Menjadi Manusia Antarbudaya PERTEMUAN 14 FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari POKOK BAHASAN Menjadi Manusia Antarbudaya DESKRIPSI Menjadi manusia antarbudaya merupakan pokok bahasan modul ini yang meliputi batasan-batasan dan peranan manusia antarbudaya, gegar budaya, konflik antarbangsa dan kesalahapahaman budaya. TUJUAN INSTRUKSIONAL Setelah membahas modul ini, diharapkan mahasiswa dapat : 1. Mengetahui dan menjelaskan pengertian atau batasan dan peranan manusia antarbudaya. 2. Mengetahui dan memahami pengertian gegar budaya 3. Memahami, menjelaskan dan mendiskusikan konflik diantara bangsa-bangsa dan kesalahpahaman budaya. PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA Menjadi Manusia Antarbudaya Menjadi Manusia Antarbudaya Kepustakaan : 1. Mulyana, Deddy & Jalaluddin Rakhmat. 2003. Komunikasi Antarbudaya. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2. Mulyana, Deddy. 2004. Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintasbudaya. Bandung : Remaja Rosdakarya. 3. Purwasito, Andrik. 2003. Komunikasi Multikultural. Universitas Muhammadiyah. Surakarta. Batasan dan Peranan Manusia Antarbudaya Sammy Joe, dalam akte kelahirannya tertulis Samijo, mengenakan kemejanya (buatan Italia), celanan jeansnya (buatan Meksiko), dan dasinya (buatan Singapura). Ia orang Jawa tulen (asal Purwokerto), lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung dan Royal Melbourne Institute of Technology (Australia). Ia lalu menelepon seorang sejawat kantornya (orang Filipina) dengan HP-nya (buatan Finlandia) untuk memastikan pukul berapa ia akan menerima tamu asing (asal Afrika Selatan) di biro iklan tempat mereka bekerja (perusahaan patungan dengan Amerika). Kemudian ia akan menjamu tamunya makan siang di sebuah restoran hotel berbintang lima yang menyajikan masakan Indonesia dan juga makanan internasional (Cina, Jepang, dan Eropa). Sebenarnya Sammy Joe masih capek. Tadi malam ia baru tiba dari luar negeri (Perancis untuk menyajikan sebuah proposal dan singgah di Arab Saudi untuk menunaikan umrah. Ia melirik ke jam tangannya (buatan Swiss). Karena masih ada waktu, Sammy Joe menikmati sarapan paginya (nasi goreng yang berasnya diimpor dari Thailand. Lalu ia menyeruput kopi (impor dari Brazil) yang dicampur krim (buatan New Zealand) dalam sebiah cangkir (buatan Rusia). Setelah itu ia meninggalkan rumahnya (bergaya Mediterania) di sebuah kompleks perumahan kelas menengah yang multietnik di Jakarta (tetangga sebelah kirinya asal Kanada, sebelah kanannya asal Makassar, dan di seberang jalan keluarga Tionghoa). Seraya mengenakan sepatunya (buatan Inggris), Sammy Joe berpesan kepada pembantunya (orang Betawi asli), untuk memasak soto ayam (khas bandung) kesuakaannya dan kesukaan istrinya (orang Minangkabau yang kini tengah menjenguk PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA Menjadi Manusia Antarbudaya orang tuanya yang bekerja sebagai diplomat di Maroko). Eksekutif ini juga meminta pembantunya untuk memasak gudeg (khas Yogya), menggoreng dendeng sapi (yang tempo hari dibawakan teman lamanya asal Aceh), plus kerupuk udang (buatan Cirebon). Lalu setelah mematikan pesawat TV-nya (buatan Jepang), Samijo, eh Sammy Joe, memasukkan kalkulator kecilnya (buatan Korea) ke dalam tas kantornya (buatan India), menyambar sajadah (buatan Turki) yang baru dibelinya di Mekkah, dan mengendarai mobilnya (buatan Jerman), menuju kantornya. (Disadur : Deddy Mulyana dalam Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya, 2003 : ix-x) Berkat kemajuan teknologi transportasi dan teknologi komunikasi, peradaban manusia kini sampai pada tahap yang memungkinkan mereka berinteraksi dengan berbagai budaya lain, seperti yang diilustrasikan dalam cerita di atas. Sebagian interaksi budaya itu bersifat tatap muka, sebagian lagi lewat media massa, sebagian interaksi bersifat selintas atau berjangka pendek, sebagian lagi berjangka panjang atau permanent. Melancong ke mancanegara, belajar di luar negeri, melobi pengusaha asing, meyakinkan wakil Negara sahabat akan kebijakan poliitk Negara sendiri, konferensi lintasagama untuk perdamaian dunia, penayangan telenovela asing melalui televise nasional, penayangan berita lewat TV asing tentang invasi suatu Negara atas Negara lain, semua itu adalah fenomena komunikasi bernuansa perbedaan budaya. Tanpa harus meninggalkan negeri sendiri, fenomena komunikasi antarbudaya tersebut tampaknya akan kita alami setiap saat, baik kita sengaja ataupun tidak, apalagi jika kita berpendapat bahwa itu tidak selalu berarti berbeda Negara. Perkenalan dengan seorang tuna netra di kota yang sama, pergaulan seorang mahasiswa Jawa dengan mahasiswa dari luar Jawa, diskusi antara LSM pembela kaum perempuan dengan wakil pemerintah daerah, pengarahan atasan kepada bawahan, konsultasi seorang pasien dengan dokternya, atau bahkan perdebatan antara seorang pria tengah-baya dengan putrinya yang remaja mengenai gaya hidup masa kini, pada dasarnya merupakan komunikasi antara orang-orang berbeda budaya, seberapa kecil pun kadar perbedaan budaya tersebut. Perkembangan jaringan komunikasi dan meningkatnya jumlah orang yang berkunjung ke dan menetap di suatu Negara lain, baik untuk sementara ataupun untuk selamanya, telah menumbuhkan kesadaran akan perlunya memahami budaya orang lain. Budaya asing telah menjadi suatu bagian yang penting dalam lingkungan PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA Menjadi Manusia Antarbudaya komunikasi mereka. Keberhasilan seorang diplomat, pegawai militer, pengusaha, mahasiswa, dan sebagainya di suatu Negara asing antara lain ditentukan oleh kemampuan mereka dalam mengatasi masalah-masalah budaya. Mereka yang dapat mengatasi masalah-masalah budaya secara efektif inilah, baik dalam konteks nasional (hubungan antarmanusia yang berbeda budaya dalam suatu Negara) ataupun dalam konteks internasional (hubungan antarmanusia yang berbeda budaya dan Negara), dapat disebut manusia-manusia antarbudaya. Konsep manusia antarbudaya dikemukakan William B.Gudykunstr dan Young Yun Kim dalam buku mereka, Communicating with Stranger: An Approach to Intercultural Communication (1984 : 229-235). Konsep-konsep lain seperti manusia multibudaya, manusia universal, manusia internasional, dan manusia marjinal, digunakan oleh beberapa penulis lain untuk menunjuk manusia yang berkarakter serupa. Menurut Gudykunst dan Kim, manusia antarbudaya adalah orang yang telah mencapai tingkat tinggi dalam proses antarbudaya yang kognisi, afeksi, dan perilakunya tidak terbatas, tetapi , tetapi terus berkembang melewati parameter-parameter psikologis suatu budaya. Ia memiliki kepekaan budaya yang berkaitan erat dengan kemampuan beremapati terhadap budaya tersebut. Sementara menurut Adler (1982 : 389-391) mangatakan bahwa manusia multibudaya adalah orang yang identitas dan loyalitasnya melewati batas-batas kebangsaan dan yang komitmennya bertaut dengan suatu pandangan bahwa dunia ini adalah suatu komunitas global; ia adalah orang yang secara intelektual dan emosional terikat pada kesatuan fundamental semua manusia yang pada saat yang sma mengakui, menerima, dan menghargai perbedaan-perbedaan mendasar antara orangorang yang berbeda budaya. Selanjutnya Adler menjelaskan bahwa, “Identitas manusia multibudaya tidak berlandaskan pada ‘pemilikan’ yang mengisyaratkan memiliki atau dimiliki budaya, tetapi berlandaskan pada kesadaran diri yang mampu bernegosiasi tentang rumusan-rumusan relaitas yang baru….Ia tidak seutuhnya merupakan bagian atau pun sama sekali terpisah dari budayanya; alih-alih, ia berada di perbatasan.” Senada dengan pendapat Adler, Walsh (1973) mengemukakan, “Menjadi manusia universal tidaklah berarti seberapa banyak manusia itu tahu tapi seberapa dalam dan luas intelektualitas yang ia miliki dan bagaimana ia menghubungkannya dengan masalah-masalah penting yang universal…Ia memelihara apapun yang paling valid dan bernilai dalam setiap budaya” . Menurut Walsh, cirri-ciri manusia universal itu adalah PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA Menjadi Manusia Antarbudaya bahwa ia: menghormati semua budaya; memahami apa yang orang-orang dari budaya lain pikirkan, rasakan, dan percaya; dan menghargai perbedaan-perbedaan budaya. Uraian di atas memberi isyarat, betapa pentingnya peranan manusia antarbudaya dewasa ini untuk mengurangi kesalahpahaman antara orang-orang yang berbeda budaya. Ia dapat menjadi penengah antara orang-orang yang berbeda budaya yang berselisih paham, antara lain dengan menentukan di mana kesalahpahamankesalahpahaman telah terjadi dan bagaimana kesalahpahaman itu dapat dikurangi dalam interaksi-interaksi antarbudaya selanjutnya. Bagi dirinya sendiri, posisi dan kemampuannya sebagai manusia antarbudaya memungkinkannya berkomunikasi secara luwes, efektif dan memuaskan dengan orang-orang dari budaya lain yang ia hadapi. Dengan menjadi manusia antarbudaya tidak berarti bahwa kita lalu kehilangan identitas kita sebagai warga dari bangsa dan budaya tertentu. Tidak pula berarti bahwa kita secara harfiah “berbuat seperti orang Roma jika berada di Roma”. Tetapi kita dapat berperilaku dengan cara-cara yang dapat diterima budaya orang lain tapi juga diterima budaya kita sendiri. Kita dapat menjadi manusia antarbudaya, sementara kita pun menjadi manusia Indonesia dan menganut suatu agama. Bila kita tidak minum minuman keras dan tidak makan daging babi karena alasan agama, kita dapat menyatakan sikap kita kepada orang dari agama atau budaya lain yang menawari kita minum dan makanan itu. Orang itu pun, bila ia seorang manusia antarbudaya, tentu akan menghargai kepercayaan kita. Sebaliknya, kita pun jangan memaksanya untuk memakan makanan daerah kita yang kita hidangkan padanya, semata-mata karena lidah kita merasakannya lezat. Itulah sikap manusia antarbudaya. Bagi para (calon) pemimpin bangsa, kesediaan dan kemampuan menjadi manusia antarbudaya ini lebih penting lagi, karena dengan peranan dan pengaruhnya, mereka dapat membantu dan mengatasi konflik-konflik antarbudaya di Negara mereka sendiri atau bahkan konflik-konflik antara bangsa mereka dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dengan kalimat lain, bila para pemimpin bangsa di dunia saling memahami dan menghargai budaya bangsa lain, maka akan lebih mudah bagi bangsa-bangsa yang bersangkutan untuk hidup rukun. PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR – UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA