1 ASPEK HUKUM PENGADAAN TANAH UNTUK PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JALAN RAYA CIAWI-SINGAPARNA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TASIKMALAYA Oleh: Armi Anggara 11020130043 ABSTRAK Pembangunan terus meningkat dan persediaan tanah pun semakin terbatas. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan konflik, karena kepentingan umum dan kepentingan perorangan saling berbenturan. Masalah pengadaan tanah sangat rawan dalam penanganannya, karena di dalamnya menyangkut hajat hidup orang banyak, apabila dilihat dari kebutuhan pemerintah akan tanah untuk keperluan pembangunan, dapatlah dimengerti bahwa tanah negara yang tersedia sangatlah terbatas. Pembangunan Jalan Ciawi-Singaparna merupakan salah satu upaya pengembangan wilayah dari Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dalam melaksanakan pembangunan di Kabupaten Tasikmalaya. Pada kenyataannya dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan raya Ciawi-Singaparna muncul beberapa persoalan yang berkaitan dengan masalah pelepasan hak atas tanah, yaitu adanya penolakan oleh masyarakat karena tidak mau di relokasi dan harga ganti rugi yang dinilai terlalu rendah, anggaran pemerintah daerah yang terbatas. Adanya berbagai persoalan tersebut, menarik untuk dicermati dan dikaji lebih mendalam mengenai pelaksanaan pengadaan tanah untuk jalan raya CiawiSingaparna di Kabupaten Tasikmalaya. Kata Kunci : Pengadaan Tanah, Pembangunan Jalan Raya Ciawi-Singaparna, Pengembangan Wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Hak Atas Tanah, Ganti Rugi. LEGAL ASPECTS LAND ACQUISITION FOR THE DEVELOPMENT IMPLEMENTATION THE HIGHWAY CIAWI-SINGAPARNA IN ESTABLISHING TASIKMALAYA DISTRICT ABSTRACT Development has steadily increased and supplies the ground is limited .This very situation it could create conflicts , because the public interest and the interests of individuals conflicting .Land acquisition problems extremely vulnerable to as well , because in it with regard to the control life of the many , if seen from the needs of the government will ground for development needs , yourself never possible to understand that state land available is very limited .Road construction Ciawi-Singaparna was one effort to the development of the area of the district government Tasikmalaya in executing development at the market .In fact in the implementation of the land acquisition for the construction of a highway ciawi-singaparna appears some of the issues that pertaining to the matter the release of land rights , is the refusal by the community because he would not in relocation and the price of compensation that are undervalued , local government budgets a limited number of. This problem, interesting to observed and examined more in-depth on the implementation of the land availability for the highway ciawi-singaparna in Tasikmalaya District. Keywords : Land Acquisition, Ciawi-Singaparna’s Road Construction, Regional Development of Tasikmalaya District, Land Rights, Restitution. 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar (selanjutnya disebut UUD) 1945 dari tahun ke tahun terus meningkat. Jumlah penduduk terus bertambah dan sejalan dengan semakin meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat dan beragam pula kebutuhan penduduk di Indonesia. Pembangunan terus meningkat dan persediaan tanah pun semakin terbatas. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan konflik, karena kepentingan umum dan kepentingan perorangan saling berbenturan1. Masalah pengadaan tanah sangat rawan dalam penanganannya, karena di dalamnya menyangkut hajat hidup orang banyak, apabila dilihat dari kebutuhan pemerintah akan tanah untuk keperluan pembangunan, dapatlah dimengerti bahwa tanah negara yang tersedia sangatlah terbatas. Pemerintah dalam menentukan harga hanya berpatokan pada NJOP yang besarnya ditentukan oleh Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Berdasarkan realita di masyarakat jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan NJOP. Perbedaan NJOP dengan harga pasaran masih menjadi masalah dalam penentuan harga ganti rugi dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum2. Pihak pemerintah dalam memberikan ganti rugi berpatokan pada NJOP, sedangkan masyarakat berpatokan pada harga pasaran. Pada kenyataannya dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan raya Ciawi-Singaparna muncul beberapa persoalan yang berkaitan dengan masalah pelepasan hak atas tanah, yaitu adanya penolakan oleh masyarakat karena tidak mau di relokasi dan harga ganti rugi yang dinilai terlalu rendah, anggaran pemerintah daerah yang terbatas. Adanya berbagai persoalan tersebut, menarik untuk dicermati dan dikaji lebih mendalam mengenai pelaksanaan pengadaan tanah untuk jalan raya Ciawi-Singaparna di Kabupaten Tasikmalaya. 1 Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung , 1991, hlm. 9. 2 Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia, Malang , 2007.hlm. 11. 3 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan beberapa petanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan raya Ciawi-Singaparna di Kabupaten Tasikmalaya? 2. Bagaimana kebijakan Pemerintah Daerah dalam mengatasi terhambatnya pembangunan jalan raya Ciawi-Singaparna terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Tasikmalaya? C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode yuridis normatif (metode hukum kepustakaan) dan sosiologis, yaitu penulisan karya tulis dengan menggunakan dan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier.Bahan hukum primer yang berupa bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan dan peraturan lain yang berkaitan dengan Pengadaan Tanah. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks (textbooks) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, dan kasus-kasus hukum yang terkait dengan judul tesis. Bahan hukum tersier, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan-bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain, dalam penelitian ini, bahan hukum tersier yang peneliti gunakan juga berupa berita-berita dan juga hasil yang peroleh dari internet maupun media cetak. Penelitian Lapangan, penelitian lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data primer yang dapat menunjang atau melengkapi data sekunder, dengan cara mendapatkan data secara langsung melalui wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan permasalahan dalam penulisan ini. II. HASIL PEMBAHASAN A. Hambatan Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Raya Ciawi-Singaparna Di Kabupaten Tasikmalaya Pada dasarnya setiap pelaksanaan kegiatan tidak dapat dilepaskan dari berbagai faktor yang menghambat kelancaran tugas. Demikian pula halnya dalam pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan jalan Ciawi-Singaparna (selanjutnya 4 disebut Cisinga). Dalam proyek pembangunan jalan Cisinga, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya sudah berusaha untuk dapat melaksanakan pembangunan Jalan Cisinga. Pengadaan tanah dalam rangka pembangunan jalan raya Ciawi–Singaparna pada pelaksanaannya timbul beberapa hambatan, diantaranya : 1. Penggantian Lokasi Pada tahap persiapan ini langkah awal yang dilakukan adalah menentukan lokasi pengadaan tanah. Penetapan lokasi disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (selanjutnya disebut RTRW) Kabupaten Tasikmalaya, penetapan lokasi pengadaan tanah ini dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Penetapan Lokasi yang ditandatangani oleh Bupati. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dari ketentuan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa pelaksanaan pembangunan jalan Cisinga harus didasarkan pada Perda RTRW No. 2 Tahun 2005 Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan RTRW tersebut dapat ditentukan lokasi mana saja yang dapat dilalui untuk pembangunan jalan raya. Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan jalan Cisinga yang terletak di sebagian Desa Sukaratu Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya, masyarakat tidak sepakat memberikan tanah dan bangunan untuk dijadikan jalan yang menghubungkan jalan Cisinga, karena banyak permukiman padat penduduk yang harus direlokasi. Panitia Pengadaan Tanah (selanjutnya disebut PPT) telah beberapa kali memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang manfaat jalan tersebut, namun masyarakat tetap tidak sepakat untuk dijadikan lokasi pembangunan jalan Cisinga. Setelah tidak adanya kesepakatan lokasi antara Pemerintah dengan masyarakat yang ada di sebagian Desa Sukaratu, maka penetapan lokasi jalan tersebut dipindahkan ke lokasi lain. Menurut Penulis, jika proses pemindahan Jalan Cisinga masih mungkin dilakukan demi menghindari terjadinya konflik dengan warga, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya dapat memilih langkah tersebut daripada melakukan langkah hukum dengan mencabut hak atas tanah. Pencabutan hak atas tanah tidak 5 mutlak harus dilakukan untuk setiap upaya pembebasan lahan dalam rangka pembangunan oleh Pemerintah. 2. Ganti Rugi Kesepakatan mengenai besarnya ganti rugi pengadaan tanah jalan Cisinga belum tercapai karena pemilik tanah menginginkan ganti rugi yang lebih tinggi atau besar dari jumlah ganti rugi yang ditawarkan oleh PPT. Desa Sukasetia sendiri, terdapat 2 (dua) orang yang bersikeras tidak menyepakati harga yang ditawarkan Tim Pembebasan Tanah. Dua warga yang tinggal di Desa Sukasetia itu, terus menerus meminta perpanjangan waktu untuk menandatangani tawaran tersebut. Tercatat hingga 5 (lima) kali negosiasi diadakan antara PPT dengan pemegang hak atas tanah, sehingga menghambat proses ganti rugi kepada masyarakat yang telah menyepakati harga ganti rugi tersebut. Apabila kesepakatan tentang bentuk dan besarnya ganti kerugian tidak tercapai, panitia pengadaan tanah menetapkan bentuk dan besarnya ganti kerugian dengan melampirkan Berita Acara Penaksiran dan Notulen Rapat Musyawarah. Penulis berpendapat bahwa dalam setiap pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum terdapat dua kepentingan yang selalu berbeda pendapat yaitu antara pemerintah sebagai yang memerlukan tanah dengan masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah. Untuk mencari titik temu antara dua kepentingan tersebut, ketentuan yang mengatur besarnya ganti rugi dari aspek yuridis harus dilakukan penyempurnaan yang mengarah kepada pendekatan dua kepentingan secara sosiologis yuridis, baik kepentingan pemerintah sebagai calon pengguna tanah maupun kepentingan para pemegang hak atas tanah sebagai pemilik hak atas tanah. Pada dasarnya para pemilik hak atas tanah menginginkan kelangsungan kehidupannya dari hasil penggantian pelepasan hak atas tanahnya. 3. Musyawarah Sulitnya menentukan waktu untuk melaksanakan proses sosialisai serta musyawarah menyebabkan waktu pengadaan tanah menjadi cukup lama. Hal ini dikarenakan sebagian pemilik hak atas tanah tidak tinggal di wilayah tersebut. Musyawarah dilakukan untuk membahas bentuk dan besarnya ganti kerugian. Dalam musyawarah ini yang diinginkan adalah titik temu keinginan antara pemegang hak 6 atas tanah dengan pihak yang instansi pemerintah yang memerlukan tanah, untuk selanjutnya memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Ditegaskan dalam Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Menurut penulis pada masyarakat desa, peran kepala desa sangat penting dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi warganya. Persoalan yang menyangkut warga desa dimusyawarahkan terlebih dahulu dalam rapat desa atau dibicarakan dengan sesepuh desa untuk memperoleh pemecahan yang tepat dan memuaskan bagi semua pihak. Melihat kondisi yang demikian, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya melalui Tim yang dibentuknya lebih memprioritaskan penyelesaian melalui musyawarah daripada jalur hukum, karena upaya penyelesaian sengketa melalui musyawarah merupakan cerminan corak khas tata kehidupan masyarakat adat tradisonal yang memiliki sifat kebersamaan, gotong-royong dan kekeluargaan. Penyelesaian sengketa dengan cara musyawarah diharapkan menjadi solusi yang saling menguntungkan dalam mengatasi suatu masalah. Penulis memandang bahwa cara yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya dengan menyelesaikan sengketa dengan mengutamakan jalur musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan atau sengketa pembebasan lahan untuk pembangunan Jalan Cisinga dapat menjadi acuan dalam melakukan langkah selanjutnya, terutama jika pembangunan tersebut melibatkan atau menyangkut kepentingan warga sekitar. B. Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Mengatasi Terhambatnya Pembangunan Jalan Raya Ciawi-Singaparna Terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Tasikmalaya Ada beberapa faktor terhadap terhambatnya pembangunan jalan raya Cisinga setelah pengadaan tanah selesai, pada awal pembangunan jalan Cisinga dilaksanakan oleh PT. Gelinding Mas dengan dasar perjanjian kontrak dengan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Saat itu PT. Gelinding Mas menyepakati untuk membangun jalan raya sepanjang 24 km, perjanjian awal setelah pembangunan jalan selesai maka pihak pelaksana proyek menyerahkan kepada Pemerintah untuk selanjutnya dibayar biaya pengerjaannya. 7 Pada Tahun 2006 terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mengakibatkan kenaikan bahan baku mengalami kenaikan secara signifikan. Nilai kontrak yang sudah disepakati antara pihak Pemerintah dengan pelaksana proyek tidak serta merta mengalami kenaikan anggaran, karena ketersediaan anggaran terbatas. Oleh karena itu pihak pelaksana proyek tidak mau melanjutkan proyek pembangunan jalan raya Cisinga, sehingga proyek pembangunan jalan raya Cisinga terhenti cukup lama yang mengakibatkan terhambatnya pengembangan wilayah yang di rencakan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Terhambatnya pembangunan jalan Cisinga juga disebabkan oleh kekurangan dana yang dibutuhkan untuk pembangunan jalan masih kurang dalam pelaksanaannya. Menurut penulis tidak lancarnya pembangunan jalan Cisinga mengakibatkan terhambatnya kemudahan akses masyarakat untuk mencapai dua wilayah tersebut dengan jalan pintas. Secara garis besar terhambatnya pembangunan Jalan Cisinga akan menghambat proses pembangunan dan perkembangan di wilayah sekitar. Hal tersebut tentu cukup merugikan baik dari sisi materil maupun non-materil, sebab banyak kalangan masyarakat terutama masyarakat sekitar yang sehari-hari melakukan perjalanan antara Ciawi ke Singaparna dan sekitarnya harus menunda menggunakan jalur tersebut dan menggunakan akses lama yang lebih jauh sehingga memakan waktu lama dan biaya lebih besar. Menurut penulis bahwa terhambatnya pembangunan akses Jalan Cisinga akan berdampak luas pada sektor lain jika dibiarkan dan tidak ada alternatif dalam menyelesaikan pembangunan akses jalan tersebut. Hal tersebut dapat menimbulkan preseden buruk dari masyarakat atas kinerja dan keseriusan Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya dalam membangun akses Jalan Cisinga yang sudah lama terbengkalai yang disebabkan masalah yang berlarut-larut. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Guslatif mantan Kasi Tata Ruang Bappeda Kabupaten Tasikmalaya, setelah tidak ada perusahaan yang mau melaksanakan pembangunan jalan Cisinga yang terhenti cukup lama dan mengakibatkan terhambatnya pengembangan wilayah yang telah direncanakan dalam RTRW. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya mengeluarkan kebijakan untuk 8 melanjutkan proyek jalan Cisinga dengan menganggarkannya di APBD tahun selanjutnya. Secara umum, program Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya salah satunya pembangunan jalan diarahkan pada kebijakan untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan yang merata dan berhierarki, antara lain meliputi menjaga keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, mendorong kawasan perkotaan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah disekitarnya, kebijakan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi yang merata, meliputi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana dengan meningkatkan kualitas jaringan prasarana. Arahan pembangunan yang tercantum dalam RTRW Kabupaten Tasikmalaya, kawasan sepanjang jalan Cisinga dan sekitarnya difungsikan sebagai kawasan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yaitu Desa Cipakat Kecamatan Singaparna, Desa Cilampung Hilir Kecamatan Padakembang dan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) untuk Kecamatan Sukaratu dan Kecamatan Padakembang. Menurut pendapat penulis, pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Raya Cisinga tersebut sudah cukup baik terbukti dengan terpenuhinya beberapa asas pengadaan tanah yaitu : 1. Asas Kemanfaatan, dimana pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Raya Cisinga tersebut mendatangkan dampak positif bagi pihak yang memerlukan tanah, masyarakat yang terkena dampak dan masyarakat luas; 2. Asas Keadilan, warga masyarakat yang terkena dampak diberikan ganti kerugian yang dapat memulihkan kondisi sosial ekonominya atau setara dengan keadaan semula dengan memperhitungkan kerugian terhadap faktor fisik maupun non fisik; 3. Asas Keterbukaan, dalam proses pengadaan tanah tersebut masyarakat yang terkena dampak diberikan informasi tentang proyek dan dampaknya, kebijakan ganti kerugian, jadwal pembangunan, rencana pemukiman kembali dan lokasi pengganti serta hak masyarakat untuk menyampaikan keberatan; 9 4. Asas Keikutsertaan/Partisipasi, adanya peran serta seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dalam setiap tahap pengadaan tanah (perencanaan, pelaksanaan, evaluasi). Landasan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dalam mengambil kebijakan perlu diadakan identifikasi terhadap berbagai kebutuhan masyarakat, pusat perhatiannya, stratifikasi sosial, pusat kekuasaan maupun saluran komunikasi. Dari hasil identifikasi ini kemudian disusun suatu perencanaan dengan berorientasi jauh kedepan, sehingga dapat dijadikan bahan acuan untuk pelaksanaan, baik untuk waktu sekarang maupun waktu yang akan datang. Pada pembangunan jalan Cisinga pemerintah sudah mempersiapkan perencanaan berdasarkan RTRW yang sudah ada. Pada tahap pelaksanaan, selain melaksanakan hal hal yang telah dibuat dalam perencanaan, juga perlu diadakan penyorotan terhadap kekuatan sosial dalam masyarakat dan perubahan sosial yang terjadi, sehingga pelaksanaan dapat berjalan dengan baik. Tahap pelaksanaan ini pemerintah harus lebih selektif dalam memilih pelaksana proyek agar tidak terjadi keterlambatan pembangunan jalan Cisinga yang sampai saat ini belum selesai. Pada tahap evaluasi diadakan analisis terhadap efek dari pelaksanaan. Kiranya sulit membayangkan keberhasilan dari pelaksanaan apabila tidak diadakan evaluasi terhadap apa yang telah dicapai. Sebab dalam pelaksanaan tidaklah cukup apabila hanya dilandasi itikad baik dan semangat saja. Usaha lainnya sangat diperlukan untuk mengidentifikasi apa yang mundur, dan apa yang telah merosot. Hal hal tersebut memerlukan pengadaan, pembetulan, penambahan, pelancaran dan peningkatan secara proporsional. III. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hambatan yang terjadi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan CiawiSingaparna (Cisinga) sebagian besar terjadi disebabkan tidak tersepakatinya relokasi antara Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya dengan warga atau pemilik lahan yang terkena rencana awal proyek pembangunan Jalan Cisinga di sebagian Desa Sukaratu. Sulitnya negosiasi mengenai biaya ganti rugi dalam proses pengadaan tanah 10 dengan warga, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya mengambil hingga 5 (lima) kali negosiasi yang diadakan antara Panitia Pengadaan Tanah dengan pemegang hak atas tanah, sehingga menghambat proses ganti rugi kepada masyarakat yang telah menyepakati harga ganti rugi tersebut. 2. Terhentinya pembangunan jalan raya Cisinga berdampak terhadap pengembangan wilayah yang direncanakan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, sehingga merugikan baik dari sisi materil maupun non-materil. Penyebabnya adalah karena pengembang jalan Cisinga tidak diberikan anggaran yang cukup setelah banyak terjadinya kenaikan harga bahan baku akibat kenaikan harga bahan bakar minya (bbm) sehingga pembangunan terhenti cukup lama. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya akhirnya mengeluarkan kebijakan dengan menganggarkannya dalam APBD tahun berikutnya sehingga proses pembangunan dapat berjalan secara bertahap. B. SARAN 1. Secara umum pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan Cisinga Kabupaten Tasikmalaya berjalan dengan baik sesuai dengan perencanaan meskipun terhambat dengan adanya masyarakat di sebagian Desa Sukaratu yang tidak ingin di relokasi dan hambatan ganti rugi yang tidak sesuai dengan keinginan sebagian masyarakat, oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya perlu segera merealisasikan dan mempercepat pembangunan fisik jalan Cisinga. 2. Dalam mengeluarkan kebijakan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya perlu mencermati masalah-masalah yang timbul akibat terhambatnya proses pembangunan jalan Cisinga. Konsentrasi kepadatan dan aktivitas pada satu kawasan saja akan berdampak pada tidak efisien dan tidak optimalnya mekanisme kehidupan kawasan tersebut. Pengembangan wilayah yang cenderung linier perlu diantisipasi dengan membuat konsep pengembangan pusat-pusat kawasan di sepanjang jalan Cisinga. IV. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. Ida Nurlinda, S.H., M.H sebagai Ketua Komisi Pembimbing 2. Dr. Zainal Muttaqin, S.H., M.H. sebagai Anggota Komisi Pembimbing 11