IFC dalam FIP - Dewan Kehutanan Nasional

advertisement
IFC dalam Program Investasi Kehutanan di Indonesia
International Finance Corporation (IFC), anggota kelompok Bank Dunia, merupakan lembaga pembangunan
global terbesar di dunia yang memfokuskan pada pengembangan sektor swasta. Sebagai investor jangka
panjang, IFC menyediakan serangkaian produk berupa pinjaman hingga penaman modal dan penggerakan
dana pihak ketiga untuk mendukung pertumbuhan dan perluasan usaha. IFC juga memberikan pendampingan
teknis kepada klien-klien di sektor swasta untuk membantu mereka mengembangkan keberlanjutan bisnisnya
dengan mengadopsi praktek-praktek bisnis yang berwawasan lingkungan dan sosial.
Di Indonesia, IFC memiliki tiga tujuan strategis : mengurangi dampak dari perubahan iklim, meningkatkan
pendapatan masyarakat pedesaan, dan mempromosikan mobilisasi dana ke pedesaan secara berkelanjutan.
Sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim, IFC memainkan peran aktif sebagai
salah satu bank multinasional dalam pembangunan yang membantu perusahaan swasta dalam sektor
kehutanan Indonesia. Tujuan dari sektor swasta dalam Program Investasi Kehutanan (Forest Investment
Program - FIP) adalah untuk mendukung bisnis kehutanan yang berkelanjutan, baik di hutan alam maupun
hutan tanaman, menjadi lebih efisien, efektif, dan produktif.
Beberapa tantangan bagi keterlibatan sektor swasta dalam sektor kehutanan
 Untuk berhasil melakukan investasi pada sektor kehutanan, sektor swasta perlu mendukung adopsi
solusi pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Sayangnya, perusahaan-perusahaan yang terlibat di
dalam rantai pasokan produk hutan dan kayu secara konsisten gagal untuk memperoleh keuntungan
nyata dari praktik kehutanan yang berkelanjutan. Hal ini kerap terjadi karena kurangnya akses kepada
teknik-teknik yang praktis dan efektif secara biaya, kurangnya pengalaman dalam hal manajemen,
kurangnya analisa keuangan yang mempertimbangkan nilai pengurangan resiko atau membedakan
antara investasi dan pengeluaran, serta ketidakmampuan dalam mengakses pendanaan yang
beriorientasi komersial di dalam kebutuhan sektor tersebut.

Walaupun pemerintah telah memperlihatkan minat yang besar dalam mendukung dan memperluas
alokasi lahan untuk hutan kemasyarakatan dan menggandeng usaha-usaha mikro, kecil dan menengah
(UKM dalam kehutanan), namun hal ini belum mampu membantu masyarakat dan pengusaha UMKM
kehutanan dalam menciptakan dan mengupayakan keberlanjutan pengembangan hutan tanaman skala
kecil.

Sementara hambatan utama adalah kurangnya pengalaman masyarakat dalam bisnis secara umum,
dan khususnya kegiatan bisnis kehutanan, hambatan-hambatan lain adalah kurangnya pendanaan dan
skema keuangan yang sesuai bagi hutan tanaman skala kecil dan menengah, kapasitas teknis untuk
mengelola proyek reforestasi secara efektif, ketrampilan dalam menjual dan menyampaikan informasi
kepada pembeli, pabrik pengolahan, dan pihak-pihak lain yang terlibat di hilir mata rantai pasokan
produk hutan dan kayu.

Bank-bank komersial dan lembaga keuangan lainnya memiliki pengetahuan yang terbatas tentang
pendanaan proyek-proyek usaha kehutanan, baik pada kawasan hutan yang dikelola pemerintah
maupun oleh swasta di seluruh Indonesia. Lembaga-lembaga keuangan memiliki kapasitas yang sedikit
untuk menganalisa atau mengevaluasi proyek-proyek kehutanan dan peran mereka di dalam mata
rantai pasokan, sementara para pengembang proyek dan penyedia peralatan belum membina
kemitraan dengan lembaga-lembaga keuangan.
Dukungan IFC
Keterlibatan IFC dalam pendanaan FIP akan terpusat pada pengembangan instrumen keuangan yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan memperkuat kapasitas usaha-usaha kehutanan yang kecil dan besar di
dalam mata rantai pasokan untuk pengelolaan biaya, mempraktekkan prinsip-prinsip akuntansi yang kokoh,
menyiapkan laporan keuangan yang sah, dan membuat proyeksi keuangan yang dapat
dipertanggungjawabkan, dan berhasil mempercepat proses pendanaan dalam proyek-proyek kehutanan yang
berkelanjutan.
Beberapa keterlibatan ini berupa penyediaan insentif keuangan langsung atau produk-produk resiko kepada
lembaga keuangan terbaik, untuk mendorong mereka mengimplementasikan pendekatan-pendekatan dan
membuat standar-standar baru, serta arahan-arahan untuk proyek kehutanan yang berkelanjutan. Dengan
bekerja bersama perusahaan-perusahaan yang memiliki pengaruh di pasar, keterlibatan ini akan memberikan
dampak yang signifikan dengan menangkap porsi besar dari potensi pengurangan emisi di dalam industri, serta
dengan menggalakkan kompetisi dan kebutuhan bagi pemain lain di pasar untuk mengikutinya. Beberapa
keterlibatan lain akan merangkul para pemain yang lebih kecil di dalam mata rantai pasokan secara tidak
langsung melalui program-program dengan beberapa lembaga keuangan.
Selain itu, IFC juga telah mengevaluasi potensi pasar kehutanan dan mengeksplorasi beberapa peluang untuk
memfasilitasi pendanaan oleh sektor perbankan Indonesia. Beberapa temuan berdasarkan hasil studi kami,
antara lain:


Bank-bank komersial dan lembaga-lembaga keuangan tertarik untuk menjajaki layanan pasar besar
yang potensial ini, menyediakan insentif keuangan yang layak dan dukungan teknis.
Dukungan sangat diperlukan untuk membangun kapasitas staff lembaga-lembaga keuangan untuk
menganalisa kelayakan finansial dan profil resiko dari proyek-proyek pengelolaan hutan, menciptakan
kemitraan setara dengan pemasok teknologi, dan menyempurnakan koordinasi dengan industri spesifik
yang dapat mendukung klien-klien baru dari beberapa bank.
Menanggapi kebutuhan di atas, IFC akan menyediakan beberapa macam instrumen keuangan untuk
mentransformasi perilaku lembaga-lembaga keuangan dan membangun portfolio dalam pendanaan kehutanan.
Bank-bank komersial Indonesia, terutama bank-bank komersial swasta, diharapkan mampu mengembangkan
pendanaan mereka ke dalam sektor-sektor baru.
Selain itu, di mana memungkinkan, program sektor swasta akan memberikan sumbangan pada pengembangan
sistem Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Melalui kegiatan FIP, nantinya KPH akan berperan sebagai
lembaga kunci untuk menanggulangi hambatan-hambatan dalam implementasi REDD+ di tingkat sub-nasional,
dan untuk meningkatkan kapasitas di daerah untuk melakukan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Hal ini
akan melibatkan kerjasama yang erat dengan beberapa mitra FIP termasuk Kementerian Kehutanan, dan
pelaksana proyek FIP di Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
Standar-Standar Keamanan
Performance Standard IFC akan digunakan sebagai kebijakan keamanan bagi beberapa inisiatif dalam program
sektor swasta. Standar ini, yang baru saja diperbarui, termasuk: Penilaian dan Manajemen terhadap Resiko dan
Dampak Sosial dan Lingkungan; Kondisi Buruh dan Pekerjaan; Efisiensi Sumber Daya Alam dan Pencegahan
Polusi; Kesehatan Masyarakat, Keselamatan dan Keamanan; Penyerobotan Lahan dan Pemindahan
Pemukiman Paksa; Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Manajemen Sumber Daya Alam yang
Berkelanjutan; Penduduk Asli; dan Warisan Budaya.
Untuk informasi lebih detil, silahkan hubungi:
Michael A. Brady
[email protected]
Kontak untuk media:
Novita Wund
[email protected]
Rahajeng Pratiwi
[email protected]
Kontak untuk NGOs:
Helen Lumban Gaol
[email protected]
Haris Iskandar
[email protected]
Tetap terhubung:
www.ifc.org/eastasia
www.twitter.com/IFC_EAP
www.facebook.com/IFCindonesia
www.facebook.com/IFCwbg
www.youtube.com/IFCvideocasts
www.ifc.org/SocialMediaIndex
Download