BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Pemasaran
Pemasaran mengandung arti luas karena membahas mengenai
masalah yang terdapat dalam perusahaan dan hubungannya dengan
perdagangan barang dan jasa.
Menurut Kotler & Keller (2012 : 27) :
Marketing is about identifying and meeting human and social
needs. (Pemasaran adalah tentang bagaimana mengidentifikasi dan
memenuhi keinginan manusia).
2.2
Konsep Pemasaran Holistik
Menurut Kotler & Keller (2012 : 41) :
The holistic marketing concept is based on the development,
design, and implementation of marketing programs, processes, and
activities that recognizetheir breadth interdependencies. Holistic
marketing acknowledges that everything matters in marketing—and that a
broad, integrated perspective is often necessary. (Konsep pemasaran
holistik didasarkan pada pengembangan, desain, dan implementasi
program pemasaran, proses, dan aktivitas yang menggambarkan
hubungan saling ketergantungan. Pemasaran holistik menjelaskan bahwa
semua hal penting dalam pemasaran—dan perspektif yang luas dan
terpadu sering diperlukan).
5
Gambar 2.1
Holistic Marketing Dimensions
Sumber : Kotler & Keller (2012 : 41)
Marketing Managerment, Global Edition. Pearson Prentice Hall
2.2.1
Orientasi Pemasaran Holistik dan Nilai Pelanggan
Menurut Kotler & Keller (2012 : 58) :
One view of holistic marketing sees it as “integrating the value
exploration, value creation, and value delivery activities with the purpose
of building long-term, mutually satisfying relationships coprosperity
among key stakeholder”. Holistic marketers thus succeed by managing a
superior value chain that delivers a high level of product quality, service,
and speed. They achieve profitable growth by expanding customer share,
building customer loyalty, and capturing customer lifetime value. Holistic
marketers address three key management questions:(Salah satu
pandangan pemasaran holistik yaitu "mengintegrasikan eksplorasi nilai,
penciptaan nilai, dan aktivitas nilai pengiriman dengan tujuan
membangunjangka panjang, hubungan kemitraan saling menguntungkan
di antara stakeholder utama". Pemasar holistik dapat berhasil dengan
mengelola rangkaian nilai unggul yang memberikan kualitas produk
tingkat tinggi, pelayanan, dan kecepatan. Pemasar holistik mencapai
pertumbuhan keuntungan dengan memperluas customer share,
membangun loyalitas pelanggan, dan menangkapseumur hidup nilai
pelanggan. Pemasar holistik mengatasi tiga pertanyaan kunci):
6
1.
2.
3.
2.2.2
Value exploration—How a company identifies new value
opportunities.
(Bagaimana
sebuah
perusahaan
mengidentifikasisuatu peluang nilai baru).
Value creation—How a company efficiently creates more
promising new value offerings. (Bagaimana sebuah perusahaan
efisien dalam menciptakan penawaran nilai baru yang lebih
menjanjikan).
Value delivery—How a company uses its capabilities and
infrastructure to deliver the new value offerings more efficiently.
(Bagaimana sebuah perusahaan menggunakan kemampuan dan
infrastruktur untuk memberikan penawaran nilai baru yang lebih
efisien).
Pengertian Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran merupakan suatu tindakan yang dilakukan
oleh perusahaan yang ditujukan untuk mengatur proses pertukaran.
Menurut Kotler & Keller (2012 :27) :
Marketing Management as the art and science of choosing target
markets and getting, keeping, and growing customers trough
creating, delivering, and communicating superior customer value.
(Manajemen Pemasaran adalah seni dan ilmu di dalam memilih
pasar sasaran serta meraih, mempertahankan, dan menumbuhkan
pelanggan
melalui
penciptaan,
penghantaran,
dan
pengkomunikasian nilai pelanggan yang unggul).
Menurut The American Marketing Association:
Marketing management sebagai “the activity, set of institutions,
and process for creating, communicating, delivering, and
exchanging offerins that have value for customers, clients,
partners, and society at large”. (aktifitas, seluruh bagian
perusahaan, dan proses untuk membuat, mengkomunikasikan,
memberikan, dan menciptakan pertukaran yang memiliki nilai bagi
pelanggan, klien, mitra, dan masyarakat luas).
7
2.3
Bauran Pemasaran
Tugas pemasar adalah merencanakan aktivitas-aktivitas pemasaran
dan membentuk program pemasaran yang terintegrasi penuh untuk
menciptakan, mengkomunikasikan, dan menghantarkan nilai kepada
pelanggan.
Menurut Kotler & Keller (2012:47–48) :
The Four PsComponents of the Marketing Mix (Komponen 4 P
Bauran Pemasaran):
a. Product : Product variety, Quality, Design, Features, Brand
name, Packaging, Sizes, Services, Warranties, and Returns.
(Variasi produk, Kualitas, Desain, Fitur, Nama merek,
Kemasan, Ukuran, Pelayanan, Jaminan, dan Pengembalian).
b. Price : List price, Discounts, Allowances, Payment period, and
Credit terms. (Daftar harga, Diskon, Tunjangan, Periode
pembayaran, dan Ketentuan kredit).
c. Place : Channels, Coverage, Assortments, Locations,
Inventory, and Transport. (Saluran distribusi, Sebaran
pelanggan dalam suatu wilayah, Aneka pelanggan, Lokasi,
Persediaan, dan Pengiriman).
d. Promotion : Sales promotion, Advertising, Sales force, Public
relations, and Direct marketing. (Promosi penjualan,
Periklanan, Tenaga penjual, Hubungan masyarakat, dan
Pemasaran langsung).
Updating The Four Ps of Modern Marketing Management :
a. People : reflects, in part, internal marketing and the fact that
employees are critical to marketing success. Marketing will
only be as good as the people inside the organization. It also
reflectsthe fact that marketers must view consumers as people
to understand their lives more broadly, and not just as they
shop for and consume products and service. (menggambarkan,
sebagian, pemasaran internaldan fakta bahwa karyawan
adalah penentu bagi keberhasilan pemasaran. Pemasaran
hanya akan berjalan baik dengan orang di dalam organisasi.
Ini sebenarnya juga mencerminkan bahwa pemasar harus
melihat konsumen sebagai orang untuk memahami kehidupan
mereka secara lebih luas, dan bukan hanya saat mereka
berbelanja dan mengkonsumsi produk dan jasa).
b. Performance : We difine performance as in holistic marketing,
to capture the range of possible outcome measures that have
8
financial and non financial implications (profitability as well
as brand and customer equity), and implications beyond the
company itself (social responsibility, legal, ethical, and
community related). (Kami mengartikan performance seperti
pada pemasaran holistik, untuk menangkap berbagai hasil
pengukuran yang mungkin memiliki implikasi keuangan dan
non keuangan (profitabilitas serta ekuitas merek dan
pelanggan), dan implikasinya di luar perusahaan itu sendiri
(tanggung jawab sosial, hukum, etika, dan masyarakat terkait).
c. Process : reflects all the creativity, discipline, and structure
brought to marketing management. Marketers must avoid ad
hoc planning and decision making and ensure that state-of-theart marketing ideas and concepts play and appropriate role in
all they do, in mutually beneficial long-term relationships.
Another important set of processes guides the firm in
imaginatively generating insights and breakthrough products,
services, and marketing activities. (menggambarkan semua
kreatifitas, disiplin, dan struktur di dalam manajemen
pemasaran. Pemasar harus menghindari perencanaan yang
tidak pasti dan pengambilan keputusan dan memastikan bahwa
suatu seni ide-ide pemasaran dan konsep yang berjalan dan
peran yang tepat semua yang mereka lakukan, saling
menguntungkan dalam hubungan jangka panjang. Seluruh
rangkaian proses penting dalam menjalankan perusahaan
untuk menghasilkan wawasan imajinatif dan produk baru, jasa,
dan kegiatan pemasaran).
d. Programs : reflects all the firm’s consumer-directed activities.
It encompasses the old four Ps as well as a range of other
marketing activities that might not fit as neatly into the old
view of marketing. Regardless of whether they are online or
offline, traditional or nontraditional, these activities must be
integrated such that their whole is greater than the sum of their
parts and they accomplish multiple objectives for the firm.
(menggambarkan seluruh kegiatan perusahaan dalam
mengelola konsumen. Ini meliputi 4P lama serta berbagai
kegiatan pemasaran lainnya yang mungkin tidak cocok lagi
dengan pemasaran lama. Terlepas dari apakah mereka sedang
online atau offline, tradisional atau non tradisional, kegiatan
ini harus terintegrasi sehingga secara keseluruhan konsumen
mendapat lebih besar dari jumlah bagian-bagian mereka dan
mencapai tujuan bagi perusahaan).
9
2.4
Pengertian Merek
Menurut Philip Kotler, Manajemen Pemasaran (2009) :
Merek adalah produk atau jasa yang dimensinya mendiferensisikan
merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang
dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama, perbedaan ini bisa
fungsional, rasional, atau nyata – berhubungan dengan kinerja produk dari
merek. Perbedaan ini bisa juga lebih bersifat simbolis, emosional, atau
tidak nyata – berhubungan dengan apa yang dipersentasikan merek.
Sedangkan menurut Durianto (2007:1) :
”Merek
merupakan
nama,
istilah,
simbol,
tanda
ataupun
kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang
dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi
untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan dengan produk
pesaing”.
Pengertian merek adalah nama, istilah, logo atau lambang dan
kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut yang dimaksud untuk
mengidentifikasikan barang-barang atau jasa dari seorang penjual atau
kelompok penjual untuk membedakannya dengan produk pesaing”. Jackie,
Miranty, Yanty (2007 : 2).
Dalam buku Manajemen Pemasaran, Kotler (2009), American
Marketing Assosiation mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tnada,
simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasi barang atau jasa seorang atau sekelompok penjual dan
10
untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. Dengan demikian,
merek menjadi tanda pengenal penjual atau pembuat. Menurut Undangundang
merek
dagang,
penjual
diberikan
hak
eksklusif
untuk
menggunakan mereknya untuk selamanya. Merek berbeda dengan lainnya
seperti paten dan hak cipta, yang mempunyai batas waktu kepemilikan.
Merek adalah suatu simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam
tingkat pengertian :
1. Atribut : Merek mengingatkan atribut-atribut tertentu. Contoh :
Mercedes menyiratkan mobil yang mahal, kokoh, direkayasa
dengan baik, tahan lama, bergengsi tinggi.
2. Manfaat : Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat
fungsional
dan
emosional.
Atribut
“tahan
lama”
dapat
diterjemahkan menjadi manfaat fungsional, “saya tidak perlu
membeli mobil lain selama beberapa tahun, “ Atribut “mahal”
mungkin diterjemahkan menjadi manfaat emosional, Mobil
tersebut membuat saya merasa penting dan dikagumi”.
3. Nilai : Merek tersebut mengatakan sesuatu tentang nilai
produsennya. Mercedes berarti kinerja tinggi, keselamatan, dan
gengsi.
4. Budaya : Merek tersebut juga mungkin melambangkan budaya
tertentu. Mercedes melambangkan budaya Jerman : terorganisir,
efisien, bermutu tinggi.
11
5. Kepribadian : Merek tersebut dapat mencerminkan kepribadian
tertentu. Mercedes mungkin menyiratkan bos yang serius, singa
yang berkuasa (binatang), atau istana yang agung (objek).
6. Pemakai : Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang
membeli atau menggunakan produk tersebut. Kita akan berharap
untuk melihat eksekutif puncak berumur 55 tahun dibelakang setir
Mercedes, bukan sekretaris berumur 20 tahun.
2.4.1
Cara membangun merek
Perusahaan harus dapat menciptakan brand image yang positif dan
baik
agar
konsumen
memiliki
kepercayaan
terhadap
produk
tersebut.Dalam menciptakan kesan-kesan konsumen terhadap suatu merek
yang positif dan baik. Menurut Rangkuti (2002:45), perusahaan dapat
membangun merek dengan cara berikut :
a. Memiliki positioning yang tepat.
Merek dapat diposisikan dengan cara menempatkan secara spesifik
dibenak konsumen yaitu menempatkan semua aspek dari brand
value secara konsisten sehinggga bisa menjadi nomor satu di benak
konsumen.
b. Memiliki brand value yang tepat.
Semakin tepat mereka diposisikan di benak konsumen,maka
mereka akan semakin kompetitif.Tetapi untuk mengelola hal
tersebut, perlu mengetahui brand value yang nantinya akan
12
membentuk
brand
personality,karena
brand
personality
mencerminkan gejolak perubahan selera masyarakat.
c. Memiliki konsep yang tepat tahap akhir untuk mengkomunikasikan
brand value dan brand positioning yang tepat kepada konsumen
harus didukung oleh konsep yang tepat.Konsep yang baik adalah
dapat mengkomunikasikan semua elemen-elemen brand value dan
brand positioning yang tepat sehingga brand image dapat terus
menurus ditingkatkan.
2.5
Kualitas Produk
Definisi kualitas produk berpusat upaya pemenuhan kebutuhan
konsumen dan keinginan konsumen serta ketetapan penyampaiannya
untuk mengimbangi harapan konsumen.
Aplikasi kualitas sebagai sifat dari penampilan produk atau kinerja
merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih
keunggulan yang bersinambungan, baik sebagai pemimpin maupun
sebagai bawahan.
Menurut Kotler dan Keller (2009:354) menyatakan bahwa kualitas
produk adalah kemampuan suatu produk untuk melaksanakan fungsinya,
meliputi daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahan operasi dan
perbaikan serta atribut bernilai lainnya.
13
Kualitas produk menurut Kotler dan Amstrong (2006:225) “The
ability of a product to perform its function” atau kemampuan suatu produk
dalam memberikan kinerja sesuai fungsinya. Kualitas baik akan
membangun
kepercayaan
konsumen
sebagai
penunjang
kepuasan
konsumen. Setiap perusahaan harus memilih tingkat kualitas yang akan
membantu
atau
menunjang
usaha
untuk
meningkatkan
atau
mempertahankan posisi produk itu dalam pasar sasarannya. Kualitas
merupakan suatu alat utama untuk mencapai posisi produk dan juga
kualitas menyatakan tingkat kemampuan dari suatu produk tertentu dalam
melaksanakan fungsi yang diharapkan.
Menurut Kotler & Amstrong (2004:354), dimensi yang digunakan
untuk menganalisis karakteristik kualitas produk adalah sebagai berikut:
a. Performansi (Performance) berkaitan dengan aspek fungsional dari
produk itu dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan
pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.
b. Ciri-ciri (Feature)merupakan aspek kedua dari performansi yang
menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan
pengembangannya.
c. Keandalan
(Reliability)
berkaitan
dengan
probabilitas
atau
kemungkinan suatu produk melaksanakan fungsinya secara berhasil
dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.
14
d. Konformasi (Conformance) berkaitan dengan tingkat kesesuiaan
produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan berdasarkan
keinginan pelanggan.
e. Daya Tahan (Durability)merupakan ukuran masa pakai suatu produk.
f. Kemampuan Pelayanan (Serviceability) merupakan karakteristik
yang berkaitan dengan kecepatan, keramahan, kesopanan, kompetensi,
kemudahan dalam melakukan reparasi, penanganan keluhan yang
memuaskan.
g. Estetika (Aesthetics) merupakan karakteristik yang bersifat subjektif
sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari
preferensi atau pilihan individual.
h. Kualitas Yang Dirasakan (Perceived Quality) bersifat subjektif,
berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk
itu.
2.6
Pengertian Keputusan Pembelian
Menurut Kotler & Armstrong (2008: 179 – 181) tahap-tahap yang
dilewati pembeli untuk mencapai keputusan membeli melewati lima tahap,
yaitu:
a. Pengenalan kebutuhan
b. Pencarian informasi
c. Evaluasi alternatif
d. Keputusan pembelian
15
e. Tingkah laku pasca pembelian
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Pengenalan masalah
Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah dimana
pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli
merasakan perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang
diinginkan.
b. Pencarian informasi
Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari lebih
banyak informasi tetapi mungkin juga tidak. Pengaruh relatif
dari sumber informasi ini bervariasi menurut produk dan
pembeli. Pada umumnya, konsumen menerima sebagian besar
informasi mengenai suatu produk dari sumber komersial, yang
dikendalikan oleh pemasar. Akan tetapi, sumber paling efektif
cenderung sumber pribadi. Sumber pribadi tampaknya bahkan
lebih penting dalam mempengaruhi pembelian jasa. Sumber
komersial biasanya memberitahu pembeli, tetapi sumber
pribadi membenarkan atau mengevaluasi produk bagi pembeli.
c. Evaluasi alternatif
Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen
menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif
dalam perangkat pilihan. Pertama, kita menganggap bahwa
16
setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut
produk. Kedua, konsumen akan memberikan tingkat arti
penting berbeda terhadap atribut berbeda menurut kebutuhan
dan keinginan unik
masing-masing. Ketiga, konsumen
mungkin akan mengembangkan satu himpunan keyakinan
merek mengenai dimana posisi setiap merek. Keempat, harapan
kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada tingkat
atribut yang berbeda. Kelima, konsumen sampai pada sikap
terhadap merek berbeda lewat beberapa prosedur evaluasi.
d. Keputusan membeli
Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek
dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya,
keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang
paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk
membeli dan keputusan untuk membeli.
e. Tingkah laku pasca pembelian
Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu konsumen
mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan
pada rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pembeli
merasa puas atau tidak puas dengan suatu pembelian terletak
pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang
diterima dari produk.
17
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004) :
Keputusan pembelian adalah pemilihan dari dua atau lebih
alternatif pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa seseorang dapat
membuat keputusan, haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan.
Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses
dalam pengambilan keputusan tersebut itu dilakukan.
Dalam konteks perilaku konsumen, maka pengambilan keputusan
konsumen (consumer decision marketing) dapat didefinisikan sebagai
suatu p roses dimana konsumen melakukan penilaian terhadap berbagai
alternatif pilihan dan memilih salah satu atau lebih alternatif yang
diperlukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Definisi ini
ingin menegaskan bahwa suatu keputusan tidak harus memilih satu dari
sejumlah alternatif, akan tetapi keputusan harus didsarkan pada relevansi
antara masalah dan tujuannya.
2.7
Keterkaitan Merek, Kualitas Produk Dengan Keputusan Pembelian
Citra Merek (brand image) merupakan sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu.Ada tiga indikator
dari brand image,yaitu:
a. Citra perusahaan (corporation image) adalah sekumpulan asosiasi
yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yan membuat suatu
produk barang atau jasa.Dalam penelitian ini citra pembuat meliputi:
popularitas,kredibilitas serta jaringan perusahaan.
18
b. Citra konsumen (user image) adalah sekumpulan asosiasi yang di
persepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu
barang atau jasa, meliputi: pemakai itu sendiri,gaya hidup/kepribadian,
serta status sosialnya.
c. Citra produk (produk image) adalah sekumpulan asosiasi yang di
persepsikan konsumen terhadap suatu produk.Meliputi atribut produk
tersebut,manfaat bagi konsumen,penggunaanya serta jaminan.
Keputusan konsumen merupakan keputusan yang ditentukan oleh
konsumen dalam menentukan pilihannya dalam pembelian suatu produk
dan jasa.
Menurut Supranto (2007:132) adalah sebagai berikut :
”Citra merek adalah apa yang konsumen pikir atau rasakan ketika
mereka mendengar atau melihat nama suatu merek atau pada intinya apa
yang konsumen pelajari tentang merek”.
Ketika brand image telah membangun karakter suatu produk dan
memberi nilai proposition, kemudian menyampaikan karakter produk
kepada konsumennya
secara unik, berarti merek tersebut telah
memberikan kekuatan emosional lebih dari kekuatan rasional yang
dimiliki oleh produk tersebut. Hal ini akan membuat konsumen
mengasosiakan serangkaian hal positif dalam pemikiran ketika mereka
memikirkan merek tertentu. (Dolak : 2004)
Tulisan di dalam Journal of Marketing Theory and Practice (2004)
:
19
Contrary to previous research, compulsive buying is modeled as a
function of one's personal goals, rather than simply an outcome of
psychological tension. Consumer researchers have paid little attention to
the purposive element of consumer behavior. Viewing consumers as goalseeking individuals should contribute to our understanding of a
fundamental question about consumer behavior - what are consumers
trying to accomplish when they purchase and consume products and
services? The study finds that extrinsic goals emphasizing financial
success and attractiveness to others are positively related to compulsive
buying. Conversely, intrinsic goals emphasizing self-acceptance and
community feelings are negatively related to compulsive buying. The
findings emphasize the importance of further research and theory
development in the study of compulsive buying and have important
implications for our understanding of consumer behavior and well being.
(Berbeda dengan penelitian sebelumnya, kompulsif membeli dimodelkan
sebagai fungsi daritujuan pribadi seseorang, bukan hanya hasil dari
ketegangan psikologis. Penelitian konsumen telah member sedikit
perhatian ke elemen purposive perilaku konsumen. Melihat konsumen
sebagai pencari tujuan individu harus memberikan kontribusi untuk
pemahaman kita tentang pertanyaan mendasar tentang perilaku
konsumen- apa yang konsumen capai ketika mereka membeli dan
mengkonsumsi produk dan jasa?Studi ini menemukan bahwa tujuan
ekstrinsik menekankan keberhasilan keuangan dan daya tarik kepada
orang lain secara positif terkait dengan pembelian kompulsif. Sebaliknya,
tujuan intrinsik menekankan perasaan penerimaan diri dan masyarakat
yang negatif terkait dengan perilaku belanja kompulsif. Temuan
menekankan pentingnya penelitian lebih lanjut dan pengembangan teori
dalam studi perilaku belanja kompulsif dan memiliki implikasi penting
bagi pemahaman kita tentang perilaku konsumen dan kesejahteraan).
Tulisan di dalam Journal of Marketing Chandon, Hutchinson,
Bradlow,& Young (2009) :
Recent trends in marketing have demonstrated an increased focus
on in-store expenditures with the hope of “grabbing consumers” at the
point of purchase, but does this make sense? To help answer this question,
the authors examine the interplay between in-store and out-of-store
factors on consumer attention to and evaluation of brands displayed on
supermarket shelves. Using an eye-tracking experiment, they find that the
number of facings has a strong impact on evaluation that is entirely
20
mediated by its effect on visual attention and works particularly well for
frequent users of the brand, for low-market-share brands, and for young
and highly educated consumer who are willing to trade off brand and
price. (Tren terbaru dalam pemasaran telah menunjukkan peningkatan
fokus belanja di dalam toko dengan harapan "meraih konsumen"pada titik
pembelian, tapi apakah ini masuk akal?Untuk membantu menjawab
pertanyaan ini, penulis meneliti interaksi antara faktor in-storedan out-ofstore ke dalam perhatian konsumen dan evaluasi tampilan merek di rakrak supermarket. Menggunakan eksperi menjarak pandang-mata, kami
menemukan bahwa jumlah facings memiliki efek yang kuat pada evaluasi
yang merupakan media oleh perhatian visual dan bekerja sangat baik bagi
banyak pengguna merek, pangsa pasar merek yang rendah, dan bagi
konsumen baru dan membutuhkan edukasi tinggi mengenai merek dan
harga).
They also find that gaining in-store attention is not always
sufficient to drive sales. For example, top- and middle- shelf positions gain
more attention than low- shelf position;however only top- shelf positions
carry through to brand evaluation. The results underscore the important
of combining eye-tracking and purchase data to obtain a full picture of the
effects of in-store and out-of-store marketing on point of purchase.(Kami
juga menemukan bahwa mendapatkan perhatian di dalam toko tidak
selalu cukup untuk meningkatkan penjualan. (Kami juga menemukan
bahwa mendapatkan perhatianin-store tidak selalu cukup untuk
mendorong penjualan. Misalnya, posisi teratas dan menengah rak
mendapatkan perhatian lebih daripada posisi rak-rendah; namun hanya
posisi rak-atas dapat membawa pada evaluasi merek. Hasilnya
menggarisbawahi pentingnya menggabungkan jarak pandang-mata dan
data pembelian untuk memperoleh gambaran penuh dari efekin-store dan
out-of-store pemasaran pada titik pembelian).
Tulisan di dalam Journal Of Marketing, Sethi (2000) :
New product quality has been found to have a major influence on
the market success and profitability of a new product. Firms are
increasingly using cross-functional teams for product development in
hopes of improving product quality, yet researchers know little about how
such teams affect quality. The author proposes and tests a series of
hypotheses regarding how new product quality is affected by team
characteristic (functional diversity and information integration) and
contextual influences (time pressure, product invectiveness from the firm’s
perspective, customer influence on the product development process, and
quality orientation in the firm). The finding reveal that quality is positively
related to information integration in the team, customer influence on the
product development process, and quality orientation in the firm. New
product quality is negatively influenced by the innovativeness of the new
21
product from the firm’s perspective. However information integration
mitigates the negative effect of innovativeness on quality. Quality
orientation weakness the relation between information integration and
quality. Time pressure and functional diversity do not have any effect on
product quality. (Kualitas produk baru telah ditemukan memiliki pengaruh
besar pada keberhasilan pasar dan profitabilitas produk baru.Perusahaan
semakin menggunakan tim lintas fungsional untuk pengembangan produk
dengan harapan meningkatkan kualitas produk, namun para penelit
imengetahui sediki ttentang bagaimana tim tersebut mempengaruhi
kualitas. Penulis mengusulkan dan menguji serangkaian hipotesis
mengenai bagaimana kualitas produk baru dipengaruhi oleh
karakteristiktim (keanekaragaman fungsional dan integrasiinformasi) dan
pengaruh kontekstual (tekanan waktu, bawaan produk, pengaruh
pelanggan perusahaan perspektif tentang proses pengembangan produk,
dan kualitas orientasi dalam perusahaan). Temuan menunjukkan bahwa
kualitas secara positif berkaitan dengan integrasi informasi dalam tim,
pengaruh pelanggan pada proses pengembangan produk, dan orientasi
kualitas dalam perusahaan. Kualitas produk baru secara negatif
dipengaruhi oleh inovasi dari produk baru dari perspektif perusahaan.
Namun integrasi informasi mengurangi efek negatif dari inovasi pada
kualitas. Kualitas orientasi kelemahan hubungan antara integrasi
informasi dan berkualitas. Tekanan waktu dan keanekaragaman
fungsional tidak memiliki efek pada kualitas produk).
22
Download