BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Film adalah salah satu media hiburan yang ditayangkan melalui media komunikasi massa, media ini sangat efektif untuk menyampaikan suatu pesan kepada masyarakat, antara lain pesan-pesan hiburan, moral, sosial, politik dan budaya. Media ini sangat efektif karena menyajikan suatu adegan dan proses penyampaian pesan dalam bentuk audio dan visual, sehingga dengan mudah bisa diterima oleh masyarakat, manfaat film sendiri seperti yang tecantum dalam UU No.8 tahun 1992 mengenai Perfilman di dalam bab III pasal 5 menjelaskan bahwa film adalah media komunikasi massa pandang-dengar mempunyai fungsi penerangan, pendidikan, pengembangan budaya bangsa, hiburan, dan ekonomi. Dengan demikian bisa dilihat bahwa film adalah media penyampaian pesan yang efektif kepada khalayak. Banyak sutradara film yang berusaha mencoba menyampaikan berbagai pesan di dalam sebuah film. Pesan dan isu mengenai agama dan budaya menjadi salah satu pilihan utama, ini dipengaruhi oleh budaya Indonesia yang beragam, menganut demokrasi dan kebebasan beragama di dalam masyarakat, dengan empat agama yang diakui yaitu Islam, Kristen, Budha, dan Konghucu, dengan dua agama dan ormas agama yang dominan yaitu Kristen dan Islam, NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah, dan berbagai budaya yang tersebar di seluruh nusantara. 1 2 Permasalahan budaya, keagamaan dan konflik antar umat beragama menjadi topik yang hangat untuk diangkat di dalam sebuah film, akan tetapi harus diingat pula bahwa film yang mengangkat tentang keagamaan dan budaya sangat rentan terhadap pertentangan dan konflik, sutradara harus peka dan melakukan riset yang mendalam agar film yang dibuat tidak mendiskriminasikan salah satu pihak. Seringkali film yang mengangkat tentang tema agama banyak menuai kecaman karena dinilai lebih condong kedalam pluralisme agama. Pluralisme sendiri khususnya pluralisme agama banyak ditentang oleh berbagai agama dan tokoh-tokoh agama. Pluralisme agama atau religious pluralism sendiri adalah istilah khusus dalam kajian agama-agama. Sebagai ”terminologi khusus”, istilah ini tidak dapat dimaknai sembarangan, „toleransi‟, paskahlnya „saling menghormati‟ disamakan dengan makna (mutual respect), dan istilah sebagainya. Pluralisme agama berarti semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama (Husaini, 2010:1). Jadi menurut penganut paham ini, semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju Tuhan yang sama. Atau mereka menyatakan bahwa agama adalah persepsi manusia yang relatif terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga karena kerelatifannya maka setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim atau meyakini, bahwa agamanya lebih benar atau lebih baik dari agama lain, atau mengklaim bahwa hanya agamanya sendiri yang benar. Penganut paham pluralisme juga mendukung paham sinkretisme, dimana sinkrentisme adalah suatu kecenderungan pemikiran yang berusaha 3 mencampurkan dan merekomendasi berbagai unsur yang berbeda-beda (bahkan mungkin bertolak belakang) yang diseleksi dari berbagai agama dan tradisi (Tohah, 2005:90). Paham pluralisme ini diyakini muncul dari agama Yahudi, dimana Yahudi meyakini agama mereka adalah agama yang pertama kali muncul dan induk dari semua agama, Islam dan Kristen adalah agama yang tercipta dari induk utama Yahudi, orang Yahudi beranggapan bahwa Tuhan dari semua agama itu adalah sama. Ketika agama dipandang sebagai jalan yang samasama sah untuk menuju Tuhan siapapun dia, apapun nama dan sifatnya, maka muncul kesimpulan bahwa untuk menuju Tuhan dapat ditempuh dengan jalan apa saja. Syariat dianggap sebagai hal yang tidak penting, sekedar teknis/cara untuk menuju Tuhan (aspek ekosentris), sedangkan yang penting adalah aspek batin (eksonteris). Karena itu cara ibadah kepada Tuhan dianggap sebagai masalah “teknis”, soal “cara”, yang secara eksoterik berbeda, akan tetapi substansinya dianggap sama (Husaini, 2010:7). Di dalam dunia perfilmman Indonesia mempunyai salah satu sutradara fenomenal yaitu Hanung Bramantya, Setiawan Hanung Bramantya adalah seorang sutradara asal Indonesia. Beberapa film karya nya memenangkan penghargaan dalam Festival Film Indonesia, ia juga terpilih di dalam penghargaan piala citra, sebagai sutradara terbaik dalam film Brownies yang disutradarai nya (http://id.wikipedia.org/wiki/Hanung_Bramantyo diakses tanggal 10 Oktober 2012). Akhir-akhir ini Hanung Bramantya sangat tertarik dengan film yang bertemakan keagamaan. Tiga karyanya yang bertemakan 4 agama yaitu Ayat-Ayat Cinta (2008), Perempuan Berkalung Sorban (2009), Sang Pencerah (2010) dan yang menimbulkan perdebatan dan kontroversi , film nya yang berjudul ? (Tanda Tanya) (2011). Akan tetapi banyak yang menganggap film yang disutradarainya lebih condong ke pluralisme agama. Berbeda dengan film-film nya terdahulu, salah satu film yang disutradarainya yang berjudul ”?” (Tanda Tanya), mendapat respon yang berbeda di dalam masyarakat, film yang menggambarkan kehidupan dan sosialisasi antar umat beragama ini sempat tayang di bioskop dan tidak lama kemudian film ini dilarang beredar dan ditayangkan. Banyak pertentangan terhadap film ini, antara lain konflik di dalam masyarat dan mahasiswa, banyak demo-demo yang menolak dan mencekal film ini. Sejumlah pengunjukrasa dari FPI (Front Pembela Islam) berunjukrasa di depan di halaman Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Bandung menyikapi penayangan Film " ? " (tanda tanya) garapan Hanung Bramantya, Jawa Barat. Dalam pernyataan nya FPI menyatakan bahwa Film Tanda Tanya haram untuk ditonton umat Islam karena berisi ajaran liberal yang difatwakan sesat oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) (http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1305013218/tolak-film-tandatanya akses pada tanggal 17 Oktober 2012 jam 07.00). di 5 Gambar I.I Konflik protes film “?” (tanda tanya) oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) di bandung. (http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1305013218/tolak-film-tandatanya). Belum banyak masyarakat yang mengetahui bagaimana sebenarnya isi dan pesan sebenarnya di dalam film ini, dikarenakan film ini hanya sebatas tayang di Bioskop dalam waktu yang pendek sebelum di cekal, akan tetapi masyarakat sudah terlanjur berfikir negatif terhadap film “?” (Tanda Tanya) dengan melihat bagaimana konflik yang terjadi di dalam masyarakat dan media masa. Hanung Bramantya dituduh mengkampanyekan Islam liberal dalam film ini, akan tetapi Hanung tetap menerbitkan karyanya ini dalam bentuk DVD dengan alasan animo masyarakat yang tinggi, banyaknya film Indonesia yang tidak bermutu dan menganggap filmnya ini adalah salah satu film yang mencerdaskan (http://celebrity.okezone.com/red/2012/02/21/206/580027/hanung bramantyosaya-bukan-Islam-liberall diakses pada tanggal 11 Oktober 2012). Latar belakang pembuatan film ini mengangkat tentang nilai toleransi antar umat beragama, dimana film ini menggambarkan bagaimana tiga agama yang berbeda, Islam, Kristen dan Konghucu yang saling berdampingan, 6 dimana di dalam film ini di gambarkan bagaimana kehidupan sosial, konflik intern, bahkan konflik antar agama. Film ”?” (Tanda Tanya) berkisah tentang tiga keluarga dengan afiliasi berbeda, yang pertama keluarga Tan Kat Sun (Hengky Solaiman) yang memiliki bisnis restoran Cina. Restaurant Tan Kat Sun menyajikan berbagai menu masakan Cina, tanpa kecuali masakan dengan bahan utama daging Babi. Untuk memperlihatkan nilai toleransi agama, restoran Tan Kat Sun mempekerjakan seorang pegawai yang beragama muslim yaitu Menuk yang juga sebagai pemeran utama dalam film ini. Gambar I.II adegan menggambarkan sikap dan nilai toleransi (Sumber : Mahaka Pictures Film ?) Di dalam adegan selanjutnya ada pemuda muslim bernama Surya (Agus Kuncoro) bekerja sebagai aktor yang kurang beruntung yang hanya bermain sebagai peran figuran, dan untuk mencukupi kehidupanya sehari-hari dia terpaksa membantu Rika (Endhita) untuk memerankan Yesus pada acara pra Paskah. Rika sendiri adalah seorang janda yang memilih pindah agama dikarenakan permasalahan perceraian dan poligami. Ia bercerai dengan suaminya karena tidak rela dan kecewa dengan sang suami yang ingin berpoligami. Walau Rika yang berpindah agama tetap memberi kebebasan kepada anaknya untuk memeluk agama Islam, dimana Rika tetap membantu 7 dan mengajarkan mengaji kepada anaknya. Gambar I.III Teaterikal penyaliban Pictures. Film “?” (Sumber : Mahaka Pictures Film ?) Film “?” (Tanda Tanya) ini sebenarnya mempunyai pesan dan tujuan yang baik, banyak adegan yang mencerminkan sikap saling menghargai dan menghormati. Akan tetapi menurut para pemuka agama film ini dianggap lebih menggambarkan nilai-nilai pluralisme dibandingkan dengan sikap toleransi. Isu mengenai pluralisme di Indonesia sangatlah kental, ini dikarenakan negara Indonesia adalah negara yang menganut sistem multi agama, memberikan kebebasan atau hak untuk memeluk agama menurut keyakinan. Di Indonesia mempunyai tiga agama yang diakui yaitu Islam, Kristen dan Konghucu. UUD 45 tercantum dalam Pasal 29 ayat 2 mengatur tentang kebebasan atau hak untuk memeluk agama (kepercayaan). Ada dua pandangan mengenai lahirnya pluralisme agama, yang pertama muncul dari agama Yahudi dimana agama Yahudi berpendapat berbagai agama yang ada di dunia adalah pecahan dari agama Yahudi, dimana mereka meyakini bahwa Tuhan dari berbagai agama adalah sama yaitu Yahwe Tuhan orang Yahudi (Coward, 1989 : 10). Kalau di lihat dari 8 pemahaman dari berbagai agama yang ada, keyakinan agama Yahudi ini bertentangan dengan keyakinan agama yang lain, masing-masing agama mempunyai pemahaman dan keyakinan bahwa Tuhan merekalah yang paling benar. Pandangan yang kedua bahwa pluralisme agama merupakan upaya peletakan landasan teoritis dalam teologi Kristen untuk berinteraksi toleran dengan agama lain. Pada gagasan ini pluralisme agama bisa dilihat salah satu dari elemen gerakan reformasi pemikiran agama atau liberalisasi agama yang dilancarkan oleh gereja Kristen pada abat ke-19. Walaupun agama Kristen juga mempunyai doktrin bahwa no salvation outside cristianity (diluar Kristen tidak ada keselamatan) (Thoha, 2005:20). Komunikasi yang baik adalah dimana komunikan ingin menyampaikan suatu pesan kepada penerima pesan dan mengharapkan respon positif dari penerima pesan, akan tetapi khalayak sebagai penerima pesan bukanlah penonton pasif yang hanya menerima pesan secara langsung, khalayak memposisikan dirinya sebagai khalayak yang aktif, yaitu penonton atau khalayak yang tidak dianggap sebagai penonton yang secara mentahmentah menerima dan memaknai serta memiliki pandangan yang sama seperti apa yang dibentuk oleh film tersebut (Mc Quail, 1997:19). Di dalam proses penerimaan khalayak atau reception khalayak, wacana media diasumsikan melalui praktik wacana dan budaya khalayak nya, pemahaman tentang kontroversi yang terjadi di dalam film ini dipengaruhi oleh berbagai wacana dan budaya di dalam suatu lingkungan khalayak, 9 wacana dan budaya agama di dalam masyarakat berkembang secara luas dan beragam sehingga menimbulkan pengertian dan pemahaman yang berbeda antara khalayak satu dengan khalayak yang lain. Ini karena khalayak sekarang memposisikan diri mereka sebagai khalayak aktif dimana mereka mengolah kembali pesan yang diterima dan menyimpulkan dengan wacana dan budaya-budaya yang mereka ketahui. Melihat dari perkembangan dan pengetahuan khalayak efek media menjadi terbatas dimana khalayak mulai bisa berfikir, menyimpulkan pesan, menyeleksi pesan dan mengetahui kontradiksi pesan yang diterima. Penelitian ini berfokus pada bagaimana penerimaan khalayak terhadap penggambaran sikap toleransi antar umat beragama dan nilai dan unsur pluralisme di dalam film “?” (Tanda Tanya) karya Hanung Bramantya, dengan posisi penelitian ini ingin mengetahui penerimaan masyarakat tentang nilai-nilai toleransi dan pluralisme agama dalam film “?” (Tanda Tanya), peneliti memilih film “?” (Tanda Tanya) ini, dikarenakan film ini banyak mengundang kecaman di dalam berbagai pihak antara lain aktifis dan ormas agama. Banyak masyarakat yang belum mengetahui bagaimana sebenarnya film ini dikarenakan hanya tayang di bioskop beberapa waktu dan dilarang beredar, masyarakat terlanjur berfikir negatif terhadap film ini dengan konflik dan permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan sebenarnya film ini sendiri bertujuan untuk memberi pengertian bagaimana seharusnya rasa toleransi dan saling menghargai menjadi sikap yang utama dalam menjaga kerukunan antar umat beragama. 10 Inilah yang menjadi alasan peneliti untuk meneliti bagaimana penerimaan khalayak khususnya mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan berbagai afiliasi setelah menonton dan menerima pesan yang sebenarnya terhadap film ini. Penelitian terdahulu yang mengambil metode reception analysis adalah penelitian oleh Kandi Aryani Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unair, Surabaya dengan judul “Analisis Penerimaan Remaja Terhadap Wacana Pornografi Dalam Situs-Situs Seks di Media Online” dengan tujuan utama untuk mengetahui bagaimana pemahaman, sikap, dan perilaku remaja terhadap situs-situs seks di media online. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari penelitian ini remaja memaknai pornografi sebagai segala sesuatu yang dapat merangsang dan membangkitkan nafsu seksual, baik dalam bentuk gambar diam (still images) ataupun gambar bergerak (moving images) serta dalam bentuk tulisan. Remaja memaknai pornografi sebagai sesuatu yang mengumbar seksualitas dan merupakan bentuk eksploitasi seksual terhadap organ/alat kelamin dan segala aktivitas seksual. Penelitian terdahulu yang menyangkut tentang pluralisme agama adalah penelitian oleh Nurjanah Tahun 2011 dari Universitas Negeri Malang dengan judul “Pluralisme Agama di Batu (Studi Tentang Makna dan Kerukunan Antar Umat Beragama di kota Batu)” dengan menggunakan metode penelitian fenomenologi dengan tujuan utama untuk mengetahui bagaimana makna pluralisme di kalangan elit agama-agama di kota batu, bagaimana penyebab konflik antar umat beragama dan upaya menciptakan 11 kerukunan antar umat beragama. Dimana di dalam penelitian ini para elit agama memaknai pluralisme berbeda-beda ada yang setuju dengan melihat aspek antropologis dan sosiologis, dan yang tidak setuju dengan pluralisme mereka memandang dari aspek teologis agama. Sedangkan untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama, sesama pemeluk agama harus saling terbuka dan saling menghargai. Sedangkan penelitian selanjutnya tentang video dengan mengambil metode semiotika yang juga menyinggung dengan penelitian yang diteliti peneliti, yang diteliti oleh Arina Nurrohmah dari Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2011 dengan judul “Representasi simbol Zionisme Yahudi Analisis Semiotika Komunikasi Tentang Representasi Simbol Zionisme Yahudi di Video Klip Artis-Artis Republik Cinta Managemen Tahun 20042011”, penelitian ini menyimpulkan bahwa simbol-simbol sering dipakai di dalam video klip artis-artis RCM yang intensitas kemunculan nya lebih sering dibandingkan dengan saat grup band dewa masih mengusung nama Dewa 19. Melihat latar belakang di atas, memperlihatkan bukti bahwa masyarakat dan umat beragama mempunyai pemahaman yang berbeda di dalam memahami suatu pesan yang disampaikan baik di dalam media masa ataupun di dalam pemahaman agamanya, terutama umat Islam yang menjadi agama yang dominan di Indonesia. Hal-hal yang menyinggung dan sedikit melenceng dari Agama Islam menjadi permasalahan serius dan tidak jarang berujung pada perseteruan, terutama sejumlah ormas Islam yang ada. 12 Dengan melihat permasalahan diatas peneliti tertarik untuk meneliti film ”?” (Tanda Tanya), dengan menggunakan metode reception anaysis, yaitu metode yang digunakan untuk meneliti bagaimana penerimaan pesan yang disampaikan kepada khalayak. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana sebenarnya penerimaan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta terhadap film ”?” (Tanda Tanya) dari berbagai afiliasi. Selanjutnya, para objek ini disebut informan. Para informan ini dipilih secara purposive sampling untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Untuk teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel tidak secara acak, tetapi dipilih dengan sengaja pada informan yang memenuhi kriteria sesuai dengan kebijaksanaan peneliti (Patton, 2002: 243). Pemilihan informan dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta karena selain sebagai khalayak aktif, banyak mahasiswa dan ormas mahasiswa yang juga mempermasalahkan film ini, akan tetapi mereka juga belum tentu mengerti bagaimana sebenarnya pesan dan penggambaran di dalam film ini. Ini dikarenakan mahasiswa cenderung mudah untuk di profokasi dan di pengaruhi. Inilah yang menjadi latar belakan peneliti untuk mengambil mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai objek penelitian untuk mengetahui bagaimana sebenarnya penerimaan pesan terhadap film ”?” (Tanda Tanya) dari berbagai afiliasi Informan yang yang berbeda di dalam film ini, agar mendapatkan data yang seimbang untuk mengetahui 13 bagaimana sebenarnya penerimaan khalayak terhadap nilai-nilai toleransi dan pluralisme agama di dalam film ”?” (Tanda Tanya), yang menimbulkan konflik yang serius di dalam masyarakat. Dari latar belakang di atas, maka dipilihlah judul untuk penelitian ini : ”Analisis Penerimaan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta terhadap Nilai-Nilai Toleransi Antar Umat Beragama dan Pluralisme Dalam Film ”?” (Tanda Tanya). B. RUMUSAN MASALAH Bagaimana Penerimaan Surakarta Mahasiswa Universitas Muhammadiyah terhadap Nilai-Nilai Toleransi Antar Umat Beragama dan Pluralisme Dalam Film ”?” (Tanda Tanya) ? C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dengan judul ”Analisis Penerimaan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta terhadap Nilai-Nilai Toleransi Antar Umat Beragama dan Pluralisme Dalam Film ”?” (Tanda Tanya)” adalah untuk mengetahui pemaknaan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan tiga afiliasi yang berbeda dalam memaknai nilai dan pesan toleransi antar agama dan pluralisme dalam film “?” (Tanda Tanya). 14 D. MANFAAT PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka diharapkan manfaat baik teoritis maupun praktis dapat didapat dalam penelitian ini. Manfaat tersebut meliputi : 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran pada ilmu komunikasi terutama pemahaman terhadap penerimaan masyarakat dalam kajian media. b. Dapat menambah khasanah keilmuan bagi peneliti sendiri dan masyarakat pada umumnya dalam memahami analisis penerimaan masyarakat dalam memahami suatu pesan yang disampaikan di dalam film. 2. Manfaat Praktis Memberikan pengetahuan terhadap mahasiswa untuk lebih cermat dalam melihat dan memahami sikap dan pemahaman masyarakat di dalam memahami suatu pesan. E. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kajian khalayak Menurut Hadi (2008:2) khalayak menurut komunikasi massa mempunyai dua pandangan arus besar (mainstream) yaitu : a. Khalayak Pasif 15 Khalayak sebagai audience pasif adalah dimana khalayak hanya bereaksi terhadap apa yang mereka lihat dan mereka dengar dari media, khalayak tidak mengolah kembali dan mendiskusikan nya di dalam publik untuk mencari makna yang lain. Media masa menggunakan khalayak sebagai sasaran utama di dalam penyampaian komunikasi massa. Efek yang ditimbulkan terhadap khalayak bersifat langsung one step flow, dimana proses penyampaian pesan melalui satu tahap yaitu media sebagai chanel komunikasi massa yang diteruskan langsung kepada khalayak. b. Khalayak Aktif Khalayak aktif adalah dimana khalayak merupakan partisipan aktif di dalam publik. Dimana publik merupakan masyarakat yang terbentuk dari isu-isu di dalam masyarakat dan publik membahas isuisu yang mencuat di dalam masyarakat. Dimana efek media terhadap pesan yang disampaikan menjadi limited effect dimana khalayak sudah mempunyai kemampuan berfikir untuk mengolah pesan yang disampaikan media. Khalayak bebas menginterpretasikan pesan media sesuai dengan kemampuan yang dimiliki khalayak dan juga dipengaruhi oleh kesenangan khalayak terhadap pesan yang disampaikan, sehingga khalayak bebas memilih dan menolak pesan yang disampaikan kepada mereka. Pengertian khalayak dalam konsep penelitian sosial sangat beragam, di dalam pengertian para peneliti khalayak adalah „penerima‟ 16 dari urutan utama dalam komunikasi massa (sumber, saluran, penerima, efek), ini juga digunakan untuk pengguna media di dalam memahami dimana posisi mereka. Di dalam kajian khalayak konsep khalayak menunjukan adanya sekelompok pendengar, atau penonton yang memiliki perhatian, respektif, tetapi relatif pasif yang terkumpul di dalam latar yang bersifat publik. Dahulu khalayak sering dikaitkan dengan propaganda dimana khalayak menjadi sasaran dalam mempengaruhi khalayak, dimana khalayak adalah sasaran dari propagandis orang yang menyebarkan propaganda, dimana propagandis mendominasi khalayak dan mengkontrol pesan yang sampai kepada khalayak. Dimana obyek utama nya adalah sumber dan konten pesan yang disampaikan kepada khalayak. Bagaimana para propagandis mempengaruhi khalayak dengan pesan yang disampaikan kepada khalayak yang bertujuan untuk mempengaruhi khalayak sebagaimana apa yang dimaksudkan para propagandis atau pelaku propaganda (Baran dan Davis, 2010:288). Akan tetapi dengan berkembang nya media, pengalaman bermedia menjadi pengalaman yang mengubah khalayak yang dulunya pasif menjadi aktif di dalam bermedia. Seperti film yang menggambarkan peperangan para polisi dan perampok, di suatu sisi pesan media ingin menyampaikan hiburan kepada khalayak dengan menampilkan adeganadegan yang menantang kepada khalayak, disini khalayak diposisikan pasif, akan tetapi disisi lain khalayak juga secara tidak langsung belajar 17 bagaimana cara berkelahi dan menggunakan senjata disini khalayak diposisikan aktif dimana khalayak mengolah kembali pesan-pesan yang disampaikan media. Seiring dengan perkembangan zaman dan pengetahuan khalayak yang semakin meningkat, dimana dahulu saat pertama kali kemunculan media masa, khalayak cenderung digolongkan sebagai khalayak pasif, yang mencerna pesan secara langsung dimana mereka bereaksi sesuai apa yang mereka lihat dan mereka dengar, kini berubah menjadi khalayak aktif, dimana khalayak mulai bisa berfikir maju memilih apa yang disukai dan tidak disukai dan mengetahui bagaimana kontradiksi pesan media di dalam lingkungan sekitarnya, khalayak berpartisipasi aktif dalam membangun dan menginterpretasikan makna atas apa yang mereka baca, dengar dan lihat sesuai dengan konteks budaya (Hadi, 2009:3). Khalayak sendiri dapat dicirikan berbeda menurut berbagai latar belakang yang beragam, antara lain dalam hal tempat, pesan, media, dan waktu, sehingga terbentuk khalayak dengan kepentingan dan latar belakang yang berbeda di dalam riset khalayak. Secara etimologis Research berarti mencari. Pengertian umumnya adalah upaya mencari data yang dapat diinterpretasikan menjadi informasi yang dibutuhkan (Sari, 1993:28). Salah satu metode penelitian terhadap khalayak yang efektif adalah menggunakan reception analysis dimana di dalam metode penelitian ini khalayak diposisikan sebagai khalayak aktif dimana analisis recepsi 18 mencoba memberikan sebuah makna atau pemahaman teks media (setak, elektronik, internet) dengan memahami bagaimana karakter teks dibaca dan dipahami oleh khalayak. Pengalaman, pemahaman, budaya dan pengaruh-pengaruh lingkungan di dalam lingkungan menjadi pengaruh utama di dalam memahami sebuah teks media (Hadi, 2008:2). 2. Komunikasi a. Pengertian Komunikasi Secara etimologis istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin comunicatio, dan perkataan ini bersumber dari kata comunis. Asal kata comunis berarti sama, dalam arti kata sama makna (Effendy, 2006: 3). Komunikasi dapat berlangsung apabila di dalam proses komunikasi antara orang yang terlibat mempunyai makna yang sama mengenai apa yang sedang dikomunikasikan. Sehingga terjadi interaksi yang komunikatif antara komunikator dan komunikan. Dengan berkembangnya yang pesat proses komunikasi bisa dilakukan dengan berbagai macam saluran, antara lain dengan menggunakan media masa atau biasa disebut dengan komunikasi bermedia. Komunikasi bermedia (mediated communication) adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang jauh tempatnya, dan/atau banyak jumlahnya (Effendi, 2006:9). 19 b. Komunikasi massa Komunikasi massa adalah proses komunikasi dengan memanfaatkan media masa, jenis media masa sendiri beragam antara lain koran, film, radio, dan televisi untuk menyampaikan pesan kepada khalayak banyak yang bersifat homogen. Jadi komunikasi massa bisa disimpulkan, proses komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak banyak yang abstrak atau homogen yaitu khalayak yang tidak nampak oleh komunikator dan Feedback kepada komunikator bersifat tidak langsung bahkan tidak terjadi Feedback (Effendy, 2002:50). c. Ciri-Ciri Komunikasi massa Komunikasi massa dapat dicirikan sebagai berikut : 1. Komunikan berjumlah banyak dan bersifat heterogen, dan anonim. 2. Sifat media masa menyalurkan pesan yang disampaikan secara serempak dan cepat, sehingga khalayak dengan cepat memperhatikan dan mencerna pesan yang disampaikan oleh media masa. 3. Sifat pesan yang disampaikan bersifat umum, ini dikarenakan media masa adalah media penyampaian pesan kepada khalayak banyak bukan sekelompok orang saja. 4. Sifat komunikator di dalam komunikasi massa yaitu wartawan, reporter, sutradara, penyiar radio atau penyiar televisi adalah komunikator terlembagakan (institutionalized comunicator). 20 5. Sifat efek di dalam komunikasi massa terpengaruh oleh tujuan komunikator di dalam penyampaian pesan, pesan yang disampaikan bersifat two step flow of communication, pesan yang disampaikan melalui beberapa tahap media dan opinion leader. Akan tetapi pesan yang disampaikan akan berefek tertunda atau tidak langsung. Peneliti mencoba menerapkan proses komunikasi massa di dalam subjek film, bagaimana film sebagai salah satu media masa menyampaikan pesan kepada khalayak dan bagaimana efek yang ditimbulkan di dalam khalayak terhadap pesan yang disampaikan di dalam film tersebut (Effendy, 2002:51-54). d. Komunikasi Bermedia Proses komunikasi bermedia disebut juga komunikasi tidak langsung, ini dikarenakan komunikasi bermedia menggunakan media masa sebagai media penyampaian pesan, sehingga proses komunikasi ini tidak menimbulkan arus balik secara langsung. Arus balik secara tidak langsung ini akan menimbulkan efek-efek komunikator tidak mengetahui tanggapan dari khalayak terhadap pesan yang disampaikan. Selain komunikator yang tidak bisa mengetahui tanggapan khalayak, komunikator juga kurang memahami khalayak secara keseluruhan, ini dikarenakan proses komunikasi massa dimana target masa yang banyak dan juga bersifat heterogen. Permasalahan ini 21 akan menimbulkan berbagai permasalahan di dalam khalayak antara lain kesalahpahaman pesan yang akan berujung dengan konflik di dalam khalayak. Komunikator harus peka dan mempunyai banyak pengetahuan mengenai khalayak yang menjadi sasaran antara lain komunikator harus mengetahui sifat-sifat komunikan yang akan dituju dan mengetahui sifat-sifat media yang akan digunakan (Effendi, 2006:10). Peneliti mengamati proses komunikasi massa dengan media film ini bahwa sutradara mencoba mengangkat permasalahan keagamaan di dalam sebuah karya film dimana penggambaranpenggambaran konflik dan interaksi keagamaan, pluralitas dan pluralisme agama lebih condong ke salah satu agama yang diangkat di dalam film. Bahkan sutradara kurang memahami pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat, sehingga menimbulkan kontroversi dan konflik di dalam khalayak. 3. Pluralisme Agama Pluralisme Agama (Religious Pluralism) adalah istilah khusus dalam kajian agama­agama. Sebagai „terminologi khusus‟, istilah ini tidak dapat dimaknai sembarangan, misalnya disamakan dengan makna istilah „toleransi‟, „saling menghormati‟ (mutual respect), dan sebagainya. Pluralisme agama berarti semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama (Husaini, 2010:1). 22 Dalam kamus umum bahasa Indonesia, ”toleransi” berarti sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat pandangan kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang lain atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri: agama (ideologi, ras, dsb) (Purwadarminta, 2010:1288). Contohnya adalah toleransi antar umat beragama dimana masyarakat saling menghormati dan saling menghargai satu sama lain. Sehingga terjalin kerukunan dan keserasian di dalam kehidupan beragama. Dalam pengertian toleransi menurut kamus Bahasa Indonesia jelas berbeda jika ditelah lebih lanjut, dimana pluralisme tidak bisa diartikan sama dengan toleransi beragama, seringkali masyarakat salah dalam mengartikan. Dimana pluralisme agama lebih mengartikan bahwa semua agama menuju pada tujuan yang sama dan menuju pada Tuhan yang sama. Ini bertentangan dengan pengertian di dalam semua agama dimana setiap agama mempuyai keyakinan bahwa mereka mempunyai satu Tuhan sebagai pengayom dalam hidupnya. Di dalam setiap agama sendiri mempunyai keyakinan sendirisendiri terhadap Tuhannya dan tidak bisa di bilang satu Tuhan untuk semuanya/menuju Tuhan yang sama. Dalam pengertian tersebut sangatlah bertentangan dengan pemahaman Tuhan di dalam setiap agama. Agama Islam dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa Islam adalah Agama yang rahmatan lil alamin dimana di katakan dalam Al-Qur‟an surat Ali ‟Imran ayat 19. 23 Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. Dalam ayat diatas bisa dilihat bahwa dalam Agama Islam mengajarkan bahwa agama yang paling benar dan diridhai oleh Allah hanyalah Islam. Di dalam agama Islam sendiri ada tokoh yang mempunyai pandangan yang berbeda mengenai pluralisme agama. Salah satu tokoh itu adalah Prof. Dr. Nurcholish Madjid atau yang lebih akrap dipanggil Cak Nur, di dalam pemahamanya mengenai pluralisme, Cak Nur sangat concren dan commited. Dimana Cak Nur kurang kurang lebih setuju dengan paham ini akan tetapi ia menghendaki pengertian pluralisme ini sejalan dengan Al-Qur‟an agar pengertian pluralisme tidak mempunyai arti yang ambigu dan mempunyai titik temu. Dasar dari pemikiran Cak Nur ini merujuk pada semangat humanistik di dalam Islam, bahwa Islam adalah agama kemanusiaan (fitrah), dan merujuk pada misi Nabi Muhammad SAW untuk mewujudkan rahmad bagi seluruh manusia (Achmad, 2001:45). 24 Dari pandangan pluralisme Islam menurut Cak Nur diatas, bahwa Islam juga mempunyai pemaknaan positif terhadap pluralisme, akan tetapi Islam merujuk pada Al-Qur‟an untuk memahami makna pluralisme. Dimana menurut Cak Nur beranggapan semua agama menuju kepada satu kebaikan, akan tetapi keyakinan untuk mempercayai Tuhan sebagai sandaran di dalam kehidupan umat beragama merujuk pada keyakinan masing-masing agama, ini merujuk pada sekalipun semua agama pada intinya sama dan satu tetapi maninfestasi sosio kulturalnya secara historis berbeda-beda (Achmad, 2001:45). Pemikiran Cak Nur ini juga di dasarkan Al-Qur‟an Al-Ankabut ayat 46 : ”Kamu janganlah berbantah-bantahan dengan para penganut kitab suci (yang lain) melainkan dengan sesuatu (cara) yang lebih baik (paskahlnya; sopan, tenggang rasa), terkecuali terhadap orang-orang yang zalim dari mereka. Dan katakanlah, ”kami beriman dengan ajaran (kitab suci) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada kamu. Tuhanku dan Tuhan mu adalah satu, dan kita sama (semua) pasrah (muslimun) kepada Nya”. Walaupun sejarah awal dari pluralisme diyakini lahir dari agama Kristen akan tetapi agama Kristen juga mempunyai doktrin ”no salvation outside Cristianity” dimana dalam Agama Kristen Katolik mempunyai pandangan sendiri mengenai bagaimana arti dari Pluralisme, dimana Vatikan menerbitkan penjelasan „Dominus Jesus‟. Penjelasan ini, 25 selain menolak paham pluralisme agama, juga menegaskan kembali bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantar keselamatan Ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus (Husaini, 2010:13). Walaupun di dalam Konghucu masalah pluralisme tidak dijelaskan banyak akan tetapi dalam ayat yang kelima menyatakan “Jangan inginkan apa yang tidak layak dan jangan lakukan apa yang tidak patut.” Bahwa di dalam Agama Konghucu mengajak agar para pemeluknya mengerjakan apa yang patut dalam dirinya dan di dalam agamanya (Nurjanah, 2011:61). 4. Encoding-Decoding Dalam teori encoding-decoding menjelaskan tentang proses penyampaian pesan kepada khalayak dimana komunikasi sebagai proses, dimana pesan tertentu dikirim dan kemudian diterima dengan menimbulkan efek tertentu di dalam khalayak, efek yang berbeda yang timbul di dalam masyarakat ini di akibatkan karena masyarakat mengolah kembali pesan yang disampaikan dengan faktor-faktor yang beragam. Sebuah pesan tidak lagi dipahami dan di ibaratkan sebagai paket atau bola yang dikirim ke penerima paket (Alasuutari, 1999:2). 26 Gagasan yang sebaliknya bahwa pesan dikodekan oleh komunikan dan kemudian diterjemahkan oleh penerima, berarti isi pesan yang dikirim dan diterima tidak selalu sama, dan penonton juga dapat mengkodekan program dengan berbeda. Di dalam model komunikasi Stuart Hall dalam bagannya: Bagan I. Model Komunikasi Stuart Hal (Storey, 2008:14) Digambarkan bahwa sebuah pesan atau makna yang menyangkut produksi makna dan pembentukan isi makna dilakukan oleh pembuat makna di dalam penenelitian ini pembuat makna adalah sutradara Film Tanda Tanya yang membuat makna pluralisme dan sikap toleransi umat beragama di dalam sebuah film, dimana sang sutradara Hanung Bramantya mengencodingkan makna pluralisme dan nilai toleransi beragama di dalam wacana yang bermakna dan pada tahap ketiga ketika makna sudah bermakna, makna ini bebas di kendalikan, dalam proses terakhir proses decoding yang dilakukan oleh khalayak, dimana khalayak dalam proses resepsi menerjemahkan ulang atau mengolah makna yang disampaikan dengan mengacu pada pengalaman, sejarah, dan faktor yang lainnya di 27 dalam masyarakat di sekelilingnya. Jadi melalui sirkulasi wacana, ‟produksi‟ menjadi ‟reproduksi‟ untuk menjadi ‟produksi lagi (Storey, 2006:13). Sebuah pesan dapat mempunyai berbagai makna sebagaimana penerima pesan memaknai pesan yang diterimanya, dimana semua efek tergantung pada interpretasi pesan media. Makna dari pesan tidak sekedar ditransmisikan akan tetapi keduanya senantiasa diproduksi: pertama oleh sang pelaku encoding (pelaku media) dalam penelitian ini sutradara film dan konten film, dari bahan mentah dari kehidupan sehari-hari oleh khalayak kaitannya pada lokasinya pada wacana-wacana lainnya (Storey, 2006:14). Dalam tulisannya yang dimuat dalam Cultural Transformation : The Politics of Resistence (1983, dalam Marris dan Tornham 1999 : 474, 475), Morley mengemukakan tiga posisi hipotetis di dalam mana pembaca teks (program acara) kemungkinan mengadopsi: 1. Dominant (atau ‘hegemonic’) reading : pembaca sejalan dengan kode-kode program (yang didalamnya terkandung nilai- nilai,sikap,keyakinan dan asumsi) dan secara penuh menerima makna yang disodorkan dan dikehendaki oleh si pembuat program. 2. Negotiated reading : pembaca dalam batas-batas tertentu sejalan dengan kode-kode program dan pada dasarnya menerima makna yang disodorkan oleh si pembuat program namun 28 memodifikasikannya sedemikian rupa sehingga mencerminkan posisi dan minat-minat pribadinya. 3. Oppositional (‘counter hegemonic’) reading: pembaca tidak sejalan dengan kode-kode program dan menolak makna atau pembacaan yang disodorkan, dan kemudian menentukan frame alternatif sendiri di dalam menginterpretasikan pesan/program (http://sinaukomunikasi.wordpress.com/page/4/ diakses pada tanggal 25 Januari 2013). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode encoding dan dencoding, karena metode penelitian ini adalah salah satu metode utama yang di gunakan dalam penelitian reception analysis, dimana penelitian ini peneliti ingin mencoba mencari sebuah makna atas pemahaman teks media (cetak, elektronik, internet) dengan memahami bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak. Individu yang menganalisis media melalui kajian reception memfokuskan pada pengalaman dan pemirsaan khalayak (penonton/pembaca), serta bagaimana makna diciptakan melalui pengalaman tersebut. Peneliti ingin menerapkan sistem komunikasi televisual yang diterapkan Stuart Hall dimana proses produksi dengan berbagai latar belakang yang dilakukan oleh sutradara yang membentuk pesan yang bermakna/encode yang dilakukan oleh media yang dimana pesan yang bermakna itu terbuka untuk dipahami/dianalisis ulang oleh khalayak dan 29 proses yang terakhir adalah dimana khalayak medecodingkan pesan tersebut. 5. Reception Analysis Teori reception analysis mempunyai pengertian bahwa faktor kontekstual mempengaruhi cara khalayak memirsa atau membaca media, misalnya film atau acara televisi (Hadi, 2009:2). Analisis ini merupakan bagian khusus dari studi khalayak yang mencoba mengkaji secara mendalam proses aktual dimana wacana media diasumsikan melalui praktek wacana dan budaya khalayak nya, reception analysis muncul pada tahun 1970 oleh Morley, teori ini memahami makna, hubungan antara isi dan media masa dan khalayak. Di dalam penelitian ini khalayak dilihat sebagai active interpreter, mengajukan bahwa teks-teks dan penerimanya adalah elemen pelengkap dari satu objek penyelidikan yang dengan demikian alamat baik diskursif dan aspek-aspek sosial komunikasi. Analisis ini mengasumsikan bahwa tidak ada "efek" tanpa "makna", dimana dalam hal ini masyarakat memaknai kembali pesan yang disampaikan oleh media dan pemaknaan yang dilakukan khalayak akan menimbulkan efek yang beragam, dan efek inilah yang menjadi tahap akhir dari penelitian ini. Menurut Denis Mc Quail (1997), Reception analysis menekankan pada penggunaan media sebagai refleksi dari konteks sosial budaya dan sebagai proses dari pemberian makna terhadap sebuah pengalaman dan produksi kultural, budaya dan pengalaman 30 bermedia di dalam lingkungan khalayak mempengaruhi proses penerimaan khalayak terhadap pesan media. Teori reception analysis mempunyai ciri utama berfokus pada isi, di dalam mengartikan teks, untuk membaca teks kita harus dapat menafsirkan lambang dan strukturnya. Dalam membaca suatu teks khalayak tidak hanya mengartikan suatu teks tersebut akan tetapi juga menafsirkan dalam struktur keseluruhan sehingga khalayak bisa memaknai secara utuh (Baran dan Dafis, 2010:304). Jadi khalayak melakukan penafsiran kembali untuk menemukan pesan yang disimpulkan dengan pemahaman khalayak dengan berbagai pengaruh di dalam lingkungan khalayak. Mempelajari secara mendalam proses-proses yang sebenarnya melalui wacana media berasimilasi dengan wacana dan praktek budaya penonton. Salah satu standar untuk mengukur menggunakan reception analysis, memberikan sebuah makna atas dimana khalayak media adalah analisis ini mencoba pemahaman teks media (cetak, elektronik, internet) dengan memahami bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak. Individu yang menganalisis media melalui kajian reception memfokuskan pada pengalaman khalayak mengkonsumsi media (penonton/pembaca), serta bagaimana makna diciptakan melalui pengalaman tersebut. Konsep teoritik terpenting dari reception analysis adalah bahwa teks media penonton/pembaca atau program televisi bukanlah makna yang melekat pada teks media tersebut, tetapi makna 31 diciptakan dalam interaksinya antara khalayak (penonton/pembaca) dan teks. Dengan kata lain, makna diciptakan karena menonton atau membaca dan memproses teks media (Hadi, 2008:2). Di dalam teori ini khalayak diposisikan sebagai khalayak yang aktif publik di mana khalayak merupakan partisipan aktif dalam publik. Publik merupakan kelompok orang yang terbentuk atas isu tertentu dan aktif mengambil bagian dalam diskusi atas isu-isu yang dikemukakan. Khalayak yang memposisikan dirinya sebagai khalayak aktif menggunakan media sebagai refleksi dari kebiasaan dan budaya yang ada di lingkungan mereka tinggal, pengaruh budaya dan pengetahuan mereka yang dipengaruhi lingkungan khalayak sangat mempengaruhi dimana khalayak mengolah dan memahami pesan media. Menurut McQuail (1997) reception analysis menekankan pada penggunaan media sebagai refleksi dari konteks sosial budaya dan sebagai proses dari pemberian makna melalui persepsi khalayak atas pengalaman dan produksi. Pengalaman khalayak dan budaya yang diadaptasi khalayak satu dengan yang lain berbeda-beda, sehingga dalam memaknai sebuah pesan khalayak mempunyai berbagai perspektif pemaknaan di dalam diri mereka, permasalahan sederhana yang dialami oleh pelaku media dalam menyampaikan pesan melalui media masa adalah kurangnya pengetahuan mereka terhadap budaya dan pemahaman masyarakat terhadap pesan yang akan mereka sampaikan. 32 Pelaku media cenderung menggunakan pengetahuan umum mereka di dalam membuat sebuah pesan yang akan disampaikan, sehingga efek yang ditimbulkan pun akan beragam di dalam khalayak, pemaknaan yang berbeda seringkali akan menimbulkan konflik di dalam khalayak, bahkan bisa menimbulkan perubahan budaya di dalam masyarakat. Di dalam analisis reception analysis terdapat tiga paradigma yaitu : 1. Reception analysis Kelahiran studi penerimaan dalam penelitian komunikasi massa di tahun (1974) Stuart Hall Encoding dan Decoding dalam Wacana Televisi, Dalam teori encoding-decoding menjelaskan tentang proses penyampaian pesan kepada khalayak dimana komunikasi sebagai proses, dimana pesan tertentu dikirim dan kemudian diterima dengan menimbulkan efek tertentu di dalam khalayak, efek yang berbeda yang timbul di dalam masyarakat ini di akibatkan karena masyarakat mengolah kembali pesan yang disampaikan dengan faktor-faktor yang beragam. Sebuah pesan tidak lagi dipahami dan di ibaratkan sebagai paket atau bola yang dikirim ke penerima paket. 2. Audiance Ednografi Dalam study Audience Ednografi ada tiga pedoman kepada paradigma audiance Ednografi, Studi ini berkonsentrasi pada politik gender. Yang pertama pada wacana di mana gender dibahas dalam isi media, dan bagaimana khalayak menafsirkan dan memanfaatkan media yang di konsumsi dengan afiliasi kehidupan sehari-hari dan pengalaman 33 khalayak dalam memahami pesan media. Yang kedua adalah dimana berkembangnya teknologi media baru yang mempengaruhi konten televisi dalam kehidupan sehari-hari yang empengaruhi keberadaan gender. Dan yang ketiga adalah bagaimana penerimaan khalayak terhadap pesan yang disampaikan terhadap kehidupan sehari-hari dalam tahap ini adalah mengenai bagaimana efek media terhadap kehidupan khalayak. 3. Pandangan Konstruksionis Di dalam fase ini lebih menekankan pada pendekatan Konstruksionis. Paradigma ini memberi pemahaman tentang media tentang pengalaman posmoderenisme, dalam fase ini membahas mengenai apa media itu dan penggunaan media oleh khalayak. Akan tetapi lebih mengacu pada budaya bermedia, kususnya penggunaan media di dalam kehidupan sehari-hari (Alasuutari, 1999:2-9). F. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian khalayak dengan menggunakan metode reception analysis ini menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian reception analysis ini dilakukan untuk memfokuskan pada produksi, teks dan konteks. Makna polisemi teks dan hubungannya dengan khalayak dalam menginterpretasi teks dalam cara yang berbeda-beda menjadi titik yang sangat krusial dalam studi reception. Karena dalam pemaknaan teks, 34 memori individu memberikan arti dalam mengkonstruksi dan memahami teks media (Hadi, 2008:4). Di dalam metode reception analysis terdapat poin penting yang digunakan di dalam menjalankan metodologi ini, menurut Jensen (1991:139) tiga elemen/tahapan dari metodologi ini yaitu collection or generation of data centers on the audience side. Di dalam tahap ini data yang dikumpulkan dari audience di dalam penelitian dengan metode reception analysis, melalui berbagai metode pengambilan data yaitu wawancara, obserfasi dan metode lainnya. Reception analysis merujuk pada sebuah komparasi antara analisis tekstual wacana media dan wacana khalayak, yang hasil menginterpretasi merujuk pada konteks, seperti cultural setting dan context atas isi media lain (Jensen dalam Hadi, 2003:139). Khalayak dilihat sebagai bagian dari interpretive communitive yang selalu aktif dalam mempersepsi pesan dan memproduksi makna, tidak hanya sekedar menjadi individu pasif yang hanya menerima saja makna yang diproduksi oleh media massa (Mc Quail, 1997:19). 2. Subjek penelitian Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan menggunakan informan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, peneliti mengambil informan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta dikarenakan universitas ini berbasis keilmuan dan keagamaan, sehingga mahasiswa yang mempunyai berbagai latar 35 belakang sosial dan agama sedikit mengerti tentang Agama Islam yang menjadi permasalahan dominan di dalam film “?” yang digunakan peneliti sebagai subjek penelitian ini, sehingga mahasiswa sebagai informan biasa mengerti masalah dan membantu pengayaan di dalam memahami film yang menjadi acuan penelitian. Adapun kriteria dalam menentukan informan adalah penonton yang menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan afiliasi sosial dan agama yang berbeda yaitu dengan afiliasi mahasiswa aktifis IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), tidak memiliki latar belakang keorganisasian atau netral dan mahasiswa yang beragama Kristen. Ini dikarenakan di dalam film “?” ini mengangkat tentang konflik sosial dan agama. Peneliti mengambil informan yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang berimbang. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah melakukan interview mendalam dengan informan, dengan berbagai faktor yang mungkin mempengaruhi seperti bagaimana teks media yang dilihat atau dibaca. Bagaimana pengalaman seseorang atas teks media dari perspektif posisi subjek. Bagaimana makna teks media bagi kelompok umur tertentu, termasuk dari faktor agama, faktor kaum minoritas, faktor sejarah, faktor sosial dan budaya, faktor pendidikan, jenis kelamin, dan sebagainya. Sumber lain yang bisa digunakan untuk mendukung analisis, disamping tinjauan pustaka (konseptual teoritik) dan review literature, adalah dengan membaca surat pembaca ke editor, kolom gosip, artikel surat kabar dan 36 majalah, iklan, press releases, dan bentuk publisitas lain yang mendukung (Hadi, 2008:6). Akan tetapi peneliti tidak menggunakan (FGD) Focus Group Discussion dalam penelitian ini, ini dikarenakan untuk mendapatkan data yang sebenarnya menurut nara sumber dengan pengetahuan yang mereka miliki tanpa terpengaruh orang lain, ini dimaksudkan agar informan tidak terpengaruh dengan pemikiran nara sumber lainnya. 3. Objek Penelitian Peneliti menggunakan Objek penelitian film “?” (Tanda Tanya) karya sutradara Hanung Bramantya sebagai pokok penelitian, dengan mengacu pada permasalahan sikap dan nilai toleransi antar umat beragama, pluralitas yang terjadi di Indonesia, dan isu nilai pluralisme agama yang menjadi isu yang sangat sensitif yang terkandung di dalam film ini. 4. Metode Analisis Metode yang akan peneliti gunakan adalah reception analysis atau audience analysis. Dimana di dalam analisis ini peneliti ingin meneliti proses penerimaan khalayak terhadap pesan yang disampaikan di dalam film “?” (Tanda Tanya) karya Hanung Bramantya, penerimaan khalayak terhadap pesan toleransi antar umat beragama, dan isu-isu pesan pluralisme agama yang terdapat di dalam film ini. Peneliti menggunakan metode encoding-decoding Stuart Hall di dalam melakukan penelitian berbasis penerimaan khalayak atau reception 37 analysis. Dimana peneliti ingin mengetahui bagaimana Hanung Bramantya mengencodingkan film “?” (Tanda Tanya) dan selanjutnya bagaimana khalayak mendecodingkan pesan yang disampaikan komunikator. Peneliti mencoba mencari sebuah makna atas pemahaman teks media (cetak, elektronik, internet) dengan memahami bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak. Individu yang menganalisis media melalui kajian reception memfokuskan pada pengalaman dan pemirsaan khalayak (penonton/pembaca), serta bagaimana makna diciptakan melalui pengalaman tersebut. 5. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan 2 jenis sumber data, yaitu primer dan sekunder : a. Data Primer Di dalam penelitian ini peneliti membutuhkan data primer, yang berupa data wawancara dengan nara sumber yang sudah dipilih dan diseleksi oleh peneliti, data diperoleh dari wawancara kepada informan secara mendalam (in-depth interview). Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan informan yang sudah menonton film “?” (Tanda Tanya). Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari narasumber. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data secara langsung dari 38 narasumber dengan jumlah narasumber yang sedikit (Riduwan, 2010:74). b. Data Sekunder Selain data primer peneliti juga membutuhkan data sekunder, yang meliputi buku-buku referensi yang mendukung penelitian, penelitian-penelitian terdahulu, jurnal, arsip foto, rekaman, gambar atau diagram, dan informasi yang mendukung lainnya. 6. Teknik Menentukan Informan Peneliti menentukan informan yang ingin diteliti dengan dipilih secara purposive sampling untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Untuk teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel tidak secara acak, tetapi dipilih dengan sengaja pada informan yang memenuhi kriteria sesuai dengan kebijaksanaan peneliti (Patton, 2002: 243). Informan tersebut adalah mahasiswa dengan afiliasi umum, mengikuti organisasi IMM dan beragama Kristen. Dari afiliasi yang dipilih ini diharapkan mendapatkan data yang beragam dan mendukung hasil penelitian yang dilakukan. 7. Teknik Pengumpulan Data Teknik data di dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survei yaitu penelitian yang dilakukan terhadap populasi besar atau populasi kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data yang diambil dari sampel populasi (Ridwan dalam Kerlinger, 2002:49). Di dalam tahap 39 survei dilakukan proses wawancara yang mendalam kepada narasumber yang sudah di tentukan peneliti sebagai sampel populasi yang akan dipelajari. Sebelum melakukan wawancara mendalam, peneliti memberikan film “?” (Tanda Tanya) yang menjadi objek penelitian. Ini bertujuan untuk memberikan gambaran permasalahan kepada khalayak sebelum memberikan penerimaan mereka terhadap nilai-nila toleransi, pluralitas dan pluralisme agama di dalam film “?” (Tanda Tanya) ini. Sesudah memberikan film “?” (Tanda Tanya) kepada informan dan para informan sudah menonton dan menyimpulkan, peneliti dalam tahap selanjutnya melakukan wawancara yang mendalam terhadap informan yang sudah ditentukan, dimana wawancara dilakukan dengan menitik beratkan pada permasalahan yang diangkat oleh peneliti yaitu nilai-nilai toleransi antar umat beragama, pluralitas dan isu-isu pluralisme agama yang terkandung di dalam film “?” (Tanda Tanya). Peneliti sengaja tidak memasukkan proses FGD (Focus Group Discussion) di dalam penelitian ini, karena ditakutkan data yang dihasilkan di dalam penelitian ini akan terpengaruh terhadap pemikiran informan yang lainnya. Ini bertujuan agar data yang diberikan oleh informan adalah data yang sebenarnya dari pemikiran informan. Serta melakukan studi pustaka (literature research) melalui buku-buku, literatur, internet, dan sumber-sumber lainnya. 40 8. Analisis Data Menurut Bogdan & Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah nya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2008: 248) Teknik analisis data yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut: 1. Menyeleksi Peneliti memilih dan melakukan wawancara kepada informan yang sesuai dengan kriteria dari peneliti. 2. Mengklasifikasi Peneliti menetapkan posisi reception informan (accepting, negotiated, oppositional dan aspek perbedaan latar belakang mahasiswa dengan afiliasi umum, IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) dan beragama Kristen 3. Menganalisis Selanjutnya peneliti menganalisis data wawancara yang sudah didapat dan menentukan bagaimana penerimaan mahasiswa berdasarkan afiliasi yang sudah ditentukan yaitu mahasiswa dengan afiliasi umum, IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) dan beragama Kristen. 41 9. Alur Penelitian Alur penelitian dari penelitian ini adalah melihat bagaimana terjadinya konflik di dalam masyarakat terutama para elit agama/ organisasi agama yang disebabkan oleh beredar nya film “?” (Tanda Tanya) yang disutradarai oleh Hanung Bramantya. Dimana film ini diisukan mengandung isu SARA dan penyebaran ideologi pluralisme agama yang dianggap sebagai ancaman bagi agama-agama yang menganut paham kebenaran tunggal terhadap agama yang di yakini nya. Unsur-unsur yang dipermasalahkan di dalam film ini meliputi penghinaan dan penistaan agama, isu SARA, dan proses penyebaran pesan-pesan dan ajaran-ajaran tentang pluralisme agama. Melihat dari permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dan mencari tahu bagaimana sebenarnya penerimaan masyarakat dari berbagai sudut pandang sosial dan agama yang berbeda, konflik yang paling menonjol di dalam media dimana kebanyakan khalayak yang menentang dan mempermasalahkan film ini adalah dari kaum elit agama/ para ORMAS (organisasi massa). Inilah yang menjadi poin penting yang mendorong peneliti untuk meneliti film “?” (Tanda Tanda Tanya) untuk mengetahui bagaimana sebenarnya penerimaan khalayak terhadap pesan dan isi di dalam film ini. 42 Bagan II Kerangka pemikiran Film ? (Tanda Tanya) Toleransi Agama Konflik sosial, budaya dan agama Pluralisme Agama 1. Encoding 2. Decoding Reception Analysis Kesimpulan ”Analisis Penerimaan Mahasiswa Universitas Muhammadiyahh Surakarta Terhadap NilaiNilai Toleransi Antar Umat Beragama dan Pluralisme Dalam Film ”?” (Tanda Tanya)