(PWIM) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA DAN MENULIS

advertisement
PICTURE WORD INDUCTIVE MODEL (PWIM) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA
DAN MENULIS PERMULAAN DI SEKOLAH DASAR
Anggi Citra Apriliana*
[email protected]
ABSTRAK
Pembelajaran membaca dan menulis di SD dilaksanakan sesuai dengan tingkatan
kelas awal dan kelas tinggi. Pembelajaran menulis di kelas awal tidak dapat
dipisahkan dengan keterampilan membaca permulaan walaupun antara
keterampilan membaca dan menulis merupakan dua keteampilan yang berbeda.
Menulis merupakan keterampilan produktif sedangkan membaca merupakan
keterampilan reseptif, oleh sebab itu pembelajaran membaca dan menulis di kelas
awal dikenal dengan istilah MMP (membaca dan menulis permulaan) sedangkan di
kelas tinggi disebut dengan istilah pembelajaran membaca dan menulis lanjut.
Pembelajaran membaca dan menulis permulaan sangat penting karena sebagai
dasar bagi pembelajaran membaca dan menulis pada tingkatan yang lebih tinggi di
Sekolah Dasar. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran membaca dan menulis di sekolah dasar yaitu Picture Word
InductiveModel (PWIM). Picture Word Inductive Model merupakan suatu model
yang dikembangkan oleh Emily. F. Calhoun pada tahun 1998. Model ini
memanfaatkan kemampuan siswa untuk berpikir secara induktif. Hal ini
memungkinkan siswa untuk membangun generalisasi. Dalam model ini siswa
disajikan gambar-gambar dan pemandangan familiar bagi mereka. Selanjutnya,
mereka dapat menghubungkan kata-kata dan gambar itu dengan cara
mengidentifikasi objek, dengan demikian siswa dapat mengembangkan kosakata
mereka sehingga dapat meningkatkan keterampilan membaca dan menulis.
Kata Kunci : Membaca Permulaan, Menulis Permulaan, Picture Word Inductive
Model
PENDAHULUAN
Pembelajaran
bahasa
Indonesia
memiliki
empat
ruang
lingkup
keterampilan
berbahasa
yaitu
mendengarkan, berbicara, membaca
dan menulis. Keterampilan tersebut
dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar yaitu keterampilan yang bersifat
menerima
(receptif)
meliputi
keterampilan
menyimak
dan
PEDAGOGIK Vol. IV, No. 1, Februari 2016
membaca, serta keterampilan yang
bersifat menghasilkan (productive)
meliputi keterampilan berbicara dan
menulis.
Keterampilan
membaca
sebagai salah satu dari empat
keterampilan berbahasa mempunyai
peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Dengan membaca
kita dapat mengetahui segala hal.
Banyak wawasan dan ilmu kita dapat
1
dari membaca. Pada semua jenjang
pendidikan membaca merupakan skala
prioritas yang harus dikuasai siswa.
Dengan
membaca
siswa
akan
memperoleh berbagai informasi yang
sebelumnya belum pernah didapatkan.
Semakin banyak membaca semakin
banyak pula informasi yang diperoleh.
Membaca tidak hanya berperan dalam
menguasai
bidang
studi
yang
dipelajarinya.
Namun
demikian,
membaca juga berperan dalam
mengetahui berbagai kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terus
berkembang.
Menurut pandangan “whole
language” keterampilan berbahasa
diajarkan secara terpadu. Dalam hal ini
bahwa keterampilan membaca tidak
diajarkan secara mandiri tetapi
merupakan suatu kesatuan dengan
keterampilan berbahasa yang lainnya.
Keterampilan
membaca
memiliki
hubungan yang sangat erat dengan
keterampilan menulis. Membaca dan
menulis merupakan keterampilan yang
saling melengkapi. Membaca dan
menulis merupakan keterampilan
berbahasa tulis. Seseorang yang
memiliki kemampuan membaca yang
baik akan memiliki kemampuan
menulis yang baik pula. Seseorang
yang ingin terampil dalam menulis
maka ia harus memiliki wawasan
terlebih dahulu melalui kegiatan
membaca.
Seperti
halnya
membaca,
menulis mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kehidupan
manusia. Dengan menulis, seseorang
dapat menuangkan aspirasi, ide dan
gagasan untuk mencapai maksud dan
tujuannya yang dapat disajikan dalam
PEDAGOGIK Vol. IV, No. 1, Februari 2016
berbagai bentuk tulisan serta dapat
bermanfaat bagi diri sendiri maupun
bagi pembaca. Sebagaimana kita
ketahui bahwa
menulis
bukan
merupakan sesuatu yang mudah.
Keterampilan menulis hanya dapat
diperoleh dan dikuasai dengan jalan
praktik dan latihan.Jadi, keterampilan
menulis
itu
mengalami
proses
pertumbuhan melalui latihan. Untuk
memperoleh keterampilan menulis
tidak cukup dengan mempelajari tata
bahasadan mempelajari pengetahuan
tentang teori menulis, melainkan
tumbuh melalui proses pelatihan.
Menulis
dapat
meningkatkan
kreativitas dan potensi seseorang
untuk dikembangkan lebih lanjut.
Tulisan dapat membangun peradaban.
Jadi
peradaban
yang
modern
merupakan
peradaban
yang
menjunjung tinggi budaya berpikir dan
menulis. Kiranya tidaklah berlebihan
bila dikatakan bahwa keterampilan
menulis merupakan ciri orang yang
terpelajar atau bangsa yang terpelajar.
Sayangnya kita jauh dari realita itu.
Masyarakat Indonesia kurang memiliki
kesadaran
pentingnya
menulis.
Sebagian besar menganggap bahwa
menulis merupakan kegiatan yang siasia dan tidak memiliki manfaat yang
besar. Dapat dikatakan bahwa menulis
belum menjadi budaya masyarakat
Indonesia.
Tidak
hanya
dalam
keterampilan menulis, masyarakat
Indonesia memiliki budaya baca yang
rendah pula. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Galuh, Ben. S
(http://www.pendidikan-diy.go.id/)
bahwa:
Berdasarkan Bank Dunia Nomor
16369-IND, dan studi IEA (International
2
Association for the Evaluation of
Education Achievement) di asia Timur,
tingkat terendah membaca dipegang
oleh Negara Indonesia dengan skor
51.7, di bawah Filipina skor (52.6),
Thailand (skor 65,1), Singapura (skor
74.0), dan Hongkong (skor 75.5). Bukan
itu saja, kemampuan orang Indonesia
dalam menguasai bahan bacaan juga
rendah, hanya 30 persen. Data lain
juga menyebutkan (UNDP) dalam
human Report 2000, bahwa angka
melek huruf orang dewasa Indonesia
hanya 65.5 persen, sedangkan
Malaysia sudah mencapai 86.4 persen,
dan Negara-negara maju seperti
Jepang, Inggris, Jerman, Amerika
Serikat umumnya sudah mencapai 99.0
persen.
Selain itu, suatu hasil penelitian studi
perbandingan tentang kemampuan
memperoleh
serta
memahami
informasi dari bacaan terungkap dalam
Progress in International Reading
Literacy Study(PIRLS). Dalam laporan
itu diketahui pada tahun 2011 siswa
kelas IV SD dari 45 Negara, ternyata
Indonesia menduduki urutan ke 42
dengan skor (428). Skor ini di bawah
Colombia (448), Uni Emirat Arab (439),
dan Arab Saudi (430). Sedangkan
negara yang memiliki skor tinggi
dipegang oleh Hongkong (571), Rusia
(568), Finlandia (568), Singapura (567).
Rendahnya kemampuan membaca dan
memahami isi bacaan ini disebabkan
antara lain oleh kurangnya minat baca
siswa. Sehubungan dengan hal
tersebut,
Hartawan
(2013)
menyatakan bahwa minat baca
masyarakat Indonesia sangat rendah.
Hal tersebut dipertegas oleh menteri
koordinator Bidang Kesejahteraan
PEDAGOGIK Vol. IV, No. 1, Februari 2016
Rakyat H.R Agung Laksono (2012),
menyatakan bahwa persentase minat
baca masyarakat Indonesia hanya
sebesar 0.01 persen. Artinya dalam
10.000 orang hanya 1 orang saja yang
memiliki minat baca.
Melihat fenomena tersebut sungguh
sangat
memprihatinkan.
Pada
dasarnya keterampilan membaca dan
menulis merupakan keterampilan yang
harus dikuasai oleh siswa SD karena
keterampilan ini secara langsung
sangat berkaitan dengan proses belajar
mengajar
di
Sekolah
Dasar.
Keterampilan ini merupakan dasar bagi
seseorang untuk dapat melakukan
komunikasi
secara
tertulis.
Kemampuan membaca dan menulis
harus dipupuk sejak dini. Tanpa
memiliki kemampuan membaca dan
menulis yang memadai sejak dini, anak
akan mengalami kesulitan belajar pada
masa selanjutnya. Oleh karena itu,
pembelajaran membaca dan menulis
sangat penting diajarkan di sekolah
dasar agar anak-anak dapat terlibat
kegiatan baca tulis. Pembelajaran
membaca dan menulis pada siswa
kelas rendah dikenal dengan istilah
MMP
(Membaca
dan
Menulis
Permulaan). Pembelajaran tersebut
merupakan kemampuan dasar yang
dapat menentukan murid Sekolah
Dasar dalam membaca dan menulis
lanjut pada kelas berikutnya. Dalam
proses
pembelajaran,
siswa
mempelajari keterampilan membaca
dan menulis secara terpadu.
Mengajar membaca dan menulis pada
siswa kelas rendah tidak mudah. Hal ini
sejalan dengan pendapat Wrigth
(Sukartingsih,
2004:52)
bahwa
“mengajar anak untuk dapat membaca
3
dan menulis merupakan kegiatan yang
sulit dilakukan”. Apalagi siswa kelas
rendah yang berada dalam usia
bermain, sangat sulit menghadapkan
mereka pada pembelajaran yang
serius, oleh sebab itu menuntut guru
untuk menyajikan pembelajaran MMP
yang menyenangkan bagi siswa.
Kenyataan di lapangan, secara umum
penguasaan keterampilan membaca
dan menulis permulaan siswa SD masih
rendah dan belum maksimal. Siswa
beranggapan bahwa menulis dirasakan
sebagai suatu beban yang berat. Siswa
memiliki rasa bosan dan tidak
bergairah
dalam
pembelajaran
membaca dan menulis.
Dengan permasalahan tersebut, maka
guru harus mengambil tindakan, yakni
dengan mencari dan menggunakan
suatu pendekatan
atau
model
pembelajaran yang efektif, inovatif,
dan
berpotensi
memperbaiki
pembelajaran membaca dan menulis
supaya meningkatkan gairah siswa
terhadap
pembelajaran
tersebutsehingga dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Dengan
demikian guru harus merancang suatu
bentuk pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan
dalam memecahkan masalah tersebut.
memungkinkan
siswa
untuk
membangun
generalisasi.
Dalam
model ini siswa disajikan gambargambar dan pemandangan familiar
bagi mereka. Selanjutnya, mereka
dapat menghubungkan kata-kata dan
gambar
itu
dengan
cara
mengidentifikasi
objek,
dengan
demikian
siswa
dapat
mengembangkan kosakata mereka
sehingga
dapat
meningkatkan
keterampilan membaca dan menulis.
Gambar visual dalam picture word
inductive model dapat mendorong
untuk menggali pengetahuan awal
siswa sehingga dapat membantu
mereka dalam menulis kata dan
kalimat serta paragraf. Gambar sangat
menarik sebagai rangsangan dalam
pembelajaran menulis pada siswa
sekolah dasar pada tahap awal.
Gambar tersebut sangat membantu
siswa
dalam
mengekspresikan
gagasannya serta memproduksi bahasa
(kata atau kalimat) yang akan
diungkapkan melalui tulisan. Dalam
kemampuan berpikir, bernalar, dan
berbahasa, anak usia sekolah dasar
tahap awal memerlukan simbol-simbol
atau gambar yang dapat membantu
meningkatkan keterampilan literasi
siswa.
Salah satu model yang dapat
diterapkan
dalam
pembelajaran
membaca dan menulis permulaan
yaitu Picture Word Inductive Model
(PWIM). Picture Word Inductive Model
merupakan
suatu
model
yang
dikembangkan oleh Emily. F. Calhoun
pada tahun 1998. Model ini
memanfaatkan kemampuan siswa
untuk berpikir secara induktif. Hal ini
HAKIKAT KETERAMPILAN MEM-BACA
DAN MENULIS PERMULAAN DI
SEKOLAH DASAR
Pembelajaran membaca dan
menulis di SD dilaksanakan sesuai
dengan tingkatan kelas awal dan kelas
tinggi. Pembelajaran menulis di kelas
awal tidak dapat dipisahkan dengan
keterampilan membaca permulaan
walaupun
antara
keterampilan
PEDAGOGIK Vol. IV, No. 1, Februari 2016
4
membaca dan menulis merupakan dua
keteampilan yang berbeda. Menulis
merupakan keterampilan produktif
sedangkan
membaca merupakan
keterampilan reseptif, oleh sebab itu
pembelajaran membaca dan menulis
di kelas awal dikenal dengan istilah
MMP
(membaca
dan
menulis
permulaan) sedangkan di kelas tinggi
disebut dengan istilah pembelajaran
membaca
dan
menulis
lanjut.
Pembelajaran membaca dan menulis
permulaan sangat penting karena
sebagai dasar bagi pembelajaran
membaca dan menulis pada tingkatan
yang lebih tinggi di Sekolah Dasar.
Proses belajar mengajar di
sekolah dasar tentunya memiliki
tujuan yang jelas. Demikian halnya
dengan membaca dan menulis
permulaan memiliki tujuan meliputi :
1). Memupuk dan mengembangkan
kemampuan
siswa
untuk
memahami dan melaksanakan
cara membaca dan menulis
dengan baik dan benar.
2). Melatih
mengembangkan
kemampuan
siswa
untuk
mengenal dan menulis huruf-huruf
(abjad) sebagai tanda bunyi atau
suara.
3). Melatih dan mengembangkan
kemampuan siswa agar terampil
mengubah tulisan menjadi suara
dan terampil menulis bunyi atau
suara yang didengar.
4). Mengenal dan melatih siswa
mempu membaca dan menulis
sesuai
dengan
teknik-teknik
tertentu.
5). Melatih keterampilan siswa untuk
dapat memahami kata-kata yang
PEDAGOGIK Vol. IV, No. 1, Februari 2016
dibaca atau ditulis dan mengingat
artinya dengan baik.
6). Melatih keterampilan siswa untuk
dapat menetapkan arti tertentu
dari sebuah kata dalam konteks
kalimat (Darmawati, 2010: 47).
Membaca
permulaan
merupakan suatu proses keterampilan
dan
proses
kognitif.
“Proses
keterampilan
menunjuk
pada
pengenalan dan penguasaan lambanglambang fonem, sedangkan proses
kognitif menunjuk pada penggunaan
lambang-lambang fonem yang sudah
dikenal untuk memahami makna suatu
kata atau kalimat” (Abidin, 2010: 116).
Berdasarkan
pengertian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa
membaca permulaan merupakan
proses membaca dasar pada siswa
kelas awal yang menekankan pada
proses mengenalkan huruf dan
lambang-lambang tulisan kemudian
menyuarakannya
sehingga
dapat
menerjemahkan ke dalam kata-kata
yang bermakna.
Sejalan dengan ketrampilan
membaca, keterampilan menulis di
Sekolah Dasar dibedakan menjadi
keterampilan menulis permulaan dan
keterampilan menulis lanjut. Kegiatan
menulis permulaan ditekankan pada
kegiatan menulis dengan menjiplak,
menebalkan, mencontoh, melengkapi,
menyalin, dikte, dan melengkapi
kalimat rumpang serta melengkapi
cerita. Sedangkan pada keterampilan
menulis lanjut diarahkan pada menulis
untuk
mengungkapkan
pikiran,
perasaan, dan informasi dalam bentuk
percakapan, petunjuk, dan cerita.
5
Keterampilan menulis permulaan
merupakan keterampilan yang harus
dikuasai siswa Sekolah Dasar sejak dini,
karena
keterampilan
menulis
permulaan merupakan keterampilan
yang sangat mendasar bagi siswa
Sekolah Dasar. Menulis permulaan
merupakan keterampilan menulis yang
diajarkan pada siswa kelas rendah,
yakni kelas I, II, dan III Sekolah Dasar
sebagai pembelajaran menulis pada
tingkat dasar serta digabungkan
dengan pembelajaran membaca yang
lazim disebut MMP (Membaca Menulis
Permulaan). Pada dasarnya siswa SD
memiliki potensi yang sama untuk
menulis, tetapi tidak setiap siswa
memiliki keterampilan menulis yang
sama. Pengetahuan dan kemampuan
yang
diperoleh
siswa
pada
pembelajaran menulis permulaan akan
menjadi dasar dalam peningkatan dan
pengembangan kemampuan siswa
pada jenjang selanjutnya. Apabila
pembelajaran menulis permulaan yang
dikatakan sebagai acuan dasar
tersebut baik dan kuat, maka
diharapkan
hasil
pengembangan
keterampilan menulis sampai tingkat
selanjutnya akan menjadi baik pula.
Sedangkan pembelajaran menulis di
kelas, IV, V, VI lazim disebut
pembelajaran menulis lanjut.
PENGERTIAN
PICTURE
WORD
INDUCTIVE MODEL
Calhoun (2005:21) menyatakan bahwa
“Picture Word Inductive Model
merupakan
sebuah
penyelidikan
berorientasi pada strategi seni bahasa
yang menggunakan gambar familiar
untuk menggali kata-kata berdasarkan
keterampilan mendengarkan dan
PEDAGOGIK Vol. IV, No. 1, Februari 2016
berbicara siswa”. Dalam PWIM guru
menggunakan gambar familiar bagi
siswa untuk menggali kata-kata yang
berasal dari gambar tersebut sehingga
siswa dapat membaca dan menulis
berdasarkan kosakata dari gambar
yang kemudian dari kosakata tersebut
siswa dapat membuat sebuah kalimat
dan paragraf. PWIM mendorong siswa
untuk menggali pengetahuan awal
mereka melalui gambar visual. Gambar
tersebut
digunakan
untuk
meningkatkan keterampilan literasi
siswa. Hal tersebut sesuai dengan
yang dikatakan Adams, et.al (Calhoun:
2005) bahwa “Konsep menggunakan
gambar sebagai stimulus untuk
kegiatan pengalaman bahasa di dalam
kelas dikembangkan khusus untuk
mengajar siswa muda untuk membaca
dan menulis”.
PWIM menjadi cara yang bagus bagi
guru untuk memperkenalkan kosakata
baru dan membuka jalan untuk
mempelajari topik baru serta dapat
menjadi model yang sangat kreatif dan
fleksibel untuk semua kelas dan semua
tingkatan. PWIM dapat diaplikasikan di
berbagai mata pelajaran dan di
berbagai
tingkatan
seperti
mengembangkan literasi, ilmu sosial,
sastra, geografi, bahasa inggris, seni,
dan sebagainya. PWIM memberikan
peluang
kepada
siswa
untuk
menghasilkan informasi, mengatur
informasi, dan mengkomunikasikan
pemahaman mereka kepada orang
lain. Dengan menggunakan model
PWIM siswa dapat menulis cerita
kreatif
deskriptif,
dan
dapat
mengidentifikasi kosakata berdasarkan
gambar yang tertera. Diakui bahwa
pengembangan kosakata merupakan
6
saluran penting untuk peningkatan
keterampilan baca tulis (Ehri, et.al
dalam Joyce,et.al, 2009:153). Dengan
demikian PWIM merupakan salah satu
model pengajaran yang berurusan
dengan upaya pengembangan ini, yang
meliputi bagaimana menyimpan katakata dan bagaimana memindahkan
kata-kata tersebut ke dalam memori
jangka
panjang.
(Joyce,
et.al,
2009:153).
Calhoun (2005) menyatakan bahwa:
Guru dapat mengaplikasikan model ini
secara klasikal, berkelompok, dan
secara individual untuk mengarahkan
siswa bertanya dan menggali kosakata
berdasarkan gambar sehingga mereka
dapat membaca dan menuliskannya.
Siswa dapat menemukan prinsip
fonetik dan struktural serta dapat
menggunakan observasi dan analisis
dalam
pembelajaran
membaca,
menulis, dan mengarang.
bahasa. Dengan demikianmodel ini
dirancang untuk menjadi komponen
besar kurikulum seni berbahasa,
utamanya untuk para pembaca pemula
di tingkatan dasar dan di tingkatan
yang lebih tinggi.
PWIM merupakan suatu model
memproses informasi karena fokus
pedagogiknya seputar penyusunan
pelajaran-pelajaran sehingga siswa
dapat meneliti bahasa, bentuk dan
penggunaannya, seperti bagaimana
tentang huruf, kata, frasa, kalimat,
atau teks yang lebih panjang bekerja
untuk mendukung komunikasi. Model
ini
lebih
berkaitan
dengan
perkembangan
berbahasa
siswa,
bagaimana
mereka
mampu
memanfaatkan kata-kata yang telah
dipelajari dan bagaimana membuat
hubungan-hubungan antara kata-kata
itu dengan objek-objek yang ada
disekelilingnya.
Selain itu, Calhoun (2005:21) juga
berpendapat bahwa “PWIM dapat
digunakan untuk mengajarkan phonik
baik secara induktif maupun secara
eksplisit.” Model ini memungkinkan
siswa untuk membangun generalisasi
yang membentuk dasar penulisan
struktur dan analisis fonetik serta
dapat menghargai kemampuan siswa
dalam
berpikir.
PWIM
dapat
menumbuhkan kepercayaan diri pada
siswa, membuat siswa mandiri,
menanamkan
kecintaan
siswa
membaca dan menulis, serta dapat
menumbuhkan siswa berpikir secara
induktif. Dengan demikian prinsip
utama model ini adalah bahwa siswa
memiliki kemampuan untuk membuat
generalisasi yang dapat membantu
mereka untuk menguasai konvensi
LANGKAH-LANGKAH PICTURE WORD
INDUCTIVE MODEL
Menurut Joyce et.al (2009: 165)
terdapat beberapa langkah dalam
pembelajaran Picture Word Inductive
Model diantaranya sebagai berikut:
1). pilihlah sebuah gambar,
2). mintalah siswa mengidentifikasi apa
yang mereka lihat dalam gambar
tersebut,
3). tandai bagian-bagian gambar yang
telah
diidentifikasi
tadi.
(Guru
menggambar sebuah garis yang
merentang dari objek gambar ke kata,
mengucapkan
kata
itu,
dan
mengejanya serta menunjuk setiap
huruf dengan jarinya, mengucapkan
kata itu sekali lagi, dan kemudian
meminta siswa mengeja kata tersebut
bersama-sama),
PEDAGOGIK Vol. IV, No. 1, Februari 2016
7
4). membaca/mereview bagan kata
bergambar,
5). meminta siswa mengklasifikasi
kata-kata ke berbagai jenis kelompok.
Mengidentifikasi
konsep-konsep
umum dalam kata-kata tersebut untuk
menekankan kelas/golongan kata
tertentu secara umum,
6). menyuruh siswa berpikir tentang
judul untuk bagan kata bergambat itu.
(Guru membimbing siswa untuk
berpikir
tentang
petunjuk dan
informasi dalam bagan mereka dan
tentang opini mereka terhadap
informasi ini),
7). menyuruh siswa menyusun sebuah
kalimat atau sebuah paragraf secara
langsung yang berhubungan dengan
bagan kata bergambar tadi,
8).
membaca/mereview
kalimatkalimat atau paragraf-paragraf.
Joyce, et.al (2009: 152)
berpendapat bahwa “hubungan antara
benda-benda dan tindakan-tindakan
dalam gambar dengan bahasa siswa
memungkinkan mereka melakukan
peralihan secara alamiah dari bahasa
tutur (yang didengar dan diucapkan)
menuju bahasa tulis (dibaca dan
ditulis)”. Dengan demikian prinsip
penting dari model ini adalah
membangun perkembangan kosakata
dan bentuk-bentuk sintaksis siswa
serta memfasilitasi “peralihan” dari
tutur
menjadi
tulisan.
Prinsip
terpenting dalam model ini yaitu
bahwa membaca dan menulis secara
alamiah berhubungan satu sama lain
dan dapat dipelajari secara simultan,
yang pada akhirnya juga dapat
digunakan secara bersamaan untuk
mempercepat pertumbuhan siswa
PEDAGOGIK Vol. IV, No. 1, Februari 2016
dalam penggunaan bahasa dengan
mahir dan terampil.
DAMPAK
INSTRUKSIONAL
DAN
PENGIRING
PICTURE
WORD
INDUCTIVE MODEL
Menurut Joyce et.al (2009: 167)
terdapat
beberapa
dampak
instruksional dan pengiring dalam
Picture
Word
Inductive
Model
diantaranya yaitu:
1). Belajar bagaimana membangun
kosakata mereka,
2). Belajar
bagaimana
meneliti
struktur kata dan kalimat,
3). Menghasilkan
tulisan
(judul,
kalimat, dan paragraf),
4). Menghasilkan
pemahaman
tentang
hubungan
membaca/menulis,
5). Mengembangkan
keterampilan
dalam analisis fonetik dan
struktural,
6). Mengembangkan
minat
dan
kemampuan untuk berekspresi
dengan cara menulis,
7). Meningkatkan gairah membaca
teks-teks non fiksi,
8). Mengembangkan
keterampilan
meningkatkan bekerja sama dalam
belajar bersama orang lain dalam
ranah membaca/menulis.
PICTURE WORD INDUCTIVE MODEL
DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA
DAN MENULIS PERMULAAN PADA
SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR
Dalam PWIM guru menggunakan
gambar familiar bagi siswa untuk
menggali kata-kata yang berasal dari
gambar tersebut sehingga siswa dapat
membaca dan menulis berdasarkan
kosakata dari gambar yang kemudian
dari kosakata tersebut siswa dapat
8
membuat
sebuah
kalimat
dan
paragraf. PWIM mendorong siswa
untuk menggali pengetahuan awal
mereka melalui gambar visual. Gambar
tersebut
digunakan
untuk
meningkatkan keterampilan literasi
siswa. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Adams, et.al (Calhoun: 2005)
bahwa “Konsep menggunakan gambar
sebagai stimulus untuk kegiatan
pengalaman bahasa di dalam kelas
dikembangkan khusus untuk mengajar
siswa muda untuk membaca dan
menulis”.
Langkah-langkah
penerapanPWIMdalam pembelajaran
membaca dan menulis permulaan
pada siswa kelas II sekolah dasar dapat
dilihat dari contoh di bawah ini:
1). Guru memilih sebuah gambar
dengan tema binatang.
Gambar yang Telah Diidentifikasi oleh
Siswa
3). Guru menggambar sebuah garis
yang merentang dari objek gambar ke
kata, mengucapkan kata itu, dan
mengejanya serta menunjuk setiap
huruf dengan jarinya, mengucapkan
kata itu sekali lagi, dan kemudian
meminta siswa mengeja kata tersebut.
Gambar 2.3
Guru membimbing Siswa Mengeja
Kata
4).
Siswa
dibimbing
membaca/mereview
bagan
bergambar.
guru
kata
Gambar 2.1
Binatang Ternak
2). Siswa dibimbing oleh guru untuk
mengidentifikasi apa yang mereka lihat
dalam gambar tersebut.
Gambar 2.2
PEDAGOGIK Vol. IV, No. 1, Februari 2016
Gambar 2.4
Guru Membimbing Siswa Membaca
Bagan Kata Bergambar
5). Siswa dibimbing oleh guru
mengklasifikasi kata-kata ke berbagai
jenis kelompok. Misalnya kata ‘sapi’
merupakan benda hidup, kata ‘pagar’
merupakan
benda
mati,
dan
sebagainya.
6). Siswa dibimbing guru menyusun
sebuah kalimat atau sebuah paragraf
9
secara langsung yang berhubungan
dengan bagan kata bergambar tadi.
7). Siswa dibimbing oleh guru untuk
membaca kalimat yang telah dibuat
berdasarkan bagan kata bergambar
secara bersama-sama.
8). Siswa dibimbing guru membuat
judul yang sesuai dengan bagan kata
bergambar tersebut.
9).
Siswa
membuat
karangan
sederhana dengan mendeskripsikan
bagan kata bergambar menggunakan
huruf tegak bersambung.
Pada saat siswa membuat
karangan, guru berkeliling kelas untuk
memberikan bantuan dan bimbingan
terhadap siswa yang mengalami
kesulitan. Gambar yang digunakan
oleh guru harus disesuaikan dengan
tema yang terdapat pada kurikulum
tematik siswa kelas II sekolah dasar.
Gambar digunakan sebagai media
dalam Picture Word Inductive Model
untuk
merangsang
siswa
mengekspresikan
gagasan
serta
memproduksi bahasa (kata atau
kalimat) yang akan diungkapkan
melalui tulisan. Sejalan dengan hal
tersebut, Joyce, et.al (2009: 152)
berpendapat bahwa:
Hubungan antara benda-benda dan
tindakan-tindakan dalam gambar
dengan bahasa siswa memungkinkan
mereka melakukan peralihan secara
alamiah dari bahasa tutur (yang
didengar dan diucapkan) menuju
bahasa tulis (dibaca dan ditulis).
Dengan demikian prinsip penting dari
model
ini
adalah
membangun
perkembangan kosakata dan bentukbentuk
sintaksis
siswa
serta
memfasilitasi “peralihan” dari tutur
menjadi tulisan.Prinsip terpenting
PEDAGOGIK Vol. IV, No. 1, Februari 2016
dalam model ini yaitu bahwa membaca
dan
menulis
secara
alamiah
berhubungan satu sama lain dan dapat
dipelajari secara simultan, yang pada
akhirnya juga dapat digunakan secara
bersamaan
untuk
mempercepat
pertumbuhan
siswa
dalam
penggunaan bahasa dengan mahir dan
terampil.
KESIMPULAN
Kemampuan membaca dan menulis
harus dipupuk sejak dini. Tanpa
memiliki kemampuan membaca dan
menulis yang memadai sejak dini, anak
akan mengalami kesulitan belajar pada
masa selanjutnya. Oleh karena itu,
pembelajaran membaca dan menulis
sangat penting diajarkan di sekolah
dasar agar anak-anak dapat terlibat
kegiatan baca tulis. Pembelajaran
membaca dan menulis pada siswa
kelas rendah dikenal dengan istilah
MMP
(Membaca
dan
Menulis
Permulaan). Pembelajaran tersebut
merupakan kemampuan dasar yang
dapat menentukan murid Sekolah
Dasar dalam membaca dan menulis
lanjut pada kelas berikutnya.
Salah satu model yang dapat
diaplikasikan dalam pembelajaran
membaca dan menulis permulaan
yaitu Picture Word Inductive Model
(PWIM). Picture Word Inductive Model
merupakan
suatu
model
yang
dikembangkan oleh Emily. F. Calhoun
pada tahun 1998. Model ini
memanfaatkan kemampuan siswa
untuk berpikir secara induktif. Hal ini
memungkinkan
siswa
untuk
membangun
generalisasi.
Dalam
model ini siswa disajikan gambargambar dan pemandangan familiar
bagi mereka. Selanjutnya, mereka
10
dapat menghubungkan kata-kata dan
gambar
itu
dengan
cara
mengidentifikasi
objek,
dengan
demikian
siswa
dapat
mengembangkan kosakata mereka
sehingga
dapat
meningkatkan
keterampilan membaca dan menulis.
Picture Word Inductive Model
merupakan suatu model yang
dikembangkan oleh Emily. F. Calhoun
pada tahun 1998. Model ini
memanfaatkan kemampuan siswa
untuk berpikir secara induktif. Hal ini
memungkinkan
siswa
untuk
membangun generalisasi. Dalam
model ini siswa disajikan gambargambar dan pemandangan familiar
bagi mereka. Selanjutnya, mereka
dapat menghubungkan kata-kata dan
gambar
itu
dengan
cara
mengidentifikasi
objek,
dengan
demikian
siswa
dapat
mengembangkan kosakata mereka
sehingga
dapat
meningkatkan
keterampilan membaca dan menulis.
*Anggi Citra Apriliana adalah Dosen STKIP Sebelas April Sumedang
DAFTAR PUSTAKA
Abbas. E.W. (2009). Menulis Membangun Peradaban. Yogyakarta: Gama Media.
Abidin, Yunus. (2010). Strategi Membaca. Bandung: Rizki Press.
Abidin, Yunus. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter.
Bandung: Refika Aditama.
Ahuja dan Ahuja. (2010).Membaca Secara Efektif dan Efisien. Bandung. PT. Kiblat
Buku Utama.
Calhoun. Emily. F. (2005). Teaching Beginning Reading and Writing with the Picture
Word Inductive Model. USA: Association for Supervision and Curriculum
Development (ASCD).
Darmawati. (2010). Pelaksanaan Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan di
Kelas 1 SD Negeri 1 Jeumpet Aceh Besar. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu. 7 (2). 47.
Galus, Ben. S. (2011). Budaya Baca Orang Indonesia Masih Rendah. Dalam DIKPORA
(Dinas Penadidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)
[Online]. Tersedia: http://www.pendidikan-diy.go.id/?view=v_artikel&id=8. [21
Februari 2013].
PEDAGOGIK Vol. IV, No. 1, Februari 2016
11
Hartati, et.al (2006). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah.
Bandung: UPI Press.
Hartati, et.al. (2009). Pembinaan & Pengembangan Pembelajaran Bahasa & Sastra
Indonesia. Bandung: UPI Press.
Hartati, et.al (2012). Panduan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar.
Hartawan, Tonny. (2013). Hanya 1 dari 10 Ribu Warga Indonesia Suka Membaca.
Dalam
Tempo.co.
[Online].
Tersedia:
http://www.tempo.co/read/news/2012/01/12/079377034/Hanya-1-dari-10-Ribu-WargaIndonesia-Suka-Membaca. [21 Februari 2013].
Joyce, et.al. (2009). Models of Teaching (Eight Edition). Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Mulyati, Yeti. Dkk. (2010). Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Rahim, Farida. (2008). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Resmini, et.al. (2009). Membaca dan menulis di SD. Bandung: UPI Press.
Sukartiningsih, W. (2004). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Membaca dan
Menulis Permulaan di Kelas 1 Sekolah Dasar melalui Media Katu Bergambar.
Jurnal Pendidikan Dasar. 5. (1). 51-60.
PEDAGOGIK Vol. IV, No. 1, Februari 2016
12
Download