ILMU KESEHATAN MASYARAK AT: BELAJAR DARI LAPANGAN Robby Kayame, Arry Pongtiku ILMU KESEHATAN MASYARAKAT: BELAJAR DARI LAPANGAN Penulis: Robby Kayame, Arry Pongtiku Desain cover dan tata letak oleh Nulisbuku.com Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin ter tulis dari para penulis. Diterbitkan melalui Nulisbuku.com ISBN: 978-602744-346-4 Jakarta - Indonesia 2016 Buku ini dipersembahkan bagi masyarakat, mahasiswa Kesehatan Masyarakat, mahasiswa Kedokteran, dokter, perawat, bidan, pemerhati sosial, budaya dan kemanusiaan. Untuk istri dan anak-anak Penulis *Tience Pigome, anak Julex, Ken, Ron, Silvia dan Bren **Yulan, anak Bella, Abby, Lachlan Ucapan terima kasih kepada Bapak Bupati Paniai, Dekan FKM Uncen, Dekan Kedokteran Uncen, Direktur Poltekes, Direktur Stikes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, para dosen, dr. Agus (direktur RS Paniai) dan tim mobile Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai, Penerbit Nulisbuku.com, dan mereka yang tak dapat kami sebutkan satu persatu sehingga buku ini ter wujud, semoga Tuhan Yang Maha Besar dan Tak Terbatas itu membalasnya. Prolog Buku ini ditulis dengan kerinduan bagaimana ilmu pegetahuan antara teori dan praktek bisa menjadi mudah dan membumi. Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat ditulis dalam bab-bab awal yang mengetengahkan bagaimana epidemiologi melihat distribusi penyakit berdasarkan orang, tempat dan waktu. Bagaimana pemikiran dasar Public Health mengungkapkan penyakit, mengenal masalah dan melakukan pengendalian untuk itu. Bab berikutnya mengetengahkan beberapa Kejadian Luar Biasa bagaimana melakukan investigasi dan melaporkannya ser ta melakukan pengendalian. Kematian dan kesakitan yang dialami oleh masyarakat merupakan pengalaman yang mahal dan pegetahuan yang tak ternilai harganya, maka kita belajar dari lapangan. Buku ini memberikan contoh nyata yang terjadi di kabupaten Paniai.Tidak sedikit masalah kesehatan dibatasi karena ketidaktahuan masyarakat (ignorancy), kepercayaan masyarakat (belief ) atau budaya (culture), karena keterisolasian masyarakat tinggal di tempat yang jauh, dan harus menggunakan pesawat untuk mencapai daerah-daerah tersebut. Petugas kesehatan yang tidak tersedia, Perang antarsuku masih sering terjadi. Disisi yang lain faktor keamanan juga dirasakan. Tidak jarang faktor alam yang ekstrim seperti musim penghujan membawa timbulnya penyakit diare dan kelaparan karena tanaman umbi-umbian masyarakat membusuk. Namun dengan beriringan waktu dan komitmen pemerintah yang makin kuat pro rakyat, beberapa faktor-faktor tersebut sudah mulai lebih baik. Kalau ingin perubahan maka caranya juga harus berbeda atau diubah dari kebiasaan, tidak ada hasil yang berbeda dengan cara yang sama. Dibutuhkan pemikiran out of box. Buku ini meringkas Teori Proactive Health Seeking Behaviour, membuat pandangan yang berbeda dimana mencari pertolongan kesehatan umumnya hanya melihat dari sisi pasien atau masyarakat, namun tulisan ini juga melihat sisi provider atau pelayanan kesehatan. Bagaimana kedua kutub antara pasien dan pelayanan kesehatan digerakkan dan dipertemukan. Petugas jangan hanya melayanai di puskesmas harus bergerak menjangkau masyarakat dan mengerakkan masyarakat untuk terlibat dengan menggunakan kearifan lokal. Beberapa hasil penelitian terkini tentang Hepatitis, Avian Influenza dan Survei Terpadu Biologis Prilaku melengkapi buku ini. Tulisan ini dapat dibaca oleh masyarakat, mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat, mahasiswa Kedokteran, dapat menjadi sumber bacaan dan penelitian berikutnya. Lebih daripada itu penulis ingin agar kita dapat menghargai suatu budaya disaat budaya itu tengah memasuki proses perubahan karena adanya perkembangan baru dalam masyarakat, kompetisi penduduk dan sebab-sebab lainnya. Tak ada laut yang tak berombak begitu pula tak ada gading yang tak retak, Kritikan saran dan masukan untuk penyempurnaan tulisan ini akan penulis terima dengan senang hati dan untuk itu penulis mengucapkan terimakasih. Semoga Tuhan memberkati kita semua. Koyaooo. Enarotali, April 2016 Penulis, Robby Kayame & Arry Pongtiku Sambutan Bupati Paniai Shaloom, Pemerintah Kabupaten Paniai sampai saat ini telah membangun dengan menyediakan sarana dan prasarana pembangunan kesehatan, dengan tujuanya itu mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, mudah dijangkau, biaya murah dan waktu yang singkat menjadikan puskesmas ujung tombak pelayanan kesehatan terdepan. Beberapa tahun sebelumnya, pasien-pasien yang berobat ke pelayanan kesehatan tingkat dasar dalam hal ini puskesmas belum ter tangani dengan baik dan kekurangan tenaga kesehatan, sarana, dana dan kurangnya sentuhan layanan telah berdampak besar terhadap derajat kesehatan penduduk. Pesan-pesan kesehatan yang menyangkut prilaku hidup dan sehat belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat, yang berdampak pada masih tingginya berbagai penyakit menular seperti diare, malaria, ISPA, TBC, kusta dan HIV/AIDS. Tidak jarang penyakit-penyakit menyebabkan Kejadian Luar Biasa (wabah). Ketidaktahuan masyarakat dan perubahan iklim tidak jarang menyebabkan masyarakat jatuh sakit. Pemerintah terus berkomitmen untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, menjangkau bagi mereka yang belum terjangkau yang merupakan bagian dari pada usaha pengetasan Kemiskinan, meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (HDI) dan Sustainable Development Goals. Saya selaku Kepala Daerah di wilayah ini, menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi pada saudara Robby Kayame dan Arry Pongtiku atas terbitnya sebuah buku yang lahir dari pengalaman panjang dalam bergulat memperjuangkan hak hidup masyarakat, membuka lembaran-lembaran dengan berani sebagai pembelajaran dan menginvestasikan pengetahuan ini untuk mahasiswa dan generasi muda. Akhirnya saya selaku pribadi dan Kepala Daerah Paniai mengucapkan selamat sukses dan besar harapan buku ini menjadi pelajaran yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga Tuhan Yang MahaKuasa memberkati kita sekalian. Enarotali, April 2016 Bupati Paniai, Hengki Kayame, SH. MH Sambutan Ketua Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih Puji dan syukur kepada Tuhan atas terbitnya buku dengan judul: Ilmu Kesehatan Masyarakat: Belajar dari Lapangan. Merupakan salah satu bentuk pemikiran ilmiah melalui data analisis dan pengalaman penulis selama bekerja di kesehatan masyarakat (public health). Buku ini membahas dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat yang harus diketahui (must know), bagaimana mengidentifikasikan masalah dan memecahkan masalah tersebut. Konsep sehatsakit dan konsep pencegahan dibicarakan dengan pemikiran teoritis yang mudah dipahami. Buku ini memberikan laporan dan pengalaman Kejadian Luar Biasa (KLB) yang cukup unik seperti KLB lipan, KLB Malaria di pegunungan, KLB Kelaparan, KLB Diare khususnya yang terjadi di Kabupaten Paniai, serta memberikan informasi terkini hasil-hasil penelitian yang merupakan masukan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan berdasarkan bukti dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Buku ini sangat dibutuhkan sebagai referensi maupun wacana bagi semua kalangan, khususnya perawat, bidan, mahasiswa kedokteran, mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Manajemen Kesehatan dan bagi mereka yang bergerak di sosial budaya. Juga bagi mahasiswa yang mengambil S2 dan S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat sebagai bahan renungan. Selamat membaca. Jayapura, April 2016 Prof. Dr. A.L. Rantetampang, MKes Daftar Isi Bagian 1. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Must Know........................................... 2 Bagian 2. Membuat Mapping dan Pengambilan Keputusan ............................ 15 Bagian 3. KLB LIPAN ...................................................................................... 24 Bagian 5. KLB KOLERA ................................................................................. 61 Bagian 6. KLB Kelaparan................................................................................. 72 Bagian 7. Sebuah Studi Awal tentang Hepatitis, HIV, .................................... 96 dan Avian Influenza di Paniai........................................................... 96 Bagian 8. Pendekatan Proaktif Berbasis Budaya Lokal ................................. 101 Bagian 9. Hal-hal baru Pengendalian HIV/AIDS ............................................ 122 Bagian 10. Memahami Budaya (kualitatif)..................................................... 126 Bagian 11. Meningitis di Sugapa .................................................................... 143 Bagian 12. Penyakit Kusta (Laporan Singkat) ............................................... 170 Discere et servite humanitatis Infinitum Belajar dan mengabdi pada kemanusiaan sepanjang hajat 1 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Bagian 1. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Must Know Dalam belajar ada beberapa hal yang harus kita ketahui (must know) misalnya dalam suatu pelatihan jika peserta tidak dapat menyebutkan hal-hal mendasar maka materi pelatihan tersebut tidak berhasil. Ada yang sekedar anda perlu ketahui (should know) dan ada pula yang tidak terlalu diperlukan tapi jika kita tahu sudah melebihi daripada harapan (nice to know). Pada bab 1 dan bab 2 akan menerangkan must know atau hal-hal Ilmu Kesehatan masyarakat yang harus diketahui. Perbedaan Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Klinik Pada tahap awal perkembangan epidemiologi, masalah kesehatan dimaksudkan hanyalah penyakit infeksi dan menular saja. Adanya pembatasan yang seperti ini mudah dipahami, karena pada waktu itu pengetahuan tentang masalah kesehatan masih terbatas, Pada waktu itu ada anggapan bahwa masalah kesehatan yang dapat berada dalam frekuensi yang tinggi dan menyebar secara meluas di masyarakat hanyalah penyakit infeksi dan penyakit menular saja. Pada tahap selanjutnya pembatasan seperti itu mulai ditinggalkan. Dari berbagai penelitian akhirnya diketahui bahwa penyakit yang tidak bersifat infeksi atau menular dapat pula berada dalam frekuensi yang tinggi serta menyebar secara meluas di masyarakat, contoh hipertensi, kegemukan, penyakit jantung koroner, diabetes. Epidemiogi seperti ilmu kedokteran klinik juga mempelajari masalah kesehatan yang berupa penyakit. Perbedaannya epidemiologi lebih memusatkan perhatiannya pada penyakit yang ada di masyarakat, sedangkan ilmu kedokteran klinik lebih memperhatikan penyakit yang diderita oleh orang per orang. Perbedaan yang seperti ini merupakan perbedaan yang amat pokok, yang menjadi salah satu ciri utama dari pekerjaan epidemiologi. Seorang epidemiologist dalam mempelajari masalah kesehatan berupa penyakit mencoba memanfaatkan data dari kajian terhadap sekelompok manusia.Cara yang ditempuh bukan dengan menganalisa Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 2 hasil pemeriksaan medis orang per orang, melainkan menganalisa data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan tersebut yang ada di masyarakat. Untuk kemudian sesuai dengan penyebab yang ditemukan, disusunlah upaya untuk menanggulanginya. Apa yang dimaksud Epidemiologi? Epidemiologi berarti ilmu yang mepelajari tentang penduduk (bahasa Yunani, epi = pada atau tentang, demos = penduduk, logos = ilmu. Jadi epidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dari batasan yang diberikan terlihat bahwa pengertian epidemiologi terdapat tiga hal yang bersifat pokok yakni: 1. Frekuensi masalah kesehatan Frekuensi yang dimaksudkan disini menunjukkan besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada sekelompok manusia. Untuk dapat mengetahui frekuensi suatu masalah kesehatan dengan tepat ada dua hal pokok yang harus dilakukan yakni menemukan masalah kesehatan yang dimaksud untuk kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengukuran atas masalah kesehatan yang ditemu-kan tersebut. 2. Penyebaran masalah kesehatan Yang dimaksud penyebaran masalah kesehatan disini menunjukkan kepada pengelompokan masalah kesehatan menurut suatu keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang dimaksudkan yaitu menurut ciri-ciri manusia (man) seperti distribusi umur, jenis kelamin; menurut tempat (place) dan menurut waktu (time) 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Yang dimaksud dengan faktor-faktor yang mempengaruhi disini menunjukkan kepada faktor penyebab dari suatu masalah kesehatan, baik yang menerangkan frekuensi, penyebaran dan ataupun yang menerangkan penyebab munculnya masalah kesehatan itu sendiri. Untuk itu ada tiga langkah pokok yang lazim dilakukan yakni merumuskan hipotesis tentang 3 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku penyebab dimaksud, melakukan pengujian terhadap rumusan hipotesa yang telah disusun dan setelah itu menarik kesimpulan terhadapnya. Dalam batasan epidemiologi disimak lebih mendalam terbagi atas dua macam yakni: a. Epidemiologi deskriptif, apabila hanya mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran suatu masalah kesehatan, tanpa memandang perlu mencarikan jawaban terhadap faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi frekuensi, penyebaran atau munculnya masalah kesehatan tersebut. Besarnya masalah didistribusikan berdasarkan ciri-ciri manusia (man), tempat (place) dan waktu (time). Pekerjaan epidemiologi deskriptif hanya menjawab pertanyaan siapa (who), dimana (where) dan apabila / kapan (when) dari timbulnya suatu masalah kesehatan, tetapi tidak menjawab pertanyaan kenapa (why) timbulnya masalah kesehatan tersebut. Contoh: Kita ingin mengetahui frekuensi penderita penyakit kusta di Kota Jayapura di tahun 2015. Untuk masalah ini dikumpulkan data dari unit pelayanan kesehatan (puskesmas) tentang penderita kusta yang ada di daerah tersebut. b. Epidemiologi analitik, apabila telah mencakup pencarian jawaban terhadap penyebab terjadinya frekuensi, penyebaran serta munculnya suatu masalah kesehatan. Disini diupayakan tersedianya jawaban terhadap faktor-faktor penyebab yang dimaksud (why) untuk kemudian dianalisa hubungannya dengan akibat yang ditimbulkannya. Contoh: Ingin mengetahui pengaruh rokok terhadap timbulnya penyakit kanker paru. Untuk itu dilakukan perbandingan antara kelompok orang yang merokok, kemudian dilihat jumlah orang tidak merokok, kemudian dilihat jumlah penderita penyakit kanker paru untuk masing-masing kelompok. Dari perbedaan yang ada dapat disimpulkan ada atau tidaknya pengaruh rokok terhadap penyakit kanker paru tersebut. Contoh lain: ingin melihat pengaruh sirkumsisi (sunat) terhadap kejadian HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS). Pada waktu sur vei dilakukan pengambilan data laki-laki disirkumsisi dan tidak disirkumsisi terhadap positif HIV maupun IMS. Dari perbedaan ini apakah ada pengaruh tindakan sirkumsisi masingmasing kelompok terhadap kejadian HIV dan IMS atau tidak di suatu wilayah. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 4 Definisi Sehat Semula sehat diartikan sehat secara fisik, jiwa dan sosial, sebagaimana yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1960, yang dimaksud dengan kesehatan adalah meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.Seiring dengan perkembangan dan perbaikan kualitas hidup maka Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 dan dipertegas kembali Undang-Undang Kesehatan No: 36 tahun 2009 memberikan batasan Sehat adalah, suatu keadaan kesejahteraan dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Tetapi batasan ini dikritik karena bayi yang sehat dan aktif menurut undang-undang ini dikatakan tidak sehat karena tidak produktif. maka makna produktif beralih menjadi “dinamis”. Menurut epidemiologi, sehat itu definiskan banyak cara, sebab sehat menggambarkan suatu kondisi yang abstrak WHO memberikan definisi sehat sebagai berikut: “from a philosophical point of view at least, is intended to express an ultimate goal that is worthy of pursuit. This definition maintains that health is a state of complete physical, social, and mental wellbeing and not just the absence of disease” Terjadi penyakit atau jatuh sakit Pada mulanya konsep terjadinya penyakit didasarkan pada adanya gangguan mahluk halus atau karena kemurkaan dari yang maha pencipta. Berkembangnya ilmu pengetahuan turut memberikan andil terhadap perkembangan teori-teori terjadinya penyakit (Heru Subaris Kasjono, Heldhi B.Kristiawan, 2009): 1. Teori Contagion: mengemukakan bahwa untuk terjadinya penyakit diperlukan kontak antara satu orang dengan orang lainnya. 2. Teori Hippocrates: bahwa penyakit timbul karena pengaruh lingkungan terutama: air, udara, tanah, cuaca, (tidak dijelaskan kedudukan manusia dalam lingkungan). 5 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku 3. Teori Humoral: dikatakan bahwa penyakit timbul karena gangguan kesimbangan cairan dalam tubuh manusia. 4. Teori Miasma: penyakit timbul karena sisa-sisa makhluk hidup yang mengalami pembusukan, sehingga meninggalkan pengotoran udara dan lingkungan. Pengaruh angin malam, bahkan berbagai hal bahwa penyakit dapat diusir melalui bunyi-bunyian seperti lonceng, gong dll. 5. Teori Jasad renik (teori Germ): teori ini berkembang setelah ditemukan mikroskop, sehingga konsep penyebab beralih ke jasad renik (mikroorganisme). Pada teori ini kuman dianggap sebagai penyebab tunggal penyakit. 6. Teori nutrisi dan resistensi: merupakan hasil pelbagai pengamatan epidemiologis 7. Teori Ekologi Lingkungan: bahwa penyakit timbul karena manusia berinteraksi dengan berbagai faktor penyebab dalam lingkungan tertentu dan pada keadaan tertentu 8. Teori penyebab majemuk: telah banyak bukti empirik dan keyakinan teoritik bahwa pada umumnya penyakit lebih dari satu penyebab, bukan bersifat tunggal. Penyebab seseorang menjadi sakit bukanlah faktor yang berdiri sendiri , setidaknya terdapat empat faktor yang saling berinteraksi secara dinamis yang mengakibatkan terjadinya penyakit. Empat faktor itu menurut HL.Bloem (1974) adalah: 1. Faktor Genetika (bawaan) 2. 3. 4. Faktor Agen penyakit Faktor Perilaku Faktor Lingkungan Faktor genetika sering kali disebut sebagai faktor bawaan. Kontribusi faktor Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 6 genetika dalam menyebabkan sakit dibandingkan dengan faktor penyebab lainnya berkisar 30%-50%. Ada ciri-ciri genetik tertentu yang membuat sesorang lebih rentan untuk menderita penyakit tertentu jika dibandingkan dengan orang lain. Cara sederhana untuk melihat kerentanan itu dengan membuat pohon atau silsilah keluarga. Misalnya penyakit diabetes dapat diperlihatkan ada penyakit itu diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Cara pembuatan pohon keluarga minimal melibatkan tiga generasi. Dengan kata lain, pohon keluarga mencakup kakek / nenek, ayah / ibu, dan anak dan terakhir adalah cucu. Alergi Sulfa (dapsone) lebih sering terjadi pada suku Papua daripada suku-suku lainnya di Indonesia hal ini perlu diteliti kelainan genetikanya. Faktor agen penyakit bahwa agen dalam bentuk apapun dapat merusak kesimbangan fungsi-fungsi tubuh. Kerusakan tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Beberapa agen diantaranya mikroorganisme seperti virus , bakteri, jamur, cacing, protozoa. Zat-zat kimia yang dapat merusak seperti asap rokok,asap kendaraan motor, racun pestisida, zat pewarna), nutrisi berlebihan, radiasi sinar rontgen, radiasi nuklir, pencemaran merkuri atau logam berat. Faktor perilaku atau sekelompok dapat membuat agen penyakit berinteraksi dengan tubuh seseorang. Apabila dilakukan sering maka dapat mengganggu keseimbangan fungsi tubuh. Faktor prilaku yang tidak bagus seperti seks bebas, minum beralkohol, kurang berolahraga. Faktor prilaku ini merupakan faktor yang sangat kuat mempengaruhi orang menjadi sehat atau sakit. Tidak jarang prilaku dibentuk karena kurangnya pengetahuan atau memiliki budaya atau adat tertentu. Ada orang yang mengetahui bahwa olah raga penting, makan berlebihan tidak baik tetapi tidak kuasa melawan godaan itu, mereka dengan mudah terkena penyakit hipertensi atau diabetes. Ada pula orang atau masyarakat karena ketidaktahuannya maka mereka menjadi sakit (ignorancy). Misalnya makan daging yang kurang masak maka dapat terjangkit penyakit kecacingan seperti cacing pita/cystecircosis. Prilaku modern selalu menggunakan kendaraan bermotor dan selalu menggunakan lift menyebabkan orang kurang bergerak. Kebiasaan anakanak selalu bermain games dapat menggangu kesehatan mata, mental maupun kontak sosial. 7 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Faktor lingkungan merupakan kondisi lingkungan dimana individu berinteraksi secara intens dengan agen penyebab sakit. Beberapa percobaan menunjukkan bahwa pencahayaan yang kurang baik menyebabkan mata cepat lelah. Cat warna yang sejuk pada dinding ruangan dan musik dapat mempengaruhi kinerja atau sebaliknya polusi yang tinggi seperti polusi suara, asap dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada pendengaran maupun sistem pernapasan. Tidak jarang orang mudah menjadi sakit jika memiliki rumah yang lembab dan kurang pencahayaan yang masuk. Lingkungan yang terdapat persawahan dan genangan air dapat menjadi tempat yang baik bagi nyamuk berkembang biak (breeding place) sehingga daerah itu penduduk gampang terkena malaria.Konsep sehat dan sakit juga diperkenalkan oleh teori John Gordon (1970). Ia mengemukakan model segitiga epidemiologi yang menggambarkan interaksi tiga komponen penyakit yaitu: manusia, pejamu (host), penyebab (agent) dan lingkungan (environment). John Gordon memodelkan terjadinya penyakit sebagai sebatang pengungkit yang titik tumpu di tengah-tengah, pada kedua ujung batang tadi terdapat pemberat yakni Agent (bibit penyakit), Host (pejamu) dan tumpuannya Environment (lingkungan). Model tersebut mengemukakan bahwa Pejamu, Bibit Penyakit dan Lingkungan saling berperan terhadap terjadinya keadaan sehat maupun sakit Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 8 Web of Cause Menurut teori Web of Cause, sesuatu akan terjadi karena hukum sebab akibat. Akibat dikenal sebagai kondisi yang tidak menyenangkan setiap orang, di dunia kesehatan disebut sakit atau penyakit.Misalnya penyakit tuberculosis tidak disebabkan oleh baksil tuberculosis saja, melainkan banyak faktor lain yang berkontribusi seperti imunisasi, status gizi, kepadatan. Hal ini menjelaskan tidak semua baksil tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh menyebabkan seseorang menderita sakit tuberculosis. Pada gambar di bawah ini, menjelaskan hubungan exposure dengan outcome. Peran studi epidemiologi sangat penting mengidentifikasi faktor resiko sehingga dapat digunakan dalam penyusunan perencanaan program kesehatan masyarakat secara utuh dan benar, program pencegahan (preventive programs) dan program pengawasan dan monitoring (controlling programs) dalam rangka mereduksi, eliminasi maupun eradikasi penyebab permasalahan untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seutuhnya, dikutip dalam Soeharyo Hadisaputro dkk, 2011. Hal yang sama kalau kita pelajari pada penyakit kusta yang merupakan salah satu penyakit menular yang paling sulit menular. Penyakit ini sangat ditentukan dari daya tahan tubuh host yaitu imunitas selular. Hidup serumah, kontak yang erat dan lama dengan penderita kusta yang belum pernah diobati memberikan resiko 9 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku terkena kusta. Imunisasi BCG memberikan pengaruh postif mengurangi resiko terhadap penyakit kusta.Selain itu faktor yang lain adalah gizi, kebersihan diri dan sanitasi (imunitas humoral). Kalau sudah diberi pengobatan MDT paling sedikit 2 minggu maka tidak terjadi penularan karena kuman-kuman yang pecah walau pengobatan kusta harus diteruskan 6-9 bulan kusta Pausi Bacillary / tipe kering dan 12-18 bulan kusta Mutibacillary / tipe basah. Perjalanan Penyakit Jika ditinjau proses yang terjadi pada orang sehat, menderita penyakit dan terhentinya penyakit tersebut dikenal sebagai riwayat alamiah perjalanan penyakit (natural history of diseases), terutama untuk penyakit infeksi proses yang ditemukan secara umum dapat dibedakan atas lima tahap yakni : 1. Tahap prepatogenesis 2. Tahap Inkubasi 3. Tahap penyakit dini 4. Tahap penyakit lanjut 5. Tahap akhir penyakit: Karier, Kronis, Meninggal dunia Tahap prepatogenesa, pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara pejamu dan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih berada di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit belum masuk ke dalam tubuh pejamu. Keadaan seperti ini disebut Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 10 sehat. Tahap inkubasi jika bibit penyakit telah masuk ke dalam tubuh pejamu, tetapi gejala penyakit belum tampak. Masa inkubasi suatu penyakit berbeda dengan penyakit lainnya ada yang beberapa jam dan adapula yang bertahun-tahun.Penyakit malaria masa inkubasi 10-12 hari, penyakit polio mempunyai masa inkubasi anatara 7 sampai 14 hari. Penyakit kusta inkubasinya 2-5 tahun. Garis yang membatasi antara tampak atau tidak tampaknya gejala penyakit dinamakan horizon klinik. Masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh sangat tergantung dari daya tahan tubuh, jumlah kuman atau virus dan pintu masuk (port de entry). Tahap penyakit dini, dihitung mulai dari munculnya gejala penyakit. Pada tahap ini sekalipun penjamu telah jatuh sakit, tetpi sifatnya masih ringan. Umumnya penderita masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari. Tahap penyakit dini sering menjadi masalah besar jika tingkat pendidikan penduduk belum sempurna dan juga kurang promosi kesehatan. Selain itu budaya dan konsep sakit dari masyarakat berbeda-beda. Di Papua pada daerah pedalaman yang disebut sakit apabila sudah tidak dapat berdiri atau tidak dapat makan. Tahap penyakit lanjut, pabila penyakit makin bertambah hebat,penyakit masuk dalam tahap penyakit lanjut banyak organ tubuh telah rusak akibat diserang bibit penyakit bakteri atau virus. Pada tahap lanjut ini penderita tidak dapat lagi melakukan pekerjaannya. Pada tahap lanjut biasanya penyakit sudah susah disembuhkan, bisa disembuhkan tetapi harus mendapat pengobatan yang lama. Pada tahap lanjut bisa timbul keadaan klinis yang parah yaitu kecacatan maupun kondisi yang menyedihkan.Pada penyakit menular kronis menjadi sumber penularan bagi masyarakat disekitarnya. Tahap akhir penyakit dapat berupa sembuh sempurna artinya bentuk dan fungsi tubuh kembali kepada keadaan sebelum menderita penyakit. Dapat pula sembuh dengan cacat. Cacat fisik yang dilihat melalui mata tetapi juga bisa cacat fungsional, mental dan cacat sosial. Tahap akhir penyakit bisa pasien itu hidup tetapi menjadi karier yaitu tetap membawa penyakit sehingga dapat menularkan bagi orang sekitarnya. Dapat pula menjadi kronis yaitu keadaan dimana penderita 11 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku tetap menjadi sakit ataupun meninggal dunia. Keadaan meninggal bukanlah tujuan dari setiap tindakan kedokteran. Belajar dari tahap-tahap ini, upaya manusia dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berusaha mempertahankan manusia yang sehat tetap menjadi sehat dan juga melakukan tindakan-tindakan pencegahan yaitu pemberian imunisasi dan pemberian chemoprofilaksis untuk memotong penyakit yang masuk sebelum ada tanda klinis. Banyak penelitian saat ini bekerja di level ini dengan belajar biomolekuler dan genetika. Level dan Clark mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan yang disebut levels of prevention: a. Primary Prevention: a) Health Promotion misalnya perbaikan gizi, sanitasi olahraga, dll. b) Specific Protection meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan suplemen. b. Secondary Prevention: a) Early diagnosis and prompt treatment yaitu diagnosis dini dan pemberian pengobatan. c. Tertiary prevention: a) Disability limitation yaitu mencegah kecacatan, b) Rehabilitation: jika terjadi kecacatan dilakukan rehabilitasi baik fisik, psikis maupun sosial. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 12 Berdasarkan konsep spectrum epidemiologi dibagi 2 kelompok besar yaitu focus clinical dan subclinical. Focus clinical peran kedokteran dan subclinical peran epidemiologi. Peran epidemiologi lebih besar pada tahapan persepsi masyarakat mengenai sakit sehingga lebih berarti bagaimana mengidentifikasi faktor resiko dan resiko yang akan terjadi terhadap status kesehatan masyarakat, tahapan ini dinamakan prepathogenesis dan pathogenesis. Kemudian tahapan clinical response bagaimana mendeteksi resiko dengan upaya diagnosis dini melalui skrining. Pada tahapan ini fokusnya mencegah dan menghambat progres suatu penyakit. Misalnya hepatitis B dan C jika tidak ditanggulangi dengan baik akan beresiko terjadi kanker hati. Contoh lain misalnya diabetes militus peran ahli epidemiologi mendeteksi resiko tinggi yang berpengaruh secara signifikan. Kepustakaan: 1. Soeharyo Hadisaputro, Muhamad Niz ar, Agus Suwandono, Epidemiologi Managerial: Tiori dan A plikasi, 2011. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2. Yusuf Alam Romadhon, 2014. Pembajak Kesehat an, Metagraf, Solo 3. Heru Subaris Kasjono, Heldi B.K ristiawan, 2009. Intisari Epidemiologi, Mitra Cendikia Press, Jogjakarta 4. A zrul Anwar, Pengantar Epidemiologi, Binarupa Aksara Publisher, Jakarta. 13 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Tentang Ilmu: Pelajarilah ilmu, Barang siapa mempelajari ilmu karena Allah, itu taqwa Menuntutnya, itu ibadah Mengulang-ulangnya, itu tasbih Membahasnya, itu jihad Mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu, itu sedekah Memberikannya kepada ahlinya, itu mendekatkan diri kepada Tuhan (Prof.Salladin) Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 14 Bagian 2. MEMBUAT MAPPING DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN Membuat peta untuk mengambarkan besaran masalah adalah suatu hal yang penting karena kita mempunyai keterbatasan sumber daya yaitu biaya, waktu maupun tenaga. Mapping penting untuk menentukan prioritas. Cerita klasik dr. John Snow pada tahun 1849 berhasil membuktikan adanya hubungan antara timbulnya penyakit kolera dengan sumber air minum penduduk dan menjelaskan dalam suatu peta (mapping). John Snow menganalisa penggunaan air minum yang dikelola oleh dua perusahaan air minum di kota London yakni Lambeth Company dan Southwark & Vauxhall Company. Kedua perusahaan air minum ini mempergunakan sumber air yang sama yakni sungai Thames, tetapi derajat pencemarannya oleh tinja manusia agak berbeda. Perusahaan Lambeth mempergunakan sumber air yang kurang tercemar dari pada perusahaan Southwark & Vauxhall. Hasil kajian John Snow, bapak epidemiologi modern terlihat sebagai berikut: Hasil perhitungan John Snow membuktikan bahwa kasus yang ditemukan berbeda secara bermakna. Dari hasil perhitungan ini dikemukakan kesimpulan bahwa air minum yang tercemar dengan tinja manusia adalah penyebab timbulnya penyakit kolera. Kesimpulan ini diambil tanpa mengetahui adanya kuman kolera,karena pengetahuan tentang kuman ini baru kemudian muncul dikutip dalam Azrul Anwar, Pengantar epidemiologi. 15 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Gambaran Success Story: pompa air minum dan kematian karena kolera yang digambar oleh John Snow (Cholera and the pumb on Broad Street, The life & legacy of John Snow by Laura Ball, diunduh melalui google.com, 9 April 2016). Kematian akibat kolera diperlihatkan melalui titik-titik hitam dan sumber airnya pada bulatan besar (pump). Membuat Mapping Sederhana: - Gambar peta kabupaten dengan pembagian kecamatan - Cantumkan semua kasus 5 tahun terakhir ke dalam peta - Identifikasi kecamatan atau wilayah kerja puskesmas dengan total kasus baru tertinggi dalam 5 tahun terakhir Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 16 KABUPATEN ‘X’ Dibagi dalam Kecamatan, dengan Puskesmas, Danau, Sungai dan jalan = Puskesma s = Air = Jala n Isilah peta tersebut berdasarkan kasus yang terjadi pada kecamatan pada tahun berjalan misalnya pada tahun 2003 terdapat 5 kasus. Warnai kasus tersebut dengan warna ungu KABUPATEN ‘X’ = Puskesmas = 1 kasus ba ru di tahun 2003 17 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku total: 5 Isilah kasus-kasus pada pada tahun 2004 dengan total kasus 8 warnai dengan hijau KABUPATEN ‘X’ = Pus kesmas = 1 kasus baru di tahun 2003 total: 5 = 1 kasus baru di tahun 2004 total: 8 Isilah kasus-kasus yang terjadi pada tahun 2005 dengan total kasus 8, warnai dengan kuning KABUPATEN ‘X’ = Puskesmas = 1 kasus baru di tahun 2003 total: 5 = 1 kasus baru di tahun 2004 total: 8 = 1 kasus baru di tahun 2005 total: 8 Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 18 Isilah kasus-kasus yang terjadi pada tahun 2006 dan warnai dengan biru KABUPATEN ‘X’ = Puskesmas = 1 kasus baru di tahun 2003 total: 5 = 1 kasus baru di tahun 2004 total: 8 = 1 kasus baru di tahun 2005 total: 8 = 1 kasus baru di tahun 2006 total: 6 Manakah kecamatan yang paling bermasalah? Kita dapat menghitung jumlah kasus pada masing–masing kecamatan dan warnai seperti traffic lights yaitu yang paling bermasalah dengan warna merah, kemudian kuning hati-hati dan hijau artinya aman atau kurang bermasalah. Dapat pula menggunakan warna-warna yang lain dengan memberi keterangan. 19 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku KABUPATEN ‘X’ = Puskes mas = 0 kasus dalam 5 tahun terakhir = 1 – 3 kasus dalam 5 tahun terakhir 1 – 5 = 4 – 6 kasus dalam 5 tahun terakhir 6 – 9 = 7 – 9 kasus dalam 5 tahun terakhir 10 – 19 >= 10 kasus dalam 5 tahun terakhir >= 2 0 Cara lain yang paling sederhana adalah membuat tabel, buatlah kasus-kasus yang terjadi pada tahun 2007 sampai 2011 misalnya puskesmas Merpati, Mawar dan Ujung. Kemudian pada akhirnya kita menjumlahkan kasus-kasusnya. Pada latihan ini jumlah total kasus puskesmas Merpati: 22, puskesmas Mawar: 38 dan Puskesmas Ujung: 55. Jadi puskesmas yang paling bermasalah adalah Puskesmas Ujung. Selain itu dalam pemilihan daerah yang akan kita pilih juga mempertimbangkan beberapa hal praktis seperti tenaga di puskesmas tersebut, biaya, transport dan waktu termasuk komitmen atau antusiasme petugas di tempat tersebut. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 20 Dari pembuatan mapping, maka kita bisa membuat suatu perencanaan dan keputusan manajemen. Data dari lapangan / based evidence yaitu waktu, orang dan tempat ---- data diolah menggunakan tabel dan grafik yang memberikan makna --- sehingga memberikan informasi yang tepat. Informasi ini digunakan untuk pengambilan keputusan (decision making). Bagaimana memilih prioritas jalan keluar? Karena alternatif pemecahan masalah cukup banyak. Kita perlu mempertimbangkan: 1) Terdapat relevansi antara hasil alternative dan tujuan pemecahan masalah, 2) Efektifitas, Relatif cost—biaya, 3) Technical feasibility – kemampuan teknis, 4) Ketersediaan Sumberdaya, 5) Keuntungan yang dimiliki suatu alternative dibandingkan alternative yang lain, 7) Kerugian yang mungkin timbul akibat pemeilihan suatu alternative dan 8) melakukan uji lapangan (Pilot Project). Secara umum perencanaan yang berbasis manajemen epidemiologi diperlihatkan pada bagan di bawah. Bagaimana hubungan Analisis situasi yang dihubungkan dengan orang, waktu dan tempat, merumuskan masalah, menentukan prioritas, tujuan dan aksi. Ditentukan indikator-indikator yang yang akan dicapai / dinilai kemudian dilaksanakan. Dalam pelaksanaan dibuatlah monitoring melalui supervisi sehingga ada koreksi –koreksi serta akhirnya dibuat evaluasi apakah telah mencapai tujuan maupun indikator-indikator yang telah ditetapkan. 21 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Adapun Siklus Perencanaan Kesehatan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Mengenali masalah 2. Menilai kelebihan kita 3. Tetapkan apa yang ingin dicapai 4. Putuskan tindakan yang akan dilakukan 5. Siapkan rencana kerja dan anggaran 6. Rencana pemantauan dan evaluasi 7. Melakukan program 8. Evaluasi Membuat perencanaan memerlukan waktu dan dilakukan tidak terburu-buru Bagwan Shree Rajneesh mengungkapkan “Don’t just do something sit there”. Membuat perencanaan lebih baik bersama dengan tim. Ucapan terima kasih: dr. Christina Widaningrum, MKes (Kemenkes RI) yang mengajar Mapping Sederhana Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 22 Doa Santo Fransiskus dari Asisi Tuhan jadikanlah Aku alat pembawa Damai-Mu Penabur cinta ditengah kebencian Maaf ditengah kepedihan hati terluka Iman ditengah kebimbangan Harapan ditengah keputusasaan Terang ditengah kegelapan Gembira ditengah kesedihan Guru Ilahi bantulah agar aku lebih banyak Menghibur daripada minta dihibur Mengerti daripada minta dimengerti Mencintai daripada dicintai Sebab dengan memberi kita akan menerima Dengan memaafkan kita diampuni Dan dengan kematian kita akan dilahirkan Ke dalam kehidupan abadi (diterjemahkan oleh Frans Seda) 23 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Bagian 3. KLB LIPAN A. CHILOPODA (Scolopendra Sp) / LIPAN / KELABANG 1. Mortofologi Tubuhnya memanjang, pipih dorsoventral dengan kepala dan badan beruasruas. Pada tiap segmen terdapat sepasang kaki. Pada kepala terdapat satu pasang antenna dan poison claw. 2. Gejala Klinis Gigitannya menimbulkan rasa nyeri dan eritema karena toksinnya. Juga menyebabkan perdarahan dan nekrosis. 3. Habitat Di bawah batu dan kayu. 4. Terapi Proksimal dari sengatan dipasang turniket. Diberi obat golongan barbiturat, kortikosteroid dan antihistamin. Pemberian anti racun sangat bermanfaat. B. KELABANG Kelabang (Scolopendra spp. atau 484) juga tersebar luas di seluruh dunia, tetapi hanya jenis besar yang terdapat di daerah tropis dan subtropis, dapat menimbulkan gigitan yang berbahaya. Racun yang disalurkan melalui capit yang terbentuk dari pasangan kaki yang pertama, menyebabkan lesi nekrosis setempat. Sumber : 1. Prof. Dr. dr. Pinardi Hadidjaja MPH & dr. Srisasi Gandahusada, Atlas Parasitologi Kedokteran Gramedia pusaka utama Edisi 5 Jakarta 2. Tony Hart MB BS BSc PhD Frcpath Atlas berwarna mikrobiologi Kedokterant EGC Edisi 2 1997 Jakarta Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 24 SURVEY DAN INVESTIGASI KEMATIAN AKIBAT GIGITAN LIPAN / KAKI SERIBU DI DISTRIK BIANDOGA 1. Dasar Survey dan investigasi Berdasarkan isu masyarakat Mbiandoga yang dilaporkan oleh Sekretaris Distrik Bugalaga Bapak Jarius Agimbau pada tanggal 20 Pebruari 2008 menyebutkan bahwa telah terjadi kematian akibat gigitan binatang lipan / kaki seribu sebanyak 14 orang. Berdasarkan laporan tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai Bapak Yunus Gobay, S.Sos telah membentuk Tim untuk melakukan investigasi isu tersebut. Tim terdiri dari dokter Agus, Anselmus Pekey, Musa Gobay yang diketuai oleh Agustinus Bagau. 2. Prosedur Pelaksanaan Investigasi a. Pada tanggal 20 Pebruari 2008 tim bersama Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai Bapak Yunus Gobay, S.Sos turun ke Nabire untuk melengkapi alat, obat-obatan dan bahan makanan. b. Tim tiba di lokasi tanggal 21 Pebruari 2008 pukul 10.00 WIT dengan pesawat Susi Air. Setelah tiba tim langsung menginstruksikan kepada kepala distrik dan kepala puskesmas untuk mengumpulkan masyarakat yang memerlukan perawatan segera akibat gigitan lipan. Kemudian tim melakukan cross check daftar nama-nama kematian yang dilaporkan dengan informasiinformasi yang diperoleh dari Kepala Distrik Biandoga, Tokoh Agama, Tokoh masyarakat, tokoh pemuda, Kepala Suku Bugalaga, Kepala Suku Kelawa serta masyarakat disekitar. c. Setelah mendapat informasi yang lengkap lalu tim dibagi menjadi 3 kelompok untuk melakukan pelacakan pada nama-nama korban sampai pada tempat kuburannya. Tim I (Agustinus Bagau, dr. Agus), Tim II (Musa Gobay, Anselmus Pekey) dan Tim III (Thomas Nagapa, Zebulon Kobogau, Daniel Belau). Dimana ini dilakukan selama 3 hari (tanggal 21-23 Pebruari 2008) di Kampung Bugalaga. 25 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku 3. Tujuan Pelaksanaan Investigasi a. Mencari kebenaran data b. Mengkaji beberapa pandangan masyarakat Mbiandoga terhadap Kematian akibat Sengatan Lipan c. Mengkaji Cara Penaganan Sengatan Kaki seribu/Lipan oleh masyarakat Mbiandoga. 4. Langkah-langkah Pelaksanaan Investigasi a. Mencari kebenaran data berupa: 1) Data lengkap korban (Identitas Pasien, dan Tempat kuburan) 2) Kematian akibat gigitan lipan / kaki seribu yang diklasifikasikan dalam kelompok tempat tinggal, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, penye-bab kematiannya, waktu meninggalnya setelah digigit. 3) Mencari / menangkap sampel binatang lipan / kaki seribu untuk diperiksa secara klinis dan laboratorium. b. Pendapat masyarakat Mbiandoga terhadap Kematian akibat Sengatan Lipan sebagai berikut: 1) Pandangan dari Tokoh Agama (Pdt. Saul Holombau) Kehidupan masyarakat Mbiandoga sangat jahat mereka melakukan hal-hal yang tidak berkenang dihadapan Tuhan, yaitu membunuh orang sembarang serta menyakiti hati hamba-hamba Tuhan yang melayani di Mbiandoga. 2) Pendangan dari Tokoh adat / Budaya (Bapak H Widigipa) Sebelum misionaris masuk di daerah Mbiandoga kasus ini jarang terjadi dan kebanyakan terjadi didaerah bagian utara (Kigitadi, Maolagi, Elataga dan Moendoga, tetapi sekarang terjadi didaerah ini karena mereka masuk di daerah Uagimama masuk daerah-daerah terlarang dan mengambil makanan dan buah-buahan dengan sembarangan (NAGETAU JAMBAIA) Artinya membawa setan suruan. 3) Pandangan dari Pemerintah (Jarius Agimbau), Pendapat dari Sekretaris Distrik Mbiandoga bahwa kematian akibat Gigitan lipan/kaki seribu diakibatkan karena musiman setiap tahun. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 26 c. Cara Penanganan Sengatan Kaki seribu / Lipan oleh masyarakat Mbiandoga. Apabila pasien disengat oleh Lipan/ kaki, masyarakat langsung mengiris pada daerah yang disengat oleh lipan/kaki seribu dengan menggunakan pisau, bambu, parang langsung dipakai untuk mengiris tubuhnya dengan tujuan agar bisa / racun yang masuk dalam tubuh dapat keluar. Apabila volume darah yang keluar kurang, tubuhnya diiris terus sampai darah keluar sesuai yang diharapkan banyak.Biasanya ditutupi dengan daun-daun (Daun Dagoga / Mologa) dan ditutupi dengan plastik / kain-kainan yang kotor. 5. Analisis Kasus Julus numerensis adalah nama Latin dari lipan / kaki seribu / kelabang. Dalam banyak literatur disebutkan bahwa gigitan binatang ini berbahaya tapi tidak pernah dilaporkan dapat menimbulkan kematian. Bisa (racun) lipan ini dalam beberapa literatur dan internet adalah bersifat kardiotoksik. Antivenom lipan belum tersedia sampai sekarang ini karena tidak cukup uji klinisnya. Keluhan yang timbul akibat gigitan lipan adalah terasa nyeri pada tempat gigitan, bengkak dan merah serta pada beberapa kasus pasien juga ada yang sampai menggigil (demam), tapi setelah minum obat analgetik dan antibiotik akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari. Kalau pun mati karena septikemia (infeksi kuman dalam darah) setelah beberapa hari digigit karena tidak cepat diatasi ke sarana pelayanan kesehatan terdekat seperti Puskesmas, dokter, RSUD, dll. Menurut kepercayaan dan adat budaya masyarakat Biandoga berkaitan dengan kasus gigitan lipan/kaki seribu bahwa lipan ini adalah roh jahat, dan orang yang mendapat gigitan roh jahat ini akan segera meninggal bila tidak dibelah untuk mengeluarkan racunnya serta mencegah racunnya tidak menyebar kedalam tubuh (jantung). Berdasarkan cerita orang-orang tua di Mbiandoga bahwa dulu ada orang barat yang pernah digigit lipan lalu untuk mengatasinya dibelah bagian atas tubuh dari gigitan dan orangnya sembuh. Maka hingga sekarang masyarakat masih percaya bahwa ketika digigit lipan harus segera dibelah dan semakin banyak belahan / sayatan serta semakin banyak darah yang keluar maka racunnya juga keluar. 27 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Ditinjau dari aspek medis adat masyarakat Mbiandoga yang suka belah-belah ini bisa disimpulkan bahwa penyebab kematian utama akibat gigitan lipan di Mbiandoga ini adalah karena perdarahan hebat serta septikemia bukan karena bisa atau racun lipan/kaki seribu. Definisi dari perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah. Walau dapat bervariasi, volume darah orang dewasa normal adalah kira-kira 7% dari berat badan. Contoh laki-laki dengan berat badan 70 kg mempunyai volume darah yang beredar kira-kira 5 liter. Hampir 70% seluruh volume darah berada dalam sirkuit vena. Sehingga bila vena dipotong maka akan terjadi kehilangan darah yang hebat sehingga bisa terjadi syok yang bila tidak cepat diatasi dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa jam saja. Septikemia adalah infeksi akibat masuknya kuman-kuman dan kotoran dalam peredaran darah. Ini bisa terjadi karena pada waktu digigit langsung dibelahbelah mungkin menggunakan pisau, parang, silet, bambu, serta lainnya yang kurang steril. Dan juga mereka setelah dibelah-belah sering mereka tutupi dengan daun-daun pada tempat luka, dimana daun-daun ini mereka petik di hutan yang kebersihan sangat diragukan. Sehingga juga dapat menimbulkan kematian dalam beberapa hari bila tidak mendapatkan perawatan luka dan obat antibiotik. 6. INDIKATOR PEMERIKSAAN Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 28 7. PROSEDUR PENANGANAN LUKA AKIBAT GIGITAN LIPAN 1. Setelah digigit lipan segera lakukan bebat proksimal (diikat bagian atas daripada gigitan). 2. Dilakukan insisi kecil dengan silet/scapel steril pada luka gigitan. 3. Kemudian debridement luka (cuci luka) dengan cairan sabun, H2O2 kemudian dibilas dengan cairan NaCl 0,9% sampai bersih buang semua jaringan mati dan kotoran yang ada. 4. Luka dibersihkan lagi dengan kassa steril dan larutan povidone iodine (betadine). 5. Berikan obat analgetik dan antibiotik. 6. Pasien diobservasi 1 hari di puskesmas. Perhatikan vital sign (TD, ND, RR, T) dan bila ada keluhan berikan obat secara simptomatik (sesuai dengan keluhannya). BILA PERLU PASANG INFUS. Catatan: Walau sudah ada prosedur seperti di atas, pengalaman Robby Kayame bahwa salah satu masalah serius gigitan lipan adalah rasa sakit sehingga korban berteriak-teriak. Cara penanganan dilakukan disinfeksi daerah gigitan misalnya digigit daerah jari maka dilakukan anatesi lokal sekitar jari dengan menggunakan lidokain yang tanpa adrenalin . Suntik beberapa kali sekitar itu maksudnya untuk memblok rasa nyeri yang menjalar ke atas, niscaya kesakitan itu akan hilang seperti disulap. 29 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku IV HASIL INVESTIGASI Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 30 Berdasarkan Jumlah kematian akibat sengatan/gigitan lipan/kaki seribu sebanyak 14 kasus diuraikan dalam beberapa jenis Variabel berdasarkan hasil Investigasi sebagai berikut: Berdasarkan tempat Kejadian Kampong Bugalaga Dan Mbiandoga Berjumlah Masing-Masing empat kasus diikuti oleh Kalawa danggatadi sedangkan Janei tidak dilaporkan Tabel 3. Jumlah kematian berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut: 31 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Jadi jumlah kematian akibat gigitan lipan di distrik Biandoga adalah sebanyak 5 orang laki-laki dan 9 orang perempuan. Tabel 4. Jumlah kematian berdasarkan kelompok umur adalah sbb: Jadi jumlah kematian akibat gigitan lipan di distrik Biandoga adalah sebanyak 1 kaus terjadi pada kelompok di bawah 1 tahun 6 kasus terjadi pada kelompok umur (15-29 thn), 3 kasus terjadi pada umur (30-49 tahun) dan diatas 50 tahun sebanyak 4 kasus sehingga ada 13 orang yang masuk usia produktif ( usia kerja ). Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 32 33 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 34 Tabel 7. Waktu terjadinya Kejadian adalah sebagai berikut: Berdasarkan waktu kematian adalah 1 hari setelah gigitan akibat perdarahan hebat, terjadi awal tahun 2008 kasus yang ditemui sebanyak 10 kasus sedangkan 4 kasus terjadi akhir tahun 2007. Kematian berdasarkan pekerjaan semuanya adalah petani.Dimana mereka rata-rata digigit pada waktu mereka kerja di kebun misalnya: membabat/cabut rumput, gali ubi, memanen tebu, dll.Jumlah kematian berdasarkan pendidikan adalah 2 tamat SD (1 dari Bugalaga dan 1 dari Biandoga), sisanya 12 orang tidak sekolah.Berdasarkan penyebab kematian akibat gigitan lipan adalah karena perdarahan hebat akibat luka sayat/belah biasanya 10-15 belahan menurut adat kebiasaan mereka dengan tujuan mengeluarkan racun dan darah kotor. Pasien yang digigit lipan dan telah mendapatkan pengobatan di Puskesmas adalah sebanyak 60 kasus. (data terlampir) Pengobatan masal yang dilakukan selama 3 hari sebanyak 130 pasien. 35 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Dalam banyak literatur disebutkan bahwa gigitan binatang ini berbahaya tapi tidak pernah dilaporkan dapat menimbulkan kematian. Bisa (racun) lipan ini dalam beberapa literatur dan internet adalah bersifat kardiotoksik. Antivenom lipan belum tersedia sampai sekarang ini karena tidak cukup uji klinisnya. b. Menurut Pandangan budaya masyarakat Biandoga berkaitan dengan kasus gigitan lipan/kaki seribu bahwa lipan ini adalah roh jahat, dan orang yang mendapat gigitan roh jahat ini akan segera meninggal bila tidak dibelah untuk mengeluarkan racunnya serta mencegah racunnya tidak menyebar kedalam tubuh (jantung). Ditinjau dari aspek medis adat masyarakat Mbiandoga yang suka belah-belah ini bisa disimpulkan bahwa penyebab kematian utama akibat gigitan lipan di Mbiandoga ini adalah karena perdarahan hebat serta septikemia bukan karena bisa atau racun lipan/kaki seribu. Sehingga bila vena dipotong maka akan terjadi kehilangan darah yang hebat sehingga bisa terjadi syok yang bila tidak cepat diatasi dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa jam saja. c. Jumlah kematian berdasarkan tempat kejadian Kampung Bugalaga terdiri dari 4 kasus dan Mbiandoga terdiri dari 4 kasus. dan dari 6 Kampung perempuan lebih banyak dari pada Laki-laki. Jadi jumlah kematian akibat gigitan lipan di distrik Biandoga adalah sebanyak 6 orang (15-24 thn), 7 orang (35-55 thn). Jadi ada 13 orang yang masuk usia produktif (usia kerja). jenis pekerjaan semuanya adalah sebagai petanidimana mereka rata-rata digigit pada waktu mereka kerja di kebun misalnya: membabat/cabut rumput, gali ubi, memanen tebu, dll. latar belakang pendidikan mereka rata-rata tidak sekolah. d. Berdasarkan penyebab kematian akibat gigitan lipan adalah karena perdarahan hebat akibat luka sayat/belah biasanya 10-15 belahan menurut adat kebiasaan mereka.Serta septikemia dalam beberapa hari karena racun dan kuman yang masuk ke peredaran darah bila tidak segera mendapatkan Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 36 perawatan dan pengobatan. dan waktu kematian adalah 1 hari setelah gigitan akibat perdarahan hebat. e. Pasien yang digigit lipan dan telah mendapatkan pengobatan di Puskesmas adalah sebanyak 60 kasus. (data terlampir) f. Pengobatan masal yang dilakukan selama 3 hari sebanyak 130 pasien. 2. Saran dan Rekomentasi a. Diharapkan agar Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai segera mengeluarkan PANDUAN KHUSUS Metode Penanganan Sebelum dan sesudah Sengatan lipan dan bagaimana perlindungan diri terhadap sengatan binatang tersebut. b. Segera memberikan pembinaan khusus (PELATIHAN) KEPADA PETUGAS PUSKESMAS Mbiandoga tentang prosedur serta penatalaksanaan akibat Sengatan Lipan/kaki seribu. c. Dinas Kesehatan, Pemerintah Distrik serta Petugas Kesehatan (Puskesmas Mbiandoga) perlu melakukan SOSIALISASI bahwa kebiasaan masyarakat Mbiandoga yang suka belah-belah ini bisa penyebab kematian karena perdarahan hebat serta septikemia bukan karena bisa atau racun lipan/kaki seribu. d. Pemerintah Distrik perlu melakukan SOSIALISASI tentang pandangan budaya, agama adat terhadap penanganan kasus sengatan lipan/kaki seribu yang memungkinkan terjadinya kematian e. Pemerintah daerah dan Dinas Kesehatan perlu MELAKUKAN RISET lebih dalam untuk mengetahui sejauh mana sengantan lipan/kaki seribu di daerah Mbiandoga. f. Sering terjadinya Kegawatan Kesehatan di Daerah ini, maka Pemerintah segera membentuk Health Crisis Central (HCC) untuk mengantisipasi terjadinya kejadian diluar dugaan. 3. LAMPIRAN DOKUMENTASI Tim Survey dan Investigasi Issu Kematian akibat Lipan /kaki seribu di Distrik Mbiandoga Kab. Paniai, tanggal 21 Februari 2008 37 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Ilmu Kesehatan Mas ya raka t: Be lajar d ari Lap angan 38 39 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku FOTO-FOTO LUKA SAYATAN YANG DIBUAT OLEH MASYARAKT AKIBAT SENGATAN LIPAN/KAKI SERIBU Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 40 FOTO KUBURAN KEMATIAN AKIBAT SENGATAN LIPAN/KAKI SERIBU DISTRIK MBIANDOGA KAB. PANIAI 41 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku FOTO KUBURAN KEMATIAN AKIBAT SENGATAN LIPAN/KAKI SERIBU DISTRIK MBIANDOGA KAB. PANIAI Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 42 SUASANA TIM MELAKUKAN PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA HASIL SURVEY INVESTIGASI DISTRIK MBIANDOGA 43 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku SUASANA SAAT MENYAMPAIKAN MAKSUD KEDATANGAN TIM DI DISTRIK MBIANDOGA KAB. PANIAI Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 44 SITUASI TIM MELAKUKAN PENGUMPULAN DATA KEPADA TOKOH AGAMA MASYARAKAT,TOKOH ADAT, TOKOH BUDAYA DISTRIK DI MBIANDOGA KAB. PANIAI 45 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku PETA KABUPATEN PANIAI DAERAH TERJADINYA KLB (KEJADIAN LUAR BIASA) DISTRIK MBOANDOGA 47 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 46 Pidato Pelatikan “Jangan tanya apa yang bisa Dilakukan negara untukmu; Tanyalah apa yang bisa kamu Berikan untuk negaramu…” (John F Kennedy, Washington 20 Januari 1961) Bagian 4. MALARIA PEGUNUNGAN KLB (Kejadian Luar Biasa) Malaria yang terjadi di pegunungan merupakan kasus yang jarang terjadi, tetapi beberapa negara sudah pernah melaporkan adanya KLB dan peningkatan kasus malaria seperti di Tibet (Song dkk,2009),Filipina (Emer dalam Google.com akses 18/5/2010),Dataran Tinggi Afrika (Lindblade dkk,2000). Kasus malaria pegunungan dilaporkan terjadi pada ketinggian sekitar 700-2100 dpl. Distrik Pogapa, kabupaten Intan Jaya merupakan bagian dari dataran pegunungan tengah di Papua dengan ketinggian sekitar 2000 meter dari permukaan laut dan suhu pada bulan Mei-Juni 2010 berkisar 19-25 derajat Celcius. Berdasarkan data kunjungan di puskesmas Homeyo,malaria klinis sangat jarang dilaporkan. Angka ini meningkat dengan tajam morbiditas dan mortalitas pada bulan Maret-April-Mei-Juni 2010. Grafik 1.Distribusi Kematian KLB malaria di distrik Homeyo Kematian akibat penyakit malaria dilaporkan minggu ke 14 hingga minggu ke 26, dan mencapai puncaknya pada minggu ke 17 (akhir bulan April 2010). Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 48 Gbr 1. Hasil pemeriksaan malaria menggunakan RDT Gbr 2. Pemeriksaan oleh tim medis 49 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Gbr.3. Kuburan baru Selain informasi dari masyarakat tentang kematian , dilakukan pemeriksaan kuburkubur baru untuk memastikan jumlah kematian. ” ....waktu saya diminta memimpin tim dalam investigasi di Homeo, saya sebenarnya sudah lama tidak menangani outbreak/bencana terakhir waktu saya masih tugas di Sulawesi Tengah tahun 1995. Tetapi saya mengerti dasar epidemiologi bahwa penyakit masyarakat harus bisa dijelaskan distribusinya berdasar place (tempat), person(orang) dan time (waktu). Saya hanya tanya dimana di laporkan orang pertama meninggal ternyata 3 orang wanita yang menggali kolam ikan. Syukur kami dapat jawabannya dengan menemukan jentik nyamuk anopheles” Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 50 Diagnostik Malaria Diagnosis malaria ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan mikroskopik. Umumnya penderita dewasa mempunyai keluhan klinis berupa panas dan sakit kepala setiap hari, disertai mengigil serta merasa badan lemah. Pemeriksaan mikroskopik menggunakan RDT (Rapid Diagnostic Test) dan pemeriksaan slide dengan alat mikroskop Hanya dilakukan pada Tim I, II dan III oleh Irenius Sireyei di periksa ulang ibu Nenny Mulyani (Dinas Kesehatan Propinsi Papua) dan Sumardi (Litbangkes Jakarta). Data pada tabel di bawah ini menunjukkan dengan sample sebesar 670 dan slide positif sebesar 258 maka Slide Positive Rate adalah 38,5%. Sedangkan proporsi malaria falciparum (plasmodium falciparum dan mixed infections) di antara slide positif adalah 89%. Malaria Tropika sering menyebabkan komplikasi serta kematian. Proporsi Kasus anak (< 9 tahun) sebesar 26% ( Sumber data dari tim I, II dan III) telah menunjukkan endemisitas malaria di wilayah tersebut. Pembesaran limpa tidak bermakna pada kejadian outbreak ini menujukkan adanya serangan akut dimana penyakit malaria baru nampak dipermukaan pada bulan-bulan terakhir ini. Tabel 1.Data Epidemiologi KLB malaria 51 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku * Slide yang diambil seluruh anak (<9 thn), orang dewasa yang menunjukkan tanda klinis. ** Data belum didapatkan karena masih dalam proses pemeriksaan Secara Mikroskop Ditemukkannya vektor nyamuk anopheles serta positif gamet yang tinggi: 49 di antara 142 slide positif (34%)**menunjukkan transmisi/proses penularan sedang berlangsung dan potensi outbreaks (Zucker,1996).Kesakitan dan kematian yang tinggi dapat terjadi karena masyarakat tidak mempunyai imunitas terhadap malaria. Beberapa kampung yang belum di sur vey tetapi sudah memberitakan kematian suspek malaria melalui masyarakat akan diinvestigasi lebih lanjut. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 52 Faktor yang mempengaruhi Ledakan Kasus di distrik Homeyo a. Breeding places Gbr.4. Tempat perindukan nyamuk yang potensial di Bamba Terjadi peningkatan breading places atau tempat perindukan nyamuk malaria dipicu dengan pembuatan kolam –kolam ikan pada Program Respek yang dimulai pada awal tahun ini dimana kolam-kolam tergenang belum diisi ikan. Curah hujan yang cukup tinggi pada pada bulan Januari-Februari 2010 kemudian diikuti musim kemarau pada bulan Maret,April dan Mei 2010, memungkin nyamuk anopheles dapat berkembang biak dengan baik. Larva nyamuk ditemukan dan nyamuk dewasa telah diidentifikasikan adalah jenis anopheles farauti. b. Mobilisasi Penduduk Telah terjadi konsentrasi massa pada bulan Januari 2010 di kampung Bilai-Bamba, lebih dari 1000 orang yang berasal dari desa-desa sekitar serta masyarakat dari Timika, Nabire dan Jayapura menghadiri Mupas (Musyawarah Pastoral dan perayaan hari jadi Intan Jaya di Sugapa yang juga dihadiri masyarakat distrik Homeyo, diasumsikan memberikan resiko terjangkitnya dan meledaknya penyakit malaria, dimana masyarakat yang datang dapat sebagai carrier malaria. Nyamuk 53 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku anopheles secara alamiah telah hidup di tempat tersebut. c. Perubahan Suhu dan Kelembaban Perubahan suhu akibat pemanasan global,penebangan hutan ser ta perubahan curah hujan dipercaya ikut mempengaruhi resiko penularan penyakit malaria. Kisaran temperatur di distrik Homeyo pada 3 bulan terakhir tahun 2010 berkisar 1925 derajat Celcius dan bahkan pada siang hari bisa mencapai 26 derajat Celcius yang merupakan suhu potensial bagi nyamuk.Banyak literature mengacu pada perubahan cuaca dimana suhu lebih panas dan lembab menjadi keadaan potensial bagi nyamuk anopheles (Zucker,1996). Lokasi desa yang melaporkan terjadinya peningkatan kematian berada pada sisi lereng bukit dan ketinggian berkisar 1500 dpl, dipercaya akan mempengaruhi potensial perkembangan nyamuk. d. Jangkauan Pelayanan Kesehatan Banyak kampung yang sulit dijangkau oleh petugas puskesmas Homeyo dan keterbatasan jumlah tenaga sehingga penanganan kasus malaria ataupun surveillance mengalami kesulitan. Jarak satu kampung dengan kampung yang lain berkisar ±3-4 jam dengan pendakian 60-70 derajat dan harus menyeberang sungaidengan jembatan kurang memadai. Diasumsikan makin jauh dari pusat pelayanan tentukan morbiditas dan mortalitas akan meningkat sehingga perlu ditelusuri. e. Imunitas Walaupun malaria adalah penyakit endemis di Papua, namun penyakit ini jarang dijumpai di tempat ketinggian. Namun karena faktor-faktor di atas ada seperti tempat perindukan yaitu kolam-kolam yang tidak diisi ikan sehingga nyamuk dapat berkembangbiak, mobilasasi penduduk, perubahan suhu dan kelembapan yang menunjang berkembangnya nyamuk, lokasi yang jauh sehingga susah diakses banyak korban berjatuhan, tetapi juga karena tidak ada imunitas /kekebalan terhadap malaria. Orang yang baru pertama kena malaria sangatlah menderita dan bisa segera menuju kematian, karena sel-sel darah merah pecah atau lisis sehingga mereka bisa anemia, gangguan ginjal bahkan gangguan otak dan meninggal.. Banyak tentara jaman perang korban dan bahkan kalah perang bukan karena diserang musuh tetapi karena terkena malaria, transmigran banyak Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 54 menjadi korban waktu membuka lahan, mereka berasal dari daerah non endemis malaria ke daerah endemis malaria. Penempatan penduduk dari daerah ketinggian ke dataran rendah (realokasi) juga memberi korban kematian malaria. Penduduk seperti suku di Korowai menghindari nyamuk dengan membuat rumah tinggi di atas pohon yang merupakan kearifan lokal. Penanganan yang telah diberikan • Diagnostik dan pengobatan malaria menggunakan obat arterakine, khusus ibu hamil diberi Kina Sulfat sesuai pedoman. • Survei entemologi yaitu mencari tempat perindukan nyamuk serta penangkapan nyamuk • Fogging / pengasapan dilakukan bersama masyarakat (Degisiga, Bamba dan Pogapa). Fogging ditujukan untuk membunuh nyamuk dewasa, tetapi dengan lokasi yang luas, hutan dan berbukit-bukit mungkin kurang efektif. Namun Fogging lebih ditujukan untuk mengurangi kecemasan masyarakat. Gbr.5. Pengasapan/fogging 55 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku • Penyebaran Ikan Kepala timah pada kolam kolam yang belum diisi ikan. • Penyuluhan kesehatan serta diskusi bersama masyarakat. Masyarakat perlu mengenal gejala penyakit malaria serta mengenal dan mengurangi tempat potensial perindukan nyamuk. Gbr.6. penyuluhan oleh dr Arr y Gbr.7. Tim dibantu koramil dalam mendata hasil Lab. • On the job training bagi petugas puskesmas. • Pelayanan kesehatan secara umum Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 56 Kesulitan yang dihadapi Medan di daerah Intan Jaya sangat terjal harus mendakit dan memanjat, menurun gunung dan memasuki daerah yang licin dan lembab, selain itu harus menyeberangi sungai-sungai dengan jembatan rotan yang sangat berbahaya dan jauh dari keselamatan. Masyarakat tersebar di gunung-gunung jadi selain di sekitar kampung yang jumlah penduduknya banyak ,tim juga menyusuri jalan-jalan dan mencari rumah penduduk di lereng gunung. Sebaiknya dalam penanganan seperti ini tim harus diantar dengan helicopter ke kampung yang strategis kemudian menjangkau kampung-kampung. KESIMPULAN • Telah terjadi Kejadian Luar Biasa (outbreaks) malaria di 10 kampung dengan total kematian suspek malaria sebanyak 55 orang dari populasi 3488 (CDR=1.6%), serta ditemukannya vektor nyamuk anopheles dengan dominan kasus plasmodium falciparum. • Adanya Peningkatan kematian Suspek malaria dari 6 kampung per tanggal 14 Juni 2010 (CDR 1.4%) menjadi 9 kampung per tanggal 18 Juni 2010(CDR 1.6%) hal ini karena ada penambahan data kematian pada daerah atau kampung yang baru pertama kali di survey serta mobiltas penduduk yang tinggi. • • Adanya angka kematian tertinggi di kampung Mapa-Dusun Menewamba pada minggu ke 23 (6 orang) Hal ini menunjukkan adanya kematian pada daerah tersebut karena baru pertama kali dilakukan Sur vey penanggulangan KLB Malaria dari tim 4. Sedangkan Berdasarkan hasil Outopsi Verbal dan Observasi oleh Tim 4 pada 25 -29 Juni 2010 di daerah/kampung (Degesiga, Nggagemba, Jobai, dan Sanepa-Egalusiga) yang pernah dilakukan Upaya pelayanan Penanggulangan KLB tidak adanya peningkatan kematian disebabkan Malaria. Adanya sejumlah sedian dengan positif Gamet dan rendah presentasi 57 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku pembesaran limpa ( hanya 3 kasus pembesaran limpa dari 160 kasus yang Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 58 ditangani) menunjukkan adanya penularan akut penyakit malaria. • • Peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat malaria di distrik Homeyo dipengaruhi oleh karena bertambahnya tempat perindukan nyamuk anopheles yang potensial seperti pembuatan kolam-kolam pada kampung yang melaporkan kematian kasus malaria, konsenterasi massa pada bulan Januari di kampung Bilai-Bamba, terjadi perubahan suhu dan kelembaban pada tahun 2010 dan juga pergantian dari musim penghujan ke musim kemarau. Pihak Puskesmas belum berani memberikan Larvaticid (Sumalarv) karena takut akan timbulnya masalah baru di masyarakat (keracunan). Ucapan Terimakasih: Tim Investigasi dan Penanggulangan KLB di Distrik Homeyo • Tim I (13 -17 Mei 2010) Yermias Kobogau, A.MK, Ishaq Pawennari, S.KM,dr. Rehatta Linda Elisabeth, Yosep Tipagau, S.Kep, Irenius Siriyei, Ishak Zapagau • Tim II (26 Mei-7 Juni 2010) dr. Tulus Parpunguan, Ishak Zapagau, Irenius Siriyei, Jehezkiel Zagani • Tim III (9-15 Juni 2010) Dr. dr. Arry Pongtiku, MHM (Ketua Investigasi)., Paminto, SKM., I Made Gafar, SE., Nenny Mulyani., Wimbadi Sigit, SKM, Mkes., (Dinas Kesehatan Propinsi Papua), Ishaq Pawenari, SKM., dr. Rehatta Linda Elisabeth., Jehezkiel Zagani (Dinas Kesehatan Kabupaten Intan Jaya). Pada tim III di lapangan dibantu oleh Puskesmas Homeyo (Yakop Jagani, Pergius Baguban, Martha Belau), Koramil Homeo (Letda. Inf. M. Beru Lavi, Serda Idrus), LSM Primari (Thomas Ara Kian, Dino Bastian, Agus Budi Prasetyo, Sudur dan Agus Korisano) dan Sumardi (melakukan crosscheck slide malaria dari Jakarta) 59 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku • Tim Gabungan (Puskesmas, Primari dan koramil) (15- 18 juni 2010) Puskesmas Homeo (Yakop Jagani, Pergius Baguban, Martha Belau), Koramil Homeo (Letda.Inf.M.Beru Lavi,Serda Idrus), LSM Primari (Thomas Ara Kian, Dino Bastian, Agus Budi Prasetyo,Sudur dan Agus Korisano) • Tim 4 Sanepa (24- 29 juni 2010) dr.Rehatta Linda Elisabeth (ketua tim), Nico, Depi, Almelek, Dibantu 2 staff koramil dan staf yang menangani Puskesmas (Bpk Jacob, Pergius, Ibu Martha). • Tim 4 Mapa (24 – 29 Juni 2010) dr. Maria Magdalena Kasimat (Ketua Tim), Irenius Siriyei, Yehezkiel Jagani, Medina, Esau Bagau. Berangkat di Distrik Wandai survey menyusuri kampung Mapa-menewamba, Mapa-solomomba, dan Mapa Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 60 “Saya harus membiasakan melakukan yang benar, Saya bukan membenarkan yang biasa.” (Aloysius Giyai, Kadinkes Papua) 61 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Bagian 5. KLB KOLERA Kejadian Luar Biasa (KLB) diare tersangka penyakit vibrio kolera dapat dilaporkan pertama oleh masyarakat Kabupaten Dogiyai kampung Ekemanida dan sekitarnya pada tanggal 6 April 2008, menggingat tingginya mobilitas penduduk dari dan ke Kabupaten Paniai, tidak menutup kemungkinan penyebaran ke wilayah ini, untuk itu pihak Dinas Kesehatan telah membentuk Tim Siaga KLB Kabupaten yang di Ketuai Kasubdin P2PL Dinas Kesehatan dengan beranggotakan 3 dokter dan 5 perawat, yang dilengkapi dengan obat-obatan dan peralatan seadanya. Dugaan penyebaran ke wilayah Paniai akhirnya terbukti ketika warga masyarakat Kampung Wotai di gemparkan oleh kematian tiga orang dalam semalam. Investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) ke Lokasi Kasus diare Paniai dilaporkan pertama oleh masyarakat Kampung Wotai Distrik Yatamo pada tanggal 18 Mei 2008, ketika 3 orang meninggal akibat muntah berak, seterima laporan tersebut, pihak Dinas Kesehatan memberangkatkan Tim Siaga KLB ke lokasi kejadian pada tanggal yang sama jam 10.30 wit dengan mengunakan perahu motor dengan jarak tempuh 15 menit dari kota Kabupaten, kami di jemput masyarakat dengan antusias dan penuh harapan. Setibanya di lokasi kejadian kami mengumpulkan masyarakat menjelaskan maksud dan tujuan pelaksanaan investigasi ke kampungnya. Adapun langka-langka yang diambil oleh tim investigasi adalah sebagai berikut: Pencarian Kasus Aktif baru; Pengobatan dan Perawatan yang sakit; Desinfektan mayat dan peralatan korban; Evakuasi penderita yang berat ke Rumah Sakit; Penyuluhan dan Kaporisasi Sumber Air Minum Warga; Pembentukan posko bencana dan mendorong peran serta masyarakat. Kesakitan dan kematian yang menimpa keluarga Derek Boma (40) tahun adalah sebagai berikut; yaitu pada tanggal 15 Mei 2008, mengunjungi saudaranya Aplena Keiya (38) yang sakit munta,menceret dirawat di Rumah Sakit Enarotali, setelah mengunjungi adiknya Marike Keiya (25) yang meninggal di Kampung Ekemanida Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 62 di Kabupaten Dogiyai. Setibanya di rumah, istri Derek Boma (Ance Keiya) merasa perut sakit, mules,mual dan menceret, 5-6 kali dalam sehari tiga hari berturut-turut, dengan menularkan pada tiga orang dalam keluarga yaitu nene Marta Adii (48), dan anak Mer y Boma (6) dan Maria Mote (18); akhirnya pada tanggal 18 Mei 2008, tiga diantaranya meninggal dunia sementara Maria Mote di evakuasi ke Rumah Sakit Enarotali oleh Tim Medis. Tim Investigasi melakukan active case faunding, dari rumah ke rumah, sambil melakukan kaporisasi sumber air minum, penyuluhan dan pengobatan yang sakit, dan pembentukan posko penanggulangan yang dikordinir oleh seorang dokter selama satu bulan, sambil melakukan evaluasi berkala tentang perkembangan dari kasus ini. Menginggat tingginya mobilitas penduduk antar wilayah maka kami mengadakan pelacakan kasus aktif ke distrik-distrik, maupun kampung-kampung yang berbatasan lansung dengan Kabupaten Dogiyai, yaitu ke distrik Obano dan distrik Ayatei Tigi Barat, untuk Distrik Paniai Barat Kampung Pakagekebo telah ditemukan seorang ibu Keiyaimouda (35) meninggal akibat diare, muntah-muntah pada tanggal 19 Mei 2008; dan di kampung Beko dan Okaitadi, penyebaran kasus ini bermula dari seorang anggota keluarga menghadiri pesta duka atas kematian keluarga istri Petrus Pigome (kampung Beko) dan saudara Paulus Tebay (Okaitadi) di Keluarga Dumopa kampung Idakebo Kabupaten Dogiyai, seusai acara tersebut mereka membawa daging babi bakarbatu ke keluarganya di Beko dan Okaitadi distrik Paniai barat (Obano), setibanya mereka bersama keluarga masak dan makan bersama, tidak lama kemudian mereka yang makan, makanan tersebut mulai mual, mules, muntah dan menceret, informasi kejadian ini dikirim via hendpon oleh seorang guru ke Posko KLB Enarotali, pada malam jam 11.30 pada tanggal 20 Mei 2008, tim gerak cepat ke lokasi kejadian untuk melakukan pelacakan kasus penanggulangan kasus serta evakuasi yang berat, dari kasus ini 14 kasus di evakuasi ke Rumah Sakit, 8 kasus di layani di tempat dan 8 orang meninggal dunia. 63 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Pada tanggal 22 Mei 2008, ibu Yakomina Nawipa dari Okaitadi ke Kampung Pasir Puti Disktik Ekadide,setelah sehari jatuh sakit dengan gejala perut sakit, mules, muntah dan menceret, setelah satu minggu sakit, iapun meninggal dunia pada tanggal 31 Mei 2008, belum ada informasi riwayat pengobatan selama sakit, berimbas dari kasus ini di distrik Ekadide 16 kasus yang dirawat dan 5 diantaranya meninggal dunia, Mar tha Yogipun hadir menyaksikan kematian saudaranya, seusai pemakanan , iapun pulang ke kampung Awabutu Distrik Enarotali selang 3 hari, ibu ini mengalami sakit yang sama seperti yang di alami ibu Yakomina, kemudian Ibu Martha Yogi (27) dilarikan ke Rumah Sakit Umum Enarotali, dilakukan pemeriksaan diantaranya rectal swab hasilnya di laporkan vibrio kolera positif. Pada tanggal 29 Juli 2008, seorang anak berumur 2 tahun dilaporkan meninggal dunia akibat dehidrasi berat oleh dokter Puskesmas Kebo 1, menurut keterangan ibunya bahwa telah mendapatkan pengobatan sebelumnya di Rumah Sakit Enarotali,namun tidak ada perubahan, di daerah ini telah terjadi trasmisi penyakit yang luar biasa, dengan jumlah kasus 111 kasus dan 62 orang diantaranya meninggal dunia, tingginya kasus kematian didaerah ini disebabkan karena lambatnya laporan kejadian oleh masyarakat kepada petugas kesehatan setempat dan issue penyebab kematian menyimpang alias karena racun. Penyebaran kasus diare di Distrik Tigi Barat yaitu Ayatei, Gakokebo, Debei, Piyamatadi adalah tidak berkaitan dengan penyebaran kasus di beberapa distrik sebelumnya, kasus di daerah ini berjumlah 52 kasus, 11 diantaranya meninggal dunia, kejadian kasus ini terjadi pada minggu ke 45, 46 pada bulan Nopember 3 s/17 Nopember 2008, untuk mengatasi kasus ini telah kami turunkan tim gerak cepat Dinas Kesehatan kabupaten Paniai. Laporan terkini dan terakhir bahwa pada minggu ke 47, 48, dan 49 dan 50 tanggal 24 Nopember-15 Desember 2008, masih terjadi peningkatan kasus sebanyak 75 kasus dan 34 orang diantaranya meninggal, di desa Dagouto, Uwamani, Badauwo, Toko, dan Eduda, dari total kasus tersebut 28 orang kasus berat diantaranya telah dievakuasi ke Rumah Sakit Enarotali, dua diataranya di rawat dirumah penduduk di Enarotali. Kasus kejadian dan krologis penyebaran penyakit Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 64 diare tersangka vibrio kolera yang terjadi belakangan ini muncul secara sporadis (hilang muncul) sehingga dapat mempersulit menganalisa peta penularan dalam rangka pemutusan mata rantai penularan, namun pera petugas di Puskesmas dan Tim Kerja Dinas Kesehatan masih di siagakan, untuk mengantisipasi kemungkinan ledakan kasus sewaktu-waktu. 1. Waktu Kejadian Tabel 1. Sumber : Data Investigasi KLB 2008 Dinkes Paniai 2. Golongan Umur Tabel 2. DATA KASUS KOLERA BERDASARKAN GOLONGAN TAHUN 2008 65 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku 3. Tempat Kejadian Tabel.3.DATA KASUS KOLERA BERDASARKAN TEMPAT KEJADIAN Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 66 Analisis Situasi dan Data Analisis situasi dan permasalahan dari kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Dogiyai, 6 April 2008, maka untuk Kabupaten Paniai bermula dari ibu Aplena Keiya ke Ekemanida Moanemani untuk menegok adiknya Marike Keiya yang sakit muntaber pada tanggal 15 Mei 2008, dari tiga hari sebelumnya, akibat kurangnya pelayanan kesehatan di Puskesmas Moanemani, maka diambil keputusan untuk pergi berobat ke Rumah Sakit Umum Enarotali, sejak saat itu kasus diare dan muntah mewabah ke wilayah Kabupaten Paniai. Tingginya keakrabatan/ solitnya kekeluargaan dari warga masyarakat dan tingginya mobilitas penduduk dari dan ke kabupaten tersebut, dalam rangka bisnis,sekolah, acara keluarga,acara adat, gereja dan lain sebagainya, dengan cepat kasus tersebut merambat ke Paniai. Dari data diatas ini menunjukan bahwa sejak kasus diare dan muntah berak, masuk wilayah Paniai, pada tanggal 15 Mei 2008 atau minggu ke 23, 34, 25 terjadi 21 kasus, 11 meninggal dunia,di Kampung,Wotai, Kotomoma, Enarotali; pada minggu ke 28,29, kasus 9 dan 8 meninggal di kampung, Beko dan Okaitadi Distrik Paniai Barat (Obano), tingginya angka kematian pada beberapa kampung ini dapat di sebabkan oleh lambatnya informasi yang di berikan, awal kejadian kasus tersebut pada malam hari sehingga persiapan dana, obat-obatan serta transportasi lambat.Dari grafik diatas menunjukan bahwa kasus pada minggu ke 36 s/d 50 terjadi peningkatan kasus dan kematian di kampung kebo, Yagai, Paiyogei, Pasir Puti,Uwamanai, dan Awabutu Paniai, Dagouto, Uwamani, Badauwo, Toko dan Eduda karna infomasi lambat, tidak ada dana dan petugas lambat penangganannya, lagipula masyarakat tidak percaya pada petugas kesehatan yang ada. Pada Tabel 2 diatas menunjukan bahwa kasus pada anak-anak lebih tinggi di dibanding pada kelompok umur dewasa dan orang tua, hal ini dapat disebabkan karena daya tahan tubuh anak sangat rentan, sementara status gizi bayi dan balita sangat menyedikan (dapat dilihat pada gambar terlampir).Sementara kasus pada table 3 dapat dianalisis bahwa di Distrik, Paniai Timur, Kebo, Obano dan Tigi Barat lebih tinggi dibandingkan kasus di Distrik Yatamo, Ekadide, serta daerah lain, hal 67 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku ini dapat disebabkan karena daerah tersebut berbatasan langsung Kabupaten Dogiyai, dan Distrik Kebo merupakan tempat dimana dilaksanakannya acara pekan pemuda gereja, yang datang dari berbagai daerah di Paniai, Dogiyai, sehingga dapat tertular (transmisi) kuman ke sumber air, manusia, dan alam sekitarnya.selain itu masyarakat belum tahun, dan belum dlakukan sosialisasi tentang cara-cara pencegahan dan bagaimana cara pencaharian pertolongan bila mereka sakit. Hasil pemeriksaan laboratorium yang diambil pada saat penanggulangan kasus ini di Enarotali dan Obano oleh Tim Departemen Kesehatan di laporkan bahwa penyebab kasus muntah-berak (diare) adalah kuman Vibrio Kolera Positif, yang jalur penyebarannya men to men (orang ke orang), di benarkan hal ini karena pada kenyataannya bila seorang sakit, dapat ditolong oleh anggota keluarganya tanpa perlindungan, atau cuci tangan sebelum makan atau mengurusi, anak, selain itu ada kebiasaan pesta ibadah syukuran tiga malam, yang melibatkan tetangga dan kerabat dekat dari keluarga korban, makan makanan dan minuman pada acara tersebut yang kurang bersih. Pembiayaan pelayanan kesehatan sangat mahal, bila seorang di bawah ke Rumah Sakit misalnya dari Obano atau Kebo, Ayatei masyarakat harus mengeluarkan biaya,Rp 200.000 -Rp.300.000 /kasus /orang regular transpor, itupun kalau ada sarana (perahu,mobil) ,harga carter lebih mahal, menginggat kondisi ekonomi masyarakat yang sangat sulit, tidak mungkin semua kasus akses sarana pelayanan kesehatan. Keadaan yang diuraikan diatas adalah sebagian dari perbagai persoalan yang seharusnya dianalisis pada tulisan ini, sekiranya menjadi persoalan utama dalam pemicu tingginya angka kesakitan dan kematian, untuk itu Attack Rate = 391/33.575 x 100 = 1,165% Upaya dan Strategi dalam Mengatasi KLB Paniai Adapun langka-langka yang ditempuh dalam rangka pemutusan mata rantai penularan peningkatan kasus tersangka Vibrio Kolera adalah 1. Pembentukan Tim Gerak Cepat Penanggulangan KLB di Kabupaten Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 68 2. Inverstigasi dan Pelacakan Kasus ke lokasi kejadian 3. Penemuan kasus, pengobatan, perawatan dan rujukan kasus berat dan penyuluhan. 4. Pemeriksaan sarana air bersih (koporisasi) dan jamban keluarga. 5. Kerja sama dengan masyarakat dan lembaga agama (Gereja) dalam hal penyebaran informasi tentang penanggulangan kasus diare dan muntah berak. 6. Pembentukan Posko Diare masing-masing kampung selama masa penularan. 7. Membangun kerja sama dengan LSM dan Masyarakat. Permasalahan dan Kendala Adapun menjadi permasalahan dan kendala dalam penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Vibrio Kolera adalah : 1) Dana kurang / tidak tersedia dalam distribusi logistik, kirim tenaga ke lokasi wabah dan merujuk penderita berat ke Rumah Sakit Umum. 2) Tenaga kurang, kemampuannya sangat terbatas sementara penyebaran kasus, sangat luas hampir semua distrik Kabupaten Paniai. 3) Obat-obatan sangat kurang, pada GFK Paniai, sehingga pengeluaran obatpun banyak perhitungan. 4) Hampir 80% masyarakat di Kabupaten Paniai tidak memiliki sarana air bersih dan jamban keluaga. 5) Tingkat keakrabatan yang tinggi di masyarakat menjadi pemicu meluasnya penyakit masyarakat 6) Kesadaran masyarakat kurang dan mobilitas masyarakat yang tinggi,. 7) Akses masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan yang rendah Peran TIM Penanggulangan KLB Paniai di Kabupaten Dogiyai. Mengatasi peningkatan kasus penyakit diare / kolera di Kabupaten Dogiyai/ Nabire, maka kami melakukan melakukan tindakan pertolongan adalah sebagai berikut: 1. Mengirim Petugas Dinkes Paniai ke Moanemani untuk mempelari jalur peluran terjadi di lembah Kammu dan sekitarnya. 2. Mengirim obata-obatan dan tenaga, Distrik Ikrar dan dan kampung-kampung 69 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku sekitarnya. 3. Mengingat sangat serius, penyebarannya, maka Kab Paniai, menghubungi pihak NGO Internasional (MSF, Oxpam, PT Freeport) turun ke Kabupaten Nabire, Moanemani) 4. Menyiapkan RS Enarotali sebagai bagi Rujukan penderita, Mitra Kerja Penanggulangan KLB Diare tersangka Kolera Paniai 1) Dinas Kesehatan Prov Papua 2) Yayasan Mewado 3) Yayasan Primeri dan Medecins Du Monde (MDM) Papua Pesan dan Saran Sejak munculnya kejadian luar biasa diare pada pertegahan bulan Mei 2008, maka Pemerintah Kabupaten Paniai cq Dinas Kesehatan telah mengadakan banyak upaya dalam rangka pemutusan mata rantai penularan ke kampong dan desa lain, dari kegiatan ini telah kami tanggani 255 kasus diare namun 136 diataranya telah meninggal dunia, hal ini disebabkan oleh terbatasnya sumber daya (dana,tenaga,sarana termasuk obat), sulitnya medan serta dukungan masyarakat yang rendah dalam memberikan informasi. Peningkatan kasus secara sporadis masih saja terjadi, di kampung-kampung sebagaimana yang dilaporkan oleh petugas dan masyarakat, hal ini dibenarkan oleh tim siaga KLB karena pemutusan mata rantai penularan tidak sepenuhnya dilaksanakan hal ini disebabkan karena tingginya mobilitas penduduk, antara kampung, distrik, terbatasnya dana, tenaga dan sulitnya geografis serta prilaku kehidupan masyarakat tidak menunjang merupakan faktor pemicu dalam meluasnya kasus tersebut. Berkaitan beberapa hal tersebut diatas maka peningkatan kasus diare sewaktuwaktu dapat terjadi untuk itu perlu kewaspadaan dini melalui siaga, tenaga, dana, sarana termasuk obat-obatan serta dukungan pemerintah dan masyarakat terutama dalam memberikan data, informasi tentang kejadian kasus. Dalam rangka perubahan pola pikir masyarakat, sosialisasi berkelanjutan tentang Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 70 hidup bersih melalui, pemuka agama,adat,perempuan, masyarakat atau kepala keluarga pada setiap kampung itu penting dan harus dilaksanakan. Bila kegiatan ini dapat dilaksanakan secara serius dan kesungguhan, maka mata rantai penularan penyakit tersebut dapat diatasi, sehingga pada gilirannya dapat dilaporkan secara resmi bahwa Kabupaten Paniai bebas dan tuntas Kejadian Luar Biasa diare tersangka kolera. LAMPIRAN FOTO PENANGGULANGAN KLB KOLERA Paniai Dokter memeriksa penderita di Obano ; Gali kubur, Kematian Kel Derek Boma di Wotai Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 70 “Tidak selamanya daun coklat jatuh duluan, Banyak juga daun hijau berguguran coba anda lihat waktu menyapu” (Elia Laopati, himbauan hidup sehat, Upacara Lingkungan PNS di Jayapura, 4 April 2016) 71 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Bagian 6. KLB Kelaparan A. KRONOLOGIS TERJADINYA PERISTIWA KELAPARAN DI DUMA DAMA Informasi Terjadinya kelaparan di Distrik Dumadama, Distrik ini memiliki dua Kampung yaitu Kampung DUMA dengan Kampung DOGOMO. Menurut salah satu satu tokoh masyarakat yang dijumpai (key informant) adalah: 1. Pada tanggal 20 September 2006 terjadi perang saudara lokal antara marga Hanau dengan Wamuni selama ± dua bulan. Peristiwa perang saudara itu terjadi hanya masalah Persangkahan pemerkosaan seorang Istri dari marga Hanau yang dicurigai diperkosa oleh salah satu pemuda dari marga Wamuni. Terjadilah pertikaian antara kedua marga ini hingga terjadi perang saudara, dan suasana ini semakin tegang sampai masyarakat tidak melakukan aktivitas berkebun, karena takut diserang. 2. Ironisnya pada bulan juni terjadi perang suku antara suku Dani dengan Suku Amugme di Kabupaten Mimika. Disana ada salah satu suku Duma dama marga Diwitau terkena panah lalu orang tersebut meninggal dunia. Maka saudara-saudara yang ada di Distrik Duma dama sebagian ke Timika jalan kaki selama5 hari untuk membantu perang, pihak Amugme karena hubungan antara suku Amugme di Timika dengan Masyarakat di Distrik Duma dama sangat erat berdasarkan kehidupan menek moyang kedua Suku tersebut. 3. Saat Pertikaian terjadi di Distrik Duma dama dan Timika, terjadilah musim hujan kira-kira ± 1 bulan lamanya, di Distrik Duma dama sehingga terjadi banjir yang sangat besar. Karena masyarakat Duma dama berkebun di pinggir-pinggir sungai maka kebun mereka ikut terhanyut. Penduduk setempat berada dilereng-lereng gunung. Sehingga pilihan mereka satusatunya tempat bercocok tanam adalah di pinggir-pinggir sungai. Maka terjadi kesulitan mendapatkan makanan yang mengakibatkan kelaparan yang tak berujung yang memungkinkan kematian. 4. Sungguh menyedihkan saat ini juga terjadi perang suku di Kampung di Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 72 Tembagapura di Kampung Bandi dan Kampung Waa. Dan saat ini banyak masyarakat Duma telah meninggalkan Kampung Duma untuk berperang di Tembagapura, karena 2 Warga Kampung Duma dibunuh disana. B. LAPORAN INVESTIGASI KEMATIAN DI DISTRIK DUMADAMA 1. Alasan dilakukannya investigasi Berdasarkan isu masyarakat Duma dama yang dilaporkan oleh Community Welfare Development Fondation yang di buat oleh Direktur YAPKEMA Hanok Horion Pigay, SE pada tanggal 15 November 2007 menyebutkan bahwa telah terjadi kematian akibat kelaparan di Duma dama sebanyak 18 orang. Berdasarkan laporan tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai Bapak Yunus Gobay, S.Sos telah membentuk Tim untuk melakukan investigasi isu tersebut. 2. Tujuan Investigasi a. Mencari kebenaran data berupa • Data lengkap korban (Identitas Pasien, dan Tempat kuburan) • Penyebab kematian yang diklasifikasikan dalam tiga kelompok: 1. Kematian disebabkan oleh murni kelaparan. 2. Kematian disebabkan oleh penyakit kronis yang diperburuk kelaparan. 3. Kematian disebabkan oleh perang saudara dan perang suku. • Waktu kematian diklasifikasikan menjadi 2 kelompok: 1. Kematian sebelum perang suku/saudara (November 2006). 2. kematian paska perang suku (Desember 2006-sekarang). • Tempat/alamat korban. 3. Prosedur Pelaksanaan Investigasi a. Setelah tim tiba di lokasi tanggal 03 Desember 2007 pukul 10-00 WIT langsung dilakukan cross cek daftar nama-nama kematian yang dilaporkan dengan informasi-informasi yang diperoleh dari Kepala Distrik Duma dama, Tokoh Agama, Tokoh masyarakat, tokoh pemuda, Kepala Suku Dama, Kepala Suku Duma serta masyarakat disekitar. Dimana ada penambahan 6 kasus menjadi 24 kasus. 73 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku b. Setelah mendapat informasi yang lengkap lalu tim dibagi menjadi 2 kelompok untuk melakukan pelacakan pada nama-nama korban sampai pada tempat kuburannya. Dimana ini dikakukan selama 3 hari (tanggal 3 – 5 Desember 2007) di Kampung Dogomo dan Kampung Duma. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 74 C. ANALISA HASIL INVESTIGASI a. Berdasarkan Penyebab Kematianya: Dari Total 24 kasus yang dilacak didapatkan hasil sebagai berikut : • Kematian yang disebabkan murni kelaparan sebanyak 6 kasus. • Kematian yang disebabkan penyakit kronis diperburuk oleh kelaparan sebanyak 13 kasus. • Kematian yang disebabkan perang suku tidak ditemukan. • Kematian yang tidak masuk investigasi sebanyak 5 kasus. Jadi jumlah kematian akibat musibah kelaparan yang ditemukan 19 kasus. b. Berdasarkan Waktu Kematiannya: Dari total 24 kasus yang dilacak didapatkan hasilnya sebagai berikut : • Kematian sebelum perang suku November 2006 sebanyak 4 kasus. • Kematian pasca perang suku ( Desember 2006 sampai sekarang ) sebanyak 19 kasus. • Kematian yang tidak diketahui waktunya ( tanpa keterangan ) sebanyak 1 kasus. Jadi jumlah paska perang suku yang disebabkan musibah kelaparan ditemukan sebanyak 19 kasus. c. Berdasarkan Usianya: Dari 19 kasus kematian akibat musibah kelaparan Duma dama didapatkan : • Anak ( 1 – 10 thn ) sebanyak 6 kasus.vvv • • Remaja - Dewasa ( 10 – 30 thn ) sebanyak 8 kasus. Orang tua ( 30 thn keatas ) sebanyak 5 kasus. d. Berdasarkan Tempat korban. Distrik Duma dama terdidri dari 2 Kampung. Dari 19 kasus kematian akibat musibah kelaparan Duma dama : • Kampung Dogomo sebanyak 14 kasus. • 75 Kampung Duma sebanyak 5 kasus. Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku D. MASALAH KERAWANAN PANGAN DAN GIZI DI DISTRIK DUMADAMA Setelah terjadinya perang suku (paska perang suku) masyarakat tidak melaksanakan aktivitas berkebun selama beberapa bulan karena, takut diserang antara kedua bela pihak, maka terjadinya kelaparan di Distrik duma dama yang mengakibatkan kekurangan gizi terhadap bayi dan balita (Busung Lapar). Data terlampir. Berdasarkan data yang dijumpai di lapangan di dapat kasus, sebanyak 7 anak dengan (GIZI BURUK) diagnosa klinis Kwasiorkor dan marasmus. Sehingga Tim telah mengevakuasi untuk penanganan selanjutnya di RSUD Paniai. Berdasarkan hasil sur vei dilapangan tidak terlihat aktivitas jual beli hasil tamam di pasar/tempat berjualan disebabkan karena masyarakat tidak berkebun. Dalam hal ini Tim telah disepakati bahwa penanganan kasus (masalah gizi) kepada anak berdasarkan beberapa klasifikasi yaitu : 1. Klasifikasi KKP sedang dan ringan. Penanganan dilakukan puskesmas Dumadama, lewat bantuan makanan tambahan dalam bentuk kacang hijau, susu, gula dan telur yang disuplaikan ke lokasi bencana kelaparan oleh subdin KESGA (Kesehatan keluarga) Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai. 2. Klasifikasi KKP berat tim telah merujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Paniai sebanyak 7 orang anak (Daftar Nama Terlampir pada tabel). Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 76 Proses penanganan kasus Gizi buruk di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Paniai khususnya bantuan makanan tambahan selama di Rumah Sakit dalam jangka waktu tertentu akan ditanggung oleh Dinas Kesehatan lewat Subdi KESGA, PEMDA Kabupaten Paniai dan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Paniai. KESIMPULAN SARAN/REKOMENDASI A. KESIMPULAN 1. Paskah perang suku Duma dama bulan November 2006 masyarakat masih merasa takut / was- was untuk bercocok tanam / berkebun dan diperburuk dengan hujan terus menerus yang menyebabkan banjir sehingga masyarakat Dumadama dilanda musim kelaparan yang tak berujung. 2. Akibat musim kelaparan yang tak berujung itu meyebabkan masyarakat Dumadama menjadi kurang gizi sehingga mudah terserang penyakit seperti. 77 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Malaria, TBC, Diare ISPA dan lain-lain. Kondisi kesehatan masyarakatpun sangat memprihatinkan dimana tidak mendapat pelayanan kesehatan yang memadai serta diperburuk dengan musim kelaparan yang melanda sehingga meyebabkan banyak kasus kematian terjadi. 3. Jumlah kematian akibat musibah kelaparan di Dumadama sebanyak 19 kasus , murni kelaparan 6 kasus, serta 13 kasus akibat penyakit kronis yang diperburuk oleh musibah kelaparan. 4. Berdasarkan usia yang meninggal anak-anak (1-10 Tahun) sebanyak 6 kasus, remaja-dewasa (>10-30 Tahun) sebanyak 8 kasus, usia tua (>55 tahun) 5 kasus. 5. Berdasarkan tempat kejadian Kampung Dogomo yang meninggal sebanyak 14 kasus, kampung Duma yang meninggal sebanyak 5 kasus. 6. Penanganan masalah Gizi di Dumadama telah didapatkan 7 orang anak usia (1-10 tahun) yang masuk klasifikasi Marasmus – Kwasiorkor sedang dan berat yang mana telah dilakukan rujukan ke RSUD Paniai untuk mendapatkan perawatan, pengobatan serta perbaikan Gizi. 7. Sedangkan yang masuk dalam klasifikasi Marasmus-kwasiorkor ringan dan sedang ditangani oleh Puskesmas Dumadama lewat pendistribusian makanan tambahan berupa susu, bubur kacang hijau, gula dan telur yang telah disuplaikan oleh Subdin KESGA Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai. B. SARAN DAN REKOMENDASI 1. Dilihat secara geografis distrik Dumadama merupakan daerah perbatasan Paniai dengan Timika yang sangat susah dijangkau dengan transportasi, baik udara maupun darat sehingga diperlukan pembuatan lapangan terbang minimal pesawat cesna / Pilatus, dengan jadwal penerbangan ritun, minimal 1 kali dalam 1 minggu melayani rute Enarotali – Dumadama atau dari Dumadama ke rute yang lain. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 78 2. Demi keamanan dan ketertiban masyarakat supaya tidak perang terus menerus, perlu adanya pos keamanan seperti polsek di setiap distrik. 3. Dari instansi terkait seperti, Dinas Sosial, Pertanian, Kehutanan, Pendidikan dan Dinas Kesehatan agar lebih memerhatikan daerah ini sesuai keadaan geografi, kekayaan alam sosial budaya setempat, misalnya: • pembangunan sekolah misalnya; SD, pendistribusian tenaga guru. • sosialisasi cara bercocok tanam yang sesuai dengan kondisi alam dan iklim di Dumadama, karena masyarakat sering bercocok tanam di pinggir- pinggir kali yang rawan longsor dan terkena banjir. • pembangunan pemukiman yang layak, sehat dan bersih bagi masyarakat. • pembangunan Puskesmas dengan fasilitas yang memadai, dan penempatan petugas minimal 5 orang. 4. Demi kelancaran dalam menjalankan roda pemerintahan di Distrik Dumadama perlu adanya penambahan tenaga / staf distrik PNS. (Minimal 10 Orang) 5. Perlu dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti ; SSB (Radio Antar Penduduk), Aki Besar, Mesin Diesel 5000 KvH, Bahan Bakar Solar, Bensin, oli supaya lancer tiap bulan, Solar sel (tenaga surya), Laptop, DAN Hp (Satelit). Sekiranya perlu adanya perhatian dari Pemda Paniai untuk kelengkapan fasilitas tersebut demi kelancaran tugas kita bersama dan membangun Kabupaten Paniai 79 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku DOKUMENTASI KORBAN AKIBAT MUSIBAH KELAPARAN 1. NAMA KORBAN : TELIANUS DWITAU (22 Tahun) ALAMAT : JIMBASIGA/DOGOMO DIAGNOSA : MURNI KELAPARAN TANGGAL WAFAT : BULAN SEPTEMBER 2007 KETERANGAN : KEMATIAN DISEBABKAN OLEH MURNI KELAPARAN Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 80 3. NAMA KORBAN ALAMAT DIAGNOSA TANGGAL WAFAT KETERANGAN 4. NAMA KORBAN ALAMAT DIAGNOSA TANGGAL WAFAT KETERANGAN 81 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku : ENOS DWITAU (15 Tahun) : JIMBASIGA/DOGOMO : MURNI KELAPARAN : BULAN JUNI 2007 : KEMATIAN DISEBABKAN OLEH MURNI KELAPARAN : NORPINUS WANDAGAU ( 3 Tahun ) : JEPESIGA/DOG0MO : MURNI KELAPARAN :NOVEMBER 2007 : KEMATIAN DISEBABKAN OLEH MURNI KELAPARAN 5. NAMA KORBAN ALAMAT DIAGNOSA TANGGAL WAFAT KETERANGAN 6. NAMA KORBAN ALAMAT DIAGNOSA TANGGAL WAFAT KETERANGAN : HERINA BUKALENG ( 2 Tahun ) : JEPESIGA/DOG0MO : MURNI KELAPARAN :NOVEMBER 2007 : KEMATIAN DISEBABKAN OLEH MURNI KELAPARAN : MIANUS HANOU ( 26 Tahun ) : JEPESIGA/DOG0MO : MURNI KELAPARAN : NOVEMBER 2007 : KEMATIAN DISEBABKAN OLEH MURNI KELAPARAN Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 82 DOKUMENTASI GIZI BURUK 1. NAMA ALAMAT KLASIFIKASI Keterangan 1. NAMA ALAMAT KLASIFIKASI Keterangan 83 : LASARUS DWITAU ( 2 Thn) : DOGOMO : GIZI BURUK : Pasien dalam Pengobatan dan Perawatan di RSUD Paniai :YUSTINUS DIMBAU ( 3 Thn) : DOGOMO : GIZI BURUK : Pasien dalam Pengobatan dan Perawatan di RSUD Paniai Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku 1. NAMA ALAMAT KLASIFIKASI Keterangan : SELIANA DIMBAU (2 Th) : DOGOMO : GIZI BURUK : Pasien dalam Pengobatan dan Perawatan di RSUD Paniai 1. NAMA ALAMAT KLASIFIKASI Keterangan : YULIANUS DIMBAU (6 bin) : DOGOMO : GIZI BURUK : Perawatan di RSUD Paniai Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 84 1. NAMA ALAMAT KLASIFIKASI Keterangan 1. 85 NAMA ALAMAT KLASIFIKASI Keterangan : DESTIANA DWITAU (4 TH) : DOGOMO : GIZI BURUK : Pengobatan dan Perawatan di RSUD Paniai : ELANO BUKALENG ( 4 Thn) : DOGOMO : GIZI BURUK : Perawatan di RSUD Paniai Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku 7. NAMA ALAMAT KLASIFIKASI Keterangan : OPINUS HANOU (2 TH) : DOGOMO : GIZI BURUK : Perawatan di RSUD Paniai Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 86 SURVEI ANAK GIZI BURUK DI DUMA DAMA KABUPATEN PANIAI PENERBANGAN DALAM RANGKA EVAKUASI KORBAN GIZI BURUK DI DISTRIK DUMA DAMA KABUPATEN PANIAI. ANAK-ANAK DUMA DAMA YANG SEDANG MENUNGGU PERTOLONGAN KESEHATAN, PENDIDIKAN DE MI MASA DEPAN MEREKA. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 88 SUASANA PENANGANAN KASUS GIZI BURUK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PANIAI. KUNJUNGAN KEPALA DINAS KESEHATAN DI BANGSAL ANAK RSUD KABUPATEN PANIAI KEPALA DINAS KESEHATAN MEMELUK SALAH SEORANG ANAK GIZI BURUK DARI DISTRIK DUMA DAMA DI RSUD PANIAI. KABUPATEN PANIAI 87 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Ibu Yohana Dimbau(duduk) dan anaknya Saliana Dimbau (2 tahun) bersama Team Investigasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai, Bpk Yunus Gobay (Kanan) dan Dokter yang mendampingi Team; Dokter Daniel (menggendong Sariana/kiri) Ibu Yohana Dimbau Dan Anaknya, Sariana Mendapat Perawatan Intensif Di Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD )Kabupaten Paniai, setelah dikirim dari Tim Investigasi dari Distrik Duma Dama, ke Enarotali. (foto/Team) SUASANA RUANG PERAWATAN, ANAK GIZI BURUK KORBAN MUSIBAH KELAPARAN DISTRIK DUMA DAMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANIAI 89 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Ibu Anamilka Dimbau dan anak, Yustinus Dimbau (2 Tahun) : Terharu: “ Anak Saya yang Pertama dipanggil oleh Tuhan, ketika Kami sedang bersiapsiap hendak meninggalkan rumah menuju ke Enarotali” Ibu Anamilka Dimbau bersama anaknya, Yustinus Dimbau, di Evakuasi dari Distrik Duma Dama ke Enarotali, dan akhirnya dirawat sacara intensif di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Paniai. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 90 PELAYANAN PENGOBATAN MASSAL Di lokasi MUSIBAH KELAPARANDI DUMA DAMA. SUASANA DALAM KEGIATAN PEMBAGIAN KAPSUL VIT. A DAN PIRANTEL PAMOAT PADA ANAK-ANAK DI DISTRIK DUMA DAMA OLEH TIM INVESTIGASI DINKES KABUPATEN PANIAI 91 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku SUASANA PENJAJAKAN ISU KEMATIAN AKIBAT KELAPARAN DENGAN TOKOH AGAMA TOKOH MASYARAKAT, TOKOH PEMUDA DAN KEPALA SUKU UNTUK CROSS CEK DATA DALAM RANGKA SURVEI DAN INVESTIGASI DI LOKASI KEJADIAN Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 92 KUNJUNGAN BUPATI KABUPATEN PANIAI DI DISTRIK DUMA DAMA 93 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 94 “Berbahagialah orang Yang miskin di hadapan Allah, Karena merekalah Yang empunya Kerajaan Sorga” (Khotbah di bukit, Matius 5-7) 95 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Bagian 7. Sebuah Studi Awal tentang Hepatitis, HIV, dan Avian Influenza di Paniai Jumlah total sampel yang terkumpul untuk studi Hepatitis yaitu 172 sampel. Sampel diperoleh dari Puskesmas yaitu 128 sampel dan RSUD Paniai 44 sampel. Sedangkan untuk studi Avian Influenza jumlah sampel dari Puskesmas yaitu 97, RSUD Paniai 41, dan pasien HIV 14, tahun 2014 kerjasama dengan Institute of Tropical Disease, Universitas Airlangga & Indonesia-Japan. a. Hasil pemeriksaan serologi terhadap Virus Hepatitis 1. Prevalensi anti-HAV di Enarotali 99,4%, sedangkan di daerah lain di Indonesia 40%. Hal ini menandakan lebih dari 90% sampel pernah terinfeksi virus hepatitis A (VHA) dan memiliki antibody terhadap virus tsb. Penularan VHA terjadi melalui fekal-oral yaitu melalui makanan, atau air yang terinfeksi VHA. 2. Prevalensi HBsAg positif di Enarotali 12,8%, sedangkan di daerah lain di Indonesia 4,4%. Menurut WHO prevalensi virus hepatitis B (VHB) dinyatakan tinggi apabila prevalensi >8%. Hal ini menandakan bahwa prevalensi VHB pada sampel tergolong tinggi. Penularan VHB terjadi melalui kontak dengan darah yang terinfeksi VHB misalnya:melalui jarum suntik yang tidak steril, donor darah yang terinfeksi VHB, dari ibu hamil kepada bayi, dan hubungan seksual. 3. Prevalensi anti-HBc di Enarotali 59%, sedangkan di daerah lain 32%. AntiHBc merupakan penanda bahwa seseorang dengan anti-HBc positif pernah terinfeksi VHB, atau dalam masa penyembuhan dari infeksi VHB. Hasil tersebut menandakan lebih dari 50% sampel pernah terinfeksi VHB atau sedang dalam masa penyembuhan infeksi VHB. 4. Prevalensi anti-HCV di Enarotali 1,3%, sedangkan didaerah lain 3%. Hal ini menandakan bahwa prevalensi virus hepatitis C (VHC) masih tergolong rendah. Namun, harus terus diwaspadai karena cara penularan VHB, VHC Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 96 sama dengan HIV. 5. Prevalensi anti-HEV di Enarotali 63,5%, sedangkan di daerah lain 11,6%. Hal ini menandakan 63,5% sampel pernah terinfeksi virus hepatitis E (VHE) dan memiliki antibody terhadap VHE. Penularan VHE terjadi melalui makanan dan minuman yang tidak matang, kontak dengan hewan seperti babi yang terinfeksi VHE, atau makan daging babi yang tidak matang. 6. Dari 16 sampel pasien yang telah terinfeksi HIV (HIV positif) didapat: 4 sampel dengan HBsAg positif, dan tidak ada sampel yang terinfeksi VHC. Hal ini menandakan 4 sampel pasien HIV positif memiliki koinfeksi dengan VHB. b. Hasil Pemeriksaan serologi terhadap Avian Influenza (AI): Pada Serum HA Inhibition Activity: • H1pdm/2011 memiliki arti: virus H1 isolat yang pernah menyebabkan pandemic di dunia pada tahun 2011. • H1 USSR/1976 memiliki arti: virus H1 isolat dari Rusia tahun 1976. • • • H3 Ud/1972 memiliki arti: virus H3 isolat dari Hongkong tahun 1972. H5 Fedik/2010 memilik iarti: virus H5 isolat dari Indonesia tahun 2010. % Sero protection: serum sampel memiliki antibody terhadap virus AI. • Average HI Titer: Kadar Titer pada serum dari antibody terhadap virus AI. 1. Pada Serum HA Inhibition Activity (% Sero protection) didapat: 1.1. Pada sampel dari Puskesmas: Prevalensi seroproteksi terhadap H1 lebih dari 60%. Prevalensi seroproteksi terhadap H1 USSR berkisar 5-10%. Prevalensi seroproteksi terhadap H3 Ud ±19%. Sedangkan prevalensi seroproteksi terhadap H5 0%. Hal ini menandakan tidak ada satupun sampel yang memiliki antibody terhadap H5 yang justru saat ini sedang menyebar dan menjadi masalah di dunia. 1.2. Pada sampel dari RSUD: Prevalensi seroproteksi terhadap H1 lebih dari 60%. Prevalensi seroproteksi terhadap H1 USSR 0%. Prevalensi seroproteksi terhadap H3 ±14%. Prevalensi seroproteksi terhadap H5 0%. 97 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku 1.3. Pada sampel dari pasien dengan HIV positif: Prevalensi seroproteksi terhadap H1 adalah 100%. Prevalensi seroproteksi H1 USSR ±15%. Prevalensi seroproteksi terhadap H3 100%, dan Prevalensi seroproteksi terhadap H5 adalah ±58%. Hasil prevalensi seroproteksi pada pasien HIV cukup mengejutkan karena sangat berbeda dengan sampel dari Puskesmas dan RSUD yang tidak terinfeksi HIV. Dari hasil tsb diduga sampel dengan HIV positif pernah terinfeksi H5 yang saat ini menjadi masalah di dunia. Kesimpulan dan Saran dari hasil studi ini: 1. Sampai saat ini belum ada studi /data terhadap hepatitis dan Avian Influenza yang mewakili propinsi Papua. Studi ini merupakan studi awal terhadap Virus Hepatitis dan Avian Influenza yang akan mewakili Propinsi Papua. Saran: Dibutuhkan jumlah sampel yang lebih banyak lagi agar dapat mewakili kondisi dari populasi di Kabupaten Paniai. Tim Peneliti berharap dapat mengambil sampel yang lebih banyak lagi dari populasi di Paniai sehingga didapatkan data yang lebih akurat. 2. Berdasarkan hasil pemeriksaan serologi terhadap VHA dan VHE didapatkan hasil prevalensi yang cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia sehingga diduga sanitasi atau pola hidup (makan dan minum) masyarakat sangat rendah. Hewan jenis babi merupakan salah satu reservoir VHE. Sehingga apabila seseorang mengkonsumsi daging babi setengah matang maka dapat terinfeksi VHE. Saran: Tim Peneliti membutuhkan sampel dari babi dan ayam yang ada di Paniai dengan metode swab rongga mulut hewan tsb untuk dapat mengisolasi VHE dan Virus Avian Influenza (AI). Hal ini untuk dapat melihat apakah ada keterkaitan VHE dengan hewan jenis babi dan ayam yang ada. Selain itu Virus AI hanya dapat diisolasi dari hewan yang terinfeksi bukan dari serum manusia. 3. Dari hasil pemeriksaan seroproteksi terhadap virus AI didapatkan angka yang cukup tinggi. Hal tsb menandakan sampel banyak yang pernah terinfeksi Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 98 VAI. Hal ini cukup mengejutkan Tim Peneliti karena Papua diperkirakan hanya daerah dengan endemik malaria bukan Avian Influenza. Saran: • Diperlukan sosialisasi kepada Tenaga Kesehatan di lapangan untuk dapat membedakan seseorang yang terinfeksi AI dengan yang terinfeksi malaria, sehingga dapat diberikan terapi yang tepat. Karena baik pasien dengan malaria atau AI dapat memberikan gejala klinis yang hampir sama. • Prevalensi seroproteksi terhadap H5 0% pada sampel dengan HIV negative menandakan bahwa sampel tidak memiliki antibody terhadap virus H5. Sedangkan sampel dari HIV positifl ebih dari 50% pernah terinfeksi H5. Hal tsb harus diwaspadai karena suatu waktu virus H5 dapat menjadi endemik di Enarotali atau Paniai karena dapat menular sedangkan masyarakat belum memiliki antibody terhadap virus H5. 4. Tim Peneliti ingin mengambil sampel dari pasien dengan HIV positif lebih banyak lagi selain dari RSUD dan Puskesmas juga dari kelompok-kelompok khusus misalnya: PSK (pekerja seks komersil) dan kelompok transgender (apabila ada). 5. Saat ini studi pada hepatitis masih dilanjutkan dengan pemeriksaan molekuler untuk mendeteksi Genotipe dari VHB dan VHC pada sampel dengan HBsAg positif, atau anti-VHC positif. Namun masih memerlukan waktu beberapa bulan lagi karena tingkat pemeriksaan yang lebih kompleks. 6. Pencegahan terhadap penularan VHB, VHC dan HIV perlu dilakukan begitu juga dengan sosialisasi di masyarakat, karena ke-3 virus tsb memiliki metode penularan yang sama. 7. RSUD diharapkan memiliki pemeriksaan lanjutan terhadap VHB-VHC-HIV seperti pemeriksaan viral load dan perlu disediakan obat-obatan sehingga pasien dapat diberikan terapi. 99 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Rindu Ketentraman Aku benci kekerasan Aku benci pertengkaran Aku tidak suka permusuhan Aku tidak suka perselisihan Aku rindu kasih sayang Aku rindu saling menolong Aku ingin kedamaian Aku mendambakan tindakan santun Seperti yang aku kenal Masyarakat Indonesia Dahulu, kini dan selamanya (Anonym) Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 100 Bagian 8. Pendekatan Proaktif Berbasis Budaya Lokal A.Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian dari kehidupan manusia sehingga setiap individu dan masyarakat harus berupaya peningkatan derajat kehidupannya secara optimal. Kesehatan juga merupakan hak paling utama yang mempunyai kedudukan yang sama terhadap seluruh umat manusia sehingga dalam pelayananpun tetap memperhatikan hak-hak sesama manusia dalam pemerataan, keadilan, antara mayoritas dan minoritas, stratasosial tinggi dan rendah, antara masyarakat pedalaman dan perkotaan. Penyakit HIV AIDS adalah masalah global yang membawa dampak yang sangat luas dalam sendi-sendi kehidupan manusia, untuk memberikan respons pada epidemi ini masing-masing negara memiliki strategi yang berbeda–beda sesuai dengan jumlah kasus dan sumber daya yang dimilikinya. Indonesia yang memiliki berbagai provinsi dan kabupaten tentunya memilki kebijakan yang berbeda sesuai kasus dan sumber daya yang dimilikinya. Peta epidemi HIV di Indonesia menunjukkan bahwa HIV-AIDS sudah ada di semua provinsi di Indonesia. Berdasarkan estimasi yang dilakukan pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 591.823 ODHA. Tingkat epidemi HIV di Indonesia adalah epidemi terkonsentrasi dimana prevalensi HIV tinggi di beberapa provinsi dan pada beberapa populasi kunci. Sementara itu di Tanah Papua, epidemi HIV nya adalah epidemi meluas (generalized epidemic), prevalensi HIV sudah tinggi di populasi umum. Terlihat disini bahwa ODHA cukup banyak di pulau Jawa dan Tanah Papua (Kemenkes RI, 2013). Peningkatan penyebaran dan penularan penyakit HIV/AIDS di Provinsi Papua 50 kali lebih tinggi dibandingkan propinsi lain di Indonesia (Kompas, 2007), hal ini dapat dibuktikan dengan data hasil analisis Survei Terpadu HIV dan Prilaku (STHP) pada tahun 2006, menunjukan bahwa prevalensi HIV di Tanah Papua adalah 2,4%, pada semua kelompok usia, angka ini lebih tinggi dari pada semua 101 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku daerah di Indonesia, berdasarkan topografi perkembangan penyakit ini sangat bervariasi, berdasarkan survei ini kasus yang dilaporkan adalah daratan tinggi 2,9%. Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Papua bahwa untuk data HIV / AIDS provinsi sampai tahun 2012 adalah berjumlah 12.187 kasus (Profil Kesehatan Papua 2012). Data kasus sampai dengan akhir Januari 2013 di Kabupaten Paniai, berjumlah 2.557 kasus yang terdiri dari 1.191 kasus HIV dan 1.366 kasus AIDS dengan komulatif kematian yang tercatat sebanyak 260 (10%), sementara yang memperoleh Antiretroviral (ARV) hanya 115 orang atau 4,5% dari total kasus HIV AIDS di Kabupaten Paniai. Data diatas diartikan 95,5%, belum terakses ARV, rendahnya ODHA yang menerima layanan ARV di Rumah Sakit dan Puskesmas dapat berpeluang besar menurunkan kualitas hidup ODHA (DinkesPaniai, 2012). Beberapa faktor yang berpengaruh tingginya kasus HIV / AIDS dan rendahnya akses ARV adalah faktor resiko tingginya kasus ini melalui sex bebas sebanyak 82% dan 18% lain belum jelas faktor resiko. Sebagai bahan bakar terjadinya sex bebas karena adanya budaya emaida, tegauwa ser ta sedang tergesernya nilai, norma budaya asli akibat pengaruh otonomi daerah serta penambangan emas mendorong peredaranuang yang tinggi di masyarakat (Leslie Butt, dkk, 2010) dan rendahnya akses ARV adalah karena geografis, transportasi dan komunikasi, rendahnya kemampuan pembiayaan serta faktor sosial budaya lain (Amibor PO gunrotifa AB, 2012). Kurangnya dukungan, rendahnya pelayanan kesehatan dan yang rasis, kurangnya informasi, semuanya membatasi orang untuk akses hak, semuanya itu merupakan pemicu stigma informasi dipegunungan Papua (LeslieButt, Jack Morin, dkk, 2010). Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa kondisi nyata yang dialami pada masyarakat Mee Papua, sangat berbeda yaitu komunikasi pemberi dan penerima layanan rendah. Layanan tidak mengunakan bahasa lokal, ruangan perawatan yang dingin terutama penderita ketika diminta untuk rawat inap di Rumah Sakit atau Puskesmas Perawatan (tak mampu menahan suhu dingin, karena masyarakat terbiasa tidur dekat api di honai). Hampir 85% wilayah Kabupaten Paniai berupa pegunungan sedangkan kemiringan tanah antara 0–8% dan beriklim dingin dimana terdapat dua musim yaitu musim hujan dan kemarau rata-rata 90–129 Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 102 hari pertahun. Keadaan iklimnya, tidak berbeda jauh dengan di Papua lainnya. Suhurata-tara 23,3–31,6 derajat Celcius dan kelembaban nisbi rata-rata 84% serta tekanan udara rata-rata 15,83 MBS. Kecepatan angin rata-rata 3,8 mperdetik. Letak Kabupaten Paniai berada pada daerah Pegunungan Tengah pulau Papua, ketinggian 1.800 kaki dari permukaan air laut. Ketidakmampuan penderita dan keluarga dalam adaptasi dengan keadaan diunit layanan (terutama bila penderita tersebut rawat tinggal). Hal ini dapat diperkuat dengan perilaku yang menyimpang dari tenaga kesehatan, pelayanan yang tidak sesuai standar, kondisi yang terjadi diluar pelayanan kesehatan, penilaian yang negatif dari tenaga kesehatan pada ODHA, fasilitas yang kurang, trauma sebelumnya, nilai, karakter hal ini berkaitan dengan ketidakmampuan, masyarakat yang hidup dalam ketakutan yang berkepanjangan dan komitmen petugas semuanya terjadi sebagai pemicu terjadinya stigma (Aty Uleng Hamid, 2011). Adanya daerah operasi militer (DOM) yang berkepanjangan sehingga sulit bagi keluarga dan penderita kembali keunit layanan untuk ambil obat lagi, adalah beberapa faktor rendahnya akses layanan. Berdasarkan hasil penelitian di SubSahara-Afrika (Norma C. Ware, Jhon Idoko, dkk 2011) mengatakan bahwa peran bantuan sosial sangat besar dalam meningkatkan kepatuhan sukses terapi anti retroviral, melalui penelitian ini menunjukan bahwa orang yang memakai ARV rutin setiap hari mengatasi hambatan ekonomi, dengan strategi bahwa kepatuhan adalah prioritas, selain itu dukungan sosial yang diberikan dosis yang diminum, dukungan (dorongan), perhatian sentuhan komunikasi, bantuan makanan, perumahan, bantuan transportasi, akan meningkatkan cakupan layanan ARV di Afrika-Uganda (Agnes Binagwaho dan Niloo Ratnayake, 2004). WHO (1999) menerbitkan buku “Removing Obstacles to Healthy Development” melaporkan beberapa Success Stories yaitu keberhasilan menurunkan prevalensi HIV di Uganda dengan pendekatan pendidikan seks, promosi kondom telah menurunkan penyakit menular seksual di antara Pekerja Seks Komersial di India, promosikondom telah menurunkan kejadian HIV pada tentara di Thailand. Di Negara Sub-Saharan seperti Zambia yang mengalami dual epidemik HIV dan TB dengan keterbatasan sumber ekonomi maka pada akhir tahun 1980, Zambia berhasil memperkenalkan program “home based 103 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku care”. Pada tahun 1998 diprakarsai Ndola Catholic Diocese, melalui Copperbelt program atau program home care ini telah menjangkau 23 kota dengan total populasi 400,000. Kesuksesan d iprogram ini didukung oleh 500 sukarelawan yang hampir semua adalah wanita. HIV/AIDS dan TB karena telah menjangkiti keluarga, tetangga, sahabat mereka dan bagian dari kehidupan sehari-hari mereka (G&A Williams, dkk, 1999). Keberhasilan CHBC (Community Home Based Care) dilaporkan oleh Emily Browning (2008) di Botswana yang pada tahun 2005 telah mengikutsertakan 2.577 pasien dalam program CHBC tersebut. Seperti dikutip dalam Browning (2008), Ogden dkk tahun 2004 mengatakan pembentukan pelayanan kesehatan dan dukungan program untuk penderita HIV/AIDS masih lebih bersifat reaktif daripada respon yang proaktif. Tantangan pendekatan HIV/ AIDS ke depan tentunya mengarah kekegiatan proaktif yang memperbaiki akses, mencegah penularan penyakit, memperbaiki kualitas hidup orang menderita HIV/ AIDS dan keluarganya. Pemahaman tentang prilaku kesehatan sangat dibutuhkan dalam memperbaiki pelayanan HIV/AIDS yang menjamin ketersedian (availability), kemudahan jangkauan (affordability), kemudahan akses (accessibility) dan penerimaan (accepatability) (O’Sullivan dkk,2003). Lebih jauh Susana HausmannMueladkk. (2003) dalam paper: “Health–seeking behavior and the health system response” menyatakan memahami prilaku manusia merupakan syarat utama perubahan prilaku dan memperbaiki pelayanan kesehatan. Model prilaku mencari pertolongan kesehatan (Health-Seeking Behaviour Models) telah banyak digunakan dalam penelitaian HIV/AIDS seperti: a) The Health Belief Model (HBM) dari Sheeran dan Abraham (1995); b) The Theor y of Reasoned Action (Fisbein & Ajzen) dan The Theory of Planned Behaviour (Conners&Sparks,1995); c)The Health Care Utilisation Model (Andersen & Newman, 1973) kemudian dimodifikasi oleh Kroeger tahun 1983; d)Thefour As; e) Pathway models dari Good(1987) dan f)Ethnografic decision– making models, mengalami beberapa kritik antara lain: Studi prilaku mencari pertolongan kesehatan telah mendapatkan karakteristik untuk menjelaskan prilaku manusia yang pada penerapan kesehatan masyarakat berupa: alasan keterlambatan penemuan dalam pengobatan, ketidakpatuhan pengobatan dan tidak menggunakan pelayanan yang diberikan, namun modelmodel ini kurang memperhatikan dari segi petugas kesehatan yang banyak menuduh ketidakmampuan prilaku mencari pertolongan kesehatan semata-mata karena individu / pasien. Umumnya health-seeking behavior models berasumsi Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 104 bahwa individu / pasien ingin mendapatkan pelayanan maksimal sehingga bagaimana mendapatkan keuntungan pelayanan setinggi-tinggi, namun kurang memperhatikan aspek emosional maupun non rasional dari prilaku masyarakat. Selanjutnyamodel-modeltersebut berusaha memahami faktor-faktor utamadanyang memberatkan prilaku,tetapikenyataannya faktor-faktor utama, (key factors) itu tidak dapat dipungkiri sangat tergantung konteks dimana masyarakat berada, tergantung musim, tingginya pekerjaan, pengertian dari pengobatan tradisional, konfliksosial dimana orang atau keluarga terlibat di dalamnya.Studi prilaku mencari pertolongan kesehatan banyak mengfokuskan pada ketidaksetaraan pelayanan gender. Kenyataannya ketidaksetaraan (inequalities) dapat terjadi dalam konteks sosial dan tingkat sosial manapun, walaupun diasumsikan di negara berkembang dan negara miskin banyak mengenai kesehatan perempuan. Hak hidup dan hak mendapat pelayanan kesehatan yang baik adalah tujuan dan harapan semua manusia, untuk itu semua manusia mempunyai cara berbeda dalam rangka mempertahankan kehidupannya lebih baik. Berkaitan dengan hal ini khusus suku Mee Paniai Papua, mencari solusi agar keluarganya dapat perawatan yang baik dan nyaman. Masyarakat di daerah ini memiliki kesadaran yang baik untuk mendapatkan layanan pada fasilitas kesehatan yang disiapkan namun karena berbagai faktor dapat mempengaruhi aksesnya, sehingga praktek pelayanan di rumah menjadi pilihan bagi suku Mee Paniai Papua, bila hal ini terus berlanjut tanpa solusi maka angka putus obat tentu akan terus bertambah, untuk itu perlu upaya menaikan angka cakupan akses ARV bagi ODHA di masyarakat Papua melalui jejaringan kolaborasi antara petugas kesehatan, keluarga, gereja dan masyarakat. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa, fenomena nyata memperlihatkan besaran masalah HIV/AIDS di Tanah Papua khususnya daerah pengunungan adalah tingginya kasus HIV/AIDS dan rendahnya akses ARVdi daerah Paniai. Suku Mee masih merasakan kesukaran mengakses layanan kesehatan pemerintah. Pendekatan penanggulangan HIV/AIDS didunia telah berhasil dilakukan dengan berbagai metode seperti penggunaan kondom, pendidikan seks dan home care (WHO (1999); G&A Williams, dkk (1999), Emily Browning (2008)).Berapa teori Health Seeking Behaviour Model telah dikembangkan dan diterapkan 105 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku untuk memperbaiki akses pelayanan kesehatan namun masih memberikan keterbatasan (Susana Hausman- Muela dkk ,2003). Pertanyaan penelitian yang diajukan: (1) Bagaimana membuat dan memahami suatu model pelayanan kesehatan yang dapat memperbaiki akses kesehatan yang dapat diterima oleh masyarakat Mee dan pelayanan kesehatan pemerintah? (2) Bagaimana model pendekatan komprehensif yang proaktif sebagai inisiatif memperbaiki akses kesehatan bagi yang mengalami HIV/AIDS dan keluarganya dapat efektif dan berkesinambungan? Signifikansi: penanggulangan dan penelitian HIV/AIDS sebelumnya masih banyakmenggunakan satu cara atau dua cara saja (parsial). Kebaharuan penelitian ini akan menggunakan beberapa pendekatan pelayanan kesehatan yang proaktif (comprehensively proactive approaches) pada suku Mee dan pemerintah (provider) dengan mengangkat isu lokal spesifik dan kearifan lokal dalam pengembangan strategi penanggulangan HIV/AIDS, memperbaiki Akses Pelayanan Kesehatan dan digunakan dalam pembuatan teori baru Health Seeking Behaviour. Asumsi teori-teori Health Seeking Behaviour yang ada masih paradigm Barat, mungkin berbeda dengan paradigm masyarakat di belahan Timur dunia khususnya pedalaman. Semangat desentraliasasi daerah dan tindakan Affirmative Action dalam agenda otonomi khusus Papua menjembatani mencari strategi penanggulangan HIV/AIDS yang lebih baik dengan slogan klasik “think globally and act locally”. I. Hasil dan Analisa Kualitatif. 1. Memo, merupakan teori yang kita buat dan ditulis dalam bentuk naratif sehingga hubungan antara kategori inti atau variabel-variabel dapat diterangkan. Untuk memudahkan memo ini dibuat gambar dan bagaimana teori ini bekerja. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 106 PROACTIVE HEALTH SEEKING BEHAVIOUR Energi 2 8.Wa jib Periksa 7. Nilai dan Norma 9.Pelayanan yang 6. Penget ahuan dirasakan 10. Dukungan masyarakat / Stakeholders Proaktif,Inovatif,Comprehensif 3. Sikap Pemimpin 5. Sikap Petugas 4.Kearifan Lokal Penentu Regulasi (Otsus) 1. Isu (polit ik, Kemanusiaan) Berkesinambungan Terus menerus Pasien Pendekatan Sosial Budaya Provider 2. Fakt a Energi 1 Gambar 1. Model Prilaku Mencari Pertolongan KesehatanProaktif ( Proactive Health Seeking Behaviour /dikembangkan peneliti) Memo Mencari pertolongan kesehatan proaktif artinya menempatkan pasien / masyarakat dan petugas kesehatan / provider secara interaktif untuk mendapatkan pertolongan yang efektif, efisien dan berkesinambungan. Proaktif dapat dimulai dari energy satu yaitu dari Pemberi Pelayanan kesehatan (provider) bergerak proaktif didorong oleh Isu (Politik, Keamanan), Fakta (Data Kesehatan), Sikap Pemimpin (Yang berani melakukan inisiatif perubahan), Kearifan lokal yang ada di masyarakat dapat digunakan sebagai senjata pendekatan sosial budaya untuk mencairkan kebekuan antara masyarakat dan petugas Kesehatan. Sikap pemimpin paling menentukan untuk memulai suatu perubahan. Lokal situasi seperti regulasi atau otonomi khusus memberikan ruang 107 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku untuk pemimpin melakukan suatu perubahan berdasarkan situasi lokal. Energi Dua mendorong pasien dan masyarakat untuk mencari pertolongan kepada petugas kesehatan melalui meningkatnya pengetahuan, norma dan nilai budaya lokal yang mendukung. Dengan pengetahuan yang cukup dan kesadaran wajib periksa dapat dilakukan tanpa unsur paksaaan. Pelayanan yang menyentuh masyarakat telah membangkitkan kesadaran dan kepercayaan untuk mau datang dan berobat ke sarana pelayanan kesehatan. Akhirnya dukungan masyarakat dan stakeholder akan mendorong masyarakat untuk terciptanya perubahan prilaku hidup sehat dan meningkatkan partisipasi dalam program pelayanan kesehatan. Usaha yang terus menerus dan berkesinambungan menjamin perubahan sikap masyarakat dan petugas kesehatan menjadi proaktif. Pemberian pelayanan yang paripurna (komprehensif) dan kegiatan yang inovatif sangat diperlukan dalam membuat perubahan-perubahan itu. Dua kubu antara Penerima Kesehatan dan Pemberi Pelayanan Kesehatan harus kawin dalam membuat perubahan, percepatan pelayanan kesehatan di Papua. 2. Berdasarkan konteks lokal Suku Mee di Kabupaten Paniai maka terbentuk teori baru yang diberi nama Teori Prilaku Mencari Pertolongan Kesehatan Proaktif (Proactive Health Seeking Behaviour Theory). Teori Prilaku Mencari Pertolongan Kesehatan Proaktif (Proactive Health Seeking Behaviour Theory) mempunyai 10 variabel yaitu Isu (Issue), Fakta (Facts), Sikap Pemimpin (Leader attitudes), Kearifan lokal (Local Wisdom), Sikap Petugas Kesehatan (Health Provider Attitutes), Pengetahuan Masyarakat (Knowledge of community), Nilai & Norma Masyarakat (Values & Norms), Wajib Periksa (mandatory / Regular Examination), Pelayanan yang dirasakan (Service Satisfaction) dan Dukungan Masyarakat / Stakeholder (Community / Stakeholders supports) Proposisi: 1. Perubahan Prilaku Kesehatan dapat terjadi dengan cepat melalui pendekatan Proaktif yang menjembatani antara Pemberi Pelayanan Kesehatan (Provider) Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 108 maupun Penerima Pelayanan Kesehatan (Resepien) yaitu penderita atau masyarakat. 2. Perubahan Prilaku Kesehatan dapat terjadi dengan cepat apabila keinginan dan sikap Pemberi dan Penerima dapat menyatu melalui pendekatan sosial budaya dan usaha yang terus menerus. 3. Perubahan prilaku proaktif mencari pertolongan kesehatan digerakkan oleh Pemberi Pelayanan karena Sikap Pemimpin, Isu, Fakta, Kearifan Lokal, dan Sikap Petugas. Sedangkan Penerima Pelayan digerakkan oleh Pengetahuan, Nilai dan Norma, Wajib Periksa, Pelayanan yang dirasakan dan Dukungan Masyarakat / Stakeholders. 4. Makin kuat faktor-faktor dorongan proaktif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Proaktif Penerima Pelayanan Kesehatan maka makin cepat perubahan atau percepatan pembangunan kesehatan dapat terjadi. Asumsi Penerapannya teori ini pada suatu wilayah dapat dilakukan apabila pemimpin yang bagus, punya hati yang peduli dan berani serta didukung oleh sumber daya serta nilai dan norma yang mendukung. Situasi daerah yang aman , tanpa tekanan dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah atau pemberi pelayanan relatif cukup. 2. Hasil dan Analisa Kuantitatif Data kuantitatif berupa statistik deskriptif digunakan untuk mendukung data kualitatif atau teori yang sudah terbentuk. Pembuktian bahwa sebelum dilakukan intervensi dan sesudah dilakukan intervensi (Experemintal) telah membuktikan terjadi perubahan penerapan pendekatan ini. Data terkini tentang situasi HIV/ AIDS 2013 dikumpulkan dari KPA Paniai dan RSU Paniai. 109 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Angka Te sting dan Reaktif Tahun 201 3 Testing 2001 Reaktif 485 487 373 180 2 5 3 2 13 Jan Feb 176 Mar 46 108 94 12 Apr 7 5 Mei Jun 5722 Jul 108 27 Agust 25 Sep 16 Okt 22 Nov 160 12 Des Total Catata n Bulan desembe r Te rliha t rendah ka rena , hanya data RSUD saja , dan RSUD lakukan tutup buku pelaporan pada tanggal 13 desembe r 2013, sebelum a khi r pe riode pelaporan yang biasanya di tutup pada tanggal 25 setiap bulan. Grafik 2. Cakupan dan Angka positif Kasus HIV di Paniai 2013 Grafik ini menunjukkan dari bulan Januari – Juli 2013 cakupan program sebelum dilakukan inter vensi jumlah orang yang melakukan test HIV sebanyak : 368 orang atau rata-rata orang dilakukan test selama 7 bulan adalah 6 orang setiap bulan. Hasil yang reaktif (positif) sebanyak :58 orang. Pada tanggal 1 Agustus 2013, Bupati Kabupaten Paniai melakukan Launching Pemeriksaan HIV masal.Sejak bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 nampak kencenderungan terjadi peningkatan. Total cakupan pada 5 bulan terakhir adalah: 1633 orang dan kasus yang reaktif sebanyak 102 orang. Pada bulan desember data belum semua lengkap karena hanya berasal dari RSU Paniai. Rata-rata orang diperiksa setiap bulan pada 5 bulan terakhir sebesar 323 orang. Jadi jika dibandingkan rata-rata perbulan pre dan post intervensi terjadi peningkatan cakupan sebanyak 53 kali lipat. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 110 Fanding Rate Tahun 2013 Testing Fanding Rate 2001 Reaktif 39% 35% 26% 15% 14% 12% 485 7% 373 5% 487 8% 7% 5% 3% 180 108 94 253 213 17 6 46 12 7 5 Jan Feb Mar Apr Mei Jun 5722 Jul 108 27 25 16 22 12 Agust Sep Okt Nov Des 160 Total Grafik 3. Proporsi Penemuan Kasus di Kabupaten Paniai 2013 Berdasarkan data 2013 ini dari total cakupan dalam satu tahun adalah 2001 orang dan total kasus reaktif sebanyak 160 orang, maka proporsi kasus reaktif (positif) HIV/AIDS sebanyak 8% , hal ini menunjukkan kurang lebih 3x lipat lebih tinggi dari data Prevalensi HIV di Tanah Papua sebesar 2,4% berdasarkan Survei Terpadu HIV & Prilaku (STHP) pada tahun 2006. Dapat pula diartikan ada 8 di antara 100 orang usia produktif di Paniai diperkirakan beresiko menderita HIV/AIDS. Pada penelitian ini, tidak menampilkan usia tetapi hal ini penting untuk melihat trend penularan pada usia yang lebih muda dari tahun ke tahun.Data ini juga tidak menampilkan data gender yang penting untuk menilai aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan dan juga penularan HIV di antara perempuan muda dan ibu rumah tangga. 111 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Cascade Layanan CST di Kab Paniai HIV Positif Kasus baru mendapat Kotri Kasus baru Yang memulai ART Kasus baru masuk Perawatan Kasus baru memenuhi syarat ART 27 25 25 25 25 93% 25 88% 22 21 22 22 22 16 14 14 14 50% 12 11 11 11 38% 32% 7 6 Agus Sept Okt Nov 8 9 8 6 Dess Grafik 4. Layanan CST di Kabupaten Paniai 2013 Pada grafik di atas memberi gambaran kualitas pelayanan program HIV di RSU Paniai melalui kegiatan CST (Care, Support and Treatment) merupakan tindak lanjut dari program VCT yaitu penanganan pasien HIV ditambah dengan memberikan dukungan perawatan dan pengobatan .CST merupakan perawatan komprehensif (menyeluruh dan berkesinambungan). Dari 5 bulan terakhir, pasien HIV /AIDS berjumlah 102 orang , dimana 80 orang telah memenuhi syarat diberi ARV namun hanya 60 orang saja yang sempat diberikan pengobatan ARV (82.5%). Ada 80 orang menerima kotrimoksasol sebagai pencegahan terhadap infeksi oportunistik. Dari data ini berarti akses terhadap obat ARV sudah lebih baik daripada data tahun-tahun sebelumnya hanya 4,5%. I. Diskusi dan Temuan Baru Peneltian ini telah menunjukkan bahwa hasil kualitatif terbentuknya teori Mencari Pertolongan Kesehatan Proaktif (Proactive Health Seeking Behaviour) sejalan atau Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 112 didukung oleh hasil kuantitatif terjadi perubahan yang signifikan antara sebelum dilakukan inter vensi dan sesudah dilakukan inter vensi yaitu setelah dilakukan launching pemeriksaan HIV masal oleh Bupati Paniai pada tanggal 1 Agustus 2013. Temuan dalam penelitian cukup signifikan terhadap kontribusi teori health seeking behavior yang mana, teori –teori besar Prilaku Kesehatan sebelumnya lebih mengfokuskan kepada penderita oleh masyarakat seperti : a) The Health Belief Model (HBM) dari Sheeran dan Abraham (1995) ; b) The Theory of Reasoned Action (Fisbein & Ajzen) dan The Theory of Planned Behaviour (Conners & Sparks, 1995); c) The Health Care Utilisation Model (Andersen & Newman,1973) kemudian dimodifikasi oleh Kroeger tahun 1983; d) The Four As; e) Pathway models dari Good (1987) dan f) Ethnografic decision-making model (Garro,1998 dan Weller, 1997) seperti dikutip Susana Hausmann Muella dkk (2003). Pada penelitian ini telah menyatukan antara penerima pelayanan (resepien) yaitu penderita dan masyarakat terhadap pemberi pelayan (provider) yaitu petugas kesehatan atau pemerintah/ swasta. Situasi dua arah yang mengawinkan menjadi satu untuk bekerjasama melakukan suatu perubahan ataupun percepatan. Memberikan akses sebesarbesarnya dan menjadi universal access dalam pelayanan khususnya dalam pemeriksaan,perawatan dan pengobatan ODHA dan memberikan dukungan kepada mereka. Teori-teori Prilaku kesehatan banyak mendiskusikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti variabel yang biasa kita kenal adalah : fakta, sikap petugas, pengetahuan masyarakat, nilai dan norma yang ada dalam masyarakat dan dukungan masyarakat / stakeholder. Namun dalam teori baru “Mencari Pertolongan Kesehatan Proaktif“ didapatkan variabel-variabel yang baru muncul dalam konteks lokal khususnya suku Mee di Paniai yaitu : Isu politik / keamanan, kearifan lokal, sikap pemimpin dan wajib periksa. Teori ini memunculkan kekuatan pendekatan sosial budaya yang hidup dalam masyarakat yang kita kenal sebagai nilai dan norma budaya, dipakai sebagai suatu kearifan lokal oleh provider dalam kampanye dan usaha mendekatkan pemberi pelayanan dan penerima pelayanan, sebut saja jargon: Itano bokaine dana wadona bokaine artinya hari ini juga mau mati besok juga mau mati, berkaitan dengan hal ini pemeriksaan kesehatan 113 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku atau test HIV jangan takut. Masyarakat Mee menganggap kematian itu suatu hal yang biasa dialami oleh semua makhluk sehingga pemeriksaan HIV masal tidak dianggap sebagai masalah. Akiyaa Akikida Doutow artinya tubuh anda sendirilah yang jaga. Umur panjang di bumi ditangan anda sendiri, masyarakat tidak boleh takut memeriksakan diri. Lebih jauh hal ini juga sejalan dengan paradigm baru kesehatan yaitu kita perlu rajin memeriksakan diri maupun berolah raga dan mengubah gaya hidup kita lebih sehat. Sehat itu adalah pilihan (Health is a choice). Wajib periksa disini walaupun mempunyai arti keharusan namun bukan suatu paksaan, masyarakat dengan pengetahuan yang bertambah maka timbullah suatu kesadaran untuk memeriksakan dirinya. Dalam suatu laporan pemeriksaan masal HIV/AIDS ditulis. “Suatu pandangan yang luar biasa, masyarakat memberikan tangan mereka untuk diambil darahnya ,tidak ada yang takut diperiksa, kemudian di ruang konseling, pasien dan dokter membuka amplop yang berisi hasil.Mereka dengan muka yang bersinar, bangga dan senang, tahu akan statusnya. Dokter bilang saya punya hasil [email protected] senang@saya tidak kena HIV, saya diminta datang 3 bulan untuk periksa lagi di Rumah sakit atau di puskesmas“. Selain itu budaya ebamukai sebagai solusi kebersamaan, saling tolong menolong dalam menghadapi permasalahan keterbatasan ekonomi dalam keluarga atau masyarakat. Budaya Oweda pemanfaat pekarangan rumah. Nilai dan dan norma yang ada di masayarakat ini dapat dipergunakan untuk mengurangi stigma. Variabel lain yang sangat menentukan dan mengerakan adalah sikap pemimpin yang peduli dan berani untuk membuka gagasan pemeriksaan masal HIV. Pemimpin dipandang sebagai panutan, Bupati dan jajarannya serta tokoh-tokoh agama dan masyarakat memberi darahnya untuk diperiksa. Sikap pemimpin yang proaktif untuk membuat pembaharuan karena didukung oleh regulasi / Otonomi khusus yaitu Affirmative Actions dapat mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menolong masyarakat. Otonomi khusus memberikan perlindungan khusus bagi orang asli Papua. Isu-isu yang berkembang selama ini adalah isu pembiaran dan kepunahan asli orang Papua. Secara manajemen fakta yang radikal seperti tingginya kasus HIV dan kematian akibat penyakit ini harus ditindak secara ekstrim pula. Tindakan yang biasa-biasa hasilnya akan biasa-biasa pula. Tindakan yang luar biasa atau dilakukan tidak seperti biasa diharapkan bisa membuat suatu perubahan dan menyelamatkan manusia Papua. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 114 Fenomena pendekatan proaktif secara bertahap mengurangi konsep sakit orang Papua. Sakit menurut pandangan orang Mee bila seorang tidak dapat makan atau tidak dapat minum ser ta tidak dapat berjalan. Konsep sakit seperti ini diduga membuat orang Papua tidak memeriksa kesehatannya secara teratur atau datang dalam keadaan sakit yang telah parah atau terlambat (delay of presentation). Data HIV/AIDS di Papua menunjukkan kasus yang sudah lanjut menjadi AIDS dan membutuhkan terapi cukup banyak. Proaktif dalam hal ini dapat diartikan bahwa memberikan pengobatan ARV pada penderita HIV sesegera mungkin dengan memberikan konseling dan pendampingan yang adekuat. Ada beberapa alasan mendasar pemberian ARV tanpa memandang kadar CD4 atau melihat stadium klinis berdasarkan criteria WHO karena belum ada penelitian melihat perbandingan penurunan daya tahan tubuh orang Papua terhadap HIV. Berdasarkan pengalaman yang ada proses masuk ke dalam stadium AIDS cukup cepat karena masyarakat khususnya suku Mee makan sehari-hari sangat sederhana alias masih banyak makan kurang bergizi dan hanya minum air putih, dan akan lebih kurang asupannya kalau mereka sakit atau tidak bekerja. Konsep sakit yang melekat dalam diri orang Mee membuka peluang melakukan hubungan seks bukan dengan pasangan sehingga dapat terjadi penularan. Masyarakat belum menganggap dirinya sakit kalau mereka masih bisa jalan atau masih bisa makan. Gambar 5. Virus HIV dan pemberian ARV 115 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Secara teoritis seperti diperlihatkan pada gambar di atas dengan memberikan ARV maka jumlah virus akan sangat kecil sehingga paling tidak akan mengurangi resiko penularan. Lebih lanjut hal ini akan mengurangi isu pembiaran yang sering memberikan efek politis. Masyarakat Mee dan daerah pegunungan lainnya mengalami suhu lingkungan ekstrim daya tahan tubuh cepat turun dalam keadaan sakit.Asumsi lain jika diberikan ARV terlambat maka banyak sistem organ yang telah rusak jika pasien diberi obat pada keadaan demikian maka efek samping obat sangat besar dirasakan pasien. Pemberian ARV lebih awal akan secara perlahan akan mengurangi stigma, bahwa HIV itu akan memberikan dampak klinis yang mengerikan. Rendahnya akses ARV di Papua juga mungkin disebabkan ketidakmampuan petugas dalam menentukan kapan diberikan obat ARV menurut stadium WHO dan tidak tersedianya pemeriksaan CD4. Pengamatan peneliti bahwa ada petugas kesehatan (dokter) yang takut atau tidak tahu memberikan obat ARV dan juga masih ada petugas yang sifatnya menunggu compliance menggunakan obat kotrimoksasol, sehingga tidak jarang walau pasien telah ditangani di rumah sakit atau sudah diketahui status HIV cukup lama meninggal karena terlambat pemberian ARV. Oleh karena alasan –alasan di atas pentingnya pelatihan – pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan baik dokter maupun perawat dalam mendiagnosa dan memberikan terapi, serta mutu pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosis. Alat serta bahan pemeriksaan juga dibutuhkan. Tim konseling dibutuhkan dalam mengarahkan dan menyiapkan clien untuk mengetahui statusnya, supaya taat berobat untuk mencegah resistensi obat dan konseling diharapkan akan mengubah prilaku pasien dan keluarganya. Ketersedian obat adalah mutlak, untuk mengurangi beban biaya disarankan menggunakan obat generik. Mendekatkan obat dan pelayanan HIV sedekat mungkin kepada masyarakat dengan membuka VCT mobile, puskesmas dapat melakukan tes dan diagnosis serta rumah singgah (Home based Care). Rumah singgah disini dapat digunakan sebagai tempat komunikasi antara petugas dan masyarakat dan mendapat pelayananan menggunakan bahasa lokal. Penelitian ini juga mengamati pendekatan yang komprehensif seperti ditemukan dalam wawancara psikologis penderita atau masyarakat diperhatikan, masalah akses jarak, pelayanan kesehatan di puskesmas baik dalam gedung maupun pelayan VCT bergerak. Rumah sakit telah mengadopsi CST (Care Support and Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 116 Treatment) telah memberikan pelayanan pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan dukungan bagi ODHA. Beberapa CST akan terus dikembangkan . Penyakit HIV/AIDS dibuat tidak eksklusif (dikhususkan) tetapi menjadi inklusif dianggap sebagai penyakit biasa seperti halnya penyakit jantung, penyakit diabetes dan penyakit hipertensi yang harus menelan obat seumur hidup. Untuk lebih mendekatkan pelayanan ke masyarakat maka dikembangkan HomeBased Care dalam hal ini berupa Rumah Singgah. Konsep Rumah Singgah dikembangkan dari nilai dan norma budaya owada oeda yang memandang rumah sebagai harga diri (keselamatan). Karena masyarakat Mee menganggap Firman Tuhan ada disitu maka harus pulang ke rumah, karena surga ada di rumah. Rumah ada di kampung yang merupakan rumah leluhur.Tidak heran kalau masyarakat sakit berat mereka justru pulang ke kampung, doa adat dan meninggal di sana. Peneliti mengembangkan konsep proaktif dan komprehensif sebagai jawaban atas permasalahan yang ada, membuat suatu perubahan. Pendekatan Reaktif dan Komprehenshif Proaktif Provider Yankes Pendekatan Reaktif Puskesmas Mult i pihak Respons Masyarakat Program Layanan sosialisai HIV/AIDS VCT /PIVTC Rumah Sakit Akses Layanan Alternatif solusi LSM Peduli HIV Program Sosialisasi ,VCT,PICT HIV/AIDS Pendekatan Komprehensip Proaktif Kepatuhan Berobat Kualitas Hidup ODHA Jejaring Kolaboratif Layanan Testing HIV/AIDS Masal dan Deteksi Dini Nilai ,Norma Budaya: Owada,Ebamukai , Ajii, Akiya ma Akikida Doutou, Akse s Layanan ? Lay a n an Kampung dan Rumah Adat (Layanan O d a a O w a d a) Kepatuhan Telan Oba t? Gambar 6. Pendekatan Reaktif vs Pendekatan Proaktif 117 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Ringkasan konsep yang telah diskusikan sebelumnya disarikan dalam diagram ini. Pendekatan yang lama disebut sebagai pendekatan reaktif yang sifatnya menunggu sedangkan pendekatan baru adalah pendekatan proaktif sebagai alternatif solusi. Pendekatan Proaktif dilakukan seperti: program sosialisasi HIV/ AIDS, VCT, PICT, layanan testing HIV/AIDS masal dan deteksi dini, jejaring kolaboratif/kerjasama,menggunakan nilai dan budaya yang ada sebagai kearifan lokal:Owada, Ebamukai, Ajii, Akiyama, Akikida Doutou, layanan rumah,rumah adat sehingga diharapkan kualitas hidup ODHA lebih baik serta kepatuhan menelan obat akan terjadi ,baik kegiatan promotif,preventif dan rehabilitative dan terjadi pemutusan mata rantai penularan. II. PENUTUP Kesimpulan Penelitian ini telah menghasilkan teori baru Prilaku Mencari Pertolongan Kesehatan Proaktif yang dikembangkan dari konteks lokal Suku Mee di Paniai Pegunungan Tengah Papua. Adapun Proposisi teori adalah sebagai berikut: 1. Perubahan Prilaku Kesehatan dapat terjadi dengan cepat melalui pendekatan Proaktif yang menjembatani antara Pemberi Pelayanan Kesehatan (Provider) maupun Penerima Pelayanan Kesehatan (Resepien) yaitu penderita atau masyarakat. 2. Perubahan Prilaku Kesehatan dapat terjadi dengan cepat apabila keinginan dan sikap Pemberi dan Penerima dapat menyatu melalui pendekatan sosial budaya dan usaha yang terus menerus. 3. Perubahan prilaku proaktif mencari pertolongan kesehatan digerakkan oleh Pemberi Pelayanan karena Sikap Pemimpin, Isu,Fakta, Kearifan Lokal,dan Sikap Petugas. Sedangkan Penerima Pelayan digerakkan oleh Pengetahuan, Nilai dan Norma, Wajib Periksa, Pelayanan yang dirasakan dan Dukungan Masyarakat/Stakeholders. 4. Makin kuat faktor-faktor dorongan proaktif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Proaktif Penerima Pelayanan Kesehatan maka makin cepat perubahan atau percepatan pembangunan kesehatan dapat terjadi. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 118 Penelitian ini juga mendapatkan data kuantitatif melalui pendekatan Proaktif dan komprehensif telah terjadi peningkatan signifikan cakupan pemeriksaan HIV sebanyak 53 kali lipat dibandingkan cakupan sebelum inter vensi, serta penangganan penderita HIV/AIDS lebih baik. SARAN Ada 3 harapan dari penulis yaitu : a) Tidak ada orang Mee yang terjangkit infeksi baru HIV, b) Tidak ada orang Mee yang dikucilkan oleh keluarga dan masyarakat karena HIV/AIDS, c) Tidak ada orang Mee yang meninggal karena penyakit HIV/ AIDS. Oleh karena itu beberapa saran diberikan adalah sebagai berikut: 1. Pada situasi HIV/AIDS sudah sangat tinggi di Papua , cara-cara yang sifatnya menunggu reaktif dapat digantikan dengan cara pendekatan proaktif dengan tetap mengikuti standar-standar program kesehatan. 2.Teori/ Model Mencari Pertolongan Kesehatan Proaktif dan pelayanan Komprehensif melalui sosial budaya dapat dijadikan solusi alternatif dalam hal ini akan meningkatkan cakupan penemuan kasus, menemukan penderita HIV/AIDS sedini mungkin sehingga dapat mencegah penularan dan kematian dini akibat terjangkit HIV/AIDS serta mengurangi stigma bagi orang yang mengalami HIV/AIDS beserta keluarganya. 3. Teori Mencari Pertolongan Kesehatan Proaktif dapat diaplikasikan untuk mengurangi stigma dan secara perlahan mengubah konsep sakit sehingga tidak terjadi keterlambatan.Penanganan HIV/AIDS atau penyakit lainnya perlu memahami konsep sakit orang Papua. 4. Proaktif dalam pengobatan disarankan pemberian ARV sedini mungkin untuk mengurangi resiko penularan, efek samping obat, memberikan kesempatan konseling serta mengurangi dampak politis yaitu isu pembiaran. Obat ARV yang generik diberikan untuk mengurangi biaya. 5. Home Based Care/Rumah singgah menjadi media komunikasi antara 119 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku petugas dan masyarakat. Penggunaan bahasa lokal dapat mempererat hubungan serta memudahkan masyarakat memahami HIV/AIDS ini. KEPUSTAKAAN Robby Kayame, 2014, Pendekatan Proaktif Berbasis Budaya lokal Dalam Penanggulangan HIV/AIDS,pada suku Mee Pegunungan Tengah Papua (Disertasi Doktoral, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin) Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 120 Sahabatku Papa, Sebelum pesta berlangsung Izinkan aku menengok ke belakang Disana sahabatku yang miskin Hidup dengan berjualan Koran Papa, Dia teman sekelasku Juga lulus dalam ujian Nilainya yang tinggi Sangat kusayangi Kini, Aku minta kesediaan papa Menyerahkan biaya pestaku Untuk meringankan ongkos Masuk sahabatku di SMA (Soekri St) 121 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Bagian 9. Hal-hal baru Pengendalian HIV/AIDS Hasil survey dan penelitian telah mengubah beberapa strategi penanganan HIV/AIDS. Di bawah ini ringkasan hasil penelitian Survei Terpadu Biologis Prilaku merupakan sur vey besar yang dilakukan di tanah Papua dan menjadi masukan dalam memperkuat kebijakan dan strategi penanggulangan HIV/AIDS. Kemudian untuk pengendalian HIV khusus di Tanah Papua, pada September 2014 Kementerian Kesehatan menginstruksikan pemberian ARV (Anti Retro Viral) sedini mungkin sebagai strategi pengobatan adalah pencegahan (treatment as prevention). Penelitian Robby Kayame, 2013 mendorong test masal HIV dengan dukungan pemimpin dan stakeholder sebagai tindakan yang proaktif dengan memperhatikan kearifan lokal untuk menurunkan angka kematian dan pemutusan rantai penularan HIV/AIDS serta pemberian ARV sedini mungkin. Ringkasan Utama Hasil STBP tahun 2013 Survei ini menggunakan sampel 5.861 laki-laki dan perempuan umur 15-49 tahun yang tinggal di Tanah Papua. Survei dilaksanakan pada Januari – September 2013. Responden laki-laki dan perempuan diwawancarai dengan kuesioner standar tentang karakteristik demografi, perilaku hubungan seks dan penggunaan narkoba, dan paparan terhadap cara-cara pencegahan infeksi HIV. Sembilan puluh tujuh persen dari responden, atau 5.698 orang bersedia diambil darahnya untuk pemeriksaan HIV dan Sifilis. • Proporsi penduduk yang memiliki pengetahuan komprehensif HIV di Tanah Papua masih rendah, 9,2% dari penduduk. • Berdasarkan topografi, proporsi penduduk yang memiliki pengetahuan komprehensif HIV lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di dataran rendah akses mudah dibandingkan penduduk yang tinggal di dataran rendah akses sulit dan dataran tinggi. • Proporsi laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan seks di luar nikah dalam 12 bulan terakhir tidak berbeda antara tahun 2006 dan 2013. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 122 • Penggunaan kondom pada hubungan seks berbayar terakhir meningkat di tahun 2013, tetapi penggunaan kondom konsisten pada hubungan seks di luar nikah dalam 12 bulan terakhir tidak berbeda antara tahun 2006 dan 2013. • Tingkat partisipasi responden pada survei ini tinggi. Cakupan responden untuk kuesioner perilaku sekita 90% dan untuk darah sekitar 87%. • Prevalensi HIV pada populasi umum di Tanah Papua adalah 2,3%, masih sama dengan prevalensi HIV tahun 2006. • Tidak ada perbedaan prevalensi HIV pada laki-laki & perempuan, 2,3% pada laki-laki & 2,2%pada perempuan. • Prevalensi HIV lebih tinggi pada suku Papua, 2,9 % dibandingkan bukan Papua, 0,4 %. • Prevalensi HIV jauh lebih tinggi pada laki-laki yang tidak disunat, 2,9% dibandingkan dengan laki-laki yang disunat, 0,1%. • Prevalensi Sifilis aktif pada populasi umum di Tanah Papua adalah 4,5% dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, maupun berdasarkan umur. • Prevalensi Sifilis aktif lebih tinggi pada suku Papua, 5,7% dibandingkan dengan bukan Papua, 0,4%. • Prevalensi Sifilis aktif juga lebih tinggi pada laki-laki yang tidak disunat, 4,8% 123 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku dibandingkan laki-laki yang disunat, 1,1%. Survei ini merupak an k erja sama antara Kementrian Kesehatan Indonesia, Dinas Kesehatan Propinsi Papua Barat, Dinas Kesehatan Propinsi Papua, Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang terpilih sebagai sampel, Laborat otium Kesehatan Regional P apua, B adan Pus at Statistik dan Family Health I nternational 360. Dana pelak sanaan dan duk ungan tek nis Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 124 berasal dari K ementrian Kesehatan Indonesia, United States Agency for I nternational Development (USAID), A ustralia Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT), the World Health Organization (W HO), the World Bank (WB) dan Family Healt h International 360. Catatan : Saat ini KPA Provinsi Papua terus mendorong sirkumsisi pria sukarela merupakan salah satu strategi untuk mengurangi resiko terjangkit HIV dan IMS (infeksi menular seksual) Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2014 tentang Indikasi Pemberian ARV khusus di Tanah Papua yang berbeda dengan provinsi lainnya • Inisiasi ART (pemberian ARV) tanpa melihat stadium klinis WHO dan berapapun jumlah CD4 • Pengobatan TB harus dimulai dahulu, kemudian obat ARV diberikan dalam 2-8minggu sejak mulai obat TB. • Pada ODHA dengan CD4 <50 sel/mm3, ARV dimulai 2 minggu setelah pengobatan TB • Untuk ODHA dengan meningitis kriptokokus ARV dimulai 5 minggu setelah pengobatan kriptokokus • Bayi umur <18 bulan yang terdiagnosis HIV, segera mendapat ARV 125 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku “Jika Anda ingin tahu teori dan metodologi revolusi, Anda harus ambil bagian dalam gerakan revolusi. Pengetahuan sejati hanya bisa diperoleh dengan pengalaman langsung.” (Mao Tse Tung, 1893-1976, pendiri Republik Rakyat China) Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 126 Bagian 10. Memahami Budaya (kualitatif) Si burung besi pesawat Susi Air terbang tanggal 22 April 2015 dari Enarotali menuju Youtadi yang merupakan distrik baru Kabupaten Paniai. Pesawat Susi Air yang dikemudikan seorang pilot berkebangsaan New Zealand dengan 6 penumpang melewati sela-sela kabut dan gunung- gunung, berapa kali ada gocangan karena angin dan juga harus naik lebih tinggi melampaui awan. Penerbangan yang sulit karena perlu manuver-manuver di sela-sela gunung dan kabut tersebut , seorang di antara kami yang masih jarang terbang mengatakan seperti jantungnya mau copot. Hanya dalam waktu waktu 15 menit kami sudah melihat lapangan rumput di Youtadi. Kalau berjalan kaki dari Enaro ke Youtadi oleh masyarakat asli dilakukan selama 2 hari 2 malam, dekat di mata , jauh di kaki. Saya teringat perjalanan saya beberapa tahun lalu di Pogapa Intan Jaya dan Korowai yang kelihatan di peta sangat dekat atau dari pesawat terlihat dekat namun jalannya dari pagi sampai malam. HeeeengSheeeeng .ummmmm, S.ummmm pesawat berbaling-baling satu landing dengan mulus, masyarakat ternyata sudah menunggu. Hampir semua tempat yang saya pernah kunjungi di pedalaman kedatangan pesawat atau kapal merupakan hiburan tersendiri bagi masyarakat. Mereka menari-nari mulai maju kemudian mundur, menjadi satu kelompok Skemudian beberapa orang pria dan wanita mulai berputar-putar dan setengah lari, mulai menari-nariS.saya tidak melihat mereka menggunakan tifa seperti orang Papua di pesisirS. tapi suara mereka waeSwoSShem heeS hee waeSwooo heemm hee sangat harmonis seperti koor dengan suara satu dua tiga dan empatSsesekali dengar lengkingan tinggi dan gemercing antara panah dan busur. Tim yang terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai Dr.Robby Kayame,SKM,MKes, Dr.dr.Arr y Pongtiku,MHM (konsultan kesehatan dan pemerhati masyarakat pedalaman), Ilham (tenaga Laboratorium), Pak Samuel E.Kobepa (Kepala Distrik Youtadi yang baru ditunjuk), Yulianus Kadepa (Kepala Puskesmas Youtadi juga yang baru ditugaskan) serta Mr.Fitus (wartawan dari Jayapura). Kami di terima oleh masyarakat dan tua-tua kampung termasuk oleh 2 orang gembala dari gereja Kemah Injil Papua (Kingmi) dan Gerja Kemah Injil Indonesia . Syukur yang berlimpah kepada Tuhan karena kami bisa sampai dengan selamat dan bertemu dengan masyarakat. Youtadi sebenarnya suatu kampung tua 127 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku yang pernah dimasuki penginjil karena ada gereja di sana namun sudah sekian lama tidak pernah mendapat kunjungan. Bupati ganti bupati baru kali ini mendapat kunjungan dari pemerintah dalam hal ini kepemimpinan Bapak Bupati Hengki Kayame,SH,MH. Kampung Youtadi didiami oleh 3 suku yaitu suku Mee, suku Moni dan suku Wolani. Mereka menggunakan 4 bahasa dalam kehidupan seharihari yaitu bahasa Mee, Moni, Wolani dan bahasa Indonesia (masih terbatas). Saya berapa kali bicara dengan masyarakat dan juga pakai bahasa mimik dan mata menunjukkan masyarakat yang sangat ramah. Masyarakat sebagian besar memakai baju, ada yang masih menggunakan baju tradisional dengan rok dari rumbai-rumbai serta beberapa laki-laki memakai koteka. Gbr 1. Masyarakat di kampung Youtadi Distrik Youtadi adalah distrik baru dengan jumlah 13 kampung yaitu : Youtadi lama, Yaimano, Tibudide, Pogalubauda, Tangkitadja, Lilataka, Dauwotadi, Waneuwowado, Dawlea, Ebeidotadi, Youtadi II, Mpadobatadi dan Yuwaweapa, hanya kampung Youtadi yang merupakan kampung lama yang memiliki lapangan rumput yang dapat mendarat pesawat kecil. Distrik Youtadi terletak di sebelah Timur berbatasan dengan distrik Wandae- Intan Jaya, Sebelah Utara berbatasan dengan Biandoga- Intan Jaya, sebelah Selatan berbatasan denagan distrik Aradide dan sebelah Barat berbatasan dengan Bogabaida dan perwakilan Baya Biru. Jumlah penduduk distrik tersebut adalah 35.000 jiwa. Sedangkan kampung Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 128 Youtadi sendiri ada 1238 jiwa. Daerah ini masih merupakan aliran sungai yang kaya akan emas dengan hulunya di Puncak Greesberg. Kampung Youtadi berdiri di atas gunung dan butuh sedikit waktu ke bawah di aliran sungai. Dalam pembicaraan masyarakat dapat emas sekitar 4 toples tapi mereka belum mau mendulang karena belum berdoa, mereka takut alam akan marah kalau belum didoakan atau mendapat ijin, tapi sepertinya masyarakat tidak terlalu peduli tentang hal itu. Masyarakat umumnya berkebun dan berburu. Beberapa daerah seperti Baya Biru, Daerah 99, daerah 81 dan daerah 45 yang marak dengan pendulangan emas. Daerah-daerah penambangan seperti pembicaraan orang setiap hari bisa dikunjungi beberapa helicopter bahkan bisa 15 kali bolak-balik dari Nabire. Daerahdaerah pendulangan umum seperti ada gula ada semut, banyak orang datang dan tidak jarang diselipi dengan penjaja seks sehingga Dinas Kesehatan perlu selalu memantau hal tersebut. Ada satu dokter bercerita digedor pintunya pada malam hari ditanya perlu selimut hangatkah?, ada yang sudah siap jadi selimutnya nih. Gbr 2.Dr.Robby Kayame (Kadinkes Pania) bersama masyarakat Youtadi 129 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Sosial dan Budaya Masyarakat kampung Youtadi merupakan campuran suku Mee, suku Moni dan suku Wolani. Mereka hidup rukun, ada 2 gereja kecil Kigmi Papua dan GKII dengan masing-masing gembalanya. Suatu hal sedikit lucu jika masyarakat menyapa orang yang datang dengan bahasa Mee bukan berarti mereka itu orang Mee tetapi mereka adalah orang Moni atau Wolani sebaliknya kalau mereka menyapa dengan bahasa Moni sebenarnya mereka adalah orang Mee dan Wolani, seperti terbolak-balik begitu. Koyau (bahasa Mee) dan Amakane (bahasa Moni), Aba / Amanoe. (bahasa Wolani) merupakan sapaan yang hangat dalam mengucapkan salam. Saya teringat 25 tahun lalu waktu saya masih kuliah di kedokteran Unsrat Manado, datang 2 orang Profesor dari Jepang dan makan di kantin kampus pada saat itu mereka kesulitan mau makan apa, tidak ada yang dapat berkomunikasi dengan mereka. Saya kemudian bicara dengan bahasa Inggris menerangkan menu makan dan pesanan mereka. Cukup banyak makanan di atas meja yang dipesan, saya hanya makan nasi campur duduk semeja dan melakukan percakapan dengan professor Jepang. Namanya anak kost, saya tunggu, kapan nih dapat ajak makan makanan di meja professor. Suatu saat tanpa sengaja saya mengucapkan Arigato Gozaimashita (terima kasih banyak) hanya itu bahasa Jepang yang saya ingat. Professor itu langsung berdiri dan kemudian membungkuk mempersilahkan (please) untuk makan makanan yang ada di meja. Saya juga pernah ketemu sepasang turis di Nabire berasal dari Rusia, waktu di penginapan saya katakan kepada pasangan itu “istrimu cantik seperti Maria Sarapova”, pemain tenis terkenal dari Negara Beruang Merah itu dan saya mengucapkan kata “Spasiba” (seperti yang saya hafal dalam buku catatan sejarah pada masa UNTEA bagaimana bung Karno mengucapkannya terimakasihnya kepada Duta Besar Rusia). Kami berkenalan dan menjadi akrap beberapa hari. Saya pernah menyaksikan dr Agus sekarang Direktur RS Paniai, orang Palembang dalam penyampaiannya dan percakapan menyisipi bahasa Mee. Bupati Pania Hengki Kayame, SH,MH pada satu pertemuan tersanjung dan menyatakan dr Agus adalah anak Paniai... hmm suatu yang patut dibanggakan. Saya waktu ujian doktoral di Universitas Brawijaya (Malang) tahun 2010 diminta menari Papua oleh Ketua Program Prof. Ubud Salim dan saya lakukan menari Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 130 dengan gaya Papua yang licah dan Prof Kambuaya (Rektor Uncen pada saat itu) yang datang menjadi salah satu penguji tamu mengatakan “saya adalah anak Papua”. Pa Robby Kepala Dinas Kesehatan kadang keceplosan bicara sesekali pakai bahasa Mee dengan saya, walaupun saya tidak paham he..he..he tapi saya mengerti bahwa berbicara dalam bahasa daerah mempunyai arti yang mendalam kadang sulit dijelaskan padanan bahasa Indonesia dan rasa persahabatan. Saya belum tahu pasti apakah ungkapan sapa terbalik seperti dilakukan masyarakat di distrik Youtadi sama dengan belahan dunia lainnya? lebih mau menunjukkan rasa hormat kepada orang yang ditemui, menghormati karena di daerah itu berdiam tiga suku atau mungkin untuk mengaburkan identitasnya. Tapi saya sendiri sangat percaya bahwa masyarakat menutur terbalik untuk menunjukkan toleransi yang tinggi kepada saudara-saudaranya. Daerah sekitar distrik Youtadi juga punya pengalaman perang suku atau bertengkar karena ambil babi, masalah perempuan, masalah mas kawin sehingga lari atau mengungsi ke satu tempat kadang mereka merubah namanya atau marganya sehingga tidak dikenal oleh musuh seperti menjadi Kadepa, Monipa padahal nama marga/atau fam mereka bukan itu aslinya. Masyarakat di sini sudah kawin campur antar tiga suku ,” Sebenarnya seperti orang Mee dan Moni tidak boleh saling kawin karena seperti kakak dan adik , tapi anak sekarang malas stau , begitu pula ada fam-fam yang masih sekeluarga dalam adat suku Mee tidak boleh kawin antar mereka, pamali kata orang tua-tua“ tutur Pa Robby Kayame. Mbubumbaba tempat asal nenek moyang suku Moni dan Mee mereka percaya bahwa kedua suku adalah saudara kandung, kakak dan adik S mereka percaya salah satu dari mereka pasti mati jika kawin hal ini dipegang teguh oleh masyarakat hingga tahun 1980-an, tetapi akhir-akhir ini karena kemajuan tidak jarang masyarakat Moni dan Mee kawin seperti contoh terjadi di Youtadi. Saya sebagai peneliti merasakan suatu hal yang berbeda yang saya temukan di Youtadi apakah karena percampuran tersebut sehingga masyarakat begitu ramah, sehingga menarik nilai-nilai positif rasa bersahabat dan saling menghormati. Mereka menari dari pagi hingga malam, dan begitu juga waktu mengantar kami hingga kami terbang. Pa Robby, what does it mean people danced very much and they repeated it again and again? Ya dr Arr y mereka sangat gembira dan menerima kita dengan sepenuh hati tapi lebih dari pada itu mereka mau mendukung apa Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 130 yang sudah kita bicarakan. Ya, benar, beberapa kali masyarakat mengajak dialog dengan masyarakat menari (manawegai mewei) juga berarti mari kita berbicara, setelah berbicara mereka kembali lagi waita. Tidak jarang terjadi ada masyarakat yang hebat melakukan wainai yaitu protes atau kritik hal ini perlu didengar suara mereka. Perlu semua setuju atau sepakat dan terakhir dinyatakan waita (menari lagi)S menyelesaikan suatu pekerjaan semua menjadi satuS Saya ingat bagaimana dalam manajemen orang Jepang mengambil keputusan tidak mudah ,prosesnya panjang dan bisa berbantah-bantahan untuk mencapai concensus tetapi jika mereka sudah sepakat sangat mudah menyelesaikan karena dari bawah sampai ke atas semua sudah setuju, laju menyelesaikan pekerjaan seperti luncuran roket, dipanaskan sampai asapnya keluar dan dilepaskan dan meluncur cepat menembus angkasa karena semua telah setuju. Saya yakin masalah Pilkada sistem Noken yang sering diperdebatkan di koran-koran sebenarnya tidak perlu terjadi jika kita melihat sosial kultur masyarakat yang mencari konsesus seperti diperlihatkan di Youtadi atau tempat lain saya pernah kunjungi di Dadou (Paniai) dan Mumugu (Asmat) memperlihatkan komunikasi yang terbuka di tengah masyarakat. Saya melihat bagaimana proses bakar batu dibuat oleh masyarakat mulai mencari kayu, menyusun batu-batu, membakar batu sampai panas, menangkap babi dan memanah dan membersihkannya, serta menumpuk dedaunan, sayur-sayuran dan membiarkannya hingga matangS sambil menunggu proses pematang daging bakar batu (barapen) masyarakat menyanyi dan menari. Rok rumbai-rumbai bergoyang ke kiri dan ke kanan seperti burung. Begitu juga laki-laki dengan koteka serta anak panah kelihatan sangat gagah, serta ada yang menggunakan topi dari burung cenderawasih, burung kasuari berlari-lari dengan lincah. Di kampung Youtadi tidak ada satupun kios (warung) atau orang berjualan maupun orang pendatang, saya melihat kalau ada masyarakat yang bawa nota (ubi jalar) maupun keladi dengan cepat mereka bagikan dengan yang lain. Kamipun tak habis disodori nota dan jagung bakar. Siang hari setelah pelayanan kesehatan ada bapa yang bertanya apakah di antara kami ada yang tidak makan daging babi, dan seorang teman beragama Islam akan dicarikan ayam. Beberapa waktu kemudian seorang ibu memperlihatkan ayam, saya lihat beberapa meter ayam kepalanya sudah turun. Wah sore hari kami disajikan ayam rebus dengan campur sayur, ubi jalar dan keladi bakar rasanya enak sekali, tapi waktu malam 131 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku kami ngobrol-ngobrol ternyata teman kami Ilham hanya makan nota sajaS. wah ternyata ayam itu hanya diputar / diplintir leher. Mungkin Ilham ngak mau makan karena itu tapi kami tidak konfirmasi. Kebiasaan seperti itu juga tidak hanya milik masyarakat di sana, sebagian orang Toraja juga ada yang kalelok diputar lehernya dan cabut bulunya serta bulu halusnya dibakar kemudian baru dimasak seperti biasanya. Beberapa tempat di pedalaman yang saya kunjungi dimana tidak ada pendatang gampang sekali masyarakat mau bantu mengangkat barang atau bekerja, tetapi kalau ada pendatang dan tinggal sekian lama 5-8 tahun di daerah itu seperti mereka mencari gaharu atau kayu lainnya, masyarakat agak susah berpartisipasi. Tapi perubahan sosial ini masih perlu dilihat lebih jauh ,mungkin belum dapat digeneralisasi. Gbr 3. Proses Bakar Batu (menumpuk batu panas) Puji Tuhan dalam perjalanan saya dari Nabire ke Jayapura di atas pesawat Wings Air saya bersebelahan dengan bapa Philipus Wandagau (Kasubag Kelembagaan Sekda Intan Jaya) saya dapat melakukan triangulasi dari data yang saya dapat di lapangan terutama tentang budaya.Pada suatu ketika saya menanyakan kepada Pa Robby “ Pa, dulu di Dadou dan sekarang di Youtadi, bapa meminta bakar batu ,apa hubungannya dengan pelayanan kesehatan?”. Ya , dr Arr y sebenarnya Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 132 yang saya lakukan di daerah yang tidak pernah ada pelayanan kesehatan , untuk meminta masyarakat dapat berpartisipasi. Kita buat acara bakar batu dan makan bersama . Sebenarnya bukan hal yang berlebihan. Masyarakat merasa senang dan diharapkan mereka bisa berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan.Kita mau mendengarkan apa kebutuhan dan keinginan masyarakat. Gbr 4. Bersama masyarakat Youtadi O, ya banyak pejabat sekarang takut dan enggan bertemu dengan masyarakat mereka mungkin berpikir masyarakat hanya mau minta uang atau bantuan, padahal kita perlu saling mendengar dan membicarakan dengan masyarakat, kalau memang kita tidak dapat membantu ya kita perlu katakan pula. Masyarakat butuh komunikasi dan sekali lagi didengar. Kesehatan masyarakat Dalam pelayanan kesehatan di daerah terpencil dilakukan secara integrasi sehingga kita dapat memberi pelayanan yang lebih komprehensif. Sering pelayanan ke pedalaman kurang dihargai orang, katanya pelayanan yang mubasir dan tidak dapat berkesinambungan dan mahal. Tapi kalau kita renungkan bukankah kita harus mengutamakan human rights (isu kemanuasian ) dan equity (pemerataan) 133 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku dan aksesibiltas bagaimana masyarakat dapat dijangkau ?.Dalam pertemuan NTD’s Cross cutting workshop di Utrech -Belanda bulan Januari 2015, kebetulan saya ikuti beberapa professor mengatakan menempatkan kualitas yang utama dalam penanganan dan pemberantasan penyakit-penyakit terabaikan (neglected tropical diseases). Saya mengingatkan bahwa faktanya penyakit-penyakit terabaikan (NTD) kusta, kaki gajah, frambusia dan kecacingan terdapat di ujung –ujung jalan , daerah pedalaman, daerah miskin, daerah infrastruktur yang lemah dan petugas tidak ada, sebaiknya jangan menepatkan kualitas sebagai hal utama . Jika menempatkan kualitas nomor satu pasti daerah-daerah tidak akan dikunjungi karena berbagai keterbatasan, tetapi jika menempatkan isu kemanusian dan pemerataan kita akan terdorong untuk mencapainya secara perlahan-lahan kualitas yang diposisi ke 4 dan ke 5 kita perbaiki sehingga berjalan program yang berkualitas. Daerah –daerah pedalaman membutuhkan biaya yang mahal , Robby Kayame mengomentari bahwa “ uang bisa dicari, manusia tidak bisa dibeli, memperpanjang usia manusia biar hanya seditik , manusia berharga di mata Tuhan. Ada uang tapi tidak menjangkau masyarakat adalah salah. Uang juga seperti pisau tajam untuk memotong masalah”. Di lain pihak Kepala Dinas Paniai juga menyatakan Sumber Daya Manusia adalah sangat penting untuk membangun daerah ini. Beberapa angkatan keperawatan sudah diluluskan oleh Stikes Paniai dan juga ke depan akan merekrut 60 anak untuk didik sebagai bidan kerjasama dengan Poltekes Jayapura. Seperti banyak tempat di pedalaman Papua ada gedung sekolah tetapi ,tidak ada guru. Masih banyak orang yang butu huruf (ilitrasi) perlu mendapat perhatian. Di daerah pedalaman persis teori Roberth Malthus tentang piramida kependudukan bahwa gambaran daerah yang tertinggal adalah jumlah anak yang begitu banyak (usia muda), banyak yang lahir dan juga banyak yang yang mati seperti seleksi alam dan hukumnya untuk bagaimana manusia bisa terus bertahan di muka bumi ini. Anak-anak di Youtadi umumnya lebih baik gizinya daripada di pedalaman lainnya karena orang tua mereka rajin menanam dan berburu. Hanya beberapa anak kelihatan perut besar karena kecacingan karena banyak anakanak telanjang kaki, WC juga masih terbatas walau ada beberapa WC cubluk yang masyarakat buat. Hewan anjing cukup banyak sedangkan babi–babi bebas di luar pekarangan. Masyarakat memagar sehingga babi tidak masuk pekarangan dekat Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 134 rumah. Anak-anak umumnya tidak mandi, walau air gunung tersedia tetapi agak jauh. Anak dengan ingus meleleh merupakan pemandangan yang sangat normal, anak-anak seperti memamerkan angka 11 dengan ingus meleleh. Saya selalu bawa tissue basah dalam perjalanan saya , siapa tahu emergency dan tidak ada air maka tissue basah bisa digunakan. Saya mendekati anak-anak dan menyeka ingus anak-anak sambil mungkin dilihat ibunya. Saya tidak tahu pasti ,tapi saya percaya begitulah mengajari ibu atau bapanya untuk menjaga kebersihan anaknya. Promosi Kesehatan tidak selalu berdiri di depan dan memberikan penyuluhan. Kasus frambusia atau luka borok yang selalu dihubungkan dengan akses air ditemukan 3 anak. Saya meminta kepada mantri Yulianus Kadepa untuk menyuntik dengan Benzantin Peniniccilin. Saya terlebih dahulu mengajarkan tetang dosis pemberian serta tehnik menyuntik karena menyuntik dengan Benzantin Penecillin harus cepat kalau tidak tersumbat. Gbr 5.Frambusia mereflesikan hegiene yang masih rendah, akses air buruk dan kemiskinan Seorang anak muda Yosias menderita kusta dengan luka yang membusuk dikakinya dia berjalan kaki cukup jauh 2 hari lalu, pernah diberi pengobatan di Enaro beberapa papan saja sehingga saya minta harus dilanjutkan pengobatan MDT sampai selesai serta saya mengajarkan perawatan luka (Self Care). Merawat luka kusta yaitu dengan merendam kaki dan tangan dengan air biasa kemudian mengolesnya dengan minyak kelapa. Kalau luka yang sudah bernanah atau membusuk seperti yang dialami Yosias, kita bisa tambah air dengan garam sehingga dengan daya osmosis , kotoran pada luka dapat tertarik keluar. 135 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Gbr 6. Yosias yang menderita kusta Yosias juga baru memotong jari tangannya karena orang tuanya meninggal dan lukanya belum sembuh. Saya sangat sedih dan menyayangkan praktek/budaya potong jari karena dapat menggangu produktifitas dan mencari nafkah maupun daya survival/juang di medan yang berat. Jari-jari penting untuk kemampuan memegang dan mengengam (grasping). Gbr.7 Pemberian imunisasi campak dan DPT-HB Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 136 13 kampung yang ada di distrik Youtadi tidak pernah di kunjungi oleh petugas kesehatan karena jauh dan berbagai alasan lainnya.Anak-anak dilakukan imunisasi dari sekian anak-anak yang hadir 52 anak-anak ditetesi polio, Campak 29, DPT-HB 17. Perlu pemberian imunisasi secara berkelanjutan yang diberikan setiap bulan serta penyuluhan kesehatan bagi ibu-ibu. Telah banyak tulisan perubahan dimulai dari perempuan karena mereka yang dapat mendidik anakanaknya dan memberi pengetahuan dasar. Pemberian imunisasi dasar sangat penting karena kita menuju eradikasi polio serta masih sering di Papua kita mengalami KLB (Kejadian Luar Biasa) Campak. Imunisasi adalah seperti payung, memberikan kekebalan tubuh bagi beberapa penyakit yang mematikan buat anakanak. Daerah – daerah pedalaman dapat juga dilakukan pemeriksaaan laboratorium untuk menemukan besaran masalah kesehatan misalnya dengan Rapid Test (test cepat) kita dapat mendiagnosa HIV, malaria, sifilis, frambusia dan hepatitis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium dengan jumlah 75 orang dewasa yang diperiksa terdapat positif sifilis 20 orang, hepatitis (HbSAg ) 15 orang positif sedangkan HIV semuanya negatif. Pentingnya sur veilans (system pengawasan) karena dengan banyak mobilasasi penduduk maupun perbaikan transportasi maka kemungkinan penyakit-penyakit baru bisa masuk ke suatu daerah yang belum pernah terlaporkan. Penyakit hepatitis B sebanyak 20% , sifilis sebesar 27% pada orang dewasa perlu diselidiki lebih lanjut. Beberapa anak –anak ditubuhnya terdapat tumor kulit kecil (moluscom contagiosum). Gbr 8. Pemeriksaan darah HIV, Sifilis dan Hepatitis 137 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Kami juga meminta Mantri Yulianus yang menjadi Kepala Puskesmas untuk memberikan semua anak-anak obat cacing. Mantri Yulianus berharap gedung puskesmas segera didirikan serta mengirim tenaga tambahan, tapi dia minta tenaga terampil karena daerah ini jauh serta peralatan medis lainnya. Saya ingat seorang muda dengan rambut yang dililit yang menjadi penterjemah mengatakan kampung Youtadi andaikan perempuan, siapa yang mau melamar mereka apakah kabupaten Paniai kah atau kabupaten Intan Jaya, kami menunggu pembangunan dan perubahan kami masih sangat tertinggal. Kami tidur di Pos Obat Kampung Youtadi yang jauh dari sederhana, yang isinya hanya tempat perapian , tikar dan kami bisa tidur. Saya minta kepada Mantri Yulianus untuk melayani di gedung sekolah atau di alam terbuka di bawah pohon juga baik seperti banyak dilakukan di Afrika dan India (services under the tree). Gbr 9. Pos Pengobatan sementara Kampung Youtadi Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 138 Pa Robby, Kepala Dinas Kesehatan Paniai meminta mantri Yulianus bisa melayani sore hari dan pagi hari bisa mengajar anak-anak untuk membaca dan berhitung. Pa Yulianus adalah perawat yang lincah dan berpengalaman . Yulianus adalah petugas kesehatan yang berani dia sendiri yang membuat proposal dan minta ke Kepala Dinas untuk mau masuk ke Youtadi, semoga tekadnya untuk membangun kesehatan di Youtadi dan menjangkau 12 kampung lainnya akan terus tanpa mundur. Saya sangat yakin di tempat yang baru, perubahan kalau dibuatkan grafik : dari tidak ada menjadi ada akan nampak signifikan kenaikannya dibanding pencapaian di kota yang kadang, lebih sulit terlihat karena mempunyai fenomena hard rock. Gbr 10. Kami tidur bersama masyarakat di Honai Setelah 2 hari di Youtadi kami kembali dijemput dengan pesawat Susi Air, masyarakat mengantar kami berbondong-bondong dan terus menari. Saya lihat ibu-ibu membawa anak, bahkan anak kecil mengendong adiknya, ada ibu yang bawa kayu yang besar dengan entengnya, sedangkan kami berjalan sudah ngosngosan menuju lapangan tumput. Sambil menunggu para pemuda bermain bola. Saya katakan kepada pa Robby kalau ke pedalaman kita harus menghadiahkan masyarakat bola dan juga net bola volley. Orang Papua yang postur tubuh atletis dan kuat sudah terbentuk secara alamaiah harus perlu dikembangkan olah raga. 139 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Gbr 11. Tim dan pesawat kecil yang membawa pulang dari Youtadi Saya bisa mencatat beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti yaitu : 1. Membangun Puskesmas dan memberi tambahan tenaga kesehatan, dan bisa mengakses kampung-kampung lainnya . 2. Memberikan peralatan kesehatan dan obat-obatan. 3. Memberikan SSB supaya dapat berkomunikasi dengan Enarotali, bantuan Solar sell dan Televisi serta Parabola. 4. Menempatkan cold chain untuk bisa menyediakan vaksin untuk imunisasi 5. Menempatkan pelayanan program dokter kaki telanjang di distrik Youtadi. 6. Mengajar masyarakat membaca dan meminta tenaga guru. 7. Mengatur kunjungan Bupati Paniai ke kampung Youtadi untuk berbicara dengan masyarakat. 8. Memasang pipa aliran air dari gunung menuju kampung. 9. Memberikan subsidi untuk penerbangan dari Enaro ke Youtadi. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 140 Apa yang dilakukan tim saat ini bagai suatu perjalanan yang jauh dan masih panjang, yang harus dimulai dari sekarang tidak boleh ditunda lagi, kita mengambil langkah pertama untuk membuat perubahan (A journey a thousand miles begin with a single step). Selamat (Proficiat). Ucapan terimaksih: Pemerintah Kabupaten Paniai yang memberikan perhatian dan dukungan dana, drg Alosius Giyai, MKes (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua), dr.Beeri Wopari (Kabid PMK, Dinas Kesehatan Provinsi Papua) mendorong pelayanan dokter kaki telanjang, Netherlands Leprosy Relief dukungan pelayanan terintegrasi. 141 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia...” Ir Soekarno (1901-1970), presiden pertama Republik Indonesia Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 142 Bagian 11. MENINGITIS DI SUGAPA A. LETAK GEOGRAFI DAN BATAS ADMINISTRASI Geografis Wilayah Distrik Sugapa berada dijalur Pegunungan Tengah Kabupaten Paniai. Adapun batas Wilayah Distrik Sugapa adalah sebagai berikut: • Sebelah Utara berbatasan dengan Distrik Agisiga Kabupaten Paniai. • • • Sebelah Selatan berbatasan dengan Tembagapura Kabupaten Mimika. Sebelah Timur berbatasan dengan Distrik Hitadipa Kabupaten Paniai. Sebelah Barat berbatasan dengan Distrik Pogapa Kabupaten Paniai. Wilayah kerja Distrik Sugapa ± 14.000 (km2). Dengan suhu udara 15-25 °C. Transportasi yang digunakan pesawat terbang dengan waktu 20 menit dan berjalan kaki dari Ibukota Kabupaten ± 4 hari lamanya. Sistem lahan Wilayah Geografis yang memiliki sifat khas pada bentuk lahan, struktur batuan dan tanah, serta iklim tropis. Jumlah manusia sangat kecil dibandingkan dengan luas wilayah/kawasan, maka dapat diartikan bahwa pemanfaatan lahan belum banyak bervariasi sesuai dengan Pemanfaatan lahan di Wilayah Distrik Sugapa secara produktif. B. SARANA DAN PRASARANA PUSKESMAS BILOGAI Wilayah kerja Puskesmas Bilogai ± 14.000 (km2) memiliki 11 Desa/Kampung yaitu, Kampung Bilogai, Kampung Yokatapa, Kampung Puyagia, Kampung Jalay, Kampung Mamba, Kampung Joparu, Kampung Egnemba, Kampung Titigi, Kampung Mindou, Kampung Egmondi dan Kampung Ugimba. Puskesmasa Bilogai saat ini telah memiliki 1 buah Puskesmas Pembantu (Pustu), 7 buah Pos Obat Desa (POD), 1 buah Polindes ser ta 7 buah Posyandu. Jumlah tenaga yang dimiliki sat ini adalah 4 orang perawat, 1 orang tenaga honorer dan 3 orang bidan. 143 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku PROFIL PUSKESMAS BILOGAI 2.1 KEADAAN UMUM A. Geografi Puskesmas Bilogai merupakan sarana kesehatan yang terletak di distrik Sugapa yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah dengan luas 14.000 km2 yang berbatasan dengan: • Sebelah Utara berbatasan dengan Distrik Agisiga Kabupaten Paniai. • • • Sebelah Selatan berbatasan dengan Tembagapura Kabupaten Mimika. Sebelah Timur berbatasan dengan Distrik Hitadipa Kabupaten Paniai. Sebelah Barat berbatasan dengan Distrik Pogapa Kabupaten Paniai. B. DEMOGRAFI Berdasarkan data tahun 2006/2007 Puskesmas Bilogai didukung oleh sarana dan prasarana, yaitu: 1. Penduduk : 15.001 orang a. Laki-laki : 7.084 orang b. Perempuan : 7.917 orang Rumah Kepala Keluarga : 3.110 buah : 3.110 KK Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 144 Bayi Balita Lansia PUS WUS a. Gakin : 2.810 KK b. Non Gakin : 300 KK : 280 orang : 1.560 orang : Tidak ada data : 2.700 orang : 3.300 orang 2. Sarana dan Prasarana Kesehatan Puskesmas : 1 buah Puskesmas Pembantu : 1 buah Praktek Dokter Umum : Tidak ada Praktek Dokter Spesialis : Tidak ada Praktek Bidan : 3 orang Klinik : 1 buah Posyandu : 7 buah 3. Sarana Kesehatan Lingkungan Rumah : 3.110 buah Jamban Keluarga : 300 KK Sumber air bersih a. PDAM b. Sumur gali : Tidak ada : 25 buah c. Tong air hujan : 225 buah 4. Sarana Pendidikan Taman kanak-kanak ( TK ) a. Negeri : Tidak ada b. Swasta : 2 buah Sekolah Dasar ( SD ) a. Negeri : 5 buah b. Swasta : 3 buah SLTP a. Negeri : 1 buah 145 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku b. Swasta : Tidak ada a. Negeri b. Swasta : 1 buah : Tidak ada SMU 5. Sarana Ibadah a. Masjid : 1 buah b. Gereja : 22 buah c. Pura d. Vihara : Tidak ada : Tidak ada 6. Tempat Umum a. Kantor 2.2 : 3 buah b. Hotel c. Toko/kios : 2 buah : 35 buah d. Warung makan e. Salon f. Pasar : Tidak ada : Tidak ada : 1 buah DATA DASAR PUSKESMAS 1. Luas wilayah 2. Jumlah penduduk 3. Jumlah Gakin 4. Jumlah Keluarga 5. Luas tanah Puskesmas 6. Luas bangunanPuskesmas 7. Jarak Puskesmas ke RSUD 8. Data Tenaga Puskesmas a. Dokter umum b. Dokter Gigi c. SKM d. Akper e. Perawat : 14.000 km2 : 15.001 orang : 2.810 KK : 3.110 KK : 5.000 m2 : 600 m2 : 120 km : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : 1 orang : 4 orang Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 146 f. Bidan : 3 orang g. h. i. j. k. Perawat Gigi Sanitarian Asisten Apoteker TU Analis : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada LAPORAN SURVEY DAN INVESTIGASI KEMATIAN DI DISTRIK SUGAPA A. DASAR SURVEI DAN INVESTIGASI Menindaklanjuti penelitian periode tahun 2006-2007 melalui penemuan kasus aktif oleh Departemen Kesehatan, Pusat Kesehatan Masyarakat, Freeport melalui International SOS, dan MSF, maka beberapa program telah disiapkan, antara lain: 1. Keputusan untuk melanjutkan program surveilans, aktifitas KIE, dan pelacakan kontak serta profilaksis 2. Program deteksi dini harus semakin ditingkatkan, dimana proses penyediaan alat seperti formulr dan alat untuk pelaporan yang harus terus ditindaklanjuti 3. Follow up dan tracing kontak 4. MSF untuk sementara tidak menyarankan imunisasi meningitis massal sebelum mengambil bukti secara langsung dan mengakses terhadap berbagai faktor yang berbeda . Namun apabila ditemukan peningkatan jumlah kasus, imunisasi merupakan strategi yang direkomendasikan. Kemudian pada tanggal 7 Mei 2008, MSF menerima Laporan dari dr. Pasi Penttinen, seorang advisor teknis International SOS dari Freeport mengenai adanya 24 kematian dalam waktu 2 bulan di Distrik Bilogai, Sugapa. Data diakui didapatkan dari para tetua suku dan data gereja. Dari data pasien ini, tampak kematian sebagian besar terkait dengan sindrom gejala panas tinggi dan sakit kepala, namun demikian terdapat pula sebagian kematian lain dengan gejala panas, diare dan muntah. Tidak didapatkan data tentang rekaman kematian sebelumnya. 147 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Setelah itu, didapatkan berita bawah seorang pasien wanita dievakuasi dari Distrik Bilogai, Sugappa ke RSMM pada tanggal 5 Mei 2008 dengan gejala suspek meningitis. Hasil pemeriksaan Laboratorium pendahuluan konsisten dengan infeksi meningococcal, akan tetapi kultur konfirmasi masih dikerjakan. Pada tanggal 20 mei 2008 kultur selesai dilakukan, dan hasil kultur : (-) Tim Evaluasi dari International SOS (yang dikirim oleh Freeport)n dikirim ke Bilogai pada hari kamis, 8 Mei 2008 dan sampai saat ini hasil evaluasi oleh SOS belum dipublikasikan. Sementara itu pada tanggal 9 Mei 2008, MSF mengontak Tn. Moses Belau ( Public Health Malaria Control Profesional di Freeport). Beliau mengatakan telah mengontak Pastor Justinus Rahangiar di Bilogai. Dikatakan bahwa sejak April – Mei 2008, terdapat 15 orang meninggal, di mana 5 orang meninggal karena sakit dalam jangka waktu lama, akan tetapi 10 orang meninggal dalam waktu 1-2 minggu setelah pasien sakit. Gejala dari pasien-pasien tersebut : panas tinggi dan sakit kepala yang amat sangat. Saat ini, semakin banyak penduduk yang sakit, di mana salah satunya telah dikirim ke RSMM Timika dengan kasus Neisseria Meningitidis (terkonfirmasi dengan kultur). Nama pasien tersebut adalah Juliana Bagau. Tn. Robby Kayame (Kasubdin P2M / CDC Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai) telah dikontak pada tanggal 12 Mei 2008. Beliau telah menyadari kondisi ini setelah diberitahu oleh Tn. Moses Belau. Staf kesehatan dari Puskesmas Bilogai, Sugapa telah diinstruksikan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut tentang kondisi ini. Namun lebih lanjut, Pihak Puskesmas Sugapa menunggu hasil pemeriksaan dari Internasional SOS dan pada saat yang sama, menunggu dana untuk transport dan kebutuhan operasional penyelidikan. Berdasarkan laporan tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai Bapak Yunus Gobay, S.Sos Tanggal 24 Mei 2008 telah membentuk Tim untuk melakukan investigasi issu tersebut. Tim terdiri dari dokter Agus, dokter Dian yang diketuai oleh Bapak Yosias Yeimo, AMK. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 148 B. PROSEDUR PELAKSANAAN a) Setelah tim tiba di lokasi tanggal 24 Mei 2008 pukul 8.30 WIT langsung dilakukan cross cek daftar nama-nama kematian yang dilaporkan dengan informasi-informasi yang diperoleh dari Distrik Sugapa, Tokoh Agama, Tokoh masyarakat, tokoh pemuda, Kapolsek Sugapa, Danramil Sugapa serta masyarakat disekitar. Dimana ada 21 kasus. b) Setelah mendapat informasi yang lengkap lalu tim dibagi menjadi 3 kelompok untuk melakukan pelacakan pada nama-nama korban sampai pada tempat kuburannya dan pelaksanaan mobile klinik serta pemeriksaan lumbal punksi pada pasien yang tersangka meningitis. Dimana ini dilakukan selama 6 hari (24 – 29 Mei 2008) di Kampung Bilogai, Kampung Yokatapa, Kampung Puyagia, Kampung Jalay, Kampung Mamba, Kampung Joparu, Kampung Egnemba dan Kampung Titigi distrik Sugapa. C. TUJUAN PELAKSANAAN 1. Keputusan untuk melanjutkan program surveilans, aktifitas KIE, dan pelacakan kontak serta profilaksis. 2. Program deteksi dini harus semakin ditingkatkan, dimana proses penyediaan alat seperti formulir dan alat untuk pelaporan yang harus terus ditindaklanjuti. 3. Follow up dan tracing kontak. 4. MSF dan Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai untuk sementara tidak menyarankan imunisasi meningitis massal sebelum mengambil bukti secara langsung dan mengakses terhadap berbagai faktor yang berbeda. Namun apabila ditemukan peningkatan jumlah kasus, imunisasi merupakan strategi yang direkomendasikan. 5. Mencari kebenaran data berupa: • Data lengkap korban Data lengkap korban ( Identitas Pasien, anggota keluarga dan Tempat kuburan ). • Penyebab kematian yang diklasifikasikan dalam 2 ( dua ) kelompok: 1. Kematian disebabkan oleh Meningitidis. 2. Kematian disebabkan oleh penyakit kronis lainnya. • Waktu kematian. 149 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku • Tempat/alamat korban. 6. Jika ternyata ada yang positif meningitis, maka yang perlu adalah pencegahan dan pengobatan sebagai berikut: • Orang yang tinggal satu rumah dengan yang sakit, termasuk mereka yang datang dan bermalam dalam 10 hari terakhir sebelum pasien mulai sakit hingga pasien diobati. • Orang yang tidur bersama dengan orang sakit. • Orang yang tinggal bersama dengan orang sakit dalam honai, barak, asrama, atau penginapan. • Orang yang mendapat penularan langsung melalui hidung atau mulut dengan ludah dan ingus pasien (misalnya, berciuman, merokok rokok yang sama, minum dengan gelas/botol yang sama). • Anak-anak, guru dan pegawai di sekolah tempat pasien bersekolah. • Petugas kesehatan: suster, pastor, mantri, bidan, dokter yang mengangani orang sakit tersebut. D. ANALISIS KASUS Dalam investigasi kematian dilihatn beberapa kemungkinan penyebabnya. Di bawah ini banyak didiskusikan mengenai meningitis dan malaria. Kasus Meningitis sangat jarang sekali terjadi di Indonesia khususnya Papua terlebih lagi di Kabupaten Paniai. Meningitis adalah radang pada selaput otak, ruang sub aracnoid otak dan sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh kuman piogenik dan langsung menyebar dari infeksi saluran nafas atas, melalui udara seperti: seperti bersin dan batuk serta hanya bisa ditularkan dari manusia ke manusia bukan dari binatang/hewan ke manusia. Penyebab utama pada umur 0 – 2 bulan (Echerichia coli, Streptococcus grup B), 3 bulan – 9 tahun (Hemophilus influenza tipe B, Streptococcus pneumoniae), 9 – 18 tahun (Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis). Dasar diagnosis nya adalah pada orang dewasa dan anak lebih dari 1 tahun: demam atau panas tinggi mendadak dan ada gejala lain seperti leher kaku, mulai tidak sadar, ada bercak-bercak /bintik merah pada kulit dan kejang. Anak kurang dari setahun: demam atau panas tinggi, ubun-ubun menonjol, malas minum, dan bisa ada bercak-bercak /bintik merah pada kulit dan kejang. Dipastikan dengan lumbal punksi didapatkan LCS yang Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 150 keruh dan jumlah sel lebih 500/mm3 dengan lekosit segmen predominan. Sel < 500/mm3 aatau PMN tidak predominan, ulangi lumbal punksi setelah 48 -72 jam. Sehingga kadang orang salah menilai gejala meningitis ini karena memiliki gejala yang hampir sama dengan malaria serebral. Di Indonesia, malaria sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan malaria masih tinggi terutama di Papua dan khususnya di kabupaten Paniai yang secara geografisnya berada di Pegunungan Tengah, yang mana masih sering terjadi letusan wabah malaria yang menimbulkan banyak kematian. Malaria adalah penyakit infeksi akut maupun kronis yang disebabkan oleh salah satu atau lebih protozoa genus Plasmodium, yang ditandai dengan panas, anemia dan hepatosplenomegali. Terdapat 4 ( empat ) spesies dari genus Plasmodium yang dapat menyerang manusia, yaitu Plasmodium vivax ( menyebabkan malaria tertiana ), Plasmodium Falciparum ( menyebabkan malaria tropika ), Plasmodium malariae ( menyebabkan malaria malariae ), dan Plasmodium ovale ( menyebabkan malaria ovale ). Malaria dapat ditularkan melalui 2 ( dua ) cara yaitu alamiah dan bukan alamiah. Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk Anopeles betina, sedangkan bukan alamiah adalah melalui plasenta dan tali pusat ( pada malaria kongenital ) serta melalui tranfusi darah atau jarum suntik. Untuk dapat melakukan penatalaksanaan malaria maka perlu menegakkan diagnosis secara cepat dan tepat dengan mengetahui gambaran klinis dan laboratoriumnya. Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasien nonimun terdiri atas beberapa serangan demam dengan inter val tertentu ( paroksimal ) yang diselingi oleh suatu periode bebas demam ( periode laten ). Serangan demam dapat terus-menerus terjadi pada pasien dengan infeksi campuran lebih dari satu jenis plasmodium, atau oleh satu jenis plasmodium tetapi infeksi berulang dalam waktu berbeda. Pada daerah endemis diagnosis malaria tidak sulit, biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala serta tanda klinis ( gejala trias yaitu demam, 151 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku anemia dan hepatosplenomegali ). Perlu diingat bahwa diagnosis malaria merupakan hasil pertimbangan klinis dan tidak selalu disertai hasil laboratorium oleh karena beberapa kendala pada pemeriksaan laboratorium. Ditemukannya beberapa parasit dalam sediaan darah seorang anak penduduk asli yang semiimun menunjukan adanya infeksi, tetapi anak tersebut tidak selalu harus sakit malaria; mungkin parasit ditemukan secara tidak sengaja pada saat anak berobat untuk penyakit lain. Dan di lain pihak, tidak selalu dapat ditemukan parasit malaria pada pemeriksaan darah anak yang sedang menderita sakit malaria. Manifestasi gejala dan tanda klinis yang dapat ditemukan pada penyakit malaria adalah demam, hepatosplenomegali, anemia dan ikterus. Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang. Serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi. Masa inkubasi bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada spesies parasit, paling pendek Plasmodium Falciparum dan yang paling panjang pada Plasmodium malariae. Masa inkubasi ini juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang didapat sebelumnya dan derajat imunitas pejamu. Pada malaria tertiana (P. Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan malaria kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya setiap 4 (empat) hari. Tiap serangannya ditandai dengan beberapa serangan demam periodik. Demam khas malaria terdiri atas 3 (tiga) stadium, yaitu menggigil/dingin (15 menit-1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat (2-4 jam). Demam akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respon imun. Pada anak di bawah umur lima tahun stadium dingin sering kali bermanifestasi senagai kejang. Hepatosplenomegali merupakan gejala khas malaria kronik dimana limpa mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah. Derajat anemia tergantung spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena P. Falciparum karena disebabkan adanya penghancuran eritrosit yang berlebihan, eritosit normal tidak dapt hidup lama serta adanya gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang. Sedangkan ikterus karena hemolisis dan gangguan hati. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 152 Kematian yang disebabkan infeksi akut oleh Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, sangat jarang terjadi dan sebaliknya infeksi Plasmodium Falciparum sangat potensial untuk menjadi kasus yang mematikan. Malaria tertiana (Plasmodium vivax) prognosis umumnya baik, tidak menyebabkan kematian walaupun bila tidak diobati infeksi dapat berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama karena mempunyai sifat relaps. Malaria tropika (Plasmodium Falciparum) tanpa penyulit dapat berlangsung sampai 1 tahun sedangkan Malaria tropika (Plasmodium Falciparum) prognosis buruk disertai komplikasi dan menyebabkan kematian bila tidak ditanggulangi secara cepat, terutama pada penderita gizi buruk. Gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit bentuk tropozoit dan skizon untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh tertentu seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah organ-organ tubuh tersebut. Gejala mungkin berupa koma, kejang sampai ganguan fungsi ginjal. Malaria berat menurut WHO (1990) adalah malaria yang disebabkan oleh Plasmodium Falciparum stadium aseksual disertai salah satu atau lebih komplikasi sebagai berikut: penurunan kesadaran, anemia berat, gagal ginjal, edema paru akut, kecenderungan perdarahan, hipoglikemia berat, syok, hemoglobinuria (Black Water Fever), hiperpireksia, ikterus, kejang berulang, hiperparasitemia, serta gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa. Berdasarkan hasil investigasi tim yang mana 21 orang yang meninggal tersebut sebagian besar didahului dengan gejala awal demam yang kadang diikuti gejala kurang spesifik seperti nyeri kepala, batuk, nyeri otot, rasa tidak enak di perut, anoreksia, mual muntah, diare, badan terasa lesu dan lemah serta nyeri punggung. Selang berapa hari, para pasien dewasa mengalami perburukan klinis seperti tubuh tampak pucat kekuningan, peningkatan frekuensi nafas (sesak/nafas cepat) yang mana akibat edema paru akan terjadi hipoksia yang mengakibatkan kejang, penurunan kesadaran bahkan kematian. Begitu juga pada pasien anakanak di bawah tiga tahun dengan gejala yang lebih ringan seperti berkeringat, kulit teraba dingin dan lembab serta nafas yang tidak teratur yang diikuti kejang berulang lalu meninggal. Ada juga yang suhu tubuhnya meningkat diatas 40⁰ C sehingga 153 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku anaknya menjadi gelisah, penurunan kesadaran dan kejang lalu meninggal. Tim mengambil kesimpulan bahwa penyebab kematian di Kampung Mamba distrik Sugapa dalam kurun waktu 4 bulan ( Pebruari-Mei 2008 ) adalah akibat suspek Malaria, dan mengalami perburukan menjadi malaria serebral karena selama sakit tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang semestinya serta suspek Meningitis TBC. Selama tim berada di Kampung Bilogai, Kampung Yokatapa, Kampung Puyagia, Kampung Jalay, Kampung Mamba, Kampung Joparu, Kampung Egnemba dan Kampung Titigi juga dilakukan pelayanan pengobatan terhadap masyarakat kurang lebih sebanyak 1.000 orang. Selama 6 hari mobile klinik kita melaksanakan pemeriksaan dan pengobatan sebanyak 701 orang, sekalian kita melakukan skrining pasien tersangka meningitis. Kita mendapatkan 3 pasien tersangka meningitis, tetapi setelah kita follow up yang memenuhi syarat untuk dilakukan lumbal punksi hanya 1 orang. Hasil lumbal punksi pada pasien suspek meningitis tersebut ternyata hasilnya adalah LCS nya jernih dan pemeriksaan menggunakan Pastorex adalah negatif. Kita telah melacak keluarga dari Juliana Bagau yang positif meningitis sebanyak 98 orang dan mereka semua telah mendapatkan profilaksis Ciproflosacin 500mg ( dosis tunggal ). Sepuluh besar penyakit yang ada selama kita pelayanan mobile klinik adalah ISPA menduduki peringkat tertinggi sebanyak 147 kasus, diikuti rematik sebanyak 133 kasus, kemudian diare sebanyak 99 kasus, kecacingan sebanyak 76 kasus, malaria klinis sebanyak 71 kasus, gastritis kronis sebanyak 60 kasus, lalu penyakit gigi 38 kasus, penyakit mata 36 kasus, penyakit kulit 23 kasus dan terakhir penyakit telinga sebanyak 17 kasus, dan beberapa kasus penyakit lainnya. Pasien malaria klinis tersebut dilakukan Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test ( RDT ) dilakukan ditempat menggunakan Parascreen, dimana RDT ini hanya bisa mendeteksi malaria falciparum dan non-falciparum saja, didapatkan kebanyakan atau hampir seluruhnya menunjukan positif mix malaria. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 154 E. HASIL INVESTIGASI TABEL 1. DAFTAR NAMA KEMATIAN DI KAMPUNG MAMBA DISTRIK SUGAPA 155 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Berdasarkan Jumlah kematian sebanyak 21 kasus diuraikan dalam beberapa jenis Variabel berdasarkan hasil Investigasi sebagai berikut: TABEL 2. JUMLAH KEMATIAN BERDASARKAN TEMPAT KEJADIAN Jumlah kematian berdasarkan tempat kejadian adalah desa Mamba yang terbanyak sebanyak 13 kasus diikuti desa Taylai sebanyak 5 kasus, desa Anamama sebanyak 2 kasus serta desa Wokeitokapa sebanyak 1 kasus. TABEL 3. JUMLAH KEMATIAN BERDASARKAN JENIS KELAMIN Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 156 Jumlah kematian berdasarkan jenis kelamin adalah 15 orang laki-laki dan 6 orang perempuan. TABEL 4. JUMLAH KEMATIAN BERDASARKAN KELOMPOK UMUR Jumlah kematian berdasarkan kelompok umur adalah 3 orang < 1 tahun, 2-5 tahun sebanyak 2 orang, 6-10 tahun sebanyak 4 orang, 11-25 tahun sebanyak 4 orang dan tertinggi pada kelompok umur > 25 tahun sebanyak 8 orang. TABEL 5. JUMLAH KEMATIAN BERDASARKAN WAKTU (BULAN) Jumlah kematian berdasarkan bulan adalah mulai bulan Pebruari terdapat lonjakan kematian sebanyak 9 kasus diikuti bulan Maret sebanyak 7 kasus, bulan April sebanyak 2 kasus dan bulan Mei sebanyak 3 kasus. TABEL 6. 10 BESAR PENYAKIT MOBILE KLINIK 157 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Selama 6 hari mobile klinik kita pemeriksaan dana pengobatan sebanyak 701 orang, sekalian kita melakukan skrining pasien tersangka meningitis. Kita mendapatkan 3 pasien tersangka meningitis, tetapi setelah kita follouw up yang memenuhi syarat untuk dilakukan lumbal punksi hanya 1 orang. Sepuluh besar penyakit yang ada selama kita pelayanan mobile klinik adalah ISPA menduduki peringkat tertinggi sebanyak 147 kasus, diikuti rematik sebanyak 133 kasus, kemudian diare sebanyak 99 kasus, kecacingan sebanyak 76 kasus, malaria klinis sebanyak 71 kasus, gastritis kronis sebanyak 60 kasus, lalu penyakit gigi 38 kasus, penyakit mata 36 kasus, penyakit kulit 23 kasus dan terakhir penyakit telinga sebanyak 17 kasus. JUMLAH KEMATIAN BERDASARKAN JENIS KELAMIN 159 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 158 KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Telah terjadi kematian di kampung Mamba distrik Sugapa dengan angka kematian 21 ( dua puluh satu ) orang. 2. Penyebab kematian di Kampung Mamba distrik Sugapa dalam kurun waktu 4 bulan ( Pebruari - Mei 2008 ) adalah akibat suspek Malaria, dan mengalami perburukan menjadi malaria serebral karena selama sakit tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang semestinya serta suspek Meningitis TBC. 3. Jumlah kematian berdasarkan tempat kejadian adalah desa Mamba yang terbanyak sebanyak 13 kasus diikuti desa Taylai sebanyak 5 kasus, desa Anamama sebanyak 2 kasus serta desa Wokeitokapa sebanyak 1 kasus. 4. Jumlah kematian berdasarkan jenis kelamin adalah 15 orang laki-laki dan 6 orang perempuan. 5. Jumlah kematian berdasarkan kelompok umur adalah 3 orang < 1 tahun, 2-5 tahun sebanyak 2 orang, 6-10 tahun sebanyak 4 orang, 11-25 tahun sebanyak 4 orang dan tertinggi pada kelompok umur > 25 tahun sebanyak 8 orang. 6. Jumlah kematian berdasarkan bulan adalah mulai bulan Pebruari terdapat lonjakan kematian sebanyak 9 kasus diikuti bulan Maret sebanyak 7 kasus, bulan April sebanyak 2 kasus dan bulan Mei sebanyak 3 kasus. 7. Kita telah melacak keluarga dari Juliana Bagau yang positif meningitis sebanyak 98 orang dan mereka semua telah mendapatkan profilaksis Ciproflosacin 500mg ( dosis tunggal ). Data terlampir. 8. Kita mendapatkan 3 pasien tersangka meningitis, tetapi setelah kita follouw up yang memenuhi syarat untuk dilakukan lumbal punksi hanya 1 orang. Hasil lumbal punksi pada pasien suspek meningitis tersebut ternyata hasilnya Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 160 adalah LCS nya jernih dan pemeriksaan menggunakan Pastorex adalah negatif. 9. Sepuluh besar penyakit yang ada adalah ISPA menduduki peringkat tertinggi sebanyak 147 kasus, diikuti rematik sebanyak 133 kasus, kemudian diare sebanyak 99 kasus, kecacingan sebanyak 76 kasus, malaria klinis sebanyak 71 kasus, gastritis kronis sebanyak 60 kasus, lalu penyakit gigi 38 kasus, penyakit mata 36 kasus, penyakit kulit 23 kasus dan terakhir penyakit telinga sebanyak 17 kasus, dan beberapa kasus penyakit lainnya. 10. Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test ( RDT ) pada pasien malaria klinis menggunakan Parascreen didapatkan kebanyakan atau hampir seluruhnya menunjukan positif mix malaria. 11. Pelayanan dan pengobatan kita lakukan di 8 kampung yaitu Kampung Bilogai, Kampung Yokatapa, Kampung Puyagia, Kampung Jalay, Kampung Mamba, Kampung Joparu, Kampung Egnemba dan Kampung Titigi distrik Sugapa. 12. Surveilans epidemiologi baik di tingkat Puskesmas maupun di Pustu, termasuk pencatatan masih jauh dari yang diharapkan. B. SARAN DAN REKOMENDASI 1. Kita harus tetap waspada oleh karena penyakit ini mungkin masih berlangsung dan kemungkinan keluarga pasien yang telah diobati masih bisa mungkin kambuh, maka disarankan agar pengamatan dan pengobatan dilakukan secara intensif oleh Pustu dan Puskesmas. 2. Sehubungan dengan point pertama di atas, maka disarankan pula agar petugas kesehatan selalu ada di lokasi, dan apabila tenaga yang bertugas di Pustu dan Puskesmas berhalangan maka sebaiknya digantikan oleh petugas lain dari Puskesmas. 161 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku 3. Perlu adanya untuk melakukan sistem pengamatan epidemiologi yang intensif, termasuk monitoring oleh Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten secara terkoordinir. Dengan kata lain perlu adanya BINTEK ataupun SUPERVISI. 4. Sosialisasi dan Penyuluhan kesehatan masyarakat tentang informasi yang benar berkaitan dengan penyakit tersebut di atas berkaitan dengan definisi, cara penularan, tanda dan gejala ser ta cara pencegahannya, sehingga masyarakat tidak menjadi resah dan takut. 5. Perlunya melengkapi saran dan prasaran serta fasilitas Puskesmas. Disertai dengan peningkatan kualitas dokter, perawat, bidan dengan pelatihanpelatihan berkaitan dengan penyakit tersebut di atas. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 162 LAMPIRAN DAN DOKUMENTASI A. DAFTAR KELUARGA JULIANA BAGAU 1. Katilina Sondegau (48 tahun) 2. Alila Bagau (38 tahun) 3. Marten bagau (25 tahun) 4. Bertinus Bagau (20 tahun) 5. Alinus Bagau (19 tahun) 6. Donny Bagau (8 tahun) 7. Donna Bagau ( 6 tahun) 8. Ina Ugipa (40 tahun) 9. Yanyus Bagau (15 thn) 10. Alius Bagau ( 8 thn) 11. Soleman Bagau ( 7 thn) 12. Tonius Bagau ( 6 thn) 13. Delince Bagau (1 thn) 14. Emeliana Japugau (38 thn) 15. Regina Bagau ( 11 thn) 16. Lince Bagau (10 thn) 17. Yance Bagau (2 thn) 18. Debora Janamabani (35 thn) 19. Yumiana bagau (12 thn) 20. Melianus Bagau (3 thn) 21. Dominika Nambagani (sudah meninggal) 22. Yuliana Bagau ( 19 thn) 23. Apeliana Bagau (6 thn) 24. Yuniana Bagau ( 5 thn) 25. Agustinus Bagau (23 thn) 26. Seprianus Bagau (20 thn) 27. Agustina Bagau (24 thn) 28. Yustinus Bagau ( 7 thn) 29. Sepriana Bagau ( 12 thn) 30. Clara Bagau ( 26 thn) 163 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku 31. Pariana Bagau ( 30 thn) 32. Yuliana Bagau (30 thn) 33. Omiana Bagau ( 5 thn) 34. Ananias Bagau (38 thn) 35. Gerson Bagau (5 thn) 36. Yan bagau ( 28 thn) 37. Sapira Bagau (26 thn) 38. Paula Bagaui ( 50 thn) 39. Agustina Bagau ( 8 thn) 40. Tabetati Bagau ( 58 thn) 41. Antonia Sani ( 42 thn) 42. Apelianus Bagai ( 8 thn) 43. Apeliana Bagau ( 5 thn) 44. Ananias Bagau ( 32 thn) 45. Yuli Selegani ( 28 thn) 46. Nim Bagau ( 33 thn) 47. Ema Bagau ( 40 thn) 48. Kristina Bagau ( 17 thn) 49. Sepeliana Bagaui ( 12 thn) 50. Epiana Bagau ( 7 thn) 51. Nopiana Bagau ( 5 thn) 52. Anataou Bagau ( 1 thn) 53. Willem Bagau ( 39 thn) 54. Andowina Sondegau (32 thn) 55. Selpina Bagau ( 22 thn) 56. Usuajangga Bagau ( 12 thn) 57. Sandiana Bagau ( 3 thn) 58. Santigau Bagau ( 8 thn) 59. Elisabeth Sani (32 thn) 60. Mekianus Bagau ( 7 thn) 61. Yupiliana Bagau 9 6 thn) 62. Meilana Bagau 9 30 thn) 63. Tabias bagau ( 38 thn) 64. Makalena Bagau ( 32 thn) 65. Yubelina Bagau ( 8 thn) 66. Dewi Bagau ( 1 thn) 67. Paulus Sani ( 35 thn) 68. Mariam Sani (32 thn) 69. Yan Sani (23 thn) 70. Oliana Sani ( 21 thn) 71. Januarius Sani (19 thn) 72. Oktopina Sani ( 12 thn) 73. Alinus Sani (3 thn) 74. Nataniel Sani (33 thn) 75. Rupina Sani ( 29 thn) 76. ONace Sani ( 12 thn) 77. Japanus Sani ( 7 thn) 78. Markus Sani ( 35 thn) 79. Agustina Bagubau ( 30 thn) 80. Oscar Sani ( 7 thn) 81. Selpina Sani ( 3 thn) 82. Selina Sani ( 3 bulan) 83. Anakleus Sani ( 38 thn) 84. Lina Nambagani ( 36 thn) 85. Dominic Mbuligau ( 32 thn) 86. Anton Bagau ( 12 thn) 87. Emi Sani (32 thn) 88. Peliana Sani ( 29 thn) 89. Marta Sani ( 33 thn) 90. Paskalina Sani ( 8 thn) 91. Serpianus Tigau ( 28 thn) 92. Siska Tigau ( 1 thn) Keluarga Angkat 1. Abraham Sondegau ( 30 thn) 2. Yulitina Bagau ( 26 thn) 3. Epianus Sondegau (9 thn) 4. Alince Sondegau (1 thn) 5. Yohanes Sondegau (73 thn) 6. Andariana Sondegau (70 thn) Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 164 B. DOKUMENTASI Gambar 1. MOBILE KLINIK Gambar 2. MOBILE KLINIK 165 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Gambar 3. PEMBAGIAN VIT A & OBAT CACING Gambar 4. PROFILAKSIS KELUARGA JULIANA BAGAU Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 166 Gambar 5. PERTEMUAN TIM DENGAN DISTRIK DLL Gambar 6. TRACING CONTACT 167 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Gambar 7. KUBURAN Kematian Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 168 “Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” 1 Korintus 13:4-7 169 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Bagian 12. Penyakit Kusta (Laporan Singkat) Laporan singkat 20 April 2011 Paniai merupakan salah satu kabupaten di Pegunungan Tengah yang melaporkan kasus kusta selain kabupaten Tolikara. Kasus kusta umumnya di daerah pesisir Papua. Kabupaten Paniai mempunyai penduduk 152,000 jiwa. Kasus kusta terdaftar adalah PB 9 dan MB 23 atau jumlah total 38 kasus. Dari kegiatan survey cepat di Pasir Putih ditemukan 4 kasus baru dan ada 2 diantaranya telah mengalami cacat tingkat 2 atau cacat fisik.. Sedangkan puskesmas Kebo diperiksa sekitar 200 orang ditemukan 8 kasus baru dimana 3 orang sudah mengalami cacat tingkat 2. Denny dengan reaksi kusta tipe ENL Cacat menunjukkan keterlambatan penemuan kasus. Kami juga melakukan penyuluhan ke masyarakat dengan menggunakan pasien sebagai contoh serta bantuan penterjemah. Stigma kusta relatif rendah di kabupaten Paniai artinya tidak ada pemisahan tempat tinggal atau mengisolasikan orang yang mengalami kusta. Daerah Kebo beberapa tahun terkhir tidak dikunjungi karena alasan keamanan. Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 170 Kasus baru dengan kecacatan On the job training bagi wasor.wakil supervisor kusta 171 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Penyuluhan dengan bahasa lokal. Koyao : salam Kasus baru dengan bercak mati rasa yang jelas Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 172 Pemeriksaan pasien kusta sebaiknya tidak perlu menggunakan sarung tangan Kecuali merawat luka karena angka kesakitan HIV cukup tinggi Reaksi kusta di Kebo. Reaksi jika tidak ditangani dapat menjadi cacat 173 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Julianus Ogetai dijauhi oleh masyarakat t ahun 2008- 2009 dan Setelah diberi obat MDT, Dia sembuh sempurna tanpa cacat. Selain pemeriksaan kusta, biasanya dilakukan screening HIV. Julianus Ogetai, saat ini terpilih anggota KPU dari bagian Obano Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 174 Perawatan luka (Self Care), bapak Yohanes Kayame mengajarkan merendam,menggosok bagian pinggir luka yang tebal dan meminyaki. Kasih, dedikasi sangat diperlukan pada petugas melayani kusta Bekerja di level masyarakat atau akar rumput (community level / grass root) sangatlah penting untuk menemukan kasus baru kusta. Pemeriksaan kontak serumah dan melakukan kegiatan penyisiran dari rumah ke rumah dalam rangka percepatan eliminasi kusta. Indikator Elimininasi semu dapat terjadi jika kita tidak aktif mencarinya karena masih banyak kasus-kasus yang tersembunyi. Eliminasi dicapai apabila prevalensi < 1 /10,000 penduduk. Pada daerah yang jauh dan tidak ada petugas kesehatan obat kusta dapat dititipkan kepada kader kesehatan ataupun guru SD atau SMP di tempat tersebut untuk mengawasi minum obat, strategi pemberian obat ini disebut accompanied MDT. Penyakit kusta dapat disembuhkan (curable). 175 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku