Dampak Defisit dan Utang Pemerintah Terhadap

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diantara negara-negara Asia yang terkena dampak krisis ekonomi
tahun 1997 yang paling parah adaIah Indonesia.
Beberapa indikaIor
makroekonomi Indonesia menw~ukkan perubahan yang signifikan antara
masa sebelwn krisis dan sesudah krisis (Tabel 1).
Perekonomian
Indonesia
yang
sebelwn
krisis
menunjukkan
keadaan
begitu
mengesankan, hal itu ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi daiam
kurun waktu 1991-1996 sebesar 7.8%.
Tabell. Indikator Makroekonomi Indonesia, Tahun 19%-2003
Tahun
Uraian
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
Pertumbuhan GOP Riel (%)
7.8
4.9
-13.1
0.8
4.9
3.4
3.7
4.1
Inflasi (lliK) (lI)
7.9
11.0
77.6
2.0
9.3
12.6
10.0
5.1
Pertumbuhan M2 (%)
29.6
23.2
62.3
11.9
15.6
13.0
4.7
8.1
Suku Bunga (SBI 1 bulan.. %)
12.8
20
58.4
11.9
14.5
17.6
13.1
8.3
Nilai Tukar (Rupiah/$)
2383
4650
8025
7100
9595
10430
9311
7953
Current account Outa $)
-7.8
-5.0
4.1
5.8
8.0
6.9
7.8
7:1-
Pertumbuhan Ekspo' (%)
5.8
12.2
-10.5
-0.4
27.6
-9.3
1.2
6.8
Pertumbuhan Impor (%)
8.1
H
-30"
-122
39.6
-7.6
0.9
4.0
Cadangan Devisa (Milyar $)
8.9
17:1-
23.6
2711
29.4
2811
32.0
36.3
.
Sumber. Bank IndonesIa dan BPS
Indikator makroekonomi tersebut berbalik begitu tajam ketika
Indonesia terjerembab pada situasi krisis yang mulai diaiami pada
pertengahan tahun 1997. Pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi
2
13.1 % pada tahun 1998, suatu fenomena yang mungkin tidak pernah
dibayangkan sebelumnya.
Dengan susah payab Indonesia berusaha
memperbaiki perekonomiannya yang terpuruk, dan pada tahun 1999
pertumbuban ekonomi kembali dapat sedikit ekspansi dengan Iaju 0.8%.
Usaha pemu1iban ekonomi terus diIakukan, dan pada tahun 2000
pertumbuban ekonomi mencapai 4.9%.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 telab
merubab keadaan Indonesia secara dramatis. Krisis ini ,litandai dengan
krisis ni1ai tukar rupiab terhadap dolar AS. Dengan utang luar negeri
yang begitu besar maka depresiasi ni1ai tukar rupiab terhadap dolar AS
sangat memberatkan beban utang Indonesia.
Total utang luar negeri
(pemerintah dan swasta) pada tahun 1996 sudah mencapai 64.2% dari
produk domestik bruto (PDB), yang melonjak menjadi 96% dari PDB pada
tahun berikotnya.
nustrasi utang lulu- negeri disajikan pada Tabel 2.
Krisis ekonomi juga menyebabkan pera1iban utang swasta ke pemerintah
akIbat program restrukturisasi perbankan yang rumit dengan biaya yang
membengkak mencapai sekitar Rp 657 trilyun.
Dari Tabel 2 tersebut tampak bahwa sebelum tahun 1999 posisi
utang swasta lebib besar dibandingkan utang pemerintah, Hal seba1iknya
terjadi semenjak tahun 1999 dimana utang pemerintab lebib besar
dibandingkan utang swasta.
Dan pada tabun 2001 utang pemerintah
mencapai 71 377 juta US $, sedangkan utang swasta 61 696 juta US $.
Utang luar negeri pemerintah Indonesia pada masa dan pasca krisis yang
3
tertinggi dialami pada tahun 2003, dengan jumlah utang mencapai 81 666
juta US $. Sampai dengan triwulan pertama 2004, posisi utang luar negeri
pemerintah mencapai 82113 juta US $ (BI, 2004).
Peningkatan
jum1ah
utang
tersebut
menunjukkan
bahwa
kemampuan Indonesia untuk membiayai pembangunan masih sangat
tergantung pada bantuan dari Iuar negeri. Dilihat secara keseIuruban,
total utang luar negeri Indonesia pada masa dan pasca krisis tertinggi
terjadi pada puncak krisis tahun 1998, dimana total utang tersebut
mencapai 150 886 juta US $.
Tabel2. Posisi Utang Luar Negeri Indonesia, Tahun 1997-2003
T ah un Oula US 5)
Indikator
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
1. Utang Pemerintah
53865
67328
75862
74916
71377
74661
81666
2 Utang Swasta
82224
83558
72235
66m
61696
56682
53735
136089
150886
148093
141693
133073
131343
135401
Total
Suntber.. BPS dan BI
5elama lebih dari tiga dasawarsa terakhir pemerintah Indonesia di
da1am menggerakkan pembangunan terlalu menggantungkan dirinya
pada pembiayaan dari Iuar negeri. Hal ini disebabkan sumber dana yang
dimiliki
oleh
negara
pembangunan nasional.
tidak
cukup
untuk
memenuhi
kebutuhan
Akibatnya utang luar negeri pemerintah dari
tahun ke tahun mengaIami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 1969
utang pemerintah hanya sebesar 2.43 milyar US $, dan pada tahun 1996
4
telah meningkat menjadi 55.3 milyar US $. Dan jika ditambah dengan
utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 3.74 miliar US $, maka total
utang pemerintah dan BUMN sebelum krisis mecapai 59.04 milyar US $.
Paradigma bahwa semakin besar utang yang dapat diperoleh dari
luar negeri dapat menjadi salah satu indikator negara tersebut dipercaya
oleh negara lain atau donatur sepenuhnya bukanlah pendapat yang benar.
Kemampuan dalarn memperoleh utang luar negeri yang meningkat setiap
tahun tidak dapat hanya diartikan sebagai kemampuan negara dalarn misi
diplomasi di tingkat dunia. Dari konteks
ekonom~
semakin besar utang
yang diperoleh, maka konsekuensinya akan semakin besar pula kewajiban
membayar utang tersebut baik pokok maupun bunganya. Pembayaran
atau ciciJan bunga utang negara akan dapat membebani fiskaL karena
ciciJan
tersebut merupakan bagian pengeluaran rutin
Anggaran
Pendapatan Belanja dan Belanja Negara (APBN). Jumlah ciciJan utang
Indonesia setiap tahun culmp mengambil porsi yang tinggi dalarn APBN,
sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel3.
Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa pembayaran bunga utang
dalarn negeri lebih besar dibandingkan beban bunga utang luar negeri.
Besarnya beban bunga utang dalarn negeri tersebut akibat program
restrukturisasi perbankan yang menimbulkan beban pada APBN. Beban
restrukturisasi perbankan telah masuk sebagai bagian dari pengeluaran
rutin APBN sejak tahun anggaran 1998/1999. Tampak bahwa pada tahun
anggaran 1999/2000 beban bunga dalarn negeri mencapai Rp 34.0 trilyun.
5
Sampai dengan tahun 2002, secara nominal beban bunga tersebut tampa!<
semakin meningkat.
Pada tahun anggaran berikutnya, beban bunga
utang daJam negeri mengalami penurunan, walau persentasenya masih
di alas 2% dari PDB.
Alas dasar posisi utang, maka kecenderungan
tersebut diperkirakan akan teros berlanjut setidaknya hingga tahun 2008
(Depkeu, 2001).
Tabel3. Pembayaran Bunga Utang Pemerintah Indonesia, Tahun
1999/2000-2004
T a hun (Irilyun Rp)
Uraian
1999j2000
2tlOO
2001
2002
2003
2004
43.8
Dalam
Negeri
34.0
31.2
58.2
62.3
(2.8)
(3.2)
(4.0)
(3.9)
46.4
(2.6)
Luar
20.5
18.8
28.9
25.4
22.5
(2.2)
24.7
Negeri
(1.7)
(1.9)
(2.0)
(1.6)
(1.3)
(1.2)
Total
54.5
50.0
87.1
87.7
68.9
68.5
(4.5)
(5.1)
(6.0)
(5.4)
(3.9)
(3.4)
Keterangan : Angka dalam kurung menunJukkan persentase terhadap PDB
Sumber : APBN, beberapa tahun
Sebaliknya, utang luar negeri justru menunjukkan beban bunga
yang harus dibayar relatif hampir sama setiap tahun. Pada tahun 2003,
beban bunga utang luar negeri mencapai Rp 22.5 trilyun atau 1.3% dari
PDB. Dan pada tahun 2004 dianggarkan bunga utang tersebut sebesar Rp
24.7 trilyun atau setara dengan 1.2% dari PDB.
Utang yang diperoleh dari luar negeri berasal dari negara lain atau
lembaga-lembaga donor seperti Intematioanl Government Group on
6
Indonesia (IGGI)/ Consultative Group on Indonesia (CGI), International
Monetary Fund (IMF), World Bank, Asian Development Bank (ADB).
Lembaga IGGI/CGI merupakan ke\ompok donor utama bagi Indonesia,
dimana lebih dari 50% pinjaman luar negeri berasaI dari lembaga ini.
Besarnya utang pemerintah. di satu sisi memberatkan anggaran,
sebagaimana diilustrasikan di atas.
Tetapi di sisi lain sebenarnya
merupakan suatu semberdaya pembiayaan pembangunan yang tak perlu
ter\alu
dirisaukan
asaIkan
pemanfaatan
utang
tersebut
dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat meIaIui penyediaan infrastruktur
yang memadai seperti jaIan, jembatan, waduk, dan fasilitas pubJik
Iainnya.
Dana pinjaman yang diperoleh biasanya disertai dengan komitmen
atau kesepakatan tertentu yang barus dipenuhi oleh Indonesia. DaIam
kaitan itu, maka menjadi hal yang !erasa urgen untuk melihat bagaimana
dampak dari
utang luar negeri pemerintah daIam menggerakkan
perekonomian nasionaI. Oleh karena itu menjadi relevan untuk melihat
bagaimana kinerja utang Indonesia yang jumIaIrnya cukup besar tersebut,
dan dampaknya !erhadap stabilitas makroekonomi nasionaI.
1.2 Perumusan Masalah
Utang di satu sisi merupakan sumberdaya untuk membiayai
pembangunan. Namun di sisi lain, merupakan beban yang barus dipikuL
karena di daIamnya melekat kewajiban membayar pokok dan bunganya
7
di masa mendatang. Beban bunga yang hams dibayar, sebenarnya
bukanlah masaIah yang berarti, selama utang yang diperoleh digunakan
sesuai peruntukannya. Beban bunga ini akan memberatkan budget atau
anggaran negara karena menyerap anggaran yang tidal< sedikit Hal itu
juga ditunjukkan dengan defisit anggaran yang terjadi selama ini,
sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel4.
Tabel4. Defisit Anggaran Indonesia, Tahun 1999/2000-2004
Tahun
Uraian
1999/2000
2000
2001
2002
2003
2004
Defisit (Tri/yun Rp)
43.5
16.1
40.5
23.6
37.7
24.9
%PDB
3.8
1.6
2.8
1.5
2.1
1.2
Sumber: APBN, beberapa tahun
Tabel 4 tersebut menunjukkan posisi anggaran yang selalu defisit.
Defisit terbesar terjadi pada tahun anggaran 1999/2000· yang mencapai
Rp 43.5 trilyun atau 3.8% dari PDB.
program
pembangunan
yang
telah
Defisit ini hams dibiayai agar
direncanakan
tetap
dapat
dilaksanakan. Pembiayaan yang dilakukan bersumber dari daJam dan
luar negeri.
Jika pembiayaan defisit ini diperoleh dari utang maka akan
semakin memberatkan posisi fiSkal di masa mendatang, karena utang dan
beban bunganya akan selalu masuk dalam APBN.
Oleh karena itu,
jumlah utang yang semakin besar tidak dapa! dipandang hanya sebagai
8
keberhasilan negara kita dalam diplomasi internasional. Oampak atau
akIbat dari utang tersebut memberikan spektrnm yang lebih luas lagi.
Pada Tabel 5 ditunjukkan perkembangan pembiayaan defisit
melalui pinjaman dalam negeri dan luar negeri seiama kurun waktu
1999/2000-2004. Tampak bahwa pembiayaan utang dari luar negeri secara
nominal berfluktuasi dari tahun ke tahun. Penarikan pinjaman luar negeri
lerbesar terjadi pada tahun anggaran 1999/2000 sebesar Rp 43.6 trilyun.
Namun penarikan tersebut tidak dapat sepenuhya dimanfaatkan untuk
membiayai defisit anggaran dan digunakan untuk menja1ankan progran
pembangunan karena pada tahun tersebut besarnya cici1an utang luar
negeri meeapai Rp 19.8 trilyun. sebingga pembiayaan bersih untuk defisit
APBN sebesar Rp 23.7 trilyun.
Kondisi yang berbeda ditunjukkan APBN 2004. Pembiayaan dari
luar negeri menunjukkan besaran yang negati£, karena penarikan
pinjaman yang berhasil diperoleh Rp 30.0 trilyun. lebih kecil dari besarnya
cici1an utang yang harus dibayar Rp 44.9 trilyun. Akibatnya pembiayaan
dari dalam negeri meningkat pesat mencapai Rp 39.8 trilyun atau 2.0%
dariPDB.
Dewasa ini Indonesia meridapat sorotan sebagai salah satu negara
yang mempunyai utang luar negeri yang linggi. Namun demikian di
balik itu, pemanfaatan utang atau yang lebih luas lagi pemanfaatan
anggaran negara tidak mencerminkan keadaan yang menggembirakan.
Bahkan pada tahun 1990-an, salah satu pakar ekonomi Prof. Sumitro
9
Djojohadikusumo mengatakan bahwa anggaran pembangunan Indonesia
mengaIami kebocoran sebesar 30%. Angka tersebut menunjukkan adanya
pemborosan anggaran da1am pe1aksanaannya.
Tabel5. Perkembangan Pembiayaan Defisit Anggaran Melalui
Pinjaman DaIam dan Luar Negeri, Tahun 1999/2000-2004
Tahun (Trilyun Rp)
Uraian
1. DaIam Negeri
a. Perbankan
h. Non Perbankan
2. Luar Negeri
a. Penarikan pinjaman
bruto
b. Pembayaran ddlan
pokok
Total
1999/2000
2000
200l
2002
2003
2004
19.7
(1.7)
-1.0
(-0.1)
20.7
(1.8)
23.7
(2.1)
43.6
(3.8)
-19.8
(-1.7)
43.5
(3.8)
5.9
(0.6)
-13.0
(-1.3)
18.9
(1.9)
10.2
(1.0)
17.8
(1.8)
-7.6
(-0.8)
16.1
(1.6)
30.2
(2.1)
-1.2
(-0.1)
31.4
(2.2)
10.3
(0.7)
26.2
(1.8)
-15.9
(-1.1)
40.5
(2.8)
16.9
34.6
(1.1)
(1.9)
-8.2
18.7
(-0.5)
(0.6)
25.2
23.9
(1.6)
(1.3)
3.1
6.6
(0.4)
(0.2)
18.9
19.4
(1.2) . (1.1)
-12.3 . -16.3
(-0.8) (-0.9)
23.6
37.7
(1.5)
(2.1)
39.8
(2.0)
26.3
(1.3)
13.5
(0.7)
-14.9
(-0.7)
30.0
(1.5)
-44.9
(-2.2)
24.9
(1.2)
Keterangan: Angka dalam kurung menunJukkan persentase terhadap PDB
5umber : APBN, beberapa tahun
Salah satu hal yang sullt dikontrol daIam pengelolaan utang adaIah
seberapa jaub penggunaan utang tersebut sesuai dengan peruntukannya
dan memberikan dampak yang positif bagi pembangunan nasional. Hal
tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa komitmen yang telah
disepakati dalam nota kesepahaman atau memorandum of understanding
(MOU) biasanya tidak sepenuhnya dapa! dikontrol oleh negara donor.
10
Se1ain itu, pengelolaan utang negara sulit dipantau oleh masyarakat.
Akibatnya efektifitas dari pemanfaatan utang tersebut akan sulit
diharapkan.
Berdasarkan pemaparan di atas tampak bahwa utang pemerintah
Indonesia sangat besar. Hal tersebut didukung pula oleh data dari Bank
Dunia yang menempatkan Indonesia sebagai negara pengutang terbesar
nomor lima di dunia pada saat terjadi krisis moneter, bahkan nomOI satu
di Asia Tenggara (fabel 6). Jika rasio utang terhadap produk nasional
bruto (PNB) sehagai indikator, maka tampak bahwa Indonesia menempati
urutan pertama sebagai negara pengutang, karena rasio utang terhadap
PNB meneapai 176%, jauh di atas Brazil yang hanya mempunyai rasio
31%.
Tabel6. Tujuh Negara yang Mempunyai Utang Luar Negeri
Terbesar di Dunia, Tahun 1998
No.
Negara
Total Utang (Juta US $)
%PNB
1.
Brazil
232004
31
2.
Federasi Rusia
183601
69
3.
Meksiko
159959
42
4.
China
154599
16
5.
Indonesia
150 875
176
6.
Argentina
144 050
49
7.
Korea Utara
139097
44
Sumber. World Bank
11
Data yang dikeluarkan Depkeu (2002) menunjukkan bahwa
persentase utang pemerintah terhadap PDB sebesar 95%.
Beberapa
negara lain yang menunjukkan persentase utang terhadap PDB di bawah
100% antara lain Singapura (85.5%), Nigeria (85%), Pakistan (80%),
Thailand (77%) dan Meksiko (62%). Sedangkan negara yang mempunyai
rasio di atas 100% antara lain Jepang (120%), Belgia (114%), Ubanon
(107.1 %), Israel (106.2%) dan dan Jordania (100..5%).
Keberadaan utang pemerintah sebagaimana yang digambarkan di
atas tampaknya sulit dihindari.
Penyebab utamanya adalah anggaran
negara yang defisit. Namun menjadi pertanyaan, apakah defisit banya
dapat diatasi dengan berutang? Seeara teorl, defisit anggaran dapat pula
diatasi dengan menurunkan anggaran pengeluaran pembangunan
pemerintah sehingga tidak mengakibatkan defisit anggaran, namun
konsekuensinya dapat berdampak pada penurunan output. Piliban utang
untuk saat ini tampaknya merupakan pilihan yang paling mudah,
mungkin dan cepat untuk mengatasi defisit anggaran.
Besarnya utang diharapkan mampu menjaga kelangsungan
anggaran, walau di sisi lain sebenarnya pada saat yang sama
memberatkan anggaran karena pembiayaan bunga.
Oleh karenanya
menjadi suatu pilihan yang gamang dalam melihat apakah utang yang
menyebabkan krisis, atau karena defisit sehingga negara harus berutang.
Pada akhirnya, kebijakan utang yang ditempuh pemerintah tetap
dalam konteks kepentingan nasionai, yaitu bagaimana menjaga agar
12
pembangunan ekonomi tetap dapat berjalan. Dengan kata lain, kebijakan
utang yang ditempuh tersebut haruslah mampu menjaga stabilitas
makroekonomi, sebingga tidak memberikan gejolak atan guncangan yang
berakibat pada tidak stabilnya perekonomian nasional
Besarnya utang tersebut tidak perlu menjadi
polemik yang
berlebihan selama berdampak positif bagi pembangunan nasiona1 dan
digunakan untuk kegiatan produktif yang menggerakkan perekonomian.
Oleh karena itu. penelitian ini akan mencoba menjawab bagaimana arah
dan
besarnya
dampak
utang
pemerintah
terbadap
stabilitas
makroekonomi.
Dari uraian di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah.
yaitu :
1. Benarkah keberadaaan utang daJam negeri pemerintah akibat
krisis
,
tahun 1997?
2.
Benarkah utang pemerintah menjadi penyebab defisit anggaran ?
3.
Apakah kondisi fiskal daJam keadaan sustainabl£ ? dan seberapa besar
dampak defisit dan utang pemerintah daJam menjaga stabilitas
makroekonomi ?
4. Sudah tepatkah kebijakan defisit ariggaran dan utang pemerintah
daJam mengupayakan stabilitas makroekonomi ?
13
1.3. Tujuan Penelilian
Berdasarkan lalar belakang dan permasalahan yang dipaparkan di
atas, maka tujuan penelitian ini ada\ah mengkaji sejaubmana dampak
defisit dan utang pemerintah terhadap stabilltas makroekonomi Secora
spesifik, tujuan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Mengkaji
dinamika
utang
pemerintah
dalam
pembiayaan
pembangunan.
2. MenganaIisis posisi dan beban utang pemerintah dalam perekonomian
nasional.
3. MenganaIisis
dampak defisit dan utang pemerintah terhadap
keberlanjutan fiskal (fiscal sus/.inability), dan terhadap variabel
stabilitas
makroekonomi
pengangguran
dan
ekspor
(pertumbuban
bersih)
dan
ekonomi
inflas~
terhadap
variabel
makroekonomi lainnya seperti investas~ money supply dan nilai tuw.
4. Memformulasikan slrategi pembangunan dalam kaitannya dengan
kebijakan defisit dan utang pemerintah.
1.4. Kegunaan Penelilian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi yang cukup
berarti bagi pemerintah dalam mengevaluasi sejaubmana manfaat utang
dalam menggerakkan perekonomian nasional dan menjaga stabilltas
makroekonomi. Selain itu dari basil penelitian ini diharapkan juga dapat
\4
rnernberikan arahan orientasi pernbangunan yang terkait dengan
kebijakan fiskal dan utang pernerintah.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelilian
Penelitian ini rnernberi penekanan pada aspek utang pernerintah
dan darnpaknya terhadap perekonornian nasional.
Kajian utang
pemerintah tanpa melihat aspek utang swasta didasarkan pertimbangan
bahwa banya utang pemerintah yang dikelola dengan baik, sebingga data
tentang utang pemerintah tersedia dengan lebih baik dan akurat. Selain
itu, utang pemerintah dapat rnempunyai dampak yang lebih besar
terhadap
perekonomian
karena
digunakan
untuk
pengeluaran
pembangunan, sedangkan utang swasta biasanya digunakan untuk
pengembangan perusahaan itu sendiri, sehingga dampaknya lebih
dirasakan oleh perusahaan itu sendiri.
Dampak utang terhadap perekonomian diwakili oleh stabilitas
makroekonomi.
Stabilitas makroekonorni ditunjukkan oleh empat
variabel utama rnakroekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi (grClWth),
inflasi. pengangguran (unemployment) dan ekspor bersih.
Keterhatasan penelitian ini adalah tidak memasukkan aspek
kelembangaan dalam pengelolaan utang negara. Aspek kelembagaan erat
kaitannya dengan efektifitas dalam pengelolaan dan pemaruaatan utang
pernerintah. Hal itu akan rnernberikan pengaruh terhadap kinerja utang
dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.
15
Dalam analisis regresi tidak dipisahkan antara utang luar negeri
dan utang dalam negeri, sehingga dampak utang yang terlihat merupakan
dampak dari utang agregat yaitu utang luar negeri dan dalam negeri.
Dalam konteks model ekonometrika time series, tidak dilakukan restriksi
over identifiying, yang berimplikasi tidak adanya driving for", pergerakan
jangka panjang variabel-variabel dalam model ,,,,etor error correetion yang
dibangun.
SeIain itu, perilaku utang sebelum dan sesudah krisis tahun 1997
tidak sepenuhnya identik. Begitu pula dengan posisi utang pada struktur
APBN yang mengalami perubahan dari penerimaan negara menjadi
pembiayaan defisit memberikan implikasi yang berbeda. Pada penelitian
ini tidak diIakukan analisis yang dapat menangkap secara balk fenomena
tersebut di atas.
Download