KEPEMILIKAN SAHAM PERBANKAN OLEH ASING SAMPAI 99%, WOW! Bambang Murdadi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang Abstrak Dalam pemberitaan media, muncul wacana dari gedung DPR untuk mengkaji kembali UU yang tidak sesuai dengan kepentingan publik antara lain kepemilikan saham perbankan oleh pemilik asing diperbolehkan sampai 99%. Ketentuan yang membolehkannya adalah Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 1999 tentang pembelian saham bank umum oleh pihak asing. Selain PP tersebut, kepemilikan saham perbankan oleh asing diatur juga dalam PBI No. 14/8/PBI/2012 tahun 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum yang membolehkan asing memiliki saham lebih dari 40% dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Bagi penggiat nasionalisme tentu akan melihat hal ini sebagai penguasaan perbankan nasional oleh asing, terlebih lagi saat ini bank-bank yang dimiliki asing pangsanya sudah sekitar 40% dari aset perbankan nasional. Perlu diketahui peranan lembaga perbankan sangat penting. Di Indonesia peran lembaga perbankan mencapai lebih dari 80% dari sistem keuangan nasional. Upaya untuk menurunkannya tentu perlu didukung. Namun tetap memperhitungkan dampak yang timbul dari upaya-upaya yang akan ditempuh tersebut. Kata Kunci : Perbankan nasional, Saham asing 99%, Amandemen ketentuan dan PerundangUndangan. PENDAHULUAN Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1999 Sering dikatakan bahwa penjualan tentang pembelian saham bank umum . aset negara merupakan salah satu bentuk Selain PP tersebut Bank Indonesia dengan kegagalan dari pengelolaan perekonomian / Peraturan Bank Indonesia No.14/8/PBI/2012 negara. Sebagi contoh adalah penjualan tahun 2012 tentang Kepemilikan Saham Indosat kepada investor Singapura dan juga Bank penjualan kapal tanker Pertamina. Sampai kepemilikan asing lebih dari 40% dengan saat ini masalah tersebut sering muncul di persyaratan tertentu, artinya peluang asing perbincangan publik. Publik menganggap untuk memiliki saham perbankan nasional bahwa penjualan tersebut sangat merugikan sampai 99% masih terbuka. Dalam konteks kepentingan nasional. Akan halnya di dunia penjualan aset/kekayaan negara, dalam hal perbankan nasional, kepemilikan saham ini memang yang dijual bukan aset negara perbankan oleh asing diperbolehkan sampai namun masih sebatas saham/aset bank-bank 99%. Hal tersebut memang diatur dalam milik swasta. Tidak menutup kemungkinan Umum masih membuka kran ke depan terbuka peluang untuk menjual asing, khususnya di dunia perbankan tidak saham (Bank perlu diributkan, hanya perlu diatur. Di BUMN) karena secara ketentuan juga tidak dunia manapun kehadiran pemodal asing dilarang. Tentu hal ini jangan sampai terjadi, merupakan keniscayaan. Jangan seperti di mengingat aset perbankan itu berbeda Vietnam, karena terlalu menutup diri, dengan aset lain. Perbankan diibaratkan akhirnya perbankannya hancur. Pakar lain peredaran darah dalam tubuh manusia, juga betapa tidak sistem keuangan nasional membolehkan kepemilikan saham asing pelakunya adalah dunia perbankan. Bisa sampai 99%, sementara negara lain seperti dibayangkan sistem Malaysia hanya membolehkan maksimal peredaran darah di tubuh kita dikendalikan sebesar 17% dan Australia hanya 35%. Jadi bukan oleh tubuh kita tetapi dikendalikan angka 99% itu memang terkesan mengobral oleh alat/faktor diluar tubuh kita, artinya aset nasional. Sekalipun memang harus kematian tubuh bisa terjadi kapan saja diambil langkah untuk menurunkannya, tergantung pengendalinya. namun perlu memperhatikan dampak yang bank-bank milik akibatnya Dalam negara kalau berbagai diskusi dan berkomentar, timbul apabila mengapa kita langkah-langkah yang pemberitaan muncul niat dari legislatif diambil secara frontal baik prosentase untuk meninjau kembali UU yang mengatur maupun jangka waktu pentahapannya. Apa perbankan agar dimasukan ketentuan yang saja dampak yang bisa timbul dari rencana mengatur prosentase yang dibolehkan bagi perubahan-perubahan investor perundang-undangannya? asing perbankan untuk nasional. memiliki Muncul saham berbagai ketentuan Di dan bawah ini kajiannya. argumen dari berbagai pihak, para pakar, anggota legislatif dan masyarakat, berapa KILAS prosen angka yang ideal dalam kepemilikan KEPEMILIKAN SAHAM BANK saham perbankan nasional oleh asing BALIK Kalau kita PERMASALAHAN kilas balik tentang tersebut. Ada yang mengatakan maksimal kepemilikan saham perbankan nasional, 49%, 20% dan seterusnya. Polemikpun mengapa muncul terkait penanaman modal asing di pemerintah yang membolehkan asing bisa Indonesia. mengatakan sampai muncul peraturan Ekonom Aviliani misalnya memiliki sampai 99%. Hal ini nampaknya bahwa kehadiran pemodal tidak terlepas dari dampak krisis multi dimensi yang dimulai dari krisis mata uang, Secara bertahap dilepaskannnya saham- perbankan, perekonomian bahkan sampai saham tersebut kepada pihak swasta baik “krisis moral” yang mulai melanda bangsa lokal maupun asing. Berbagai persyaratan Indonesia pada pertengahan tahun 1997. tentu dibuat agar tidak merugikan negara Dalam lingkup krisis perekonomian, upaya baik dari harga saham dan aset-aset yang yang dilakukan pemerintah/Bank Indonesia dikuasai. Yang paling penting dan krusial sampai adalah jangan sampai penjualan kembali mengucurkan dana Bantuan Llikuiditas Bank Indonesia mencapai sekitar saham-saham Rp600 trilyun melalui perbankan nasional kembali kepada pengusaha-pengusaha nakal yang pada akhirnya banyak menuai berbagai yang tadinya adalah pemilik saham-saham masalah. Akhirnya saham perbankan swasta bank yang akhirnya diambil-alih/dikuasai nasional diambil-alih pemerintah tersebut. Divestasi saham jangan pemerintah antara lain BCA, Lippo, BDNI, sampai dibeli lagi oleh pemilik bank nakal. Lippo dan lain-lain. Lahirlah lembaga Badan Ditawarkanlah Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). investor asing dan lokal. Namun, ternyata Lembaga yang dibentuk dan diserahi tugas investor lokal selain investor nakal yang untuk mengelola aset perbankan swasta disebutkan nasional yang diambil alih oleh pemerintah. mungkin Pola penyelesaiannya antara lain dengan membeli. Dari kondisi inilah tentu tidak bisa skema Master Settlement for Acquisition dihindari minat asing untuk membeli saham- Agreement (MSAA). Pada akhirnya BPPN saham milik perbankan nasional tersebut. dibubarkan diganti lembaga Dari sinilah asing mulai memburu saham- Perusahaan Pengelola (PPA). saham perbankan nasional. Tentu dengan Penyelesaian pelepasan saham perbankan bargaining yang banyak kelemahan dipihak oleh pemerintah (divestasi) inilah sebagai pemerintah karena aset bank-bank yang tahapan-tahapan proses penjualan saham- dikuasai saat itu tentu banyak yang harus saham perbankan yang diambil-alih tersebut. dilakukan penelitian yang cermat antara lain Saham-saham swasta banyak yang rusak dan sebab-sebab lain memang harus dilepaskan kembali karena sehingga tentu dengan harga yang dibawah tidak mungkin pemerintah menguasai dalam kewajaran. Hal ini terbukti bahwa dari dana waktu lama karena akan membebaninya. BLBI yang dikucurkan sekitar Rp600 banyak milik yang dengan Aset perbankan tersebut saham-saham diatas, ada (divestasi) tidak yang jatuh kepada mampu “tidak atau berminat” trilyun, hanya terjual beberapa ratus trilyun dalam rangka memperkuat permodalan bank saja. tapi dan menyambut era perdagangan bebas, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa terkesan sasarannya memang warga negara dengan kondisi seperti ini. Disinilah peran asing. investor asing apat mendapatkan saham- dilahirkan itu, sehingga warga negara asing saham perbankan nasional dengan kelebihan langsung diberikan kesempatan untuk dapat dari sisi prosentasi kepemilikan tentunya. memiliki saham perbankan nasional sampai Sangat merugikan negara, Demikian liberalnya PP yang Lahirnya Peraturan Pemerintah No. 99%. Kalau melihat tahun lahirnya PP yakni 29 tahun 1999 tentang pembelian saham tahun 1999 memang tentu dapat dipahami bank umum dengan konsiderannya antara dimana saat itu sedang antiklimaksnya krisis lain adalah : multi untuk menciptakan sistem perbankan Sebagaimana disebutkan di atas, dibentuklah yang sehat, efisien, tangguh dan mampu BPPN untuk menangani bank-bank yang bersaing dalam era globalisasi dan diambil-alih oleh pemerintah. Saat itu pula perdagangan bebas, diperlukan upaya lahir UU mengenai Bank Indonsia No. 23 yang tahun 1999. Disini menunjukan lahirnya dapat mendorong Bank memperkuat permodalannya; untuk memperkuat dimensi melanda bangsa ini. berbagai ketentuan dan perundang-undangan permodalan terkesan sangat responsif terhadap kondisi perbankan, perlu dibuka kemungkinan bangsa saat itu sehingga terkesan spontan yang lebih besar bagi masyarakat untuk dan dalam berbagai hal isinya “dangkal”, membeli saham Bank; terbukti dalam perjalanannnya menghadapi Pada pasal (3) kepemilikan ditetapkan, bahwa jumlah saham Bank oleh berbagai masalah sehingga UU/ketentuan- Warga ketentuan yang dihasilkan pada akhirnya Negara Asing dan atau Badan Hukum Asing diamandemen seperti UU No 23/1999 yang diperoleh melalui pembelian secara tentang langsung maupun melalui Bursa Efek dengan UU No 3/2004. Bank Indonesia diamandemen sebanyak -banyaknya adalah 99% (sembilan Semestinya dapat dijadikan pelajaran puluh sembilan per seratus) dari jumlah bagi komponen bangsa bahwa pada saat saham Bank yang bersangkutan. negara Dalam konsideran lahirnya Peraturan Pemerintah tersebut tekanannya adalah dalam keadaan lemah secara ekonomi, maka membuka peluang bagi bangsa lain untuk ikut “memancing di air keruh” atas kondisi yang dialami. Di saat berdampak sistemik apabila mengalami itulah memungkinkan pihak-pihak asing kejatuhan. Bank diluar yang 15 itu juga bisa bermain disegala bidang termasuk bidang- menjadi sistemik apabila kejatuhannya pada bidang otoritas saat yang kurang tepat, misalnya bertepatan kebijakan/pengaturan termasuk kebijakan dengan datangnya krisis ekonomi dan bidang seterusnya. yang mempunyai perbankan. Apakah kita bisa Efek domino tidak dapat menjamin bahwa lahirnya PP tersebut juga dihindari karena bank adalah lembaga tanpa intervensi asing, dimana saat itu kepercayaan masyarakat, mati hidupnya negara dalam kondisi lemah bahkan kalau tergantung sejauh mana bank tersebut kita mengingat kembali ketika presiden dipercaya masyarakat. Perbankan bukan Suharto hanya dihadapan Camdesuss petinggi IMF Mc. sekedar lembaga intermediasi dengan sikap arogan (kedua (lembaga penengah antara pemilik modal tangan dipinggang) menyaksikan presiden dan yang membutuhkannya), namun punya kita menandatangi LOI dengan IMF. peran lain yang sangat strategis. Perbankan juga bagian dari sarana sistem pembayaran PERBANKAN LEMBAGA STRATEGIS, nasional. Ibarat sistem transportasi, bank PILAR PEREKONOMIAN BANGSA adalah moda yang mengangkut produk- Berbeda dengan perusahaan non produk yang dibutuhkan oleh masyarakat bank, sebagaimana disebutkan di atas, dari producernya. Perbankan adalah sarana perbankan mempunyai peran penting dalam angkutan kinerja sistem keuangan nasional. ikut menjaga lancarnya roda perekonomian Perannya yang mencapai 80% lebih dari nasional. Apabila perusahaan non bank sistem keuangan nasional, menjadikannya misalnya pabrik baja kolaps, maka tidak pilar akan menjalar ke sektor lain, paling masalah perekonomian yang masalah perbankan nasional juga adalah aset negara ketenagakerjaan. Namun kalau perbankan, yang sangat penting. Apabila merujuk pada kalau salah satu bank saja kolaps, terlebih UUD 1945, khususnya pasal 33, perbankan yang yang adalah perusahaan yang menguasai hajat dikategorikan sebagai bagian sistem yang hidup orang banyak. Memang semestinya penting (systemic). Biasanya ada 15 bank harus dikuasai oleh yang dikategorikan sebagai bank yang pasti tentunya bukan harus selalu dalam bentuk timbul kolaps biasanya adalah bank-bank yang harus kokoh nasional. Bisa negara, di dalam dikatakan walaupun aset fisik, namun aset yang bersifat non fisik Kepemilikan saham-saham perbankan di seperti regulasi dan ketentuan perundangan- tanah air oleh asing meliputi 3 (tiga) undangan yang mengaturnya. skema/bentuk yakni : pertama melalui Dari sisi informasi mengenai data pembukaan Kantor Cabang bank asing di perekonomian, penguasaan saham-saham Indonesia, perbankan juga berarti menguasai data, trend saham-saham bank-bank swasta nasional dan potensi-potensi perekonomian nasional. dan Warna dari berbagai usaha baik usaha besar campuran antara investor asing dan pemilik maupun kecil dapat dilihat melalui kondisi bank swasta nasional. Sebagai gambaran, nasabah-nasabah perbankan. Usaha apa data mengenai kepemilikan asing dalam 3 yang sedang tumbuh, booming atau bahkan (tiga) kriteria tersebut, sebagaimana data di usaha yang mulai surut (sun-set product) bawah ini : dapat terlihat dari nasabah-nasabah strategisnya kondisi dan perbankan. perbankan, kedua dengan ketiga dengan cara kepemilikan trend Nama Bank %-tase kepemilikan Begitu bahkan mengakuisisi asing > 50% sampai Kantor Cabang kepada risiko-risiko yang mungkin timbul 1 American Ekpress Bank 100% dari kinerja perbankan dapat terlihat dari 2 Citibank 100% data perbankan yang ada. Sehingga pada 3 JP Morgan Class Bank 100% akhirnya saham-saham 4 Bank of Amerika 100% perbankan dapat dijadikan sebagai bahan 5 Bangkok Bank 100% 6 HSBC 100% 7 Bank Of Tokyo Mitsubishi 100% 8 Standard Chartered Bank 100% 9 ABN Amro Bank 100% pengambilan menguasai keputusan, bukan hanya kinerja perbankan namun juga kinerja perekonomian negara. Kalau melihat realita saat ini, 10 Deutche Bank 100% investor asing sudah memiliki sekitar 40% 11 Bank of China Limited 100% dari aset perbankan tanah air, rasanya sangat Akuisisi memprihatinkan apabila hal ini dibiarkan. Apakah peningkatkan pangsa perbankan 1 Bank NISP 79,22% 2 Bank Muamalat 70,57% 3 Bank Niaga 69,69% asing akan dibiarkan sampai mencapai 75% 4 Bank Danamon 69,62% misalnya, pada akhirnya dapat diibaratkan 5 BII 62,93% kita bukan tuan rumah di negerinya sendiri. 6 Bank Lippo 57,62% 7 BCA 51,19% biasa, hanya ada beberapa negara saja yang 8 Bank Buana Indonesia 61,19% dengan suku bunga tergolong tinggi. Suku 9 Bank Bumi Putra 58,32% Bank Campuran bunga perbankan yang tergolong tinggi tersebut, semestinya kalau dilihat dari sisi 1 Bank BDS Indonesia 99,00% 2 Bank Mizuho Indonesia 99,00% domestik adalah ibarat “penyakit menahun”. 3 Bank 99,00% Namun dilihat dari sisi investor asing tentu BNP Paribas Indonesia hal 4 Bank UOB Indonesia 5 Korea 99,00% Exchange B. 99,00% Bank 99,00% ini merupakan daya tarik yang menggiurkan, ibarat ada gula ada semut untuk kasus Indonesia dari aspek suku Danamon 6 Bank Rabo bunga. Spread suku bunga di tanah air dibandingkan dengan suku bunga dinegara- International 7 Bank OCBC-NISP 99,00% negara 8 Bank Chinatrust Indonesia 99,00% misalnya mengenai suku bunga acuan. Di 9 Bank Commmonwealth 98,70% Indonesia suku bunga acuan (BI rate) saat 10 Bank Resona Perdana 98,42% 11 Bank Sumitomo Mitsui 98,29% 12 Bank Capital 96,82% 13 Bank UFI Indonesia 96,23% 0 s.d. 0,1%, Amerika sebesar 0 sd 0,25%, 14 Bank Woori Indonesia 95,18% Australia sebesar 2,5%. Dibawah ini daftar 15 Bank Maybank Indocorp 91,20% tingkat suku bunga acuan di berbagai negara 16 ANZ Panin Bank 85,00% : 17 Bank Finconesia 51,49% cukup Ketertarikan investor asing bukan No Nama Negara 1 Indonesia % suku bunga acuan 7,50 2 Amerika 0-0,25 kinerja perbankan Indonesia dan keuangan Indonesia memang tergolong BI rate (Nov’13) Fund rate ( Des 3 Jepang 0-0,1 Call rate (Oct’10) 4 Australia 2,50 Cash rate (Agt on rate ’13) 5 Canada 1,00 Target (Sep’10) 6 Eurozone 0,05 “tinggi”. Dengan kata lain punya daya tarik luar Kererangan ’08) hanya karena banyaknya saham perbankan yang ditawarkan saat ini. Namun melihat Bandingkan, negara-negara lain antara lain Jepang hanya TINGKAT SUKU BUNGA DOMESTIK SEBAGAI DAYA TARIK ASING lebar. ini sebesar 7,5%, sedangkan di negara- Sumber : Buku Mengelola Bank Sentral. ,Ir Buhanuddin Abdullah,MA(2006) lain Key Intrrate (Sep ’14) 7 India 8,00 Policy repo rate 8 China 6,00 (Jan’14) keuntungan. Bandingkan, seorang investor Lending rate (Juli Jepang misalnya dengan meminjam uang di ’12) 9 New 3,5 negaranya dikenakan bunga hanya 1%, lalu Cash rate (Jul ’14) diivestasikan di Indonesia, misalnya untuk Zealand 10 11 Bnhmark Israel 0.25 Saudi 2,00 Arabia Rate membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) (Aug ‘14) dengan diskonto (BI rate) sebesar 7,5%. Repurch Rate (Jan Sementara dengan memegang Sertifikat ‘09) Bank Indonesia tersebut risikonya dapat dikatakan nol persen, kondisi seperti ini Sementara suku bunga pinjaman komersial misalnya suku bunga kredit perumahan (BTN), di Indonesia rata-rata mencapai 10,16%(Rata-rata 19 bank di dalam negeri). Di negara lain antara lain Jepang bunga pinjaman hanya antara 0 – 0,1%, Amerika hanya 3,22%(tenor 1f ) dan 4,22% (tenor 30 th), Australia 4,25% Dengan spread bunga yang menganga lebar seperti ini, bagaimana para investor asing tidak tergiur untuk menanamkan modalnya di Indonesia memiliki khususnya saham dengan bank-bank cara nasional. Melihat suku bunga acuan (BRI rate) yang cukup tinggi tersebut (7,5%), pemodal asing tentu memandang hal ini sebagai good area to invest. Sekalipun saat ini The Fed menaikan tingkat suku bunga, nampaknya hanya kondisi sesaat bagi investor bidang perbankan ini. Dengan melihat BI-rate sebesar itu, ibaratnya dengan tidurpun berinvestasi di Indonesia akan mendapatkan apakah tidak dapat dikatakan dengaan hanya tidur saja para investor asing tersebut akan menangguk keuntungan. Suku bunga perbankan yang rendah di luar negeri itu pula yang mendorong banyak pihak swasta dalam negeri yang mencari pinjaman di luar negeri yang bunganya relatif murah, seingga utang Indonsia Rp3.000 trilyun membengkak (utang swasta sampai sekitar separuh lebih dari utang pemerintah). Inilah sebenarnya penyakit menahun yang melanda perbankan dan perekonomian nasional. Penyakit menahun inilah yang dijadikan para pemodal asing untuk selalu memanfaatkan pasien untuk berobat di luar negeri dan dokternya adalah para investor antara lain yang membeli saham-saham perbankan nasional. kebijakan untuk Kalau tidak mengatur ada dan menertibkannya, sampai kapanpun sahamsaham perbankan nasional akan selalu menjadi daya tarik untuk dibeli Upaya dan untuk kepemilikan dikuasainya. mengurangi saham-saham oleh asing maupun oleh individu-individu pemilik bank sebetulnya sudah dilakukan oleh Bank SOLUSI PP No. 29 tahun 1999 saat ini sudah Indonesia sebagaimana PBI. berjalan selama 15 tahun dan aset perbankan No.14/8/PBI/2012 tahun 2012 yang telah asing sudah sekitar 40%, tentu sudah banyak disebutkan di atas. Namun sayangnya kemanfaatan dari kehadiran pemodal asing memang untuk kepemilikan saham asing tersebut di kancah perbankan nasional sampai misalnya telah menopang kehidupan dan persyaratan kebangkitan penguatan (2013), dalam bukunya “Bank Sentral itu permodalan bank, memberikan peluang harus membumi”, bahwa kepemilkan saham kesempatan kerja, peluang pengembangan asing usaha khusnya usaha kecil, pengembangan Pemerintah nomor 29 tahun 1999 tentang ilmu pembelian dan bank domestik, teknologi perbankan dan 99% sah masih tertentu. menurut saham ditolerir Darmin hukum. bank dengan Nasution Peraturan umum masih seterusnya, namun tentu permasalahan yang memberikan keleluasaan kepada pihak asing bisa muncul dikemudian hari juga siap untuk memiliki saham bank sampai dengan menghadang. Permasalahannya yang utama 99%. Selama peraturan ini masih berlaku, tentu adalah dominasi kepemilikan asing tidak mungkin lagi Bank Indonesia untuk pasti menimbulkan intervensi, kepentingan, secara pengaturan/kebijakan dan pada akhirnya pemilikan saham oleh pihak asing. Bisa-bisa penguasaaan(hegemoni) terhadap perbankan ada regulasi antar instansi yang saling nasional (baca : perekonomian nasional). bertentangan dan ini berita buruk kalau Kalau sudah dalam kondisi seperti ini, kita sampai terjadi. Langkah yang bisa dilakukan sebagai bangsa yang berdaulat, pasti punya hanyalah mengemasnya secara lebih baik harga untuk kepentingan nasional. diri dan lebih jauh adalah tegas melakukan pembatasan dan Masalah pemilikan bank ini erat bernegara pasti tidak akan rela. Kita sebagai kaitannya dengan kinerja dan tata kelola bangsa pasti tidak akan rela hanya sebagai bank. Bank bisa menjalankan kegiatan usaha “kuli” di negerinya sendiri. dan memiliki kinerja yang baik apabila para kelangsungan hidup berbangsa pemilik bank menyerahkan sepenuhnya pengelolaan bank kepada manajemen. Ini dengan ada syaratnya. Manajemen bank harus tetangga. menjalankan amanah yang bank-bank Mungkin diterimanya dari jalan negara-negara terbaik untuk secara profesional dan menerapkan tata membangun rambu-rambu ketahan dan tata kelola yang baik. Artinya, harus ada kelola adalah dengan menata kembali transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kepemilikan saham bank. Tentu tanpa independensi, melanggar komitmen kesetaraan dalam pengelolaan bank. Kalau disampaikan pada ini bisa berjalan baik, saya yakin kita tidak maupun peraturan perundangan yang lebih perlu soal tnggi. Pembatasan kepemilikan saham ini kepemilikan saham bank. Namun ternyata juga secara langsung akan membatasi tidak sedikit kasus penyimpangan dan campur tangan pemilik pada operasional kejahatan perbankan disebabkan adanya bank, mengingat pemagang saham lainnya campur tangan dari pemilik bank, khususnya akan turut mengawasi operasional bank dan yang punya saham dalam jumlah besar. berreaksi jika ada hal-hal yang tidak beres. ambil serta pusing kewajaran dan memikirkan Kita sudah pasti tidak ingin industri tingkat yang telah internasional Dalam konsep pembatasan kepemilikan karena saham yang dibangun, jenis pemegang maraknya penyimpangan dan kejahatan dibagi kedalam 3 kelompok, yakni lembaga perbankan. Kita juga tentu tidak ingin ada keuangan, korporasi non keuangan, dan penguasaan usaha bank oleh pihak asing individual. tanpa kendali. Jadi, harus pada rambu-rambu batasan yang bisa mengarahkan terlaksananya tata dimiliki. Perusahaan lembaga keuangan kelola yang baik di perbankan, sekaligus boleh meningkatkan ketahanan dan membawa isu Korporasi non keuangan bisa memiliki penguasaan asing di perbankan nasional. saham sampai 30%, dan individual bisa Apalagi tidak lama lagi akan ada integrasi memiliki sampai batasan 20% dari jumlah sektor keuangan di negara-negara ASEAN. saham suatu bank.Khusus untuk pemegang Bank-bank nasional harus punya kinerja saham yang berbentuk bank, bisa memiliki yang baik dan memiliki tata kelola yang saham lebih dari 40% setelah kinerja bank mumpuni untuk bisa bersaing secara sehat yang dimiliki dievaluasi dan memenuhi perbankan kembali terpuruk Setiap maksimal memiliki kelompok saham saham memiliki yang sampai boleh 40%. persyaratan yang ditetapkan Bank Indonsia. Untuk pemegang saham yang berasal dari 200 Milyar. Beli bank kecil, apalagi yang luar negeri ada persyaratan khusus yang kurang sehat, bisa melakukan kegiatan harus dipenuhi, yakni ada rekomendasi dari perbankan apapun. Bandingkan dengan di otoritas negara asal jika capon pemegang negara-negara tetangga, modal mendirikan saham berupa lembaga keuangan, ada bank jauh lebih mahal dan sejumlah komitmen mendukung kegiatan bank seperti membuka ATM di luar pengembangan, perekonomian Indonesia, kantor, melakukan kgiatan ritel, apalagi dan memiliki peringkat investasi tertentu. ingin ikut jaringan ATM, masing-masing untuk Batasan-batasan kepemilikan saham perlu ijin khusus dan sangat sulit. Dewasa sebesar 40%, 40%, dan 20% tersebut tidak ini dengan kedua peraturan tersebut, jika muncul dari langit. Itu hasil kajian yang membeli bank kecil yang murah, tidak bisa dibuat Bank Indonesia yang dkombinasikan melakukan sejumlah kegiatan. Untuk itu, dengan diskusi di tingkat pimpinan BI. perlu menambah modal setara dengan modal Kewajiban pemenuhan yang diprioritaskan mendirikan bank baru, bahkan bisa lebih pada bank-bank dengan kinerja dan tata mahal. kelola kurang baik mempertimbangkan pun bank-bank yang memiliki kinerja dan tata kelola yang sudah baik, antaranya, daya serap pasar terhadap saham- pemilikan saham yang melebihi batasan bisa saham ditoleransi. harus pemagang saham faktor. Bagi Di yang banyak telah dilepaskan oleh Mereka tidak harus yang kepemilikannya menyesuaikan kepemilikan saham. Namun melebihi batasan yang ditetapkan. Jika hal ada syarat yang harus dipenuhi, yakni ini diabaikan maka harga saham bank-bank kinerja dan tata kelola tidak boleh menurun bisa serta terjun bebas. Apabila tidak tidak ada perubahan kompoisi diperhitungkan dengan matang, dampaknya kepemilikan saham bank. Logikanya kalau bisa berlanjut pada penurunan kepercyaan dominasi masyarakat. kinerja dan tata kelola yang baik, maka Hubungan aturan kepemilkan ini dan kepemilikan bisa mendorong komposisi kepemilikan saham yang ada bisa multilicencing adalah dilema yang sejauh ini dinilai dihadapi Bank Indonesia. Mendirikan bank manajemen bank mengerti posisi masing- baru perlu modal Rp 3 Trilyun. Namun masing dan saling menjaga profesionalitas banyak bank kecil dengan modal Rp100 – agar bank bisa beroperasi baik. Oleh karena sudah optimal. Pemilik dan itu, untuk bank seperti ini penyesuaian sudah punya semangat menuju kepada kepemilikan tidak urgent. pengaturan lebih lanjut. Banyak pihak mengatakan kalau Upaya lain yang yang muncul adalah kebijakan pembatasan kepemilikan saham dari legislatif yang baru saja dilantik. ini untuk menjinakan opini publik terhadap Nampaknya dengan semangat baru ingin rencana pengambilalihan 100% saham Asia menunjukan nasioanlisme dengan niat akan Financial Indonesia (sebagai pemagang meninjau kembali Undang-Undang yang 67,37% saham Danamon dari Fulleron tidak pro rakyat antara lain Peraturan Financial Holdings ke DBS Group Holdings. Pemerintah mengenai kepemilikan saham Ketika itu rencana pengambilalihan saham perbankan oleh asing ini. Semangat anggota tersebut karena legislatif itu semestinya berada pada lingkup sentimen merubah Undang-Undang, dalam hal ini penguasaan asing di perbankan nasional. tentunya Undang-Undang Perbankan No. 10 Dikatakan dengan tegas, kebijakan ini tahun 1998. Sebagaimana diketahui RUU diambil untuk meningkatkan ketahanan dan Perbankan dimaksud sudah beberapa tahun tata kelola bank-bank nasional. Hal ini tidak masuk ke legislatif untuk dibahas, namun ditujukan ataupun sampai sekarang hasilnya nihil. Mungkin memuluskan penilaian saham bank oleh bertepatan dengan adanya isu kepemilikan suatu pihak manapun. Saat kebijakan ini saham oleh asing sampai 99% inilah yang dirumuskan, bukan hanya DBS Group akhirnya Holding yang harus menunggu. Namun ada ketentuan itu sekalian dimasukan kedalam juga sejumlah pemagang saham lainnya payung hukum yang lebih tinggi dari yang berencana mengakuisisi bank-bank Peraturan domestik merupakan payung dikeluarkannya regulasi yang mengatur kepemilikan saham kepemilikan Jadi Sebetulnya kalau ada potical will dari masih pemerintah untuk menurunkan prosentase sebatas mengatur pembatasan kepemilikan kepemilikan saham perbankan oleh asing individu, cukup menimbulkan membangkitkan kembali untuk menghambat harus bersabar saham diberlakukannnya polemik PBI sedangkan menanti ini. tersebut pembatasan menimbulkan Pemerintah dengan tersebut, masih masalahnya tidak Namun tentunya sekarang hukum tertinggi oleh merubah Pemerintah agar yang bank kepemilikan saham oleh asing sampai 99% dimungkinkan. semangat namun semudah asing. Peraturan memang membalik telapak tangan. Seperti dijelaskan di atas waktu dan anggaran serta kredibiltas moral bahwa terkait dengan permasalahan saham dan perbankan disana adanya komitmen lintas menerapkan UU lama berarti ada hal-hal negara, dampak sistem keuangan, koordinasi yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat lintas institusi yang masif dan masalah- ini, tetapi terpaksa harus dilaksanakan. masalah lain. kompetensi. Dengan kembalinya Dalam membahas RUU mengenai Legislatif berupaya menarik perbankan khususnya menyangkut pembahasan tentang hal ini pada tingkat kepemilikan saham perbankan oleh asing, Undang-Undang, sebuah upaya yang baik alangkah lebih baik apabila memperhatikan demi kepentingan nasional. Namun juga hal-hal berikut : harus diperhatikan hal-hal yang sangat 1. Perlu dikaji dengan melihat best practise prinsip dan teknis serta memperhatikan kinerja perbankan dunia dan kearifan dampak lokal yang ditimbulkan apabila untuk menentukan berapa pembahasan, perumusan sampai kepada prosentase meng-Undang-Undang-kannya ternyata tertinggi, apakah 49%, 40%, 35% atau sehingga 17% seperti di Malaysia?Bisa ditetapkan permasalahan yang muncul karena berbagai maksimal 49% dengan pertimbangan faktor. Pengalaman menunjukan banyak angka 49% adalah optimal, dengan tujuan produk Undang-Undang yang dibatalkan agar apabila dilaksanakan RUPS pihak MK karena ternyata tidak sesuai dengan pemegang saham domestik yang akan kondisi riil bangsa dan atau tidak selaras menguasai/menang. Tentu diperhatikan dengan UUD 1945 secara substansial. faktor-faktor lain seperti Contohnya UU No 17 tahun 2012 tentang kepemilikan individu atau Perkoperasian. landasan asing secara akumulatit maksimal tetap hukum Koperasi yang notabene adalah 49%. Dengan batasan maksimal 49%, merupakan salah satu pilar perekonomian apabila dapat terwujud sudah merupakan bangsa, setelah melalui uji materi oleh MK prestasi. dibatalkan dan berarti kembali kepada UU diturunkan lagi, tentu dengan melalui No 25 tahun 1992 tentang Koperasi. Hal proses evaluasi dan studi kelayakan yang yang memprihatinkan karena sudah melalui berujung pembahasan yang tentunya memakan energi, kepentingan nasional juga. dangkal dari sisi UU substansi mengenai kepemilikan saham Apabila pada stabilitas bank aspek korporasi prosentasenya pasar dan 2. Penurunan prosentasi kepemilikan dari 99% menjadi angka Contoh UU mengenai Mata Uang, ada prosentase dari pihak Bank Indonesia yang hanya dibawahnya dilakukan secara bertahap diajak 2 kali untuk hadir dalam suatu agar tidak menimbulkan marketshock pertemuan, tidak diajak diskusi yang (kekagetan cukup sampai akhirnya UU tersebut pasar), misalnya tahap pertama/tahun pertama sebesar 75%, diberlakuan. tahap kedua tahun kedua sebesar 60% diundangkan, dan baru tahun ketiga harus menjadi memperhatikan jangan sampai ada pihak- 49%. Hal ini juga terkait dengan kondisi pihak yang merasa dirugikan/dizolimi. investor lokal yang berminat /mampu Lebih untuk saham-saham tersebut digugat di MK dan dibatalkan, tersebut dari pihak asing. Perlu adanya maka akan meruntuhkan segala reputasi sosialisasi dan identifikasi atau pemetaan legislatif dan disharomi antara pihak- calon investor domestik tersebut. Perlu pihak. mengambil alih juga dipertimbangkan apakah nasabah lama “nakal/blacklist” sudah diputihkan? 3. Perlu memperhatikan aspek ekonomi/business kesepakatan hukum internasional, 5. Kebijakan/aturan yang lagi perlu kalau UU multilicensing (izin dicanangkan oleh Otoritas Perbankan (BI, sekarang OJK) dimana nantinya tidak akan secara otomatis memberikan izin usaha bank institusi, lembaga-lembaga dunia/PBB umum (baik lokal maupun asing) untuk seperti WTO, GATT, BIS dan lain-lain. semua kegiatan usaha. Dalam aturan akademik komitmen mulus namun menyedihkan berjenjang) tetap lintas 4. Kajian dan Sekalipun perlu dilakukan tersebut akan diklasifikasikan bank dalam seoptimal mungkin dengan melibatkan empat kelompok pakar, akademisi dan praktisi dan juga intinya, perlu pihak otoritas di bidangnya. Legislatif konsisten, tidak harus tarik ulur dengan jangan main “tembak” saja dan perlu mempertimbangan negara asal investor. membekali Kelompok pertama, yaitu Rp 100 miliar wawasan diri dengan seluas-luasnya. ilmu dan Perhatikan hingga kurang berdasarkan modal diterapkan secara dari Rp 1 triliun. masukan dari lembaga-lembaga otoritas Kelompok kedua, yaitu Rp 1 triliun terkait agar diskusi bisa lebih mendalam hingga dan Kelompok ketiga, yaitu Rp 5 triliun applicable setelah diundangkan. kurang dari Rp 5 triliun. hingga kurang dari Rp 30 triliun. pembatalan Kelompok keempat, yaitu Rp 30 triliun Konstitusi. ke atas. UU oleh Makamah 5. Kebijakan/aturan multilicensing (izin berjenjang) harus dapat diterapkan dengan konsekwen dan konsisten KESIMPULAN 1. Ketentuan dan praktek kepemilikan terhadap investor dan negara asal saham perbankan nasional oleh asing investor asing. Biasanya Indonesia maksimal 99% hendaknya lebih lunak / longgar dibandingkan diturunkan demi kepentingan negara-negara nasional. Upaya ini perlu didukung menerapkan oleh berbagai pihak, bukan hanya kebijakan. lain suatu dalam ketetapan / penggiat perbankan. 2. Penurunan prosentase kepemilikan DAFTAR PUSTAKA hendaknya dilakukan secara bertahap untuk menghindari marketshock dan menjaga stabilitas iklim investasi dan perekonomian nasional secara luas. 3. Komitmen lintas instiusi dan investor asing perlu diperhatikan agar tidak muncul tuntuan hukum dikemudian hari. 4. Legislatif dalam merumuskan mengundangkan sampai Darmin Nasution, 2013, Bank Sentral Itu Harus Membumi, Yogyakarta, Penerbit Galang Pustaka Burhanuddin Abdullah, 2006, Mengelola Bank Sentral dalam Sistem Keuangan yang Terintegrasi Secara Global, Semarang membahas, kepada perlu Bank Indonesia, 2010, Krisis Global dan Penyelematan Sistem Perbankan Indonesia, jakarta memperhatikan aspek kompetensi diri, kearifan lokal, kajian akademis yang mendalam serta koordinasi dengan institusi yang membidangi Bank Indonesia, 2010, Menyingkap Tabir Seluk Beluk Pengawasan Bank, Jakarta agar kedangkalan dan kesalahan hukum saat di-undang-kan tidak terjadi sehingga dapat berujung pada Ferry Warjiyo, 2004. Manajemen Bank Sentral, Jakarta, Bank Indonesia S. Batunanggar, 2006. Jaring Pemgaman Sistem Keuangan : Kajian Literatur dan Prakteknya di Indonesia, Jakarta, Bank Indonesia Kasmir, 2008. Bank dan lembaga keuangan lainnya, Jakarta. Rajawali Press Ade Arthesa, Edia Handiman, Bank dan lembaga keuangan bukan Bank, Jakarta, PT Indeks Kelompok Gramedia Batunanggar, S. (2004), Indonesia’s Banking Crisis Resolution: Prosess, Issues and Lessons Learnt,Financial Stability Review, May, Bank Indonesia. Batunanggar, S., 2002 Redisigning Indonesia’s Crisis Management: Deposit Insurance and Lender of Last Resort, Financial Stability Review, Jakarta, Bank Indonesia. Djiwandono, J. Soedradjat, 2000. ‘Bank Indonesia and the Recent Crisis’, Jakarta Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol.36 No.1 Beck, Thorsten, 2003, The Incentive Compatible Design of Deposit Insurance and Bank Failure Resolution– Concepts and Country Studies, World Bank Policy Research Working Paper 3043, May 2003