Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Triwulan IV dan Tahun 2011 ...Penyampaian Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.6 Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Laporan triwulan kali ini selain melaporkan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia selama triwulan IV 2011 juga melaporkan untuk keseluruhan tahun 2011... Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, Bank Indonesia dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik pada triwulan IV 2011 dan keseluruhan tahun 2011. Sebagai bagian dari pemenuhan aspek transparansi dan akuntabilitas sebagaimana diatur pada pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009, telah disusun laporan pelaksanaan tugas dan wewenang periode triwulan IV 2011 dan tahun 2011. Selanjutnya, melalui laporan ini Bank Indonesia juga menyampaikan rencana kebijakan dan langkah-langkah pelaksanaan tugas dan wewenang untuk tahun yang akan datang dengan memperhatikan laju inflasi dan kondisi ekonomi dan keuangan. Laporan tersebut selanjutnya akan menjadi bahan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia guna melakukan penilaian tahunan terhadap kinerja Dewan Gubernur dan Bank Indonesia. Patut disyukuri, kondisi perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2011 terjaga pada jalur yang diharapkan dan menujukkan hasil yang positif. Kondisi ekonomi dan keuangan global yang masih terus melemah seiring berlarutnya krisis di Eropa tidak menimbulkan dampak yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 6,5% baik pada triwulan IV 2011 maupun pada keseluruhan tahun 2011, dengan inflasi terkendali sebesar 0,79% (qtq) atau 3,79% (yoy). Pengakuan terhadap solidnya kondisi fundamental Indonesia diafirmasikan melalui kenaikan sovereign rating Indonesia hingga mencapai investment grade. Kondisi perekonomian yang kuat tersebut tidak terlepas dari dukungan kondusifnya sistem keuangan Indonesia. Industri perbankan mampu menunjukkan resiliensi ditengah goncangan keuangan global. Industri perbankan juga masih berkinerja optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai agen intermediasi. Berbagai aktivitas perekonomian selama tahun 2011 juga didukung dengan kelancaran transaksi di sistem pembayaran dan pengedaran uang. Untuk mendukung pencapaian kinerja yang positif tersebut, berbagai kebijakan telah dilakukan oleh Bank Indonesia. Dalam melaksanakan kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga berkoordinasi secara intensif dengan Pemerintah dan seluruh stakeholders terkait. Bank Indonesia menyadari bahwa kondisi perekonomian ke depan masih diwarnai dengan risiko global dan kompleksitas permasalahan domestik. Untuk memantapkan hasil yang telah diraih, Bank Indonesia akan senantiasa mencermati berbagai tantangan tersebut dan menyikapinya secara terukur. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Bank Indonesia juga senantiasa mengedepankan nilai- Kata Pengantar i nilai tata kelola organisasi yang baik dan terbebas dari segala bentuk inefisiensi guna menyongsong era globalisasi. Jakarta, 1 Februari 2012 GUBERNUR BANK INDONESIA Darmin Nasution ii BANK INDONESIA Daftar Isi Kata Pengantar ................................................................................................... i Daftar Isi .............................................................................................................. iii Daftar Tabel......................................................................................................... v Daftar Grafik ....................................................................................................... vii Bab 1. Ringkasan Eksekutif ................................................................................ 1 Kinerja Perekonomian ................................................................................ 1 Kebijakan yang Ditempuh .......................................................................... 3 Bab 2. Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran.............................................................................................. 7 1. Inflasi ................................................................................................... 2. Pertumbuhan Ekonomi.... ..................................................................... 3. Neraca Pembayaran.............................................................................. 4. Nilai Tukar Rupiah ................................................................................ 5. Perkembangan Pasar Uang Antar Bank (PUAB)...................................... 6. Perkembangan Suku Bunga .................................................................. 7. Perkembangan Bank Umum ................................................................. 8. Perkembangan Perbankan Syariah ........................................................ 9. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)....................................... 10. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ......... 11. Sistem Pembayaran .............................................................................. 11.1. Perkembangan Efisiensi dan Kehandalan Sistem Pembayaran ....... 11.2. Pengedaran Uang........................................................................ 7 11 13 14 17 19 20 22 24 25 26 26 27 Bab 3. Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia ................. 31 1. Stabilitas Moneter ................................................................................ 1.1. Kebijakan Moneter ........................................................................ 1.2. Pengelolaan Operasi Moneter dan Nilai Tukar ................................ 1.3. Koordinasi dengan Pemerintah ...................................................... 1.4. Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri (PLN)......................................... 1.5. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan .................................................................... 2. Stabilitas Sistem Perbankan................................................................... 2.1. Pengaturan Perbankan................................................................... 2.2. Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API)......................... 2.3. Keuangan Inklusif (Financial Inclusion)............................................ 2.4. Implementasi BASEL II dan Penyiapan BASEL III .............................. 2.5. Kebijakan dan Pengawasan Bank Umum........................................ 2.6. Kebijakan dan Pengawasan Perbankan Syariah............................... 2.7. Kebijakan dan Pengawasan BPR..................................................... 31 31 32 35 36 38 41 41 42 43 44 46 47 48 Daftar Isi iii 2.8. Penguatan Sektor Riil dan Penyaluran Kredit UMKM....................... 2.9. Perizinan dan Informasi Perbankan................................................. 2.10. Investigasi dan Mediasi Perbankan ............................................... 3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang............................................ 3.1. Kehandalan dan Efisiensi Sistem Pembayaran ................................. 3.2. Pengedaran Uang.......................................................................... 4. Kerjasama Internasional ........................................................................ 5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan ....................................................... 49 50 52 55 55 58 63 70 Bab 4. Manajemen Intern Bank Indonesia......................................................... 1. Akuntabilitas dan Transparansi ............................................................. 2. Audit Intern.......................................................................................... 3. Keuangan Intern................................................................................... 4. Teknologi Informasi .............................................................................. 5. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) ........................................ 6. Aspek Hukum ...................................................................................... 7. Bank Indonesia Social Responsibility ...................................................... 75 75 76 77 78 79 81 82 Bab 5. Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2012 .................... 85 Lampiran Produk Hukum Bank Indonesia Selama Tahun 2011 ........................ 1. Peraturan Bank Indonesia ..................................................................... 2. Peraturan Dewan Gubernur ................................................................. 3. Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia..................................................... 4. Surat Edaran Intern Bank Indonesia....................................................... 93 93 95 95 97 Daftar Istilah........................................................................................................ 103 Daftar Singkatan................................................................................................. 109 iv BANK INDONESIA Daftar Tabel 2.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan................................................ 2.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sektoral .......................................................... 2.3. Perkembangan Nilai Rata-Rata SBDK Industri Perbankan(%).............................. 2.4. Statistik Triwulanan Perkembangan Perbankan ................................................. 2.5. Statistik Triwulanan Perkembangan Perbankan Syariah ..................................... 2.6. Indikator Utama Kinerja BPR ............................................................................ 2.7. Nilai Transaksi Pembayaran............................................................................... 2.8. Perkembangan Indikator Pengedaran Uang Tahun 2011 ................................... 2.9. Perkembangan Indikator Pengedaran Uang Tahun 2011................................... 11 12 21 22 23 24 27 27 29 3.1. Realisasi Penarikan Utang Luar Negeri Pemerintah ............................................ 3.2. Realisasi Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah......................................... 3.3. Kegiatan Perizinan Bank Umum Tahun 2010-2011 ........................................... 3.4. Statistik Perkembangan Investigasi Tipibank...................................................... 3.5. Statistik Perkembangan Investigasi Tipibank...................................................... 3.6. Sengketa Perbankan 2011 ............................................................................... 37 37 51 52 52 55 Daftar Tabel v Halaman ini sengaja dikosongkan. vi BANK INDONESIA Daftar Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi ..................................................................................... 2.2. Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast.............................................................. 2.3. Inflasi Inti, Nilai tukar & Harga Pangan Global ................................................. 2.4. Kapasitas Utilisasi (SKDU) ............................................................................... 2.5. Peta Inflasi Daerah ........................................................................................ 2.6. Investasi Langsung Asing (FDI) ........................................................................ 2.7. Kinerja Ekspor & Impor................................................................................... 2.8. Volatilitas Mata Uang Asia Tahun 2012 (ytd %) ............................................. 2.9. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 2011 ......................................................... 2.10. Uncovered Interest Parity (UIP)........................................................................ 2.11. Suku Bunga PUAB O/N dan BI Rate................................................................. 2.12. Suku Bunga PUAB O/N dan JIBOR................................................................... 2.13. Volume PUAB ................................................................................................ 2.14. Komposisi Tenor PUAB................................................................................... 2.15. Jumlah Pelaku PUAB ...................................................................................... 2.16. Perkembangan Suku Bunga Perbankan........................................................... 2.17. Perkembangan Uang Rupiah yang Diedarkan.................................................. 8 8 8 9 10 13 14 15 15 16 17 17 18 18 19 20 28 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 34 53 53 54 Komposisi Operasi Moneter............................................................................ Perkembangan Penanganan Kasus Tipibank ................................................... Sebaran Tindak Pidana Perbankan .................................................................. Sengketa Perbankan Berdasarkan Jenis Produk ............................................... Daftar Grafik vii Halaman ini sengaja dikosongkan. viii BANK INDONESIA Bab 1 Ringkasan Eksekutif Perekonomian Indonesia selama triwulan IV 2011 terus menunjukkan kinerja yang baik. Inflasi masih terjaga di level yang rendah dengan dibarengi pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi. Sementara itu, nilai tukar rupiah dapat dikelola tetap terjaga, meskipun sedikit melemah sebagai pengaruh dampak ketidakpastian di Eropa yang masih tinggi. Nilai tukar yang tetap terjaga tersebut berkontribusi pada stabilitas sistem keuangan yang tetap terkendali yang pada gilirannya mendorong capaian kinerja pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi tersebut. Perekonomian yang tetap solid selama triwulan IV 2011 mendukung capaian ekonomi nasional keseluruhan tahun 2011 yang tetap kuat dan berdaya tahan. Kondisi keuangan global yang masih terus melemah seiring berlarutnya krisis utang di Eropa dan melemahnya perekonomian AS terlihat belum memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Inflasi tahun 2011 tercatat rendah di level 3,79% dan tetap dibarengi pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi dengan perkiraan sekitar 6,5%. Demikian pula stabilitas sistem keuangan juga masih tetap terkendali. Secara umum, capaian ini tidak terlepas dari pengaruh positif bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia serta koordinasi koordinasi yang intensif dengan Pemerintah sehingga dapat menjaga stabilitas makroekonomi dan memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi. Kinerja Perekonomian Inflasi IHK selama triwulan laporan masih berada pada level yang rendah. Inflasi IHK triwulan IV 2011 tercatat 0,79% (qtq), lebih rendah dari triwulan yang sama tahun sebelumnya. Inflasi pada triwulan IV 2011 yang rendah ini terlihat menyumbang tetap rendahnya inflasi tahun 2011 secara keseluruhan di level 3,79%, lebih rendah dari sasaran inflasi sebesar 5%±1% (yoy). Perkembangan inflasi 2011 tersebut dipengaruhi oleh stabilnya inflas inti, rendahnya inflasi bahan pangan dan minimnya inflasi administered prices. Inflasi inti yang stabil didukung oleh kebijakan moneter dan nilai tukar dalam mengendalikan permintaan, tekanan inflasi dari barang impor, serta terjaganya ekspektasi inflasi. Rendahnya inflasi bahan pangan didukung oleh kebijakan Pemerintah dalam menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi serta stabilisasi harga pangan. Sementara itu, kebijakan fiskal terkait subsidi energi berdampak pada minimnya inflasi administered prices. Ke depan, inflasi pada tahun 2012 diperkirakan tetap dapat dikendalikan pada kisaran sasarannya yaitu 4,5%±1%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV 2011 diperkirakan juga masih tinggi didukung oleh inflasi yang rendah tersebut. Ekonomi pada triwulan IV 2011 Ringkasan Eksekutif 1 diperkirakan tumbuh sebesar 6,5% didukung dengan sumber pertumbuhan yang semakin seimbang. Secara keseluruhan tahun 2011, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 6,5%, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 6,1%. Pertumbuhan 2011 ini merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi selama 10 tahun terakhir. Selain konsumsi rumah tangga yang tetap tumbuh tinggi, pertumbuhan ekonomi 2011 ditopang oleh investasi yang kuat serta terjaganya kinerja ekspor. Dari sisi produksi, sektor-sektor yang menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri, sektor transportasi dan komunikasi, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ke depan, prospek ekonomi Indonesia diperkirakan masih cukup kuat ditopang investasi dan konsumsi rumah tangga yang tetap kuat. Peningkatan peringkat utang Indonesia menjadi investment grade diharapkan dapat mendorong semakin kuatnya investasi. Sementara ekspor diperkirakan tetap tumbuh, meskipun melambat sejalan dengan melemahnya ekonomi global. Secara keseluruhan tahun 2012, pertumbuhan ekonomi domestik diperkirakan pada kisaran 6,3%-6,7%. Tekanan terhadap Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2011 terindikasi masih cukup besar, meskipun lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Tekanan tersebut terutama tercatat di transaksi modal dan finansial akibat aliran keluar dana asing jangka pendek, sedangkan aliran Foreign Direct Investment (FDI) masih dalam tren meningkat. Sementara itu, kinerja transaksi berjalan diperkirakan sedikit menurun dipengaruhi kuatnya impor sejalan dengan tingginya kegiatan ekonomi domestik. Kendati terdapat tekanan pada dua triwulan terakhir, untuk keseluruhan tahun 2011 NPI tahun 2011 masih mencatat surplus yang cukup besar. Surplus ini berkontribusi pada posisi cadangan devisa sampai dengan akhir Desember 2011 yang tercatat 110,1 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Tekanan yang masih terjadi di NPI mempengaruhi nilai tukar rupiah yang masih dalam tren melemah pada triwulan IV 2011. Meskipun secara umum masih dapat dikelola, pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi sejak akhir triwulan III 2011 dipengaruhi oleh persepsi risiko yang memburuk akibat krisis utang Eropa dan sentimen negatif krisis di AS. Selain itu, tekanan rupiah juga dipengaruhi tingginya permintaan valuta asing untuk pembiayan impor dan pembayaran utang luar negeri. Untuk keseluruhan tahun 2011, nilai tukar rupiah masih secara rata-rata menguat 3,56% (yoy) dibandingkan tahun 2010. Kuatnya fundamental makroekonomi sejalan dengan terjaganya stabilitas sistem keuangan. Pada akhir triwulan IV 2011, Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (Financial Stability Index/FSI) berada pada level 1,63. Stabilitas sistem keuangan didukung oleh membaiknya kinerja sektor perbankan sebagai industri yang mendominasi sistem keuangan Indonesia. Kinerja perbankan yang semakin solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) sebesar 16,6% pada November 2011, jauh di atas CAR minimum 8%. Permodalan bank yang tinggi tersebut dicapai melalui peningkatan profitabilitas, diikuti dengan peningkatan efisiensi perbankan. Sementara itu, intermediasi perbankan juga semakin membaik tercermin dari 2 BANK INDONESIA pertumbuhan kredit yang hingga akhir November 2011 mencapai 25,81% (yoy), yang lebih ditujukan pada sektor-sektor produktif. Peningkatan intermediasi perbankan disertai membaiknya kualitas kredit yang tercermin pada rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross sebesar 2,5%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Kinerja perekonomian Indonesia tidak terlepas dari dukungan keandalan sistem pembayaran dan terpenuhinya kebutuhan uang kartal masyarakat. Kinerja sistem pembayaran sebagai bagian dari sistem keuangan selama triwulan IV 2011 tetap terjaga. Ketersediaan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai sistem setelmen dana transaksi antar bank dan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) sebagai sistem setelmen surat berharga, serta transaksi pembayaran ritel melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) selama triwulan laporan mencapai 100%, sementara secara keseluruhan tahun mencapai 99,99%. Selain itu, keandalan sistem pemrosesan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik yang diselenggarakan oleh pihak di luar Bank Indonesia juga terjaga. Tidak terdapat kejadian yang mempengaruhi operasional sistem secara signifikan. Dari sisi pengedaran uang, kebutuhan uang kartal dalam kondisi layak edar yang meningkat menjelang Natal dan tahun baru serta pemenuhan kebutuhan tutup tahun anggaran instansi Pemerintah dan swasta dapat dipenuhi. Secara keseluruhan tahun, Bank Indonesia juga dapat memenuhi kebutuhan uang kartal layak edar di masyarakat yang meningkat signifikan sepanjang tahun 2011. Kebijakan Yang Ditempuh Kondisi perekonomian yang kondusif pada triwulan IV 2011 dan juga keseluruhan tahun 2011 tidak terlepas dari pengaruh positif bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia serta koordinasi intensif dengan Pemerintah. Meskipun pada semester II 2011 terdapat ketidakpastian pasar keuangan dan ekonomi global, respons kebijakan yang dtempuh Bank Indonesia dan Pemerintah dapat tetap menjaga stabilitas makroekonomi sekaligus memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan ini, bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia diterapkan melalui kebijakan suku bunga, kebijakan nilai tukar, serta kebijakan makroprudensial dalam rangka pengelolaan aliran modal asing dan likuiditas perbankan. Kebijakan suku bunga Bank Indonesia selama tahun 2011 diarahkan agar tetap konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Pada triwulan I 2011 Bank Indonesia menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,75% dan tetap bertahan hingga September 2011 sebagai respons ekspektasi inflasi yang cukup tinggi. Bank Indonesia pada Oktober dan November 2011 kemudian menurunkan BI Rate masing-masing sebesar 25 bps dan 50 bps sehingga BI Rate pada akhir 2011 menjadi 6,0%. Penurunan BI Rate tersebut dilakukan dengan memperhatikan tekanan inflasi ke depan yang semakin rendah, sekaligus untuk mengurangi dampak Ringkasan Eksekutif 3 memburuknya prospek ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia. Stance kebijakan moneter yang memasuki fase longgar melalui penurunan BI Rate tersebut, diperkuat dengan adanya penurunan batas bawah koridor suku bunga Pasar Uang Antar Bank overnight (PUAB O/N) dari 100 bps menjadi 150 bps dari BI Rate. Kebijakan nilai tukar yang ditempuh Bank Indonesia tetap ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, namun tetap dalam kerangka sistem nilai tukar mengambang bebas. Upaya tersebut dilakukan melalui monitoring dan komunikasi yang intensif dengan pelaku pasar, serta melakukan intervensi secara terukur untuk menjaga keseimbangan di pasar valas domestik. Untuk memperkuat ketersediaan pasokan valas guna mendukung terciptanya stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia menerbitkan peraturan yang mewajibkan eksportir dan debitur utang luar negeri menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri (DULN) di bank devisa dalam negeri. Peraturan tersebut akan diberlakukan pada Januari 2012. Bank Indonesia pada 2011 juga menempuh kebijakan makroprudensial dalam rangka pengelolaan aliran modal asing. Kebijakan tersebut antara lain dengan memperpanjang masa wajib memegang kepemilikan SBI dari 1 bulan menjadi 6 bulan, membatasi pinjaman luar negeri jangka pendek Bank menjadi maksimal 30% modal bank dan meningkatkan Giro Wajib Moneter (GWM) valas secara bertahap dari 1% menjadi 5% dan selanjutnya menjadi 8%. Sebagai langkah antisipasi dampak gejolak di pasar keuangan global terhadap stabilitas sistem keuangan domestik, Bank Indonesia juga mempersiapkan Protokol Manajemen Krisis (Crisis Management Protocol/CMP). CMP ini selanjutnya akan disinergikan dengan CMP di tingkat nasional. Bank Indonesia juga melalukan beberapa kerjasama baik dengan Pemerintah maupun kerjasama internasional. Bank Indonesia tetap memperkuat koordinasi dengan Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) sejalan dengan kondisi bahwa inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh sisi permintaan. Koordinasi juga dilakukan untuk menjaga stabilitas pasar keuangan domestik. Selain itu, Bank Indonesia juga aktif melakukan kerjasama dengan bank sentral dan lembaga keuangan lainnya, baik di tataran bilateral, regional maupun internasional. Di bidang perbankan, Bank Indonesia senantiasa memperkuat daya tahan perbankan guna meminimalisir dampak dari ketidakpastian pasar keuangan dan ekonomi global. Dengan terciptanya perbankan yang sehat dan kuat, perbankan dapat semakin menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediari. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan ketahanan perbankan, Bank Indonesia menyempurnakan perhitungan permodalan dengan memperhatikan risiko serta mewajibkan bank menerapkan strategi anti fraud, prinsip kehati-hatian dalam melakukan alih daya dan manajemen risiko dalam melakukan layanan nasabah prima. Adapun upaya Bank Indonesia untuk mendorong intermediasi perbankan dilakukan antara lain melalui penerapan kebijakan 4 BANK INDONESIA Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) serta program financial inclusion. Selain kebijakan untuk meningkatkan ketahanan perbankan dan mendorong peran intermediasi perbankan, Bank Indonesia juga memperkuat fungsi pengawasan melalui penyempurnaan ketentuan mengenai pelaporan bank kepada Bank Indonesia. Berbagai penyempurnaan program pengawasan secara komprehensif juga terus dilakukan, antara lain berupa penyempurnaan infrastruktur pengawasan, penyempurnaan pendekatan pengawasan (risk based supervision) dan penyempurnaan perlindungan hukum bagi pengawas. Berbagai kebijakan perbankan tersebut menjadi bagian dari penyempurnaan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) serta dalam rangka persiapan implementasi Basel II dan Basel III. Di bidang sistem pembayaran, kebijakan yang ditempuh tetap ditujukan untuk memastikan agar sistem pembayaran Indonesia dapat berjalan dengan lancar, aman dan efisien, dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan perlindungan konsumen. Untuk itu, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai penggunaan teknologi chip dan Personal Identification Number (PIN) pada kartu ATM dan kartu debet. Dengan berlakunya ketentuan ini, penerbit kartu ATM/ Debet di Indonesia diwajibkan untuk mengoperasikan kartu ATM/Debet dengan sistem chip paling lama tanggal 31 Desember 2015. Bank Indonesia juga melakukan penyempurnaan kebijakan mengenai Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, terutama mengenai kerjasama penyelenggara APMK dengan pihak lain, khususnya dalam pelaksanaan penagihan kartu kredit, serta pengetatan persyaratan untuk memperoleh kartu kredit. Selain itu, pengembangan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System (BI-SSSS) Generasi II, peningkatan efisiensi pengelolaan rekening Pemerintah, dan upaya pembentukan National Payment Gateway (NPG) juga terus dilakukan. Sementara kebijakan pengedaran uang tetap ditujukan untuk mendukung ketersediaan uang rupiah dalam nominal yang cukup serta layak edar, serta meningkatkan layanan kas sehingga dapat menjangkau wilayah perbatasan dan daerah terpencil. Bank Indonesia juga menempuh berbagai kebijakan di bidang manajemen internal untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas pokok di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran. Di bidang perencanaan strategis, Bank Indonesia menyusun arah strategis Bank Indonesia 2012 sebagai pedoman kegiatan dan pencapaian target yang jelas di tahun mendatang. Di bidang keuangan, fokus dari pelaksanaan manajemen keuangan Bank Indonesia adalah mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Bank Indonesia. Hal ini tercermin dari Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia tahun 2010 yang memperoleh opini ’Unqualified Opinion’ (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK. Selain itu, untuk meningkatkan akuntabilitas anggaran, Bank Indonesia juga memperkuat sistem anggaran dengan menyusun konsep anggaran berbasis kinerja (performance based culture). Sementara di bidang sumber daya manusia, kebijakan diarahkan untuk Ringkasan Eksekutif 5 meningkatkan kompetensi dan kepemimpinan serta penyelarasan organisasi yang sejalan dengan arah strategi ke depan. Memperhatikan prospek perekonomian ke depan yang masih dibayangi dengan ketidakpastikan ekonomi global, Bank Indonesia mengarahkan kebijakan tahun 2012 untuk i). mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian sekaligus memitigasi risiko perlambatan ekonomi global, ii). Meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam perekonomian dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan, iii). Meningkatkan efisiensi, keandalan dan keamanan sistem pembayaran, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri; vi). Memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi dalam manajemen pencegahan dan penanganan krisis, dan v). Mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat. Berbagai langkah kebijakan tersebut yang disertai dengan koordinasi yang erat dengan instansi terkait, diharapkan dapat membawa perekonomian Indonesia ke level yang lebih tinggi dengan tetap menjaga pencapaian inflasi pada kisaran sasaran yang ditetapkan. 6 BANK INDONESIA Bab 2 Perkembangan Kondisi Makro ekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Perekonomian Indonesia selama triwulan IV 2011 masih menunjukkan kinerja yang baik, meskipun ketidakpastian ekonomi global terkait krisis di Eropa masih berlanjut. Inflasi masih terjaga di level yang rendah dengan dibarengi pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi, perbankan yang tetap kuat dan sistem pembayaran yang tetap terkendali. Perekonomian yang tetap solid selama triwulan IV 2011 mendukung capaian ekonomi nasional keseluruhan tahun 2011 yang tetap kuat dan berdaya tahan. Untuk tahun 2012, prospek ekonomi Indonesia diperkirakan masih cukup kuat ditopang investasi dan konsumsi rumah tangga, meskipun pengaruh perlambatan ekonomi global tetap dicermati. Inflasi juga diharapkan juga masih terkendali dalam sasaran 4,5% + 1%. 1. Inflasi Inflasi IHK pada triwulan IV 2011 masih menurun disumbang pada hampir seluruh komponen. Inflasi IHK pada triwulan laporan tercatat 0,79% (qtq), lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 1,89% (qtq). Perkembangan inflasi IHK tersebut disumbang disumbang oleh inflasi inti yang juga menurun menjadi 0,47% (qtq), lebih rendah dari inflasi triwulan sebelumnya 1,90% (qtq). Rendahnya inflasi inti tersebut terutama dipengaruhi menurunnya harga komoditas bahan pangan pada kelompok inflasi inti seiring dengan tren penurunan harga komoditas global. Inflasi volatile food juga menurun tercatat sebesar 2,27 % (qtq), lebih rendah dari periode triwulan sebelumnya 2,86% (qtq). Rendahnya inflasi volatile foods triwulan IV 2011 antara lain disebabkan oleh besarnya impor bahan pangan, termasuk produk hortikultura, di tengah meningkatnya produksi hortikultura dalam negeri. Sejalan dengan kondisi tersebut, inflasi administered prices juga menurun dari 0,83 (qtq) menjadi 0,45% (qtq) disebabkan karena terbatasnya kebijakan Pemerintah di bidang harga. Kenaikan tarif 13 ruas jalan tol antara 11% sampai dengan 13% pada triwulan IV 2011, hanya memberikan dampak minimal mengingat bobotnya yang kecil dalam perhitungan IHK. Inflasi pada triwulan IV 2011 yang rendah menyumbang tetap rendahnya inflasi tahun 2011. Inflasi IHK untuk keseluruhan tahun 2011 tercatat 3,79% (yoy), lebih rendah dari inflasi 2010 sebesar 6,96% dan juga sasaran inflasi 2011 sebesar 5%±1%. Dari dinamika waktu bulanan, inflasi yang tinggi sempat terjadi pada triwulan awal (Grafik Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 7 2.1). Tekanan inflasi yang tinggi pada triwulan I 2011 dipicu oleh kenaikan harga barang-barang pangan yang bergejolak (volatile food), faktor eksternal seperti harga pangan dan energi global yang masih tinggi, krisis utang di Eropa, pelemahan ekonomi di AS, krisis politik di Timur Tengah dan Afrika Selatan serta ekspektasi inflasi yang meningkat. Namun dalam perkembangan triwulan berikutnya, tekanan inflasi mulai mereda seiring dengan koreksi harga pangan dan mulai terjaganya pasokan bahan makanan. Perbaikan di sisi bahan pangan ini bahkan dapat membawa perekonomian mengalami deflasi pada triwulan II 2011. Terjaganya faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di kelompok volatile food pada periode-periode berikutnya berkontribusi terhadap terkendalinya inflasi nasional hingga akhir tahun 2011. %, yoy %, yoy CPI Core 20 Volatile Food Administered Prices 14 8 4.34 2 3.79 3.37 2.78 -4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 -10 2007 2008 2009 2010 2011 Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Berdasarkan komponennya, inflasi IHK 2011 yang rendah disumbang inflasi inti yang berhasil dikendalikan pada tingkat yang moderat, yakni 4,34% (yoy). Pencapaian inflasi inti tersebut dipengaruhi penurunan ekspektasi inflasi (Grafik 2.2), sejalan dengan konsistensi kebijakan moneter yang ditempuh BI dalam mengendalikan inflasi dan perkembangan nilai tukar yang secara rata-rata menguat. Inflasi inti yang terkendali juga dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar rupiah dan penurunan harga pangan komoditas global (imported inflation) sejak semester kedua (Grafik 2.3). Inflation Expectation 7.0 6.8 6.8 6.7 6.8 6.5 6.6 6.4 6.4 6.2 6.2 6.1 6.1 6.1 6.2 5.9 6.0 5.8 5.9 5.9 5.8 5.9 5.9 5.9 5.7 5.7 5.8 5.6 5.5 5.6 5.4 5.3 5.4 5.2 5.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2010 2011 source : Consensus Forecast Grafik 2.2 Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast 8 BANK INDONESIA Grafik 2.3 Inflasi Inti, Nilai tukar & Harga Pangan Global Faktor lain yang mempengaruhi inflasi inti yang tetap terkendali tersebut yakni terjaganya kemampuan sisi penawaran dalam merespons meningkatnya permintaan. Kondisi ini tergambar pada kondisi output gap yang relatif minimal. Output gap yang minimal tersebut tercermin pada peningkatan indeks produksi dalam Survei Produksi (SP) dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan kapasitas terpakai dari tahun sebelumnya, namun masih berada di bawah level 80% (Grafik 2.4). Hasil survei ini menggambarkan bahwa sebagian besar industri masih mempunyai ruang untuk meningkatkan produksi untuk mengimbangi peningkatan permintaan. 80 % Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan (SKDU) 75 70 65 60 TwTw I Tw II Tw III IV TwTw I Tw II Tw III IV TwTw I Tw II Tw III IV TwTw I Tw II Tw III Tw I Tw II Tw III IV TwTw I Tw II Tw III IV TwTw I Tw II Tw III IV TwTw I Tw II III 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Grafik 2.4 Kapasitas Utilisasi (SKDU) Komponen lain yang mempengaruhi inflasi IHK 2011 yang rendah ialah inflasi volatile foods yang menurun menjadi sebesar 3,37% (yoy), signifikan lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya 17,74% (yoy). Pasokan pangan yang memadai baik dari produksi dalam negeri maupun dari impor terutama untuk jenis hortikultura, mendorong rendahnya inflasi volatile food di tahun 2011. Selain itu, kebijakan impor yang dilakukan oleh Pemerintah khususnya untuk beras dan daging sapi mampu menjaga stabilitas harga domestik. Upaya stabilisasi harga beras dilakukan secara intensif antara lain melalui operasi pasar oleh Pemerintah Daerah setempat serta penyaluran Raskin hingga 13 kali pada tahun 2011. Operasi pasar tahun ini dilakukan hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jumlah beras yang disalurkan melalui operasi pasar pada tahun 2011 mencapai 397.739 ton, naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sekitar 40.000 ton (kecuali tahun 2007 yang mencapai 396.000 ton). Inflasi administered prices juga tercatat menurun menjadi 2,78% dari 5,4% pada tahun 2010. Rendahnya inflasi administered prices tersebut disebabkan terbatasnya kebijakan penyesuaian harga barang dan jasa yang strategis oleh Pemerintah. Sementara, inflasi administered prices yang terjadi pada tahun 2011 terutama disumbang oleh komoditas rokok sejalan dengan penetapan kenaikan cukai rokok di tahun 2011. Komoditas lainnya yang memberikan sumbangan terhadap inflasi Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 9 administered prices adalah bahan bakar rumah tangga dengan berlanjutnya program konversi minyak tanah ke LPG. Inflasi yang cukup rendah secara nasional juga tercermin pada perkembangan inflasi daerah. Dari semua daerah di Indonesia1, tercatat 64 kota dengan pencapaian tingkat inflasi pada tahun 2011 yang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya (Grafik 2.5). Penurunan tingkat inflasi terbesar terjadi di kawasan Jawa dan Sumatera masingmasing dari 6,71% (yoy) dan 7,83% (yoy) pada tahun 2010 menjadi 3,43% (yoy) dan 3,98% (yoy) pada tahun 2011. Kesenjangan inflasi antar daerah juga relatif berkurang, tercermin dari penurunan nilai standar deviasi inflasi tahunan dari 1,7 pada tahun 2010 menjadi 1,2 pada tahun 2011. Menyempitnya angka kesenjangan inflasi tersebut mengindikasikan sebagian besar inflasi IHK di daerah cenderung berada di sekitar inflasi IHK nasional. Sumber: Kalkulasi Bank Indonesia berdasarkan Berita Resmi Statistik Inflasi BPS Grafik 2.5 Peta Inflasi Daerah Untuk 2012, inflasi diperkirakan masih akan terjaga. Sumber inflasi dari sisi eksternal diperkirakan mereda seiring dengan perlambatan ekonomi dunia dan turunnya hargaharga komoditas internasional, termasuk harga minyak. Di sisi domestik, tekanan inflasi dari sisi permintaan diperkirakan relatif moderat seiring dengan tetap terjaganya pasokan sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan investasi. Dari sisi volatile foods, kecukupan pasokan baik melalui produksi maupun impor akan membawa inflasi pada level yang cukup rendah di tahun 2012. Namun inflasi administered prices diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 sejalan dengan rencana Pemerintah menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 10% pada bulan April 2012. Secara keseluruhan, inflasi tahun 2012 diharapkan akan berada pada target inflasi sebesar 4,5% ±1,0%, meskipun rencana pembatasan penggunaan BBM bersubsidi oleh Pemerintah tetap perlu dicermati. 1 BPS melakukan Survei Biaya Hidup tahun 2007 di 66 kota untuk menghitung inflasi. 10 BANK INDONESIA 2. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Indonesia pada triwulan IV 2011 diperkirakan tumbuh tetap tinggi mencapai 6,5% (yoy) (Tabel 2.1). Motor penggerak utama pertumbuhan berasal dari konsumsi rumah tangga dan ekspor. Penguatan keyakinan konsumen yang disertai peningkatan konsumsi pada akhir tahun mendorong konsumsi rumah tangga tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, kuatnya permintaan dari China dan India menjadi pendukung utama tingginya pertumbuhan ekspor, meskipun sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan III 2011. selain kedua faktor tersebut, ekspansi pengeluaran Pemerintah yang cukup besar pada triwulan terakhir juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan Di sisi sektoral pertumbuhan ekonomi terutama didukung oleh sektor industri pengolahan yang diperkirakan mampu tumbuh sebesar 6,4% (yoy). Pertumbuhan yang tinggi tersebut terutama berasal dari kegiatan di subsektor alat angkut, makanan dan minuman serta tekstil yang merupakan 3 subsektor terbesar dalam industri pengolahan. Sumber pertumbuhan lain berasal dari sektor perdagangan hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Kuatnya pertumbuhan di kedua sektor tersebut sejalan dengan tingginya aktivitas perekonomian dan kuatnya konsumsi rumah tangga. Untuk keseluruhan tahun 2011, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 6,5%. Pertumbuhan tersebutg terlihat lebih seimbang tercermin dari tingginya pertumbuhan investasi dan ekspor, selain masih kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Investasi untuk keseluruhan tahun 2011 diperkirakan mencapai 7,7% (yoy). Sumber pertumbuhan investasi masih didominasi investasi bangunan, seiring dengan maraknya pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. Selain investasi bangunan, investasi lain yang cukup menonjol yaitu investasi pada mesin dan alat angkut. Kedua investasi tersebut erat kaitannya dengan peningkatan kinerja di sektor industri pengolahan dan pengangangkutan. Sementara itu, ekspor diperkirakan tumbuh sebesar 16,5% (yoy). Tingginya pertumbuhan ekspor ditopang oleh tingginya harga komoditas ekspor, kuatnya permintaan komoditas primer dan diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara emerging markets. Kenaikan ekspor terjadi pada ekspor nonmigas, terutama komoditas minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan makanan olahan. Tabel 2.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 11 Dari sisi sektoral, sektor-sektor utama yang mendukung pertumbuhan ekonomi 2011 masih didominasi oleh sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran (PHR) serta pengangkutan dan komunikasi (Tabel 2.2). Dominasi peran ketiga sektor tersebut dalam perekonomian mencapai lebih dari 50%. Geliat ekonomi yang masih tinggi serta kuatnya permintaan domestik yang didukung daya beli yang memadai, memungkinkan sektor-sektor tersebut tumbuh cukup tinggi. Kegiatan perekonomian domestik yang cukup tinggi dan permintaan ekspor yang relatif terjaga dengan masih terbatasnya dampak perlambatan perekonomian AS dan Eropa mendukung kinerja sektor industri pengolahan. Meskipun menghadapi kendala, beberapa subsektor dalam sektor ini masih mampu menjaga kinerjanya. Subsektor alat angkut masih mampu berkinerja baik meskipun sempat mengalami gangguan pasokan akibat gempa di Jepang pada triwulan II 2011 dan banjir di Thailand di penghujung tahun 2011. Selain itu, kinerja subsektor tekstil juga membaik didukung oleh program revitalisasi mesin tekstil, meskipun pada triwulan IV 2011 mengalami penurunan akibat dampak pelemahan ekonomi AS dan Eropa yang merupakan pasar utama tekstil Indonesia. Sektor PHR pada tahun 2011 tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Tingginya pertumbuhan disektor PHR tersebut didukung oleh impor barang yang tumbuh cukup tinggi sehingga menambah pasokan barang yang diperdagangkan di pasar domestik. Selain impor, pasar yang luas serta daya beli masyarakat yang cukup kuat merupakan faktor lain yang ikut yang berperan dalam meningkatkan kinerja sektor PHR. Sektor pengangkutan dan komunikasi tetap mencatat pertumbuhan tinggi, meskipun melambat. Pada tahun 2011 pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan mencapai 10,9% (yoy). Peran subsektor pengangkutan terus menunjukkan peningkatan, terutama pengangkutan udara yang masih tumbuh tinggi. Pertumbuhan pangangkutan udara yang tinggi tercermin pada jumlah penumpang yang terus meningkat. Pertumbuhan yang tinggi juga terjadi pada subsektor komunikasi yang saat ini terfokus pada pelayanan komunikasi data dan internet dibandingkan layanan suara dan pesan singkat. Tabel 2.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sektoral 12 BANK INDONESIA Pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan masih tinggi pada kisaran 6,3%-6,7%. Namun demikian beberapa risiko perlu mendapat perhatian. Dari sisi eksternal, perekonomian global yang melemah diperkirakan akan mempengaruhi kinerja ekonomi domestik, terutama ekspor. Dari sisi domestik, rencana kebijakan Pemerintah di bidang harga barang dan jasa yang strategis seperti BBM dan listrik dapat mempengaruhi daya beli masyarakat. 3. Neraca Pembayaran Tekanan terhadap Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2011 terindikasi masih cukup besar, meskipun lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Tekanan tersebut terutama tercatat di transaksi modal dan finansial akibat aliran keluar dana asing jangka pendek, sedangkan aliran Foreign Direct Investment (FDI) masih dalam tren meningkat (Grafik 2.6). USD M illion Eq. Capital & RE (Oil & Gas) 7,000 Eq. Capital & RE (Non Oil & Gas) 6,000 Other Capital Drawings (Non Oil & Gas) 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 I II III 2008 IV I II III 2009 IV I II III IV 2010 I II III IV 2011* Grafik 2.6 Investasi Langsung Asing (FDI) Sementara itu, kinerja transaksi berjalan diperkirakan sedikit menurun dipengaruhi kuatnya impor sejalan dengan tingginya kegiatan ekonomi domestik (Grafik 2.7). Tekanan transaksi berjalan pada triwulan IV 2011 bersumber dari neraca jasa dan pendapatan. Peningkatan pembayaran jasa terkait dengan jasa angkutan (freight) sejalan dengan peningkatan impor serta banyaknya wisatawan domestik yang melakukan perjalanan ke luar negeri. Dari sisi pendapatan, tekanan transaksi berjalan disebabkan meningkatnya transfer pendapatan dan imbal hasil investasi. Sementara itu neraca perdagangan masih mencatat surplus, meski lebih kecil dibandingkan dengan surplus pada triwulan III 2011, seiring meningkatnya impor di tengah melambatnya pertumbuhan ekspor. Surplus bersumber dari neraca perdagangan nonmigas dan gas. Untuk transaksi perdagangan minyak tetap mencatat defisit. Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 13 %yoy 80 Ekspor 70 Impor 60 50 40 30 20 10 0 Jan-10 Apr-10 Jul-10 Oct-10 Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 Grafik 2.7 Kinerja Ekspor & Impor Untuk keseluruhan tahun 2011, NPI masih tetap positif. Kendati terdapat tekanan pada dua triwulan terakhir, untuk keseluruhan tahun 2011 NPI tahun 2011 masih mencatat surplus yang cukup besar. Surplus ini berkontribusi pada posisi cadangan devisa sampai dengan akhir Desember 2011 yang tercatat 110,1 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Pada tahun 2012, NPI diharapkan kembali mencatat surplus. Persepsi positif terhadap utang fundamental ekonomi Indonesia, termasuk dampak positif terhadap kenaikan peringkat utang Indonesia menjadi ”Investment Grade”, diharapkan akan berkontribusi pada NPI 2012. 4. Nilai Tukar Rupiah Tekanan yang masih terjadi di NPI mendorong nilai tukar rupiah masih dalam tren melemah pada triwulan IV 2011. Meskipun secara umum masih dapat dikelola, pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi sejak akhir triwulan III 2011 dipengaruhi oleh persepsi risiko yang memburuk akibat krisis utang Eropa dan sentimen negatif krisis di AS. Selain itu, tekanan rupiah juga dipengaruhi tingginya permintaan valuta asing untuk pembiayan impor dan pembayaran utang luar negeri. Secara rata-rata nilai tukar rupiah mengalami depresiasi 4,3% dari nilai rata-rata triwulan sebelumnya menjadi Rp 8.972 per dolar AS. Pelemahan ini masih sejalan dengan pergerakan mata uang kawasan yang secara rata-rata juga melemah. Pelemahan rupiah pada triwulan IV 2011 tidak diikuti oleh peningkatan volatilitas rupiah. Pada triwulan tersebut volatilitas nilai tukar rupiah tercatat sebesar 6,06%, relatif sama dengan volatilitas rupiah pada triwulan III 2011 sebesar 6,04% (Grafik 2.8). Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah yang dilakukan Bank Indonesia, meskipun intensitasnya menurun, cukup mampu meredam gejolak pergerakan rupiah. Dibandingkan dengan negara kawasan, volatilitas rupiah dalam periode ini relatif lebih rendah. 14 BANK INDONESIA Grafik 2.8 Grafik Volatilitas Mata Uang Asia Tahun 2012 (ytd %) Untuk keseluruhan tahun 2011, nilai tukar rupiah secara rata-rata mengalami apresiasi meskipun diwarnai dengan adanya pelemahan pada semester II 2011 (Grafik 2.9). Nilai tukar rupiah tahun 2011 secara rata-rata menguat 3,56% (yoy) ke level Rp8.768 per dolar AS dari Rp9.080 per dolar AS pada tahun 2010. Namun, secara point to point, rupiah terkoreksi 0,64% dari Rp9.010 per dolar AS pada akhir tahun 2010 menjadi Rp9.068 per dolar AS di tahun 2011. Grafik 2.9 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 2011 Pergerakan nilai tukar rupiah diwarnai oleh gejolak eksternal. Pasang surut sentimen mengenai langkah penanganan krisis utang di kawasan Eropa membawa dampak tidak langsung pada pasar keuangan domestik, yang pada gilirannya mempengaruhi pergerakan rupiah. Kemungkinan penurunan sovereign credit rating Jerman dan Perancis, tidak adanya kebijakan baru yang diluncurkan The Fed dalam Federal Open Market Committee (FOMC) untuk memacu laju perekonomian, serta sentimen negatif terhadap rilis neraca European Central Bank (ECB), menambah tekanan pada pasar Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 15 keuangan global. Selanjutnya, tekanan tersebut mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terutama melalui bursa saham dan pasar spot valas domestik. Meskipun demikian, ekses likuiditas global pasca-quantitative easing pada masa krisis tahun 2008, berlanjutnya program pembelian aset oleh beberapa bank sentral, serta kebijakan baru penurunan suku bunga dan pembelian surat-surat berharga jangka waktu 3 tahun oleh ECB tetap menjadi sumber aliran dana ke negara berkembang. Selain itu, kebijakan suku bunga rendah di negara maju menyebabkan investor menempatkan dana pada negara yang memberikan imbal hasil lebih tinggi. Negaranegera emerging markets Asia yang tumbuh lebih tinggi menjadi tujuan utama penempatan dana global tersebut, termasuk Indonesia. Indikator imbal hasil investasi di aset rupiah yang tercermin dari selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri (UIP – Uncovered Interest Parity) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan regional Asia. Bahkan dengan memperhitungkan premi risiko, daya tarik investasi dalam rupiah masih menarik (Grafik 2.10) Grafik 2.10 Uncovered Interest Parity (UIP) Ke depan, pergerakan rupiah masih akan dibayangi oleh beberapa risiko yang bersumber dari kondisi ekonomi global. Pergerakan rupiah masih sangat bergantung pada perkembangan penyelesaian krisis utang di Eropa dan pemulihan ekonomi AS. Meskipun peringkat utang Indonesia menunjukkan perbaikan, berkebalikan dengan kedua kawasan tersebut yang justru mengalami penurunan peringkat, sebagai negara small open economy rambatan kerentanan kondisi global dapat dirasakan juga pada ekonomi domestik. Kondisi tersebut pada gilirannya memberikan tekanan pada volatilitas aliran dana nonresiden dan nilai tukar rupiah. 16 BANK INDONESIA 5. Perkembangan Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Pola musiman ekspansi keuangan Pemerintah pada triwulan IV 2011 telah mendorong suku bunga PUAB dalam tren menurun. Rata-rata suku bunga PUAB O/N tercatat turun dari 5,71% menjadi 4,80%. Suku bunga PUAB ini bergerak di bawah BI Rate dan mendekati batas bawah koridor suku bunga (suku bunga deposit facility) (Grafik 2.11). Perkembangan yang baik untuk dicatat adalah suku bunga PUAB O/N secara efisien juga tertransmisikan ke suku bunga PUAB tenor lebih panjang. Hal ini sejalan dengan pergerakan suku bunga JIBOR yang searah dengan pergerakan suku bunga PUAB O/N (Grafik 2.12) Grafik 2.11 Suku Bunga PUAB O/N dan BI Rate Grafik 2.12 Suku Bunga PUAB O/N dan JIBOR Dari sisi volume, transaksi PUAB pada triwulan IV 2011 relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan dari triwulan sebelumnya. Kondisi ini dipengaruhi oleh tetap rendahnya permintaan di PUAB meskipun terdapat tambahan likuiditas dari ekspansi rekening pemerintah tersebut. Rata-rata harian volume transaksi PUAB O/N tercatat sebesar Rp11,05 triliun, relatif sama dengan rata-rata transaksi triwulan sebelumnya sebesar Rp11,06 triliun (Grafik 2.13) Secara tahunan, volume transaksi harian PUAB O/N mengalami peningkatan dari sisi volume yaitu dari rata-rata nominal Rp9,10 triliun per hari pada tahun 2010 menjadi Rp10,73 triliun pada tahun 2011. Meningkatnya volume transaksi PUAB tersebut salah satunya disebabkan semakin terbatasnya pilihan tenor instrumen moneter yang ditawarkan oleh Bank Indonesia seiring dengan strategi perpanjangan maturity profile instrumen operasi moneter. Strategi Bank Indonesia ini dimaksudkan untuk mendorong bank agar menyalurkan kelebihan dananya ke kredit atau melakukan transaksi antar bank terlebih dahulu sebelum menempatkan kelebihan dananya di instrumen moneter. Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 17 Grafik 2.13 Volume PUAB Dengan semakin efisiennya suku bunga PUAB memungkinkan berkembangnya transaksi PUAB dengan jangka waktu tenor yang lebih panjang. Hal tersebut sejalan dengan strategi operasi moneter Bank Indonesia yang mengarahkan paradigma manajemen likuiditas perbankan ke tenor yang lebih panjang. Peningkatan terbesar terjadi pada PUAB bertenor 2-4 hari, dengan rata-rata harian nominal transaksi yang meningkat dari Rp1,14 triliun pada triwulan III 2011 menjadi Rp1,38 triliun pada triwulan IV 2011 (grafik 2.15). Secara tahunan, rata-rata volume harian transaksi PUAB non-overnight meningkat dari tahun 2010 yang tercatat sebesar Rp2,92 triliun per hari menjadi Rp3,55 triliun pada tahun 2011 (Grafik 2.14). Grafik 2.14 Komposisi Tenor PUAB Dari sisi pelaku, jumlah bank yang melakukan transaksi PUAB pada triwulan IV 2011 relatif sama dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.15). 18 BANK INDONESIA Grafik 2.15 Jumlah Pelaku PUAB 6. Perkembangan Suku Bunga Suku bunga deposito dan kredit menunjukkan kecenderungan menurun, hal ini merupakan respon dari berbagai kebijakan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga perbankan (Grafik 2.16). Pada triwulan IV 2011 rata-rata suku bunga deposito 1 bulan tercatat sebesar 6,34%, turun 17 bps dari triwulan sebelumnya. Secara tahunan rata-rata suku bunga deposito pada tahun 2011 (6,47%) lebih rendah 10 bps dibandingkan dengan tahun 2010 (6,57%). Sejalan dengan turunnya suku bunga deposito, penurunan suku bunga kredit terjadi pada seluruh jenis kredit. Berturut-turut suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi (KI), dan Kredit Konsumsi (KK) pada akhir triwulan IV 2011 tercatat sebesar 13,88%, 14,27% dan 14,62%, turun dibandingkan akhir triwulan III 2011 yang tercatat sebesar 14,01%, 14,38% dan 14,90%. Secara umum suku bunga kredit tersebut turun sebesar 18 bps dari triwulan sebelumnya. Adapun secara tahunan, penurunan suku bunga kredit tercatat rata-rata sebesar 43 bps, dimana penurunan terbesar terjadi pada KK yaitu sebesar 93 bps, diikuti oleh KMK sebesar 27 bps dan KI sebesar 9 bps. Kebijakan yang mewajibkan bank mengumumkan suku bunga dasar kredit (SBDK) mendorong transparansi kebijakan penetapan suku bunga perbankan. Hal tersebut secara tidak langsung ikut berperan dalam penurunan suku bunga kredit yang dapat menurunkan biaya kredit sektor riil. Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 19 Grafik 2.16 Perkembangan Suku Bunga Perbankan 7. Perkembangan Bank Umum Perbankan Indonesia tetap menunjukkan kinerja yang positif selama triwulan IV 2001 (s.d. November 2011), meskipun perekonomian global mengalami pelambatan akibat krisis utang Eropa dan pelemahan ekonomi AS. Jumlah aset perbankan Indonesia pada triwulan IV 2011 tumbuh sebesar 6,7% menjadi Rp3.471,5 triliun, sehingga selama tahun 2011 aset perbankan tumbuh mencapai 21,5%(yoy). Kinerja perbankan yang baik tersebut juga didukung dengan kondisi permodalan perbankan yang relatif tinggi walaupun mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun demikian, rasio permodalan (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan nasional sebesar 16,6% masih jauh di atas ketentuan batas minimum permodalan 8%. CAR yang relatif tinggi tersebut dicapai melalui tingginya profitabilitas yang berasal dari perolehan laba. Sampai dengan November 2011, perbankan membukukan laba sebesar Rp69,4 triliun, meningkat 22,4% (qtq) dibandingkan triwulan III 2011 sebesar Rp56,7 triliun. Secara tahunan, laba perbankan meningkat 28,52% (yoy) dibandingkan laba periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp54,0 triliun. Peningkatan perolehan profitabilitas tersebut selaras dengan meningkatnya efisiensi dalam kegiatan operasional perbankan, yang ditunjukkan dengan menurunnya rasio Biaya Overhead terhadap Pendapatan Overhead (BOPO) dari 86,26% pada triwulan III 2011 menjadi 85,97%. Sumber utama tingginya profitabilitas perbankan berasal dari bunga kredit yang mencapai 82,15% dari total pendapatan bunga. Tingginya pendapatan bunga kredit tersebut sejalan dengan tingginya kredit yang disalurkan oleh perbankan. Selama triwulan IV 2011 penyaluran kredit perbankan mencapai Rp2.146,9 triliun atau tumbuh sebesar 3,3% (qtq). Pertumbuhan kredit selama tahun 2011 mencapai 25,81% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan pertumbuhan kredit tahun 2010 sebesar 22,1%, sehingga pangsa kredit terhadap PDB mencapai 29,11%. Rasio tersebut mengalami sedikit kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 27,49%. 20 BANK INDONESIA Membaiknya penyaluran kredit juga disertai penyaluran ke sektor yang produktif. Berdasarkan jenis penggunaannya, hal ini tercermin dari pertumbuhan KI yang mencapai 4,6% (qtq) dibandingkan KK yang mencapai 3,6% (qtq) sementara KMK tumbuh 2,5% (qtq) pada triwulan IV 2011. Secara tahunan, pertumbuhan untuk seluruh jenis kredit pada tahun 2011 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan KMK, KI dan KK tahun 2011 masing-masing sebesar 21,9%, 36,0% dan 25,7% (yoy). Adapun pertumbuhan KMK, KI dan KK pada tahun 2010 masingmasing sebesar 24,8%, 15,0% dan 22,5% (yoy). Secara sektoral, sebagaimana triwulan sebelumnya, pertumbuhan kredit terbesar pada triwulan IV 2011 masih berasal dari sektor Listrik, Air & Gas sebesar 10,7% (qtq), diikuti sektor produktif lain seperti sektor pengangkutan, pergudangan dan komunikasi; pertanian dan konstruksi yang masing-masing tumbuh 4,7%, 4,2% dan 4,2% (qtq). Peningkatan kredit perbankan dalam triwulan IV 2011 diikuti dengan membaiknya kualitas kredit yang tercermin dari menurunnya jumlah nominal kredit bermasalah. Rasio Non Performing Loan (NPL) gross perbankan menurun cukup signifikan dari 2,67% pada triwulan III 2011 menjadi 2,55% dan rasio NPL net pada triwulan IV 2011 menjadi 1,07% dibandingkan triwulan III 2011 yang mencapai 0,94%. Perkembangan intermediasi perbankan yang positif pada tahun 2011 adalah penurunan tren Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) pada semua segmen (korporasi, ritel, KPR dan non-KPR) sejak Agustus 2011. Pada November 2011, SBDK tertinggi terdapat pada segmen kredit Ritel (11,78%) dan terendah pada kredit Korporasi (10,36%) sedangkan pada posisi Triwulan III 2011 tertinggi masih mencapai 12,08% pada kredit ritel dan 10,55% pada kredit korporasi (Tabel 2.3). Tabel 2.3 Perkembangan Nilai Rata-Rata SBDK Industri Perbankan(%) Segmen Kredit Korporasi SBDK Ritel SBDK KPR SBDK Non-KPR SBDK Seluruh Sampel Maret 10,51 April 10,58 Mei 10,64 Juni 10,72 Juli 10,54 Agt 10,55 Sep 10,51 Nov 10,50 Des 10,36 11,80 12,21 11,84 11,91 12,00 12,08 12,04 11,98 11,78 11,16 11,25 11,35 11,38 11,03 11,03 11,04 10,98 10,82 11,56 11,70 11,76 11,86 11,86 11,96 11,88 11,83 11,68 Keterangan: data tanpa outlier dan perhitungan secara weighted average Peningkatan peran intermediasi perbankan didukung oleh peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK). Pada triwulan IV 2011, DPK perbankan tumbuh signifikan sebesar 7,5% (qtq) menjadi Rp2.644,7 triliun dibandingkan triwulan III 2011 yang mencapai Rp2.545 triliun (tumbuh sebesar 3,92% (qtq)). Pertumbuhan DPK pada triwulan IV mendorong pertumbuhan DPK selama tahun 2011 sehingga mencapai 19,55% (yoy). Dibanding triwulan sebelumnya, seluruh komponen DPK yaitu tabungan, deposito dan giro mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 3,85%, 2,85% dan 6,18%. Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 21 Pertumbuhan DPK tertinggi secara tahun kalender (Jan s.d Nov 2011) adalah giro 16,2% (ytd) diikuti tabungan 15,6% (ytd) dan deposito 13,7% (ytd). Adapun secara tahunan, pertumbuhan tertinggi DPK dicapai oleh tabungan 22,7% (yoy), diikuti giro 20,4% (yoy) dan deposito 17,0% (yoy). Berdasarkan pangsa DPK, deposito masih mendominasi dana masyarakat di perbankan yakni mencapai 45,4% dari total DPK. Kinerja perbankan yang baik memberikan kontribusi yang positif pada kestabilan sistem keuangan secara keseluruhan. Hal ini tidak terlepas dari peranan sistem perbankan yang mendominasi sistem keuangan Indonesia dengan pangsa total aset mencapai lebih dari 70%. Kondisi kestabilan sistem keuangan tersebut tercermin pada membaiknya Financial Stability Index (FSI) triwulan IV 2011 (Desember 2011) pada level 1,63 atau menurun dibandingkan triwulan III 2011 pada level 1,68. Penurunan tekanan ini disebabkan menurunnya risiko perbankan dan menurunnya tekanan di pasar saham dan pasar modal. Tabel 2.4 Statistik Triwulanan Perkembangan Perbankan Indikator Utama (Dalam Triliun Rp) Total Aset DPK (T Rp) - Giro - Tabungan - Deposito Kredit Jumlah NPLs (T Rp) CAR (%) NPLs Gross (%) ROA (%) BOPO (%) LDR (%) Jumlah Bank Jumlah Kantor 2010 2011 Tw I Tw II Tw III 2,563.7 2,563.7 471.1 576.2 935,0 1,456.1 48.9 18.6 3.4 3.1 89.4 73.5 121 12,933 2,678.3 2,096.0 522.2 610.8 963.1 1,586.5 47.3 17.6 3.0 3.0 90.5 75.7 123 12,972 2,758.1 2,144.1 504.2 653.6 986.2 1,659.1 49.2 16.5 3.0 2.9 86.3 77.4 122 13,379 Tw IV 3,008.1 2,338,8 535.9 733.2 1,069.8 1,756.8 45.2 17.2 2.6 2.9 86.1 75.5 122 13,837 Tw I Tw II 3,065.8 2,351.4 540.8 722.7 1,087.8 1,814.8 51.0 17.6 2.8 3.1 85.0 77.2 121 14,069 3195.1 2,438.0 577.0 753.7 1,107,3 1,950.7 53.5 17.0 2.7 3.1 85.9 80.0 121 14,321 Tw III 3,252.6 2,459.9 524.2 785.7 1,150.0 2,031.6 56.3 17.3 2.8 3.0 89.3 82.6 120 14,394 Tw IV 3,471.5 2,644.7 616.4 827.6 1,200.6 2,146.9 54.7 16.6 2.5 3.1 86.0 81.0 120 14,707 8. Perkembangan Perbankan Syariah Sejalan dengan kinerja perbankan konvensional yang positif, kinerja perbankan syariah juga menunjukkan kinerja yang baik selama tahun 2011. Hal tersebut juga dikonfirmasikan oleh Global Islamic Financial Report 2011 yang dikeluarkan oleh BMB Islamic. Berdasarkan report tersebut, industri keuangan syariah Indonesia menduduki posisi ke-4 dunia setelah Iran, Malaysia dan Arab Saudi. Pada triwulan IV 2011 (sd. November 2011), total aset perbankan syariah yang terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) mencapai Rp135,9 triliun. Total aset tersebut meningkat Rp9,26 triliun (7,31% qtq) atau Rp42,90 triliun (46,13% yoy). Aset perbankan syariah tersebut merepresentasikan 3,8% dari keseluruhan aset industri perbankan nasional, meningkat dibandingkan posisi tahun lalu yang hanya mencapai 3,4%. 22 BANK INDONESIA Pelaksanaan fungsi intermediasi melalui perbankan syariah pada triwulan IV 2011 cukup optimal, tercermin dari rasio financing to deposit (FDR) BUS dan UUS yang mencapai 94,4% dan BPRS yang mencapai 132,2%. Pembiayaan yang disalurkan BUS dan UUS mencapai Rp99,43 triliun, meningkat Rp7,1 triliun (6,59% qtq) atau meningkat sebesar Rp33,49 triliun (50,78% yoy). Peningkatan volume pembiayaan tersebut diiringi kualitas pembiayaan yang lebih terjaga, tercermin dari Non Performing Financing (NPF) gross yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 3,99% menjadi sebesar 2,74%. Tabel 2.5 Statistik Triwulanan Perkembangan Perbankan Syariah 2010 Indikator Utama Tw III 2011 Tw IV Tw I Tw II 2011 Tw III Tw IV *) BUS + UUS Total aset (Rp. T) 83,45 97,52 101,19 109,75 123,36 132,46 DPK (Rp. T) 63,91 76,04 79,65 87,03 97,76 105,33 7,41 9,06 9,15 9,46 10,30 10,42 - Tabungan 19,46 22,91 23,07 25,44 28,10 29,56 - Deposito 37,04 44,07 47,44 52,12 59,35 65,34 Pembiayaan (Rp. T) 60,97 68,18 74,25 82,62 92,84 99,43 Jumlah NPF (Rp T) 2,41 2,06 2,87 2,94 3,25 2,72 14,58% 16,25% 16,57% 15,92% 16,18% 14,88% NPF Gross (%) 3,95% 3,02% 3,60% 3,55% 3,5% 2,74% NPF Net (%) 1,64% 1,60% 2,02% 1,62% 2,02% 1,43% ROA (%) 1,77% 1,67% 1,97% 1,84% 1,80% 1,78% BOPO (%) 79,10% 80,54% 77,63% 78,13% 77,54% 77,92% FDR (%) 95,40% 89,67% 93,22% 94,93% 94,97% 94,40% - BUS 10 11 11 11 11 11 - UUS 23 23 23 23 23 23 Jumlah Kantor 1.388 1.477 1.575 1.640 1686 1724 Jumlah office channel 1.277 1.277 1.277 1.277 1277 1277 Total aset (Rp. T) 2,52 2,74 2,84 3,08 3,28 3,44 DPK (Rp. T) 1,46 1,60 1,67 1,78 1,90 2,03 Pembiayaan (Rp. T) 1,98 2,06 2,16 2,43 2,56 2,68 Jumlah NPF (Rp T) 0,15 0,13 0,16 0,17 0,17 0,19 29,10% 27,46% 28,42% 26,71% 24,8% 24,9% NPF Gross (%) 7,43% 6,50% 7,15% 7,09% 6,9% 7,1% NPF Net (%) 6,12% 5,12% 6,00% 5,60% 5,8% 5,9% ROA (%) 3,40% 4,82% 5,67% 2,72% 2,8% 2,5% BOPO (%) 77,44% 78,08% 77,83% 77,35% 75,7% 78,7% - Giro CAR (%) Jumlah Bank BPRS CAR (%) FDR (%) 135,82% 128,47% 129,40% 136,19% 134,7% 132,2% Jumlah Bank 146 150 152 154 154 154 Jumlah Kantor 278 286 292 357 362 362 *Posisi November 2011 Dari sisi pendanaan, dana yang dihimpun BUS dan UUS sampai dengan triwulan IV 2011 mencapai Rp105,33 triliun, meningkat sebesar Rp7,74 triliun (7,57% qtq) atau sebesar Rp36,24 triliun (52,46% yoy). Peningkatan tersebut terjadi pada semua komponen DPK dengan peningkatan tertinggi pada deposito yaitu sebesar 5,99%. Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 23 Secara umum, tidak terdapat perubahan berarti dalam komposisi dana yang dihimpun dibandingkan triwulan sebelumnya, tercermin dari kontribusi deposito yang masih cukup tinggi yaitu sebesar 62% dari total DPK. Pada triwulan IV 2011, tercatat penambahan 1 (satu) UUS baru dari BPD Jambi dan 1 (satu) BPRS yaitu BPRS Cahaya Hidup Yogyakarta. Dengan demikian, sampai akhir 2011 terdapat 24 UUS dan 155 BPRS. Selain itu, terdapat penambahan kantor cabang dan kantor dibawah kantor cabang BUS dan UUS sebanyak 38 buah. Adapun permohonan izin pendirian BPRS yang masih dalam proses mencapai 36 BPRS (35 permohonan BPRS baru dan 1 konversi BPR). 9. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Perkembangan kinerja yang membaik juga ditunjukkan oleh BPR. Selama triwulan IV 2011 (s.d November 2011), total aset BPR mengalami peningkatan sebesar 4.2% (21,84% yoy) menjadi Rp54,5 triliun. Kenaikan aset tersebut didukung oleh jumlah BPR yang mencapai 1.684 BPR. Jumlah BPR tersebut mengalami perubahan dibanding triwulan sebelumnya, karena terdapat pendirian 2 BPR baru dan pencabutan izin usaha 1 BPR. Sementara jangkauan pelayanan BPR semakin luas dengan bertambahnya jaringan kantor cabang BPR dari 1.183 kantor di triwulan III menjadi 1.193 pada triwulan IV 2011. Tabel 2.6 Indikator Utama Kinerja BPR INDIKATOR 2010 2011 Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV*) Total Aset (T Rp) 40.7 42.8 45.7 47.6 49.6 52.3 54.5 DPK (T Rp) 28.0 29.3 31.3 32.9 34.0 38.8 37.2 - Tabungan 8.7 9.0 9.9 10.3 10.5 10.9 11.5 - Deposito 19.3 20.3 21.5 22.6 23.5 24.9 25.7 Kredit 31.5 32.8 33.8 35.7 38.0 39.6 40.6 Jumlah NPLs (T Rp) 2.1 2.2 2.1 2.3 2.3 2.4 2.4 23.63 23.32 30.01 31.70 29.54 28.69 28.69 NPLs Gross (%) 6.53 6.78 6.12 6.41 6.21 6.09 5.91 NPLs net (%) 3.83 4.05 4.25 4.53 4.45 4.34 4.17 ROA (%) 3.95 3.46 3.16 3.92 3.83 3.57 3.53 BOPO (%) 78.76 80.40 80.97 78.86 78.75 79.28 78.83 LDR (%) 82.04 81.79 79.02 80.00 82.69 81.81 80.67 Jumlah Bank 1,715 1,715 1,706 1,679 1,682 1.683 1.684 Jumlah Kantor **) 3,820 3,816 3,910 3,970 4,021 4.114 4.140 CAR (%) *) Data posisi 30 November 2011 **) meliputi kantor pusat, kantor cabang dan kantor kas Selain mencatat pertumbuhan kredit yang cukup besar, pada triwulan IV 2011 BPR juga mampu menghimpun dana masyarakat. Hal tersebut tercermin dari laju 24 BANK INDONESIA pertumbuhan DPK yang mencapai 3,96% (qtq) atau secara tahunan mencapai 22% (yoy) menjadi Rp37,2 triliun. Sementara dari sisi penyaluran dana, kredit BPR mampu tumbuh mencapai 2,56% (qtq) atau secara tahunan sebesar 21,15% (yoy) dengan nominal mencapai Rp40,6 triliun. Dengan perkembangan tersebut, rasio Loan to Deposit (LDR) BPR mampu dipertahankan pada tingkat 80,67%. Peningkatan pertumbuhan kredit BPR juga diimbangi dengan membaiknya kualitas kredit yang ditunjukkan dengan membaiknya rasio NPL gross mencapai 5,91%, dibandingkan triwulan III 2011 yang mencapai 6,09%. 10. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Sampai dengan triwulan IV 2011 (s.d November 2011) realisasi kredit UMKM berdasarkan definisi usaha dalam UU. No.20/2008 tentang UMKM, mencapai Rp72,7 triliun atau 56,7% dari Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2011 sebesar Rp128,2 triliun. Angka penyaluran kredit UMKM triwulan IV 2011 tersebut meningkat dibanding realisasi kredit triwulan III 2011 yang tercatat sebesar Rp63,5 triliun atau 49,5% dari RBB 2011. Berdasarkan realisasi penyaluran kredit tersebut pertumbuhan kredit UMKM mencapai 18,53% (ytd) yaitu dari Rp394,2 triliun pada akhir tahun 2010 menjadi Rp467,0 triliun pada November 2011 dan kontribusi kredit UMKM terhadap total kredit perbankan menjadi sebesar 21,2%. Sedangkan berdasarkan kriteria plafond, pertumbuhan kredit MKM pada akhir November 2011 (ytd) adalah 22,8% (dari Rp954,1 triliun menjadi Rp1.171,5 triliun) dengan porsi kredit MKM terhadap total kredit sebesar 53,2%. Adapun NPL kredit UMKM sampai dengan triwulan IV 2011 mencapai 4,44%, sementara NPL kredit MKM lebih rendah yakni sebesar 2,80%. Perbedaan angka tersebut disebabkan KK tidak diperhitungkan dalam definisi Kredit Produktif kepada UMKM sesuai UU No. 20/2008. Sementara itu, realisasi KUR2 sampai dengan triwulan IV 2011 (ytd) tercatat sebesar Rp26,47 triliun atau mencapai132,37% dari target yang ditetapkan sebesar Rp20 triliun. Sebagian besar KUR masih disalurkan kepada sektor perdagangan (60,89%) dengan dominasi wilayah penyaluran Jawa (51,81%) dan Sumatera (21,91%). Adapun realisasi penyaluran KUR pada sektor prioritas (Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Industri) mencapai 19,35% dari target sebesar 25%. Dari sisi kualitas, NPL KUR pada akhir triwulan IV 2011 tercatat sebesar 2,50%, membaik dibandingkan periode yang sama tahun yang lalu yang mencapai 3,24%, namun sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 2,45%. 2 Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 25 11. Sistem Pembayaran 11.1. Perkembangan Efisiensi dan Keandalan Sistem Pembayaran Secara umum penyelenggaraan sistem pembayaran selama tahun 2011 berjalan dengan baik, termasuk pada saat memenuhi kebutuhan transaksi sistem pembayaran yang tinggi untuk perayaan keagamaan (Idul Fitri, Natal) dan tahun baru. Ketersediaan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai sistem setelmen dana transaksi antar bank dan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) sebagai sistem setelmen surat berharga, serta transaksi pembayaran ritel melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) mencapai 100%. Pencapaian tersebut menunjukkan bahwa seluruh sistem pembayaran yang dioperasikan oleh Bank Indonesia dapat terjaga keandalannya. Selain sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, keandalan sistem pemrosesan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik yang diselenggarakan oleh pihak di luar Bank Indonesia juga terjaga dengan baik. Kondisi ini ditunjukkan dengan tidak adanya kejadian yang mempengaruhi operasional sistem secara signifikan, seperti kegagalan setelmen dalam waktu lama dan kasus fraud yang mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan alat bayar. Kasus penagihan kartu kredit yang tejadi pada salah satu kantor cabang bank siang pada triwulan II 2011, tidak mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan kartu kredit maupun terhadap jasajasa sistem pembayaran lainnya. Guna menjaga keandalan penyelenggaraan sistem oleh pihak di luar Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pemantauan kepatuhan penyelenggara terhadap ketentuan dan prosedur standar yang telah ditetapkan, termasuk didalamnya pemenuhan aspek perlindungan konsumen. Pada triwulan IV 2011, volume dan nilai transaksi seluruh sistem pembayaran meningkat dari triwulan sebelumnya, masing-masing sebesar 2,50% dan 20,45%.Peningkatan transaksi tersebut bersifat seasonal yang terjadi selama libur Natal dan tahun baru seiring dengan peningkatan transaksi konsumsi rumah tangga.Secara tahunan, volume dan nilai transaksi selama tahun 2011 juga mengalami peningkatan signifikandibandingkan dengan tahun 2010, masing-masing sebesar 22,66% dan 23,20%. Meningkatnya transaksi tersebut sejalan dengan peningkatan aktivitas perekonomian selama tahun 2011(Tabel 2.6 dan 2.7). 26 BANK INDONESIA Tabel 2.7 Volume Transaksi Pembayaran 2011 Volume (Ribu Transaksi) 2010 RTGS 13,995.36 4,131.32 4,455.95 16,166.35 7.86% 15.51% 81.07 17.23 17.67 78.55 2.56% -3.10% - Pemerintah 841.07 192.10 247.54 769.96 28.86% -8.46% - Masyarakat 11,553.80 3,577.72 3,835.86 13,948.98 7.22% 20.73% 60.37 17.86 16.02 65.44 -10.29% 8.40% 133.79 30.60 18.96 112.85 -38.04% -15.65% - Pengelolaan Moneter - Pasar Modal - Valas - PUAB Tw III 2011 Tw IV qtq yoy 97.43 21.35 20.34 95.59 -4.72% -1.90% 1,227.84 274.46 299.55 1,094.97 9.14% -10.82% Kliring 90,960.99 25,431.98 26,950.01 99,179.08 5.97% 9.03% Debet 41,058.79 10,496.29 10,435.14 41,921.15 -0.58% 2.10% - Cek 3,575.46 915.61 931.95 3,674.12 1.78% 2.76% 36,573.28 9,361.34 9,286.42 37,376.78 -0.80% 2.20% 910.04 219.34 216.76 870.24 -1.17% -4.37% - Lain-lain - Bilyet Giro - Warkat Debet Lainnya Kredit 49,902.21 14,935.69 16,514.88 57,257.93 10.57% 14.74% APMK 2,011,112.31 645,259.47 676,090.48 2,471,651.63 4.78% 22.90% 199,036.43 52,825.18 53,965.85 209,352.20 2.16% 5.18% 1,812,075.88 592,434.29 622,124.63 2,262,299.43 5.01% 24.85% - Kartu Kredit - Kartu ATM dan ATM/Debet E-Money Total 26,541.98 10,575.63 12,727.29 41,060.15 20.35% 54.70% 2,142,610.64 685,398.40 720,223.73 2,628,057.20 5.08% 22.66% Tabel 2.8 Nilai Transaksi Pembayaran Nominal (Rp Triliun) 2010 2011 Tw III Tw IV 2011 qtq yoy 23.55% RTGS 54,169.75 17,400.39 21,154.42 66,927.38 21.57% - Pengelolaan Moneter 23,104.42 8,145.42 11,470.50 30,782.68 40.82% 0.33 - Pemerintah 2,507.08 855.97 1,148.25 3,276.34 34.15% 30.68% - Masyarakat 10,558.10 3,448.07 3,646.21 13,176.74 5.75% 24.80% - Pasar Modal 2,362.95 546.43 481.28 2,097.71 -11.92% -11.23% - Valas 3,290.60 931.79 624.23 3,425.24 -33.01% 4.09% - PUAB 4,723.21 1,252.85 1,324.82 5,403.79 5.74% 14.41% - Lain-lain 7,623.39 2,219.86 2,459.13 8,764.89 10.78% 14.97% Kliring 1,747.70 506.66 527.71 1,970.61 4.15% 12.75% Debet 1,260.11 361.47 367.88 1,412.21 1.77% 12.07% - Cek 160.41 46.71 50.51 181.67 8.15% 13.25% 1,098.16 314.62 317.26 1,230.03 0.84% 12.01% 1.54 0.15 0.11 0.51 -26.83% -66.68% Kredit 487.59 145.19 159.83 558.39 10.08% 14.52% APMK 2,165.06 695.00 723.07 2,659.64 4.04% 22.84% - Kartu Kredit 163.21 46.83 47.77 182.60 2.00% 11.88% - Kartu Debet 2,001.85 648.18 675.30 2,477.04 4.18% 23.74% 0.69 0.30 0.28 0.98 -6.60% 41.51% 58,083.20 18,602.36 22,405.48 71,558.61 20.44% 23.20% - Bilyet Giro - Warkat Debet Lainnya E-Money Total 11.2. Pengedaran Uang Perkembangan indikator pengedaran uang selama triwulan IV 2011 menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata jumlah Uang Yang Diedarkan (UYD) tercatat sebesar Rp339,5 triliun, naik 0,3% dibanding dengan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp338,3 triliun. Kenaikan UYD terutama Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 27 dipengaruhi tingginya kebutuhan uang kartal masyarakat menjelang Natal dan tahun baru serta pemenuhan kebutuhan tutup tahun anggaran instansi Pemerintah dan swasta. Secara tahunan, rata-rata UYD tahun 2011 meningkat cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Rata-rata UYD pada tahun 2011 meningkat Rp290,6 triliun atau naik 16,8% dari rata-rata UYD tahun 2010. Sebagaimana tahuntahun sebelumnya, peningkatan UYD tertinggi terjadi pada periode Ramadhan dan Idul Fitri (Grafik 2.17). Pada tahun 2011, posisi UYD tertinggi terjadi pada tanggal 26 Agustus 2011 atau pada pekan terakhir menjelang Idul Fitri yakni mencapai Rp391,9 triliun. Sesuai polanya, jumlah UYD mulai menurun seiring dengan kembalinya uang kartal dari perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia. Grafik 2.17 Perkembangan Uang Rupiah yang Diedarkan Ditengah perkembangan kenaikan UYD, terjadi penurunan pangsa UYD di perbankan yang telah berlangsung sejak akhir triwulan I 2011. Pada triwulan IV 2011, pangsa UYD di perbankan tercatat sebesar 15,0% dari total UYD, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 16,6%. Secara tahunan, rata-rata pangsa UYD di perbankan selama tahun 2011 juga menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu dari 16,4% menjadi 15,8%. Tren penurunan pangsa UYD tersebut merupakan dampak dari penerapan penyempurnaan ketentuan penyetoran dan penarikan oleh Bank Umum yang diimplementasikan oleh Bank Indonesia mulai awal Maret 2011. Dengan ketentuan yang baru, bank umum memiliki akses yang lebih luas untuk menyetorkan kelebihan uang kartal ke Bank Indonesia. Hal ini berdampak positif terhadap optimalisasi manajemen pengelolaan kas bank. Posisi UYD pada akhir triwulan IV 2011, sebagian besar merupakan Uang Pecahan Besar (Rp20.000 ke atas) yaitu mencapai 92,8%. Dari jumlah tersebut, sebagian besar merupakan pecahan Rp100.000 yang mencapai 55,5%, pecahan Rp50.000 sebesar 28 BANK INDONESIA 34,8% dan pecahan Rp20.000 sebesar 2,5% dari total UYD. Sisanya sebesar 7,2% merupakan Uang Pecahan Kecil (UPK) yaitu uang pecahan Rp10.000 ke bawah. Peningkatan kebutuhan uang oleh masyarakat diimbangi dengan upaya Bank Indonesia untuk mengedarkan uang yang layak edar dalam jumlah yang cukup. Jumlah uang rupiah layak edar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflows) selama triwulan IV 2011 mencapai Rp107,2 triliun atau turun 13% dibandingkan dengan triwulan III 2011 (Tabel 2.8). Kebutuhan uang kartal masih cukup tinggi, namun terjadi penurunan paska kenaikan outflows yang cukup signifikan menjelang Idul Fitri. Secara tahunan, uang kartal layak edar pada tahun 2011 mencapai Rp347,6 triliun, atau naik 40,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Meningkatnya kebutuhan uang layak edar tersebut tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 2011 dan peningkatan turnover uang kartal di perbankan paska penerapan ketentuan penyetoran dan penarikan uang oleh bank. Untuk menjaga kesegaran uang rupiah dalam kondisi layak edar, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang rupiah tidak layak edar yang masuk ke Bank Indonesia (inflows). Dengan pemusnahan tersebut, maka uang tidak layak edar tidak kembali beredar di masyarakat. Selama triwulan IV 2011, tercatat inflows ke Bank Indonesia sebesar Rp70,1 triliun, yang terdiri dari uang kertas sebesar Rp70,0 triliun dan uang logam sebesar Rp37,3 miliar. Dari inflows uang kertas tersebut sebesar 59,5% atau setara dengan 1,7 miliar lembar uang rupiah kertas merupakan uang tidak layak edar sehingga dimusnahkan. Selain pemusnahan uang kertas, pada triwulan IV 2011 dilakukan pemusnahan 71 juta keping uang logam baik yang masih berlaku namun tidak layak edar maupun uang logam yang sudah dicabut serta ditarik dari peredaran. Tabel 2.9 Perkembangan Indikator Pengedaran Uang Tahun 2011 (triliun Rp) Pecahan UYD Tw. III Outflow Tw IV Tw III Pemusnahan Uang Inflow Tw IV 2011 Tw III Tw IV 2011 TW. III TW. IV 100,000 176.2 206.9 57.3 60.9 176.9 51.6 30.8 138.4 16.0 14.3 50,000 119.1 129.8 51.8 41.8 143.8 45.1 31.6 131.2 19.5 20.9 20,000 10.5 9.5 4.1 1.3 8.4 2.3 2.3 8.2 1.8 2.0 10,000 11.0 9.6 4.3 1.0 7.7 1.8 2.3 7.1 1.4 2.1 5,000 8.3 7.0 3.3 0.6 5.5 1.1 1.7 5.0 0.7 1.3 2,000 4.4 3.8 1.8 0.3 2.8 0.4 0.9 2.3 0.3 0.8 1,000 3.1 2.5 0.4 0.1 0.6 0.1 0.2 0.8 0.1 0.2 332.5 369.2 123.0 105.9 345.7 102.5 69.75 293.1 39.9 41.7 1,000 0.7 0.7 0.1 0.1 0.4 0.0 0.0 0.0 - 0.0 500 2.2 2.2 0.1 0.1 0.3 0.0 0.0 0.1 - 0.0 200 0.3 0.4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 - 0.0 <=100 0.8 0.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 - 0.0 Uang Logam 4.0 3.8 0.3 0.2 0.8 0.012 0.037 0.1 - 0.019 336.5 373.0 123.3 106.0 346.4 102.5 69.79 293.2 39.9 41.7 Uang Kertas Total * Data triwulan IV menggunakan angka sementara Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 29 Halaman Ini Sengaja Dikosongkan 30 BANK INDONESIA Bab 3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Mencermati dinamika kondisi ekonomi global dan domestik, Bank Indonesia menempuh berbagai kebijakan. Bank Indonesia melakukan penguatan bauran kebijakan termasuk melakukan langkah countercyclical. Hal ini dilakukan guna menjaga laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan tetap mengarahkan pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Bank Indonesia juga memperkuat ketahanan perbankan dan terus mendorong terwujudnya tingkat efisiensi yang lebih baik. Untuk mendukung kebijakan tersebut, kelancaran sistem pembayaran dan pemenuhan uang beredar juga menjadi fokus kebijakan Bank Indonesia selama triwulan IV dan keseluruhan tahun 2011. Untuk memelihara stabilitas perekonomian agar tetap kondusif, Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan pihak terkait lainnya, serta melakukan upaya edukasi dan komunikasi dengan stakeholders. 1. Stabilitas Moneter 1.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter Bank Indonesia tetap konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan, namun dengan tetap mempertimbangkan kondisi kegiatan ekonomi. Selama triwulan IV 2011, Bank Indonesia telah menurunkan BI Rate sebanyak dua kali yaitu pada bulan Oktober 25 bps dan bulan November 50 bps merespon meredanya tekanan inflasi. Penurunan level BI Rate menjadi 6,50% dan 6,00% pada triwulan IV 2011 dilakukan sejalan dengan tekanan inflasi ke depan yang semakin rendah sekaligus sebagai langkah perbaikan terhadap struktur suku bunga (term structure) jangka pendek, menengah dan panjang. Penurunan tersebut juga dimaksudkan untuk mengurangi dampak memburuknya prospek ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia. Arah kebijakan ini melengkapi berbagai kebijakan yang telah ditempuh Bank Indonesia pada periode sebelumnya di tahun 2011. Untuk memperkuat kebijakan moneter, selain melalui kebijakan suku bunga, Bank Indonesia juga menempuh beberapa kebijakan moneter lainnya selama tahun 2011. Pada triwulan I 2011, Bank Indonesia memperkuat kebijakan makroprudensial dengan menyesuaikan kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) Valas sebagai bagian dari kebijakan pengendalian ekses likuiditas. Penyesuaian GWM Valas dilakukan dengan menaikkan rasio GWM Valas Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 31 secara bertahap dari 1% menjadi 5% pada bulan Maret 2011 dan 8% pada bulan Juni 2011. Selanjutnya untuk mendorong kegiatan pasar uang antar bank ditengah besarnya ekses likuiditas, pada bulan September 2011 Bank Indonesia melakukan pelebaran batas bawah koridor suku bunga operasi moneter dari semula 100 bps menjadi 150 bps di bawah BI Rate. Sebagai upaya memperkuat stabilitas makroekonomi khususnya stabilitas nilai tukar rupiah, Bank Indonesia menerbitkan aturan lalu lintas devisa yang terkait dengan penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Devisa Hasil Utang Luar Negeri (DULN)1. Berdasarkan aturan tersebut, eksportir dan debitur utang luar negeri diwajibkan menarik DHE dan DULN melalui bank devisa di Indonesia. Melalui kebijakan ini diharapkan akan tercapai kesinambungan pasokan valas domestik sehingga ketergantungan terhadap dana jangka pendek yang bersifat spekulatif (hot money) menjadi berkurang. Ketentuan mengenai penerimaan DHE dan DULN mulai diberlakukan pada awal Januari 2012. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan lebih rendah dengan konsumsi di negera-negara maju cenderung stagnan dan tingkat pengangguran yang masih berada pada level yang tinggi. Sementara itu di sektor keuangan, tingginya ekses likuiditas global dan persespi resiko investor masih akan mendorong tetap derasnya aliran modal asing masuk ke negara-negara emerging economies, termasuk Indonesia. Aliran modal asing tersebut tidak hanya dalam bentuk investasi portofolio namun juga dalam bentuk penanaman modal asing langsung. Terkait dengan arah kebijakan ke depan tersebut, Bank Indonesia akan menempuh respons suku bunga serta bauran kebijakan moneter dan makroprudensial lainnya untuk memitigasi potensi penurunan kinerja perekonomian Indonesia. Sebagai langkah antisipasi dampak gejolak di pasar keuangan global terhadap stabilitas sistem keuangan domestik, Bank Indonesia juga mempersiapkan Protokol Manajemen Krisis (Crisis Management Protocol/CMP). CMP ini selanjutnya akan disinergikan dengan CMP di tingkat nasional. Berbagai kebijakan yang akan ditempuh oleh Bank Indonesia dilakukan dengan tetap mengutamakan pencapaian sasaran inflasi tahun 2012 sebesar 4,5%±1%. 1.2. Pengelolaan Operasi Moneter dan Nilai Tukar Strategi pengelolaan operasi moneter dan nilai tukar pada triwulan IV 2011 diarahkan untuk meminimalkan dampak ketidakpastian pasar keuangan global terhadap pasar keuangan domestik, sambil tetap mengoptimalkan penyerapan likuiditas. Dalam pengelolaan nilai tukar, Bank Indonesia senantiasa berada di pasar guna menjaga 1 PBI No. 13/20/PBI/2011 tanggal 30 September 2011 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Utang Luar Negeri 32 BANK INDONESIA stabilitas rupiah. Upaya Bank Indonesia tersebut dilakukan melalui monitoring dan komunikasi yang intensif dengan pelaku pasar, serta melakukan intervensi untuk menjaga keseimbangan di pasar valas domestik. Selain strategi di pasar valas tersebut, BI juga menempuh strategi intervensi di pasar SBN dengan membeli SBN di pasar sekunder menggunakan sebagian rupiah yang diperoleh dari intervensi BI di pasar valas. Keberadaan Bank Indonesia di pasar valas dan SBN domestik mampu memberikan keyakinan kepada peserta pasar sehingga pergerakan nilai tukar rupiah dapat terjaga dengan baik dan menjaga stabilitas pasar keuangan secara keseluruhan. Respon yang ditempuh tersebut melengkapi operasi moneter dan nilai tukar yang ditempuh pada triwulan sebelumnya. Pengelolaan operasi moneter dilakukan melalui Term Deposit (tenor 2 hari s.d 6 bulan) dan didominasi tenor 6 bulan, Reverse Repo Surat Berharga Negara (RR-SBN) yang ditawarkan dengan tenor di bawah 3 bulan (2 minggu s.d 3 bulan) dan hanya menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan tenor 9 bulan. Untuk meminimalkan potensi pembalikan arus dana asing (sudden reversal) yang berasal dari kepemilikan SBI oleh non-residen, pada bulan Mei 2011 Bank Indonesia memperpanjang masa endap kepemilikan SBI dari sebelumnya 1 bulan menjadi minimum 6 bulan (six month holding period). Pemberlakuan kebijakan tersebut berkontribusi terhadap penurunan porsi SBI , terutama SBI yang dimiliki nonresiden. Selanjutnya untuk memperkuat manajemen moneter dalam menghadapi sudden reversal, penawaran SBI semakin dibatasi sementara frekuensi pelaksanaan lelang Term Deposit (TD) ditingkatkan dengan jangka waktu yang lebih panjang. Pada akhir 2011 posisi instrumen SBI tercatat sebesar Rp 123 triliun, turun 39% dari posisi akhir tahun 2010 yang sebesar Rp 203 triliun. Pada akhir 2011, instrumen moneter yang memiliki porsi terbesar yaitu Deposit Facility/DF (34%), diikuti oleh Term Deposit (31%), SBI (24%), dan RR SBN (11%). Besarnya posisi DF tersebut merupakan perilaku berjaga-jaga perbankan dalam mengantisipasi kebutuhan likuiditas nasabah di akhir tahun. Posisi DF yang membesar di akhir triwulan IV tersebut sejalan dengan pola di tahun sebelumnya. Instrumen yang juga mengalami peningkatan signifikan di tahun 2011 yaitu Reverse Repo SBN (RR SBN). Posisi RR SBN meningkat dari Rp 7,23 triliun di akhir tahun 2010 menjadi Rp 58,04 triliun di akhir 2011 (meningkat 703% secara tahunan). Hal ini dimungkinkan oleh naiknya kepemilikan SBN oleh Bank Indonesia menjadi Rp 65,88 triliun (Desember 2011) dari Rp 24,64 triliun (2010). Dengan kepemilikan SBN yang meningkat, penggunaan RR SBN sebagai salah satu instrumen moneter Bank Indonesia dapat semakin diintensifkan. Peningkatan penggunaan RR SBN dalam operasi moneter, selain dapat meminimalkan volatilitas rupiah, juga dapat mendukung terciptanya pasar SBN yang lebih dalam. Pengelolaan likuiditas oleh Bank Indonesia juga dilakukan melalui transaksi swap bersamaan dengan penyerapan melalui instrumen operasi moneter lainnya dengan Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 33 mempertimbangkan antara lain kondisi tingkat implied swap rate di pasar dan pengaruhnya terhadap nilai tukar. Volume absorpsi melalui transaksi swap pada triwulan IV 2011 meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Rata-rata outstanding swap meningkat dari Rp7 triliun pada triwulan III 2011 menjadi Rp23 triliun pada triwulan IV 2011. Secara tahunan, rata-rata outstanding instrumen swap pada tahun 2011 tercatat sebesar Rp10 triliun, meningkat signifikan dibanding outstanding tahun 2010 sebesar Rp1 triliun. Peningkatan tersebut sehubungan dengan aktifnya pelaksanaan transaksi swap oleh Bank Indonesia pada tahun 2011 dibanding tahun sebelumnya. Dengan strategi pengelolaan operasi moneter tersebut, berdasarkan tenornya sampai dengan akhir tahun 2011 porsi instrumen moneter jangka pendek (1 s.d 3 bulan) terhadap total instrumen operasi moneter menurun menjadi 7,9% dari posisi akhir tahun 2010 yang sebesar 33,3%. Sementara porsi instrumen moneter jangka yang lebih panjang (4 s.d 9 bulan) meningkat menjadi 53,9% dari posisi akhir tahun 2010 yang sebesar 45,3%. Adapun porsi instrumen moneter jangka sangat pendek (overnight) tercatat sebesar 38,2% naik dibandingkan posisi akhir tahun 2010 yang sebesar 21,4%. Grafik 3.1 Komposisi Operasi Moneter Dalam pengelolaan nilai tukar, Bank Indonesia senantiasa berada di pasar guna menjaga stabilitas Rupiah. Upaya Bank Indonesia tersebut dilakukan melalui monitoring dan komunikasi yang intensif dengan pelaku pasar, serta melakukan intervensi untuk menjaga keseimbangan di pasar valas domestik. Keberadaan Bank Indonesia di pasar valas domestik mampu memberikan keyakinan kepada peserta pasar sehingga pergerakan nilai tukar Rupiah terjaga dengan baik dan relatif stabil. Hal tersebut mampu mampu meredam gejolak pergerakan rupiah selama tahun 2011 yang dipengaruhi oleh sentimen negatif kondisi perekonomian global. Meskipun pada akhir triwulan IV 2011 nilai tukar rupiah melemah, namun selama tahun 2011 secara rata-rata menguat 3,56% (yoy) ke level Rp8.768 per dolar AS dari Rp9.080 per dolar 34 BANK INDONESIA AS pada tahun 2010. Pergerakan rupiah juga sejalan dengan perkembangan nilai tukar di kawasan. 1.3. Koordinasi dengan Pemerintah Upaya Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi diperkuat dengan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Di tingkat pusat, koordinasi dan sinergi dilakukan melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI), sementara di daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang telah terbentuk di 65 kota/kabupaten. Pencapaian sasaran inflasi nasional tidak terlepas dari pengendalian inflasi daerah mengingat dinamika harga yang terjadi di daerah akan menentukan capaian inflasi nasional. Secara teknis, inflasi nasional merupakan pembobotan dari inflasi yang terjadi di kota-kota basis pemantauan harga dengan bobot kota di luar Jakarta mencapai 77%2. Berbagai permasalahan mendasar seperti rendahnya keterhubungan antar daerah yang kerap menghambat distribusi pasokan, ketergantungan produktivitas pangan terhadap faktor cuaca, dan berbagai kendala struktural lainnya menyiratkan semakin beratnya tantangan untuk mengarahkan inflasi nasional ke tingkat yang diharapkan. Permasalahan struktural tersebut menyebabkan pola pergerakan inflasi di daerah banyak dipengaruhi oleh faktor guncangan di sisi pasokan (supply side shocks). Terjadinya bencana alam dan atau musim kering yang berkepanjangan juga rentan menekan harga berbagai kebutuhan pokok. Di samping itu, kebijakan strategis Pemerintah di bidang harga seperti Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Tenaga Listrik (TTL), dan cukai rokok cenderung diikuti pergerakan inflasi yang lebih besar di daerah. Selain itu, inflasi di Indonesia cenderung memiliki persistensi yang tinggi sehingga setiap kali terjadi guncangan akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk kembali pada pola normalnya. Dengan kondisi tersebut, sinergi antara kebijakan moneter dan kebijakan sektoral membawa perekonomian berada dalam keseimbangan sisi permintaan direspons secara memadai oleh sisi produksi (supply). Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah dilakukan dalam upaya melakukan identifikasi dan inventarisasi permasalahan inflasi yang dihadapi oleh TPID, terutama terkait produksi pangan, kelancaran distribusi, dan kecukupan pasokan bahan pangan pokok. Secara umum, koordinasi tersebut diarahkan untuk: 1. Membangun komunikasi dan saling kepercayaan (building trust) serta mengembangkan jejaring kerja (networking) antara sesama TPID di daerah. 2 BPS melakukan penghitungan inflasi di 66 kota berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH 2007) Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 35 2. Memperkuat koordinasi dan kerjasama, antara Pemerintah Pusat-Daerah (vertikal), antar Pemerintah Daerah dan antar lembaga terkait (horizontal) baik di tingkat pusat dan daerah, dalam upaya mewujudkan stabilisasi harga. 3. Membahas dan mencari solusi/upaya tindaklanjut terkait dengan masalah pasokan, distribusi dan struktur pasar komoditas pangan strategis di daerah. 4. Membahas mengenai upaya peningkatan kapasitas produksi pertanian di daerah terutama komoditas pangan strategis, serta langkah-langkah antisipasi yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam menghadapi kondisi anomali cuaca yang masih berpotensi terjadi pada tahun 2011. 5. Mensosialisasikan kebijakan Pemerintah Pusat dan Bank Indonesia kepada daerah terkait dengan upaya stabilisasi harga, termasuk sasaran inflasi nasional. Selama tahun 2011 telah dilaksanakan berbagai kegiatan koordinasi sebagai berikut: 1. Rakornas II TPID 2011 di Jakarta pada 16-17 Maret 2011 2. Rakorwil Jawa Tengah dan Yogyakarta di Salatiga pada 27 Juni 2011 3. Rakorwil DKI. Jakarta, Jawa Barat dan Banten di Bogor pada 14-15 Juli 2011 4. Rakor Pusat dan Daerah se-Kalimantan di Banjarmasin pada 26-27 Oktober 2011 5. Rakor Pusat dan Daerah se-Bali-Nusa Tenggara di Bali pada 12-13 Desember 2011 1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) Sejalan dengan fungsi Bank Indonesia sebagai pemegang kas Pemerintah, Bank Indonesia menatausahakan penarikan ULN Pemerintah untuk membiayai proyek, pembiayaan defisit APBN, pengelolaan portofolio utang serta pembayaran ULN Pemerintah yang jatuh waktu. Total penarikan ULN Pemerintah yang diadministrasikan oleh Bank Indonesia sampai dengan akhir triwulan IV 2011 (November 2011) tercatat sebesar 4.230 juta dolar AS, termasuk penerbitan global Sukuk sebesar 1.000 juta3 dolar AS pada tanggal 14 November 2011 (Tabel 3.1). Adapun total realisasi pembayaran ULN Pemerintah sampai dengan akhir triwulan IV 2011 (November 2011) mencapai USD4.439 juta (Tabel 3.2). 3Dari 1.000 juta dolar AS global sukuk yang diterbitkan, kepemilikan asing sebesar 880 juta dolar AS. 36 BANK INDONESIA Tabel 3.1 Realisasi Penarikan Utang Luar Negeri Pemerintah (s.d November 2011) Sumber ULN (Juta USD) 2011 Tw I Tw II Multilateral 243.2 42.7 Bilateral 129.0 124.3 FKE 50.9 28.5 Komersial 6.5 5.4 Bond 2,100.0 Total 429.7 2,300.9 Sumber: Statistik ULN Indonesia Tw III Tw IV Total Nov 190.2 52.5 9.2 1.7 880.0 Des 118.3 114.2 25.4 38.5 - Okt 18.5 29.9 12.0 9.3 - 296.5 69.7 1,133.7 - 126.0 61.5 2,980.0 4,230.4 Tabel 3.2 Realisasi Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah (s.d November 2011) 2011 Sumber ULN (Juta USD) Tw I Multilateral Bilateral FKE Komersial Bond Total 413.4 129.0 53.8 0.8 466.9 1,063.9 Tw II 662.1 577.8 374.5 4.9 171.1 1,790.4 Tw III 317.6 156.0 109.5 9.0 467.0 1,059.1 Tw IV Okt 166.7 10.2 26.0 Nov 82.3 9.5 9.5 116.4 319.3 105.9 207.1 Total Des - 1642.0 882.5 573.2 14.8 1327.2 4,439.7 Sumber: Statistik ULN Indonesia Mempertimbangkan konsekuensi terhadap kredibilitas negara, Bank Indonesia melaksanakan pembayaran cicilan pokok dan bunga ULN Pemerintah dengan mengutamakan pelaksanaan pembayaran yang aman, akurat dan tepat waktu. Selain itu, Bank Indonesia berupaya menjamin ketersediaan berbagai valas yang diperlukan Pemerintah sesuai dengan jenis valuta pinjaman yang diterima. Selanjutnya dalam rangka menjaga keakurasian data pembayaran ULN Pemeritah, secara bulanan Bank Indonesia melakukan rekonsiliasi data dengan Pemerintah. Sebagai perwujudan dari transparansi informasi mengenai perkembangan ULN Indonesia, secara bulanan Bank Indonesia bersama dengan Kementerian Keuangan menerbitkan publikasi Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI). Publikasi ini menyajikan data ULN Pemerintah, Bank Indonesia dan sektor swasta. Dalam upaya meningkatkan keakurasian data ULN Swasta, Bank Indonesia terus melakukan sosialisasi ketentuan Bank Indonesia terkait pelaporan ULN serta mengupayakan penambahan cakupan pelapor. Selain itu, Bank Indonesia juga membentuk Forum Kemitraan dengan Korporasi guna memfasilitasi pelaporan yang akurat dan tepat waktu serta menyerap aspirasi korporasi terhadap berbagai kebijakan yang terkait dengan sektor riil. Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 37 Sejalan dengan kegiatan yang terkait dengan keakurasian data, dalam rangka meningkatkan pemahaman mengenai konsep, arah kebijakan dan isu-isu strategis terkait ULN, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan juga melakukan kegiatan edukasi publikasi statistik ULN Indonesia kepada kalangan akademisi. Melalui kegiatan ini diharapkan kalangan akademisi dapat menyikapi kebijakan dan permasalahan ULN secara berimbang. Selain itu juga diharapkan akan muncul pemikiran-pemikiran kritis tentang pengelolaan ULN sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan nasional. Selama tahun 2011, telah diselenggarakan kegiatan edukasi ULN di 6 universitas. 1.5. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan Guna mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia selama triwulan IV 2011 dan keseluruhan tahun 2011 terus melakukan kegiatan penguatan statistik. Kegiatan tersebut antara lain dengan menyelenggarakan berbagai jenis survei untuk mengetahui kondisi terkini yang terkait dengan sektor eksternal, keuangan, moneter dan sektor riil. Dalam melaksanakan kegiatan penguatan statistik tersebut, Bank Indonesia senantiasa mengedepankan upaya untuk mewujudkan data dan informasi yang CRATA, yaitu komprehensif (comprehensive), terpercaya (reliable), akurat (accuracy), terkini (timeliness) dan mudah untuk diakses (accessible), serta sesuai dengan standar yang berlaku secara internasional. Salah satu kegiatan yang cukup intensif dilakukan Bank Indonesia pada tahun 2011 adalah penyiapan monitoring kegiatan DHE dan DULN. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendukung kebijakan Lalu Lintas Devisa (LLD), khususnya memantau aliran dana internasional baik yang terkait dengan kegiatan perdagangan maupun investasi. Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan antara lain menyempurnakan ketentuan pelaporan lalu lintas devisa bank dan pelaporan ULN serta menyiapkan infrastruktur yang diperlukan guna mengakomodasi pelaporan tersebut. Untuk mendukung implementasi kebijakan LLD tersebut khususnya monitoring DHE, Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan guna menunjang perolehan data dan informasi secara lebih lengkap, akurat dan tepat waktu, sebagai berikut: 1. Melakukan kerjasama pertukaran data terkait ekspor impor antar instansi terkait yaitu Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Pusat Statistik (BPS)4. Kegiatan pertukaran data tersebut mencakup pertukaran data kepabeanan, data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), data DHE, dan data olahan kepabeanan termasuk statistik ekspor dan impor. 4 Sebagaimana tercantum pada nota kesepahaman No. PER-2277/MK/2011; No.13/1/BI/DSM/NK; dan No. 13/KS/10VIII/2011 tanggal 10 Agustus 2011 38 BANK INDONESIA 2. Mengeluarkan ketentuan-ketentuan tentang DHE dan penyempurnaan ketentuan LLD-Bank dan LLD-Lembaga Bukan Bank sebagai berikut: a. Ketentuan DHE5 yang mewajibkan eksportir dan debitur ULN untuk melaporkan devisa dari ekspor dan penarikan ULN yang dilakukan melalui Bank Devisa kepada Bank Indonesia. b. Penyempurnaan ketentuan LLD-Bank6. Penyempurnaan ketentuan pelaporan LLD-Bank ini dimaksudkan untuk meningkatkan kelengkapan dan akurasi data/informasi LLD, termasuk untuk mendukung pelaksanaan ketentuan mengenai penerimaan DHE. c. Penyempurnaan ketentuan LLD Lembaga Bukan Bank (LBB) dalam rangka implementasi Direct Reporting7. Penyempurnaan ketentuan ini selain untuk memenuhi penyusunan data statistik sektor eksternal yang lebih komprehensif dan sesuai standar internasional yang berlaku, juga dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pelaporan melalui pengurangan redudansi laporan yang disampaikan oleh lembaga bukan bank ke Bank Indonesia. 3. Melakukan kegiatan sosialisasi ketentuan DHE kepada para eksportir, asosiasi, perguruan tinggi, perbankan dan media massa yang dilakukan di beberapa kota yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Batam, dan Balikpapan. Disamping itu, telah dilakukan pula pelatihan teknis pengisian laporan DHE bagi pegawai bank (Training for Trainers). Dalam rangka implementasi Direct Reporting LLD Lembaga Bukan Bank, telah dilaksanakan sosialisasi kepada 2.356 perusahaan termasuk 237 perusahaan eksportir calon pelaporan LLD. 4. Melakukan pengembangan sistem DHE yang mencakup kegiatan pengembangan portal pertukaran data antar instansi terkait (Bank Indonesia, BPS, Ditjen Bea dan Cukai, dan Ditjen Pajak), pengembangan aplikasi monitoring DHE dan pengembangan aplikasi pelaporan LLD Bank termasuk Rincian Transaksi Ekspor (RTE). Selanjutnya dalam dalam rangka diseminasi data yang terkait dengan NPI, Bank Indonesia telah mempublikasikan secara rutin statistik Neraca NPI triwulanan dan rilis statistik NPI terkini yaitu Triwulan III 2011 yang dipublikasikan pada tanggal 8 5 PBI No. 13/20/PBI/2011 tanggal 30 September 2011 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri; dan SE Bank Indonesia No. 13/54/INTERN tentang Pelaksanaan Ketentuan Devisa Hasil Ekspor tanggal 30 Desember 2011 6 PBI No. 13/21/PBI/2011 tanggal 30 September 2011 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank; SE Bank Indonesia No. 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank; dan SE Intern No. 13/55/INTERN tanggal 30 Desember 2011 tentang Pengelolaan Laporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank 7 PBI No.13/15/PBI/2011 tanggal 23 Juni 2011 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Lembaga Bukan Bank; SE Bank Indonesia No. 13/21/DSM tanggal 15 Agustus 2011 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Lembaga Bukan Bank; dan SE Bank Indonesia No. 13/35/INTERN tanggal 18 Oktober 2011 perihal Pengelolaan Laporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Lembaga Bukan Bank Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 39 November 2011. Terkait dengan statistik NPI tersebut, guna mengetahui posisi aset dan kewajiban finansial luar negeri, Bank Indonesia juga mempublikasikan statistik Posisi Investasi Internasional Indonesia (PIII) tahun 2010 pada tanggal 30 September 2011. Selain itu, Bank Indonesia Laporan NPI Triwulan III 2011 yang memberikan gambaran terkini mengenai peran sektor eksternal dalam perekonomian, aliran sumber daya dengan negara lain, struktur ekonomi dan perdagangan, permasalahan utang luar negeri, perubahan cadangan devisa dan potensi tekanan nilai tukar. Selain publikasi data statistik, Bank Indonesia juga melakukan analisis sektor riil dan sektor finansial. Analisis sektor riil dilakukan dengan memanfaatkan hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia secara rutin (bulanan dan triwulanan) secara langsung kepada para pelaku ekonomi seperti Survei Konsumen (SK), Survei Penjualan Eceran (SPE) dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SP) dan Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME). Survei-survei tersebut dilakukan agar Bank Indonesia memiliki gambaran dini mengenai beberapa indikator ekonomi yang bersifat forward looking sekaligus sebagai tracking indikator ekonomi utama, antara lain Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi dan nilai tukar. Selain melakukan berbagai survei, Bank Indonesia juga melakukan kegiatan liaison yang ditujukan antara lain untuk memperoleh data/informasi langsung dari sumber sebagai pelengkap data/informasi yang sudah tersedia dan untuk meningkatkan kualitas asesmen terhadap kondisi perekonomian. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan analisis sektor finansial antara lain berupa analisis Neraca Arus Dana (NAD) dan Perusahaan Pembiayaan (PP). Dalam rangka membangun dan memelihara kemitraan dan kerjasama strategis dengan penyedia data, pada tahun 2011 Bank Indonesia telah melakukan kegiatan antara lain: 1. Menandatangani nota kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai kerjasama pertukaran data dan informasi 8. Nota Kesepahaman tersebut diharapkan dapat meningkatkan kerjasama dan koordinasi yang lebih bersinergi antara Bank Indonesia dengan Kementerian ESDM khususnya dalam rangka pertukaran dan penyusunan data dan informasi. Selain pertukaran, perolehan dan penyusunan data dan/atau informasi, ruang lingkup nota kesepahaman juga meliputi kompetensi sumber daya manusia masing-masing instansi. peningkatan 2. Melakukan kegiatan Temu Akhir Tahun 2011 (Business Lunch) dengan pelapor LLD bank dan lembaga bukan bank, dan responden survei serta lembaga pelaksana survei. Kegiatan ini selain dimaksudkan sebagai apresiasi dan untuk memelihara hubungan baik dengan perusahaan pelapor LLD dan responden, juga untuk 8 Nota Kesepahaman No. 13/2/GBI/DKM/NK dan No. 4692/05/MEM.S/2011 tanggal 10 Agustus 2011 40 BANK INDONESIA memberikan penghargaan (award) kepada pelapor LLD dan responden survei terbaik. Selanjutnya, dalam kaitan peningkatan kualitas penyediaan data yang berasal dari laporan bank, Bank Indonesia pada triwulan IV 2011 telah menyempurnakan ketentuan Laporan Bulanan Bank Umum Syariah9. Melalui penyempurnaan ketentuan ini diharapkan penerapan Laporan Bulanan Bank Umum Syariah menjadi lebih efektif, akurat dan lengkap serta ketersediaan data perbankan lebih meningkat untuk pengambilan kebijakan di bidang moneter dan perbankan. Guna mendiseminasikan data dan hasil analisa/laporan dan hasil survei, Bank Indonesia secara kontinyu mengelola publikasi statistik, analisa/laporan dan hasil survei kepada masyarakat yang dilakukan melalui situs Bank Indonesia (www.bi.go.id). 2. Stabilitas Sistem Perbankan Melalui bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia bersama perbankan, stabilitas sistem perbankan selama tahun 2011 membaik dan tetap terjaga. Hal ini sejalan dengan hasil survei indeks keyakinan stakeholders terhadap stabilitas sistem perbankan yang mencapai 4,52, lebih besar dari target 2011 sebesar 4 (skala 1-6). Hasil survei tahun 2011 tersebut tidak jauh berbeda dari indeks keyakinan stakeholders tahun 2010. 2.1. Pengaturan Perbankan Guna meningkatkan tata kelola perbankan yang baik dan didasarkan pada prinsipprinsip kehati-hatian, Bank Indonesia melakukan pengaturan perbankan dengan menerbitkan beberapa ketentuan. Pada triwulan IV 2011, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian bagi Bank Umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain10. Pengaturan ini ditujukan agar bank fokus pada pekerjaan pokoknya dan mengoptimalkan pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga intermediasi sejalan dengan semakin kompleks dan beragamnya kegiatan usaha. Disamping itu, bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain (alih daya). Melalui upaya tersebut, bank dapat meminimalisir risiko yang mungkin timbul, serta terdapat kejelasan tanggung jawab dan terjaganya aspek perlindungan nasabah. Selain itu, Bank Indonesia juga telah menerbitkan beberapa petunjuk pelaksanaan yang diatur dalam Surat Edaran (SE) Bank Indonesia. Beberapa SE yang diterbitkan pada triwulan IV 2011 terkait dengan Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank 9 SE Bank Indonesia No. 13/43/INTERN tanggal 14 Desember 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Laporan Bulanan Bank Umum Syariah 10 PBI No.13/25/PBI/2011 tanggal 9 Desember 2011 tentang Prinsip Kehati-Hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain. Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 41 Umum11, Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum12, Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum 13, Manajemen Risiko bagi Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima14, Laporan Keuangan Publikasi Bank Umum 15 dan Lembaga Pemeringkatan 16. Beberapa ketentuan lain yang telah diterbitkan Bank Indonesia selama tahun 2011 antara lain pengaturan GWM Valas, GWM Loan to Deposit Ratio, Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko Dengan Pendekatan Standar, Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank, Pengaturan Transparansi Informasi SBDK, dan Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test). 2.2. Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) Kegiatan yang dilakukan pada triwulan IV 2011 terkait dengan implementasi API mencakup penguatan struktur perbankan nasional (Pilar 1), peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan (Pilar 4) serta program peningkatan perlindungan nasabah (Pilar 6). Dalam rangka penguatan struktur perbankan nasional, Bank Indonesia terus mendorong implementasi program Bank Pembangunan Daerah (BPD) Regional Champion (BRC) yang telah menjadi komitmen seluruh BPD sejak akhir 2010. Terkait program tersebut, telah dilakukan berbagai kegiatan sosialisasi kepada stakeholders eksternal maupun internal, peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan penyiapan infrastruktur lainnya. BRC telah menjadi sarana yang cukup efektif untuk mendorong BPD melakukan transformasi agar lebih mampu bersaing dan berperan di masyarakat dan daerah. Hal ini terlihat dari pencapaian beberapa indikator BRC antara lain peningkatan aspek permodalan, penurunan BOPO dan NIM secara bertahap serta pertumbuhan kredit yang rata-rata telah mencapai lebih dari 20%. Untuk mendukung implementasi BRC, Bank Indonesia juga telah meluncurkan generic model APEX BPR pada tanggal 5 Desember 2011, yang disusun bersama oleh tim dari Bank Indonesia, perwakilan Bank Umum, dan asosiasi BPR. Mengikuti jejak Bank Jatim, Bank Nagari dan Bank Riau yang menjadi APEX BPR pada tahun 2010, pada tahun 2011 BPD Kalsel juga telah menjadi APEX BPR. Selanjutnya terkait dengan pelaksanaan program Good Corporate Governance (GCG) perbankan, Bank Indonesia telah menyusun konsep ketentuan mengenai remunerasi 11 SE No.13/23/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran No.5/21/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum 12 SE No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum 13 SE Bank Indonesia No.13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011 perihal Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum 14 SE No.13/29/DPNP tanggal 9 Desember 2011 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima 15 SE No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 perihal Perubahan Ketiga atas SE BI No.3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia 16 SE No.13/31/DPNP tanggal 22 Desember 2011 perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Yang Diakui Bank Indonesia 42 BANK INDONESIA yang sesuai bagi bank umum dengan mengacu pada Financial Stability Board (FSB) Principle for Sound Compensation. Guna mematangkan konsep tersebut, maka Bank Indonesia akan melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait. Dalam rangka edukasi kepada masyarakat mengenai perbankan, Bank Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional telah mengintegrasikan pendidikan keuangan dalam kurikulum sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Sebagai tindak lanjut dari kerjasama tersebut, telah dilakukan monitoring tahap pertama untuk mengetahui persiapan pengajaran di masing-masing sekolah serta mengetahui tingkat pengetahuan siswa sebelum pengajaran dilakukan (pre-test). Selain itu dilakukan kegiatan training for trainer kepada para pendidik sekolah pilot project (Kepala Sekolah, Guru, Pengawas Sekolah dan Dinas Pendidikan setempat). Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pendidik tentang perbankan dan keuangan, teaching skill dan perencanaan keuangan, serta pembuatan alat pendukung pembelajaran. Sebagai bagian dari edukasi kepada masyarakat, Bank Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) melalui penandatanganan kesepakatan bersama pada tanggal 1 Agustus 2011. Menindaklanjuti kerjasama tersebut, Bank Indonesia menyusun bahan edukasi perbankan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Selain itu Bank Indonesia turut aktif dalam kegiatan sosialisasi skim KUR-TKI, edukasi perbankan dan kewirausahaan yang dilaksanakan bersama Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Kemenakertrans, BNP2TKI serta Bank BUMN di beberapa kantong TKI. Melengkapi kegiatan edukasi perbankan, Bank Indonesia bekerjasama dengan Worldbank melakukan survei program TabunganKu. Survei ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat terhadap program TabunganKu yang telah dimulai pada tahun 2010. Sampai dengan November 2011, pelaksanaan program TabunganKu telah mencapai 2.036.608 rekening dengan jumlah nominal Rp2,11 triliun. Jumlah tersebut meningkat signifikan dibanding posisi Januari 2011 yang mencapai 1.528.262 rekening dengan jumlah nominal Rp1,43 triliun. 2.3. Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) Dalam mendorong berjalannya fungsi intermediasi lembaga keuangan, perlu ditingkatkan perluasan akses masyarakat terhadap layanan jasa lembaga keuangan yang meliputi simpanan, kredit, sistem pembayaran dan asuransi. Untuk memastikan tersedianya akses masyarakat terhadap keempat layanan jasa keuangan tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan keuangan inklusif di Indonesia yang menekankan pentingnya peningkatan jalinan antara lembaga keuangan formal dan informal dimana lembaga perbankan memegang peran penting didalamnya. Hal tersebut selaras dengan kebijakan Pemerintah dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif serta berorientasi kepada kebijakan pembangunan yang pro growth, pro job dan pro poor. Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 43 Guna mendukung terwujudnya perluasan akses masyarakat terhadap layanan jasa lembaga keuangan, Bank Indonesia bersama instansi terkait tengah merumuskan Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Strategi Nasional Keuangan Inklusif merupakan kebijakan untuk menjangkau masyarakat yang belum tersentuh sama sekali oleh produk dan jasa keuangan yang paling dasar seperti menabung dan atau kredit dari bank karena berbagai faktor. Secara lebih spesifik, kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi ketidakmampuan individu (unbanked dan unfinanced), sekelompok orang atau komunitas terhadap akses dan penggunaan produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dengan biaya murah. Salah satu program yang tengah dikaji secara lebih mendalam adalah mendorong penetrasi kredit kepada kalangan pengusaha pemula (start-up). Untuk itu, telah dilakukan Focus Group Discussion mengenai hal tersebut pada tanggal 21 Desember 2011 dengan narasumber KADIN, HIPMI, Indofood, Rumah Zakat, BRI dan BPD Aceh. 2.4. Implementasi BASEL II dan Penyiapan BASEL III Secara umum kerangka Basel II terdiri dari 3 (tiga) pilar, yaitu Pilar 1 kecukupan modal minimum, Pilar 2 proses review oleh pengawas, dan Pilar 3 disiplin pasar. Fokus pelaksanaan tugas pokok dan kebijakan Bank Indonesia terkait dengan implementasi Basel II yang dilakukan selama triwulan IV 2011 di masing-masing pilar adalah sebagai berikut: Pilar 1 - terkait mekanisme perhitungan modal minimum bank yang lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive), mencakup risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional. Dengan diterbitkannya ketentuan mengenai pedoman perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit17, maka bank diwajibkan untuk menghitung beban modal risiko kredit dengan menggunakan pendekatan standar mulai Januari 2012. Terkait kewajiban tersebut, Bank Indonesia sedang melakukan proses penyesuaian baik dari segi teknis aplikasi maupun ketentuan pendukung. Selain itu, Bank Indonesia juga telah menyempurnakan petunjuk teknis Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui Bank Indonesia18 dan mempublikasikan updating daftar lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia pada web site Bank Indonesia. Terkait penyempurnaan ketentuan mengenai risiko pasar pendekatan standar dan risiko operasional pendekatan standar, Bank Indonesia telah menyusun pokok-pokok rencana amandemen aturan yang telah dibahas secara internal dan pada tahap selanjutnya akan dibahas dengan Working Group Basel II. Pilar 2 - proses review yang dilakukan otoritas pengawasan, antara lain untuk mengevaluasi aktivitas, manajemen risiko, dan profil risiko bank untuk menetapkan 17SE Ekstern No. 13/6/DPNP tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar 18 No. 13/31/DPNP tanggal 22 Desember 2011 tentang Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia 44 BANK INDONESIA apakah bank perlu mengalokasikan tambahan modal terkait dengan risiko yang dihadapi Sebagai tindak lanjut dari rangkaian diskusi dengan pihak internal maupun eksternal, Bank Indonesia telah melakukan pembahasan dengan Working Group Basel II mengenai pengaturan Pilar 2. Saat ini Bank Indonesia sedang menjajagi penyempurnaan ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum Bank Umum dan proses penilaian kecukupan modal bank sesuai profil risiko. Pokok-pokok penyempurnaan ketentuan tersebut dikaji secara lebih mendalam setelah memperoleh masukan dari Working Group Basel II dan internal Bank Indonesia. Pilar 3 - transparansi dan kewajiban bank untuk mengungkapkan informasi mengenai manajamen risiko baik kuantitatif maupun kualitatif agar stakeholder memiliki pemahaman yang cukup mengenai aktivitas yang dilakukan bank dan cara bank mengelola risiko. Menindaklanjuti Consultative Paper (CP) Pilar 3 yang telah didistribusikan kepada perbankan, Bank Indonesia telah melakukan pembahasan dengan Working Group Basel II. Rekomendasi atau pokok-pokok pengaturan Pilar 3 telah selesai disusun dan akan menjadi bagian dari ketentuan Bank Indonesia mengenai Transparansi Kondisi Keuangan Bank yang akan berlaku pada tahun 2012. Pemberlakuan ketentuan tersebut sejalan dengan penerapan PSAK 60 (IFRS 7) mengenai pengungkapan instrumen keuangan yang akan diberlakukan untuk penyusunan laporan keuangan akhir Desember 2012. Selain itu, penyempurnaan ketentuan mengenai Transparansi Kondisi Keuangan Bank akan dilakukan bersamaan dengan penyempurnaan pengaturan lain didalamnya, seperti pengaturan akuntan publik. Disamping pelaksanaan tugas pokok dan kebijakan yang terkait dengan implementasi Basel II, Bank Indonesia juga telah menyempurnakan Struktur Anggota Working Group Basel II yang telah dibentuk sejak tahun 2006. Penyempurnaan struktur meliputi perluasan cakupan struktur dengan isu persiapan implementasi Basel III, sehingga menjadi 6 sub group yaitu Sub Group Risiko Kredit, Sub Group Risiko Pasar dan Risiko Likuiditas, Sub Group Risiko Operasional, Sub Group Pilar 2, Sub Group Pilar 3 dan Sub Group Permodalan. Dalam rangka persiapan implementasi Basel III, Bank Indonesia telah melaksanakan comprehensive Quantitative Impact Study (QIS) terhadap 2 bank besar yang dipilih menjadi responden. Hasil sementara QIS menunjukkan bahwa level pemenuhan perbankan nasional terhadap standar permodalan dan likuiditas berada diatas angka minimum yang dipersyaratkan. Comprehensive QIS rencananya akan dilaksanakan secara rutin setiap semester untuk posisi Juni dan Desember. Secara bertahap QIS akan mengikutsertakan lebih banyak bank untuk mendapatkan gambaran mengenai dampak penerapan Basel III secara lebih komprehensif. Selain itu, Bank Indonesia juga memonitor level permodalan seluruh perbankan sesuai konsep Basel III secara rutin setiap bulan dengan menggunakan data Laporan Bulanan Bank Umum (LBU). Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 45 Sejalan dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus meningkatkan kepatuhan terhadap standar internasional, telah dilakukan koordinasi dengan otoritas pengawas di negara lain melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU). Selain MoU yang telah disepakati dengan beberapa otoritas pengawas di negara lain (Bank Negara Malaysia dan Monetary Authority Singapore), pada triwulan IV 2011 Bank Indonesia sedang mempersiapkan MoU dengan beberapa otoritas terkait yaitu dengan Financial Services Commission (FSC) Korea, Australian Prudential Regulation Authority (APRA) dan Caymand Island Monetary Authority (CIMA). Selain tu, dalam rangka memperkuat kerjasama dengan bank sentral dan otoritas pengawasan bank negara lain, Bank Indonesia telah menyelenggarakan konferensi internasional dengan tema “Dealing with the Challenges of Macro Financial Linkages in Emerging Markets” pada tanggal 1 – 2 Desember 2011. Konferensi yang diselenggarakan melalui kerjasama dengan World Bank diikuti peserta dari Bank Sentral Negara ASEAN dan perwakilan negara-negara berkembang di Amerika, Asia dan Afrika serta lembaga internasional seperti IMF dan World Bank. Selanjutnya, dalam rangka kaderisasi kelompok pengawas spesialis dan sebagai tindak lanjut dari program persiapan risk specialist (market risk specialist dan credit risk specialist) yang dilakukan pada tahun sebelumnya, telah dilaksanakan attachment program credit risk dan market risk specialist ke Deutsche Bank AG, JP Morgan Chase Bank dan Hong Kong Monetary Authority pada bulan Oktober dan November 2011. 2.5. Kebijakan dan Pengawasan Bank Umum Terciptanya perbankan yang sehat dan kuat di satu sisi, dan perbankan yang dapat menjalankan fungsi intermediasinya secara efektif dan efisien di sisi lainnya, merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan Dalam rangka menjaga ketahanan perbankan serta mengoptimalkan peran perbankan sebagai lembaga intermediari, ditengah kondisi perekonomian global yang memburuk, Bank Indonesia meningkatkan intensitas pengawasan bank. Bank Indonesia melakukan pengawasan melalui pemantauan likuiditas yang dimiliki bank terutama likuiditas valas melalui pemantauan rekening vostro, Posisi Devisa Neto (PDN) dan proyeksi arus kas. Upaya tersebut guna mengantisipasi dampak krisis keuangan yang terjadi di AS dan sebagian Eropa (Yunani, Italia, Portugal, Spanyol, dan Perancis). Pemantauan likuiditas dilakukan secara harian dengan memantau pergerakan liquidity reserve yang dimiliki bank, baik primary, secondary maupun tertiary reserve guna melihat kemampuan likuiditas bank dalam memenuhi kewajiban yang akan jatuh tempo, termasuk kemungkinan penarikan DPK dalam jumlah yang cukup besar. Secara umum, kondisi likuiditas perbankan nasional masih terkendali sebagaimana tercermin dari indikatorindikator keuangan yang masih di atas batas minimal. Selama tahun 2011, alat likuid perbankan terjaga dengan baik yang ditunjukkan dengan kemampuan perbankan dalam memenuhi ketentuan GWM baik rupiah maupun valas. 46 BANK INDONESIA Selain itu, fokus pengawasan bank yang dilakukan Bank Indonesia pada triwulan IV 2011 adalah melakukan monitoring upaya perbaikan, khususnya untuk bank dalam pengawasan intensif sesuai action plan dan monitoring realisasi Rencana Bisnis Bank 2011. Guna menjaga kualitas pelayanan, keamanan dan perlindungan bagi nasabah, pada pertengahan tahun 2011, Bank Indonesia telah melakukan evaluasi terhadap standard operating procedur (SOP) dan pengendalian intern pelaksanaan kegiatan private banking/wealth management. Hal ini dilakukan dalam upaya mencegah terjadinya kembali fraud yang disebabkan karena kelemahan SOP dan pengendalian intern bank. Terkait hal tersebut, Bank Indonesia meminta bank-bank untuk sementara waktu menghentikan penerimaan nasabah baru hingga perbankan melakukan pembenahan secara menyeluruh. Selanjutnya, mempertimbangkan hasil evaluasi pembenahan yang telah dilakukan oleh perbankan, Bank Indonesia mengizinkan kembali perbankan untuk menerima nasabah baru private banking/wealth management. Terkait hal tersebut, Bank Indonesia juga memperkuat aspek pengaturan perbankan dengan menerbitkan ketentuan pelaksanaan mengenai layanan nasabah prima. Selanjutnya, dengan telah disetujuinya Rancangan Undang-Undang (RUU) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Rapat Paripurna DPR-RI pada tanggal 27 Oktober 2011 dan diberlakukannya UU OJK pada tanggal 22 November 2011, fungsi pengawasan bank yang bersifat microprudential yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia, dialihkan ke OJK. Dengan beralihnya fungsi pengawasan bank dimaksud, Bank Indonesia tetap melakukan kegiatan di bidang macroprudential dengan melakukan fungsi surveillance risiko sistemik guna menjaga dan mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan. Untuk kepentingan ini, Bank Indonesia akan melakukan surveillance kepada sektor keuangan terutama bank, pemeriksaan dalam rangka macroprudential, pengembangan sektor keuangan serta berkoordinasi dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis. Selain penguatan fungsi di bidang macroprudential dimaksud, Bank Indonesia telah mempersiapkan beberapa langkah persiapan pengalihan fungsi pengawasan bank ke OJK, yaitu : 1. Melakukan finalisasi Contingency Plan fungsi pengalihan untuk selanjutnya dilakukan pembahasan dengan Kemenkeu & Bapepam – LK yang terkait dengan SDM dan organisasi, data dan informasi, logistik serta dokumen/arsip. 2. Melakukan pembentukan Tim Persiapan Pengalihan Pengawasan Bank, yang selanjutnya akan bergabung dengan Tim Transisi yang dibentuk bersama-sama dengan Kemenkeu & Bapepam – LK. 2.6. Kebijakan dan Pengawasan Perbankan Syariah Untuk mendukung pelaksanaan kerjasama dengan negara lain terkait dengan perbankan syariah, telah diselenggarakan beberapa kegiatan internasional. Kegiatan Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 47 tersebut meliputi Developing Eigth (D-8) International workshop on Islamic microfinance di Jakarta pada bulan November 2011 dan focus group discussion (FGD) terkait perbankan syariah di negara teluk (GCC) bersama Kementerian Luar Negeri. Selain itu, Bank Indonesia memfasilitasi kunjungan delegasi UAE Islamic Financial Services ke Indonesia dan terlibat aktif dalam pertemuan Islamic Financial Stability Board (IFSB) maupun International Islamic Liquidity Management (IILM). Selain kegiatan yang berskala internasional, Bank Indonesia juga melaksanakan Forum Riset Perbankan Syariah (FRPS) keempat pada bulan Desember 2011 di Universitas Padjadjaran Bandung. Kegiatan ini merupakan kerja sama dengan Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) dan Presidium Pusat Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FOSSEI). Bank Indonesia juga melakukan koordinasi dengan Kementerian Agama mengenai dana haji pada bank syariah. Selanjutnya dalam rangka pengembangan produk syariah, Bank Indonesia telah melakukan kerjasama dengan Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia dan Ikatan Akuntan Indonesia melalui working group. Bank Indonesia juga telah mengembangkan aplikasi Early Warning System (EWS) bagi BPRS, dan mengembangkan aplikasi stress testing RBB bagi Bank Syariah yang akan digunakan sebagai analisa RBB tahun 2012. Adapun ketentuan perbankan syariah yang telah dikeluarkan pada triwulan IV 2011 adalah ketentuan mengenai Manajemen Risiko bagi BUS dan UUS. Meskipun profil risiko perbankan syariah secara umum tergolong moderat dan didukung kecukupan permodalan yang memadai, Bank Indonesia tetap meminta bank agar selalu meningkatkan kualitas manajemen risiko dan sistem pengendalian internal, serta memperhatikan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah dalam operasional bank. Pemeriksaan difokuskan pada aspek risiko operasional, risiko kredit, kepatuhan penerapan prinsip syariah, dan good corporate governance. 2.7. Kebijakan dan Pengawasan BPR Sejalan dengan implementasi API, Bank Indonesia melakukan pembenahan industri BPR melalui penyusunan business model BPR dan generic model APEX BPR. Penyusunan business model BPR tersebut diharapkan dapat mendorong pendirian BPR yang sehat, berkesinambungan dan berperan dalam pengembangan perekonomian daerah. Terdapat 6 aspek utama dalam Business Model BPR yang meliputi aspek pemilik, kinerja keuangan dan permodalan, lokasi dan wilayah operasional, strategi bisnis, manajemen dan SDM, serta hubungan dengan masyarakat. Adapun melalui generic model APEX BPR diharapkan dapat memperkuat infrastruktur pendukung industri BPR dan mendorong implementasi BRC. Selanjutnya guna memperkuat struktur permodalan dan meningkatkan daya saing BPR, Bank Indonesia juga telah mengkaji penetapan modal disetor dan pembagian 48 BANK INDONESIA wilayah pendirian BPR. Selain itu, untuk menunjang kualitas pengawasan BPR, Bank Indonesia telah menyempurnakan petunjuk teknis pelaksanaan pemeriksaan BPR. 2.8. Penguatan Sektor Riil dan Penyaluran Kredit UMKM Menyadari peranan UMKM yang strategis dalam perekonomian nasional, Bank Indonesia turut berupaya mendorong pertumbuhan sektor UMKM dari sisi permintaan dan penawaran yang dilakukan melalui koordinasi dengan pihak lain. Sejalan dengan upaya mendukung intermediasi perbankan kepada sektor mikro, kecil dan menengah (MKM), Bank Indonesia terus mendorong pengembangan Linkage Program melalui kerjasama antara Bank Umum dan BPR. Sampai dengan Oktober 2011, outstanding kredit melalui linkage program mencapai Rp4,36 triliun, yang dilakukan oleh 54 Bank Umum melalui 741 BPR. Selanjutnya guna meningkatkan kapasitas pelaku UMKM, Bank Indonesia melakukan berbagai program diantaranya (i). pemberian bantuan teknis melalui MoU antara Bank Indonesia dengan Kabupaten Belu (NTT) dan Kabupaten Nunukan (Kaltim), (ii). mengembangkan klaster nasional untuk komoditas penyumbang inflasi yaitu cabai merah, bawang merah dan jarak di 9 (sembilan) Kantor Bank Indonesia (KBI) serta (iii). mengembangkan klaster daerah di seluruh KBI untuk berbagai komoditas yakni kain bordir, konveksi, bordir tas, rumput laut, padi, cabai, jamur, jagung, kakao, kopi, lele dan sapi. Selain itu, Bank Indonesia juga memberikan bantuan teknis melalui sosialisasi, Focus Group Discussion (FGD), fasilitasi peningkatan budidaya melalui pelaksanaan pendampingan, pelatihan Good Agriculture Practices (GAP), Training of Trainer, pameran, bazar intermediasi perbankan, fasilitasi kemitraan dan penguatan kelompok tani. Bank Indonesia juga meneruskan kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai tindak lanjut MoU Percepatan Pengembangan Sektor Kelautan dan Perikanan Sebagai Salah Satu Sektor Unggulan Dalam Perekonomian Indonesia. Dalam kerangka kerjasama tersebut telah disepakati komitmen untuk mendukung program minapolitan; pengembangan pola pembiayaan bapak-anak angkat; rencana perpanjangan Perjanjian Kerjasama Pengembangan Konsultan Keuangan/Pendampingan UMKM Mitra Bank (KKMB) dan Penyusunan Buku Pola Pembiayaan Produk/Jasa Sektor Kelautan dan Perikanan; serta pilot project pembiayaan perikanan di wilayah Jabodetabek. Sebagai tindak lanjut MoU antara Bank Indonesia dengan Kementerian Pertanian, Bank Indonesia telah memfasilitasi kegiatan sosialisasi kredit program, khususnya Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) dan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), melakukan kajian/penelitian terkait penyaluran kredit program guna menyempurnakan skema kredit program. Selain memberikan bantuan teknis dan kerjasama antar instansi, Bank Indonesia juga melakukan penelitian dan kajian terkait dengan UMKM. Terkait dengan upaya Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 49 meningkatkan kesejahteraan debitur dan kualitas kredit bagi BPR, Bank Indonesia melakukan penelitian ‘Pemetaan dan Identifikasi Kebutuhan Peningkatan Kapasitas Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Provinsi Jawa Barat”. Selanjutnya dalam upaya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor Riil dan UMKM, Bank Indonesia juga melakukan penelitian komoditas/produk/jenis usaha (KPJU) unggulan di 12 provinsi. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Bank Indonesia terkait dengan pola pembiayaan atau lending model pola pembiayaan konvensional untuk 6 komoditi dan pola pembiayaan syariah untuk 2 komoditi, penelitian Peta Sektor Utama Regional di 9 Kantor Koordinator Bank Indonesia (KKBI). Terkait pembangunan infrastruktur akses pembiayaan UMKM, Bank Indonesia juga menyusun kajian untuk mendorong penyaluran kredit perbankan ke sektor UMKM. Kajian tersebut selanjutnya akan dirumuskan dalam bentuk pengaturan. Selanjutnya, sebagai mitra kerja Komite Kebijakan KUR, Bank Indonesia turut memfasilitasi program kerja peningkatan penyaluran KUR, terutama pada sektor prioritas (Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Industri Pengolahan). Beberapa kegiatan yang dilakukan terkait dengan penyaluran KUR antara lain fasilitasi dan sosialisasi KUR serta mendorong peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam penyediaan calon debitur KUR di beberapa wilayah (Manado, Ambon, Bogor dan Palangkaraya). Guna memberikan layanan berbagai informasi mengenai UMKM, Bank Indonesia juga memperbaharui menu informasi pada website Bank Indonesia. Dengan adanya menu informasi UMKM tersebut, diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi seluruh stakeholders serta sebagai wujud peran Bank Indonesia dalam upaya pemberdayaan sektor riil dan UMKM. 2.9. Perizinan dan Informasi Perbankan Sebagai bagian dari penguatan infrastruktur keuangan di Indonesia dan mendukung efisiensi penyediaan dana di industri perbankan, Bank Indonesia secara berkesinambungan melakukan upaya pernyempurnaan penyelenggaraan Sistem Informasi Debitur (SID). Guna meningkatkan performa sistem secara keseluruhan dan kualitas data yang tercatat di database SID, sejak September 2011 Bank Indonesia telah mengimplementasikan sistem aplikasi SID yang baru. Selain itu, guna meningkatkan akurasi data dalam SID, Bank Indonesia melanjutkan program intensifikasi pembersihan data SID yang telah dilakukan sejak 2010. Dalam rangka memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga reputasi kredit, Bank Indonesia melakukan berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi. Hingga akhir tahun 2011, jumlah pelapor SID tercatat sebanyak 120 Bank Umum, 1.088 BPR, dan 15 Perusahaan Pembiayaan (PP) dengan total kantor pelapor mencapai 5.607 kantor. Jumlah tersebut mengalami peningkatan lebih dari 500 kantor pelapor dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun 2010. 50 BANK INDONESIA Adapun dari sisi data debitur, selama tahun 2011 penambahan jumlah debitur baru di SID setiap bulan rata-rata mencapai 750 ribu debitur. Dengan penambahan jumlah debitur tersebut, pada akhir 2011 tercatat sebanyak 56 juta debitur pada SID dengan jumlah 103 juta data fasilitas. Dari sisi permintaan Informasi Debitur Individual (IDI) juga mengalami peningkatan yang signifikan. Rata-rata permintaan IDI setiap bulan pada tahun 2011 mencapai 3,5 juta permintaan. Selanjutnya dalam rangka menciptakan pengelolaan perbankan yang sehat, Bank Indonesia melaksanakan Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and proper test) terhadap calon Pemegang Saham Pengendali (PSP), anggota Dewan Komisaris dan Direksi termasuk pimpinan kantor cabang bank asing dan pemimpin kantor perwakilan. Selain itu, Bank Indonesia juga memberikan perizinan kelembagaan bank yang mencakup perubahan jaringan kantor, rencana akuisisi, perubahan penggunaan izin usaha akibat perubahan nama bank, penunjukan menjadi bank umum devisa, dan perubahan bentuk badan hukum. Hal tersebut sebagai bagian dalam mendukung operasional bank agar sesuai dengan Rencana Bisnis Bank. Kegiatan perizinan yang telah dilakukan Bank Indonesia selama tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2010 adalah sebagaimana Tabel 3.3 Tabel 3.3 Kegiatan Perizinan Bank Umum Tahun 2010-2011 Quartal to Quartal No JENIS KEGIATAN PELAKSANAAN FIT & PROPER TEST 1. PSP 2. Dewan Komisaris 3. Direksi (termasuk pimpinan kantor cabang bank asing dan pemimpin kantor perwakilan) JARINGAN KANTOR 1. Pembukaan a. Kantor Wilayah (Kanwil) b. Kantor Cabang (KC) c. Kantor Cabang Pembantu (KCP) d. Kantor Fungsional (KF) 2. Penutupan a. Izin usaha b. Kantor Perwakilan c. Kantor Cabang (KC) d. Kantor Cabang Pembantu (KCP) e. Kantor Fungsional (KF) 3. Pemindahan Alamat a. Kantor Pusat (KP) b. Kantor Wilayah (kanwil) c. Kantor Cabang d. Kantor Cabang Pembantu e. Kantor Fungsional f. Kantor Perwakilan Bank 4. Perubahan Status a. Peningkatan Status - KCP menjadi KC - KK menjadi KCP b. Penurunan Status - KC menjadi Kantor Kas - KC menjadi KCP 5. Perubahan Penggunaan Izin Usaha (Perubahan nama) Year to Year 2011 2010 2011 Tw III Tw IV Jan - Des Jan - Nov 4 20 0 17 11 82 9 84 52 14 159 112 3 20 49 34 2 32 65 2 4 63 290 80 14 92 224 46 1 0 1 1 7 0 1 1 2 2 0 1 16 36 0 1 1 6 9 9 0 0 6 25 1 0 1 1 3 43 7 0 3 1 24 99 0 0 1 3 15 91 5 1 3 9 10 1 10 39 22 39 0 2 1 0 6 4 0 2 3 1 51 6 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 51 2.10. Investigasi dan Mediasi Perbankan Dalam rangka mewujudkan law enforcement di bidang perbankan, Bank Indonesia telah melakukan tindak lanjut penanganan terhadap kasus-kasus yang diduga mengandung tindak pidana perbankan (Tipibank). Selama triwulan IV 2011 telah dilakukan investigasi terhadap kasus-kasus yang diduga mengandung Tipibank sebanyak 18 kasus yang terjadi pada 10 kantor bank (Tabel 3.4). Dibandingkan dengan triwulan III 2011 yang menangani 23 kasus pada 15 kantor bank, terdapat penurunan jumlah kasus yang diterima dan diinvestigasi pada triwulan IV 2011. Tabel 3.4 Statistik Perkembangan Investigasi Tipibank Periode Triwulan IV – 2011 (Oktober – Desember 2011) Keterangan Bank Umum Jumlah Jumlah Kantor Kasus Bank BPR Jumlah Jumlah Kantor Kasus Bank TOTAL Jumlah Kasus Kantor Bank 1. Jumlah yang masih dalam proses pada periode sebelumnya *) 22 9 21 13 43 22 2. Jumlah yang dilakukan investigasi 5 3 13 7 18 10 3. Jumlah yang dilaporkan kepada penyidik 11 3 15 7 26 10 4. Jumlah yang dalam proses investigasi 16 9 19 13 35 22 *)Data Disesuaikan Terhadap kasus-kasus Tipibank yang telah memenuhi bukti permulaan yang cukup, sesuai dengan mekanisme SKB Gubernur Bank Indonesia, Kepala Kepolisian Negara RI, dan Jaksa Agung RI tentang Kerjasama Penanganan Tipibank, tindak lanjut penyelesaian kasus tersebut dibahas dalam Rapat Tim SKB. Rapat Tim SKB dimaksud telah menyepakati kasus-kasus dimaksud dilaporkan kepada penyidik. Selama triwulan IV 2011 telah dilaporkan sebanyak 26 kasus pada 10 kantor bank. Secara keseluruhan tahun 2011, telah dilakukan investigasi sebanyak 45 kasus yang terjadi pada 28 kantor bank. Dari jumlah tersebut, kasus Tipibank yang telah dilaporkan kepada penyidik sebanyak 33 kasus pada 13 kantor bank. (Tabel 3.5). Tabel 3.5 Statistik Perkembangan Investigasi Tipibank Periode 2011 (Januari– Desember 2011) Keterangan Bank Umum Jumlah Jumlah Kantor Kasus Bank BPR Jumlah Jumlah Kantor Kasus Bank TOTAL Jumlah Kasus Kantor Bank 1. Jumlah yang masih dalam proses pada periode sebelumnya *) 11 1 12 6 23 7 2. Jumlah yang dilakukan investigasi 18 12 27 16 45 28 3. Jumlah yang dilaporkan kepada penyidik 13 4 20 9 33 13 4. Jumlah yang dalam proses investigasi 16 9 19 13 35 22 *)Data Disesuaikan 52 BANK INDONESIA Secara kumulatif sejak tahun 1999 sampai dengan akhir tahun 2011, perkembangan penyelesaian kasus dugaan Tipibank yang telah dilaporkan kepada penyidik dan sebarannya sebagai berikut (Grafik 3.2 dan 3.3): Grafik 3.2 Perkembangan Penanganan Kasus Tipibank Di Penegak Hukum (Tahun 1999 s.d. 2011) Grafik 3.3 Sebaran Tindak Pidana Perbankan Dalam penanganan kasus Tipibank, terdapat beberapa faktor yang menghambat penanganan kasus antara lain pelaku Tipibank termasuk dalam kategori Daftar Pencarian Orang (DPO), identitas saksi tidak jelas, dokumen asli tidak ditemukan, daluwarsa, maupun bank sudah dilikuidasi. Dalam upaya memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan penanganan dugaan Tipibank, Bank Indonesia melakukan koordinasi secara intensif dengan instansi terkait. Koordinasi tersebut dilakukan dengan membantu penegak hukum melalui berbagai kegiatan sosialisasi/pelatihan, asistensi, rapat koordinasi, menyediakan tenaga ahli, dan menjadi saksi di Pengadilan, serta meningkatkan koordinasi dengan pihak Kepolisian dan Kejaksaan. Selanjutnya, dalam kerangka kerjasama penanganan Tipibank, Bank Indonesia, Kepolisian Negara RI, dan Kejaksaan RI menyepakati untuk menyempurnakan SKB tentang Kerjasama Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan menjadi Nota Kesepahaman tentang Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan19 yang dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan20. Beberapa hal pokok yang diatur dalam Nota Kesepahaman dan Petunjuk Pelaksanaan tersebut adalah mengenai ruang lingkup koordinasi, organisasi dan tugas Tim Koordinasi, serta pelaksanaan koordinasi. Selain melakukan koordinasi dengan instansi penegak hukum, Bank Indonesia juga menjalin kerjasama dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) guna memperlancar dan mengoptimalkan pelaksanaan investigasi pada bank yang dicabut izin usahanya. Kerjasama tersebut diwujudkan dengan menyepakati penambahan mekanisme 19 Nota Kesepahaman No. 13/104/KEP.GBI/2011, Nomor : B/31/XII/2011 dan Nomor : Kep-261/A/JA/12/2011 Petunjuk Pelaksanaan Nomor 13/10/KEP.DpG/2011, Nomor: B/4768/XII/2011/Bareskrim, Nomor : Kep-04/E/EJP/12/2011 dan Nomor : Juk 12/F/Fsp/12/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan 20 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 53 penanganan dugaan Tipibank pada bank yang dicabut izin usahanya. Beberapa hal pokok yang diatur dalam kerjasama tersebut antara lain kelengkapan dokumen pendukung, pendampingan selama pelaksanaan investigasi, pembahasan hasil investigasi, perkembangan penanganan Tipibank, dan pembiayaan pelaksanaan investigasi. Disamping melakukan fungsi investigasi, Bank Indonesia juga melaksanakan fungsi mediasi perbankan. Sengketa yang paling banyak diajukan adalah sengketa produk penyaluran dana, diikuti sengketa terkait dengan produk sistem pembayaran (Grafik 3.4). Adapun sengketa produk penyaluran dana didominasi dengan permohonan restrukturisasi kredit baik KK maupun KMK. Sementara itu, kartu kredit mendominasi jenis produk sengketa sistem pembayaran, dengan semakin banyaknya penggunaan kartu kredit yang hilang oleh orang lain yang tidak berhak. Grafik 3.4 Sengketa Perbankan Berdasarkan Jenis Produk Periode s.d. Triwulan IV 2011 Total permohonan penyelesaian sengketa pada tahun 2011 sebanyak 510 sengketa, atau meningkat 83% dibandingkan dengan tahun 2010 sebanyak 278 sengketa. Peningkatan tersebut didukung oleh meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap keberadaan mediasi perbankan yang difasilitasi Bank Indonesia serta tingginya ekspektasi masyarakat terhadap eksistensi Bank Indonesia terkait perlindungan nasabah. Selama tahun 2011, penanganan permohonan penyelesaian sengketa yang diajukan oleh nasabah adalah sebagaimana Tabel 3.6 54 BANK INDONESIA Tabel 3.6 Sengketa Perbankan 2011Berdasarkan Jenis Produk Pengaduan/Sengketa Jenis Produk Tw I Penghimpunan Dana Tw II Tw III % pengaduan Tw IV Total berdasarkan jenis produk 7 14 9 17 47 9 Penyaluran Dana 43 62 51 90 246 48 Sistem Pembayaran 26 67 58 55 206 40 Produk Kerjasama 1 1 0 2 4 1 Produk Lainnya 1 1 1 1 4 1 Diluar permasalahan produk perbankan 1 0 0 1 3 1 79 145 119 167 510 100 Total Selain melakukan tugas investigasi dan mediasi, Bank Indonesia turut berpartisipasi aktif memfasilitasi perbankan dalam melakukan penyempurnaan Bye Laws Pemblokiran Rekening Simpanan Nasabah. Selanjutnya, untuk mencegah penggunaan produk dan/atau jasa bank sebagai sarana penipuan serta menentukan upaya yang paling tepat dalam memberikan perlindungan kepada nasabah, telah dilakukan rapat koordinasi Working Group Mediasi Perbankan (WGMP). Melalui rapat koordinasi tersebut, 12 Pimpinan Perbankan anggota WGMP berkomitmen untuk memberikan perlindungan nasabah yang lebih baik. Hal ini sebagai tindak lanjut atas maraknya pengiriman Short Message Service (SMS) kepada masyarakat dengan modus penipuan menggunakan rekening bank yang diduga dibuka menggunakan identitas tidak benar. 3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 3.1. Keandalan dan Efisiensi Sistem Pembayaran Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran selama tahun 2011 tetap difokuskan pada upaya peningkatan efisiensi, keamanan dan keandalan sistem pembayaran dengan memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Hal ini dilakukan baik terhadap sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia maupun terhadap penyelenggara sistem pembayaran di luar Bank Indonesia. Selama tahun 2011 Bank Indonesia melanjutkan serangkaian kegiatan pengembangan infrastruktur sistem pembayaran yang meliputi pembentukan National Payment Gateway (NPG), pengembangan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, pengembangan sistem penatausahaan rekening Pemerintah, standardisasi kartu ATM/Debet berbasis chip, dan standardisasi uang elektronik. Perkembangan kegiatan dari masing-masing kegiatan pada triwulan IV 2011 adalah sebagai berikut: 1. Pembentukan National Payment Gateway (NPG) Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 55 Pada triwulan IV 2011 Bank Indonesia melanjutkan proses pembentukan NPG dengan melakukan finalisasi aspek teknis dan bisnis NPG. Beberapa hal pokok yang dibahas antara lain mekanisme penyelesaian akhir, fee dan charges, cakupan layanan, jadwal implementasi. Hal ini merupakan kelanjutan kegiatan pada periode sebelumnya yang membahas mengenai kelembagaan dan kepemilikan institusi serta model NPG. 2. Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II Melanjutkan program pengembangan BI-RTGS dan BI-SSS Generasi II, Bank Indonesia telah mengadakan pertemuan dengan Working Group (WG) peserta BIRTGS dan BI-SSSS. Dalam pertemuan tersebut, selain disampaikan informasi mengenai perkembangan proyek, juga diinformasikan mengenai kebijakan penggunaan jaringan komunikasi dan infrastruktur teknologi informasi yang harus dipersiapkan oleh peserta. Sejalan dengan tahapan pengembangan sistem, Bank Indonesia juga telah melakukan pemetaan ketentuan yang akan mengalami perubahan sehubungan dengan dilakukannya pengembangan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. 3. Pengembangan Sistem Penatausahaan Rekening Pemerintah Pada triwulan IV 2011 tahapan pengembangan sistem Government Electronic Banking (BIG-eB) dan elektronisasi penatausahaan rekening Pemerintah telah dilanjutkan pada penyelesaian penyusunan kebutuhan bisnis pengembangan. Proses tersebut dilakukan setelah pada triwulan III 2011 Bank Indonesia berhasil melakukan ujicoba koneksi antara sistem BIG-eB denganSistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang dioperasikan oleh Kementerian Keuangan untuk penatausahaan anggaran Negara, pada triwulan. Selanjutnya pada awal tahun 2012 direncanakan akan dilaksanakan User Acceptance Test (UAT). 4. Standardisasi Kartu ATM/Debet Berbasis Chip Sejalan dengan upaya meningkatkan efisiensi transaksi, keandalan sistem pembayaran dan memperkuat infrastruktur teknologi sistem pembayaran, Bank Indonesia terus melanjutkan rencana penetapan standar nasional kartu ATM/Debet. Setelah pada periode sebelumnya dilakukan pengembangan fungsi key management dan pengujian terhadap aspek keamanan dari chip yang digunakan, pada triwulan IV 2011 telah dilakukan sosialisasi secara khusus kepada komunitas pelaku industri kartu ATM/debet. Selain itu, Bank Indonesia juga memonitor penyampaian laporan implementasi migrasi yang mulai dilakukan oleh bank pada akhir Desember 2011. 5. Standarisasi Uang Elektronik Sebagai tindak lanjut pengembangan interoperabilitas dalam industri uang elektronik, pada periode laporan telah dilakukan penandatanganan Kesepakatan Bersama oleh Gubernur Bank Indonesia, Menteri Perhubungan, dan Menteri 56 BANK INDONESIA Komunikasi dan Informatika. Kesepakatan Bersama tentang kebijakan dan standar interkoneksi dan interoperabilitas uang elektronik di sektor transportasi dimaksudkan sebagai dasar dalam melakukan koordinasi penyusunan kebijakan dan standar uang elektronik di sektor transportasi. Ruang lingkup kegiatan yang akan dilakukan meliputi 4 hal pokok yaitu (i). koordinasi dan sinkronisasi kegiatan; (ii). perencanaan, penetapan, dan harmonisasi kebijakan dan regulasi; (iii). sosialisasi dan pengembangan penggunaan e-money; dan (iv). monitoring, pembinaan, dan evaluasi penggunaan e-money di sektor transportasi. Selanjutnya dalam rangka koordinasi dengan industri sistem pembayaran, Bank Indonesia juga telah melakukan pertemuan dengan beberapa penerbit uang elektronik sektor perbankan. Selain itu, juga telah dilakukan pembahasan awal konsep framework interoperability uang elektronik dengan Working Group Uang Elektronik Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Disamping melakukan kegiatan pengembangan infrastruktur sistem pembayaran, pada triwulan IV 2011 Bank Indonesia juga melakukan beberapa kegiatan untuk mendukung operasional sistem pembayaran sebagai berikut: 1. Dukungan operasional sistem pembayaran untuk mengakomodir peningkatan transaksi akhir tahun. Selama periode libur Natal dan akhir tahun, kebijakan di sisi penyelenggaraan sistem pembayaran adalah memperpanjang layanan waktu operasional kepada perbankan. Hal ini dimaksudkan agar perbankan dapat melayani kebutuhan penyelesaian transaksi nasabah dan Pemerintah. Pada minggu terakhir sebelum tutup buku akhir tahun, terjadi peningkatan transaksi yang sangat tinggi. Hal tersebut menyebabkan diperlukannya tambahan waktu operasional sistem pembayaran. Pada minggu tersebut kenaikan transaksi pada BI-RTGS mencapai 21% dan SKNBI mencapai 24% di atas rata-rata transaksi harian normal. 2. Interkoneksi Anjungan Tunai Mandiri (ATM) antara BCA dengan Bank Mandiri Guna mewujudkan layanan sistem pembayaran yang memudahkan masyarakat untuk melakukan transaksi keuangan, Bank Indonesia mendorong interkoneksi ATM antara 2 bank besar yang memiliki jangkauan luas layanan pembayaran di Indonesia yakni BCA dan Bank Mandiri. Terkait hal tersebut, pada triwulan IV 2011 telah dilaksanakan pertemuan antara Bank Indonesia dengan BCA dan Bank Mandiri. Rencana interkoneksi tersebut semakin dekat untuk diwujudkan dengan telah diselesaikannya proses User Acceptance Test (UAT) dan System Integration Test (SIT) dengan jaringan ATM Prima oleh Bank Mandiri pada triwulan IV 2011. Selanjutnya, implementasi interkoneksi akan dilakukan pada Januari 2012. Selain melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mendorong keandalan dan efisiensi sistem pembayaran, Bank Indonesia juga mendorong peningkatan pelayanan dan keamanan sistem pembayaran baik pembayaran nilai besar maupun retail melalui : Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 57 1. Penerbitan ketentuan mengenai Implementasi Chip Pada Kartu ATM/Debet Pada triwulan IV 2011, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan yang mengatur tentang implementasi teknologi chip pada kartu ATM dan kartu debet. Dengan berlakunya ketentuan ini, penerbit kartu ATM/Debet diwajibkan untuk mengoperasikan kartu ATM/Debet dengan sistem chip paling lambat tanggal 31 Desember 2015. 2. Finalisasi penyempurnaan ketentuan mengenai Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) Guna meningkatkan aspek kehati-hatian dalam penyelenggaraan kegiatan APMK dan sebagai upaya untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi nasabah APMK, bank Indonesia tengah menyelesaikan penyempurnaan ketentuan mengenai APMK. Beberapa materi penyesuaian mencakup persyaratan untuk memperoleh kartu kredit, penggunaan jasa pihak lain dalam penyelenggaraan APMK khususnya dalam pelaksanaan penagihan kartu kredit, pola perhitungan bunga, pengenaan fee dan denda. Selanjutnya, ketentuan tersebut direncanakan untuk diterbitkan pada awal tahun 2012. 3. Penyusunan Kajian Identifikasi Kebutuhan Sistem Pembayaran di Daerah Perbatasan dan Terpencil Guna memberikan layanan sistem pembayaran yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia termasuk di daerah perbatasan dan terpencil, Bank Indonesia tengah melakukan kajian intensitas penggunaan mata uang rupiah dan identifikasi kebutuhan sistem pembayaran. Mengawali kegiatan tersebut, pada triwulan IV 2011 Bank Indonesia telah melakukan survei di daerah terpencil dan perbatasan serta menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan stakeholder di daerah-daerah. Selanjutnya hasil survei dan FGD tersebut akan digunakan sebagai informasi pendukung dalam proses finalisasi kajian. 3.2. Pengedaran Uang Beberapa isu strategis selama triwulan IV 2011 yang terkait dengan pengedaran uang yakni terkait upaya pemenuhan kebutuhan uang kartal dalam rangka Natal dan tahun baru serta penutupan tahun anggaran 2011, upaya koordinasi dengan Pemerintah sebagai tindak lanjut pemberlakukan Undang-Undang tentang Mata Uang serta pembentukan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu. 1. Pemenuhan Uang Kartal Menghadapi Natal dan Tahun Baru serta Penutupan Tahun Anggaran 2011 Kebutuhan uang layak edar pada bulan Desember 2011 mengalami peningkatan signifikan sehubungan dengan perayaan Natal dan tahun baru serta kebutuhan tutup tahun anggaran 2011. Selama periode tersebut jumlah outflows uang layak edar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat mencapai Rp56,7 triliun 58 BANK INDONESIA atau meningkat 124,8% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 33,5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun terjadi peningkatan outflows yang signifikan, Bank Indonesia dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di seluruh wilayah di Indonesia dengan lancar dan tepat waktu. Kelancaran pemenuhan kebutuhan uang ditunjang upaya Bank Indonesia dengan menyusun rencana pemenuhan kebutuhan uang, meningkatkan distribusi uang serta memenuhi persediaan uang di seluruh wilayah kerja Kantor Bank Indonesia. 2. Tindak Lanjut Undang-undang Tentang Mata Uang Menindaklanjuti amanat Undang-undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, diperlukan beberapa penyesuaian pelaksanaan tugas dan kewenangan Bank Indonesia di bidang pengedaran uang. Penyesuaian antara lain terkait dengan (i). kewenangan mengeluarkan, mengedarkan, mencabut dan menarik uang rupiah; (ii). koordinasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam menetapkan pecahan uang, bahan baku uang, perencanaan, pencetakan, pemusnahan uang; serta (iii). koordinasi dan pembentukan badan pemberantasan rupiah palsu. Sehubungan dengan hal tersebut, pada triwulan IV 2011 Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan koordinasi dengan Pemerintah sebagai berikut: a. Menyepakati penyusunan nota kesepahaman tentang koordinasi perencanaan dan pencetakan, serta pemusnahan rupiah yang akan ditandatangani pada awal tahun 2012. b. Melakukan koordinasi dengan Pemerintah yang dipimpin oleh Kementerian Keuangan dalam rangka memberikan informasi mengenai proses pengolahan dan pemusnahan uang di Bank Indonesia. c. Melakukan pembahasan mengenai Pembentukan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu yang melibatkan instansi terkait yaitu Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia Selain kegiatan tersebut di atas, Bank Indonesia juga tetap melanjutkan langkah kebijakan pengedaran uang tahun 2011 untuk memenuhi kebutuhan uang di masyarakat yang difokuskan kepada tiga rancangan kebijakan, yaitu (i) peningkatan kualitas uang yang beredar dan pemenuhan permintaan uang sesuai kebutuhan, (ii) peningkatan efektivitas layanan kas di Bank Indonesia dan perbankan, serta (iii) pengembangan jangkauan operasional kas Bank Indonesia dengan mengikutsertakan peran perbankan dan instansi terkait. 1. Peningkatan Kualitas dan Pemenuhan Permintaan Uang Rupiah Sesuai Kebutuhan Untuk meningkatkan kualitas uang yang beredar, Bank Indonesia melakukan pemantauan kualitas rupiah, mengoptimalkan fungsi elemen pada desain uang kertas melalui upgrading desain uang kertas pecahan besar serta meningkatkan Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 59 penanggulangan peredaran uang palsu dengan perkembangan kegiatan sebagai berikut: a. Pemantauan Kualitas Rupiah Guna memantau dan mengetahui kualitas uang yang beredar, Bank Indonesia melakukan survei yang dilakukan di wilayah Jakarta dan 30 Kabupaten/Kota. Survei tersebut dilakukan terhadap 1.231 responden terdiri dari responden masyarakat dan perbankan. Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi antara lain: 1) Secara umum semakin besar pecahan uang, maka kondisi fisik uang yang beredar semakin baik kualitasnya. Hal ini dibuktikan dengan tingkat harapan responden yang lebih tinggi dari kondisi riil uang yang beredar untuk pecahan diatas Rp10.000. Sedangkan untuk pecahan Rp5.000 ke bawah, responden beranggapan kualitas uang yang beredar masih di bawah harapan. 2) Semakin jauh lokasi responden dari kantor Bank Indonesia, maka kualitas uang yang beredar di daerah tersebut secara umum semakin lusuh. 3) Adanya kecenderungan masyarakat melakukan pembayaran dengan menggunakan uang lusuh dibandingkan dengan uang bagus. Hasil survei tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai informasi bagi penyempurnaan kebijakan ke depan terkait dengan penggunaan bahan uang, desain uang, sosialiasi uang Rupiah, layanan kas luar kota, dan penetapan standar uang layak edar. a. Meningkatkan Pengamanan Uang Rupiah Dalam rangka pengkinian atau penyempurnaan unsur pengaman uang, Bank Indonesia mengubah sebagian elemen desain (upgrading) uang rupiah pecahan Rp20.000, Rp50.000, dan Rp100.000. Selain meningkatkan unsur keamaan, dengan upgrading uang rupiah tersebut diharapkan masyarakat akan lebih mudah mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah. Adapun pengedaran ketiga pecahan tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2011. b. Meningkatkan Efektivitas Penanggulangan Pemalsuan Rupiah Jumlah temuan rupiah palsu pada triwulan IV 2011 (sampai dengan November) menurun sebesar 31,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sejalan dengan penurunan jumlah temuan rupiah palsu tersebut, rasio uang palsu terhadap uang kertas yang diedarkan juga menurun dari 15 lembar menjadi 9 lembar temuan rupiah palsu per sejuta lembar. Berdasarkan penyebaran temuannya, sebagian besar uang palsu berada di wilayah 60 BANK INDONESIA Jabodetabek dan wilayah Jawa Timur, masing-masing mencapai 27,19% dan 10,46% dari total temuan uang palsu. Menurunnya jumlah temuan uang palsu tersebut tidak terlepas dari strategi kebijakan yang dilakukan secara kontinyu oleh Bank Indonesia dalam menanggulangi peredaran uang palsu baik yang dilakukan secara preventif dan represif. Upaya preventif yang dilakukan pada triwulan IV 2011 meliputi peningkatan informasi mengenai pemalsuan uang dan keaslian uang rupiah di media elektronik dan media cetak, edukasi langsung ke berbagai kalangan melalui sosialisasi dan training for trainers. Selain itu Bank Indonesia juga menggunakan sarana pagelaran kesenian tradisional di wilayah Bandar Lampung dan Palembang sebagai media penyampaian informasi. Adapun upaya represif dilakukan melalui peran serta Bank Indonesia sebagai saksi ahli dalam kasus penanganan pidana pemalsuan uang, serta Satuan Tugas penanganan tindak pidana pemalsuan uang dengan Kepolisian Republik Indonesia. 2. Peningkatan Efektivitas Operasional Kas di Bank Indonesia dan Perbankan Dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas operasional kas di Bank Indonesia dan perbankan, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan sistem dan prosedur layanan kas yang bersifat “customer oriented”. Untuk mendukung hal tersebut, Bank Indonesia melakukan studi kelayakan Sentra Pengedaran Uang (SPU), serta pemantauan terhadap kegiatan pengolahan rupiah dan layanan nasabah. a. Studi Kelayakan SPU Studi kelayakan SPU dilatarbelakangi adanya kebutuhan Bank Indonesia untuk melakukan kegiatan pengedaran uang yang terintegrasi. Upaya tersebut didukung dengan kelancaran jalur transportasi, keamanan, ketersediaan khazanah yang memadai, serta kemungkinan penerapan teknologi tepat guna dalam kegiatan operasional kas. Rekomendasi yang dihasilkan antara lain alternatif lokasi SPU yang didukung dengan pengembangan dan penggunaan standar baru fasilitas pengamanan serta fasilitas kerja yang modern dan terotomasi. b. Pemantauan Kegiatan Pengolahan Rupiah dan Layanan Nasabah oleh Perbankan dan Perusahaan Cash in Transit (CIT). Guna memastikan kualitas layanan yang dilakukan oleh perbankan, Bank Indonesia melakukan pemantauan kualitas pengolahan (sortasi) uang di perbankan baik secara tidak langsung (offsite) melalui pemantauan laporan bank, maupun melalui pemeriksaan secara langsung (onsite). Selama tahun 2011, pemantauan langsung (onsite) kegiatan pengelolaan uang rupiah dan layanan kepada nasabah dilakukan terhadap 4 bank di wilayah Pematang Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 61 Siantar, 3 CIT di wilayah KBI Semarang, 3 CIT dan 3 bank di wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia, serta 2 bank di wilayah KBI Malang. 3. Pengembangan Layanan Kas dengan Meningkatkan Peran Perbankan dan Instansi Terkait Wilayah Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang memiliki banyak daerah terpencil serta berbatasan dengan negara lain. Berdasarkan pemantauan Bank Indonesia, kondisi uang yang beredar di daerah terpencil dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam kondisi lusuh/tidak layak edar. Untuk beberapa pecahan tertentu, sirkulasi uang terhambat karena masalah geografis. Guna menjangkau kebutuhan uang rupiah ke berbagai wilayah tersebut, Bank Indonesia melanjutkan kegiatan layanan kas di daerah terpencil, sebagaimana telah dilakukan pada triwulan III 2011. Pada triwulan IV 2011, Bank Indonesia telah melakukan layanan penukaran rupiah layak edar ke beberapa wilayah perbatasan yaitu Negeri Lama (Sumut), Bengkayang (Kalbar), serta Berau dan Malinau (Kaltim). Selain wilayah tersebut, pada triwulan I s.d III 2011 Bank Indonesia telah melakukan layanan penukaran uang daerah terpencil pada 4 propinsi yaitu Kepulauan Seribu di Propinsi DKI Jakarta; Kepulauan Sangir Laut di Propinsi Sulawesi Utara; Kepulauan Natuna dan Bintan di Propinsi Riau; serta Kepulauan Ternate di Propinsi Maluku Utara. Layanan kas di wilayah perbatasan dan darah terpencil dapat berjalan lancar didukung oleh kerjasama antara Bank Indonesia dengan Tentara Nasional Republik Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) dan Kepolisian RI (Polri). Kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk penyediaan transportasi oleh TNI AL dan Polri. Dalam rangka menjaga kesinambungan kerjasama tersebut, telah dilakukan pembahasan antara Bank Indonesia dengan TNI AL yang akan dituangkan dalam kesepakatan bersama yang akan ditandatangani pada awal tahun 2012. Selanjutnya, guna mengetahui pencapaian kinerja Bank Indonesia khususnya di bidang pengedaran uang, Bank Indonesia melakukan survei tingkat kepuasan masyarakat atas ketersediaan uang layak edar. Kelompok masyarakat yang menjadi responden adalah perbankan, dunia usaha, dan masyarakat umum. Hasil survei tahun 2011 mengkonfirmasikan angka indeks tingkat kepuasan masyarakat terhadap uang layak edar mencapai 4,67 (skala 1-6). Hasil tersebut mengalami peningkatan dari indeks kepuasan tahun sebelumnya sebesar 4,61. Ditinjau dari aspek penilaiannya, nilai tingkat kepuasan tertinggi diberikan terhadap atribut sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah dengan nilai indeks 4,78. Adapun aspek penilaian terhadap uang palsu yang beredar memperoleh tingkat kepuasan terendah dengan nilai indeks 4,43. 62 BANK INDONESIA 4. Kerjasama Internasional Dalam mendukung pelaksanaan tugasnya, pada triwulan IV dan selama tahun 2011 Bank Indonesia berpartisipasi aktif melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga internasional di tataran bilateral, regional maupun internasional. 1. Kerjasama ASEAN Kegiatan kerjasama ASEAN selama tahun 2011 tetap fokus pada kerjasama keuangan, dalam,upaya meningkatkan stabilitas sektor keuangan ASEAN serta liberalisasi dan integrasi sektor keuangan ASEAN menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) pada tahun 2015. Terpilihnya Indonesia sebagai chairman ASEAN periode 2011 dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-16, April 2010, di Vietnam, membawa konsekuensi Indonesia mengkoordinasikan arah kerjasama ASEAN selama tahun 2011 serta bertindak sebagai tuan rumah untuk sebagian besar pertemuan ASEAN dan ASEAN+3. Selain itu, Bank Indonesia berperan aktif dalam mengimplementasikan jadwal strategis menuju aliran jasa keuangan, khususnya perbankan yang bebas, serta jadwal strategis menuju aliran modal yang lebih bebas di ASEAN. Dalam hal ini Bank Indonesia mengawal inisiatif integrasi sektor keuangan ASEAN agar tetap konsisten dengan agenda nasional dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan keuangan domestik dan kawasan. Secara spesifik, kegiatan yang dilaksanakan Bank Indonesia meliputi (1) koordinasi secara rutin dan intensif dengan Kementerian Keuangan, khususnya dalam penyusunan posisi Indonesia dalam berbagai isu strategis yang berkembang selama proses liberalisasi dan integrasi keuangan; dan (2) berpartisipasi aktif dalam berbagai pertemuan sektor keuangan ASEAN. Fokus pembahasan dalam berbagai pertemuan sektor keuangan ASEAN selama tahun 2011 meliputi: a. Pembahasan ASEAN Surveillance Report 2010, yang merupakan laporan tahunan ASEAN terkait surveillance kondisi makroekonomi kawasan serta sejauh mana proses integrasi ekonomi di kawasan berlangsung selama 2010. b. Melanjutkan proses pengembangan dan integrasi pasar modal, yang dilakukan secara terpisah antara ASEAN-5 (kelompok negara dengan pasar modal yang lebih maju) dengan BCLMV (kelompok negara dengan pasar modal yang belum maju atau belum memiliki pasar modal). Komite teknis pengembangan pasar modal ASEAN telah menyusun Bond Market Development Scorecard yang akan digunakan sebagai media untuk mengetahui aspek-aspek yang perlu difokuskan dalam pengembangan pasar obligasi kawasan, baik dari sisi penerbit maupun investor. Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 63 c. Melanjutkan proses liberalisasi aliran modal, dengan menyusun serangkaian jadwal strategis liberalisasi yang saat ini implementasinya telah memasuki tahun ke-4, yang dilakukan oelh komite teknis. Selain itu, guna memastikan proses liberalisasi berjalan dengan baik, komite teknis juga merancang sejumlah program capacity building termasuk pada area monitoring capital flows. d. Melanjutkan proses liberalisasi dan integrasi jasa keuangan. Dengan telah selesainya perundingan putaran ke-lima liberalisasi jasa keuangan ASEAN dalam kerangka ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), ASEAN akan melanjutkan dengan putaran perundingan ke-enam yang dimulai pada tahun 2011 dan diharapkan dapat diselesaikan pada 2013. Selain itu, negara ASEAN juga melanjutkan proses perundingan dengan Mitra Dialog dalam kerangka ASEAN Free Trade Arrangement (AFTA) dengan Mitra Dialog. Saat ini perundingan yang tengah berlangsung adalah FTA antara ASEAN dengan India. e. Melanjutkan upaya pengembangan sistem pembayaran dan setelmen, dengan mulai mengimplementasikan berbagai rekomendasi dari lima kajian yang telah selesai dilakukan diikuti dengan program capacity building yang sesuai. Kelima kajian dimaksud meliputi Cross Border Trade settlement, Cross Border Money Remittance, Cross Border Retail Payment Systems, Cross Border Capital Market Settlement, dan Standardization. Selanjutnya, dalam rangka fasilitasi integrasi perbankan ASEAN, pertemuan Senior Level Committee (SLC) di Manila pada Juni 2011 telah membentuk Task Force on ASEAN Banking Integration Framework (ABIF) dengan co-chairs Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia. Task force bertugas membantu SLC menyusun rencana kongkrit integrasi perbankan ASEAN dan monitoring proses implementasinya. Terdapat 4 workstream dalam ABIF sesuai dengan prakondisi integrasi perbankan, yaitu: 1. Workstream on Harmonization of Prudential Regulations , dengan MAS dan Bank Indonesia sebagai koordinator. 2. Workstream on Financial Stability Infrastructure dengan Bank of Thailand (BOT) dan Bank Indonesia sebagai koordinator. 3. Workstream on Capacity Building dengan BOT dan Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) sebagai koordinator. 4. Workstream on Qualified ASEAN Banks (QAB) dengan MAS dan Bank Indoensia sebagai koordinator. 64 BANK INDONESIA Dalam rangka penyempurnaan dan penyebaran survey dan konsolidasi rencana kerja workstream ke depan, telah dilakukan pertemuan masing-masing koordinator workstream di Malaysia pada bulan Desember 2011. Kompilasi hasil survey diharapkan selesai pada awal Februari 2012 yang selanjutnya akan digunakan dalam menyusun gap analysis yang akan dilaporkan dalam pertemuan SLC ke 3 di Vietnam yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 9 Maret 2012. 2. Kerjasama ASEAN dengan Mitra Dialog (ASEAN+3) Selain aktif dalam forum kerja sama yang dilakukan antarnegara ASEAN, Bank Indonesia juga melakukan kerja sama dengan negara mitra dialog (dialogue partner), khususnya pada kerja sama ASEAN+3. Kerjasama tersebut terdiri dari pengembangan mekanisme menolong diri sendiri di saat krisis (regional self help mechanism), pengembangan pasar obligasi, dan pengembangan kapasitas surveillance. Bank Indonesia bersama dengan Kementerian Keuangan berpartisipasi aktif dalam pengembangan regional self help mechanism dan pengembangan kapasitas surveillance. Pengembangan regional self help mechanism dilakukan melalui pembentukan beberapa fasilitas likuiditas yang dapat memberikan bantuan keuangan jangka pendek kepada anggota yang menghadapi krisis likuiditas/neraca pembayaran (crisis resolution). Beberapa fasilitas crisis resolution yang telah dibentuk yaitu Bilateral Swap Arrangement (BSA) dan Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM). Selain itu, BI juga secara aktif mengembangkan kerja sama bilateral yang bersifat self help mechanism, diantaranya dengan People’s Bank of China (PBC) melalui kerja sama Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA). Pada triwulan IV 2011, pembahasan di regional masih difokuskan pada upaya crisis prevention di kawasan, implementasi unit surveillance independen ASEAN+3, dan eksplorasi area kerja sama keuangan baru. Pada pertemuan level Deputies yang diselenggarakn awal Desember, telah tercapai kesepakatan perlunya memperkenalkan fasilitas crisis prevention di kawasan untuk memperkuat fasilitas crisis resolution yang saat ini telah dimiliki. Isu pembiayaan dan modalitas fasilitas serta kolaborasi unit surveillance independen kawasan, yaitu ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO), dengan lembaga internasional lainnya merupakan isu-isu yang memerlukan diskusi lebih lanjut. Untuk meningkatkan peranan AMRO sebagai unit surveillance independen, telah disepakati diperlukannya peningkatan kapasitas organisasi AMRO, dan peningkatan status hukum AMRO menjadi sebuah lembaga internasional. Sementara itu, studi yang tengah dilakukan untuk mengeksplorasi area kerja sama keuangan baru terus berlanjut. Ketiga area kerjasama baru yang menjadi fokus perhatian meliputi isu pembiayaan infrastruktur, asuransi bencana alam, dan penggunaan mata uang Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 65 lokal untuk perdagangan regional. Bank Indonesia dalam hal ini terlibat dalam pelaksanaan studi penggunaan mata uang lokal bagi penyelesaian transaksi perdagangan di kawasan. Selama tahun 2011 aktivitas yang dilakukan oleh Bank Indonesia di fora kerjasama ASEAN + 3 antara lain (i) operasionalisasi unit surveillance independen ASEAN + 3, (ii) Pembentukan crisis prevention mechanism di kawasan, dan (iii) Eksplorasi area kerja sama keuangan baru. 3. Kerjasama Bank Sentral a. The Executives Meeting of East Asia-Pacific Central Banks (EMEAP)21 Pembahasan forum kerjasama bank sentral di kawasan EMEAP selama tahun 2011 fokuspada isu-isu ketidakseimbangan global, aliran modal, peningkatan harga komoditas global, dan penguatan kerjasama bank sentral di kawasan EMEAP. Bank sentral/otoritas moneter anggota EMEAP menekankan pentingnya penguatan monitoring dan surveillance, global regulatory requirement, serta macroprudential regulation frameworks. Selain itu, anggota EMEAP sepakat untuk: (a) membentuk sistem pertukaran informasi guna memperkuat monitoring terhadap aliran modal, (b) memperkuat jejaring pengaman keuangan regional dengan perluasan CMIM dan central bank currency swap lines, (c) mengembangkan pasar keuangan regional, dan (d) penguatan EMEAP Crisis Management Framework (CMF). Pada pertemuan EMEAP Deputies’ Meeting bulan November 2011, para Deputies membahas antara lain: 1) Penguatan financial safety net (FSN), guna mengantisipasi potensi risiko pembalikan arus modal yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan keuangan di kawasan. Penguatan FSN dilakukan melalui penggunaan foreign exchange (FX) Swaps, Cross Border Collateral Arrangements (CBCA), dan Asset Purchase Program. Dalam pertemuan Deputies berpendapat bahwa FX Swaps lines merupakan instrumen FSN yang saat ini paling memungkinkan untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek. Mekanisme implementasi FX Swap lines antara EMEAP dengan beberapa bank sentral negara maju saat ini masih dalam pembahasan di level teknis. 21The Executives Meeting of East Asia-Pacific Central Banks (EMEAP), adalah organisasi kerjasama antara bank sentral dan otoritas moneter di kawasan Asia Timur dan Pasifik. EMEAP terdiri dari 11 anggota yaitu Reserve Bank of Australia, People’s Bank of China, Hong Kong Monetary Authority, Bank Indonesia, Bank of Japan, The Bank of Korea, Bank Negara Malaysia, Reserve Bank of New Zealand, Bangko Sentral ng Pilipinas, Monetary Authority of Singapore, dan Bank of Thailand. 66 BANK INDONESIA 2) Over the Counter (OTC) Derivative Reforms. Para Deputies membahas kendala yang dihadapi oleh bank sentral dan otoritas moneter dalam melakukan standarisasi OTC derivative contracts sebagai tindak lanjut dari kesepakatan G20 Pittsburg Summitt 2009. Beberapa kendala yang dihadapi diantaranya: (i) harus memenuhi persyaratan tertentu oleh beberapa otoritas non EMEAP khususnya terkait dengan reporting dan settlement requirements, (ii) terdapat conflicting requirements antara home dan host regulator, dan (iii) ketidakseragaman perdagangan OTC derivative contracts antara satu yurisdiksi dengan yang lainnya. Terkait dengan kendala-kendala tersebut, Deputies sepakat untuk membentuk Interest Group (IG) OTC Derivatives. IG OTC Derivatives bertujuan untuk menanalisa kendala-kendala yang dihadapi dan mencarikan alternatif solusi permasalahan. 3) Penguatan koordinasi di kawasan EMEAP. Para Deputies membahas dampak krisis Eropa terhadap stabilitas ekonomi dan keuangan di kawasan EMEAP yang dapat menjalar ke kawasan melalui jalur perdagangan, perbankan dan nilai tukar. Menyikapi hal ini, para Deputies sepakat untuk memperkuat kerjasama antara lain (i)pertukaran informasi melalui dealing room network dan teleconferences, (ii) melakukan bilateral swap arrangements, dan (iii) kerjasama dalam melakukan deposit guarantees. b. Koordinasi dan Sharing Informasi antar Bank Sentral/Otoritas Moneter Anggota SEACEN22 Berbagai tantangan yang dihadapi bank sentral/otoritas moneter di kawasan SEACEN pascakrisis keuangan global dan upaya peningkatan kerjasama di kawasan SEACEN mewarnai pembahasan pertemuan SEACEN tahun 2011. Negara anggota SEACEN sepakat untuk memperkuat kerjasama antar bank sentral khususnya di bidang pengawasan lintas batas dengan membentuk colleges of supervisors (COS). COS dimaksudkan untuk memfasilitasi diskusi antar supervisors (supervisory discussion) dalam rangka pertukaran informasi berbagai isu terkait pengawasan bank. Informasi termasuk isu risiko sistemik dari bank asing, baik internasional ataupun regional bank yang aktif beroperasi dan dominan di kawasan SEACEN. Selain itu, dalam rangka peningkatan kapasitas SDM, memperkuat jejaring dan kerjasama antar bank sentral SEACEN, para Gubernur bank sentral telah menyetujui program kerja SEACEN 22 SEACEN atau South East Asian Central Banks adalah forum kerjasama bank sentral/otoritas moneter kawasan Asia Pasifik yang beranggotakan 17 negara yaitu: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei, Cambodia, Myanmar, Vietnam, Korea, China, Taiwan, Fiji, Mongolia, Nepal, Papua NG, dan Sri Lanka. Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 67 periode 2011-2012. Program kerja SEACEN tersebut bertujuanuntuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan SDM bank sentral di kawasan SEACEN, khususnya di bidang kebijakan makroekonomi dan moneter, stabilitas sistem keuangan dan pengawasan perbankan, sistem pembayaran, serta aspek tata kelola (governance) bank sentral. 4. Kerjasama Forum G-20 Sebagai salah satu anggota G-20, Indonesia mempunyai posisi strategis mengingat Indonesia merupakan bagian dari kelompok negara emerging and developing countries (EMDCs), sehingga posisi Indonesia sering dianggap mewakili kepentingan EMDCs. Selain itu, Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota ASEAN yang menjadi anggota G-20, terlebih pada tahun 2011 Indonesia menjabat sebagai ketua ASEAN. Sejalan dengan peran penting Indonesia dalam forum G-20, selama tahun 2011, Bank Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Keuangan berperanaktif dalam forum G-20. Peran aktif tersebut dalam membahas dan menyelesaikan berbagai isu-isu perekonomian dan keuangan global serta menetapkan respon posisi-posisi Indonesia khususnya di sektor keuangan. Selain itu, Bank Indonesia juga aktif mendukung dan memberikan masukan kepada Pemerintah pada pembahasan sektor lainnya, seperti pembangunan dan jalur pertanian, terutama dalam menyusun posisi-posisi negara Republik Indionesia sesuai kepentingan nasional. Partisipasi aktif Bank Indonesia dalam pertemuan G-20, dilakukan baik pada pertemuan tingkat Deputies, pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, serta pertemuan tingkat pemimpin negara (Leaders Summit). Pertemuan-pertemuan G-20 selama tahun 2011 yang dihadiri oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut: Tanggal Pertemuan Tempat 18-19 Februari G-20 Finance Ministers' and Central Bank Governors' Meeting Paris, Perancis 15 April G-20 Finance Ministers' and Central Bank Governors' Meeting Washington DC, AS 23 September G-20 Finance Ministers' and Central Bank Governors' Meeting Washington DC, AS 14-5 Oktober G-20 Finance Ministers' and Central Bank Governors' Meeting Paris, Perancis 3-4 November G-20 Leaders' Summit Cannes, Perancis Disamping pertemuan-pertemuan tersebut, Bank Indonesia juga ikut berpartisipasi dalam berbagai seminar, workshop maupun teleconferences yang diselenggarakan dalam pertemuan G-20. Partisipasi tersebut dilakukan sebagai upaya bersama untuk mencari solusi berbagai permasalahan ekonomi dan keuangan yang dihadapi berbagai negara di dunia dewasa ini. Partisipasi aktif Bank Indonesia tidak hanya dalam pertemuan-pertemuan G-20, melainkan juga dalam pertemuan-pertemuan forum-forum yang mengimplementasikan kesepakatan-kesepakatan G-20, seperti BIS, Financial 68 BANK INDONESIA Stability Board (FSB), dan BCBS. Tidak terbatas hanya terlibat dalam pembahasan merumuskan regulatory sektor keuangan global, peran aktif Bank Indonesia dilakukan dalam proses implementasi/tindaklanjut kesepakatan-kesepakatan di tingkat nasional, khususnya terkait sektor perbankan, moneter dan nilai tukar. Terkait hal tersebut serta dalam rangka persiapan perumusan posisi-posisi RI, Bank Indonesia juga berperan aktif dalam berbagai pertemuan koordinasi tingkat nasional dengan pemerintah RI dan institusi-institusi terkait. 5. International Monetary Fund (IMF) Selama tahun 2011, Bank Indonesia berpartisipasi dalam 2 rangkaian sidang IMF, yaitu IMF-World Bank Spring Meeting, yang diselenggarakan pada tanggal 15-17 April 2011 di Washington DC, serta IMF-WB Annual Meeting yang diselenggarakan pada tanggal 23-24 September 2011 di Washington DC. Pembahasan dalam siding-sidang tersebut mencakup perkembangan perekonomian dan sistem keuangan global serta isu-isu yang terkait dengan upaya untuk mencapai pemulihan ekonomi global yang cukup kuat dan berkesinambungan. Isu-isu yang dibahas pada IMF-WB Spring Meeting terkait perkembangan ekonomi global, stabilitas keuangan global, serta International Monetary System yang mencakup surveillance, capital flows, liquidity dan governance reform. Dalam pertemuan tersebut, Bank Indonesia berperan aktif menyuarakan kepentingan Indonesia atas beberapa isu a.l. surveillance dan aliran modal (capital flows). Terhadap isu aliran modal, IMF berkomitmen memberikan dukungan termasuk advis kebijakan bagi negara anggota dalam pengelolaan permasalahan aliran modal. Negara yang tergabung dalam South East Asia Voting Group (SEAVG) menyambut baik pandangan IMF yang mulai terbuka terhadap kemungkinan penerapan berbagai kebijakan, termasuk capital control. Dalam IMF-WB Spring Meeting juga dihasilkan kesepakatan dan kesamaan pandangan dari negaranegara yang tergabung dalam International Monetary Finance Committee (IMFC) terhadap ekonomi global. Disepakati perlunya tindakan yang kredibel untuk mempercepat kemajuan dalam mengatasi kerentanan di sektor keuangan, konsolidasi fiskal di negara maju, dan pencegahan overheating di negara emerging. Para Gubernur IMF memberikan komitmen melanjutkan kerjasama dalam mengatasi dampak spillovers dan mengamankan pertumbuhan kuat dan berimbang. Pada IMF-WB Annual Meeting 2011, beberapa isu yang dibahas terkait hasil surveillance IMF atas perkembangan ekonomi global serta rencana tindak Managing Director (MD) IMF. Berdasarkan hasil surveillance IMF, perkembangan ekonomi global memasuki fase berbahaya. Di negara maju, adverse feedback loop antara sektor riil dan sektor finansial semakin menguat, ketidakpastian pemulihan ekonomi semakin meningkat akibat policy indecision dan proses demand Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 69 rebalancing tertunda. Di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi akan mengalami siklus perlambatan. Dengan kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan hanya mencapai 4% di tahun 2011 dan 2012. Pertumbuhan ekonomi global dapat lebih rendah dari 4% apabila risiko semakin meningkat. Hal ini ditandai meningkatnya ketidakpastian dan perilaku risk aversion, tidak berfungsinya pasar keuangan, terus berlanjutnya permasalahan utang, turunnya permintaan serta meningkatnya pengangguran. Untuk itu, IMF menyerukan para pengambil kebijakan untuk mengambil langkah bersama guna memulihkan perekonomian global. Untuk tujuan tersebut diharapkan agar AS dan Jepang untuk memprioritaskan proses konsolidasi fiskal jangka menengah, Eropa memperkuat sektor perbankan serta melakukan langkah memutus feedback loop negatif antara sektor perbankan dan sektor riil. Sedangkan untuk negara berkembang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan inklusif, yaitu berorientasi pada domestik, menurunkan tekanan inflasi serta memperkuat ketahanan menghadapi volatilitas aliran modal. Guna mengatasi ancaman terhadap stabilitas global, MD IMF mengemukakan rencana tindak yang akan dilakukan. Rencana tindak tersebut antara lain mencakup penguatan surveillance IMF, penguatan global financial safety net serta dukungan untuk low income countries (LIC). Selain itu, perumusan capital flows management yang komprehensif, fleksibel dan seimbang serta penyusunan indikator kecukupan cadangan devisa juga menjadi prioritas dalam rencana tindak MD IMF. Rencana tersebut disambut baik oleh IMFC dan menyerukan agar IMF berperan dalam mengatasi krisis saat ini serta mencegah terulangnya krisis ke depan. Peran IMF governance reform menjadi sangat penting guna mendukung legitimasi IMF,. Untuk itu, IMFC akan mengupayakan agar Quota and Governance reform 2010 dapat berlaku efektif sesuai target, yaitu pada saat IMF Annual Meeting 2012. IMFC juga menghimbau IMF untuk menyelesaikan review yang komprehensif mengenai formula kuota pada bulan Januari 2013. 5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan Guna meningkatkan efektivitas implementasi berbagai kebijakannya, Bank Indonesia secara intensif melakukan komunikasi dan edukasi kepada stakeholders. Melalui berbagai media penyampaian informasi, Bank Indonesia berupaya agar perkembangan kondisi ekonomi, moneter, perbankan dan sistem pembayaran serta arah kebijakan Bank Indonesia menjadi jelas dan dapat dipahami, sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. Komunikasi dan edukasi kebijakan dilakukan melalui berbagai media antara lain penyampaian publikasi, siaran pers, pidato Dewan Gubernur, konferensi pers, dan pencantuman data dan informasi melalui website Bank Indonesia. Bank Indonesia juga 70 BANK INDONESIA melakukan sosialisasi, edukasi dan pelatihan kepada stakeholders yang terkait langsung dengan kebijakan (misal: perbankan, asosiasi, kalangan industri, instansi terkait dan akademisi) maupun kepada masyarakat melalui pesan layanan masyarakat di berbagai media komunikasi. Selain komunikasi dan edukasi, Bank Indonesia juga melakukan berbagai kegiatan yang terfokus. Di bidang moneter, Bank Indonesia secara regular melakukan diseminasi hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan yang memutuskan stance kebijakan moneter. Di bidang perbankan, Bank Indonesia mendiseminasikan berbagai kebijakan baru yang diterbitkan, diantaranya mengenai kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit. Sosialisasi kebijakan dilakukan selain kepada pihak perbankan juga kepada masyarakat. Dengan adanya informasi secara luas, diharapkan akan mendorong industri perbankan Indonesia menjadi semakin transparan sehingga tercipta kompetisi yang sehat dan terwujudnya tingkat efisiensi perbankan yang lebih baik. Sosialisasi mengenai kebijakan transparansi SBDK diantaranya dilakukan di kota Bandung, Pontianak dan Denpasar, dan ke depan akan dilakukan di kota-kota lainnya. Selain melalui kegiatan sosialisasi, Bank Indonesia pada Desember 2011 telah mempublikasikan informasi SBDK bank di website Bank Indonesia. Selain sosialisasi mengenai kebijakan SBDK, Bank Indonesia juga melakukan sosialisasi agar masyarakat lebih mengenal jasa layanan perbankan, termasuk untuk lebih memahami risiko dari produk-produk perbankan. Terkait upaya pengembangan perbankan syariah, Bank Indonesia masih melanjutkan program iB Campaign. Kegiatan ini dilakukan guna memperkenalkan keberagaman produk dan jasa iB perbankan syariah. Disamping itu, Bank Indonesia bersama dengan bank-bank syariah turut serta mendukung kegiatan pembiayaan pada beberapa expo baik di Jakarta maupun di daerah. Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia juga aktif melakukan sosialisasi layanan transaksi pembayaran yang aman serta pengenalan keaslian uang rupiah. Selain melakukan komunikasi dan edukasi yang terkait dengan kebijakan, Bank Indonesia juga melakukan upaya penciptaan persepsi positif kondisi ekonomi Indonesia dimata investor. Untuk itu, Bank Indonesia melalui Investor Relation Unit (IRU) secara kontinyu melakukan berbagai kegiatan investor relations. Keberadaan IRU saat ini menjadi semakin penting di tengah optimisme dalam mendukung status investment grade Indonesia yang akhirnya dicapai pada akhir tahun 2011. Selama triwulan IV 2011, IRU telah melaksanakan berbagai kegiatan sebagai berikut: 1. Sebagai koordinator dalam meningkatkan sovereign credit rating Indonesia, IRU menerima kunjungan (annual rating visit) dari lembaga pemeringkat sovereign credit rating yaitu Fitch Rating. Berdasarkan hasil rating visit , pada tanggal 15 Desember 2011 Fitch Ratings menaikkan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia menjadi BBB-/Stable (foreign and local-currency bond ratings) dari Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 71 BB+/Positive. Kenaikan rating tersebut menempatkan kembali Indonesia pada posisi Investment Grade yang terakhir dicapai pada tahun 1997. Selain Fitch, lembaga pemeringkat Moody’s juga melaksanakan annual visit pada tanggal 1214 Desember 2011. Selain lembaga pemeringkat kredit, IRU juga menerima kunjungan investor asing. Selain sebagai salah sarana untuk mendiseminasikan informasi mengenai perkembangan perekonomian Indonesia terkini, kegiatan ini juga digunakan sebagai sarana tukar menukar informasi sebagai masukan bagi perumusan kebijakan Bank Indonesia. 2. Dalam rangka pengkinian informasi mengenai perekonomian Indonesia dan menjaga persepsi positif dalam mendukung iklim investasi Indonesia, IRU memfasilitasi diseminasi informasi kepada investor di luar negeri. Kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap 3 bulan melalui investor conference call. Sebagai pembicara dalam kegiatan ini diwakili oleh 3 instansi yakni Bank Indonesia, Badan Kebijakan Fiskal (BKF-Kemenkeu), dan Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (DJPUKemenkeu). 3. Membantu Pemerintah dalam penerbitan Surat Utang Negara (SUN) valas yang mencakup penyiapan materi, pelaksanaan roadshow ke investor di beberapa negara di Eropa dan Amerika Serikat, serta persiapan penatausahaan SUN valas tersebut pada saat diterbitkan. 4. Dalam rangka penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Global Sukuk) 2011, IRU terlibat dalam rangkaian kegiatan antara lain pelaksanaan Non Deal Roadshow pada tanggal 14-19 Oktober 2011, Due Dilligence Offering Memorandum pada tanggal 15-16 September 2011 dan Proof Read Offering Memorandum 6-8 Oktober 2011. Global Sukuk 2011 yang diterbitkan pada tanggal 14 November 2011 meraih dana sebesar senilai USD1milyar dengan yield 4,00%. 5. Dalam rangka penerbitan Surat Berharga Negara (GMTN) 2012, IRU terlibat dalam rangkaian kegiatan antara lain pelaksanaan Non Deal Roadshow pada tanggal 6-13 Desember 2011, Due Dilligence Offering Memorandum pada tanggal 28 November 2011 dan Proof Read Offering Memorandum 19 Desember 2011. GMTN 2012 yang diterbitkan pada tanggal 9 Januari 2011 bernilai USD1,75 milyar dengan yield 5,375%. 6. Menyediakan data dan informasi ekonomi Indonesia secara berkala bagi stakeholders melalui berbagai media seperti melalui situs Bank Indonesia dan berbagai investors meeting secara regular. Hasil kinerja IRU Bank Indonesia mendapatkan pengakuan dari Institute of International Finance (IIF) di Washington D.C. Berdasarkan Publikasi IIF bulan September 2011, IRU Bank Indonesia mendapatkan skor 38, sehingga menduduki posisi ranking pertama 72 BANK INDONESIA bersama dengan Brazil dan Turki. Hasil penilaian tersebut meningkat dibandingkan dengan penilaian tahun 2010 dimana IRU BI mendapat skor 36 dan menduduki ranking 3. Survei oleh IIF dilakukan terhadap 38 negara. Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 73 Halaman ini sengaja dikosongkan 74 BANK INDONESIA Bab 4 Manajemen Intern Bank Indonesia Guna mendukung pelaksanaan tugas pokok Bank Indonesia secara akuntabel dan dilakukan dalam koridor tata kelola organisasi yang baik, selama triwulan IV dan keseluruhan tahun 2011 Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan strategis dibidang pendukung internal. Guna mewujudkan prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi kepada publik, Bank Indonesia juga secara tepat waktu memenuhi berbagai kewajiban yang diamanat dalam UU tentang Bank Indonesia. 1. Akuntabilitas dan Transparansi Melanjutkan pelaksanaan strategi pada triwulan-triwulan sebelumnya di tahun 2011, seluruh Satuan Kerja Bank Indonesia pada triwulan IV 2011 telah menjalankan fungsi dan tugasnya guna mencapai target akhir tahun 2011. Dengan tetap memperhatikan perkembangan lingkungan dan isu strategis periode tersebut, berbagai program kerja di sektor moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan manajemen intern telah dilaksanakan oleh Satuan Kerja sehingga memberikan kontribusi positif untuk pencapaian tujuan utama Bank Indonesia “mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah”. Sebagai salah satu bentuk akuntabilitas, Bank Indonesia telah melakukan survei kepada stakeholders eksternal yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan keyakinan stakeholders terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia selama tahun 2011. Selain survey kepada stakeholders eksternal, juga telah dilakukan pula survei kepada internal Bank Indonesia guna mengevaluasi kualitas pelaksanaan tugas Satuan Kerja, antara lain dalam pengendalian keuangan, pelayanan penyediaan logistik, serta dukungan dan penyediaan fasilitas teknologi informasi. Selain untuk mengetahui pencapaian pelaksanaan tugas tahun 2011, hasil survei tersebut dan analisanya juga akan menjadi masukan dalam rangka perbaikan pelaksanaan tugas Bank Indonesia ke depan. Hasil survey tersebut juga digunakan sebagai evaluasi atas pencapaian kinerja Satuan Kerja dan Bank Indonesia oleh anggota Dewan Gubernur pada awal tahun 2012. Bersamaan dengan kegiatan di triwulan IV 2011, sesuai siklus Sistem Perencanaan Strategis, Anggaran dan Manajemen Kinerja (SPAMK) dan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang, Bank Indonesia telah menyampaikan Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia (RATBI) 2012 kepada Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR-RI). RATBI tersebut disusun berdasarkan program kerja dan anggaran masing-masing Satuan Kerja yang merupakan penjabaran dari Peta Strategi (Strategy Map) Bank Manajemen Intern Bank Indonesia 75 Indonesia tahun 2012 berdasarkan hasil Forum Strategis (Forstra) Bank Indonesia bulan Agustus 2011 lalu. Secara prinsip, DPR-RI telah menyetujui rencana Anggaran Operasional Tahunan Bank Indonesia Tahun 2012 tersebut. Selanjutnya dalam upaya memperlancar mekanisme berjalannya siklus SPAMK, khususnya dalam rangka memperkuat keselarasan antara Strategi Bank Indonesia tahun 2012 serta program kerja Satuan Kerja (vertical alignment) dan keselarasan program kerja antar Satuan Kerja terkait (horizontal alignment), Bank Indonesia telah melakukan pula penyempurnaan proses operasionalisasi strategi. Kegiatan tersebut dilakukan melalui pembahasan antar Satuan Kerja di lingkungan sektor yang sama dengan Satuan Kerja yang menangani perencanaan strategis dan keuangan intern. Selain itu, Bank Indonesia telah memantapkan aspek pengendalian melalui Project Management dalam rangka pemantauan program kerja prioritas atau inisiatif. Dalam rangka penguatan pelaksanaan good governance Bank Indonesia, pada triwulan IV 2011 telah dilakukan diskusi mendalam dan pemantapan langkah-langkah untuk memperkuat kode etik bagi Anggota Dewan Gubernur antara lain dengan menyempurnakan ketentuan yang mengatur mengenai Majelis Kehormatan Etik. 2. Audit Intern Dalam upaya mendukung pencapaian sasaran strategis di bidang audit intern, kebijakan audit intern yang meliputi kegiatan audit (assurance) dan konsultansi (consulting) ditujukan untuk memberikan nilai tambah guna membantu tercapainya tujuan organisasi. Upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan yang sistematis dalam mengevaluasi dan menyempurnakan efektivitas proses tata kelola organisasi (governance), manajemen risiko (risk management), serta pengendalian intern (internal control). Hingga akhir triwulan IV 2011, telah diselesaikan kegiatan audit intern terhadap 11 Satuan Kerja di Kantor Pusat dan KBI, dengan rekomendasi yang diberikan sebanyak 547 butir. Kegiatan audit tersebut mencakup bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan manajemen intern. Secara keseluruhan tahun 2011, telah diselesaikan kegiatan audit intern terhadap 44 Satuan Kerja, dan menghasilkan 2.291 butir rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti oleh Satuan Kerja. Kegiatan konsultansi pengendalian intern dilakukan melalui pemberian konsultansi kepada Satuan Kerja terkait. Sampai dengan triwulan IV 2011, telah dilakukan konsultansi terhadap 15 Satuan Kerja di Kantor Pusat dan menghasilkan 47 rekomendasi. Secara keseluruhan tahun 2011, telah dilakukan kegiatan konsultansi terhadap 24 Satuan Kerja di Kantor Pusat dan menghasilkan 174 rekomendasi. Selain itu, dalam rangka kegiatan konsultansi telah dilakukan sosialisasi dan workshop mengenai pengendalian intern di Kantor Koordinator Bank Indonesia Bandung, Medan, Banjarmasin, dan Palembang. Terkait dengan kegiatan fasilitasi audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK-RI) di Bank Indonesia, pada akhir 76 BANK INDONESIA triwulan IV 2011 penyelesaian tindak lanjut temuan BPK-RI sejak Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKT-BI) tahun 1999 sampai dengan tahun 2010 adalah sebanyak 1.127 butir (87,09%) dari total 1.294 butir temuan. Kebijakan di bidang audit intern yang efektif perlu didukung dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan dalam rangka pemenuhan gap kompetensi teknis, kompetensi perilaku dan pengetahuan organisasi. Melalui upaya tersebut diharapkan mampu menghasilkan pegawai yang memiliki sertifikasi internasional dan sertifikasi nasional. Dalam rangka pengembangan audit intern sesuai dengan blueprint pengembangan audit intern 2010-2014, telah dilaksanakan program kerja pengembangan kebijakan dan prosedur kerja. Hingga akhir tahun 2011, telah diselesaikan uji coba audit berbasis risiko di 2 Satuan Kerja, serta pelaksanaan proses pengembangan aplikasi Sistem Informasi Audit Intern (SIAI) dalam rangka pengembangan otomasi mekanisme kerja. Sasaran akhir dari kegiatan tersebut adalah terwujudnya Satuan Kerja audit intern yang sesuai dengan standar profesi audit intern dan ekspektasi stakeholder. 3. Keuangan Intern Pada tahun 2011, pelaksanaan kebijakan manajemen keuangan intern tetap diarahkan pada upaya meningkatkan pelaksanaan Good Governance dengan fokus mengelola keuangan secara akuntabel dalam pelaksanaan tugas pokok Bank Indonesia di bidang kebijakan moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Sebagai dampak dari tingginya biaya operasi moneter serta penguatan nilai tukar rupiah, neraca Bank Indonesia tahun 2011 sementara, masih mengalami defisit sebagaimana tahun 2010. Berdasarkan laporan sementara tersebut, Bank Indonesia mengalami defisit (sebelum pajak) sebesar Rp17.062 miliar dengan penerimaan sebesar Rp 25.415 miliar lebih kecil dari pengeluaran sebesar Rp 42.477 miliar. Jumlah defisit tersebut lebih rendah dibandingkan defisit (sebelum pajak) yang terjadi pada tahun 2010 yang mencapai Rp 27.982 miliar. Beban pengeluaran terbesar adalah biaya Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang mencapai Rp 30.072 miliar atau meningkat sebesar Rp 5.896 miliar dibandingkan tahun 2010. Namun dari sisi penerimaan, terjadi peningkatan penerimaan pengelolaan devisa sebesar Rp 5.469 miliar, serta berkurangnya kerugian selisih kurs karena transaksi valas sebesar Rp12.899 miliar. a. Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan serta menjaga sustainabilitas keuangan Bank Indonesia, telah dilakukan berbagai upaya sebagai berikut: Dalam rangka pelaksanaan kebijakan Manajemen Keuangan Intern terkait penyajian laporan kondisi keuangan BI, telah dilakukan penyempurnaan accounting policy terkait transaksi valas. Penyempurnaan dilakukan dengan tujuan mendukung pengelolaan cadangan devisa untuk menjaga nilai dan kecukupan cadangan devisa serta menghasilkan figur laporan keuangan yang tidak terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar rupiah. Manajemen Intern Bank Indonesia 77 b. Tetap melanjutkan dan berupaya mempercepat pelaksanaan program Asset and Liability Management (ALM) dengan Pemerintah, dengan prinsip utama tetap memperhatikan kondisi keuangan Bank Indonesia dan Pemerintah, serta memperbaiki neraca keuangan Republik Indonesia. c. Dalam upaya peningkatan akuntabilitas anggaran, Bank Indonesia tengah mempersiapkan proses implementasi Performance Based Budgeting (PBB) secara bertahap. Pada tahun 2011 telah dilakukan tahap penyelarasan antara proses penyusunan Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) dengan Sasaran Strategis Bank Indonesia, Indikator Kinerja Utama (IKU), Program Kerja dan Produk yang dihasilkan. Proses implementasi PBB akan dilanjutkan dengan penyempurnaan dalam penetapan Standard Cost dan infrastruktur pendukungnya. Diharapkan PBB dapat diimplementasikan secara penuh pada tahun 2013. 4. Teknologi Informasi Pada triwulan IV tahun 2011, telah dilakukan penyusunan Bank Indonesia Information System Strategy Plan (BI-ISSP) 2011–2014 dengan menggunakan kerangka Enterprise Architecture. Kerangka tersebut merupakan penggambaran kebutuhan bisnis (arsitektur bisnis) yang diterjemahkan ke dalam arsitektur informasi, arsitektur aplikasi, dan arsitektur teknologi. Dokumen BI-ISSP selanjutnya akan digunakan sebagai acuan (guidance) dalam penyusunan dan pengembangan Program Kerja Sistem Informasi sampai dengan tahun 2014. Pengembangan Program Kerja Sistem Informasi mencakup pengembangan sistem aplikasi dan infrastruktur teknologi informasi. Pengembangan sistem aplikasi dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan moneter, pengawasan perbankan, dan sistem pembayaran. Salah satu sistem aplikasi yang dikembangkan adalah sistem aplikasi Dashboard Binagraha, yang bertujuan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan informasi level Pimpinan dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Aplikasi tersebut merupakan dukungan Bank Indonesia dalam penyediaan data dan informasi yang diperlukan oleh Unit Khusus Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Selanjutnya, dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia, telah dilakukan pengembangan beberapa sistem aplikasi antara lain : a. Sistem aplikasi Bank Indonesia Real Time Gross Settlement System (BI-RTGS) dan Bank Indonesia Scriptless Security Settlement System (BI-SSSS) Generasi II yang pada akhir triwulan IV 2011 telah sampai pada tahap pemrograman. b. Sistem aplikasi Portal Pertukaran Data DHE yang akan digunakan untuk memantau DHE secara nasional dan akan diimplementasikan pada awal tahun 2012. 78 BANK INDONESIA c. Sistem Informasi Perbankan (SIP) yang pengembangannya ditujukan untuk mendukung implementasi Basel II. SIP tersebut direncakan pada triwulan I 2012 dapat diimplementasikan sehingga diharapkan kualitas data dan informasi untuk pengawasan perbankan dapat lebih ditingkatkan. d. Sistem aplikasi Proyeksi dan Penyusunan Anggaran (PPA) yang dikembangkan sebagai upaya untuk lebih meningkatkan governance pengelolaan anggaran dan keuangan Bank Indonesia. Pengembangan sistem aplikasi PPA juga merupakan langkah awal dalam mendukung pengembangan sistem PBB sehingga diharapkan keterkaitan antara perencanaan dan realisasi anggaran dengan kinerja dapat teridentifikasi dan lebih terukur. Selain pengembangan sistem aplikasi, dilakukan pula pengembangan infrastruktur baik untuk mendukung pelaksanaan pengembangan sistem aplikasi maupun dalam rangka peningkatan kapasitas dan penggantian perangkat infrastruktur yang telah obsolete di tahun 2011. 5. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) Kebijakan Bank Indonesia di bidang Organisasi dan SDM terutama difokuskan pada pengembangan kompetensi SDM dan penguatan leadership pegawai. Upaya untuk menyempurnakan pelaksanaan pengembangan SDM terus dilakukan antara lain melalui penerbitan pedoman pelaksanaan program dan evaluasi pengembangan pegawai serta penggunaaan aplikasi Learning Management System (LMS). Pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan pengembangan pegawai saat ini telah dilakukan oleh Human Capital Development Center (HCDC). Sepanjang tahun 2011, HCDC telah melakukan beberapa upaya perbaikan dan penyempurnaan, antara lain menyempurnakan modul pelatihan yang fokus pada simulasi/case study, mengimplementasikan LMS (singkatan??), menyusun modul-modul pelatihan yang diupayakan memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan international best practices, dan mengupayakan pencapaian international certified untuk bidang-bidang keahlian khusus. Selama tahun 2011, telah dilakukan program pengembangan kompetensi pegawai berupa pelaksanaan sertifikasi di bidang perbankan, moneter, dan internasional yang diikuti oleh pegawai-pegawai di Kantor Pusat dan KBI. Selain program sertifikasi tersebut, Bank Indonesia juga melakukan In House Training (IHT) non sertifikasi berupa pelatihan di bidang perbankan dan moneter. Bank Indonesia juga secara rutin mengirimkan pegawai untuk mengikuti Program Tugas Belajar S2 dan S3 di luar negeri, serta mengikuti program penugasan pegawai pada institusi internasional. Untuk memberikan pembekalan calon pegawai (on boarding program), pada tahun 2011 telah dilakukan beberapa program yaitu Pendidikan Calon Pegawai Muda Manajemen Intern Bank Indonesia 79 (PCPM), Pendidikan Calon Satpam Dasar, Pendidikan Kasir Dasar, Pendidikan Portofolio (Dealer), dan Pendidikan Pegawai Tata Usaha (PTU). Selain peningkatan kompetensi, penguatan leadership juga menjadi hal yang sangat penting dalam pengembangan kualitas SDM Bank Indonesia. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain: (i) Program Pendidikan Kepemimpinan Bank Indonesia (PKBI) untuk Setingkat Kepala Bagian, Deputi Kepala Bagian, dan Kepala Seksi, (ii) Refreshment Program untuk peningkatan leadership Pemimpin Satuan Kerja, (iii) Pelaksanaan program Leading the Culture for Top Management, (iv) Pengembangan Talenta Kepemimpinan, dan (v) Penguatan leadership melalui Program Penyelarasan Kultur (PPK) di Satuan Kerja yang difokuskan pada penguatan kualitas sharing responsibility pelaksanaan pengelolaan SDM untuk meningkatkan kapabilitas, kinerja dan kontribusi para pegawai yang dipimpinnya. Selain kebijakan tersebut, sepanjang tahun 2011 Bank Indonesia melakukan penyelarasan struktur organisasi yang mengacu pada arah dan strategi Bank Indonesia serta mempertimbangkan perkembangan kondisi eksternal. Program penyelarasan organisasi tersebut antara lain : a. Di sektor stabilitas moneter telah dilakukan penyempurnaan mekanisme kerja terutama untuk memperkuat proses perumusan kebijakan BI yang lebih komprehensif dan memperkuat fungsi protokol manajemen krisis. Selain itu dilakukan juga penambahan fungsi monitoring dan law enforcement dalam rangka implementasi kebijakan LLD dan DHE. b. Di sektor perbankan, fokus penyempurnaan organisasi diarahkan untuk menjawab kebutuhan saat ini dan merespon rencana pengalihan fungsi pengawasan perbankan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasca OJK, fungsi Stabilitas Sistem Keuangan meliputi: (i) Surveillance dan Pemeriksaan, (ii) Kebijakan dan Regulasi Makroprudensial, (iii) Pengembangan Sektor Keuangan, dan (iv) Koordinasi dan Kerjasama. c. Di sektor sistem pembayaran, penyelarasan organisasi dilakukan sebagai dampak dari diberlakukannya Undang-Undang Mata Uang dan Undang-Undang Transfer Dana. Dalam hal ini telah dilakukan evaluasi terhadap fungsi dan mekanisme kerja pengedaran uang dan penguatan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran. d. Di sektor manajemen intern, penyelarasan organisasi diarahkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas. Beberapa penyempurnaan yang dilakukan antara lain penggabungan Satuan Kerja yang menangani teknologi informasi dan manajemen informasi, perampingan unit kerja penyelesaian aset, dan penguatan fungsi museum sebagai salah satu media komunikasi dan edukasi kepada masyarakat. 80 BANK INDONESIA 6.Aspek Hukum Berdasarkan Undang-Undang, Bank Indonesia merupakan badan hukum publik yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang digunakan sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan tugas sebagai bank sentral. Pada triwulan IV 2011, Bank Indonesia telah mengeluarkan 42 peraturan di bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran maupun manajemen intern. Dalam rangka melaksanakan tugas Bank Indonesia secara efektif, dukungan perangkat peraturan perundang-undangan menjadi diperlukan. Oleh karena itu, Bank Indonesia berperan aktif dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Dalam peranannya, Bank Indonesia bertindak baik sebagai nara sumber maupun anggota tim penyusun. Dalam rangka koordinasi dan harmonisasi, Bank Indonesia juga berperan aktif dalam pembahasan antar kementerian terkait RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, RUU Amandemen Undang-Undang (UU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji, serta RUU tentang Tindak Pidana Teknologi Informasi (Tipiti). Selain itu, terdapattentang Mata Uang dan RUU tentang OJK. Dengan telah disahkannya RUU OJK menjadi UU OJK No. 21 Tahun 2011, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap UU tentang Bank Indonesia dan UU tentang Perbankan yang saat ini berlaku. Pada tahun 2011, terdapat beberapa RUU yang dibahas di internal Bank Indonesia, antara lain RUU Amandemen UU tentang Bank Indonesia, RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), dan RUU Amandemen UU tentang Perbankan. Terkait RUU JPSK, Bank Indonesia telah menyampaikan masukan terhadap RUU tersebut kepada Kementerian Keuangan. Adapun terkait RUU Amandemen UU tentang Bank Indoensia, Bank Indonesia telah menyampaikan draft Naskah Akademik dan draft RUU kepada Menteri Keuangan. Beberapa materi yang menjadi cakupan pengaturan amandemen antara lain perubahan tujuan Bank Indonesia menjadi single objective, penambahan tugas baru terkait menjaga stabilitas sistem keuangan, penyesuaian dengan UU OJK. Bank Indonesia juga bekerja sama dengan beberapa instansi/kementerian terkait dalam rangka pelaksanaan UU. Kerjasama antara antara lain dengan (i) Kementerian Keuangan dalam rangka implementasi UU tentang Perbendaharaan Negara (terkait pelaksanaan treasury single account) dan UU tentang Pajak Penghasilan, (ii) Kementerian Koperasi dan UKM dalam rangka implementasi UU tentang UMKM, dan (iii) Kementerian Komunikasi dan Informasi dalam rangka implementasi UU tentang ITE. Selain itu, dalam rangka melakukan kajian terkait kedudukan Bank Indonesia dalam ketatanegaraan Indonesia, Bank Indonesia melakukan kerjasama penelitian Manajemen Intern Bank Indonesia 81 dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dan Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret. Selanjutnya, guna mendukung pengembangan dan pembangunan hukum nasional, Bank Indonesia melakukan sosialisasi secara berkala yang dilakukan baik melalui diskusi terbatas maupun pemberian kuliah umum di perguruan tinggi dan di instansi Kepolisian, Kehakiman, dan Kejaksaan. Selain itu, Bank Indonesia secara berkala menerbitkan Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan yang didistribusikan antara lain kepada perguruan tinggi, perbankan, lembaga penelitian, lembaga eksekutif/yudikatif/legislatif, dan kantor hukum. Bank Indonesia bersama Kementerian terkait juga menghadiri sidang UNCITRAL, khususnya dalam working group security interest, insolvency law, dan arbitration. Hasil dari sidang-sidang dimaksud menjadi masukan bagi Bank Indoensia dalam pengembangan dan pembangunan sistem hukum nasional. Pada forum internasional, sehubungan dengan liberalisasi sektor jasa termasuk sub sektor jasa perbankan, Bank Indonesia turut aktif dalam pembahasan dengan instansi terkait baik dalam forum nasional maupun menghadiri sidang terkait WTO, ASEAN, APEC, serta kerjasama regional. Peran serta Bank Indonesia dalam forum internasional dimaksud terkait dengan aspek hukum dalam pembahasan legal text maupun dalam penyusunan Schedules of Specific Commitments (SoC) sub sektor perbankan. Melalui peran aktif tersebut, diharapkan dapat mengamankan kepentingan Indonesia khususnya di sub sektor jasa perbankan dan sektor jasa pada umumnya. 7. Bank Indonesia Social Responsibility dan Partisipasi Edukasi Publik Program Bank Indonesia Social Responsibility (BSR) yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia bertujuan untuk menunjukkan kepekaan, kepedulian dan tanggung jawab sosial Bank Indonesia terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat. Pada triwulan IV 2011, kegiatan BSR dioptimalkan pada kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya pengembangan ekonomi regional dan UMKM. Kegiatan BSR tersebut dilakukan antara lain dalam kerangka pelengkap dan support terhadap pengembangan komoditi penyumbang inflasi daerah yang dominan, sentra industri unggulan di daerah, dukungan penciptaan klaster-klaster UMKM nasional dan daerah (pola inti-plasma). Selain itu, program-program BSR lain yang bersifat peningkatan kualitas hidup di masyarakat juga masih dilanjutkan sebagai bentuk kepekaan dan kepedulian terhadap kondisi dan permasalahan sosial di masyarakat. Pada triwulan IV 2011, kegiatan BSR yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: a. Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok Bank Indonesia, beberapa program BSR diwujudkan melalui pemberian dukungan sarana dan prasarana produksi bagi pengembangan komoditi penyumbang inflasi daerah dan peningkatan kapasitas ekonomi. Kegiatan tersebut dilakukan melalui program 82 BANK INDONESIA pengembangan klaster cabai, bawang, padi, sapi, ikan air tawar, dan rumput laut, dilakukan melalui KBI yang berada di berbagai wilayah. Program BSR lainnya adalah program Desa Kita yang dilaksanakan di Desa Srikaton, Bengkulu dan Dusun Wael Kabupaten Seram Bagian Barat. Program yang dilakukan di Desa Srikaton diantaranya berupa pengembangan budidaya ikan lele, ayam ras petelur, jamur, dan aneka produk makanan ringan seperti keripik pisang serta berbagai produk olahan berbahan dasar lele. Sedangkan pelaksanaan prgram Desa Kita di Dusun Wael yang juga merupakan desa binaan Bank Indonesia difokuskan pada pengembangan potensi-potensi daerah setempat. b. Dalam kerangka mendukung ekonomi mikro daerah dan pemberdayaan masyarakat, dilakukan pelatihan kader dan pengelola lembaga keuangan mikro syariah di Cianjur, Bandar Lampung dan Yogyakarta. c. Pada aspek pendidikan, Bank Indonesia juga memberikan bantuan pengembangan sarana dan prasarana pendidikan di beberapa wilayah, antara lain perbaikan sekolah, pengembangan perpustakaan, media pembelajaran dan alat bermain edukatif serta bantuan sarana belajar kerohanian, yaitu Iqro dan Al-Qur’an bagi beberapa TPA. d. Kegiatan sosial dan keagamaan berupa bantuan pengembangan sarana dan prasarana rumah ibadah yaitu masjid, pura dan gereja di berbagai daerah, antara lain di wilayah Jabodetabek, Kepulauan Riau, Manado, Cirebon dan Padang. Disamping melaksanakan program-program BSR yang telah direncanakan, Bank Indonesia juga melaksanakan program-program yang bersifat tanggap darurat maupun recovery dalam rangka bencana, misalnya program bantuan tanggap bencana bagi korban bencana gempa di Aceh dan korban bencana erupsi gunung Gamalama di Ternate serta korban kebakaran di Tambora, Jakarta Barat. Sebagai salah satu bentuk komunikasi pelaksanaan tugas pokok Bank Indonesia, Bank Indonesia juga berpartisipasi pada berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh beberapa lembaga Partisipasi Edukasi Publik (PEP). Atas partisipasi tersebut, Bank Indonesia berkesempatan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai institusi, kebijakan, peran dan kontribusi Bank Indonesia. Selama triwulan IV 2011, rangkaian program kerjasama Bank Indonesia dengan masyarakat/lembaga terkait khususnya dilakukan dalam rangka mengkomunikasikan kebijakan Bank Indonesia, kondisi perekonomian dan perbankan serta pemberdayaan masyarakat dalam kerangka mendukung pengentasan pengangguran. Program partisipasi dilaksanakan bekerja sama dengan beberapa institusi pendidikan dan lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat, yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Pusat Pemberdayaan Ekonomi Keluarga (PPEK). Adapun kegiatan yang diselenggarakan antara lain Seminar Outlook Ekonomi Indonesia 2012, Pelatihan Manajemen Intern Bank Indonesia 83 Kewirausahaan Pemuda, Seminar Krisis Keuangan dan Ekonomi Global dan Kegiatan Gadjah Mada Agro Expo 2011. 84 BANK INDONESIA Bab 5 Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2012 Perekonomian domestik diperkirakan masih akan diwarnai oleh sejumlah risiko, yaitu ketidakpastian pemulihan krisis ekonomi global terhadap ekonomi domestik dan peningkatan tekanan inflasi pada tahun 2012, pembalikan arus modal masuk asing secara tiba-tiba (sudden capital reversal), dan relatif besarnya ekses likuiditas di perbankan. Risiko peningkatan tekanan inflasi pada 2012 dapat bersumber dari penyesuaian kebijakan harga oleh Pemerintah pada tahun 2012. Derasnya arus modal asing juga memberikan risiko bagi perekonomian, terutama bila terjadi pembalikan arus modal asing secara tiba-tiba dan dalam jumlah besar. Memperhatikan pencapaian pelaksanaan tugas Bank Indonesia pada tahun 2011 dan mencermati kondisi serta tantangan lingkungan global maupun domestik tersebut di atas, arah kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2012 adalah memperkuat kebijakan dan kelembagaan untuk mengawal perekonomian nasional dan sekaligus mampu mengantisipasi dan memitigasi kemungkinan terjadinya berbagai risiko di atas serta memenuhi tuntutan masyarakat. Arah kebijakan Bank Indonesia tersebut dilakukan dalam rangka (i). Mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian sekaligus memitigasi risiko perlambatan ekonomi global, (ii). Meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam perekeonimian, dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan, (iii). Meningkatkan efisiensi, keandalan, dan keamanan sistem pembayaran, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri, (iv). Memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi dalam manajemen pencegahan dan penanganan krisis (PMK), dan (v). Mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat. Selanjutnya guna memfokuskan arah pencapaian tahun 2012, Bank Indonesia telah menetapkan 4 strategic outcomes tahun 2012 yakni: (i). stabilitas nilai rupiah, (ii). bauran kebijakan moneter yang efektif, (iii). Sistem keuangan yang aman, sehat, dan efisien dan (iv). Sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar. Guna mencapai keempat outcomes tersebut dan sebagai bentuk kesinambungan langkah-langkah yang telah dilakukan pada tahun 2011, Bank Indonesia menetapkan strategi yang menjadi prioritas pada tahun 2012 sebagai berikut : 1. Stabilitas Nilai Rupiah yang diwujudkan melalui: Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2012 85 a. Penguatan framework bauran kebijakan moneter dan makroprudensial Penguatan dilakukan dalam uapaya menciptakan kondisi moneter yang kondusif baik bagi stabilitas maupun pertumbuhan perekonomian. Dalam hal ini diperlukan suatu bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dengan memanfaatkan berbagai instrumen yang tersedia, baik untuk stabilitas internal maupun stabilitas eksternal. Bauran instrumen untuk stabilitas internal merupakan bauran instrumen dalam rangka stabilisasi harga dan pengelolaan permintaan domestik. Sementara bauran instrumen untuk stabilitas eksternal merupakan bauran untuk mengelola aliran modal masuk dan stabilitas nilai tukar. b. Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM dalam rangka mengendalikan inflasi Dalam menjaga stabilitas harga, disadari perlunya pengendalian inflasi daerah (di luar wilayah DKI Jakarta) yang merupakan komponen terbesar yaitu sekitar 77,5% dari inflasi nasional. Untuk itu, beberapa program kerja utama yang akan dilakukan adalah: 1) Pemetaan dan pendalaman klaster komoditas unggulan daerah dan komoditas utama penyumbang inflasi di Indonesia; 2) Penguatan ketahanan pangan daerah melalui kegiatan fasilitasi dan koordinasi pusat dan daerah; 3) Upaya penguatan sinergi pengembangan UMKM melalui pendekatan klaster khususnya klaster komoditi penyumbang inflasi nasional. 2. Bauran Kebijakan Moneter Yang Efektif yang diwujudkan melalui: a. Penguatan Operasi Moneter Untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan, penguatan operasi moneter di pasar uang rupiah perlu terus dilanjutkan. Upaya tersebut dilakukan melalui peran bank sentral sebagai pemasok likuiditas di pasar dan mengoptimalkan pelaksanaan pasar terbuka yang juga mendukung percepatan pengembangan pasar uang. b. Akselerasi Pendalaman Pasar Uang Guna meminimalisir potensi instabilitas di pasar keuangan domestik dalam hal peningkatan rating Indonesia (menjadi investment grade), large and sudden capital reversal maupun implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang akan meningkatkan mobilitas arus dana antar negara kawasan, maka ketertinggalan saat ini dalam hal kedalaman pasar keuangan perlu segera diatasi. 3. Sistem Keuangan Yang Aman, Sehat dan Efisien , yang diwujudkan melalui: a. Peningkatan ketahanan bank mengantisipasi potensi risiko seiring semakin terintegrasinya sektor keuangan global dan inovasi produk dan jasa keuangan 86 BANK INDONESIA Program utama yang akan dilakukan di 2012 adalah : a). Meningkatkan kualitas permodalan dan likuiditas bank-bank nasional; b). Mengawasi bankbank yang berdampak sistemik; c). Menyusun pedoman cross border supervision dan crisis resolution untuk regional dan global; d). Menguatkan tata kelola bank; e). Memperkuat pengaturan dalam bidang perlindungan konsumen; dan f). Mempersiapkan sektor perbankan Indonesia dalam rangka integrasi sektor perbankan di Asia Tenggara (co-chair Asean Banking Integration Framework dengan Malaysia) b. Pemantapan Crisis Management Protocol (CMP) Krisis dapat terjadi sewaktu-waktu yang dipicu oleh kondisi domestik maupun rambatan dari perekonomian global, sehingga akan menuntut biaya ekonomi dan sosial yang sangat besar dan pemulihan yang lama. Karena itu, Bank Indonesia dan Pemerintah perlu melakukan upaya pencegahan dan penanganan krisis yang transparan dan akuntabel secara terkoordinir. Program utama yang akan dilakukan di 2012 adalah : a). Meningkatkan efektivitas pencegahan dan penanganan krisis secara menyeluruh melalui pengaturan CMP BI-Wide, b). Memperkuat implementasi dan kalibrasi indikator surveillance di sektor moneter dan stabilitas sistem keuangan, c). Melaksanakan koordinasi dengan Pemerintah dan institusi terkait dalam kerangka CMP Nasional dan d) Meningkatkan kerjasama terkait pencegahan dan penanganan krisis di tingkat regional dan internasional. c. Penguatan Pengawasan Bank Berbagai tantangan dan perkembangan baru yang mempengaruhi pelaksanaan tugas pengawasan bank menuntut Bank Indonesia untuk menguatkan kemampuan pengawasan bank secara terus menerus. Program utama yang akan dilakukan pada 2012 adalah : a). Menyusun ketentuan dan pedoman terkait Siklus Pengawasan Bank Berdasarkan Risiko, b). Mempersiapkan implementasi Risk Based Bank Rating (RBBR), c). Menyusun rekomendasi struktur organisasi, kriteria SDM, dan business process Asistensi Pengawasan Bank Umum (APBU), d). Menyempurnakan Sistem Informasi Perbankan (SIP), d) Melaksanakan pelatihan dan sosialisasi dalam rangka mendukung penguatan pengawasan bank. d. Pengembangan Perbankan Syariah Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi melalui dual system banking, Bank Indonesia berupaya untuk terus meningkatkan peran perbankan syariah. Beberapa tantangan terhadap kemajuan perbankan syariah seperti: masih perlunya peningkatan awareness masyarakat terhadap perbankan syariah, perlunya perluasan jenis produk dan jasa perbankan syariah, belum memadainya SDM siap pakai untuk industri perbankan syariah, perlunya Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2012 87 kerjasama atau hubungan yang baik dengan lembaga domestik maupun internasional dan perlunya peningkatan mutu hasil kajian dibidang perbankan syariah. Untuk itu, pada tahun 2012 Bank Indonesia akan melaksanakan beberapa program yaitu : a). Mendorong pengayaan jenis produk yang berbasis investasi dan jasa, b). Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat melalui media komunikasi, baik cetak, elektronik, dan online dengan cara yang lebih inovatif, c). Mendorong terjadinya “link and match” antara lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan SDM industri perbankan syariah melalui program rekruitmen, Officer Development Program (ODP) on campus, training bersertifikat, dan job fair, d). kerjasama dengan lembaga domestik seperti Dewan Syariah Nasional (DSN) maupun pelaksanaan kerjasama internasional (IFSB, IIFM, IILM, dan AAOIFI), e). Melakukan Forum Riset Perbankan Syariah dan penyusunan kerangka aplikasi Indeksasi Return Sektor Riil. e. Financial Inclusion Kegiatan keuangan inklusif dapat mendorong kegiatan ekonomi kelompok masyarakat yang belum menikmati layanan jasa keuangan, sehingga diharapkan tidak hanya mendorong namun juga meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi. Perbankan berperan besar untuk menjadi motor penggerak kegiatan keuangan inklusif mengingat perbankan Indonesia memiliki share kegiatan keuangan sampai dengan 80%. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya nanti peran lembaga keuangan non perbankan tidak akan dikesampingkan. Program utama yang akan dilakukan di 2012 adalah : a). Memperluas pelaksanaan kurikulum pendidikan keuangan termasuk edukasi pada TKI, b). Meningkatkan kualitas program Tabunganku, c). Meningkatkan sosialisasi 3P dan Kampanye Gerakan Indonesia Menabung (GIM), d). Menyusun rekomendasi Branchless Banking, e). Mengkaji Mobile Financial Services, f). Mengimplementasikan Financial Indentity Number, g). Melaksanakan Financial Literacy Survey , h). Implementasi dan sosialisasi Strategi Nasional Keuangan Inklusif sebagai proyek pertama untuk kegiatan sejenis di ASEAN, i) Penciptaan wirausaha baru, dan j) Menyusun pengaturan prudential untuk membantu UMKM. 4. Sistem Pembayaran Yang Aman, Efisien dan Lancar, yang diwujudkan melalui: a. Pengembangan Insfrastruktur Sistem Pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia Sistem pembayaran memiliki fungsi yang kritikal dalam menunjang kegiatan perekonomian nasional dan sistem keuangan. Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS merupakan infrastruktur sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan bersifat Sistemically Important Payment System (SIPS). 88 BANK INDONESIA Peningkatan volume transaksi dan perkembangan pasar keuangan serta sebagai dukungan terhadap inisiatif di kawasan regional, mendorong perlunya dilakukan upaya peningkatan kehandalan dan efisiensi infrastruktur, Bank Indonesia melakukan kegiatan pengembangan Sistem BI-RTGS/SSSS Generasi II. b. Percepatan terwujudnya National Payment Gateway (NPG) dan pengembangan e-money Layanan sistem pembayaran ritel/mikro telah dipergunakan secara luas oleh masyarakat melalui berbagai instrumen pembayaran seperti cek, kartu ATM/Debet, kartu kredit, e-money maupun berbagai delivery channel lainnya. Namun dari sisi infrastruktur, layanan sistem pembayaran ritel/mikro tersebut dilakukan oleh masing-masing pelaku industri sehingga belum dapat terintegrasi. Pembentukan NPG diharapkan dapat menciptakan layanan switching terintegrasi khususnya untuk layanan pembayaran ritel elektronis guna menciptakan layanan transaksi ritel/mikro yang lebih efisien. Demikian pula dari sisi penggunaan e-money yang telah berkembang sejak tahun 2007 dimana penggunaan e-money masih terbatas pada pedagang yang bekerjasama dengan penerbit. Ke depan, perlu diupayakan optimalisasi penggunaan e-money melalui kerjasama antar lembaga penyelenggara agar layanan e-money dapat lebih efisien dan memberikan kenyamanan bagi konsumen. c. Peningkatan kelancaran distribusi uang dan layanan kas Langkah kebijakan terkait pengedaran uang di tahun 2012 tetap diprioritaskan pada program-program a) peningkatan kualitas uang yang beredar dan pemenuhan permintaan uang sesuai kebutuhan, b) peningkatan efektivitas operasional kas di Bank Indonesia dan Perbankan, serta c) pengembangan layanan kas Bank Indonesia dengan mengikutsertakan peran perbankan dan instansi terkait. d. Persiapan Standard Operating Procedur (SOP) dan Ketentuan Baru terkait Pemberlakuan UU Mata Uang Dengan telah diberlakukannya UU Mata Uang, maka BI perlu mempersiapkan diri untuk memenuhinya. Program utama yang akan mulai dilakukan tahun 2012 dan diperkirakan berlangsung multiyears antara lain : a) Penyusunan ketentuan baru terkait UU Mata Uang; b) Pengembangan Sistem Informasi Pengembangan Uang sehingga pengelolaan uang lebih akuntabel dan memudahkan koordinasi dengan Pemerintah; dan c) Mengembangkan Sentra Pengedaran Uang. Dalam upaya mendukung pelaksanaan strategi di atas, Dewan Gubernur juga berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas manajemen internal Bank Indonesia Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2012 89 guna mendukung terciptanya manajemen organisasi yang lebih efektif dan good governance yang lebih kuat. Beberapa strategi yang akan ditempuh adalah : 1. Penyelarasan kembali proses bisnis di Bank Indonesia Proses bisnis merupakan inti dari seluruh aktivitas pada suatu organisasi yang akan memberdayakan seluruh sumber daya. Sebagai bank sentral, proses bisnis di BI bersifat khusus sesuai dengan mandat yang diembannya. Guna meminimalisir potensi inefiensi dan inefektivitas dalam pelaksanaan tugas di berbagai satker di BI, dirasakan perlu untuk meninjau dan memperbaiki proses bisnis di Bank Indonesia. 2. Integrasi Sistem Informasi secara bertahap Dalam mendukung pengambilan keputusan serta melayani kebutuhan stakeholder internal dan eksternal, maka dirasakan perlu untuk mengintegrasikan sistem informasi di BI. Upaya integrasi sistem informasi ini akan dilakukan melalui penyelarasan seluruh komponen organisasi (proses bisnis, kebutuhan akan data/informasi, aplikasi dan infrastruktur pendukung) dengan arah strategi yang telah ditetapkan melalui pendekatan Enterprise Architecture. 3. Implementasi Performance Based Budgeting secara bertahap Sebagaimana perkembangan di berbagai lembaga publik, Bank Indonesia perlu melakukan pergeseran paradigma dan sistem penganggaran dari semula berorientasi pada input (perencanaan anggaran) menjadi berorientasi pada output/outcome yang disebut Performance Based Budgeting (PBB). Hal ini diharapkan akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran Bank Indonesia. Implementasi PBB dilakukan secara bertahap mulai tahun 2011 dan siap diimplementasikan secara penuh di tahun 2014. 4. Persiapan Implementasi Manajemen Kelangsungan Kegiatan BI (MKK BI) Sejumlah kegiatan Bank Indonesia bersifat transaksional dengan nilai ekonomi tinggi dan bersifat langsung mempengaruhi kinerja perekonomian, keuangan, dan citra stakeholder maupun Bank Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menjamin kelangsungan kegiatan BI dalam kondisi apapun termasuk kondisi darurat khususnya jika kondisi tersebut dialami Kantor Pusat Bank Indonesia. 5. Peningkatan Kompetensi dan Kecukupan Jumlah SDM Tuntutan tugas yang makin meningkat di tengah ketidakpastian dinamika perekonomian domestik dan global membutuhkan SDM yang kompeten dalam jumlah yang memadai. 90 BANK INDONESIA 6. Percepatan penyelesaian Asset Liability Management (ALM) antara Bank Indonesia dan Pemerintah Upaya ini ditujukan untuk menjaga sustainabilitas keuangan BI dan Pemerintah dalam jangka panjang sekaligus memfasilitasi amanah UU Perbendaharaan Negara untuk menggunakan SBN secara bertahap sebagai instrumen operasi moneter. 7. Penguatan komunikasi kebijakan BI Efektivitas kebijakan BI mensyaratkan komunikasi kebijakan yang efektif pula. Selain itu, tuntutan transparansi dan keterbukaan yang makin tinggi dengan adanya UU Keterbukaan Informasi Publik menuntut BI untuk menguatkan lagi fungsi komunikasi publiknya. Berbagai langkah strategis dan outcomes Bank Indonesia tersebut digambarkan dalam Peta Strategi Bank Indonesia Tahun 2012 sebagai berikut: Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2012 91 Halaman Ini Sengaja Dikosongkan. 92 BANK INDONESIA Lampiran Produk Hukum Bank Indonesia Selama Tahun 2011 1. Peraturan Bank Indonesia No. Nomor PBI Tanggal Perihal 1 13/1/PBI/2011 05/01/2011 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum 2 13/2/PBI/2011 12/01/2011 Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum 3 13/3/PBI/2011 17/01/2011 Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank 4 13/4/PBI/2011 21/01/2011 Pencabutan Peraturan Bank Indonesia No.10/22/PBI/2008 tentang Pemenuhan Kebutuhan Valuta Asing Korporasi Domestik melalui Bank 5 13/5/PBI/2011 24/01/2011 Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 6 13/6/PBI/2011 24/01/2011 Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Dalam Status Pengawasan Khusus 7 13/7/PBI/2011 28/01/2011 Perubahan Kedua atas PBI No.7/1/PBI/2005 tanggal 10 Januari 2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank 8 13/8/PBI/2011 04/02/2011 Laporan Harian Bank Umum 9 13/9/PBI/2011 08/02/2011 Perubahan atas PBI No.10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah 10 13/10/PBI/2011 09/02/2011 Perubahan atas PBI No.12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing 11 13/11/PBI/2011 03/03/2011 Pencabutan atas PBI Nomor 3/2/PBI/2001 tantang Pemberian Kredit Usaha Kecil dan SE BI Nomor 3/9/BKR perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Kecil 12 13/12/PBI/2011 17/03/2011 Perubahan atas PBI No.5/26/PBI/2003 tentang Laporan Bulanan Bank Umum Syariah 13 13/13/PBI/2011 24/03/2011 Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 14 13/14/PBI/2011 24/03/2011 Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Pembiayaan Lampiran 93 No. Nomor PBI Tanggal Perihal Rakyat Syariah 15 13/15/PBI/2011 23/06/2011 Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Lembaga Bukan Bank 16 13/16/PBI/2011 01/08/2011 Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/29/PBI/2004 Tentang Pengeluaran Dan Pengedaran Uang Kertas Rupiah Pecahan 20.000 (Dua Puluh Ribu) Tahun Emisi 2004 17 13/17/PBI/2011 01/08/2011 Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/42/PBI/2005 Tentang Pengeluaran Dan Pengedaran Uang Kertas Rupiah Pecahan 50.000 (Lima Puluh Ribu) Tahun Emisi 2005 18 13/18/PBI/2011 01/08/2011 Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/28/PBI/2004 Tentang Pengeluaran Dan Pengedaran Uang Kertas Rupiah Pecahan 100.000 (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2004 19 13/19/PBI/2011 22/09/2011 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum 20 13/20/PBI/2011 30/09/2011 Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri 21 13/21/PBI/2011 30/09/2011 Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank 22 13/22/PBI/2011 30/09/2011 Kewajiban Pelaporan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri 23 13/23/PBI/2011 02/11/2011 Penerapan Manajemen Resiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 24 13/24/PBI/2011 01/12/2011 Operasi Moneter Syariah 25 13/25/PBI/2011 09/12/2011 Prinsip kehati-hatian bagi Bank Umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain 26 13/26/PBI/2011 28/12/2011 Perubahan atas PBI No. 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif BPR 27 13/27/PBI/2011 28/12/2011 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 Tentang Bank Umum 94 BANK INDONESIA 2. Peraturan Dewan Gubernur No. Nomor PDG Tanggal Perihal 1 13/1/PDG/2011 28/01/2011 Perubahan Atas PDG No. 7/15/PDG/2005 Tentang Pemberian Honorarium di Bank Indonesia 2 13/2/PDG/2011 21/03/2011 Pengadaan Jasa Dalam Rangka Pengelolaan Cadangan Devisa 3 13/3/PDG/2011 31/05/2011 Perubahan Kedua atas PDG No.10/12/PDG/2008 tentang Remunerasi Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia 4 13/4/PDG/2011 31/05/2011 Perubahan atas PDG No.10/11/PDG/2008 Remunerasi Pegawai Bank Indonesia 5 13/5/PDG/2011 05/10/2011 Perubahan Atas PDG No. 9/2/PDG/2007 tentang Tata Tertib dan Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Dewan Gubernur Bank Indonesia 6 13/6/PDG/2011 30/11/2011 Perubahan atas PDG No. 10/8/PDG/2008 tentang Perjalanan Dinas Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia 3. Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia No. Nomor SE BI Ekstern Tanggal Perihal 1 13/1/DInt 20/01/2011 Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri 2 13/2/DPbS 31/01/2011 Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayaan Syariah dalam Status Pengawasan Khusus 3 13/3/DPM 04/02/2011 Laporan Harian Bank Umum 4 13/4/DPM 04/02/2011 Biaya Laporan Harian Bank Umum 5 13/5/DPNP 08/02/2011 Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit 6 13/6/DPNP 18/02/2011 Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar 7 13/7/DASP 25/02/2011 Self Regulatory Organization di Bidang Sistem Pembayaran 8 13/8/DPNP 28/03/2011 Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and proper Lampiran 95 No. Nomor SE BI Ekstern Tanggal Perihal test) 9 13/9/DPU 05/04/2011 Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia 10 13/10/DPbS 13/04/2011 Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 11 13/11/DPbS 13/04/2011 Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 12 13/12/DPU 29/04/2011 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/8/DPU tanggal 28 Februari 2008 perihal Penukaran Uang Rupiah. 13 13/13/DPM 09/05/2011 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. 14 13/14/DKBU 12/05/2011 Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 15 13/15/DPBS 30/05/2011 Laporan Bulanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 16 13/16/DPbS 30/05/2011 Perubahan atas SE Nomor 10/35/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 17 13/17/DPbS 30/05/2011 Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 18 13/18/DPbS 30/05/2011 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 19 13/19/DSM 10/06/2011 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Syariah 20 13/20/DPM 08/08/2011 Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka 21 13/21/DSM 15/08/2011 Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa lembaga Bukan Bank 96 BANK INDONESIA No. Nomor SE BI Ekstern Tanggal Perihal 22 13/22/DASP 18/10/2011 Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia 23 13/23/DPNP 25/10/2011 Perubahan atas Surat Edaran No. 5/21/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum 24 13/24/DPNP 25/10/2011 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum 25 13/25/DPNP 25/11/2011 Pencabutan SE BI No. 29/02/UPPB tgl. 31 Juli 1996 perihal Tatacara Penerimaan, Penatausahaan, Pelaporan Setoran Penerimaan Negara dan Pengenaan Sanksi 26 13/26/DPNP 30/11/2011 Perubahan atas SE No. 13/8/DPNP tanggal 28 Maret 2011 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (fit and proper test) 27 13/27/DPM 01/12/2011 Tata Cara Transaksi Reverse Repo Surat Berharga Syariah Negara Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah 28 13/28/DPNP 09/12/2011 Penerapan strategi anti fraud bagi Bank Umum 29 13/29/DPNP 09/12/2011 Penerapan Manjemen Risiko pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima 30 13/30/DPNP 16/12/2011 Perubahan Ketiga atas SE No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia 31 13/31/DPNP 22/12/2011 Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia 32 13/32/DASP 23/12/2011 Perizinan, Pelaporan, dan Pengawasan SubRegistry 4. Surat Edaran Intern Bank Indonesia No. Nomor SE BI Intern Tanggal Perihal 1 13/1/INTERN 18/01/2011 Penyediaan Bahan Bacaan di Bank Indonesia 2 13/2/INTERN 28/01/2011 Pencabutan SE BI No.10/52/INTERN tanggal 15 Lampiran 97 No. Nomor SE BI Intern Tanggal Perihal Oktober 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kebutuhan Valuta Asing Korporasi Domestik melalui Bank 3 13/3/INTERN 31/01/2011 Sistem Pengembangan Sumber Daya Manusia bank Indonesia 4 13/4/INTERN 04/02/2011 Petunjuk Pelaksanaan Laporan Harian Bank Umum 5 13/5/INTERN 07/02/2011 Pelaksanaan Pengeluaran Uang Rupiah 6 13/6/INTERN 28/02/2011 Perubahan atas SEBI No.12/63/INTERN tanggal 28 Oktober 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing 7 13/7/INTERN 01/03/2011 Perubahan SE No.11/58/INTERN tanggal 8 September 2009 perihal Pedoman Pelaksanaan Quality Assurance melalui Forum Panel Pengawasan Bank Berdasarkan Risiko 8 13/8/INTERN 06/04/2011 Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit 9 13/9/INTERN 08/04/2011 Pedoman Investasi Cadangan Devisa 10 13/10/INTERN 08/04/2011 Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Kas Keliling 11 13/11/INTERN 18/04/2011 Pelaksanaan Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia 12 13/12/INTERN 29/04/2011 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/12/INTERN tanggal 28 Februari 2008 perihal Pelaksanaan Penukaran uang Rupiah. 13 13/13/INTERN 05/05/2011 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/20/INTERN tanggal 14 Juni 2007 perihal Pedoman Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Perkreditan Rakyat. 14 13/14/INTERN 09/05/2011 Petunjuk Pelaksanaan Transaksi Operasi Pasar Terbuka 15 13/15/INTERN 11/05/2011 Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) 16 13/16/INTERN 19/05/2011 Struktur Organisasi Bank Indonesia dan Nama Satuan Kerja di Bank Indonesia 98 BANK INDONESIA No. Nomor SE BI Intern Tanggal Perihal 17 13/17/INTERN 19/05/2011 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Nomor 12/10/INTERN perihal Perencanaan dan Pengadaan Barang dan/atau Jasa dalam Manajemen Logistik Bank Indonesia (MLBI) 18 13/18/INTERN 31/05/2011 Perubahan Kedua atas SE No.10/70/INTERN tentang Gaji dan Penghasilan Lain Pegawai Bank Indonesia. 19 13/19/INTERN 31/05/2011 Organisasi Direktorat Perbankan Syariah 20 13/20/INTERN 08/06/2011 Pedoman Pelaksanaan Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Dalam Status Pengawasan Khusus 21 13/21INTERN 10/06/2011 Perubahan atas SE No.10/31/INTERN tanggal 30 Juni 2008 tentang Penggunaan Bloomberg Portfolio Order Management System (POMS) 22 13/22/INTERN 22/06/2011 Pedoman Pengadaan Dan Penggunaan ThirdParty Securities Lending Agent 23 13/23/INTERN 24/06/2011 Dealing Guideline Pengelolaan Cadangan Devisa 24 13/24/INTERN 28/06/2011 Waktu Kerja Kantor Pusat dan Kantor Bank Indonesia 25 13/25/INTERN 28/06/2011 Perubahan Kelima Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/10/INTERN tanggal 14 Februari 2006 Tentang Organisasi Direktorat Pengawasan Bank 1, Direktorat Pengawasan Bank 2 Dan Direktorat Pengawasan Bank 3 26 13/26/INTERN 30/06/2011 Pedoman Pelaksanaan Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak di Bank Indonesia 27 13/27/INTERN 29/07/2011 Petunjuk Pelaksanaan Pembeliaan Surat Berharga Syariah Negara Jangka Pendek Oleh Bank Indonesia di Pasar Perdana 28 13/28/INTERN 08/08/2011 Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/3/INTERN Tanggal 23 Januari 2009 Perihal Prosedur Penarikan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri Pemerintah Dengan Menggunakan Letter Of Credit (L/C) 29 3/29/INTERN 08/08/2011 Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 13/14/INTERN Tanggal 9 Mei 2011 Tentang Lampiran 99 No. Nomor SE BI Intern Tanggal Perihal Petunjuk Pelaksanaan Transaksi Operasi Pasar Terbuka 30 13/30/INTERN 26/08/2011 Kajian Ekonomi Regional 31 13/31/INTERN 26/08/2011 Organisasi Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi 32 13/32/INTERN 16/08/2011 Organisasi Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi 33 13/33/INTERN 30/09/2011 Risk Management Guideline Pengelolaan Cadangan Devisa 34 13/34/INTERN 03/10/2011 Perubahan Surat Edaran Nomor 12/75/INTERN tentang Rumah Instirahat Bank Indonesia 35 13/35/INTERN 18/10/2011 Pengelolaan Laporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Lembaga Bukan Bank 36 13/36/INTERN 25/10/2011 Pedoman Pengawasan Bank berdasarkan Risiko untuk Tahapan Penilaian Risiko 37 13/37/INTERN 28/10/2011 Rekonsiliasi Rekening Giro (Nostro) dan suratsurat Berharga melalui Sistem Aplikasi Intelegent Matching 38 13/38/INTERN 01/11/2011 Sistematika Akun Anggaran dan Akun Rencana Investasi Bank Indonesia 39 13/39/INTERN 21/11/2011 Serah Terima Jabatan Pemimpin Bank Indonesia 40 13/40/INTERN 23/11/2011 Sekretariat Komite Perbankan Syariah 41 13/41/INTERN 30/11/2011 Pedoman Pengawasan Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan oleh Bank Perkreditan Rakyat. 42 13/42/INTERN 01/12/2011 Petunjuk Pelaksanaan Transaksi Reverse Repo Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah 43 13/43/INTERN 14/12/2011 Petunjuk Pelaksanaan Laporan Bulanan Bank Umum Syariah 44 13/44/INTERN 20/12/2011 Laporan Keuangan Bank Indonesia 45 13/45/INTERN 20/12/2011 Perubahan atas SE No. 12/84/INTERN tanggal 31 Desember 2010 perihal Bagan Rekening Bank Indonesia 46 13/46/INTERN 20/12/2011 Pedoman Penatausahaan Emas di Khazanah 100 BANK INDONESIA No. Nomor SE BI Intern Tanggal Perihal Emas Bank Indonesia 47 13/47/INTERN 23/12/2011 Perubahan atas SE BI No. 8/50/INTERN tanggal 28 September 2006 tentang Pedoman Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (PAKBI) 48 13/48/INTERN 23/12/2011 Perubahan atas SE BI No. 12/88/INTERN tanggal 31 Desember 2010 tentang Bank Indonesia Sentralisasi Otomasi Sistem Akunting 49 13/49/INTERN 27/12/2011 Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemeriksaan BPR yang Terfokus 50 13/50/INTERN 28/12/2011 Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan penatausahaan SBSN 51 13/51/INTERN 29/12/2011 Perubahan atas SE BI No. 13/15/INTERN tanggal 11 Mei 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Uji Kemampuan dan kepatuhan (Fit and Proper Test) 52 13/52/INTERN 29/12/2011 Pedoman Pengawasan Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank 53 13/53/INTERN 30/12/2011 Pedoman Operasional BI-SOSA untuk KBI dengan Fungsi Terbatas 54 13/54/INTERN 30/12/2011 Pelaksanaan Ketentuan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 55 13/55/INTERN 30/12/2011 Pengelolaan Laporan Kegiatan lalu Lintas Devisa Bank 56 13/56/INTERN 30/12/2011 Manajemen Perpustakaan Bank Indonesia Lampiran 101 Halaman ini sengaja dikosongkan 102 BANK INDONESIA Daftar Istilah Administered price : Harga barang/jasa yang diatur oleh Pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) : Rasio efisiensi bank yang mengukur beban operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin tinggi nilai BOPO maka semakin tidak efisien operasi bank. BI Rate : Suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Bank Indonesia RealTime Gross Settlement (BI-RTGS) : Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan sistem transfer dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System (BISSSS) : Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System, merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaanya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. Cadangan Devisa : Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka, wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri Capital Adequacy Ratio (CAR) : Rasio kecukupan modal bank yang diukur berdasarkan secara individual. perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Cash in Transit (CIT) : Jasa pengambilan dan pengantaran uang dan barangbarang berharga lainnya dengan kendaraan yang didisain secara khusus dari satu tempat ke tempat lainnya sebagaimana yang diinstruksikan oleh klien. Channeling : Pemberian kredit kepada debitur yang dananya disalurkan melalui bank lain, perusahaan pembiayaan atau pihak lain. Atas penyaluran kredit tersebut bank pelapor sebagai pemilik dana menanggung risiko. Daftar Istilah 103 Deposit Facility Early Warning System (EWS) : Penempatan dana rupiah oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka operasi moneter : Sistem Peringatan Dini Financial Inclusion (Keuangan Inklusif) : Suatu kegiatan menyeluruh yang bertujuan untuk meniadakan segala bentuk hambatan baik yang bersifat harga maupun non harga, terhadap akses masyarakat dalam menggunakan dan/atau memanfaatkan layanan jasa keuangan. Financial Stability Index : Indikator kinerja stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan yang mencakup perbankan, pasar saham dan pasar obligasi, dan membantu megidentifikasi potensi tekanan di sistem keuangan. : Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang Financing to deposit diterima oleh bank. FDR digunakan untuk bank syariah, ratio (FDR) atau Loan to sedangkan LDR untuk bank umum. deposit ratio (LDR) Foreign Direct Investment (FDI) : Pemberian Pinjaman Atau Pembelian Kepemilikan Perusahaan Di Luar Wilayah Negaranya Sendiri Good Governance : Tata kelola organisasi yang baik dan sehat. Imported inflation : Inflasi yang disebabkan karena adanya perubahan harga di luar negeri dan atas perubahan nilai tukar. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) : Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks konsumen, yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat luas. Investment Grade (Peringkat Investasi) : Peringkat yang diberikan oleh lembaga pemeringkat terkemuka implied swap rate : Jakarta InterBank Offered Rate (JIBOR) : Suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi PUAB di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR. Kliring : Perhitungan utang piutang antara para peserta kliring secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan suat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan (clearing). Inflasi inti : Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. 104 BANK INDONESIA Likuiditas : Kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity). Makroprudensial : Kegiatan pemantauan dan analisis kinerja lembaga keuangan secara industri dalam kerangka pengawasan terhadap sistem keuangan. National Payment Gateway : Kebijakan yang menitikberatkan pada upaya mengarahkan industri pembayaran untuk bekerjasama menciptakan platform standar sistem atau infrastruktur yang dapat digunakan secara bersama. Neraca Pembayaran Indonesia : Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial. Non Performing Loan (NPL) : Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Non Performing Financing (NPF) : Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah. Operasi Moneter : Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). Pasar Uang Antar Bank (PUAB O/N) : Kegiatan pinjam meminjam dalam rupiah dan/atau valuta asing antar Bank Konvensional dengan jangka waktu satu hari (overnight). Profitabilitas : Ukuran mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan selama periode tertentu. Quantitative easing : Program pelonggaran kuantitatif Daftar Istilah 105 Rencana Bisnis Bank : Dokumen tertulis yang menggambarkan rencana kegiatan usaha Bank jangka pendek (satu tahun) dan jangka menengah (tiga tahun), termasuk strategi untuk merealisasikan rencana tersebut, rencana untuk memperbaiki kinerja usaha, dan rencana pemenuhan ketentuan kehati-hatian sesuai dengan target dan waktu yang ditetapkan. Risk Based Supervision : Pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking) dimana pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk) pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) : Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) : Suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah Bank Surat Utang Negara (SUN) : Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. Secondary Reserve : Cadangan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank berupa Sertifikat Bank Indonesia, Surat Utang Negara, Surat Berharga Syariah Negara dan/atau Excess Reserve, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Sovereign Credit Rating : Peringkat hutang dari suatu lembaga negara yang berdaulat yaitu pemerintah. Sovereign Credit Rating mengindikasikan tingkat resiko dari sebuah lingkungan investasi dari suatu negara dan digunakan oleh investor asing yang ingin berinvestasi di negara tersebut Strategy Map : Interelasi antara pengukuran-pengukuran yang terkait satu sama lain dalam hubungan sebab akibat, yang menggambarkan strategi organisasi Bank Indonesia. Term Deposit : Penempatan dana rupiah milik peserta Operasi Moneter secara berjangka di Bank Indonesia. Term deposit dapat dicairkan sebelum jatuh waktu (early redemption) sepanjang memenuhi persyaratan tertentu dan atas pencairan tersebut dikenakan biaya. 106 BANK INDONESIA Transaksi Reverse Repo : Transaksi pembelian Surat Berharga oleh peserta Operasi Pasar Terbuka (OPT) dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati Uang Kartal : Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia. Unqualified Opinion : Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Volatile food : Komponen inflasi IHK yang mencakup beberapa bahan makanan yang harganya sangat berfluktuasi. Daftar Istilah 107 Halaman ini sengaja dikosongkan 108 BANK INDONESIA Daftar Singkatan ACGM AEC AFMM AGM APBN API APMK APRA AS ASA Asbanda ASEAN ASEAN+3 ASPI ATM ATMR Bapepam-LK BBM BBRT BC BCBS BEI BEMP BI BIG-eB BI-RTGS BIS BI-SSSS BKF BKPM BMT BOE BOPO BPD BPK BPR BPRS bps BPS BRC : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ASEAN Central Bank Governors' Meeting ASEAN Economic Community ASEAN Finance Ministers' Meeting Annual General Meeting Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Arsitektur Perbankan Indonesia Alat Pembayaran Menggunakan Kartu Australian Prudential Regulation Authority Amerika Serikat ASEAN Swap Arrangement Asosiasi Bank Daerah The Association of Southeast Asian Nations ASEAN + Jepang, China, Korea Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia Anjungan Tunai Mandiri Aktiva Tertimbang Menurut Risiko Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan Bahan Bakar Minyak Bahan Bakar Rumah Tangga Bank and Credit Basel Committee on Banking Supervision Bursa Efek Indonesia Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Bank Indonesia Bank Indonesia Government Electronic Banking Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement Bank for International Settlement Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System Badan Kebijakan Fiskal Badan Koordinasi Penanaman Modal Baitul Maal wat Tamwil Bank of England Biaya Operasional Pendapatan Operasional Bank Pembangunan Daerah Badan Pemeriksa Keuangan Bank Perkreditan Rakyat Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Basis Point Badan Pusat Statistik BPD Regional Champion Daftar Singkatan 109 BSA BSR BUMN BUS CAR C-BEST CIMA CIP CIT CMF CMI CMIM CMP CP CPO CRATA DF DHE Ditjen DJPU DPK DPNP DPO DPR DPU DSS DULN DvP ECB e-CLEAR EM EMEAP ESDM EWS FDI FDR FGD FOMC FOSSEI FPRS FPT FSB FSC FSI : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Bilateral Swap Arrangement Bank Indonesia Social Responsibility Badan Usaha Milik Negara Bank Umum Syariah Capital Adequacy Ratio The Central Depository and Book Entry Settlement System Cayman Islands Monetary Authority Covered Interest Parity Cash In Transit Crisis Management Framework Chiang Mai Initiative Chiang Mai Initiative Multilateralization Crisis Management Protocol Consultative Paper Crude Palm Oil Comprehensive, Realible, Accuracy, Timeliness dan Accessible Deposit Facility Devisa Hasil Ekspor Direktorat Jenderal Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Dana Pihak Ketiga Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Daftar Pencarian Orang Dewan Perwakilan Rakyat Direktorat Pengedaran Uang Decision Support System Devisa Utang Luar Negeri Delivery versus Payment European Central Bank Electronic Clearing and Guarantee System Emerging Market The Executives' Meeting of East Asia Pacific Central Banks Energi dan Sumber Daya Mineral Early Warning System Foreign Direct Investment Financing to Deposit Ratio Focus Group Discussion Federal Open Market Committee Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam Forum Riset Perbankan Syariah Fit and Proper Test Financial Stability Board Financial Services Commision Financial Stability Index 110 BANK INDONESIA GAP GCG GEM GPFI GWM HIPMI HJE HKSAR HTP IAEI IBEF IDI IFEF IFRA : : : : : : : : : : : : : : IFSB IGSTS IHK IRU ISIN ISO IWAPI JATS JIBOR JICA JPSK KADIN KBI KC KCP Kemenakertrans Kemendiknas Kemeneg Kemenhub Kemenkeu Kemenkominfo KI KK KKBI KKMB KKPE KMK KNKG KP : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Good Agriculture Practices Good Corporate Governance Global Economy Meeting Global Partnership Financial Inclusion Giro Wajib Minimum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Harga Jual Eceran Hong Kong Special Administrative Region Harga Transaksi Pasar Ikatan Ahli Ekonomi Islam IWAPI Business Opportunity Expo & Forum Informasi Debitur Individual Indonesia Financial Expo & Forum International Franchise License & Business Concept Expo & Conference International Financial Stability Board Indonesian Government Securities Trading System Indeks Harga Konsumen Investor Relation Unit International Securities Identification Number International Organization for Standardization Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Jakarta Automated trading System Jakarta Interbank Offered Rate Japan International Cooperation Agency Jaring Pengaman Sistem Keuangan Kamar Dagang dan Industri Kantor Bank Indonesia Kantor Cabang Kantor Cabang Pembantu Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Pendidikan Nasional Kementerian Negara Kementerian Perhubungan Kementerian Keuangan Kementerian Komunikasi dan Informatika Kredit Investasi Kredit Konsumsi Kantor Koordinator Bank Indonesia Konsultan Keuangan Mitra Bank Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Kredit Modal Kerja Komite Nasional Kebijakan Governance Kantor Pusat Daftar Singkatan 111 KPEI KPK KSEI KUPS KUR L/C LBB LBU LBU/S LDR LK LKM LKTBI LLD MESq MKM MoU MOFIDS NAD NKRI NPF NPG NPI NPL NPWP OJK OTC PB PDB PDN Perbarindo PHR PII Pilkada PIN PKTI PLTE PMA Pokja POLRI PP PPK PPKD PPKMIB : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Kliring Penjaminan Efek Indonesia Komisi Pemberantasan Korupsi Kustodian Sentral Efek Indonesia Kredit Usaha Pembibitan Sapi Kredit Usaha Rakyat Letter of Credit Lembaga Bukan Bank Laporan Bulanan Bank Umum Laporan Bank Umum/Syariah Loan to Deposit Ratio Laporan Keuangan Lembaga Keuangan Mikro Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Lalu Lintas Devisa Masyarakat Ekonomi Syariah Mikro Kecil dan Menengah Memorandum of Understanding Ministry of Finance Dealing System Neraca Arus Dana Negara Kesatuan Republik Indonesia Non Performing Financing National Payment Gateway Neraca Pembayaran Indonesia Non Performing Loan Nomor Pokok Wajib Pajak Otoritas Jasa Keuangan Over The Counter Private Banking Produk Domestik Bruto Posisi Devisa Neto Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia Perdagangan, Hotel dan Restoran Posisi Investasi Indonesia Pemilihan Kepala Daerah Personal Identification Number Program Kerja Teknologi Informasi Penerimaan Laporan Transaksi Efek Penanaman Modal Asing Kelompok Kerja Kepolisian Republik Indonesia Perusahaan Pembiayaan Program Penyelarasan Kultur Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah Proses Penilaian Kecukupan Modal Internal Bank 112 BANK INDONESIA PRJ PSAK PSP PUAB PUAB O/N QIS qtq Rakornas Rakorwil RBB RI RMB ROA RPP RR-SBN RTE RTGS RUU SBDK SBI SBN SD SDM SE SEACEN SHPR SID SID SIFIs SIMASDAM SK SKB SKDU SKNBI SMP SOP SP SP SPAN SPE SPIME SPU SSBs SULNI : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Pekan Raya Jakarta Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Pemegang Saham Pengendali Pasar Uang Antar Bank Pasar Uang Antar Bank Overnight Quantitative Impact Study quarter to quarter Rapat Koordinasi Nasional Rapat Koordinasi Wilayah Rencana Bisnis Bank Republik Indonesia Renminbi Return on Assets Rancangan Peraturan Pemerintah Reverse Repo-Surat Berharga Negara Rincian Transaksi Ekspor Real Time Gross Settlement Rancangan Undang-Undang Suku Bunga Dasar Kredit Sertifikat Bank Indonesia Surat Berharga Negara Sekolah Dasar Sumber Daya Manusia Surat Edaran South East Asian Central Banks Survei Harga Properti Residensial Sistem Informasi Debitur Single Investor ID Sistemically Important Financial Institutions Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Survei Konsumen Surat Keputusan Bersama Survei Kegiatan Dunia Usaha Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Sekolah Menengah Pertama Standard Operating Procedure Survei Produksi Survei Perbankan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Survei Penjualan Eceran Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi Sentra Pengedaran Uang Standard Setting Bodies Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Daftar Singkatan 113 SWIFT SWIFT MT TD Tipibank TKI TMF ToT TPI TPID TTL UIP ULE ULN UMKM UPK UU UUS UYD Valas WM YLKI yoy ytd : Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication : Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication Message Type : Term Deposit : Tindak Pidana Perbankan : Tenaga Kerja Indonesia : Transaksi Modal dan Finansial : Training of Trainer : Tim Pengendali Inflasi : Tim Pengendali Inflasi Daerah : Tarif Tenaga Listrik : Uncovered Interest Parity : Uang Layak Edar : Utang Luar Negeri : Usaha Mikro Kecil dan Menengah : Uang Pecahan Kecil : Undang-Undang : Unit Usaha Syariah : Uang yang Diedarkan : Valuta Asing : Wealth Management : Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia : year on year : year to date 114 BANK INDONESIA