Analisis Faktor Biotik Abiotik Pada Ekosistem Lamun dan Rekomendasi Pengelolaannya di Desa Berakit Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Khusnul Khatimah Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] Andi Zulpikar Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH. Linda Waty Zen Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi sebenarnya dari faktor abiotik dan biotik di ekositem lamun di Desa Berakit, merumuskan rekomendasi pengelolaan ekosistem lamun yang tepat di perairan Desa Berakit. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016. Jenis penelitian ini dilakukan dengan teknik survey lapangan secara lansung dan pengukuran (insitu) di kawasan perairan Desa Berakit Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan dan (eksitu) di Laboratorium FIKP UMRAH. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahawa pada ekosistem lamun di kawasan daerah perlindungan lamun desa Berakit sebanyak 35 titik yang tersebar secara acak di jumpai 4 jenis lamun. Kondisi abiotik yang terdiri dari 10 parameter (fisika dan kimia) rata-rata berkisar nilai suhu 30 0C, salinitas 30 ppt, keceptan arus 0,10 m/dtk, DO 7,7 mg/1/ pH 8,14, nitrat 1,28 mg/1, posfat 0,61 mg/1 kekeruhan 2,64 NTU, kedalaman 1,03 m dan subtrat pasir berkerikil . Sedangkan untuk kondisi biotiknya terdiri dari tutupan lamun, keanekaragaman lamun dan kerapatan lamun. Untuk rata-rata tutupan lamun E. Acorides 12,25% T. Hempirichii 26,72%,, C. Rotundata 14,08% dan H.Ovalis 0,59%. Untuk nilai indeks keanekaragaman sebesar 1,527981 dan indeks maksimal sebesar 2,0000 yang berarti ≤ H’ ≤ 3 = Keanekaragaman sedang dengan jumlah individu tiap spesies tidak seragam tapi tidak ada dominan. Untuk kerapatan lamun rata-rata E. Acoroides 9,11 tegakan , T. Hempirichii 45,29 tegakan, C. Rotundata 39,14 tegakan dan H.Ovalis 4,97 tegakan. Berdasarkan analisis statistik deskriptif, metode PCA dan Cluster mendapatkan 3 kriteria kawasan ekosistem lamun yaitu kawasan ekosistem lamun yang sehat di jadikan sebagai zona inti, kawasan eksosistem lamun yang kurang sehat di jadikan perlindungan, kawasan eksositem lamun yang rusak di jadikan zona pemanfaatan. Kata Kunci : Lamun, abiotik dan biotik, PCA Analysis of Biotic Abiotic Factors on Seagrass Ecosystems and Their Management Recommendations in the Village District of Sebong Bay Berakit Districts Bintan Khusnul Khatimah Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] Andi Zulpikar Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH. Linda Waty Zen Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH ABSTRACT The purpose of this study was to determine the actual conditions of abiotic and biotic factors in seagrass ecosystems in the village Berakit, formulate recommendations seagrass proper management in the waters Berakit village. The experiment was conducted in February 2016. This type of research was done by using field surveys and measurements in directly (in situ) in the area of the village water rafting Sebong Teluk Bintan regency and (eksitu) Laboratory FIKP UMRAH. From the results of research and discussion can be concluded THAT on seagrass in the area of protection of seagrass village Berakit as many as 35 points scattered randomly in 4 types of seagrass encountered. Abiotic conditions consisting of 10 parameters (physics and chemistry) average range of temperature value 30 0C, 30 ppt salinity, keceptan flow of 0.10 m / sec, DO 7.7 mg / 1 / 8.14 pH, nitrate 1, 28 mg / 1, phosphate 0.61 mg / 1 turbidity of 2.64 NTU, a depth of 1.03 m and pebbly sand substrate. As for the condition biotiknya consists of cover seagrass, seagrass diversity and density of seagrass. For the average cover of seagrass E. T. Hempirichii Acorides 12.25% 26.72% ,, C. Rotundata H.Ovalis 14.08% and 0.59%. To value diversity index of 1.527981 and the maximum index of 2.0000, which means ≤ H '≤ 3 = Diversity was the number of individuals of each species are not uniform but no dominant. For the average density of seagrass E. acoroides 9.11 stands, stands 45.29 Hempirichii T., C. Rotundata 39.14 4.97 H.Ovalis stands and stands. Based on the descriptive statistical analysis, PCA and Cluster get three criteria, namely seagrass ecosystem healthy seagrass area in use as the core zone, region seagrass ecosystems unhealthy made in the protection, the damaged area of seagrass ecosystem made in the utilization zone. Keywords: Seagrass, abiotic and biotic, PCA PENDAHULUAN Latar Belakang Bintan memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam.Mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti perikanan, terumbu karang, rumput laut, dan hutan mangrove.Kondisi ini juga ditunjang dengan posisi geografis yang berada di pertemuan antara Laut Natuna dengan laut pedalaman Indonesia (Laut Jawa dan Selat Malaka).Selat Malaka merupakan salah satu laut yang mempunyai produktivitas primer yang tinggi.Sebagai suatu daerah kepulauan di Propinsi Kepulauan Riau dengan jumlah pulau sekitar 241 pulau, Kabupaten Bintan memiliki rentang wilayah pantai yang panjang yaitu sekitar 966,54Km garis pantai serta wilayah laut yang sangat luas yaitu 86.398,33 km2 atau 98,51% dari total wilayah Kabupaten Bintan. Secara geografis wilayah Kabupaten Bintan terletak antara 0o06’17”-1o34’52” Lintang Utara dan 104o12’47” Bujur Timur di sebelah Barat 108o 02’27” Bujur Timur di sebelah Timur(DKP Bintan, 2011) A. Bappeda Kabupaten Bintan (2010) menyatakan salah satu ekosistem terluas yang ada di kawasan konservasi laut daerah (KKLD) Kabupaten BintanAdalah ekosistem lamun (2,918.36 Ha). Padang lamun di Pesisir Timur Bintan telah dipilih menjadi salah satu lokasi demonstrasi pengelolan lamun dalam proyek UNEP/GEF Laut Cina Selatan. Padang lamun di KKLD Kabupaten Bintan telah memberikan kontribusi secara ekonomi dan jasa lingkungan yang besar pada lingkungan sekitar. Komposisi jenis lamun di KKLD Bintan diketahui mempunyai keragaman tertinggi di Indonesia, yaitu ada 11 spesies dari 13 spesies yang ditemukan di Indonesia. Menurut Nontji (2010), kurangnya perhatian kepada padang lamun antara lain disebabkan padang lamun sering disalah pahami sebagai lingkungan yang tidak ada gunanya, tidak memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Ekosistem Lamun selama ini dipandang sebagai kawasan dengan menitik beratkan pada fungsi ekologinya semata, padahal di dalam ekosistem Lamun tersebut juga memiliki nilai teknologi yang perlu diperhatikan (Arifin, 2007). Oleh sebab itu Desa Berakit memiliki potensi padang lamun cukup luas dan cukup kompeten untuk di kembangkan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan namun masih kurang perhatian dan pengetahuan masyarakat di sekitar perairan ekositem lamun Desa Berakit tersebut, maka dari itu perlu ada tindakan untuk menganalisis faktor biotik abiotik ekosistem lamun tersebut dan mencari cara rekomendasi pengelolaannya yang tepat. METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Januari 2016 di Daerah Perlindungan Laut (DPL) Desa Berakit Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar. A. Sumber : Base Map Bintan B. Penentuan Titik Sampling Penentuan titik sampling dalam penelitian ini menggunakan metode random atau secara acak, metode dalam penelitian ini di gunakan atas pertimbangan untuk memilih sampel berdasarkan populasi dengan cara pemilihan secara acak sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk diambil sebagai sampel Menurut Fachrul (2007) dalam Sarah (2015). Dari luasan ekosistem padang lamun di perairan yang di jadikan tempat pengamatan penelitian di dapatkan total titik koordinat pengamatan sebanyak 35 titik yang tersebar secara acak. C. Sampling sampel untuk vegetasi lamun Pengambilan sampel, menggunakan transek kuadrat yang berukuran 50 cm x 50 cm pada interval/jarak samayang masih dibagi-bagi lagi menjadi 25 sub petak, berukuran 10 cm x 10 cm. (KEPMEN LH No : 200 Tahun 2004). Parameterparameter yang terkait dengan kondisi lingkungan tempat lamun hidup dicatat pada tiap stasiun pengamatan (misalnya kecerahan perairan, kedalaman, kecepatan arus). Nilai persentase tutupan lamun (tiap jenis/populasi) yang terdapat di dalam transek kuadrat dicatat ke dalam data sheet. (English dkk., 1994). Sumber : KEPMEN LH No: 200 Tahun 2004 Tabel .Luas area penutupan lamun berdasar kelas kehadiran jenis. Kelas Luas Area Penutupan 5 4 3 2 1 0 ½ penuh ¼-1/2 1/8 - ¼ 1/16-1/8 1/16 Tidak ada % Penutupan Area 50-100 25-50 12,5-25 6,25-12,5 6,25 0 % Titik Tengah (M) 75 37,5 18,75 9,38 3,13 0 Sumber :KEPMEN LH No: 200 Tahun 2004 Tabel. Status Padang Lamun Kondisi Penutupan % Baik Baik Kaya ≥ 60 Sehat Rusak Kurang Kaya/ 30-59,9 Kurang Sehat Miskin ≤ 29,9 Sumber :KEPMEN LH No: 200 Tahun 2004 D. Analisis Data Adapun data yang di peroleh dari pengamatan penelitian di perairan desa Berakit Kabupaten Bintan,akan di analisis dan di olah untuk mendapatkan hasil dari beberapa vegetasi ekosistem lamun : 1. Analisis persentase total tutupan lamun Adapun penghitungan penutupan jenis lamun tertentu pada masing- masing petak dilakukan dengan menggunakan rumus (KEPMEN LH No.200 Tahun 2004): C = ∑(Mi x fi) ∑f Ketrangan: C= presentase penutupan jenis lamun i, Mi=presentase titik tengah dari kelas kehadiran jenis lamun i, f = Banyaknya sub petak dimana kelas kehadiran jenis lamun i sama. 2. Indeks Keanekaragaman (H’) Untuk melihat Indeks Keanekaragaman digunakan metode Shannon – Wiener dalam Krebs (1997) yaitu : H’ = -∑ ni/N Log2ni/N H’ = -∑ pi Log2 pi Dimana : N = Jumlah total Individu ni = Jumlah Individu dalam setiap spesies pi = Jumlah individu dalam setiap pesies Jumlah total individu Bila : H’< 1 = Keanekaragaman rendah dengan jumlah individu tidak seragam dan salah satu spesiesnya ada yang dominan. 1 ≤ H’≤ 3 = Keanekaragaman sedang dengan jumlah individu tiap spesies tidak seragam tapi tidak ada yang dominan H’> 3 = Keanekaragaman tinggi dengan jumlah individu setiap spesies seragam dan tidak ada yang dominan. 3. Kerapatan Kerapatan jenis lamun dihitung menggunakan rumus Odum (1998) dalam Hardiyanti et al (2011): B. Di = Ni / A Keterangan: Di = Kerapatan jenis (individu/m2) Ni = Jumlah total tegakan species (tegakan) A = Luas daerah yang disampling (m2) Jumlah tunas (tegakan) dari jenis lamun yang sama dihitung dari contoh yang diambil dari petak contoh ukuran 10 x 10 cm pada interval/jarak samayang masih dibagi-bagi lagi menjadi 25 sub petak dengan luasan 50 cm x 50 cm. 4. Kualitas Air Data kualitas air yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan denganKeputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku MutuAir Laut untuk Biota Laut. Kemudian untuk melihat keterkaitan antara karakteristiklingkungan biofisik-kimia perairan dengan masingmasing lokasi digunakan pendekatananalisis statistik multivariabel PCA (Principal Component Analysis) (Arifin, 2007). 1. Analisis PCA dan CLUSTER Analisis data pada pendekatan statistik dilakukan untuk melihat korelasi antar parameter kualitas perairan yaitu dengan analisis komponen utama (principal component analysis / PCA) adalah teknik yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data, dengancara mentransformasi linier sehingga terbentuk sistem koordinat baru dengan variansmaksimum. PCA dapat digunakan untuk mereduksi dimensi suatu data tanpa mengurangikarakteristik data tersebut secara signifikan (Andi, 2011). Keuntungan penggunaan Principal Component Analysis (PCA) dibandingkan metode lain: 1) Dapat menghilangkan korelasi secara bersih (korelasi = 0) 2) Dapat digunakan untuk segala kondisi data / penelitian 3) Dapat dipergunakan tanpa mengurangi jumlah variabel asal 4) Walaupun metode Regresi dengan PCA ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggiakan tetapi kesimpulan yang diberikan lebih akurat dibandingkan denganpengunaan metode lain. Analisis cluster adalah teknik multivariat yang mempunyai tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek/cases berdasarkan karakteristik yang dimilikinya. Analisis cluster mengklasifikasi objek sehingga setiap objek yang memiliki sifat yang mirip (paling dekat kesamaannya) akan mengelompok kedalam satu cluster (kelompok) yang sama. Secara logika, cluster yang baik adalah cluster yang mempunyai: 1) Homogenitas (kesamaan) yang tinggi antar anggota dalam satu cluster (within-cluster). 2) Heterogenitas (perbedaan) yang tinggi antar cluster yang satu dengan cluster yang lainnya (between-cluster). A. Kondisi Abiotik dan Biotik Pada Ekosistem Lamun Secara umum di pesisir kawasan DPL di Desa Berakit dijumpai beberapa jenis lamun yang tersebar secara luas di setiap titik sampling yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halophilla ovalis. 1. Kondisi abiotik yang terdapat di kawasan DPL desa Berakit Adapun kondisi abiotik yang di hitung pada kawasan DPL Desa Berakit terdiri dari 10 parameter ( parameter fisika dan kimia). Parameter Satuan Suhu Salinitas Kecepatan arus DO pH Nitrat Posfat Kedalaman Kekeruhan Substrat 0 C Ppt m/s mg/l mg/l mg/l M NTU - Kisaran di lapangan 29-30 29-31 0,8-0,12 Hasil rata-rata 30 30 0,10 7,2-8,2 8,05-8,24 1,00-1,60 0,00-1,48 0,70-1,30 1,24-5,01 Pasir berkerikil 7,75 8,14 1,28 0,61 2,64 1,03 Pasir berkerikil Sumber : Data primer Berdasarkan hasil kondisi abiotik yang ada di kawasan DPL Desa Berakit dalam Tabel 9, ini akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut : a. Suhu0C Berdasarkan hasil pengukuran suhu di kawasan DPL desa Berakit didapatkan hasil keseluruhan ( lampiran 02) untuk nilai suhu di kawasan DPL desa Berakit masing-masing berkisar antara 29 30 0C setiap titiknya, ini masih dalam keadaan normal untuk pertumbuhan lamun, karena kisaran suhu optimal bagi spesies lamun untuk perkembangan adalah 28°C30°C, sedangkan untuk fotosintesis lamun membutuhkan suhu optimum antara 25°C35°C dan pada saat cahaya penuh. Pengaruh suhu bagi lamun sangat besar, suhu mempengaruhi proses-proses fisiologi yaitu fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Proses-proses fisiologi tersebut akan menurun tajam apabila suhu perairan berada diluar kisaran tersebut (Berwick, 1983) 2. Salinitas (ppt) Berdasarkan hasil pengukuran salinitas di kawasan DPL desa Berakit didapatkan hasil keseluruhan ( lampiran 02) untuk nilai salinitas di kawasan DPL Desa Berakit masing-masing berkisar antara 29 – 31 ppt setiap titiknya, dengan nilai salinitas tersebut masih normal untuk pertumbuhan lamun pada umumnya.Spesies padang lamun mempunyai toleransi yang berbedabeda, namun sebagaian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10 ppt – 40 ppt. Nilai optimum toleransi lamun terhadap salinitas air laut pada nilai 35 ppt (Dahuri et al,. 1996). a. Kecepatan Arus (m/s) Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan arus di kawasan DPL desa Berakit didapatkan hasil keseluruhan (lampiran 02) untuk nilai kecepatan arus di kawasan DPL Desa Berakit masing-masing berkisar antara 0,08 m/s – 0,12 m/s setiap titiknya, dengan nilai kecepatan arus tersebut jauh dari kecepatan arus maksimal dan ini tidak sesuai untuk produktifitas lamun. Karena kecepatan arus peraiaran berpengaruh pada produktifitas padang lamun. Turtle grass dapat menghasilkan hasil tetap (standing crop) maksimal pada kecepatan arus 0.5m/s (Dahuri et al., 1996). Arus tidak mempengaruhi penetrasi cahaya, kacuali jika ia mengangkat sedimen sehingga mengurangi penetrasi cahaya.Aksi menguntungkan dari arus terhadap organisme terletak pada transport bahan makanantambahan bagi peorganisme dan dalam halpengangkutan buangan. (Moore, 1958). b. DO (mg/l) Berdasarkan hasil pengukuran DO di kawasan DPL desa Berakit didapatkan hasil keseluruhan (lampiran 02) untuk nilai DO di kawasan DPL Desa Berakit masingmasing berkisar antara 7,2 mg/ l – 8,2 mg/l setiap titiknya, dengan nilai DO tersebut sangat sesuai untuk produktivitas lamun karena tidak kurang dari 5 mg/l.Menurut Effendi(2000) perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan sebaikknya memilih kadar oksigen tidak kurang dari 5mg/l. Kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mg/l mengakibatkan efek yang kurang menguntungkna bagi hampir semuaorganisme akuatik. Sumber oksigen terlarut bisa berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novonty dan Olem, 1994 dalam Effendi ,2000). c. pH Berdasarkan hasil pengukuran pH di kawasan DPL desa Berakit didapatkan hasil keseluran ( lampiran 02) untuk nilai pH di kawasan DPL Desa Berakit masing-masing berkisar antara 8,05 – 8,24 setiap titiknya, dengan nilai pH tersebut lamun sangat optimal untuk pertumbuhan lamun.Menurut Nybakken (1992), kisaran pH yang optimal untuk air laut antara 7,5-8,5. Kisaran pH yang baik untuk lamun ialah pada saat pH air laut 7,5-8,5 , karena pada saat kondisi pH berada dikisaran tersebut maka ion bikarbonat yang dibutuhkan oleh lamun untuk fotosintesis dalam keadaan melimpah (Phillip dan Menez, 1988). d. Nitrat (mg/l) Berdasarkan hasil pengukuran nitrat di kawasan DPL desa Berakit didapatkan hasil keseluran (lampiran 02) untuk nilai nitrat di kawasan DPL Desa Berakit masing-masing berkisar antara 1,00 mg/l – 1,60 mg/l setiap titiknya, dengan nilai nitrat tersebut sangat tidak sesuai untuk produktivitas lamun dikarenakan jauh dari nilai ambang batas yaitu 0,008 mg/l ( KEPMEN LH. No 51 Tahun 2004). Nilai nitrit yang ada di kawasan penelitiaan ini cukup tinggi dan dapat menurunkan produktivitas dan pertumbuhan lamun. e. Posfat (mg/l) Berdasarkan hasil pengukuran posfat di kawasan DPL desa Berakit didapatkan hasil keseluran ( lampiran 02) untuk nilai Posfat di kawasan DPL Desa Berakit masing-masing berkisar antara 0,00 mg/l – 1,48 mg/l setiap titiknya, dengan nilai posfat tersebut hanya beberapa titik saja yang di bawah nilai ambang batas ( titik 7, 25, 34, 35), titik yang lainnya sangattidak sesuai untuk produktivitas lamun dikarenakan jauh dari nilai ambang batas yaitu 0,015 mg/l ( KEPMEN LH. No 51 Tahun 2004). Nilai posfat di beberapa titik yang ada di kawasan penelitiaan ini cukup tinggi dan dapat menurunkan produktivitas dan pertumbuhan lamun. f. Kedalaman (m) Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman di kawasan DPL desa Berakit didapatkan hasil keseluruhan (lampiran 02) nilai kedalaman di kawasan DPL Desa Berakit masing-masing berkisar antara 0,70 m – 1,30 m setiap titiknya, zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia(Hutomo 1997). Namun yang dijumpai di kawasan zona intertidal hanya Halophila ovalis dan Cymodocea rotundata dengan kedalaman 1,10 m-1,20 m.Selain itu, kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun.Brouns dan Heijs (1986) mendapatkan pertumbuhan tertinggi Enhalus acoroidesdan Thalassia hemprichiipada lokasi yang dangkal dengan suhu tinggi. g. Kekeruhan (NTU) Berdasarkan hasil pengukurankekeruhan di kawasan DPL desa Berakit didapatkan hasil keseluruhan ( lampiran 02) untuk nilai kekeruhan di kawasan DPL Desa Berakit masing-masing berkisar antara 1,24 NTU – 5,01 NTU setiap titiknya, baku mutu untuk kekeruhan <5 (KEPMEN LH No 51 Tahun 2004) ini menyatakan di kawasan DPL memiliki beberapa titik yang kekeruhan di atas ambang batas, tetapi dominan nilai kekeruhan di bawah ambang batas dan tergolong sesuai untuk pertumbuhan lamun seperti yang di gambarkan pada gambar 15. Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi, baik oleh partikel-partikel hidup seperti plankton maupun partikel-partikel mati seperti bahan-bahan organik, sedimen dan sebagainya.Pada perairan pantai yang keruh, maka cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi lamun (Hutomo 1997). h. Substrat Untuk pengukuran hasil substrat yang ada di kawasan DPL desa Berakit dengan hasil keseluruhan (lampiran 03) menggunakn metode pengukuran segitiga Sephard yang disajikan pada gambar 6 sebagai berikut : Sumber : Data primer, 2016 ( program GRADISTAT v8) Jenis substrat di kawasan DPL Desa Berakit masing-masing dengan jenis yang sama yaitu jenis pasir berkrikil (Gravelly sand) di setiap titiknya. Tumbuhan lamun membutuhkan dasar yang lunak untuk ditembus oleh akar-akar dan rimpangya guna menyokong tumbuhan ditempatnya (Mc Roy dan Barsdate,1970). Namun jenis substrat yang ada di kawasan DPL ini pasir berkrikil yang di dominasi oleh jenis lamunEnhalusacoroidesdan Thalassia Hemprichi. 3. Kondisi Biotik yang Terdapat di Kawasan DPL Desa Berakit Adapun kondisi biotik yang di hitung pada kawasan DPL Desa Berakit terdiri dari Tutupan lamun, Keanekaragamn lamun dan Kerapatan lamun yang akan disajikan sebagai berikut. a. Tutupan Lamun Tabel 10. Kondisi tutupan lamun di lapangan No Jenis lamun 1 2 Enhalus Acoroides Thalassia Hemprichii Cymodocea Rotundata Halophilla Ovalis Total 3 4 Kondisi tutupan (%) lamun di lapangan 12,25 26,72 14,08 0,59 53,65 Sumber : Data primer, 2016 Nilai tutupan lamun yang terdapat di kawasan DPL Desa Berakit yaitu ratarata untuk E. Acoroides 12,25% , T. Hemprichii 26,72 % , C. Rotundata 14,08 % dan H. Ovalis 0,59 %. Namun untuk setiap titiknya nilai persentase tutupan lamun berkisar 0,38 % – 75 %. Menurut KEPMEN LH No 200 Tahun 2004, Status padang lamun terdiri dari tiga kondisi yaitu sehat dengan nilai tutupan ≥ 60, kurang sehat dengan nilai tutupan 30 – 59,9 dan yang rusak dengan nilai tutupan ≤ 29,9. Dengan jumlah total tutupan lamun yaitu 53,65 % yang mana dengan status padang lamun berada di kondisi kurang sehat. b. Keanekaragaman Lamun Jenis keanekaragaman yang terdapat di daerah perlindungan lamun Desa Berakit terdiri dari 4 jenis lamun yang di sajikan keseluruhan pada ( lampiran 07), nilai keanekaragaman yang terdapat di kawasan DPL Desa Berakit ini mempunyai nilai indeks keanekaragaman sebesar 1,527981 dan indeks keanekaragaman maksimal sebesar 2,0000. Menurut Shannon – Wiener dalam Krebs (1997) yang berarti 1 ≤ H’≤ 3 = Keanekaragaman sedang dengan jumlah individu tiap spesies tidak seragam tapi tidak ada yang dominan. c. Kerapatan Lamun Nilai kerapatan yang terdapat di kawasan DPL Desa Berakit yang disajikan dalam gambar 19sebagai berikut. No Jenis lamun 1 Enhalus Acoroides Thalassia Hemprichii Cymodocea Rotundata Halophilla Ovalis Total Rata-rata 2 3 4 Kondisi kerapatan lamun (tegakan/m2) di lapangan 309 tegakan/m2 1585 tegakan/m2 1370 tegakan/m2 174 tegakan/m2 3438 tegakan/m2 98,23 tegakan/m2 Sumber : Data primer, 2016 Nilai kerapatan yang terdapat di kawasan DPL Desa Berakit total rata- rata untuk E. Acoroides 9,11 tegakan , T. Hemprichii 45,29 tegakan , C. Rotundata 39,14 tegakan dan H. Ovalis 4,97 tegakan. B. Pengelolaan Lamun Rekomendasi pengelolaan lamun menggunakan analisis Multivariate (Komponen utama dan kelompok) untuk analisis pengelolaan eksosistem lamun di kawasan DPL desa Berakit menggunakan metode PCA dan Cluster (Kelompok) adalah sebagai berikut : 1. Analisis kelompok utama (PCA) Analisis kelompok utama (PCA) terdiri dari Confidence ellipse, individual factor map dan variable factor map adalah sebagai berikut : a. Confidence ellipses Confidence ellipses adalah bagian dari analisis kelompok utama untuk metode PCA, berdasarkan gambar diatas dijelaskan pembagian ekosistem Lamun terdiri dari tiga kriteria yaitu rusak, kurang sehat dan sehat. Bagian lamun yang rusak ditandai dengan titik warna merah, untuk bagian lamun yang kurang sehat ditandai dengan titik warna hitam dan untuk lamun yang sehat ditandai dengan titik warna hijau. Menurut confidence ellipses untuk kriteria rusak terdapat di T1, T14, T28, T30 yang dilingkari bagian bawah kategori kurang sehat. Untuk kategori yang kurang sehat tersebar di seluruh bagian confidence ellipses yaitu di T5, T7, T9, T10, T11, T13, T15, T17, T22, T23, T24, T25, T26, T27, T29, T31, T34, T35.Dari dua kategori rusak dan kurang sehat saling berhubungan di bagian kiri bawah. Untuk kategori sehat tersebar di 3 bagian tetapi 2 bagian yang dominan di penuhi titik berkategori sehat yaitu di T2, T3, T4, T6, T8, T16, T18, T19, T20, T32, T33 yang saling berhubungan satu bagian di kategori kurang sehat. b. Individuals factor map (PCA) Individual factor map merupakan bagian dari analisis kelompok utama juga sama seperti confidence ellipses yang terdiri dari 4 (empat) bagian, untuk kategori dan titiknya sama dengan confidence ellipses, untuk perbedaannya kategori tidak di jelaskan sesuai kelompok melainkan hanya individu dari titik-titik yang terdapat dalam peta tersebut. c. Variables Factor Map (PCA) Keterangan : K_Cr = Kerapatan Cymodocea rotundataKed Ked = Kedalaman T_Cr = Tutupan Cymodocea rotundata Kec_arus = Kecepatan arus K_Cr = Kerapatan Enhalus acoroides Kek = Kekeruhan T_Ea = Tutupan Enhalus acoroides Salt = Salinitas K_Th = Kerapatan Thalassia hemprichii DO = Oksigen terlarut T_Th = Tutupan Thalassia hemprichii Suhu = Suhu K_Ho = Kerapatan Halophilla ovalis Nitrat = Nitrat T_Ho = Tutupan Halophilla ovalis Posfat = Posfat JJ = Jumlah jenis pH = Derajat keasaman Korelasi antara kualitas perairan berdasarkan parameter fisika, kimia, jumlah jenis, tutupan lamun dan kerapatan lamun dapat diketahui dengan menggunakan metode PCA yang tersebar sebanyak 35 titik secara acak. Parameter perairan yang digunakan dalam Analisis ini adalah Suhu, Salinitas, pH, DO, Nitrat, Fosfat, Kecerahan, Kedalaman dan Kecepatan Arus. Berdasarkan gambar 9 tersebut terlihat bahwa informasi penting pada dim 1, dim 2, dim 3 dan dim 4. Untuk korelasi pada dim 1 jika kedalaman tinggi maka kekeruhan posfat K_Th dan T_Th rendah dan sebaliknya, untuk K_Th dan T_Th saling tegak lurus dan searah yang mana jika K_Th tinggi maka T_Th tinggi dan sebaliknya. pada dim 2 K_Cr T_Cr pH Kec_Arus Salinitas Jumlah jenis K_Ho T_Ho Tot tutupan tinggi maka DO Nitrat Suhu T_Ea K_Ea menjadi rendah, untuk dim 2 dimana variablenya sangat mendominasi, untuk K_Cr dan T_Cr pada dim 2 saling tegak lurus dan searah dimana yang artinya jika K_Cr tinggi maka T_Cr tinggi dan sebaliknya yang mana saling berhubungan dengan korelasi tinggi. Sedangkan untuk dim 3 kebalikan dari dim 1 yang mana dim 3 K_Th dan T_Th saling berhubungan dan tegak lurus. Dan untuk dim 4 kebalikan dari dim 2 yang mana T_Ea dan K_ea disini tidak saling tegak lurus T_Ea tinggi dan K_Ea rendah. 2. Kelompok (cluster) Analisis kelompok terdiri dari hierarchical clustering dan factor map yang dijelaskan sebagai berikut : a. Hierarchical Clustering Clustering hirarkhi membangun sebuah hirarkhi cluster atau dengan kata lain sebuahpohon cluster, yang juga dikenal sebagai dendrogram. Setiap node cluster mengandung cluster anak; cluster-cluster saudara yang membagi point yang ditutupi oleh induk mereka. Metode-metode clustering hirarkhi dikategorikan kedalam agglomerative (bawah-atas) danidivisive (atas-bawah).(Jain &Dubes, 1988; Kaufman &Russeeuw, 1990). Berdasarkan analisis PCA cluster dendogram dapat di jelaskan kondisi lamun yang sehat untuk kelompok sehat terdapat di T 22, T33, T19, T10, T13. Selanjutnya dari kelompok sehat membagikan anakan 1 dan 2, untuk anakan 1 terdapat di T20, untuk anakan 2 terdapat di T12, T21, T4, T2, T18, T7, T16, T6, T17, T35. Selanjutnya untuk kondisi lamun yang kurang sehat dari kelompok 1 dan 2, untuk kelompok 1 terdapat di T25, T27, T23, untuk kelompok 2 terdapat anakan 1 dan 2, yang mana anakan 1 terdapat di T30, T1, anakan 2 terdapat di T26, T15, T29, T28, T24, T31. Selanjutnya unruk kondisi lamun yang rusak dari kelompok 1 dan 2, untuk kelompok 1 terdapat di T14, untuk kelompok 2 terdapat di T9, T5, T11, T32, T3, T8, T34. b. Factor Map Dari analisis PCA yang terdapat di factor map di jelaskan terdapat 3 kriteria lamun yaitu titik yang berwarna hijau adalah lamun yang sehat, titik yang berwarna hitam adalah lamun yang kurang sehat dan untuk titik bewarna merah adalah lamun yang rusak. Dari jenis-jenis kriteria ini akan di jelaskan dalam dalam Tabel di lampiran 13, 14 dan 15. 3. Rekomendasi Pengelolaan Berdasarkan hasil PCA dan Cluster didapatkan 3 kelompok kriteria, untuk kelompok 1 (lamun sehat) terdapat pada T2, T4, T6, T7, T10, T12, T13, T16, T17, T18, T19, T20, T21, T22, T33, T35, untuk kelompok 2 (lamun yang kurang sehat) terdapat pada T1, T15, T23, T24, T25, T26, T27, T28, T29, T30, T31, dan untuk kelompok 3 (lamun yang rusak) terdapat pada T3, T5, T8, T9, T11, T14, T32, T34. Adapun penjelasan 3kelompok kawasan ekositem lamun tersebut adalah sebagai berikut : a. Kawasan Ekosistem Lamun yang Sehat Berdasarkan analisis statistik deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam (lampiran 13) dengan jumlah 16 titik lamun ini di katakan sehat karena pengaruh dari faktor abiotik dan biotik yang terdapat di kawasan ekosistem lamun tersebut. kategori total tupan lamun rata-rata >67,1 % dan kriteria tutupan lamun mengatakan sehat, untuk jumlah jenis dengan rata-rata >2 jenis, untuk kerapatan/ jumlah tegakan setiap jenis-jenis lamun rata-rata untuk Enhalus acoroides berjumlah 8 tegakan ( 8 titik yang ada enhalus acoroides), rata-rata untuk Thalassia hemprichii berjumlah 97 tegakan ( 16 titik penuh), rata-rata untuk Cymodocea rotundata berjumlah 9 tegakan ( 4 titik yang ada Cymodocea rotundata) dan rata-rata Halophilla ovalis berjumlah 8 tegakan ( 2 titik yang ada Halophilla ovalis). Untuk parameter kimia dan fisika perairan rata-rata masih di bawah ambang batas baku mutu, hanya nitrat dan posfat saja yang di atas ambang baku mutu yaitu rata-rata 1,3 mg/ l (nitrat) dan 0,7 mg/l.Menurut KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004 untuk baku mutu nitrat 0,008 mg/l dan untuk baku mutu posfat 0,015 mg/l.Kawasan lamun kelompok 1 mungkin layak untuk dijadikan zona inti di daerah perlindungan desa Berakit karena berdasarkan hasil lapangan dan analisis pengelolaan lamun menggunakan PCA dan Cluster yang di peroleh untuk produktivitas lamun di 16 titik yang tersebar di setiap koordinat ini letaknya cukup jauh dari pantai dan masih terjaga kualitas air maupun kualitas ekosistem lamun tersebut. Rekomendasi untuk daerah kelompok 1 adalah : menetapkan peraturan perikanan kawasan konservasi (KKP) yang sah, melibatkan masyrakat setempat dalam pembentukan zonasi-zonasi, adanya penjagaan di kawasan konservasi ekosistem lamun tersebut, penyuluhan kepada masyrakat tentang pentingnya ekosistem lamun. b. Kawasan Ekosistem Lamun yang Kurang Sehat Berdasarkan analisis statistik deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam (lampiran 14) dengan jumlah 11 titik lamun ini di katakan kurang sehat karena pengaruh dari faktor abiotik dan biotik yang terdapat di kawasan ekosistem lamun tersebut. kategori total tupan lamun ratarata 31,7 % dan kriteria tutupan lamun mengatakan kurang sehat, untuk jumlah jenis dengan rata-rata 1 jenis, untuk kerapatan/ jumlah tegakan setiap jenis-jenis lamun rata-rata untuk Enhalus acoroides berjumlah 16 tegakan (11 titik penuh), ratarata untuk Thalassia hemprichii berjumlah 0 tegakan (tidak ada), rata-rata untuk Cymodocea rotundata berjumlah 0 tegakan (tidak ada) dan rata-rata Halophilla ovalis berjumlah 0 tegakan (tidak ada). Untuk parameter kimia dan fisika perairan ratarata masih di bawah ambang batas baku mutu, hanya nitrat dan posfat saja yang di atas ambang baku mutu yaitu rata-rata 1,3 mg/ l (nitrat) dan 0,4 mg/l.Menurut KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004 untuk baku mutu nitrat 0,008 mg/l dan untuk baku mutu posfat 0,015 mg/l. Namun untuk produktivitas lamun di 11 titik ini masih kurang terjaga karena kerapatan/tegakan di setiap jenis hanya Enhalus acoroides saja yang ada rata-rata 16 tegakan setiap titiknya sedangkan untuk kerapatan jenis Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halophilla ovalis tidak ada di jumpai. Kawasan lamun kelompok 2 mungkin layak dijadikan zona perikanan berkelanjutan di daerah perlindungan desa Berakit karena berdasarkan hasil lapangan dan analisis pengelolaan lamun menggunakan PCA dan Cluster yang di peroleh untuk produktivitas lamun di 11 titik yang tersebar di setiap koordinat ini letaknya saling berhubungan dan berdekatan antara lamun kriteria sehat dengan kriteria lamun rusak dan untuk kualitas airnya rata-rata masih di bawah baku mutu sama dengan kelompok ekosistem lamun sehat, namun untuk ekosistem lamunnya tidak tersebar secara merata dan dominan dijumpai hanya 1 jenis saja yaitu Enhalus acoroides.Rekomendasi untuk daerah kelompok 2 yang mana dijadikan zona perlindungan adalah : menetapkan peraturan perikanan kawasan konservasi perairan (KKP) yang sah, penyuluhan kepada masyarakat nelayan terutama tentang pembagian zonasi, mempunyai data spasial (peta). c. Kawasan Ekositem Lamun yang Rusak Berdasarkan analisis statistik deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam (lampiran 15) dengan jumlah 8 titik lamun ini di katakan kurang sehat karena pengaruh dari faktor abiotik dan biotik yang terdapat di kawasan ekosistem lamun tersebut. Kategori total tutupan lamun ratarata 57,0 % dan kriteria tutupan lamun mengatakan kurang sehat, untuk jumlah jenis dengan rata-rata 2 jenis, untuk kerapatan/ jumlah tegakan setiap jenis-jenis lamun rata-rata untuk Enhalus acoroides berjumlah 2 tegakan (4 titik penuh, 4 kosong), rata-rata untuk Thalassia hemprichii berjumlah 6 tegakan (4 titik penuh, 4 kosong), rata-rata untuk Cymodocea rotundata berjumlah 153 tegakan (7 titik penuh, 1 kosong) dan ratarata Halophilla ovalis berjumlah 0,3 tegakan (1 titik saja yang terisi 2 tegakan, 7 kosong). Untuk parameter kimia dan fisika perairan rata-rata masih di bawah ambang batas baku mutu, hanya nitrat dan posfat saja yang di atas ambang baku mutu yaitu rata-rata 1,3 mg/ l (nitrat) dan 0,4 mg/l. Menurut KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004 untuk baku mutu nitrat 0,008 mg/l dan untuk baku mutu posfat 0,015 mg/l. Namun untuk produktivitas lamun di 8 titik ini masih kurang terjaga karena kerapatan/tegakan di setiap jenis hanya Cymodocea rotundata saja yang tinggi ratarata 153 tegakan setiap titiknya sedangkan untuk kerapatan jenis Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophilla ovalis ratarata< 5 tegakan di 8 titik tersebut. Kawasan lamun kelompok 3 mungkin layak dijadikan zona pemanfaatan di daerah perlindungan desa Berakit karena berdasarkan hasil lapangan dan analisis pengelolaan lamun menggunakan PCA dan Cluster yang di peroleh untuk produktivitas lamun di 8 titik yang tersebar di setiap koordinat ini letaknya saling berhubungan dan berdekatan antara lamun kriteria kurang sehat dengan kriteria lamun rusak dan untuk kualitas airnya rata-rata masih di bawah baku mutu namun masih bagus kualitas air dengan kelompok ekosistem lamun sehat, namun untuk ekosistem lamunnya tidak tersebar secara merata dan dominan dijumpai hanya 1 jenis saja yaitu Cymodocea rotundata, untuk 3 jenis lamun yang lain dijumpai namun tegakannya jauh di bawah rata-rata dari Cymodocea rotundata.Rekomendasi untuk daerah kelompok 3 yang mana dijadikan zona pemanfaatan adalah : mempunyai KKP yang sah di kawasan Desa Berakit, menetapkan rencana zonasi, mempunyai informasi dan data spasial (peta), meminimalkan tumpahan minyak di kawasan konservasi perairan (KKP). KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Kondisi abiotik rata-rata berkisar untuk suhu 30 0C, salinitas 30 ppt, kecepatan arus 0,10 m/dtk, DO 7,7 mg/l, pH 8,14, nitrat 1,28 mg/l, posfat 0,61 mg/l, kekeruhan 2,64 NTU, kedalaman 1,03 m dan substrat pasir berkerikil Sedangkan untuk kondisi biotiknya untuk ratarata tutupan lamun E. Acoroides 12,25%, T. Hemprichii 26,72%, C. Rotundata 14,08 % dan H.Ovalis 0,59%. Untuk nilai indeks keanekaragaman sebesar 1,527981 dan indeks maksimal sebesar 2,0000 dan untuk kerapatan lamun rata- rata E. Acoroides 9,11 tegakan , T. Hemprichii 45,29 tegakan , C. Rotundata 39,14 tegakan dan H. Ovalis 4,97 tegakan. 2. Rekomendasi dari pengelolaan ekosistem lamun di desa berakit untuk kelompok sehat yaitu menetapkan peraturan perikanan kawasan konservasi (KKP) yamg sah, melibatkan masyrakat setempat jika pembentukan zonasi, adanya penjagaan konservasi kawasan ekositem lamun. Kelompok yang kurang sehat yaitu penyuluhan kepada masyrakat nelayan, mempunyai data spasial (peta). Kelompok kawasan ekositem lamun yang rusak yaitu menetapkan rencana zonasi, meminimalkan tumpahan minyak di kawasan konservasi perairan (KKP). B. Saran Perlunya pengawasan terhadap ekositem lamun tersebut dan memberi penyuluhan tentang pentingnya ekosistem lamun untuk generasi ke generasi, membuat data spasial (peta) dan cara rekomendasi pengelolaan ini bisa diterapkan sebagai analisis awal ekositem lamun di desa Berakit dan bisa diterapkan di kawasan ekositem yang lain. DAFTAR PUSTAKA Andi dan MADCOMS. 2011. Aplikasi Web Database dengan Dreamweaver dan PHP-MYSQL. Yogyakarta . Arifin, 2001. Ekosistem Padang Lamun Jurusan Ilmu Kelautan FIKP. Universitas Hasanudin Makasar. Arifin, 2007. Indeks Keberlanjutan Ekologi-Teknologi Ekosistem Terumbu Karang Di Selat Lembeh Kota Bitung. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2007) 33: 307 - 323. ISSN 0125 - 9830. Azkab, M.H. 1988. Pertumbuhan dan Produksi Lamun, Enhalus acoroides di Rataan Terumbu di Pari Pulau Seribu. P3O-LIPI, Teluk Jakarta: Biologi, Budidaya, Osenografi,Geologi dan Perairan. Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta: 11-6. Bappeda Kabupaten Bintan. 2010, Dinas Bapedda : Tanjungpinang. Berwick, N.L. 1983. Guidelines for Analysis of Biophysical Impact to Tropical Coastal Marine Resources. The bombay natural history society centenary seminar conservation in developing countries-problems and prospects, Bombay: 6-10 December 1983. Bengen. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Sipnosis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Brouns JJWM.1986. Production and Biomassa of Seagress Enhalus Acoroides (LF) Royle and its Ephypytes. Aquat. Bot.25 : 21-45 Dahuri, R. et al, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pramadya Paramita, Jakarta. Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Dan Lingkungan Perairan . Kanisius. Yogyakarta. English et al, 1994. Survey Manual For Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsilve. Fachrul, MF. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Penerbit Bumi Askara. Ginsburg, R, and H,A, lowestan 1958, The Influence of Marine Bottom Communities on the Depositional Environments of Sediment, j, Geol. 66 (3): 310-318. MCROY, cp and R.J. Barsdate 1970. Phosphate Absorbtion in Ellgrass. Limnol. Oceanogr. Hardiyanti, S, Muh. Ruslan U dan Dody P. 2011. Analisis Vegetasi Lamun di Perairan Pantai Mara’ Bombang Kabupaten Pinrang, E-Journal FMIPA Universitas Hasanuddin, Makasar. Mintane. 1998. Kondisi Komunitas Lamun Pada Ekosistem Padang Lamun di Perairan Lombok Selatan, Nusa Tenggara Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor. Hutabarat dan evans. 1986. Kunci identifikasi plankton. Jakarta : Universitas Indonesia. M. Lindsay, 2002. The Management and Control of Quality. 5th ed.ohi: South-Western. Hutomo, H, 1997. Padang Lamun Indonesia Salah Satu Ekosistem Laut Dangkal yang Belum Banyak dikenal. Puslitbang OseanologiLIPI. Jakarta. Moore, H.B.1958. Marine Ecology, John Willey Andsos, New York. Ismail Nontji, Anugerah., 2005. Laut Nusantara. Cetakan Keempat. Djambatan. Jakarta. Muhamad Sakarudin. 2011, Komposisi Jenis, Kerapatan Persen Penutupan & Luas Penutupan Lamun di Perairan Pulau Panjang Tahun 1990-2010, Institut Pertanian Bogor : Bogor. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Kikuchi,T. anfd J.M. Peres. 1977. Consumer ecology of seagraa beds. dalam: Azkab,M.H. 1999. Pedoman Invetarisasi Lamun. Oseana 1: 1-16. Krebs,1978. Ecology.The Experimental Analysis of Distribut ion and Abundance.Third Edition.Harper and Row Distribution.New York Laporan Dinas Kelautan Perikanan Bintan. 2011, Profil DKP Bintan : Bintan Mackentum, K.M. 1969. The Practice of Water Pollution Control Administration. Division of Technical Support 411P. Nontji, Anugrah., 1993. Laut Nusantara. Cetakan Kedua. Djambatan. Jakarta. Nontji, Anugerah., 2010. Laut Nusantara. Cetakan Kelima. Djambatan. Jakarta. Nybakken. J.W, 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia: Jakarta. Phillips, C.R. and E.G. Menez. 1988. Seagrass. Smith Sonian Institutions. Press. WasingtonDC. Supriharyono, 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Supriyadi. 2003. Produktivitas Lamun Enhalus acoroides (LINN. F) Royle dan Thalassia hemprichii (EHRENB.) Ascherson di Pulau Barang Lompo Makasar. Institut Pertanian Bogor : Bogor. Thayer, C. W., Adams, S. M., LaCroix, M. L. (1975). Structural and functional aspects of a recently established Zostera marina community. In: Cronin. L. E. (ed.) Estuarine research,Vol. 1. Academic Press.NewYork, p. 517540. Wardoyo, S.T.H. 1975. Pengelolaan Kualitas Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor Welch, P.S. 1980. Ecological Effect of Water. Cambridge University Press. Sidney. Yanti, Marlina. 2015. Struktur Komunitas Lamun Pantai Sakera Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan, Skripsi. Tanjungpinang : Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.