Andhy eko suhartanto POLA KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI KOTA SURAKARTA Latar Belakang Jumlah anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Diperkirakan hingga saat ini terdapat sekitar 200.000 anak jalanan yang tersebar dibeberapa kota besar di Indonesia, angka tersebut meningkat sekitar 3% dibanding tahun 1996 yang berjumlah sekitar 150.000 anak jalanan. Angka-angka tersebut diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam tiga puluh tahun mendatang (Departemen Sosial Republik Indonesia, 1999). Di Kota Surakarta sendiri kehidupan anak jalanan tidak beda jauh dengan kota-kota besar lain. Sejak bulan Juli 2008 Kota Surakarta telah mentargetkan menjadi kota yang benar-benar layak bagi anak pada tahun 2016. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah kota setempat telah menetapkan kebijakan Kecamatan Ramah Anak, yang kemudian diturunkan menjadi Kelurahan/Desa Ramah Anak dan bermuara pada Keluarga Ramah Anak. Pada awalnya, program Kelurahan/Desa Ramah Anak direncanakan akan dikembangkan di 10 kelurahan/desa pada tahun 2009. karena berbagai alasan, pelaksanaan pengembangan Kelurahan Ramah Anak baru dapat dilaksanakan di 5 (lima) kelurahan/desa pada tahun 2009 ini yaitu Mangkubumen, Sangkrah, Jebres, Joyotakan, dan Pajang. Akan tetapi, pada kenyataannya Surakarta saat ini memang belum layak mengklaim diri sebagai Kota Layak Anak. Indikasi ini dapat dilihat dari komitmen pendidikan gratis yang belum bias diwujudkan. Tercatat juga bahwa sepanjang 2007 – 2008 ada 39 anak yang menjadi korban kekerasan dansepanjang 2008 terdapat terdapat 164 anak korban eksploitasi seks komersial. Itu semua melibatkan anak jalanan di dalamnya.2 Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, Unfiled Notes Page 1 anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak. Ditengah ketiadaan pengertian untuk anak jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokan anak jalanan berdasar hubungan mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada tiga kategori anak jalanan, yaitu children on the street, children of the street dan children in the street atau children from the families of the street.3 Pengertian untuk children on the street adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin. Children of the street adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya. Children in the street atau children from the families of the street adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap fenomena anak jalanan. Faktor makro yang memunculkan masalah tersebut yaitu; pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, partisipasi sekolah pada anak usia sekolah yang memunculkan drop-out, pembangunan kawasan dan perkotaan yang belum merata, dan masalah kultur. Sedangkan masalah mikro di dalamnya tercakup; ajakan teman, desakan orang tua untuk mencari nafkah, rumah tangga yang tidak harmonis, anak dengan orang tua single parent, dan ketidakpuasan terhadap sekolah atau guru. Riset terhadap anak jalanan menggambarkan bahwa, persepsi tentang mereka berkaitan dengan stigma kekerasan, kriminalitas dan gangguan sosial. Anak jalanan, di samping Unfiled Notes Page 2 kriminalitas dan gangguan sosial. Anak jalanan, di samping menimbulkan masalah sosial, seperti keamanan, ketertiban lalulintas, dan kenyamanan, juga memunculkan tindakan kriminal terhadap anak jalanan itu sendiri. Mereka menjadi komunitas yang rentan terhadap kekerasan dan pelecehan orang dewasa, penggarukan petugas ketertiban kota, berkembangnya penyakit, dan konsumsi minuman keras serta zat adiktif atau narkoba. Anak jalanan didefinisikan sebagai individu yang memiliki batas usia sampai 18 tahun, dan menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan, baik untuk bermain maupun untuk mencari nafkah. Realitas pengalaman yang dihadapi tersebut, akan membangun skema kognitif yang unik dari anak jalanan tentang lingkungan dengan perilakunya. Realitas yang dimaksud adalah bagaimana mereka mendapatkan perlakuan dari lingkungan dan bagaimana peran yang harus dipilih (role taking) ketika mereka berinteraksi dengan lingkungan. Dalam keadaan seperti itu, tidak berlebihan jika anak jalanan selalu berada dalam situasi rentan dalam segi perkembangan fisik, mental, sosial bahkan nyawa mereka. Melalui sitmulasi tindakan kekerasan terus menerus, terbentuk sebuah nilai-nilai baru dalam perilaku yang cenderung mengedepankan kekerasan sebagai cara untuk mempertahankan hidup. Ketika memasuki usia dewasa, kemungkinan mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan dan eksplotasi terhadap anak-anak jalanan lainnya. Di samping itu anak jalanan dengan keunikan kerangka budayanya, memiliki tindak komunikasi yang berbeda dengan anak yang normal. Komunikasi intrabudaya anak jalanan dapat menjelaskan tentang proses, pola, perilaku, gaya, dan bahasa yang digunakan oleh mereka. Aspek-aspek tersebut tampak manakala berkomunikasi dengan sesaman, keluarga, petugas keamanan dan ketertiban, pengurus rumah singgah, dan lembaga pemerintah. Anak jalanan yang sudah terbiasa dalam lingkungan rumah singgah dan anak jalanan yang ”liar”, memiliki perilaku dan gaya komunikasi yang berbeda. Anak jalanan memaknai peran diri dalam keluarga dan masyarakat, sebagai inidividu yang mandiri (tanggung jawab pada diri dan keluarga), otonom (berusaha melepasakan ketergantungan), dan individu yang berusaha memiliki relasi Unfiled Notes Page 3 ketergantungan), dan individu yang berusaha memiliki relasi sosial dalam konteks di jalanan. Konstruksi makna peran diri itu sendiri dibangun secara kreatif dan dinamis di dalam interaksi sosial anak dengan orang-orang dalam lingkungan jalanan. Perilaku komunikasi interpersonal pada anak jalanan berlangsung secara dominan dengan orang-orang disekitar jalanan. Perilaku komunikasi interpersonal sendiri berlangsung dalam situasi; memaksa, otoritatif, konflik, mengganggu (teasing), membiarkan (bebas), sukarela, dan rayuan. Komunikasi interpersonal melalui pesan verbal dan nonverbal, secara spesifik disesuaikan dengan kepentingan dalam menjalankan aktivitas di jalanan. Pesan verbal mayoritas berupa istilah/kata; yang berhubungan dengan kekerasan/konflik, panggilan khas (sebutan) kepada orang atau konteks jalanan, aktivitas jalanan dan pekerjaan. Pesan nonverbal yang disampaikan berbentuk: gestural, intonasi suara, mimik muka (facial), artifaktual, isyarat bunyi, pakaian (fashion), panataan pakaian/asesoris (grooming) dan penampilan (manner).4 ekojones.blog.uns.ac.id Unfiled Notes Page 4