BAB II - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen
2.1.1
Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan alat untuk pencapaian tujuan yang diinginkan.
Manajemen yang tepat akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan, masyarakat. Manajemen berasal dari kata to manage artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diaturnya berdasarkan urutan dari
fungsi-fungsi manajemen itu (Perencanaan, Pengarahan, Pengendalian). Jadi,
manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang
diinginkan. Adapun unsur-unsur manajemen terdiri dari Men, Money, Method,
Materials, Machine, dan Market (6M).
Dalam suatu organisasi atau perusahaan, manajemen merupakan “alat” dan
“wadah” (tempat) untuk mengatur 6M dan semua aktifitas proses perusahaan
dalam mencapai tujuannya. Walaupun manajemen hanya merupakan alat saja,
tetapi harus diatur sebaik-baiknya, karena jikan manajemen ini tepat makan tujuan
optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang
dimiliki akan lebih bermanfaat. Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian
manajemen, penulis mengutip beberapa definisi yang terdapat pada salah satu
buku sebagai berikut :
Menurut G.R Terry (1996 : 2) menyatakan bahwa :
“Manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari
tindakan-tindakan peerencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai
sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya”.
10
11
Sedangkan pendapat Hasibuan (2007 : 1) :
“Manajemen
adalah
ilmu
dan
seni
yang
mengatur
proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah ilmu dan
seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.1.2
Bidang-bidang Manajemen
Unsur-unsur manajemen (tools of management) yang terdiri dari man,
money, method, materials, machines dan market (6M) telah berkembang menjadi
bidang manajemen yang mempelajari lebih mendalam perannya dalam mencapai
tujuan yang diinginkan.
Bidang-bidang manajemen dikenal atas :
1. Manajemen Sumber Daya Manusia (unsure Man)
2. Manajemen Keuangan (unsure Money)
3. Manajemen Operasional (unsure Materials and Machines)
4. Manajemen Pemasaran (unsure Market)
5. Manajemen Strategik (unsure Methods)
2.2.
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
2.2.1
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi membutuhkan sumber
daya manusia dalam merealisasikan tujuannya, karena manusia merupakan faktor
yang terpenting serta selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan
maupun perilaku organisasi.
Sumber Daya Manusia merupakan komponen dari perusahaan yang
mempunyai arti yang sangat penting. Sumber daya manusia menjadi sumber
penentu dari perencaaan tujuan suatu perusahaan karena fungsinya sebagai inti
dari kegiatan perusahaan. Tanpa adanya sumber daya manusia maka kegiatan
12
perusahaan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya meskipun pada saat ini
otomatisasi telah memasuki setiap perusahaan, tetapi apabila pelaku dan
pelaksana tersebut yaitu manusia, tidak memberikan peranan yang diharapkan
maka otomatisasi itu akan menjadi sia-sia. Untuk lebih memperjelas pengertian
dari manajemen sumber daya manusia, berikut ini penulis mengutip beberapa
definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli :
Menurut Stoner dan Freeman (1989 : 329) yaitu :
“Human resources management is the management that deals
with recruitmen, placement, training and development of
organizational members”.
Yang dapat diartikan sebagai berikut :
“Manajemen Sumber Daya Manusia adalah fungsi manajemen
yang berhubunga dengan perekrutan, penempatan, pelatihan,
dan pengembangan, anggota organisasi.”
Menurut Hasibuan (2001: 10) yaitu :
“Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni
mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan
efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan,
dan masyarakat”
Menurut Mangkunegara (2001: 2) yaitu :
“Manajemen
personalia
pengorganisasian,
adalah
pengkoordinasian,
suatu
perencanaan,
pelaksanaan,
dan
pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian
balas jasa, pengintergrasian, pemeliharaan, dan pemisahan
tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan perusahaan”.
Dari penjelasan diatas serta pendapat-pendapat para ahli tentang definisi
Manajemen Sumber Daya Manusia, penulis berusaha mencoba mengartikan
definisi Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai suatu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan,
13
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutus hubungan kerja yang
dimaksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu.
2.3
Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia
(2003:21), mengungkapkan bahwa ruang lingkup Manajemen Sumber Daya
Manusia menjadi 2 fungsi pokok, kedua fungsi tersebut adalah :
a. Fungsi Manajerial
b. Fungsi Operasional
2.3.1
Fungsi Manajerial
a. Perencanaan (planning)
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta
efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu
terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan
program
kepegawaian.
pengorganisasian,
pengembangan,
Program
pengarahan,
kompensasi,
kepegawaian
pengendalian,
pengintegrasian,
meliputi
pengadaan,
pemeliharaan,
kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian
yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan,
dan masyarakat.
b. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua
karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja,
delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagian organisasi.
c. Pengarahan (Directing)
Pengarahan adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar
mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu
tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan
dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan
semua tugasnya dengan baik.
14
d. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar
menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan
rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan
tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian
karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama.
Pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
2.3.2
Fungsi Operasional
a. Pengadaan (Procurement)
Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi,
dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu
terwujudnya tujuan.
b. Pengembangan (Development)
Pengembangan adalah peningkatan keterampilan teknis, teoritis,
konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan
kebutuhan pekerja masa kini maupun masa depan.
c. Kompensasi (Compensation)
Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak
langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai
imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi
adalah adil dan layak. Adil diartikan dapat memenuhi kebutuhan
primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah
dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.
d. Pengintegrasian (Intregation)
Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan
perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang
serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba,
15
karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaanya.
Pengintegrasiaan merupakan hal yang penting dalam MSDM, karena
mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang.
e. Pemeliharaan (maintenance)
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan
kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau
bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan
dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian
besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal
konsistensi.
f. Pemberhentian (Separation)
Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu
perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan,
keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pension, dan sebabsebab lainya.
Dari uraian mengenai fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia di
atas, dapat dijadikan suatu tahapan-tahapan yang saling berkaitan dan menunjang
satu sama lain.
2.4
Stress Kerja
2.4.1 Pengertian Stress
Salah satu masalah yang pasti akan dihadapi oleh setiap orang dalam
kehidupan adalah stress yang harus diatasi. Tuntutan untuk dapat bekerja lebih
baik dan cepat, mengharuskan manusia bekerja berlebihan guna memenuhi
tuntutan tersebut. Akibat dari tuntutan-tuntutan pekerjaan dan kebutuhan
hidupnya, manusia cenderung mengalami stress dalam kehidupan mereka.
Stress atau dengan kata lain orang menafsirkan sebagai ”tekanan batin”,
merupakan suatu bentuk alamiah dari tanggapan seseorang baik secara fisik
maupun secara mental terhadap suatu perubahan di dalam lingkungannya. Stress
16
yang berkaitan dengan pekerjaan akan dapat menyebabkan ketidakpuasan, tetapi
stress juga tidak buruk, stress juga mempunyai nilai positif.
Para ahli mengatakan bahwa stress dapat timbul sebagai akibat tekanan
atau ketegangan yang bersumber dari ketidakselarasan antara seseorang dengan
lingkungannya. Dengan perkataan lain, apabila saran dan tuntutan tugas tidak
selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang, ia akan mengalami stress.
Biasanya stress semakin kuat apabila seseorang menghadapi masalah yang
datangnya bertubi-tubi.
Menurut Braham (dalam Handoyo 2001 : 68), gejala stress dapat berupa
tanda-tanda berikut ini :
1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit
buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit
gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher
terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan
darah tinggi atau serangan jantung, kelihangan energi.
2. Emosional, yaitu marah-marah mudah tersinggung dan selalu
sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah,
sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang
lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan
mental.
3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat
menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan,
pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
4. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan
pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang
lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan
kata-kata, dan mudah menyalahkan orang lain.
Sedangkan menurut Cary Cooper dan Alison Straw (1995 : 8-15)
mengemukakan gejala stress dapat berupa tanda-tanda berikut ini :
17
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering tangan
lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu,
sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan
gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah
paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah,
gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit
berpikir jernih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreatifitas,
hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap
orang lain.
3. Watak dan Kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri
menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak.
Sedangkan gejala stress di tempat kerja, yaitu meliputi :
1. Kepuasan kerja rendah
2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energi menjadi hilang
4. Komunikasi tidak lancer
5. Pengambilan keputusan jelek
6. Kreatifitas dan inovasi kurang
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif
Berdasarkan definisi tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa stress
seringkali timbul pada setiap orang, stress yang tidak diatasi dengan baik biasanya
berakibat pada ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan
lingkungannya, baik dalam arti lingkungan pekerjaan maupun di luarnya. Artinya
karyawan yang bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negatif yang dapat
mengganggu pelaksanaan kerja mereka dan berpengaruh pada prestasi kerjanya.
18
2.4.2 Pengertian Stress Kerja
Menurut Mangkunegara (2005 : 28) bahwa :
“Stress kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa
tertekan
yang
dialami
karyawan
dalam
menghadapi
pekerjaan".
Menurut Rivai (2009 : 516) bahwa :
”Stress
kerja
menciptakan
adalah
adanya
suatu
kondisi
ketegangan
ketidak-seimbangan
fisik,
yang
yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang
karyawan, sehingga terjadi stress”.
Sedangkan Fathoni (2006 : 130) menyatakan bahwa :
“Stress karyawan timbul akibat kepuasan kerja tidak
terwujud dari pekerjaannya”.
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa stress kerja
adalah suatu keadaan dimana seseorang berada dalam kondisi pekerjaan yang
tidak sesuai dengan kemampuannya sehingga mengakibatkan tekanan.
2.4.3 Faktor-Faktor Penyebab Stress Kerja
Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang
menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang
berbagai macam gejala stress yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Orang-orang yang mengalami stress bisa menjadi nervous dan merasakan
kekhawatiran kronis. Mereka sering menjadi mudah marah dan agresif, tidak
dapat rileks, atau menunjukkan sikap yang tidak kooperatif.
Stress kerja dalam lingkungan pekerjaan dapat terjadi karena berbagai hal,
baik yang berasal dalam lingkungan pekerjaan maupun yang berasal dari luar
lingkungan pekerjaan.
Menurut Fathoni (2006 : 130), faktor-faktor penyebab stress kerja adalah:
1. Beban kerja yang sulit dan berlebihan
2. Tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan wajar
19
3. Waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai
4. Konfik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja
5. Balas jasa yang terlalu rendah
6. Masalah-masalah keluarga seperti anak, istri, mertua, dan lainlainnya.
Sedangkan menurut Robbins (2002:305) tingkat stress pada tiap orang
akan menimbulkan dampak yang berbeda. Sehingga ada beberapa faktor penentu
yang mempengaruhi tingkat stress seseorang. Faktor tersebut adalah :
1. Faktor Lingkungan
Ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, dan ketidakpastian
teknologi sangat berpengaruh pada eksistensi karyawan dalam
bekerja. Tingkat ekonomi yang tidak menentu dapat menimbulkan
perampingan pegawai dan PHK, sedangkan ketidakpastian politik
menimbulkan keadaan yang tidak stabil bagi negara, dan inovasi
teknologi akan membuat ketrampilan dan pengalaman seseorang
akan menjadi usang dalam waktu yang pendek sehingga
menimbulkan stress. Dengan ketiga faktor lingkungan tersebut
karyawan akan dengan mudah mengalami stress.
2. Faktor Organisasional
Beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai penyebab stress,
yaitu: Tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antarpribadi,
struktur organisasi, kepemimpinan organisasi.
3. Faktor Individual
Berbagai hal di luar pekerjaan yang mengganggu terutama adalah
masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, dan kepribadian.
Menurut Davis dan Newstrom (dalam Margiati, 1999 : 73), stress kerja
disebabkan :
1. Adanya tugas yang terlalu banyak
Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stress, akan
mencadi sumber stress bila banyaknya tugas tidak sebanding
20
dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang
tersedia bagi karyawan.
2. Supervisor yang kurang pandai.
Seorang karyawan dalam menjalankan tugas sehari-harinya
biasanya dibawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan
kepada supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan menguasai
tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan
atau intruksi secara baik dan benar.
3. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan.
Karyawan
biasanya
mempunyai
kemampuan
normal
menyelesaikan tugas kantor atau perusahaan yang dibebankan
kepadanya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian, pengalaman,
dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan
seringkali memberikan tugas dengan waktu yang terbatas.
Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas
sesuai waktu yang ditetapkan atasan.
4. Kurang mendapat tanggung jawab yang memadai
Faktor ini berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan
sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti
kewenangan (hak) yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil
keputusan harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya
pada atasan.
5. Ambiguitas peran
Agar menghasilkan
performa
yang baik,
karyawan
perlu
mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk
dikerjakan serta scop dan tanggung jawab dari pekerjaan mereka.
Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang
diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.
21
6. Perbedaan nilai dengan perusahaan
Situasi ini biasanya terjadi pada para karyawan atau manajer yang
mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti
maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme).
7. Frustasi
Dalam
lingkungan
kerja,
perasaan
frustasi
memang
bisa
disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan
frustasi kerja adalah terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas
dan wewenang serta penilaian/evaluasi staf, ketidakpuasan gaji
yang diterima.
8. Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak umum
Situasi ini bisa timbul akibat mutasi yang tidak sesuai dengan
keahlian dan jenjang karir yang di lalui atau mutasi pada
perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan
status jabatan serta status perusahaannya berada dibawah
perusahaan pertama.
9. Konflik peran
Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu (a) konflik peran
intersender,
dimana
pegawai
berhadapan
dengan
harapan
organisasi terhadap yang tidak konsisten dan tidak sesuai; (b)
konflik peran intrasender, konflik ini kebanyakan terjadi pada
karyawan atau manajer yang menduduki jabatan di dua struktur.
Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan pekerjaan
yang tidak sama, akan berdampak pada karyawan atau manajer
yang berada pada posisi dibawahnya, terutama jika mereka harus
memilih salah satu alternatif.
Menurut Dwiyanti (2001 : 75) terdapat dua faktor penyebab atau sumber
munculnya stress atau stress kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor
personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik manajemen kantor
maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa
22
berupa tipe kepribadian, peristiwa atau pengalaman pribadi maupun kondisi
sosial-ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. Faktor
kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karna
dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi
ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stress. Secara umum
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Tidak adanya dukungan sosial
Artinya, stress akan cenderung muncul pada para karyawan yang tidak
mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Hubungan sosial
disini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun
lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para
karyawan yang mengalami stress kerja adalah mereka yang tidak
mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperti orang tua,
mertua, anak, dan teman semacamnya. Begitu juga ketika seseorang
tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan
maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stress.
2. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
di kantor.
Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam
menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stress
kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi
tanggung jawab dan kewenangannya. Stress kerja juga bisa terjadi
ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan
yang menyangkut dirinya.
3. Pelecehan seksual
Yakni kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan
berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini
bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan
yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling
halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada
konteksnya. Dari banyak kasus pelecehan seksual yang sering
23
menyebabkan stress kerja adalah perlakuan kasar atau penganiayaan
fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak terkunjung
terwujud hanya karna wanita.
4. Kondisi lingkungan kerja
Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas,
terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan
yang terlalu panas mengakibatkan ketidaknyamanan seseorang dalam
menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin.
Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga
sirkulasi atau arus udara. Disamping itu kebisingan juga merupakan
kondisi yang dapat mengganggu pekerjaan sehingga munculnya stress
kerja sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan
dibandingkan yang lain (Muchinsky dalam Margiati, 1999 73).
5. Manajemen yang tidak sehat
Banyak orang yang mengalami stress dalam pekerjaan ketika gaya
kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seseorang
yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan),
perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa
sehingga mempengaruhi pmbuatan keputusan di tempat kerja. Situasi
kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa atau
kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan
tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan
menimbulkan stress (Minner dalam Margiati, 1999 : 73).
6. Tipe kepribadian
Seseorang dengan kepribadian tipe A cenderung mengalami stress
dibandingan kepribadian tipe B. Beberapa ciri kepribadian tipe A ini
adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya,
tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dari satu pekerjaan pada waktu
yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya),
cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi
atau peristiwa non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan
24
akan selalu mengalami dilema ketika mengambil pegawai dengan
kepribadian tipe A. Sebab, disatu sisi akan memperoleh hasil yang
bagus dan pekerjaan mereka, namun disisi lain perusahaan akan
mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan atau sakit
jantung (Minner dalam Margiati, 1999 : 73).
7. Peristiwa atau pengalaman pribadi
Stress kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan,
kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah,
kehamilan yang tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi
masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukan bahwa
tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati
pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh
perpindahan
tempat
tinggal.
Disamping
itu,
ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga
termasuk kategori ini (Baron dan Greenburg dalam Margiati, 1999 :
73).
2.4.4 Indikator-indikator Stress
Situasi stress kerja menghasilkan reaksi emosional mulai dari kegembiraan
(jika peristiwa menuntut tetapi dapat ditangani) sampai emosi umum kecemasan,
kemarahan, kekecewaan, dan depresi. Jika situasi stress kerja terus terjadi, emosi
seorang karyawan mungkin berpindah-pindah diantara emosi-emosi tersebut,
tergantung pada keberhasilan dalam menyelesaikannya.
Robbins (2002:309) mengemukakan tiga kategori kemunculan stress kerja,
yaitu :
1. Gejala fisiologis
•
Meningkatnya laju detak jantung dan pernapasan
•
Meningkatnya tekanan darah
•
Menimbulkan sakit kepala
•
Menyebabkan serangan jantung
25
2. Gejala psikologis
•
Ketegangan
•
Kecemasan
•
Mudah marah
•
Kebosanan
•
Suka menunda-nunda pekerjaan
3. Gejala perilaku
•
Berkurangnya produktifitas
•
Absensi
•
Tingkat keluarnya karyawan
•
Kebiasaan makan
•
Meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol
•
Bicara cepat
•
Gelisah dan gangguan tidur
Dari keterangan diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa stress dapat
menimbulkan beberapa gejala-gejala yang muncul apabila mengalami stress pada
pekerjaan.
2.4.5
Dampak Stress Kerja Pada Perusahaan
Stress merupakan suatu respons adoptif terhadap suatu situasi yang
dirasakan menantang atau mengancam kesehatan seseorang. Sering didengar
bahwa stress merupakan akibat negatif dari kehidupan modern. Orang-orang
merasa stress karena terlalu banyak pekerjaan, ketidakpahaman terhadap
pekerjaan, beban informasi yang terlalu berat atau karena mengikuti
perkembangan zaman. Kejadian-kejadian tersebut menimbulkan distresss, yakni
derajat penyimpangan fisik, psikis dan perilaku dari fungsi yang sehat.
Randall Schuller (dalam Rini, 2002 : 4) mengidentifikasi beberapa
perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti
ini, stress yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi
kerja, peningkatan ketidak hadiran kerja serta tendesi mengalami kecelakaan.
26
Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja
terhadap perusahaan atau organisasi dapat berupa :
1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun
operasional kerja
2. Mengganggu kenormalan aktifitas kerja
3. Menurunkan tingkat produktifitas
4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan
Kerugian financial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya
antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji,
tunjangan, dan fasilitas lainnya.
2.4.6
Dampak Stress Kerja Pada Karyawan
Selain berpengaruh pada perusahaan atau organisasi, stress berpengaruh
pula secara langsung pada karyawan. Munculnya stress, baik yang disebabkan
oleh sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan
memberikan akibat tertentu pada seseorang.
Pengaruh stress kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat berupa reaksi bersifat psikis maupun
fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan perubahan
perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi
stress. Usaha mengatasi stress dapat berupa perilaku melawan stress (flight) atau
(freeze) berdiam diri. Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya
dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stress. Perubahanperubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang mengalami
stress antara lain (Margiati, 1999 : 78-79) :
a. Bekerja melewati batas kemampuan
b. Keterlambatan masuk kerja yang sering
c. Ketidakhadiran pekerjaan
d. Kesulitan membuat keputusan
27
e. Kesalahan yang sembrono
f. Kelalaian menyelesaikan pekerjaan
g. Lupa akan janji yang dibuat dan kegagalan diri sendiri
h. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
i. Kerisauan tentang kesalahan yang dibuat
j. Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan
darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan.
Munculnya stress, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan
atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada
seseorang. Menurut Sopiah (2008 : 91) bahwa dampak atau akibat dari stress bisa
dilihat pada tiga aspek, yaitu :
1. Fisik
Akibat stress pada fisik mudah dikenali. Ada sejumlah penyakit
yang disinyalir karena orang tersebut mengalami stress yang
cukup tinggi dan berkepanjangan, diantaranya adalah penyakit
jantung, bisul, tekanan darah tinggi, sakit kepala, gangguan
tidur, tambah sakit jika sedang menderita sakit.
2. Psikis
Dampak stress pada aspek psikis bisa dikenali, di antaranya
adalah ketidakpuasan kerja, depresi, keletihan, kemurungan
dan kurang bersemangat.
3. Perilaku
Akibat stress bisa dikenali dari perilaku, yaitu kinerja rendah,
naiknya tingkat kecelakaan kerja, salah dalam mengambil
keputusan, tingkat absensi kerja tinggi, dan agresi di tempat
kerja.
28
2.4.7
Strategi Manajemen Stress
Manajemen stress lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar
menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Manajemen stress bertujuan untuk
mencegah berkembangnya stress jangka pendek menjadi stress jangka panjang
atau stress yang kronis. Dalam mengatasi stress pada setiap individu berbeda satu
sama lainnya, karena setiap individu memiliki tingkatan stress yang berbeda dan
hanya individu tersebutlah yang mengetahui seberapa besar stress yang
dialaminya. Individu dalam mengatasi stress tersebut adalah dengan cara latihan
jasmani, tidur, relaksasi dan meditasi.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001 : 158), dalam menghadapi
stress dapat dilakukan dengan tiga strategi, yaitu :
1. Memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stress
Melakukan penilaian terhadap situasi sumber-sumber stress,
mengembangkan alternatif tindakan, mengambil tindakan yang
dipandang paling tepat, mengambil tindakan yang lebih positif dan
memanfaatkan umpan balik.
2. Menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh stress
Mengendalikan berbagai reaksi baik jasmaniah, emosional,
maupun bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri, seperti
menangis, menceritakan masalah kepada orang lain, humor, dan
istirahat.
3. Meningkatkan daya tahan pribadi
Memahami
diri,
memahami
orang
lain,
mengembangkan
keterlampilan pribadi, berolah raga secara teratur, beribadah, pola
kerja yang teratur dan disiplin, mengembangkan tujuan dan nilainilai yang lebih realsitik.
Mendeteksi penyebab stress dan bentuk reaksinya, maka ada tiga pola
dalam mengatasi stress, yaitu pola sehat, pola harmonis, dan pola patologis
(Mangkunegara, 2002 : 158-159) :
29
1. Pola Sehat
Pola sehat adalah pola menghadapi stress yang terbaik yaitu
dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga
adanya stress tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi
lebih sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini
biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara
yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu
yang menekan, meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup
banyak.
2. Pola Harmonis
Pola harmonis adalah pola menghadapi stress dengan kemampuan
mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak
menimbulkan berbagai hambatan. Dengan pola ini, individu
mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan
cara mengatur waktu secara teratur. Dengan demikian, akan terjadi
keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang diterima
dengan
reaksi
yang
diberikan.
Demikian
juga
terhadap
keharmonisan antara dirinya dan lingkungan.
3. Pola Patologis
Pola patologis adalah pola menghadapi stress dengan berdampak
berbagai gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini,
individu akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara
yang tidak memiliki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas
dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang
berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah-masalah
yang buruk.
Selanjutnya pada bagian kepegawaian dapat dan harus membantu para
karyawan untuk mengatasi stress yang dihadapinya. Berbagai langkah yang dapat
diambil menurut Siagian (2008 : 302-303) meliputi antara lain :
30
1. Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para
karyawan menghadapi berbagai stress.
2. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan
sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta
bantuan dan dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stress.
3. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap
timbulnya gejala-gejalan stress di kalangan para bawahannya dan
dapat mengambil langkah-langkah tertentu sebelum stress itu
berdampak negatif terhadap prestasi kerja bawahannya itu.
4. Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber-sumber
stress.
5. Terus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga
mereka benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stress yang
dihadapinya.
6. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang
dapat menjadi sumber stress dapat diidentifikasikan dan dihilangkan
secara dini.
7. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja
sedemikian rupa sehingga berbagai sumber stress yang berasal dari
kondisi kerja dapat dielakkan.
8. Menyediakan jasa bantuan bagi para karyawan apabila mereka sempat
menghadapi stress.
Jelaslah bahwa meskipun stress dapat berperan positif dalam perilaku
seseorang dalam pekerjaannya, perlu selalu diwaspadai agar jenis, bentuk dan
identitas stress itu berada pada tingkat yang dapat teratasi, baik oleh karyawan
secara mandiri maupun dengan bantuan organisasi, dalam hal ini terutama bagian
kepegawaian dan atasan langsung karyawan yang bersangkutan.
31
2.5
Kepuasan Kerja
2.5.1
Pengertian Kepuasan Kerja
Manusia dalam hidup mempunyai kebutuhan mendasar yang tidak
mungkin dapat dihilangkan, karena kebutuhan tersebut mendasari perilaku
seseorang. Jika seseorang dalam bekerja merasa kebutuhannya sudah terpenuhi,
maka akan menimbulkan kepuasan kerja dalam diri mereka.
Untuk memperjelas pengertian mengenai kepuasan kerja maka penulis
mengemukakan beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli :
Menurut Handoko (2001: 193) :
“Kepuasan
kerja
adalah
pandangan
karyawan
yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaan
mereka. Perasaan tersebut akan tampak dari sikap positif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi
di lingkungan kerjanya”.
Menurut Rivai (2009: 856) :
“Kepuasan kerja adalah evaluasi yang menggambarkan
seseorang atau sikapnya senang ataupun tidak senang, puas
ataupun tidak puas dalam bekerja”.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli sebagaimana diungkapkan diatas
dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu bentuk perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya.
Dengan demikian kepuasan kerja merupakan sesuatu yang penting untuk
dimiliki oleh seorang karyawan, dimana mereka dapat berinteraksi dengan
lingkungan kerjanya sehingga pekerjaan dilaksanakan dengan baik dan tujuan
perusahaan tercapai.
Rivai (2009: 862) membagi kepuasan kerja dalam tiga kelompok yaitu :
1. Kepuasan kerja dalam pekerjaan
Kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh
pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana
lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati
32
kepuasan
kerja
dalam
pekerjaan
akan
lebih
mengutamakan
pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
2. Kepuasan kerja diluar pekerjaan
Kepuasan kerja yang dinikmati di luar pekerjaan dengan besarnya
balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya, agar dapat membeli
kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati
kepuasan kerja di luar pekerjaan akan lebih mempersoalkan balas jasa
daripada pelaksanaan tugas-tugasnya.
3. Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan
Kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang
seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Karyawan yang lebih menikmati kepuasan kerja kombinasi dalam dan
luar pekerjaannya akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya
dirasa adil dan layak.
2.5.2 Teori-Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yukl (dalam As'ad, 2002:104) ada tiga macam
teori kepuasan kerja, yaitu :
1. Discrepancy Theory ( Teori Ketidaksesuaian)
Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan
menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan
kenyataan yang dirasakan. Yang menerangkan bahwa kepuasan
kerja seseorang bergantung pada discrepancy antara ekspektasi,
keinginan dan nilai yang diharapkan dengan apa yang menurut
perasaannya atau presepsinya telah diperoleh atau dicapai
melalui pekerjaannya.
2. Equity Theory (Teori Keadilan)
Pada prinsipnya teori ini beranggapan bahwa orang akan
merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan
keadilan atau tidak atas suatu keadaan. Perasaan tersebut akan
33
didapat dengan membandingkan dengan keadaan orang lain,
rekan kerja sekantor atau yang berbeda tempat kerja.
3. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor)
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan kerja dan
ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) merupakan dua hal
yang berbeda. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh
Herzberg. Ia membagi situasi yang mempengaruhi sikap
seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu
kelompok satisfiers atau motivator dan kelompok dissatisfier
atau hygiene factors.
Ada dua komponen kepuasan kerja (Mas`ud, 2002), yaitu :
1. Kepuasan Intrinsik, meliputi : variasi tugas, kesempatan
berkembang, kesempatan menggunakan kemampuan dan
ketrampilan, otonomi, kepercayaan, pekerjaan yang menantang
dan bermakna, dan sebagainya.
2. Kepuasan Ekstrinsik, meliputi : gaji (upah) yang diperoleh,
supervisi, jaminan kerja, status dan prestise.
2.5.3
Indikator-indikator Kepuasan Kerja
Menurut Rivai (2009: 860) tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak
ada karena setiap individu berbeda standar kepuasannya, indikator kepuasan kerja
hanya diukur dengan :
1. Isi pekerjaan, penampilan tugas yang aktual dan sebagai
kontrol terhadap pekerjaan
2. Organisasi
3. Kesempatan untuk maju
4. Gaji dan keuntungan dalam bidang keuangan (insentif)
34
Menurut Mangkunegara (2007: 167) indikator tingkat kepuasan dapat
dilihat dari :
1. Tingkat perputaran karyawan
Kepuasan
kerja
yang
lebih
rendah
biasanya
akan
mengakibatkan perputaran karyawan lebih tinggi. Mereka lebih
mudah meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan di
perusahaan lain.
2. Tingkat absensi karyawan
Para karyawan yang kurang mendapatkan kepuasan kerja
cenderung lebih sering absen.
3. Umur karyawan
Semakin bertambah umur karyawan, mereka cenderung lebih
terpuaskan dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Para karyawan
yang lebih muda cenderung kurang terpuaskan, karena berbagai
penghargaan yang lebih tinggi, kurang penyesuaian dan
penyebab lainnya.
4. Jenjang karyawan
Orang-orang dengan jenjang pekerjaan yang lebih tinggi
cenderung lebih mendapatkan kepuasan kerja. Mereka biasanya
memperoleh kompensasi lebih baik, kondisi kerja lebih
nyaman, dan pekerjaan-pekerjaan mereka mmungkinkan
penggunaan segala kemampuan yang mereka miliki, sehingga
mereka mempunyai alasan-alasan untuk lebih terpuaskan.
5. Ukuran Organisasi
Ukuran
organisasi
perusahaan
cenderung
mempunyai
hubungan secara berlawanan dengan kepuasan kerja. Semakin
besar organisasi, kepuasan kerja cenderung turun secara
moderat kecuali manajemen mengambil tindakan koreksi.
Tanpa tindaan koreksi organisasi besar akan menjauhkan
karyawannya dalam berbagai proses seperti partisipasi,
komunikasi dan koordinasi kurang lancar.
35
2.6
Hubungan Stress Kerja dengan Kepuasan Kerja
Dalam hubungannya dengan pekerjaan atau profesi yang ditekuni, setiap
orang memiliki kemampuan berbeda dalam mengelola beban pekerjaannya.
Apabila beban pekerjaan melampaui kemampuan pekerja maupun dibawah
kemampuan seorang pekerja maka dapat mengakibatkan stress.
Beberapa studi yang dilakukan oleh peneliti yang mengkaji hubungan
antara stress dan kepuasan kerja. Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Sedangkan
kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan dimana para
karyawan memandang pekerjaan mereka. Keduanya saling berhubungan seperti
yang dikemukakan Robbins (2003), bahwa salah satu dampak stress secara
psikologis dapat menurunkan kepuasan kerja karyawan. Robbins (2003) juga
berpendapat stress dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stress yang dikaitkan
dengan pekerjaan menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan
dan memang itulah efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari
stress itu. Lebih jauh lagi Robbins (2003) mengemukakan bahwa dampak stres
pada kepuasan jauh lebih langsung. Ketegangan yang terkait dengan pekerjaan
cenderung mengurangi kepuasan kerja umum. Meskipun tingkat rendah sampai
sedang mungkin memperbaiki kinerja, para karyawan merasakan bahwa stress itu
tidak menyenangkan.
Dengan demikian bahwa stress di satu sisi dapat meningkatkan kepuasan
kerja akan tetapi disisi lain dapat juga menurunkan kepuasan kerja tentunya
disesuaikan dengan pekerjaan yang dihadapinya, dan stress kerja memiliki
hubungan dengan kepuasan kerja karyawan.
Download