1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya
alamnya terutama pada tanaman penghasil karbohidrat berupa serat, gula,
maupun pati. Pada umumnya karbohidrat diperoleh dari mengekstrak bahanbahan nabati seperti serealia, umbi-umbian, dan batang tanaman seperti sagu.
Selain itu karbohidrat bisa ditemukan di dalam biji buah-buahan seperti
mangga, durian, nangka, avokad, salak, dan lain sebagainya. Iklim di
Indonesia memungkinkan jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang, salah
satunya adalah avokad (Persea americana Mill). Menurut Kementerian
Pertanian Republik Indonesia (2014), produksi avokad di Indonesia dalam 4
tahun terakhir, 2010, 2011, 2012, dan 2013 adalah berputurut-turut 224.278,
275.953, 294.200, dan 289.893 ton.
Avokad menjadi salah satu komoditas buah yang digemari oleh seluruh
lapisan masyarakat. Pada umumnya bagian dari tanaman avokad yang sering
dimanfaatkan adalah bagian buahnya, terutama pada daging buah avokad
yang dikonsumsi oleh masyakarat. Pada perkembangan akhir-akhir ini,
komoditas avokad mempunyai peluang untuk dibudidayakan secara
komersial. Namun, semakin tinggi tingkat konsumsi buah avokad maka akan
semakin banyak limbah yang dihasilkan, salah satunya berupa biji.
Biji merupakan salah satu cara utama tumbuhan untuk bergenerasi. Di
dalam biji terdapat cadangan makromolekul dalam jumlah yang banyak dan
2
khas, yang merupakan bahan simpanan ekstra yang digunakan sebagai
sumber makanan cadangan untuk menopang perkecambahan awal. Bentuk
cadangan makanan utama yang sering dijumpai pada sebagian biji adalah pati
(Bewley dkk., 2013). Pati merupakan polimer D-glukosa dan sebagai
penyusun utama cadangan makanan pada tumbuhan tingkat tingi (Lineback,
1999).
Biji avokad merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan bagi
tanaman avokad, selain daging buah. Pati menjadi penyusun utama cadangan
makanan pada biji avokad. Menurut Surhayanta (1994), biji avokad
mengandung pati sebesar 24,76%. Adanya kandungan pati dalam biji avokad
ini dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam mengurangi limbah
pencemaran
lingkungan.
Salah
satu
cara
pemanfaatannya
dengan
mengekstrak pati dari biji untuk diolah menjadi berbagai produk yang
mempunyai nilai jual yang tinggi. Namun dalam ekstraksi pati ini timbul
masalah berupa warna coklat pada biji avokad yang dihancurkan, sehingga
pati yang dihasilkan juga berwarna coklat. Biji avokad mengandung senyawa
fenolik yang dapat menyebabkan reaksi pencoklatan (browning) secara
enzimatik yang disebabkan oleh reaksi antara oksigen dan substrat fenolik
dengan bantuan katalisator enzim polifenol oksidase (Erwin A., 2012). Dalam
pencegahan reaksi pencoklatan pada produk pangan, sering dilakukan dengan
penambahan zat antibrowning seperti asam askorbat, asam sitrat, dan natrium
metabisulfit. Menurut Chandra, dkk (2013), perendaman biji avokad dengan
larutan asam askorbat dapat menghambat reaksi pencoklatan.
3
Kandungan makromolekul polisakarida yang diduga sangat tinggi dalam
biji avokad dapat menjadi potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan
sebagai olahan makanan maupun sebagai alternatif sumber gula. Gula dalam
bentuk cair maupun kristal dapat berupa glukosa, sukrosa, dan fruktosa. Gula
telah banyak digunakan secara komersial pada industri pangan maupun non
pangan seperti bahan baku pembuatan etanol. Di Indonesia gula dari biji
belum dikembangkan, sehingga selama ini kebutuhan gula dipenuhi oleh
industri penggilingan tebu. Permintaan terhadap gula yang meningkat
berakibat pada kebutuhan akan tanaman tebu juga semakin meningkat,
sehingga dibutuhkan lahan penanaman tebu dalam jumlah besar. Namun
sekarang ini lahan untuk penanaman semakin berkurang sehingga diperlukan
cara lain dalam pemenuhan permintaan terhadap gula. Salah satu cara
alternatifnya adalah pemanfaatan pati dari biji avokad menjadi sumber gula.
Menurut penelitian sebelumnya bahwa hidrolisis amilum yang berasal dari
biji avokad dengan menggunakan HCl 3% selama 2 jam pada suhu 90oC
menghasilkan sirup glukosa sebesar 18,91% (Ermaiza, 2010).
Perubahan pati menjadi monosakarida dapat dilakukan dengan cara
hidrolisis, yaitu pemecahan polimer menjadi monomernya akibat adanya
reaksi dengan molekul air. Salah satu cara hidrolisis yang dapat dilakukan
adalah dengan hidrolisis asam. Asam digunakan sebagai katalis dimaksudkan
untuk mempercepat reaksi antara rantai polimer dengan molekul air (Wyman,
dkk., 2005). Binod, dkk (2011) menyebutkan bahwa salah satu asam yang
dapat digunakan untuk hidrolisis adalah asam sulfat (H2SO4). Tingkat
4
pemecahan polimer pada hidrolisis asam sangat bergantung pada struktur
polisakarida yang dihidrolisis, lama waktu proses, suhu proses, dan
konsentrasi asam yang digunakan. Menurut Mastuti (2010), konsentrasi
optimum penggunaan asam untuk hidrolisis pati adalah 0,1N, serta kadar
glukosa maksimum akan didapatkan dari hidrolisis pada suhu 100oC (suhu
didih). Menurut Wyman, dkk. (2005), pada hidrolisis asam, selain terjadi
pemecahan polisakarida menjadi monosakarida, juga terjadi dehidratasi
sehingga terbentuk senyawa turunan dari monosakarida yaitu berupa senyawa
hidroksimetilfurfural (HMF), asam levulinat, dan asam format.
Pada hasil hidrolisis polisakarida pati, jenis dan komposisi gula penyusun
polisakarida dapat dianalisis sehingga jenis dan jumlah monosakarida tersebut
dapat diketahui. Salah satu cara analisis yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
pada hidrolisat pati.
Dengan demikian, melalui penjabaran tersebut penulis melakukan
penelitian terhadap kandungan makromolekul polisakarida berupa pati yang
terdapat pada biji avokad, dan karakterisasi gula yang dihasilkan dari
hidrolisis polisakarida biji avokad tersebut. Dengan penelitian ini diharapkan
dapat menjadi referensi agar biji avokad dapat dimanfaatkan lebih luas sesuai
dengan potensi yang terdapat dalam biji tersebut menjadi produk yang
bernilai lebih, sehingga tidak hanya menjadi limbah pencemaran lingkungan.
5
1.2. Perumusan masalah
a. Bagaimana kandungan amilum yang terkandung dalam pati biji avokad?
b. Bagaimana kualitas pati biji avokad jika dibandingkan dengan pati
komersial berdasarkan sifat fisikokimianya?
c. Berapa porsi glukosa yang dihasikan dari hidrolisis pati biji avokad
menggunakan katalis asam sulfat 0,1 N pada suhu 100oC dengan variasi
waktu sampai kondisi steay state? Dengan itu, apakah pati biji avokad
berpotensi sebagai alternatif glukosa cair?
1.3. Tujuan penelitian
a. Mengetahui kadar amilum yang tekandung di dalam pati biji avokad.
b. Mengetahui kualitas pati biji avokad bila dibandingkan dengan pati
komersial.
c. Mengetahui porsi glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis pati biji
avokad menggunakan katalis asam sulfat 0,1N pada suhu 100oC dengan
variasi waktu sampai steady state. Dan mengetahui potensi pati biji avokad
untuk dijadikan sebagai sumber alternatif glukosa cair.
1.4. Manfaat penelitian
Penelitian mengenai hidrolisis pati dari biji Avokad ini dimaksudkan
untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum, mahasiswa, maupun
industri mengenai pemanfaatan pati biji avokad yang dapat digunakan sebagai
sumber alternatif glukosa cair. Selain itu dimaksudkan untuk menumbuhkan
inisiatif bangsa Indonesia agar lebih memanfaatkan bahan-bahan yang
dianggap sebagai limbah terbuang untuk dijadikan suatu alternatif produk
yang berguna.
Download