World Bank Document - Perpustakaan Kemenkeu

advertisement
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
44845
STRATEGI KEMITRAAN NEGARA UNTUK INDONESIA TA2009-2012
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Laporan Strategi Bantuan Negara (CAS) terakhir No. 27108IND dibahas oleh Dewan pada tanggal 25 November 25
2003, dan Laporan Perkembangan CAS terakhir No. 36856IND tertanggal 5 September 2006
KURS YANG DIPAKAI
Mata uang: Rupiah (Rp) sejak 21 Juli 2008
US$1 = Rp. 9.148
TAHUN FISKAL
Sampai 31 Maret 2000: 1 April sampai 31 Maret
Sampai 31 Desember 2000: 1 April sampai 31 Desember
Sejak 1 Januari 2001: 1 Januari sampai 31 Desember
ii
Wakil Direktur
James W. Adams, Bank Dunia
Farida Khambata, IFC
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Direktur Negara
Joachim von Amsberg, Bank Dunia
Adam Sack, IFC
Pimpinan Kelompok Tugas
Preeti Ahuja, Bank Dunia
Wolfgang Fengler, Bank Dunia
Hans Shrader, IFC
Magdi Amin, IFC
Strategi Kemitraan Negara ini disusun di bawah
bimbingan Joachim von Amsberg (Direktur Negara),
dikerjakan oleh tim di bawah pimpinan Preeti Ahuja
dan Wolfgang Fengler. Joel Hellman adalah Asisten
Pimpinan Kelompok Tugas CPS sampai dengan
Maret 2008. Tim inti beranggotakan Vincent S. Da
Cruz, Peter Milne, Satiriantinah Bur Rasuanto, dengan
para koordinator, yakni Hans Shrader dan Magdi
Amin (IFC), Peter Ellis (SD), Menno Pradhan (HD) dan
Imad Saleh (OSU). Mitra kerja berikut ini juga telah
memberikan sumbangan penting bagi strategi ini:
Kundhavi Kadiresan, Christian Rey, Yogana Prasta,
Rajat Narula, Suresh K. Khosla, Pantja Widdarini,
Bakti Sudaryono dari OSU; Sonia Hamman, Hongjoo
Hahm, Sally Burningham, George Soraya, Scott
Guggenheim, Joe Leitmann, Louise F. Scura, Ilham
Abla, Erman Rahman, Susan Wong, Tim Brown,
Mario Boccuci dari SD; Vincente Paqueo, Mae Chu
Chang, Clauda Rokx dari HD; William Wallace,
Shubham Chaudhuri, P.S. Srinivas, Vivi Alatas, Staffan
Synnerstrom, Peter Rosner, Enrique Aldaz-Caroll,
Soekarno Wirokartono, dan Tim Bulman dari unit
PREM; Aliya Husain dan Zafar Ahmed dari PREMPR;
Marlyn Caluag dari CASU dan Paramita Dewi, Wilza
Samakoen dan Erisa Dian untuk dukungan logistik.
Tim IFC yang menjadi bagian tak terpisahkan dari
pengembangan CPS ini dipimpin oleh Adams Sack
(Manajer Negara).
Ucapan terima kasih khusus atas nasihat tentang
pemerintahan, antikorupsi, dan reformasi
kelembagaan yang diberikan oleh Daniel Kaufmann,
Sanjay Pradhan, dan Kai Kaiser.
Akhirnya, ucapan terima kasih khusus bagi para mitra
pembangunan Kelompok Bank Dunia atas segenap
bantuan mereka.
SINGKATAN DAN AKRONIM
AAA
Kegiatan Analisis dan Konsultasi
(Analytical and Advisory Activities)
ADB
Bank Pembangunan Asia (Asian
Development Bank)
EITI
Prakarsa Transparansi Industri
Ekstraktif (Extractive Industries
Transparency Initiative)
GAAPs
Rencana Aksi Pemerintah dan
Antikorupsi (Governance and
AntiCorruption Action Plans)
Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional
BAWASDA
Badan Pengawasan Daerah
GDP
BNPB
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana
Produk Domestik Bruto (Gross
Domestic Product)
GFMRAP
BOS
Bantuan Operasional Sekolah
BPK
Badan Pemeriksa Keuangan
BPKP
Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan
Proyek Administrasi Pengelolaan
Keuangan dan Pendapatan
Pemerintah (Government Financial
Management and Revenue
Administration Project)
IBRD
BPS
Badan Pusat Statistik
CAE
Evaluasi Bantuan Negara (Country
Assistance Evaluation)
Bank Internasional untuk Rekonstruksi
dan Pembangunan (International Bank
for Reconstruction and Development)
IDA
CAS
Strategi Bantuan Negara - (Country
Assistance Strategy)
Asosiasi Pembangunan Internasional
(International Development
Association)
CCT
Bantuan Tunai Bersyarat (Conditional
Cash Transfer)
IFC
Korporasi Keuangan Internasional
(International Finance Corporation)
CDD
Pembangunan Berbasis Masyarakat
(Community-Driven Development)
ILGR
Prakarsa untuk Reformasi Pemerintah
Daerah (Initiatives for Local
Government Reform)
CIF
Dana Investasi Iklim (Climate
Investment Fund)
JRF
Dana Rekonstruksi Jawa (Java
Reconstruction Fund)
CPS
Strategi Kemitraan Negara (Country
Partnership Strategy)
KKPPI
Komite Nasional untuk Percepatan
Penyediaan Infrastruktur
CRMR
Tinjauan Pemantauan Hasil Negara
(Country Results Monitoring Review)
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CSO
Organisasi Masyarakat Madani (Civil
Society Organization)
MDF
Dana (Perwalian) Multi Donor
MDGs
DGH
Direktorat Jenderal Bina Marga
(Directorate General of Highways)
Tujuan Pembangunan Milenium
(Millennium Development Goals)
MIC
DHS
Direktorat Jenderal Cipta Karya
(Directorate General of Human
Settlement)
Negara Berpendapatan Menengah
(Middle Income Country)
MoF
Departemen Keuangan (Ministry of
Finance)
DWR
Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air (Directorate General of Water
Resources)
MoNE
Departemen Pendidikan Nasional
(Ministry of National Education)
MoT
Departemen Perdagangan (Ministry of
Trade)
NGO
Lembaga Swadaya Masyarakat
(NonGovernment Organization)
NPPO/
LKKP
Lembaga Kajian Kebijakan Publik
DPL
Pinjaman Kebijakan Pembangunan
(Development Policy Loan)
DSF
Fasilitas Bantuan Desentralisasi
(Decentralization Support Facility)
iii
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Bappenas
PDAMs
Perusahaan Daerah Air Minum
PEACH
Analisis Belanja Pemerintah dan
Harmonisasi Kapasitas (Public
Expenditure and Capacity
Harmonization)
PLN
Perusahaan Listrik Negara
PNPM
Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat
PNPMRural
Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat di Wilayah Pedesaan
(National Program for Community
Empowerment in Rural Areas Project)
PNPMUrban
Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat di Wilayah Perkotaan
(National Program for Community
Empowerment in Urban Areas Project)
PPP
Kemitraan Publik dan Swasta (PublicPrivate Partnerships)
REDD
Mengurangi Emisi dari Penebangan
Hutan dan Degradasi (Reduce
Emissions from Deforestation and
Degradation)
RPJM
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah
SISWA
Peningkatan Sistem melalui
Pendekatan Sektoral (System
Improvement through Sector Wide
Approaches)
SOFEI
Bantuan Fasilitas Desentralisasi untuk
Indonesia Timur (Decentralization
Support Facility for Eastern Indonesia)
SMEs
Usaha Kecil dan Menengah (Small and
Medium Enterprises)
SPADA
Bantuan untuk Daerah-Daerah Miskin
dan Tertinggal (Support for Poor and
Disadvantaged Areas)
STATCAP
Statistical Capacity Building Project
TA
Bantuan Teknis (Technical Assistance)
USDRP
Proyek Pengembangan dan Reformasi
Sektor Perkotaan (Urban Sector
Development and Reform Project)
WBG
Kelompok Bank Dunia (World Bank
Group)
iv
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Daftar Isi
RANGKUMAN EKSEKUTIF
BAB I LEMBAGA INDONESIA BERPENGARUH TERHADAP HASIL PEMBANGUNAN
viii
1
Indonesia telah berhasil dalam mengonsolidasi pencapaian-pencapaian setelah krisis
2
Indonesia kini dalam posisi yang lebih baik untuk menjawab tantangan-tantangan
pembangunan
3
Prospek jangka menengah Indonesia baik tetapi ada risiko-risiko yang tidak menguntungkan
6
Hasil pembangunan tergantung pada kualitas lembaga-lembaga Indonesia
7
BAB II: PENDEKATAN STRATEGIS– BERINVESTASI DALAM LEMBAGA-LEMBAGA
INDONESIA
9
10
Pendekatan
10
Penyeleksian
12
Prinsip-prinsip dan Praktek-praktek
12
Akuntabilitas Kelembagaan
12
Instrumen-instrumen
13
BAB III: Program WBG – KETERLIBATAN PROGRAM INTI SAAT INI
15
Keterlibatan Lintas Sektor 1: Lembaga dan Sistem Pemerintah Pusat
18
Keterlibatan Lintas Sektor 2: Lembaga dan Sistem Pemerintah Daerah
19
Keterlibatan Inti 1 – Pembangunan Sektor Swasta
20
Keterlibatan inti 2 – Infrastruktur
21
Keterlibatan inti 3 – Pengembangan Masyarakat dan Perlindungan Sosial
23
Keterlibatan inti 4 – Pendidikan
24
Keterlibatan inti 5 – Pelestarian lingkungan dan Penanggulangan Bencana
25
Bidang kegiatan lainnya
26
BAB IV: PELAKSANAAN PROGRAM
27
Kebutuhan akan batasan pembiayaan fleksibel
28
Kerja sama dengan pemangku kepentingan/mitra lainnya
29
Dana perwalian
29
Keterlibatan pengetahuan
30
Prinsip-prinsip pelaksanaan dan pengelolaan
31
Menanggulangi risiko penggelapan dana dan korupsi di dalam program-program yang
didukung oleh WBG
32
Kerangka pengelolaan hasil-hasil
32
Pengelolaan risiko
33
v
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Pembelajaran
GAMBAR
Gambar 1: Indonesia: Pendapatan per kapita, utang pemerintah, kemiskinan;
pengangguran
2
Gambar 2: Pendekatan CPS: Berinvestasi dalam lembaga-lembaga Indonesia
11
Gambar 3: Berinvestasi dalam lembaga-lembaga Indonesia: keterlibatan inti saat ini
16
Gambar 4: Transfer sumber daya Bank Dunia ke Indonesia
28
Gambar 5: Menetapkan ruang lingkup dari tahun 2009 hingga tahun 2012
28
TABEL
vi
Tabel 1: Indonesia 2004-2011 – Indikator makroekonomi utama dan proyeksi
5
Table 2: Posisi dan proyeksi utang Indonesia
6
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Tabel 3: Meningkatkan efektivitas kelembagaan melalui penguatan akuntabilitas dan
kapasitas yang terkait erat dengan WBG
17
Tabel 4: Lembaga-lembaga pemerintah pusat – gambaran hasil yang didukung oleh
WBG
18
Tabel 5: Pemerintah-pemerintah daerah - Gambaran hasil yang didukung oleh WBG
19
Tabel 6: Pengembangan sektor swasta - Gambaran hasil yang didukung oleh WBG
21
Tabel 7: Infrastruktur - Gambaran hasil yang didukung oleh WBG
22
Tabel 8: Pengembangan Masyarakat dan perlindungan sosial - Hasil-hasil ilustratif yang
didukung oleh WBG
23
Tabel 9: Pendidikan – ilustrasi hasil-hasil yang didukung oleh WBG
24
Tabel 10: Pelestarian lingkungan dan penanggulangan bencana -- ilustrasi hasil-hasil
yang didukung WBG
25
Tabel 11: Keterlibatan inti: Penyesuaian instrumen
30
KOTAK
Kotak 1: Fakta-fakta utama mengenai dampak harga minyak dan pangan yang meningkat
Kotak 2: Pengunaan istilah “lembaga”
APENDIKS DAN LAMPIRAN
3
10
35
Apendiks 1: Keterlibatan Lintas sektoral dan Sistem Pemerintah Pusat
36
Apendiks 2: Pendekatan Kerangka Hasil
44
Apendiks 3: Kemajuan ke arah MDG
53
Apendiks 4: Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia: Ringkasan Penilaian Kemiskinan
Terakhir
54
Apendiks 5: Berbisnis di Indonesia: 2008
56
Apendiks 6: Menuju Peningkatan Kelestarian Lingkungan dan Manajemen Risiko
Bencana
57
Apendiks 7: Indikator Lingkungan Hidup (Little Green Data Book 2008)
61
Apendiks 8: Laporan Penyelesaian CAS
62
Lampiran A (Kerangka Kerja Hasil – Matriks Penyelesaian)
75
Lampiran B (Program Pinjaman dan Penyampaian Aktual Terencana TA04-TA08)
85
Lampiran C (Proyek-proyek yang Diselesaikan Selama Periode CAS TA04-TA08)
87
Lampiran D (Program Non Pinjaman Utama dan Pelaksanaan Aktual TA04-TA08)
88
Apendiks 9: Konsultasi Masyarakat Madani
90
Apendiks 10: Penanggulangan Masalah Penipuan dan Korupsi dalam Program-program yang
didukung oleh WBG
93
Apendiks 11: Pengelolaan Operasi-operasi Dana Perwalian
96
Lampiran A (Portofolio Dana Perwalian (Dalam juta US$)
100
Lampiran B (Dana Perwalian Aktif yang Utama)
101
Lampiran A2: Sekilas tentang Indonesia
102
Lampiran B2: Indikator-Indikator Tertentu untuk Kinerja dan Manajemen Portofolio Bank
105
Lampiran B3: Program Peminjaman IBRD Indikatif, TA09-12
106
Lampiran B3: Program Pelaksanaan Investasi IFC
107
Lampiran B4: Ringkasan Beberapa Kegiatan yang Baru dan Sedang Berlangsung
untuk Layanan NonPeminjaman (Ringkasan Kegiatan Utama Terencana untuk Layanan
NonPeminjaman (TA09-12))
108
Lampiran B5: Indikator-Indikator Sosial
110
Lampiran B6: Indikator-Indikator Ekonomi Utama
111
Lampiran B7: Indikator-Indikator Paparan Utama
112
Lampiran B8: Portofolio Operasi (IBRD/IDA dan Hibah)
113
Lampiran B8: Portofolio IFC untuk Komitmen investasi dan Pencairan Investasi Tertunggak
114
115
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Peta Indonesia IBRD No. 33420RI
vii
RANGKUMAN EKSEKUTIF
Strategi Kemitraan Negara atau Country Partnership
Strategy (CPS) untuk tahun anggaran 2009-12 ini
menandai kebangkitan kembali Indonesia sebagai
negara berpendapatan menengah atau middle-income
country (MIC) yang percaya diri dan telah lulus dari IDA,
dan saat ini menikmati posisi yang terus membaik di
tingkat regional dan global. Dengan pemerintah yang
menuntut dukungan dan ketepatan waktu dalam
pembangunan dan pengentasan kemiskinan, CPS
ini memposisikan Kelompok Bank Dunia atau World
Bank Group (WBG) agar dapat memberi respons yang
lebih baik terhadap tantangan-tantangan tersebut, dan
dengan demikian memastikan relevansi WBG yang
berkelanjutan di Indonesia baru.
viii
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Sepuluh tahun yang lalu, Indonesia berada dalam
krisis ekonomi yang sangat parah. Hari ini, Indonesia
adalah negara yang berbeda. Negara ini telah memulai
transformasi kelembagaan yang berjangkauan luas dan
telah menjadi salah satu negara demokrasi paling aktif
di wilayah ini. Pemerintah-pemerintah daerah kini
menjadi pelaku-pelaku utama dalam pemberian layanan.
Perang melawan korupsi telah menjadi program utama
pemerintah dan lembaga-lembaga terkait.
Dalam hal sosial dan ekonomi, Indonesia juga
mengalami banyak kemajuan. Produksi Bruto Domestik
atau PDB riil tumbuh sekitar 5 sampai 6 persen setiap
tahun sejak tahun 2002. Manajemen fiskal yang hatihati dan strategi konsolidasi fiskal telah menurunkan
tingkat utang pemerintah secara signifikan. Inflasi
secara umum dapat dikendalikan dan Indonesia
memiliki neraca pembayaran yang kuat, dengan rekor
ekspor yang bagus. Investasi publik semakin meningkat
secara stabil dalam lima tahun belakangan. Kemiskinan
berkurang dan layanan-layanan publik mendapatkan
tambahan sumber daya, termasuk melalui program
pembangunan berbasis masyarakat.
Meskipun pencapaian Indonesia sudah baik, seharusnya
prestasi tersebut dapat jauh lebih baik lagi di bidangbidang pengentasan kemiskinan, pelayanan, dan
pemerintahan. Pada 2007, hampir setengah penduduk
Indonesia masih miskin atau memiliki tingkat konsumsi
per kapita yang kurang dari sepertiga di atas garis
kemiskinan nasional. Pertumbuhan lapangan kerja
selama ini lebih lambat dibandingkan pertumbuhan
penduduk. Layanan publik tetap tidak memadai untuk
kelompok ekonomi menengah. Banyak wilayah yang
tertinggal, terutama di bagian timur, dan Indonesia
memiliki kinerja yang sangat buruk dalam masalah
kesehatan dan infrastruktur. Akibatnya, Indonesia
kemungkinan akan kembali gagal untuk mencapai
beberapa target MDG-nya.
Dalam menjawab tantangan-tantangan ini, kendala
utama yang dihadapi Indonesia saat ini bukanlah
sumber daya keuangan, melainkan kebutuhan akan
lembaga-lembaga yang efektif dan akuntabel yang
dapat mengolah sumber-sumber daya yang ada menjadi
hasil-hasil pembangunan yang lebih baik. Oleh karena
itu, tema dari CPS ini adalah “Investasi di LembagaLembaga Indonesia.” Fokus ini juga menyadari
bahwa pembiayaan WBG mewakili sebagian kecil dari
anggaran nasional Indonesia, sehingga pembiayaan
tersebut hanya dapat memberi pengaruh yang nyata
apabila pembiayaan itu berdampak pada bagian yang
lebih besar dari belanja publik atau investasi swasta
Indonesia.
Berangkat dari fokus kepemerintahan dari CAS
WBG untuk tahun 2004 sampai 2008, CPS ini
menekankan pada keterlibatan mintra pemerintah
dan pemangku-pemangku kepentingan lain yang
berkomitmen mengatasi tantangan-tantangan kritis
dalam pemerintahan dan kelembagaan. Dengan
pendekatan ini, WBG bermaksud mendukung kisahkisah sukses reformasi lembaga yang patut diteladani.
Dengan demikian, penekanan program pendanaan dan
pengetahuan akan terus diarahkan guna mendukung
secara langsung program-program prioritas pemerintah
yang sukses atau menjanjikan. Pendekatan ini bertujuan
memperbaiki program-program pemerintah yang sudah
ada, memperkokoh lembaga-lembaga yang terlibat,
baik milik negara maupun bukan milik negara, dan
mendorong pihak lain untuk melakukan hal yang sama.
Penerapan “lensa kelembagaan” ini dengan sendirinya
akan menetapkan fokus untuk program WBG: investasi,
bersama layanan konsultasi dan analisis, akan
dipusatkan pada lembaga-lembaga, sektor-sektor,
sistem-sistem dan program-program yang dengan
pendekatan ini kemungkinan besar akan berhasil.
Selain keterlibatan lintas sektoral untuk memperkokoh
lembaga-lembaga dan sistem-sistem pemerintah pusat
dan daerah, CPS mengidentifikasi lima bidang yang
diharapkan dapat membentuk inti dari keterlibatan WBG:
(i) Pengembangan Sektor Swasta; (ii) Infrastruktur; (iii)
Pengembangan Masyarakat dan Perlindungan Sosial;
(iv) Pendidikan; dan (v) Pelestarian Lingkungan dan
Penanganan Bencana.
Meski demikian, daftar keterlibatan inti ini bersifat
dinamis dan sebagian dapat berubah, terutama karena
Indonesia akan mengadakan Pemilihan Umum pada
2009, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) pada 2010-2014 akan diluncurkan pada
2010. Oleh karena itu, kapasitas WBG menerapkan
strategi ini akan bergantung pada tingkat keluwesan
program dan juga pada kemampuan membangun dan
mempertahankan hubungan di bidang-bidang lain yang
kemungkinan akan memunculkan peluang-peluang
baru.
IBRD diperkirakan akan mengucurkan investasi
tahunan sekitar AS$2 miliar. Volume pinjaman tahunan
dapat bervariasi cukup besar, baik lebih tinggi
maupun lebih rendah, namun masih sesuai dengan
kinerja makroekonomi yang tetap kuat, kestabilan
keuangan dan momentum reformasi. IFC berharap
dapat menanamkan modal sekitar AS$300 juta setiap
tahun dalam sektor-sektor prioritas, yaitu keuangan,
infrastruktur, dan rantai distribusi berbasis komoditas.
Program investasi diharapkan berkembang untuk
mempercepat reformasi dalam penyediaan infrastruktur
swasta.
Dana perwalian dan pendanaan hibah melalui dana
perwalian akan terus menjadi bagian tak terpisahkan
dari program WBG. Sebagian besar dana perwalian
akan disesuaikan dengan bidang-bidang kegiatan
utama WBG. Dana-dana perwalian juga memungkinkan
keterlibatan pengetahuan di luar bidang-bidang tersebut
serta mendukung harmonisasi dan penyelarasan
pembiayaan dari berbagai mitra-mitra pembangunan di
balik program-program inti pemerintah.
Walaupun kontribusi keuangan WBG pada pembangunan
Indonesia diperkirakan akan berkurang seiring dengan
perkembangan ekonomi, kemitraan pengetahuan akan
menjadi semakin penting. WBG akan mengembangkan
program layanan analisis dan konsultasi yang telah
ada dan menyesuaikan program ini dengan kegiatankegiatan utama lainnya. Dengan demikian, WBG juga
akan memastikan bahwa dukungan analitis dan teknis
akan memperkokoh lembaga nasional dan sistem
CPS ini dirancang dengan menggunakan sumbersumber daya WBG yang terbatas untuk memenuhi
kebutuhan dan cita-cita Indonesia sebagai negara
berpendapatan menengah secara lebih baik. Melalui
lembaga-lembaga Indonesia, CPS bertujuan membantu
negara ini beralih ke tahap transformasi berikutnya
yang berkelanjutan dan belum terselesaikan— begitu
tahap ini diselesaikan, Indonesia kemungkinan akan
mendapat tempat di antara negara-negara dengan
tingkat perekonomian paling berhasil di Asia Tenggara.
ix
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Penerapan strategi ini juga akan memerlukan keluwesan
perangkat dan ruang lingkup (envelope) pembiayaan
WBG. Kedua faktor yang akan menentukan tingkat
keterlibatan, tuntutan, dan kinerja, tersebut rawan
terhadap perubahan di berbagai sektor, terutama
karena adanya pemilu yang akan datang, dan hasilnya
tidak dapat diperkirakan secara akurat selama jangka
waktu CPS. Meskipun demikian, hasil-hasil yang dicapai
pemerintah dalam menerapkan agenda reformasi,
termasuk melalui pinjaman pembangunan, kemajuan
makroekonomi yang kuat dan kebutuhan pendanaan,
secara bersama telah memberi alasan kuat untuk
memperbaiki laporan IBRD tentang Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir.
negara dan, semakin lama, akan mengusahakan upaya
semacam ini dijalankan oleh, dan berbasis pada,
lembaga-lembaga Indonesia.
x
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
BAB 1
LEMBAGA INDONESIA BERPENGARUH
TERHADAP HASIL PEMBANGUNAN
STRATEGI KEMITRAAN NEGARA TAHUN FISKAL 2009-2012
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Tahun ini, Indonesia telah bangkit menjadi negara yang
sangat berbeda dibanding ketika menderita krisis
ekonomi dan politik yang parah selama satu dekade
yang lalu. Negara ini telah memulai transformasi
lembaga yang berjangkauan luas dan menjadi salah
satu negara demokrasi paling aktif di wilayahnya.
Tahap pertama transformasi, dari 1998 sampai 2003,
merupakan periode perubahan politik dan ekonomi
yang radikal, ditunjukkan dengan demokratisasi dan
desentralisasi pemerintahan terbesar sepanjang masa.
Tahap kedua, dari tahun 2004 sampai 2008, merupakan
periode konsolidasi lembaga-lembaga demokratis
dan kembalinya stabilitas politik dan makroekonomi,
sebagaimana yang terlihat dalam pemilihan presiden
langsung pertama di Indonesia pada 2004, dan
penurunan tingkat utang menjadi di bawah 35 persen
dari PDB. Hasilnya, Indonesia kembali mencapai
tingkat pertumbuhan yang tinggi dan bangkit kembali
menjadi negara berpendapatan menengah (MIC) yang
percaya diri.
Indonesia telah berhasil dalam
mengonsolidasi pencapaianpencapaian setelah krisis
Setelah lima tahun pertama yang penuh gejolak
sejak diterpa krisis, Indonesia mulai mengkonsolidasi
lembaga-lembaga demokratis melalui pemilihan DPR
pada April 2004 dan Pemilihan Presiden langsung
yang pertama di pertengahan tahun yang sama. Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) meraih 61 persen suara
di Pemilihan Presiden putaran kedua dengan janji-janji
akan memerangi korupsi, membangkitkan ekonomi,
dan menjamin kohesi dan stabilitas sosial. Karena
Partai Demokrat yang mendukung Presiden SBY
merupakan minoritas di DPR, pemerintah telah memilih
untuk memerintah berdasarkan konsensus yang luas
demi menjaga stabilitas.
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Pemerintah daerah telah menjadi pelaku-pelaku
utama dalam layanan publik. Peran mereka dalam
investasi publik dan pembangunan ekonomi semakin
bertambah. Pemerintah provinsi, kecamatan dan kota
Gambar 1. Indonesia: Pendapatan per kapita, utang pemerintah, kemiskinan; pengangguran
GNI per kapita, US$ (PPP)
Perbandingan Utang Pemerintah Pusat - GDP, %
5000
100
4000
80
3000
60
2000
40
1000
20
0
0
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Angka Pengangguran, %
Angka Kemiskinan, %
25
35
33.4
30
20
30.6
25.1
24.1
25
15
29.6
28.1
27.9
15
20
10
10
5
5
0
0
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Semua
Kaum muda
2
Meskipun ada pencapaian-pencapaian ini, transisi
Indonesia masih jauh dari selesai. Angka kemiskinan
menurun dengan pesat pada tahun-tahun setelah
krisis, tetapi hampir tidak berubah sejak 2002 (Gambar
1). Demi mencapai standar-standar pemberian layanan
dan investasi sektor swasta yang diperlukan untuk
mencapai potensi yang maksimal, Indonesia perlu
meningkatkan efektivitas kelembagaan, terutama di
bidang-bidang akuntabilitas, pengendalian korupsi,
dan kapasitas. Hasil pembangunan yang lebih
baik saat ini sangat tergantung pada penanganan
perpecahan, kelemahan kapasitas, dan KKN (capture
and corruption) dalam lembaga-lembaga Indonesia.
8.1
2001
9.1
2002
9.7
2003
9.9
2004
11.2
2005
10.3
2006
9.1
2007
Sumber: perhitungan staf World Bank, BPS (survei tenaga kerja SAKERNAS).
Catatan: Perbandingan utang Pemerintah Pusat dengan PDB dihitung ulang pada 2000. Data kemiskinan hanya tersedia secara tahunan mulai
2002.
di Indonesia yang hampir berjumlah 500 kini
menguasai hampir 40 persen belanja publik.
Desentralisasi memberi sumbangan besar dalam
meredakan sentimen-sentimen separatis dan konflikkonflik regional. Pemerintah bahkan menerima pujian
internasional setelah menandatangani perjanjian
perdamaian pada pertengahan 2005 dengan Gerakan
Aceh Merdeka di Aceh, mengakhiri konflik selama tiga
dekade. Selain itu, konflik jauh berkurang di Sulawesi
Tengah, Maluku, dan Papua. Beberapa pemerintah
daerah
telah
menjalankan
reformasi-reformasi
besar atas sistem-sistem sektor publik mereka,
memperkenalkan antara lain anggaran berbasis kinerja
dan layanan publik satu atap.
Makroekonomi masih tetap kuat, namun ada beberapa
bidang yang perlu mendapat perhatian. Dalam konteks
ekonomi global yang melambat, pertumbuhan ekonomi
Indonesia meningkat, mencapai angka tertinggi dalam
Kotak 1. Fakta-fakta utama mengenai dampak
harga minyak dan pangan yang
meningkats
Indonesia memiliki neraca pembayaran yang kuat,
dengan ekspor yang mencatat rekor, dan mencapai
kelebihan saldo saat ini senilai 12,7 miliar dolar AS
pada 2007. Hal ini telah menghasilkan akumulasi
cadangan devisa resmi yang besar, mencapai 60 miliar
dolar AS di pertengahan 2008, memberikan Indonesia
perlindungan terhadap goncangan-goncangan dari
luar. Dengan konsolidasi fiskal, investasi publik telah
meningkat secara tetap selama lima tahun terakhir.
Investasi swasta pulih kembali dan meskipun masih
berada di bawah tingkat prakrisis, investasi tersebut
meningkat pesat. Setelah krisis, angka investasi jatuh
dari 30 persen sebelum krisis menjadi serendah 19
persen dari PDB pada 2002. Pada 2007, angka investasi
Indonesia mencapai 25 persen dari PDB.
Pemerintah memberikan tanggapan yang cepat dan
tepat ketika menghadapi salah satu bencana alam
paling menghancurkan dalam sejarah dunia – gempa
bumi dan tsunami pada Desember 2004 di Aceh.
Upaya rekonstruksi pun kini mencapai kemajuan yang
stabil. Pelajaran-pelajaran yang diperoleh dari bencana
tersebut telah berhasil diterapkan dalam penanganan
beberapa bencana besar lain, terutama gempa bumi di
Nias dan Yogyakarta pada 2005 dan 2006.
Indonesia kini dalam posisi yang lebih
baik untuk menjawab tantangantantangan pembangunan
Indonesia telah bangkit kembali dan posisinya di
tingkat regional dan global pun semakin baik. Indonesia
sekarang berpeluang kembali bergabung dengan
pelaku-pelaku ekonomi terkuat dunia dan, seandainya
dapat
mempertahankan
angka
pertumbuhan
yang mendekati angka pertumbuhan India, Cina
atau Vietnam, Indonesia yang merupakan bangsa
dengan penduduk terbanyak keempat di dunia dapat
memberantas kemiskinan dalam waktu satu dekade.
Pertumbuhan yang tinggi dan inklusif akan membantu
3
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
• Harga minyak internasional meroket sejak
pertengahan 2007 dan harga pangan
meningkat 20 persen selama paruh
pertama 2008, skala peningkatan yang
belum pernah terlihat lagi sejak 1970-an.
• Sejak 2004, Indonesia telah menjadi
importir (net importer) minyak tetapi tetap
menjadi eksportir (net exporter) energi.
Indonesia telah mengumumkan rencana
keluar dari OPEC pada 2009.
• Meskipun dengan harga minyak yang
mencatat rekor tertinggi, pendapatan
minyak dan gas hampir tidak meningkat
tetapi pendapatan rutin menunjukkan
kinerja yang baik.
• Meskipun terjadi kenaikan harga bahan
bakar minyak 28,7 persen pada Mei 2008,
subsidi energi kemungkinan akan melebihi
15 miliar dolar AS pada 2008 apabila harga
minyak tetap berada di atas 100 dolar
AS per barel. Harga bahan bakar minyak
yang meningkat telah turut menimbulkan
dampak negatif pada pasokan listrik dalam
negeri.
• Rakyat miskin telah terimbas oleh harga
komoditas pangan yang meningkat karena
mereka menghabiskan lebih dari separuh
sumber daya konsumsi mereka pada
makanan.
• Harga komoditas yang tinggi juga
memberikan peluang bagi Indonesia,
terutama bagi produsen barang-barang
pertanian dan mineral.
sepuluh tahun, yakni 6,3 persen di tahun 2007; setelah
itu turun menjadi 6,0 persen pada 2008. Permintaan
domestik, terutama investasi swasta, telah menjadi
pendorong utama angka pertumbuhan terakhir. PDB
riil tumbuh sekitar 5 sampai 6 persen tiap tahun
sejak 2002 dan, pada 2005, PDB riil per kapita untuk
pertama kalinya melampaui tingkat yang dicapai pada
1997, tepat sebelum krisis. Manajemen keuangan
pemerintah yang hati-hati dan strategi konsolidasi fiskal
telah mempertahankan penurunan tingkat utang yang
cukup besar, yang diperkirakan akan menurun menjadi
32 persen pada akhir 2008. Sampai saat ini, inflasi telah
mencapai peningkatan dari tahun ke tahun sebanyak
11 persen di bulan Juni, sebagian dikarenakan naiknya
harga bahan bakar minyak dengan rata-rata lebih dari
125 persen pada 2005, serta lebih dari 28 persen pada
Mei 2008 (Kotak 1).
dalam replikasi dinamisme ekonomi dan sosial negara
Asia lainnya yang menarik investasi nasional dan
internasional, serta mengembangkan inovasi. Dengan
mengembangkan dasar-dasar ekonomi dan politik
yang ada saat ini, Indonesia sekarang ini berpeluang
menciptakan siklus pertumbuhan berkesinambungan
dan inklusif yang sangat baik.
4
Akan tetapi, tidak ada jaminan keberhasilan. Tahap
selanjutnya dari transformasi Indonesia kemungkinan
akan lebih menantang daripada sebelumnya, karena
Indonesia harus memasuki periode reformasi generasi
kedua. Indonesia akan perlu menyediakan layanan
seperti infrastruktur yang lebih mutakhir serta
pendidikan menengah dan tinggi, sekaligus sistem
jaminan kesehatan yang berkesinambungan. Apabila
Indonesia gagal menangani reformasi-reformasi
generasi kedua ini, terdapat risiko bahwa negara ini akan
jatuh ke dalam perangkap penghasilan menengah –
terjepit di antara inovasi negara-negara berpenghasilan
tinggi dan biaya tenaga kerja rendah di negara-negara
berpenghasilan rendah. Akibatnya dapat berupa
tingkat kemiskinan yang stagnan, habisnya sumber
daya alam, keterasingan, dan ancaman yang makin
meningkat terhadap ikatan sosial.
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Jalan yang akan ditempuh Indonesia sangat tergantung
pada kemampuannya memperbaiki pemerintahan
– yang diartikan luas sebagai kemampuan lembaga
publik untuk bekerja dengan efektif bagi kepentingan
bersama.1 Transisi Indonesia telah mengalami banyak
peningkatan dalam hal suara publik dan stabilitas
negara. Keberhasilan masa depan kini tergantung
pada kemajuan memperbaiki kualitas lembaga
Indonesia, terutama di sektor publik. Hal ini mencakup
perbaikan kualitas pengaturan, supremasi hukum, dan
pengendalian korupsi melalui akuntabilitas yang lebih
baik, sekaligus pengembangan kapasitas kelembagaan.
Demi pertumbuhan yang berkesinambungan dan
inklusif, Indonesia perlu menjamin pelaksanaan secara
efektif reformasi-reformasi penting yang menunjang
iklim investasi guna memungkinkan sektor swasta
mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kapasitas
lembaga publik menyediakan barang-barang publik
dan berbagi manfaat pertumbuhan. Tak diragukan lagi
bahwa hal-hal tersebut adalah tantangan-tantangan
yang sangat besar.
Kemiskinan dan pengangguran
Angka kemiskinan turun sekitar satu persen setiap
tahun sejak 2003 dan mencapai 17,8 persen pada 2006,
dan terus menurun menjadi 16,6 persen pada 2007 (lihat
Lampiran 4). Persentase penduduk yang hidup dengan
________________________________________________
1
Untuk definisi lengkap kepemerintahan dan antikorupsi, lihat
GAC-Strategy: Strengthening World Bank Group Engagement on
Governance and AntiCorruption, Maret 2007, World Bank.
http://www.worldbank.org/html/extdr/comments/
governancefeedback/gacpaper-03212007.pdf
kurang dari 1 dolar AS per hari sudah melampaui target
MDG pada 2006. Namun, pada tahun 2007, hampir
separuh penduduk Indonesia masih miskin atau memiliki
tingkat konsumsi per kapita kurang dari sepertiga di
atas garis kemiskinan nasional. Rumah-rumah tangga
“hampir miskin” ini rentan terhadap goncangangoncangan pengeluaran yang dapat mengantar
mereka pada kemiskinan. Antara tahun 2003 dan
2004, 40,5 persen rumah tangga yang tadinya miskin
telah keluar dari kemiskinan, tetapi lebih dari sepertiga
rumah tangga yang tadinya tidak miskin jatuh dalam
kemiskinan. Kemajuan Indonesia dalam mencapai
tujuan pembangunan milenium yang mendorong
kesetaraan jender dan pemberdayakan wanita (MDG 3)
ditunjukkan dalam Apendiks 3. Indonesia dengan sangat
baik berhasil mempersempit kesenjangan antara tingkat
pendaftaran laki-laki dan perempuan di sekolah dasar
dan menengah. Namun, masih banyak hal yang harus
dikerjakan. Masalah kesehatan wanita, termasuk tingkat
kematian ibu, tetap merupakan tantangan. Masalah baru
akibat desentralisasi dan semakin banyaknya migrasi
pekerja perempuan. Wanita juga terus tertinggal dari
pria di pasar tenaga kerja dan persentase pendapatan.
Menjawab tantangan-tantangan ini akan jauh lebih
penting karena harga-harga pangan dan komoditas lain
yang makin meningkat – yang terjadi pada waktu harga
minyak internasional mencapai titik tertinggi (Kotak 1) dan
bersamaan dengan lingkungan ekonomi internasional
yang tidak mendukung – dapat mempengaruhi rumah
tangga-rumah tangga miskin dan hampir miskin secara
tidak merata.
Angka pengangguran terbuka naik dari 9.1 persen
di tahun 2002 menjadi 10,3 persen di tahun 2006,
dan kembali menurun menjadi 9,1 persen di tahun
2007. Angka non partisipasi juga menanjak, dan
pengangguran yang dialami pemuda tetap tinggi,
sementara gaji rata-rata tetap sama sejak krisis. Di
bidang pertanian, tingkat produktivitas tetap rendah
dan pertumbuhan stagnan. Tampaknya hanya sekitar
30 persen dari tenaga kerja Indonesia yang terus
tumbuh beralih ke kegiatan-kegiatan yang dapat
dianggap sebagai kegiatan bernilai tambah.
Sebagai
bagian
dari
program
pengentasan
kemiskinannya, Pemerintah memperbesar dukungan
infrastruktur
di
tingkat
masyarakat
dengan
mengonsolidasi lebih dari 50 program CDD menjadi
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM
– Mandiri) dan meningkatkan investasi. Program ini
akan diadakan di setiap masyarakat desa dan kota
di Indonesia di sekitar tahun 2009-10 dalam upaya
besar memperluas keikutsertaan dalam pertumbuhan
Indonesia. Program Pengembangan Kecamatan dan
Program Penanggulangan Kemiskinan di perkotaan
yang menjadi dasar PNPM berhasil melakukan
pendekatan-pendekatan yang berdasar pada dan
digerakkan oleh masyarakat ke arah pengentasan
kemiskinan dan mewujudkan hasil-hasil sasaran dalam
hal keluaran (output) fisik, pengembangan kelembagaan,
pemerintahan yang lebih tinggi dan pendapatan yang
lebih meningkat. Program-program tersebut kini perlu
diintegrasikan secara lebih efektif dengan programprogram penyediaan layanan sektoral.
Dengan menaikkan harga bahan bakar minyak pada
tahun 2005 dan 2008, pemerintah telah mengurangi
subsidi dan mengalokasikan kembali dana-dana
tambahan ke program-program bantuan tunai
langsung yang dirancang sebagai kompensasi kepada
rakyat miskin.
Layanan publik
Masih banyak usaha yang diperlukan untuk menjamin
Indonesia mencapai semua target MDG (lihat Lampiran
3). Sejak 2002, angka anak kekurangan gizi masih
stagnan dan bahkan meningkat di beberapa provinsi.
Angka kematian ibu, yang merupakan tertinggi di
Asia, belum membaik. Cakupan sistem selokan
(diperkirakan pada 1,3 persen) merupakan salah satu
yang terendah di Asia. Pemerintah berada di tengah
proses desentralisasi layanan publik. Banyaknya
kesenjangan-kesenjangan dalam penyediaan layananlayanan dasar disebabkan oleh kesulitan-kesulitan
menyeimbangkan kembali peran-peran di tingkat
provinsi dan kabupaten dalam pemberian layanan, dan
pengalihan peran sektor publik dari penyedia menjadi
pengatur dan pengawas layanan kesehatan swasta.
Indonesia juga merupakan salah satu negara yang
paling terkena dampak flu burung dan berpotensi
Iklim investasi dan infrastruktur
Angka investasi mengalami perbaikan, tetapi masih
berada di bawah tingkat prakrisis dan di sektor
utama tertentu seperti pertambangan, sekaligus di
bidang-bidang kebijakan, seperti reformasi tenaga
kerja, masih banyak kemajuan yang diperlukan.
Indonesia berperingkat rendah di beberapa indikator
perbandingan global untuk iklim investasi, termasuk
berbisnis di Indonesia (lihat Lampiran 5). Pemerintah
telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki
iklim investasi melalui paket-paket reformasi
kebijakan yang sebelumnya menjadi masalah besar
bagi investor-investor swasta, seperti pajak, cukai,
kerangka investasi, dan sektor keuangan, dan telah
mengesahkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007
untuk memperbaiki iklim investasi; tetapi masih ada
beberapa tantangan. Korupsi kelembagaan adalah
hambatan utama di bidang ini, juga masih banyak
reformasi yang belum diterapkan secara efektif dan
merata di lapangan.
Meningkatkan kualitas infrastruktur adalah aspek
penting lain dari penguatan daya saing Indonesia.
Kemacetan jalan diperkirakan menjadi tantangan
besar dan kapasitas sistem listrik selama ini tidak
mampu memenuhi permintaan yang bertambah.
Tarif ritel masih di bawah ongkos pengeluaran sektor
infrastruktur, melemahkan investasi di sektor-sektor
penting, seperti energi dan air. Masih ada masalahmasalah besar operasional dan keuangan yang harus
diatasi dan prosedur-prosedur pembebasan tanah
untuk proyek-proyek infrastruktur masih belum praktis
dan seringkali tidak merata.
Ragam tantangan yang menghadang sektor
transportasi dimulai dari kelemahan kapasitas,
tidak adanya pembiayaan jangka panjang, sampai
masalah-masalah peraturan. Seperti di banyak tempat
Tabel 1. Indonesia 2004-2011 – Indikator makroekonomi dan proyeksi utama
Pertumbuhan PDB riil (%)
Ekspor (GNFS) (miliar dolar AS)
Impor (GNFS) (miliar dolar AS)
Saldo transaksi berjalan saat ini (miliar dolar AS)
Defisit anggaran (% dari PDB)
Indeks harga konsumen (% perubahan)
Pertumbuhan M2 (%)
2004
5.0
84.2
71.3
3.3
-1.0
6.2
8.1
Aktual
2005
5.7
99.8
91.3
0.3
-0.5
10.5
16.4
2006
5.5
115.0
95.5
9.9
-0.9
13.1
14.9
2007
6.3
130.4
108.5
11.0
-1.3
6.5
18.9
2008
6.0
152.6
117.9
8.5
-1.8
12.5
11.4
Proyeksi
2009
2010
6.4
6.7
164.1
180.0
123.2
132.6
4.9
1.6
-1.6
-1.3
8.0
6.0
14.4
13.1
2011
6.7
200.2
143.0
-1.3
-1.0
6.5
12.6
5
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Pemerintah telah menginvestasikan sumber-sumber
daya tambahan di sektor layanan publik untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan kapasitas dan
hasil-hasil pembangunan yang kurang baik akibat
kelemahan tersebut. Angka kematian bayi dan
anak telah berkurang, dan terdapat kemajuan yang
baik pada angka pendaftaran sekolah dasar dan
menengah. Ada pula bukti-bukti perbaikan baru dalam
pencapaian belajar anak seperti terlihat dari hasil
penilaian matematika dalam Program Penilaian Siswa
Internasional (PISA) 2003 dan 2006.
menjadi negara asal wabah flu manusia, sekaligus
sumber penyakit hewan lintas batas yang sangat
menular. Dengan demikian, Indonesia merupakan
calon utama yang akan mendapat pengawasan lebih
baik dari bahaya penyakit-penyakit yang mirip dengan
influenza manusia.
Prospek jangka menengah Indonesia
baik tetapi ada risiko-risiko yang tidak
menguntungkan
lain di dunia, sektor transportasi Indonesia sangat
terpengaruh oleh regulasi. Pemerintah mengakui
pentingnya infrastruktur dasar untuk mendukung
kegiatan sektor swasta, baik melalui investasi sektor
publik maupun kemitraan publik dan swasta (PPP),
dan telah mendirikan Komite Kebijakan Percepatan
Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) di tahun 2005.
Meskipun KKPPI berhasil mencegah penyelewengan
proyek-proyek yang tidak sesuai, komite tersebut
masih belum membuat terobosan besar dalam
mengembangkan proyek-proyek PPP yang transparan
dan kompetitif.
Indonesia diperkirakan dapat mengatasi kelesuan
global yang terjadi saat ini dengan cukup baik. Angka
pertumbuhan diproyeksikan melambat menjadi 6,0
persen di tahun 2008 sebelum secara bertahap kembali
pada angka pertumbuhan dengan kecenderungan
mendekati 7,0 persen. Dengan proyeksi-proyeksi
seperti ini, pertumbuhan ekspor diperkirakan akan
sedikit lambat, akan tetapi permintaan domestik dan
terutama investasi dan konsumsi diperkirakan tetap
sehat karena momentum ekonomi di tahun 2007
terbawa sampai 2008.
Tantangan lingkungan
6
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Indonesia telah memainkan peran internasional yang
penting dalam hal-hal kelestarian lingkungan. Dua
pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah-daerah
pedesaan dan secara langsung atau tidak langsung
bergantung pada tanah ulayat, dan sumber-sumber
daya pantai dan lingkungan yang terkuras dengan cepat.
Sisanya terpengaruh oleh kondisi-kondisi lingkungan di
daerah-daerah perkotaan, seperti polusi air dan udara,
banjir, kemacetan dan kebisingan. Indonesia rentan
terhadap berbagai risiko alam dan buatan manusia,
sekaligus dampak-dampak perubahan iklim.
Indonesia tidak banyak menghadapi gangguangangguan
ekonomi
eksternal
dibandingkan
dengan negara-negara lain di wilayah Asia. Pangsa
perdagangannya (perbandingan impor ditambah
ekspor dengan PDB) relatif kecil bahkan dengan
mempertimbangkan ukurannya, yaitu sekitar 50
persen dari PDB. Perusahaan-perusahaan pada
umumnya membiayai investasi mereka melalui laba
ditahan. Sektor perbankan berada dalam keadaan
yang sehat dan relatif tidak terpengaruh buruknya
kondisi pasar-pasar uang lainnya. Struktur dan tujuan
ekspor Indonesia juga melindungi sektor eksternalnya
dari kecenderungan penurunan saat ini. Eksporekspor Indonesia semakin lama semakin diarahkan
pada perekonomian-perekonomian berkembang,
terutama perekonomian-perekonomian di Asia.
Hampir dua pertiga dari ekspor Indonesia merupakan
produk primer dan harga produk-produk ini, meskipun
diproyeksikan akan turun dari tingkat harga yang tinggi
saat ini, kemungkinan akan tetap tinggi sampai dekade
berikutnya, berdasarkan ramalan Bank Dunia.
Angka penggundulan hutan di Indonesia adalah
salah satu yang tertinggi di dunia, dengan emisi gas
rumah kaca yang besar sebagai akibatnya. Sebagian
dari masalah itu merupakan akibat dari pengaruh
kepentingan pribadi yang menyebabkan penebangan
liar. Usaha-usaha pengurangan dan pengendalian
korupsi diperlukan, dan pemerintah terus bekerja
membangun kerangka kelembagaan, mekanisme
koordinasi, dan kapasitas keuangan sekaligus
merancang program mengatasi perubahan iklim. Di
tahun-tahun mendatang, dana dan aparat baru yang
berjumlah besar akan tersedia untuk menangani isu-isu
publik global. Indonesia berada dalam posisi unik untuk
mempengaruhi bagaimana dana tersebut digunakan
dan menggunakan dana ini untuk memperkokoh
usaha-usaha penyelamatan dan penyesuaian sendiri.
Meskipun demikian, gejolak dalam ekonomi global dan
kemungkinan perlambatan global yang berkepanjangan
dan lebih parah membuat segala proyeksi menjadi
sangat tidak pasti. Perkembangan eksternal akan
menentukan tingkat di mana pertumbuhan Indonesia
akan melambat di tahun 2008 berikut kecepatan
pemulihan di tahun 2009 dan seterusnya. Harga-harga
Tabel 2. Posisi dan proyeksi utang Indonesia
Total pencairan utang tertangguh (AS$m)a
Pencairan bersih (AS$m)a
Total bunga dan cicilan utang (AS$m)a
Rasio total utang pemerintah tertangguh terhadap
PDB (%)
2004
137,026
-5,630
31,519
59.7
Perkiraan
2005
2006
130,651 128,736
-2,440 -13,417
34,361 30,669
47.1
38.5
2007
136,640
-10,118
26,981
2008
137,458
-9,667
28,783
34.5
31.3
Proyeksi
2009
2010
146,611 151,687
-6,366
-7,453
25,209
23,661
29.6
27.7
2011
158,277
-5,886
22,952
26.3
Catatan: a. termasuk utang pemerintah dan utang yang dijamin pemerintah, utang swasta tak terjamin, penggunaan kredit IMF dan modal jangka
pendek bersih
komoditas yang tetap cukup tinggi saat ini kemungkinan
memicu pertumbuhan produksi yang terus-menerus,
sekaligus meminimalkan gangguan domestik maupun
internasional akibat perubahan-perubahan harga.
Meskipun demikian, kenaikan harga minyak dunia
kemungkinan mengancam pertumbuhan permintaan
eksternal, sekaligus melemahkan keuangan pemerintah.
Gejolak dalam pasar keuangan internasional
kemungkinan juga akan membatasi permintaan ekspor
Indonesia dan membatasi pertumbuhan investasi lewat
kredit yang lebih mahal, melemahkan kepercayaan di
kalangan investor dalam negeri, dan naiknya biaya
yang harus dikeluarkan pemerintah.
Meskipun kebutuhan pembiayaan bruto Indonesia
masih tinggi karena struktur jatuh tempo dari utangutang yang ada, Indonesia telah mampu, melalui
kebijakan fiskal yang berhati-hati, membawa rasio
utang publik terhadap PDB ke tingkat yang jauh di
bawah perkiraan lima tahun yang lalu saat CAS terakhir
disiapkan. Proyeksi-proyeksi memperkirakan bahwa
kecenderungan ini kemungkinan akan berlanjut.
Hasil Pembangunan Tergantung Pada
Kualitas Lembaga-Lembaga Indonesia
Saat ini, kendala utama terhadap hasil pembangunan
Indonesia bukan kurangnya sumber daya keuangan
tetapi
kebutuhan
agar
lembaga-lembaganya
dapat mengubah sumber daya yang ada menjadi
hasil pembangunan yang lebih baik. Reformasi
kelembagaan Indonesia telah mencapai kemajuan
di beberapa aspek pemerintahan yang penting.
Dalam sepuluh tahun terakhir, suara publik Indonesia
telah menguat secara signifikan, melalui organisasi
Kapasitas Kelembagaan
Indonesia menghadapi tantangan, sejumlah besar
lembaga pemerintah terpecah-belah dan memiliki
kewenangan yang tumpang tindih, sehingga
menghambat pengambilan keputusan yang efektif.
Penerapan kerangka kelembagaan yang mengatur
pembagian peran, tanggung jawab, dan sumber
daya antara pemerintah nasional dan lokal tetap
tidak sempurna. Tantangan-tantangan ini merupakan
hal serius terutama di sektor infrastruktur. Dalam
Indonesia baru, wewenang dibagikan kepada banyak
pelaku, tanpa adanya kejelasan yang tegas akan peran
dan tanggung jawab mereka masing-masing. Sebagai
akibatnya, pengambilan dan penerapan keputusan
atas investasi yang penting seringkali membutuhkan
waktu lebih lama.
Kemampuan pegawai negeri sipil Indonesia di
berbagai bidang juga perlu ditingkatkan agar mereka
mampu melaksanakan fungsi mereka secara efektif. Ini
terutama berlaku bagi aparat pemerintah daerah karena
desentralisasi telah secara drastis meningkatkan
tanggung jawab mereka tanpa perbaikan yang
sepadan dalam hal kapasitas. Akibatnya, layanan sosial
khususnya di daerah, dikorbankan. Masalah-masalah
ini diakibatkan oleh lemahnya sistem perekrutan dan
pelatihan, alokasi pegawai negeri sipil yang tidak
efisien, sistem kompensasi yang tidak seluruhnya
terbuka atau berdasarkan prestasi, dan tidak adanya
sanksi-sanksi terhadap kinerja yang buruk dan korupsi.
Struktur insentif tidak kondusif untuk inisiatif atau
kerja sama. Selain itu, jenis manajemen “perintah dan
kendali” yang dipraktekkan selama masa pemerintahan
Soeharto telah gagal di banyak bidang, tetapi prinsipprinsip manajemen modern masih harus diterapkan.
Untuk menjawab tantangan-tantangan ini, pemerintah
merintis reformasi sektor publik untuk sistem-sistem
tertentu di departemen-departemen, lembagalembaga, dan daerah tertentu. Reformasi tersebut
mencakup peningkatan kapasitas sumber daya
manusia, revisi prosedur operasi standar, penjelasan
uraian
pekerjaan,
pemeringkatan
pekerjaan,
peningkatan insentif kinerja melalui hubungan yang lebih
jelas antara gaji yang lebih besar dan promosi, serta
perbaikan fungsi manajemen sumber daya manusia.
Reformasi tersebut juga berupaya memperkuat riset
dan analisis kebijakan dalam departemen dan lembaga
pemerintah. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
7
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Harga-harga komoditas yang tinggi sejauh ini memiliki
dampak positif pada persyaratan dagang Indonesia,
pada transaksi yang berjalan saat ini (current account),
dan pada tingkat pertumbuhan. Sebagai negara
yang kaya akan sumber daya, Indonesia berada
dalam posisi yang menguntungkan dalam berbagai
hal akibat lonjakan komoditas saat ini. Harga-harga
komoditas yang tinggi juga berdampak negatif
pada inflasi, keseimbangan fiskal, dan distribusi
pendapatan. Kenaikan harga komoditas dan minyak
akan menimbulkan risiko apabila dampak fiskal dan
distribusi tidak ditangani secara benar. Defisit anggaran
Indonesia terus berlanjut, meskipun terdapat tekanantekanan dari subsidi energi yang melambung, sebagian
karena keputusan pemerintah mengurangi subsidi
bahan bakar minyak pada akhir Mei, dan sebagian
karena pendapatan pemerintah telah bertambah
secara signifikan sejak akhir 2007. Akan tetapi, biaya
anggaran subsidi energi dan tindakan-tindakan untuk
melindungi konsumen dari kenaikan harga pangan
mengancam displin keuangan Indonesia yang telah
dicapai susah payah.
masyarakat madani dan media massa yang bebas,
sekaligus lewat pemilihan demokratis. Perwujudan
hasil pembangunan yang lebih baik saat ini sangat
tergantung pada peningkatan efektivitas pemerintah
lewat penguatan pertanggungjawaban dan kapasitas
di semua tingkat, sekaligus memastikan bahwa
sebagian besar pertumbuhan masa depan digerakkan
oleh pengembangan sektor swasta.
Negara/PAN berencana memperluas reformasi ini
ke lembaga sektor publik lainnya. Hal ini merupakan
strategi yang menggunakan pendekatan bertahap
untuk mencegah gangguan terhadap praktek-praktek
dan rutinitas standar di tahap-tahap awal, sebelum
menunjukkan perbaikan yang nyata di kinerja sektor
publik lewat program-program reformasi perintis.
Akuntabilitas Lembaga
8
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Dalam perjuangan melawan suap dan korupsi,
pemerintah telah memperkokoh beberapa lembaga
antikorupsi. Penyelidikan dan, tentunya, tuntutan hukum
atas korupsi tingkat tinggi telah menjadi semakin lazim.
Pemerintah juga mulai menerapkan reformasi-reformasi
penting dalam sistem-sistem utama manajemen
keuangan publik, pengadaan barang/jasa, peraturan
bisnis, proses audit, serta pengawasan dan evaluasi.
Meskipun langkah-langkah ini jarang diketahui umum,
namun seringkali memiliki dampak yang penting dan
tahan lama pada peluang-peluang dan insentif-insentif
korupsi. Indonesia mengalami kemajuan-kemajuan
besar selama lima tahun terakhir dalam menegakkan
kerangka hukum dan administratif yang kuat untuk
modernisasi manajemen keuangan publik yang sesuai
dengan praktek internasional yang baik.
Meskipun ada langkah-langkah positif ini, masalahmasalah yang telah lama berlangsung memerlukan lebih
banyak waktu apabila masalah-masalah tersebut harus
ditangani secara menyeluruh dan diselesaikan dengan
efektif. Lembaga-lembaga pemerintahan Indonesia
memerlukan sistem, peraturan, dan metode kendali
yang jauh lebih kuat untuk memastikan keterbukaan
informasi, serta kemampuan penyelidikan dan disipliner
yang efektif. Selain itu, terdapat kekurangan kerangka
yang memadai untuk mengukur dan memantau
hasilnya, serta mekanisme pertanggungjawaban sosial
yang mencari, menilai, dan memastikan penerapan
umpan balik klien mengenai kinerja.
Walaupun beberapa bidang yang tertinggal merupakan
akibat dari struktur pemerintah yang tidak efisien atau
kurangnya kapasitas, dalam beberapa kasus, korupsi
kelembagaan yang terencana telah menghambat
reformasi, dan mendorong perkembangan korupsi.
Dalam transisi Indonesia yang belum sempurna,
beberapa lembaga pemerintah dan nonpemerintah
masih berutang budi pada kelompok-kelompok
kepentingan yang kuat. Akibatnya, mereka dapat
merintangi usaha-usaha yang dilakukan pemerintah
dan negara secara keseluruhan untuk meraih hasilhasil pembangunan yang lebih baik.
Tahap transisi Indonesia selanjutnya akan tergantung
pada penanggulangan semua masalah organisasi
dan kelembagaan ini. Saat ini ada peluang untuk
mendukung tahap transisi kelembagaan berikutnya
karena banyak badan pemerintah telah mengambil
alih reformasi-reformasi ini. Perubahan dan reformasi
kelembagaan akan memerlukan kerja sama dengan
dan melalui lembaga-lembaga. Di sana terdapat
peluang-peluang untuk mendukung perubahan itu,
juga tokoh-tokoh reformasi yang berkomitmen. Tokohtokoh itu akan memberi dukungan khusus terhadap
perubahan.
BAB 2
PENDEKATAN STRATEGIS
BERINVESTASI DALAM LEMBAGA-LEMBAGA DI INDONESIA
STRATEGI KEMITRAAN NEGARA TAHUN FISKAL 2009-2012
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Pembelajaran
Strategi Kemitraan Negara atau Country Partnership
Strategy (CPS) ini dikaitkan dengan Strategi Regional
Asia Timur dan Pasifik 2, Bank Dunia, dan dalam
strategi WBG untuk negara berpendapatan menengah.
Indonesia memberi kesempatan bagi WBG untuk
bermitra dengan suatu negara – dengan kedudukan
regional dan global yang kokoh – suatu kesempatan
bagi WBG untuk berkontribusi terhadap usahausaha pemerintah untuk mempercepat dan berbagi
peningkatan dalam pertumbuhan dan kemakmuran
sosial ekonomi. CPS ini didasarkan pada konsultasi
dengan lembaga pemerintah dan nonpemerintah
(lihat Apendiks 9 mengenai konsultasi masyarakat
madani), serta pembelajaran dan rekomendasi dari
penilaian, termasuk Evaluasi Bantuan Negara atau
Country Assistance Evaluation(CAE), pekerjaan yang
mendasari Tinjauan Pemantauan Hasil Negara atau
Country Results Monitoring Review(CRMR), dan
Laporan Penyelesaian CAS atau CAS Completion
Report (CAS-CR).
10
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Penilaian tersebut menganggap bahwa kebijakan,
investasi dan dukungan analisis WBG telah berkontribusi
kepada keberhasilan dan pencapaian pemerintah,
khususnya dalam stabilitas makroekonomi, reformasi
lembaga dan penyediaan beberapa layanan utama,
termasuk melalui rangkaian Pinjaman Kebijakan
Pembangunan (Development Policy Loan atau
DPL), program pembangunan berbasis masyarakat
(community-driven development atau CDD), dan
intervensi sektor pendidikan. WBG juga efektif dalam
menjalankan peranannya sebagai penyelenggara
pertemuan
mitra-mitra
pembangunan
dalam
menanggapi bencana, serta memainkan peranan
penting dalam menyediakan analisis dan nasihat
yang berkualitas dan tepat waktu, dan dalam menjalin
kemitraan yang efektif.
Secara keseluruhan, dukungan pembiayaan investasi
WBG terbatas. Indonesia membutuhkan lebih banyak
investasi-investasi dengan kualitas yang lebih baik.
Kombinasi dari biaya transaksi yang dirasakan tinggi
untuk mengikuti prosedur WBG, keterlambatan
komitmen mitra-mitra di beberapa bidang, dan
kapasitas pemerintah yang kurang dalam beberapa
sektor, telah menyebabkan kelambatan dalam
persiapan dan pelaksanaan proyek, dan penundaan
realisasi hasil-hasilnya. Sejumlah proyek pemberian
layanan pedesaan dan sosial (misalnya dalam
pertanian dan kesehatan) telah mengalami kesulitan
mencapai tujuan mereka. Infrastruktur disebutkan
sebagai salah satu bidang yang memerlukan kemajuan
yang jauh lebih besar. Tinjauan tersebut dengan tegas
menekankan kebutuhan akan perbaikan yang lebih
________________________________________________
2
Securing the Future: Supporting Shared and Sustainable Growth
in the East Asian and Pacific Countries and Beyond; 2 April 24, 2008
besar pada iklim investasi. Hubungan antara kegiatan
analisis dan konsultasi (AAA) dan operasi WBG lainnya
juga memerlukan penguatan.
Sistem pengelolaan, operasional, dan administrasi
WBG di Indonesia telah terhambat oleh pengembangan
program WBG yang signifikan, terutama pertumbuhan
kegiatan yang didukung oleh dana perwalian atau
trust funds. Oleh karena itu, walaupun secara umum
keseluruhan pelaksanaan CAS dianggap telah sesuai
jalur, penundaan atau kemajuan yang terbatas
masih terjadi dalam mencapai beberapa hasil-hasil
CAS. Sehubungan dengan hal ini, penilaian tersebut
merekomendasikan agar WBG sebaiknya berfokus
pada tujuan-tujuan yang lebih kecil.
Pendekatan
CPS menandai kebangkitan kembali Indonesia sebagai
suatu negara menengah yang sedang maju (hanya
IBRD). CSP menyadari bahwa untuk mendorong
pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan
di negara yang berpenghasilan menengah dan
kompetitif, diperlukan lembaga-lembaga yang kuat
dan efektif. Untuk mewujudkannya, diperlukan suatu
bentuk keterlibatan lain berdasarkan kemitraan sejati.
Pemerintah membutuhkan dukungan yang dapat
Kotak 2. Pengunaan istilah “lembaga”
CPS menggunakan istilah “lembaga” untuk
menunjukkan pengaturan dan organisasi bukan
hanya milik negara (pemerintah, badan legislatif
dan kehakiman pada semua tingkatan: nasional,
provinsi, dan kabupaten), tapi juga para pelaku
sektor swasta, lembaga keuangan, masyarakat
madani, dan organisasi berbasis masyarakat
(CSO dan CBO), akademia (khususnya
universitas-universitas), forum-forum pemikiran
(think tanks), organisasi profesional dan media.
Fokus utama CPS adalah meningkatkan
akuntabilitas dan membangun kapasitas
organisasi negara dan nonnegara yang terpilih
untuk memenuhi tujuan-tujuan pembangunan
Indonesia.
Strategi tersebut menyadari pentingnya
memperkuat,
baik
kapasitas
maupun
akuntabilitas,
lembaga-lembaga
eksekutif
utama (misalnya kementerian dan instansi),
serta keterlibatan dengan lembaga noneksekutif
milik pemerintah, misalnya parlemen dan
lembaga audit. Pada saat bersamaan, CPS
menyadari bahwa rekanan nonpemerintah
dapat memainkan peranan penting dalam
memperkuat akuntabilitas.
diandalkan dan tepat waktu demi pembangunan dan
program pengentasan kemiskinan. Tinjauan terhadap
program WBG menuntut lebih banyak fokus dan
konsolidasi. Pada saat ini, pembiayaan WBG Mewakili
bagian yang sangat kecil dari investasi Indonesia.
Peningkatan dampaknya tergantung pada apakah
dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil-hasil
pembangunan dan investasi sektor swasta yang lebih
besar lagi.
Untuk semua alasan-alasan tersebut, fokus dari Strategi
Kemitraan Negara di tahun 2009 sampai 2012 adalah
pada investasi dalam lembaga-lembaga Indonesia (lihat
Kotak 2 untuk pengertian istilah “lembaga”). WBG akan
mendukung Indonesia melaksanakan program-program
dan solusi-solusinya sendiri dalam menghadapi
tantangan-tantangan
pembangunannya.
Dalam
prosesnya, WBG bertujuan meningkatkan hubungan dan
investasi guna menghasilkan kebijakan berbasis global,
reformasi kelembagaan dan sistemik. Oleh karena itu
semua keterlibatan WBG akan dilihat melalui sebuah
“lensa kelembagaan” dan dipilih berdasarkan kontribusi
mereka dalam memperkuat lembaga-lembaga dan
sistem-sistem di Indonesia, terutama yang dimiliki oleh
sektor publik (Gambar 2).
Saat ini pemerintah telah menjadikan kepemerintahan
yang baik sebagai salah satu prioritas. Tuntutan yang
diberikan pada CPS saat ini adalah mengupayakan
cara-cara praktis untuk melaksanakan agenda
kepemerintahan sesuai dengan strategi pemerintah.
CPS berupaya melakukan hal tersebut dengan
menempatkan “berinvestasi dalam lembaga-lembaga
Indonesia” pada pusat pekerjaan WBG, menggunakan
fokus kepemerintahan ini untuk menentukan bidang,
dan di sektor di mana WBG akan terlibat.
Yang mendasari strategi ini adalah suatu pengertian
bahwa perubahan kelembagaan yang berhasil di
sebuah negara berpendapatan menengah yang
besar, beraneka ragam, dinamis dan demokratis
seperti Indonesia cenderung merupakan inisiatif dan
dorongan dari pemerintah, dan pada awalnya mungkin
harus dibatasi lingkupnya dan untuk bidang-bidang
khusus (sektor atau daerah). Penerapan reformasi
kelembagaan dan sistemik yang telah terbukti dapat
diperluas secara bertahap pada bidang lainnya untuk
memastikan kepemilikan dan kesinambungan yang
lebih besar. Maka CPS berupaya untuk menyokong
kisah keberhasilan berdasarkan kepemimpinan
lembaga-lembaga Indonesia, dan dengan demikian
berkontribusi untuk semakin memperkuat efektivitas,
kredibilitas dan kinerja mereka. WBG akan mendorong
replikasi
keberhasilan-keberhasilan
ini
untuk
memaksimalkan dampak kemitraan tersebut.
Penerapan
pendekatan
ini
menuntut
WBG
memperdalam pengertiannya mengenai lembagalembaga Indonesia dan tantangan-tantangan yang
mereka hadapi, sehingga WBG mampu mengidentifikasi
posisi yang harus diambil untuk berkontribusi dalam
perwujudan atau pengulangan kisah keberhasilan
Gambar 2. Pendekatan CPS: Berinvestasi dalam Lembaga-lembaga Indonesia
Hasil Pembangunan
Program Pemerintah
Lensa Kelembagaan
Keterlibatan Inti
Dukungan WBG
11
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
CPS merupakan suatu kemajuan alami dari Strategi
Bantuan Negara Indonesia (CAS) sebelumnya untuk
periode 2004 sampai 2008. Banyak unsur dari
pendekatan CPS yang telah diterapkan di masa
lampau dan telah membentuk landasan bagi beberapa
dari program-program dan kemitraan WBG yang
paling berhasil di Indonesia. CPS mempertahankan
penekanan yang kuat pada aspek pemerintahan,
seperti pada CAS sebelumnya, mengingat bahwa
pemerintahan yang baik tetap menjadi hal yang paling
penting dalam pembangunan di Indonesia. Akan tetapi,
jika CAS yang terakhir berfungsi sebagai dokumen
yang menetapkan agenda pada saat pemerintah
masih berfokus pada masalah kepemerintahan, CPS
berupaya kuat melakukan penyelasaran dari belakang
dan membantu melaksanakan prioritas reformasi
pemerintah.
tersebut dan untuk menyediakan produk-produk
yang sesuai. Hal ini memerlukan perubahan cara, dari
penekanan pada transaksi menjadi kemitraan sejati
yang berdasar pada hubungan dan kepercayaan
kelembagaan jangka panjang. Mengambil manfaat
sepenuhnya dari kesempatan yang ada juga
memerlukan konsolidasi beragam proyek dan kegiatan
konsultasi yang dibiayai WBG. Komponen penting dari
pendekatan CPS ini adalah untuk berinvestasi dalam
lembaga-lembaga pengetahuan Indonesia. WBG
akan mendukung universitas-universitas di Indonesia
dan forum-forum pemikiran untuk mengembangkan
dan memperluas fondasi analitis Indonesia demi
pembangunan (lihat Bab 4).
Penyeleksian
12
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Selaras dengan strategi kemitraan regional dan
negara, WBG akan terlibat dan menggunakan sumber
daya-sumber dayanya pada bidang dan sektor
yang signifikan bagi para pemangku kepentingan di
Indonesia. WBG akan terlibat di mana ada kebutuhan
penting, yang di dalamnya terdapat peluang untuk
reformasi, ada permintaan yang jelas dari para
pemangku kepentingan utama Indonesia, dan WBG
memiliki kapasitas untuk mewujudkan:
• Signifikansi: Bidang keterlibatan mencerminkan
prioritas pemerintah;
• Kebutuhan: Tantangan-tantangan pembangunan
merupakan hal yang penting;
• Peluang: Lembaga-lembaga mitra (pemerintah
dan/atau nonpemerintah) berkomitmen terhadap
perubahan kelembagaan;
• Permintaan: Para pemangku kepentingan utama
Indonesia menganggap WBG sebagai mitra pilihan;
dan
• Kapasitas: WBG memiliki keunggulan komparatif
dan kesepahaman dengan mitra lainnya mengenai
peranan masing-masing, bidang-bidang dukungan,
dan kemungkinan untuk penyebaran sumber daya
melalui kerja sama.
Konsekuensi dari penerapan semua kriteria ini adalah
bahwa akan ada bidang dan sektor yang mungkin
memiliki kebutuhan penting, namun WBG tidak akan
atau tidak lagi aktif dalam bidang tersebut. Dalam
beberapa bidang-bidang tersebut, WBG mungkin akan
terus mempertahankan keterlibatannya, sekalipun
pada suatu tingkat yang lebih rendah, agar dapat
berada pada posisi mendukung keberhasilan, apabila
ada kesempatan.
Prinsip-prinsip dan Praktek-praktek
Kemitraan antara pemerintah dan WBG didasarkan
pada: (i) penetapan fokus pada seluruh dukungan
WBG secara langsung pada strategi pembangunan,
tujuan kebijakan dan program prioritas pemerintah
sebagaimana tecermin dalam rencana pembangunan
jangka menengah (RPJM), rencana tahunan dan
anggaran tahunan negara; (ii) penggunaan sistem dan
prosedur milik Indonesia sampai pada taraf maksimum
yang dimungkinkan dan mengadakan perlindungan
dan langkah-langkah tambahan dengan cara yang
memperkuat sistem dan prosedur negara apabila
hal tersebut tidak mungkin dilakukan; namun (iii)
terus memberi penekanan kuat pada pengendalian
fidusia, akuntabilitas dan kesempurnaan teknis untuk
memastikan dukungan yang berkualitas tinggi dan
kekepemerintahan yang baik; (iv) menggunakan
kapasitas yang ada secara efektif dan dengan demikian
menyelaraskan dukungan bagi pengembangan
kapasitas; dan (v) mendukung upaya-upaya pemerintah
untuk memperkuat konsolidasi dan penyesuaian
sumber daya-sumber daya pembangunan demi hasilhasil pembangunan yang kokoh.
Keterlibatan WBG akan dirancang demi pengembangan
efektivitas lembaga-lembaga dan mencapai hasil-hasil
pembangunan yang lebih kuat. Kombinasi khusus
dari tindakan, sistem, dan mekanisme yang didukung
WBG dalam setiap bidang keterlibatan bergantung
pada persyaratan dan kondisi tertentu. Programprogram selama periode CPS akan dibangun di atas
pengalaman WBG dalam memperkuat akuntabilitas
dan memperkokoh kapasitas, keduanya akan
diperdalam untuk bidang-bidang utama keterlibatan
WBG (lihat Bab 3).
Akuntabilitas Kelembagaan
Bila memungkinkan, WBG akan memperkuat insentif
dan proses untuk mendorong akuntabilitas demi
peningkatan efektivitas pemerintah. Secara umum,
keterlibatan CPS akan membantu dalam membangun
atau memperkuat beberapa atau semua dari hal-hal
berikut ini:
• Mekanisme akuntabilitas sosial untuk mengangkat
suara dan partisipasi;
• Transparansi eksternal dan akses lebih besar
terhadap informasi umum, serta, seandainya
memungkinkan, mekanisme penanganan keluhan
dan/atau
penyelesaian
perselisihan
untuk
akuntabilitas yang lebih besar;
• Sistem pengawasan dan evaluasi yang mengukur
kinerja
kelembagaan
yang
memungkinkan
akuntabilitas hasil-hasilnya;
• Mekanisme untuk menghargai kinerja yang
baik dalam kerangka kerja yang diperbolehkan
berdasarkan pedoman kepegawaian negara
Indonesia;
• Pengadaan, pengelolaan keuangan, dan sistem
kontrol untuk meningkatkan efektivitas biaya dan
memastikan bahwa dana-dana digunakan sesuai
dengan tujuan; dan
• Mekanisme audit dan penyelidikan internal dengan
menganggap para pejabat masyarakat madani
bertanggung jawab langsung terhadap segala
penyalahgunaan dana.
Kapasitas Kelembagaan
Kemitraan akan dilaksanakan oleh WBG dalam: (i)
menggunakan instrumen-instrumen keuangan untuk
ikut membiayai bersama bagian dari program-program
prioritas yang dianggarkan pemerintah, membiayai
investasi sektor swasta, dan menggunakan instrumeninstrumen baru bila sesuai dan; (ii) menyediakan
layanan yang fleksibel dan sesuai permintaan, catatan
kebijakan dengan tanggapan cepat, pekerjaan dengan
analisis dan pengetahuan mendalam, dan konsultasi
di tempat dan bantuan teknis dalam bidang proritas,
dengan penekanan khusus pada tim dengan berbagai
disiplin dan berbagai mitra; dan (iii) terus mencari
dan memanfaatkan kesempatan untuk bekerja sama
dengan mitra-mitra pembangunan lainnya untuk
semakin menyelaraskan kebijakan, dukungan analitis
dan keuangan dengan strategi dan prioritas yang
dipimpin oleh pemerintah.
13
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Untuk
memperkokoh
kapasitas
kelembagaan,
keterlibatan akan membangun atau memperkuat
beberapa atau semua dari hal-hal berikut ini:
• Kerangka kerja hukum dan peraturan;
• Kebijakan, prosedur dan standar operasional,
teknis dan administratif;
• Struktur organisasi, termasuk kejelasan dalam
penjabaran peranan dan tanggung jawab;
• Sistem pengelolaan, informasi dan evaluasi, serta
kapasitas pelaksanaan, teknis dan evaluasi;
• Kapasitas perencanaan dan penganggaran;
• Kapasitas penelitian dan analisis, termasuk untuk
mendukung perumusan kebijakan; dan
• Pemberian pengetahuan dan informasi, termasuk
mengenai praktik terbaik internasional;
• Lembaga pendukung pasar seperti biro kredit dan
standar mutu.
Instrumen-instrumen
14
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
BAB 3
PROGRAM WBG
KETERLIBATAN INTI SAAT INI
STRATEGI KEMITRAAN NEGARA TAHUN FISKAL 2009-2012
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Berdasarkan rencana pembangunan pemerintah dan
konsultasi dengan CPS, WBG telah mengidentifikasi
lima bidang keterlibatan tematis yang diharapkan
dapat membentuk inti dari strategi kemitraan, bersama
dengan dua rangkaian keterlibatan lintas sektor
untuk memperkuat lembaga dan sistem lembaga
pemerintah pusat maupun daerah (Gambar 3).
Keterlibatan-keterlibatan tersebut saat ini mendukung
program-program utama pemerintah dengan tujuan
utama memperkuat efektivitas lembaga-lembaga
di Indonesia. Setiap bidang ini mewakili kombinasi
pembiayaan dan kegiatan analisis dan konsultasi yang
akan diberikan WBG untuk mendukung programprogram Pemerintah.
Prioritas pembangunan Indonesia yang mendasar
diperkirakan tidak berubah dalam jangka pendek. Akan
tetapi, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) pemerintah untuk tahun 2010-2014 belum
dirumuskan. Hasil Pemilu 2009 dapat memunculkan
prioritas-prioritas
dan
kesempatan-kesempatan
keterlibatan yang berbeda. Dengan demikian, kapasitas
WBG untuk merespons permintaan yang muncul dan
persyaratan yang berubah-ubah bergantung pada
tingkat fleksibilitas program, baik dalam keterlibatan
intinya maupun dalam bidang-bidang pilihan lainnya di
luar program-program inti tersebut.
Instansi dan Sistem
Pemerintah
Pusat
Instansi dan Sistem
Pemerintah
Daerah
Hasil Pembangunan
Kesinambungan Lingkungan
dan Penanggulangan Bencana
Pendidikan
Pengembangan Masyarakat
dan Perlindungan Sosial
Program Pemerintah
Infrastruktur
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Apakah makna dari “Berinvestasi dalam LembagaLembaga di Indonesia” untuk program WBG?
Indonesia menghadapi dua tantangan kelembagaan
yang mendasar, yaitu kelemahan dalam akuntabilitas
dan kapasitas, yang kedua-duanya memiliki ciri
khusus dan menawarkan titik masuk reformasi yang
berbeda-beda (lihat Bab 2). CPS bertujuan membantu
mengatasi kedua tantangan ini melalui keterlibatan
inti WBG. Jenis-jenis intervensi khusus bergantung
pada sifat sektor terkait, titik masuk yang telah ada,
Gambar 3. Berinvestasi dalam lembaga-lembaga Indonesia: keterlibatan inti saat ini
Pembangunan Sektor Swasta
16
Keterlibatan WBG di bidang-bidang ini berada pada
tahap kematangan yang berbeda-Beda. Hal ini terlihat
baik dari kedalaman dialog, jenis kegiatan yang
didukung, maupun kekhususan hasil yang diharapkan.
WBG memiliki, misalnya, keterlibatan yang cukup lama
dalam mendukung lembaga dan sistem pemerintah
pusat, pengembangan sektor swasta, pendidikan,
dan upaya-upaya pengentasan kemiskinan berbasis
masyarakat, tetapi keterlibatan WBG dalam mendukung
lembaga dan sistem pemerintah daerah, infrastruktur,
atau kelestarian lingkungan, dan upaya-upaya
penanggulangan bencana masih dalam pengembangan.
Selanjutnya, WBG mengetahui bahwa ada bidangbidang yang sangat dibutuhkan oleh Indonesia, tetapi
mitra imbangannya kurang berkomitmen melakukan
reformasi kelembagaan. Ada juga bidang yang hanya
membutuhkan sedikit keterlibatan WBG. Sejalan
dengan selektivitas pendekatan yang dicari melalui
CPS, WBG akan membatasi keterlibatannya dalam
bidang-bidang tersebut.
Dengan peningkatan program pembiayaan, kualitas
keterlibatan pengetahuan WBG akan menentukan
relevansi jangka menengah dan dampak pembangunan
di Indonesia. Selama masa CPS ini, program kegiatan
analisis dan konsultasi akan disesuaikan dengan
program pembiayaan dalam tujuh keterlibatan inti
ini. Selain itu, program AAA akan memungkinkan
dilanjutkannya keterlibatan yang berpusat pada
pengetahuan di bidang-bidang noninti (misalnya
kesehatan, di mana program pengetahuan yang
substansial telah dikembangkan).
Lensa Kelembagaan
Keterlibatan Inti
Dukungan WBG
Tabel 3. Meningkatkan efektivitas kelembagaan melalui penguatan akuntabilitas dan kapasitas dalam keterlibatan
inti WBG
Catatan:
â–  Sel berwana gelap mewakili keterlibatan yang sedang berlangsung (CAS) dan yang akan datang (CPS).
â–  Sel bergaris-garis mewakili bidang yang diharapkan/yang akan datang (CPS.
17
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Keterlibatan Lintas Sektor
Keterlibatan Sektoral
Lembaga
Lembaga
Pengembangan
Kelestarian
dan
dan Sistem
Pembangunan
Masyarakat dan
lingkungan dan
Sistem
Infrastruktur
Pendidikan
Pemerintah
Sektor Swasta
Perlindungan
Penanggulangan
Pemerintah
Pusat
Sosial
Bencana
Daerah
Penguatan akuntabilitas kelembagaan, melalui:
Membangun mekanisme
akuntabilitas sosial ke dalam
rancangan proyek untuk
menaikkan suara dan
partisipasi
Memajukan transparansi
eksternal dan akses terhadap
informasi untuk akuntabilitas
yang lebih baik
Meningkatkan sistem
pengawasan dan evaluasi
Membuat mekanisme
pemberian penghargaan
untuk kinerja yang baik dalam
batasan yang diizinkan oleh
pedoman kepegawaian di
Indonesia
Memperkuat pengadaan,
sistem pengelolaan dan
pengendalian keuangan untuk
meningkatkan keekonomisan,
efisiensi, dan efektivitas dalam
penggunaan dana pemerintah
Memperkuat audit internal dan
mekanisme penyelidikan
Penguatan kapasitas kelembagaan, melalui:
Memperkuat kerangka hukum
dan peraturan
Memperkuat kebijakan,
prosedur, dan standar
operasional, teknis, dan
administrasi
Memperkuat susunan
organisasi, termasuk kejelasan
definisi peranan dan tanggung
jawab
Memperkuat sistem
manajemen, informasi, dan
evaluasi, dan meningkatkan
kapasitas pelaksanaan, teknis,
dan evaluasi
Mengevaluasi dan
meningkatkan kapasitas
perencanaan dan
penganggaran
Membangun kapasitas
penelitian dan analisis,
termasuk untuk mendukung
perumusan kebijakan
Berbagi pengetahuan dan
informasi tentang praktikpraktik internasional yang
diterima
dan kematangan setiap keterlibatan tersebut. Tabel
berikut ini menggambarkan bagaimana WBG akan
mempromosikan efektivitas melalui penguatan
mekanisme akuntabilitas dan peningkatan kapasitas
dalam bidang-bidang keterlibatan intinya (Tabel
3), sementara bagian berikutnya menjelaskan sifat
dari keterlibatan tersebut dan kontribusi WBG yang
diharapkan untuk hasil pembangunan Indonesia.3
Keterlibatan Lintas Sektor 1: Lembaga dan
Sistem Pemerintah Pusat
18
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Didorong oleh para tokoh reformasi kunci di
pemerintahan, Indonesia mengalami kemajuan
yang mantap dalam meningkatkan efektivitas dan
akuntabilitas lembaga dan sistem pemerintah
pusat. Dalam keterlibatan lintas sektor yang
vital ini, WBG akan berperan secara penuh dan
aktif untuk mendukung upaya pemerintah dalam
mempertahankan momentum reformasi. Jika terdapat
contoh-contoh keberhasilan yang sesuai, WBG akan
mendorong replikasi keterlibatan-keterlibatan yang
sukses ini dalam lembaga-lembaga pemerintah lainnya
yang menunjukkan komitmen yang kuat terhadap
peningkatan efektivitas kelembagaan.
WBG akan terus membangun hubungan dan dialog
yang telah cukup kuat dengan Departemen Keuangan
(Depkeu),
Badan
Perencanaan
Pembangunan
Nasional (Bappenas), dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Dengan mengetahui kemajuan riil yang telah dicapai
dalam beberapa tahun terakhir dan dengan dilandasi
keinginan mempertahankan dorongan tersebut, WBG
juga akan mengembangkan kemitraannya dengan
lembaga-lembaga di Indonesia yang bertanggung
jawab menjamin pengawasan, akuntabilitas, dan
supremasi hukum (rule of law), dan memimpin
perlawanan terhadap korupsi, termasuk Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung,
lembaga-lembaga audit milik pemerintah (BPK dan
BPKP), dan lembaga-lembaga audit milik pemerintah
daerah (BAWASDA atau Badan Pengawasan Daerah),
unit Inspektur Jenderal terkait dari lembaga-lembaga
mitra, dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah
(LKPP) yang baru dibentuk, yang bertanggung jawab
atas perencanaan dan pengembangan strategi dan
kebijakan pengadaan umum yang terfokus dan
terkoordinasi). Kemitraan tersebut, yang bertujuan
memperkuat efektivitas kelembagaan, akan berbentuk
layanan analisis dan konsultasi, dialog kebijakan,
proyek reformasi, dan pinjaman.
Akuntabilitas akan ditingkatkan melalui penguatan
pengelolaan keuangan dan sistem data pemerintah
yang berkelanjutan. Hal ini akan mencakup penguatan
mekanisme audit dan penyelidikan, meningkatkan
sistem pengawasan dan evaluasi yang mengukur
kinerja lembaga, dan memperkuat kebijakan-kebijakan
manajerial, operasional, dan teknis, serta prosedur dan
standar pengumpulan dan analisis data. Kapasitas
juga akan diperkuat dengan mendukung peningkatan
kerangka peraturan, mengembangkan programprogram pembangunan kapasitas berskala nasional,
dan membentuk unit-unit pengadaan profesional di
dalam lembaga-lembaga pelaksana dengan berfokus
pada bidang-bidang keterlibatan WBG.
Rangkaian
Pinjaman
Kebijakan
Pembangunan
(Development Policy Loan atau DPL) akan terus menjadi
pusat dukungan WBG untuk reformasi kelembagaan
dan sistem pemerintah pusat. Dengan didukung oleh
pembiayaan paralel dari Pemerintah Jepang dan Bank
Pembangunan Asia (Asian Development Bank atau
ADB), DPL telah membantu upaya-upaya pemerintah
mengurangi belanja pemerintah yang tidak efisien,
memperkuat administrasi pajak dan pengelolaan
utang, meningkatkan daya saing sektor keuangan,
dan melaksanakan reformasi kepemerintahan dan
fidusia. Dengan berlandaskan program AAA besar
yang turut dibiayai oleh mitra pembangunan, DPL
juga telah mendukung reformasi-reformasi inti untuk
meningkatkan iklim usaha dan penyediaan layanan.
Generasi DPL berikutnya akan meneruskan pembinaan
atas hubungan yang erat dengan departemendepartemen ekonomi yang berpemikiran reformis dan
mendukung pemerintah pusat Indonesia memperkuat
Tabel 4. Lembaga-lembaga pemerintah pusat – Gambaran hasil yang didukung oleh WBG
Tujuan jangka panjang Indonesia
Hasil pembangunan pada akhir FY12
Memperkuat lembaga dan sistem
pemerintah pusat untuk meningkatkan
pengelolaan keuangan pemerintah
dan kepemerintahan dalam rangka
meningkatkan dampak pembangunan
belanja anggaran prioritas.
• Peningkatan orientasi hasil dalam proses anggaran.
• Pelaporan keuangan yang tepat waktu dan handal melalui operasionalisasi TSA yang
efektif.
• Peningkatan administrasi pajak melalui penambahan jumlah: catatan registrasi yang
akurat; audit laporan wajib pajak. Tunggakan pajak berkurang.
• Peningkatan kualitas dan ketepatan waktu dari statistik kunci yang dihasilkan BPS, mis.,
akun nasional, data kemiskinan
• Peningkatan kerangka pengadaan pemerintah; kapasitas pengadaan di tingkat nasional
dan provinsi; dan kualitas audit
________________________________________________
3
Lihat Lampiran B3, Lampiran B4 dan Lampiran 10 untuk rincian tentang program pinjaman dan nonpinjaman yang akan didukung dalam
masing-masing bidang pengembangan.
efektivitas sistemnya. Elemen-elemen kuncinya meliputi
pembangunan kapasitas perencanaan dan pembuatan
anggaran, pengelolaan pendapatan dan belanja,
sedangkan tindakan-tindakan khususnya berkaitan
dengan pengadaan umum, audit, pengawasan dan
evaluasi, dan penelitian dan analisis demi perumusan
kebijakan yang lebih baik — semua diambil dari
paket kebijakan pemerintah sendiri. Sementara itu,
akuntabilitas dan pengendalian korupsi akan diperkuat
melalui peningkatan sistem pengawasan dan evaluasi,
sistem pengendalian keuangan, dan mekanisme audit
dan penelitian, dengan membebankan tanggung
jawab kepada para birokrat atas dana di bawah kendali
mereka.
Depkeu dan WBG juga akan menjalani suatu program
penting dari layanan analisis dan konsultasi untuk
mendukung departemen-departmen ekonomi dalam
keseluruhan upaya reformasi pengelolaan keuangan
pemerintah, termasuk perumusan anggaran, alokasi
sumber daya, dan pelaksanaan anggaran. Salah
satu bagian yang baik dari upaya-upaya ini didukung
Keterlibatan Lintas Sektor 2: Lembaga dan
Sistem Pemerintah Daerah
Pemberdayaan pemerintah daerah telah menjadi salah
satu prestasi Indonesia yang paling mengagumkan
dalam satu dekade terakhir. Hampir 500 pemerintah
daerah di Indonesia saat ini mengelola hampir 40 persen
dari seluruh belanja pemerintah dan telah menjadi
pemain-pemain penting dalam memastikan bahwa
Indonesia mencapai tujuan-tujuan pembangunan di
masa mendatang. Dengan adanya pemilihan daerah
secara langsung, provinsi dan kabupaten/kota kini
dikepalai oleh para pejabat yang langsung bertanggung
jawab kepada masyarakat pemilihnya. Banyak di antara
mereka telah melaksanakan reformasi yang radikal
dan inovatif dengan tujuan meningkatkan kapasitas
dan akuntabilitas kelembagaan, dan dalam beberapa
kasus, dengan tujuan mendorong pembangunan sektor
swasta di tingkat daerah. Para mitra pembangunan
kini memiliki sejumlah besar tokoh reformasi daerah
yang dapat mereka ajak bekerja sama, dan prakarsaprakarsa yang menjanjikan kini semakin berkembang.
Akan tetapi, tantangannya cukup banyak. Kebutuhan,
kesempatan, permintaan, serta kapasitas WBG untuk
menanggapi sangat berbeda antara daerah satu dan
daerah lainnya di seluruh nusantara. Pengalaman
dengan program-program pendukung pemerintah
daerah telah menunjukkan rintangan-rintangan yang
dihadapi oleh pelaksanaan di tingkat pusat: tidak ada
satu pun lembaga pemerintah pusat yang berada
di posisi mengawasi pelaksanaan proyek dari awal
hingga akhir. Kapasitas yang terbatas di lembagalembaga pemerintah pusat dalam berurusan dengan
Depkeu dalam hal menyusun anggaran, mengelola
persetujuan dan pelaksanaan anggaran internal, dan
mendukung pelaksanaan di lapangan juga merupakan
Tabel 5. Pemerintah-pemerintah daerah- Gambaran hasil yang didukung oleh WBG
Tujuan jangka panjang Indonesia
Hasil pembangunan pada akhir FY 12
Memperkuat pemerintah- pemerintah dan
lembaga- lembaga daerah yang
terdesentralisasi untuk meningkatkan
dampak belanja pemerintah.
• Peningkatan sistem dan proses pemerintah daerah untuk mencapai perencanaan,
alokasi sumber daya, dan pelaksanaan anggaran yang lebih baik
• Peningkatan standar pelaksanaan layanan baik di daerah perkotaan maupun
pedesaan.
19
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
WBG juga akan beroperasi melalui Proyek Administrasi
Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Pemerintah
(Government Financial Management and Revenue
Administration Projectatau GFMRAP) dan Proyek
Pengembangan Kapasitas Statistik (Statistical Capacity
Building Project atau STATCAP) yang akan datang,
yang membiayai investasi dalam modernisasi teknologi,
pembangunan kapasitas, dan pengelolaan perubahan.
Proyek Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
(SPAN) akan meningkatkan akuntabilitas melalui suatu
sistem perbendarahaan otomatis yang baru. Selama
jangka waktu CPS, efektivitas kelembagaan melalui
pengembangan akuntabilitas dan kapasitas sistem
administrasi pajak akan ditingkatkan melalui Proyek
Reformasi Pajak Indonesia (Project for Indonesian Tax
Administration Reform atau PINTAR). Proyek-proyek ini
secara langsung mengubah kerangka kelembagaan,
insentif, dan organisasi yang mendasar untuk fungsifungsi inti dari Depkeu, BPS dan lembaga-lembaga
terkait lainnya, termasuk perumusan kebijakan fiskal,
penganggaran, perbendaharaan, audit internal,
pengadaan, penyelesaian sengketa pendapatan
dan pengawasan legislatif. Reformasi kepegawaian
akan mendukung pemutakhiran peta arah organisasi
Depkeu, pelaksanaan tahap-tahap selanjutnya dari
strategi reformasi manajemen sumber daya manusia
di Depkeu, dan penerusan reformasi Depkeu ke
departemen-departemen lainnya.
oleh dana perwalian. Salah satu contohnya adalah
Prakarsa Analisis Belanja Pemerintah (Initiative for
Public Expenditure Analysis atau IPEA), yang berupaya
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan pemerintah dan membangun
kapasitas penelitian dan analisis Pemerintah untuk
mendukung kebijakan yang lebih baik dan perumusan
anggaran. Tujuan lainnya adalah meningkatkan
transparansi pada sektor-sektor minyak bumi, gas
alam, dan pertambangan, di mana WBG mendukung
adopsi Prakarsa Transparansi Industri Ekstraktif
(Extractive Industries Transparency Initiativeatau EITI).
permasalahan yang signifikan. Kelemahan-kelemahan
kapasitas di tingkat daerah seringkali memperparah
permasalahan tersebut. Satu pelajaran lain yang dapat
dipetik adalah bahwa untuk menjamin kesuksesan
penguatan akuntabilitas kelembagaan di semua
tingkat, keterlibatan DPR daerah, CSO, dan media
sangatlah penting.
20
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Selama jangka waktu CPS, WBG akan bekerja sama
dengan sejumlah kecil pemerintah daerah yang
menunjukkan komitmen yang jelas untuk mengatasi
tantangan-tantangan akuntabilitas dan kapasitas.
Tujuannya, meningkatkan dampak pembangunan
secara keseluruhan melalui peningkatan belanja
pemerintah yang tepat sasaran dan berkesinambungan
dengan cara menjadikan perencanaan pembangunan
lebih tanggap terhadap para pemilih dan dengan
meningkatkan kapasitas pengelolaan keuangan
pemerintah. Dukungan akan didasarkan pada
pendampingan teknis dan pembiayaan bersama untuk
program-program belanja daerah. Kelompok Bank
Dunia juga berupaya membiayai badan-badan daerah
(seperti provinsi, kota, atau perusahaan-perusahaan
daerah air minum (PDAM) melalui prakarsa daerah
bersama antara Bank dan IFC (pembiayaan mungkin
dapat diberikan melalui bank-bank daerah atau melalui
dukungan penerbitan obligasi daerah). IFC bekerja
sama dengan pemerintah daerah dengan berfokus
pada minimalisasi rintangan-rintangan iklim investasi,
termasuk kerangka peraturan daerah, dan pada
pengembangan kapasitas untuk memperkuat kemitraan
antara pemerintah dan swasta. Beberapa program
tersebut mencakup komponen-komponen untuk
mendukung CSO daerah dalam rangka meningkatkan
akses terhadap informasi dan akuntabilitas sosial.
WBG akan terus mengarahkan perhatian pada kisahkisah sukses yang menginspirasi dan inovatif dalam
hal reformasi pemerintah daerah untuk mendorong
replikasi kisah-kisah tersebut.
Pendekatan WBG digambarkan dengan dua program
pelengkap: di provinsi-provinsi dan kabupatenkabupaten pilihan yang berpemikiran reformasi, suatu
program yang dialokasikan untuk mencapai keluaran
pemerintah daerah akan memberikan kesempatan
untuk memperkuat kontrol keuangan dan sistem
pengawasan serta evaluasi. Di provinsi-provinsi yang
sama, dana perwalian yang dibiayai oleh AusAID,
Belanda, dan mitra-mitra lainnya, memberikan layanan
analisis dan konsultasi melalui program Analisis Belanja
Pemerintah dan Harmonisasi Kapasitas (PEACH).
Program tersebut berupaya mendukung penilaian
dan peningkatan efektivitas proses perencanaan dan
penganggaran daerah. Analisis belanja pemerintah
daerah telah menjadi suatu alat yang kuat untuk
meningkatkan transparansi di provinsi-provinsi di
mana program PEACH telah dilaksanakan. Programprogram PEACH digerakkan oleh permintaan,
disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah-pemerintah
daerah, dan dilaksanakan oleh mereka, bersama
dengan lembaga penelitian daerah Indonesia, yang
meningkatkan kolaborasi dan kapasitas analisis dan
pelaksanaan pemerintah daerah maupun universitas
daerah. WBG dan para mitra pembangunan lainnya
akan terus bekerja sama dengan para pemangku
kepentingan daerah tersebut melalui Bantuan Fasilitas
Desentralisasi untuk Indonesia Timur (Decentralization
Support Facility for Eastern Indonesia atau SOFEI), yang
telah menjalin suatu jaringan tokoh-tokoh reformasi
yang kuat di seluruh wilayah. Pengalaman dengan
program-program yang telah berjalan akan membantu
menginformasikan dan memperbaiki rancangan dan
cakupan bantuan WBG di masa mendatang.
WBG akan memperkuat dan mempererat kemitraankemitraan yang telah terjalin demi peningkatan
kapasitas pemerintah daerah melalui programprogram pembiayaan yang telah ada, seperti Prakarsa
untuk Reformasi Pemerintah Daerah (Initiatives
for Local Government Reform atau ILGR), Proyek
Pengembangan dan Reformasi Sektor Perkotaan
(Urban Sector Development and Reform Project atau
USDRP), dan Bantuan untuk Daerah-Daerah Miskin
dan Tertinggal (Support for Poor and Disadvantaged
Areas atau SPADA). Selain itu, Fasilitas Bantuan
Desentralisasi (Decentralization Support Facility atau
DSF) menyatukan sejumlah mitra pembangunan,
termasuk AusAID, DFID, dan Belanda, dengan suatu
mandat luas untuk melibatkan lembaga-lembaga di
Indonesia yang penting bagi kerangka akuntabilitas,
seperti para perumus undang-undang, media, dan
jaringan LSM. DSF akan terus menjadi mekanisme
utama mempererat hubungan WBG dengan lembagalembaga kunci di pemerintah pusat yang menetapkan
dan mengatur lingkungan tempat pemerintahpemerintah daerah beroperasi. Keahlian WBI juga
akan ditingkatkan untuk melengkapi upaya WBG untuk
memperkuat akuntabilitas dan kapasitas lembagalembaga daerah.
Keterlibatan Inti 1 – Pembangunan Sektor
Swasta
Pertumbuhan yang dipelopori sektor swasta akan
menjadi sangat penting bagi peningkatan daya saing
Indonesia, baik secara regional maupun global,
dan juga akan menjadi kunci bagi keberhasilan
pemerintah dalam mengatasi beberapa kekurangan
dalam penyediaan layanan. Dalam beberapa bidang,
sektor pemerintah sangat rawan oleh tindak pidana
korupsi oleh lembaga (institutional capture). Pada saat
bersamaan, swasta berupaya melindungi keuntungan
mereka dengan menempatkan rintangan-rintangan
untuk menghalangi calon-calon pesaing. Akibatnya,
terjadi pengurangan efisiensi dan inovasi, dan penyianyiaan kesempatan investasi. Pemerintah mengetahui
hal ini dan telah mengambil langkah-langkah yang
sesuai untuk membangun lingkungan usaha yang
diperlukan agar sektor swasta dapat menjadi kuat dan
dinamis, termasuk dengan cara meluncurkan
serangkaian paket reformasi kebijakan yang
komprehensif selama beberapa tahun terakhir.
Investasi swasta kini mulai pulih di Indonesia, dan ada
peluang-peluang menggiurkan untuk memperkokoh
kemajuan ini dan membantu mendukung sektor
swasta menjadi penggerak pertumbuhan berbasis
luas di Indonesia. Pada khususnya, WBG ditempatkan
dengan baik untuk membantu memastikan bahwa
sektor pemerintah tidak lagi mengalami kemacetan
(bottleneck), tetapi justru memberikan suatu lingkungan
yang dapat menumbuhkembangkan pengembangan
sektor swasta.
Bantuan diberikan kepada Departemen Perdagangan
agar dapat memberikan sumbangsih yang efektif
dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakankebijakan perdagangan dan investasi dalam dan
luar negeri, melaksanakan kebijakan-kebijakan ini,
merundingkan perjanjian-perjanjian dagang, dan
mengelola sumber daya manusia dan pengoperasian
Departemen. Dengan memobilisasi dana perwalian,
WBG telah membentuk satu tim penasihat untuk
memberikan bantuan langsung di lapangan. Walaupun
ada rintangan-rintangan yang signifikan, prakarsa
tersebut mulai tampak menjanjikan. WBG juga akan
terus memperkuat kapasitas lembaga-lembaga
pembuat peraturan dan pengawasan, seperti Bank
Indonesia, dengan memberikan bantuan analitis dan
teknis bagi upaya-upaya reformasi, dan mendukung
pengawasan dan evaluasi dampak reformasi.
Keterlibatan inti 2 – Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur berskala besar sangat
penting bagi kemajuan Indonesia, hampir pada setiap
sektor selama jangka waktu CPS. Meskipun ada
tantangan-tantangan yang cukup signifikan, saat ini
pintu peluang telah terbuka untuk suatu terobosan
- yang tingkat kepentingannya telah dikenal luas
oleh mitra sejajar pemerintah dan sektor swasta.
Dengan berfokus pada tiga sub-sektor utama, WBG
akan mendukung lembaga-lembaga, baik swasta
maupun pemerintah, dalam menemukan solusi-solusi
yang lebih efektif untuk menjembatani kesenjangan
infrastruktur dengan cara yang berkesinambungan, dan
membantu memperkuat akuntabilitas dan kapasitas
lembaga-lembaga agar dapat memberikan hasil-hasil
infrastruktur yang lebih baik.
WBG akan memberikan dukungan keuangan dan
konsultasi bagi rencana keuangan infrastruktur
pemerintah sendiri sebagaimana tertuang dalam RPJM
saat ini dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga
Tabel 6. Pembangunan sektor swasta – Hasil ilustratif yang didukung oleh WBG
Tujuan jangka panjang Indonesia
Hasil pembangunan pada akhir FY 12
Meningkatkan lingkungan bagi
pengembangan sektor swasta untuk
mempercepat pertumbuhan dan
mengurangi kemiskinan.
• Penguatan sektor swasta dan keuangan melalui: perbaikan kerangka peraturan;
peningkatan iklim investasi; penguatan lembaga-lembaga keuangan; peningkatan
akses ke pasar; pembentukan keterkaitan dengan pasar dan kemitraan.
• Peningkatan kapasitas pemerintah daerah terpilih untuk mendukung jalannya usaha.
• Peningkatan lingkungan pengaturan dan koordinasi antar badan dalam
pengembangan kebijakan investasi
• Penguatan struktur dan kapasitas kelembagaan Departemen Perdagangan untuk
kebijakan-kebijakan perdagangan yang lebih efektif.
21
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Berkat sinergi antara IFC dan tim Bank Dunia, WBG telah
menjalin suatu hubungan yang kuat dengan para mitra
kunci di Indonesia yang membentuk iklim investasi.
Para mitra ini meliputi Departemen Perdagangan,
Kementerian Koordinasi Ekonomi, dan para pembuat
peraturan di sektor keuangan (seperti Bapepam-LK).
Ini merupakan bidang kemajuan yang penting, karena
korupsi oleh lembaga di sektor pemerintah akan sangat
menghalangi pengembangan sektor swasta yang
sangat diperlukan oleh Indonesia. Selain dukungan
anggaran dari rangkaian DPL, kemitraan-kemitraan
ini juga didasarkan atas pekerjaan analisis, konsultasi,
dan pengawasan, serta pembangunan kapasitas
kelembagaan.
WBG akan terus bekerja di sektor keuangan. Bank
Dunia membantu pembentukan dan implementasi
kebijakan, sedangkan IFC berfokus pada investasi
di sektor ini. Ketiganya bertujuan memperkuat akses
terhadap layanan-layanan keuangan demi daya saing
yang lebih baik dan pertumbuhan yang inklusif.
Upaya pembangunan kapasitas WBG di sektor ini
akan berlanjut; dukungan ini sebagian besar dibiayai
menggunakan dana perwalian (termasuk dana
perwalian ASEM (Asia Europe Meeting)). Pemerintah
mengenali kepentingan sistemik sektor perbankan
dan baru-baru ini mulai mendapatkan dukungan Bank
Dunia (bersama dengan AusAID) mengenai protokol
pengelolaan krisis. Diskusi kebijakan mengenai
dampak pada sektor ini atas gejolak pasar kredit
global baru-baru ini serta kebijakan fiskal dan moneter
domestik terus berlanjut. Pihak yang berwenang telah
mempertimbangkan karya analitis terperinci di sektor
ini - termasuk kemungkinan Program Penilaian Sektor
Keuangan (Financial Sector Assessment Program/
FSAP). Kebijakan dan program untuk meningkatkan
akses ke layanan keuangan untuk segmen populasi
yang lebih besar, UKM dan kemitraan publik-swasta
inovatif di area ini, juga akan didukung.
yang berkomitmen terhadap reformasi dan tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance). Dukungan
ini meliputi suatu program peminjaman investasi yang
substansial, yang diperkokoh dengan rangkaian
pinjaman kebijakan instrastruktur (I-DPL) yang barubaru ini diluncurkan, serta contoh investasi PPP oleh
IFC. Dukungan tersebut diharapkan mencakup sektorsektor jalan raya, energi, dan air (irigasi serta layanan
air dan sanitasi) melalui I-DPL dan turut membiayai
pengaturan-pengaturan untuk meningkatkan investasi
infrastruktur.
22
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Keempat badan dengan mana kemitraan yang kuat
saat ini diperkirakan akan terjalin adalah Direktorat
Jenderal Bina Marga (Directorate General of
Highwaysatau DGH), Direktorat Jenderal Sumber
Daya Air (Directorate General of Water Resources atau
DWR), dan Direktorat Jenderal Cipta Karya (Directorate
General of Human Settlementatau DHS) — semua
berada di dalam lingkungan Departemen Pekerjaan
Umum — serta Perusahaan Listrik Negara atau PLN,
yang, bersama dengan beberapa perusahaan energi
besar, telah mengisyaratkan kesediaan mereka
untuk membangun kembali suatu kemitraan yang
baru dengan WBG. Pembangunan infrastruktur di
Indonesia, bahkan dalam masing-masing sektor, akan
memerlukan penguatan koordinasi di antara lembagalembaga pemerintah, termasuk kementerian lini, SOE,
dan Depkeu, Bappenas dan Kementerian Koordinasi
Ekonomi. WBG akan mendukung penguatan dialog
antarlembaga ini.
operasional dari lembaga-lembaga pemerintah.
Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi, dalam
rangka mendukung penentuan sasaran subsidi
listrik yang lebih efektif dalam jangka pendek dan
pengembangan kebijakan penentuan harga yang
berkesinambungan dalam jangka menengah. Selain
itu, WBG akan mendukung peningkatan-peningkatan
kerangka kelembagaan dengan tujuan meningkatkan
investasi swasta di Indonesia. Program pembiayaan
investasi bank yang akan datang akan berupaya
mengurangi dampak-dampak lokal dan global sektor
terhadap lingkungan dan berfokus pada energi yang
bersih dan dapat diperbarui, seperti investasi untuk
tenaga panas bumi, peningkatan simpanan, teknologi
batu bara yang semakin disempurnakan, dan proyekproyek transmisi serta distribusi daya, termasuk
distribusi gas.
Investasi WBG dalam lembaga-lembaga infrastruktur
Indonesia bertujuan memajukan efektivitas melalui
akuntabilitas dan kapasitas yang lebih besar. Strategi
WBG dirancang untuk mendukung komponenkomponen kunci dari agenda reformasi infrastruktur
lintas sektor di Indonesia, termasuk reformasi-reformasi
yang ditujukan demi meningkatkan transparansi
dan efisiensi belanja pemerintah dan memperkuat
hubungan-hubungan fiskal antarpemerintah; reformasi
untuk memajukan kemitraan antara pemerintah
dan swasta dalam kerangka yang transparan dan
tepercaya; pembangunan kapasitas lembaga sektor;
dan reformasi yang meningkatkan akuntabilitas.
WBG akan mendukung platform reformasi ini melalui
serangkaian pinjaman kebijakan bersama dengan ADB
dan pemerintah Jepang.
Di sektor jalan raya, keterlibatan bank dengan
pemerintah telah mencakup dukungan untuk rancangan
perencanaan pengelolaan aset jalan raya, rencana
pengembangan jaringan transportasi, dan peningkatan
kapasitas perencanaan di tingkat provinsi dan
kabupaten. IFC berencana mendukung pembiayaan
swasta untuk jalan tol dengan menawarkan modal
jangka panjang dan berbagi praktek-praktek yang baik
dari negara-negara lain, untuk membantu Pemerintah
dalam mengembangkan dan membuat perjanjianperjanjian konsesi berstandar internasional, dan
menindaklanjuti dengan membiayai sejumlah transaksi
percontohan tertentu. WBG akan terus memperkuat
kerangka kelembagaan di tingkat nasional dan regional,
termasuk fidusia, operasional, teknis, dan sistem dan
kapasitas manajemen dari para rekan imbangan yang
mendukung
upaya
pemerintah
meningkatkan
kualitas dan kapasitas jalan raya. Langkah-langkah
untuk meningkatkan efektivitas, akuntabilitas, dan
memerangi korupsi di sektor tersebut adalah penting
demi kelanjutan dan pelaksanaan yang tepat waktu
dari proyek-proyek infrastruktur, yang beberapa di
antaranya telah mengalami masalah pelaksanaan
yang lemah, pengadaan, korupsi, dan kolusi di masa
lalu. Dukungan ini akan diberikan melalui kerja sama
dengan ADB, AusAID dan Pemerintah Jepang, yang
merupakan tiga mitra pembangunan inti dalam sektor
tersebut. Dukungan untuk partisipasi sektor swasta
dan desentralisasi yang efektif dari pelaksanaan dan
pengelolaan sektor transportasi juga akan dilanjutkan.
Dalam sektor energi, strategi WBG akan berfokus
pada penguatan kapasitas teknis, manajerial, dan
Di sektor pengairan, WBG akan mendukung penguatan
kerangka hukum dan peraturan dan meningkatkan
Tabel 7. Infrastruktur - Gambaran hasil yang didukung oleh WBG
Tujuan jangka panjang Indonesia
Hasil pembangunan pada akhir FY 12
Meningkatkan tingkat dan efisiensi
investasi pemerintah dan swasta dalam
infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan dan
memperkuat daya saing.
• Peningkatan dan perbaikan kualitas belanja pemerintah pusat maupun daerah
untuk infrastruktur melalui peningkatan kebijakan subsidi, kerangka insentif, dan
perencanaan serta penganggaran belanja.
• Peningkatan investasi swasta dalam infrastruktur melalui pembuatan kerangka PPP
yang baik, terpercaya, dan transparan secara fiskal.
kapasitas teknis, operasional, dan manajemen,
termasuk bagi PDAM-PDAM terpilih. WBG akan
memberi perhatian khusus pada operasi rancangan
irigasi, waduk, dan reservoir sesuai perubahan
iklim yang baru dan persyaratan produktivitas.
Dalam penyediaan layanan sanitasi dan air berbasis
masyarakat, proyek PAMSIMAS yang didukung oleh
bank akan mengutamakan pembangunan kapasitas
perencanaan integrasi sistem sanitasi masyarakat
dan rumah tangga yang terpusat, dan penyediaan
pembiayaan bagi kotamadya-kotamadya untuk
membangun infrastruktur sanitasi. Pembiayaan
tersebut dapat ditawarkan kepada lembaga-lembaga
daerah yang bersemangat menerapkan rencanarencana pengembalian biaya operasi dan pemeliharaan
yang berkesinambungan.
Keterlibatan inti 3 – Pengembangan
Masyarakat dan Perlindungan Sosial
Dengan tujuan ini, WBG akan terus mendukung
pemerintah dalam perencanaan dan perluasan program
secara efektif yang meningkatkan pertumbuhan
yang lebih inklusif dan perlindungan sosial. Hal ini
akan meliputi CDD dan program-program bantuan
tunai bersyarat (conditional cash transfer atau CCT).
Dukungan terdiri dari kombinasi antara pembiayaan
bersama dan pekerjaan analisis dan konsultasi,
yang akan banyak dibiayai oleh dana perwalian.
Dukungan CPS untuk efektivitas kelembagaan akan
banyak difokuskan pada Kementerian Koordinasi
Kesejahteraan Rakyat.
Pendekatan CPS terkandung dalam kemitraan antara
Pemerintah dan WBG dan dilatarbelakangi oleh Program
Mekanisme akuntabilitas mencakup prosedur-prosedur
sederhana dan praktis untuk mengendalikan keuangan,
mengungkapkan informasi, memberikan umpan
balik, keluhan-keluhan, tindak lanjut, dan resolusi.
Penghargaan berdasarkan kinerja diberlakukan pada
tingkat masyarakat dengan menggunakan mekanisme
akuntabilitas sosial yang ada, dan hal ini diperkuat
dengan pemantauan mandiri melalui CSO dan media.
Keseluruhan program dirancang untuk menghasilkan
permintaan akan tata kelola pemerintahan yang baik di
tingkat akar rumput.
Untuk meningkatkan kapasitas, dibuatlah program
investasi pelatihan fasilitator masyarakat, dengan
tujuan memperkuat kemampuan mereka dalam
bidang-bidang tertentu, seperti pemantauan dan
evaluasi, perencanaan dan penganggaran, serta
pelaksanaan proyek. Kepada mereka diajarkan
penggunaan metode partisipatif untuk memastikan
bahwa masyarakat mengerti akuntansi dasar dan
prinsip-prinsip perencanaan dan manajemen. Program
memanfaatkan keahlian lokal secara ekstensif untuk
input dan penilaian teknis itu akan memperkuat
kapasitas dan memperluas pengalaman di tingkat
masyarakat.
Kelompok Bank Dunia (World bank Group/WBG)
akan ikut mendanai bagian dari Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri (PNPM Mandiri),
mendukung perluasan program dengan taksiran
investasi tahunan sebesar US$2 miliar. Dengan
berlangsungnya PNPM-Pedesaan dan PNPMPerkotaan, proyek-proyek pengulang diharapkan
akan memperluas program PNPM hingga menjangkau
70.000 masyarakat di seluruh Indonesia pada tahun
2009/2010 — tahap awal periode CPS. WBG juga
Tabel 8. Pengembangan Masyarakat dan perlindungan sosial - Hasil-hasil ilustratif yang didukung oleh WBG
Tujuan jangka panjang Indonesia
Hasil pembangunan pada akhir FY 12
Mengurangi tingkat kemiskinan dan
meningkatkan keadilan dengan
meningkatkan penghidupan dan
penyampaian layanan, dan mengurangi
kantong sisa kemiskinan tingkat tinggi.
• Meningkatnya kondisi sosial ekonomi dan pemerintahan tingkat daerah dari
masyarakat miskin kota dan desa melalui pelaksanaan program pengentasan
kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat yang lebih luas.
• Pengeluaran masyarakat lebih memihak pada kaum miskin dengan merealokasi
simpanan dari subsidi-subsidi terhadap intervensi-intervensi strategis sasaran dan
pelaksanaan Bantuan Tunai Bersyarat yang berhasil
23
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Melalui dukungan selama satu dekade penuh, Bank
Dunia telah memberikan kontribusi bagi kesuksesan
pembangunan pemerintah yang ikut digerakkan oleh
masyarakat dan program-program pemberantasan
kemiskinan. Dukungan ini melampaui tahun-tahun yang
sulit setelah krisis dan hasil-hasil yang diperoleh telah
mendorong pelaksanaan program-program ini secara
nasional oleh pemerintah. WBG masih memprioritaskan
kerja sama dengan dengan pemerintah untuk
memastikan kemajuan yang berkelanjutan menuju
pemenuhan tujuan-tujuan pemberantasan kemiskinan,
serta mencapai keadilan di seluruh daerah.
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri),
serta didasarkan atas Proyek Pembangunan Kecamatan
yang terlaksana dengan baik dan contoh Proyek
Kemiskinan Perkotaan (Urban Poverty Projectatau
UPP). Dalam program-program tersebut, WBG telah
terlibat cukup lama. Selama sepuluh tahun terakhir,
program-program ini telah mengembangkan banyak
fitur untuk meningkatkan efektivitas kelembagaan
melalui mekanisme-mekanisme akuntabilitas dan
strategi-strategi pembangunan kapasitas yang kini
diterapkan oleh proyek-proyek lainnya, tidak hanya di
Indonesia, tetapi juga di luar negeri.
memberikan dukungan kepada pemerintah yang
berupaya membawa prakarsa di sektor kesehatan,
pendidikan, pengembangan desa, dan sektor-sektor
lainnya di bawah payung PNPM untuk memaksimalkan
upaya-upaya pelengkap pengentasan kemiskinan.
Selain itu, melalui dana perwalian WBG, mitramitra pengembangan lainnya menunjang sejumlah
layanan analitis dan konsultasi untuk menggalakkan
reformasi kelembagaan yang lebih luas. Sasarannya
adalah memperkuat akuntabilitas dan meningkatkan
kemampuan proses perencanaan di tingkat masyarakat
pada lembaga-lembaga dan sistem-sistem utama,
seperti penyelesaian perselisihan dan hal-hal yang
terkait dengan hak kebendaan.
24
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Dukungan
untuk
mengatasi
masalah
jender
disosialisasikan melalui beragam program pemberian
saran kebijakan/analisis dan pembiayaan utama. Hal
ini mencakup dukungan melalui PNPM, studi mengenai
pengiriman uang yang memberikan rekomendasi
tentang transfer formal yang dapat digunakan oleh para
pekerja wanita dan migran tidak terdaftar, penilaian
pasar tenaga kerja yang akan, antara lain, meliputi
pemeriksaan dampak kebijakan pasar tenaga kerja atas
peluang kerja bagi wanita, penggunaan dana perwalian
untuk mendukung program pemberdayaan kepala
rumah tangga perempuan dalam mengembangkan
dana bergulir berbasis kelompok dan meningkatkan
sumber pendapatan, serta dukungan koperasi wanita
dalam meningkatkan akses mereka ke pasar.
Keterlibatan inti 4 – Pendidikan
Pada periode CPS, Dukungan Bank Dunia untuk sektor
pendidikan akan terus didasarkan pada kemitraan
tertutup dengan Departemen Pendidikan Nasional atau
Ministry ofNational Education (MoNE) dan Departemen
Agama. Keterlibatan inti dari WBG ini ditujukan untuk
mendukung perubahan pemerintah dalam sektor
pendidikan— suatu perubahan yang fundamental
apabila Indonesia ingin bersaing dengan rekan-rekan
di wilayahnya secara efektif. Keterlibatan ini akan
meliputi seluruh spektrum dalam sektor pendidikan
— dari pendidikan anak usia dini dan perkembangan
hingga pendidikan tingkat lanjutan dan peningkatan
guru — melalui jasa konsultan, serta kegiatan dengan
menggunakan dana perwalian dan proyek-proyek
investasi.
Keterlibatan Bank Dunia dalam sektor pendidikan
sangat difokuskan pada peningkatan efektivitas
lembaga negara dan bukan negara dengan memperkuat
akuntabilitas, bersama dengan upaya-upaya yang
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan lembaga
negara, kepala sekolah, staf, dan orang tua. Strategi
WBG dirancang untuk menunjang komponen utama
dari agenda pemerintah dalam reformasi pendidikan,
termasuk membangun mekanisme akuntabilitas
sosial, menggalakkan transparansi eksternal dan
akses terhadap informasi, dan meningkatkan sistem
pemantauan dan evaluasi. Bidang-bidang yang
penting juga akan meliputi peningkatan perencanaan
dan penganggaran kemampuan, dan pembangunan
kemampuan analitis MoNE sendiri untuk mendukung
formulasi kebijakan yang lebih baik.
Sebagai contoh, Bank Dunia bermaksud memberikan
dukungan pada pemerintah melalui suatu peningkatan
sistem melalui program Pendekatan Sektoral atau
Sector Wide Approaches (SISWA). Pada tahap awal
SISWA — dengan dukungan finansial yang signifikan
dari Pemerintah Belanda dan Komisi Eropa— Bank
Dunia ikut mendanai program Bantuan Operasional
Sekolah (BOS). Program ini berdasar pada prakarsa
MoNE untuk mengelola pembiayaan pendidikan dengan
lebih baik melalui peningkatan informasi, pemantauan
dan evaluasi yang lebih baik, dan praktek-praktek
yang lebih efisien dan terstandardisasi. Program BOS
mendanai pengeluaran-pengeluaran penting untuk
sektor pendidikan dengan cara memberdayakan
manajer-manajer
sekolah
dan
meningkatkan
kepemilikan melalui manajemen berbasis sekolah.
Pada tingkat pusat, program BOS KITA yang
baru akan membantu membangun akuntabilitas
dan kapasitas pemerintah agar dapat lebih baik
memantau, mengelola, dan menyesuaikan pembiayaan
pendidikan dasar. Pada tingkat daerah, program akan
meningkatkan pemerintahan dan akuntabilitas, dan
memberikan dukungan pada kecamatan-kecamatan
dan sekolah-sekolah dalam fungsi manajemen,
operasional, dan teknis mereka, sejalan dengan
strategi desentralisasi Indonesia. Program ini akan
berkontribusi meningkatkan kesadaran orang tua
Tabel 9. Pendidikan - hasil-hasil ilustratif yang didukung oleh WBG
Tujuan jangka panjang Indonesia
Hasil pembangunan pada akhir FY 12
Meningkatkan: akses terhadap pendidikan • Meningkatnya jumlah guru pendidikan dasar yang memenuhi kualifikasi wajib
dasar untuk mencapai MDG; kualitas
akademis.
pendidikan untuk meningkatkan daya saing • Meningkatnya efisiensi dan ekuitas dalammendayagunakan sumber daya untuk
dan inklusivitas
meningkatkan akses terhadap pendidikan dasar.
• Meningkatnya program-program pelatihan dan sistem pendidikan lanjutan melalui
akreditasi kelembagaan; kajian pengusut reguler untuk mengukur efektivitas
pelatihan.
• Bertambahnya informasi dan peningkatan pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
pembiayaan pendidikan.
dan masyarakat daerah, memasukkan upaya-upaya
untuk meningkatkan transparansi, aliran informasi,
dan pengambilan keputusan, dan juga mendukung
peningkatan operasional untuk prosedur-prosedur
yang efisien. Dukungan sektoral juga akan berusaha
memperkuat kemampuan sumber daya manusia
melalui peningkatan pada pendidikan medis/kesehatan
di negara ini.
Keterlibatan inti 5 – Kelestarian lingkungan
dan Penanggulangan Bencana
WBG akan terus fokus pada peningkatan perumusan
kebijakan dan kemampuan perencanaan yang strategis
untuk manajemen lingkungan dan sumber daya alam
dan pengurangan risiko bencana yang lebih efektif.
Peningkatan akuntabilitas dan pemberantasan korupsi
juga penting dalam sektor ini. Keterlibatan WBG
dalam kelestarian lingkungan dan penanggulangan
bencana melibatkan beberapa interlokutor negara
dan nonnegara. Dalam tata pemerintahan, mitramitra mencakup sejumlah departemen dan instansi
yang berurusan dengan isu perubahan iklim lintas
sektoral, termasuk Dewan Nasional Perubahan
Iklim atau National Climate Change Council yang
baru saja dibentuk, serta Bappenas dan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau
the National Disaster Management Agency Tentang
Penanggulangan dan Pemulihan Bencana. WBG
IFC akan memiliki peran sebagai katalis dalam
keterlibatan sektor swasta dalam upaya-upaya
penanggulangan perubahan iklim dan adaptasi melalui
pekerjaan analitis dan konsultasi. IFC akan mencari
investasi untuk proyek-proyek yang berkaitan dengan
panas bumi dan efisiensi energi, termasuk memobilisasi
dukungan finansial untuk proyek-proyek tersebut;
membantu meningkatkan standar-standar lingkungan
pada sektor-sektor yang penting seperti minyak
kelapa sawit; dan menggalakkan program reformasi
kehutanan yang berkelanjutan dari perusahaanperusahaan swasta dengan tujuan memungkinkan
Indonesia berpartisipasi dalam pasar karbon global.
WBG akan terus mempererat hubungan dengan
Bappenas dan Pemda Aceh, Nias dan Yogyakarta
untuk menunjang kebijakan pemerintah untuk
memperkuat ketahanan terhadap bencana alam.
Program rekonstruski Aceh dan Nias akan berlangsung
selama periode CPS melalui MDF, juga kegiatan JRF
untuk Yogyakarta dan Jawa Tengah. Di tahap kedua,
MDF akan menyokong wilayah Aceh melalui masa
transisi dari rekonstruksi setelah bencana tsunami ke
perkembangan ekonomi yang berkelanjutan. Bagian
penting dari upaya-upaya dukungan adalah melalui
peningkatan kaspasitas lokal. Pada periode CPS, WBG
juga akan – berkonsultasi dengan pemerintah dan
mitra lainnya – memberikan dukungan yang diperlukan
Indonesia untuk menangani tantangan alam lainnya.
WBG akan mendukung pembangunan kapasitas
nasional dan lokal untuk menilai kerusakan bencana,
kerugian, dan kebutuhan; menilai kemampuan
mengatasi bencana; mendukung perkembangan
sistem perlindungan sosial untuk mengelola sumbersumber-sumber kerawanan; dan merancang perangkat
untuk pengalihan risiko finansial dan pembiayaan risiko
secara luwes. Metode utama pengurangan risiko dalam
proses perkembangan meliputi penguatan kapasitas
Bappenas dalam menyusun rencana tindakan nasional,
penguatan kemampuan BNPB, dan perencanaan
suatu kerangka dengan Departemen Keuangan untuk
jaminan risiko bencana.
Tabel 10. Kelestarian lingkungan dan penanggulangan bencana - Hasil-hasil ilustratif yang didukung WBG
Indonesia’s longer-term objectives
Hasil pembangunan pada akhir FY 12
Memperkuat kemampuan Indonesia untuk
beradaptasi dengan perubahan iklim dan
menangani tantangan-tantanan lingkungan
termasuk pengembangan manajemen bencana
terpadu (meningkatkan kesiapan terhadap risiko
bencana, tindakan-tindakan penanggulangan,
pemulihan pasca bencana, dan daya tanggap
rekonstruksi).
• Pelaksanaan kebijakan dan percobaan untuk mengurangi emisi dari
penebangan hutan dan degradasi lingkungan.
• Menguatnya pengurangan risiko bencana dalam perencanaan dan
administrasi pembangunan.
25
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Indonesia telah menjadi pemimpin dalam permasalahan
perubahan iklim. Pada saat yang bersamaan, Indonesia
menghadapi berbagai tantangan serius pada sektor
kelestarian lingkungan dan manajemen sumber
daya alam. Hal ini juga memberikan kesempatan
pada Indonesia untuk menikmati perangkat investasi
internasional yang dirancang untuk meningkatkan
pembiayaan guna membantu negara-negara dalam
upaya mereka mengatasi perubahan iklim dan untuk
mengusahakan program penanggulangan dan adaptasi
yang sesuai. Pada kedua bidang itu, WBG memiliki
keahlian yang dapat digunakan oleh Pemerintah. WBG
juga akan terus menjalankan peran utamanya dalam
rekonstruksi bencana seraya membantu mengurangi
kerentanan Indonesia terhadap bencana-bencana
alam.
akan mendapatkan jaringan aktif CSO untuk terus
membantu perkembangan akuntabilitas sosial dan
mekanisme partisipatif.
Prakarsa utama mendatang untuk mengurangi risiko
bencana adalah program tiga tahun pengerukan sungai
kota Jakarta (DKI Jakarta), Prakarsa Pengerukan
Darurat Jakarta atau the Jakarta Emergency
Dredging Initiative (JEDI). WBG akan membantu DKI
Jakarta menentukan pembiayaan dana hibah untuk
pembangunan kapasitas di dalam administrasi kota
untuk operasi dan manajemen sistem pengelolaan
banjir yang efektif.
26
Untuk mendorong kelestarian lingkungan, WBG
akan mendukung upaya-upaya yang menggalakkan
penggunaan sumber daya secara efektif dan
transparan. Praktek terbaik global dan pembelajaran
akan diterapkan dalam menilai perkembangan
alternatif dan jalur kebijakan untuk pertumbuhan terkait
lingkungan atau ‘green growth’. Dialog kebijakan
WBG akan berusaha mengutamakan diskusi tentang
dampan perubahan iklim (dengan perhatian baik pada
tantangan penanggulangan dan adaptasi) terhadap
sejumlah pelaku, melalui persiapan dan penyebaran
informasi dengan tujuan meningkatkan kesadaran
tentang emisi karbon, kerawanan lingkungan Indonesia
dan pembuatan kebijakan-kebijakan yang relevan.
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
WBG akan menyokong koordinasi dan memfasilitasi
kemitraan dengan sektor swasta dan masyarakat
sipil untuk pelaksanaan Rencana Tindakan Nasional
terhadap Perubahan Iklim. Satu contoh adalah Aliansi
Karbon Hutan Indonesia atau the Indonesia Forest
Carbon Alliance. Pemerintah akan berkolaborasi dengan
aliansi LSM multidisipliner dan organisasi-organisasi
penelitian— didukung oleh mitra-mitra internasional
termasuk WBG — untuk meengembangkan dan
mencoba desain dan program untuk Mengurangi Emisi
dari Penebangan Hutan dan Degradasi atau Reduce
Emissions from Deforestation and Degradation
(REDD). WBG juga akan membantu Indonesia dalam
memanfaatkan banyaknya dana dan perangkat baru
yang tersedia untuk menangani bantuan global seperti
dana investasi iklim, Dana Adaptasi, serta pasar karbon
global.
Bidang kegiatan lainnya
Ada bidang-bidang penting lain yang menjanjikan
selama periode CPS dan setelahnya. WBG akan terus
menginventasikan beberapa sumber daya di bidangbidang ini untuk menjaga dan membangun hubungan
yang sudah ada dan memelihara kemitraan berkaitan
dengan pengetahuan, termasuk melalui penggunaan
danaperwalian. Meskipun hal tersebut tidak menjadi
keterlibatan inti saat ini, perubahan status dapat terjadi
apabila rekan pemerintah dan pemangku kepentingan
lainnya menunjukkan komitmen yang jelas untuk
menangani tantangan-tantangan kepemerintahan dan
kelembagaan yang kritis.
Satu contoh untuk tipe keterlibatan ini adalah
dukungan Bank Dunia untuk tinjauan komprehensif
terhadap sektor kesehatan dan penilaian mendalam
terhadap kinerjanya. Hasil pertama keterlibatan ini
adalah Kajian Belanja Publik untuk Sektor Kesehatan
yang diluncurkan bersama dengan kementerian pusat
dan pemangku kepentingan setempat pada bulan Mei
2008. Kajian Belanja Publik untuk Sektor Kesehatan
dan analisis-analisis sektor kesehatan mendatang
akan memberikan masukan-masukan analitis untuk
uraian agenda reformasi kesehatan dan prioritasprioritas pengembangan sektoral. Meskipun tidak ada
pinjaman baru untuk sektor kesehatan, Bank Dunia
tetap terlibat dalam agenda reformasi kesehatan.
WBG juga tetap terlibat dalam sektor pertanian.
Sebagai contoh, Bank mendukung program
Pemberdayaan Petani melalui Proyek Teknologi
Pertanian dan Informasi, sebagai bagian dari
upaya Pemerintah merevitalisasi sektor pertanian.
Pemberdayaan petani melalui peningkatan jaringan
informasi, pengembangan agrobisnis masyarakat,
peningkatan hubungan antara penelitian dan perluasan
diharapkan membuahkan diversifikasi yang meningkat,
penghasilan petani dan daya saing pertanian yang
lebih tinggi. Contoh lainnya adalah Manajemen Lahan
dan Proyek Pengembangan Kebijakan, yang bertujuan
membantu sasaran-sasaran Pemerintah, seperti
pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi,
dan penggunaan sumber daya tanah berkelanjutan.
Secara khusus, proyek tersebut berusaha membantu
meningkatkan jaminan kepemilikan tanah melalui
sistem registrasi, penerbitan hak milik, dan peningkatan
kapasitas
Pemda
menjalankan
fungsi-fungsi
manajemen lahan dengan efisiensi dan transparansi
yang lebih baik.
BAB 4
PELAKSANAAN PROGRAM
STRATEGI KEMITRAAN NEGARA TAHUN FISKAL 2009-2012
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
28
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Utang publik Indonesia telah turun lebih dari 80 persen
PDB pada tahun 2000 dan yang diproyeksikan sebesar
32 persen pada 2008. Utang IBRD juga telah menurun
sejak 2001, seperti yang telah disepakati oleh pemerintah
dan Bank. Rasio laba utang/ekspor IBRD diproyeksikan
menurun dari 2,0 persen pada tahun 2003 hingga 1
persen pada tahun 2008. Sedangkan saham Indonesia
dari total risiko IBRD juga menurun dari 8,8 % pada
Tahun Anggaran03 hingga yang diperkirakan sebesar 6,7
persen pada tahun anggaran 08 (risiko IBRD Pemerintah
Indonesia telah menurun dari US$11,8 miliar pada tahun
anggaran 2000 hingga US$ 6,4 miliar menjelang akhir
tahun anggaran 2008). Mengingat besarnya pinjaman
pada saat krisis keuangan, dan tingkat utang Indonesia
yang tinggi, pantas jika risiko Bank harus turun, karena
komitmen IDA meningkat. Oleh karena itu, dengan tingkat
pengembalian kredit yang tinggi dan berkurangnya
pinjaman Indonesia, transfer bersih telah menjadi negatif
sejak tahun 2000 (Gambar 4). Sejak reformasi Indonesia
mengalami kemajuan, ditunjukkan oleh indikator nilai
Penilaian Kebijakan Negara dan Kelembagaan atau
Country Policy and Institutional Assessment (CPIA)
yang baik, meningkatnya peringkat risiko kredit tak
terbatas independen, dan meningkatnya persyaratan
pembiayaan, komitmen meningkat secara signifikan
pada periode akhir CAS. Pada tahun anggaran 2008,
sekitar US$1,3 miliar disediakan sebagai pinjaman dan
kredit (sejumlah US$1 miliar berada pada persyaratan
IBRD).
menjadi basis peningkatkan aliran sumber daya IBRD —
dengan memperluas seri DPL dan program CDD yang
berhasil. CPS juga bertujuan menyediakan kerangka
strategis untuk merevitalisasi portofolio pembiayaan
investasi WBG, termasuk pembiayaan bersama
dan peningkatan program pengeluaran pemerintah.
Dengan penghentian akses Indonesia terhadap IDA
pada Juni 2008, dan dengan ketentuan potensi penuh
terwujudnya program pembiayaan yang diajukan,
akan terjadi peningkatan yang signifikan pada volume
peminjaman IBRD pada periode CPS (dibandingkan
dengan CAS sebelumnya), membalikkan paparan IBRD
yang menurun terhadap Indonesia.
Kebutuhan Akan Batasan Pembiayaan
yang Fleksibel
Selama periode CPS ini, anggaran tahunan Pemerintah
diproyeksikan melebihi US$100 miliar. Pembiayaan
dari mitra-mitra pengembangan akan terus menurun
secara signifikan. Reformasi penetapan harga IBRD
menempatkan WBG pada posisi yang lebih baik untuk
memenuhi permintaan Indonesia atas dukungan yang
luwes. Untuk memaksimalkan efisiensi operasional
WBG, program peminjaman akan memanfaatkan
beragam perangkat, seperti:
Meskipun Indonesia berhasil mengurangi utang,
kebutuhan pembiayaan bruto negara diperkirakan
melebihi US$21 miliar pada tahun 2008 dan tetap
berada pada tingkat tersebut pada tahun-tahun
berikutnya. Pemerintah memandang pinjamanpinjaman WBG, khususnya DPL, sebagai suatu cara
bersama memperkuat agenda reformasi dan memenuhi
sebagian kebutuhan pembiayaan bruto Indonesia.
Dikombinasikan dengan kemajuan makro ekonomi
Indonesia, kebangkitan kembali Indonesia sebagai MIC
yang dewasa dan hubungannya yang erat dengan WBG
• DPL: peminjaman berbasis kebijakan yang
difokuskan pada reformasi struktural dan isu lintas
sektoral, serta reformasi sektoral tingkat tinggi
(misalnya, infrastruktur DPL);
• Pembiayaan bersama program pemerintah yang
sukses melalui pendekatan luas sektoral;
• Proyek-proyek pengulang dan pembiayaan
tambahan untuk meningkatkan dan memperluas
dampak proyek yang terlaksana dengan baik; dan
• Lebih banyak perangkat dan produk yang inovatif
dan kompetitif, termasuk manajemen risiko
keuangan dan perangkat manajemen utang yang
baru.
Gambar 4. Transfer Sumber Daya Bank Dunia ke
Indonesia
Gambar 5. Menetapkan ruang lingkup dari tahun 2009
hingga tahun 2012
Arus bersih, US$ juta
Batas Atas
Resiko WBG
400
200
Pinjaman berdasarkan kebijakan,
dikendalikan dengan kriteria untuk keterlibatan
yang berhasil dan kinerja pada reformasi kebijakan
0
-200
Program peminjaman
berdasarkan kebijakan
ekonomi yang sehat
-400
-600
Pinjaman Investasi,
-800
-1000
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Batas Bawah
(US$500 juta per annum)
dikendalikan dengan kriteria untuk keterlibatan
yang sukses
IFC memiliki portofolio investasi yang sudah
dipastikan sebesar US$695 juta di Indonesia, yang
mana 57 persen diinvestasikan pada proyek pasar
keuangan, 24 persen pada agrobisnis dan 17 persen
pada manufaktur. Pada tahun anggaran 2007, IFC
menyisihkan US$ 278 juta untuk tujuh proyek. IFC
berharap dapat menginventasikan sekitar US$300 juta
setiap tahun pada sektor prioritas, yakni keuangan,
infrastruktur, dan rantai pasokan berbasis komoditas.
Program investasi diharapkan berkembang dalam hal
percepatan reformasi untuk penyediaan infrastruktur
swasta, kemajuan lebih lanjut dalam reformasi sektor
keuangan termasuk sektor keuangan nonbank dan
penyempurnaan lebih lanjut dalam iklim investasi.
Kemitraan tertutup dengan WBG akan diperlukan untuk
pembuatan kebijakan dan lingkungan kelembagaan
guna peningkatan investasi IFC.
Kerja sama dengan pemangku
kepentingan/mitra lainnya
Sejumlah mitra perkembangan utama akan tetap
memerlukan kemampuan teknis, manajerial, dan
pendelegasian wewenang Bank untuk mencapai
tujuan bersama. Hal ini tercermin dengan serangkaian
kemitraan strategis yang kuat, paling signifikan melalui
dana perwalian bilateral/multilateral dan pengaturan
pembiayaan bersama. Mitra utama WBG berlanjut
untuk mengikutsertakan Asian Development Bank
(ADB), Pemerintah Australia, Komisi Eropa (EC),
Pemerintah Jepang, Kerajaan Belanda dan Pemerintah
Inggris. Kemitraan ini diharapkan untuk dapat tetap
kokoh pada periode CPS.
Dana perwalian
Dana Perwalian atau Trust Funds (TF) dan pembiayaan
dana hibah terus menjadi bagian penting dalam
program WBG. Dengan peralihan Indonesia ke
status IBRD pada Tahun Anggaran 2009, dari status
‘campuran’ (dengan akses baik terhadap sumber daya
IDA maupun IBRD) berdasarkan CAS sebelumnya,
TF akan memiliki suatu peranan penting, namun akan
digunakan secara lebih strategis dan sesuai dengan
keunggulan komparatif Bank Dunia. Sebagian besar
TF akan melengkapi dukungan-dukungan WBG
lainnya dalam bidang-bidang keterlibatan inti CPS
saat ini dengan memberikan AAA yang bernilai dan
bantuan teknis atau technical assistance (TA) (Tabel
11). Mereka mendukung harmonisasi dan penyesuaian
pembiayaan dari berbagai mitra perkembangan di
belakang program inti pemerintah. Dana perwalian
yang paling signifikan membiayai program rekonstruksi
di Aceh, Nias, Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sisa TF
dan hibah akan dipakai membiayai AAA dan TA, serta
beberapa kegiatan berskala kecil atau percobaan, di
luar bidang-bidang keterlibatan inti saat ini. Sejalan
dengan komitmennya untuk menggunakan sistem dan
prosedur Indonesia sendiri semaksimal mungkin, WBG
berkomitmen agar secara bertahap penerima akan
lebih aktif menggunakan dana perwalian.
Portofolio TF WBG (saat ini di atas US$1 miliar)
telah berkembang secara signifikan, dan jangkauan
dan keragaman pengaturan TF telah menambah
kompleksitas pengelolaan program TF. Akibatnya,
sistem dan proses yang ada untuk penggunaan
TF berusaha memajukan perluasan ini. Perubahan
kebijakan saat ini terhadap TF yang disetujui oleh
Dewan Bank Dunia telah menciptakan lingkungan
yang memungkinkan untuk memperkuat efektivitas
operasional, manajemen, dan pengawasan program
TF Indonesia. Untuk menjamin efektivitas dan
kesinambungan program TF, kerangka manajemen
yang baru diikuti sebagai bagian dari CPS ini. Elemenelemen utamanya adalah:
• Penerapan kriteria pemilihan CPS (lihat bab 2)
untuk TF untuk menjamin kelayakan strategis yang
meningkat;
• Pengurangan biaya-biaya transaksi, penguatan
manajemen portofolio, dan penanggulangan
bencana melalui: standardisasi yang lebih besar
dan penerapan modalitas yang jelas; penjelasan
akuntabilitas; dan perkembangan alat-alat baru
yang sesuai untuk negosiasi, pelaksanaan, dan
29
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Strategi ini membutuhkan pendekatan dukungan
pembiayaan yang fleksibel yang Memungkinkan
WBG mengambil keuntungan sebesar-besarnya
dari kesempatan untuk terlibat, sementara itu juga
meminimalkan risiko. Berdasarkan atas permintaan dan
kinerja saat ini, diharapkan adanya investasi abstrak
IBRD tahunan sekitar $2 miliar AS. Volume pinjaman
tahunan sesungguhnya dapat bervariasi secara
signifikan menaik atau menurun, namun akan setara
dengan kinerja makro ekonomis kuat yang berlanjut,
stabilitas keuangan, dan momentum pada reformasi
utama, dan ditentukan dengan manajemen risiko IBRD
yang hati-hati. (lihat Gambar 5). Volume pinjaman
tahunan sesungguhnya akan bergantung pada selera
pemerintah untuk meminjam dari bank dibandingkan
dari sumber-sumber keuangan lainnya, dan kinerja
negara. Batas bawah dan volume peminjaman
yang berkurang sehingga melemahkan posisi
makro ekonomi yang signifikan akan menghasilkan
pengubahan substansial pada program reformasi;
atau buruknya pelaksanaan proyek-proyek yang
didukung oleh WBG. Berdasarkan skenario tersebut,
dukungan WBG akan terbatas pada pembiayaan
program-program kemiskinan, layanan dasar sosial,
dan kebutuhan infrastruktur penting. Batas atas dari
batasan peminjaman, yang tunduk pada pertimbangan
risiko IBRD, juga akan memperhitungkan tingkat
kemajuan pada reformasi-reformasi utama, termasuk
reformasi yang didukung oleh seri DPL.
pengawasan TF. Standar-standar umum dan alatalat untuk menetapkan dan mengalokasikan biaya
manajemen, membiayai kategori, dan pelaporan
mitra perkembangan akan diikuti. WBG juga
mengambil langkah untuk meningkatkan manajemen
portofolio TF dan kapasitas pengawasan di dalam
tim negara Indonesia.
Keterlibatan pegetahuan
Agenda kemitraan pengetahuan telah lama menjadi
pusat dukungan WBG untuk Indonesia dan, sejalan
dengan pengalaman dengan MIC lainnya, kepentingan
kemitraan ini tumbuh pada periode CPS. Memang,
kemitraan pengetahuan akan menjadi kunci
kesuksesan pelaksanaan CPS dan, untuk beberapa
bidang, menjadi wahana penting keterlibatan WBG.
CPS akan dibangun berdasarkan program AAA dan
TA WBG yang ada. Program tersebut mencakup: (i)
analisis yang mendukung agenda perkembangan
pemerintah (mis. penilaian kemiskinan dan kajian
belanja publik); (ii) surat keputusan, ide-ide yang
menghasilkan pengetahuan dan makalah; dan (iv)
bantuan teknis swadaya. Kegiatan-kegiatan tersebut
akan digunakan untuk mendukung keterlibatan
inti WBG, serta memungkinkan keterlibatan yang
berkelanjutan dan aktif dalam bidang-bidang di luar
keterlibatan inti. Selama periode CPS, WBG akan terus
memberikan produk pengetahuan dengan pergeseran
kecenderungan untuk produk-produk yang dibuat
sesuai dengan dan berdasarkan pesanan tepat pada
waktunya (tailor-made and just in time). Juga akan ada
penekanan yang lebih kuat pada sosialisasi produk
dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Tabel 11. Keterlibatan inti: Penjajaran perangkat4
Lembaga
pemerintah
nasional dan
sistem
Lembaga
pemerintah
daerah dan
sistem
Pengembangan
sektor swasta
Infrastruktur
Pengembangan
Masyarakat dan
Perlindungan
Sosial
Pendidikan
Kelestarian
lingkungan dan
Penanggulangan
bencana
Peminjaman
Kumpulan
DPL;
PINTAR;
STATCAP;
PFM/Layanan
Sipil
Kumpulan
DPL; LG
sokongan
DAU/DAK;
Pembiayaan
sub-nasional
IFC
Investasi IFC;
Infrastruktur;
Fasilitas
Keuangan;
Kumpulan
I-DPL;
Perbaikan &
pemeliharaan
jalan;
Reformasi
kegunaan air,
reformasi dan
pemberian
energi; Investasi
IFC
Pembiayaan
bersama PNPM
Pembiayaan
bersama BOSKITA /SISWA
Perubahan Iklim DPL
(atau komponen
CC dalam DPL);
Jakarta Emergency
Dredging Initiative;
Investasi IFC
TF5 dan
Hibah
Manajemen
Keuangan
Publik Dana
Perwalian
Multi-Donor
DSF, Layanan
Konsultasi IFC
Layanan
Konsultasi IFC;
MDTF untuk
perdagangan
dan investasi
Layanan
Konsultasi IFC
TF PNPM
Dana Perwalian
untuk
Pendidikan
Dasar
TF untuk Perubahan
Iklim, Layanan
Konsultasi IFC,
Perluasan MDF
untuk Aceh & Nias;
Periode kedua MDF
untuk kegiatan
membangun
perdamaian
AAA6
PEFA;
CPAR; PER;
DPR; Harga
Komoditas
Keadilan bagi
masyarakat
miskin, PEACH
(program
LG PER);
analisis antarpemerintahan;
peningkatan
kapasitas
untuk
Indonesia
Timur
Layanan
Konsultasi IFC;
Survei iklim
investasi;
Fasilitasi
perdagangan;
Sektor financial
Kajian
Pengembangan
infrastruktur;
Persediaan Air
dan Sanitasi
Penilaian
kemiskinan;
program
Penelitian
KDP; CCT;
strategi
pekerjaan yang
memihak pada
masyarakat
miskin; penilaian
biaya pengguna
CDD
Kajian Belanja
Publik (PER)
untuk sektor
prndidikan,
manajemen
Guru, dan
Penilaian Sektor
Pendidikan;
dukungan
terhadap
RENSTRA
Pendidikan
Strategi
pertumbuhan
karbon rendah;
kajian REDD, PER
Aceh dan Nias;
Program kedamaian
Aceh; Penilaian
kemiskinan di
Aceh & Reformasi
Ekonomi
30
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
________________________________________________
Lihat Apendiks 10 dan Lampiran B3, B4 untuk detil program peminjaman dan nonpeminjaman yang akan didukung di dalam tiap bidang
keterlibatan.
4
5
Selain TF yang baru/akan tercantum di sini, daftar yang lebih lengkap dari TF utama yang berlangsung tersedia dalam Apendiks 10.
Selain dari produk AAA yang tercantum disini, sejumlah produk segera, mengenai saran kebijakan permintaan, pembanguan kapasitas dan TA
lainnya akan disediakan selama masa CPS.
6
WBG akan memberikan perhatian khusus pada
perencanaan dan prioritas AAA termasuk TA. Upaya
yang lebih besar akan dilakukan untuk memadukan AAA
dan TA WBG dengan layanan-layanan investasi, dan
memaksimalkan harmonisasi dan koordinasi dengan
tujuan untuk mengurangi biaya transaksi. Pergeseran
penekanan dari transaksi ke hubungan juga berarti
bahwa permintaan terhadap AAA dalam bidang-bidang
keterlibatan inti mungkin menjadi informal dan dengan
pemberitahuan singkat, misalkan, dalam bentuk saran
dan diskusi ahli, presentasi pengalaman internasional,
surat kebijakan khusus, atau laporan kebijakan
pendukung dan keputusan reformasi kelembagaan.
WBG akan menggunakan dana perwalian yang sesuai,
untuk menanggapi permintaan tersebut secara tepat
waktu dan juga menjamin fokus yang berkualitas.
Untuk melaksanakan program pengetahuan, WBG
juga akan berinvestasi pada lembaga pengetahuan
Indonesia. AAA dan TA mendatang harus sebisa
mungkin dipimpin lembaga-lembaga pemerintah
Indonesia atau nonpemerintah, akademia, dan para
pencetus gagasan. Pada periode CPS, WBG akan
mendorong lembaga pembelajaran nasional, khususnya
universitas dan lembaga pencetus gagasan, untuk
semakin berperan dalam penyampaian pengetahuan,
seraya menggeser perannya sendiri, dari peran sebagai
peneliti dan pelaksana aktif ke arah pemberi saran dan
pengendali kualitas.
Prinsip-prinsip pelaksanaan dan
Pengelolaan
Dengan
memperhatikan
kebangkitan
kembali
Indonesia, CPS mencakup beberapa perubahan yang
signifikan dalam strukturisasi dan operasi tim WBG.
Keberhasilan dalam membangun dan mengembangkan
hubungan-hubungan yang efektif dengan lembagalembaga rekanan akan diakui. Portofolio WBG yang
Sejak akhir Juni 2008, portofolio pendanaan aktif Bank
Dunia (World Bank) terdiri atas 27 proyek dengan
komitmen bersih total sebesar lebih dari US$2,9
miliar. Hampir 30 persen dari jumlah proyek dinilai
‘berisiko’, sedangkan sekitar 17,5 persen dari total
komitmen dianggap ‘berisiko’. Persentase proyekproyek ‘berisiko’ (dilihat dari jumlah dan komitmen)
meningkat masing-masing dari 15,4 persen dan 10,9
persen sejak akhir tahun anggaran 2007. Beberapa
proyek lainnya dinilai cukup memuaskan. Faktorfaktor risiko termasuk kelemahan-kelemahan dalam
pengelolaan proyek, korupsi dan penyalahgunaan
dana, penangguhan dana rekanan yang dikeluarkan
oleh pemerintah, keterlambatan pencairan dana,
masalah-masalah pengadaan, dan masalah-masalah
pemantauan dan penilaian. Peningkatan kinerja proyek
akan diprioritaskan. Usaha-usaha untuk meningkatkan
kualitas portofolio, disamping kebijakan-kebijakan
perbaikan yang sedang berlangsung akan meliputi
penataan ulang proyek-proyek yang cukup memuaskan
dan yang bermasalah untuk mengembalikan
pelaksanaan proyek-proyek tersebut ke jalur yang
tepat, dengan berfokus pada penghentian komitmenkomitmen yang berisiko. Penanggulangan masalahmasalah juga akan dilakukan secara aktif dengan
menindaklanjuti
kelemahan-kelemahan
tertentu,
misalnya, pengucuran dana rekanan, perbaikan atas
penyalahgunaan dana dan pengadaan, peningkatan
keuangan, dan pengelolaan proyek.
Klien-klien di Indonesia menyatakan kekhawatiran
mengenai ‘biaya-biaya transaksi’ nonfinansial yang
melekat dalam bantuan yang didanai oleh WBG,
seiring dengan kekhawatiran yang semakin sering
disuarakan oleh beberapa MIC lainnya yang menjadi
klien. Beberapa rencana untuk meningkatkan efisiensi
dan waktu pemrosesan sistem administrasi internal
WBG sedang berjalan. Sasaran-sasaran dan standarstandar layanan bagi proses-proses kunci akan
ditentukan. Pembahasan-pembahasan penyusunan
dan peninjauan portofolio secara sistematis dan rutin
dengan Bappenas dan badan-badan terkait lainnya
juga akan dilakukan. Peninjauan-peninjauan portofolio
ini akan memulai penilaian portofolio dana perwalian
dan dana hibah utama. Penindaklanjutan masalahmasalah yang belum terselesaikan oleh pihak-pihak
yang bertanggung jawab akan menjadi hal yang
terpenting dalam pengelolaan portofolio yang lebih
baik. Perhatian yang lebih besar juga akan diberikan
terhadap berbagai hasil dan dampak dari programprogram yang didukung oleh WBG, berdasarkan
tinjauan hasil-hasil pengelolaan bersama yang
dilakukan pertama kali pada 2007.
31
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Layanan konsultasi IFC akan bekerja sama erat dengan
Bank Dunia untuk reformasi kebijakan dan peraturan
di tingkat nasional dan daerah. Upaya-upaya ini akan
meliputi saran terhadap kebijakan, penilaian, dan
bantuan teknis. IFC akan berusaha memasukkan suara
sektor swasta ke dalam diskusi mengenai kebijakan.
Hal ini mungkin melalui dialog publik-swasta atau
melalui umpan balik kepada lembaga pemerintah
yang tepat mengenai upaya pengambilan kebijakan.
Program Layanan Konsultasi IFC merupakan bagian
yang semakin penting dari keterlibatan IFC di Indonesia
dan mengelola dana perwalian bilateral sebesar lebih
dari US$40 juta untuk. Dana dipakai untuk pembuatan
nasihat kebijakan, konsultasi, dan bantuan sosial yang
mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan
meluas.
telah ada akan dikaji ulang untuk memastikan bahwa
semua operasi-operasi mendukung pendekatan CPS
dalam berinvestasi di lembaga-lembaga di Indonesia.
Menanggulangi risiko penggelapan
dana dan korupsi7 di dalam programprogram yang didukung oleh WBG
Akhir-akhir ini pemerintah telah mencapai kemajuan
dalam perang melawan korupsi. Hal ini ditunjukkan
oleh meningkatnya penanganan kasus korupsi
pada 2007 di seluruh jajaran pemerintah8, termasuk
pemulihan supremasi hukum. Namun, tetap ada
beberapa tantangan penting, seperti lambatnya
kemajuan pelaksanaan agenda reformasi hukum dan
peradilan. Dengan demikian, program-program yang
didukung oleh WBG di Indonesia tetap membutuhkan
kebijakan-kebijakan antikorupsi yang kuat dan
kerangka-kerangka fidusia. CPS didasari oleh CAS,
yang memulai kebijakan-kebijakan kepemerintahan
dan antikorupsi yang inovatif, dan mencoba untuk
lebih memperkuat mekanisme-mekanisme di atas dan
efektivitas dari mekanisme-mekanisme tersebut.
32
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Tinjuauan internal yang dilakukan baru-baru ini
terhadap mekanisme Rencana Aksi Kepemerintahan
dan Antikorupsi) (Governance and AntiCorruption
Action Plans atau GAAP) yang dimasukkan ke dalam
proyek-proyek yang didukung oleh WB memberikan
pelajaran yang berharga. Banyak hal yang harus
dilakukan untuk memperkuat kepemilikan pemerintah
dan
pelaksanaan
rencana-rencana
tersebut.
Akibatnya, ke depan, WBG akan berusaha untuk
memastikan bahwa rencana-rencana tersebut relevan
dengan usaha-usaha antikorupsi yang dilaksanakan
oleh mitra-mitra pemerintah. Memperkuat kepemilikan
negara dan pembangunan kapasitas kelembagaan
untuk akuntabilitas yang lebih baik dan kinerja yang
meningkat — yang telah menjadi salah satu dari
berbagai elemen-elemen dari komitmen antikorupsi
CAS yang terakhir — akan menjadi fokus utama
pelaksanaan CPS. WBG akan menitikberatkan pada
pelaksanaan prinsip-prinsip dan praktek-praktek
tata kelola pemerintahan yang baik dan antikorupsi
bersama dengan lembaga-lembaga mitra di Indonesia
untuk menghasilkan dampak yang lebih luas dan lebih
berkesinambungan.
Selain memasukkan berbagai mekanisme dan alat yang
kuat untuk mengawal berbagai pertanggungjawaban
fidusia, serta mengandalkan proses-proses investigatif
________________________________________________
7
“Penggelapan dana dan/atau korupsi”. Konsep ini mengacu pada
arti penggelapan dana, korupsi, kolusi, koersi dan obstruksi yang
didefinisikan dalam Bank’s Guidelines on Preventing and Combating
Corruption in Projects Financed by IBRD Loans and IDA Credits
and Grants (Pedoman Bank dalam Pencegahan dan Perlawanan
terhadap Korupsi pada Proyek-Proyek yang Didanai oleh Pinjaman
IBRD dan Kredit IDA dan Dana Hibah). Lihat juga Strengthening
World Bank Group Engagement on Governance and AntiCorruption
(Memperkuat Keterlibatan WBG dalam Tata Kelola dan Gerakan Anti
Korupsi), Maret 2007,World Bank
Sumber: Kaufmann D., A. Kraay, dan M. Mastruzzi 2008:
Governance Matters VII.
8
dan sanksi-sanksinya, WBG akan mendukung dan
memperkuat proses-proses investigatif dan sanksisanksi pemerintah. Untuk itu, WBG akan memberikan
bantuan teknis kepada badan-badan pemerintah yang
menyelidiki dugaan-dugaan korupsi, seperti KPK,
BPKP dan BPK, atau unit-unit Inspektur Jenderal yang
terkait pada instansi-instansi rekanan.
Pemanfaatan mekanisme-mekanisme antikorupsi
milik pemerintah secara optimal akan memberi
kontribusi kepada sinergi antara kebijakan-kebijakan
antikorupsi IFC dan World Bank, terutama dalam
bidang-bidang penting yang mendukung reformasi
pengaturan yang mengurangi penyewaan dan
penguasaan aset-aset negara. WBG juga akan
melaksanakan kebijakan-kebijakan dan pelajaranpelajaran antikorupsi yang timbul dari proyek-proyek
CDD. WBG juga akan mengumumkan rancangan dan
pelaksanaan program-program lain yang didukungnya.
Didasari oleh kesempatan yang diberikan oleh fokus
pemerintah terhadap tata kelola pemerintahan yang
baik, pendekatan WBG berubah dari pendekatan
yang berorientasi transaksi menjadi pendekatan
kelembagaan.
Kerangka pengelolaan hasil-hasil
CPS berupaya menggunakan berbagai kegiatan WBG
guna mendukung program-program reformasi dan
pembangunan Pemerintah. Meskipun pendekatan
ini membuat pengukuran dampak langsung kegiatan
WBG menjadi lebih sulit, pendekatan tersebut akan
mendukung usaha Indonesia dalam transformasi
kebijakan dan kelembagaan. Untuk itu, kerangka
hasil dirancang untuk merefleksikan fleksibilitas
yang melekat dalam pendekatan CPS: variasivariasi di berbagai keterlibatan yang berbeda dalam
kerangka tersebut merupakan indikasi tingkat-tingkat
kedewasaan yang berbeda. Sekadar ilustrasi, ada
beberapa rekanan dan program yang lebih maju
(misalnya, Departemen Keuangan dan pengelolaan
keuangan negara) dengan target-target yang lebih
terukur dan terdefinisikan, sementara yang lainnya
(misalnya, Departemen Lingkungan Hidup dan agenda
perubahan iklim) masih berada pada tahap awal.
Kerangka hasil akan dipantau dan dimutakhirkan
secara berkala. Dialog dengan Bappenas mengenai
hasil-hasil program akan dilanjutkan, diperkuat, dan
mungkin diperluas hingga mencakup rekanan-rekanan
penting lainnya. Penilaian-penilaian tersebut akan
berfungsi sebagai pedoman untuk rencana perbaikanperbaikan yang diperlukan dan dimasukkan ke dalam
Laporan Perkembangan CPS yang dijadwalkan untuk
presentasi Dewan pada TA11.
Pengelolaan Risiko
Melakukan investasi pada berbagai lembaga di
Indonesia memerlukan keterlibatan yang erat dengan
lembaga-lembaga rekanan dan keluwesan untuk
memodifikasi program sesuai dengan terbukanya
— atau tertutupnya — kesempatan-kesempatan
bekerja dengan dan melalui berbagai lembaga
tersebut. Penerapan pendekatan ini akan mengurangi
berbagai risiko karena keputusan untuk terlibat akan
bergantung kepada penilaian yang tepat waktu dan
pemberitahuan mengenai kemungkinan keberhasilan.
Namun, pendekatan tersebut membuat program WBG
terkait dengan berbagai faktor yang menentukan
kesempatan-kesempata untuk keterlibatan. Dalam
kondisi yang kurang menguntungkan, portofolio WBG
mungkin tidak menghadapi risiko, tetapi portofolio
tersebut mungkin sangat terbatas. Beberapa Risiko
terbesar diuraikan di bawah ini:
Risiko sosial dan ekonomi: Daya tahan Indonesia
terhadap guncangan eksternal telah meningkat.
Indonesia memiliki dasar-dasar makroekonomi
yang kuat. Pemerintah Indonesia berada dalam
posisi yang lebih baik untuk menangulangi berbagai
risiko ekonomi, dibandingkan di masa lalu. Namun,
masih ada beberapa risiko sosial dan ekonomi.
Pertumbuhan Indonesia selama tiga tahun terakhir
digerakkan oleh kinerja ekspornya. Pertumbuhan dan
perdagangan global melambat berarti pertumbuhan
yang lebih rendah untuk Indonesia karena eksporekspor langsung ke pasar-pasar yang kena imbas jadi
menurun, ekspor-ekspor tidak langsung (komoditas)
ke negara-negara tertentu juga menurun dan pasarpasar internasional tetap tidak stabil. Bergantung
pada besaran dan durasi kelambatan tersebut dapat
menyebabkan lambatnya penciptaan lapangan kerja
di Indonesia. Kelompok miskin adalah kalangan yang
paling terkena dampaknya. Dalam situasi tersebut,
dapat timbul potensi risiko lain dari perubahan yang
Risiko sentimen antiutang: Berbagai kekhawatiran
mengenai penggunaan dana asing untuk mendukung
anggaran Pemerintah telah memicu munculnya aksi
penolakan terhadap berbagai pinjaman luar negeri.
Penolakan ini khususnya datang dari kelompok
masyarakat madani. Sentimen antiutang juga tumbuh di
badan legislatif, di mana beberapa partai politik besar.
Meskipun telah secara eksplisit menyetujui program
pinjaman, namun mereka mengambil posisi yang
dimaksudkan untuk membatasi keterbukaan terhadap
utang luar negeri. Sentimen seperti itu menimbulkan
potensi risiko terhadap berbagai operasi pemberian
dukungan terhadap anggaran karena badan legislatif
berupaya untuk memainkan peranan yang lebih kuat
dalam megawasi pinjaman luar negeri.
Risiko pelaksanaan reformasi: Meski terdapat
kehendak politik yang jelas untuk melakukan berbagai
reformasi kelembagaan, para pelaku reformasi
terkadang kewalahan karena besar dan rumitnya
tugas tersebut di hadapan berbagai kepentingan yang
melekat (vested interest), dan berbagai perilaku dan
budaya organisasional yang mapan. Kapasitas untuk
membangun dan melaksanakan berbagai reformasi
yang kompleks masih merupakan masalah di semua
tingkatan. Hal ini disebabkan karena risiko pelaksanaan
tersebut. CPS dirancang untuk pembangunan lembaga,
memberikan bantuan teknis, dan dukungan pendanaan
bersama untuk rancangan tersebut, serta membantu
pelaksanaan berbagai program reformasi pemerintah.
Risiko kepemerintahan dan korupsi: Berbagai risiko
fidusia masih tetap signifikan. Melakukan investasi
di berbagai program pemerintah dapat menimbulkan
kemungkinan WBG dikaitkan dengan program yang
dinodai oleh korupsi. Untuk itu, WBG mengusulkan
untuk menerapkan pendekatan ini hanya pada bidangbidang di mana pemerintah memiliki komitmen
terhadap reformasi dan kebijakan-kebijakan antikorupsi
dan hanya di bidang-bidang di mana WBG dapat
membangun keterlibatan untuk waktu yang lama;
WBG juga akan mendukung kebijakan-kebijakan untuk
memperkuat akuntabilitas dan membangun kapasitas
fidusia pada lembaga-lembaga rekanan. Bagi portofolio
WBG sendiri, berbagai peraturan kepemerintahan dan
antikorupsi yang telah ada akan terus ditingkatkan, dan
juga akan memberikan cakupan portofolio kegiatan TF
yang lebih luas.
33
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Risiko politik: Saat ini, proses pemilihan di berbagai
tingkat pemerintahan telah terlembaga dengan baik.
Pemilu 2009 tampaknya akan sangat kompetitif. Ada
kemungkinan Pemilu akan memberikan berbagai
insentif kepada rekanan-rekanan di pemerintah
untuk meningkatkan daya tarik politik mereka dengan
menonjolkan diri mereka sendiri, sehingga menghambat
kapasitas untuk secara bersama-sama melanjutkan
berbagai program reformasi yang sulit. Pemilu juga akan
memberikan tekanan terhadap pemerintahan untuk
memberikan hasil-hasil yang nyata, khususnya dalam
bidang-bidang pembangunan infrastruktur, reformasi
kepemerintahan, pengembangan masyarakat, jaminan
sosial, dan iklim investasi yang diprioritaskan. Pada
saat yang sama, Pemilu dapat membuka ruang politik
bagi reformasi karena para pemimpin baru dengan
amanat yang baru mencari solusi untuk memajukan
agenda mereka.
mendadak terhadap berbagai aset keuangan yang ada
di berbagai pasar saham dan obligasi di Indonesia.
Kejadian tersebut akan berpengaruh terhadap fluktuasi
nilai tukar dan inflasi, sehingga meningkatkan tekanan
di dalam negeri. Yang terakhir, selama beberapa tahun
terakhir Indonesia telah mengalami berbagai bencana
alam besar yang mengakibatkan biaya sosial yang
tinggi. Meskipun lebih siap dibandingkan dengan
tahun 2004, Indonesia masih rentan terhadap berbagai
bencana tersebut.
Risiko Kinerja WBG: Indonesia memiliki akses ke
berbagai sumber daya yang semakin meningkat untuk
memenuhi berbagai kebutuhan bantuan keuangan dan
teknis. Akibatnya, pemerintah menghendaki standarstandar kinerja yang lebih tinggi. WBG mencoba
memenuhi aspek-aspek tersebut. Dengan demikian,
WBG berupaya memenuhi target waktu reaksi yang
lebih cepat dalam persiapan dan pelaksanaan proyekproyek, lebih luwes dalam program pemberian
pinjaman, penyederhanaan berbagai prosedur
WBG, penyesuaian yang lebih baik dengan berbagai
sistem yang dimiliki oleh Indonesia, dan penyesuaian
yang lebih tepat terhadap berbagai produk analitis
dan pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan dan
kerangka waktu pemerintah.
34
Rancangan CPS ini dan pelaksanaannya akan
berusaha untuk mengurangi dampak dari berbagai
risiko tersebut di atas terhadap WBG. Fleksibilitas
tidak hanya diperlukan dalam pendekatan ini untuk
memungkinkan WBG dapay mengurangi berbagai
risiko dalam berbagai keterlibatannya, tetapi juga
fleksibilitas akan memastikan bahwa kemitraan yang
baru antara World Bank Group dan Indonesia akan
memenuhi potensinya.
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
APENDIKS DAN LAMPIRAN
STRATEGI KEMITRAAN NEGARA TAHUN FISKAL 2009-2012
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Apendiks 1.
Catatan 1: Keterlibatan Lintas sektoral
1: Lembaga-Lembaga dan Sistem-Sistem
Pemerintah Pusat
World Bank telah terlibat secara intens sejak 2004
untuk mendukung lembaga-lembaga pemerintah pusat,
khususnya Departemen Keuangan dan Bappenas,
dalam reformasi sektor publik melalui pemberian
pinjaman investasi berbasis kebijakan, serta program
TF dan AAA yang substansial.
36
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Pemberian pinjaman. Ada dua program yang
menegaskan keterlibatan World Bank dalam bidang
ini sejak tahun 2004, dan yang juga diharapkan
dapat menjadi tulang punggung kegiatan ini selama
periode CPS. Pertama, World Bank telah memberikan
empat DPL berturut-turut sejak bulan Desember
2004 (DPL1-4). Program DPL telah meningkat dari
US$300 juta (DPL1) menjadi US$600 juta (DPL4),
dan diharapkan akan mencapai US$700 pada TA09
(DPL5). DPL merupakan wahana utama World Bank
dalam mendukung berbagai reformasi kelembagaan
inti di bidang pengelolaan keuangan negara dan
menghasilkan, di antaranya, pembentukan Rekening
Perbendaharaan Tunggal (Treasury Single Account),
sebuah sistem akuntansi yang lebih baik dan
pembangunan Kantor Pengadaan Nasional9 (National
Procurement Office) yang independen.
Kedua, World Bank telah mendukung pelaksanaan
berbagai reformasi sektor publik, khususnya di
Departemen keuangan melalui Proyek Manajemen
Keuangan dan Administrasi Pendapatan Pemerintah)
(Government Financial Management and Revenue
Administration
Project
(GFMRAP)).
GFMRAP1
(US$65 juta)10 disepakati bersama dengan DPL1, dan
melengkapi dukungan DPL terhadap berbagai reformasi
di dalam bidang pengelolaan keuangan negara. Lebih
khususnya, GFMRAP membiayai berbagai investasi di
dalam bidang modernisasi teknologi, pembangunan
kapasitas, dan manajemen perubahan. Berbagai proyek
tersebut secara langsung mendukung perubahanperubahan terhadap kerangka-kerangka kelembagaan,
insentif, dan organisasional yang mendasar bagi
fungsi-fungsi usaha inti Departemen Keuangan dan
lembaga- lembaga terkait lainnya, termasuk formulasi
kebijakan keuangan, anggaran, kas, audit internal,
________________________________________________
Program DPL juga telah mendukung pembaruan-pembaruan di
bidang Iklim Investasi dan Penyediaan Layanan (lihat keterlibatanketerlibatan dalam pembangunan sektor swasta dan kemiskinan).
10
Terdiri dari US$55 juta dari IBRD, US$5 juta dari IDA, dan US$5
juta dari PHRD (Poverty and Human Resources Development
(Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kemiskinan Jepangese Global Trust Fund (Dana Perwalian Global Jepang).
9
pengadaan, penyelesaian perselisihan pendapatan,
dan pengawasan legislatif. Proyek Pengembangan
Kapasitas Statistik (Statistical Capacity Building
Project (STATCAP)) di masa depan akan mereplikasi
investasi reformasi kelembagaan yang serupa pada
Biro Pusat Statistik (BPS), dan karenanya memperkuat
penyediaan data ekonomi dan sosial bagi para pembuat
kebijakan dan masyarakat umum. Selama periode
CPS, reformasi administrasi sistem perpajakan akan
didukung oleh Proyek Reformasi Administrasi Pajak
Indonesia (Project for Indonesian Tax Administration
Reform (PINTAR).
Program dana perwalian. Melalui dana perwalian,
WBG memberikan bantuan teknis dan berbagai
layanan analitis, khususnya kepada berbagai
departemen perekonomian inti. Dana-dana perwalian
ini mencakup €14,3 juta Dana Perwalian Multi-Donor
untuk Pengelolaan Keuangan Publik (Publik Financial
Management Multi-Donor Trust Fund) yang dibiayai oleh
Komisi Eropa dan Pemerintah Belanda, dan €20 juta
Dana Perwalian untuk Pengembangan Kelembagaan
dan Pembangunan Kapasitas dari Pemerintah Belanda
(Dutch Institutional Development and Capacity Building
Trust Fund) yang mendukung pelaksanaan CAS 200308. Secara khusus, Dana Perwalian dari Pemerintah
Belanda mendukung Prakarsa Analisis Belanja Publik
(Initiative for Publik Expenditure Analysis (IPEA)), yang
mendukung Pemerintah dalam pengalokasian dan
pelaksanaan anggaran-anggaran nasional dan daerah,
dan program reformasi di bidang keadilan daerah
(“Keadilan untuk Kaum Miskin”).
AAA dan dialog kebijakan. Melalui dana perwalian
dan sumber-sumber daya yang dimilikinya, WBG
telah menghasilkan banyak laporan penting mengenai
penetapan agenda serta catatan kebijakan dan nasihat
berdasarkan permintaan, yang kesemuanya merupakan
bagian dari kegiatan terkait pengetahuan yang lebih
luas dalam upaya-upaya reformasi berbagai lembaga
utama di sektor publik. Laporan-laporan penting
tersebut termasuk Spending for Development – Making
the Most of Indonesia’s New Opportunities (PER 2007)
(Pengeluaran untuk Pembangunan— Mengoptimalkan
Peluang-Peluang Baru Indonesia) dan pemutakhiran
data ekonomi yang diperbarui dua kali setiap tahun.
Laporan-laporan lainnya termasuk Public Expenditure
and Financial Accountability Assessment (PEFA 2008)
(Penilaian terhadap Belanja Publik dan Akuntabilitas
Keuangan), Education Expenditure Review (2007)
(Tinjauan terhadap Belanja Pendidikan), dan Health
Expenditure Review (2008) (Tinjauan terhadap Belanja
Kesehatan). Development Policy Review (DPR) (Tinjauan
terhadap Kebijakan Pembangunan) dihasilkan bersama
masalah urbanisasi dan penyediaan perumahan
yang semakin meningkat. Analsis terhadap berbagai
hambatan dalam membangun pasar untuk pinjaman
kota akan mengkaji banyak permasalahan, seperti
sumber-sumber penerimaan, hukum dan perundangundangan, insentif, kapasitas peminjaman (borrowing
capacity), dan kemampuan untuk mengembalikan
pinjaman. Sehubungan dengan itu, penilaian terhadap
pembangunan kawasan pedesaan Indonesia akan
berfokus pada kontribusi pusat-pusat perkotaan yang
utama terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan
daerah, termasuk juga penyediaan layanan kepada
masyarakat.
Catatan 2: Kegiatan Lintas Sektoral 2:
Lembaga-lembaga dan Sistem-Sistem
Pemerintah Daerah
AAA dan dialog kebijakan. Mitra-mitra pembangunan
akan mendanai layanan-layanan analisis dan konsultasi
kepada pemerintah-pemerintah daerah yang terpilih
melalui program Kajian Pengeluaran Publik dan
Penyelarasan Kapasitas (Public Expenditure Analysis
and Capacity Harmonization (PEACH)) untuk menilai
dan meningkatkan kinerja perencanaan dan prosesproses pengaggaran mereka. Selain itu, Fasilitas
Pendukung Desentralisasi (Decentralization Support
Facility - DSF) mendekatkan beberapa rekanan
pembangunan dengan amanat yang besar untuk
melibatkan lembaga-lembaga di Indonesia ke dalam
kerangka akuntabilitas daerah, seperti lembagalembaga perwakilan, media dan jaringan LSM. WBG
dan rekanan-rekanan pembangunan yang lain akan
terus terlibat bekerja bersama dengan pemerintahpemerintah daerah melalui Fasilitas Pendukung
Desentralisasi untuk Indonesia Timur (Decentralization
Support Facility for Eastern Indonesia (SOFEI)), yang
telah membangun jaringan pelaku reformasi yang
kuat di seluruh bidang Indonesia. Sumber-sumber
daya WBG juga akan melengkapi kegiatan-kegiatan
dana perwalian untuk mendukung rangkaian catatan
kebijakan di atas. Pembahasan kebijakan akan
diperkuat melalui sosialisasi berbagai catatan dan
dalam bentuk lokakarya multi-pemangku kepentingan
untuk membahas berbagai temuan, rekomendasi, dan
kegiatan tindak lanjut.
WBG mencoba memperluas dukungan terhadap
permasalahan
utama
reformasi
kelembagaan
dan kepemerintahan di pemerintahan daerah.
Berdasarkan kerangka desentralisasi, prioritas akan
diberikan kepada perencanaan pembanguan yang
lebih responsif terhadap konstituen, peningkatan
pengelolaan keuangan negara, dan penguatan
akuntabilitas pemerintah daerah. Dukungan akan
didasarkan kepada bantuan teknis dan programprogram pembiayaan bersama belanja pemerintah
daerah, serta keterlibatan langsung dengan kota-kota
yang lebih besar apabila memungkinkan.
Pemberian pinjaman. Pendekatan WBG meliputi
pemberian pinjaman untuk membiayai sebagian
pengeluaran pemerintah daerah. Pinjaman dicairkan
sesuai dengan hasil-hasil pemerintah daerah.
Pembahasan-pembahasan
pendahuluan
tengah
berlangsung, termasuk identifikasi pemerintahpemerintah daerah yang akan terlibat dalam proyek.
WBG juga akan memperkuat kemitraan yang tengah
berjalan dengan melanjutkan kerja sama dalam
berbagai program pemberian pinjaman yang ada,
seperti Rencana-Rencana untuk Reformasi Pemerintah
Daerah (Initiatives for Local Government Reform
(ILGR)), Proyek Pembangunan dan Reformasi Sektor
Perkotaan (the Urban Sector Development and Reform
Project (USDRP)), dan Dukungan untuk Daerah Miskin
dan Tertinggal (Support for Poor and Disadvantaged
Areas -- SPADA). Selain itu, WBG akan mulai bekerja
sama lebih erat dengan kota-kota terbesar untuk
membantu mengatasi tantangan-tantangan khusus
pertumbuhan dan pembangunan yang ada di kotakota tersebut.
Program dana perwalian. Melalui AusAID-East Asia
and Pacific Infrastructure for Growth Trust Fund,
WBG akan memberikan dukungan teknis dan analitis
kepada departemen-departemen kunci untuk meninjau
pembiayaan pemerintah daerah. WBG juga mendukung
peran pemerintah daerah dalam menanggulangi
Catatan 3: Keterlibatan Inti 1:
Pembangunan Sektor Swasta
Pemberian pinjaman. Pekerjaan World Bank dalam
bidang iklim investasi, perdagangan dan keuangan
merupakan unsur penting dari program pemberian
pinjaman DPL utama yang diadakan oleh Bank.
Untuk mendukung CPS yang diajukan, kesempatankesempatan pemberian pinjaman tambahan dapat
dilihat di berbagai sektor tersebut, sebagaimana yang
telah disepakati bersama dengan pemerintah. Dalam
bidang keuangan/infrastruktur, Bank mempersiapkan
dana pinjaman sebesar US$100 juta untuk mendukung
pembangunan lembaga pembiayaan infrastruktur yang
dapat mempercepat investasi swasta dalam bidang
37
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
dengan CPS ini. Semua hasil tersebut merupakan
bagian dari kegiatan untuk mendukung departemendepartemen perekonomian dan sektoral dalam
reformasi sektor publik, juga formulasi, alokasi, dan
pelaksanaan anggaran. Keterlibatan pengetahuan di
masa depan akan memperkuat dukungan WBG dalam
reformasi anggaran dan lembaga-lembaga antikorupsi
di Indonesia. WBG juga akan mendukung Bappenas
dalam mempersiapkan kajian pendahuluan bagi
kerangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Pemerintah tahun 2010-2014 (Government’s MediumTerm Development Plan 2010-14).
infrastruktur. Ini merupakan kegiatan inovatif yang
melibatkan Bank dan IFC (yang akan memberikan andil
yang sama dalam lembaga tersebut) juga beberapa
rekanan pembangunan lain, selain para investor
swasta. Dukungan pemberian pinjaman investasi yang
digerakkan oleh permintaan yang lain dapat diberikan
kepada sektor-sektor di mana kebutuhan penguatan
dan restrukturisasi kelembagaan teridentifikasi melalui
berbagai kegiatan AAA/TA yang sedang berjalan.
38
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Program dana perwalian. Melalui dana perwalian,
WBG memberikan bantuan teknis tambahan, nasihat
kebijakan, dan pembangunan kapasitas di sektor
iklim investasi, perdagangan dan keuangan kepada
departemen-departemen bidang perekonomian yang
terpenting, organisasi-organisasi dan pemerintahpemerintah daerah, dan lembaga-lembaga yang
terlibat dalam program-program pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi. Dukungan yang
memadai kepada pemerintah-pemerintah daerah
untuk memelihara lingkungan yang kondusif bagi
pengembangan UKM akan diberikan. Dana perwalian
IFC mencakup dana yang diperkirakan mencapai
US$40 juta selama lima tahun yang digalang dari
bantuan pemerintah-pemerintah bilateral, dan IFC,
agar Layanan Konsultasi IFC (IFC Advisory Services)
terlibat dalam rencana-rencana pembangunan
ekonomi berjangkauan luas. Bank juga memberikan
kontribusi melalui Dana Perwalian Belanda untuk
Peningkatkan Iklim Investasi dan Program Pemerintah
Belanda untuk Meningkatkan Kebijakan Perdagangan
Indonesia yang masing-masing mencapai US$3,9
juta dan US$2,5 juta. Bank juga mempersiapkan
Dana Perwalian Multi-Donor (Multi-Donor Trust
Fund), yang pada awalnya diperkirakan bernilai US$7
juta. Fasilitas ini bertujuan memperkuat lembagalembaga Pemerintah Indonesia (misalnya Departemen
Perdagangan dan Tim Nasional untuk Peningkatan
Ekspor dan Investasi (National Team for Export
and Investment Promotion/PEPI) dalam mengelola
secara efektif dan efisien tantangan-tantangan untuk
meningkatkan daya saing perdagangan, iklim investasi,
dan sektor keuangan dengan mendukung reformasi
kelembagaan, meningkatkan pelatihan pengelolaan
SDM, mempersiapkan tim ahli, dan memberikan TA
dan nasihat kebijakan untuk mendukung usaha-usaha
reformasi dan restrukturisasi.
AAA, TA dan dialog kebijakan. Program ini didukung
melalui sumber-sumber daya yang dimiliki oleh
Bank yang sebagian besar tersedia dari sumbersumber daya TF. Produk-produk unggulan yang
menentukan berbagai agenda reformasi multitahun dengan analisis yang menjadi dasar beberapa
paket reformasi pemerintah (misalnya, laporan dan
laporan yang akan datang dari lembaga-lembaga
keuangan nonbank mengenai peningkatan akses
terhadap berbagai layanan keuangan) dan berbagai
laporan yang terpenting mengenai berbagai masalah
khusus (misalnya, laporan ESW mengenai dampak
dari harga komoditas yang tinggi terhadap strategi
pembangunan
Indonesia)
merupakan
contohcontoh kegiatan. Kegiatan lainnya adalah catatancatatan kebijakan reaksi-cepat atas permintaan yang
mendukung berbagai permasalahan yang timbul
dalam sektor-sektor iklim investasi, perdagangan dan
keuangan. Yang terakhir, dialog kebijakan yang tengah
berjalan dan masukan-masukan terhadap berbagai
usaha reformasi yang tengah dijalankan pemerintah,
merupakan kegiatan-kegiatan yang berdampak
tinggi yang akan terus didukung. Mitra-mitra utama
pekerjaan ini adalah Menteri Koordinasi Bidang
Ekonomi, Departemen Perdagangan, BapepamLK, Bank Indonesia, dan badan-badan lainnya yang
terkait. Hubungan yang erat dengan, dan masukanmasukan terhadap industri keuangan, sektor swasta,
dan badan-badan otonom menjadi kegiatan-kegiatan
penting yang akan dilanjutkan.
Catatan 4: Keterlibatan Inti 2: Infrastruktur
WBG akan memberikan dukungan keuangan dan
konsultasi terhadap rencana pembiayaan infrastruktur
pemerintah sebagaimana dinyatakan dalam RPJM.
Berbagai sektor kunci yang dicakup melalui serangkaian
infrastruktur DPL (Infrastructure DPLs (I-DPLs)) dan
pengaturan dana-terkumpul pembiayaan bersama,
termasuk energi, jalan, dan infrastruktur perkotaan,
seperti perumahan, penyediaan air dan sanitasi.
Pemberian pinjaman. Dukungan WBG mencakup
program penting pemberian pinjaman investasi untuk
beberapa proyek penting di bawah ini:
• Dukungan pemberian pinjaman investasi untuk
sektor energi utamanya akan berfokus pada
teknologi-teknologi energi yang bersih dan
terbarukan termasuk investasi energi panas
bumi, pumped storage, teknologi-teknologi
maju penggunaan batu bara, proyek-proyek
transmisi dan distribusi energi, proyek-proyek
pendistribusian gas, dan penyediaan energi listrik
bagi kawasan pedesaan. Investasi-investasi
strategis akan berusaha memfasilitasi penataan
ulang kelembagaan dan reformasi kebijakan PLN
yang akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi
biaya pasokan PLN.
• Pembangunan infrastruktur perkotaan akan
berfokus pada beberapa permasalahan kunci,
seperti peningkatan penyediaan air dan sanitasi, dan
perumahan murah. Berbagai proyek pengelolaan
air akan terus membidik berbagai permasalahan
yang menjadi prioritas, seperti pengendalian banjir
dan peningkatan kerja bendungan. Dalam bidang
sanitasi, proyek PANSIMAS WBG yang sedang
berjalan, untuk penduduk daerah perkotaan
dan pinggiran, difokuskan pada pembangunan
kapasitas untuk merencanakan integrasi sistem
bagi sanitasi lingkungan dan rumah tangga yang
tersentralisasi, dan menyediakan pembiayaan
jangka panjang untuk pembangunan infrastruktur
sanitasi.
• Direktorat Jenderal Bina Marga (DGH) program
pemeliharaan jaringan jalan raya nasional, dengan
tujuan-tujuan yang jelas bagi kondisi jaringan,
menjadikan lembaga ini kandidat yang memenuhi
persyaratan untuk menjadi rekanan dalam
pelaksanaan program-program pembangunan
dalam operasi-operasi jalan nasional dan daerah.
Proyek-proyek peningkatan jalan akan dipusatkan
pada usaha-usaha untuk memperkuat fidusia,
kapasitas-kapasitas operasional dan pengelolaan
dari rekanan-rekanan setempat, dan untuk
meningkatkan laju pelaksanaan proyek-proyek
yang sedang berjalan.
AAA dan dialog kebijakan. WBG bekerja bersama
empat badan dalam bidang pembangunan kebijakan
infrastruktur: Direktorat Jenderal Bina Marga (DGH),
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (DWR) dan
Direktorat Jenderal Cipta Karya (DHS) — semuanya
dalam lingkup Departemen Pekerjaan Umum — juga
dengan perusahaan negara penyedia energi listrik
(Perusahaan Listrik Negara, atau PLN). WBG akan
terus bekerja sama dengan DWR dan DGH untuk
memperbaiki berbagai kebijakan yang mendukung
peningkatan akses terhadap air yang disalurkan
melalui pipa dan sanitasi perkotaan yang terjangkau.
Kemudian, karena transportasi merupakan salah satu
dari sumber utama penghasil Gas Rumah Kaca (GHG)
yang terus meningkat, WBG akan bekerja untuk menilai
situasi terakhir dan berbagai tindakan kebijakan utama
yang perlu diambil untuk meningkatkan kualitas udara
dan mengurangi emisi. Tindakan-tindakan yang dapat
diambil melalui perundang-undangan dan insentif
keuangan akan diidentifikasi dalam catatan kebijakan
singkat, juga berbagai materi sosialisasi lainnya yang
sesuai untuk berbagai media, kelompok penekan
publik, produsen mobil, dan LSM.
WBG
akan
tetap
mendukung
pemerintah
menanggulangi
kemiskinan
dan
memastikan
pemerataan dan pencakupan seluruh wilayah.
Kendati laju pertumbuhan makro ekonomi cukup
mengesankan selama beberapa tahun terakahir,
angka kemiskinan di Indonesia tetap tinggi. Sebanyak
36 juta atau 16,7 persen penduduk berpenghasilan di
bawah garis kemiskinan nasional (US$1,55/hari) dan
hampir separuh dari jumlah penduduk (49 persen)
berpenghasilan di bawah US$2/hari (2007). Kinerja
Indonesia tetap rendah dibandingkan dengan negaranegara tetangganya dalam hal akses terhadap layanan
kesehatan yang berkualitas, air dan kebersihan
lingkungan, pendidikan dan layanan dasar lainnya.
Dukungan WBG terdiri atas bantuan dalam aspek
pertumbuhan makro ekonomi sebagaimana disebutkan
di bagian lain CPS ini, serta program pemberian
layanan dan penanggulangan kemiskinan langsung.
Aspek yang disebutkan terakhir akan dicapai melalui
kombinasi pinjaman pembiayaan bersama, AAA dan
bantuan teknis dan pedoman kebijakan tentang strategi
dan program penanggulangan kemiskinan. Mitra utama
pemerintah adalah Komisi Penanggulangan Kemiskinan
Pemerintah yang dipimpin oleh Kementerian Negara
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, serta
Bappenas dan Departemen Keuangan, Departemen
Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan Umum,
Departemen Kesejahteraan Sosial, Pendidikan dan
Kesehatan.
Pemberian pinjaman. Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) merupakan
program penanggulangan kemiskinan nasional
yang dipimpin oleh pemerintah. Program ini dimulai
menyusul pengalaman sukses 10 tahun sebelumnya
dengan Program Pengembangan Kecamatan (KDP)
Bank Dunia dan Program Penanggulangan Kemiskinan
Perkotaan (UPP). Untuk tahun 2008-2009, program
tersebut meliputi dua WBG SILS dengan total US$409
juta serta pendanaan nasioal dan mitra pemerintah
lokal dan program pengembangan masyarakat lainnya
yang bernilai setara dengan kurang lebih US$1,8 juta.
Program penanggulangan kemiskinan yang lebih kecil
lainnya dikemas menjadi PNPM Mandiri guna membuat
program penanggulangan kemiskinan di tingkat
masyarakat lebih sederhana dan terkoordinasi. Saat ini
PNPM Mandiri mencakup hampir 70 persen kelurahan
(sub-districts) dan kota. Program ini direncanakan
akan berlanjut hingga tahun 2015, dan WBG serta
donor lainnya akan mendukung upaya-upaya tersebut
melalui pinjaman bergulir [repeater loans].
39
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Program dana perwalian. Melalui AusAID-Dana
Perwalian untuk Pertumbuhan Infrastruktur Asia Timur
dan Pasifik, WBG akan memberikan dukungan teknis
dan analitis kepada departemen-departemen kunci
untuk meninjau peran Pemerintah dalam penyediaan
perumahan. WBG akan memberikan dukungan kepada
pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan
kebijakan dan strategi dalam memberikan kesempatan
kepada penduduk ekonomi lemah perkotaan untuk
memiliki rumah. Perhatian khusus akan diberikan
kepada kondisi pasar perumahan dan pertanahan
(persediaan dan hambatan-hambatan), akses terhadap
pembiayaan perumahan, dan analisis mengenai
lingkungan kumuh yang ada sekarang (termasuk
kepadatan penduduk dan distribusi geografis).
Catatan 5: Keterlibatan Inti 3:
Pengembangan Masyarakat dan
Perlindungan Sosial
Program penanggulangan kemiskinan utama lainnya
yang didukung oleh Bank adalah program Bantuan
Langsung Tunai (BLT). Bank memberikan dukungan
teknis dan pedoman untuk rumah tangga tradisional
dalam program BLT (Program Keluarga Harapan), serta
dukungan keuangan melalui program PNPM Mandiri
dan panduan masyarakat tentang BLT. Kedua program
tersebut dimulai pada tahun 2007 dan diharapkan akan
berlanjut selama beberapa tahun ke depan.
40
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Program dana perwalian. Kegiatan-kegiatan AAA
dan bantuan teknis didanai terutama oleh salah satu
dari dua dana perwalian utama. Fasilitas Dukungan
PNPM didirikan pada awal 2008 dengan sekitar
US$40 yang merupakan komitmen awal dari Belanda,
DANIDA dan AusAid. Dana tersebut ditujukan untuk
berbagai kegiatan evaluasi, penelitian khusus dan
bantuan teknis terkait dengan pelaksanaan PNPM.
Selain itu, Dana Perwalian Belanda memberikan
dukungan terhadap pelaksanaan AAA dan pekerjaan
teknis dari tim penanggulangan kemiskinan PREM
sebagaimana diuraikan di bawah ini. Dana Perwalian
Belanda memberikan kurang dari €1,8 juta untuk
mendukung berbagai kegiatan, seperti penilaian
program penanggulangan kemiskinan, panduan data
dan kebijakan, kegiatan pengembangan kapasitas
kelembagaan, dukungan pelaksanaan untuk program
pokok penanggulangan kemiskinan (perlindungan
sosial) dan kegiatan penggunaan bersama hasil-hasil
serta pengetahuan.
AAA dan dialog kebijakan. Pekerjaan AAA dalam
bidang penanggulangan kemiskinan dibiayai terutama
oleh dana perwalian, dengan Anggaran Bank (BB)
yang menanggung biaya staf Inti Bank Dunia. Dalam
kaitannya dengan PNPM, hal ini memungkinkan
sumber daya terbatas yang dimiliki oleh dana
perwalian menghasilkan hasil imbal yang tinggi dalam
hal panduan kebijakan, bantuan teknis strategis dan
pengetahuan analitis. AAA dan dialog kebijakan selama
periode CPS ini akan terdiri atas:
• Sepuluh evaluasi dan kajian berbeda tentang PNPM
Mandiri guna mengevaluasi dampak kemiskinan,
efektivitas biaya, pencakupan, dan berbagai aspek
kegiatan operasinya.
• Pedoman teknis dan saran kebijakan tentang
strategi dan reformasi penanggulangan kemiskinan,
serta pengawasan atas dua pinjaman Bank Dunia,
PNPM Perdesaan dan PNPM Perkotaan.
• Bantuan teknis dan evaluasi tentang program
BLT percontohan dan perlindungan sosial secara
umum.
• Penilaian terhadap program penanggulangan
kemiskinan utama lainnya.
• Beberapa eksperimen terkait penetapan sasaran dan
pengelolaan program penanggulangan kemiskinan.
• Pemantauan dan evaluasi terhadap pengembangan
kapasitas dengan Bappenas dan departemen
lainnya.
• Pekerjaan analitis dan pedoman teknis terlakit
kebijakan ketenagakerjaan nasional.
• Meningkatnya pengukuran kemiskinan dan
pengembangan kapasitas statistik.
Catatan 6: Keterlibatan Inti 4: Pendidikan
Bank Dunia semakin mempererat kerja samanya
dengan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
dan Departemen Agama (Depag), dengan penekanan
pada bidang-bidang strategis dalam sektor pendidikan
melalui penggabungan pemberian pinjaman, bantuan
teknis dan dialog tentang kebijakan.
Pemberian pinjaman. Portofolio pemberian pinjaman
telah mengalami peningkatan yang cukup berarti,
dengan tiga proyek yang dimulai sejak tahun 2006
dan tiga proyek lainnya yang sedang dalam tahap
perencanaan. Di antara proyek-proyek yang saat ini
tengah berjalan, proyek Peningkatan Pengelolaan
Pendidikan Tinggi untuk Relevansi dan Efisiensi
(IMHERE senilai US$117 juta) diluncurkan pada tahun
2006 dengan tujuan mengembangkan kapasitas untuk
mereformasi dan mengawasi sistem pendidikan tinggi
dan meningkatkan kualitas akademis dan kinerja
kelembagaan. Pendidikan dan Pengembangan Anak
Usia Dini (ECED senilai US$127 juta – termasuk US$23
juta dalam bentuk pembiayaan dari Belanda) dimulai
pada tahun 2007 dan bertujuan untuk membentuk
sekitar 6.000 lokasi ECED berbasis masyarakat
untuk anak-anak yang berusia hingga enam tahun
di kabupaten-kabupaten dan desa-desa miskin
yang menjadi sasaran. Proyek ini akan membantu
menyeimbangkan bidang bermain bagi anak-anak
miskin yang putus sekolah dan mengulang sekolah
karena ketidakseimbangan akses terhadap peluang
memperoleh pendidikan dini. Pendidikan yang Lebih
Baik melalui Reformasi Manajemen dan Peningkatan
Mutu Pendidik Semesta (BERMUTU senilai US$195
juta, dengan US$52 juta dalam bentuk pembiayaan
dari Belanda) dimulai pada tahun 2008 dan ditargetkan
untuk wilayah-wilayah yang akan membantu pemerintah
menerapkan Undang-Undang tentang Guru pada
Desember 2005, yang berkaitan dengan peningkatan
signifikan terhadap insentif yang diterima oleh para guru
sebagai dampak dari meningkatnya komptensei guru
bersertifikasi. Proyek tersebut mendukung struktur
yang penting dalam proses sertifikasi dan peningkatan
mutu. Bidang yang dicakup adalah akreditasi terhadap
universitas, pengembangan kapasitas kelompok guru
(yang merupakan bagian penting dalam peningkatan
mutu guru) dan reformasi sistem pengembangan dan
pembinaan guru. Di antara proyek-proyek yang tengah
dipersiapkan, BOS-KITA, suatu proyek berjangka tiga
tahun yang diusulkan senilai AS$600 juta dan dimulai
pada bulan Oktober bertujuan untuk mendukung
program pokok pemerintah dalam menyediakan dana
operasional bagi sekolah dasar dan sekolah menengah
Program dana perwalian. Terdapat dua dana perwalian
besar yang saat ini tengah berjalan guna mendukung
kebijakan strategis bidang pendidikan. Program
Dukungan Pendidikan Dasar dari Belanda senilai US$11,1
juta telah ditargetkan guna mempertajam kebijakan
nasional dan dalam pemberian dukungan teknis
segera (just-in-time) yang diperlukan dalam bidangbidang penting, yang mencakup: (i) Manajemen Guru
dan Kualitas Pendidikan, (ii) Percontohan Sertifikasi
Guru dan kebijakan Perekrutan dan Penempatan Guru,
(iii) Meningkatkan Struktur Pertanggungjawaban,
Insentif dan Dukungan dalam Pendidikan Dasar, (iv)
Pemantauan dan Evaluasi Pendidikan, dan (v) ICT
dalam pendidikan. Dana Perwalian sebesar €39 juta
untuk Kapasitas Pendidikan Dasar (BEC-TF) dibentuk
bersama oleh Komisi Eropa dan Pemerintah Belanda
dengan tujuan mendukung pemerintah meningkatkan
penyediaan pendidikan dasar yang terdesentralisasi.
Program ini juga dimaksudkan untuk menetapkan
dasar dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu
program investasi utama yang berwawasan sektor.
Tujuan-tujuan tersebutakan dicapai melalui pentargetan
kegiatan analitis, dialog tematik dalam pendidikan
antara pemerintah dan donor, dan pengembangan
dan penguatan kapasitas dalam sistem perencanaan,
penganggaran, pengelolaan keuangan, M&E, dan
pengelolaan sumber daya manusia.
AAA dan dialog kebijakan. Bersamaan dengan
pemberian pinjaman untuk pengembangan dan
persiapan, serangkaian pekerjaan AAA telah
dilaksanakan untuk mendukung pemerintah dalam
melaksanakan bidang-bidang pokok, termasuk rencana
strategis (RENSTRA) jangka menengah pemerintah,
peraturan-peraturan berdasarkan Undang-Undang
tentang Guru, tugas analitis tentang mekanisme bagi
sertifikasi guru, perekrutan dan penempatan guru,
pendidikan inklusif, menjangkau golongan yang rentan
dan cacat, sistem informasi manajemen pendidikan,
kerangka kualitas bagi pendidikan anak usia dini dan
pemberantasan buta huruf bagi penduduk dewasa.
Tugas Ekonomi dan Sektor formal (ESW) berikutnya
direncanakan akan dilaksanakan dalam empat
bidang, yaitu (i) Penilaian Sektor Pendidikan, yang
akan memberikan bantuan teknis guna mendukung
pemerintah mempersiapkan laporan “penilaian di
sektor pendidikan” yang secara teknis baik, yang
akan menjadi suatu dasar analitis bagi penyusunan
rencana strategis (RENSTRA) jangka menengah
tahun 2009-2014 yang saling berkaitan dan terfokus,
(ii) Kualitas Guru, difokuskan pada upaya membantu
Pemerintah dalam menyusun kebijakan-kebijakan
baru atau memperbaiki kebijakan-kebijakan yang telah
ada guna meningkatkan kualitas guru dengan tujuan
meningkatkan pembelajaran murid, (iii) Perekrutan
dan Penempatan Guru, yang akan menjembatani
kesenjangan
pengetahuan
dan
memberikan
rekomendasi tentang kebijakan yang berisi informasi
tentang strategi perekrutan dan penempatan guru di
Indonesia, dan (iv) Evaluasi Pengembangan Pendidikan
Usia Dini, yang merupakan penelitian bersama antara
Unit Pengembangan Anak Usia Dini (ECDU) di
Departemen Pendidikan Nasional dan Bank Dunia,
yang bertujuan mengadakan evaluasi berkualitas
tinggi tentang program ECED dan memberikan bukti
yang diperlukan dalam meningkatkan kesadaran dan
advokasi terhadap pengembangan anak usia dini dan
pentingnya kesiapan dari pihak sekolah.
Catatan 7: Keterlibatan Inti 5: Kelestarian
Lingkungan Hidup dan Penanggulangan
Bencana
Menyusul peran utama Bank dalam rekonstruksi
Aceh, Nias, dan Yogyakarta, CAS diubah pada
bulan September 2006 sehingga mencakup suatu
pilar manajemen risiko bencana. Hal ini mendorong
Bank untuk memberikan dukungan bagi pengaturan
perundang-undangan dan kelembagaan yang baru
untuk menanggulangi risiko bencana (DRR) dan
mengintegrasikan DRR pada pekerjaan sektoral.
Bantuan teknis bersama diberikan untuk bidangbidang pokok, antara lain pengembangan kapasitas
pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan
penilaian terhadap kerusakan akibat bencana,
kerugian dan kebutuhan; menilai kemampuan untuk
41
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
pertama di seluruh negeri. Proyek tersebut akan
memperkuat program BOS yang telah ada melalui
pembentukan suatu unit pemantauan independen
dan kampanye informasi. Perbaikan Sistem melalui
program Pendekatan Berwawasan Sektor (SISWA)
ditujukan untuk mengalihkan bantuan dari donor
secara bertahap bagi program dukungan sektor
pendidikan dasar dan dimaksudkan sebagai alat
bagi Pemerintah untuk pada akhirnya (tahun 2010)
melakukan aliansi, koordinasi dan memfokuskan
semua bantuan dari donor bagi pendidikan dasar.
Program yang diusulkan bernilai sekitar US$1 miliar
ini (US$200 juta berupa pemberian pinjaman Bank
Dunia) dipimpin oleh Pemerintah dengan para mitra
utama termasuk Pemerintah Negeri Belanda, Komisi
Eropa dan AusAID. Pemanfaatan Pengetahuan dan
Kewirausahaan yang Lebih Baik guna Merevitalisasi
Askes Terhadap Pekerjaan (BEKERJA, saat ini diusulkan
sebesar US$100 juta) merupakan program penciptaan
lapangan kerja bagi kaum muda yang bertujuan untuk
meningkatkan fungsi pasar tenaga kerja bagi kaum
muda dengan mengatasi kendala-kendala, baik pada
sisi permintaan maupun penawaran, dalam pasar
tenaga kerja terampil. Program tersebut saat ini sedang
berada dalam tahap pembahasan dengan mitra
pemerintah dan akan mencakup kegiatan-kegiatan
yang mendukung pemberian voucher bagi penduduk
usia muda yang menganggur agar dapat memperoleh
pelatihan keterampilan dan pembiayaan usaha mikro,
kecil dan menengah.
menanggung peristiwa yang bersifat bencana.
Sementara itu, pada tahun 2007 Bank telah menjadi
sumber pendukung utama bagi penanggulangan
perubahan iklim dan kegiatan adaptasi. Kegiatan ini
melibatkan dukungan bagi Kementerian Lingkungan
Hidup untuk mempersiapkan Bali COP 13, bantuan
bagi Departemen Kehutanan dalam mengembangkan
program tentang REDD, kemitraan dengan Departemen
Keuangan untuk mengembangkan strategi tingkat
pertumbuhan karbon rendah (low carbon growth) dan
bekerja sama dengan Bappenas untuk merumuskan
suatu program perubahan iklim nasional dan adaptasi
pengelolaan bencana.
42
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Pemberian pinjaman. Kegiatan terkait dengan
perubahan iklim tersebut masih relatif baru, tetapi
suatu pilar perubahan iklim tengah dikembangkan
sehubungan dengan adanya pinjaman untuk
Kebijakan Pengembangan Kelima (DPL 5) guna
mencakup tindakan-tindakan prioritas yang terkait
dengan konsolidasi, penanggulangan dan adaptasi
kelembagaan. Pilar ini telah meningkatkan DPL
5 sebesar US$100 juta. Setelah kepemimpinan
lembaga yang menangani isu perubahan iklim ini
dikonsolidasikan dan Bank telah memiliki mitra yang
jelas, maka dimungkinkan untuk mempertimbangkan
serangkaian DPL untuk perubahan iklim yang dapat
dioperasikan secara independen. Bank membantu
pembiayaan untuk pengembangan portofolio proyekproyek Mekanisme Pembangunan yang Bersih
(CDM) dan mengutamakan adaptasi terhadap iklim
keseluruhan portofolio pemberian pinjaman Bank.
Akhirnya, Dana Investasi sektor Kehutanan yang baru
muncul memberikan suatu peluang untuk memberikan
pinjaman konsensi kepada Indonesia guna mendukung,
antara lain, pengembangan awal dari proyek-proyek
REDD.
Bank Dunia menanggapi dua bencana
berskala nasional (Aceh/Nias dan Yogyakarta) dengan
memrogram ulang portofolio pemberian pinjamannya
guna memungkinkan tersedianya dana bagi programprogram rekonstruksi berbasis masyarakat. Bank
Dunia juga memiliki portofolio proyek-proyek signifikan
yang dibiayai dengan hibah di kedua wilayah tersebut.
Terdapat kemungkinan untuk mengembangkan
suatu opsi drawn-down bencana (CAT DDO) apabila
pemerintah mempunyai minat terhadap mekanisme
pembiayaan “jalur kredit” (line-of-credit) yang baru
tersebut. Upaya-upaya yang lebih luas akan dilakukan
untuk mengintegrasikan DRR dan adaptasi perubahan
iklim ke dalam siklus proyek.
Program dana perwalian. Dana perwalian memberikan
dukungan bagi perubahan iklim Bank yang mencakup
bidang-bidang berikut ini:
• REDD: sekitar AS$1 juta dalam bentuk perjanjian
yang dapat dibayarkan kembali dari Pemerintah
Australia dan DFID ditambah dana dari PROFOR
Bank guna membantu Aliansi Iklim Hutan Indonesia
(Indonesia Forest Climate Alliance) dengan
mengembangkan program REDD nasional.
• Arah menuju Kelestarian: US$200.000 dari
PROFOR yang meluncurkan lebih dari US$2juta
dana dari AusAID dan CSIRO guna mengembangkan
peralatan contoh makro dan mikro agar Bappenas
memahami konsekuensi-konsekuensi lingkungan
hidup akibat arah pembangunan yang berbeda
dengan lebih baik (termasuk emisi gas rumah
kaca).
• Low Carbon Growth: US$360.000 melalui Hasil
Pendanaan Eksternal dari AusAID untuk mendukung
studi tentang pertumbuhan karbon yang rendah
melalui kemitraan dengan Departemen Keuangan.
Komitmen sumber daya tambahan diharapkan
datang dari DFID untuk proyek ini.
• Tambahan hibah sebesar US$1-2 juta dari WASAP
tengah diajukan untuk suatu studi percontohan
tentang pengelolaan sumber daya air terkait
dengan keberadaan sumber utama emisi karbon di
Indonesia, yaitu penurunan lahan gambut.
Diskusi antara mitra pengembangan dan pemerintah
Indonesia telah diadakan untuk menciptakan suatu
MDTF bagi perubahan iklim, yang akan mendukung
rencana aksi perubahan iklim Pemerintah Indonesia
dengan membiayai Bantuan Teknis, pengembangan
kapasitas dan kegiatan percontohan. Setelah
pemerintah menemukan mitra yang sesuai, dana
tersebut akan diaktifkan.
Dana perwalian telah digunakan untuk menanggulangi
bencana besar dan memprakarsai suatu program guna
mengarusutamakan DRR. Bank telah menciptakan dan
mengelola dana MDTF sebesar US$697 juta untuk Aceh
dan Nias untuk rekonstruksi pascabencana melalui
suatu Portofolio dari 20 proyek, yang separuhnya
diawasi oleh Bank. Serupa dengan hal di atas, komitmen
sebesar lebih dari US$84 juta telah diberikan bagi
Rekonstruksi Jawa menyusul bencana gempa bumi di
Yogyakarta/Jawa Tengah. Proyek utama perumahan
yang dibangun oleh masyarakat diawasi oleh Bank.
Untuk DDR, hibah sebesar US$1,25 juta telah
diterima dari Fasilitas Global untuk Penanggulangan
dan Pemulihan Bencana (Global Facility for Disaster
Reduction and Recovery) guna mengutamakan DRR
di Bappenas, Badan Pengelolaan Bencana (BNPB),
industri asuransi dan Bank itu sendiri.
AAA dan dialog kebijakan. AAA tentang Perubahan
iklim Bank difokuskan pada Bantuan Teknis untuk
mempersiapkan program REDD nasional dan
mendukung tahap pertama studi tentang pertumbuhan
karbon rendah (low carbon growth study). Bank akan
memfokuskan upayanya memberi masukan kepada
Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan strategi
low carbon growth dan dialog tentang kebijakan
telah dilakukan untuk mengutamakan diskusi tentang
perubahan iklim. Hal ini mencakup: persiapan dan
sosialisasi informasi untuk meningkatkan kesadaran
tentang emisi karbon, kerentanan dan kebijakan
terkait; bekerja sama dengan Departemen Keuangan
dan Industri dalam instrumen dan opsi terkait untuk
penanggulangan dan adaptasi; melibatkan Bappeas
dalam isu pengembangan kemitraan dan adaptasi;
dan melakukan koordinasi dengan masyarakat donor
dalam hal dukungan pembiayaan bagi program
perubahan iklim di Indonesia. Di tingkat daerah, WBG
akan membantu prakarsa pengerukan sungai selama
tiga tahun di DKI Jakarta, yaitu Prakarsa Pengerukan
Darurat Jakarta (Jakarta Emergency Dredging
Initiative/JEDI), guna mengalokasikan pembiayaan
hibah bagi pengembangan kapasitas pemerintahan
kota.
43
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
PREM telah mengambil alih kepemimpinan AAA,
terutama dalam bidang pembiayaan bencana,
memantau proses rekonstruksi dan analisis terhadap
dampak ekonomi. Output dalam tahun anggaran 2008
mencakup Penilaian Kemiskinan di Aceh, Kajian
Belanja Publik Nias, laporan inventarisasi Satu
Tahun setelah Gempa Bumi di Yogyakarta (One
Year after the Yogyakarta Earthquake), Pembaruan
data semesteran Ekonomi Aceh dan pembentukan
metodologi pelacakan pembiayaan rekonstruksi.
Pada Tahun Anggaran 2009, telah diantisipasi hal-hal
berikut ini: Suatu analisis hasil rekonstruksi di Aceh
dan Nias dalam hubungannya dengan akhir periode
rekonstruksi, pendalaman penelitian ekonomi dan
dukungan kepada tim negara lain dalam menanggapi
bencana dan menetapkan M&E.
Apendiks 2.
Indonesia: Pendekatan kerangka hasil
Hasil pengembangan pokok pada akhir periode CPS
tercakup dalam Kerangka Hasil berikut ini. Variasi yang
muncul dalam kerangka tersebut merupakan indikator
dari tahap kematangan yang berbeda, dengan beberapa
kemitraan dan program yang cukup maju (misalnya,
Departemen Keuangan dan pengelolaan keuangan
publik), sementara lainnya (misalnya, Kementerian
Lingkungan Hidup dan agenda perubahan iklim) masih
berada pada tahap yang relatif awal. Yang berikut ini
berupaya untuk mengklasifikasikan tujuh keterlibatan
inti berdasarkan tingkat kematangan relatif:
44
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Kegiatan-Kegiatan yang Matang:
Bidang Kegiatan Lintas Sektoral 1: Lembaga dan
Sistem Pemerintah Pusat
Bidang Keterlibatan inti 1: Pengembangan Sektor
Swasta
Bidang Keterlibatan Inti 3: Pengembangan Masyarakat
dan Perlindungan Sosial
Bidang Keterlibatan Inti 4: Pendidikan
Kegiatan Pengembangan:
Bidang Kegiatan Lintas Sektoral 2: Lembaga dan
Sistem Pemerintah Daerah
Bidang Keterlibatan Inti 2: Infrastruktur
Bidang Keterlibatan Inti 5: Kelestarian Lingkungan
Hidup dan Penanggulangan Bencana
Pada saat keterlibatan inti telah beralih menuju
tahap dewasa, WBG berada dalam posisi yang lebih
spesifik dalam hal hasil-hasil selama jangka waktu
CPS yang dapat dicapai secara realistis. Dengan
demikian, rincian sehubungan dengan hasil-hasil dan
indikator menengah untuk tonggak bersejarah lebih
dikembangkan dalam kegiatan-kegiatan selama tahap
dewasa dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan
yang dilakukan selama tahap awal. Dalam kegiatan
pengembangan tersebut, hasil-hasil yang diperoleh
agak sulit di definisikan sehingga dengan demikian,
lebih mungkin didasarkan pada sasaran potensial atau
hasil jangka menengah.
Akhirnya, penting untuk dicatat bahwa fleksibilitas
yang merupakan sifat yang melekat pada CPS juga
dapat diterapkan pada kerangka hasil, dengan
penyesuaian pada kemitraan-kemitraan dan programprogram inti yang juga direfleksikan pada kerangka
hasil, sebagaimana diperlukan.
Apendiks 2.
Indonesia: Matriks Hasil CPS
Tujuan Jangka Panjang
Indonesia
Masalah dan Kendala
Hasil Pengembangan pada akhir TA12
“Indonesia yang ideal
adalah Indonesia yang
lebih aman dan lebih
damai, adil dan demokratis
dan lebih sejahtera.”
Pidato Kenegaraan
Presiden Republik
Indonesia pada Malam
Perayaan Ulang Tahun
Kemerdekaan Indonesia
yang ke-enampuluh.”
Meningkatnya efektivitas
dan kualitas belanja
publik dan menguatnya
lembaga-lembaga
nasional, kerangka
fidusia dan operasional
yang diperlukan
untuk memperkuat
akuntabilitas dan
meningkatkan efektivitas
Pemerintah
1.Dukungan dan pembiayaan WBG ditujukan
bagi prioritas nasional.
2.Menguatnya pemanfaatan sistem, prosedur
dan lembaga milik Indonesia sendiri
sepanjang memungkinkan.
3.Menguatnya harmonisasi dalam
pengembangan dukungan mitra.
4.Kontribusi terhadap penguatan kontrol
fidusiari publik, akuntabilitas, kapasitas
manajerial, teknis, dan evaluasi.
Memperkuat lembaga dan
sistem pemerintah pusat
guna mengembangkan
pengelolaan dan
pengaturan keuangan
publik untuk meningkatkan
dampak pengembangan
dari belanja anggaran
prioritas guna mencapai
Indonesia yang kompetitif,
inklusif dan lestari
Sistem anggaran
merupakan sistem
berbasis input,
telalu terperinci dan
tidak fleksibel serta
dilakukan setiap tahun,
sehingga menghambat
pelaksanaan proyek
multi tahun
Indikator Menengah
untuk Tonggak Penting
Pembangunan
Model Keterlibatan
WBG
Hasil Pembangunan yang Menaungi
Bidang Keterlibatan Lintas Sektoral 1: Lembaga dan Sistem Pemerintah Pusat
Pembiayaan yang
sedang berjalan:
GFMRAP; TF
Pengembangan
Kelembagaan
(Belanda); GFMRAP
TF (PHRD); TFs
Pemerintah
(Belanda); PFM TFs
(PHRD)
2. Operasi TSA yang efektif, bersamaan
dengan penguatan dan ketepatan waktu
rencana kas dari departemen-departemen
lini. Dasar: TSA diberikan untuk semua
rekening pengeluaran tetapi belum diberikan
untuk sisi pendapatan. Perencanaan
kas yang masih sangat sederhana yang
tidak didasarkan pada pencairan yang
diperkirakan. Sasaran: Pencakupan TSA
yang komprehensif atas semua saldo kas
pemerintah yang utama, termasuk pada sisi
pendapatan. Maksimum 10% penyimpangan
dalam rencana kas kuartalan departemendepartemen lini dibandingkan dengan arus
kas aktual. Sumber data: rencana kas
kuartalan rekening Departemen Keuangan,
peraturan pemerintah, manual sistem,
pangkalan data (database) terintegrasi dan
penilaian staf.
AAA/Lainnya:
PER, DPR;; analisis
permintaan untuk
reformasi hukum;
analisis harga
komoditas; CEM/
analisis sektor;
dukungan untuk
RPJM; catatan
kebijakan; penilaian
kemiskinan
• Pencakupan rekening
pendapatan utama ke dalam
rezim TSA (2008)
•Kontrak yang ditandatangani
untuk pengadaan sistem
Perbendaharaan dan
Anggaran (2008)
•Pencakupan progresif sisa
saldo kas dari lembagalembaga pemerintah
pusat ke dalam rezim TSA
(lanjutan)
•Bendahara memberlakukan
perencanaan kas kuartalan
pada departemendepartemen lini (2009)
•Pelaksanaan progresif
atas Sistem Manajemen
Keuangan Terintegrasi
dalam Perbendaharaan
dimulai dengan 5
kementerian percontohan
(2010)
Pembiayaan yang
direncanakan: DPLs;
PINTAR/ GFMRAP
II; STATCAP; PFM –
MDTF
45
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Saldo kas pemerintah
terfragmentasi dan
informasi tentang
pengelolaan kas yang
efisien sangat terbatas;
kegiatan operasi
perbendaharaan saat
ini dikelola melalui
sistem pengumpulan
dan konsolidasi data
terfragmentasi yang
mempunyai kapasitas
terbatas untuk
menghasilkan informasi
tentang pelaksanaan
anggaran yang dapat
diandalkan dan tepat
waktu
1. Meningkatnya orientasi hasil dalam
• Struktur program yang
proses anggaran. Dasar: Alokasi anggaran
diperbarui untuk RPJM
berdasarkan organisasi, jenis pengeluaran
2010-15 menguraikan
terperinci, fungsi, program dan kegiatan;
hasil-hasil dan sasarandokumen anggaran mencakup proyeksi
sasaran yang dapat diukur
makro ekonomi dari belanja dan pendapatan yang setara dengan struktur
agregat, tetapi proses pembuatan anggaran organisasi (2010)
tersebut tetap dilakukan setiap tahun tanpa •Perintah untuk mengalihkan
rujukan untuk membuat perkiraan pada
surplus guna menutupi
tahun-tahun di luar itu. Sasaran: Program
defisit yang telah disepakati
berorientasi hasil dengan hasil yang dapat
memungkinkan kementeriandiukur yang menjadi unit utama dalam
kementerian yang
alokasi dan kontrol anggaran, dengan
melakukan pembelanjaan
klasifikasi lain (menurut organisasi dan/atau
untuk melakukan realokasi di
jenis pengeluaran) yang diterapkan secara
antara unit-unit, kegiatanselektif pada suatu tingkat agregat. Sumber kegiatan pembelanjaan,
data: Peraturan pemerintah terkait, termasuk beberapa kategori ekonomi
undang-undang anggaran tahunan, penilaian dan lokasi dalam program
staf.
tertentu tanpa persetujuan
terlebih dahulu dari
Departemen Keuangan
(2012)
•Kemajuan atas suatu poin
di mana dokumen anggaran
menyajikan perkiraan tahun
anggaran yang sedang
berjalan dan memberikan
perkiraan untuk dua tahun
selanjutnya
Tujuan Jangka Panjang
Masalah dan Kendala
Indonesia
Hasil Pengembangan pada akhir TA12
Indikator Menengah untuk Tonggak
Penting Pembangunan
Model Keterlibatan
WBG
Bidang Keterlibatan Lintas Sektor 1: Lembaga dan Sistem Pemerintah Pusat (lanjutan)
Memperkuat
lembaga dan sistem
pemerintah pusat guna
mengembangkan
pengelolaan dan
pengaturan keuangan
publik untuk
meningkatkan dampak
pengembangan dari
belanja anggaran
prioritas guna
mencapai Indonesia
yang kompetitif, inklusif
dan lestari
46
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Pengendalian dalam
proses pelaksanaan
anggaran secara
umum kurang
memadai dan dapat
membahayakan
peningkatan yang
telah dicapai dalam
bidang-bidang PFM
yang lain
3. Pelaksanaan reformasi Sistem
• Kerangka pengendalian COSO
Perbendaharaan dan Anggaran Negara
membuat percontohan di 3
(SPAN) yang efektif dan dapat diandalkan, kementerian lini yang dipilih guna
sebagaimana dibuktikan melalui laporan
memberikan pemahaman yang
keuangan yang tepat waktu dan akurat.
lebih baik tentang tantangan
Dasar: Indikator PEFA: PI 18 untuk
terhadap pengendalian internal
efektivitas pengendalian gaji (payroll) adalah dalam kementerian-kementerian
D+; PI 20 untuk efektivitas pengendalian
lini (2009)
internal atas belanja nongaji adalah D+; PI •Sehubungan dengan pengendalian
25 untuk laporan keuangan tahunan yang penggajian, akan dibuat suatu
berkualitas dan tepat waktu adalah C+.
desain awal tentang sistem
Sasaran: Indikator PEFA: PI 18 naik sampai informasi yang berkaitan dengan
dengan C; PI 20 untuk naik sampai dengan BKN dan MDA (2010)
A; dan PI 25 untuk naik sampai dengan
A. Sumber data: Penilaian berulang PEFA
(2012).
Peningkatan
administrasi
perpajakan
mengalami
hambatan akibat
pendaftaran yang
tidak efisien, proses
pengembalian,
pengelolaan
dokumen, dan
pembatasan dalam
infrastruktur TI dasar
• Diperkenalkan entri ganda untuk
proses pendaftaran (2009)
•Diperkenalkan sistem pendaftaran
tersentralisasi (2009)
•Pendaftaran file induk yang
dibersihkan dari catatan yang salah
dan duplikasi (2009)
•Pengembangan model penilaian
risiko pembayar pajak (2009)
•Penentuan informasi tunggakan
yang handal (2009)
•Kontrak pengadaan system
administrasi pajak inti
ditandatangani (2009)
•Pengembangan dan pelaksanaan
secara progresif sistem administrasi
pajak inti (berkelanjutan)
•Pelaksanaan secara progresif
manajemen audit berbasis risiko
(berkelanjutan)
•Pengembangan dan pelaksanaan
secara progresif program
penagihan yang sistematis
(berkelanjutan)
Peningkatanpeningkatan
dalam administrasi
pajak dihambat
oleh registrasi,
pemrosesan surat
pemberitahuan
pajak, pengelolaan
dokumen yang
tidak efisien, dan
batasan-batasan
dalam infrastruktur
mendasar
4. Administrasi perpajakan yang lebih efisien
melalui: peningkatan jumlah nomor pokok
wajib pajak yang akurat dalam database
pendaftaran yang menggunakan data pihak
ketiga dan pusat panggilan; meningkatnya
jumlah audit yang komprehensif dan
berbasis risiko atas pernyataan pembayar
pajak; menurunnya tunggakan pajak melalui
penerapan prosedur rekening pembayar
pajak dan penagihan yang lebih baik dan
lebih akurat. Dasar: (i) 40% akurasi (2007;
berdasarkan sejumlah 11 juta catatan
wajib pajak); (ii) audit biasa terbatas pada
pengembalian PPN; (iii) proses-proses
untuk menagih tunggakan tidak digolongkan
ke dalam pos-pos yang dapat dan tidak
dapat ditagih; pemaksaan tagihan tidak
efektif. Sasaran: (i) akurasi 100%; (ii) DGT
melaksanakan audit komprehensif yang
memperbanyak jumlah surat pemberitahuan
pajak yang telah disosialisasikan dengan
program-program kepatuhan; (iii) prosedurprosedur yang efektif diterapkan untuk
menagih tunggakan sehingga tunggakan
TI yang dilaporkan tidak melebihi 5% dari
utang pajak yang dilaporkan. Sumber
data: kajian AusAID; penilaian oleh staf;
peraturan-peraturan pemerintah.
Sistem pengadaan
umum masih
memiliki kekurangankekurangan yang
cukup signifikan
dalam hal perbaikan
kerangka peraturan
dan alat pelaksanaan
serta kapasitas
para pelaksana
pengadaan; praktikpraktik kolusi dan
korupsi dalam
proses tender terus
terjadi sehingga
menyebabkan
kebocoran dan
kerugian dalam
sistem
5. Perbaikan kerangka peraturan;
peningkatan tingkat kapasitas di tingkat
nasional dan provinsi, dan pembentukan
unit pengadaan profesional di lembagalembaga pelaksana; peningkatan kualitas
audit pengadaan dan efektivitas sanksi.
Dasar: (i) Belum ada undang-undang
pengadaan dan tidak ada kumpulan
dokumen tender standar nasional; (ii)
tidak ada program peningkatan kapasitas
yang jelas dan persentase staf pemerintah
yang lolos uji sertifikasi masih di bawah
15% (pada pertengahan 2008); (iii) sanksi
terhadap perusahaan-perusahaan yang
berkolusi relatif terbatas dan tidak berlaku di
luar badan pelaksana di mana kolusi terjadi.
Sasaran: (i) Dikeluarkannya undang-undang
tentang pengadaan dan perangkat yang
terkait; (ii) tersedianya program peningkatan
kapasitas; (iii) sanksi memberikan efek
jera bagi perusahaan-perusahaan yang
berkolusi. Sumber data:Penilaian staf;
peraturan pemerintah; pengkinian OECD/
DAC BIL.
• LPKP memiliki staf yang lengkap
dan berfungsi dengan baik (2008)
•Revisi Keppres 80/2003 dan
dikeluarkannya dokumen tender
standar nasional (2008)
•Pengembangan strategi
peningkatan kapasitas (2008)
•Bantuan bagi penyedia program
peningkatan kapasitas di tingkat
nasional maupun provinsi (2009)
•Didirikannya unit pengadaan di
badan-badan pelaksana tertentu
(2009)
•Penguatan fungsi audit di IG dan
BPKP (2009)
•Revisi sistem sanksi (2009)
•Pemberlakuan undang-undang
tentang pengadaan (2010)
•Terciptanya arus pengadaan yang
profesional di instansi-instansi
(2010)
AAA/Lainnya:
PER, DPR;; analisis
permintaan untuk
reformasi hukum;
analisis harga
komoditas; CEM/
analisis sektor;
dukungan untuk RPJM;
catatan kebijakan;
penilaian kemiskinan
AAA/Lainnya:
PER, DPR;; analisis
permintaan untuk
reformasi hukum;
analisis harga
komoditas; CEM/
analisis sektor;
dukungan untuk RPJM;
catatan kebijakan;
penilaian kemiskinan
Tujuan Jangka
Indikator Menengah untuk
Masalah dan Kendala Hasil Pengembangan pada akhir TA12
Panjang Indonesia
Tonggak Penting Pembangunan
Model Keterlibatan WBG
Bidang Keterlibatan Lintas Sektor 1: Lembaga dan Sistem Pemerintah Pusat (lanjutan)
Memperkuat
lembaga dan
sistem pemerintah
pusat guna
mengembangkan
pengelolaan
dan pengaturan
keuangan publik
untuk meningkatkan
dampak
pengembangan dari
belanja anggaran
prioritas guna
mencapai Indonesia
yang kompetitif,
inklusif dan lestari
Peningkatan
permintaan untuk
memperbaiki kualitas,
ketepatan waktu,
dan kecepatan
penanggapan
ketersediaan data
terhambat oleh
infrastruktur ICT dan
pengelolaan data
yang buruk serta
proses usaha yang
tidak efisien
Penguatan
pemerintah
dan lembaga
daerah yang
terdesentralisasi
untuk meningkatkan
dampak belanja
publik
Lemahnya kapasitas
pemerintah daerah
(Pemda) untuk
mengelola aset
dan meningkatkan
penyelenggaraan
jasa
Meningkatkan
lingkungan untuk
pembangunan
sektor swasta
untuk membantu
percepatan
pertumbuhan dan
pemberantasan
kemiskinan serta
memperkuat
daya saing dan
inklusivitas
Rendahnya
intermediasi
keuangan; kecilnya
jumlah lembaga
keuangan nonbank
dan pasar modal;
terbatasnya jenis dan
akses ke keuangan;
terbatasnya sumber
daya keuangan
dalam negeri; dan
kurangnya keahlian
pembiayaan
infrastruktur daerah
6. Perbaikan kualitas dan ketepatan
waktu dari statistik kunci yang dihasilkan
oleh BPS, misalnya data catatan
nasional, data kemiskinan, dll. Dasar: (i)
Tidak konsistennya stastik-statistik BPS
dari berbagai sumber yang berbeda;
(ii) rendahnya tingkat keterlibatan dan
kepercayaan pengguna, dan (iii) jangka
waktu produksi data yang berlarut-larut.
Sasaran: (i) Catatan nasional beralih
dari sistem catatan nasional (System
of National Accounts atau SNA) tahun
1968 ke SNA tahun 1993; berkurangnya
perbedaan antar statistik dari berbagai
sumber; (ii) kenaikan tingkat kepuasan
dan kepercayaan pengguna, dan (iii)
berkurangnya selisih waktu antara
penagihan dan sosialisasi data. Sumber
data: Dialog dengan BPS; laporan;
lokakarya staf, survei pengguna.
• Semua petugas statistik
kelurahan diperlengkapi
dengan teknologi GPS (2009)
•Enam puluh enam kantor
pemerintah kota terhubung ke
jaringan wilayah luas (2009)
•Rekayasa ulang dari proses
usaha dilakukan untuk 5 lini
produk (2010)
•Tinjauan metodologi dilakukan
untuk 5 lini produk (2010)
•Prototip gudang data
dirancang dan dikembangkan
(2011)
•Strategi Pelatihan Perusahaan
dikembangkan dan
dilaksanakan untuk sistem
manajemen informasi yang
baru (2011)
•Mekanisme jaminan kualitas
dibuat dan diterapkan (2011)
AAA/Lainnya: PER, DPR;; analisis
permintaan untuk reformasi
hukum; analisis harga komoditas;
CEM/analisis sektor; dukungan
untuk RPJM; catatan kebijakan;
penilaian kemiskinan
Bidang Keterlibatan Antar Sektor 2: Lembaga dan Sistem Pemerintah Daerah
• Melanjutkan pekerjaan
dengan pemerintah pusat
dan berbagai Pemda baik di
pedesaan maupun perkotaan
untuk menciptakan suatu
kerangka kerja dalam rangka
peningkatan perencanaan
dan pengelolaan sumber daya
(berkelanjutan)
•Meningkatkan pengelolaan
sumber daya keuangan dan
aset pada Pemda-Pemda
tertentu (berkelanjutan)
•Keterlibatan melalui NLTA
dengan kotamadyakotamadya perkotaan besar
(berkelanjutan)
•Mengadakan serangkaian
acara berbagi pengetahuan
dan dialog kebijakan berbasis
regional untuk meningkatkan
kesadaran dan berbagi
pelajaran di daerah-daerah
dengan akses informasi yang
terbatas, misalnya Indonesia
timur (berkelanjutan)
Pembiayaan berkelanjutan:
SPADA; ILGRP; USDRP; DSF –
MDTF; ILGRP – MDTF; DSF
Pembiayaan terencana: DPLs;
Bantuan LG DAU/ DAK ; PNPMs
AAA/Lainnya: Penguatan kerangka
kerja antar pemerintahan; IEC/
DSF II; PER Papua; PEACH
Bidang Keterlibatan Inti 1: Pembangunan Sektor Swasta
1. Penguatan sektor swasta dan
keuangan melalui: peningkatan
kerangka kerja peraturan; perbaikan
iklim investasi; penguatan bank dan
lembaga keuangan nonbank. Dasar:
Perbandingan keuangan kunci bank
baik; LDR 60%; 35% rumah tangga
memiliki akses ke rekening bank;
tabungan, investasi, dan produkproduk manajemen risiko relevan
untuk masyarakat miskin dan jumlah
penduduk rentan menurun. Sasaran:
Perbandingan keuangan kunci bank
tetap baik dan LDR mencapai minimal
80%; aset NBFI sebagai proporsi
pinjaman bagi UKM meningkat dua
kali lipat; sedikitnya 45% rumah tangga
memiliki rekening bank; lembaga
keuangan infrastruktur terbentuk dan
berfungsi dengan baik. Sumber data:
Bank Indonesia; Bapepam & LK; akses
ke survei keuangan; BPS.
• Pinjaman oleh bank secara
konsisten meningkat lebih
tinggi daripada tingkat inflasi
tahunan dan LDR mencapai
70% (2008) dan meningkat 5%
setiap tahun setelahnya
•Kestabilan peningkatan aset
dana dan jumlah modal yang
didapatkan melalui modal
sendiri dan pasar obligasi IPO
(berkelanjutan)
•Mengarusutamakan
(mainstreaming) hasil akses
nasional ke survei keuangan
dalam kebijakan pemerintah
(2009)
•Penetrasi pensiun dan
asuransi yang lebih tinggi
(berkelanjutan)
Pembiayaan berkelanjutan:
investasi IFC pada sektor-sektor
prioritas; Prakarsa Jasa Konsultasi
IFC; Iklim Investasi TF (Belanda)
Pembiayaan Terencana: investasi
IFC pada sektor; Keuangan
Infrastruktur Swasta; TF bilateral
hingga Jasa Konsultasi IFC; MDTF
iklim investasi dan perdagangan
AAA/Lainnya: Iklim investasi,
fasilitasi perdagangan, sektor
keuangan; kajian-kajian tentang
asuransi dan NBFI; survei akses
ke keuangan; dialog kebijakan
tentang sektor perbankan;
pembangunan kapasitas,
dan keterlibatan IFC dengan
microfinance; Prakarsa Jasa
Konsultasi IFC tentang reformasi
peraturan dan promosi investasi;
prakarsa pembangunan kapsaitas
yang diajukan kepada Departemen
Perdagangan, PEPI, dan lembagalembaga pemerintah RI lainnya
47
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Peningkatan sistem dan proses Pemda
dalam hal perencanaan, penganggaran,
penyelenggaraan jasa, dan investasi.
Dasar: Sebagian besar Pemda masih
kurang dalam perencanaan investasi,
pengelolaan anggaran, dan lemah
dalam kapasitas pelaksanaan. Hanya
sedikit Pemda yang melaksanakan
perencanaan investasi dan belanja yang
memadai. Sasaran: (i) Pemda mengikuti
program-program bantuan Bank dengan
membuat rencana investasi jangka
menengah secara terperinci (RPJM);
(ii) Pemda mengikuti program-program
bantuan Bank dengan melakukan
investasi tahunan sebagaimana
disebutkan dalam rencana jangka
menengah Pemda; dan (iii) Pemda
mengikuti program-program bantuan
Bank dengan melakukan tinjauan
belanja secara terperinci dan membuat
program-program peningkatan
kapasitas. Sumber data: Rencana
investasi jangka menengah yang
dilaporkan oleh Pemda kepada Depkeu.
Penilaian pengelolaan belanja.
Tujuan Jangka
Panjang Indonesia
Masalah dan Kendala
Hasil Pengembangan pada akhir TA12
Indikator Menengah untuk
Tonggak Penting Pembangunan
Model Keterlibatan WBG
Bidang Keterlibatan Inti 1: Pembangunan Sektor Swasta (lanjutan)
Meningkatkan
lingkungan untuk
pembangunan
sektor swasta
untuk membantu
percepatan
pertumbuhan dan
pemberantasan
kemiskinan serta
memperkuat
daya saing dan
inklusivitas
48
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Proses di pemerintah daerah 2. Peningkatan kapasitas pemerintah • Peningkatan kapasitas
lambat, membebani, dan
daerah untuk mendukung operasi
pemantauan dan evaluasi
kurang transparan
usaha melalui penerapan prosedur
efektivitas kantor-kantor
yang tidak membebani untuk memulai
perizinan oleh pemerintah
usaha baru dan dalam hal perizinan.
kabupaten atau provinsi
Dasar: Kajian Melakukan Usaha
(berkelanjutan)
(Doing Business atau DB) daerah di 15 •Jalur perundang-undangan
kota dan kajian-kajian Dasar lainnya.
nasional yang mempengaruhi
Sasaran: Pengurangan waktu dan biaya dan meningkatkan pemrosesan
memulai usaha dan perizinan sebesar
perizinan usaha pemerintah
50% di kota-kota klien. Sumber data:
pusat maupun daerah
kajian pengawasan dan evaluasi (M&E) (berkelanjutan)
internal; laporan Melakukan Usaha
WBG.
Pembiayaan berkelanjutan:
investasi IFC pada sektorsektor prioritas; Prakarsa
Jasa Konsultasi IFC; Iklim
Investasi TF (Belanda)
Keputusan-keputusan
tentang kebijakan dibuat
tanpa analisis yang memadai
tentang alternatif-alternatif
dan tentang kerugian dan
manfaatnya; kurangnya
para spesialis yang
memberikan informasi pada
tingkat yang diperlukan;
lemahnya koordinasi
antara unit penelitian dan
unit kebijakan; lingkungan
peraturan yang kompleks
menghalangi investasi sektor
swasta; prosedur pendirian
perusahaan, prosedur
pembayaran pajak, dan
prosedur pengurusan impor
yang memakan waktu lama
dan biaya yang banyak;
lemahnya koordinasi antar
lembaga pemerintah yang
mengurus kebijakan investasi
3. Perbaikan lingkungan peraturan
• Pemantauan teratur dan
dan koordinasi antar instansi dalam
maklumat umum tentang
mengembangkan kebijakan-kebijakan
waktu pendirian perusahaan
investasi. Dasar: 109 hari untuk
(Departemen Kehakiman);
mendirikan perusahaan; 4 bulan untuk waktu pengembalian PPN
menerima pengembalian PPN; 7 hari
(Pajak Pemkab); dan waktu
rata-rata waktu menetap kontainer;
menetap kontainer (Pelindo/
kebijakan investasi yang tidak
JICT) (berkelanjutan)
terkoordinasi. Sasaran: 50 hari untuk •Perkembangan menuju
mendirikan perusahaan; 2 bulan untuk sekretariat PEPI yang memiliki
menerima pengembalian PPN; 5 hari
staf dan profesional yang
rata-rata waktu menetap kontainer;
berfungsi dengan baik
kebijakan investasi yang terkoordinasi
(berkelanjutan)
melalui PEPI; peningkatan peringkat
DB. Sumber data: Data resmi dari
Departemen Kehakiman, Departemen
Pajak dan Otoritas Pelabuhan /Pelindo/
JICT; laporan perkembangan PEPI
progress reports; dan Laporan DB .
AAA/Lainnya: Iklim
investasi, fasilitasi
perdagangan, sektor
keuangan; kajian-kajian
tentang asuransi dan
NBFI; survei akses ke
keuangan; dialog kebijakan
tentang sektor perbankan;
pembangunan kapasitas,
dan keterlibatan IFC
dengan microfinance;
Prakarsa Jasa Konsultasi
IFC tentang reformasi
peraturan dan promosi
investasi; prakarsa
pembangunan kapsaitas
yang diajukan kepada
Departemen Perdagangan,
PEPI, dan lembagalembaga pemerintah RI
lainnya
Keterkaitan yang transparan
dan efisien di antara para
petani kecil (smallholders),
UKM, dan lemahnya
usaha dan pasar komersial
pedesaan
5. Peningkatan akses ke pasar untuk • Peningkatan yang stabil dalam
usaha-usaha Indonesia pada beberapa investasi pembiayaan sumber
komoditas atau sektor berbasis industri. langsung oleh perusahaanDasar: UKM/wirausahawan/petani
perusahaan terkemuka
kurang memiliki akses langsung ke
(berkelanjutan)
pasar-pasar besar. Sasaran: Investasi/ •Keterkaitan usaha atau
pembiayaan baru bagi UKM dalam
forum-forum dibentuk
rantai pasokan; peningkatan kontrak
untuk memfasilitasi
UKM dengan perusahaan-perusahaan; perusahaan-perusahaan
meningkatnya penjualan dan
terkemuka/keterkaitan UKM
pendapatan perusahaan-perusahaan
(berkelanjutan).
terdampak; meningkatnya transparansi •Peningkatan mekanisme
harga. Sumber data: Kajian proyek M&E penemuan harga komoditas
internal.
pertanian melalui sistem faktur
gudang (berkelanjutan)
•Meningkatkan kompetensi
UKM dalam mematuhi standarstandar pasar (berkelanjutan)
4. Penguatan struktur dan kapasitas • Sekurang-kurangnya 3
kelembagaan Departemen
tim spesialis dibentuk dan
Perdagangan sehingga dapat
dilengkapi dengan staf dari
mengembangkan dan melaksanakan
Departemen Perdagangan dan
kebijakan-kebijakan perdagangan
penasihat (2010)
yang lebih efektif. Dasar: Tidak adanya •Tim-tim spesialis terlibat
tim spesialis yang dapat memberikan
dalam pengembangan analisis
tingkat analisis yang diperlukan untuk
keputusan-keputusan tentang
keputusan-keputusan kebijakan.
kebijakan (2011)
Sasaran: Sekurang-kurangnya 4
•Hambatan-hambatan kebijakan/
tim spesialis ditempatkan dalam
peraturan sektoral dalam
Pemkab-Pemkabnya masingrantai nilai agripangan tertentu
masing di Departemen Perdagangan
yang disampaikan kepada
untuk dapat memberikan bantuan
Departemen Perdagangan
analitis untuk pengembangan
(2010).
strategi perdagangan dalam dan
luar negeri dan untuk menciptakan
tanggapan yang cepat terhadap
kebijakan; tim-tim tersebut bekerja
sama secara efektif dengan rekanrekan imbangan kebijakan mereka di
Departemen. Sumber data: Kebijakankebijakan yang dikembangkan oleh
Departemen Perdagangan dan laporan
perkembangan tim spesialis.
Pembiayaan Terencana:
investasi IFC pada sektor;
Keuangan Infrastruktur
Swasta; TF bilateral hingga
Jasa Konsultasi IFC;
MDTF iklim investasi dan
perdagangan
Tujuan Jangka
Panjang Indonesia
Masalah dan Kendala
Hasil Pengembangan pada akhir TA12
Indikator Menengah untuk
Tonggak Penting Pembangunan
Model Keterlibatan WBG
Bidang Keterlibatan Inti 2: Infrastruktur
Meningkatkan
tingkat dan
efisiensi investasi
infrastruktur oleh
pemerintah dan
swasta untuk
memenuhi
kebutuhan dan
memperkuat daya
saing
Kurangnya investasi
untuk infrastruktur,
yang kurang mengikuti
laju pertumbuhan
ekonomi; investasi
untuk infrastruktur
turun dari sekitar 6%
dari PDB pada tahun
1997 menjadi 2% pada
tahun 2000, dan hanya
sebesar 3,2% pada
tahun 2005
1. Meningkatnya kuantitas dan efisiensi
• Peningkatan anggaran
belanja publik pusat dan daerah untuk
pendapatan dan belanja modal
infrastruktur melalui perbaikan-perbaikan
daerah (APBD) sebesar 20%
di bidang kebijakan subsidi, kerangka kerja dari tingkat APBD pada tahun
insentif, perencanaan dan penganggaran
2005 (2010)
belanja. Dasar: Belanja aktual untuk
•35% penduduk kota memiliki
infrastruktur nasional adalah sebesar
akses terhadap air ledeng,
Rp.18,9 triliun pada tahun 2006.
dibandingkan dengan tingkat
Sasaran: Pada tahun 2010, belanja aktual
31% pada tahun 2006 (2010)
untuk infrastruktur nasional meningkat
•60% penduduk memiliki akses
sebesar 25% dari tingkat belanja aktual
terhadap listrik dibandingkan
tahun 2006. Sumber data: Depkeu.
dengan tingkat 55% pada
tahun 2003 (2010)
•84% jalan nasional tetap
dalam kondisi bagus/baik
dibandingkan dengan 81%
pada tahun 2006 (2010)
Persyaratan
penyelenggaraan
infrastruktur di Indonesia
sangat banyak, dan
melampaui yang dapat
didukung melalui
investasi pemerintah
2. Meningkatnya investasi swasta dalam
infrastruktur melalui pembuatan kerangka
kerja PPP yang baik, handal, dan
transparan. Dasar: Komitmen keuangan
sektor swasta untuk proyek-proyek
infrastruktur swasta adalah sebesar 0,5%
dari PDB pada tahun 2005. Sasaran:
Komitmen keuangan sektor swasta
untuk proyek-proyek infrastruktur swasta
meningkat menjadi 0,75% dari PDB pada
tahun 2010. Sumber data: Depkeu.
Pembiayaan berkelanjutan:
Infrastruktur Jalan Strategis;
Pengembangan Pasar Gas
Dalam Negeri; Transportasi
Indonesia Timus; WSSLIC
III; TF Perkotaan (PHRD); TF
Air dan Sanitasi (AusAid)
Pembiayaan Terencana:
IDPL; Pemeliharaan dan
Peningkatan Jalan Nasional;
Penyimpanan Pompa/
Tenaga Air; Operasi
Waduk; Pengendalian
Banjir Jakarta; Pembiayaan
Infrastruktur Swasta;
pinjaman investasi khusus
• Transaksi PPP melalui tender untuk sektor-sektor air,
transportasi, dan energi;
sesuai dengan Perpres
pinjaman IIF dan Investasi
67/2005
IFC; IFC IPP Tenaga
•Komitmen keuangan sektor
Batubara PLN Jawa
swasta untuk proyek-proyek
infrastruktur swasta meningkat Tengah; TF infrastruktur
(AusAID)
menjadi 0,75% dari GDP
dibandingkan dengan tingkat
0,5% pada tahun 2005 (2010) AAA/Lainnya: catatan
sektor infrastruktur; strategi
pembangunan infrastruktur;
Jasa Konsultasi IFC
49
Bidang Keterlibatan Inti 3: Pengembangan Masyarakat dan Perlindungan Sosial
Sekitar 110 juta
orang masih hidup
dengan penghasilan
di bawah AS$2 per
hari; sejumlah besar
anggota masyarakat
perkotaan maupun
pedesaan miskin karena
kurangnya pendapatan
dan peluang pekerjaan
produktif yang kurang
memadai; kurangnya
penyelenggaran jasa
yang berkualitas bagi
masyarakat miskin;
kesenjangan regional
yang besar (khususnya
provinsi-provinsi
di belahan timur);
masyarakat miskin rentan
terhadap goncangangoncangan seperti
kenaikan harga sembako
dan bencana alam
1. Meningkatnya kondisi pemerintahan
• Meningkatnya tingkat
tingkat kelurahan serta kondisi sosial
belanja rumah tangga atau
ekonomi pada masyarakat perkotaan yang meningkatnya akses ke jasamiskin melalui pelaksanaan pemberantasan jasa ekonomi dan sosial di
kemiskinan yang lebih luas dan program7,800 kelurahan (akhir 2009)
program pemberdayaan masyarakat untuk •Infrastruktur yang dibangun
menghasilkan pendapatan atau hibah untuk lebih murah 20% daripada
pengadaan infrastruktur tingkat tersier. Data infrastruktur yang dibangun
Dasar dan sasaran akan dikembangkan
dengan pendekatan
sebagai bagian dari proyek-proyek yang
nonmasyarakat di 80%
didukung oleh Bank dan AAA.
kelurahan yang berpartisipasi
•EIRR >30% untuk jenis-jenis
2. Meningkatnya kondisi pemerintahan
infrastruktur pedesaan di
tingkat kelurahan serta kondisi sosial
PNPM kecamatan
ekonomi pada masyarakat pedesaan yang •Tingkat kepuasan penerima
miskin melalui pelaksanaan pemberantasan manfaat sebesar 80%
kemiskinan yang lebih luas dan programterhadap peningkatan jasa dan
program pemberdayaan masyarakat dan
pemerintahan tingkat daerah
penyediaan sumber daya investasi untuk •Meningkatnya belanja RT dan
mendukung proposal-proposal produktif
akses ke jasa ekonomi dan
yang dikembangkan oleh masyarakat,
sosial di sedikitnya 2,500
dengan menerapkan proses perencanaan
kelurahan miskin (2008)
partisipatif. Dasar: Tingkat kemiskinan
•Meningkatnya belanja RT dan
sebesar 16,7% pada tahun 2007. Sasaran: akses ke jasa ekonomi dan
Angka kemiskinan menurun hingga 12%
sosial di sedikitnya 4,000
pada tahun 2012. Sumber data: BPS.
kelurahan miskin (2009).
Meningkatnya indikator
3. Belanja publik lebih mendukung
kesehatan dan pendidikan di
masyarakat miskin melalui penurunan
130 kecamatan di 5 provinsi
subsidi bahan bakar dan melakukan
melalui percobaan CCT PNPM
realokasi penghematan ke target intervensi Generasi
strategis untuk masyarakat miskin dan
•Penerapan DAK berbasis
keberhasilan implementasi CCT.
kinerja
Dasar: 3,8% PDB sebesar US$83/bbl.
•MIS terbentuk untuk
Sasaran: Subsidi bahan bakar turun 50%
memeriksa pemenuhan
dan sumber daya direalokasi untuk, di
ketentuan program CCT
antaranya, program yang mendukung
•Perluasan daerah jangkauan
masyarakat miskin. Sumber data: Depkeu. CCT (berkelanjutan)
Pembiayaan Berkelanjutan:
KDP; UPP; SPADA; TF
PNPM (Belanda, Australia,
DFID); TF SPADA (DFID)
Pembiayaan Terencana:
PNPM-Pedesaan; PNPM
Perkotaan; Gabungan
PNPM; Lapangan Kerja
bagi Pemuda; TF PNPM
AAA/Lainnya: Penilaian
kemiskinan; strategi
pekerjaan yang mendukung
masyarakat miskin; evaluasi
dampak dan kajian PNPM;
evaluasi dampak CCT;
dukungan teknis PNPM;
pembinaan BPS dalam
hal penentuan sasaran
masyarakat miskin dan
penguatan sistem
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Mengurangi angka
kemiskinan dan
meningkatkan
kemerataan
dengan
meningkatkan
penghidupan dan
penyelengaraan
jasa, dan
mengurangi sisa
daerah-daerah
kekurangan untuk
memperkuat
inklusivitas
Tujuan Jangka
Panjang Indonesia
Masalah dan
Kendala
Meningkatkan
pendidikan dasar
untuk mencapai
MDG dalam hal
angka masuk
sekolah dasar dan
target melek huruf
dan meningkatkan
kualitas pendidikan
untuk meningkatkan
daya saing dan
inklusivitas
Kurangnya jasa
ECED yang
terjangkau,
terutama oleh
masyarakat
miskin
Hasil Pengembangan pada akhir TA12
Indikator Menengah untuk
Tonggak Penting Pembangunan
Model Keterlibatan WBG
Bidang Keterlibatan Inti 4: Sektor Pendidikan (lanjutan)
50
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
1. Meningkatnya perkembangan anak-anak
• Meningkatnya jasa ECED
masyarakat miskin antara usia 0 hingga 6
berbasis masyarakat di
tahun di provinsi-provinsi tertentu: Menurunnya
provinsi-provinsi tertentu.
persentase anak-anak berusia 0-6 tahun yang
Pada tahun 2010, 6000 desa
menderita kekurangan gizi. Dasar: 27% anak-anak telah mengadopsi pendekatan
menderita kekurangan berat badan (Susenas
berbasis komunitas untuk
2001). Sasaran: 20%. Sumber data: Susenas,
menyelenggarakan jasa ECED
IFLS.
•Pembuatan dan penggunaan
standar untuk jasa
Rendahnya
2. Meningkatnya jumlah guru pendidikan dasar
perkembangan usia dini. Pada
kualitas
yang memenuhi kualifikasi akademik yang
tahun 2011,
pendidikan dasar diamanatkan dalam Undang-Undang Guru.
Dasar: 30% guru-guru SD dan SMP memegang •Standar ECED dikeluarkan
dan digunakan di lebih dari 10
gelar S1 atau lebih tinggi. Sasaran: 70% guru
provinsi
memegang gelar S1 atau lebih tinggi. Sumber:
•Penurunan angka ketidakhadiran
sensus guru; data Departemen Pendidikan
guru: Sasaran: mengurangi
Nasional (Diknas).
angka ketidakhadiran dari angka
Tidak efisiennya 3. Meningkatnya efisiensi dan kemerataaan dalam 19 persen (berdasarkan survei
belanja yang
penggunaan sumber daya untuk meningkatkan
tahun 2002)
diakibatkan
akses terhadap pendidikan dasar; berkurangnya •Dihapuskannya insentif buruk
oleh lemahnya
ketidakefektifan akibat pasokan berlebih dan
bagi kelurahan-kelurahan
pengelolaan
tidak meratanya guru; berkurangnya kelebihan
tentang perekrutan guru
pendidikan
pasokan guru sebagaimana diukur dengan
di tingkat
perbandingan guru-murid (student-teacher ratio
kecamatan dan
atau STR) dalam pendidikan dasar. Dasar: STR
sekolah, yang
SD=20 dan STR SMP=14. Sasaran: STR SD=26
berdasarkan
dan STR SMP=22. Sumber data: Sensus guru
kerangka kerja
oleh Diknas.
desentralisasi
yang tidak
lengkap
Tingginya biaya
yang ditanggung
orang tua di
semua tingkat
pendidikan
4. Bagian sumber daya pendidikan umum yang Peningkatan besarnya dan
lebih besar, yang dialirkan ke pengguna akhir dan pengelolaan BOS
menjadikan pendidikan dasar terjangkau bagi
para siswa yang tidak mampu dan meningkatkan
angka masuk pendidikan menengah.
4a. Menurunnya rata-rata biaya per tahun per
siswa SD dan SMP pada kuintil termiskin. Dasar:
Rp.310.296 untuk SD dan Rp.492.586 untuk
SMP per siswa per tahun pada tingkat harga
tahun 2006 (Susenas, 2006). Sasaran: Melalui
pembiayaan bersama dalam program BOS, turun
menjadi Rp.150.000 untuk SD dan Rp.250.000
untuk SMP per siswa pada tingkat harga tahun.
Sumber data: Susenas.
4b. Meningkatnya angka masuk sekolah bersih
pada pendidikan menengah (SMP sekaligus
SMU). Dasar: 57% (2007). Sasaran: Melalui
pembiayaan program BOS bersama, meningkat
menjadi 70% (2012). Sumber data: Susenas.
Lemahnya daya 5. Meningkatnya program-program pelatihan dan
saing lulusan dari sistem pendidikan tinggi:
sistem pendidikan 5a. Akreditasi kelembagaan diberikan kepada
lembaga pendidikan tinggi dan penyedia
pelatihan sektor swasta yang didukung oleh
Departemen Pendidikan Tinggi dan Pendidikan
nonFormal dalam Diknas. Dasar: 215 lembaga
pelatihan sektor swasta terakreditasi, dan tidak
ada lembaga pendidikan tinggi yang terakreditasi.
Sasaran: 430 lembaga pelatihan sektor swasta
terakreditasi dan 5% lembaga pendidikan tinggi
terakreditasi. Sumber data: Data Diknas.
5b. Departemen Pendidikan Tinggi dan
Pendidikan nonFormal dalam Diknas
melaksanakan kajian penelusuran secara teratur
atas lulusan universitas dan lulusan programprogram pelatihan kerja untuk memantapkan
posisi mereka di pasar tenaga kerja. Dasar:
Belum ada kajian penelusuran. Target: Sudah ada
kajian penelusuran. Sumber data: Data Diknas.
Peningkatan kurikulum di
lembaga pendidikan tinggi dan
penyedia pelatihan sektor swasta
didukung oleh Ditjen Pendidikan
Tinggi dan Ditjen Pendidikan Luar
Sekolah Depdiknas
Pembiayaan Berkelanjutan:
BERMUTU; Pendidikan
Tinggi; ECED; MDTF
Kapasitas Pendidikan
Dasar; BERMUTU dan TF
ECED (Belanda)
Pembiayaan Terencana:
BOS; SISWA 1 & 2; TF
Pendidikan
AAA/Lainnya: Tinjauan dan
penilaian sektor pendidikan;
dukungan untuk
RENSTRA; PER; ESW
tentang ECED; Pendidikan
Tinggi (IMHERE); GDLN;
BERKERJA;
Tujuan Jangka
Panjang Indonesia
Masalah dan Kendala
Hasil Pengembangan pada akhir TA12
Indikator Menengah
untuk Tonggak Penting
Pembangunan
Model Keterlibatan
WBG
Bidang Keterlibatan Inti 4: Sektor Pendidikan (lanjutan)
Meningkatkan
Kurangnya informasi, dan
pendidikan dasar
pengawasan serta evaluasi
untuk mencapai
dana pendidikan yang lemah.
MDG dalam hal
angka masuk
sekolah dasar dan
target melek huruf
dan meningkatkan
kualitas pendidikan
untuk meningkatkan
daya saing dan
inklusivitas
6. Informasi yang meningkat dan penerapan, CIMU beroperasi di
pengawasan dan evaluasi dana pendidikan
wilayah-wilayah dan
yang lebih baik melalui program BOS-KITA.
program-program tertentu
Dasar: Tidak ada pengawasan dana
pendidikan secara sistematis dan berkala
yang independen. Sasaran: Suatu Unit
Pengawasan Independen Pusat atau Central
Independent Monitoring Unit (CIMU) didirikan
dan dioperasikan dengan basis seluruh sektor.
Sumber data: Data Depdiknas dan CIMU.
Pembiayaan
Berkelanjutan:
BERMUTU;
Pendidikan Tinggi;
ECED; MDTF
Kapasitas Pendidikan
Dasar; BERMUTU dan
TF ECED (Belanda)
Pembiayaan
Terencana: BOS;
SISWA 1 & 2; TF
Pendidikan
AAA/Lainnya:
Tinjauan dan penilaian
sektor pendidikan;
dukungan untuk
RENSTRA; PER;
ESW tentang ECED;
Pendidikan Tinggi
(IMHERE); GDLN;
BERKERJA;
Bidang Keterlibatan Inti 5: Kelestarian Lingkungan dan Pengurangan Bencana
Persaingan di antara rekan
imbangan nasional untuk
memimpin program perubahan
iklim: mandat dan mitra yang
tidak jelas; subsidi bahan
bakar dan listrik yang berakar
menurunkan insentif untuk
efisiensi energi dan sumber
daya terbarukan; masalahmasalah kepemerintahan
yang terus-menerus yang
menyebabkan penggundulan
hutan; hak guna tanah yang
bertentangan dan terdesentralisasi menghambat
kemampuan mengolah hutan
dan tanah gambut
Persaingan di antara rekan
imbangan nasional untuk
memimpin program perubahan
iklim: mandat dan mitra yang
tidak jelas; subsidi bahan
bakar dan listrik yang berakar
menurunkan insentif untuk
efisiensi energi dan sumber
daya terbarukan; masalahmasalah kepemerintahan
yang terus-menerus yang
menyebabkan penggundulan
hutan; hak guna tanah yang
bertentangan dan terdesentralisasi menghambat
kemampuan mengolah hutan
dan tanah gambut
1. Penurunan pertumbuhan gas rumah
kaca atau greenhouse gas (GHG) di sektor
energi. Dasar: Melanjutkan kecenderungan
penurunan dalam pertumbuhan intensitas
emisi gas rumah kaca untuk sektor energi:
1995-99: 4% rata-rata pertumbuhan tahunan;
2000-04: 1,7% rata-rata pertumbuhan tahunan.
Sasaran: Tambahan 10% penurunan dalam
pertumbuhan intensitas emisi selama 2005-10.
Sumber data: “Indonesia and Climate Change:
Current Status and Policies,” 2007, PEACE/
DFID/World Bank.
• Mekanisme koordinasi
perubahan iklim ditetapkan
(2008)
•Peraturan usaha panas
bumi dikeluarkan (2009)
•Rencana energi nasional
dikeluarkan (2009)
•Peraturan undang-undang
energi dikeluarkan (2010)
•Tindakan-tindakan
perubahan iklim yang
tercantum dalam rencana
pembangunan jangka
menengah (2010)
•Tindakan-tindakan
yang dianggarkan dan
sedang diterapkan
(berkesinambungan)
•Rencana induk tanah
gambut Kalimantan
tengah diterapkan (200912)
•Inventaris tanah gambut,
analisis awal dan analisis
risiko dirampungkan
(2010)
2. Kebijakan-kebijakan dan proyek-proyek
• Keputusan dan pedoman
perintis untuk mengurangi emisi dari
Kementerian untuk
penggundulan hutan dan degradasi diterapkan program REDD (2008)
dengan efektif. Dasar: Emisi karbon dari tanah •“Kesiapan” REDD tercapai
sejumlah 2.563 juta ton setara CO2 (2005).
(2009)
Sasaran: 2.307 juta ton setara CO2.
Pembiayaan yang
sedang berjalan:
Rehabilitasi Terumbu
Karang (GEF);
Penipisan Ozon (OTF);
Dana Perwalian untuk
Sumber Daya Air
(Belanda)
Pembiayaan
terencana: DPL5;
CC DPL; Fasilitas
Kemitraan Karbon
Hutan; Dana Investasi
Kehutanan; Dana
Perwalian Perubahan
Iklim; investasi IFC
AAA/Lain-lain:
Strategi pertumbuhan
karbon rendah; studi
REDD; DRR untuk
Aceh; Program
Transformasi
Pemerintah untuk
Aceh (AGTP)
51
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Memperkuat
kapasitas negara
untuk beradaptasi
pada perubahan
iklim dan menjawab
tantangan
lingkungan
untuk menjamin
kesinambungan
Tujuan Jangka
Panjang Indonesia
Masalah dan Kendala
Hasil Pengembangan pada akhir TA12
Indikator Menengah
untuk Tonggak Penting
Pembangunan
Model Keterlibatan
WBG
Bidang Keterlibatan Inti 5: Kelestarian Lingkungan dan Pengurangan Bencana (lanjutan)
Memperluas
kemampuan untuk
meningkatkan
kesiapan risiko
bencana,
langkah-langkah
pengurangan,
dan pemulihan
pascabencana
serta ketanggapan
rekonstruksi untuk
memperkuat
kesinambungan
52
Kemungkinan pelipatgandaan
usaha karena banyaknya
mitra-mitra pembangunan
dalam Pengurangan Risiko
Bencana (DRR); struktur Badan
Penanganan Bencana yang
baru mungkin tidak memiliki
kapasitas untuk memasukkan
DRR
3. Pengurangan risiko bencana (DRR) yang • National Action Plan for
diperkuat dalam perencanaan dan administrasi Disaster Risk Reduction
pembangunan. Dasar: Tingkat pembiayaan
issued by Bappenas
yang sudah ada untuk DRR. Sasaran:
(2010)
peningkatan 20% di tahun 2010. Sumber data: • Disaster Management
Anggaran nasional.
Agency operational (2009)
• Local disaster
management plans
prepared (2011)
• Emergency operations
centers designed and
functional (continuous)
4. Memperkuat pengaturan kelembagaan dan
memampukan lingkungan untuk memudahkan
penerapan pengurangan risiko bencana yang
partisipatif. Dasar: Situasi saat ini adalah
kapasitas DRR dan kebijakan/peraturan
yang lemah dan terpecah-belah. Sasaran:
Meningkatkan kapasitas dan kerangka operasi
bagi DRR di kecamatan/provinsi sasaran
selambat-lambatnya tahun 2012. Sumber data:
Pemerintah provinsi.
Kebijakan-kebijakan,
undang-undang dan
peraturan-peraturan
pengurangan risiko
bencana, disiapkan dan
diterapkan di provinsiprovinsi terpilih (2011)
Pembiayaan yang
sedang berjalan:
Rehabilitasi Terumbu
Karang (GEF);
Penipisan Ozon (OTF);
Dana Perwalian untuk
Sumber Daya Air
(Belanda)
Pembiayaan
terencana: DPL5;
CC DPL; Fasilitas
Kemitraan Karbon
Hutan; Dana Investasi
Kehutanan; Dana
Perwalian Perubahan
Iklim; investasi IFC
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
AAA/Lain-lain:
Strategi pertumbuhan
karbon rendah; studi
REDD; DRR untuk
Aceh; Program
5. Program penyadaran publik diterapkan
• Rencana-rencana
Transformasi
untuk menggalakkan budaya aman. Dasar:
pembangunan strategis
Pemerintah untuk
Saat ini tidak ada program penyadaran publik lima-tahun dikembangkan Aceh (AGTP)
berkualitas yang sistematis. Target: Kesadaran dan diterapkan oleh
publik yang meningkat selambat-lambatnya
pemerintah provinsi
tahun 2012. Sumber data: Pemerintah provinsi. (2011).
•Program-program
penyadaran publik
dikembangkan dan
diterapkan (2011)
Apendiks 3.
Indonesia: Kemajuan ke arah MDG
Kinerja sehubungan dengan MDG telah tercampur
baur. Dari delapan Tujuan Pembangunan Milenium
atau Millenium Development Goals (MDGs) yang
terdaftar di tabel di bawah ini, mayoritas sudah berada
pada jalur yang tepat. Di tahun 2006, persentase
penduduk yang hidup dengan kurang dari US$1 per
hari jauh berada di bawah sasaran MDG yaitu 10,3
persen. Terdapat perbaikan-perbaikan yang menonjol
dalam pencapaian pendidikan di tingkat dasar. Selain
itu, angka bersih pendaftaran ke sekolah dasar tetap
tinggi, termasuk dari sisi
keseimbangan jender.
Angka kematian balita menurun secara stabil. Akses
ke sarana air yang lebih baik telah meningkat drastis,
meskipun masih cenderung rendah bagi masyarakat
miskin. Namun indikator-indikator lain kurang positif.
Penurunan kekurangan gizi stagnan sejak tahun 2002,
mengurangi kemajuan yang dibuat di indikator lain
dalam tujuan pengentasan kemiskinan, dan angka
kematian ibu hanya menurun 20 persen antara tahun
1993 dan 2005, kemungkinan tidak cukup untuk
memenuhi sasaran MDG tahun 2015. Akhirnya,
meskipun dengan kemajuan-kemajuan terakhir, akses
ke sanitasi yang lebih baik juga tetap jauh dari sasaran
MDG untuk tujuan yang terkait dengan lingkungan
hidup.
Kemajuan Indonesia dalam mencapai MDGnya
53
1. Memberantas
kemiskinan dan
kelaparan yang ekstrem
Sasaran
Mengurangi separuh proporsi penduduk yang hidup di bawah
1 dolar AS perhari (indikator: proporsi penduduk yang hidup di
bawah 1 dolar AS per hari)
Mengurangi separuh proporsi penduduk yang menderita kelaparan
(indikator: prevalensi kekurangan gizi)
2. Mencapai pendidikan Memastikan semua anak dapat menyelesaikan satu masa penuh
dasar universal
pendidikan dasar (indikator: pendaftaran bersih di sekolah dasar)
3. Memajukan
Menghilangkan kesenjangan jender di pendidikan dasar dan
kesetaraan jender
menengah, diharapkan selambat-lambatnya tahun 2005, dan
dan memberdayakan
di semua tingkat pendidikan selambat-lambatnya tahun 2015
perempuan
(indikator: angka bersih untuk pendaftaran anak perempuan ke
sekolah dasar)
4. Menurunkan angka
Menurunkan sebanyak 2/3 angka kematian balita (indikator: jumlah
kematian anak
balita per 1.000 kelahiran hidup)
5. Memperbaiki
Mengurangi sebanyak ¾ perbandingan angka kematian ibu
kesehatan ibu
(indikator: MMR per 100.000 kelahiran hidup)
6. Memerangi HIV,
Telah dihentikan, sampai dengan tahun 2015, dan mulai
malaria dan penyakit
menurunkan penyebaran HIV/AIDS dan penyakit berat lainnya
lainnya
(indikator: prevalensi HIV/AIDS)
Telah dihentikan, sampai dengan tahun 2015, dan mulai
menurunkan insidensi TB (indikator: prevalensi TB per 100.000)
7. Menjamin kelestarian Mengurangi separuh, sampai dengan tahun 2015, proporsi
lingkungan
penduduk tanpa akses berkelanjutan ke air minum yang bersih
(indikator: proporsi penduduk dengan akses ke air bersih)
Mengurangi separuh, sampai dengan tahun 2015, proporsi
penduduk tanpa akses berkelanjutan ke sanitasi dasar
(indikator: proporsi penduduk dengan akses ke sanitasi dasar)
Sampai dengan tahun 2020, telah mencapai perbaikan kehidupan
yang signifikan sedikitnya untuk 100 juta penduduk dareah kumuh
Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
ke dalam kebijakan-kebijakan dan program-program negara dan
memulihkan sumber daya lingkungan yang hilang
8. Mengembangkan
Bekerja sama dengan negara-negara berkembang,
kemitraan global untuk
mengembangkan dan menerapkan strategi untuk pekerjaan yang
pembangunan
layak dan produktif bagi generasi-generasi muda (indikator: angka
pengangguran generasi muda)
Sasaran
tahun 2015
Nilai
Sejak
Sesuai
jalur
10.3
8.5
2006
Ya
19
25.8
2005
Tidak
100
93.2
2005
Ya
100
99.7
2005
Ya
33
46.0
2005
Ya
105
307
2005
Tidak
Informasi kurang
Tidak
tersedia
262
2005
Ya
86
77
2004
Ya
73
55
2004
Tidak
Informasi kurang
Informasi kurang
Tidak
tersedia
30.6
2005
Tidak
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Tujuan
Apendiks 4.
Indonesia: Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia:
Ringkasan Penilaian Kemiskinan Terakhir
Indonesia berada di ambang era baru. Setelah
pergolakan-pergolakan ekonomi, politik dan sosial
yang mencatat sejarah di akhir 1990-an, Indonesia
telah mulai berdiri kembali, menjadi salah satu negara
ekonomi kuat yang baru di dunia. Tingkat kemiskinan
yang telah meningkat sebanyak lebih dari sepertiga
selama krisis, kini berada di tingkat prakrisis.
54
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Meskipun demikian, tantangan untuk menurunkan
kemiskinan di Indonesia tetap menjadi masalah paling
mendesak di negara ini. Jumlah penduduk yang hidup di
bawah US$2/hari hampir menyamai semua yang hidup
dengan atau di bawah US$2/hari di seluruh wilayah
Asia Timur lainnya, kecuali RRC. Akhir-akhir ini, terdapat
peningkatan yang tidak diperkirakan sebelumnya
dalam angka kemiskinan. Kemunduran ini tampaknya
disebabkan terutama oleh kenaikan tajam harga padi
antara Februari 2005 dan Maret 2006 yang sebagian
besar menyebabkan kenaikan angka masyarakat
miskin menjadi 17,75 persen. Tetapi satu perkembangan
terakhir yang positif adalah bahwa kemiskinan menurun
ke tingkat sebelum tsunami di Aceh (lihat Kotak 1).
Indonesia memiliki peluang emas menurunkan
kemiskinan dengan pesat. Pertama, dengan melihat
sifat kemiskinan, memusatkan perhatian pada beberapa
bidang unggulan dapat memberi beberapa kemenangan
dengan cepat dalam perang melawan kemiskinan
dan rendahnya hasil pengembangan manusia. Kedua,
sebagai negara penghasil minyak dan gas, Indonesia
berada di posisi untuk memperoleh keuntungan
dalam beberapa tahun ke depan dari sumber-sumber
daya keuangan. Hal ini disebabkan oleh harga minyak
yang lebih tinggi dan penurunan subsidi bahan bakar.
Ketiga, Indonesia masih dapat memperoleh keuntungan
lebih jauh dari proses-proses demokratisasi dan
desentralisasinya yang terus berlanjut.
Kemiskinan di Indonesia memiliki tiga ciri yang
menonjol: (i) Banyak rumah tangga terkonsentrasi
di sekitar garis kemiskinan pendapatan nasional
sejumlah kurang lebih 1.55 dolar AS per hari PPP,
membuat bahkan banyak penduduk tidak miskin
rentan terhadap kemiskinan; (ii) ukuran kemiskinan
pendapatan tidak mencakup jangkauan kemiskinan
sebenarnya di Indonesia; banyak dari mereka yang
kemungkinan tidak miskin secara pendapatan
dapat diklasifikasikan sebagai masyarakat miskin
berdasarkan kekurangan akses ke layanan-layanan
pokok dan hasil pengembangan manusia yang
buruk; dan (iii) dengan melihat ukuran besar dan kondisi
berbeda-beda kepulauan Indonesia, kesenjangan
regional merupakan ciri pokok kemiskinan di negara ini.
Sebuah analisis akan kemiskinan, faktor-faktor
penentunya, dan sejarah Indonesia dalam menurunkan
kemiskinan menunjuk pada tiga cara untuk memerangi
kemiskinan. Tiga cara untuk membantu penduduk
mengangkat diri mereka sendiri dari kemiskinan adalah
pertumbuhan ekonomi, layanan sosial, dan belanja
publik. Masing-masing dari cabang ini mengatasi satu
atau lebih ciri-ciri pembentuk kemiskinan di Indonesia:
kerentanan, multidimensi dan kesenjangan sosial.
Dengan kata lain, strategi kemiskinan yang efektif
untuk Indonesia memiliki tiga komponen:
• Membuat Pertumbuhan Ekonomi Berguna bagi
Masyarakat Miskin. Pertumbuhan ekonomi telah dan
akan terus menjadi hal penting dalam menurunkan
kemiskinan. Membuat pertumbuhan berguna bagi
masyarakat miskin sekaligus merupakan kunci
menghubungkan masyarakat miskin di seluruh
bagian-bagian kepulauan Indonesia yang berbedabeda dengan proses pertumbuhan, baik antara
daerah pedalaman dan perkotaan maupun antara
kelompok-kelompok regional dan kepulauan yang
beragam. Oleh karena itu, sangat penting untuk
mengatasi masalah kesenjangan regional. Untuk
mengatasi karakteristik kerawanan kemiskinan
yang dikaitkan dengan padatnya konsentrasi
distribusi pendapatan di Indonesia, apa pun yang
dapat mengalihkan distribusi ini ke sayap kanan
akan dengan cepat menurunkan insidensi dari dan
kerentanan terhadap kemiskinan pendapatan.
• Membuat Layanan Sosial Berguna bagi Masyarakat
Miskin. Pemberian layanan sosial pada masyarakat
miskin, baik oleh sektor publik maupun swasta,
penting untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Pertama, hal ini merupakan kunci dalam mengatasi
dimensi nonpendapatan dari kemiskinan. Indikator
pengembangan manusia yang tertinggal, seperti
angka kematian ibu yang tinggi, harus ditanggulangi
dengan meningkatkan kualitas layanan yang
disediakan untuk orang miskin. Hal ini melampaui
tingkat-tingkat belanja publik: hal tersebut mengenai
meningkatkan
sistem
pertanggungjawaban,
mekanisme pemberian layanan, dan bahkan prosesproses pemerintah. Kedua, sifat kesenjangan regional
melampaui kesenjangan pendapatan dan sebagian
besar tecermin pada kesenjangan dalam akses
ke layanan yang, pada gilirannya, menghasilkan
kesenjangan dalam hasil pengembangan manusia
di seluruh wilayah. Karena itu, membuat layanan
berguna bagi masyarakat miskin merupakan kunci
untuk mengatasi masalah kesenjangan regional
dalam kemiskinan.
• Membuat Belanja Publik Berguna bagi Masyarakat
Miskin. Selain pertumbuhan ekonomi dan layanan
sosial, pemerintah -- dengan menargetkan belanja
publik pada masyarakat miskin -- dapat membantu
mereka dalam melawan kemiskinan pendapatan dan
nonpendapatan. Belanja publik dapat digunakan
untuk membantu mereka yang rentan terhadap
kemiskinan pendapatan melalui sistem modern
perlindungan sosial yang menggandakan usahausaha mereka dalam menangani ketidakpastian
ekonomi. Selain itu, belanja publik dapat digunakan
untuk meningkatkan hasil-hasil pengembangan
manusia – dan karenanya, mengatasi aspek
multidimensi nonpendapatan dari kemiskinan.
Membuat belanja berguna bagi masyarakat miskin
sangat berkaitan menimbang ruang keuangan yang
makin bertambah yang ada di Indonesia saat ini.
Tiga transformasi sedang berlangsung di Indonesia,
setiap transformasi dapat kurang lebih memihak
masyarakat miskin. Langkah-langkah kebijakan yang
dapat membuat perubahan-perubahan ini menurunkan
kemiskinan dengan pesat termasuk:
• Selama Indonesia bertumbuh, ekonominya diubah
dari ekonomi pertanian sebagai andalannya menjadi
ekonomi yang akan lebih bergantung pada jasa dan
industri. Prioritas untuk membuat pertumbuhan
ini berguna bagi masyarakat miskin adalah iklim
investasi pedesaan yang lebih bersahabat, terutama
lewat jalan-jalan desa yang lebih baik.
• Sementara demokrasi mengambil alih, pemerintah
ditransformasi dari keadaan di mana layanan sosial
diberikan dari pusat menuju ke pemberian layanan
yang lebih bergantung pada pemerintah daerah.
Prioritas untuk membuat layanan berguna bagi
masyarakat miskin adalah kapasitas pemerintah
daerah yang lebih kuat dan insentif yang lebih baik
untuk penyedia jasa.
• Sementara Indonesia menyatu secara internasional,
sistem-sistem perlindungan sosialnya dimodernisasi
sehingga Indonesia merata secara sosial dan
kompetitif secara ekonomi. Prioritas untuk membuat
belanja publik berguna bagi masyarakat miskin
adalah dengan beralih dari intervensi pasar untuk
komoditas yang dikonsumsi masyarakat miskin
(seperti bahan bakar dan beras) ke penyediaan
dukungan pendapatan yang ditargetkan pada rumahrumah tangga yang miskin, dan menggunakan ruang
keuangan untuk meningkatkan layanan-layanan
kritis seperti pendidikan, kesehatan, air bersih dan
sanitasi.
Prioritas pengentasan kemiskinan di Aceh meliputi:
Gempa bumi dan tsunami di Samudera Hindia pada
Desember 2004 menyebabkan kerusakan dan kerugian
yang sangat parah di Aceh, baik dalam hal ekonomi
maupun korban jiwa. Kemiskinan di Aceh sedikit
meningkat pasca tsunami, yaitu dari 28,4 persen pada
tahun 2004 menjadi 32,6 persen pada tahun 2005.
Hal ini merupakan kebalikan dari penurunan angka
kemiskinan yang terjadi di daerah-daerah lainnya di
Indonesia. Pada tahun 2006, angka kemiskinan turun
menjadi 26,5 persen di bawah angka pratsunami. Hal
ini menunjukkan bahwa kenaikan angka kemiskinan
sehubungan dengan terjadinya tsunami hanya bersifat
sementara, dan kemungkinan besar kegiatan-kegiatan
rekonstruksi mendorong penurunan tersebut.
• Upaya-upaya pembangunan jangka panjang perlu
difokuskan pada daerah-daerah termiskin di Aceh,
terutama daerah-daerah di pedalaman pedesaan
dan daerah-daerah yang terpencil.
• Setiap strategi pengentasan sebaiknya difokuskan
pada peningkatan produktivitas sektor pertanian
dan perikanan.
• Untuk menghindari berkembangnya konflik, yang
sangat erat hubungannya dengan kekayaan sumber
daya alam, Pemerintah Aceh dapat: (i) melakukan
diversifikasi ekonomi yang jauh dari sumber daya
alam; (ii) meningkatkan transparansi distribusi dan
penggunaan pendapatan; dan, (iii) memastikan
penerapan prinsip supremasi hukum.
• Pemerintah Aceh perlu berinvestasi dalam
kepegawaian yang kuat untuk menjamin alokasi
sumber daya yang efektif, serta penyediaan
layanan publik yang berkualitas.
• Pemerintah Aceh perlu meneliti pola belanja, seperti
meningkatnya belanja administrasi pemerintah dan
pembayaran gaji pegawai negeri.
• Pemerintah Aceh perlu melanjutkan investasi
besarnya dalam pendidikan, serta meningkatkan
efisiensi belanja.
• Perencanaan yang lebih baik diperlukan untuk
menyesuaikan kebutuhan yang telah diketahui dan
alokasi sumber daya di sektor-sektor kunci.
Meskipun demikian, angka kemiskinan di Aceh tetap
jauh lebih tinggi daripada daerah-dearah lainnya
di Indonesia. Tingkat pertumbuhan di Aceh sangat
rendah dan bahkan cenderung negatif dalam tiga
puluh tahun terakhir, seringkali tertinggal di belakang
Indonesia dan Sumatra Utara. Kemiskinan di Aceh
terutama merupakan sebuah fenomena pedesaan,
di mana terdapat lebih dari 30 persen rumah tangga
di pedesaan yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Tampaknya ada dua kelompok yang tumpang
tindih tetapi rentan secara berbeda, yaitu kelompok
miskin struktural atau mereka yang sudah miskin
sebelum tsunami terjadi, dan mereka yang mengalami
“guncangan” dan yang menderita kerugian harta
benda dan kekayaan pribadi karena tsunami.
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Kotak. Kemiskinan di Aceh
55
Apendiks 5.
Indonesia: Doing Business 2008
Kemudahan berusaha (peringkat)
PNB per kapita
Populasi (juta)
INDONESIA
Asia Timur & Pasifik
Pendapatan menengah ke bawah
Memulai usaha (peringkat)
Prosedur (jumlah)
Waktu (hari)
Biaya (% pendapatan per kapita)
80.0
Modal minimum (% pendapatan per kapita)
38.4
Mengurusi izin (peringkat)
Prosedur (jumlah)
Waktu (hari)
Biaya (% pendapatan per kapita)
56
168
12
105
Mempekerjakan karyawan (peringkat)
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Indeks kesulitan mendapatkan karyawan
Indeks kekakuan jam kerja
Indeks kesulitan memutuskan hubungan
kerja
Indeks kekakuan pemberian kerja
Biaya kerja bukan upah (% gaji)
Biaya PHK (minggu gaji)
99
19
196
286.8
153
72
0
Melindungi investor (peringkat)
Indeks luas pengungkapan
Indeks luas pertanggungjawaban direktur
Indeks kemudahan tuntutan pemegang
saham
Indeks kekuatan perlindungan investor
Membayar pajak (peringkat)
Pembayaran (jumlah per tahun)
Waktu (jam per tahun)
Total tingkat pajak (% laba)
Melakukan perdagangan lintas batas
(peringkat)
Dokumen ekspor (jumlah)
Waktu ekspor (hari)
123
1,420
223.0
51
9
5
3
5.7
110
51
266
37.3
41
5
21
60
Biaya ekspor (US$ per kontainer)
667
44
10
108
Dokumen impor (jumlah)
Waktu impor (hari)
Biaya impor (US$ per kontainer)
6
27
623
Mendaftarkan asset (peringkat)
Prosedur (jumlah)
Waktu (hari)
Biaya (% nilai aset)
121
7
42
10.5
Penegakan kontrak (peringkat)
Prosedur (jumlah)
Waktu (hari)
Biaya (% klaim)
Mendapatkan kredit (peringkat)
Indeks kekuatan hak hukum
Indeks kedalaman informasi kredit
Cakupan catatan publik (% orang dewasa)
Cakupan biro swasta (% orang dewasa)
68
5
3
20.5
0.2
Menutup usaha (peringkat)
Waktu (tahun)
Biaya (% klaim)
Tingkat pemulihan (sen per dolar)
141
39
570
122.7
136
5.5
18
12.6
Apendiks 6.
Indonesia: Menuju Peningkatan Kelestarian Lingkungan dan Manajemen
Risiko Bencana
perundang-undangan kehutanan yang bagus, tetapi
lemah dalam hal pelaksanaan dan pemberlakuan.
Selain itu, prakarsa-prakarsa seperti ekspansi
produksi biofuel dan revitalisasi industri kehutanan
dapat memperburuk emisi apabila tidak direncanakan
dengan matang. Emisi dari sektor energi yang relatif
rendah tetapi meningkat pesat juga disebabkan oleh
program Pemerintah Indonesia untuk melakukan
ekspansi tenaga bahan bakar batu bara dan juga oleh
hambatan-hambatan dalam pengembangan sumber
daya energi yang dapat diperbarui. Akhirnya,
perencanaan atau investasi dalam hal penanggulangan
masih relatif kurang.
Kelestarian lingkungan
Strategi pemerintah. Terdapat berbagai strategi
pemerintah sehubungan dengan topik ini, yang meliputi:
(a) Rencana Aksi Nasional untuk Mengatasi Perubahan
Iklim yang diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup pada COP13 di Bali pada bulan Desember
2007; (b) strategi antar kementerian untuk mengurangi
emisi yang disebabkan oleh penggundulan hutan dan
degradasi juga diajukan di Bali; (c) strategi energi
nasional; dan (d) maksud Departemen Keuangan untuk
mengembangkan strategi pertumbuhan berkarbon
rendah.
Sifat dan jangkauan. Perubahan iklim semakin banyak
mendapatkan perhatian di Indonesia, bahkan lebih
daripada sebelumnya. Para pemimpin politik sedang
menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa Indonesia
merupakan penghasil gas rumah kaca terbesar
ketiga di dunia. Para pemangku kepentingan, baik
lokal maupun nasional, terpacu oleh kemungkinan
menghindari penggundulan hutan dengan dukungan
dari
pembayaran-pembayaran
internasional.
Masyarakat sedang mempertimbangkan risiko dan
opsi tentang bagaimana suatu negara yang rentan
dapat beradaptasi dengan pengaruh perubahan iklim.
Indonesia juga mendapat lebih banyak sorotan dari
dunia internasional sebagai tuan rumah COP 13 tahun
ini (Bali, 3-14 Desember, 2007).
Dampak-dampak pembangunan (kesehatan dan
penghidupan). Walaupun mungkin Indonesia hanya
akan mengalami sedikit kenaikan suhu, perubahan
iklim akan mengakibatkan peningkatan curah hujan
dan tingkat permukaan laut. Dampak-dampak
potensial dari pembangunan meliputi: (a) meningkatnya
ancaman terhadap ketahanan pangan; (b) menurunnya
produktivitas pertanian; (c) dibanjirinya daerah
pantai dan masyarakat yang produktif; (d) hilangnya
pertanian dan penghidupan pantai; (e) terpengaruhnya
penyimpanan air (waduk, pembangkit tenaga listrik,
pasokan air minum); (f) semakin maraknya penyakit
yang ditularkan melalui air dan serangga; dan (g)
merosotnya ekosistem terumbu karang.
Bantuan Bank Dunia dan donor kunci lainnya.
Masyarakat internasional sedang mengupayakan
cara-cara menanggapi komitmen yang semakin
bertambah untuk mengatasi sebab dan akibat
perubahan iklim. Pembiayaan untuk proyek CDM
telah secara aktif digalakkan oleh Austria, Kanada,
Denmark, Jepang, Belanda, dan Bank Dunia, karena
Indonesia menandatangani Protokol Kyoto, tetapi
hasilnya masih kurang baik. Yang lebih mutakhir lagi
adalah kemungkinan mengurangi emisi gas rumah
kaca melalui pencegahan penggundulan hutan yang
telah menjadi prioritas Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan. Sebagai tanggapan, Australia telah
mengumumkan Prakarsa Global untuk Hutan dan
Iklim sebesar US$200 juta dengan fokus geografis
pada Indonesia. Bank Dunia dan mitra donor sedang
mengembangkan Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan
dengan modal awal sebesar US$300 juta dolar dan
berkemungkinan untuk mengikutsertakan Indonesia
sebagai mitra percobaan.
Sebab-sebab utama. Tingginya emisi gas rumah kaca
di Indonesia didorong oleh penggundulan hutan,
kebakaran hutan, dan degradasi tanah, terutama
lahan gambut. Di balik emisi ini terdapat kebijakan dan
Kesenjangan-kesenjangan strategis dalam strategi
pemerintah dan/atau tanggapan donor. Hingga kuartal
kedua tahun 2007, perubahan iklim terutama menjadi
tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan
57
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Kelestarian lingkungan dan manajemen bencana
adalah dua topik/bidang yang sangat penting untuk
memperkuat upaya-upaya pemerintah Indonesia
menuju pembangunan yang berkesinambungan dalam
tahun-tahun mendatang. Hingga saat ini di Indonesia,
keterlibatan Bank Dunia dalam kedua bidang ini
sangatlah terbatas, terutama sehubungan dengan
perubahan iklim. Bank Dunia berencana meningkatkan
keterlibatannya dalam tiga tahun ke depan untuk
menanggapi permintaan dukungan dari pemerintah
Indonesia, meningkatkan strategi pemerintah yang
terkait, dan menggunakan keunggulan komparatif EAP.
fokus utamanya adalah proyek-proyek CDM. Sejak itu,
masalah tersebut telah menarik perhatian Presiden dan
kementerian-kementerian terkait, seperti Kementerian
Koordinasi
Ekonomi,
Departemen
Keuangan,
Kehutanan, dan Perdagangan, kemudian dukungan
donor. Mungkin kesenjangan terbesar yang masih ada
adalah kebijakan pemerintah di sektor energi belum
terlembagakan atau disesuaikan dengan agenda
perubahan iklim.
58
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Latar belakang dan prakarsa Bank Dunia yang diajukan.
Bank Dunia merupakan salah satu pelaku yang telah
berperan aktif dalam isu-isu perubahan iklim selama
lima tahun terakhir. Hal ini meliputi: (a) pelaksanaan
kegiatan dengan program penanggulangan perubahan
iklim GEF; (b) penyadaran tentang peluang-peluang
CDM; dan (c) pengembangan proyek-proyek CDM
secara aktif untuk pembiayaan karbon. Dengan konteks
tersebut di atas, saat ini terdapat suatu kesempatan
unik untuk meningkatkan keterlibatan dan efektivitas
Bank dalam membantu Indonesia untuk mengatasi
isu-isu perubahan iklim. Setiap pilar strategi berikut
ini didasari oleh salah satu keunggulan komparatif
ini dengan tujuan mendukung kemampuan Indonesia
memahami dan menanggapi tantangan-tantangan
perubahan iklim.
Pilar 1: Menetapkan konteks debat. Bank
perlu
menggunakan
kekuatannya
dalam
menyelenggarakan rapat dan menganalisis untuk
membantu para pemangku kepentingan di Indonesia
memahami isu-isu dan opsi-opsi yang dihadapi oleh
negara dalam menanggulangi dan menyesuaikan
diri dengan pemanasan global. Dua faktor unggulan
untuk pilar ini adalah (a) sintesis canggih yang barubaru ini diselesaikan tentang informasi terkini dan
terpercaya tentang Indonesia dan perubahan iklim
(emisi, dampak, dan kebijakan), dan (b) kajian opsi
untuk pertumbuhan berkarbon rendah yang sedang
direncanakan dengan Departemen Keuangan untuk
tahun 2008-2009. Selain itu, Bank akan menilai
keterkaitan karbon, energi, dan iklim sebagai bagian
dari upayanya untuk mempersiapkan Analisis
Lingkungan Hidup Negara.
• Pilar 2: Berfokus pada pencegahan penggundulan
hutan dan degradasi. Karena degradasi hutan
dan lahan gambut merupakan sumber emisi
gas rumah kaca yang sangat besar di Indonesia,
wajar untuk memulai pendekatan di bidang ini.
Tujuan bidang ini seharusnya adalah membantu
Indonesia mengembangkan dan melaksanakan
strateginya mengurangi emisi akibat penggundulan
dan degradasi hutan, baik melalui bantuan teknis
dan pembiayaan proyek-proyek percobaan. Di luar
penggundulan hutan yang dapat diatasi, aspekaspek lain dari perubahan iklim tetap perlu diatasi:
(i) Kelanjutan peningkatan portfolio CDM untuk
pembiayaan karbon; ii) Pemanfaatan program•
program energi dan transportasi untuk memajukan
bahan bakar dan teknologi ramah lingkungan; dan
(iii) Mengatasi isu-isu adaptasi jangka panjang
melalui proyek-proyek infrastruktur Bank, pinjaman
kebijakan pembangunan (termasuk kemungkinan
untuk DPL perubahan iklim yang mandiri melalui
kerja sama dengan Jepang dan ADB) dan dukungan
manajemen bencana.
• Pilar 3: Memobilisasi sumber daya dan dukungan.
Sebagai suatu bank pembangunan yang bersifat
multilateral, WBG memiliki akses tiada banding
terhadap sumber daya manusia, sumber
daya keuangan dan teknis, termasuk praktek
internasional yang baik. WBG perlu memanfaatkan
keunggulan komparatif ini untuk membantu
meningkatkan upaya terkait perubahan iklim di
Indonesia, misalnya, dengan cara menjadikan
portfolio investasi Bank “kebal iklim”. Bank telah
memobilisasi hampir US$2 juta dalam hal bantuan
teknis untuk: (a) mempersiapkan metodologi,
strategi, dan portfolio percobaan REDD (bersama
Departemen Kehutanan, DfID dan Australia);
(b) memulai strategi pertumbuhan berkarbon
rendah (bersama Departemen Keuangan); dan (c)
meningkatkan strategi adaptasi nasional (bersama
KLH dan UNDP). Sepanjang tahun 2007, Bank telah
berdiskusi dengan masyarakat internasional, melalui
kelompok koordinasi Lingkungan/NRM di Jakarta,
tentang pembentukan prakarsa/dana multi-donor
untuk sumber daya alam; adanya ketertarikan
yang semakin besar untuk menjadi donor, yaitu
dari Australia, Jerman, Inggris, dan negara-negara
lainnya seputar isu-isu perubahan iklim di Indonesia
merupakan suatu peluang yang luar biasa untuk
memajukan prakarsa ini. Setelah terbentuk, Dana
ini dapat berfungsi tidak hanya sebagai mekanisme
pembiayaan, tetapi juga sebagai forum koordinasi
donor serta dialog kebijakan antara Pemerintah
Indonesia dan masyarakat internasional tentang
isu-isu perubahan iklin dan pengelolaan sumber
daya alam.
Dampak dan indikator-indikator yang dapat dipantau.
Indikator-indikator yang dapat dipantau meliputi:
• Emisi CO2 yang lebih rendah secara per kapita dan per
dolar Amerika PDB
• Penurunan laju penggundulan hutan tahunan
• Penurunan luas tanah dalam Ha/tahun yang rusak
akibat kebakaran hutan
• Luas lahan gambut dalam Ha/tahun yang dipulihkan
atau dilindungi
• Emisi CO2 yang lebih rendah per GWh listrik yang
dihasilkan
• Peningkatan dalam persentase energi yang dipasok
dari sumber daya yang dapat diperbarui
• Persentase proyek-proyek Bank yang telah
menerapkan tindakan-tindakan adaptasi
Manajemen Bencana
Sifat dan Jangkauan. Karena posisi geografisnya,
komposisinya, dan demografinya, Indonesia dan
populasinya sangat rentan terhadap bencana. Antara
tahun 2003 hingga 2005 saja, badan bencana nasional
(Bakornas) mencatat adanya 1.430 bencana, termasuk
banjir dan angin topan (mencapai 70 persen dari
jumlah bencana), tanah longsor, dan bencana-bencana
geologis (gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung
berapi). Selain itu, Indonesia juga rentan terhadap
kekeringan, kebakaran hutan, wabah, dan bencanabencana antropogenik (teknologi).
Sebab-sebab
utama.
Bencana-bencana
alam
disebabkan terutama oleh kekuatan-kekuatan yang
tidak dapat dikendalikan, seperti gerakan lempenglempeng tektonik atau semburan magma melalui kerak
bumi. Akan tetapi, paparan, dan kerentanan risiko
bencana dapat lebih dikendalikan. Paparan terhadap
risiko meningkat karena buruknya perencanaan tata
ruang dan pengelolaan sumber daya alam. Kerentanan
terhadap risiko jadi lebih besar akibat rendahnya
kesadaran masyarakat, infrastruktur yang kurang
memadai, pemberlakuan standar yang lemah seperti
peraturan pembangunan gedung, dsb. Paparan dan
kerentanan yang lebih besar terhadap faktor-faktor
risiko memperbesar jumlah korban jiwa dan kerugian
harta benda akibat bencana.
Strategi pemerintah. Pada tahun 2006, Indonesia
mengeluarkan sebuah rencana aksi nasional untuk
mengurangi risiko bencana (DRR) yang berupaya untuk:
(a) menjamin bahwa DRR menjadi prioritas nasional dan
lokal; (b) mengetahui, menilai, dan memantau risikorisiko bencana dan meningkatkan peringatan dini; (c)
menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan
untuk membangun budaya keamanan dan ketahanan;
(d) mengurangi faktor-faktor risiko yang mendasar, dan
(e) memperkuat kesiapan bencana guna efektivitas
tanggapan. Pada bulan Maret 2007, MPR menyetujui
Undang-Undang tentang Manajemen Bencana yang
Bantuan Bank Dunia dan donor kunci lainnya. Bantuan
donor untuk tanggap bencana di Indonesia cukup
signifikan, terutama untuk peristiwa-peristiwa besar.
Sumber daya pasca tsunami dari donor-donor bilateral
maupun multilateral serta internasional dan LSM lokal
mencapai lebih dari US$5 miliar. Dukungan untuk
DRR kurang lebih sama signifikansinya, yaitu melalui
bantuan teknis dan prakarsa-prakarsa percobaan yang
diberikan oleh UNDP, DfID, Jerman, Jepang, lembaga
Palang Merah AS, dan LSM.
Kesenjangan-kesenjangan strategis dalam strategi
pemerintah dan/atau tanggapan donor. Laporan
Perkembangan Strategi Bantuan Negara Indonesia
(September 2006) mengidentifikasi “Manajemen Risiko
Bencana” sebagai pilar keempat untuk CAS karena:
(a) Aceh dan Nias akan memerlukan keterlibatan yang
besar secara terus-menerus, terutama selama tahun
2007-2008; (b) pelajaran-pelajaran yang dipetik dari
rekonstruksi pasca tsunami diterapkan dalam upayaupaya pemulihan di Yogyakarta dan Jawa Tengah; (c)
Indonesia telah menjadi pusat risiko flu burung dan
flu manusia; dan (d) peristiwa-peristiwa ini, bersama
dengan tingginya kerentanan bahaya di Indonesia
serta semakin pentingnya penyesuaian diri terhadap
perubahan iklim, memperbesar kebutuhan mendesak
untuk dibuatnya kerangka kerja manajemen risiko
bencana. Hal ini akan diikuti oleh upaya-upaya untuk
membangun kapasitas internal untuk pengurangan
risiko dan tanggap bencana serta dukungan strategis
bagi para mitra eksternal dalam pengurangan dan
manajemen bencana.
Prakarsa dan latar belakang EAP yang diajukan.
Komponen-komponen internal dan eksternalnya
meliputi:
• Pembangunan
kapasitas
internal
untuk
pengurangan risiko dan tanggap bencana. Bank
memiliki kebijakan baru tentang Tanggapan Cepat
terhadap Krisis dan Keadaan Darurat (OP/BP
8.00, Januari 2007). Dua tahun terakhir ini telah
memberikan pengalaman intensif bagi Bank Dunia
di Indonesia dalam menanggapi serangkaian
keadaan darurat dan krisis (tsunami dan gempa
bumi di Aceh dan Nias, gempa bumi di Yogyakarta/
Jawa Tengah, flu burung, banjir di Jakarta, dsb.).
Bank perlu memanfaatkan kebijakan yang baru dan
sumber daya yang tersedia untuk menjamin bahwa
Bank dapat secara efektif menanggapi bencanabencana di masa mendatang dan mengintegrasikan
pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari
portfolio pinjaman dan hibah (hal ini dapat dilakukan
seiring integrasi penyesuaian diri terhadap
59
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Dampak-dampak pembangunan (kesehatan dan
penghidupan). Peristiwa-peristiwa besar seperti
tsunami di Aceh pada tahun 2004 dan gempa bumi di
Yogyakarta pada tahun 2006 menelan ribuan korban
jiwa dan mengakibatkan kerugian miliaran dolar. Hampir
170.000 orang tewas akibat tsunami, dan kerugian
serta kerusakan yang diderita mencapai US$4,5 miliar.
Lebih dari 5.700 orang tewas akibat gempa bumi dan
kerugian ekonomi diperkirakan mencapai US$3,1
miliar. Dampak pembangunan lokal dari peristiwaperistiwa ekstrem ini sangatlah besar sehingga
memerlukan rekonstruksi perumahan, infrastruktur,
dan perekonomian secara besar-besaran. Bencanabencana yang sama pentingnya tetapi tidak terlalu
dikenal adalah berbagai bencana kecil bulanan yang
berakibat kematian, cedera, dan kesulitan ekonomi.
menyusun rencana ini, menjelaskan tanggung jawab
atas DRR serta tanggap bencana di tingkat daerah
maupun nasional serta memperbarui pengaturanpengaturan kelembagaan untuk manajemen bencana.
60
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
perubahan iklim). Hasil Kunci yang Direncanakan:
a) terbentuknya tim manajemen bencana virtual,
dengan mengacu pada keahlian di lapangan dan
di kantor pusat, untuk sosialisasi pengetahuan,
koordinasi, dan tanggap cepat; b) pelatihan dan
penyadaran tentang OP/BP 8.00 dan pengurangan
risiko bencana; c) fasilitas keahlian di bidang
pengurangan risiko bencana dan sumber daya
bagi kelompok-kelompok kerja yang secara aktif
memiliki ketertarikan dalam memasukkan kesiapan
dan penanggulangan bencana sebagai bagian dari
pengoperasian mereka yang terus menerus dan
terencana;
• Mendukung
para
mitra
eksternal
dalam
pengurangan dan manajemen bencana. Makalah
OPCS berjudul, “Menuju Kerangka Kerja Baru untuk
Tanggap Cepat Bank terhadap Krisis dan Keadaan
Darurat,” mengharuskan Bank mempromosikan
suatu pendekatan proaktif untuk mengurangi risiko
bencana di negara-negara berisiko tinggi dan untuk
bekerja sama dengan semua mitra pembangunan
dengan tujuan utama pengurangan risiko. Baru-baru
ini Pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah
Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Bencana
(2006-2009) dan DPR sedang memusyawarahkan
RUU tentang manajemen bencana. UNDP, dengan
dukungan dari DfID, sedang mengembangkan
suatu program bertajuk “Masyarakat yang Lebih
Aman melalui Pengurangan Risiko Bencana dalam
Pembangunan.” Dengan demikian, ada mandat
dan peluang untuk mendukung para mitra eksternal
dalam pengurangan dan manajemen bencana.
Hasil Kunci yang Direncanakan: (a) mobilisasi
sumber daya dari Dana Global bagi Pengurangan
dan Tanggap Bencana (GFDRR); (b) dukungan
khusus untuk persiapan Rencana Aksi Nasional
yang baru untuk periode 2010-2014 (Bappenas),
pembangunan kapasitas untuk instansi-instansi
manajemen bencana dan pengembangan kerangka
kerja untuk jaminan risiko bencana (Departemen
Keuangan); dan (c) koordinasi dengan para mitra
pembangunan, yaitu partisipasi aktif dalam
Kelompok Kerja Teknis PBB untuk Pengurangan
Risiko Bencana.
Dampak dan indikator-indikator yang dapat dipantau.
Beberapa indikator penting meliputi:
• Kecepatan tanggapan dan utilitas operasional tim
manajemen bencana virtual
• Peleburan elemen-elemen DRR dalam 50 persen
operasi peminjaman yang baru dan pembaruan
tindakan-tindakan dalam 25 persen portofolio yang
ada
• Mobilisasi sumber daya (lebih dari AS$1 juta)
GFDRR dan dana lainnya untuk kegiatan internal
maupun eksternal
• Penyelesaian sedikitnya satu kemitraan eksternal
dalam tanggap bencana atau pengurangan risiko
(bersama Bappenas, instansi-instansi manajemen
risiko bencana dan/atau Departemen Keuangan)
Apendiks 7.
Indonesia: Indikator Lingkungan Hidup
Keterangan: LMC (pendapatan menengah rendah), EAP (Asia Timur dan Pasifik)
Sumber: World Bank, Little Green Data Book (2008)
Indonesia
220.6
48.1
287
1260
1812
26.4
12.4
48.8
..
14.3
..
..
1604
121
90
EAP
1884.4
41.5
3056.6
1633
15871
50.8
..
28.4
..
12.1
..
..
..
..
..
LMC
2256.8
46.5
4013.6
1789
27977
42.1
26.3
26.5
..
12.8
..
..
..
..
..
3.9
3.3
3.6
814
28.5
-46.7
509
40.7
0.6
1.7
96
..
12867
3
91
77
69
87
55
40
73
36
27
10.1
16.9
0.9
11.5
2.6
..
0.9
1.2
1.6
1182
15.5
0.1
1492
70.4
0.9
3.3
73
14
5022
..
..
79
70
92
51
36
72
31
44.5
10.1
34.5
2.1
6.7
0.6
0
1.2
1.3
26.8
1216
12.8
-14
1502
56.9
0.8
3.4
69
21
5769
..
..
81
71
93
55
39
76
37
39.4
10.2
29.2
2.5
10.4
0.6
0
1.2
1.1
18.4
61
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Jumlah populasi (juta)
Populasi daerah perkotaan (% dari jumlah populasi)
PDB (dalam miliar AS$ yang berlaku saat ini)
PNB per kapita, metode Atlas (dalam AS$ yang berlaku saat ini)
Luas tanah (dalam ribuan km persegi)
Lahan pertanian (% dari luas tanah)
Lahan beririgasi (% lahan pertanian)
Area hutan (% area lahan)
Deforestasi per tahun (% perubahan)
Area yang dilindungi secara nasional ((% total area lahan)
Spesies mamalia, total yang diketahui
Spesies mamalia, terancam
Spesies burung, total yang diketahui
Spesies burung, terancam
Indeks manfaat GEF untuk keanekaragaman hayati (0 = tidak ada potensi
keanekaragaman hayati sampai 100 = maksimum)
PDB per unit penggunaan energi (konstan 2005 PPP $ per kg dari ekuivalen
minyak)
Penggunaan energi (kg dari ekuivalen minyak per kapita)
Bahan bakar yang dapat diperbarui dan limbah (% total energi)
Impor energi, bersih (% total penggunaan energi)
Konsumsi daya listrik (kWh per kapita)
Produksi listrik dari sumber batu bara (% total)
Emisi CO2 (kg per 2005 PPP $ dari PDB)
Emisi CO2 (metrik ton per kapita)
PM10, tingkat negara (mikrogram per meter kubik)
Mobil penumpang (per 1.000 orang)
Sumber daya air tawar internal yang dapat diperbarui per kapita (meter kubik)
Pengambilan air tawar per tahun, total (% sumber daya internal)
Pengambilan air tawar per tahun, pertanian (% total pengambilan air tawar)
Peningkatan sumber air (% populasi dengan akses)
Peningkatan sumber air, pedesaan (% populasi pedesaan dengan akses)
Peningkatan sumber air, perkotaan (% populasi perkotaan dengan akses)
Peningkatan fasilitas sanitasi (% populasi dengan akses)
Peningkatan fasilitas sanitasi, pedesaan (% populasi pedesaan dengan akses)
Peningkatan fasilitas sanitasi, perkotaan (% populasi perkotaan dengan akses)
Tingkat kematian, bawah lima tahun (per 1.000)
Tabungan yang disesuaikan: tabungan kotor (% PNB)
Tabungan yang disesuaikan: konsumsi modal tetap (% PNB)
Tabungan yang disesuaikan: tabungan nasional bersih (% PNB)
Tabungan yang disesuaikan: pengeluaran pendidikan (% PNB)
Tabungan yang disesuaikan: deplesi energi (% PNB)
Tabungan yang disesuaikan: deplesi mineral (% PNB)
Tabungan yang disesuaikan: deplesi hutan bersih (% PNB)
Tabungan yang disesuaikan: kerusakan karbon dioksida (% PNB)
Tabungan yang disesuaikan: kerusakan emisi partikel (% PNB)
Tabungan bersih yang disesuaikan, termasuk kerusakan emisi partikel (% PNB)
Apendiks 8.
Indonesia: Laporan Penyelesaian CAS
Tanggal CAS: 29 Oktober 2003
Tanggal Laporan Kemajuan CAS: 5 September 2006
Jangka Waktu cakupan Laporan Penyelesaian CAS: TA04 – TA08
62
Laporan Penyelesaian CAS ini mengkaji pelaksanaan
dan efektivitas Strategi Bantuan Negara (Country
Assistance Strategy/CAS) dari Kelompok Bank Dunia
(World Bank Group/WBG) Untuk Indonesia TA04-08
(Laporan No. 27108-IND) yang disetujui pada tanggal
29 Oktober 2004. Laporan Kemajuan CAS (CASPR)
selesai pada bulan September 2006 (Laporan No
36856-IND). Beberapa penyesuaian telah dilakukan
terhadap CAS yang asli sebagaimana tampak pada
CASPR terkait dengan indikator hasil, perpanjangan
periode CAS selama satu tahun hingga TA08 sejak
tanggal penyelesaian periode sebelumnya pada TA07
disamping empat bidang lain yang menjadi fokus
dalam menanggapi kebutuhan darurat Pemerintah.
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Tujuan Strategis Jangka Panjang
Indonesia
Pada saat persiapan CAS, Indonesia sedang dalam
proses transisi dari suatu negara otokratis, dengan
ekonomi tersentralisasi menjadi suatu negara
demokratis dengan ekonomi terdesentralisasi.
Pemerintah telah berhasil memulihkan stabilitas
makroekonomi dan mengurangi kemiskinan hingga
ke tingkat sebelum krisis. Kendati demikian, jumlah
masyarakat miskin di Indonesia masih tetap tinggi
dan banyak di antaranya yang tetap rawan terhadap
kemungkinan untuk masuk dalam kategori di bawah
garis kemiskinan sebagai akibat dari guncangan
yang merugikan. Pertemuan yang membahas tetang
hasil MDG juga tidak mengalami kemajuan yang
berarti. Penyediaan layanan dasar bagi publik dalam
kerangka terdesentralisasi merupakan suatu peluang
sekaligus juga merupakan tantangan. Walaupun
Indonesia telah memulai upaya untuk mengatasi
isu-isu pemerintahan dan korupsi, upaya reformasi
tersebut terhambat oleh lambatnya pelaksanaan
akibat kapasitas kelembagaan yang lemah.
Agenda jangka pendek pemerintah Indonesia terjebak
oleh keputusan pemerintah untuk tidak memperbarui
program IMF setelah selesainya program tersebut
pada bulan Desember 2003. Alih-alih, pemerintah
mempersiapkan suatu paket ekonomi komprehensif
berupa tindakan kebijakan yang terikat dengan
waktu (time-bound) untuk dilaksanakan dalam jangka
No. Laporan 27108-IND
No. Laporan 36856-IND
pendek (18 bulan). Paket ekonomi tersebut – atau
‘buku putih’ (panduan otorisasi) – mencakup bidangbidang inti manajemen makroekonomi, reformasi
sektor keuangan, dan kebijakan untuk memulihkan
investasi dan pertumbuhan ekonomi. Paket tersebut
cukup komprehensif tetapi ambisius, terutama untuk
dilaksanakan selama periode penyelenggaraan
pemilihan umum.
Kerangka kerja jangka menengah Pemerintah untuk
mengurangi kemiskinan dijabarkan dalam RPJM
(rencana jangka menengah), yang mencerminkan
visi pembangunan negara selama jangka waktu
2004-2009 dan dalam Dokumen Strategi Penurunan
Angka Kemiskinan Sementara (I-PRSP). Ketiga tujuan
pembangunan nasional selama tahun 2004-2009
tersebut diuraikan dalam RPJM berupa menciptakan
Indonesia yang aman dan damai, Indonesia yang adil
dan demokratis, dan Indonesia sejahtera.
Tujuan CAS
CAS dirancang guna mendukung agenda jangka
pendek dan jangka menengah Pemerintah. Melalui
pencapaian tujuan tersebut, dua hambatan utama
dapat diidentifikasi, yaitu: (i) iklim investasi yang
lemah dan (ii) rendahnya kualitas penyediaan
layanan bagi masyarakat miskin. Kemajuan dalam
kedua bidang tersebut selanjutnya terhambat oleh
masalah mendasar berupa kepemerintahan yang
lemah. Bank menerapkan strategi berupa dukungan
kepada Indonesia dalam upayanya memperkuat iklim
investasi dan meningkatkan penyediaan layanan dasar
sambil mengatasi masalah inti pemerintahan. Bank
menghadapi tantangan tambahan dalam menanggapi
serangkaian bencana alam yang belum pernah terjadi
sebelumnya (gempa bumi dan tsunami di Aceh pada
bulan Desember 2004, gempa bumi di Nias pada
bulan Maret 2005, gempa bumi di Jogyakarta pada
bulan Mei 2006) dan keprihatinan yang meningkat
sehubungan dengan merebaknya virus Flu Burung
(Avian Human Influenza/AHI). Dengan demikian,
keempat bidang fokus dalam pengelolaan risiko
bencana yang meningkat tercakup dalam CASPR.
Keempat fokus tersebut menjadi pilar dalam CAS.
Pilar
1:
Mengatasi
Isu
Mendasar
dalam
Kepemerintahan11: “KKN” (korupsi, kolusi dan
nepotisme) diakui sebagai faktor penghambat dalam
pembangunan negara. Sebagai akibatnya, “CAS
dalam Kepemerintahan” ini telah menempatkan
kegiatan kepemerintahan sebagai arus utama dalam
program pemerintah Indonesia. Upaya mengatasi isu
inti dalam kepemerintahan difokuskan pada
penyusunan perencanaan pembangunan yang
lebih tanggap bagi konstituen, pembentukan sistem
pengelolaan keuangan publik yang diatur dengan
baik dan transparan di semua tingkat pemerintahan,
pelaksanaan desentralisasi yang efektif, dan
pelaksanaan sektor keadilan yang kredibel dan
tidak memihak, dan perhatian yang terfokus pada
pengamanan kegiatan yang didukung oleh Bank dan
sumber daya terkait.
Pilar 3: Menjadikan Pemberian Layanan Tanggap
Terhadap Masyarakat Miskin: Upaya Bank diarahkan
pada percepatan pencapaian MDG dalam bidang
pendidikan dan Kesehatan, serta meningkatkan hasil
pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat miskin.
Pilar 4: Pengelolaan Risiko Bencana: Membangun
kembali Aceh dan Nias, menanggapi bencana
gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah, dan
meningkatkan efektivitas upaya pemerintah dalam
mengendalikan penyebaran AHI merupakan bidang
dukungan pokok dalam pilar pengelolaan risiko
bencana.
Hasil-hasil CAS
Walaupun sebagian besar pelaksanaan CAS telah
berada di jalur yang tepat, efektivitas kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan sebagaimana terukur dalam indikator
hasil, menunjukkan nilai yang beragam. Kinerja negara
dan hasil program Bank dalam bentuk kemajuan yang
cukup baik dan dukungan Bank yang kuat terhadap
pengelolaan ekonomi, pendidikan, pembangunan
CAE tahun 2007 mengakui bahwa “Program-program
yang didukung oleh Bank telah memberikan kontribusi
yang berarti dalam mendukung upaya pemulihan
stabilitas makroekonomi dan membantu Indonesia
untuk kembali kepada tingkat penghasilan sebelum
terjadinya krisis dan mengurangi kemiskinan menyusul
kenaikan angka kemiskinan yang tajam selama krisis
krisis ekonomi12.
Kajian tersebut mendapati bahwa dibandingkan
dengan tujuan-tujuan Bank, keberhasilan pemerintah
dalam mencapai stabilitas makroekonomi, manajemen
fiskal yang cermat, dan kemajuan yang dibuat dalam
kerangka kerja legislatif dan kelembagaan di berbagai
bidang, semuanya menunjukkan pencapaian yang
penting. Namun demikian, laporan tersebut mencatat
bahwa kegiatan transisi tersebut belum menerapkan
dasar-dasar yang diperlukan untuk bergerak ke tahapan
berikutnya dalam mencapai pertumbuhan, penurunan
kemiskinan, dan kemajuan sosial. Secara khusus,
laporan tersebut menemukan bahwa diperlukan
perbaikan terhadapp iklim investasi.
Sebagaimana biasanya, sulit untuk mengukur kaitan
langsung antara kontribusi spesifik Bank dan hasil
spesifik yang dicapai oleh negara karena WBG
memainkan peran yang tidak berarti dalam kerangka
kerja bantuan pembangunan Indonesia dan dalam
beberapa bidang. Kemajuan negara pun lambat.
Pilar 1: Mengatasi Isu-Isu Mendasar
dalam Kepemerintahan
Kemajuan yang dicapai oleh Negara
Saat ini, pemberantasan korupsi merupakan prioritas
utama dalam pemerintahan. Pemerintah pun telah
menjalankan upaya-upaya yang tepercaya untuk
memperdalam kerangka kelembagaan dan pengaturan
guna mengatasi isu-isu korupsi termasuk kegiatan
pencucian uang, kebebasan untuk memperoleh
informasi, dan perlindungan terhadap saksi. Beberapa
lembaga independen baru telah dibentuk selama
beberapa tahun terakhir, seperti Komisi Antikorupsi,
Komisi Yudisial, Satuan Tugas Tindak Pidana
Keuangan, Pengadilan Niaga, Ombudsman, Komisi
Pemilihan Umum, dan Tim Investigasi Khusus untuk
Tindak Pidana Korupsi. Lembaga-lembaga tersebut
________________________________________________
Dalam CAS asli, tata kelola pemerintahan merupakan pilar ketiga. Karena sifatnya yang sangat berpengaruh dan bersifat lintas sektoral, pilar
tersebut diformulasikan kembali sebagai pilar pertama dalam CASPR. Namun demikian, Matriks Penyelesaian CAS (Lampiran A), tetap merupakan
pilar ketiga.
12
Indonesia: Evaluasi Bantuan Negara, IEG, Juni 2007, pp v
11
63
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Pilar 2: Meningkatkan Iklim Investasi Berkualitas
Tinggi: Untuk meningkatkan iklim investasi, bantuan
Kelompok Bank Dunia (WBG) difokuskan pada
lima bidang, yaitu: mempertahankan stabilitas
makroekonomi, membantu perkembangan sektor
keuangan yang makin kuat dan terdiversifikasi
dengan akses yang lebih adil, mendukung terciptanya
lingkungan yang kompetitif bagi sektor swasta,
memperbarui infrastruktur, dan mewujudkan peluang
terciptanya penghasilan berkelanjutan bagi rumah
tangga yang lebih miskin.
masyarakat dan rekonstruksi pascabencana telah
berbaur dengan hasil yang kurang efektif dari sektor
kesehatan dan infrastruktur (termasuk air bersih dan
kebersihan lingkungan) serta sektor pemerintahan
daerah.
64
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
menjalankan fungsinya dengan tingkat efektivitas
beragam.
Tuntutan-tuntutan
berhasil
diajukan
terhadap para mantan menteri, pemimpin perusahaan,
gubernur yang sedang menjabat, hakim dan pembuat
peraturan. Ratusan investigasi kasus korupsi terhadap
para pejabat tinggi telah disetujui oleh Presiden.
Kasus tindak pidana khusus yang dilimpahkan kepada
Kejaksaan Agung telah meningkat hampir enam
kali lipat selama lima tahun terakhir. Hal-hal di atas
merupakan hasil pokok dalam kaitannya dengan upaya
pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia. Peningkatan indikator kepemerintahan
Indonesia sebagaimana tampak dalam ‘Hal-Hal
tentang Kepemerintahan VI (Governance Matters VI)’
menunjukkan bahwa proses tersebut memberikan
dampak yang cukup besar13. Undang-undang dan
peraturan tentang pernyataan kekayaan pejabat
negara, antipencucian uang, kriminalisasi pelanggaran
korupsi, keuangan negara, perbendaharaan negara,
perolehan
kekayaan,
pemeriksaan
keuangan
keuangan, dan standar-standar akuntansi. Barubaru ini, Indonesia telah bergabung dalam prakarsa
Pengembalian Aset-Aset Negara yang Dicuri (Stolen
Asset Recovery/StAR) yang didukung oleh Bank
Dunia dan Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
menangani masalah Obat-Obatan dan Tindak Pidana
(United Nations Office of Drugs and Crime/UNODC).
Walaupun terlalu dini untuk menyatakan keberhasilan
agenda pemerintahan tersebut, upaya tersebut telah
menunjukkan indikator kemajuan yang cukup jelas.
Namun demikian, reformasi peradilan dan hukum
menunjukkan hasil yang mengecewakan.
Reformasi dalam bidang kepegawaian negara juga
telah diluncurkan walaupun agak terlambat dengan
melakukan reorganisasi skala penuh di Departemen
Keuangan (DepKeu) guna menangani penyusunan
dan pelaksanaan anggaran, peraturan dalam
bidang pajak dan kepabeanan, dll., yang seringkali
merupakan hal mendasar dalam peluang mengatasi
korupsi. Pada 2006, pemerintah melanjutkan program
pengembangan kantor-kantor pajak modern dengan
ekspansi utama pada kantor-kantor pajak tingkat
menengah dan melalui reorganisasi kantor pajak pusat
untuk mendukung agenda reformasi pajak jangka
panjang.
Pelaksanaan ‘ledakan’ (‘big-bang’) desentralisasi
di Indonesia tahun 2001, yang telah mendorong
terbentuknya 440 pemerintahan daerah, tetap
menyisakan kerumitan dan menghadapi beragam
tantangan dengan pelaksanaan administrasi dan
keuangan yang efektif yang saat ini menjadi tanggung
jawab pejabat-pejabat pemerintah daerah. Keputusankeputusan tentang On-granting dan on-lending yang
disetujui pada periode awal telah diperbarui, tetapi tetap
________________________________________________
Kaufmann D., A. Kraay, and M. Mastruzzi, 2007: Governance
Matters VI: Governance Indicators for 1996-2006.
13
menghadapi tantangan-tantangan dalam penyediaan
sumber daya daerah oleh mitra pembangunan,
termasuk Bank Dunia, selama periode CAS. Peran
dan tanggung jawab di setiap tingkat pemerintah tetap
belum sepenuhnya jelas, sehingga memperlambat
pelaksanaan program dan menimbulkan inefisiensi
dalam penyediaan layanan di tingkat pemerintah
daerah.
Kontribusi Bank Dunia
Hal terpenting selama periode CAS adalah bahwa WBG
berhasil memperoleh kembali kredibilitasnya yang telah
hilang selama masa kekuasaan Soeharto. WBG berhasil
membentuk kembali dan meningkatkan kemitraan
dengan beberapa pemangku kepentingan utama yang
siap melaksanakan reformasi. Selama penyusunan
CAS telah diantisipasi bahwa seluruh program yang
bersifat pemberian pinjaman dan nonpemberian
pinjaman (lending dan nonlending) dirancang untuk
memperkuat akuntabilitas dan transparansi melalui dua
pendekatan, yaitu: (i) partisipasi publik yang lebih besar
dalam menentukan kebijakan dan proses pemantauan
kebijakan di semua tingkatan pemerintahan yang
berbeda dan (ii) meningkatkan kemampuan lembagalembaga yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
reformasi dalam bidang kepemerintahan. CAS
yang lebih awal telah membentuk fondasi yang
kuat untuk memperluas agenda kepemerintahan
(misalnya, penasihat pemerintah berbasis lapangan
dan pembentukan suatu komite antikorupsi dalam
negeri). Secara khusus, tim Indonesia memberikan
perhatian yang sangat besar terhadap kegiatankegiatan pengamanan yang didukung oleh Bank guna
menghadapi isu-isu penipuan dan korupsi, antara lain
dengan memasukkan Rencana Kepemerintahan dan
Tindakan AntiKorupsi wajib (GAAP) sebagai bagian
dari Dokumen Penilaian Proyek untuk proyek-proyek
yang disetujui selama periode CAS. Namun demikian,
pengalaman dalam pelaksanaan dan pemantauan
GAAP telah berbaur dalam portofolio tersebut.
Saran Bank dalam pengelolaan keuangan publik yang
transparan dan akuntabel (PFM) telah mendorong
perundang-undangan dan peraturan baru dalam
Keuangan Negara, Perbendaharaan Negara, dan
Pemeriksaan Keuangan Negara. Melalui Proyek
Pengelolaan Keuangan dan Administrasi Pendapatan
Pemerintah (GFMRAP). Kegiatan ini memungkinkan
reorganisasi
dalam
DepKeu,
meningkatkan
akuntabilitas, melenyapkan tumpang tindih dan
duplikasi fungsi, dan memungkinkan DepKeu untuk
memberikan perhatian yang lebih efektif terhadap
fungsi-fungsi intinya.
Bank memainkan peran penting dalam mendukung
desentralisasi melalui pengelolaan dan administrasi
Fasilitas Dukungan Desentralisasi (DSF) multi donor.
Jasa Konsultasi IFC (IFCAdvisory Service) telah
meningkatkan iklim investasi dengan melakukan
kerja sama dengan pemerintah distrik dalam hal
reformasi perizinan dan pengaturan lainnya. Generasi
pertama dari proyek-proyek pemerintah daerah
yang sedang dilaksanakan (ILGRP, USDRP, SPADA)
adalah pengembangan kapasitas untuk peningkatan
kepemerintahan daerah, akuntabilitas dan transparansi
sambil tetap memberikan perhatian kepada programprogram penurunan angka kemiskinan secara
terdesentralisasi. Sebagai bagian dari penyusunan
ILGRP, telah disusun strategi penurunan angka
kemiskinan di tingkat pemerintah daerah bagi 15
kabupaten menyusul diadakannya konsultasi publik.
Saat ini Bank sedang melaksanakan survei komprehensif
enam bulanan terbesar tentang penyediaan layanan
publik dan korupsi di 440 kabupaten di Indonesia,
yang memungkinkan Bank untuk melacak dampak
dari desentralisasi terhadap hasil-hasil yang dicapai
pemerintah seiring dengan berjalannya waktu. Namun
demikian, generasi pertama proyek-proyek pemerintah
daerah tersebut dilaksanakan lebih lambat dari yang
direncanakan. Ini akibat adanya isu-isu terkait dengan
on-lending dan on-granting yang menyebabkan
tertundanya pencapaian hasil-hasil terkait dengan
penguatan kepemerintahan daerah.
infrastruktur dikeluarkan pada tahun 2006. Paket
kebijakan komprehensif yang menguraikan 168 upaya
reformasi spesifik diterbitkan pada tahun 2007 untuk
dilaksanakan hingga bulan Desember 2008.
CASPR tahun 2006 menunjukkan bahwa kelemahan
mendasar dalam iklim investasi sedang diatasi secara
bertahap, sehingga mendorong makin meningkatnya
kepercayaan dan kedaulatan dalam peringkat kredit.
Dampak dari makin membaiknya kebijakan adalah
meningkatnya laju pertumbuhan, walaupun cukup
lambat, dan menurunnya angka kemiskinan. Walaupun
sektor kesehatan perbankan menunjukkan peningkatan,
CASPR memandang perlunya peningkatan upaya
diversifikasi dalam sektor keuangan yang lebih besar.
Sebagian besar tindakan yang terikat waktu dari
Paket Ekonomi dapat dipenuhi sesuai jadwal yang
ditentukan, sehingga memperlancar upaya pemerintah
keluar dari program IMF. Tiga paket kebijakan tentang
iklim investasi, reformasi sektor keuangan, dan
Di puncak krisis keuangan, pemerintah secara
efektif memiliki hampir 80 persen sistem perbankan.
Pencapaian utama selama periode pascakrisis adalah
penjualan semua bank terbuka kepada investor asing
Selama periode pelaksanaan CAS, intervensi Bank
terhadap sektor peradilan cukup terbatas. Kontribusi
Bank yang patut dicatat diberikan di tingkat masyarakat
melalui Program Keadilan bagi Masyarakat Miskin
(Justice for the Poor) yang berbentuk nonpinjaman.
Kegiatan-kegiatan dalam program ini telah memberikan
kontribusi dalam meningkatkan akses terhadap layanan
peradilan di tingkat daerah, yang memberikan perhatian
terutama bagi masyarakat miskin dan unsur-unsur
masyarakat yang termarjinalisasi. Program tersebut
juga menyelidiki berbagai situasi konflik yang berbeda
yang menghasilkan proses-proses penyelesaian
perselisihan informal yang berbeda. Di tingkat nasional,
Bank telah memberikan dukungan kepada Komisi
AntiKorupsi (KPK) selama tahap eksistensi awalnya
yang sulit dan bersama-sama dengan IMF, membangun
dasar hukum bagi KPK, membantu menjamin proses
yang wajar dalam pemilihan anggota-anggotanya,
dan mendukung komisi yang baru dibentuk tersebut
untuk melaksanakan kegiatan operasi. Dukungan ini
membantu meningkatkan jumlah penyelidikan dan
penuntutan yang berhasil, termasuk dalam beberapa
kasus yang mendapatkan banyak perhatian.
Pilar 2: Memperbaiki Iklim bagi
Investasi Berkualitas Tinggi
65
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Kemajuan yang dicapai negara
Pengelolaan makroekonomi dan fiskal yang baik
dan lingkungan eksternal yang mendukung telah
memperkuat fondasi ekonomi Indonesia. Pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 5,5 persen
pada tahun 2006 dan 6,3 persen pada tahun 2007.
Utang pemerintah turun dari 80 persen dari PDB tahun
2000 menjadi sekitar 35 persen dari PDB tahun 2007,
cukup jauh di bawah target yang ditentukan dalam
Undang-Undang Keuangan Negara sebesar 60 persen
– suatu pencapaian yang besar. Pendorong utama
dalam pertumbuhan tersebut adalah pulihnya investasi
dengan peningkatan investasi terhadap rasio PDB
sebesar 22 persen pada tahun 2004 menjadi 25 persen
pada tahun 2007. Tingkat inflasi (meningkat sampai
dengan peningkatkan harga minyak dan komoditas
baru-baru ini) melambat dan kepercayaan terhadap
pasar keuangan makin meningkat sebagaimana
terlihat dalam peringkat obligasi Moody’s and S&P
tahun 2006 yang telah diperbarui. Sebagai akibat dari
pengurangan subsidi minyak yang cukup besar pada
tahun 2005, serta menurunnya pembayaran utang
jasa dan peningkatan pendapatan, Indonesia telah
mencapai “ruang fiskal” (“fiscal space”) tambahan
sebesar US$15 miliar per tahun. Jumlah tersebut
setara dengan sekitar 4 persen PDB, yang merupakan
peningkatan terbesar dalam sumber daya fiskal
tambahan sejak Indonesia mendapat “durian runtuh”
dari penjualan minyak pada tahun 1970-an. Namun
demikian, meningkatnya harga bahan makanan telah
mendorong inflasi keseluruhan yang saat ini mencapai
7,4 persen sebagaimana inflasi bahan makanan yang
mencapai 10,4 persen (Februari 2008, year-on-year).
Meningkatnya harga minyak telah menguras sumber
fiskal – subsidi minyak dan listrik kemungkinan
mencapai hampir atau di atas US$20 miliar pada
tahun 2008, lebih tinggi secara nominal dibandingkan
dengan nilai yang telah mendorong penyesuaian harga
pada tahun 2005.
66
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
yang kredibel. Saham bank-bank milik negara dalam
seluruh sistem perbankan telah turun hingga 10 persen
sejak tahun 2003 dan hingga saat ini mencapai 36
persen. Peraturan dan pengawasan sistem perbankan
telah meningkat tajam. Pemberian pinjaman yang
berhati-hati kepada sektor swasta (belajar dari krisis)
dan pertumbuhan yang cepat dari Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) dan pemberian pinjaman konsumsi
merupakan kekuatan dari sistem tersebut. Pada sektor
swasta, semua hambatan utama yang dihadapi dunia
usaha telah menurun secara konsisten sejak tahun
2003, termasuk berkurangnya waktu untuk memulai
usaha dari 168 hari pada tahun 2003 menjadi 105
hari pada tahun 2007. Persentase perusahaan yang
menganggap pengurusan pajak sebagai masalah
yang sedang, parah, dan sangat parah turun dari 57
persen menjadi 38 persen, sementara mereka yang
menganggap peraturan kepabeanan dan perdagangan
sebagai masalah yang sedang, parah, dan sangat parah
turun dari 51 persen menjadi 32 persen pada periode
yang sama. Peringkat Indonesia dalam indikator Doing
Business juga telah meningkat, dari peringkat 135
dari 175 peserta survei pada tahun 2007 naik menjadi
peringkat 123 dari 178 peserta survei pada tahun 2008.
Namun demikian, undang-undang tenaga kerja yang
kaku tetap menghalangi perekrutan baru dalam sektor
formal.
Membaiknya lingkungan investasi infrastruktur
berbaur dengan keterlibatan sektor swasta yang
rendah. Komite Nasional dalam Kebijakan Percepatan
Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) dibentuk pada tahun
2005 dan suatu Unit Pengelolaan Risiko dibentuk
oleh Depkeu. Dua pertemuan tingkat tinggi dalam
bidang infrastruktur diadakan oleh Pemerintah dan
menarik minat sektor swasta untuk berpartisipasi.
Namun demikian, tidak adanya proyek-proyek yang
menguntungkan telah mengurangi jumlah peserta
tender PPP. Kendati sektor swasta menunjukkan
partisipasinya dalam bidang kelistrikan, pembatalan
Undang-Undang Ketenagalistrikan pada tahun 2002
menimbulkan isu politik berupa distorsi harga yang
cukup besar yang mempengaruhi sektor energi/
kemampuan utilitas energi untuk beroperasi secara
efektif. Tingkat keberhasilan pemerintah dalam
kelembagaan dan pengaturan sektor air bersih dan
kesehatan lingkungan menunjukkan hasil yang paling
rendah. Pemerintah tidak menunjukkan kemajuan
dalam isu-isu seputar tunggakan PDAM (perusahaan
daerah air minum) sehingga menghambat pemberian
dukungan pinjaman dari Bank dan mitra pembangunan
lainnya kepada lembaga tersebut.
Kontribusi Bank Dunia
Satu tahun menjelang pelaksanaan CAS, Indonesia
berhasil memenuhi CAS high case triggers. Akibatnya,
dukungan anggaran melalui serangkaian DPL diberikan
kembali pada tahun 2004 dan empat DPL bernilai
US$1,9 triliun telah dicairkan seluruhnya. DPL Bank
yang pertama terkait dengan agenda jangka pendek
pemerintah sebagaimana diuraikan dalam Paket
Ekonomi dan ditujukan untuk mendorong kelancaran
dalam keluarnya Indonesia dari program IMF, dan
oleh karena itu membantu meningkatkan rasa percaya
diri. Secara bersama-sama, DPL-DPL tersebut telah
memberikan sumbangan yang signifikan terhadap
reformasi kebijakan Pemerintah dalam bidang stabilitas
makro ekonomi, iklim investasi, pemberian layanan,
pengelolaan keuangan publik, dan antikorupsi.
Program investasi IFC telah melalui tiga tahap yang
berbeda sebelum, selama, dan sesudah krisis dan
sangat dipengaruhi oleh lingkungan pemerintahan.
Komitmen investasi IFC rata-rata sebesar US$109 juta
per tahun sebelum krisis, yang difokuskan terutama
pada peluang-peluang manufaktur yang tidak terkait
dengan Pemerintah. Selama tahun-tahun krisis (Tahun
Anggaran 98-00), IFC berfokus pada restrukturisasi
masalah-masalah investasinya dan/atau melindungi
investasi-investasinya dari para sponsor yang sering
berbeda pendapat atau para kreditur lain yang tidak
tertarik untuk mengikuti prinsip pembagian beban
secara adil di antara para pemodal perusahaan
dalam tekanan keuangan. Hal tersebut merupakan
tantangan bagi para penanam modal, termasuk IFC,
untuk menegakkan hak-hak hukum setelah krisis
karena lemahnya sistem peradilan. Operasi investasi
IFC yang baru selama tahun-tahun krisis dibatasi
hanya untuk membantu perusahaan-perusahaan klien
yang ada dengan dukungan untuk menyelesaikan
proyek-proyek yang sedang berjalan yang mana
rencana pembiayaan awalnya tidak dapat dilanjutkan
karena runtuhnya sistem perbankan selama periode
tersebut. Selama tahun-tahun krisis, rata-rata operasi
investasi IFC hanyalah satu proyek per tahun dengan
komitmen investasi rata-rata sebesar US$16,9 juta.
Selama tahun-tahun pasca krisis, operasi investasi
IFC telah pulih hingga ke tingkat sebelum krisis dan
baru-baru ini telah diperluas sejalan dengan perbaikan
dalam lingkungan pemerintahan dan reformasi iklim
investasi. IFC rata-rata melaksanakan empat proyek
dengan jumlah komitmen sebesar US$103,3 juta per
tahun yang meningkat secara bertahap hingga Tahun
Anggaran 2007 ketika IFC menyalurkan dana sebesar
US$278 juta dalam tujuh proyek – dua proyek di bidang
agrobisnis, tiga proyek di sektor keuangan, satu proyek
di bidang manufaktur dan jasa umum, dan satu proyek
di bidang pendidikan.
Selama periode CAS, fokus program sektor keuangan
milik Bank menjadi lebih selektif dengan beralihnya
pusat perhatian ke masalah-masalah nonbank dalam
upaya untuk memperbaiki iklim investasi. Dukungan
Bank terkait dengan infrastruktur pensiun, pasar
utang, dan pasar modal telah menjadi instrumen
untuk mendorong agar Bank Indonesia bersungguhsungguh untuk memenuhi standar internasional.
IFC juga telah meningkatkan keterlibatannya dalam
bidang keuangan. IFC menyetujui tiga pinjaman
jangka panjang dalam bentuk mata uang rupiah untuk
bank-bank umum di Indonesia sebesar US$305 juta.
Pinjaman tersebut ditujukan untuk UKM di Indonesia.
IFC juga mendukung proses konsolidasi bank. Jumlah
bank umum masih lebih dari 130 dan lembaga yang
berwenang berharap untuk menguranginya hingga
sekitar 70 dengan menaikkan persyaratan modal.
IFC telah terlibat dengan beberapa dari bank umum
tersebut untuk memfasilitasi dan ikut serta dalam
konsolidasinya. Program Konsultasi IFC telah
membangun kapasitas bank-bank perkreditan rakyat
dan lembaga-lembaga keuangan mikro, yang saat ini
telah dilengkapi dengan investasi. IFC telah bekerja
sama dengan enam koperasi wanita, 153 kelompok
petani, dan bank-bank perkreditan rakyat di Bali dan
Jawa Timur. IFC membantu terbentuknya lembaga
keuangan mikro borongan (wholesale) pertama.
Kemajuan yang lebih lambat telah dibuat dalam
perbaikan infrastruktur, yang tetap merupakan
hambatan utama dalam peningkatan iklim investasi
dan pemberian layanan sosial dasar. DPL untuk
infrastruktur yang pertama dalam jumlah US$200
juta disetujui oleh Dewan Bank pada bulan Desember
2007, yang bersama dengan proyek Bantuan Teknis
Infrastruktur Swasta Publik (PPITA), berupaya untuk
membantu tercapainya suatu terobosan pada banyak
agenda yang belum diselesaikan terkait dengan
infrastruktur dan reformasi kebijakan PPP. Serangkaian
proyek jalan, gas dan energi, serta irigasi dilaksanakan,
namun kemajuan pengerjaannya lambat. Oleh karena
itu, meskipun WBG telah menjadi mitra yang kuat bagi
pemerintah di bidang infrastruktur dan keahliannya
Dukungan WBG untuk meningkatkan peluang
terciptanya pendapatan yang berkesinambungan
bagi masyarakat miskin dipayungi oleh program
pengelolaan daerah pantai – program pengelolaan
terumbu karang (COREMAP) terbesar di dunia yang
didanai oleh Bank. Program tersebut mencakup 416
komunitas pulau, meliputi wilayah seluas 2,6 juta
hektare atau 25 persen terumbu karang di daerah
tersebut dan telah membantu peningkatan kesadaran
dan praktek-praktek masyarakat pantai. Di bawah
proyek Pemberdayaan Petani dan Peningkatan
Teknologi (FEATI), hasil-hasil program tersebut telah
dipengaruhi oleh keterlambatan dalam persiapan
dan awal pelaksanaan proyek. Jasa Konsultasi IFC
telah berperan dalam memberikan hasil-hasil yang
nyata pada sejumlah sektor, termasuk meningkatnya
pendapatan para petani rumput laut, para petani jagung
mendapatkan akses terhadap keuangan (banyak di
antaranya yang baru pertama kali mendapatkan akses
tersebut), dan usaha kecil Indonesia menjual kayu yang
dipanen secara berkelanjutan (sustainably harvested
wood) dalam bentuk mebel ke pasar-pasar yang telah
berkembang.
Pilar 3: Menjadikan Pemberian Layanan
Tanggap Terhadap Masyarakat Miskin
Kemajuan yang dicapai oleh Negara
Kemajuan dalam pencapaian MDG di bidang pendidikan
lebih baik dibandingkan kemajuan di bidang kesehatan
sebagaimana tercantum dalam CASPR tahun 2006.
Dengan desentralisasi, pemerintah daerah telah
menjadi pemain dominan dalam pemberian layanan dan
kini memiliki anggaran belanja yang jumlahnya hampir
sama dengan pemerintah pusat. Namun, Kajian Belanja
Pemerintah tahun 2007 menyoroti tidak efisiennya
alokasi sumber daya dalam bidang kesehatan.
Dibarengi dengan lemahnya kapasitas dan tantangan
di bidang pemerintahan, pemberian layanan kesehatan
publik tetap buruk dan dibebani oleh masalah kualitas
dan akses. Angka pendaftaran di sekolah dasar telah
meningkat dan Undang-Undang tentang Guru untuk
meningkatkan kualitas dan pengerahan pengajar
67
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Pengembangan sektor swasta juga menjadi fokus bagi
Kelompok Bank Dunia. Pemerintah mengeluarkan
tiga paket reformasi hanya untuk masalah-masalah
kebijakan iklim investasi semata yang juga memasukkan
masukan-masukan dari WBG. Jasa Konsultasi IFC
mulai bekerja di Indonesia pada tahun 2003 dan
telah berkolaborasi dengan IBRD dan FIAS dalam hal
reformasi Undang-Undang Investasi. Prestasi yang
dicapai meliputi penurunan rata-rata waktu dan biaya
perizinan usaha sebesar dua per tiga di kabupatenkabupaten tertentu, menghemat sekitar US$10 juta per
tahun; pengesahan sebuah pedoman nasional yang
mendukung pembangunan kantor-kantor perizinan
yang efektif; dan, pelaksanaan model peningkatan
investasi yang baru di provinsi Aceh. MIGA terus
menggunakan jasa online-nya untuk membantu
Indonesia menarik investasi asing langsung dengan
membuat profil tentang peluang-peluang investasi
potensial di Indonesia. Bersama dengan dialog yang
diselenggarakan sebagai bagian dari survei indikator
Doing Business dan persiapan survei iklim investasi
yang dilaksanakan dua kali setahun, WBG dapat
meningkatkan agenda tentang iklim investasi hingga
ke tingkat Presiden.
sangat diandalkan, langkah intervensi investasi
infrastruktur yang berskala besar perlu dipercepat.
Dewan IFC menyetujui pinjaman sebesar US$50 juta
kepada PGN (transmisi, distribusi, dan perdagangan gas
skala besar). Pinjaman tersebut merupakan transaksi
bersama dana sub-nasional yang pertama antara IFC
dan tim Bank di Indonesia dan kerja sama pertama
di dunia yang dilakukan dengan perusahaan utilitas
yang mayoritas kepemilikannya di tangan pemerintah
pusat. WBG juga mendukung dua pertemuan tingkat
tinggi tentang infrastruktur yang diselenggarakan di
Jakarta pada tahun 2005 dan 2006, namun pertemuan
tersebut tidak berhasil menarik sejumlah proyek PPP
yang baik.
68
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
telah disetujui. Di bidang kesehatan, pemanfaatan
layanan kesehatan telah meningkat dan begitu pula
persentase kelahiran yang dibantu oleh para tenaga
kesehatan yang terlatih. Namun, upaya menurunkan
angka kematian ibu masih lambat. Meskipun sistem
operasional penyediaan air telah terbentuk di sekitar
1.206 desa yang mencakup kira-kira 3 juta penduduk,
kemajuan dalam peningkatan layanan sanitasi masih
belum memadai. Survei terakhir tentang rumah
tangga yang dibiayai Bank (2006) – mencakup
hampir 13.000 rumah tangga di 32 kabupaten di 29
provinsi -- menunjukkan bahwa 70 persen responden
mengatakan bahwa layanan kesehatan telah meningkat
sejak tahun 2001; lebih dari 72 persen peningkatan
yang disebutkan terjadi dalam layanan pendidikan;
dan lebih dari 55 persen yang disebutkan terjadi dalam
layanan administrasi. Angka kemiskinan telah menurun
dari sebesar 16,6 persen pada bulan September 2007
setelah mencapai angka tertinggi sebesar lebih dari
23 persen pada tahun 1999 sebagai akibat dari krisis
keuangan (17,4 persen pada tahun 2003). Baru-baru ini
Pemerintah mengumumkan sejumlah prakarsa besar
yang baru untuk pengentasan kemiskinan dan pada
bulan Agustus 2006. Pemerintah meluncurkan program
pengentasan kemiskinan nasional yang pertama yang
terdiri atas dua pilar: Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM); dan sebuah program percontohan
Bantuan Tunai Bersyarat.
Kontribusi Bank Dunia
Melalui dialog dan pekerjaan analitis di bidang
pendidikan, Bank mendukung pengembangan
Prioritas Strategis dalam Program Jangka Menengah
Pengembangan Pendidikan tahun 2005-2009”
(RENSTRA) yang kini menjadi dasar bagi program
sektoral besar yang sedang dipersiapan. Bank juga
membuat program percontohan Pengembangan Anak
Usia Dini (ECD) yang cakupannya sedang diperluas.
Program-program tersebut telah menunjukkan dampak
yang cukup besar dalam membantu anak-anak
dari keluarga miskin untuk mendapatkan nilai yang
lebih tinggi di sekolah dasar dan lanjutan. Program
Reformasi Pendidikan Nasional (dibiayai oleh negara
Belanda dan Komisi Eropa) yang diselenggarakan
Bank merupakan katalis bagi Bank untuk kembali
terlibat dalam bidang pendidikan di Indonesia, dan
Bank terus memberikan dukungan analitis yang luas
bagi perumusan kebijakan, pengembangan RENSTRA
yang berikutnya untuk tahun 2009-14, pengenalan
perubahan undang-undang keguruan yang baru dan
penyerahan proyek ECD. Bank dengan dukungan dari
para donor yang sama membentuk Dana Perwalian
untuk Pembangunan Kapasitas Pendidikan Dasar
(BEC-TF) guna membantu pelaksanaan RENSTRA.
Di bidang kesehatan, pemberian pinjaman oleh Bank
telah tercampur dan hanya sebagian yang terealisasi.
Sejumlah proyek gagal (dengan sedikitnya peluang
untuk keberlanjutan). Sebagian besar kegagalan
disebabkan oleh terbatasnya kapasitas untuk
melakukan reformasi dan diperumit oleh kegamangan
akibat desentralisasi yang terkait dengan peran dan
tanggung jawab pemerintah daerah vs. pemerintahan
di tingkat yang lebih tinggi. Ketiga Proyek Kesehatan
Provinsi (PHP) yang dibiayai Bank bertujuan
meningkatkan hasil-hasil di bidang kesehatan melalui
penguatan kapasitas kabupaten, provinsi, dan pusat
kesehatan untuk mengelola sistem kesehatan yang
terdesentralisasi. Proyek tersebut telah membantu
pemerintah meningkatkan tingkat kelahiran dengan
bantuan tenaga kesehatan yang terlatih dan
memperluas cakupan imunisasi untuk vaksin BCG dan
campak. Namun, cakupan vaksinasi untuk vaksin yang
lain (DPT, polio dan HepB) gagal ditingkatkan. Bank
baru-baru ini mulai terlibat dalam dialog tentang HIV/
AIDS, terutama di Provinsi Papua di mana terdapat
risiko HIV/AIDS yang tinggi.
Pada bulan April 2007, pemerintah mengumumkan
rencana meningkatkan rangkaian program CDD
pedesaan dan perkotaan (Proyek Pembangunan
Kecamatan, KDP, dan Proyek Kemiskinan Perkotaan,
UPP) yang didukung oleh Bank dan telah berjalan
lama sebagai strategi pengentasan kemiskinan tingkat
nasional. Kedua program tersebut mewakili program
CCD terbesar di dunia yang dibiayai oleh Bank,
mencakup 48 persen desa (sekitar 38.000) dengan
fokus pada masyarakat yang paling miskin. Proyekproyek tersebut telah berhasil meningkatkan akses
masyarakat miskin (termasuk para wanita dan anggota
masyarakat yang rentan) ke infrastruktur sosioekonomi tertier dan layanan lain. Model KDP dan UPP
juga telah membantu meningkatkan pemerintahan di
tingkat daerah dengan melibatkan masyarakat secara
langsung dalam kerangka kerja yang partisipatif,
memberdayakan, dan transparan. Model tersebut juga
digunakan secara efektif untuk mendukung rekonstruksi
pasca bencana di Aceh-Nias dan Yogyakarta.
Pilar 4: Manajemen Risiko Bencana
Kemajuan Negara
Pemerintah memberikan tanggapan yang cepat dan
komprehensif pada tragedi gempa bumi dan tsunami
di Aceh pada Desember 2004. Tugas pertama
adalah menyiapkan suatu Penilaian Kerusakan
dan Kerugian yang melibatkan semua lembaga
donor besar dan dipimpin oleh Bappenas. Tugas ini
berhasil diselesaikan dalam waktu beberapa minggu
dengan perkiraan kerugian yang mencapai hampir
USS$4,5 miliar. Hasil penilaian ini disampaikan pada
pertemuan Consultative Group di bulan Januari 2005
sebagai dasar untuk memobilisasi bantuan finansial
internasional. Hal ini lalu diikuti dengan mempersiapkan
suatu Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi
yang lebih mendetail, yang dipimpin oleh Bappenas
dan melibatkan komunitas donor. Hasil terbesar
upaya itu adalah didirikannya Badan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi (BRR) serta perekrutan berbagai orang
Indonesia yang terkemuka dan kredibel dengan cepat
sebagai staf. BRR didirikan secara resmi pada April
2005 dan mulai beroperasi sebulan kemudian.
Suatu hal yang sangat penting bagi proses rekonstruksi
adalah perjanjian perdamaian antara pemerintah pusat
dan GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Perdamaian ini
mengakhiri konflik panjang selama puluhan tahun dan
telah mengakibatkan hampir 15.000 korban jiwa serta
penderitaan yang amat sangat bagi penduduk Aceh.
MoU yang memfinalisasikan perjanjian perdamaian ini
ditandatangani pada 15 Agustus 2005, dan menjadi
dasar yang kuat untuk menciptakan perdamaian
pasca konflik. Selain berkontribusi dalam pengiriman
bantuan pasca tsunami, penyelesaian konflik ini telah
memperbaiki kualitas hidup dan meningkatkan harapan
bagi pembangunan Aceh di masa depan.
Kontribusi Bank Dunia
Bank Dunia memainkan peran penting dalam
menyiapkan Penilaian Kerusakan dan Kerugian,
Rencana Induk Rekonstruksi, mendirikan BRR, dan
memobilisasi dana dari komunitas donor. Penilaian
Kerusakan dan Kerugian dari sisi donor dipimpin
oleh Bank Dunia, dan berhasil diselesaikan dalam
waktu kurang dari empat minggu setelah terjadinya
tsunami. Atas permintaan Pemerintah, Bank Dunia
memprakarsai, merancang, dan menulis perundangundangan pendirian BRR dan menyediakan bantuan
teknis (technical assistance), serta dukungan tanpa
henti selama beberapa bulan pertama berdirinya
BRR. Dana Multi-Donor (MDF atau Multi-Donor Fund)
untuk Aceh telah mengumpulkan sumbangan hampir
US$700 juta. Ini jumlah dana pascabencana yang
paling besar di Bank, dan dianggap sebagai suatu
mekanisme praktek terbaik untuk koordinasi donor
dalam menanggapi bencana alam. Koordinasi erat
MDF dengan BRR dan pemerintah daerah (Gubernur
Aceh yang baru terpilih) telah memberikan kontribusi
besar pada keberhasilannya. Bank Dunia juga telah
merestrukturisasi tiga proyek IDA yang sedang berjalan
(senilai US$20 juta) agar mencakup komponen
rekonstruksi serta memobilisasi hibah JSDF (US$7,8
Proyek yang didanai melalui MDF telah membantu
pemulihan masyarakat, infrastruktur dan transportasi,
pembangunan kapasitas dan pemerintahan, serta
manajemen lingkungan yang berkelanjutan. MDF
juga meliputi masalah-masalah lintas sektor yang
penting, yakni perlindungan lingkungan dan pemulihan
berkelanjutan. Proses rekonstruksi pada umumnya
berjalan baik, ditandai oleh pembangunan 85.000
rumah baru hingga bulan September 2007, yang
4.400 di antaranya dibiayai oleh Bank Dunia. Selain
itu, 4.050 rumah telah diperbaiki. Bank juga mencatat
keberhasilan lain, seperti: pembangunan/perbaikan
43 puskesmas dan 282 sekolah; perbaikan 846
jembatan; pembangunan kembali 2.330 kilometer jalan
pedesaan serta 199 kilomenter jalan kota dibangun
kembali; 1.211 proyek irigasi dan saluran air di wilayah
pedesaan, dan perbaikan 178 kilometer saluran air di
wilayah perkotaan; 1.148 sistem air bersih dan 1.032
unit sanitasi. Hingga Agustus 2007, telah lebih dari 11
juta hari kerja diciptakan melalui pekerjaan infrastruktur
yang didukung Bank Dunia. Program rekonstruksi
perumahan berbasis masyarakat (REKOMPAK) di Aceh
telah berfungsi dengan sangat baik dan telah dipakai
pemerintah sebagai contoh pembangunan perumahan
pasca bencana di Jawa Tengah dan Yogyakarta. MDF
adalah donor tunggal terbesar di sektor lingkungan
hidup yang berfokus pada layanan manajemen limbah
yang diperbaiki serta perlindungan sumber daya
hutan. Proyek sertifikasi tanah tidak mendapatkan
keberhasilan serupa – lebih dari 121.590 sertifikat
diberikan (hingga Mei 2008) ke masyarakat, jauh dari
sasaran 300.000 sertifikat di bulan Juni tahun 2007,
karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) menghadapi
tantangan dalam menjalankan proyek seperti yang
telah dirancang. Perancangan proyek dan penentuan
sasaran dilakukan dalam jangka waktu singkat untuk
menanggapi bencana ini; suatu faktor lain yang
memperumit permasalahan, terutama di tahap awal
proyek ini, adalah kesulitan dalam mendapatkan data.
Dalam waktu singkat setelah terjadinya tsunami,
manajemen IFC menyetujui alokasi US$2,5 juta untuk
mendukung upaya bantuan dari sektor swasta di
semua negara yang diterjang tsunami, melalui suatu
program hibah padanan (matching grant). Di Aceh,
IFC memberikan kontribusi sumber daya ke tiga
perusahaan swasta - GE, Sampoerna dan Cascal –
untuk menyediakan air minum bersih bagi masyarakat
serta membangun sekolah-sekolah sementara untuk
pengungsi anak-anak. IFC juga menyediakan US$1
juta dan mendapatkan US$5,5 juta dari AusAID
untuk mendirikan suatu program Jasa Konsultasi
IFC di Aceh. Program ini dipakai membangun Kantor
Penjangkauan Investasi (Investment Outreach Office)
69
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Selama dua tahun terakhir, Indonesia telah menjadi
pusat dari risiko flu burung dan manusia (Avian and
Human Influenza - AHI). Risiko tersebut timbul karena
wilayah negara yang besar, banyaknya kepemilikan
unggas oleh jutaan rumah tangga, praktek-praktek
pertanian yang berisiko tinggi, serta suatu pemerintahan
terdesentralisasi
yang
kemampuannya
lemah.
Hingga 30 Januari 2008, 101 orang telah meninggal
akibat AHI. Tanggapan pemerintah secara umum
dipandang lambat dan tidak terkoordinasi, meskipun
dalam beberapa bulan terakhir kampanye kesadaran
publik nampaknya berhasil mencapai sebagian besar
penduduk negeri ini.
juta) untuk bantuan darurat. Selain itu, komponen
rekonstruksi juga dimasukkan dalam dua proyek baru
yang dikirimkan ke Dewan Bank di tahun anggaran
2005 (US$15 juta).
untuk mendukung investasi sektor Swasta. IBRD
memberikan saran kepada Gubernur Aceh tentang
masalah kebijakan sektor swasta, meningkatkan
pendapatan penambak udang dengan membantu
memperbanyak hasil produksi, serta membantu
meningkatkan layanan pengembangan usaha.
Pendekatan partisipatif proyek-proyek CDD yang
melibatkan masyarakat madani, komunitas, sektor
swasta, dan organisasi setempat lainnya juga
membantu menyediakan bantuan pasca konflik.
KDP adalah satu-satunya proyek Bank Dunia yang
beroperasi di Aceh ketika konflik sedang berlangsung,
dan jaringan fasilitatornya memainkan peran penting
dalam menjangkau masyarakan pada masa-masa
awal bencana tsunami tahun 2004. Proyek ini juga
memfasilitasi reintegrasi pemberontak GAM.
70
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Pengalaman rekonstruksi di Yogyakarta juga sangat
mencengangkan. Dalam waktu kurang dari setahun
setelah gempa bumi besar di bulan Mei tahun 2006,
hampir 150.000 rumah (lebih dari setengah jumlah yang
dibutuhkan) telah diperbaiki, sebagian besar dengan
biaya rendah dan partisipasi masyarakat yang kuat.
Bank Dunia juga menggunakan kemampuannya dalam
mengumpulkan banyak pihak untuk menangani tragedi
ini dengan membantu mengumpulkan beberapa mitra
pembangunan dalam suatu Dana Rekonstruksi Jawa
(Java Reconstruction Fund - JRF) senilai AS$84 juta.
Pemerintah juga mengeluarkan suatu Undang-Undang
Penanggulangan Bencana baru pada Maret 2007 untuk
bersiap dan memberikan tanggapan yang lebih efektif
terhadap bencana.
Kinerja Bank Dunia
Bagian ini membahas kinerja dari Bank Dunia
sebagaimana diukur berdasarkan indikator kinerja
internal dari Bank Dunia untuk portofolio ini, serta
laporan-laporan seperti evaluasi PSR, ISR, CRMR,
OED dan CAE (lihat Lampiran A, Matriks Penyelesaian
CAS [CAS Completion Matrix]). Efektivitas layanan
nonpeminjaman, termasuk mobilisasi dana perwalian,
juga dibahas.
Penyampaian Pinjaman
Sepanjang periode CAS, 23 proyek dari IBRD/IDA
disampaikan, dengan nilai total kurang lebih US$4
miliar (lihat Lampiran B). Dari jumlah tersebut, US$0,9
miliar (24 persen) diberikan dengan syarat-syarat IDA;
dan US$2,1 miliar diberikan untuk dukungan program.
PREM memberikan bagian terbesar dari pinjamanpinjaman baru tersebut, yakni sejumlah 49 persen (lima
operasi, termasuk empat DPL), diikuti oleh Jaringan
Pembangunan
Berkesinambungan
(Sustainable
Development Network) sejumlah 45 persen (15 proyek,
termasuk operasi IDPL), serta Jaringan Pengembangan
SDM (Human Development Network) sejumlah 6
persen (tiga proyek). Tidak adanya kejelasan dan
komitmen dari sejumlah rekanan di proyek-proyek
penyaluran (pipeline projects) menyebabkan tingginya
tingkat kegagalan – antara TA04 dan TA08, 13 proyek
dibatalkan dan menyebabkan kerugian senilai US$3,33
juta akibat biaya persiapan yang terbuang percuma.
Masa waktu rata-rata persiapan proyek adalah 35
bulan, menandakan bahwa keputusan membatalkan
mayoritas dari proyek-proyek ini dilakukan pada tahap
persiapan proyek yang sudah cukup tinggi. Selain itu,
ada sekitar dua belas proyek yang dimasukkan dalam
CAS atau CASPR yang tidak disiapkan (artinya proyekproyek tersebut tidak mendapatkan AIS yang disetujui
dan tidak menimbulkan biaya persiapan sama sekali).
Kualitas Portofolio
Hingga April 2008, seluruh portofolio Bank Dunia
memiliki 24 proyek dengan jumlah bersih komitmen
senilai US$2,5 miliar dan dana yang belum dicairkan
senilai US$1,8 miliar. Kinerja portofolio cukup beragam
dengan rasio pencairan sebesar 17 persen. Indeks
proaktvitas tetap pada tingkatan 100 persen, namun
indeks realisme hanya mencapai 40 persen. Hasil
beragam ini terjadi akibat kapasitas pemerintah yang
tidak cukup dan faktor ‘penghambat’ internal dari Bank
Dunia. Meskipun CASPR pada 2006 telah mencatat
adanya keberhasilan penting yang tercapai dari kualitas
portofolio secara keseluruhan, juga ditemukan adanya
sejumlah faktor risiko dan ditekankan pentingnya
manajemen langsung yang berkelanjutan. CPPR
untuk TA06 dan temuan-temuan awal dari CRMR
TA08 juga telah menemukan faktor risiko utama
yang mempengaruhi kualitas portofolio: kelemahan
dalam manajemen proyek, korupsi dalam pengadaan
barang dan jasa, penyalahgunaan dana proyek,
keterlambatan dalam persetujuan dan penyaluran
anggaran,
ketiadaan
perencanaan
pengadaan
serta tindakan pengadaan yang tidak tepat waktu,
lambatnya pencairan, serta M&E yang lemah. Kajiankajian portofolio ini menawarkan beberapa tindakan
dan saran. Sebagaimana disebutkan sebelumnya,
GAAP kini telah menjadi komponen standar dari semua
protek, biasanya bertindak sebagai sebuah pelengkap
pada PAD dan selanjutnya digabungkan pada manual
operasional proyek.
Tiga puluh enam proyek Bank Dunia ditutup antara
TA04 dan bulan April 2008; dari jumlah tersebut,
27 telah dievaluasi oleh IEG (lihat Lampiran C). Dari
proyek-proyek yang dievaluasi, 74 persen dinilai
memberikan hasil yang memuaskan (satisfactory)
atau cukup memuaskan (marginally satisfactory).
Rasio proyek “berisiko” dengan total jumlah proyek
(berdasarkan komitmen) saat ini ada pada tingkat 21
persen. Faktor risiko terkait meliputi kapasitas yang
lemah untuk manajemen proyek, keterlamabatan
pengadaan, korupsi dan penyalahgunaan dana,
keterlambatan dalam menyalurkan pendanaan
rekanan, serta pemantauan dan evaluasi. Bank
menangani permasalahan ini dengan merestrukturisasi
proyek, membatalkan pinjaman, membangun dialog
berkelanjutan dengan pemerintah atas dana rekanan,
membantu pemerintah menyelesaikan penyalahgunaan
dana, dan menyediakan dukungan untuk memperkuat
tim pengadaan pemerintah.
Dalam periode CAS, IFC telah memberikan komitmen
senilai US$935 juta untuk 43 proyek. Hingga 30 Maret
2008, komitmen IFC di Indonesia yang belum dicairkan
berjumlah US$709 juta untuk 27 lembaga (US$694 juta
untuk rekening IFC sendiri). Tingkat risiko pinjaman
rata-rata adalah 3,6, sebuah peningkatan dari tahun
lalu yang berada di angka 3,8. Tingkat risiko ratarata dari sisi ekuitas pada saat yang sama adalah 3,8,
perbaikan dari angka 4,0 yang dicapai tahun lalu.
Layanan non pinjaman
Sebuah kontribusi penting dari WBG dalam periode
awal CAS melibatkan penyiapan suatu Paket Catatan
Kebijakan yang terdiri dari 20 catatan kebijakan untuk
pemerintah yang memulai tugas pada 2004. Paket ini
merupakan “kartu panggil” (calling card) pertama WBG
dalam diskusi-diskusi dengan Presiden yang baru dan
kabinetnya, serta terbukti bermanfaat bagi menterimenteri kunci dalam mengembangkan “rencana 100
hari” mereka masing-masing atas permintaan Presiden.
Salah satu hal yang patut disorot adalah masukan
analitis serta interaksi dan nasihat “di belakang layar”
dari Bank yang membuat pemerintah memutuskan
mengurangi subsidi bahan bakar yang sangat regresif
pada 2005. Demikian pula dengan keputusan mereka
mengalokasikan dana yang dihemat ke sektor-sektor
kesehatan, pendidikan, infrastruktur pedesaan, serta
menjalankan program Bantuan Tunai Langsung.
Program INDOPOV memainkan peran pendukung
yang penting bagi instansi-instansi pemerintah dalam
agenda pengentasan kemiskinan. Program tersebut
memiliki tiga bagian agenda yang mengkaji serta
menyediakan saran kebijakan untuk pertumbuhan,
belanja, dan layanan yang berpihak pada kaum miskin.
Program Keadilan bagi Kaum Miskin (Justice for the
Poor) juga telah menjadi bagian lain program Bank
Jasa Konsultasi IFC berencana melanjutkan pekerjaan
pada iklim investasi, akses pada dana, pengembangan
rantai suplai, serta berencana menambah programprogram di bidang keberlanjutan lingkungan dan
infrastruktur. Sebuah kajian atas proyek Jasa
Konsultasi yang paling besar, PENSA, menunjukkan
bahwa diteruskannya investasi pada PENSA akan
mengakibatkan dampak yang lebih besar dengan
implementasi proses manajemen yang semakin kuat.
Sebagai tanggapan, IFC telah menkonsolidasikan
kantor-kantor dan menutup program-program yang
diperkirakan tidak akan memberikan dampak sistemik
yang kuat.
Sebagian besar pekerjaan WBG kini dilaksanakan
melalui kemitraan dengan lembaga penelitian setempat,
donor lainnya, LSM, serta berkolaborasi erat dengan
pemerintah. Seiring berjalannya waktu, Bank Dunia dan
mitra-mitranya telah menjalankan suatu pendekatan
terprogram atas penelitian dan bantuan teknis,
mengidentifikasi bidang permasalahan utama dalam
jalan pembangunan Indonesia dan menggabungkan
sekelompok kegiatan untuk menyediakan analisis,
saran kebijakan dan dukungan lain.
Dialog Negara, Kemitraan dan Koordinasi
Bantuan
Kemitraan dengan donor tetap kuat, memungkinkan
WBG menggerakkan sumber daya finansial dan
manusia yang cukup banyak untuk implementasi
CAS. Indonesia adalah pengguna Dana Perwalian
(Trust Fundatau TF) terbesar di Bank. Jumlah total
dari hibah aktif mencapai US$1.245 juta, terdiri dari
186 hibah aktif (lihat Lampiran A). TF terbesar adalah
MDF Aceh-Nias dengan jumlah total kontribusi
71
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Program AAA WBG telah berevolusi dari waktu ke
waktu sejalan dengan status Indonesia sebagai MIC
baru yang mulai berkembang (lihat Lampiran D). Fokus
program berubah dari kegiatan penyiapan laporan
‘formal’ yang lebih terstruktur menjadi tanggapan
terhadap permintaan yang berdampak besar (highimpact) dan tepat waktu (just-in-time) dari Pemerintah
yang lebih membutuhkan bantuan teknis daripada
analisis terperinci dan penyiapan laporan. Sosialisasi
juga semakin baik dengan semakin banyak laporan
dan catatan kebijakan yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dan didistribusikan ke lebih banyak
khalayak untuk mendapatkan dampak yang lebih
besar.
yang menjadi sorotan utama. Program ini membantu
mengembangkan strategi bagi suatu pendekatan
reformasi keadilan dari bawah ke atas (bottom-up)
yang didorong oleh permintaan untuk reformasi
keadilan, yang membangun konstituen umum untuk
menuntut keadilan dan mendorong reformasi yang
dibutuhkan bagi lembaga-lembaga hukum. Bank
mampu ikut melibatkan diri lagi dalam dua sektor
penting (pendidikan dan lingkungan) melalui program
AAA. Melalui program-program seperti Forest Law
Enforcement and Governance (FLEGatau Penegakan
dan Pengaturan Undang-Undang Kehutanan) dan
Program for Pollution Control Evaluation and Rating
(PROPER ataui Program Pengendalian, Evaluasi, dan
Pemeringkatan Polusi), Bank telah melibatkan diri
dalam bidang manajemen sumber daya alam dan
lingkungan, yang berujung pada semakin banyak
prakarsa lain, termasuk mendukung Pemerintah untuk
menyiapkan Konferensi Perubahan Iklim (Climate
Change Conference) internasional yang sangat penting
di Bali pada Desember 2007, di bawah payung United
Nations Framework Convention on Climate Change
(UNFCCC).
72
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
sebesar US$700 juta. Program-program TF terus
memberikan kontribusi signifikan pada tujuan CAS.
Hasil-hasil yang paling jelas meliputi: pengumpulan
sumber daya untuk strategi dan tindakan bersama
(pendidikan), daya tanggap yang semakin besar untuk
kebutuhan tidak terencana, seperti upaya pemulihan
pascabencana (Aceh-Nias MDF dan JRF), penyediaan
penelitian berkualitas tinggi, dialog kebijakan dan
penyebaran pengetahuan (Belanda Institutional -- TF,
DSF, INDOPOV). Seluruh TF tersebut telah membantu
Bank, pemerintah dan mitra pembangunan mencapai
sasaran dari Deklarasi Paris– harmonisasi, keselarasan,
dan hasil. Ketersediaan pendanaan melalui TF telah
memungkinkan peningkatan yang cukup besar
dalam jasa analisis dan konsultasi WBG, terutama
memungkinkan WBG memobilisasi keahlian yang tepat
untuk menanggapi permintaan pemerintah tepat pada
waktunya. TF juga memungkinkan pengawasan yang
lebih kuat daripada yang mampu dibiayai anggaran
Bank yang terbatas untuk proyek-proyek yang rumit.
IFC telah menggerakkan lebih dari US$40 juta dalam
bentuk sumber daya hibah untuk mendukung Jasa
Konsultasi IFC yang terfokus pada pertumbuhan
dan pembangunan ekonomi berkelanjutan, dengan
penekanan geografis pada Kawasan Timur Indonesia.
Wilayah program meliputi akses terhadap pendanaan
bagi mereka yang belum mendapatkannya secara layak
(underserved), reformasi iklim investasi, hubungan
agrobisnis, rantai suplai kayu yang berkelanjutan dan
kerajinan tangan. Sejak 2003, Jasa Konsultasi IFC telah
berkontribusi pada suatu undang-undang investasi
yang lebih baik, pengurangan waktu dan biaya
penerbitan izin usaha di beberapa wilayah daerah, dan
meningkatkan akses terhadap dana untuk peminjam
skala kecil. Dewan IFC juga telah memberikan
komitmen senilai AS$10 juta bagi PENSA untuk lima
tahun ke depan guna mengkatalisasi kemitraan multidonor yang diperbarui.
Kemitraan yang kuat juga sedang dijalin dengan
menggunakan pelbagai instrumen lain. Operasi
gabungan reformasi kebijakan pernah mencatat ADB,
Jepang, dan Bank bekerja sama dalam mendukung
agenda reformasi kebijakan pemerintah melalui
pembiayaan bersama DPL dari Bank. Pendekatanpendekatan di seluruh sektor sedang diperkuat dalam
bentuk pendidikan dengan Belanda dan UE sebagai
rekan penanggung dana utama. Kantor Banda Aceh,
yang awalnya didirikan melalui dana TF Belanda, terus
menjadi pusat koordinasi dan dialog antarmitra serta
telah berkontribusi dalam memperkuat implementasi
proyek-proyek MDF di lapangan.
Kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), Ornop, serta anggota DPR juga diperkuat
dalam periode CAS. Bank telah mengambil semua
kesempatan – baik melalui pemberian pinjaman atau
cara-cara nonpinjaman – utnuk merangkul komunitas
Ornop/LSM. Segera setelah terjadinya tsunami,
Bank bekerja erat dengan organisasi-organisasi non
Pemerintah yang menjadi bagian dari proyek KDP
untuk menyediakan jasa bantuan. Bank, melalui WBI,
juga menyediakan kegiatan pembangunan kapasitas
bagi pemerintah daerah dan anggota DPR.
Penilaian Keseluruhan dan Pelajaran
yang Didapat
Meskipun ada ketidakpastian dalam penyiapan
proyek dan keterlambatan dalam implementasi
sejumlah proyek, secara keseluruhan implementasi
CAS telah memuaskan. Efektivitas dari kegiatan
WBG sebagaimana diukur dari kualitas portofolio
dan indikator hasil bervariasi tergantung pada
konteks sektoral, tantangan lintas sektor, dan ‘faktor
penghambat’ internal dari Bank sendiri, namun telah
ada kemajuan yang cukup baik dalam sejumlah bidang
fokus CAS.
Bank menyadari pergeseran perannya dalam
mendukung agenda MIC yang mulai berkembang.
Dalam periode CAS, intervensi WBG bergeser untuk
mendukung suatu agenda kebijakan yang dipimpin dan
dimiliki negara, sesuai dengan status baru Indonesia
sebagai sebuah MIC. Bank berada dalam posisi yang
baik untuk menasihati pemerintah dalam beberapa
hal, meningkatkan hubungan dan reputasinya
dengan pemerintah sebagai mitra “rujukan” dalam
masalah kebijakan. Sebuah upaya yang cukup besar
dilakukan untuk menyampaikan pesan kebijakan yang
mulai berkembang kepada para pembuat kebijakan,
dan dengan kesempatan yang ada melibatkan diri,
baik melalui pemberian pinjaman maupun bukan,
dalam pintu-pintu perubahan (misalnya pendidikan,
lingkungan, pengurangan subsidi BBM, BTL, BTB).
Faktor yang sangat penting adalah perkiraan tim WBG
dalam mengidentifikasi permasalahan untuk dijadikan
fokus sebelum hal tersebut diakui sebagai tantangan
secara luas, serta keluwesan Bank dalam memberikan
tanggapan yang cepat atas permintaan pemerintah
serta hal-hal yang dibutuhkan.
Proyek CDD terus mendapatkan hasil di lapangan.
Dua program CDD yang dibiayai Bank (KDP dan
UPP) sangat penting bagi peningkatan penyampaian
jasa dan agenda pertumbuhan inklusif dari CAS.
Kedua program tersebut telah berhasil membangun
infrastruktur skala-kecil, dan layanan dasar bagi
masyarakat miskin. Program-program tersebut telah
membangun atau erenovasi sekolah, puskesmas,
sistem air dan sanitasi, jalanan, jembatan, pasar, dan
sambungan listrik, serta terus berkontribusi dalam
menyediakan lapangan kerja, pembangunan kapasitas,
dan memperkuat pemerintahan setempat.
DPL memberikan kontribusi yang besar dalam
meningkatkan reformasi lintas sektor. Tim Bank
membantu merancang program lokal bagi Pemerintah
demi kelancaran keluarnya Indonesia dari IMF.
DPL pertama dari Bank terkait dengan program ini,
membantu membangun kepercayaan diri. Dengan
keberhasilan Indonesia memenuhi CAS high case
trigger, dukungan anggaran melalui serangkaian DPL
dilanjutkan pada tahun 2004 dan empat DPL dicairkan
dengan jumlah total sebesar US$1,9 miliar. DPL
Infrastuktur berorientasi sektoral yang pertama juga
disetujui oleh Dewan Bank pada bulan Desember tahun
2007. Mereka telah memberikan kontribusi signifikan
pada reformasi kebijakan pemerintah dalam bidang
stabilitas makroekonomi, iklim investasi, penyediaan
layanan, manajemen keuangan publik dan antikorupsi,
dan juga mengejar agenda reformasi kebijakan
infrastruktur dan PPP.
Bank Dunia cukup efektif menggunakan perannya
sebagai penyelenggara utama untuk memberikan
tanggapan dengan cepat dan efisien pada rekonstruksi
pasca bencana dan permintaan-permintaan lain yang
timbul. Peran Bank Dunia menjadi semakin jelas dalam
periode tak lama setelah terjadinya tsunami/gempa
bumi ketika pemerintah meminta WBG memimpin
upaya donor terkoordinasi untuk menangani
rekonstruksi di Aceh, Nias, dan Yogyakarta. Kontribusi
WBG atas hal ini adalah ciri utama dari periode CAS.
Bank Dunia juga telah tampil sebagai pemain penting
dalam menfasilitasi bantuan donor dalam agenda
sektor pendidikan Pemerintah.
Kekuatan WBG dalam mengimplementasikan CAS
sebagian besar teletak pada stafnya yang memiliki
keterampilan dan keahlian yang dapat diterjunkan dalam
waktu singkat (misalnya dukungan pascatsunami/
gempa bumi), kapasitas dalam mengelola TF donor
dalam jumlah besar (MDF, DSF, BEC), membawa
pengalaman global dan menerapkannya dalam konteks
lokal (misalnya BTL, BTB), memobilisasi dukungan
Sektor infrastruktur mencapai kemajuan yang lebih
sedikit dari sektor yang lain, menjadikannya sebagai
hambatan utama dalam memperbaiki iklim investasi
dan penyediaan layanan sosial dasar. Meskipun
Pemerintah berkomitmen memperbaiki infrastruktur,
hasil di lapangan tidak terlalu membanggakan dan
masih terdapat banyak kesenjangan. Meskipun WBG
telah terlibat dalam sektor ini dengan program pinjaman
dan nonpeminjaman yang komprehensif, dukungannya
tidak memberikan hasil yang diharapkan, terutama
untuk menarik investasi sektor swasta. Sektor ini masih
dihinggapi masalah korupsi dalam proyek-proyek yang
dibiayai Bank, sehingga menghambat penyiapan dan
implementasi proyek serta memiliki dampak serius
pada jalur proyek di masa depan.
Pendekatan ‘platform’ pemerintah daerah yang
digambarkan di CAS tidak bekerja dengan baik, terbukti
dari kinerja lambat mulai dari generasi pertama proyekproyek terkait. Hambatan utama adalah tidak adanya
kejelasan dalam peran dan tanggung jawab di tingkat
pemerintahan kabupaten, provinsi, dan nasional.
Tantangan dalam implementasi keputusan atas
pinjaman dan hibah juga menjadi faktor merugikan lain
yang mempengaruhi implementasi ILGRP, USDRP, dan
SPADA. Terlebih lagi, sektor kesehatan di Indonesia
secara relatif cukup lambat dalam menyesuaikan diri
dengan desentralisasi negara ini dan transfer fungsi
penyampaian jasa dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah, sebagaimana ditunjukkan oleh tidak adanya
peningkatan dalam hasil terkait.
Tidak adanya kejelasan dan komitmen yang kuat dari
pemerintah telah menghambat persiapan proyek dan
memicu biaya tinggi dari proyek-proyek yang kemudian
dibatalkan. Tidak adanya perencanaan jangka panjang
dan koordinasi yang lemah antara berbagai lembaga
pemerintahan berujung pada lingkungan yang tidak
pasti untuk persiapan proyek. Dialog berkala dan
terkoordinasi dengan pemerintah (Bappenas, Depkeu
dan kementerian garis depan), serta pengelolaan yang
lebih ketat atas saluran peminjaman sangat penting
untuk meminimalisasi biaya-biaya tersebut di masa
depan. Selain itu, tampaknya ada “penghubung yang
hilang” antara DPL dan CDD. Komitmen pemerintah dan
penerapan/hasil jauh lebih kuat dalam proyek-proyek
DPL dan CDD, sedangkan sejumlah proteksi investasi
menghadapi masalah-masalah yang mempengaruhi
potensi penuh mereka.
Kurangnya kapasitas pemerintah dan faktor
‘penghambat’
internal
Bank
berujung
pada
implementasi proyek yang lambat dan realisasi hasil
yang tertunda di beberapa sektor. Kelemahan dalam
kapasitas pemerintah untuk mengimplementasikan
73
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Kemitraan donor yang kuat berujung pada mobilisasi
dana perwalian (TF) yang memungkinkan WBG
melibatkan diri kembali dalam sejumlah sektor, dan
memperkuat dukungan yang sedang berlangsung di
sektor lainnya. Kemitraan dengan donor tetap kuat,
memungkinkan WBG menggerakkan sumber daya
finansial dan manusia dalam jumlah signifikan untuk
implementasi CAS. Ketersediaan pendanaan melalui
TF telah memungkinkan adanya peningkatan besar
dalam jasa analisis, bantuan teknis, dan konsultasi
WBG. Sebagai contoh, Bank telah menjadi pemain
penting dalam menfasilitasi bantuan donor bagi
agenda sektor pendidikan milik pemerintah. Namun,
biaya administratif yang diasosiasikan dnegan
mengurus portofolio TF yang besar harus dihitung,
dan fokus strategis dari portofolio TF harus semakin
ditingkatkan. Dari sisi operasional, ada kebutuhan
untuk lebih mengintegrasikan sumber daya TF dengan
anggaran dan program-program Bank.
untuk investasi swasta (IFC), dan kelompok besar staf
dan konsultan lokal untuk menyediakan pengetahuan
lokal dan kecakapan teknis (know-how).
proyek dan hambatan dalam pendanaan rekanan,
terutama di mitra lokal, turut menyumbang
keterlambatan implementasi proyek. Idealnya, proyek
terdesentralisasi harus menggunakan kerangka kerja
PFM tingkat setempat. Namun, karena panduan
pinjaman/hibah tidak dikembangkan sepenuhnya,
proyek-proyek ini dikerjakan dengan sistem PFM
tingkat nasional sehingga menambah penundaan
implementasi.
Faktor
“penghambat”
internal
dalam menangani proses dan prosedur Bank juga
muncul sebagai faktor penghambat dalam masalah
pengadaan, dengan biaya transaksi yang meningkat,
baik bagi klien maupun Bank. Memperkuat dukungan
untuk membangun sistem di seluruh wilayah negara
dalam kerangka kerja desentralisasi pemerintah akan
sangat penting dalam meningkatkan kinerja proyek.
74
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Apendiks 8. : Lampiran A
Indonesia: Laporan Penyelesaian CAS: Kerangka Kerja Hasil – Matriks
Penyelesaian
Hasil Strategis dan
Jangka Panjang
Negara
Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima Tahun
Issues and Obstacles
Hasil (-hasil) akhir CAS
yang diharapkan
Kemajuan sampai saat ini
Kontribusi WBG dan Mitra
PILAR SATU: MENINGKATKAN IKLIM INVESTASI UNTUK INVESTASI DAN PERTUMBUHAN BERKUALITAS TINGGI
Menjaga stabilitas
makroekonomi
•Inflasi di bawah
7%
•Utang terhadap
PDB dibawah
60%
•Investasi yang
dihitung dalam
persentase PDB
diatas 30%
•Pertumbuhan
sekurangkurangnya 5%
•Defisit sebesar 1,2%
•Disiplin anggaran dipertahankan;
dari PDB pada tahun
defisit sebesar 1,1% dari PDB pada
2004, 1% pada tahun
tahun 2007 (selesai)
2005
•Manajemen utang di jalur yang
•Mengurangi rasio
berkesinambungan; ratio utang/
utang/PDB hingga di
PDB sebesar 38% pada tahun 2006
bawah 40%
dan sebesar 34% pada tahun 2007
•Penerimaan pajak
(tercapai)
bukan minyak atas
•Penerimaan pajak bukan minyak naik
PDB naik 1%
2 % dari tahun 2001 hingga tahun
•Pengurangan dalam
2005, naik 0,8% dari tahun 2005
tunggakan pajak
hingga tahun 2006 (11,5%) (tercapai)
•Tunggakan pajak berkurang (selesai)
Tujuannya adalah untuk
meningkatkan efektivitas dan
penentuan sasaran skema
kompensasi. Keterlibatan dalam
subsidi bahan bakar diselesaikan
dengan evaluasi UCT. Hasil asli
dimasukkan ke PFM (pilar 3) dan
pelaksanaan skema BLT
Harga bahan bakar
semakin dekat dengan
tingkat pasar
Subsidi bahan bakar berkurang pada
bulan Maret dan Oktober tahun 2005.
Program UCT dilaksanakan selama
setahun. Percontohan Program BLT
(tercapai)
Fokus diberikan pada peningkatan
kecepatan dan kualitas belanja
publik. Sama halnya, hasil
digolongkan berdasarkan PFM
(pilar 3)
Peningkatan berangsurangsur dalam belanja
modal dan sosial hingga
3,5% dari PDB
3,4% dari PDB pada tahun 2006 dan
3,5% pada tahun 2007. Termasuk
pengeluaran daerah, total pengeluaran
modal melebihi 7 % dari PDB pada
tahun 2006 (tercapai)
Lemahnya kepemerintahan bank
negara merupakan suatu isu yang
penting
•Kurangnya alternatif bagi sektor
perbankan untuk akses ke modal
•Lemahnya pengawasan dalam
sektor-sektor perbankan dan
nonperbankan
•Dominasi sektor publik dalam
kepemilikan bank
•Jaminan deposit menyeluruh
yang tidak berkelanjutan
•Kurangnya akses terhadap
layanan keuangan untuk SME dan
rumah tangga yang lebih tidak
mampu
•Para investor kelembagaan yang
tidak berkembang dengan baik
•Pengurangan Jaminan
menyeluruh perlu dilanjutkan.
•Peranan BI sebagai pemberi
pinjaman harus ditetapkan
dengan undang-undang
Peningkatan stabilitas
dalam sektor keuangan
•Sekurang-kurangnya
sebanyak 20%
kepemilikan swasta
dalam semua bank
milik negara
•Indonesia secara
umum menaati
standar-standar
internasional
•Pelaksanaan jaringan
keamanan sektor
keuangan berlanjut
•Kepemilikan swasta pada bank-bank
milik negara melebihi 20% untuk 2
dari 4 bank milik negara. Bagian bank
negara dalam sistem perbankan
secara keseluruhan adalah sebesar
36% (masih berlangsung)
•Indonesia sudah tidak termasuk
dalam daftar negara-negara
nonkooperatif dari FATF (selesai)
•BI telah melakukan upaya-upaya
serius untuk memenuhi BCP; yang
lainnya seperti NBFI, masih tertinggal
(perlahan/masih berlangsung)
•Jaminan Menyeluruh dihapus
setelah bulan September tahun
2006. Pertanggungan atas deposito
dikurangi dari Rp 5 miliar pada bulan
Maret tahun 2006 menjadi Rp 100
juta pada bulan Maret tahun 2007
(tercapai)
Pinjaman
GFMRAP, DPLs 1-4, IDPL
AAA
• Pengarahan untuk
Pemerintah baru
•Pengarahan CGI, Kajian
Belanja publik (PER), DPR
•Manajemen Utang ASEM
•Analisis kebijakan fiskal
•Petunjuk WTO, anjuran
pengurangan subsidi
bahan bakar
TF
GFMRAP
Mitra
ADB, JBIC, IMF, AusAID
debt mgt, USAID trade
75
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Sektor keuangan
yang lebih kuat
dan beragam
dengan akses
yang adil
Memperkuat stabilitas
makroekonomi dan meningkatkan
fokus pada fondasi pertumbuhan
mikroekonomi
•Kerentanan terhadap goncangan
yang berlanjut akibat utang yang
besar
•Akhir dari restrukturisasi Klub
Paris
•Kemungkinan berkurangnya
kepercayaan pasar sejak
keluarnya IMF
•Lemahnya administrasi pajak dan
bea cukai
•Mulai timbulnya pasar obligasi
pemerintah dalam negeri
•Sektor keuangan yang lemah
dengan kewajiban kontinjensi thd
anggaran
IFC/MIGA
•Investasi IFC pada
lembaga-lembaga
keuangan perbankan dan
nonperbankan
•Prakarsa Layanan
Konsultasi IFC
AAA
Pemantauan sektor
keuangan
Mitra
IMF – Penguatan
pengawasan bank dan
penciptaan jaringan
keamanan sektor
keuangan
Hasil Strategis dan
Jangka Panjang
Negara
Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima Tahun
Isu-isu dan Hambatan
Hasil (-hasil) akhir CAS
yang diharapkan
Kemajuan sampai saat ini
Kontribusi WBG dan Mitra
PILAR SATU: MENINGKATKAN IKLIM INVESTASI UNTUK INVESTASI DAN PERTUMBUHAN BERKUALITAS TINGGI
76
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Sektor keuangan
yang lebih kuat dan
beragam dengan
akses yang adil
Rekomendasi dalam laporan
NBFI yang tersedia sebagai
basis untuk dialog kebijakan
•Pengawasan yang lemah
dalam sektor nonperbankan
merupakan suatu tantangan
•Kurangnya akses keuangan
bagi sektor SME dan rumah
tangga yang tidak mampu
•Industri asuransi yang lemah
Meningkatkan akses
terhadap keuangan
•Peningkatan bagian
sektor keuangan
nonbank dalam aset
sistem keuangan
melebihi 10%
•Jumlah SME dengan
akses keuangan
yang meningkat
•Memperkuat
kerangka peraturan
dan pengawasan
industri asuransi dan
mengembangkan
suatu strategi
untuk menghadapi
perusahaanperusahan yang
bangkrut.
•Aset-aset NBFI terdiri atas 22,3% dari IFC
total aset sektor keuangan (2006)
Prakarsa Layanan
(tercapai)
Konsultasi
•Total realisasi kredit oleh SME dari
bank-bank umum, sebagaimana yang AAA
dinilai oleh BI, meningkat sebesar 82%
Laporan NBFI
dari tahun 2003 hingga tahun 2005.
Pinjaman untuk SME terdiri atas 52%
dari total pinjaman (Bulan Juni tahun
2007), dibandingkan pada tahun
2003 yang berjumlah sebesar 47 %
(tercapai)
•Reorganisasi dan restrukturisasi
industri dana pensiun (berjalan lebih
lambat dari yang diharapkan)
•Resolusi atas perusahaan-perusahaan
asuransi yang sudah tidak aktif
(berjalan lebih lambat dari yang
diharapkan)
•Bapepam bergabung dengan GDFI.
Memperkuat kapasitas pengaturan
dan pengawasnya (berjalan lebih
lambat dari yang diharapkan)
Lingkungan yang
mendukung sektor
swasta yang
berdaya saing
•Pelaksanaan peraturan dari
Undang-Undang Investasi
yang baru belum selesai
•Jumlah izin-izin dalam
departemen harus dikurangi
•Biaya-biaya transaksi untuk
usaha perlu dikurangi
•Kerangka kerja pengaturan
yang lemah
•Kurangnya kerja sama antar
instansi untuk menyingkirkan
rintangan investasi
•Pembagian kerja yang tidak
jelas di antara tingkatan
pemerintah
•Lembaga persaingan yang
tidak efektif
•Kurangnya kejelasan & tidak
konsistennya pelaksanaan
peraturan-peraturan
lingkungan
•Buruknya kualitas pendidikan
tinggi (kemampuan)
•Peningkatan iklim
•Seluruh hambatan utama yang
investasi secara
dihadapi usaha telah berkurang
keseluruhan
secara konsisten, namun tetap tinggi
•Pengurangan waktu
(masih berlangsung)
yang diperlukan
•Waktu yang diperlukan untuk memulai
untuk memulai usaha
untuk usaha baru memakan waktu
dari 168 (2003)
109 hari (2008) (lebih lambat dari yang
hingga 30 hari
diharapkan)
•Layanan pajak yang •Pelaksanaan reformasi administrasi
lebih efektif
pajak sudah berada dalam jalurnya: 3
undang-undang pajak telah diajukan
pada DPR dan kantor-kantor pajak
modern telah dikembangkan (sesuai
yang diharapkan)
•170 pajak dan bea lokal yang
mengganggu telah dihapuskan
di antara tahun 2005-06 (masih
berlangsung)
•% usaha yang mengidentifikasi
administrasi pajak sebagai masalah
berskala sedang, parah, dan sangat
parah menurun dari 57% pada tahun
2003 hingga 38% pada tahun 2007
(masih berlangsung)
•Waktu rata-rata untuk memperoleh
pembayaran kembali PPN telah
berkurang dari 12-18 bulan (tahun
2003) hingga 4 bulan (tahun 2008)
(sesuai yang diharapkan
Proses pengeluaran barang
harus dikomputerisasi secara
terpisah
•Layanan bea cukai
•% usaha yang mengidentifikasi
IFC
yang lebih efektif
peraturan bea cukai dan perdagangan
Prakarsa Layanan
•Penetapan kriteria
sebagai masalah berskala sedang,
Konsultasi IFC
yang jelas untuk
parah, dan sangat parah menurun dari
melaksanakan
51% (tahun 2003) hingga 32% (tahun Mitra
peraturan bea cukai
2007) (sesuai yang diharapkan)
Jejaring Pekerjaan Pemuda
yang berkenaan
•Waktu pengeluaran barang impor
ILO
dengan penggunaan
rata-rata telah berkurang dari 8 (tahun
prioritas, jalur hijau
2004) hingga 6 hari untuk jalur merah
dan merah
(data tahun 2007 sebelumnya) (sesuai
yang diharapkan)
•Penggunaan jalur yang merupakan
bagian dari paket investasi yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia
(selesai)
Peraturan tenaga kerja yang
kaku menghalangi penciptaan
lapangan kerja di sektor formal
Diberlakukannya
Rancangan undang-undang tenaga
peraturan tenaga kerja kerja yang baru dirumuskan ulang
yang fleksibel
setelah adanya keterlambatan akibat
perlawanan gigih serikat pekerja (lebih
lambat dari yang diharapkan)
Pinjaman
• GFMRAP
• DPLs 1-4
• IDPL
IFC
Prakarsa Layanan
Konsultasi IFC
AAA
•Survei Lingkungan Usaha
(enam bulanan)
•Kajian rancangan UndangUndang Bea Cukai
•Catatan latar belakang
mengenai praktik terbaik
internasional dalam
melaksanakan peraturan
Undang-Undang Investasi
•Kajian Rantai Nilai
•Investasi terkait dengan
analisis pasar tenaga kerja
•Catatan latar belakang
mengenai reformasi
kebijakan
Hasil Strategis dan
Jangka Panjang
Negara
Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima Tahun
Isu-isu dan Hambatan
Hasil (-hasil)
akhir CAS yang
diharapkan
Kemajuan sampai saat ini
Kontribusi WBG dan
Mitra
PILAR SATU: MENINGKATKAN IKLIM INVESTASI UNTUK INVESTASI DAN PERTUMBUHAN BERKUALITAS TINGGI
Dampak dari peraturan baru tentang investasi • Clarity of
•Perancangan perubahan untuk
belum terwujud
functions of
bergeser dari daftar negatif ke daftar
central and local
positif untuk mata pajak daerah dan
governments
pembatasan penciptaan bea an
towards
pungutan yang mengganggu atau
private sector
merugikan secara ekonomi telah
development
selesai (sesuai yang diharapkan)
• Investment
•Pelaksanaan peraturan Undangclimate in about
Undang No 22 dan 25 (lebih lambat
40 regions
dari yang diharapkan)
participating in
local services
platform projects
above the
national average
Infrastruktur yang
diperbarui
Pemerintah Indonesia membuat suatu
kerangka kerja untuk mengembangkan
infrastruktur sebagai suatu prioritas nasional
utama. Bank mendukung program ini melalui
DPL
•Menyingkirkan penghambat kebijakan
untuk investasi infrastruktur publik dan
swasta. (peningkatan investasi infrastruktur
diharapkan agar mencapai kurang lebih 1%
dari PDB selama tahun 2007-09)
•Meningkatkan hubungan dalam 4 sektor
utama (Jalan, Air dan Sanitasi, Energi dan
Telekomunikasi)
•Menjamin manajemen sosial dan lingkungan
investasi infrastruktur yang memadai
(sebagaimana yang dinilai dengan kajiankajian proyek-proyek contoh)
Secara keseluruhan
•Kurangnya pembiayaan pemerintah dan
buruknya kerangka kerja pengaturan yang
menghalangi partisipasi sektor swasta yang
diperlukan.
•Tanggung jawab pemerintah yang tidak
digambarkan secara jelas dengan
desentralisasi
Meningkatkan
•Pertemuan Tingkat Tinggi pertama
lingkungan untuk
untuk infrastruktur yang menarik
pengembangan
partisipasi yang besar dari investor
infrastruktur
swasta diadakan pada bulan Januari
• Hasil utama CAS
tahun 2005; pertemuan lanjutan
adalah bahwa
berlangsung pada bulan November
sekurangtahun 2006 (selesai)
kurangnya 5
•Komite Nasional dalam Kebijakan
model proyek
Percepatan Penyediaan Infrastruktur
PPP berhasil
(KKPPI) didirikan pada tahun 2005
diajukan
(selesai)
•Unit PPP didirikan dalam KKPPI
sebagai pusat keahlian teknis
untuk persiapan proyek (masih
berlangsung)
•Unit Manajemen Risiko didirikan
dalam Departemen Keuangan,
namun masih harus dioperasikan
secara penuh (lebih lambat dari yang
diharapkan)
Pinjaman
•Penyediaan Bantuan
Teknis Infrastruktur
Swasta
•DPLs 1-4
•IDPL
AAA
Konferensi
Infrastruktur
Mitra
IFC, MIGA, JBIC, ADB
Sektor-sektor Utama
• Kekurangan tenaga yang akan terjadi
• Pemeliharaan Jalan yang buruk
• Densitas koneksi telekomunikasi yang
rendah
• Utilitas air berkualitas rendah
Kurangnya proyek-proyek yang dapat
Sektor Jalanan
•Pengadaan pengaturan
mendatangkan keuntungan membatasi jumlah •Pengadaan
kelembagaan yang lebih baik untuk
PPP
pengaturan
jalan tol (selesai)
kelembagaan
•Mekanisme otomatis penyesuaian
Fokus secara khusus diberikan pada
yang lebih baik
tarif untuk jalan tol diselesaikan
dukungan untuk sasaran-sasaran pemerintah
untuk jalan tol
(selesai)
berikut ini:
•Meningkatkan
•Kualitas jaringan jalan di Sumatra
•Mengurangi korupsi dalam proyek-proyek
kondisi jalan-jalan
telah dipelihara dengan bantuan
jalan publik dan swasta
utama nasional
Bank (setara dengan sekitar
•Membuat mekanisme keuangan pemerintah
dan jalan arteri
24.000 km) dan subproyek yang
untuk menyokong pemeliharaan jaringan
strategis lainnya
dilaksanakan dengan bantuan
jalan nasional secara berkelanjutan
Bank telah menghasilkan jalanan
sepanjang 1.500 km yang telah
diperbaiki dan 4.500 meter jembatan
di Indonesia bagian timur (selesai)
Pinjaman
• East Indonesia
Regional Transport
1, 2
• Sumatra Regional.
Roads Project
• Strategic Road
Infrastructure
AAA
Infrastructure Sector
Study
Mitra
IFC, MIGA, JBIC, ADB
77
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Lingkungan yang
mendukung
sektor swasta
yang berdaya
saing
Hasil Strategis dan
Jangka Panjang
Negara
Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima Tahun
Isu-isu dan Hambatan
Hasil (-hasil) akhir CAS
yang diharapkan
Kemajuan sampai saat ini
Kontribusi WBG dan Mitra
PILAR SATU: MENINGKATKAN IKLIM INVESTASI UNTUK INVESTASI DAN PERTUMBUHAN BERKUALITAS TINGGI
Infrastruktur yang
diperbarui
78
Peningkatan kelembagaan
belum menghasilkan
peningkatan signifikan
dalam jumlah pelaku
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Sektor energi
•Meningkatnya jumlah
pelaku dalam sektor
minyak & gas
•Meningkatnya struktur
Sejak ditariknya Undangtarif untuk sektor gas
Undang Ketenagalistrikan
•Privatisasi infrastruktur
pada tahun 2002, tidak ada
utama SOE parsial,
visi yang jelas dalam sektor
misal PGN
tersebut
•Meningkatnya jumlah
pelaku dalam sektor
tenaga listrik
•Sektor tenaga listrik
yang lebih efisien
•Tersedianya semua elemen untuk
membukakan persaingan untuk sektor
minyak dan gas seperti regulator dan
aturan serta peraturan pelaksanaan;
akses yang terbuka untuk pihak ketiga
saat ini sedang berlangsung dalam
transmisi (meskipun belum ada pelakupelaku baru); sekurang-kurangnya ada
dua pendatang baru (Petronas dan Shell)
dalam bidang ritel (masih berlanjut)
•Kajian penetapan harga telah selesai dan
diserahkan oleh PGN kepada regulator
(selesai)
•Privatisasi parsial dilakukan terhadap
PGN apabila saham Pemerintah adalah
sebesar 39% (masih berlangsung)
•Telah ada partisipasi sektor swasta dalam
pembangkitan energi: Dua IPP mulai
beroperasi pada tahun 2006- pembangkit
listrik tenaga batu bara 1320 MW Tanjung
Jati B dan 600 MW Cilcap di Jawa
Tengah (masih berlangsung)
•Instalasi panas bumi berdaya 110 MW,
yang dijadwalkan beroperasi tahun
2008 (Instalasi Darajat di Jawa Barat W),
sedang diuji (masih berlangsung)
Kinerja Sektor Air dan
Air & Sanitasi
Sanitasi tetap stagnan pada Manajemen dan Operasi
tingkat investasi rendah
5 PDAM mulai membaik
historis sekitar 0,5 % dari
PDB. Perkiraan umum atas
kerugian ekonomi yang
diakibatkan oleh kurangnya
akses terhadap air dan
sanitasi adalah 2,4% dari
PDB pada tahun 2002
•Proyek diharapkan untuk fokus pada 3
PDAM terlebih dahulu dan selanjutnya
diikuti dengan sejumlah PDAM lain
yang mengikuti program reformasi
[Catatan: Diharapkan bahwa kesuksesan
pelaksanaan paket pertama akan
meyakinkan PDAM lainnya bahwa
restrukturisasi utang berdasarkan
program reformasi memungkinkan] (masih
berlangsung)
•Resolusi tunggakan PDAM harus dimulai,
setelah pemberlakuan peraturan terkait
dan pengeluaran prosedur-prosedur
terinci mengenai restrukturisasi utang
oleh Departemen Keuangan (lebih lambat
dari yang diharapkan)
Peluang penciptaan Perkotaan dan Pedesaan
pendapatan yang
•Hak milik yang tidak jelas
berkesinambungan
dan manajemen lahan
untuk rumah tangga
yang buruk
miskin
•Kurangnya akses ke
sumber daya alam &
pantai (mis., hutan-hutan
yang dikelola masyarakat,
ekosistem batu karang)
•Akses modal yang
terbatas
•Lingkungan SME yang
tidak menguntungkan
•Teknologi yang buruk dan
kurangnya informasi di
antara petani
•Sistem irigasi dipelihara
secara buruk
Pinjaman
•Pengembangan Pasar Gas
Domestik
•Proyek Distribusi Gas PGN
(IFC/IBRD bersama)
•Proyek Tenaga Listrik
Jawa-Bali
IFC & MIGA
Dukungan untuk investasi
dalam tenaga dan
telekomunikasi
AAA
Makalah Kebijakan Sektor
Tenaga (dibiayai oleh
ESMAP)
Diterbitkannya 2,5 juta
•Distribusi 661.501 sertifikat kepemilikan Pinjaman
hak atas tanah baru (50%
untuk pemilik-pemilik lahan di 9
Proyek Pengembangan
atas nama perempuan
provinsi LMPDP, seperti pada Kajian
Kebijakan atas Manajemen
atau nama bersama)
Pertengahan pada bulan Mei Tahun
Tanah (LMPDP)
untuk wilayah yang
2007. 190.000 sertifikat kepemilikan
dibantu proyek
selanjutnya diselesaikan dan menunggu IFC
pendistribusian. (Jumlah sertifikat
Prakarsa Layanan
kepemilikan yang didistribusikan pada
Konsultasi IFC
perempuan dan pemilik bersama [atas
nama suami dan istri] tidak ada) (masih TF
berlangsung)
Rekonstruksi Proyek
•Di Aceh, 102.270 sertifikat kepemilikan
Sistem Administrasi Tanah
tanah telah didistribusikan pada pemilik
Aceh (RALAS) yang
tanah, setelah tanggal 20 September
dibiayai dengan dana MDF
2007. 16.000 sertifikat kepemilikan lainnya
sedang menunggu pendistribusian.
(Jumlah sertifikat kepemilikan yang
didistribusikan pada perempuan dan
pemilik bersama [atas nama suami dan
istri] tidak ada) (masih berlangsung)
•Tersedia standar pemberian layanan
administrasi tanah (selesai)
•Kursus administrasi tanah saat ini
beroperasi di tiga universitas (selesai)
•Forum konsultatif nasional untuk Kerangka
Kebijakan Tanah Nasional dilaksanakan
pada tahun 2006 (selesai)
•Lima percontohan manajemen lahan
pemerintah daerah, dibawah Depdagri,
selesai pada tahun 2007 (selesai)
Hasil Strategis dan
Jangka Panjang
Negara
Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima Tahun
Isu-isu dan Hambatan
Hasil (-hasil) akhir CAS yang
diharapkan
Kemajuan sampai saat ini
Kontribusi WBG dan Mitra
PILAR SATU: MENINGKATKAN IKLIM INVESTASI UNTUK INVESTASI DAN PERTUMBUHAN BERKUALITAS TINGGI
Peluang penciptaan
pendapatan yang
berkesinambungan
untuk rumah tangga
miskin
Pendapatan rata-rata
•Adanya pengurangan lebih
Pinjaman
kelompok sasaran
dari 50 % berkenaan dengan
COREMAP2
masyarakat pantai dari
pemancingan ilegal dan merusak
sumber-sumber berbasis
serta penambangan batu karang di
terumbu karang atau
sebagian besar wilayah percontohan
substitusinya meningkat
COREMAP1. Meningkatnya kesadaran
sebesar 10% sampai tahun
masyarakat akan bahaya degradasi
2010
batu karang dari angka 39% menjadi
75% (masih berlangsung)
•Paduk untuk wilayah-wilayah
COREMAP2 telah dikumpulkan dan
peningkatan penghasilan diharapkan
dapat diamati segera setelah hasil
survei sosial ekonomi tahun 2008
telah tersedia (masih berlangsung)
•30.000 desa/kota dengan •38.000 desa/kota melalui program
peningkatan akses ke
CDD telah terlibat dalam proses
jalan, jembatan, irigasi,
perencanaan dan pembiayaan
dan infrastruktur lainnya
partisipatif, meningkatkan akses
melalui perencanaan dan
terhadap infrastruktur penting dan
pembiayaan partisipatif
sumber daya air/sanitasi (tercapai)
•Meningkatnya tingkat
•Desa-desa yang tercakup dalam KDP
pendapatan rumah
menunjukkan dampak yang signifikan
tangga di 30.000 desa/
terhadap pengeluaran rumah tangga
kota sasaran
apabila dibandingkan dengan wilayahwilayah nonKDP (tercapai)
Pinjaman
• KDP
• UPP
• SPADA
• ILGRP
•Peningkatan tingkat
•Rata-rata 70% dari rumah tangga
pengeluaran rumah
yang berpartisipasi di 3.000 desa
tangga, pendapatan,
menggunakan teknologi-teknologi
dan tingkat pemakaian
baru dengan peningkatan pendapatan
teknologi pada 71
berkisar dari 35-60% dari kegiatan
kecamatan yang dibantu
pengembangan agrobisnis yang
proyek
meningkat (sesuai yang diharapkan)
•Peningkatan sebesar 20% •250.000 hektar wilayah yang
untuk tingkat pendapatan
diairi mendapatkan manfaat dari
petani dalam bidang
manajemen air yang lebih baik, dan
sistem irigasi yang telah
sejumlah 500.000 ha mendapatkan
meningkat
manfaat dari perbaikan dan rehabilitasi
infrastruktur fisik (masih berlangsung)
Pinjaman
•Manajemen Sumber daya &
Sektor Irigasi
•FEATI
AAA
Penilaian Kemiskinan
TF
•KDP
•Sumber daya air & Irrigasi
•Pengentasan kemiskinan
Mitra
ADB, DFID, Dana Perwalian
Belanda, JICA, EU, GEF,
IDRC, CIRAD
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
AAA
•Survei Iklim Investasi
Pedesaan
•Layanan Perluasan
Pertanian di Indonesia
•Prosedur-prosedur
hortikultural dan
Pengembangan
Supermarket
•Teknologi Informasi
dan Komunikasi untuk
Pengembangan Pedesaan
•Permasalahanpermasalahan dalam
kebijakan Pemerintah
Indonesia tentang Beras
79
Hasil Strategis dan
Jangka Panjang
Negara
Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima Tahun
Isu-isu dan Hambatan
Hasil (-hasil) akhir CAS
yang diharapkan
Kemajuan sampai saat ini
Kontribusi WBG dan Mitra
PILAR DUA: MENJADIKAN PENYAMPAIAN LAYANAN TANGGAP TERHADAP KEBUTUHAN MASYARAKAT MISKIN
Hasil Pendidikan
yang lebih baik
bagi mayarakat
tidak mampu
80
Pada bidang-bidang yang dibantu Bank, kualitas, pertanPada bidang-bidang yang dibantu Bank, kualitas, pertanggungan, dan
penggunaan layanan pendidikan dasar meningkat, khususnya bagi 40% masyarakat termiskin
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Meningkatnya
proporsi jumlah
anak-anak dari
keluarga tidak
mampu yang siap
bersekolah pada
umur 6 tahun
(Pendaftaran dalam
program-program
ECED tetap kurang
dari 20 % sejak
tahun 2002 hingga
2004)
Turun-temurunnya penyediaan layanan Meningkatnya akses ke
yang sangat terpusat dan tidak tanggap: layanan ECED
•Kegagalan dalam memperhitungkan
kebutuhan masyarakat dan kualitas
layanan
•Lemahnya pemantauan, evaluasi, dan
penyebaran informasi
•Dana-dana terbatas digunakan kurang
optimal (mis., membayar untuk input,
bukan hasil)
•Peranan sektor swasta yang terbatas
•Buruknya penentuan sasaran dan
akuntabilitas program jaringan
keamanan sosial
•Peranan tingkat pemerintah tidak
ditetapkan secara jelas (termasuk
untuk manajemen lingkungan dan
sumber daya alam)
•Kurangnya standar-standar layanan
•Lemahnya pemantauan dan umpan
balik pada tingkat daerah (termasuk
mengenai kualitas lingkungan)
Peningkatan
kinerja Indonesia
dalam penilaian
berstandardisasi
Internasional (mis.
TIMSS) (belum ada
bukti)
Dampak peningkatan aktual atas
kualitas guru dan penyeimbangan
pengerahan guru diharapkan akan
terwujud
•Meningkatnya kualitas
layanan ECED pada sasaran
wilayah miskin dari 600
pusat ECD terpadu yang
didirikan pada 12 kecamatan
dengan bantuan Bank
setelah tahun 2006 (sesuai
yang diharapkan)
•Peningkatan pada tingkat
pembiayaan publik untuk
ECED dan pendidikan dasar
(tercapai)
Meningkatnya kualitas
•Disetujuinya Undanglayanan pendidikan
Undang guru untuk
•Bertambahnya jumlah
meningkatkan kualitas guru
program HE terakreditasi
dan pengerahan guru pada
yang diberikan nilai
tahun 2005 (selesai)
A (mis., standar
•Badan Standar Pendidikan
internasional pertemuan)
Nasional didirikan pada
oleh panel independen
tahun 2005 untuk
•Standar-standar guru
menetapkan standarberkembang, diperiksa
standar untuk sertifikasi guru
oleh Panel Ahli dan
(selesai)
dipakai pada bulan
Oktober tahun 2007
•50.000 guru (dari 2,7
juta guru) lulus ujian
sertifikasi pada tahun
2008
Pinjaman
•Proyek Pengembangan
Anak Usia Dini
•ECED
•BERMUTU
AAA
ECE dan Laporan sektor
Pengembangan
TF
Pendidikan Anak Usia Dini
Hasil Strategis dan
Jangka Panjang
Negara
Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima Tahun
Isu-isu dan Hambatan
Hasil (-hasil) akhir CAS
yang diharapkan
Kemajuan sampai saat ini
Kontribusi WBG dan Mitra
PILAR DUA: MENJADIKAN PENYAMPAIAN LAYANAN TANGGAP TERHADAP KEBUTUHAN MASYARAKAT MISKIN
Meningkatnya
Pada bidang-bidang yang dibantu Bank, kualitas, pertanPada bidang-bidang yang dibantu Bank, kualitas, pertanggungan, dan
hasil-hasil sektor penggunaan layanan pendidikan dasar meningkat, khususnya bagi 40% masyarakat termiskin
kesehatan bagi
masyarakat miskin
•Proses desentralisasi pada
sektor kesehatan mengalami
hambatan akibat tidak jelasnya
peranan dan tanggung jawab
antara tingkat pusat dan
tingkat desentralisasi
•Guncangan-guncangan baru
menambah tekanan pada
Departemen Kesehatan
untuk memberikan layanan
berkualitas dan tanggapan
yang cepat (risiko flu burung,
gempa bumi)
•Subsidi bahan bakar
memberikan sumber daya
baru untuk sektor tersebut
•Kebijakan terkait dengan
perbaikan pemberian layanan
masih lemah
•Diperlukan rancangan yang
efektif dan pelaksanaan
belanja publik dan program
yang bermanfaat bagi
masyarakat miskin
•Lemahnya kapasitas lokal
•Perkembangan akuntabilitas
politik
•Kekurangan pendanaan yang
terus terjadi
•Strategi pembiayaan dan
pendanaan yang buruk
•Gangguan layanan yang
disebabkan oleh konflik
•Peningkatan tingkat
penggunaan layanan
kesehatan di provinsiprovinsi sasaran
•Bertambahnya
persentase hasil-hasil
kelembagaan yang
dibantu oleh tenaga
kesehatan terlatih
•Meningkatnya
persentase imunisasi
anak-anak
•Meningkatnya status
gizi, khususnya bagi
balita
•Dimulainya program
percontohan bantuan
tunai bersyarat
•Bukti menunjukkan bahwa
peningkatan pembiayaan untuk
program kesehatan prioritas
telah menghasilkan peningkatan
layanan-layanan di Jawa Barat dan
Banten apabila peningkatan di
mana penggunaan layanan telah
diamati antara tahun 2001 dan
2005. Namun demikian, di provinsiprovinsi lain, yang lebih miskin,
belum ada bukti yang diperoleh
(lebih lambat dari yang diharapkan)
•Persentase kelahiran yang dibantu
oleh tenaga kesehatan terlatih
meningkat dari 66% menjadi 72%
antara tahun 2002 dan 2004
(tercapai)
•Imunisasi dengan vaksin BCG dan
campak melebihi 80% pada tahun
2004, namun persentase anak yang
mendapatkan vaksin DPT, polio
dan HepB kurang dari 50%. Wabah
polio dicatat pada tahun 2005
(tercapai)
•Program CCT dirancang dan
diujicoba pada 7 provinsi (selesai)
Pinjaman
•Kesehatan tingkat provinsi I
and II
•Tenaga kerja kesehatan &
Layanan(PHP 3)
•WSSLIC 2 dan WSSLIC 3/
PAMSIMAS
AAA
•Desentralisasi;
•Lingkungan sektor swasta,
•PROPER
•Dasar analitis dan kebijakan
tentang kontrol HIV
•Dukungan pengembangan
kapasitas statistik
•Tenaga Kerja kesehatan dan
penyampaian layanan yang
meningkat
•Pengembangan kapasitas
WBI– Manajemen Sumber
Daya Air Terpadu
TF
•Air & Sanitasi bagi mayarakat
berpenghasilan rendah
•Air & Sanitasi
Mitra
ADB, JBIC, JICA, Belanda,
AusAID, USAID, Unesco,
Unicef, WHO, EU, DFID,
WASPOLA
Meningkatnya
•Peningkatan pendekatan
•Bertambahnya
•Sistem-sistem pemasok air yang
Pinjaman
proporsi populasi
yang berhasil dalam hal akses
persentase rumah
berfungsi telah dibangun pada
WSSLIC 2 and WSSLIC 3/
dengan akses
ke sumber air merupakan
tangga dengan akses
1.208 desa (mencakup 3,04 juta
PAMSIMAS
berkelanjutan
prioritas
ke air minum yang aman
penduduk desa) (tercapai)
terhadap sumber •Perbaikan sanitasi tetap
dan sanitasi pada 2.500 •CLTS diperkenalkan pada
AAA
air yang lebih baik
menjadi suatu tantangan
desa dan 20 wilayah
pertengahan tahun 2005 dalam
Dukungan Pengembangan
dan sanitasi yang
perkotaan
12 komunitas di 6 kabupaten di
kapasitas Statistik
layak (perkotaan/
•Meningkatnya
Indonesia di bawah proyek WSLIC
pedesaan) (tidak
persentase rumah
Bank Dunia dan proyek CWSH
ada data terbaru)
tangga yang
ADB; dalam 1,5 tahun, gerakan
menerapkan praktikCLTS secara spontan meluas ke
praktik higiene utama
lebih dari 120 komunitas, yang
yang lebih baik pada
hampir 90 di antaranya mencapai
wilayah-wilayah sasaran
status bebas dari buang air besar
di tempat terbuka. Menyusul
tanggapan komunitas yang
sangat baik ini, proyek WSLIC
memutuskan untuk meningkatkan
CLTS hingga mencapai semua 34
kabupaten mulai tahun 2007 (masih
berlangsung)
81
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
•Angka Kematian
Ibu menurun
dari 334 per
100.000
(tahun 1995)
menjadi 307 per
100.000 (DHS2002/3)
•Angka Kematian
Balita menurun
dari 60 per
seribu angka
kelahiran hidup
menjadi 46 per
seribu angka
kelahiran hidup
(DHS 2002/3).
Angka tersebut
berada pada
tingkat 71 per
per seribu
angka kelahiran
hidup di antara
40% masyarakat
termiskin
•Persentase
balita dengan
berat badan
kurang pada
tahun 2004
adalah sebesar
25%
Hasil Strategis
dan Jangka
Panjang Negara
Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima Tahun
Isu-isu dan Hambatan
Hasil (-hasil) akhir CAS yang
diharapkan
Kemajuan sampai saat ini
Kontribusi WBG dan
Mitra
PILAR KETIGA: TUJUAN UTAMA CAS: MENGATASI MASALAH POKOK PEMERINTAHAN
Perencanaan
Pembangunan
yang responsif
terhadap
konstituen
Perencanaan
Pembangunan
yang responsif
terhadap
konstituen
• Tidak adanya komitmen
politik terhadap reformasi
kepemerintahan
•Akuntabilitas elit politik
dan ekonomi yang
rendah
•Pemerintah daerah
menghadapi masalah
yang disebabkan
oleh sentralisasi yang
berlebihan di masa
lalu dengan adanya
kapasitas yang kecil
•Organisasi masyarakat
madani dan hubungan
hirarkis yang lemah di
tingkat desa
Kelompok inti yang terdiri
atas 40 kabupaten yang
berpartisipasi dalam proyekproyek dasar layanan
pemerintah daerah mencatat
kemajuan dalam hasil-hasil
pemerintahan
Keterlibatan Masyarakat
madani dalam
pengambilan keputusan
dan perencanaan
pemerintah telah
meningkat namun masih
tidak stabil
Pada tahun 2010, semua desa
di Indonesia menerapkan
pendekatan partisipatif dalam
perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan
• 12 kabupaten telah memenuhi persyaratan
keikutsertaan dan prainvestasi dari kerangka
kerja Pemda. 28 kabupaten lainnya
diharapkan akan mulai berpartisipasi pada
tahun 2008 untuk tamat pada tahun 2010
(sedang berlanhsung)
•Kinerja pemerintahan Pemda dipantau melalui
GDS (Hasil GDS2 saat ini sedang dianalisis
dan akan siap untuk disosialisasikan
pada tahun 2008, yang mencakup 133
kabupaten, yang merupakan contoh yang
representative di tingkat nasional; hasil awal
menunjukkan tingkat kepuasan yang cukup
tinggi (85%) dengan kinerja Pemda terkait
dengan pemberian layanan, namun juga
menunjukkan korelasi negatif antara kasuskasus korupsi dengan tingkat kepuasan)
(sedang berlangsung)
Pinjaman
• ILGRP
• USDRP
• SPADA
38.000 desa/kota dalam wilayah CDD
(50% dari keseluruhan) menerapkan proses
perencanaan dan penganggaran partisipatif
(sesuai jalur)
Pinjaman
• KDP
• UPP
• WISMP
• ILGRP
• FEATI
AAA
• GDS2
• Kerangka
Pengukuran
untuk Manajemen
Keuangan
Pemerintah Daerah
TF
• ILGRP
• Fasilitas Pendukung
Desentralisasi
AAA
• Penilaian Tingkat
Kemiskinan
•Sistem M&E proyek
82
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Mitra
DfID, ADB,Belanda,
Jepang, Kemitraan
demi Reformasi
Kepemerintahan
Pengelolaan
keuangan publik
yang teratur dan
transparan
PNS yang efisien
dan lancar
Sistem Pembayaran Kas • Sistem Pembayaran Kas
• Saat ini, semua rekening pengeluaran
Otomatis merupakan
Otomatis memungkinkan
pemerintah yang utama bersaldo nol.
suatu hasil baru yang
pelaporan keuangan yang
Rekening pendapatan belum bersaldo nol.
diharapkan akan dicapai
akurat dan tepat waktu serta
Pekerjaan atas rekening pendapatan sedang
pada tahun 2008. Lebih
mengurangi jumlah kasus
berjalan
dari 18.000 rekening bank
dan ukuran saldo kas tidak •Pengadaan sistem kas otomatis sedang
umum yang menampung
terpakai
berjalan dan tidak diharapkan untuk mulai
dana-dana pemerintah,
•Menggabungkan dari hampir
berjalan pada tahun 2008 (sedang berjalan)
tanpa adanya standar
nol menjadi setidaknya
untuk otorisasi dan
50% dari kas operasional
pengelolaan saldo yang
pemerintah ke dalam TSA
efisien.
• Pengembangan
kapasitas yang besar
dibutuhkan untuk
memastikan sosialisasi
yang efektif kepada
semua tingkatan
pemerintahan
•Komitmen politik yang
lemah
Pinjaman
• DPLs 1-4
• GFMRAP
IFC
Prakarsa Layanan
Pembinaan IFC
AAA
• Survei Pemerintahan
dan Desentralisasi 2
•Prakarsa
Kepemerintahan
Hutan
•Dialog Lingkungan
(AMDAL)
TF
•Bank Dunia- Dana
Perwalian Belanda
untuk Bantuan
Teknis dan Layanan
• Mengatasi akar masalah • Semua kementerian terkait
• Penggabungan laporan keuangan untuk
Pembinaan
kepemerintahan sektor
menyusun laporan keuangan
pemerintah pusat untuk tahun 2004 selesai
Desentralisasi
publik yang buruk dan
dengan menggunakan
untuk pertama kalinya, diselesaikan kembali
•Fasilitas Penunjang
korupsi dengan memulai
standar akuntansi pemerintah
pada tahun 2005 (telah selesai)
Desentralisasi
reformasi kepegawaian
yang baru
•Pemerintah Indonesia telah meluncurkan
•Pengembangan
Negara
•Pembentukan komisi
proyek percontohan di Departemen
kelembagaan
•Bappenas mengawasi
remunerasi nasional yang
Keuangan dan Pendidikan dengan tujuan
efektivitas dan
meninjau gaji PNS dan
untuk merancang program CSR yang
Mitra
menjalankan penilaian
transparansi dari paket
menyeluruh (sedang berjalan)
GTZ, Belanda, DFID,
operasional independen
pembayaran
JBIC, ADB, CIDA
terhadap program•Pengurangan kebocoran
program kompensasi
dalam arus pengeluaran ke
yang baru
pengguna akhir sebagaimana
yang telah diukur
Hasil Strategis dan
Jangka Panjang
Negara
Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima Tahun
Isu-isu dan Hambatan
Hasil (-hasil) akhir CAS yang
diharapkan
Kemajuan sampai saat ini
Kontribusi WBG
dan Mitra
PILAR KETIGA: TUJUAN UTAMA CAS: MENGATASI MASALAH POKOK PEMERINTAHAN
Pelaksanaan
desentralisasi yang
efektif
Berfokus pada pelibatan Kejelasan yang lebih baik
departemen terkait
mengenai fungsi pada setiap
(Kesehatan, Pendidikan,
tingkatan pemerintahan
Lingkungan dan
Pekerjaan Umum) dalam
penyusunan keputusan
menteri
• Ketidakpastian dalam
penggambaran otonomi
pada berbagai tingkatan
Pemerintahan
•Klarifikasi tentang peran
dan tanggung jawab
atas pengawasan dan
pengaturan
Pembentukan
sektor peradilan
yang dapat
dipercaya dan tidak
memihak
• Peningkatan
besar dalam
ukuran persepsi
korupsi
dan dalam
pengukuran
berbasis survei
terhadap
kepercayaan
masyarakat
umum atas
sistem peradilan
di wilayah
dampingan
proyek: Indeks
persepsi korupsi
dan indikator
pemerintahan
(TI, WBI)
menunjukkan
sedikit
peningkatan sejak
tahun 2002
Perbaikan mekanisme untuk
• “Ledakan besar kedua” (second big bang)
transfer fiskal
menciptakan pengalihan dana tambahan ke
• Peningkatan Kinerja
daerah-daerah sebanyak hampir 50% (DAU
perimbangan fiskal dari dana
sebesar 64%). Wilayah-wilayah termiskin di
alokasi umum (DAU)
Indonesia telah menjadi penerima manfaat
•Menerapkan ketentuanutama. Semenjak itu, perimbagan fiskal bukan
ketentuan yang jelas dan
lagi merupakan tantangan terbesar Indonesia
konsisten untuk pembiyaan
–pemanfaatan sumber daya alam yang baik
donor berupa penerusan
pada tingkat daerah menjadi penggantinya
hibah dan penerusan pinjaman
(perubahan prioritas)
•Penghapusan ketentuan-ketentuan
pembebasan DAU diharapkan terjadi pada
tahun 2008, namun karena “ledakan besar
kedua” (second big bang) tersebut hanya
memainkan peranan kecil dalam perimbangan
fiskal (perubahan prioritas)
•Keputusan Kementerian Keuangan tentang
Penerusan Hibah dan Pinjaman telah
dikeluarkan. Kerangka kerja penerusan
pinjaman dirintis berdasarkan USDRP.
Namun ini tetap harus dimulai. Kerangka
kerja penerusan hibah akan diluncurkan
berdasarkan ILGRP (sedang berjalan)
•Sistem peradilan formal •Tren positif dalam jumlah
•Satuan Investigasi telah dibentuk pada
kurang dapat dipercaya
penyidikan yang mengarah
Inspektorat Jenderal dan telah berjalan. KPK
di antara sebagian besar
pada penuntutan (peningkatan
dan Pengadilan Tipikor berjalan dan telah
warga Indonesia
dalam penyidikan oleh
menangani beberapa kasus korupsi kelas
•Komitmen politik untuk
Kejagung dari 1.384 pada
kakap. Undang-undang yang memperluas
mereformasi lembagatahun 2005 (dan 1.320
amanat hukum BPK untuk mengaudit
lenbaga hukum sangat
pada tahun 2003) sampai
keuangan publik telah dijalani (sedang
lemah
1.758 pada tahun 2006 dan
berjalan)
•Kaum miskin
penuntutan dari 729 pada
•20 kecamatan (6 pada wilayah konflit) telah
menghadapi
tahun 2005 (604 pada tahun
mulai membangun jaringan asistensi hukum
hambatan besar dalam
2003) sampai 807 pada tahun
dan bantuan penyelesaian sengketa alternatif.
menjangkau lembaga
2006)
Dampak pada akses masih terlalu dini untuk
peradilan formal.
•Kepatuhan sepenuhnya
dipaparkan (sedang berjalan)
•Mendapatkan kemajuan
terhadap pernyataan jumlah
•2 perintisan sedang berjalan untuk
yang lebih cepat dari
kekayaan oleh pejabat publik
membentuk jaringan asistensi hukum,
yang diperkirakan
sebagaimana ditentukan oleh
mekanisme penyelesaian sengketa alternatif,
dalam pendirian Komisi
undang-undang
dan pelatihan pendidikan hukum; perluasan
Pemberantasan Korupsi •Meningkatnya % rumah
lahan perintisan diharapkan terlaksana di 5
(KPK) dan Pengadilan
tangga yang lebih miskin dan
provinsi pada tahun depan (sedang berjalan)
AntiKorupsi, hasil akhir
UKM yang menggunakan
CAS meluas dengan
mekanisme penyelesaian
mencakup kasus-kasus
masalah lewat jalur hukum dan
yang diperiksa oleh KPK
jalur alternatif setidaknya di 40
kecamatan
Kerangka kerja
•Masalah peraturan
kelembagaan dan hukum
pelaksanaan tentang
memerlukan penguatan
Undang-undang Perlindungan
lebih lanjut
Saksi dan Undang-undang
Kebebasan Informasi
AAA
• Survei
Pemerintahan
dan
Desentralisasi 2
•Prakarsa
Kepemerintahan
Hutan
•Dialog
Lingkungan
(AMDAL)
TF
•Bank DuniaDana Perwalian
Belanda untuk
Bantuan Teknis
dan Layanan
Pembinaan
Desentralisasi
•Fasilitas
Penunjang
Desentralisasi
•Pengembangan
kelembagaan
Mitra
GTZ, Belanda,
DFID, JBIC, ADB,
CIDA
Pinjaman
• SPADA
AAA
•Keadilan Bagi
Kaum Miskin
•Kemitraan
demi Reformasi
Kepemerintahan
Pemerintahan
•Survei
Desentralisasi 2
•Studi AntiKorupsi
TF
Kemitraan
Kepemerintahan
Mitra
Kemitraan
demi Reformasi
Kepemerintahan,
DFID
83
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
• Menyingkirkan
ketentuan-ketentuan
pembebasan DAU
sebagaimana
dijadwalkan pada tahun
2008
•Meningkatkan dana
untuk DAK dalam APBN,
terutama untuk sektorsektor sosial
•Mempercepat
transfer dana bagi
hasil pendapatan
sumber daya alam ke
pemerintah daerah
Keputusan PP38 pada tahun 2007 menjelaskan Pinjaman
tanggung jawab pemberian layanan pada setiap • DPLs 1-4
tingkatan pemerintah. Pelaksanaan nyatanya
• GFMRAP
belum terlihat (lebih lambat dari perkiraan)
IFC
Prakarsa
Layanan
Pembinaan IFC
Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima Tahun
Hasil Strategis dan
Jangka Panjang
Hasil (-hasil) akhir CAS
Isu-isu dan Hambatan
Kemajuan sampai saat ini
Negara
yang diharapkan
Kontribusi WBG dan
Mitra
PILAR KEEMPAT: PENANGGULANGAN RISIKO BENCANA
Membangun Kembali Aceh dan Nias Yang Lebih Baik
Memulihnya
pertumbuhan
ekonomi (GDP) dan
mata percaharian
berkelanjutan
Inflasi yang sesuai
dengan rata-rata
nasional
Berkurangnya
persentase
populasi yang
tinggal dalam
kemiskinan
(pengeluaran
rumah tangga)
84
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Tantangan terbesar
• Berkurangnya jumlah
adalah untuk
pengungsi yang
menemukan celah
tinggal dalam tenda,
yang hilang dari
barak dan dengan
infrastruktur tingkat
keluarga penampung
kecamatan yang akan •Transparansi dan
menghubungkan
efisiensi dari proses
rumah-rumah kepada
rekonstruksi
masyarakat
•Berkurangnya tingkat
pengangguran di
Mempertahankan
antara populasi yang
proses pendamaian
terkena tsunami,
akan bergantung
mantan pejuang
pada pemenuhan
GAM dan lain-lain
kebutuhan reintegrasi •Lihat juga Pilar
GAM
1 mengenai
perkembangan
survei tanah,
putusan pengadilan
dan pembagian
alamat di bawah
Proyek MDF pada
Sistem Administrasi
Rekonstruksi Tanah
Aceh Land
•Sistem pengawasan
dan perlindungan
hutan diperkuat dan
dilaksanakan
•Rehabilitasi hutan
dan ekosistem
berbasis masyarakat
untuk layanan
pengjidupan dan
lingkungan telah
diterapkan
• 6,267 pengungsi (terutama di Aceh Besar dan Aceh Barat)
masih tinggal dalam tenda and barak dan diperkirakan
maksimal sebanyak 20.000 orang yang tinggal dengan
keluarga penampung (tercapai/sedang berjalan)
•Proses rekonstruksi sedang berjalan: 85,000 rumah baru
selesai pada September 2007 di mana sebanyak 4.400 di
antaranya dibangun oleh Pihak Bank. Selain itu, 4.050 rumah
telah direhabilitasi (tercapai/sedang berjalan)
•43 klinik kesehatan masyarakat dan 282 sekolah dibangun
atau diperbaiki oleh Pihak Bank. 846 jembatan diperbaiki;
2.330 km jalan pedesaan dan 199 km jalan perkotaan
dibangun kembali; 1.211 proyek irigasi dan drainase di
wilayah pedesaan dan rehabilitasi 178 km drainase di wilayah
perkotaan; 1.148 sistem air bersih dan 1.032 unit sanitasi
oleh pihak Bank; sekitar 11 juta hari kerja digunakan melalui
pekerjaan infrastruktur yang didukung Bank di atas yang
dimulai sejak Agustus-2007 (tercapai/sedang berjalan)
•Sekitar 10% dari individu berumur 15 tahun ke atas sedang
mencari atau siap bekerja dalam 6 bulan pertama dari tahun
2007 (penilaian telah selesai)
•Survei desa KDP telah selesai dengan mencakup penilaian
kondisi infrastruktur dan sosial (telah selesai)
•Analisis Belanja Publik Aceh dan Pengelolaan Keuangan Publik
dalam laporan Aceh Report diterbitkan; Penilaian Kerusakan
Akibat Banjir Aceh sudah selesai (telah selesai)
•Kebutuhan reintegrasi kelompok separatis (GAM). Analisis
data mengenai status hutan telah selesai. Data pokoknya
adalah: Hutan yang tak terganggu 1.562.062 hektar (68%);
Hutan yang terganggu (20%); dan nonhutan 283.836 hektar
(12%)
•Kebun bibit didirikan di empat desa; rehabilitasi 280 hektar
tanah dengan spesies pohon yang dipilih masyarakat
berdasarkan kebutuhan penghidupan; perencanaan ruang
desa terpadu telah selesai di Pisang di A.Selatan. Proyek
penghidupan berdasarkan sumber mata air yang ditemukan.
Studi kelayakan proyek sedang dinilai (telah selesai)
Pinjaman
• Proyek-proyek
CDD (KDP, UPP)
• SPADA
IFC
• Inisiatif Layanan
Penasihatan IFC
AAA
• GDS
• Kerangka Kerja
Pengelolaan Risiko
Bencana
TF
• MDF untuk Aceh
& Nias (perumahan,
tanah, bantuan
teknis, pengelolaan
limbah, infrastruktur
dan lingkungan)
• KDP untuk Aceh
Amerika, Belgia,
Irlandia)
Mitra
MDF (ADB, Kanada,
Denmark, EU,
Finlandia, Jerman,
Belanda, Selandia
Baru, Norwegia,
Swedia, Inggris,
Tanggapan atas Bencana Gempa Bumi di Yogyakarta & Jawa Tengah
Membangun
kembali perumahan
Berkurangnya jumlah
2.000 rumah telah dibangun melalui dukungan Bank yang mulai Pinjaman
rumah tangga tanpa
pada September 2006 dan target keseluruhannya adalah 6.000 Penyelesaian
rumah yang dibangun rumah akan dibangun kembali (dalam proses)
Proyek
kembali
Rekonstruksi
dan Rehabilitasi
Berbasis
Masyarakat
(CSRRP)
TF
Dana Rekonstruksi
Jawa (JRF)
Flu Burung dan Manusia dan Krisis Darurat lainnya
Peluang
pendapatan yang
untuk rumah
tangga miskin yang
berkesinambungan
Strategi Pemerintah
• Suatu sistem
Kampanye penyadaran publik dari Pemerintah terlihat mencapai TF
untuk menanggapi
partisipatif
sebagian besar populasi negeri (sedang berjalan)
Fasilitas Flu
ancaman HPAI belum
menemukan
Burung dan
dijelaskan
penjangkitan dan
Manusia
memberikan respon
di 12 kecamatan
•Masyarakat dilatih
untuk menjalankan
vaksinasi unggas per
tiga bulanan dalam 6
kecamatan
Peningkatan Kerangka Kerja Kelembagaan untuk Penanggulangan Risiko Bencana
Menguatnya
kapasitas untuk
penanggulangan
risiko bencana
Pemerintah Indonesia
dan para donor telah
memberikan respon
terhadap bencana
yang menghancurkan
tersebut, namun
suatu pengelolaan
risiko yang proaktif
dan terkoordinasi
dibutuhkan.
Dukungan
• Pemasyarakatan kesiapan bencana dan penglolaan risiko
pengembangan teknis
berdasarkan pertimbangan (sedang berjalan)
dan kapasitas pada
tingkat nasional dan
lokal untuk menilai
kerusakan dan
kebutuhan pasca
bencana
Apendiks 8. : Lampiran B
Indonesia: Laporan Pelaksanaan CAS dan CASPR: Program Pinjaman dan
Penyampaian Aktual Terencana, TA04-TA08
TA
Rencana CAS
2004
Program Rehabilitasi & Pengelolaan Terumbu Karang II
Transportasi Wilayah Timur Indonesia 2
(US$M)
IBRD
IDA
46
26
200
Penyampaian Aktual
IBRD
Disampaikan di
FY04
33
Disampaikan di
FY04
200
IDA
Hibah
23
Pengelolaan Lahan & Pengembangan Kebijakan
29
32
Disampaikan di
FY04
33
33
Prakarsa Reformasi Kepemerintahan Daerah
28
32
Disampaikan di
FY05
15
15
45
Disampaikan di
FY05
69
35
113
67
Disampaikan di
FY05
67
71
78
22
Disampaikan di
FY05
45
Dukungan untuk Area Miskin dan Tertinggal
Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan 3
Program Pengembangan & Reformasi Sektor Perkotaan
Perlindungan tangkapan (LIL)
2005
(US$M)
HIbah
Administrasi Pendapatan & Pengelolaan Keuangan
Pemerintah
Proyek Pendidikan Tinggi
3
120
55
5
Disampaikan di
FY05
50
30
Disampaikan di
FY05
80
80
85
Disampaikan di
FY06
80
200
Disampaikan di
FY07
208
65
35
Lingkungan & Sanitasi
40
Kesehatan & Nutrisi Tingkat Provinsi
60
Dihentikan
75
Dihentikan
Pembiayaan Mikro Berkesinambungan
20
40
Dihentikan
Peningkatan Layanan Air Perkotaan
30
20
Dihentikan
85
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Infrastruktur Jalan Strategis
3
Disampaikan di
FY05
Proyek Pengembangan Kecamatan 3B (tidak ada dalam
CAS)
Restrukturisasi Sektor Gas Domestik
Dihentikan
Jumlah Besar
Pinjaman Kebijakan Pembangunan Pertama
200
Disampaikan di
FY05
Program Reformasi Pembangunan Jawa Timur
175
Dihentikan
300
Hibah
MDF – Sertifikasi Tanah di Aceh (RALAS) (tidak ada
dalam CAS)
Disampaikan di
FY05
25
TA
2007
Rencana CAS
Proyek Revitalisasi Perikanan
(US$M)
(US$M)
IBRD
IDA
Hibah
Penyampaian Aktual
100
50
Dihentikan
Badan Nasional untuk Pengendalian Obat & Makanan
40
10
Dihentikan
Perlindungan Tangkapan 2
50
25
Tidak disiapkan
Pendidikan untuk Pemuda Marginal Berbasis Masyarakat
50
25
Tidak disiapkan
Fungsi Kesehatan Publik & Tingkat Provinsi
30
10
Tidak disiapkan
Mata Air Umbulan/Air untuk Surabaya dan sekitarnya
100
Pengembangan Masyarakat Perkotaan
100
50
Tidak disiapkan
70
30
Tidak disiapkan
Pengelolaan Sumber Daya Air & Sektor Irigasi (APL2)
IBRD
IDA
Hibah
Tidak disiapkan
Jumlah Besar
Pinjaman Kebijakan Pembangunan Ketiga
250
Disampaikan di FY07
PPK3 Tahap kedua – Pembiayaan Tambahan (tidak ada dalam
CASPR)
530
Disampaikan di FY07
P3KP2 – Pembiayaan Tambahan (tidak ada dalam CASPR)
Disampaikan di FY07
Manajemen Guru (BERMUTU)
70
Pengelolaan Keuangan & Administrasi Pendapatan Pemerintah 2
60
Pembiayaan Infrastruktur Swasta
60
Penyediaan Air & Sanitasi Perkotaan
35
Rekonstruksi Perumahan Gempa Bumi Yogyakarta
70
40
35
110
76
70
123
136
Disampaikan di FY08
25
Dipindahkan ke FY09
120
Dipindahkan ke FY09
60
Dipindahkan ke FY09
30
62
Tidak disiapkan
Hibah
MDF – Fasilitas Pembiayaan Rekonstruksi Infrastruktur
86
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
100
Disampaikan di FY07
100
MDF – PPK Nias
26
Disampaikan di FY07
26
MDF – SPADA Aceh/Nias
25
Disampaikan di FY07
25
MDF – Jalan Lamno-Calang
12
Proyek dipindahkan ke
UNDP
JRF – Proyek Perumahan Transisional
JRF – Proyek Perumahan Permanen & Infrastruktur Masyarakat
2008
6
Disampaikan di FY07
6
76
Disampaikan di FY07
70
Pinjaman Kebijakan Pembangunan Keempat
500
Disampaikan di FY08
600
DPL Infrastruktur
100
Disampaikan di FY08
200
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
100
100
Disampaikan di FY08
41
191
P3KP Nasional (PNPM Perkotaan)
50
100
Disampaikan di FY08
53
125
Peningkatan Operasi Bendungan
80
20
Dipindahkan ke FY09
50
Dipindahkan ke FY09
300
Peningkatan Jalan Nasional
Program Pemberdayaan Pemuda
300
40
40
Pendidikan Dasar (SISWA)
120
80
Akses Listrik Pedesaan
100
52
Dana Jaminan Infrastruktur
50
Kanal Tarum Barat
80
Daya Saing Ekspor Pertanian
70
CCT untuk Masyarakat Miskin/DAK untuk Operasi CDD
10
20
300
Dipindahkan ke FY09
100
Dipindahkan ke FY10
300
Dipindahkan ke FY11
150
Dipindahkan ke FY11
300
Dipindahkan ke FY11
80
Dihentikan
150
Tidak disiapkan
Apendiks 8. : Lampiran C
Indonesia: Laporan Penyelesaian CAS: Proyek-proyek yang Ditutup Selama
Periode CAS (TA04-TA08)
Tanggal
Dikeluarkan Dibatalkan
Penutupan
(Dolar
Amerika
dalam
Juta)
(Dolar
Amerika
dalam
Juta)
Pembangunan Nusa Tenggara
09/30/2003
22.06
Wilayah Pertanian Sulawesi
12/31/2003
23.10
Restrukturisasi Korporasi
12/31/2003
6.15
Pengendalian Kekurangan Yodium
12/31/2003
Kualitas Pendidikan Tinggi
03/31/2004
Pendidikan Menengah Indonesia Tengah
06/30/2004
Pendidikan Menengah Pertama Jawa Timur
& NTT
Hasil
Keberlanjutan
Perkembangan
ICR
IEG
ICR
IEG
Kelembagaan
4.94
U
MU
Tidak Mungkin
Tidak Mungkin
Sedang
3.70
U
MU
Tidak Mungkin
Tidak Mungkin
Sedang
24.50
S
MS
Mungkin
Tidak dapat
dievaluasi
Sedang
18.77
9.70
S
S
Mungkin
Mungkin
Banyak
56.61
9.89
S
S
Mungkin
Mungkin
Banyak
93.06
9.69
S
S
Mungkin
Mungkin
Banyak
06/30/2004
87.42
3.90
S
S
Mungkin
Mungkin
Banyak
Pendidikan Menengah di Sumatra
06/30/2004
93.58
3.42
S
S
Mungkin
Mungkin
Banyak
Kemiskinan Perkotaan
06/30/2004
80.75
0.00
S
S
Sangat
Mungkin
Mungkin
Banyak
Pengembangan Infrastruktur Informasi
06/30/2004
24.89
8.50
S
MS
Mungkin
Mungkin
Sedang
Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang 07/31/2004
6.70
0.20
S
MS
Mungkin
Tidak dapat
dievaluasi
Banyak
07/31/2004
32.71
11.99
U
U
Tidak Mungkin
Tidak Mungkin
Sedang
Modernisasi Audit Bepeka
09/30/2004
14.01
1.77
U
U
Mungkin
Mungkin
Sedang
Infrastruktur Kota Bali
09/30/2004
72.13
37.87
S
MS
Mungkin
Tidak Mungkin
Banyak
Pinjaman Penyesuaian Sektor Sumber Air
11/09/2004
150.00
150.00
S
S
Sangat
Mungkin
Mungkin
Banyak
Efisiensi Rel Kereta Api
12/30/2004
57.39
47.33
U
U
Tidak Mungkin
Tidak Mungkin
Sedang
Kesehatan dan Keselamatan Ibu
12/31/2004
32.27
10.23
S
S
Mungkin
Mungkin
Sedang
Pendidikan Dasar Jawa Barat
12/31/2004
99.46
3.76
S
S
Mungkin
Mungkin
Banyak
Kebijakan Pinjaman Pembangunan Pertama
03/31/2005
300.00
0.00
Mungkin
Sedang
Perluasan Pertanian/Perhutanan
Terdesentralisasi
03/31/2005
16.59
0.00
S
Tidak dapat
dievaluasi
Sedang
Pengembangan Daerah Bengkulu
12/31/2005
12.45
8.05
S
S
Mungkin
Mungkin
Banyak
Jalan-jalan Daerah Sumatra
12/31/2005
178.01
50.00
S
MS
Tidak Mungkin
Tidak Mungkin
Sedang
Kebijakan Pinjaman Pembangunan Kedua
03/31/2006
400.00
0.00
Pengembangan Perpustakaan LIL
04/30/2006
4.15
0.00
MS
MS
Pendidikan Dasar Sulawesi
04/30/2006
62.19
0.00
S
S
Pendidikan Dasar Sumatra
04/30/2006
73.86
0.00
S
S
Transportasi Daerah Indonesia Timur
06/30/2006
198.58
0.00
Pengelolaan Lingkungan Jawa Barat
06/30/2006
13.15
0.00
MU
MS
Tidak Mungkin
Banyak
Perkembangan Anak Usia Dini
12/31/2006
10.85
10.65
MS
MU
Kebijakan Pinjaman Pembangunan Ketiga
03/31/2007
601.29
0.00
Kesehatan Provinsi II
06/30/2007
75.23
32.00
Pengetahuan Pengembangan Global LIL
12/31/2007
1.45
0.00
Pengembangan Kecamatan II
12/31/2007
331.59
0.00
Kesehatan Provinsi I
12/31/2007
31.26
3.17
Kebijakan Pinjaman Pembangunan Keempat
03/31/2008
600.00
0.00
DPL Infrastruktur (IDPL)
03/31/2008
0.00
0.00
S
MU
Mungkin
Catatan: Tingkatan Hasil: HS - Sangat Memuaskan; S - Memuaskan; MS - Cukup Memuaskan; MU - Cukup Tidak Memuaskan;
U – Tidak Memuaskan.
87
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Proyek Kesehatan Kelima
Apendiks 8. : Lampiran D
Indonesia: Laporan Pelaksanaan CAS dan CAS PR: Program NonPinjaman
Utama dan Pelaksanaan Aktual, TA04-TA08
Rencana-rencana CAS PR
88
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Catatan Mengenai Rekonstruksi Aceh
Dilaksanakan pada TA05
Analisis Belanja Publik Papua
Dilaksanakan pada TA05
Penilaian Awal Kehilangan & Kerusakan Untuk Aceh
Dilaksanakan pada TA05
Akses Listrik Pedesaan
Dilaksanakan pada TA05
ROSC Akuntansi
Dilaksanakan pada TA06
Aceh & Nias Setahun Setelah Tsunami
Dilaksanakan pada TA06
Laporan Singkat CGI: Berinvestasi untuk Pertumbuhan dan Pemulihan
Dilaksanakan pada TA06
Laporan Sektor ECED
Dilaksanakan pada TA06
Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pengembangan Pedesaan
Dilaksanakan pada TA06
Pemerintahan Lingkungan Lokal (Peninjauan AMDAL)
Dilaksanakan pada TA06
Pengelolaan Keuangan Pemerintah Lokal
Dilaksanakan pada TA06
Studi Lembaga Keuangan NonBank
Dilaksanakan pada TA06
Dukungan PRSP
Dilaksanakan pada TA06
Kemitraan Publik dan Swasta dalam Pertanian
Dilaksanakan pada TA06
Laporan CFAN-Membangun kembali Aceh & Nias Yang Lebih Baik
Dilaksanakan pada TA06
Survei Iklim Investasi Pedesaan
Dilaksanakan pada TA06
Penilaian Awal untuk Kehilangan & Kerusakan di Yogyakarta dan Jawa Tengah
Dilaksanakan pada TA06
Konflik dan Kemiskinan
Dilaksanakan pada TA07
Penghematan Bahan Bakar/Transfer Kas Tak Bersyarat
Dilaksanakan pada TA07
HIV/AIDS
Dilaksanakan pada TA07
Meningkatkan Produktivitas Pedesaan
Dilaksanakan pada TA07
Konferensi Infrastruktur
Dilaksanakan pada TA07
Rencana Penting dalam Platform Pemerintah Daerah
Dilaksanakan pada TA07
Migrasi dan Pengiriman Uang
Dilaksanakan pada TA07
Analisis Belanja Publik Nias
Dilaksanakan pada TA07
Penelitian Kemiskinan
Dilaksanakan pada TA07
Peninjauan Belanja Publik: Pengeluaran Untuk Pembangunan
Dilaksanakan pada TA07
Studi Perlindungan Sosial
Dilaksanakan pada TA07
Pengelolaan Tenaga Guru
Dilaksanakan pada TA07
Kemiskinan dan Pengembangan Ekonomi Aceh
Dilaksanakan pada TA08
Transfer Kas Bersyarat
Dilaksanakan pada TA08
Survei Pemerintahan dan Desentralisasi 2
Dilaksanakan pada TA08
Kerangka Kerja Pengukuran Pengelolaan Keuangan Publik
Dilaksanakan pada TA08
Aspek Sosial dari Pengentasan kemiskinan
Dilaksanakan pada TA08
Survei Pengawasan Korupsi
Dilaksanakan pada TA08
DPR
Dilaksanakan pada TA08
Studi Kepegawaian
Dilaksanakan pada TA08
Tenaga Kerja Kesehatan dan Penyampaian layanan yang Meningkat
Dilaksanakan pada TA08
Laporan Penelitian Pengadaan Negara
Dilaksanakan pada FY09
Koordinasi Dukungan dan Donor BRR Aceh
Sedang berjalan
Pelaksanaan Program Aceh
Sedang berjalan
Menciptakan Sistem Keuangan yang Beragam
Sedang berjalan
Pemerintahan Lingkungan Yang Baik
Sedang berjalan
Dialog Masyarakat Madani Pemerintahan
Sedang berjalan
Meningkatkan Iklim Investasi
Sedang berjalan
Meningkatkan Penyampaian Layanan
Sedang berjalan
Rencana Penting dalam Iklim Investasi
Sedang berjalan
Rencana Penting dalam Pemerintahan Nasional
Sedang berjalan
Rencana Penting dalam Mengurangi Kemiskinan
Sedang berjalan
Program Pembangunan Kapasitas WBI untuk Pemerintah
Sedang berjalan
Strategi Sektor Peternakan Unggas
Dihentikan
Rencana CAS
Mencegah Krisis Infrastruktur
Dilaksanakan pada TA04
Laporan Singkat CGI: Indonesia: Arahan Baru
Dilaksanakan pada TA04
DPR: Melampaui Stabilitas Ekonomi Makro
Dilaksanakan pada TA04
Pendidikan di Indonesia: Mengelola Transisi Menuju Desentralisasi
Dilaksanakan pada TA04
Strategi Kebijakan Kehutanan
Dilaksanakan pada TA04
Peradilan dan Masyarakat Miskin
Dilaksanakan pada TA04
Membuat Indonesia Berdaya Saing: Menggalakkan ekspor, Mengelola Perdagangan
Dilaksanakan pada TA04
Menggali Kekayaan Indonesia Dengan Bertanggung Jawab
Dilaksanakan pada TA04
Dukungan PRSP
Dilaksanakan pada TA04
Rencana Penting dalam Iklim Investasi
Dilaksanakan pada TA05
Ikhtisar Kebijakan Untuk Pemerintah Yang Baru Menjabat
Dilaksanakan pada TA05
Peninjauan Belanja Daerah
Dilaksanakan pada TA05
Rencana Penting dalam Reformasi Pemerintah Lokal
Dilaksanakan pada TA06
Membuat Layanan Bermanfaat Bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Dilaksanakan pada TA06
Peninjauan Belanja Publik
Dilaksanakan pada TA06
Aceh RPER
Dilaksanakan pada TA07
Penelitian Kemiskinan: Membuat Indonesia Baru Bermanfaat Bagi Masyarakat Miskin
Dilaksanakan pada TA07
Rencana Penting dalam Reformasi Korupsi dan Hukum
Sedang berjalan
Penyampaian tambahan yang tidak dalam CAS
Memerangi Korupsi di Indonesia: Memperkuat Akuntabilitas untuk Pembangunan
Dilaksanakan pada TA04
Penilaian Tingkat Negara tentang Kepemerintahan Perusahaan
Dilaksanakan pada TA04
Kesehatan dan Desentralisasi
Dilaksanakan pada TA04
Analisis Hak Pengguna Air
Dilaksanakan pada TA05
Laporan Inventarisasi Aceh
Dilaksanakan pada TA06
Peninjauan Lembaga Keuangan Nonbank
Dilaksanakan pada TA06
Prioritas Strategi untuk Reformasi Anggaran
Dilaksanakan pada TA07
Pengembangan Produksi Hortikultura dan Toko Serba Ada
Dilaksanakan pada TA07
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Penyampaian tambahan yang tidak ada dalam CAS PR
89
Apendiks 9.
Indonesia: Konsultasi Masyarakat Madani
Strategi Kemitraan Negara Kelompok Bank Dunia untuk TA09-12
90
Dalam menyusun Strategi Kemitraan Negara (CPS) baru
dari Kelompok Bank Dunia (WBG) untuk Indonesia (TA
2009-2012), sebuah diskusi kelompok fokus diadakan
di Jakarta pada 13 Februari 2008. Diskusi diadakan
untuk memperoleh masukan dari kelompok-kelompok
masyarakat madani dari segala penjuru negeri. Lima
belas kelompok dari empat daerah–Sumatra, Sulawesi,
Jawa, dan Nusa Tenggara - ikut serta dalam diskusi
selama satu hari tersebut. Kelompok-kelompok yang
beragam ini telah aktif dalam kegiatan advokasi dan
pengembangan, yaitu dalam bidang Pemasyarakatan
gender, pembangunan demokrasi, antikorupsi dan
pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam yang
berkelanjutan, pengembangan masyarakat, reformasi
hukum, penelitian untuk pengembangan, pembangunan
kapasitas akar rumput, dan kredit mikro.
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Diskusi kelompok fokus tersebut difasilitasi oleh sebuah
tim forum masyarakat madani yang dipimpin oleh
Rustam Ibrahim, mantan direktur LP3ES, sebuah LSM
pembangunan di Jakarta yang disegani. Dalam diskusi
tersebut, tim Bank Dunia dipimpin oleh Joachim von
Amsberg, Direktur Tingkat Negara untuk Indonesia.
Dokumen ini merangkum rekomendasi-rekomendasi
penting dari kelompok-kelompok masyarakat madani
tersebut yang muncul dalam diskusi
Rekomendasi-rekomendasi Penting
Bagi Kelompok Bank Dunia
A. Rekomendasi Umum
1. Walaupun Bank Dunia memiliki suatu Rencana
Tindakan Antikorupsi yang menyeluruh, mengambil
tindakan terhadap individu atau perusahaan yang
melakukan korupsi dalam proyek-proyeknya, atau
menuntut pemerintah mengembalikan jumlah
pinjaman; tindakan-tindakan ini belum cukup
untuk melawan korupsi di Indonesia. Bank Dunia
harus memastikan bahwa Pemerintah Indonesia
menindak lanjuti kasus-kasus korupsi ini melalui
jalur hukum. Bank Dunia juga perlu menyiapkan
suatu daftar hitam dari kementerian dan pemerintah
daerah yang ambil bagian dalam korupsi pada
proyek-proyek yang dibiayai oleh pihak Bank.
2. Pemasyarakatan gender harus menjadi bagian
integral dari setiap rancangan proyek yang dibiayai
Bank dan harus dilaksanakan secara konsisten.
Pada saat ini, partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan proyek sangat rendah.
3. Beberapa proyek yang dibiayai Bank mengabaikan
tradisi setempat, seperti hak tanah adat (hak
ulayat). Bank Dunia seharusnya tidak memisahkan
nilai-nilai setempat dalam pelaksanaan programprogramnya. Guna menghindari dampak merugikan
pada lingkungan, memastikan keberlanjutan,
dan meningkatkan kepemilikan, rancangan dan
pelaksanaan proyek-proyek yang dibiayai Bank
perlu mengikutsertakan tradisi setempat.
4. Informasi mengenai proyek-proyek yang dibiayai
Bank harus mudah diperoleh publik pada lokasi
proyek. Perlu adanya satu mekanisme pengaduan
yang jelas yang membuat tanggapan publik dapat
ditindak lanjuti.
5. Hak-hak masyarakat dan hak asasi manusia harus
selalu dipertimbangkan dalam perancangan,
perencanaan, dan pelaksanaan setiap proyek yang
dibiayai Bank.
6. Bank Dunia perlu membantu mengurangi utang
Indonesia dengan menyediakan insentif bagi upayaupaya pelestarian hutan. Hutan-hutan Indonesia
merupakan paru-paru dunia dan penduduk
dunia berkembang akan menerima manfaat dari
pelestarian hutan tersebut.
7. Pihak Bank perlu mengadakan penilaian lingkungan
untuk setiap proyek investasi, seperti dalam
Infrastruktur dan pemanfaatan sumber daya alam,
karena mereka berpengaruh terhadap hidup orang
banyak.
8. Bantuan teknis sebaiknya tidak diberikan sebagai
suatu pinjaman, tetapi sebagai dana bantuan.
B. Kemitraan dengan Pemerintah Pusat
9. Sehubungan dengan otonomi daerah, beberapa
keputusan pemerintah dan menteri bertentangan
dengan semangat desentralisasi. Bank Dunia perlu
membantu dalam meninjau keputusan-keputusan
ini dan menganalisis dampak merugikan mereka
terhadap desentralisasi di Indonesia. Berdasarkan
tinjauan tersebut, pihak Bank dapat mempaparkan
isu-isunya
dan
memberikan
rekomendasi
kepada pemerintah pusat untuk memperbaiki
penyimpangan.
10.Bank Dunia harus menyerahkan pelaksanaan
proyek-proyek yang dibiayai kepada pemerintah
kecamatan. Untuk meningkatkan penggunaan
sumber-sumber daya dengan efisien, pemerintah
pusat hanya perlu berperan dalam pengambilan
kebijakan dan pengawasan, dan seharusnya tidak
menjadi pelaksana proyek-proyek yang dibiayai
oleh Bank.
11.Bank Dunia harus memberikan bantuan teknis bagi
reformasi kepegawaian negara.
C. Kemitraan dengan Pemerintah Daerah
19.Untuk turut memastikan bahwa proyek-proyek yang
dibiayai Bank bebas dari korupsi, Bank sebaiknya
bekerja
sama
dengan
kelompok-kelompok
masyarakat madani. Kelompok-kelompok yang
dapat dipercaya dengan catatan prestasi yang jelas
dan pengetahuan mengenai pengembangan dapat
diberi wewenang untuk mengawasi pelaksanaan
proyek di lapangan. Kelompok-kelompok ini harus
bekerja secara independen dan melaporkan
temuan mereka kepada publik.
20.Dalam melibatkan kelompok masyarakat madani
Indonesia pada tingkat proyek, Pihak Bank perlu
mempertimbangkan catatan prestasi mereka di
masa yang lalu. Pihak Bank harus menyediakan
pedoman dasar dan persyaratan standar yang
didasarkan pada kompetensi, kapasitas dan
akuntabilitas. Sebagai sebuah badan, suatu
kelompok
masyarakat
madani
seharusnya
merupakan suatu organisasi nirlaba dan bukan
sebuah badan konsultasi komersil. Oleh karena
itu, kelompok-kelompok masyarakat madani
harus diperlakukan berbeda dengan badan-badan
komersil dalam proses pengadaan dan harus
dibebaskan dari beberapa peraturan, seperti
Keputusan Presiden No. 80.
21.Bank perlu membantu kelompok masyarakat
madani
Indonesia
untuk
meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi mereka. Hal ini dapat
dilakukan melalui bantuan teknis dan dukungan
pembangunan kapasitas terhadap organisasi
payung dan jaringan masyarakat madani dalam
membangun dan mengembangkan mekanisme
pengaturan sendiri. Ini akan membantu dalam
memdorong penggunaan kode etik dan mekanisme
akreditasi/sertifikasi di antara kelompok-kelompok
masyarakat madani yang bersifat swakelola oleh
jaringan pengayom. Dukungan hibah untuk bantuan
teknis ini dapat dikelola melalui badan-badan yang
ada dan didukung oleh Bank Dunia, seperti Sarana
Penunjang Desentralisasi (DSF).
22.Konsultasi antara Bank dan kelompok masyarakat
madani Indonesia harus dilaksanakan secara
berkala, bukan hanya dalam rangka penyusunan
CPS, namun juga dalam tahap persiapan dan
perencanaan setiap program di Indonesia yang
dibiayai oleh Bank. Hal ini dapat dilakukan melalui
pembentukan kelompok kerja reguler yang
mencakup perwakilan dari masyarakat madani,
Pemerintah, dan pengurus Bank. Pihak Bank harus
memastikan bahwa CSO-CSO daerah, perempuan,
dan kelompok-kelompok marjinal terwakilkan
dengan baik dalam kelompok kerja tersebut
91
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
12. Bank Dunia perlu menyediakan bantuan teknis bagi
rencana partisipasi pemasyarakatan pada tingkat
akar rumput. Proyek dan program pengembangan
biasanya lemah dalam koordinasinya pada tingkat
akar rumput. Suatu pendekatan dari atas ke bawah
yang terpadu terhadap perencanaan pastisipasi
yang disiapkan tiap tahun pada tingkat akar rumput
akan mencerminkan kebutuhan yang sesungguhnya
dari masyarakat setempat.
13.Bank Dunia perlu membangun kapasitas
pemerintah daerah pada tingkat kecamatan baik
untuk cabang eksekutif dan legistatif. Pejabat
pada tingkat daerah membutuhkan pengetahuan
dan keahlian teknis dalam merancang peraturan,
merealisasikan pentingnya tinjauan akademik,
menilai dampak peraturan pada masyarakat, dan
memahami kebutuhan atas keselarasan dalam
peraturan daerah.
14.Bank Dunia perlu mendukung pengembangan
kapasitas Badan Pengawas Daerah (Bawasda),
terutama dalam mengukuhkan peran mereka dalam
mengawasi keuangan daerah.
15.Bank Dunia perlu menyediakan bantuan teknis
untuk pemerintah daerah dalam persiapan
anggaran untuk menghindari penundaan dalam
menyiapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
16.Proyek-proyek berhasil yang dibiayai Bank,
seperti Proyek Pengembangan Kecamatan (KDP)
dan Proyek Kemiskinan Kota (UPP), harus dapat
dipertahankan melampaui siklus-hidup proyek
mereka. Pihak Bank perlu membangun kemitraan
dengan pemerintah daerah untuk terus mendukung
inisiatif-inisiatif ini melalui pembiayaan mereka
sendiri dan memastikan bahwa pendekatan
partisipasi yang asli tercermin dalam pelaksanaan
mereka.
17.Pihak Bank perlu mendorong pemerintah
daerah untuk mengeluarkan Undang-undang
Kebebasan Informasi dan peraturan lainnya untuk
menggalakkan transparansi.
18.Secara global, kepariwisataan merupakan suatu
sumber pertumbuhan berkelanjutan yang memacu
ekonomi lokal. Pihak Bank perlu membantu
pemerintah daerah untuk mengembangkan dan
mengelola sektor pariwisata mereka.
D. Keterlibatan Bank Dunia dengan Masyarakat
Madani
Organisasi-organisasi masyarakat
madani yang terlibat
MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT
• KONSEPSI-NTB
• MITRA SAMYA
• KOSLATA
• SOMASI
• YKPR
PALEMBANG, SUMATRA SELATAN
• YAYASAN PUSPA INDONESIA (PUSAT STUDI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK
SUMSEL)
• PERSERIKATAN OWA INDONESIA
• FITRA SUMSEL
• Pusat Krisis Bagi Perempuan (WCC) Palembang
• WAHANA BUMI HIJAU
92
MAKASSAR, SULAWESI SELATAN
• YAYASAN PELITA DESA
• YAYASAN MASYARAKAT MAJU
• IPPM (Institut Penelitian dan Pemberdayaan
Masyarakat)
• AiLO SULSEL/ Asosiasi LSM/ORNOP SULSEL
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
JAKARTA
• LP3ES
Apendiks 10.
Indonesia: Penanggulangan Masalah Penipuan dan Korupsi
dalam Program-program yang Didukung oleh WBG14
Bagi program-program WBG di Indonesia, korupsi tetap
merupakan ancaman lapis tiga: Korupsi menghambat
kemajuan dalam pencapaian tujuan-tujuan umum
pembangunan Indonesia; korupsi merupakan ancaman
yang serius terhadap efektivitas bantuan WBG; dan
korupsi juga memperlemah kepercayaan masyarakat
terhadap bantuan dalam bidang pembangunan
secara keseluruhan. Salah satu pelajaran yang paling
berharga dari pengalaman WBG di Indonesia adalah
bahwa keberhasilan seluruh program akan dinilai oleh
kontribusi keterlibatan WBG yang terlihat di semua
sektor untuk memajukan transparansi dan akuntabilitas
dan oleh standar-standar integritas yang diterapkan
bersama-sama dengan program tersebut. Hal ini
merupakan salah satu pesan terpenting dari konsultasi
CPS WBG dengan masyarakat umum.
Dalam CAS terdahulu, WBG berkomitmen terhadap
empat prinsip antikorupsi utama dalam semua
programnya di Indonesia:
• WBG harus memiliki pesan yang jelas dan konsisten
tentang permasalahan korupsi dan mempromosikan
tanggapan-tanggapan kebijakan yang dapat
diterapkan di semua sektor dari kegiatan WBG.
• WBG harus memilih proyek-proyek untuk membuka
beberapa pintu masuk dalam upaya pemberantasan
korupsi.
• WBG harus membangun mekanisme untuk
mengurangi risiko korupsi untuk semua proyek
melalui
pemberdayaan,
partisipasi,
dan
transparansi.
• Saat muncul dugaan korupsi, WBG harus sungguhsunguh meneyelidikinya dan mengungkapkan hasil
penyelidikan tersebut sesuai dengan aturan dan
kebijakan WBG.
Prinsi-prinsip tersebut, yang dirancang pada saat WBG
terlibat secara terbatas dengan Pemerintah Indonesia
dalam
masalah-masalah
kepemerintahan
dan
antikorupsi, membawa perubahan-perubahan besar
dalam program di Indonesia. Dalam CPS yang baru
akan ada fokus yang lebih mendalam untuk mendukung
upaya-upaya antikorupsi yang dijalankan pemerintah.
Caranya, dengan bermitra dengan beberapa lembaga
antikorupsi dan perwakilan di Indonesia. Dengan
demikian, selain melindungi operasi-operasi yang
didanai oleh Bank, upaya-upaya antikorupsi WBG
selama periode CPS akan ditujukan untuk memperkuat
lembaga-lembaga dan sistem-sistem nasional yang
akan berdampak secara langsung terhadap belanja
publik yang lebih luas cakupannya. Sejalan dengan
pendekatan ini, saat timbul dugaan korupsi dalam
program-program yang didanai WBG, WBG akan
berupaya sebisa mungkin mendukung pross-proses
investigasi dan pemberian sanksi yang dilakukan oleh
pemerintah, selain mengikuti proses-proses investigasi
dan pemberian sanksi yang dilakukan oleh WBG.
Dalam CPS yang baru ini, keterlibatan WBG dalam
gerakan antikorupsi akan diarahkan dengan mengikuti
tiga prinsip di bawah ini:
________________________________________________
“Penipuan dan/atau korupsi” secara bersama-sama mengacu kepada “penipuan, korupsi, kolusi, pemaksaan dan penghalangan” sebagaimana
dijelaskan dalam Petunjuk Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi pada Proyek-Proyek yang Didanai oleh Pinjaman IBRD dan Kredit serta Dana
Hibah IDA.
14
93
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Saat ini, satu dekade setelah jatuhnya rezim Orde Baru,
yang kejatuhannya mengungkap biaya korupsi yang
luar biasa besarnya untuk mencapai stabilitas dan
pembangunan Indonesia, permasalahan ini belum juga
hilang. Indonesia telah mengambil langkah-langkah
penting selama satu dekade ini, dengan menciptakan
sistem akuntabilitas pemilihan umum, membuka
ruang bagi media independen dan komunitas LSM
yang giat, dan membangun kerangka kelembagaan
yang baru untuk mencegah, menyelidiki, dan
mengadili tindak korupsi. Presiden Yudhoyono telah
menempatkan upaya pemberantasan korupsi sebagai
inti dari program pemerintahannya. Penyelidikan
serta pengadilan tindak pidana korupsi tingkat tinggi
semakin meningkat jumlahnya. Selain itu, pemerintah
mulai menerapkan pembaruan berbagai sistem utama
pengelolaan keuangan negara, pengadaan publik,
regulasi usaha, audit, dan pemantauan serta penilaian,
yang meskipun jarang menjadi berita utama di surat
kabar, kerap membawa dampak yang lebih besar dan
tahan lama terhadap kesempatan-kesempatan dan
insentif-insentif bagi tindak pidana korupsi. Meskipun
beberapa indikator korupsi internasional telah
menunjukkan pergerakan positif, khususnya selama
beberapa tahun terakhir ini, kemajuannya sangat
lambat, serta persepsi publik dan investor mengenai
Indonesia tetap melihat korupsi sebagai masalah
endemik. Banyak yang berpendapat bahwa sistem
desentralisasi tanpa kerangka akuntabilitas yang kuat
di daerah justru dapat memperburuk korupsi di tingkat
daerah atau, setidaknya, membuatnya semakin tidak
bisa diprediksi.
94
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
1) Bermitra dengan lembaga-lembaga di Indonesia
yang memegang kendali atas upaya pemberantasan
korupsi. Sejak pelaksanaan CAS yang terakhir, WB
telah membangun hubungan kerja yang kuat dengan
lembaga-lembaga antikorupsi utama di Indonesia:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan
Agung, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), dan Kantor Ombudsman. Melalui dana-dana
perwalian, WBG telah mampu memberikan bantuan
langsung untuk memperkuat kampanye pencegahan
antikorupsi di Indonesia, meningkatkan kapasitas
audit, membangun kapasitas untuk mendapatkan
kembali aset-aset yang telah dicuri melalui Prakarsa
Perolehan Kembali Aset (Assets Recovery), dan, pada
sektor minyak, gas, dan pertambangan, meningkatkan
transparansi melalui dukungan untuk penerapan
Prakarsa Transparansi Industri-Industri Pertambangan
(Extractive Industries Transparency Initiative/EITI).
WB akan terus memberikan dukungan/Bantuan
Teknis kepada instansi-instansi utama pemerintah
(termasuk KPK, BPK), serta melaksanakan upayaupaya untuk memperkuat para pendukung antikorupsi
dan lembaga penelitian melalui beberapa inisiatif,
seperti : (1) mengadakan pelatihan dan penelitian
tentang pengukuran dampak program-program
kepemerintahan dan antikorupsi melalui penilaian acak
dalam kemitraan penelitian jangka panjang antara
Poverty Action Lab pada Massachusetts Institute
of Technology dan para peneliti korupsi kenamaan
Indonesia; (2) peninjauan belanja partisipatoris atas
APBD yang dipimpin oleh perguruan-perguruan tinggi
daerah melalui inisiatif PEACH; dan (3) memberikan
dukungan kepada penelitian yang dilaukan di Indonesia
mengenai pengidentifikasian dan pelacakan rente
dalam berbagai arus sumber dana.
2) Memilih program-program prioritas untuk keterlibatan
WBG untuk mendukung “bagian-bagian yang
menerapkan kepemerintahan kepemerintahan yang
baik” pada instansi-instansi pemerintah dan daerahdaerah tertentu. WBG akan bergerak dalam kerangka
keterlibatan yang menyeluruh dan utama yang dibahas
dalam CPS untuk membuka berbagai pintu masuk bagi
upaya-upaya antikorupsi pada berbagai tingkatan dan di
berbagai sektor. WBG akan berupaya untuk bekerja dan
mendukung mitra-mitra di Indonesia yang menunjukkan
komitmen yang jelas untuk melaksanakan reformasi
kelembagaan untuk menanggulangi berbagai insentif
dan kesempatan korupsi dalam program-program
yang didanai dengan uang negara. Berbagai pintu
masuk tersebut meningkatkan kemungkinan dicapainya
dampak nyata dalam bidang-bidang tertentu yang
dapat dijadikan contoh untuk mencapai keberhasilan
dan membantah anggapan “tidak ada yang dapat
dilakukan” di dalam lingkungan korupsi yang endemis.
3) Mengembangkan rancangan dukungan terhadap
program-program pemerintah yang didukung oleh
WBG untuk memperkuat sistem pemerintah Indonesia
dalam mengurangi risiko korupsi dan menangani
dugaan-dugaan korupsi. Sejak tahun 2003, semua
program pemerintah yang dibantu oleh WBG telah
mencakup Rencana Tindakan Kepemerintahan dan
AntiKorupsi (Governance and Anticorruption Actions
Plans/GAAPs) sebagai bagian dari pengaturanpengaturan pelaksanaan. GAAPs, yang disusun
secara bersama-sama dengan instansi pemerintah
terkait, dimaksudkan untuk menilai risiko korupsi
yang inheren dalam proyek-proyek tersebut dan
memperkenalkan mekanisme-mekanisme rancangan
dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah
untuk mengurangi risiko-risiko tersebut. Selama lima
tahun terakhir, GAAPs tersebut telah memasukkan
langkah-langkah seperti mekanisme pengungkapan
yang telah disempurnakan untuk dokumen-dokumen
dan hasil-hasil proyek, mekanisme penanganan
pengaduan masyarakat untuk menerima, menyelidiki
dan menyelesaikan pengaduan-pengaduan yang
berkaitan dengan tindak korupsi, langkah-langkah
pengawasan eksternal untuk tahap-tahap penting
pelaksanaan program, dan secara jelas mendefinisikan
sanksi-sanksi dan upaya-upaya perbaikan sehingga
kaus-kasus korupsi kecil dapat diselesaikan dalam
kerangka program tersebut. Pengalaman selama ini
telah menunjukkan bahwa efektivitas GAAPs tersebut
sangat bergantung pada sejauh mana mekanismemekanisme yang diusulkan terintegrasi ke dalam
sistem-sistem dan prosedur-prosedur instansi
Pemerintah. Untuk memastikan integrasi tersebut,
WBG dan Bappenas akan melakukan peninjauan
portofolio secara teratur terhadap pelaksanaan semua
GAAPs dengan instansi-instansi Pemerintah yang
terlibat. Selain itu, GAAPs akan terus terbuka untuk
umum untuk memungkinkan warga masyarakat ikut
mengawasi mekanisme-mekanisme antikorupsi.
Tindak lanjut terhadap dugaan-dugaan korupsi
dalam program-program yang didukung oleh WBG:
Pemerintah Indonesia dan WB mungkin menerima
dugaan-dugaan penipuan dan korupsi yang terkait
dengan program-program dan proyek-proyek yang
didukung oleh WB. Saat menerima dugaan-dugaan
semacam itu, WB akan – berdasarkan kebijakankebijakan dan prosedur-prosedur WB yang berlaku
untuk dugaan-dugaan korupsi dan kebijakankebijakan dan prosedur-prosedurnya pengungkapan
WB – memberitahukan dugaan-dugaan tersebut
kepada pemerintah Indonesia secara tepat waktu. WB
juga akan, apabila menurut pertimbangan WB dugaan
tersebut terbukti, menyelidiki dugaan-dugaan tersebut
untuk menentukan sanksi administratif yang mungkin
diberikan oleh WB.
Apabila pemerintah Indonesia menerima dugaandugaan semacam itu, Menteri Keuangan telah
sepakat untuk sesegera mungkin menginformasikan
hal tersebut kepada Bank Dunia. Menteri Keuangan
akan melanjutkan pengaduan yang diajukan oleh
WBG kepada instansi penyelidik dan atau instansi
audit Pemerintah Indonesia yang terkait untuk
ditindaklanjuti.
Pemerintah Indonesia dan WB telah sepakat menunjuk
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Pendanaan
Luar Negeri Departemen Keuangan sebagai pusat
pertukaran informasi. Di masa mendatang, pusat
pertukaran informasi mungkin berubah dengan
persetujuan bersama antara Pemerintah Indonesia
dan WBG apabila dianggap perlu.
Pertemuan reguler akan dilaksanakan dengan Menteri
Keuangan untuk meninjau kemajuan dan tindak lanjut
penyelidikan korupsi dan untuk membahas upayaupaya perbaikan dan sanksi-sanksi yang diusulkan;
serta membahas dan menyepakati langkah-langkah
yang mungkin diambil untuk mencegah terulangnya
hal tersebut di masa mendatang. Dalam hal WBG
mengusulkan untuk melakukan upaya-upaya hukum
dan/atau untuk menerapkan sanksi administratif,
WBG akan, kecuali apabila manajemen Bank
Dunia memutuskan bahwa terdapat petimbangan-
Mengintegrasikan prinsip-prinsip ini ke semua mitra
kami, Tim Indonesia (the Indonesia Country Team)
akan terus menginvestasikan sumberdaya dalam
jumlah besar untuk menanamkan sumber-sumber
daya yang substansial ke dalam langkah-langkah dan
inisiatif-inisiatif utama. Biro Indonesia (the Indonesia
Country Office) meliputi Penasihat Kepemerintahan
(Governance Adviser) di dalam Tim Manajemen
Tingkat Negara (the Country Management Team) untuk
mengkoordinasikan hubungan-hubungan antikorupsi
dan dialog kebijakan, mengawasi operasi-operasi
yang berkaitan dengan kepemerintahan, memberikan
nasihat kepada proyek-proyek tentang strategi-strategi
kepemerintahan dan antikorupsi, dan mengembangkan
agenda penelitian yang komprehensif dan memantau
kerangka kepemerintahan. Tim Pendukung Operasi
berbasis lapangan yang kuat telah ditempatkan untuk
memimpin gerakan ke arah pengawasan fidusia yang
sistematis dan efektif selama pelaksanaan proyek.
Komite Antikorupsi dan Kepemerintahan WB akan
terus mengadakan pertemuan secara teratur dengan
perwakilan-perwakilan dari berbagai bidang yang
berfungsi sebagai pusat pengintegrasian mekanismemekanisme antikorupsi ke dalam rancangan proyek,
dukungan dan tinjauan GAAPs, memantau pelaksanaan
GAAPs dan berhubungan dengan instansi-instansi
pemerintah Indonesia rekanan kami. Penasihat
Antikorupsi Senior akan dimasukkan ke dalam staf
agar bisa menjalin kerja sama yang erat dengan
instansi-instansi Pemerintah Indonesia dalam semua
aspek pengembangan dan pelaksanaan GAAPs dan
mendukung instansi-instansi terkait dalam menyelidiki
dugaan-dugaan korupsi dalam program-program yang
didanai oleh WBG.
95
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
WBG
akan
berupaya
sebaik-baiknya
untuk
memberikan, apabila diminta, bantuan teknis kepada
instansi-instansi pemerintah Indonesia melakukan
peninjauan terhadap dugaan-dugaan korupsi dalam
program-program yang didanai oleh WBG, untuk
meningkatkan kapasitas teknis instansi-instansi
pemerintah Indonesia yang terkait untuk menyelidiki
dugaan-dugaan korupsi. Instansi-instansi itu mungkin
termasuk KPK, BPKP, BPK dan Inspektorat Jenderal
dari instansi-instansi rekanan yang terkait.
pertimbangan luar biasa, menjelaskan kepada Menteri
Keuangan alasan tindakan yang diusulkannya dan
memberitahukan kepada Menteri Keuangan sesegera
mungkin sebelum mengambil tindakan tersebut.
Apendiks 11.
Indonesia: Pengelolaan Operasi-operasi Dana Perwalian
96
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Kemampuan untuk memobilisasi sumber-sumber dana
perwalian telah memungkinkan Bank Dunia dan mitramitra pembangunan lainnya memberikan tanggapan
terhadap kebutuhan-kebutuhan yang menjadi prioritas
pemerintah Indonesia secara tepat waktu dan untuk
menyelidiki dan menanggulangi permasalahan yang
timbul. Pertumbuhan portofolio dana perwalian
Indonesia yang dramatis mencerminkan komitmen
Bank Dunia untuk membangun kemitraan yang lebih
luas dan mendalam dengan masyarakat pembangunan
yang lebih luas. Dana hibah yang diberikan dalam
kerangka dana perwalian ini membantu Indonesia
menanggulangi tantangan-tantangan yang timbul
dalam mentransformasi dan memperkuat lembagalembaganya. Hasil-hasil dari kemitraan tersebut antara
lain adalah: pengumpulan sumber-sumber finansial
untuk strategi-strategi dan tindakan-tindakan bersama
– baik untuk memberikan bantuan pada tingkat daerah
maupun mendukung kebijakan vital dan reformasi
kelembagaan; daya tanggap yang lebih besar untuk
mengantisipasi kebutuhan seperti dalam upaya
pemulihan pascabencana; dan penelitian dan dialog
kebijakan berkualitas tinggi.
Program dana perwalian Indoensia juga telah membantu
meningkatkan pengetahuan dan sumber-sumber daya
yang dimiliki oleh Bank Dunia dalam memberikan
dukungan untuk upaya-upaya strategis khusus dalam
agenda Pemerintah. Banyak terdapat contoh di
mana dana perwalian berfungsi sebagai penghasil
pengetahuan, memberi kontribusi kepada inisisatifinisiatif pembangunan baru dan memungkinkan
dilakukannya proyek-proyek percontohan yang
kemudian dilakukan kembali dalam skala yang lebih
besar. Ketersediaan dana perwalian memungkinkan
peningkatan yang nyata dalam kegiatan-kegiatan
penelitian dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh
Bank Dunia, dan pengawasan yang lebih komprehensif
dari yang biasanya dapat dilakukan dengan anggaran
Bank Dunia yang terbatas. Selain kegiatan dukungan
pascabencana, antara lain, kegiatan penelitian
bersama membantu memengaruhi bidang-bdang lain
seperti reformasi kebijakan dalam bidang pendidikan,
pemberian layanan, kepemerintahan, desentralisasi,
program-program kemiskinan, belanja publik dan
pengelolaan keuangan negara, serta iklim investasi.
Pembiayaan IBRD atau IDA yang signifikan juga telah
dilengkapi dengan pembiayaan bersama dari donordonor rekanan untuk beberapa program unggulan
tertentu seperti KDP.
Portofolio Dana Perwalian Indonesia
Portofolio dana perwalian Indonesia yang dimiliki oleh
Bank Dunia telah berkembang sedemikian dramatis;
pada saat yang sama, keragaman pengaturan dana
perwalian meningkatkan kompleksitas pengelolaan
program secara signifikan. Di satu sisi, dana
perwalian multi-donor (MDF) yang besar atau dana
perwalian yang luar biasa besarnya ditetapkan
untuk melaksanakan program-program rekonstruksi
dan kegiatan-kegiatan pembangunan kapasitas.
Contoh-contohnya termasuk: MDF untuk Aceh dan
Nias, Dana Rekonstruksi Jawa, Fasilitas Pendukung
Desentralisasi, Program Pembangunan Kapasitas
Pendidikan Dasar, dan Dana Perwalian EC/Belanda
untuk Pengelolaan Keuangan Negara dan Program
Reformasi Administrasi Pendapatan. Di sisi yang lain,
dana perwalian ad hoc yang kecil untuk mendukung
kegiatan-kegiatan tertentu (meskipun jumlahnya
semakin berkurang). Contoh-contohnya termasuk:
Dukungan untuk Pengawasan KDP di Aceh dan Sumatra
Utara; JSDF: Meningkatkan Konektivitas Pedesaan
untuk Penghidupan yang Berkesinambungan; dana
hibah PHRD untuk proyek persiapan; dana hibah IDF
untuk kegiatan-kegiatan pengembangan kelembagaan
tertentu; dan, Kampanye TFESSD untuk Meningkatkan
Partisipasi Perempuan dalam Program-Program CDD.
Jumlah total portofolio dana perwalian aktif saat ini di
dalam portofolio Indonesia adalah sekitar US$1,3 miliar
dengan dana hibah aktif sebanyak 179. Komponen
portofolio terbesar adalah MDF untuk Aceh dan Nias,
dengan jumlah total sekitar US$492 juta (ikrar sekitar
US$700 juta). Dalam hal volume, Dana Perwalian yang
Dikelola oleh Penerima (Recipient Executed Trust Funds
(RETFs) merupakan bagian yang besarnya sekitar
90 persen dari portofolio. Kontribusi dan pencairan
tahunan yang baru selama tiga tahun terakhir masingmasing mencapai US$150 juta dan US$160 juta.
Kebutuhan akan Perubahan dalam
Pendekatan Strategis
Karena penyediaan dana hibah terus meningkat, maka
pendekatan yang “oportunistik” untuk memobilisasi
dana perwalian guna mendukung proyek-proyek
“donor” perlu kembali dipikirkan. Bagian tertentu di
Pemerintahan berpandangan bahwa sejumlah dana
perwalian menerapkan mekanisme seperti CGI, tanpa
benar-benar berkontribusi untuk penyatuan gagasan
tentang masalah-masalah pembangunan yang
penting atau mendukung agenda harmonisasi. Muncul
keprihatinan yang semakin besar bahwa “proyekproyek donor” akan melemahkan intervensi pemerintah
sendiri, terutama
apabila kegiatan-kegiatannya
dilakukan oleh para donor dan pendanaannya tidak
dimasukkan dalam anggaran pemerintah. Dengan
dorongan dari CPS untuk membangun lembaga
nasional dan meningkatkan praktik-praktik yang baik
tentang kebijakan dalam MIC yang baru muncul, timbul
peluang untuk beralih dari “proyek-proyek donor” ke
program-program yang dikendalikan oleh pemerintah,
di mana Bank Dunia memiliki peran sebagai fasilitator,
penyelenggara program, dan manajer fidusia.
Masalah-masalah utama yang harus
diatasi
Program dana perwalian ini telah berkembang hingga
suatu titik di mana sistem dan proses yang sudah ada
sulit untuk tetap sejalan dengan permintaan Pemerintah,
para donor, dan staf bank yang makin meningkat. Oleh
karena itu, suatu kerangka kerja manajemen yang baru
diusulkan sebagai bagian dari CPS untuk menjamin
efektivitas program dan menjadikannya berkelanjutan.
Hal ini akan mengharuskan perubahan pada cara Bank
Dunia bekerja dengan Pemerintah dan komitmen yang
dibuat Bank Dunia terhadap para donor, menerapkan
selektivitas yang lebih besar dalam penerimaan dana
perwalian berdasarkan penyesuaian dengan CPS,
kriteria efektivitas biaya, struktur kepemerintahan yang
efisien, dan penilaian risiko dan hasil-hasil dan dampak
yang diharapkan.
Usulan Suatu Kerangka Kerja
Manajemen Baru
Faktor pendorong utama dalam pendekatan yang
diusulkan ini beralih dari suatu pendekatan proyek
donor yang oportunistik ke pelibatan mitra-mitra
pembangunan untuk mendukung program-program
pemerintah yang sudah ada yang dimasukkan dalam
anggaran pemerintah. Pendekatan tersebut bertujuan
menghubungkan
prioritas-prioritas
Bappenas,
Departemen Keuangan, dan departemen yang terkait
seputar tantangan-tantangan CPS dalam meningkatkan
persaingan, penyertaan, dan keberlanjutan di
Pilar 1: Mengembangkan pendekatan yang
lebih strategis yang berfokus pada: (i)
selektivitas terhadap kegiatan-kegiatan program; (ii)
kepemimpinan pemerintah; (iii) penciptaan pertautan
dengan prioritas-prioritas Mitra Pembangunan; dan
(iv) Penyediaan dana program-program pemerintah.
(i) Selektivitas terhadap Kegiatan-Kegiatan Program
Kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan dana
Perwalian akan diselaraskan dengan CPS dan
mendukung prioritas-prioritas utama CPS. Kegiatankegiatan ini akan menjadi prioritas utama dari program
yang berkembang:
Pembiayaan bersama program-program utama
pemerintah seperti PNPM dan SISWA. Selain itu,
peluang-peluang dalam sektor-sektor lain akan dikaji,
termasuk jalan, pengelolaan sumber daya alam, dan
energi berkelanjutan.
Kemitraan untuk memperkuat sistem-sistem sektor
swasta. Membangun keadilan untuk rakyat miskin,
kerja antikorupsi, dan reformasi-reformasi PFM.
Kemitraan pemerintah daerah. Wilayah kepentingan
dapat berupa dukungan berkelanjutan untuk
desentralisasi dan pemerintahan daerah melalui DSF.
Kemitraan global. Mendukung keterkaitan dalam
bidang
pengelolaan
lingkungan,
penebangan
hutan, sumber daya alam dan kepemerintahan (di
mana terdapat peluang-peluang penambahan dan
penurunan untuk keperluan mitigasi) dan membantu
dalam perencanaan adaptasi dan pemasukan agenda
perubahan iklim yang menggunakan sumber-sumber
daya seperti Dana Investasi Iklim dan Dana Karbon.
Pada saat yang sama, Bank Dunia dan para donor
akan membuka peluang untuk masalah-masalah yang
belum ditentukan – menu terbuka yang memungkinkan
pengembangan pada bidang-bidang di mana terdapat
pejuang reformasi di pihak pemerintah. Hal itu
juga akan memungkinkan dilakukannya tanggapan
terhadap kebutuhan-kebutuhan yang tidak terduga,
seperti bencana alam, dan situasi darurat lainnya.
(ii) Kepemimpinan Pemerintah
Bank bekerja sama dengan Pemerintah untuk
memastikan kepemilikan penuh atas program-program
yang didanai oleh dana perwalian. Dalam konteks
tersebut, Bank bermaksud membangun modelmodel dana perwalian yang sukses yang melibatkan
97
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Beragam sasaran, dikombinasikan dengan proses
yang sangat terdesentralisasi dalam memobilisasi
dana-dana perwalian, memunculkan tantangantantangan khusus dalam menjamin arah strategis dan
selektivitas. Karena jumlah program-program dana
perwalian telah bertambah, maka muncul pertanyaan
apakah selektivitas sudah cukup digunakan atau tidak
terhadap prakarsa-prakarsa baru, dan apakah biayabiaya untuk mengelolanya telah benar-benar dipahami
dan diperhitungkan pada saat komitmen dibuat.
Indonesia. Kerangka kerja yang baru akan fokus pada
penyelarasan insentif-insentif pemerintah, mitra-mitra
donor, dan Bank untuk membantu mencapai hasil-hasil
di lapangan. Elemen-elemen utama dalam pendekatan
yang diusulkan ini adalah:
pemerintah sepenuhnya dalam struktur manajemen
model-model dana perwalian tersebut. Dua model
yang sukses adalah: (a) MDF untuk Aceh dan Nias, di
mana BRR bertanggung jawab untuk mengumpulkan
proposal-proposal yang sesuai dengan rencana
rekonstruksi Aceh dan memberikannya kepada
Komite Pengarah yang dipimpin oleh Pemerintah
dan para donor; dan (b) Program Pembangunan
Kapasitas Pendidikan Dasar yang telah membantu
mendanai dukungan analitis yang ekstensif terhadap
formulasi kebijakan untuk mendukung Kebijakan
Pendidikan Jangka Menengah, atau RENSTRA. Bank
dan Pemerintah terlibat dalam suatu dialog tematis
berdasarkan pekerjaan analitis yang dilakukan dengan
dana perwalian.
Upaya-upaya
lain
untuk
mengembangkan
kepemimpinan pemerintah dapat meliputi: (i) penentuan
titik fokus Departemen Keuangan atau Bappenas; (ii)
pelaporan yang lebih baik untuk Pemerintah tentang
kinerja portofolio dana perwalian; dan (iii) beralih pada
kapasitas konsultan Pemerintah yang dikembangkan
di Bank dari pembiayaan dana perwalian.
98
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
(iii) Hubungan dengan Mitra-Mitra Pembangunan
Mitra-mitra pembangunan juga telah menunjukkan
minat menggunakan pendekatan-pendekatan yang
lebih programatis untuk mobilisasi dan manajemen
dana perwalian, kemungkinan berpusat sekitar
tema-tema lintas sektoral yang berfokus pada tujuan
bersama. Bank bermaksud mengurangi jumlah dana
perwalian ad hoc (khusus untuk suatu maksud) dan
semakin mendekati para donor untuk menyokong
dana perwalian program tematis sejalan dengan
aturan strategis pemerintah. Kebutuhan dan prioritas
yang berhubungan dengan perkembangan akan
diidentifikasi sebagai suatu bagian dari dialog sektoral
antara departemen lini dan donor. Permintaan untuk
pendanaan untuk program-program yang dihasilkan
akan diprioritaskan dan menu diberikan kepada donor
setelah berkonsultasi dengan Bappenas. Syarat
untuk program-program dana perwalian berikutnya
akan lebih distandardisasikan, dengan kesepakatan
yang dibuat di awal dengan donor berkaitan dengan
tingkat layanan. Model yang ideal akan memasukkan
tujuan-tujuan tematis yang telah disepakati, dan
kriteria luas untuk alokasi dana, dengan Bank yang
berwenang untuk mengalokasikan dana tersebut di
dalam kerangka kerja perencanaan tahunan. Bank
akan mempertimbangkan untuk mengadakan suatu
“forum” tahunan bersama dengan pemerintah untuk
menyampaikan kebutuhan-kebutuhan pendanaan
untuk program-program prioritas.
(iv) Penggunaan program-program Pemerintah
Pemasyarakatan dana perwalian ke dalam prosesproses penyusunan program pemerintah adalah hal
yang penting dan tetap merupakan bagian agenda CPS
yang penting. Pemerintah telah memulai proses untuk
memasukkan RETF dan BETF untuk kegiatan penerima
donor dalam proses penyusunan anggaran, meskipun
proses yang lebih spesifik mungkin diperlukan untuk
memasukan dana perwalian yang kecil yang disetujui
selama tahun anggaran pemerintah.
Pilar
2:
Memperkuat
pengelolaan
dan
pengendalian risiko: Meski penerimaan dana
perwalian telah memperkuat kemitraan dan memberikan
keuntungan yang besar kepada Pemerintah dan Bank
Dunia, terdapat pula beberapa rangkaian risiko yang
menyertai penerimaan pembiayaan dari sumbersumner luar. Karena program dana perwalian Indonesia
telah berkembang, pemahaman tentang risiko-risiko
tersebut dan pengelolaannya secara lebih eksplisit
menjadi semakin penting. Risiko-risiko utama yang
teridentifikasi untuk program dana perwalian antara
lain:
• Strategi
dan
Kebijakan
–
standardisasi,
pencadangan biaya, pelaksanaan, dan pendanaan
biaya staf;
• Proses-proses dan Sistem-sistem – formatformat baku yang mudah digunakan, pengelolaan
portofolio, pelaporan donor dan peningkatan
sistem;
• Administratif
dan
manajerial
–
termasuk
permasalahan
ruang
kantor,
pengawasan
pembukuan, pengelolaan portofolio; dan,
• Operasional – transparansi dan klarifikasi
akuntabilitas untuk meningkatkan kepercayaan
terhadap kontrol Bank atas sumber-sumber dana
perwalian; dan pengembangan alat-alat baru untuk
membantu tim yang menegosiasikan pengaturanpengaturan dana perwalian.
Pilar 3: Meningkatkan efektivitas dan proses
operasional: Perubahan kebijakan yang barubaru ini dibuat untuk dana perwalian yang disetujui
oleh Dewan telah menciptakan lingkungan yang
mendukung untuk membuat penyesuaian terhadap
kerangka kerja manajemen untuk program-program
dana perwalian di Indonesia. Tantangan terhadap
CMU Indonesia adalah mengembangkan sistemsistem yang akan membantu meningkatkan efisiensi
dan menurunkan kompleksitas. Jika memungkinkan,
CMU akan melaksanakan pendekatan berada di arus
utama, mengembangkan proses operasional yang ada
dan mendorong mobilisasi dana perwalian yang lebih
terkoordinasi dan disiplin.
Selanjutnya, pemasyarakatan dana perwalian yang
semakin meningkat ke dalam perencanaan usaha
reguler, pengelolaan sumber daya, dan proses-proses
pengawasan kualitas akan tetap menjadi prinsip
operasional yang penting. Beberapa tindakan kunci
yang diusulkan adalah:
1. Menciptakan Pusat Pelayanan untuk Dukungan
Pengelolaan Dana Perwalian di Biro Jakarta. Pusat
Pelayanan akan bertanggung jawab untuk:
2.
3.
5.
Untuk mendukung pelaksanaan kerangka kerja
yang baru, CMU akan mengembangkan Rencana
Pengelolaan Dana Perwalian (Trust Fund Management
Plan) (yang diseuaikan dengan Rencana Pengelolaan
Dana Perwalian Daerah (Regional Trust Fund
Management Plan) sebagaimana dipersyaraktan oleh
Kerangka Kerja Dana Perwalian yang baru yang disetujui
oleh Dewan) sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
usaha yang disebutkan di atas. Rencana tersebut
akan dikembangkan secara luwes demi memenuhi
kebutuhan pemerintah, mitra-mitra pembangunan,
dan staf Bank.
99
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
4.
• Menjamin kualitas, M&E pada level portofolio,
koordinasi donor secara keseluruhan, pengawasan,
standardisasi dari ketentuan-ketentuan kunci
dalam perjanjian-perjanjian dengan donor-donor,
sosialisasi praktik yang baik (misalnya, dalam hal
menegosiasikan pendukung dana perwalian);
• Peninjauan portofolio yang berbasis hasil,
termasuk menindaklanjuti dana perwalian yang
berisiko dan mendukung operasi-operasi dana
perwalian yang kompleks; dan,
• Meningkatkan koordinasi dengan departemen
SDM, hukum, dan unit-unit pendukung lainnya.
Mendorong tim-tim untuk fokus pada aspek-aspek
substantif dari kegiatan dan memastikan staf tidak
“dihukum” karena mengumpulkan Dana Perwalian.
Meningkatkan pengawasan manajerial terhadap
para konsultan pada umumnya dan menciptakan
unit penelitian/pendukung internal di mana keahliankeahlian dapat digunakan untuk menggerakkan
konsultan dalam jangka menengah dari BETF ke
RETF.
Mengubah persamaan efektivitas biaya. Memperoleh
kembali biaya aktual untuk program-program
dana perwalian yang kompleks, mengembangkan
kebijakan pemulihan biaya yang baru untuk Bank.
Mengakui pencapaian-pencapaian yang baik dalam
manajemen dana perwalian dan koordinasi donor
dalam keputusan-keputusan tentang promosi untuk
staf dan manajer.
Diharapkan bahwa sistem-sistem dan prosesproses yang telah ditingkatkan akan lebih membantu
pencapaian tujuan-tujuan selektvitas dan pencapaian
hasil-hasil, karena manajemen bekerja untuk
memastikan bahwa tidak ada amanat-amanat yang
tidak didanai. Pendekatan ini juga dapat berarti
meninggalkan dana perwalian yang tidak sesuai
dengan prioritas Pemerintah dan CPS yang baru.
Apendiks 11: Lampiran A
Indonesia: Portofolio Dana Perwalian, dalam jutaan Dolar AS
100
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Area keterlibatan
Kelestarian Lingkungan dan Mitigasi Bencana
Multi-Donor Fund for Aceh and Nias (RETF)
Aceh Response - JSDF (RETF)
Java Reconstruction Fund (RETF)
Avian Influenza (RETF)
Ozone Depletion Phase-Out (RETF)
Global Environmental Facility (RETF)
Lembaga dan Sistem Pemerintah Pusat
Public Financial Management (RETF)
Public Financial Management (BETF)
Institutional Development (BETF)
Governance (BETF)
Lembaga dan Sistem Pemerintah Daerah
Decentralization Support Facility (BETF)
Pengembangan Sektor Swasta
Smallholder Agribusiness (RETF)
Investment Climate and Trade (BETF)
Infrastruktur
Water Supply and Sanitation (RETF)
Urban Development (RETF)
Water Resources Management (RETF)
Water & Sanitation (BETF)
Pembangunan Masyarakat dan Perlindungan Sosial
Poverty Reduction/CDD (RETF)
PNPM (RETF)
SPADA (RETF)
Pendidikan
Education - Cofinancing (RETF)
Basic Education Capacity (RETF)
Basic Education Capacity (BETF)
Donor Utama
697
8
84
15
37
9
EC, Belanda, DFID, Kanada, WBG, Swedia
Jepang
EC, Belanda, DFID, Kanada
EC, Jepang
Beberapa donor
Beberapa donor
8
3
25
6
Jepang
Belanda
Belanda
Belanda
20
DFID, AusAID
5
7
10
5
15
3
107
61
5
92
28
13
AusAID
Belanda
AusAID, Belanda
Jepang
Belanda
Belanda
Belanda, DFID, EC
Denmark, Belanda, DFID, Kanada, Australia
DFID
Belanda
Belanda, EC
Belanda, EC
Catatan:
Angka di atas mewakili komitmen kumulatif dan pencairan dana biasanya mencapai beberapa tahun (dengan rata-rata lima
tahun).
RETF adalah Recipient Executed Trust Funds yang biasanya dilaksanakan oleh badan pelaksana pemerintah. BETF adalah Bane
Executed Trust Fund yang dilaksanakan oleh Bank Dunia.
Lebih dari 90 persen dana perwalian dilaksanakan oleh penerima (ditunjukkan berbayang). Sebagai contoh, hampir semua dana
perwalian untuk Kelestarian Lingkungan dan Mitigasi Bencana dilaksanakan oleh entitas pemerintah.
Apendiks 11: Lampiran B
Dana Perwalian Aktif yang Utama
Multi-Donor Fund for Aceh and Nias (MDF): Banyak
Donor (US$697 juta): MDF mendukung rehabilitasi dan
rekonstruksi di Aceh dan Nias setelah terjadi gempa
bumi dan tsunami pada Desember 2004, serta gempa
bumi pada Maret 2005. MDF berfungsi sebagai dasar
memobilisasi sumber daya donor dan menyediakan
bantuan keuangan untuk mendukung program
pemulihan Pemerintah menggunakan kerangka kerja
terkoordinasi untuk menyalurkan bantuan ke area-area
rekonstruksi, rehabilitasi infrastruktur dan transportasi,
sertifikasi tanah, pembangunan kapasitas dan
kepemerintahan, serta pengelolaan lingkungan lestari.
Fasilitas Pendukung Desentralisasi (Decentralization
Support Facility/DSF) I dan II: Banyak Donor (Inggris,
Australia) (US$20 juta): Dana perwalian DSF I dan II
mendukung pembentukan dan pemberian fungsi
pemerintah-pemerintah daerah dan lokal dan pada
saat yang sama mempromosikan pendekatan donor
yang diselaraskan untuk mendukung program
reformasi pemerintah daerah Indonesia. Para donor
mendukung kemitraan di antara pemerintah, Bank
Dunia, dan donor yang memiliki kepentingan serupa
yang terlibat dalam desentralisasi. Dana digunakan
untuk kegiatan-kegiatan analitis dan pemberian nasihat
untuk menyatukan kebijakan-kebijakan dan praktekpraktek donor yang relevan untuk desentralisasi.
Pendidikan yang Lebih Baik melalui Proyek Manajemen
yang Direformasi dan Peningkatan Mutu Guru secara
Universal (Better Education through Reformed
Management and Universal Teacher Upgrading Project/
BERMUTU): Belanda (US$52 juta): Dana perwalian ini
turut membiayai Proyek BERMUTU yang didukung
oleh Bank. Tujuan pembangunan dana hibah ini adalah
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas
dan kinerja secara keseluruhan melalui peningkatan
pengetahuan guru dalam bidang kajian dan
keterampilan pedagogis di dalam kelas. Dana perwalian
ini akan memberikan kontribusi dalam meningkatkan
kompetensi dan kinerja guru untuk meningkatkan
pembelajaran siswa sehingga memberikan kontribusi
kepada pembangunan kualitas sumber daya manusia,
dan pada akhirnya meningkatkan produktivitas dan
meningkatkan daya saing Indonesia di dalam ekonomi
global.
Program Kapasitas Pendidikan Dasar (BEC): Banyak
Donor (setara dengan US$40,5 juta): Dana perwalian
BEC mendukung pemerintah mencapai tujuan
pembangunan milenium (MDG) dan and EFA melalui
tata kelola pemerintahan yang baik dalam bidang
pendidikan. Tujuan dari program ini adalah mendukung
peningkatan penyediaan layanan pendidikan dasar
yang terdesentralisasi oleh pemerintah-pemerintah
dan sekolah-sekolah daerah dan di wilayah-wilayah
program yang dipilih, juga di lokasi-lokasi lain.
101
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Dana Rekonstruksi Jawa (Java Reconstruction Fund/
JRF): Banyak Donor (US$84 juta): Fokus JRF adalah
mendukung proses rekonstruksi dan rehabilitasi
menyusul terjadinya gempa di Jogyakarta-Jawa Tengah
pada Mei 2006. JRF mendanai pembangunan kembali
rumah-rumah yang diperkuat, infrastruktur yang rusak,
dan kondisi mata pencaharian yang terkena dampak
bencana.
Dana Perwalian Pembangunan Kapasitas dan
Pembangunan Kelembagaan (Institutional Development
and Capacity Building TF): Belanda (US$25 juta):
Dana perwalian ini, dengan ditunjang oleh lembagalembaga lain, mendukung reformasi kepemerintahan,
peningkatan iklim investasi, reformasi bidang hukum
dan peradilan, reformasi kepegawaian, pembangunan
wilayah Timur Indonesa, dan belanja publik.
Lampiran A2
Indonesia: Sekilas
Indikator Pembangunan Utama (2006)
Indonesia Asia
Timur &
Pasifik
Populasi, tengah tahun (juta)
224
Area permukaan (ribuan km2)
1,900
Lower
middle
income
2,276
1,860
75+
Laki-laki
Perempuan
60-64
28,549
Pertumbuhan populasi
1.3
0.8
0.9
Populasi perkotaan (% dari total populasi)
48
42
47
316
3,539
4,635
PNB (Metode Atlas, miliar US$)
Distribusi Usia, 2006
PNB per kapita (Metode Atlas, US$)
1,410
1,863
2,037
PNB per kapita (PPP, $ internasional)
3,950
6,821
7,020
Pertumbuhan PDB
5.5
9.4
8.8
Pertumbuhan PDB per kapita
4.0
8.6
7.9
..
45-49
30-34
15-19
0-4
15
10
5
0
persen
5
10
15
(estimasi terkini, 2000-2006)
9
50
37
..
Harapan hidup saat kelahiran (tahun)
67
71
71
Kematian anak (per 1.000 kelahiran hidup)
30
26
31
Malnutrisi anak (% anak di bawah 5 tahun)
29
15
13
Melek aksara orang dewasa, laki-laki (% umur 15 ke
atas)
94
95
93
102
Melek aksara orang dewasa, perempuan (% umur 15
ke atas)
87
87
85
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Pendaftaran sekolah dasar, laki-laki (% kelompok umur)
118
115
117
Pendaftaran sekolah dasar, perempuan (%kelompok
umur)
116
113
114
79
79
81
2000
2006
1980
1990
Arus Bantuan Bersih (juta US$)
941
1,716
1,654
2,524
Jepang
350
868
970
1,223
Australia
48
77
72
185
Tiga donor teratas (tahun 2006)
Belanda
Bantuan (% PNB)
85
190
144
176
1.3
1.6
1.1
0.9
6
10
8
11
Bantuan per kapita
Tren Ekonomi Jangka Panjang
Harga konsumen (% perubahan per tahun)
9.5
7.5
3.7
13.1
Faktor penurun implisit PDB (% perubahan per
tahun)
31.0
7.7
20.4
13.6
Nilai tukar (rata-rata / tahun, mata uang setempat
/ US$)
627.0
1,842.8
8,421.8
9,159.3
PDB (juta US$)
50
0
1990
1995
2000
2005
Pertumbuhan PDB dan PDB per kapita, %
20
10
0
-10
PDB
PDB per kapita
-20
95
90
1980–90
05
00
1990–2000
2000–06
(% pertumbuhan tahunan rata-rata)
..
63
100
76
1.8
1.5
1.4
148.3
178.2
206.3
223.9
6.1
4.2
4.9
Indeks syarat dagang (2000 = 100)
Populasi, tengah tahun (juta)
per 1,000
75
25
Akses ke peningkatan sumber air (% populasi)
ODA dan bantuan resmi bersih
Tingkat Kematian Balita,
100
Indonesia
8.5
Rasio jumlah penduduk miskin pada $2 per hari
Asia Timur & Pasifik
Rasio jumlah penduduk miskin pada $1 per hari
78,013 114,426
(% of GDP)
3.6
2.0
3.1
5.2
4.0
Pertanian
24.0
19.4
15.6
12.9
7.3
Industri
41.7
39.1
45.9
47.0
12.8
6.7
5.1
13.0
20.7
27.7
28.0
6.5
4.0
6.5
34.3
41.5
38.5
40.1
5.2
6.6
4.5
4.6
0.1
8.3
5.4
Manufaktur
Jasa
Pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga
51.4
58.9
60.7
62.0
Pengeluaran konsumsi akhir umum pemerintah
10.5
8.8
6.5
8.6
7.7
-0.6
5.9
7.7
5.7
9.0
Pembentukan modal kotor
24.1
30.7
22.2
24.6
2.7
Ekspor barang dan jasa
34.2
25.3
41.0
30.9
1.2
Impor barang dan jasa
20.2
23.7
30.5
26.1
Catatan: Angka bercetak miring adalah untuk tahun-tahun selain yang ditentukan. Data 2006 adalah data awal. .. menunjukkan
Lampiran A2
Indonesia: Sekilas
Neraca Pembayaran dan Perdagangan (juta US$)
Indikator kepemerintahan, 2000 dan 2006
2000
2006
Total ekspor barang (fob)
62,124
103,514
Total impor barang (fob)
33,515
73,868
Suara dan
pertanggungjawaban
Perdagangan barang dan jasa bersih
29,862
19,539
Stabilitas politik
Saldo transaksi berjalan
23,982
9,937
Sebagai % PDB
Kiriman uang tenaga kerja dan kompensasi pegawai
(penerimaan)
Devisa, termasuk emas
14.5
2.7
2,380
5,722
29,268
43,083
19.7
19.1
2006 – peringkat persentil negara (0-100)
2000 – nilai lebih tinggi adalah lebih baik
Kualitas peraturan
Supremasi hukum
Pengendalian korupsi
Pembiayaan Pemerintah Pusat (% PDB)
Pendapatan lancar (termasuk hibah)
11.1
12.3
Pengeluaran lancar
Pendapatan pajak
15.6
11.5
Surplus/defisit keseluruhan
-1.8
-0.9
Individual
35
35
Korporat
30
30
0
25
50
100
75
Sumber: Kaufmann-Kraay-Mastruzzi, Bank Dunia
Tingkat pajak marginal tertinggi (%)
Komposisi total utang eksternal, 2006 (juta US$)
IBRD, 7,423
Arus Utang dan Sumber Daya Eksternal (juta US$)
Total utang jatuh tempo dan cair
Total pembayaran utang
IDA, 1,318
Jangka pendek, 0
141,693 125,846
30,675
–
–
Total utang (% PDB)
85.9
34.5
Total pembayaran utang (% ekspor)
11.2
24.9
Investasi langsung asing (arus masuk bersih)
-7,896
2,877
Ekuitas portofolio (arus masuk bersih)
-1,911
-340
103
Multilateral lain, 14,851
Swasta, 63,567
Bilateral, 38,687
Pengembangan Sektor Swasta
Waktu yang diperlukan untuk memulai usaha (hari)
..
97
Biaya untuk memulai usaha (% PNB per kapita)
..
86.7
Waktu yang diperlukan untuk mendaftarkan properti (hari)
..
42
Dinilai sebagai hambatan besar atas usaha (% persetujuan
manajer yang disurvei)
Ketidakpastian kebijakan ekonomi dan peraturan
..
48.2
Korupsi
..
41.5
Kapitalisasi pasar modal (% PDB)
Rasio modal bank terhadap aset (%)
Teknologi dan Infrastruktur
Jalan beraspal (% total)
Pelanggan telepon jaringan tetap dan seluler (per 1.000
orang)
Ekspor teknologi tinggi (% ekspor manufaktur)
16.3
38.1
6.0
10.5
2000
2005
57.1
55.3
5
23
2000 2006
IBRD
Total utang yang jatuh tempo dan
dicairkan
Pencairan
1,051
Pembayaran pokok
761
Pembayaran bunga
950
696
425
IDA
Total utang yang jatuh tempo dan
dicairkan
714
Pencairan
59
316
Total pembayaran pokok dan bunga
31
37
16.2
16.3
462
26
Total portofolio yang jatuh tempo dan
dicairkan
880
25
Lingkungan
Lahan pertanian (% area lahan)
Portofolio Kelompok Bank Dunia (juta US$)
IFC (tahun fiskal)
54.0
7.3
dari akun IFC sendiri
480
325
Area yang dilindungi nasional (% area lahan)
..
4.2
Pencairan untuk akun IFC sendiri
20
46
Sumber daya air tawar per kapita (meter kubik)
..
12,867
43
46
Pengambilan air tawar (% sumber day ainternal)
2.9
..
Penjualan portofolio, prapembayaran dan
pembayaran utang untuk akun IFC sendiri
Emisi CO2 per kapita (mt)
1.3
1.4
PDB per unit penggunaan energi (2000 PPP $ per kg dari
ekuivalen minyak)
4.1
4.1
707
800
Area hutan (% area lahan)
Penggunaan energi per kapita (kg dari ekuivalen minyak)
MIGA
Catatan: Angka bercetak miring adalah untuk tahun-tahun selain yang ditentukan. Data 2006 adalah data awal. .. menunjukkan
bahwa data tidak tersedia. a. Data bantuan adalah untuk tahun 2005
Development Economics, Development Data Group (DECDG).
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
16,622
Penghapusan utang (HIPC, MDRI)
IMF, 0
Lampiran A2
Indonesia: Tujuan Pembangunan Milenium
Dengan target pilihan yang harus dicapai antara 1990 sampai 2015, estimasi terbaru ditunjukkan, +/- 2 tahun
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Indikator pendidikan, %
125
100
100
75
75
50
25
0
50
Rasio pendaftaran pendidikan dasar bersih
Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki
di pendidikan dasar dan menengah
2000
2001
2002
2003
2004
2005
1990
1995
2000
2005
..
..
..
..
13.9
15.7
..
34.0
7.2
27.1
8.4
24.6
..
17.8
..
29.0
97
94
46
..
..
96
..
..
94
97
55
..
94
101
63
..
93
29
12
..
29
13
96
32
8
99
31
11
91
60
58
66
48
63
48
36
72
38
30
72
..
32
..
37
230
64
..
72
..
50
343
..
..
55
..
1
..
57
..
20
0.1
57
245
53
72
46
64.3
..
0.8
4.1
..
..
..
..
1.2
4.6
..
..
54.0
..
1.3
4.1
77
55
48.8
20.6
1.4
4.1
6
0
1
8.9
18
0
5
13.4
50
9
10
..
184
73
14
..
Imunisasi campak, % anak usia satu tahun
25
0
Indikator TIK, per 1,000 orang
200
Indonesia
Asia Timur & Pasifik
104
Tujuan 1: mengurangi separuh kemiskinan $1 per hari dan malnutrisi
Rasio jumlah penduduk miskin pada $1 per hari (PPP, % populasi)
Rasio jumlah penduduk miskin pada garis kemiskinan nasional (% populasi)
Pembagian pendapatan atau konsumsi kepada masyarakat termiskin (%)
Prevalensi malnutrisi (% anak di bawah 5 tahun)
Tujuan 2: memastikan anak-anak dapat menyelesaikan pendidikan dasar
Pendaftaran sekolah dasar (bersih, %)
Tingkat penyelesaian sekolah dasar (% kelompok umur yang relevan)
Pendaftaran sekolah menengah (kotor, %)
Tingkat melek aksara pemuda (% penduduk umur 15-24)
Tujuan 3: mengeliminasi kesenjangan jender dalam pendidikan dan pemberdayaan wanita
Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di pendidikan dasar dan menengah (%)
Wanita yang dipekerjakan di sektor nonpertanian (% pemberian kerja non pertanian)
Proporsi kursi yang diduduki wanita di DPR (%)
Tujuan 4: mengurangi dua per tiga kematian balita
Tingkat kematian balita (per 1.000)
Tingkat kematian bayi (per 1.000 kelahiran hidup)
Imunisasi campak (proporsi anak usia satu tahun yang diimunisasi, %)
Tujuan 5: mengurangi tiga per empat kematian ibu hamil
Rasio kematian ibu hamil (estimasi model, per 100.000 kelahiran hidup)
Kelahiran yang dibantu staf kesehatan terampil (% total)
Tujuan 6: menghentikan dan mulai mempersempit penyebaran HIV/AIDS dan penyakit utama lain
Prevalensi HIV (% populasi berumur 15-49)
Prevalensi kontrasepsi (% wanita berumur 15-49)
Insiden tuberkulosis (per 100.000 orang)
Kasus tuberkulosis yang terdeteksi DOTS (%)
Tujuan 7: mengurangi separuh proporsi masyarakat yang tidak memiliki akses tetap ke kebutuhan
dasar
Akses ke peningkatan sumber air (% populasi)
Akses ke peningkatan fasilitas sanitasi (% populasi)
Area hutan (% total area lahan)
Area yang dilindungi secara nasional (% total area lahan)
Emisi CO2 (metrik ton per kapita)
PDB per unit penggunaan energi (konstan 2000 PPP $ per kg dari ekuivalen minyak)
Tujuan 8: mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Pelanggan telepon jaringan tetap dan seluler (per 1.000 orang)
Pengguna internet (per 1.000 orang)
Komputer pribadi (per 1.000 orang)
Pengangguran pemuda (% total angkatan kerja berumur 15-24)
1990
150
Pelanggan telepon
jaringan tetap dan seluler
Pengguna internet
100
50
1995
2000
2005
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005
Catatan: Angka bercetak miring adalah untuk tahun-tahun selain yang ditentukan. .. mengindikasikan tidak adanya data.
Development Economics, Development Data Group (DECDG).
Lampiran B2.
Indikator-indikator Pilihan untuk Kinerja dan Manajemen Portofolio Bank
Indikator
2006
2007
2008
Portfolio Assessment
Jumlah Proyek dalam pelaksanaan a
26
26
27
Rata-rata masa pelaksanaan (tahun) b
3.2
3.7
3.8
Persentase Proyek Bermasalah menurut Angka a, c
3.8
11.5
25.9
Persentase Proyek Bermasalah menurut Jumlah a, c
4.4
7.1
13.9
Persentase Proyek Berisiko menurut Angka a, d
7.7
15.4
29.6
Persentase Proyek Berisiko menurut Jumlah
4.5
10.9
17.5
20.9
20.2
24.9
Since FY 80
Last Five FYs
a, d
Rasio Pencairan (%) e
Pos Memorandum
Evaluasi Proyek oleh OED menurut Angka
267
18
23,328.2
1,325.2
% Proyek OED dengan nilai U atau HU menurut Angka
24.2
27.8
% Proyek OED dengan nilai U atau HU menurut Jumlah
22.0
9.9
Evaluasi Proyek oleh OED menurut Jumlah (Juta Dolar AS)
a. Seperti tampak di Laporan Tahunan tentang Kinerja Portofolio (kecuali untuk TA sekarang).
b. Rata-rata usia proyek dalam portofolio negara Bank.
c. Persentase proyek bernilai U atau HU pada tujuan pembangunan (DO) dan/atau kemajuan pelaksanaan (IP).
d. Seperti didefinisikan menurut Program Peningkatan Portofolio.
e. Perbandingan pengeluaran sepanjang tahun dengan saldo portofolio Bank yang belum dikeluarkan pada awal tahun.
* Semua indikator adalah untuk proyek-proyek yang aktif dalam Portofolio, dengan pengecualian Perbandingan Pengeluaran, yang mencakup
semua proyek aktif sekaligus proyek-proyek yang sudah ditutup selama tahun
anggaran.
105
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Lampiran B3.
Indonesia: Program Peminjaman IBRD Indikatif, TA09-12
Tahun
Anggaran
Nama Produk
2009
Peminjaman Kebijakan yang Diajukan
DPL5
IDPL2
Proyek Peminjaman Investasi yang Diajukan
900
700
200
1,590
BOS (Penyelenggaraan dan Beasiswa Sekolah)
600
PINTAR (GFMRAP2)
145
Perbaikan Jalan Nasional (Indonesia Barat)
80
Perbaikan Operasional Dam
50
Persediaan dan Kebersihan Air Perkotaan
30
PNPM II (Perdesaan)
250
PNPM II (Perkotaan)
185
Inisiatif Pengerukan Darurat Jakarta
150
Keuangan Infrastruktur Swasta
Total TA09 (dengan Proyek Investasi Siaga)
2010
IBRD Dolar AS (juta)
100
2,490
Peminjaman Kebijakan yang Diajukan
DPL6
IDPL3
Perubahan Iklim/DPL tematik/sektoral lainnya
106
Proyek Peminjaman Investasi yang Diajukan
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
BOS/ SISWA Pendidikan
DAU Pemerintah daerah/ Dukungan DAK
Proyek Pemeliharaan Jalan Nasional
PNPM III (Pedesaan)
PNPM III (Perkotaan)
Hidroelektris Penyimpanan Pompa
Memperkuat statistik Indonesia (STATCAP)
Proyek sektoral lain
TA10 Total
2011
1,500 - 2,500
Peminjaman Kebijakan yang Diajukan
DPL/IDPL/CC DPL/DPL tematik/sektoral lainnya
Proyek Peminjaman Investasi yang Diajukan
SISWA Pendidikan
PNPM I (Gabungan Pedesaan/perkotaan)
Proyek sektoral lainnya
TA11 Total
2012
1,500 - 2,500
Peminjaman Kebijakan yang Diajukan
DPL/IDPL/DPL CC/DPL tematik/sektoral lainnya
Peminjaman Kebijakan yang Diajukan
PNPM II (Gabungan Pedesaan/perkotaan)
PFM/Pegawai Negeri Sipil
Proyek sektoral lainnya
TA12 Total
1,500 - 2,500
Lampiran B3.
Indonesia: Program Pelaksanaan Investasi IFC
2005
2006
2007
2008*
Bruto
639.6
742.3
873.1
718.3
Bersih**
491.8
605.9
742.7
703.0
Komitmen (juta dolar AS)
Komitmen Bersih menurut Sektor (juta dolar AS)
Layanan Akomodasi & Pariwisata
Pertanian & Kehutanan
Bahan-bahan kimia
5.0
3.8
1.3
0.0
33.0
88.5
60.4
60.6
160.4
148.1
116.4
100.7
Sarana Investasi Kolektif
0.0
0.0
0.0
15.0
Pendidikan & Jasa
2.8
2.8
5.2
5.1
Keuangan & Asuransi
158.9
221.2
397.1
390.0
Makanan & Minuman
61.8
84.6
113.0
106.2
Produk Industri & Konsumen
44.2
36.8
32.4
21.2
Minyak, Gas & Pertambangan
0.0
0.0
0.0
0.0
Profesional, Ilmiah & Teknis
1.2
1.0
1.0
0.0
12.4
11.6
11.6
0.0
Pengangkutan & Gudang
8.3
3.3
0.0
0.0
Perdagangan Grosir & Eceran
3.9
4.2
4.2
4.2
491.8
605.9
742.7
703.0
1%
1%
0%
0%
Tekstil, Pakaian & Kulit
Komitmen Bersih menurut Sektor (%)
Layanan Akomodasi & Pariwisata
7%
15%
8%
9%
33%
24%
16%
14%
Sarana Investasi Kolektif
0%
0%
0%
2%
Pendidikan & Jasa
1%
0%
1%
1%
Keuangan & Asuransi
32%
37%
53%
55%
Makanan & Minuman
Bahan-bahan kimia
13%
14%
15%
15%
Produk Industri & Konsumen
9%
6%
4%
3%
Minyak, Gas & Pertambangan
0%
0%
0%
0%
Profesional, Ilmiah & Teknis
0%
0%
0%
0%
Tekstil, Pakaian & Kulit
3%
2%
2%
0%
Pengangkutan & Gudang
2%
1%
0%
0%
Perdagangan Grosir & Eceran
1%
1%
1%
1%
100%
100%
100%
100%
Pinjaman
60%
80%
84%
82%
Modal
13%
7%
5%
8%
4%
3%
2%
2%
17%
6%
7%
7%
5%
5%
1%
1%
100%
100%
100%
100%
Komitmen Bersih menurut Instrumen Investasi (%)
Pinjaman Semu + Modal Semu
Jaminan
Manajemen Risiko
Total
* Per tanggal 31 Maret 2008
** khusus Rekening IFC sendiri
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Pertanian & Kehutanan
107
Lampiran B4.
Indonesia: Ringkasan Beberapa Kegiatan yang Baru dan Sedang Berlangsung
untuk Layanan Non Peminjaman
Produk
Tahun Anggaran Penyelesaian
Sasarana
Pelaksanaan Program & Dukungan Sektoral untuk Aceh
2007
GOV
Analisis Belanja Publik Aceh
2007
GOV
Saran AntiKorupsi bagi Badan-badan Daerah
2007
OTH
Menghindari Krisis Infrastruktur
2007
GOV
Dukungan Platform CDD
2007
OTH
Konflik dan Kemiskinan
2007
OTH
Desentralisasi Bantuan Teknis dan Layanan Konsultasi
2007
GOV
Mengembangkan pulau-pulau bagian Timur
2007
OTH
Analisis Kebijakan Subsidi Bahan bakar
2007
GOV
HIV/AIDS
2007
GOV
Penilaian Kemiskinan Indonesia
2007
GOV
Tindak Lanjut & Dialog Kebijakan Konferensi Infrastruktur
2007
GOV
Keadilan bagi Masyarakat Miskin
2007
OTH
Platform LDL
2007
GOV
Penelitian Migrasi dan Pengiriman Uang
2007
OTH
Analisis Belanja Publik Nias
2007
GOV
Kerangka Kebijakan untuk Pemasangan Listrik Daerah dan Akses Pedesaan
2007
PUB
Tinjauan Ulang Belanja Publik
2007
GOV
Meningkatkan Produktivitas Pedesaan
2007
GOV
Penyertaan Sosial
2007
OTH
Peta Jalan Perlindungan Sosial
2007
GOV
Pendaftaran Reformasi Desentralisasi
2007
GOV
Proses Perdamaian Aceh – Reintegrasi dan Bantuan Analitis
2008
OTH
Pengembangan Program Bantuan Tunai Bersyarat
2008
GOV
Sarana Dukungan Terdesentralisasi
2008
OTH
Survei Pemerintahan dan Desentralisasi 2
2008
PUB
Aspek-aspek Sosial Pengentasan Kemiskinan
2008
OTH
Keadaan Terakhir Kemiskinan dan Ekonomi Aceh 2008
2008
GOV
Memperdalam Reformasi Belanja di Indonesia
2008
GOV
Perolehan Lahan dan Pengembangan Kebijakan
2008
GOV
Laporan Pengukuran Kinerja Manajemen Keuangan Publik
2008
GOV
Sarana Bantuan Teknis Tanggapan untuk Aceh
2008
GOV
AntiKorupsi
2008
OTH
Pemantauan Korupsi
2008
PUB
CPAR
2008
GOV
Menciptakan Sektor Finansial yang Beragam di Indonesia
2008
GOV
Desentralisasi
2008
GOV
Penguatan Sistem Kesehatan – Analisis Ruang Anggaran untuk Sektor Kesehatan
2008
GOV
Memperbaiki Kerangka Antarpemerintah
2008
GOV
Analisis Lingkungan Negara Indonesia
2008
PUB
DPR Indonesia Tahun Anggaran 2008
2008
PUB
Tenaga kerja kesehatan dan layanan kesehatan kesehatan Indonesia
2008
GOV
Investasi Kaum Muda Indonesia
2008
GOV
Kemiskinan dan Pengembangan Ekonomi Berkesinambungan di Aceh (PASEDIA))
2008
PUB
Dialog Kebijakan Beras
2008
GOV
Peta Jalan Perlindungan Sosial
2008
GOV
Bantuan bagi Reformasi Sistem Manajemen Guru
2008
GOV
Mendukung Lembaga-lembaga AntiKorupsi Indonesia
2008
GOV
Proyek baru selesai
108
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Dalam Pelaksanaan
a. Pemerintah, donor, Bank, sosialisasi publik.
Lampiran B4.
Indonesia: Ringkasan Kegiatan Utama Terencana untuk Layanan Non
Peminjaman (TA09-12)
Produk, Dibagi berdasarkan kelompok
Tahun Anggaran
Penyelesaian
Sasarana
Lembaga-lembaga dan Sistem-sistem Pemerintah Pusat
Pemutakhiran tentang Indonesia untuk Tahun Anggaran 2009
2009-12
PUBLIK
Catatan-catatan Kebijakan untuk Pemerintah Baru
2009-10
PEMERINTAH
Saran Kebijakan yang Tepat pada Waktunya (just-in-time)
2009-12
PEMERINTAH
Meningkatkan Permintaan bagi Reformasi Hukum dan Peradilan
2009
LAIN-LAIN
Keuangan dan Dialog Kesehatan
2009
PEMERINTAH
Strategi Pembangunan Indonesia – Harga Komoditas yang Tinggi
2009
PEMERINTAH
Mendukung Pembangunan PascaKonflik (DGF)
2009
PEMERINTAH
CPAR
2010
PEMERINTAH
Analisis/CEM Negara/Sektor Menyeluruh
2010
PEMERINTAH
PER
2010
PEMERINTAH
Dukungan bagi RPJM
2010
PEMERINTAH
Peninjauan Kebijakan Pembangunan
2011
PUBLIK
Memperbaiki Kerangka Antarpemerintah untuk Desentralisasi yang Diperluas
2010
PEMERINTAH
Informasi, Pendidikan & Komunikasi/DSF II
2010
PEMERINTAH
Perluasan Kapasitas untuk Indonesia Timur: Analisis Belanja Publik dan Program Harmonisasi Kapasitas (PEACH)
Papua
2012
PUBLIK
2010
PEMERINTAH
Pembangunan Infrastruktur
2009
PEMERINTAH
Persediaan Air dan Kebersihan
2010
PEMERINTAH
Pengentasan Kemiskinan – Strategi dan Program Pekerjaan yang Berpihak pada Kaum Miskin
2009
PEMERINTAH
Bantuan Tunai Bersyarat
2009
PEMERINTAH
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (Penilaian Biaya Pengguna untuk CDD)
2009
PEMERINTAH
Dukungan untuk PNPM/CDD/Program-program pedesaan
2009
PEMERINTAH
Penilaian Kemiskinan
2011
PEMERINTAH
Peninjauan Sektor Pendidikan
2010
PEMERINTAH
Dukungan untuk RENSTRA
2010
PEMERINTAH
Strategi Pertumbuhan Rendah Karbon
2009
PEMERINTAH
Studi REDD`
2010
PEMERINTAH
Pemuktahiran tentang Ekonomi Aceh
2009 - 2012
PEMERINTAH
Program Perdamaian Aceh
2009 - 2012
PEMERINTAH
2009-2012
PEMERINTAH
PER Aceh & Nias
2011
PEMERINTAH
Penilaian Kemiskinan Aceh & Nias
2012
PUBLIK
Lembaga-lembaga dan Sistem-sistem Pemerintah Daerah
Meningkatkan Iklim Investasi, Fasilitasi Dagang & Sektor Keuangan Indonesia
Infrastruktur
Pembangunan Masyarakat dan Perlindungan Sosial
Pendidikan
Kelestarian Lingkungan dan Penanggulangan Bencana
Dukungan Pemerintah daerah & Koordinasi Mitra Pembangunan
a. Pemerintah, donor, Bank, sosialisasi publik.
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Pengembangan Sektor Swasta
109
Lampiran B5.
Indonesia: Indikator-indikator Sosial
Tahun tunggal terakhir
1980-85
Wilayah yang sama/kelompok pendapatan
Asia Timur & Pasifik
Pendapatan menengahbawah
1990-95
2000-06
163.0
192.8
223.0
1,898.9
1.9
1.6
1.3
0.9
0.9
26.1
35.6
49.2
42.4
47.3
3.7
2.7
2.2
2.0
2.1
POPULASI
Populasi total, pertengahan tahun (juta)
Angka pertumbuhan (% rata-rata tahunan untuk masa)
Populasi perkotaan (% dari populasi)
Angka kesuburan total (kelahiran per wanita)
2,276.5
KEMISKINAN (% dari populasi)
Indeks penduduk nasional
..
..
16.7
..
..
indeks penduduk perkotaan
..
..
..
..
..
indeks penduduk pedesaan
..
..
..
..
..
PENDAPATAN
PNB per kapita (dolar AS)
530
1,010
1,420
1,856
2,038
Indeks harga konsumen (2000=100)
20
44
176
138
138
Indeks harga makanan (2000=100)
15
37
121
..
..
indeks Gini
..
34.4
39.4
..
..
Kuintil terendah (% dari pendapatan atau konsumsi)
..
8.3
7.1
..
..
Kuintil tertinggi (%dari pendapatan atau konsumsi)
..
43.1
47.3
..
..
DISTRIBUSI PENDAPATAN/KONSUMSI
110
INDIKATOR SOSIAL
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
Belanja publik
Kesehatan (% dari PDB)
..
..
1.0
1.8
2.2
Pendidikan (% dari PDB)
..
1.0
1.0
3.5
4.8
Angka bersih pendaftaran ke sekolah dasar (% kelompok usia)
Total
..
96
95
93
93
Laki-laki
..
98
96
93
93
Perempuan
..
94
93
93
92
Akses ke sumber air yang lebih baik (% dari penduduk)
Total
..
74
77
79
81
Urban
..
90
87
92
93
Rural
..
65
69
70
71
Campak
26
63
72
89
90
DPT
27
69
70
89
89
..
27
24
13
11
Angka Imunisasi (% dari anak-anak usia 12-23 bulan)
Kekurangan gizi anak (% balita)
Harapan hidup saat lahir (tahun)
Total
59
64
68
71
71
Laki-laki
57
62
66
69
69
Perempuan
60
66
70
73
73
Kematian
Bayi (per 1000 kelahiran hidup)
70
48
26
24
27
109
66
34
29
36
Laki-laki (per 1000 penduduk)
368
275
172
165
173
Perempuan (per 1000 penduduk)
308
219
123
104
108
Ibu (contoh, per 100.000 kelahiran hidup)
..
..
420
150
180
Kelahiran yang dibantu tenaga kesehatan terlatih (%)
..
37
72
87
86
Balita (per 1000)
Dewasa (15-59)
Catatan: 0 atau 0,0 berarti nol atau kurang dari setengah unit yang tertera. Angka pendaftaran bersih: dipecah menjadi beberapa bagian antara
tahun 1997 dan 1998 karena perubahan dari ISCED76 ke ISCED97. Imunisasi: merujuk pada anak-anak usia 12-23 bulan yang menerima vaksinasi
sebelum usia satu tahun atau pada waktu mana saja sebelum survei.
Sumber: basis data Indikator Pengembangan Dunia, Bank Dunia – 11 April 2008.
Lampiran B6.
Indonesia: Indikator-Indikator Ekonomi Utama
Aktual
Indikator
2004
2005
Perkiraan
2006
2007
Proyeksi
2008
2009
2010
2011
Neraca nasional (sebagai % dari PDB)
Produk domestik brutoa
100
100
100
100
100
100
100
100
Pertanian
14
13
13
14
13
12
11
11
Industri
45
47
47
47
46
46
46
47
Jasa
41
40
40
39
40
42
42
42
Konsumsi Total
71
71
69
71
66
65
64
64
Investasi tetap domestik bruto
22
24
24
25
26
27
27
27
Ekspor (GNFS)b
32
34
31
29
31
29
29
28
Impor (GNFS)
28
30
26
25
24
22
21
20
Tabungan domestik bruto
29
29
31
29
34
35
36
36
256,837
286,969
364,612
432,815
485,599
559,994
631,633
722,871
1,110
1,260
1,420
1,650
1,930
2,200
2420
2660
5.0
5.7
5.5
6.3
6.0
6.4
6.7
6.7
Produk domestik bruto pada harga pasar
3.6
4.3
4.3
5.1
4.7
5.1
5.4
5.4
Konsumsi total
6.9
1.3
4.9
6.8
2.5
4.5
4.6
4.4
Konsumsi swasta
7.5
0.8
4.5
7.4
4.4
4.4
4.5
4.3
84,212
99,760
115,032
130,439
152,570
164,133
180,049
200,236
72,167
86,833
103,514
118,014
139,770
150,946
166,464
186,241
71,257
91,319
95,493
108,458
117,888
123,208
132,560
142,972
50,401
69,270
73,868
84,930
88,357
92,404
98,598
105,871
12,955
8,441
19,539
21,981
34,682
40,925
47,489
57,264
3,294
307
9,937
11,010
8,516
4,854
1,637
-1,312
5.0
2.9
5.4
5.1
7.1
7.3
7.5
7.9
Ekspor barang dagangan (FOB)
24.0
33.3
48.8
18.6
7.6
8.4
8.6
9.1
Impor barang dagangan (CIF)
75.1
49.5
11.8
38.6
8.4
9.9
7.9
8.3
Pendapatan tahun berjalan
17.6
17.8
19.1
18.7
20.0
20.1
20.5
20.9
Belanja tahun berjalan
18.6
18.3
20.0
20.0
22.1
22.0
21.0
21.0
Surplus (+) atau defisit (-) anggaran
-1.0
-0.5
-0.9
-1.3
-2.1
-0.9
-0.5
-0.1
--
1.2
1.6
1.7
1.9
1.9
2.2
2.5
-1.2
-0.4
-0.8
-0.6
-0.3
-0.3
-0.3
-0.3
45.0
43.2
41.4
41.5
41.0
41.0
41.0
41.0
8.1
16.4
14.9
18.9
11.4
14.4
13.1
12.6
Indeks harga ekspor barang dagangan
115.2
137.9
162.3
183.7
225.0
243.0
268.0
299.8
Indeks harga impor barang dagangan
138.8
207.3
220.4
253.4
273.2
285.1
301.9
321.7
83.0
66.5
73.6
72.5
82.4
85.2
88.8
93.2
115.7
114.2
133.8
134.8
136.9
127.3
121.4
113.8
Indeks harga konsumen (% perubahan)
6.2
10.5
13.1
6.5
7.5
7.0
6.0
5.5
Deflator PDB (% perubahan)
8.6
14.8
13.6
11.5
7.5
7.0
6.0
5.5
Butir-butir memorandum
Produk domestik bruto (juta dolar AS pada harga sekarang)
PNB per kapita (dolar AS, metode Atlas)
Angka pertumbuhan tahunan riil (%, dihitung dari harga 00)
Produk domestik bruto
Angka pertumbuhan perkapita tahunan riil (%, dihitung dari harga
00)
Ekspor (GNFS)c
FOB barang dagangan
Impor (GNFS)d
FOB barang dagangan
Saldo sumber daya
Saldo transaksi berjalan
Pos Memorandum
Saldo sumber daya (% dari PDB)
Angka pertumbuhan tahunan riil (harga TH00)
Keuangan publik (sebagai % dari PDB pada harga pasar)e
Belanja modal
Pembiayaan luar negeri
Indikator-indikator moneter
M2/PDB
Pertumbuhan M2 (%)
Indeks harga (TH00 =100)
Syarat-syarat barang dagangan untuk indeks perdagangan
Nilai tukar riil (dolar AS/LCU)f
a. PDB pada harga pasar
b. “GNFS” berarti “ barang-barang dan jasa nonfaktor”
c. Mencakup transfer bersih yang tidak dibayarkan kembali tetapi tidak mencakup hibah modal resmi.
d. Mencakup penggunaan sumber daya IMF.
e. Pemerintah pusat yang terkonsolidasi.
f. “LCU” berarti “unit mata uang setempat.” Peningkatan dalam dolar AS/LCU menandakan apresiasi.
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
Neraca Pembayaran (juta dolar AS)
111
Lampiran B7.
Indonesia: Indikator-Indikator Paparan Utama
Perkiraan
Indikator
Total pencairan utang tertunggak (TDO) (jt dolar AS)a
Proyeksi
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
137,026
130,651
128,736
136,640
137,458
146,611
151,687
158,277
Pencairan bersih (jt dolar AS)a
-5,630
-2,440
-13,417
-10,118
-9,667
-6,366
-7,453
-5,886
Total penutupan utang (TDS) (jt dolar AS)a
31,519
34,361
30,669
26,981
28,783
25,209
23,661
22,952
TDO/XGSb
162.7
131.0
111.9
104.8
90.1
89.3
84.2
79.0
TDO/GDP
59.7
47.1
38.5
34.5
28.3
26.2
24.0
21.9
TDS/XGS
37.4
34.4
26.7
20.7
18.9
15.4
13.1
11.5
Kelonggaran/TDO
29.2
28.3
29.8
28.2
36.7
33.8
34.2
34.0
25.4
36.1
22.2
20.7
19.2
17.4
16.2
12.3
DS IBRD/publik
23.2
30.4
12.2
20.6
19.3
17.8
16.8
14.7
IBRD DS/XGS
2.3
1.9
1.6
1.4
1.0
0.9
0.6
0.4
8,943
8,132
7,423
6,821
7,161
7,570
8,429
9,645
996
1,001
1,318
1,550
1,390
1,425
1,447
1,451
Indikator utang dan penutupan utang (%)
Indikator paparan IBRD (%)
TDO IBRD (jt dolar AS)d
TDO IDA (jt dolar AS)d
IFC (US$m)
Pinjaman
492
606
743
703
300
350
400
/e
85
61
55
72
34
39
45
Jaminan MIGA (jt dolar AS)
..
..
..
50
..
..
..
Modal dan modal semu
MIGA
112
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
b. “XGS” berarti ekspor barang dan jasa, termasuk pengiriman uang oleh pekerja.
Bank untuk Pelunasan Internasional.
d. Mencakup nilai jaminan saat ini.
e. IMencakup jenis-jenis modal dan modal semu dari instrumen pinjaman maupun modal.
Lampiran B8.
Indonesia: Portofolio Operasi (IBRD/IDA dan Hibah)
Proyek yang sudah ditutup
300
IBRD/IDA *
Total Dicairkan (Aktif)
1,065.99
yang sudah dibayar kembali
Total Dicairkan (Ditutup)
yang sudah dibayar kembali
Total Dicairkan (Aktif + Ditutup)
yang sudah dibayar kembali
0.82
26,206.70
20,841.88
27,272.69
20,842.69
Total Belum Dicairkan (Aktif)
1,886.99
Total Belum Dicairkan (Ditutup)
Total Belum Dicairkan (Aktif + Ditutup)
12.84
1,899.83
Proyek Aktif
ID Proyek Nama Proyek
PSR Terakhir
Selisih antara
Peringkat Pengawasan
Perkiraan Pencairan dan
Pencairan Aktual a/
Tujuan Pembangunan
Kemajuan
Pelaksanaan
Jumlah Asli dalam Juta Dolar AS
Tahun
Anggaran
MS
MU
2005
P071318 Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu
Karang II
MS
MS
2004
P071316 Program Rehabilitasi dan Pengelolaan
Terumbu Karang II
MS
MS
2004
P096921 UPP Nasional (UPP PNPM)
#
#
P092019 Proyek Pengembangan Kecamatan 3B
S
S
P003701 ODS I- UMBRELLA
S
S
1995
P097104 BERMUTU
MU
MU
2008
P077175 Proyek Pengembangan Pasar Gas
Domestik
S
S
2006
P089479 Pendidikan dan Pengembangan Usia Dini MS
MS
2006
P074290 Transportasi Wilayah Indonesia Timur 2
MS
MS
2004
P083742 Teknologi & Informasi Pertanian
Pemberdayaan Petani
MS
MS
2007
P099757 Pengembangan Pembangkit Tenaga Panas #
Bumi
#
2008
P085374 PENDIDIKAN TINGGI
Hibah
Batal
5
7.5
33.2
23
2008
52.68
125
2005
80
203
0.166
55.14
43.14
6.21
4.21
37.60
21.77
34.30 -106.51
61.5
80
67.5
200
32.8
Asli
Dari
Pendapatan
10.49
113
180.34
36.5526
24.5
Belum
dicairkan
1
60
10.08
10.08
81.00
-2.87
48.21
13.21
67.04
-0.41
141.47
121.47
86.62
5.50
-18.65
10.08
4
MS
2005
50
30
65.32
28.70
P073772 Tenaga Kerja & Layanan Kesehatan (PHP 3) MS
MS
2003
31.1
74.5
65.26
52.94
P076174 Inisiatif-inisiatif untuk Reformasi Pemerintah MS
daerah
MU
2005
14.5
15
16.23
10.74
P063913 Sektor Tenaga & Daya Listrik Jawa-Bali
MS
MS
2003
141
97.95
90.90
P079156 PENGEMBANGAN KECAMATAN 3
S
S
2003
45.5
45.5
2.28
0.97
P064728 PENGEMBANGAN MANAJEMEN &
KEBIJAKAN LAHAN
MU
U
2004
32.8
32.8
36.42
21.46
P076271 PPITA
MS
MU
2003
17.1
4.52
4.52
4.52
P079906 Infrastruktur Jalan-jalan Strategis
S
MS
2007
208
197.70
-10.30
-0.30
P078070 Dukungan untuk Daerah Miskin dan
Tertinggal
MU
MU
2005
35
92.70
53.21
P072852 UPP2
S
MS
2002
29.5
206
58.15
-95.56
P084583 UPP3
S
S
2005
67.3
71.4
27.70
-43.79
P071296 USDRP
MS
MU
2005
45
36.50
7.60
P059477 WSSLIC II
S
S
2000
77.4
7.92
-0.34
P085375 WSSLIC III
S
S
2006
137.5
153.56
27.30
P059931 Program Manajemen Sumber Daya Air &
Sektor Irigasi
S
S
2003
45
25
54.36
51.24
P105002 Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat
#
#
2008
41.19
190
Total
S
55
IDA
69
1,395.17 1,485.10
0.164
11.34
51.24
10.03
24.85
235.27
48.05
1.33 1,899.83
309.19 103.59
STRATEGI KEMITTRAAN NEGARA
P085133 Proyek Manajemen Keuangan &
Administrasi Pendapatan Pemerintah
IBRD
Lampiran B9.
Indonesia: Portofolio IFC untuk Komitmen Investasi dan Pencairan Investasi
Tertunggak, dalam jutaan Dolar AS
Tahun Fiskal Persetujuan
Perusahaan
Komitmen
Pinjaman Ekuitas
Pencairan Jatuh Tempo
**Ekuitas
*GT/RM
Semu
Peserta
Pinjaman
Ekuitas
**Ekuitas
Semu
*GT/RM
Peserta
2006
Bank Danamon
149.56
0
0
5
0
59.56
0
0
0
0
2007
Bank International Indo
123.43
0
0
0
0
123.43
0
0
0
0
2008
Bima
0
5
0
0
0
0
3.67
0
0
0
2004
Bona Vista School
0.86
0
0
0
0
0.86
0
0
0
0
2007
Fugui Indonesia
30
0
0
0
0
30
0
0
0
0
2007
Insurance Student Loan
0
0
0
2.46
0
0
0
0
0
0
2004
Medan NP School
1.75
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2002
PT Gawi
9.72
0
0
0
1.74
3.57
0
0
0
1.74
1989
PT Agro Muko
0
2.2
0
0
0
0
2.2
0
0
0
1989/ 1994/ 2003
PT Astra
0
0.51
0
0
0
0
0.51
0
0
0
2000/2005
PT Astra Otopart
0
0.7
0
0
0
0
0.7
0
0
0
65
10.66
2.86
0
0
35
10.66
2.83
0
0
0.02
0
1.03
0
1.92
0.02
0
1.03
0
1.92
0
2000/2002/2004/2005/2007 PT Bank NISP
1993/1996
PT Bina Danatama
2004/2005
PT Ecogreen
45.83
0
0
0
0
45.83
0
0
0
114
1991/1995/1999/2004
PT Indo-Rama
40.8
6.21
0
0
0
40.8
6.21
0
0
0
2000/2006/2007
PT Karunia (KAS)
46.52
0
0
0
1.78
46.52
0
0
0
1.78
Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif
Untuk Pembangunan yang Berkesinambungan
2000/2006
PT Makro
0
4.21
0
0
0
0
3.71
1993
PT Nusantara
0
0
10.61
0
8.25
0
2004
PT Prakars (PAS)
10.75
0
0
0
1.6
2006
PT TAS
7
0
0
0
0
2008
PT TVS
20
0
0
0
1995/2004
PT Viscose
7.88
0
0
2008
Saratoga Asia II
0
15
2005/2006
WOM
14.84
2004/2006/2007
Wilmar
Total Portfolio:
0
0
0
0 10.61
0
8.25
10.75
0
0
0
1.6
7
0
0
0
0
0
20
0
0
0
0
0
0
7.88
0
0
0
0
0
0
0
0
0.11
0
0
0
12.63
0
0
0
14.84
12.55
0
0
0
0
0
0
50
0
0
0
0
50
0
573.96
57.12
14.5 57.46
15.29
446.06
40.32 14.47
50
15.29
* Menunjukkan Produk Pengelolaan Risiko dan Jaminan.
** Ekuitas Semua mencakup jenis pinjaman dan ekuitas.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
6
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
400 Miles
100°
5
105°
L
A
19
9
13
Belitung
JAWA
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
D.I. YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
BALI
NUSA TENGGARA BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
RIAU KEPULAUAN
KALIMANTAN BARAT
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN SELATAN
105°
10
14
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
21
Bandjarmasin
Surabaya
115°
15°
10°
Makassar
Parepare
27
Mamuju
25
120°
125°
Timor
Alor
Kupang
Muna
Baubau
Kendari
Ende
Flores
29
Waingapu Sumba
18
28
Aru
Is.
130°
33
Timika
Yapen
Biak
Arafura Sea
Tanimbar
Is.
Kai
Is.
32
135°
AUSTRALIA
Babar
TIMOR-LESTE
Moa
Banda 31
Sea
Manokwari
Sorong
Misool
Amahai Fakfak
Ceram
Ambon
Wetar
Buru
30
Jayapura
140°
140°
Merauke
Puncak Jaya
(5030 m)
PAPUA
OCEAN
135°
INTERNATIONAL BOUNDARIES
PROVINCE BOUNDARIES
RAILROADS
MAIN ROADS
RIVERS
NATIONAL CAPITAL
PROVINCE CAPITALS
SELECTED CITIES AND TOWNS
I NDONES IA
PA C I F I C
Waigeo
Halmahera
Morotai
Obi
Talaud
Is.
10°
This map was produced by
the Map Design Unit of The
World Bank. The boundaries,
colors, denominations and
any other information shown
on this map do not imply, on
the part of The World Bank
Group, any judgment on the
legal status of any territory,
or any endorsement or
acceptance of such
boundaries.
Ternate
Sula Is.
Peleng
Gorontalo
INDIAN OCEAN
17
Mataram
Palu
26
24
Manado
Celebes
Sea
SULAWESI
Balikpapan
Samarinda
Tarakan
125°
PHILIPPINES
Sulu
Sea
120°
Sumbawa
Bali Lombok
Raba
16
22
Denpasar
15
KALIMANTAN TIMUR
SULAWESI UTARA
GORONTALO
SULAWESI TENGAH
SULAWESI BARAT
SULAWESI SELATAN
SULAWESI TENGGARA
MALUKU UTARA
MALUKU
PAPUA BARAT
PAPUA
Yogyakarta
23
KALIMANTAN
I
115°
BRUNEI
Palangkaraya
20
S
Java Sea
Bandar
11
Lampung
JAKARTA
Serang
12Bandung Semarang
Madura
8
Y
Pangkalpinang
Bangka
Palembang
7
Jambi
Pontianak
Tanjungpinang
Lingga
110°
VIETNAM
Natuna
Besar
SINGAPORE
A
SUMATERA
Enggano
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
SUMATERA UTARA
RIAU
SUMATERA BARAT
JAMBI
BENGKULU
SUMATERA SELATAN
LAMPUNG
BANGKA-BELITUNG
BANTEN
D.K.I. JAKARTA
300
4
3
M
Pekanbaru
Bengkulu
400 Kilometers
200
PROVINCES:
95°
Siberut
Padang
aw
.
100
200
nt
Is
0
0
Nias
2
Medan
Pematangsiantar
1
Me
ai
5°
0°
Simeulue
5°
INDONESIA
THAILAND
MYANMAR
Banda Aceh
10°
15°
100°
A
0°
5°
15°
10°
PAPUA
NEW GUINEA
95°
IBRD 33420R2
AUGUST 2008
Download