model penerapan corporate social responsibility oleh

advertisement
MODEL PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
OLEH MULTINATIONAL CORPORATION DALAM PENGATURAN
INTERNATIONAL FINANCE CORPORATION (IFC) DAN
MULTILATERAL INVESTMENT GUARANTEE AGENCY (MIGA)
Hikmatul Ula
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Jl. MT. Haryono 169 Malang
Email: [email protected], [email protected]
Abstract
The research focuses on the legal position of Corporate Social Responsibility by Multinational
Corporation in the regulation of the International Finance Corporation (IFC) and the
Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) and the implementation model of Corporate
Social Responsibility by Multinational Corporation in the regulation of the International
Finance Corporation (IFC) and the Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA). By
using the method of normative research with conceptual and analytical approach, it can be
seen that the legal status of CSR in the setting of international law is voluntary norm. But in
its development, IFC and MIGA position not only as the voluntary CSR norm but important
condition that must be met by each company that will work with IFC and MIGA (obligatory
norm). The model of Implementation of CSR in IFC and MIGA can be described in two stages,
before the execution of corporate business activities (prevetive action) and after running the
corporate business activities (repressive and evaluative action). As a preventive action IFC
and MIGA requires every corporation to meet established performance standards particularly
in terms of environmental and social. As repressive and evaluative methods, the WBG has a
duty CAO institution and its function is to receive complaints and grievances of the people
associated with the firm in cooperation with the IFC or MIGA.
Key words: implementasi, CSR, WBG, IFC, MIGA, voluntary, obligatory norm
Abstrak
Penelitian itu menitikberatkan pada kedudukan hukum Corporate Sosial Responsibility oleh
Multinasional Corporation dalam pengaturan International Finance Corporation (IFC)
dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dan model penerapan Corporate
Social Responsibility oleh Multinasional Corporation dalam pengaturan International
Finance Corporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA). Dengan
menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual dan analisis,
dapat diketahui bahwa Kedudukan hukum CSR dalam pengaturan hukum internasional adalah
voluntary norm. Namun dalam perkembangannya IFC dan MIGA memposisikan CSR bukan
hanya sebagai voluntary norm tetapi syarat penting yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan
yang akan bekerja sama dengan IFC dan MIGA (obligatory norm). Model pelaksanaan CSR
dalam IFC dan MIGA dapat dijelaskan dalam dua tahap yaitu sebelum dilaksanakannya kegiatan
13
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
14
usaha korporasi (prevetif action) dan setelah kegiatan usaha korporasi berjalan (represif dan
evaluatif action). Sebagai preventif action IFC dan MIGA mensyaratkan setiap korporasi untuk
memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan khususnya dalam hal lingkungan dan sosial.
Sebagai metode represif dan evaluatif, WBG memiliki lembaga CAO yang tugas dan fungsinya
adalah menerima pengaduan dan keluhan dari masyarakat terkait dengan perusahaan yang
bekerjasama dengan IFC atau MIGA.
Kata kunci: implementasi, CSR, WBG, IFC, MIGA, voluntary, obligatory norm
Latar Belakang
Adanya investasi yang masuk ke suatu
negara seperti dua sisi uang. Di satu sisi
dapat meningkatan pendapatan negara dan
memperluas lapangan kerja, disisi lain
penguasaan dan pemanfaatan sumber daya
alam yang tidak merata dan berlebihan
dalam pertumbuhan ekonomi global. Karena
besarnya peran MNC tersebut, para ahli
hukum harus merespon dengan menentukan
posisi MNC dalam hukum internasional
dan membuat aturan tentang MNC dalam
lingkup internasional. Kedudukan hukum
MNC sebagai subyek hukum internasional2
50%
masih menimbulkan perdebatan, ada yang
mengkategorikan MNC sebagai subyek
hukum internasional tetapi ada juga yang
tidak setuju jika MNC termasuk dalam subyek
hukum internasional.
penambangan dan pengolahan minyak, gas
Terlepas dari perdebatan teoritis tersebut
sekaligus
berdampak
pada
perusakan
lingkungan hidup. Menurut catatan Medard
dan Bruner, separuh dari Multinational
Corporation
(MNC)
menguasai
dan batu bara di dunia. Enam perusahaan
MNC menguasai 60% dari penambangaan dan
pengolahan alumunium di dunia. Sejumlah
20 MNC menguasai 90% penjualan pestisida
dunia. MNC juga yang menjadi sumber dari
aneka sampah beracun di dunia. Semua itu
membawa dampak negatif pada lingkungan
secara serius. Disamping itu, MNC dan
produk MNC yang dikonsumsi menghasilkan
50% dari gas yang mengakibatkan pemanasan
global.
1
Data tersebut diatas menunjukkan
bahwa MNC memiliki peranan sangat penting
secara
singkat
dapat
dikatakan
bahwa
korporasi dianggap memiliki status sebagai
subyek hukum internasional secara terbatas.
Status tersebut berbeda dengan subyek
hukum internasional lainnya, seperti negara
dan organisasi internasional. Sifat terbatas
tersebut terletak pada bidang yang dijalankan
oleh MNC yaitu bidang perekonomian.
Seperti yang diungkapkan Asif H. Qureshi
bahwa MNC memiliki legal personality di
bidang ekonomi selayaknya individu. Legal
personality tersebut meliputi: kemampuan
1 Thomas Friedman, The Lexus and The Olive Tree, Understanding Globalization, Rendom House, New
York, 2000, page 105.
2 Dalam hal ini yang dimaksud subyek hukum internasional adalah dalam konteks hukum internasional publik.
Penyebutan hukum internasional umumnya ditujukan kepada aspke publik dalam hukum bukan privat. Mochtar
Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2010, hlm. 1.
Hikmatul Ula, Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh...
15
untuk masuk dalam perjanjian/kerjasama
suplier, kreditur dan karyawan, dan juga
ekonomi internasional; dapat melaksanakan
dengan komunitas-komunitas yang terkait
perjanjian/kerjasama internasional; menda­
operasionalnya. Pada dasarnya, CSR juga
patkan dan memberikan keuntungan dalam
memahami bahwa perusahaan tidak hanya
perjanjian/kerjasama
dan
bertanggung jawab terhadap shareholder-nya,
mampu berpartisipasi dalam mekanisme
tetapi juga memiliki atau harus memiliki
penyelesian sengketa internasional.3
tanggung
Sebagai
internasional,
internasional;
subyek
hukum
MNC
memiliki
ekonomi
hak
dan
kewajiban hukum yang diatur dalam hukum
jawab
kepada
orang
atau
komunitas-komunitas baik langsung maupun
tidak langsung yang bersinggungan dengan
operasional perusahaan tersebut.
ekonomi international. Hak utama MNC
Dilihat dari sasaran CSR yang sangat luas,
meliputi menjalankan usahanya dengan aman
yaitu mencakup seluruh stakeholder, maka
dan dapat menikmati keuntungan dari kegiatan
CSR juga dapat diimplementasikan dalam
usahanya tersebut. Sedangkan kewajiban
berbagai bentuk. Bentuk implementasi CSR
utama MNC adalah menjaga “hubungan baik”
mengacu kepada tiga hal yaitu human rights,
dengan stakeholder perusahaan. Berdasarkan
labour rights, environmental rights and
Stakeholder Theory, terdapat dua jenis
sustainable development, ketiga hal tersebut
stakeholder yaitu: stakeholder utama (pekerja/
dikatakan sebagai substansi dari CSR. Untuk
buruh, konsumen, investor, dan suplier); dan
menjalankan CSR tersebut, MNC membuat
stakeholder tambahan di luar stakeholder
voluntary self regulation disesuaikan dengan
utama.4
kebutuhan korporasi dan lingkungannya.
Salah satu bentuk tanggung jawab MNC
Bagaimanapun, dalam mengimplementasikan
adalah dengan menjalankan Corporate Social
CSR, MNC harus berjalan selaras dengan
Responsibility (CSR). Banyak pengertian
rule of law dan codes of conduct yang berlaku
tentang CSR, hal ini terkait dengan banyaknya
umum.
stakeholder yang terkandung di dalamnya.
Meskipun sudah diatur oleh instrumen
Dalam pengertian yang mendasar, terminologi
hukum internasional, tetapi implementasi
CSR itu sendiri terdapat banyak pengertian
terhadap perilaku MNC belum optimal. Hal
berkaitan dengan para stakeholders seperti
ini disebabkan dua hal, pertama: tentang status
yang dibahas di pembahasan sebelumnya.
kedudukan CSR oleh MNC. Kedua tidak ada
Di banyak level, tanggung jawab korporasi
aturan baku tentang bentuk pelaksanaan CSR
diperhatikan dalam bentuk hubungan/relasi
oleh MNC, hal tersebut terkait dengan sifat
perusahaan
voluntary dari CSR.
dengan
stakeholder,
klien,
3 Asif H. Qureshi, International Economic Law, Manchester, Sweet and Maxwell, 1999, page 27.
4 A. B. Caroll dalam Ilias Bantekas, Corporate Social Responsibility in International Law, Boston University
International Law Journal, Volume 22:309 Tahun 2004, page 311.
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
16
CSR mempunyai karakterisitis sukarela
Corporation (IFC) dan Multilateral Investment
(voluntary caracteristic) yaitu penerapannya
Guarantee Agency (MIGA). IFC dan MIGA
disesuaikan dengan kemauan dan kemampuan
merupakan anggota WBG yang mempunyai
dari
Namun
sasaran untuk memajukan sektor privat
demikian, bukan berarti tidak dapat dilakukan
khusunya MNC dalam melakukan investasi.
penegakan hukum terhadap CSR. CSR dapat
IFC memberikan bantuan dengan modal
dipandang sebagai salah satu bentuk tanggung
atau saham, sedangkan MIGA memberikan
jawab yang dapat dipaksa pelaksanaanya.
jaminan/garansi khusus untuk non-comercial
Beberapa norma hukum internasional telah
risk kepada MNC yang melakukan foreign
mengisyaratkan adanya kewajiban MNC
direct investment ke negara-negara anggota
untuk melaksanakan CSR, seperti OECD
WBG.
MNC
yang
bersangkutan.
Guidelines, ILO Declaration dan UN Global
aturan-aturan
umum instrumen publik internasional CSR,
tersebut bersifat soft laws saja yang masih
WBG melalui IFC dan MIGA menetapkan
membutuhkan instrument yang spesifik untuk
standar perilaku yang harus dipenuhi oleh
diimplementasikan.
setiap korporasi yang mendapat dana (IFC)
Compact.
Bagaimanapun,
Sebagai perpanjangan dari prinsip-prinsip
Intrument yang lebih spesifik tersebut
atau jaminan (MIGA). Standar perilaku
dapat dilihat dari organisasi-organisasi khusus
tersebut dideskripikan lebih lanjut dalam
yang mengatur tentang MNC dan segala
pedoman-pedoman
perilakunya dalam kegiatan ekonomi. Dalam
kesehatan dan keamanan yang esensial
ekonomi interasional terdapat lembaga Word
bagi setiap perusahaan untuk memberikan
Bank Group (WBG) yang memiliki peran
atau menyediakan perlindungan terhadap
sangat besar dalam mengatur konstelasi
stakeholders yang terkait dengan aktivitas
perekonomian
bisnis
dunia.
Hampir
seluruh
negara-negara berkembang di dunia ikut
termasuk
mengenai
juga
lingkungan,
pekerja-pekerja,
komunitas dan lingkungan.
dalam WBG. Dengan demikian, perlu dilihat
Artikel ini ditulis berdasarkan hasil
instrument WBG dapat mengatur MNC dalam
penelitian yuridis normatif dengan pendekatan
menerapkan CSR.
analitis dan konseptual. Sebagai bahan hukum
Terdapat dua organisasi dibawah WBG
primer dalam penelitian tersebut adalah
yang khusus mengatur tentang pelaksanaan
guidelines IFC dan MIGA yang khusus
bisnis MNC yaitu:
mengatur tentang CSR bagi MNC.
International Finance
Hikmatul Ula, Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh...
Pembahasan
kegiatan ekonomi). HEI menekankan studi
A. Kedudukan
Sosial
Hukum
Corporate
Responsibility
oleh
Multinasional Corpration dalam
Pengaturan International Finance
Corporation (IFC) dan Multilateral
Investment
Guarantee
Agency
(MIGA)
Pada mulanya, CSR hanya dianggap
sebagai norma sukarela (voluntary norm)
an-sich yang pengaturan dan pelaksanaannya
diserahkan kepada masing-masing perusahaan.
Namun pada perkembanganya ada upaya
untuk meningkatkan status voluntary norm
tersebut menjadi sebuah tanggung jawab yang
nyata (mandatary norm). Upaya peningkatan
status tersebut dapat dilihat dari banyaknya
instrumen
17
hukum
internasional
berupa
konvensi, kode etik, resolusi, laporan dan
dokumen lainnya yang telah dibuat untuk
mengontrol perilaku perusahaan.
Terdapat dua jenis klasifikasi instrumen
hukum CSR, yaitu instrumen hukum yang
terdapat dalam hukum internasional (publik)
terhadap lembaga-lembaga ekonomi dunia
yang dikenal sebagai tiga pilar ekonomi
dunia yang WBG, IMF dan WTO yang
telah mempengaruhi sistem ekonomi dunia.
Oleh karena itu, perlu dilihat dasar hukum
HEI yang relevan dengan lembaga-lembaga
ekonomi yang secara khusus mengatur tentang
pelaksanaan CSR oleh MNC.
Sebagai
kelanjutan
dari
peraturan-
peraturan umum CSR dalam internasional
publik, WBG melalui IFC dan MIGA
menetapkan standar kinerja yang harus
dipenuhi oleh setiap perusahaan yang akan
mendapatkan pembiayaan (IFC) atau jaminan
(MIGA). Pertunjukan standar dijelaskan lebih
lanjut dalam pedoman lingkungan, kesehatan
dan
keselamatan
yang
sangat
penting
bagi setiap perusahaan untuk memberikan
perlindungan
kepada
para
pemangku
kepentingan yang terkait dengan kegiatan
usaha termasuk pekerja, masyarakat, dan
lingkungan.
1.
IFC’s
policy
on
social
and
environmental sustainability
dan beberapa instrumen lebih rinci yang
terkandung dalam IFC dan MIGA guidelineses.
IFC, anggota kelompok Bank Dunia,
Instrumen hukum atau sumber hukum
merupakan institusi pembangunan global
ekonomi internasional (HEI) tidak jauh
terbesar difokuskan pada sektor swasta
berbeda dengan Hukum Internasional Publik.
di
Namun demikian, terdapat sumber hukum
IFC adalah menciptakan kesempatan bagi
tambahan berupa code of conduct dan
masyarakat untuk keluar dari kemiskinan
guidelines. HEI dalam arti yang lebih luas
dan meningkatkan taraf hidup mereka.
mencakup hubungan ekonomi publik yang
IFC membantu negara-negara berkembang
sifatnya (kebijakan) dan swasta (praktek
mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan
negara-negara
berkembang.
Tujuan
dengan membiayai investasi, memberikan
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
18
jasa pendampingan teknis kepada perusahaan
lembaga keuangan), IFC membutuhkan klien
dan pemerintah, serta memobilisasi kapital
untuk menerapkan Standar Kinerja untuk
di pasar keuangan internasional. Dalam
mengelola resiko dan dampak lingkungan
memberikan
dan sosial, sehingga peluang pengembangan
bantuan
keuangan,
IFC
menentukan standart yang harus dipenuhi
dapat
oleh
dalam
Framework keberlanjutan bersamaan dengan
kerangka keberlanjutan melalui Kebijakan
strategi lain, kebijakan, dan inisiatif untuk
IFC mengenai Keberlanjutan Sosial dan
mengarahkan kegiatan usaha Perseroan dalam
Lingkungan atau Policy on Social and
rangka mencapai tujuan pembangunan secara
Environmental Sustainability.
menyeluruh. Standar Kinerja juga dapat
setiap
Kerangka
klien
(perusahaan)
Keberlanjutan
IFC
(IFC’s
sustainability framework) mengartikulasikan
komitmen
strategis
perusahaan
untuk
ditingkatkan.
IFC
menggunakan
diterapkan oleh lembaga keuangan lainnya
Standar Kinerja yang ditetapkan IFC
terdiri dari:
pembangunan berkelanjutan, dan merupakan
Standar Kinerja 1:
bagian integral dari pendekatan IFC dengan
Penilaian
manajemen
Dampak Lingkungan dan Sosial
resiko.
Kerangka
Kebijakan
dan
Pengelolaan
Resiko
dan
Keberlanjutan IFC terdiri dari Standar Kinerja
Menggarisbawahi pentingnya mengidentifi-
Keberlanjutan Lingkungan dan Sosial, dan
kasi resiko dan dampak lingkungan dan sosial,
Akses IFC untuk Kebijakan Informasi.
serta mengelola keberlanjutan lingkungan dan
Kebijakan Keberlanjutan Lingkungan dan
sosial selama menjalankan kegiatan usaha.
Sosial menggambarkan komitmen, peran,
Standar Kinerja 2:
dan tanggung jawab yang berkaitan dengan
Tenaga Kerja dan Kondisi Kerja
keberlanjutan lingkungan dan sosial IFC
Mengakui bahwa mengejar pertumbuhan
Standar
diarahkan
terhadap
ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja
bimbingan
tentang
dan peningkatan pendapatan harus diimbangi
cara untuk mengidentifikasi resiko dan
dengan perlindungan hak-hak dasar bagi
dampak serta dirancang untuk membantu
pekerja .
menghindari, mengurangi, mengelola resiko
Standar Kinerja 3:
dan dampak sebagai cara melakukan bisnis
Efisiensi Sumber Daya dan Pencegahan
secara berkelanjutan, termasuk keterlibatan
Pencemaran
pemangku
kewajiban
Mengakui bahwa kegiatan industri meningkat
pengungkapan klien dalam kaitannya dengan
dan urbanisasi sering menghasilkan tingkat
kegiatan bisnisnya. Dalam hal investasi
lebih tinggi dari udara, air dan polusi
langsung (termasuk proyek dan keuangan
tanah, dan bahwa ada peluang efisiensi .
perusahaan
Standar Kinerja 4:
klien
Kinerja
memberikan
kepentingan
diberikan
dan
melalui
perantara/
Hikmatul Ula, Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh...
Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan
Mengakui
bahwa
proyek-proyek
19
lokal mengenai hal-hal yang secara langsung
dapat
mempengaruhi mereka, dan (iii) manajemen
membawa manfaat bagi masyarakat, tetapi
klien kinerja lingkungan dan sosial sepanjang
juga dapat meningkatkan potensi eksposur
hidup proyek. Standar Kinerja 2 sampai
terhadap resiko dan dampak dari insiden,
8
kegagalan struktural, dan bahan berbahaya.
untuk
Standar Kinerja 5:
dimana dampak / residual tetap, untuk
Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali
mengkompensasi resiko dan dampak terhadap
Berlaku untuk pemindahan fisik dan ekonomi
pekerja, komunitas terkena, dan lingkungan.
yang dihasilkan dari transaksi tanah seperti
Di samping itu, semua resiko lingkungan dan
pengambil alihan pemukiman atau negosiasi
sosial yang relevan dan dampak potensial
Standar Kinerja 6:
harus dianggap sebagai bagian dari penilaian,
Manajemen Keanekaragaman Hayati dan
Standar Kinerja 2 sampai 8 menggambarkan
Pengelolaan Berkelanjutan Hidup Sumber
resiko lingkungan dan sosial yang potensial
Daya Alam
dan dampak yang memerlukan perhatian
Meningkatkan perlindungan keanekaragaman
khusus.
hayati dan pengelolaan berkelanjutan dan
lingkungan atau sosial diidentifikasi, nasabah
penggunaan sumber daya alam.
diwajibkan untuk mengelolanya melalui
Standar Kinerja 7:
Sistem Manajemen Lingkungan dan Sosial
Masyarakat Adat
(SMLS)nya konsisten dengan Standar Kinerja
Bertujuan untuk memastikan bahwa proses
1.
pembangunan menjunjung bagi Masyarakat
Adat
Bertujuan untuk melindungi warisan budaya
dari dampak merugikan dari kegiatan proyek
dan mendukung pelestariannya.
1
menetapkan
pentingnya (i) penilaian secara terpadu
untuk mengidentifikasi dampak lingkungan
dan sosial, resiko, dan peluang proyek, (ii)
keterlibatan masyarakat yang efektif melalui
pengungkapan
informasi
menghindari,
Dimana
dan
persyaratan
meminimalkan,
resiko
dan
dan
dampak
MIGA’s policy on social and
MIGA adalah anggota dari Kelompok
Warisan Budaya
Kinerja
tujuan
environmental sustainability
Standar Kinerja 8:
Standar
2.
menetapkan
terkait
dengan
proyek dan konsultasi dengan masyarakat
Bank Dunia. Misi MIGA adalah untuk
mempromosikan
investasi
asing
secara
langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke
negara-negara berkembang untuk membantu
mendukung
pertumbuhan
ekonomi,
mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan
kehidupan masyarakat. Strategi operasional
MIGA bermain untuk kekuatan utama dalam
pasar- menarik investor dan asuransi swasta
ke dalam lingkungan operasi yang sulit.
Sebagai agen pembangunan multilateral,
20
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
MIGA hanya mendukung investasi yang
kinerja
memenuhi standar sosial dan lingkungan
melalui pendekatan berbasis hasil. Hasil
yang tinggi. MIGA menerapkan seperangkat
yang diinginkan dijelaskan dalam tujuan
standar kinerja sosial dan lingkungan untuk
masing-masing
semua proyek dan menawarkan keahlian yang
dengan persyaratan tertentu untuk membantu
luas dalam bekerja dengan para investor untuk
klien mencapai hasil ini melalui cara-cara
memastikan kepatuhan terhadap standar-
yang sesuai dengan sifat dan skala proyek
standar ini.
dan sepadan dengan tingkat resiko sosial
Melalui
kebijakan
MIGA
sosial
dan
lingkungan
Standar
Kinerja,
mereka
diikuti
mengenai
dan lingkungan (kemungkinan bahaya) dan
Keberlanjutan Sosial dan Lingkungan, MIGA
dampak. Pusat untuk persyaratan ini adalah
menempatkan ke dalam praktek komitmennya
pendekatan yang konsisten untuk menghindari
untuk keberlanjutan sosial dan lingkungan.
dampak buruk terhadap pekerja, masyarakat,
Kebijakan ini berlaku untuk semua jaminan
dan lingkungan, atau jika penghindaran tidak
investasi yang aplikasi resminya diterima
mungkin, untuk mengurangi, mengurangi,
setelah Oktober 2007.
atau mengkompensasi dampak, yang sesuai.
Standar Kinerja MIGA terdiri dari:5
Standar Kinerja 1: Penilaian Sosial dan
Lingkungan dan Sistem Manajemen
Standar Kinerja 2: Tenaga Kerja dan
Kondisi Kerja
Standar Kinerja 3: Pencegahan dan
Pengurangan Polusi
Standar Kinerja 4: Kesehatan, Keselamatan
dan Keamanan
Standar Kinerja 5: Pembebasan Lahan dan
Pemukiman Kembali
Standar Kinerja juga menyediakan dasar yang
solid dari mana klien dapat meningkatkan
kelangsungan operasi bisnis mereka.
Kembali kepada posisi atau kedudukan
hukum
CSR
dalam
kerangka
hukum
internasional, hingga saat ini masih menjadi
perdebatan apakah sifat dari CSR tersebut
voluntary norm atau mandatory norm. Hal
ini terkat dengan sifat mengikat dari CSR.
Voluntary norm tidak dapat dituntut secara
hukum (unjusticiable) dengan kata lain
Standar Kinerja 6: Keanekaragaman Hayati
jika suatu korporasi tidak melakukan CSR
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
masyarakat tidak dapat menuntut kecuali
Berkelanjutan
pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi
Standar Kinerja 7: Masyarakat Adat
telah menyentuh ranah pidana maupun
Standar Kinerja 8: Warisan Budaya
perdata. Tetapi jika CSR dipandang sebagai
Standar Kinerja ini adalah dokumen
sebuah mandatory yang telah ditetapkan
penting untuk membantu MIGA dan kliennya/
dalam sebuah peraturan perundang-undangan,
perusahaan mengelola dan meningkatkan
CSR akan bersifat mengikat serta justiciable.
5 Policy on Social and Environmental Sustainability, Section 1: Purpose of Policy.
Hikmatul Ula, Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh...
Terlepas dari perdebatan status dan
kedudukan
CSR
tersebut,
instrument
hukum
banyaknya
guidelines tersebut adalah Should bukan
must atau have to. Penggunakan terminologi
dan
should dalam guidelines menunjukkan sifat
diperinci oleh WBG melalui IFC dan MIGA
asal dari CSR yaitu voluntary norm yang
sebagaimana tersebut diatas memberikan
pelaksanaanya disesuaikan dengan kebutuhan
gambaran
pergeseran
masing-masing korporasi. Namun demikian
paradigma yang pada mulanya CSR sebagai
CSR tetap menjadi bagian dari persyaratan
voluntary norm menjadi norma yang penting
yang harus dipenuhi oleh masing-masing
yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
korporasi. CSR menjadi bahan pertimbangan
usaha korporasi, meskipun masih belum pada
pemberian bantuan disamping syarat-syarat
tahap sebagai mandatary norm. Di Indonesia,
yang lain. dengan dijadikannya CSR sebagai
upaya mewajibkan CSR tersebut telah ada
bahan pertimbangan dalam memberikan
pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
bantuan, korporasi tidak lagi memandang CSR
2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan
sebagai projek sampingan yang bisa saja tidak
Lingkungan Perseroan Terbatas, khususnya
dilakukan tetapi keharusan. Dengan demikian
Pasal 2 dan 3 yang menyebutkan bahwa:
dapat dikatakan bahwa saat ini sifat CSR
(2) setiap perseroan selaku subyek hukum
bukan lagi voluntary norm murni melainkan
mempunyai tanggung jawab sosial dan
menjadi obligatory norm yaitu kewajiban
lingkungan. (3) tanggung jawab sosial dan
yang sudah diatur/disyarakkan.
bahwa
internasional
21
terdapat
lingkungan sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 2 menjadi kewajiban bagi perseroan
yang
menjalankan
kegiatan
usahanya
dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber
daya
alam
berdasarkan
undang-undang.
Peraturan Pemerintah tersebut secara eksplisit
mengisyaratkan
kewajiban
melaksanakan
CSR bagi perusahaan, tetapi terbatas pada
lingkup usaha yang berkaitan dengan sumber
daya alam. Namun, dalam hukum internasional
kedudukannya tetap pada voluntary norm
dengan beberapa pengaturan khusus.
Pengaturan secara khusus tentang CSR
terdapat
dalam
setiap
guidelines
yang
diberikan oleh IFC dan MIGA kepada
korporasi. Klausula yang digunakan dalam
B.
Model Penerapan Corporate Social
Responsibility oleh Multinasional
Corpration
dalam
Pengaturan
International Finance Corporation
(IFC) dan Multilateral Investment
Guarantee Agency (MIGA)
IFC
dan
MIFA
memiliki
model
implementasi dan evaluasi CSR terhadap
setiap perusahaan yang mereka bantu. IFC
dan MIGA memiliki karakteristik yang sama
yaitu membantu sektor swasta (MNC) sesuai
dengan pengembangan investasi, mereka
juga menerapkan kebijakan yang sama dalam
penerapan aturan dan model evaluasi kinerja
perusahaan yang mereka bantu. Umumnya,
22
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
penegakan tentang CSR dapat dilihat pada
klien yang tidak tepat, IFC dan MIGA tidak
dua proses, yaitu sebelum kegiatan bisnis
akan memberikan bantuan, atau klien harus
dijalankan - sebagai tindakan preventif - dan
mengubah usulan dan komitmen untuk peduli
ketika kegiatan bisnis MNC menjalankan -
lingkungan, pembangunan berkelanjutan dan
sebagai represif dan evaluasi.
memiliki program CSR terhadap masyarakat
1.
Tindakan pencegahan (preventive
sekitar yang relevan.
2.
action)
Tindakan pencegahan ini dapat dilihat
dalam standar kinerja yang ditetapkan oleh
Tindakan represif (represive and
evaluative action)
Sebagai
mekanisme
evaluasi,
para perusahaan klien IFC dan MIGA. Dari
Compliance Advisor Ombudsman/CAO. CAO
pedoman IFC dan MIGA di atas, dapat dilihat
adalah organ independen untuk mekanisme
bahwa ada beberapa langkah yang harus
proyek-proyek sektor swasta yang didukung
dipenuhi oleh perusahaan untuk mendapatkan
oleh Kelompok Bank Dunia - IFC dan MIGA.
bantuan dari IFC dan garansi MIGA, yaitu:
CAO bertanggung jawab langsung kepada
Langkah 1 : Penerapan usulan kerjasama
Presiden WBG. CAO bekerja dengan semua
dengan klien untuk IFC dan
pihak yang berkepentingan yang ikut ambil
MIGA.
bagian dalam proyek-proyek untuk mencari
Lingkungan dan Sosial (L & S)
melakukan penilaian tentang
relevansi
usulan
dan
MIGA
dan
IFC dan MIGA dan harus dipenuhi oleh
Langkah 2: IFC dan MIGA melalui tim
IFC
monitoring
mendirikan
solusi nyata dalam meningkatkan hasil sosial
dan lingkungan di lapangan.
Setiap invidu, kelompok, masyarakat,
kerjasama
atau pihak manapun bisa mengajukan keluhan
dengan standar kinerja dan
kepada CAO jika mereka percaya bahwa
dokumen lain yang berhubungan
mereka, atau mungkin, terkena dampak atau
dengan aturan distribusi bantuan
dirugikan oleh kegiatan perusahaan. Keluhan
Langkah 3 : Negosiasi dan komitmen
tersebut harus disampaikan tertulis dan
Langkah 4 : Penandatanganan kerjasama
dapat ditulis dalam bahasa apapun. Keluhan
Penilaian dari tim L & S sangat penting,
dapat berhubungan dengan setiap aspek dari
hal ini untuk menentukan program CSR
perencanaan, pelaksanaan, atau dampak dari
perusahaan/klien telah sesuai dengan standart
proyek IFC/MIGA, termasuk namun tidak
kinerja yang diberikan oleh IFC dan MIGA
terbatas pada:
terutama untuk program yang memiliki resiko
1) Proses diikuti dalam persiapan proyek;
sosial dan lingkungan tingkat tinggi contoh:
2) kecukupan upaya untuk mitigasi dampak
pertambangan dan perkebunan. Jika tim L &
S menyimpulkan bahwa usulan program CSR
sosial dan lingkungan proyek;
3) Pengaturan untuk keterlibatan masyarakat
Hikmatul Ula, Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh...
yang terkena dampak, minoritas,
dan
kelompok rentan dalam proyek;
Adapun langkah-langkah atau prosedur
yang
4) cara proyek dilaksanakan.
23
dilalui
CAO
dalam
melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap perusaan
CAO memiliki 3 aturan kriteria untuk
dapat digambarkan dalam langkah-langkah
setiap keluhan/komplain yang ada agar dapat
sebagai berikut:
diperiksa oleh CAO, yaitu:
Langkah 1: Tanda terima
1) keluhan terkait dengan proyek yang
Langkah 2: Penilaian
kelayakan
dan
apakah
akan
dibantu oleh IFC dan MIGA (termasuk
keputusan
proyek
melanjutkan (tidak lebih dari 15
yang
masih
dalam
tahap
pertimbangan)
hari kerja)
2) Keluhan berkaitan dengan isu-isu sosial
Langkah 3: Penilaian potensi untuk mencapai
dan/atau lingkungan yang terkait dengan
resolusi keluhan (tidak lebih dari
proyek
20 hari kerja)
3) Pihak yang mengajukan keluhan tersebut
Langkah 4
:
Jika
kelanjutan
adalah mereka yang terkena dampak oleh
ombudsman
isu-isu sosial dan/atau lingkungan dari
pelaksanaan
kegiatan perusahaan.
fasilitasi/mediasi,
Di samping itu, CAO tidak menerima
dari
proses
CAO,
maka
MOU
melalui
bersama
-
fakta, atau proses penyelesaian
keluhan yang tidak memenuhi 3 kriteria
lain
sebagai berikut:
mengarah
1) Apabila keluhan terkait dengan lembaga
penyelesaian atau tujuan lainnya
lainnya (seperti, tidak berasal dari IFC
yang
disepakati,
ke
yang
perjanjian
yang telah disepakati dan tepat.
dan MIGA) CAO akan mengarahkan
Langkah 5: Monitoring dan tindak lanjut.
keluhan tersebut ke kantor/lembaga yang
Langkah 6: Kesimpulan.
tepat.
CAO akan menginformasikan penerimaan
2) Keluhan dengan penipuan atau fakta
pengaduan masyarakat (yang mengajukan
yang tidak benar, kasus korupsi akan
keluhan) dalam versi bahasa keluhan itu.
ditangani langsung oleh Kantor Integritas
Dalam 15 hari kerja (keluhan dan dokumen
Kelembagaan Bank Dunia. CAO juga
terjemahan yang diperlukan tidak termasuk),
tidak bisa merevisi keluhan yang terkait
CAO akan menginformasikan kepada pihak
dengan keputusan IFC dan MIGA.
yang melayangkan keluhanan bahwa keluhan
3) CAO tidak akan menerima keluhan
yang layak untuk meneliti lebih lanjut.
yang bersifat menghasut, sepele, atau
Ketika sudah layak, pihak yang melayangkan
ditujukan untuk mengambil keuntungan
keluhan akan menerima informasi yang
oleh pihak-pihak tertentu.
menggambarkan
bagaimana
CAO
akan
24
ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman 1-150
bekerja sama dengan mereka untuk membantu
praktek yang ada, CAO dapat memaksa
menyelesaikan masalah bernama, dan tim
IFC dan MIGA dalam dalam memberikan
spesialis dari CAO akan mengkonfirmasi
teguran atau mendesak pihak (perusahaan)
secara pribadi dengan pihak yang mengajukan
untuk mengadopsi rekomendasi, dan pada
keluhan.
titik tertentu IFC dan MIGA dapat menarik
CAO akan melakukan pengujian terhadap
situasi, dan membantu para pihak dalam
menentukan alternatif terbaik untuk menangani
bantuannya kepada perusahaan tersebut.
Simpulan
keluhan. Namun demikian, Ombudsman
Kedudukan hukum CSR dalam pengaturan
tidak membuat pembenaran dalam manfaat
hukum internasional adalah voluntary norm
dari keluhan, dan juga tidak menentukan
yang berarti norma yang pelaksanaannya
solusi. CAO akan bekerja sama dengan pihak
secara sukarela oleh subyek hukum yang
mengidentifikasi pendekatan alternatif dan
ditunjuk. Namun dalam perkembangannya
strategi untuk menangani masalah. CAO
terdapat upaya untuk memperkuat posisi
bisa terlibat pencarian fakta secara kolektif,
CSR tidak hanya sebagai voluntary norm
memfasilitasi diskusi antara pihak-pihak
an-sich tetapi menjadi sebuah kewajiban
yang berkepentingan, menengahi sengketa
atau obligatory norm. Secara khusus aturan
para pihak, atau mengatur meja dialog atau
mengenai CSR juga diatur dalam IFC dan
program pemantauan kolektif. CAO memiliki
MIGA Guidelines dan standart kinerja. IFC
mediator ahli yang dilatih khusus untuk
dan MIGA memposisikan CSR bukan hanya
menguasai Alternatif Penyelesaian Sengketa
sebagai voluntary norm tetapi syarat penting
(ADR) dengan keahlian dalam memeriksa
yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan
konflik, mediasi, dan memberikan fasilitasi
yang akan bekerja sama dengan IFC dan
kepentingan semua pihak. CAO bekerja
MIGA (obligatory norm).
dengan mediator ahli dan independen yang
Model pelaksanaan CSR dalam IFC dan
memiliki reputasi khusus yang sesuai dengan
MIGA dapat dijelaskan dalam dua tahap
kondisi tempat proyek.
yaitu sebelum dilaksanakannya kegiatan
Meskipun CAO bukan lembaga peradilan,
usaha korporasi (prevetif action) dan setelah
CAO dapat memberikan pengaruh terhadap
kegiatan usaha korporasi berjalan (represif
penyelesaian konflik, membuat proposal
dan evaluatif action). Sebagai preventif
kreatif dan praktis untuk menyelesaikan
action IFC dan MIGA mensyaratkan setiap
masalah, dan mendorong pihak-pihak untuk
korporasi untuk memenuhi standar kinerja
terlibat dalam dialog. Meskipun CAO tidak bisa
yang telah ditetapkan khususnya dalam
memaksa entitas eksternal untuk mengubah
hal lingkungan dan sosial. Sebagai metode
perilaku mereka atau meninggalkan praktek-
represif
dan
evaluatif,
WBG
memiliki
Hikmatul Ula, Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh...
25
lembaga CAO yang tugas dan fungsinya
CAO berwenang melakukan evaluasi dan
adalah menerima pengaduan dan keluhan
audit terhadap perusahaan dan memfasilitasi
dari masyarakat terkait dengan perusahaan
adanya mekanisme penyelesaian sengketa
yang bekerjasama dengan IFC atau MIGA.
dengan mengedepankan jalur non litigasi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
United Nation Global Compact.
International
Convention Establishing the Multilateral
Economic Law, Sweet and Maxwell,
Investment Guarantee Agency (MIGA).
Asif
H.
Qureshi.,
1999,
Human Rights Principles and Responsibilities
Manchester.
Friedman Thomas, 2000, The Lexus and
The
Olive
Tree,
Understanding
Globalization, Rendom House, New
Mochtar Kusumaatmadja, 2010, Pengantar
Internasional,
Alumni,
IFC’s Policy on Social and Environmental
Sustainability.
Sustainability.
Jurnal
International Finance Corporation (IFC)
Bantekas,
Corporate
Social
Responsibility in International Law,
Boston University International Law
Journal, Volume 22:309 Tahun 2004.
Nation
Code
of
Conduct
Transnational Corporation.
Articles of Agreement.
World Bank Group’s Environmental, Health,
and Safety Guidelines.
Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) Guidelines for
Peraturan Perundang-undangan
United
Article Agreement of Internasional Bank for
MIGA’s Policy on Social and Environmental
Bandung.
Ilias
Other Business Enterprises.
Reconstruction and Development.
York.
Hukum
for Transnational Corporation and
on
Multinational Corporation.
Download