Volume 63No. 2Mei - Agustus 2014 Terbit 3 X/ Tahun ISSN : 0024 - 9548 DAFTAR ISI Peran restorasi gigi dalam proses identifikasi korban........................................... 41–45 Ananta Tantri Budi Pentingnya surat persetujuan tindakan medik (informed consent) pada praktek dokter gigi.................................................................................................................... 46–53 Mita Juliawati Tingkat pemahaman terhadap instruksi cara pembersihan gigi tiruan lepasan pada pasien Rumah Sakit Gigi Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin................................................................................................................. 54–57 Eri H. Jubhari dan Nindya Dwi Utami Putri Lower middle income class preferences for dental services................................. 58–62 Iwan Dewanto Pengukuran kadar kalsium saliva terlarut pada gigi yang dilakukan eksternal bleaching dan dipapar dengan Streptococcus mutans............................................. 63–65 Mei Syafriadi dan Tiara Chaeranee Noh Pemanfaatan akar Sidaguri (Sida rhombifolia) sebagai bahan analgetik.............. 66–69 Nurhayaty Natsir, Maria Tanumihardja, Indrya K. Mattulada dan Vero H. Sanusi Printed by: Airlangga University Press. (OC 054/03.15/AUP-A5E). Kampus C Unair, Mulyorejo Surabaya 60115, Indonesia. Telp. (031) 5992246, 5992247, Telp./Fax. (031) 5992248. E-mail: [email protected]; [email protected] Vol. 63, No. 2, Mei-Agustus 2014 | Hal. 41-45 | ISSN 0024-9548 Peran restorasi gigi dalam proses identifikasi korban (The role of dental restoration in victim identification) Ananta Tantri Budi Departemen Odontologi Forensik Fakultas Kedokteran Gigi Universias Airlangga Surabaya - Indonesia Korespondensi (correspondence): Ananta Tantri Budi, Departemen Odontologi Forensik Fakultas Kedokteran Gigi Universias Airlangga. Jl. Mayjend. Prof. Dr. Moestopo No. 47 Surabaya 60132, Indonesia. E-mail: [email protected] ABSTRACT Background: Dental restoration usually made by dentists is actually very advantageous in identification process in the field of forensic odontology. Dentists usually make history records, diagnosis, radiological photographs, and treatments, and then those are stored, commonly called medical records. Those medical records are required in forensic odontology as ante mortem data. In dental restoration process, those ante mortem data will be compared with post mortem data in order to uncover the identity of the victim’s body. Purpose: This research is aimed to analyze the role of dental restoration in revealing the identity of victim’s body without having ante mortem data. Case: The first case is about a woman’s body found in the dock of Tanjung Priok, Jakarta, which was determined based on her medical records about amalgam filling in her molar teeth. Another case is about a woman found in the boiler room of prisoners in Berlin, Germany. This identification process was having trouble since after Germany lost WW II in 1945, all ante mortem data were usurped by American army, while all post-mortem data were also usurped by Russia. As a result, there was no strong evidence related with ante mortem data. However, the body of the woman still could be revealed through the testimony of a dental assistant and a dental technician who treated the woman. Keywords: Victim’s body, dental restoration, identification, ante mortem, forensic odontology PENDAHULUAN Bidang ilmu odontologi forensik merupakan bagian dari ilmu forensik kedokteran yang akhir-akhir ini menunjukkan perannya dalam usaha upaya identifikasi korban bencana massal, kecelakaan, kejahatan, terorris maupun dalam rangka penegakan hukum. Kondisi pada saat ini dalam upaya identifikasi korban dalam bidang forensik semakin komplek. Kasus kejahatan yang disertai memotong tubuh menjadi beberapa bagian atau korban membakar diri hingga hangus yang tidak bisa dikenali lagi jenazahnya adalah dalam usaha tersangka menghilangkan jejak. Identifikasi melalui bidang forensik memiliki keterbatasan tertentu dalam mengungkap jenazah korban ini, keadaan ini dapat dibantu oleh bidang odontologi forensik dengan melalui metode odontologi forensik. Bidang odontologi forensik merupakan bagian dari bidang forensik yang menggunakan ilmu kedokteran gigi untuk mengungkap identitas korban melalui gigi geligi. Rongga mulut memliki peran yang sangat penting dalam identifikasi di bidang odontologi forensik. Jumlah gigi manusia 32 dengan 5 permukaan. Gigi geligi dalam rongga mulut merupakan bagian tubuh yang terkeras, memiliki sifat individual serta tahan terhadap suhu, kimia, dan trauma. Posisi gigi geligi dalam mulut memiliki rangkaian jaringan yang secara anatomis, antropologis dan morpologis terlindungi dengan baik oleh otot pipi, bibir, lidah serta selalu dibasahi oleh air liur, sehingga jaringan tersebut yang terlebih dahulu mengalami kerusakan apabila terjadi kebakaran ataupun trauma. Hal semacam ini dapat menjadi bagian yang sangat baik untuk sarana identifikasi, sehingga metode odontologi forensik memiliki derajad ketepatan sangat tinggi hampir sama dengan sidik jari.1-7 Budi: Peran restorasi gigi dalam proses identifikasi korban Jurnal PDGI 63 (2) Hal. 41-45 © 2014 42 Geligi yang rusak dapat dirawat melalui tambalan atau pembuatan restorasi gigi. Bahanbahan yang digunakan untuk maksud tersebut, antara lain; akrilik, porselen, amalgam, logam campur dan lain-lainnya yang memiliki sifat tahan terhadap mekanis, kimia serta mencair pada panas yang tinggi. Idendifikasi korban di bidang forensik merupakan suatu proses menemukan identitas hidup atau matinya seorang korban yang antara lain karena kejahatan, bencana alam, kecelakaan, kebakaran dan untuk kepentingan keluarga dan peradilan. Kepastian hukum dapat dipergunakan oleh keluarga korban untuk kepentingan mengurus warisan, perkawinan dll.1-3, 7-14 Pasal 118 ayat (1) undang-undang no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya identifikasi. 15 Proses identifikasi merupakan hal yang kompleks, untuk mendapatkan identitas dari jenazah korban yang harus didukung oleh sejumlah data-data yang akurat, antara lain data ante mortem dan data post mortem. Data ante mortem adalah data gigi geligi yang merupakan keterangan tertulis, catatan atau gambaran pada kartu perawatan gigi, keterangan keluarga atau teman dekat. Kartu perawatan gigi tertulis ini berisi: (1) nama penderita; (2) umur; (3) jenis kelamin; (4) pekerjaan; (5) tanggal perawatan; dan (6) jenis perwatan. Sumber data ante mortem tentang perawatan gigi dapat diperoleh, anatara lain: (1) klinik gigi rumah sakit pemerintah/TNI-Polri dan swata; (2) Puskesmas; (3) Rumah Sakit Pendidikan Universitas/Fakultas Kedokteran Gigi; (4) klinik gigi swatsa; (5) praktek pribadi dokter gigi. Data post mortem gigi adalah data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan gigi dari dokter gigi forensik atau dokter gigi yang terlatih terhadap jenazah korban. Hasil pemeriksaan akan maksimal atau representatif memenuhi tujuan: (1) agar dapat diungkap kondisi/ keadaan gigi geligi dari rahang atas dan rahang bawah; (2) menyelesaikan tugas secepetnya atau sesuai dengan hasil yan tepat; (3) melindungi atau menjaga semua bukti yang ada untuk kepentingan forensik umum maupun kedokteran forensik; (4) mengingat akan kepentingan keluarga korban, Data ante mortem akan dicocokan dengan data post mortem kemudian dilakukan evaluasi untuk mendapatkan identitas korban dengan tepat.7- 15 Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengetahui tentang peran restorasi gigi yang merupakan hasil perawatan dokter gigi terhadap kepentingan identifikasi odontologi forensik. KASUS Kasus 1: bulan April 1989 telah ditemukan jenazah wanita di wilayah dermaga Tanjung Periuk, Jakarta. Jenazah wanita ini merupakan korban kejahatan mutilasi dengan memotong tubuh menjadi tujuh bagian, oleh penyidik dikirim ke LKUI untuk dilkukan identifikasi.16 -17 Kasus 2: setelah Jerman kalah pada perang dunia ke dua, tahun 1945. Data ante mortem dirampas dari Jerman oleh tentara Amerika dan Inggris, karena iri semua data post mortem berada di pemerintah Rusia . Adolf Hitler dan ajudannya Martin Bormann serta Eva Braon ditangkap dan dijebloskan ke dalam tahanan yang telah disiapkan oleh Adolf Hitler sendiri pada masa kekuasannya dengan penjagaan ketat. Eva Braon adalah wanita yang lama hidup tanpa nikah bersama Adolf Hitler. Keduanya kemudian menikah dengan sah. Dua hari setelah menikah ketiga tahanan ini menghilang, sampai keadaan terjadi pemberitaan yang simpang siur. Berbagai media massa menyatakan bahwa Adolf Hitler dan Eva Braon lari ke pinggiran Eropa, ada yang memberitakan keduanya diperkirakan lari ke Amerika latin. Setelah dicari dalam kamar-kamar tahanan dan semua fasilitasnya, ternyata ketiga tahanan ini melakukan bunuh diri bersama-sama di dalam tungku yang besar pada bunker tahanan ini. Jenazah wanita ini terbakar hangus sampai sulit dikenali.9-12, 18 TATALAKSANA KASUS Kasus 1: tahap pertama, tim Staf LKUI memeriksa, membuat foto radiologis dan foto radiografis untuk mendapatkan data post mortem. Pemeriksaan tubuh jenazah wanita yang dimutilasi menjadi tujuh bagian. Potongan bagian kewanitaan masih terdapat celana dalam yang terdapat pembalut wanitanya. Pemeriksaan rongga mulut pada gigi 26 terdapat tambalan amalgam. Gigi geligi lengkap dan sedikit karang gigi. Membuat label kemudian memasangnya pada ibu jari kaki kanan. Potongan jenazah wanita ini kemudian disimpan dalam lemari es untuk mengurangi pembusukan dan berbau. Tahap kedua, kedatangan Ny. Yulia dengan tiga kemenakannya yang merupakan anak dari saudaranya yang hilang sejak seminggu yang lalu. Ny. Yulia menambahkan bahwa saudaranya yang hiang itu namanya Ny Diah dan ketika hilang dalam keadaan haid. Pandangan tim Staf LKUI mengarah kepada potongan jenazah wanita korban mutilasi Budi: Peran restorasi gigi dalam proses identifikasi korban Jurnal PDGI 63 (2) Hal. 41-45 © 2014 yang terdapat pembalutnya. Setelah melihat potongan jenazah wanita korban mutilasi ini pihak Ny. Yulia masih ragu, karena kemenakannya tidak dapat memberi kepastian terhadap jenazah tersebut adalah ibunya. Keadaan ini mungkin disebabkan jenazah wanita ini sudah mulai membusuk, warna bagian tubuh membiru, sehingga pihak keluarga tidak mengnalinya. Pihak LKUI kemudian menanyakan tentang tambalan gigi 26 yang terdapat pada rongga mulut jenazah wanita tersebut, pihak keluarga menjatakan bahwa memang ada gigi yang ditambal dan dilakukan oleh drg. A. Tahap ketiga, pihak LKUI kemudian memanggil dokter gigi tersebut dan meminta menunjukkan rekam medis, ternyata terbukti jenazah wanita tersebut adalah pasien drg. A. Dokter gigi ini membenarkan bahwa korban adalah Ny. Diah, seorang guru TK.12,-14 Kasus 2: tahap satu, membuat foto radio grafis dan foto radiologis untuk digunakan sebagai data post mortem. Berdasarkan pemeriksaan pada jenasah wanita ini, terdapat mahkota jembatan pada 48474645 dari logam emas, yang 48 dan 45 merupakan penyanggah 4745 pontiknya. Inlay distooklusal pada gigi 25 dari logam emas yang bentuknya khusus, karena direncanakan untuk membuat jembatan pontik 2726 yang belum sempat dipasang oleh dokter gigi yang merawatnya. Gigi 27 tampak telah dilakukan preparasi. Karang gigi sedikit, tetapi banyak jaringan gingiva yang menurun. Mencetak geligi tersebut untuk memperoleh model gips. Membuat label kemudian memasangnya pada ibu jari kaki kanan bawah. Tahap dua, model gips digunakan untuk data post mortem. Identifikasi mengalami kendala, karena semua data ante mortem hilang dirampas oleh tentara Amerika dan Inggris serta data pos mortem dirampas juga oleh tentara Rusia. Proses identifiksi dilakukan oleh Sognnaes seorang ahli bidang patologi forensik. Pemikiran Sognnaes terhadap jenezah wanita ini mengarah kepada Eva Braon. Melalui wawancara dan pembahasan terhadap asisten dokter gigi yang merawatnya dan tekniknisi gigi yang membuat restorasi gigi, identitas wanita tersebut berhasil ditemukan. Keberhasilan identifikasi ini dilakukan dengan mudah tanpa adanya kesulitan, hanya berdasarkan kesaksian dan ingatan terhadap restorasi gigi yang ada dalam mulut wanita ini.9 - 15 43 PEMBAHASAN Susunan geligi dalam mulut memiliki tingkat individual dengan derajad sangat tinggi. Sifat individual ini menjadi tinggi karena: (1) umumnya jumlah gigi setiap indivdu jumlahnya 32 yang memiliki bentuk dan posisi berbeda; (2) hubungan antar dan letak gigi dalam mulut setiap individu banyak berbeda; (3) gigi tidak akan rusak atau busuk kecuali bilamana gigi tersebut mengalami karies, nekrotik atau gangren. Keadaan ini karena dipengaruhi adanya pertumbuhan gigi, yaitu periode pertumbuhan gigi susu dan periode pertumbuhan pergantian gigi susu dengan gigi tetap hingga selesai. Pencabutan dan perawatan gigi juga sangat mempengaruhi posisi gigi serta bentuk lengkung rahang.1-5 Posisi gigi geligi dilindungi oleh jaringan rongga mulut sehingga gigi geligi tetap utuh. Meskipun telah mengalami penguburan dalam waktu lama, umumnya tulang dan organ lain yang dapat mengalami kehancuran kecuali gigi yang masih tetap utuh.5-7 Keadaan ini dapat dipakai sebagai sarana identifikasi, sehingga sangat menguntungkan dan memudahkan proses identifikasi di bidang odontologi fornsik. Restorasi gigi di dalam rongga mulut dapat menambah ciri khas yang berbeda pada masing-masing individu. Bentuk restorasi gigi dibuat oleh dokter gigi disesuaikan dengan bentuk gigi geligi asli pasennya, sehingga berbeda juga untuk setiap idividu.9-10 Gigi memiliki sifat yang keras, kuat terhadap trauma mekanis dan tahan terhadap asam, hal ini karena struktur gigi mengandung bahan anorganik dengan kadar yang tinggi, antara lain: (1) 96-97% dalam email; (2) 80-81% dalam dentin; dan (3) 8-10% air dalam tubulus dentin.10,11 Panas yang tinggi dapat mempengaruhi gigi, yaitu: (1) 3000 C enamel retak, (2) 4000 C dentin retak dan mahkota pecah, hingga pada panas 5000 C email mengelupas dan gigi tidak akan hacur. Gigi akan menjadi abu bilamana dilakukan kremasi pada 10000-12000 C selama 1,5-2 jam. Panas yang melebihi titik lebur air dapat menyebabkan gigi kehilangan air di dalam tubulus dentin dan pulpa, sehingga mengalami pengerutan. Bentuk gigi dan pulpa yang mengerut sesuai dengan bentuk masing-masing sebelumnya, sehingga mudah dilihat melalui foto radiografis dalam proses identifkasi.9-11 44 Bahan restorsi di bidang kedokteran gigi juga memiliki karakteristik yang berbeda. Bahan amalgam, inlay atau onlay, mahkota selubung, mahkota jembatan dan lain-lain mencair pada pemanasan yang berbeda pula, antara lain: (1) aloy emas 870o-1100o C; (2) nikel chrom dan chrom kobal 13000 C; (3) akrilik 200o-4500 C; (4) mahkota porselen/jembatan porselen 1221 o C, tambalan amalgam (1) 650 C Hg keluar dengan menetes, (2) 3560 C Hg menguap, hingga amalgam menjadi bubuk hitam disekitar dentin pada 500o C Kasus kebakaran yang berlangsung lama dan panas yang ditimbulkan lebih rendah dari panas tersebut tidak dapat mengakibatkan stuktur gigi menjadi rapuh dan restorasi gigi tidak akan mencair, tetapi terjadi perubahan bentuk.7-8,10-11 Proses identifikasi merupakan hal yang kompleks, untuk mendapatkan identitas dari jenazah korban harus didukung oleh sejumlah data-data. Agar memperoleh data yang dibutuhkan, identifikasi dibidang odontologi forensik dilakukan melalui beberapa tahap: (1) olah TKP; (2) membuat data pos mortem; (3) mencari data ante motem; (4) pencocokan; (5) evaluasi. Kehandalan identifikasi melalui metode odontologi forensik memilki ketepatan yang tinggi, hingga hampir menyamai cara sidik jari.1,2,4,6,7 Identifikasi dengan metode odontologi forensik ini dilakukan dengan cara membandingkan dan melakukan evaluasi data antara ante mortem dan pos mortem. Data yang ditemukan setelah pemeriksaan dari jenasah tubuh korban, antara lain: pemeriksaan mulut, gigi, rahang, kranium dan restorasi gigi. Data ini dilengkapi dengan pengambilan foto radiografis dan foto radiologis, pemeriksaan intra oral dicatat dengan lengkap pada odontogram, dilakukan dengan hati-hati dll, sehingga diperoleh data post mortemi.3-6,13-14 Restorasi gigi mudah dilihat pada pemeriksaan intra oral serta ditunjukkan dengan gambaran radiopak pada foto radiologis, sehingga restorasi gigi dapat digunakan sebagai alat bukti dalam mengungkap identitas korban. Alat bukti lain yang dapat mendukung identifiksi jenazah korban, antara lain catatan adanya properti yang melekat pada tubuh korban.9-10 Dimulai dari keterangan keluarga, teman dekat atau orang yang mengenali korban untuk melengkapi data-data yang diperlukan dalam proses identifikasi. Keterangan ini dipergunakan untuk mencari data ante mortem yang dimiliki korban, antar lain: tambalan gigi, mahkota selubung, dan lain-lain, selanjutnya properti yang melekat pada tubuh korban. Data ante mortem yang diperoleh Budi: Peran restorasi gigi dalam proses identifikasi korban Jurnal PDGI 63 (2) Hal. 41-45 © 2014 dari data perawatan dokter gigi kepada pasennya sebelum menjadi korban, yang disimpan sebagai rekam medis minimal selama 5 tahun. 5-7 Keterangan dokter gigi untuk kepentingan di bidang odontologi forensik diupayakan lengkap dan akurat, sehingga bilamana perlu mencari data tambahan perawatan gigi dari dokter gigi lain yang pernah merawat korban. Keberhasilan proses identifikasi tergantung dari kecocokan antara data ante mortem dan post mortem, selanjutnya dilakukan evaluasi agar mendapat hasil identitas korban dengan tepat. 1-5 Identifikasi terhadap jenazah wanita korban yang mengalami kebakaran menghanguskan tubuhnya hingga identitas korban tidak dikenali. Restorasi gigi atau jembatan emas yang dimilikinya, masih beruntung api yang membakarnya tidak melebihi titik lebur logam sehingga panas yang ditimbulkan tidak merusak restorasi gigi ini dan masih tetap utuh di dalam mulutnya. Gigi geligi tidak menglami kerusakan, karena dilindungi oleh jaringan otot pipi yang sudah terbakar lebih dahulu dari pada membakar gigi. Identitas jenazah wanita ini ditemukan melalui kesaksian dari asisten dokter gigi dan teknisi gigi yang membenarkan bahwa restorasi gigi ini merupakan milik Eva Braon. Keberhasilan proses identifikasi jenazah wanita ini tidak banyak mengalami kesulitan meskipun tidak memilik data ante mortem., karena orang ini sudah dikenal sebelumnya dan berkat adanya restorasi gigi yang terdapat di dalam rongga mulutnya.11,17 Kasus korban mutilasi pada awalnya menujukan kesulitan dalam mengungkap identitas korban, karena jenazah wanita sudah menunjukkan kerusakan atau membusuk dengan warna membiru. Kegigihan, kesabaran dan perhatian dari tim Staf LKUI dalam melakukan proses identifikasi yang komplek ini, mengarahkan ingatan keluarga atau anaknya kepada tambalan Amalagam yang dipakai ibunya. Terungkapnya identitas korban karena adanya tambalan amalgam pada gigi geraham tersebut.16 - 17 Peran restorasi gigi dapat membantu memudakan proses identifikasi jenazah kedua wanita tersebut, meskipun data ante mortem sangat minim sekali ataupun tidak memilikinya. Kesulitan dalam proses identiifikasi karena jenazah wanta ini mengalami kerusakan, membusuk dan terpotong menjadi tujuh dapa diungkap oleh pihak LKUI. Jenazah wanita meskipun terbakar hangus hingga tidak dapat dikenali serta tidak memiliki data ante mortem yang mendukungnya, namun demikian beruntung degan kerja yang tidak mau menyerah dapat terungkap identitasnya karena bantuan restorasi gigi. Budi: Peran restorasi gigi dalam proses identifikasi korban Jurnal PDGI 63 (2) Hal. 41-45 © 2014 Diharapkan dokter gigi yang melakuan praktik kdokteran gigi selalu membuat rekam medis dan menyimpannya dengan baik dan rapi, agar bilamana sewaktu-waktu dibutuhkan untuk data ante mortem. Rekam medis yang dibuat oleh dokter gigi diharapkan berdasarkan Standar Nasional Rekam Medis Kedokteran Gigi, yang merupakan data tertulis pada kartu, antara lain: (1) mengandung informsi yang lengkap dan akurat tentang identitas pasen; (2) diagnose; (3) prjalanan penyakit; (4) proses pengobatan dan tindakan medis; (5) dokumentasi hasil perawatan. Rekam medis dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah menurut hukum. Dokter gigi yang tidak membuat rekam medis melanggar pasal 46 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran.19 Dokter gigi yang menyelenggarakan praktik swasta dapat diminta untuk membabtu proses identifikasi. Berdasarkan pasal 120 ayat (1) KUHAP dokter gigi yang dianggap memiliki keahlian khusus dapat diminta untuk membantu penyidik dalam hal mengungkap identitas korban, bilamana dokter gigi menolak memenuhi panggilan penyidik melanggar pasal 224 KUHP dapat diancam hukuman pidana.2021 Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode odontologi forensik merupakan salah satu metode yang dipakai untuk mengungkap identitas jenasah korban yang cepat dan murah. Jaringan tubuh yang sudah sangat rusak, hancur sampai tidak dikenali, sehingga sulit dilakukan identifikasi melalui bidang forensik. Restorasi gigi merupakan bagian perawatan gigi yang tidak mudah hancur, tahan terhadap trauma mekanis, kimia serta tahan terhadap panas. Restorasi gigi memilki bentuk ciri khas tersendiri dan tidak dimiliki kesamaan pada setiap inividu, sehingga dapat membantu mempercepat proses identifikasi meskipun data gigi tidak lengkap atau akurat. Kendala yang sering terjadi dalam proses identifkasi melalui sarana gigi, yaitu minimnya data ante mortem. Keadaan ini kemungkinan disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap perawatan gigi, sehingga dampaknya pada jumlah pembuatan rekam medis sedikit sekali di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA 1. Al Ahmad SH. Forensic odontology. Smile Dental Dental J 2009; 4: 22-7. 45 2. Humas Universtas Airlangga. Peran dokter gigi dalam identifikasi korban bencana. Available from: http//www .unair.ac.id. Accessed October 29, 2008. 3. Elza A. Recent trends in dental forensic indonesian. J of Legal & Forensic Science 2008; 1(1): 5-12. 4. Shamim T, Ipe VV, Shameena PM, Shuda S. Forensic odontology, a new prespective. Medicolegal Up date 2006; 6(1): 1-4. 5. Alvon SL. Forensic odontolgy, the roles and responsibility of dentist. J Can Dent Assoc 2004; 70(7): 435-8. 6. Pretty IA, Sweet D. A look at forensic dentistry-part 1: the role of teeth in the determination of human identity. British Dent J 2001; 190(7): 335-8. 7. Lukman D. Buku ajar ilmu kedoktran gigi forensic. Jilid I. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2006. h. 5-6, 7-16, 17-22, 137-42, 143-53. 8. Nordblad A. Quality Standard related to forensic in general dentistry. In: Willems, Forensic odontology. Proceding of the European IOFOS Millennium Meeting, Leuven, Belgium August 23 - 26, 2000. Belgium: Leuven University Press; p. 17-22. 9. Purves JD. Dental identificaton of the fire victims. Forensic Science International 1975; 6: 217-9. 10. Susetyo B. Identifikasi korban kebakaran secara odontologis. Prosiding KPPIKG VII, FKG UI, 1986; h. 88–91. 11. Cordoza AR. Forensic dentistry investigation protocol. In: Brower MC. Forensic dental evidence an investigator’ handbook. 2 nd ed. Amsterdam, Boston, Heidelberg, London, New York, Oxford, Paris, San Diego, San Fransisco, Singapore, Sidney, Tokyo: Academic Press Elsevier; 2011. p. 73-92. 12.Lukman D. Buku ajar ilmu kedoktran gigi forensic. Jilid II. Jakarta: Sagung Seto; 2006. h. 91-5, 137-42, 143-53. 13. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Standar Nasional rekam medik, odontogram, Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2004, h. 9-21. 14. Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Pusat Kedokteran dan Kesehatan. Panduan teknis pemeriksaan kedokteran gigi forensic guna kepentingan identifikasi. Jakarta; 2006. h. 8-38. 15. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Available from: htp://www.jkn.go.id. Accessed February 18, 20014. 16. Budi AT. Aspek hukum peran dokter gigi dalam penyidikan korban tindak pidana. Surabaya: FKG UA; 1989. h. 1-6. 17. Mutilasi. Available from: http/id.wikipedi.org/wiki/ Mutilasi. Accessed October 21, 2013 18. Nielsen SK, Strom F. The odontology identification of eva braun hitler forensic. Science International 1983; 6: 59-64. 19. Undang- Undang Republik Indonenesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Available from: htp:// www.dikti.go.id. Accessed February 18, 2014. 20. Karyadi M, Soesilo B. Kitab undang-undang hukum acara pidana. Cetakan ke 3. Bandung, Bogor: PT. Karya Nusantara; 1998. h. 181-6. 21. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Available from: Hukum.unsrat.ac.id/uu/hukpidana.htm. Accessed February 27, 2015.