2 Q3 dilakukan Re-AC hasil assessmen menjadi lebih baik Q4 2. Penempatan Pejabat Hasil AC dipergunakan sebagai salah satu bahan Target 88% 88% 88% 88% Realisasi 89,01% 91,11% 91,10% 90,86% pertimbangan Capaian 101,15% 103,53% 103,52% 103,25% penempatan pegawai dalam jabatan struktural dalam pembuatan keputusan eselon II, III, dan IV, yaitu dengan menempatkan pegawai pada suatu jabatan struktural dengan Perolehan capaian yang melebihi target ini didukung oleh beberapa hal sebagai berikut: persyaratan. Sebagai tindakan preventif dalam menempatkan pejabat yang telah memenuhi 1. Prioritas AC dan pengembangan pegawai. a. pengembangan kompetensi bagi pejabat Tahun 2012 tentang Penetapan Nilai Job Person lain melalui pelaksanakan diklat kompetensi maupun pemberian penugasan khusus/special di Lingkungan Kementerian Keuangan) maka assignment untuk meningkatkan kompetensi pejabat terkait; Akuntabilitas Kinerja 125 Salah satu tujuan dari Rencana Strategis pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi didapatkan birokrasi, dan kompetensi dari para peserta diklat yang penguatan kelembagaan. Terkait tujuan memenuhi yang memenuhi syarat. Sampel tersebut, sasaran strategis yang harus yang akan digunakan dalam IKU ini adalah dicapai secara nyata oleh Kementerian diklat/peserta diklat yang memenuhi syarat- , rata-rata Capaian adalah adanya kesinambungan reformasi perbaikan dari jabatan. peningkatan syarat sebagai berikut: kompetitif tersebut, perlu adanya suatu indikator yang dapat memastikan para pejabat strukturalnya memiliki kompetensi yang mendukung pelaksanaan tugas dalam hal ini dengan mempersyaratkan nilai (1) Diutamakan diklat dengan peserta berasal dari eselon I yang sama (2) Diutamakan bukan merupakan penyegaran maupun diklat lanjutan (3) Diklat yang memiliki tujuan “mampu menerapkan/mengaplikasikan”, Persentase Pejabat yang memenuhi Standar diklat sesuai dengan kriteria C3 pada Taksonomi Bloom Kompetensi Jabatan memastikan jumlah pejabat struktural Kementerian Keuangan Adapun proses pengukuran peningkatan kompetensi adalah sebagai berikut. menjalankan tugas secara baik dan optimal. a. melakukan leveling kompetensi awal dengan melakukan pre-assessment kepada para peserta diklat. Assessment dilakukan mengukur keberhasilan program pendidikan baik kepada peserta diklat, maupun dengan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi survei kepada rekan kerja dan atasan peserta dimaksudkan peserta diklat. Pegawai yang akan dianalisis program-program adalah pegawai yang memiliki nilai pre- diklat. Indikator mengukur dari ini dan Pelatihan Keuangan (BPPK). Selain mengukur b. melakukan leveling kompetensi akhir, keberhasilan program BPPK, indikator ini juga menggunakan metode yang sama seperti dapat membantu unit-unit pengguna untuk proses leveling kompetensi awal. Kegiatan mengetahui peningkatan kompetensi individual dilakukan secepat-cepatnya 3 bulan dan para peserta pendidikan dan pelatihan. peserta kembali bekerja sesuai dengan Formula : Rata-rata (nilai kompetensi akhir – kompetensi yang diperoleh dari diklat nilai kompetensi awal) yang diikuti dengan maksud alumni diklat memiliki kesempatan mengamalkan ilmu yang didapat pada saat pendidikan. kemampuan 126 kerja yang mencakup aspek c. Skala penilaian assessment adalah 1 – 10 dengan konversi ke skor 1 – 100 baik pada level kompetensi awal maupun level kompetensi akhir. d. Target tahun 2015 sebesar 22 memiliki arti alumni diklat mengalami kenaikan nilai level kompetensi sebesar 22. e. konversi 80,00, sehingga peserta diklat tersebut mengalami kenaikan nilai level kompetensi sebesar 20,00. f. Pada tahun 2015, peserta diklat pada program yang dievaluasi di BPPK Pada Tahun 2015, BPPK melakukan evaluasi pada 22 Diklat. Jenis diklat yang dievaluasi meliputi Diklat Teknis Substantif Spesialisasi (DTSS), Diklat Teknis Substansif Dasar (DTSD), Diklat Fungsional (DF), dan Diklat Peningkatan Kompetensi (DPK). Peningkatan pada tahun 2015 mengalami peningkatan dari PENJELASAN CAPAIAN Target Realisasi BPPK 22 28,94 Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 24 26,40 UNIT 37,10 Pusdiklat Bea dan Cukai 24 24,4 Diklat Staf PPK 26,4 Diklat Perencanaan Kas 28,4 DTSS Intelijen Taktis 41,5 DTSS Pemeriksaan Barang Ekspor 40,9 DTSS Pemeriksaan Barang Impor 41,2 Workshop Frontliner Indonesian Airport Customs 30,9 DTSS Beracara Di Pengadilan 37,6 22,06 DTSS Supervisor Teknologi Informasi dan Komunikasi DJKN Tingkat Pemula 45,6 20,83 DTSS Pengurusan Piutang Negara 43,8 Diklat Microsoft Word dan Powerpoint Tingkat Lanjutan 28,37 Diklat Microsoft 21,91 22 22 Diklat Bendahara Penerimaan DJBC 31 24,95 Pusdiklat Keuangan Umum NILAI PENINGKATAN KOMPETENSI DTSS Pemeriksaan Barang Berbahaya 42,30 Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan DIKLAT YANG DIEVALUASI TABEL 3.65 Nilai peningkatan kompetensi 22 Diklat Akuntabilitas Kinerja 127 Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 24 26,40 37,10 Pusdiklat Bea dan Cukai 24 42,30 24,95 Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan 22 22,06 UNIT Target Realisasi 20,83 Pusdiklat Keuangan Umum Pusdiklat Pajak Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia 22 20 20 Diklat Bendahara Penerimaan DJBC 24,4 Diklat Staf PPK 26,4 Diklat Perencanaan Kas 28,4 DTSS Intelijen Taktis 41,5 DTSS Pemeriksaan Barang Berbahaya 31 DTSS Pemeriksaan Barang Ekspor 40,9 DTSS Pemeriksaan Barang Impor 41,2 Workshop Frontliner Indonesian Airport Customs 30,9 DTSS Beracara Di Pengadilan 37,6 DTSS PENJELASAN Supervisor CAPAIAN 45,6 Teknologi Informasi NILAI danDIKLAT Komunikasi PENINGDJKNYANG Tingkat KATAN DIEVALUASI Pemula KOMPETENSI DTSS Pengurusan Piutang Negara 43,8 Diklat Microsoft Word dan Powerpoint Tingkat Lanjutan 28,37 Diklat Microsoft Excel Tingkat Lanjutan 21,91 Diklat Tata Naskah Dinas 24,58 Diklat Fungsional Pemeriksa Ahli 23,06 DTSS Penelaah Keberatan Dasar 24,22 DTSD Pajak I 16,98 Diklat Peningkatan Kompetensi (DPK) Pejabat Eselon IV 24,29 DPK Kreativitas dan Inovasi Angkatan 1 31,83 Diklat SOP 35,31 Diklat Transformasional Leadership dan DPK Pelaksana 2,6 10,14 Berdasarkan kendala pelaksanaan kegiatan pada tahun 2014, BPPK telah melaksanakan beberapa perbaikan dalam usaha mancapai target indikator ini, yaitu: a. Perbaikan kurikulum diklat berdasarkan hasil evaluasi, antara lain berupa pengembangan metode pembelajaran melalui pendekatan kasus, diskusi interaktif & pengaplikasian bahan yg dipelajari b. Peningkatan kompetensi pengajar melalui diklat di dalam dan luar badan c. Perbaikan metode evaluasi dengan menambahkan ujian praktek pada diklat teknis tertentu d. Validasi Program Diklat Kendala yang dihadapi pada pelaksanaan IKU ini adalah adanya beberapa diklat yang bertujuan meningkatkan soft skill yang belum dapat dinilai peningkatannya pada jangka waktu enam bulan. 128 menunjang pencapaian tujuan strategi tujuh tujuan Kementerian Keuangan, dengan indikator kinerja dan target yang sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Keuangan tersebut. Dengan tercapainya target Nilai Penilaian Kementerian Keuangan yang berintegritas dan berkompetensi tinggi. Organisasi yang sehat adalah organisasi yang memenuhi kriteria kondisi internal mencakup unsur: arahan, akuntabilitas, koordinasi dan kendali, orientasi eksternal, kepemimpinan, inovasi dan pembelajaran, kemampuan, motivasi, budaya dan iklim. SS 10. Organisasi sehat yang berkinerja tinggi Indikator Kinerja 10a Indeks kesehatan organisasi 10b Persentase implementasi inisiatif transformasi kelembagaan Target Realisasi Kinerja 75 (skala 100) 75 100 85% 92,00% 108.24 TABEL 3.66 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Organisasi sehat yang berkinerja tinggi Uraian mengenai kedua IKU tersebut adalah sebagaimana berikut ini. a. Indeks Kesehatan Organisasi (10a) Indeks kesehatan organisasi adalah indeks yang mengukur tingkat kesehatan organisasi untuk memberikan umpan balik bagi perbaikan organisasi. Elemen yang diukur pada indeks ini adalah: Arahan, Kepemimpinan, Budaya dan Iklim Eksternal, serta Inovasi dan Pembelajaran. Pengukuran tingkat kesehatan organisasi di Kementerian Keuangan didasarkan pada teori kesehatan organisasi dari Keller dan Price (2011). Penelitian kesehatan organisasi oleh Keller dan Price (2011) menunjukkan bahwa untuk mencapai kinerja yang tinggi secara berkesinambungan, sebuah organisasi Akuntabilitas Kinerja 129 harus secara aktif mengelola kinerja dan kesehatannya. Kinerja organisasi dilaksanakan. Survei adalah hasil atau output yang diberikan oleh suatu dilaksanakan pada tahun 2015 pada pegawai di organisasi kepada para pemangku kepentingan seluruh kantor Kementerian Keuangan, baik di ( tingkat pusat maupun vertikal. kinerja ) dan diukur berdasarkan indikator organisasi yang ditetapkan untuk periode tertentu. Kesehatan organisasi adalah kemampuan organisasi untuk menyelaraskan, untuk tahun 2015 adalah 75, sedangkan hasil mengeksekusi, dan memperbaharui dirinya lebih cepat dari organisasi lain di bidangnya 2015, indeks kesehatan organisasi Kementerian sehingga kinerja Keuangan memperoleh skor 75 juga. Survei yang tinggi dalam jangka panjang. Kesehatan dapat mempertahankan penilaian kesehatan organisasi baru dilaksanakan organisasi terbagi kedalam 3 (tiga) kluster, selama 3 (tiga) tahun, yaitu pada tahun 2013, yaitu keselarasan internal ( ), 2014 dan 2015. Pada survei OHI di tahun 2013, ), dan indeks kesehatan organisasi di Kementerian kualitas eksekusi ( kapasitas pembaharuan ( ). organisasi Kementerian Keuangan memperoleh Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan, 2015, indeks kesehatan organisasi Kementerian penilaian kesehatan organisasi Kementerian Keuangan memperoleh skor 75, atau menurun Keuangan dilaksanakan paling sedikit setiap 2 (dua) tahun. Selanjutnya, melalui Surat Edaran diperbandingkan secara langsung, mengingat tentang pelaksanaan Organisasi Kementerian dan Survei Survei Keuangan Kesehatan indikator dan metodologi ketiganya berbeda. Kepemimpinan tahun 2015 telah pada tabel berikut ini. TABEL 3.67 Hasil survei Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan Tahun 2015 Unit Organisasi Keselarasan Internal DJA DJP DJBC DJPB DJKN DJPK DJPPR Itjen BKF BPPK Kemenkeu 72 68 76 77 81 81 78 72 79 68 74 79 Arahan 58 52 61 62 70 70 64 55 67 53 62 67 Kepemimpinan 77 75 80 82 85 86 84 80 84 75 77 83 Budaya dan Iklim Kerja 76 73 82 82 85 85 81 77 84 73 79 84 Kualitas Eksekusi 67 63 71 71 77 78 72 67 75 64 71 75 Kepemimpinan 77 73 82 82 85 85 82 79 84 74 78 84 Akuntabilitas 73 70 75 76 80 80 77 74 80 71 76 78 Koordinasi dan Kendali 73 66 76 77 81 82 76 72 80 68 74 79 Kapabilitas 61 59 59 63 73 72 70 61 70 60 66 68 Motivasi 54 47 63 59 68 70 58 50 62 48 61 66 72 70 74 78 81 82 79 75 81 70 74 78 Kepemimpinan 65 60 67 68 73 73 66 62 72 63 66 71 Orientasi Eksternal 79 72 77 82 84 84 83 79 83 77 81 81 Inovasi dan Pembelajaran 59 64 64 69 75 75 70 65 76 59 64 70 MOFIN 68 64 71 72 78 78 74 68 76 65 71 75 Kapasitas Pembaharuan 130 Setjen Sumber: Survei MOFIN 2015 Keselarasan Internal 72 68 76 77 81 81 78 72 79 68 74 79 Arahan 58 52 61 62 70 70 64 55 67 53 62 67 Kepemimpinan 77 75 80 82 85 86 84 80 84 75 77 83 Budaya dan Iklim Kerja 76 73 82 82 85 85 81 77 84 73 79 84 Kualitas Eksekusi 67 63 71 71 77 78 72 67 75 64 71 75 Kepemimpinan 77 73 82 82 85 85 82 79 84 74 78 84 Akuntabilitas 73 70 75 76 80 80 77 74 80 71 76 78 Koordinasi dan Kendali 73 66 76 77 81 82 76 72 80 68 74 Setjen DJA DJP DJBC DJPB DJKN DJPK DJPPR Itjen BKF BPPK 66 79 Kemenkeu 68 54 47 63 59 68 70 58 50 62 48 61 66 72 70 74 78 81 82 79 75 81 70 74 78 Kepemimpinan 65 60 67 68 73 73 66 62 72 63 66 71 Orientasi Eksternal 79 72 77 82 84 84 83 79 83 77 81 81 Inovasi dan Pembelajaran 59 64 64 69 75 75 70 65 76 59 64 70 MOFIN 68 64 71 72 78 78 74 68 76 65 71 75 Unit Organisasi Kapabilitas 61 Motivasi Kapasitas Pembaharuan 59 59 63 73 72 70 61 70 60 Sumber: Survei MOFIN 2015 Berdasarkan rencana strategis Kementerian b. 2015 adalah 75 sehingga realisasi kinerja pada tahun ini sesuai dengan yang ditargetkan (75). Perbaikan Kementerian Keuangan telah dilaksanakan melalui Program Keuangan merupakan satu- internal organisasi satunya K/L yang sudah mengukur kesehatan Transformasi organisasi berdasarkan teori Keller dan Price. tersebut menghasilkan Kementerian Kelembagaan. Program Transformasi Kelembagaan yang ditetapkan dengan Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian Transformasi Kelembagaan Keuangan di tahun 2015 dapat tercapai Keuangan Tahun 2014-2025. karena telah dilakukan sosialisasi kepada berisi berbagai inisiatif yang diimplementasikan Pada tahun 2015, target/Indeks Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan tercapai. Kementerian dimaksud pada tahun 2014 dan seterusnya. 2015 dikoordinasikan oleh Sekretariat Jenderal, dengan dibantu oleh 2 tenaga ahli IKU ini bertujuan memonitor implementasi eksternal. Selain itu, pada tahapan content inisiatif , Sekretariat Jenderal meminta Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan. Penyelesaian inisiatif Transformasi kelembagaan pada tahun 2015 dan Unair dalam hal kesesuaian konten kuesioner. Organisasi penyelesaian IKU “Persentase implementasi Kementerian Keuangan di tahun 2015 tercapai Indeks Kesehatan inisiatif Transformasi Kelembagaan” adalah karena unit-unit Eselon I yang memiliki dengan menghitung penyelesaian kontribusi jumlah responden yang besar, pada 87 inisiatif di tahun 2015. seperti DJPB dan DJKN, dapat melampaui Untuk memperoleh nilai yang valid terhadap target. capaian ini, telah dikembangkan dan digunakan ) yang dapat memantau penyelesaian setiap bahkan hingga level aktivitas. Akuntabilitas Kinerja 131 GAMBAR 3.1 Progress Inisiatif Program Progress penyelesaian Inisiatif TKpenyelesaian s.d. 31 Desember 2015 TK per Tema Progress penyelesaian Inisiatif Program TK Kemenkeu s.d. 31 Des 2015 92% 20 40 60 80 100 0 8% 20 40 60 80 20 100 0 0 Tahun 2014 Progres tahun ini: 97% dari Target s.d. hari ini: 100% Progress hingga berakhirnya inisiatif: 68% Progres tahun ini: 95% dari Target s.d. hari ini: 100% Progress hingga berakhirnya inisiatif: 63% Progres tahun ini: 89% dari Target s.d. hari ini: 100% Progress hingga berakhirnya inisiatif: 65% 40 60 20 80 40 60 80 100 0 100 On Track Kegiatan dalam inisiatif telah selesai dilaksanakan atau masih sesuai target s.d. hari ini Anggaran Bea dan Cukai Progres tahun ini: 100% dari Target s.d. hari ini: 100% Progress hingga berakhirnya inisiatif: 43% Progres tahun ini: 83% dari Target s.d. hari ini: 100% Progress hingga berakhirnya inisiatif: 83% merupakan implementasi 100 Perbendaharaan 0 % Task Incompleted 80 Perpajakan 20 % Task Completed 60 Sentral 36% 64% 40 tahun inisiatif awal Warning Kegiatan yang telah selesai dalam inisiatif mencapai: 80% - 99% dari target s.d. hari ini Kegiatan inisiatif yang tidak selesai sampai batas waktu yang ditetapkan (penyelesaian hanya sampai 79% dari target s.d. hari ini) Negara G.2; Arsitektur dan Informasi Kinerja Transformasi Kelembagaan, dimana kegiatan transformasi banyak dilakukan di internal Kementerian . Keuangan dan merupakan kelanjutan program Reformasi Birokrasi. Beberapa yang Sedangkan pada tahun 2015, kegiatan sudah dapat dihasilkan pada tahun 2014 transformasi banyak melibatkan institusi diluar diantaranya Kementerian Keuangan dan lebih banyak Peningkatan kapasitas Kring yang ditargetkan selesai. penurunan yang telah diselesaikan pada tahun 2015 diantaranya: TABEL 3.68 Tema Transformasi Kelembagaan dan Capaiannya No. 1. Tema Tema Perpajakan Capaian 1. Peluncuran Pembayaran Pajak Menggunakan Mini ATM 2. Peluncuran Mobile Tax Unit di KPP Ketapang Barat 3. Uji coba penanganan UKM melalui bentuk penyuluhan BDS (Business Development Service) 4. Penerapan e-Tax Invoice di Jawa-Bali 5. Piloting Compliance Risk Management pada 9 Kanwil dan 16 KPP 6. Pengolahan SPT 1770 SS melalui DPC 8. Penghargaan Platinum dan Gold untuk Kring Pajak 9. Peluncuran website baru DJP 10. Implementasi e-Billing System pada Bank/Pos Persepsi Tahun 2015 11. Penambahan 2 Kanwil dan 10 KPP 12. Pembentukan 2 Direktorat baru (Dit. Pajak Internasional & Dit. Intelijen 13. Penerbitan peraturan di bidang pajak internasional (Advanced Pricing Agreement (APA) dan Mutual Agreement Procedures (MAP)). 132 2. Tema Kepabeanan dan 1. Penurunan dwelling time secara gradual di KPU BC Tanjung Priok Cukai 2. Penegahan berdasarkan penerapan monitoring room di kawasan berikat 3. Aplikasi otomasi kawasan berikat BC 23 dan BC 25 4. Otomasi Manajemen Kinerja 5. Website baru DJBC untuk menunjang kegiatan kehumasan diluncurkan No. 1. Tema Tema Perpajakan Capaian 11. Penambahan 2 Kanwil dan 10 KPP 12. Pembentukan 2 Direktorat baru (Dit. Pajak Internasional & Dit. Intelijen 13. Penerbitan peraturan di bidang pajak internasional (Advanced Pricing Agreement (APA) dan Mutual Agreement Procedures (MAP)). 2. Tema Kepabeanan dan 1. Penurunan dwelling time secara gradual di KPU BC Tanjung Priok Cukai 2. Penegahan berdasarkan penerapan monitoring room di kawasan berikat 3. Aplikasi otomasi kawasan berikat BC 23 dan BC 25 4. Otomasi Manajemen Kinerja 5. Website baru DJBC untuk menunjang kegiatan kehumasan diluncurkan 6. Penghargaan Gold medal dari ICCA dan Predikat Best Small Contact Center Finalist untuk Contact Center DJBC 3. Tema Penganggaran 1. Implementasi ADIK (Arsitektur Data Informasi Kinerja) 2. Telah dibangun aplikasi Sistem Monitoring dan Evaluasi Kinerja Terpadu (SMART) 3. Penelaahan secara online oleh 60 K/L 4. Pembentukan Task Force Anggaran 5. Penyelesaian kebijakan Reviu Angka Dasar dan Penyederhanaan Proses Penelaahan Rumusan 6. Piloting Penerapan Penyampaian Anggaran K/L di Mahkamah Agung 7. Penyederhanaan Proses Revisi di DJA menjadi 5 (lima) hari Kerja 1. Roll Out Sistem Perbendahaaraan dan Anggaran Negara (SPAN) 2. Peluncuran Online Monitoring SPAN (OM SPAN) 3. Pembayaran langsung ke Satker di Luar Negeri 4. Telah terlaksana full-dress simulation Bond Stabilization Framework (BSF) 5. Operasionalisasi Treasury Dealing Room (TDR) 6. Peluncuran SIMAN 7. Peluncuran Layanan Bersama (Co-location) DJPB, DJKN dan DJPPR 8. Piloting Pembayaran Gaji via Penyaluran Langsung pada satker Kemhan dan TNI 9. Piloting Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) 10. Implementasi e-Billing System pada Bank/Pos Persepsi Tahun 2015 11. Aplikasi Renkas G2 12. Perluasan Treasury Single Account (TSA) Pada Rekening Bendahara Pengeluaran 13. Pembentukan Unit Investor Relation 14. Pembentukan BLU Manajemen Aset 15. Disusun kebijakan penilaian SDA 16. Penyelesaian Kebijakan Standar Barang dan Standar Kebutuhan Selain Tanah dan Bangunan 17. Peluncuran Online Tutorial Aplikasi SAIBA 18. Klinik untuk Penerapan Standard Akuntansi Akrual 1. Pedoman Penyusunan SOP berbasis RASCI (Responsible, Approval, Support, Consult, Inform) #I-2 2. Peluncuran PKN STAN 3. Aplikasi Pencetakan Dokumen 4. Pelaksanaan Manajemen Perubahan Transformasi Kelembagaan 5. Publikasi Spending Reviu 6. Produk IT Standar yang terdaftar dalam e-catalogue LKPP 7. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan yang mengatur 8. Peraturan presiden Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan DJP 10. Pembentukan Tim Persiapan Kelembagaan Baru DJP melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1107/KMK.01/2015 tentang Perubahan atas Keputusan Kinerja dengan Metode Baru 4. 5. Tema Perbendaharaan Tema Sentral organisasi DJP 522/KMK.03/2015tentang TimPersiapan Kelembagaan Baru DJP Menteri Keuangan Nomor 669/KMK.01/2015 tentang Layanan Bersama Terkait Dengan Pelaksanaan Fungsi Perbendaharaan, Kekayaan Negara dan Keuangan Negara Lainnya di Daerah 12. Peluncuran Co-location di Surabaya 13. Penetapan Pokok-Pokok Kebijakan Kelembagaan Baru DJP dalam RUU KUP 14. PMK -234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja 15. Penataan Organisasi Kemenkeu Kementerian Keuangan 16. Penetapan Arah Kebijakan Transformasi Organisasi 2015-2023 melalui Memo Menteri Keuangan Nomor 13/MK.01/2015 (Hasil LOM) Akuntabilitas Kinerja 133 No. 5. Tema Tema Sentral Capaian 11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1107/KMK.01/2015 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 669/KMK.01/2015 tentang Layanan Bersama Terkait Dengan Pelaksanaan Fungsi Perbendaharaan, Kekayaan Negara dan Keuangan Negara Lainnya di Daerah 12. Peluncuran Co-location di Surabaya 13. Penetapan Pokok-Pokok Kebijakan Kelembagaan Baru DJP dalam RUU KUP 14. PMK -234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja 15. Penataan Organisasi Kemenkeu Kementerian Keuangan 16. Penetapan Arah Kebijakan Transformasi Organisasi 2015-2023 melalui Memo Menteri Keuangan Nomor 13/MK.01/2015 (Hasil LOM) Penyelesaian kegiatan ini merupakan hasil dari Beberapa isu utama pada penyelesaian inisiatif sinergi yang baik antara para Transformasi Kelembagaan pada setiap tema diantaranya: Kementerian Keuangan, (CTO) serta dukungan dan perhatian yang tinggi dari Pimpinan Kementerian Keuangan. TABEL 3.69 Isu utama penyelesaian inisiatif Transformasi Kelembagaan No. 1. Tema Tema Perpajakan Isu Utama Persiapan pemberlakuan mini ATM (mesin EDC) di KPP seluruh Indonesia. Saat ini sedang disempurnakan R-PMK Sewa BMN untuk dapat mengakomodasi pemberian tarif khusus terkait penempatan mesin EDC di KPP 2. Tema Kepabeanan dan Cukai 3. Tema Penganggaran anggaran. Tema Perbendaharaan bank. 5. Tema Sentral penetapan sistem manajemen talenta oleh pimpinan Kementerian Keuangan. diperlukan dorongan kepada KemenPAN RB terkait hal ini. KemenPAN-RB. 134 Serangkaian program baik Kegiatan dalam bentuk publikasi capaian inisiatif kepada seluruh pegawai, pemberian kepada yang dilakukan pada tahun 2015 diantaranya: penghargaan Peluncuran dan seminar Transformasi , hingga pelaksanaan kegiatan Pimpinan Keuangan juga Kementerian dilaksanakan baik Bincang Pagi dan dan Kunjungan Kerja secara terpusat maupun secara mandiri oleh masingmasing unit Eselon I. Surabaya sekaligus Launching Layanan Bersama di Surabaya, 22-23 Oktober 2015; Selain program tantangan internal, Transformasi implementasi Kelembagaan juga memerlukan koordinasi dan dukungan dari Penyampaian Info Transformasi (INTRA) sebagai sarana pihak eksternal seperti: penyampaian implementasi Transformasi Transformasi Kelembagaan Dukungan Kementerian PAN-RB atas format Kelembagaan; organisasi Kementerian Keuangan yang Penyampaian berbeda dengan format struktur organisasi kepada semua pegawai melalui media BERAKSI (Berita K/L pada umumnya; Aktual Transformasi); Dukungan dari Bank Indonesia dan Otoritas Pembuatan Jasa (CITRA) yang membukukan terobosan yang dilakukan Keuangan dibidang pengelolaan Capaian Buku Catatan Inspirasi Transformasi likuiditas dan surat berharga negara; dan pegawai Kementerian Keuangan di seluruh Indonesia; Dukungan dari Kementerian Koordinator Penunjukan Duta Transformasi; bid. Perekonomian, Kementerian ; Pembuatan Buku Saku dan dalam upaya penurunan . ; Pelaksanaan Rapat Pimpinan baik melelui dan Untuk memperoleh dukungan tersebut Pelaksanaan ; untuk evaluasi implementasi telah dilakukan berbagai rapat pembahasan inisiatif Transformasi Kelembagaan; dan koordinasi yang intensif dengan para Pelaksanaan eksternal. sebagai evaluasi serta problem sarana solving atas penyelesaian inisiatif. Hambatan/tantangan yang dihadapi dalam implementasi program Transformasi Kelembagaan secara umum antara lain adalah 11. Sasaran Strategis 11: Sistem Informasi Manajemen yang Terintegrasi koordinasi antar unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan rangka meningkatkan untuk itu dalam dan dukungan Integrasi Teknologi Informasi Keuangan (TIK) adalah penyatuan berbagai sistem TIK ke dalam satu sistem DC ( ) dan terhadap penyelesaian inisiatif Transformasi DRC ( Kelembagaan. mampu mengelola data dan informasi yang memenuhi kriteria ). TIK yang andal adalah TIK yang Akuntabilitas Kinerja 135 lengkap, akurat, mutakhir, dan terpercaya. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, sebagaimana Tabel 3.70 berikut: Uraian mengenai kedua IKU tersebut tampak berikut ini. a. Persentase integrasi TIK Kemenkeu (11a) Persentase Integrasi TIK Kementerian Keuangan merupakan IKU KemenkeuWide melalui konsolidasi infrastruktur perangkat TIK dan integrasi sistem informasi seluruh Unit Eselon I pada dan (DC dan DRC) Kemenkeu. Untuk menunjang tercapainya sistem informasi manajemen yang terintegrasi, dibutuhkan infrastruktur TIK yang memadai. Pembangunan TABEL 3.70 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Sistem Informasi Manajemen yang tergintegrasi SS 11. Perwujudan TIK yang terintegrasi Indikator Kinerja 11a Persentase integrasi TIK Kemenkeu Target Realisasi 100% 100% Kinerja 100 infrastruktur TIK tersebut dilaksanakan sejak tahun 2011-2015 sesuai dengan Perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan. Proses konsolidasi infrastruktur perangkat TIK di lingkungan Kemenkeu dilakukan secara berkelanjutan sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Proses integrasi dimulai dengan mengkonsolidasikan perangkat infrastruktur TIK seluruh Unit Eselon I ke DC Kemenkeu. Selanjutnya, dilakukan pembangunan fasilitas DRC Kemenkeu di Balikpapan serta pengkonsolidasian infrastruktur DRC Unit Eselon I ke DRC Kemenkeu. Setelah proses integrasi infrastruktur TIK selesai dilakukan, kegiatan integrasi TIK dilanjutkan dengan integrasi sistem informasi. Integrasi sistem informasi di lingkungan Kemenkeu dimulai tahun 2015 dan sistem informasi tersebut dapat dilakukan pada level data maupun aplikasi. 136 Dengan adanya integrasi TIK di lingkungan Kemenkeu, diharapkan Kemenkeu akan memiliki sistem pengelolaan keuangan Negara yang terintegrasi sehingga memudahkan dalam pengelolaannya serta mengoptimalkan pemanfaatannya. Tahapan kegiatan integrasi TIK yang telah dilakukan sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 adalah sebagai berikut. TABEL 3.71 Kegiatan integrasi TIK 2011-2015 Tahun 2011 2012 Kegiatan 1. Proses Pengadaan Pembangunan DC-DRC 2. Pembangunan DC-DRC 3. Proses Pengadaan Perangkat Keras, Jaringan dan Perangkat Lunak TIK Tahap I 4. Deployment Perangkat Keras, Jaringan dan Perangkat Lunak Tahap I 5. Proses Pengadaan Konsultan Pembangunan Integrasi TIK Tahap I 6. Pelaksanaan Konsultansi Pembangunan Integrasi TIK Tahap I 1. Proses Pengadaan Integrasi akses komunikasi Data Kementerian Keuangan 2. Implementasi Integrasi akses komunikasi Data Kementerian Keuangan (Akses 3. Proses Pengadaan Perangkat Keras, Jaringan dan Perangkat Lunak TIK DC 4. Implementasi Perangkat Keras, Jaringan dan Perangkat Lunak TIK DC 5. Proses Pengadaan Konsolidasi Infrastruktur TIK DC Kemenkeu(Jasa 6. Proses Konsolidasi Infrastruktur TIK DC Kemenkeu 7. Proses Pengadaan Konsultan Manajemen Konstruksi DRC Kemenkeu di 8. Pelaksanaan Manajemen Konstruksi DRC Kemenkeu di Balikpapan 9. Proses Pengadaan Konsultan Perencana DRC Kemenkeu di Balikpapan 10. Pelaksanaan Perencanaan DRC Kemenkeu di Balikpapan 11. Proses Pengadaan Pelaksana Pembangunan DRC Kemenkeu di Balikpapan 12. Pelaksanaan Pembangunan DRC Kemenkeu di Balikpapan 13. Proses Pengadaan Strategi Konsolidasi Infrastruktur TIK DRC Kemenkeu (Jasa 14. Penyusunan Strategi Konsolidasi Infrastruktur TIK DRC Kemenkeu 15. Proses Pengadaan Penyiapan SDM TIK Kemenkeu(Jasa konsultansi Gap Analysis 16. Penyiapan SDM TIK Kemenkeu(Jasa konsultansi Gap Analysis SDM TIK) 1. Persentase integrasi akses komunikasi Data Kementerian Keuangan (Akses 2. Pelaksanaan Konsolidasi Infrastruktur TIK DRC Kemenkeu 3. Implementasi DRP pada DRC Kemenkeu(mencakup dokumen DRP, BIA, Realisasi 40% (Akses Internet, Intranet dan Data Eksternal) Internet, Intranet dan Data Eksternal) Kemenkeu Tahun 2012 Kemenkeu Tahun 2012 Pemindahan DC) Balikpapan 55,78% Pemindahan DRC) SDM TIK) 2013 Internet, Intranet dan Data Eksternal) 80% dokumen strategi redundancy DC/DRC, implementasi) 4. Integrasi Domain Kemenkeu pada DC/DRC Akuntabilitas Kinerja 137 Tahun Kegiatan 2014 1. 2. Realisasi Persiapan Integrasi TIK Tahun 2014, meliputi: a. Kajian Kebutuhan Perangkat TIK DC dan DRC b. Persiapan dan Strategi Implementasi Keamanan Informasi DC dan DRC Pengembangan Perangkat Keamanan Informasi: a. Standar Pengelolaan Antivirus di lingkungan Kemenkeu b. Strategi Implementasi Hasil Pengadaan Perangkat Keamanan Informasi Tahun 2013 c. Implementasi Hasil Pengadaan Perangkat Keamanan Informasi Tahun 2013 meliputi: distribusi ke Unit Eselon I sesuai kebutuhan dan instalasi antivirus 3. 90% Pengembangan Perangkat TIK DC dan DRC: Kegiatan ini merupakan ketersediaan perangkat DC dan DRC sesuai kebutuhan tahun 2014 untuk menyesuaikan fungsi DRC menjadi sama (1:1) dengan fungsi DC saat ini berdasarkan BIA. 4. Penyusunan Desain Datawarehouse Kemenkeu, kegiatan meliputi : a. Assessment kebutuhan pada 7 (tujuh) Unit Eselon I sebagai draft desain sistem layanan data b. Penyusunan kerangka sistem layanan Data yang sudah dibahas dan disetujui oleh Pokja Arsitektur 2015 1. 2. Pembangunan Sistem Layanan Data Kementerian Keuangan, meliputi: b. Perancangan sistem layanan data Kementerian Keuangan c. Implementasi sistem layanan data Kementerian Keuangan (Piloting) Integrasi Service Desk Kemenkeu, meliputi: 100% a. Arsitektur Integrasi Service Desk Kemenkeu b. Pengembangan Teknologi Integrasi Service Desk (untuk masa Transisi) c. Skema Pengelolaan dan Operasional Service Desk Terintegrasi d. SOP Link integrasi service desk (MPN-G2/CEISA) Pada tahun 2015, penjabaran kegiatan yang dilakukan kegiatan terkait pembangunan telah dilakukan dalam rangka mendukung SLDK seperti berikut: integrasi TIK Kementerian Keuangan adalah: a. kebutuhan 1. Pembangunan Sistem Layanan Data reporting seluruh unit Eselon I Kemenkeu Sistem Layanan Data Kemenkeu (SLDK) kebutuhan adalah sistem yang menjadi “ I ” untuk Kemenkeu. Dengan adanya berdasarkan unit hasil Eselon asesmen ke seluruh unit Eselon I. Dari kegiatan SLDK, diharapkan data yang sebelumnya 138 berada di sistem-sistem yang terpisah Eselon I yang belum maupun sudah (silo) dapat dikonsolidasi pada satu sistem mengimplementasikan sistem layanan sehingga memudahkan pengguna dalam data. Selain itu, didapatkan pula jenis memperoleh data. Pada tahun 2015 telah laporan-laporan yang dihasilkan dari sistem tersebut dan teknologi yang adalah adanya digunakan; sebagai b. yang berperan (SPOC) untuk menghubungkan antara pengguna layanan dan penyedia layanan. Dengan disusun hasil asesmen, organisasi, kebutuhan , saran dari ahli yang terintegrasi, pengguna layanan cukup menghubungi satu untuk serta visi organisasi terhadap layanan dapat menyampaikan kebutuhannya untuk data. kemudian diproses lebih lanjut. Desain tersebut selanjutnya menjadi salah satu panduan dalam implementasi SLDK sehingga Saat ini, beberapa unit Eselon I telah implementasi tersebut dapat sesuai memiliki dengan yang diharapkan; silo. Untuk memudahkan pengguna layanan c. / yang bersifat dan peningkatan kualitas tata kelola TA 2015 , maka perlu dilakukan integrasi Pada tahun 2015, dilakukan uji coba level Kemenkeu. Pada tahun 2015 telah replikasi data dari sumber data yang dilakukan kegiatan terkait intgerasi Service dikelola oleh salah satu unit Eselon I Desk Kemenkeu sebagai berikut: ke dalam database yang dikelola oleh a. pelaksana unit TIK pusat. Uji coba tersebut skala merupakan kecil untuk pembelajaran nantinya Kementerian Keuangan; b. dapat diterapkan pada skala yang lebih besar. Terintegrasi; c. Hasil uji coba tersebut dituangkan pada Laporan Implementasi SLDK TA 2015. d. Teknologi 2. Integrasi Kementerian Integrasi Kemenkeu Keuangan (Kemenkeu) adalah organisasi besar yang melayani dan Capaian kegiatan integrasi TIK Kementerian berinteraksi dengan banyak Keuangan sampai dengan tahun 2015 sebesar baik dari internal maupun eksternal Kemenkeu. Dalam perjalanannya, banyak kebutuhan yang perlu dikelola dengan baik sehingga Kemenkeu adalah target kegiatan pada Sasaran Strategis (pengguna layanan) dapat melayani dengan Indikator Kinerja Persentase Integrasi kebutuhan tersebut dengan baik pula. Solusi yang dapat ditawarkan kebutuhan dalam pengguna pemenuhan layanan tersebut Akuntabilitas Kinerja 139 Salah satu pengelolaan sumber daya organisasi adalah dana. Dana yang tersedia dalam dokumen pelaksanaan anggaran, harus dikelola dengan optimal sesuai rencana yang telah ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dokumen yang dipakai dalam pengelolaan dana adalah DIPA. DIPA merupakan dokumen pelaksanaan anggaran yang sesuai ketentuan menjadi dasar pengelolaan belanja negara. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan 3.72 berikut: TABEL 3.72 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Pelaksanaan Anggaran yang Optimal SS 12. Pelaksanaan anggaran yang optimal Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja 12a Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BUN 4 (WTP) 3,75 93,75 12b Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja 95% 99,00% 104,21 Uraian mengenai kedua IKU tersebut tampak berikut ini. a. Untuk mewujudkan akuntabilitas dan tranparansi atas pengelolaan keuangan negara, pemerintah pusat menyusun laporan keuangannya secara lengkap dengan memberikan informasi yang jelas. Tiap tahunnya, pemerintah pusat berkomitmen untuk meningkatkan kualitas laporan keuangannya melalui ketepatan penyusunan pertanggungjawaban anggaran dan opini yang baik, yaitu laporan keuangan. Hal ini dibuktikan dari Renstra Kementerian Keuangan tahun ke Inspektur Jenderal. dengan adanya pengembangan aplikasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Dengan adanya sistem aplikasi tersebut diharapkan tingkat validasi data laporan keuangan dapat sepenuhnya diyakini dan menghasilkan atas LK BUN dari BPK RI belum dapat diwujudkan. LK BUN masih mendapat opini 140 ahli manajemen akuntansi dan pelaporan keuangan Negara. RI. Realisasi IKU rata-rata indeks opini BPK RI 3. (PIC) masing- atas LK BA 15 dan LK BUN masih sama dengan masing unit eselon I untuk menyelesaikan tahun lalu yaitu sebesar 3,75 dari target nilai tindak lanjut dan potensi temuan serta indeks 4. melakukan rapat tindak lanjut mingguan. INDEKS 4. Pembentukan task force tindak lanjut hasil 4 pengawasan auditor eksternal. 3.95 3.9 3.85 oleh beberapa hal, salah satunya dari segi 3.8 validitas dan akurasi data LK BUN yang 3.75 menurut BPK RI kurang dapat diandalkan. 3.7 Pada tahun 2015, Kementerian Keuangan telah 3.65 2012 2013 2014 2015 mengimplementasikan SPAN dalam proses bisnisnya, namun masih terdapat permasalahan dalam GRAFIK 3.20 Indeks Opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BUN tahun 2012-2015 tahap awal implementasi sistem tersebut. Permasalahan-permasalahan seperti perbedaan antara nilai kas di rekening BI, Kas KPPN, Kas hibah, Kas BLU antara data SPAN perbaikan secara terus menerus dan mendapat dengan rekening koran serta penyajian catatan perhatian penuh dari penyusun LK BUN khususnya terhadap kualitas penyajian dan akurat. Selain itu, sistem pengendalian intern ketepatan waktu pelaporan. atas pencatatan, pelaporan serta pengelolaan aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga Sesuai peran dan tugas fungsinya, Inspektorat dinilai belum memadai. Jenderal selama tahun 2015 telah melaksanakan beberapa kegiatan untuk mendukung pencapaian target atas IKU rata-rata indeks Di samping beberapa permasalahan diatas, Inspektorat Jenderal juga menyadari opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BUN. Kegiatan tersebut diantaranya: atas LK BUN datang dari penetapan kebijakan penyusunan akuntansi berbasis akrual. 1. Pendampingan audit BPK-RI atas LK BA Dengan diberlakukannya akuntansi berbasis 015 dan LK BUN TA 2014 serta melakukan akrual, serta merta pula timbul kewajiban yang tindak lanjut temuan audit BPK semakin besar untuk menjaga kualitas laporan atas LK TA 2014 dan tahun sebelumnya, 2. Rapat koordinasi peningkatan kualitas keuangan. Hal-hal di atas kemudian akan berimplikasi terhadap harapan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dengan untuk meningkatkan kualitas LK BUN yang perwakilan seluruh unit eselon I dan tenaga belum dapat terpenuhi. Akuntabilitas Kinerja 141 Permasalahan-permasalahan di atas sebenar- Perbendaharaan nya masih dalam proses tindak lanjut yang dimaksud. dikoordinasi untuk oleh DJPB. mendukung Oleh proses karenanya tersebut, melaksanakan beberapa b. Dalam tentang rangka ketentuan meningkatkan Itjen pengendalian dan memastikan saldo kas sebagai KPPN pada Neraca agar sesuai dengan berikut: rekening koran, Ditjen Perbendaharaan 1. Pemasalahan berkaitan dengan SAL, yaitu mendorong DJPB untuk telah menetapkan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: ketentuan formal mengenai mekanisme Ditjen pencatatan, pelaporan, dan rekonsiliasi membentuk tim transaksi-transaksi telah dalam berpengaruh rangka penyelesaian selisih saldo terhadap SAL serta metode perhitungan pada kas KPPN dengan Rekening SAL Koran pada LKBUN Audited TA yang yang Perbendaharaan dapat menjamin adanya 2014. Tim ini bertugas menelusuri meningkatkan pengendalian dalam rangka penyebab perbedaan antara Kas memastikan saldo Kas KPPN pada Neraca KPPN dengan Rekening koran. Saat telah sesuai dengan saldo rekening koran; ini semua penyebab selisih telah melakukan rekonsiliasi dan penelusuran berhasil diatasi dan tugas Tim Task atas perbedaan jumlah saldo rekening Kas Force telah dinyatakan selesai. Hibah K/L, Kas di Bendahara Pengeluaran, membuat beberapa dan Kas pada BLU antara BUN dan K/L; panduan teknis dan pengendalian saldo kepada Pihak Ketiga atas retur SP2D dalam penyusunan laporan rangka memastikan besarnya kewajiban Kuasa BUN Daerah. Pemerintah karena adanya retur SP2D. melakukan pelatihan teknis kepada Terkait penyelesaian seluruh operator di masing-masing disampaikan KPPN melakukan permasalahan inventarisasi SAL, dapat Utang regulasi/ tentang kas dan keuangan tindak lanjut sampai dengan saat ini sebagai berikut: c. a. Terkait penetapan ketentuan formal mengenai mekanisme pencatatan, Dalam rangka melakukan rekonsiliasi Kas Hibah Kas di K/L, Kas Bendahara BLU dan Pengeluaran, pelaporan, dan rekonsiliasi transaksi- Ditjen Perbendaharaan telah transaksi yang berpengaruh terhadap menyempurnakan aplikasi rekonsiliasi SAL serta metode perhitungan SAL yang eksternal dengan menambahkan menu dapat menjamin adanya pengendalian Rekonsiliasi Saldo Kas Hibah K/L, Kas BLU dan Kas di Bendahara Pengeluaran. ini sedang Peraturan 142 dilakukan Direktur pembahasan Hasil rekonsiliasi atas saldo-saldo kas Jenderal tersebut secara periodik dilaporkan oleh masing-masing Kuasa BUN Daerah aset KKKS pada UAKPA BUN/UAKPL-BUN ke Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan. untuk menjamin akurasi dan keandalan d. Untuk inventarisasi Utang kepada pihak ketiga, Ditjen Perbendaharaan terkait pengembangan sistem informasi telah menerbitkan Peraturan Direktur pengelolaan Jenderal barang milik negara dari kegiatan usaha Perbendaharaan No. PER- penerimaan negara dan hulu minyak dan gas bumi yang terintegrasi Percepatan Penyelesaian Retur. dengan mengikutsertakan Kementerian Peraturan ini mengatur penyelesaian retur dengan tiga tahap: 1) Rekonsiliasi KPPN, tiga satker 3. Inspektorat pihak dan Jenderal akan melakukan antara Bank untuk mengantisipasi agar dapat segera memastikan validitas data retur. Hasil atas rekonsiliasi dituangkan dalam tersebut Berita Acara permasalahan dalam penyusunan Laporan Keuangan. yang ditandaangani oleh semua pihak terkait. 2) Setelah Berita Acara output belanja (12b) ditandatangani, KPPN memberikan masa tunggu selama 2 (dua) bulan Dalam rangka peningkatan kualitas pelaksanaan kepada satker untuk memintakan anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan, kembali dana retur yang tercatat sejak TA 2014 Kementerian Keuangan telah di menetapkan KPPN dengan menyiapkan IKU Persentase Penyerapan kelengkapan sebagaimana diatur Anggaran dan Pencapaian Belanja. pada Perdirjen ini. Hal ini dimaksudkan bahwa pencapaian atas 3) Dalam hal 2 (dua) bulan tidak ada pelaksanaan anggaran tidak hanya dilihat permintaan dari satker, maka KPPN dari sisi realisasi penyerapan anggaran saja, dalam hal ini akan menghapus nilai akan tetapi juga terkait dengan pencapaian utang kepada pihak ketiga yang output yang dijanjikan. Hal ini sejalan dengan masih tercatat. prinsip , dimana 2. Pemasalahan berkaitan dengan aset KKKS, pengukuran atas ketercapaian output mutlak yaitu mendorong DJKN untuk menyusun dilakukan, mengingat hal ini dapat lebih menunjukkan rekonsiliasi aset KKKS serta mengatur lebih kinerja atas pelaksanaan anggaran pada tahun berjalan. jelas kewajiban dan tanggung jawab dari unit pengendali yang bertanggung jawab Namun dalam pelaksanaannya pada TA 2015, dalam penyusunan dan pelaporan daftar penggunaan realisasi penyerapan anggaran dan Aset KKKS; membuat aplikasi pelaporan pencapaian output belanja saja di dalam menilai Akuntabilitas Kinerja 143 kualitas dirasakan termasuk belanja pegawai, yang mengacu masih belum memadai. Sebagaimana arahan pelaksanaan anggaran pada Sistem Akuntansi Umum. Pencapaian keluaran adalah pencapaian atas barang/ mengamanatkan agar melanjutkan peningkatan jasa yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap sasaran serta tujuan program dan kebijakan. IKU Penyerapan Anggaran dan Pencapaian Belanja ini. lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan Berdasarkan hal tersebut dan untuk lebih dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan, yang target sasarannya telah dicapai (pencapaian output- penggunaan anggaran dalam pencapaian output, maka pada tahun 2015 implementasi IKU ini mengalami perbaikan dengan Berdasarkan pengukuran sampai dengan akhir tahun 2015, tingkat capaian IKU Persentase unsur pengukuran IKU Persentase Penyerapan Anggaran dan Pencapaian Penyerapan Anggaran dan Pencapaian Belanja di lingkungan Kementerian Keuangan terdiri dari merupakan hasil dari capaian realisasi anggaran pencapaian keluaran (output). output Di dalam IKU ini, yang dimaksud dengan penyerapan anggaran adalah realisasi anggaran eselon I dapat digambarkan sebagai berikut: atas belanja barang dan belanja modal, tidak TABEL 3.73 Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja per Unit Eselon I % realisasi anggaran (non belanja pegawai) % capaian output Setjen 89,20% DJA 91,78% Unit Eselon I 144 Capaian IKU Pagu Kontrak (Rp miliar) Realisasi (Rp miliar) 101,73% 465,85 412,58 91,44% 96,64% 99,60% 37,25 33,65 89,66% 95,20% 100,00% 96,08% Nilai (%) DJP 74,72% 98,27% 1410,00 966,55 DJBC 93,27% 103,58% 810,30 739,90 88,69% 97,15% DJPB 95,37% 106,46% 166,60 161,69 82,95% 96,93% DJKN 88,65% 110,00% 99,29 93,11 86,22% 99,15% DJPK 75,30% 97,99% 135,94 102,36 100,00% 96,00% DJPPR 96,21% 108,99% 15,79 14,69 86,97% 99,78% ITJEN 95,87% 108,66% 10,98 9,67 91,89% 101,28% BKF 88,96% 99,73% 29,01 26,38 89,05% 94,72% 246,17 89,55% 96,08% 2806,74 98,72% 99,00% BPPK 94,54% 100.71% 272,15 Total 84,41% 102,43% 3453,15 Realisasi anggaran non belanja pegawai pada oleh Kementerian Keuangan dalam rangka TA memitigasi isu tersebut diantaranya adalah 2015 menurun dibandingkan dengan realisasi anggaran non belanja pegawai pada sebagai berikut: 1. Dana ( realisasi capaian output pada TA ); 2015 Rencana mengalami peningkatan dari TA 2014, dari dari Umum Pengadaan secara berkala; 3. 2015 terjadi peningkatan jumlah unit eselon I 4. Evaluasi atas pelaksanaan RKA K/L. yang mencapai target output sebanyak 5 unit eselon I pada TA 2014 menjadi B. REALISASI ANGGARAN 1. Realisasi DIPA Kementerian Keuangan 2015 7 unit eselon I pada TA 2015. Terkait dengan dapat dicapai Kementerian Keuangan sebesar menggunakan sebesar Rp 3.453,15 miliar. SPAN, realisasi penyerapan DIPA Kementerian Keuangan TA 2015 untuk semua jenis belanja sebesar Rp28.244,57 Secara umum, beberapa isu utama yang terkait dengan pelaksanaan anggaran yang optimal di Kementerian Keuangan antara lain terdapat DIPA tahun 2015 ini menurun dibandingkan tahun beberapa kegiatan yang tidak terlaksana sesuai dengan rencana, serta masih terjadinya gagal penyerapan DIPA dalam periode 2011-2015 lelang dalam pengadaan belanja modal. Untuk itu, beberapa tindakan yang telah dilaksanakan 100% 90% 90,43% 90,45% 96,38% 85,75% 80% 83,89% GRAFIK 3.21 Realisasi Penyerapan DIPA Kementerian Keuangan Tahun 2010-2015 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2012 2012 2012 2012 2012 Akuntabilitas Kinerja 145 Untuk realisasi per jenis belanja pada tahun 2015 ini, realisasi belanja pegawai Adapun rincian realisasi per jenis belanja selama periode 2011-2015 adalah sebagai berikut: TABEL 3.74 Rincian Realisasi Per jenis Belanja Kementerian Keuangan Tahun 2011-2015 Tahun 2011* Tahun 2013* Tahun 2012* Jenis Belanja Pagu Realisasi % Pagu Realisasi % Pagu Realisasi % Belanja Pegawai 8,161.58 7,510.46 92.02% 8,375.08 7,993.25 95.44% 8,552.01 8,066.06 94.32% Belanja Barang 6,315.76 5,279.31 83.59% 7,127.78 6,105.90 85.66% 7,815.71 6,936.22 88.75% Belanja Modal 2,869.53 2,084.80 72.65% 1,899.23 1,635.85 86.13% 2,040.95 1,647.74 80.73% 85.75% 17,402.10 15,736.15 90.43% 18,408.67 16,650.02 90.45% Total 17,346.87 14,874.57 Tahun 2014* Tahun 2015** Jenis Belanja Pagu Realisasi % Belanja Pegawai 9,255.97 9,088.23 Belanja Barang 7,727.66 1,806.05 Belanja Modal Total Pagu Realisasi % 98,19 15,806.94 14,013.96 88,66% 7,296.82 94,42 13,267.52 10,692.46 80,56% 1,724.20 95,47 4,595.67 3.,38.28 76,99% 18,789.67 18,109.25 96,38 33.670,13 28.244,57 83,89% Ket: *) Laporan Keuangan Audited; **) Data per 29 Januari 2016 2. Perbandingan Pagu DIPA dan Realisasi DIPA Kementerian Keuangan TA 2015 per Program Selanjutnya, berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kementerian Keuangan, pada tahun 2015 Kementerian Keuangan melaksanakan 11 program yang masing-masing dilaksanakan oleh unit Eselon I sesuai dengan tugas dan fungsinya. Adapun realisasi DIPA atas 11 program tersebut pada TA 2015 adalah sebagai berikut: 146 No. 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan Realisasi TABEL 3.75 Realisasi Anggaran 2015 Per Program % 14,482.18 12,593.44 86.96% 2. Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Apartur Kementerian Keuangan 110.49 107.37 97.17% 3. Pengelolaan Anggaran Negara 156.44 143.30 91.60% 4. Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak 9,112.57 7,340.87 80.56% 5. Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai 4,155.39 3,913.14 94.17% 6. Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 165.16 129.41 78.35% 7. Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 87.25 81.41 93.30% 8. Pengelolaan Perbendaharaan Negara 3,926.60 2,588.72 65.93% 9. Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara, dan Pelayanan Lelang 646.38 602.04 93.14% 10. Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Kementerian Keuangan 694.14 622.79 89.72% 11. Perumusan Kebijakan Fiskal 133.51 122.08 91.44% 33,670.13 28,244.57 83,89% Total C. Pagu KINERJA LAIN-LAIN Selain 12 (dua belas) Sasaran Strategis (SS) yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dengan capaian sebagaimana diuraikan di atas, Kementerian Keuangan juga menghasilkan kinerja-kinerja lain yang tidak masuk dalam Kontrak Kinerja Kinerja lain-lain tersebut adalah sebagai berikut: Akuntabilitas Kinerja 147 1. Kelembagaan PKN STAN PKN STAN adalah perguruan tinggi di Kementerian Keuangan yang menyelenggarakan program pendidikan vokasi di bidang Keuangan Negara. Adapun perubahan pelembagaan STAN dilaksanakan karena hal-hal sebagai berikut. Organisasi dan tata kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara tidak sesuai dengan pola standar yang berlaku untuk penyelenggaraan perguruan tinggi Berdasarkan UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, bentuk perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi (terapan) adalah Politeknik atau Akademi. Adapun STAN berubah bentuk menjadi politeknik karena politeknik dapat menyelenggarakan pendidikan hingga program Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi, perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh kementerian/lembaga hanya berupa vokasi. 148 Dengan berubahnya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara menjadi PKN STAN, diharapkan PKN STAN dapat menjadi perguruan tinggi terkemuka di Indonesia yang menghasilkan pengelola keuangan negara yang berkompeten dan berintegritas tinggi serta bereputasi internasional. 2. Penyelenggaraan Diklat Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual Dan Aplikasi Sistem Akuntansi Berbasis Akrual (SAIBA) Tahun Anggaran 2015 Dalam rangka mewujudkan pengelolaan keuangan yang baik dan penyusunan laporan keuangan yang akuntabel, pemerintah menetapkan basis akrual secara penuh sebagai dasar pencatatan setiap kegiatan akuntansi di lingkungan pemerintahan pada tahun 2015. Untuk dapat menerapkan basis akrual ini, diperlukan sumber daya manusia yang kompeten dan mempunyai pengetahuan tentang basis akrual. Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara bertanggung jawab untuk mempersiapkan seluruh Kementerian/Lembaga Negara untuk menerapkan basis akrual, termasuk mempersiapkan penyelenggara pendidikan dan pelatihan, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan menyelenggarakan Diklat Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dan Aplikasi Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA). Akuntabilitas Kinerja 149 Pada pelaksanaannya, program ini dibagi sebagai berikut. (TOT) Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dan Aplikasi SAIBA. Program ini dilaksanakan untuk memberikan pelatihan kepada calon narasumber yang akan mengajar pada Diklat Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dan Aplikasi SAIBA. Pada tahun 2015, telah dilaksanakan tujuh belas angkatan dengan jumlah 523 peserta. Lokakarya Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dan Aplikasi SAIBA. Pada tahun 2015, telah dilaksanakan delapan belas angkatan dengan jumlah 587 peserta. Pada tahun 2015, Diklat Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dan Aplikasi SAIBA Jenderal Perbendaharaan. Adapun peserta berasal dari 54 satuan kerja, dengan total jumlah 3. Penyelenggaraan Kerja Sama Diklat Kementerian Keuangan Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2015, salah satu fungsi Pada tahun 2015, Kementerian Keuangan memberikan bantuan program diklat dan bantuan tenaga pengajar untuk mendidik aparat keuangan negara non Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan memberikan 181 angkatan program diklat, 148 bantuan tenaga pengajar, dan mendidik 4. Indeks Laporan Keuangan Transfer Ke Daerah (BA 999.05) Bendahara Umum Negara (BUN). Dengan demikian tujuan utama pemeriksaan BPK adalah Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara yang didukung oleh Laporan Keuangan Bagian Anggaran yang prosedurnya sama dengan pemeriksanaan LK BUN dengan tujuan sebagai berikut : 1. Kesesuaian laporan keuangan yang diperiksa dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP); 2. Kecukukupan pengungkapan informasi keuangan dalam laporan keuangan sesuai dengan pengungkapan yang diatur dalam SAP. 3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan pelaporan keuangan; 4. Efektivitas sistem pengendalian intern (SPI). 150 Neraca dan Laporan realisasi Anggaran yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014. disusun dan disampaikan kepada DJPPR selaku Pejabat Pengguna Anggaran. Indeks kualitas Kota Bandung mendapat kehormatan menjadi pusat peringatan Hari Antikorupsi Internasional (HAKI) 2015. Acara yang diprakarasai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu digelar selama dua hari, 10-11 Desember 2015 di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) Bandung. Akuntabilitas Kinerja 151 Luhut Panjaitan mewakili Presiden RI dan disaksikan Gubernur Jawa Barat, Plt. pemerintah daerah. Pada acara tersebut, Kementerian Keuangan turut berpartisipasi mengisi venue, baik di dalam maupun di luar ruangan utama. Dalam kesempatan ini, Kementerian Keuangan juga meraih penghargaan sebagai stan Terbaik dalam Festival Antikorupsi 2015. Beberapa acara juga dirancang panitia untuk mendukung kegiatan utama di Sabuga. Terdapat beberapa lokasi di Bandung yang mendukung gebyar acara HAKI 2015 tersebut. Antara lain Festival Kampung Kreatif di kawasan Dago Pojok, Pentas Teater Bandung, kampanye perca integritas, di alun-alun kota hingga konser musik rakyat di lapangan Tegalega Bandung. Beberapa aneka lomba juga digelar , dam lomba kartu pos antikorupsi. Anggaran, Askolani. Pimpinan Direktorat Jenderal Anggaran ini menduduki peringkat kedua pegawai negeri/penyelenggara negara yang melaporkan menerima mewakili Direktur Jenderal Anggaran, yang sedang mendapat tugas menghadiri acara penting di luar negeri. diselenggarakan bertepatan dengan Hari Antikorupsi se-Dunia. Tujuan pemberian penghargaan adalah untuk memberikan apresiasi atas kesadaran dan kemauan Penghargaan yang diterima pimpinan Direktorat Jenderal Anggaran ini adalah salah satu buah dari gerakan antikorupsi yang selama ini getol dilaksanakan DJA. 152 6. Peringkat Satu pada Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI) Selain capaian terkait integrasi TIK, Pusintek selaku pelaksana unit TIK pusat Kemenkeu berhasil membawa Kemenkeu meraih peringkat satu pada Pemeringkatan Indonesia (PeGI) tingkat Kementerian se-Indonesia selama 4 tahun berturut-turut, yaitu mulai tahun 2012 sampai tahun 2015 dengan perolehan nilai sebagai berikut: Dimensi Tahun Nilai Rata-rata Kategori Kebijakan Kelembagaan Infrastruktur Aplikasi Perencanaan 2012 3.50 3.53 3.52 3.37 3.63 3.51 Baik 2013 3.54 3.67 3.52 3.50 3.60 3.57 Sangat Baik 2014 3.54 3.6 3.67 3.5 3.53 3.57 Sangat Baik 2015 3.60 3.73 3.67 3.60 3.73 3.67 Sangat Baik Sebagai informasi, PeGI adalah pemeringkatan terkait implementasi TABEL 3.76 Hasil PeGI Kementerian Keuangan tahun 2012-2015 di Kementerian/Lembaga, dan Pemerintah Daerah yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) yang bertujuan untuk: 1. 2. melalui evaluasi yang utuh, seimbang dan obyektif; 3. Penilaian yang dilakukan meliputi dimensi kebijakan, kelembagaan, infrastruktur, aplikasi, dan perencanaan. Hasil penilaian tersebut dapat dilihat di http://pegi.layanan.go.id/tabel-hasilpegi-4/ 7. Penandatanganan MoU antara DJBC dengan POLRI Untuk menjalin sinergi serta memperkuat pengawasan lalu lintas barang, DJBC melakukan kerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) untuk mengatasi kejahatan internasional. Hal ini dituangkan dalam penandatanganan antara DJBC dengan POLRI tentang pemanfaatan jaringan INTERPOL I-24/7 guna pengawasan lalu lintas barang dalam rangka penanggulangan kejahatan transnasional di Kantor Pusat DJBC Akuntabilitas Kinerja 153 8. dilakukan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Kerjasama DJBC dengan Badan Intelijen Negara (BIN) Sesuai dengan arahan Presiden RI dalam upaya pengamanan penerimaan negara dan pemberantasan barang impor illegal, Kementerian Keuangan telah menjalin kerja sama dengan Badan Intelijen Negara bentuk output dari sinergi dan kerja sama yang baik (BIN) untuk mengamankan penerimaan negara, antara DJBC dengan aparat penegak hukum lain di khususnya pajak dan bea cukai. Kerja sama ini telah Indonesia, dalam hal ini adalah Kepolisian RI. Ruang lingkup penandatanganan kerja sama tersebut antara tentang pengamanan penerimaan perpajakan pada lain pemasangan jaringan INTERPOL I-24/7, penunjukan user dan pelatihan penggunaan jaringan INTERPOL Bambang Brodjonegoro dengan Kepala BIN Sutiyoso. I-24/7, pemanfaatan data dan/atau informasi jaringan INTERPOL I-24/7, pemeliharaan dan pengamanan jaringan INTERPOL I-24/7, pertukaran data dan/atau pada penanganan permasalahan terkait peredaran informasi serta kerja sama penegakan hukum dalam barang kena cukai (BKC) ilegal; pencetakan, peredaran penanggulangan kejahatan transnasional. dan pemakaian pita cukai palsu; serta importasi ilegal di wilayah Pantai Timur Sumatera. TABEL 3.77 Rincian Hasil Penindakan DJBC Tahun 2013-2015 Jumlah Penindakan No. Jenis Komoditi Tahun 2014 Tahun 2015 1 Tekstil dan Produk Tekstil 216 kasus 293 kasus 563 kasus 2 Sembako (Gula, Beras, dll) 113 kasus 130 kasus 139 kasus 3 Elektronik 117 kasus 197 kasus 304 kasus 4 Narkoba (NPP) 217 kasus 216 kasus 176 kasus 5 Obat-obatan dan Bahan Kimia 298 kasus 441 kasus 1592 kasus 6 Bahan Bakar Minyak (BBM) 8 kasus 10 kasus 9 kasus 7 Rokok dan Minol 1077 kasus 1531 kasus 2199 kasus 8 Ballpress (pakaian bekas) 11 kasus 19 kasus 24 kasus 9 Lainnya 3197 kasus 3803 kasus 5003 kasus 5254 kasus 6640 kasus 10.009 kasus Total 154 Tahun 2013 9. Penerapan Container Control Programme (CCP) pada KPU BC Tipe A Tanjung Priok (CCP) adalah sebuah program yang inisiatifnya diprakarsai bersama oleh (UNODC) yang bekerjasama dengan pergerakan kontainer laut yang efektif guna memastikan keamanan rantai pasokan internasional, bukan hanya mencegah peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang, senjata, sumber daya alam, barang palsu serta tindakan kejahatan illegal lainnya yang menggunakan kontainer, namun program ini juga untuk memfasilitasi . Februari 2015 antara DJBC dengan UNODC. Peresmiannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dalam hal ini diwakili oleh Direktur Kepabean Internasional, dan dihadiri oleh pihak , dan (CBSA), UNODC, pada tanggal 14 Agustus 2015. Penerapan CCP secara resmi ditandai dengan peresmian (CCU) yang berlokasi di lantai 5 Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok. Penerapan program ini ditindaklanjuti dengan pelaksanaan dan yang berisi tentang dari UNODC. Saat ini CCU pada KPU BC Tanjung Priok telah beroperasi dengan anggota 8 orang analis. Unit tersebut menjalankan fungsi analisa intelijen yang secara organik merupakan bagian dari Bidang Penindakan dan Penyidikan KPU Tanjung Priok. Diharapkan kedepannya CCU juga dapat diimplementasikan di kantor pelayanan Bea dan Cukai lainnya yang mengawasi pelabuhan sehingga kinerja pengawasan DJBC dapat lebih maksimal. 10. Kinerja DJBC Dalam Penindakan Barang Ilegal Selama Tahun 2015 Dalam rangka melindungi masyarakat dan mencegah penyelundupan dan peredaran barang ilegal, DJBC melakukan penindakan dan meningkatkan pengawasan di laut. penyelundupan dan peredaran barang ilegal. Pelanggaran yang kerap dilakukan adalah penyalahgunaan fasilitas pembebasan/keringanan perpajakan yang mengganggu industri dalam negeri seperti industri tekstil. Akuntabilitas Kinerja 155 702 kasus pada tahun 2015. Hal ini sejalan dengan pernyataan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) bahwa penindakan memberi dampak positif ke permintaan tekstil dalam negeri. Selanjutnya, di bidang pengawasan narkoba berkaitan dengan status Indonesia Darurat Narkoba, 1 gram tangkapan bisa menyelamatkan 5 orang, maka generasi muda yang dapat diselamatkan sebanyak 3,5 juta orang. antara lain: . Penindakan penyelundupan ekspor ikan dan lobster (pertama kali dilakukan penindakan bekerja sama dengan Kementerian KKP). Penindakan penyelundupan ekspor minerba ( , pasir silica, bijih , dan pasir timah). Penindakan penyelundupan ballpress (pakaian bekas) yang merupakan hasil koordinasi dengan TNI, Polri, serta penegak hukum lainnya. Keberhasilan DJBC dalam melakukan pengawasan merupakan hasil sinergi dengan pihak POLRI, TNI, BIN, BNN, KPK, PPATK, serta tidak lepas dari dukungan masyarakat umum dan masyarakat usaha (termasuk asosiasi). 156 halaman kosong Akuntabilitas Kinerja 157 158 BAB 4 PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN KEUANGAN Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tahun 2015 Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Keuangan 159 PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN KEUANGAN Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Berdasarkan amanat Peraturan Menteri menjawab peran dan tanggung jawab Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Kementerian Keuangan dalam pelaksanaan Birokrasi (PAN dan RB) Nomor 25 Tahun 2012, mandat yang diemban. setiap tahun AKIP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dievaluasi oleh Kementerian PAN dan Penyempurnaan RB, dan hasil evaluasi tersebut telah disampaikan dilakukan pada dokumen Rencana Strategis kepada Menteri Keuangan melalui surat nomor (lima tahunan) dan dokumen Rencana Kerja B/3950/MRB/12/2015 tanggal 11 Desember 2015 (dokumen tahunan). hal Hasil Evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja Instansi (Renstra) Kementerian Pemerintah. Dalam LHE tersebut, Kementerian 2015-2019 disusun dengan mengacu kepada PAN dan RB memberikan beberapa rekomendasi Peraturan Menteri Bappenas nomor 5/2014 untuk tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan menyempurnakan penerapan tata dokumen perencanaan Rencana Strategis Keuangan tahun kelola yang berorientasi hasil (result Renstra K/L 2015-2019 dan Perpres nomor oriented) di Kementerian Keuangan. Berdasarkan 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka rekomendasi Kementerian Menengah Nasional Tahun 2015-2019. Dalam sebagaimana proses penyusunan tersebut, Kementerian Keuangan yang diberikan, menindaklanjutinya dapat diuraikan di bawah ini. 1. Menyempurnakan dokumen perencanaan, Keuangan telah Trilateral Meeting menyelenggaraan penyusunan forum Renstra dengan mengundang Bappenas dan Ditjen terutama penyempurnaan indikator kinerja Anggaran (Kementerian Keuangan selaku yang menjawab peran dan tanggung jawab CFO). Forum tersebut dilaksanakan dalam Kementerian Keuangan dalam pelaksanaan rangka untuk meningkatkan akurasi peran mandat yang diemban, misalnya peran dan tanggung jawab Kementerian Keuangan terkait pelaksanaan UU Keuangan Negara dalam mendukung pencapaian RPJMN tahun dalam mewujudkan penganggaran berbasis 2015-2019. Dalam menyusun Renstra, Biro kinerja. Perencanaan dan Keuangan selaku koordinator juga melibatkan beberapa pihak terkait yaitu Tindak Lanjut: Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Biro Dalam rangka peningkatan kualitas dokumen Hukum, Biro Sumber Daya Manusia, Pushaka, perencanaan Tenaga Pengkaji Perencanaan Strategis dan di lingkungan Kementerian Keuangan, pada tahun 2015 telah dilakukan beberapa langkah perbaikan sejalan dengan serta seluruh unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan. rekomendasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Terkait dengan implementasi penganggaran dimana dituntut berbasis kinerja, sejak tahun 2005 Pemerintah untuk senantiasa melakukan penyempurnaan Kementerian dalam hal ini DJA selaku CFO/regulator atas tingkat nasional telah menerapkan konsep dokumen penyempurnaan 160 Keuangan perencanaan, indikator terutama kinerja yang penganggaran berbasis kinerja di Indonesia, untuk melihat keterkaitan antara anggaran penganggaran, dan evaluasi yang selama ini yang kinerja sudah ada, melainkan merupakan penajaman dikeluarkan (output). Sebagai (input) dengan keberhasilan isi RKA-K/L guna menghasilkan cara pandang implementasi ini adalah adanya rencana penentu yang ringkas atas suatu program agar dapat strategis yang jelas, relevan, dan terukur, terlihat dari perspektif yang utuh, terlihat jelas yang di dalamnya terdapat titik krusial berupa relevansinya, dan mudah dimengerti oleh penentuan hasil ( semua pemangku kepentingan. ) dan keluaran (output) pada level strategis. Namun, dari evaluasi terhadap Sejalan dengan agenda DJA selaku CFO, kinerja program-program yang dilaksanakan yang telah dilakukan dalam rangka menyempurnakan dokumen Kementerian perencanaan Negara/Lembaga, ditemukan dan penganggaran tahunan bahwa selain dari sisi kuantitas jumlah output (Renja dan RKA-K/L) yang sesuai dengan sangat banyak, dari sisi kualitas, dinilai masih pendekatan fungsi serta memperkuat dan perlu untuk disempurnakan. mempertajam informasi kinerja melalui kegiatan penataan arsitektur dan informasi Oleh karena itu, melalui PMK Nomor 136/ kinerja (ADIK), pada tahun 2015 Kementerian PMK.02/2014 tentang Petunjuk Penyusunan Keuangan telah melakukan perbaikan struktur dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran dan Kementerian Negara/Lembaga diamanatkan perencanaan dan penganggaran, sehingga adanya penataan Arsitektur Dan Informasi indikator kinerja lebih mencerminkan output/ Kinerja (ADIK) dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga informasi yang kinerja akan dalam dihasilkan. dokumen Kegiatan penataan ADIK ini juga sesuai dengan Better (RKA-K/L) 2016, baik dalam penyusunan RKA- Penganggaran Berbasis Kinerja K/L maupun dalam pembuatan Kerangka (PBK) di lingkungan Kementerian Keuangan Acuan Kerja/ maupun Roadmap Pemantapan Implementasi atas inisiatif (KAK/TOR) baru. ADIK ini merupakan Penganggaran Berbasis gambaran ringkas mengenai suatu program Kementerian Keuangan sebagai respon/tanggapan terhadap suatu ditetapkan situasi/permasalahan/kebutuhan Jenderal nomor 370/SJ/2014), yang memuat pemangku dengan Kinerja (sebagaimana keputusan Sekretaris kepentingan dengan menunjukan hubungan langkah-langkah logis yang berfokus pada penyelarasan indikator kinerja dilaksanakan, pada dokumen perencanaan dan anggarannya. antara digunakan, sumber kegiatan daya yang (input) perbaikan Lingkup melakukan penataan indikator ADIK, yang keluaran (output) yang dihasilkan dan manfaat Selain atau perubahan yang diinginkan atau dihasilkan menyusun dokumen perencanaan tahunan dalam ( ) dengan adanya program tersebut. Kementerian Keuangan juga mengacu pada Penataan ADIK dalam RKA-K/L bukanlah Rencana Kerja Pemerintah sebagai dokumen membuat suatu jenis dokumen baru atau perencanaan nasional, sehingga peran dan menambah berbagai dokumen perencanaan, tanggung jawab Kementerian Keuangan dalam Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Keuangan 161 mendukung perencanaan nasional tetap terjaga. diselaraskan ke level unit organisasi yang lebih rendah (hingga satker dan Kantor Pelayanan) sesuai tugas dan fungsinya, yang disebut Sebagai langkah selanjutnya, pada tahun cascading. Bahkan secara individual (IKU), 2016 Kementerian Keuangan akan melakukan agar setiap pegawai memiliki kinerja yang kegiatan kualitas penyempurnaan dokumen ADIK sehingga selaras dengan SS Organisasi, setiap pegawai perencanaan terutama (PNS dan CPNS) di lingkungan Kementerian terkait dengan informasi kinerja dapat terus Keuangan diwajibkan menandatangi Kontrak ditingkatkan. Kinerja sebagai acuan Indikator Kinerja dan target yang harus dicapai. Dengan berbagai upaya di atas diharapkan implementasi penganggaran berbasis kinerja Sesuai konsep BSC dan Keputusan Menteri dapat dijalankan dengan lebih baik. Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lungkungan 2. Melakukan penataan kembali arsitektur indikator kinerja. terkait Agar level Kementerian Keuangan, cascading dilakukan dengan dua metode, yaitu: indikator kinerja sesuai dengan tingkatan struktur organisasi. Misalnya, . dan adalah proses indikator penjabaran dan penyelarasan IKU dan target kinerja eselon II tidak boleh lebih tinggi dari unit/pegawai pada level yang lebih tinggi daripada indikator kinerja Kementerian, ke level yang lebih rendah, dengan kalimat, bahkan indikator kinerja eselon I. Sehingga indikator kinerja eselon II merupakan upaya/ Sedangkan adalah proses strategi untuk mencapai indikator kinerja penjabaran dan penyelarasan IKU dan target eselon I, dan seterusnya. dari unit/pegawai pada level yang lebih tinggi ke level yang lebih rendah, dengan Tindak Lanjut: 162 Untuk mendukung Sistem Akuntabilitas Kinerja dan target sesuai tugas, fungsi, dan ruang Instansi Pemerintah (SAKIP), Kementerian lingkup unit atau pegawai yang bersangkutan. Keuangan sudah menerapkan manajemen Selain itu, terdapat pula penetapan IKU yang kinerja berbasis Balanced Scorecard (BSC) bersifat sejak tahun 2008. Sesuai konsep BSC yang bukan hasil penurunan atau penjabaran dari dicetuskan oleh Robert S. Kaplan dan David level unit atau pegawai yang lebih tinggi, P. Norton, penyusunan indikator kinerja murni disusun oleh unit/pegawai pemilik IKU ditetapkan pencapaian sesuai kebutuhan organisasi serta tugas dan suatu Sasaran Strategis (SS) Organisasi. Untuk fungsinya. Indikator ini ditetapkan sebagai IKU menjaga efektivitas pencapaian SS dan IKU di pendukung pencapaian IKU pada unit/level level organisasi tertinggi (level Kementerian- yang lebih tinggi (atasannya) bahkan hingga Wide), SS dan IKU tersebut dijabarkan dan level tertinggi (Kemenkeu-wide) sesuai ruang untuk mengukur , yaitu Indikator yang lingkup tugas, fungsi, dan tanggungjawab dapat berbeda dengan tahun sebelumnya. pada pemilik IKU. Misalnya pada tahun 2015 dimana salah satu fokus dan prioritas strategi unit DJPB Penetapan metode suatu IKU, apakah menggunakan adalah pada penyelesaian aplikasi SPAN dan persiapan implementasi akuntansi berbasis , disesuaikan dengan akrual. Untuk mendukung fokus dan prioritas kebutuhan organisasi untuk meningkatkan tersebut pada level eselon I (Kemenkeu-One) efektivitas level ditetapkan IKU “Tingkat penyelesaian roll- tertinggi (Kemenkeu-Wide). Ketentuan KMK out Aplikasi SPAN” dan pada level eselon No. 467/KMK.01/2014 juga mengatur agar IKU II yang dimiliki oleh setiap unit/pegawai sesuai akuntansi dan pelaporan keuangan yang dengan ruang lingkup tugas fungsi, tanggung mengikuti pelatihan akuntansi akrual”. Pada jawab, dan kewenangan yang dimilikinya. tahun 2016, karena roll-out Aplikasi SPAN pencapaian target IKU (Kemenkeu-Two) “Persentase pengelola telah selesai, fokus dan prioritas strategi Penetapan IKU di lingkungan Kementerian DJPB lebih ditekankan pada implementasi Keuangan pada setiap tahunnya diawali akuntansi berbasis akrual. Untuk mendukung dilakukan bulan November tahun IKU “Persentase pengelola akuntansi dan sebelumnya. Pada level Kemenkeu-Wide-One pelaporan keuangan yang mengikuti pelatihan perumusan IKU dibahas langsung oleh Menteri akuntansi akrual” sebagai IKU level eselon I Keuangan dan seluruh Pejabat eselon I di (Kemenkeu-One). Sedangkan pada DJA, salah lingkungan Kementerian Keuangan. Dengan satu fokus dan prioritas strateginya pada proses tahun 2015 dan 2016 adalah pengembangan pencapaiannya, pada tahun 2016 ditetapkan sejak tersebut, diharapkan IKU yang ditetapkan berkualitas sesuai dengan penganggaran tugas, fungsi, wewenang, dan tanggungjawab arsitektur pada setiap unit/pegawai dan mendukung hal tersebut, ditetapkan IKU mendukung pencapaian tujuan organisasi. berbasis dan kinerja informasi kinerja. melalui Untuk “Persentase penerapan ADIK dalam RKA K/L” sebagai IKU level eselon I (Kemenkeu-One). Proses tersebut dilaksanakan untuk menyesuaikan strategi, IKU, dan targetnya 3. Meningkatkan kualitas perencanaan kinerja sesuai dengan kondisi dan dinamika internal dengan memanfaatkan data realisasi tahun dan Keuangan. sebelumnya dan IKU target tahun berikutnya. Penganggaran juga prioritas diintegrasikan dengan penentuan target eksternal Kementerian Perumusan sasaran disesuaikan dengan strategis fokus dan sebagai sehingga lebih dasar penentuan organisasi pada tahun yang bersangkutan kinerja sehingga sasaran strategis dan IKU yang pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. menggambarkan ditetapkan setiap unit pada tahun berjalan Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Keuangan 163 Tindak Lanjut: penyusunan Renstra Unit Kerja di lingkungan Dalam penyusunan target kinerja di Kementerian Kementerian Keuangan melalui Surat Edaran Keuangan telah menggunakan hasil evaluasi Menteri atas capaian kinerja tahun sebelumnya. Hal ini tanggal 14 April 2015 tentang Pedoman dilakukan untuk menjamin indikator dan target Penyusunan kinerja yang dirumuskan untuk tahun berikutnya 2015-2019 Unit Organisasi di Lingkungan bersifat menantang. Penentuan target untuk Kementerian Keuangan). Salah satu substansi tahun berikutnya tidak harus selalu lebih tinggi dari yang harus dicantumkan oleh Unit Eselon I tahun sebelumnya, namun disesuaikan dengan pada Renstranya adalah Arah Kebijakan dan hasil evaluasi tersebut. Selain memperhatikan Srategi Unit Eselon I dalam menjabarkan Arah baseline anggaran, penentuan target ini juga dan Strategi Kementerian Keuangan. Keuangan Nomor: Rencana 7/MK.1/2015 Strategis Tahun memperhatikan estimasi kondisi internal yang ada (SDM, anggaran, dll.) dan eksternal pada tahun Apabila dikaitkan dengan tujuan dan capaian yang direncanakan. keberhasilan pembangunan, pada dasarnya peran strategis masing-masing unit lingkup Pada tahun berjalan, Kementerian Keuangan Kementerian Keuangan di dalam mendukung secara pencapaian rutin telah melakukan pemantauan keberhasilan pembangunan capaian indikator kinerja, output maupun realisasi tercemin dari penentuan Indikator Kinerja anggaran. Hal ini dilakukan sebagai early warning Program (IKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan system atas pencapaian target kinerja di tahun (IKK) masing-masing unit, yang telah tertuang anggaran berjalan, serta bahan evaluasi dalam dalam penyusunan Sebagai contoh, peran strategis DJA dalam dokumen perencanaan tahun berikutnya. mendukung di 4. Renstra unit kerja masih perlu disempurnakan, misalnya dokumen Renstra Ditjen pengelolaan dari IKP tersebut. Pemerintah anggaran yang negara dimiliki, yaitu Anggaran, belum terwujudnya pengelolaan anggaran negara strategis Ditjen yang tepat waktu, transparan, dan akuntabel. keberhasilan Hal ini juga dikuatkan dengan beberapa IKP menggambarkan peran Anggaran pencapaian dalam unit keberhasilan bidang tercermin Renstra pembangunan. yang dimiliki, dimana peran DJA dalam hal pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah 164 Tindak lanjut: Pusat (ABPP), pelaporan keuangan Belanja Penyusunan Renstra Unit Eselon I di Lingkup Subsidi Kementerian penyusunan rancangan APBN, pengembangan Keuangan berpedoman pada dan Belanja penganggaran, lain-lain serta (BSBL), Renstra Kementerian Keuangan dengan tujuan sistem untuk memastikan Renstra Unit Kerja tersebut peraturan selaras dengan Renstra Kementerian Keuangan dijadikan patokan keberhasilan DJA di dalam pada level yang strategis dan teknis. Sebagai pelaksanaan tugas dan fungsinya, dalam pedoman teknis penyusunannya, Kementerian rangka Keuangan telah menetapkan petunjuk teknis pemerintah. penganggaran mendukung harmonisasi secara tercapainya terukur program Dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan masing kinerja, Kementerian Keuangan juga melakukan secara berkala. dan dimonitor beberapa kegiatan sebagai berikut: 2. Survei 1. Reviu Kontrak Kinerja (KK) (SFO) Survei SFO diharapkan gambaran penelaahan terhadap KK pada suatu kondisi pengelolaan kinerja organisasi satuan kerja di lingkungan Kementerian di Kementerian Keuangan. Pelaksanaan Keuangan. mengenai reviu survei ini didasarkan oleh konsep SFO yang diperkenalkan oleh Robert Kaplan kinerja, meningkatkan tertib administrasi dan David Norton. Penelitian ini bertujuan dokumen pengelolaan kinerja organisasi, untuk mengetahui level implementasi dan menjaga pelaksanaan mendalam pengelolaan adalah Tujuan yang memberi Reviu KK merupakan kegiatan evaluasi/ kualitas kinerja prinsip-prinsip SFO pada Kementerian organisasi. Adapun ruang lingkup reviu memperbaiki budaya Keuangan dan masing-masing unit Eselon I mencakup dokumen terkait perencanaan serta prinsip SFO yang harus dipertahankan strategi, proses dan alignment, dan ditingkatkan atau diperbaiki serta hal- perencanaan kegiatan terkait pencapaian hal yang mempengaruhi pencapaiannya. sasaran strategis, Adapun lima prinsip SFO antara lain prinsip eksekusi strategi, monitoring dan evaluasi, 1 (menggerakkan perubahan dari tingkat serta tindak lanjut hasil monitoring dan pemimpin), prinsip 2 (menerjemahkan evaluasi. Dalam kegiatan ini juga dilakukan strategi ke dalam terminologi operasional), validasi SFO 3 (menyelaraskan organisasi dengan strategis/inisiatif capaian IKU untuk menilai akurasi penghitungan realisasi IKU sesuai strategi), manual IKU. Dengan dilaksanakannya sehingga strategi adalah pekerjaan setiap prinsip 4 (cara memotivasi kegiatan ini secara berkala diharapkan individu), prinsip 5 (kendali untuk membuat seluruh unit akan meningkat kesadaran strategi sebagai proses berkelanjutan). dan kepatuhannya terhadap pelaksanan ketentuan pengelolaan kinerja. Beberapa perhatian Beberapa hal perhatian yang dan penyermpurnaan masih perlu adalah menjadi dilakukan kualitas hal yang dan penyermpurnaan sinergi antarunit masih perlu adalah menjadi dilakukan peningkatan eselon I melalui penetapan joint IKU serta joint IS, perbaikan monitoring dan evaluasi kinerja perlu mekanisme ditingkatkan agar pelaksanaannya lebih capaian kinerja mulai dari level pelaksana efektif hingga pimpinan unit eselon I, serta dan menghasilkan rencana- penyampaian laporan rencana aksi yang mendukung pencapaian penyempurnaan aplikasi target IKU. Selain itu, rencana aksi yang agar dapat mendukung pelaporan capaian dihasilkan dari keputusan rapat evaluasi kinerja secara optimal. kinerja harus ditindaklanjuti oleh masing- Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Keuangan 165 166 BAB 5 PENUTUP Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tahun 2015 Penutup 167 PENUTUP Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Laporan Kinerja Kementerian Keuangan ini merupakan laporan pertanggungjawaban kinerja sebagai upaya pencapaian visi dan misi Kementerian Keuangan dengan mengacu pada Rencana Strategis tahun 2015-2019. Laporan Kinerja ini merupakan Laporan Kinerja tahun pertama pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Penyusunan Laporan Kinerja Kementerian Keuangan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam situasi dan kondisi perekonomian global tahun 2015 yang mengalami perlambatan, Kementerian Keuangan menghadapi berbagai tantangan yang cukup besar. Namun demikian, aparatur Kementerian Keuangan terus berupaya untuk mengatasi tantangan tersebut sehingga dapat terus berperan dalam mewujudkan komitmen pencapaian target Indikator Kinerja Utama tahun 2015. Langkah-langkah ke depan yang perlu dilakukan Kementerian Keuangan dalam upaya mendorong peningkatan kinerja dan menghadapi tantangan ke depan, antara lain: memperhatikan rasio utang terhadap PDB dalam batasan yang aman (prudent). Oleh karena itu, koordinasi dalam rangka pengendalian risiko likuiditas dan risiko pendanaan yang timbul dalam pengelolaan APBN dalam kerangka Asset Liability Management (ALM) perlu lebih dioptimalkan. 2. Optimalisasi pengelolaan kekayaan negara melalui perencanaan kebutuhan BMN yang memadai, pengawasan dan pengendalian BMN yang efektif, serta peningkatan utilisasi aset. Sebagai upaya terobosan dalam mewujudkan tata kelola aset yang lebih baik, Kementerian Keuangan telah membentuk Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang difokuskan pada dua hal, yaitu pemanfaatan aset yang berkontribusi terhadap penerimaan negara dan optimalisasi aset idle pemerintah. 3. Optimalisasi penerimaan negara dari sektor pajak, bea dan cukai, meliputi beberapa hal sebagai berikut 168 a. Optimalisasi penerimaan pajak melalui peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dengan: (i) memperluas implementasi e-Faktur Pajak secara nasional; (ii) optimalisasi data perpajakan dengan membentuk Center of Tax Analysis (CTA) regional pada tingkat Kantor Wilayah, memperkuat kerjasama dengan pihak ketiga, serta mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan revaluasi aktiva tetap; (iii) perluasan cakupan layanan dan pengawasan dengan menambah unit kantor layanan maupun pembentukan mobile tax unit pada wilayah remote Indonesia. b. Optimalisasi penerimaan Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai melalui: (i) peningkatan penelitian ulang terhadap Pemberitahuan Impor Barang (PIB); (ii) peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap Barang Kena Cukai (BKC) ilegal di wilayah produksi, pengangkutan dan pemasaran; (iii) pemetaan eksportir berdasarkan produk yang diekspor; (iv) peningkatan kegiatan patroli laut dan operasi intelijen. c. Peningkatan joint sessions (joint analysis/audit/collection/enforcement) antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan Inspektorat Jenderal (Itjen). 4. Meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan negara melalui peningkatan kualitas penyusunan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) dan Laporan Keuangan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (LK BA BUN) dengan melakukan antara lain: a. Penetapkan ketentuan formal terkait mekanisme pencatatan, pelaporan, rekonsiliasi transaksi-transaksi yang berpengaruh terhadap Sisa Anggaran Lebih (SAL) dan metode perhitungan SAL yang dapat menjamin adanya b. Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) serta mengatur lebih jelas kewajiban dan tanggung jawab dari unit pengendali yang bertanggung jawab dalam penyusunan dan pelaporan daftar Aset KKKS; 5. Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja dengan senantiasa melakukan evaluasi/ penelaahan terhadap Kontrak Kinerja pada setiap satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan, serta melakukan survei Strategy Focused Organization (SFO) yang diharapkan memberi gambaran yang mendalam mengenai kondisi pengelolaan kinerja organisasi di Kementerian Keuangan. Penutup 169 6. Melakukan berbagai perbaikan mulai dari penyempurnaan peraturan perundangundangan sampai dengan penyederhanaan sistem administrasi, dalam memenuhi tuntutan pemangku kepentingan dan pengguna layanan Kementerian Keuangan. Laporan Kinerja ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan dan akuntabel bagi seluruh stakeholders Kementerian Keuangan. Laporan ini juga menjadi bahan evaluasi untuk peningkatan pengelolaan kinerja Kementerian KeuanganAkhirnya, Kementerian Keuangan berharap dapat terus meningkatkan kontribusi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif di abad ke-21. 170 halaman kosong Penutup 171 172 LAMPIRAN Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Republik Indonesia Tahun 2015 Lampiran 173 PENGHARGAAN Predikat A LAKIN 2015 n ora Lap erja Kin Kementerian Keuangan mendapatkan predikat A atau Memuaskan dalam Penilaian atas Laporan Kinerja (LAKIN) Tahun 2014 dan Perjanjian Kinerja Tahun 2015 dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Wakil Presiden pada tanggal 15 Desember 2015 di Istana Wakil Presiden. Pengelolaan Jaringan JDIH Terbaik Biro Hukum Kementerian Keuangan mendapatkan peringkat Terbaik Pertama Pengelola Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) tahun 2014. Penghargaan ini diberikan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional pada bulan Juli 2015. JUARA I PPID Kementerian Keuangan kembali berhasil meraih peringkat pertama dalam Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2015 untuk kategori kementerian. Penghargaan diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (15/12) di Istana Negara, Jakarta. Anugerah Media Humas KEMENKEU Pada acara Anugerah Media Humas 2015 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Kementerian Keuangan menerinma 2 kategori penghargaan, yaitu: Juara I Kategori Laporan Kinerja Humas Stan Favorit Kategori Pameran 174 Opini WTP Laporan Keuangan Kemenkeu n ora Lap erja Kin Kementerian Keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Laporan Kuangan Kementerian Keuangan tahun 2015 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Media Keuangan Golden Winner Cover Majalah Media Keuangan Sampul muka majalah Media Keuangan berhasil meraih penghargaan Gold Winner di ajang Indonesia inhouse Magazine Award (InMA) 2015. Acara yang diselenggarakan oleh Serikat Pekerja Pers (SPS) di Batam pada bulan Juli 2015. Bebas Korupsi Stan Terbaik dan Wilayah Birokrasi Bebas dari Korupsi Pada acara puncak Festival Anti Korupsi 2015 digelar di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) Bandung, Kementerian Keuangan mendapatkan dua penghargaan, yaitu: Juara I Stan Terbaik KPPN Amlapura ditetapkan sebagai Kantor berpredikat Zona Wilayah Birokrasi Bebas dari Korupsi (WBK) Juara 3 Toilet Publik Pada Hari Kesehatan Nasional ke-51 tahun 2015, Kementerian Keuangan mendapatkan Juara III Toilet Publik Lampiran 175 CALL CENTER Jambore The Best Contact Center Indonesa 2015 oleh Indoneisa Contact Center Association (ICCA): DJBC medapatkan penghargaan berikut: Gold medal The Best Small Contact Center Operations Juara 2, The Best Smart Team Juara 2 Dancing Category, The Best Talent DJP medapatkan penghargaan berikut: Platinum medal, The Best Team Work Jambore 2015 Platinum medal, The Best Smart Team Jambore 2015 Silver medal, The Best Operation Silver medal, The Best Got Talent Singing Platinum medal, The Best Team Leader 31-150 Seats Platinum medal, The Best Quality Assurance < 100 Seats Gold Medal, The Best Inbound Agent 31-150 Seats Gold Medal, The Best Team Leader Outbound < 100 Seats Gold Medal, The Best Trainer < 100 Seats C ASilver L LMedal,CThe E Best N TTelemarketer ER Gold Medal, The Best Customer Service < 100 Seats Bronze medal, The Best Trainer < 100 Seats oneisa Contact Center The 2015 '10th Annual' Contact Center World Top Ranking Performers Awards Asia KLIP DJP sebagai Gold Winner kategori Best Mid Sized Inhouse Contact Center KLIP DJP sebagai Silver Winner kategori Best Customer Service Mid Sized Inhouse Contact Center The 2015 '10th Annual' Contact Center World Top Ranking Performers Awards (Global Ranking 2015), Penyelenggara, Contact Center World - Global KLIP DJP sebagai Gold Winner kategori The Best Customer Service Mid Sized Inhouse Contact Center KLIP DJP sebagai Bronze Winner kategori The Best Mid Sized Inhouse Contact Center 176 CALL CENTER The 2015 '10th Annual' Contact Center World Top Ranking Performers Awards Asia KLIP DJP sebagai Gold Winner kategori Best Mid Sized Inhouse Contact Center KLIP DJP sebagai Silver Winner kategori Best Customer Service Mid Sized Inhouse Contact Center The 2015 '10th Annual' Contact Center World Top Ranking Performers Awards (Global Ranking 2015), Penyelenggara, Contact Center World - Global KLIP DJP sebagai Gold Winner kategori The Best Customer Service Mid Sized Inhouse Contact Center KLIP DJP sebagai Bronze Winner kategori The Best Mid Sized Inhouse Contact Center Lampiran 177 halaman kosong 178 KEMENTERIAN KEUANGAN RI www.kemenkeu.go.id 2016 PERJANJIAN KINERJA KEMENTERIAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KOMITMEN KINERJA TAHUN 2016 VISI KEMENTERIAN KEUANGAN Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21 Dalam rangka mewujudkan visi Kementerian Keuangan, dengan ini kami menetapkan Komitmen Kinerja Kementerian Keuangan yang merupakan ikhtisar rencana kinerja yang akan dicapai pada tahun 2016 sebagaimana terlampir. Komitmen Kinerja ini merupakan tolok ukur keberhasilan Kementerian Keuangan yang menjadi dasar penilaian dalam evaluasi kinerja pada akhir tahun anggaran 2016. Jakarta, 19 Januari 2016 Menteri Keuangan Republik Indonesia Bambang P.S. Brodjonegoro PERJANJIAN KINERJA Internal Process Perspective 4 Learning and Growth Perspective Customer Perspective Stakeholder Perspective PETA STRATEGI Kementerian Keuangan Visi 1 9 kebijakan 5 10 prudent 2 3 6 7 11 PERJANJIAN KINERJA 8 12 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Kementerian Keuangan NO 1. 2. 3. 4. SASARAN PROGRAM/KEGIATAN INDIKATOR KINERJA 1a TARGET Ra 1b Ra 1c Ra 2a I 2b Wa 3a Ra 4a T 4b 4 (WTP) 5. 4 (WTP) 5c k 6. 6b P K 7b P k 8b P 7. 8. 9. a 10. 23 K ja 11. downtime 12. 4 (WTP) PERJANJIAN KINERJA PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Kementerian Keuangan 1. Program Anggaran Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Rp 4.501.576.289.000 Kementerian Keuangan 2. Program Pengelolaan Anggaran Negara Rp 145.977.686.000 3. Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak Rp 8.124.566.560.000 4. Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Rp 3.475.569.429.000 Kepabeanan dan Cukai 5. Program Pengelolaan Perbendaharaan negara 6. Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Rp 1.534.616.810.000 Penyelesaian Rp 620.732.295.00 Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 7. Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Rp 133.641.167.000 8. Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Rp 105.243.679.681 9. Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Rp 108.795.511.000 Kementerian Keuangan 10. Program Perumusan Kebijakan Fiskal Rp 235.833.267.000 11. Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Rp 734.177.924.000 Keuangan Negara Jakarta, 19 Januari 2016 Menteri Keuangan Republik Indonesia Bambang P.S. Brodjonegoro PERJANJIAN KINERJA KEMENTERIAN KEUANGAN RI www.kemenkeu.go.id