Siesta Bila Diabetes Menyerang Anak kesehatan Waspadai Gejala DM Tipe 1 1. Anak sering banyak berkemih. Buang air kecil yang dilakukannya ini tidak normal, terlalu banyak, dan bahkan sering mengompol. Hal ini karena tubuh berusaha mengeluarkan glukosa yang berlebihan melalui air kencing. 2. Anak banyak minum. Anak menjadi banyak minum untuk menggantikan cairan yang keluar saat buang air kecil. 3. Anak banyak makan dan mudah lapar. Tubuh belum mendapatkan energi, untuk itu rasa lapar terus ada. Padahal, makanan sudah masuk, namun energi memang belum bisa dibentuk karena glukosanya tak bisa masuk ke dalam sel tubuh. MUSIRON/REPUBLIKA LESU Mudah lelah, letih, lesu, adalah sebagian ciri diabetes. (diperagakan model) Penyakit diabetes melitus yang bersifat kronis berpotensi mengganggu pertumbuhan, bahkan bisa menyebabkan kematian. K etika Faiz mulai banyak makan, semua bergembira. “Wah, ini berarti sudah mulai banyak makan untuk pertumbuhan,” kenang Arif, sang ayah. Ketika anak yang kini berusia tujuh tahun itu masuk SD, makannya bertambah banyak. Anehnya, badan Faiz malah kurus dan perutnya buncit. Suatu hari, Faiz mengompol. Pipisnya banyak sekali dan badannya panas. Faiz pun dibawa ke dokter oleh ayahnya. Di sana, Faiz didiagnosis terkena penyakit paru-paru. Arif tak puas dengan penjelasan dokter umum itu. Ia pun memeriksakan Faiz kepada dokter spesialis anak. Betapa terkejutnya Arif. Hasil pengukuran glukosa dalam tubuh anaknya mencapai lebih dari 200. Faiz didiagnosis menderita penyakit diabetes melitus (DM) tipe 1. Lebih berbahaya Ketika kita mendengar penyakit diabetes, yang terbayang biasanya adalah penyakit yang menyerang orang tua yang pola makannya tak beraturan. Padahal, anakanak kita bisa juga terkena. DM merupakan suatu penyakit yang memengaruhi cara tubuh menggunakan glukosa. Ini adalah penyakit metabolis yang bersifat kronis serta berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan jika meROSITA Faiz (tengah) dan Arman (berjaket hitam) diabetes belia dalam sebuah acara di Jakarta nyerang anak. “Bahkan, penyakit ini bisa menyebabkan kematian,” ujar ahli endokrinologi dr Aman Bhakti Pulungan SpA (K). Diabetes terdiri atas dua tipe, yaitu tipe 1 dan 2. DM tipe 1 sering disebut diabetes juvenile atau diabetes yang bergantung pada insulin. Pada diabetes tipe ini, sel pankreas hanya sedikit atau tidak menghasilkan insulin sama sekali. Tipe ini diderita oleh satu dari 10 penderita DM yang kebanyakan terjadi sebelum usia 30 tahun. Sedangkan, DM tipe 2 disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan resistansi insulin. Tubuh penderita tidak merespons secara normal insulin yang dihasilkan tubuh dan membentuk kekebalan tersendiri, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Tipe ini biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun dan sekitar 80 persen penderitanya mengalami obesitas. Diabetes yang banyak diderita oleh anak adalah DM tipe 1, yang justru lebih berbahaya. Penyakit ini adalah penyakit autoimun, di mana sistem pertahanan tubuh alami menghancurkan bagian tubuh yang lain. Penderita DM tipe 1 ini sistem tubuhnya menyerang dan merusak sel-sel yang memproduksi hormon insulin, yaitu pankreas. Ketika pankreasnya telah rusak hingga 90 persen, ia hanya bisa menghasilkan sedikit insulin ataupun bahkan tak menghasilkan insulin sama sekali. Padahal, manfaat insulin dalam proses metabolisme sangat penting. Insulin membantu glukosa untuk masuk ke dalam selsel tubuh, yang kemudian akan menjadi energi. “Jika tak ada glukosa yang diserap, tak ada energi lagi, bagaimana tubuh bisa bertahan?” ujar Aman. Jika tak ada insulin, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh dengan normal. Akibatnya, jumlah glukosa dalam darah menjadi terlalu tinggi. Kerap salah diagnosis DM tipe 1 ini belum diketahui penyebabnya. Namun, penyakit ini bisa menyerang siapa pun tanpa pandang bulu. Untuk itu, kita perlu mewaspadai gejala-gejala yang biasa terjadi kepada anak yang terkena penyakit ini (lihat boks “Waspadai Gejala DM Tipe 1”). “Lakukan deteksi lebih dini,” saran Aman. Jika anak Anda mengalami gejala-gejala itu, segera periksakan kepada dokter. Namun, sering kali penyakit ini disalahartikan sebagai penyakit usus buntu, infeksi, atau penyakit lain oleh dokter umum. Kelalaian 4. Berat badan yang menurun. Jika anak Anda banyak makan, namun berat badannya malah turun, ini perlu diwaspadai. Berat badan anak kita turun karena tubuh mulai menggunakan sumber lain untuk energi, seperti lemak dan otot. Hal ini terjadi karena sel tubuh tak bisa menyerap glukosa secara normal untuk dijadikan energi. 5. Anak mudah lelah. Anak terlihat lemah, lesu, dan cepat lelah, padahal tidak melakukan hal-hal yang berat. Ini terjadi karena tubuh tidak dapat menggunakan glukosa untuk energi. ■ c05 dalam diagnosis penyakit inilah yang menyebabkan kematian, karena penanganannya tidak sesuai. “Jangan sampai ada pasien DM tipe 1 lagi yang meninggal,” seru Ketua World Diabetes Foundation Tipe 1 Indonesia ini. Insulin seumur hidup Jika memang sudah ditahbiskan terkena penyakit DM tipe 1 ini, jalan satu-satunya untuk menyelamatkan jiwanya adalah dengan suntik insulin. “Jika pankreas sudah tak bisa lagi memproduksi insulin, cara satu-satunya adalah menyuntikkan tambahan insulin ke dalam tubuh,” terang Aman yang menjabat presiden Asia Pacific Pediatric Endocrine Society (APPES). Pemberian insulin ini mutlak dibutuhkan karena dasar penyebab DM tipe 1 adalah tidak adanya insulin yang dihasilkan dalam tubuh. Cara pemberian insulin ini yang paling efektif adalah dengan menyuntikkannya di bawah kulit. Selain menyuntikkan insulin ke dalam tubuh, penderita penyakit ini juga harus terus melakukan monitoring gula darah. “Harus mengontrol glukosa dalam darahnya enam hingga tujuh kali dalam sehari,” ujar dr Erwin P Senggoro SpA (K). Namun faktanya, menurut Erwin, para penderita DM tipe 1 ini tak memeriksa gula darahnya secara teratur. Kadang, hanya satu kali sehari atau bahkan malah dua hari sekali. “Biasanya, ada rasa ngeri karena belum terbiasa,” ujarnya. Alasan yang sama juga sering dituturkan kepada pasien yang tak menyuntikkan insulin secara teratur. Insulin seharusnya disuntikkan setiap sebelum makan dan dua jam setelah makan. Alasan yang lain adalah mahalnya harga insulin dan alat-alatnya tersebut. Harga insulin adalah Rp 200 ribu satu flakon botol kecil yang berisi insulin untuk dipakai tiga hingga tujuh kali. ■ c05 ed: nina ch Hidup dengan Biaya Tinggi enderita DM tipe 1 mau tak mau mengeluarkan uang yang tak sedikit agar tetap bisa survive. Bila dikalkulasi, pengeluaran bulanan untuk obat bagaikan menggelontor keluar dari dompet. Pengeluaran untuk insulin, paling tidak satu juta rupiah setiap bulannya. “Belum lagi ditambah biaya yang lain,” ujar ambassador DM tipe 1 Anya Dwinov. Biaya lain adalah untuk jarum suntik untuk menyuntikkan insulin, karena tidak mungkin satu jarum dipakai untuk selamanya. Dalam satu bulan, biaya yang diperlukan mencapai Rp 250 ribu untuk jarum suntik ini. Biaya yang lain adalah biaya yang diperlukan untuk melakukan cek gula darah setiap harinya. Alat untuk mengukurnya satu buah harganya Rp 300 ribu. Sedangkan, strip yang dipakai untuk mengukur adalah P sekali pakai. Untuk itu, biaya pembelian strip ini mencapai lebih dari dua juta rupiah setiap bulannya. Beban pikiran Biaya yang besar ini belum ditambah dengan masalah psikososial dan beban pikiran yang biasa dialami penderita. Mereka juga harus melakukan carbo counting, yaitu menghitung karbohidrat dalam makanan yang akan dimakan. Pengaturan makan ini juga perlu perhatian yang serius, mengingat anak juga butuh banyak nutrisi untuk tumbuh dan berkembang. Sumber energi sangat diperlukan, namun juga harus disesuaikan dengan berapa glukosa yang diperlukan agar sesuai dan tak menyebabkan glukosa dalam darah menjadi tinggi. Makanan yang lengkap dan bergizi seimbang tetap bisa dikonsumsi, namun harus diatur, tak sembarang makan. Bagi penderita penyakit DM tipe 1 ini juga harus berolahraga. Olahraga penting dilakukan untuk menjaga kebugaran tubuh anak. Selain itu, juga dapat menurunkan kebutuhan insulin serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Pengetahuan dan edukasi bagi anak dan orang tua juga penting. Edukasi sangat besar pengaruhnya bagi tercapainya kontrol penyakit ini. Bagi yang mengalami diabetes, dianjurkan mengecek pemberiaan insulin agar tetap selamat jiwanya. Bagi yang tak mengalami, bisa memberikan penger tian, pemahaman, serta tak menganggap para penderita penyakit ini aneh dan tak mengucilkannya dalam pergaulan. Memang, butuh penanganan ekstra nan berat kepada penderita DM tipe 1, yang biasanya dikenal dengan diabetisi ini. Gula darah dalam darah harus dikontrol agar selalu normal dan glukosa juga dipastikan bisa terserap oleh sel untuk dijadikan energi. Bila kedisiplinan untuk mengontrol gula darah dan menyuntik insulin ini dilanggar, penyakit komplikasi yang lain akan datang, dan akibatnya bisa fatal. Bagi anak yang masih kecil, menyuntikkan insulin dan mengecek kadar gula dalam darah masih membutuhkan bantuan orang tua. Namun, bila anak itu sudah remaja, biasanya ia sudah bisa dan berani menyuntikkan insulin sendiri ke dalam tubuhnya melalui perut, paha, atau lengannya. Selain bergantung pada suntikan insulin seumur hidup ini, tak ada hal lain yang membedakan para diabetisi ini dengan anak-anak yang lain. Mereka bisa aktif dan beraktivitas, bahkan berolahraga seperti anakanak lainnya. ■ c05 ed: nina ch A9 REPUBLIKA ● AHAD, 13 NOVEMBER 2011 konsultasi Prof dr Zubairi Djoerban SpPD KHOM Nefritis Lupus Kelas IV Yth Dr Zubairi, Assalamualaikum Wr Wb Dokter, anak saya sejak tiga tahun yang lalu dinyatakan sakit lupus sistemi oleh seorang dokter spesialis penyakit dalam subspesialis alergi imunologi, setelah mengalami episode sakit sendi, demam, sariawan, dan rambut rontok. Sejak itu ia mengonsumsi obat metil prednisolon sampai hari ini. Beberapa bulan yang lalu, lupusnya kambuh dan kali ini dokter mengidentifikasi ada kebocoran albumin melalui urinenya. Dokternya merujuk ke spesialis penyakit dalam subspesialis ginjal hipertensi, yang kemudian melakukan biopsi ginjal. Hasilnya, anak saya sakit lupus ginjal kelas IVs. Pertanyaan saya dokter, apa arti kelas IVs, apa bedanya dengan kelas I, II, atau V, dan bedanya kelas IV yang lain? Apakah anak saya bisa ditolong? Bu Mamik (bukan nama sebenarnya), Jakarta. Waalaikumussalam Wr Wb Bu Mamik yang sedang prihatin, Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik (LES atau SLE). Penyakit lupus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan tubuh membentuk zat anti yang berlebihan dan salah arah. Artinya, bukannya zat anti yang seharusnya merusak kuman, bakteri, atau zat asing yang masuk ke tubuh, tetapi zat anti tersebut malah merusak organ tubuh sendiri. Misalnya saja, ada pasien lupus yang antibodinya merusak sel darah merah sehingga terjadi anemia. Ada pula yang antibodinya menyerang ginjalnya sendiri, mengakibatkan kebocoran albumin, menyebabkan kaki edem, mata bengkak, dan perut membuncit, terisi air. Diagnosis lupus berdasarkan kombinasi antara berbagai gejala dan temuan laboratorik. Gejala penyakit lupus adalah sariawan hilang timbul, sakit pada sendi-sendi, rona kemerahan pada kedua pipi, dan yang penting, biasanya ditemukan pada wanita muda. Pada pemeriksaan laboratorium bisa ditemukan jumlah sel leukosit dan atau trombosit yang rendah, anemia—biasanya anemia hemolitik autoimun—kadar komplemen C3 dan C4 rendah, dan tes darah positif terhadap anti nuclear antibody (ANA) dan anti ds DNA (anti double stranded DNA). Lupus ginjal cukup sering ditemukan lima tahun setelah diagnosis, walaupun ada juga pasien lupus ginjal yang manifestasi lebih awal. Lupus ginjal (nephritis lupus) Pada lupus ginjal, antibodi berkumpul membentuk kompleks antibodi. Kompleks ini menempel pada jaringan ginjal sehingga memicu respons peradangan dari ginjal. Respons inilah yang dapat dilihat gambarannya melalui biopsy, kemudian dibuat kelaskelasnya sesuai gambaran yang didapatkan. Walaupun lupus ginjal adalah hal yang serius, tetapi bukan berarti tidak dapat diobati. Dahulu, memang harapan kesembuhannya kecil, tetapi dengan kemajuan pengobatan saat ini, harapan hidup pasien dapat menjadi lebih lama. Angka harapan hidup lima tahun, sekarang ini 85 persen dan 10 tahun sebesar 73 persen. Lupus ginjal ternyata bukan satu kelompok penyakit yang seragam. Ada yang relatif ringan dan ada yang berat sekali. Lebih rincinya sebagai berikut. Lupus ginjal dibagi menjadi lima kelas, bergantung pada hasil biopsi. Itu berarti pasien dengan lupus ginjal sebaiknya dibiopsi agar pengobatan lebih tepat. Pengobatan lupus ginjal kelas IV Berbeda dengan lupus ginjal kelas I dan II yang lebih ringan, untuk lupus ginjal kelas IV, seperti hasil biopsi anak Anda, memang memerlukan pengobatan khusus. Tujuan utama pengobatan lupus ginjal adalah menormalkan fungsi ginjal atau paling tidak mencegah kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Obat steroid harus diberikan pada lupus ginjal. Obat imunosupresif, khususnya siklofosfamid, azatioprin, atau mikofenolat mofetil perlu ditambahkan bila lesi ginjal pasien merupakan lesi proliferatif yang agresif. Obat-obat ini juga perlu dimanfaatkan bila respons terhadap steroid tidak cocok. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengobatan lupus ginjal adalah mengobati hipertensi secara agresif. Hipertensi bila tidak diobati dapat memperberat kerusakan di ginjal dan juga organ tubuh yang lain, misalnya otak dan jantung. Obat hipertensi golongan penghambat ACE (angiotensin-converting enzyme) dianjurkan untuk mengurangi kebocoran ginjal. Obat hipertensi golongan yang lain akan diberikan oleh dokter bila ditemukan gangguan fungsi ginjal yang nyata. Obat angiotensin II receptor blockers (ARBs) juga bagus untuk mengobati hipertensi pada lupus ginjal. Bila kolesterol tinggi, sebaiknya membatasi makanan yang berlemak. Selain itu, untuk odapus (orang dengan lupus) yang sudah berkeluarga, bila lupus ginjal belum terkontrol baik, sebaiknya tidak hamil dulu karena dapat memperburuk kondisi penyakitnya. Lupus ginjal kelas III dan IV termasuk penyakit lupus yang mempunyai risiko untuk progresif memburuk, dan karena itu memerlukan pengobatan yang agresif. Namun untuk kelas ini pun, sekarang telah dicapai banyak kemajuan, artinya kondisi kesehatan dapat diperbaiki secara bermakna bila pengobatannya tepat. Khususnya kelas IV seperti yang dialami anak Anda, kombinasi antara prednison dan siklofosfamid masih merupakan obat terbaik, dan bila diperlukan disertai hemodialisis. Sebagian pasien lupus ginjal memasuki tahap penyakit ginjal tahap akhir (ESRD/end-stage renal disease), sklerosis, dan perburukan yang terlihat pada hasil biopsi ginjal. Pada kondisi ini, pengobatan yang agresif pun tidak bermanfaat, fokus pengobatan perlu dialihkan ke manifestasi lupus di luar ginjal, dan perlu mulai dipikirkan kemungkinan untuk transplantasi ginjal. ■