Hubungan antara perilaku menonton film Kekerasan

advertisement
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON FILM KEKERASAN
DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA
(Kasus Remaja di SMK Pelita Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat)
NANDO
I34053699
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ABSTRACT
NANDO. RELATIONSHIP BETWEEN BEHAVIOR OF WATCHING
VIOLENCE FILMS WITH ADOLESCENCE AGGRESSION BEHAVIOR: Case
adolescence of SMK Pelita Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat. Supervised by Nurmala K. Pandjaitan
In recent years many scenes of violence shown in films. Fights, beatings,
murders, destructive, and harmful to others has always appeared in the film.
Increasing the proportion of violent scenes in movies gave the negative influence
of criticism for the audience. Anxiety about the emergence of negative influence
is increasing due to the characteristics of a predominantly adolescence audience.
One of the alleged negative impact on adolescence movies is aggression behavior.
The purpose of this study were (a) know the behavior of adolescents in watching
violent films (b) know the behavior of adolescents in the act of aggression (c)
analyze the relationship between adolescent behavior in watching violent films
with aggression behavior. The research subjects were 45 student of SMK Pelita
Ciampea, Bogor. Research data are analyzed using Chi Square with contingency
coefficient (C) ranges from 0-1. Behavior watching violent films do not have a
significant relationship with the behavior of adolescent aggression. Intensity
factor to aggression behavior in the family environment, in the neighborhood and
situational factors has a significant relationship to adolescent aggression
behavior at α 0.01 with 99 percent confidence interval so that a positive
relationship. Intensity factor to aggression behavior by friends to have a
significant relationship with adolescent aggression behavior at α 0.05 with 95
percent confidence interval so that a positive relationship.
Keyword: adolescence, agression behavior, and violence film
ii
RINGKASAN
NANDO.
HUBUNGAN
ANTARA
PERILAKU
MENONTON
FILM
KEKERASAN DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA: Kasus Remaja di
SMK Pelita Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. (Di
bawah Bimbingan Nurmala K. Pandjaitan)
Beberapa tahun terakhir ini adegan kekerasan banyak ditayangkan dalam
perfilman. Perkelahian, pemukulan, pembunuhan dan sebagainya yang merusak
dan merugikan orang lain selalu muncul dalam film. Meningkatnya proporsi
adegan kekerasan dalam film-film melahirkan kecaman timbulnya pengaruh
negatif bagi penonton. Kecemasan munculnya pengaruh negatif semakin
bertambah karena karakteristik penonton yang didominasi remaja. Salah satu
dugaan dampak negatif film pada remaja adalah perilaku agresi. Perilaku agresi
menurut Baron (Koeswara, 1988) adalah tingkah laku yang ditunjukkan untuk
melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut. Tujuan penelitian ini adalah (a) mengetahui perilaku remaja
dalam menonton film kekerasan (b) mengetahui perilaku remaja dalam
berperilaku agresi (c) menganalisa hubungan antara perilaku remaja dalam
menonton film kekerasan dengan perilaku agresi. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa di SMK Pelita Ciampea. Jumlah responden yang ditentukan
untuk penelitian ini sebanyak 45 responden. Data diolah dengan menggunakan
Chi-Square test. Hasil uji Chi-Square kemudian digunakan untuk melihat keeratan
hubungan antara dua variabel dengan rumus koefisien kontingensi (C). Makin
besar C berarti hubungan antar dua variabel makin erat. Nilai C berkisar 0-1.
Dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa intensitas remaja
dalam menonton film kekerasan pada umumnya jarang. Sementara jenis film
kekerasan yang lebih sering ditonton adalah film horor. Media film yang sering
digunakan oleh responden adalah televisi dan VCD/DVD Player. Pada umumnya
responden mendapatkan film kekerasan dengan cara membelinya.
iii
Sarana yang dimiliki di rumah untuk menonton film kekerasan adalah
televisi dan VCD/DVD Player. Pada penelitian dapat dilihat bahwa umumnya
responden mengekspresikan perilaku agresi verbal. Perilaku agresi dengan
menggunakan alat hanya terjadi pada responden laki-laki. Responden cenderung
melakukan perilaku agresi bersifat lebih kejam terhadap teman. Umumnya reaksi
responden ketika ada yang berperilaku agresi adalah bertahan atau melindungi
diri. Responden cenderung memilih membela diri atau teman sebagai tujuan
berperilaku agresi. Responden laki-laki lebih banyak menyatakan kecenderungan
ada kesan ketika melakukan perilaku agresi
daripada responden perempuan.
Adegan film yang paling berkesan adalah ketika adegan perkelahian, baik itu
memukul atau menendang. Umumnya perasaan responden yang timbul setelah
melakukan perilaku agresi adalah tidak tentu.
Perilaku menonton film kekerasan tidak memiliki hubungan signifikan
dengan perilaku agresi remaja. Faktor jenis kelamin, intensitas menonton film
kekerasan, dan jenis film kekerasan (film action, film perang, dan film horor)
tidak memiliki hubungan signifikan dengan perilaku agresi remaja. Faktor
intensitas perilaku agresi di lingkungan keluarga memiliki hubungan signifikan
dengan perilaku agresi remaja pada α 0,01 dengan selang kepercayaan 99 persen
sehingga mempunyai hubungan pengaruh, di mana semakin tinggi perilaku agresi
di lingkungan keluarga maka semakin tinggi perilaku agresi yang dilakukan
remaja. Faktor intensitas perilaku agresi di lingkungan tempat tinggal memiliki
hubungan signifikan dengan perilaku agresi remaja pada α 0,01 dengan selang
kepercayaan 99 persen sehingga mempunyai hubungan pengaruh. Faktor
intensitas perilaku agresi oleh teman memiliki hubungan signifikan dengan
perilaku agresi remaja pada α 0,05 dengan selang kepercayaan 95 persen sehingga
hubungan positif. Faktor situasional juga memiliki hubungan signifikan dengan
perilaku agresi remaja pada α 0,01 dengan selang kepercayaan 99 persen sehingga
mempunyai hubungan pengaruh. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan
mengunakan Chi Square maka hipotesis H0 yang menyatakan bahwa perilaku
menonton film kekerasan tidak mempunyai hubungan dengan perilaku agresi pada
remaja terbukti.
iv
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON FILM KEKERASAN
DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA
(Kasus Remaja di SMK Pelita Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat)
NANDO
I34053699
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
v
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh:
Nama
: Nando
Nomor Pokok : I34053699
Judul
: HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON FILM
KEKERASAN DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA: Kasus
Remaja di SMK Pelita Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat.
dapat diterima sebagai sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS, DEA.
NIP: 19591114 198811 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
NIP: 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus:____________________
vi
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan
Perilaku Menonton Film Kekerasan Dengan Perilaku Agresi Remaja: Kasus
Remaja di SMK Pelita Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi
Jawa Barat” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak
mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain
kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian
pernyataan
ini
saya
buat
dengan
sesungguhnya
dan
saya
bersedia
mempertangggungjawabkan pernyataan ini.
Bogor, Oktober 2011
Nando
NRP. I34053699
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 15 April 1987 dari ayah bernama
Timbul Napitupulu dan ibu bernama Siti Asimah Manurung. Penulis merupakan
anak tunggal dari keluarga.
Penulis memulai pendidikan TK Sentosa Asih pada tahun 1993 , SD Bina
Putra pada tahun 1994-2000, SMP Negeri 249 Jakarta Barat pada tahun 20002003, SMA Negeri 33 Jakarta Barat pada tahun 2003-2005. Selama masa sekolah
menengah atas, penulis aktif dalam organisasi dan kegiatan ekstrakurikuler,
diantaranya futsal dan kelompok ilmiah remaja. Pada tahun 2005 penulis
menamatkan sekolah menengah di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 33
Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB
melalui
Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2006, penulis diterima di
Departemen Sains Komunikasi dan Penegembangan Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul
“Hubungan Perilaku Remaja Menonton Film Kekerasan Dengan Perilaku Agresi:
Kasus SMK Pelita Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat”.
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini di bawah bimbingan Dr. Nurmala K.
Pandjaitan, MS, DEA sebagai dosen pembimbing yang senantiasa memberikan
saran dan kritikan selama proses penulisan. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS, DEA yang telah membantu
dan memberikan saran dan kritikan dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Oktober 2011
Nando
NRP. I34053699
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2
Perumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3
Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
1.4
Kegunaan Penelitian ................................................................................... 4
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1
Tinjauan Pustaka......................................................................................... 5
2.1.1
Film ................................................................................................ 5
2.1.2
Film Sebagai Media Komunikasi Massa ......................................... 8
2.1.3
Remaja ......................................................................................... 11
2.1.4
Perilaku ........................................................................................ 15
2.2
Kerangka Pemikiran ................................................................................. 21
2.3
Hipotesis................................................................................................... 23
2.4
Definisi Operasional ................................................................................. 24
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN
3.1
Lokasi dan Waktu ..................................................................................... 31
3.2
Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 31
3.3
Teknik Penentuan Responden dan Informan ............................................. 32
3.4
Teknik Pengolahan Dan Analisis Data ...................................................... 32
x
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB V PEMBAHASAN
5.1
Gambaran Umum Responden ................................................................... 37
5.1.1
Karakteristik Responden ............................................................... 37
5.1.2
Faktor Situasional ......................................................................... 38
5.2
Perilaku Remaja Menonton Film Kekerasan ............................................. 42
5.3
Perilaku Agresi Remaja ............................................................................ 47
5.4
Hubungan Antara Perilaku Agresi Remaja dengan Faktor Personal
(Jenis Kelamin), Perilaku Menonton Film Kekerasan, dan Faktor
Situasional ................................................................................................ 52
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan............................................................................................... 55
6.2
Saran ........................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Tabel 1. Daftar Siswa Perprogram Keahlian ....................................................... 34
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin Responden ............................................................................. 37
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Kepala Keluarga Responden................................................................. 37
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Kepala Keluarga Responden................................................................. 38
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Intensitas Perilaku
Agresi di Lingkungan Keluarga ............................................................ 39
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Hukuman
yang diterima Responden dari Orangtua ............................................... 39
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perilaku Agresi di
Lingkungan Keluarga ........................................................................... 40
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Intensitas Perilaku
Agresi di Lingkungan Tempat Tinggal Responden ............................... 40
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perilaku Agresi
yang Ditampilkan Teman Responden ................................................... 41
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Intensitas Perilaku
Agresi di Lingkungan Sosial dengan Jenis Kelamin.............................. 42
Tabel 11. Jumlah dan Persentase
Responden Berdasarkan Intensitas
Perilaku Menonton Film Kekerasan...................................................... 43
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Film
Kekerasan yang Ditonton Responden ................................................... 43
xii
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Media Film yang
Digunakan ............................................................................................ 44
Tabel
14.
Jumlah
dan
Persentase
Responden
Berdasarkan
Cara
Mendapatkan Film .............................................................................. 45
Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sarana yang
Dimiliki di Rumah Untuk Menonton Film Kekerasan ........................... 45
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Perilaku Menonton Film Kekerasan
dengan Jenis Kelamin ........................................................................... 46
Tabel
17.
Jumlah
dan
Persentase
Responden
Berdasarkan
Cara
Mengekspresikan Perilaku Agresi ........................................................ 47
Tabel 18. Jumlah dan Persentasi Responden Laki-Laki Berdasarkan Cara
Mengeskpresikan Perilaku Agresi Kepada Orang di Sekitarnya ............ 48
Tabel 19. Jumlah dan Persentasi Responden Perempuan Berdasarkan Cara
Mengeskpresikan Perilaku Agresi Kepada Orang di Sekitarnya ............ 49
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Reaksi Ketika
Ada yang Berperilaku Agresi ............................................................... 49
Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tujuan
Responden Berperilaku Agresi ............................................................. 50
Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perasaan yang
Timbul Setelah Berperilaku Agresi ....................................................... 51
Tabel 23. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Intensitas Perilaku
Agresi dengan jenis kelamin ................................................................. 51
Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Antara
Perilaku agresi dengan Jenis Kelamin, Perilaku Menonton Film,
dan Faktor Situsional ............................................................................ 52
Tabel 25. Nilai Korelasi dan Nilai Signifikan Berdasarkan Hubungan Antara
Perilaku agresi dan Faktor yang Mempengaruhi ................................... 53
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Perilaku Remaja Menonton Film
Kekerasan Dengan Perilaku Agresi ...................................................... 23
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
Lampiran 1. Gambar Satelit SMK Pelita Ciampea .............................................. 60
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian ...................................................................... 61
Lampiran 3. Pertanyaan Wawancara Mendalam ................................................. 66
Lampiran 4. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Jenis
Kelamin Dengan Menggunakan SPSS 17 ............................................. 65
Lampiran 5. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Intensitas
Menonton Film Kekerasan Dengan Menggunakan SPSS 17 ................. 66
Lampiran 6. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Jenis Film
Kekerasan Dengan Menggunakan SPSS 17 .......................................... 67
Lampiran 7. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Perilaku
Menonton Film Kekerasan Dengan Menggunakan SPSS 17 ................ 72
Lampiran 8. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Intensitas
Perilaku Agresi di Lingkungan Keluarga Dengan Menggunakan
SPSS 17 ............................................................................................... 73
Lampiran 9. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Intensitas
Perilaku Agresi di Lingkungan Tempat Tinggal
Dengan
Menggunakan SPSS 17 ........................................................................ 74
Lampiran 10. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan
Intensitas Perilaku Agresi di Teman Dengan Menggunakan SPSS
17 ......................................................................................................... 75
Lampiran 11. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Faktor
Situasional Dengan Menggunakan SPSS 17 ........................................ 76
Lampiran 12. Daftar Nama Responden dan Alamat Rumah................................ 77
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Media komunikasi massa di waktu ini, dengan dukungan berbagai peralatan
yang semakin canggih, berkembang dengan pesat untuk memenuhi berbagai
kebutuhan manusia. Selama ini media massa memegang peranan sebagai sumber
informasi yang sangat penting bagi masyarakat. Bahkan, menurut McLuhan,
media massa bisa dikatakan sebagai perpanjangan alat indra manusia (Rakhmat,
2005). Media komunikasi massa sanggup menampilkan informasi, baik itu
tentang benda, orang-orang, atau tempat-tempat yang belum tentu dapat dialami
secara langsung oleh penontonnya. Contohnya, ketika seseorang sedang membaca
surat kabar, ia dapat mengetahui berbagai permasalahan yang tengah melanda di
berbagai negara lain. Dengan membaca buku, seseorang juga bisa merasa dibawa
ke sebuah tempat dimasa lalu untuk mengenal sebuah sejarah, atau dengan
menonton sebuah film, seseorang dapat diajak masuk ke dalam pengalamanpengalaman imajiner tanpa batas.
Namun media massa memiliki keterbatasan, yaitu bahwa realitas yang
ditampilkan oleh media adalah sebuah realitas yang sudah melalui proses seleksi.
Media massa, baik itu koran, televisi, maupun film telah menampilkan realitas
tangan kedua (second hand reality). Bahkan media massa bukan menyajikan
realitas kedua, tetapi karena distorsi, media massa juga “menipu” manusia
dengan memberikan
citra dunia yang
keliru. Pada akhirnya, sekalipun
komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu. tetapi
cenderung akan mempengaruhi komunikan dalam mengorganisasikan citra
tentang lingkungan, dan citra inilah yang akan mempengaruhi komunikan dalam
berperilaku (Rakhmat, 2005). Jika hal tersebut tidak segera disadari, maka media
massa akan membentuk citra khalayaknya ke arah yang dikehendaki media
tersebut.
1
Film memerlukan media lain untuk dapat ditonton oleh khalayak. Media Film
dapat berupa proyektor dalam gedung bioskop, tayangan televisi, DVD/CD yang
diputar melalui DVD/VCD player, komputer, atau laptop dan koneksi internet
dengan “streaming” melalui situs mengunakan komputer atau laptop.
Beberapa tahun terakhir ini adegan kekerasan banyak ditayangkan dalam film.
Perkelahian, pemukulan, pembunuhan dan sebagainya yang merusak dan
merugikan orang lain selalu muncul dalam film. Tingkat kekerasan dalam film
terus meningkat dalam kualitas dan kuantitas (Widiastuti, 2002). Meningkatnya
proporsi adegan kekerasan dalam film-film melahirkan kecaman akan timbulnya
pengaruh negatif bagi penonton. Anggadewi Moesono (1996) dalam Evita (2007)
mengatakan film tidak langsung mempengaruhi perilaku penonton tetapi kalau
“bertubi-tubi” disajikan akan berdampak negatif bagi penonton. Kecemasan akan
munculnya pengaruh negatif semakin bertambah karena karakteristik penonton
yang didominasi remaja, di mana remaja merupakan individu yang mudah di
pengaruhi dan meniru model atau perilaku yang ditunjukkan dalam film (Evita,
2007).
Salah satu dampak negatif film pada remaja adalah perilaku agresi. Perilaku
agresi menurut Baron (Koeswara, 1988) adalah tingkah laku yang ditunjukkan
untuk melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut. Namun hanya dengan menonton adegan
kekerasan di film saja orang tidak langsung akan menjadi agresi. Menurut
Raymond Bavor Little John dalam Valentine (2009) media massa tidak langsung
menimbulkan dampak bagi khalayak. Nyatanya banyak variabel terlibat dalam
proses terjadinya efek. Hal ini didukung oleh Klapper yang menyatakan bahwa
media massa hanya sebagai “contributing cause” (Widiastuti, 2009). Rakhmat
(2005) menyatakan bahwa komunikasi massa terjadi lewat serangkaian perantara.
Komunikasi antara lain melalui pengaruh media massa. Untuk sampai kepada
perilaku tertentu, maka pengaruh ini diseleksi, disaring, atau bahkan mungkin
ditolak sesuai dengan faktor-faktor personal yang mempengaruhi reaksi khalayak,
faktor situasional di mana individu berada, dan situasi lingkungan, baik primer
(keluarga) atau sekunder (lingkungan masyarakat).
2
Contoh perilaku agresi akibat menonton film kekerasan yang baru-baru ini
terjadi yakni pada kasus kejahatan yang dilakukan remaja yang bernama Andrew
Conley, ia mencekik adiknya yang bernama Conner berusia 10 tahun hingga
tewas. Conner dicekik selama 20 menit dan setelah meninggal tubuhnya
dibungkus dengan tas sampah dan dibuang di tempat parkir dekat rumah mereka
di Rising Sun, India. Setelah pembunuhan itu, Andrew menyetir mobil ke rumah
pacarnya untuk menonton sebuah film. Andrew mengaku membunuh sang adik
karena ingin meniru karakter Dexter pada pemeriksaan polisi seperti dilansir
Dailymail pada tanggal 16 September 2010. Andrew mengidentifikasikan dirinya
sebagai Dexter Morgan yang dalam filmnya diperankan oleh Michael C. Hall.
Dexter adalah film seri televisi Amerika yang diadaptasi dari novel Darkly
Dreaming Dexter yang ditulis Jeff Lindsay. Film ini mengisahkan Dexter, seorang
polisi ahli forensik di kantor polisi Miami1. Di balik pekerjaanya sebagai polisi,
Dexter ternyata juga seorang pembunuh berantai. Film ternyata memiliki
hubungan dengan perilaku remaja, maka penelitian ini akan dilihat apakah
hubungan perilaku remaja menonton film kekerasan dengan perilaku agresi.
1.2
Perumusan Masalah
Masalah yang akan ditelaah dalam penelitian ini adalah
a. Bagaimana remaja dalam berperilaku menonton film kekerasan?
b. Bagaimana remaja dalam berperilaku agresi?
c. Apakah ada hubungan antara perilaku remaja dalam menonton film kekerasan
dengan perilaku agresi?
1
Iin Yumiyanti: Film “Dexter” Menginspirasi Remaja Bunuh Adiknya Sendiri, 20 Januari 2011,
http://movie.detikhot.com/read/2010/09/16/134029/1441708/229/film--dexter--menginspirasiremaja-bunuh-adiknya-sendiri
3
1.3
Tujuan Penelitian
a. Mengetahui remaja dalam berperilaku menonton film kekerasan.
b. Mengetahui remaja dalam berperilaku agresi.
c. Menganalisa hubungan antara perilaku remaja dalam menonton film
kekerasan dengan perilaku agresi.
1.4
Kegunaan Penelitian
a. Bagi akademisi, Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan referensi
baru untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku remaja
menonton film kekerasan dan perilaku agresi remaja.
b. Bagi Masyarakat, mengetahui informasi mengenai pengaruh film kekerasan
terhadap perilaku agresi remaja.
c. Bagi pemerintah, mengetahui bahaya pengaruh film kekerasan terhadap
perilaku agresi remaja sehingga melakukan pengawasan dan pembatasan filmfilm kekerasan.
4
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Film
Menurut undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1992 tentang
perfilman, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media
komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi
dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan
hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui
proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara,
yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik,
elektronik, dan/atau lainnya. Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan
untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta
menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya
kepada masyarakat umum (McQuail, 1987). Jenis-jenis film menurut Sumarno
(1996), yaitu:
a. Film cerita
Film cerita memiliki perbagai jenis atau genre. Dalam hal ini. genre diartikan
sebagai jenis film yang ditandai oleh gaya. bentuk atau isi tertentu. Ada yang
disebut film drama, film horror, film perang. film sejarah, film fiksi-ilmiah, film
komedi film laga, film khayalan dan film koboi. Penggolonggan jenis film
tidaklah ketat karena sebuah film dapat dimasukkan ke dalam beberapa jenis.
Misalnya sebuah film komedi-laga, dan film drama-sejarah. Jenis-jenis film cerita
itu agar tetap bertahan hidup harus tanggap terhadap perkembangan jaman. Jadi,
cerita adalah bungkus atau kemasan yang memungkinkan pembuat film
melahirkan realitas rekaan yang merupakan suatu alternatif dari realitas nyata bagi
penikmatnya. Dari segi komunikasi, ide atau pesan yang dibungkus oleh cerita itu
merupakan pendekatan yang bersifat membujuk (persuasive).
5
b. Film noncerita
Film cerita memiliki berbagai jenis, demikian pula yang tergolong pada film
noncerita. Namun, pada mulanya hanya ada dua tipe film noncerita ini, yakni
yang termasuk daiam film dokumenter dan film faktual. Film faktual umumnya
hanya menampilkan fakta dan kamera sekadar merekam peristiwa. Film faktual
ini di zaman sekarang tetap hadir dalam bentuk sebagai film berita dan film
dokumentasi. Film berita menitikberatkan pada segi pemberitaan suatu kejadian
aktual, misalnya film berita yang banyak terdapat dalam siaran televisi. Sementara
itu, film dokumentasi hanya merekam kejadian tanpa diolah lagi, misalnya
dokumentasi peristiwa perang, dan dokumentasi upacara kenegaraan.
c. Film eksperimental dan film animasi
Selain pembagian besar film cerita dan noncerita masih ada cabang pembuatan
film yang disebut film eksperimental dan film animasi. Film eksperimental adalah
film yang tidak dibuat dengan kaidah-kaidah pembuatan film yang lazim.
Tujuannya untuk mengadakan eksperimental dan mencari cara-cara pengucapan
baru lewat film. Sementara itu, film animasi memanfaatkan gambar maupun
benda-benda mati yang lain, seperti boneka, Meja, dan kursi yang bisa dihidupkan
dengan teknik animasi. Prinsip teknik animasi sama dengan pcmbuatan film
dengan subjek yang hidup, yang memerlukan dua puluh empat gambar perdetik
untuk menciptakan ilusi gerak. Sedikit banyaknya gambar perdetik itu
menentukan kasar dan halus pada ilusi gerak yang tercipta. Film animasi dengan
materi rentetan lukisan di kertas yang kemudian lebih dikenai dengan sebutan film
kartun yang terbanyak diproduksi di mana-mana.
Penelitian ini membatasi tema film yang akan diteliti, yakni film kekerasan.
Film kekerasan adalah film yang berisi banyak adegan kekerasan (baik itu
kekerasan verbal, fisik, dan kekerasan yang menggunakan intrumental) sebagai
temanya. Jenis film kekerasan yang sering ditonton berupa film cerita. Film cerita
ini mempunyai banyak genre.
6
Genre film kekerasan yang sering ditonton bermacam-macam dan tidak hanya
terdiri satu genre saja, dapat terdiri dari dua sampai tiga genre. Genre film
kekerasan yang sering ditonton2, yakni:
a. Film action/laga
Film action/laga biasanya memerlukan anggaran besar dengan adegan
mengejar, menyelamatkan, pertempuran, perkelahian, melarikan diri,
gerakan
spektakuler dan petualangan untuk membuat penonton terkagum.
b. Film perang
Film yang berupa pertarungan yang sebenarnya berperang melawan bangsabangsa atau manusia di darat, di laut, atau di udara dengan memberikan latar
belakang film action/laga. Perang film sering dipasangkan dengan genre lain,
seperti action/laga, petualangan, drama, romantika, ketegangan, dan mereka sering
mengambil pendekatan ke arah peperangan.
c. Film horor
Film Horor dirancang untuk menakut-nakuti dengan bersembunyi dan
seringkali dalam kejutan yang menakutkan tetapi menghibur kita pada saat yang
sama. Film Horor menampilkan berbagai macam gaya dari yang klasik seperti
monster dan manusia gila. Mereka sering digabungkan dengan fiksi ilmiah seperti
ketika bumi terancam oleh alien. Ada banyak sub-genre horor yaitu teror remaja,
pembunuh berantai, setan, drakula, frankenstein.
d. Film kungfu/silat
Film yang berisi adegan perkelahian antara satu orang atau lebih dengan
memamerkan seni bela diri.
e. Film thriller
Sebuah genre film yang mengunakan ketegangan dan kegembiraan sebagai
elemen utama dalam temanya.
2
Tim Dirks: Filmsite, 20 Januari 2011, http://www.filmsite.org/filmgenres.html
7
f. Film detektif-misteri
Film yang berfokus pada tindak pidana/kejahatan yang belum terpecahkan
(biasanya pembunuhan, hilangnya satu atau lebih karakter dalam film, atau
pencurian). Pada karakter utama yakni detektif dianggap
pahlawan, dia
memecahkan solusi dari sebuah kasus kejahatan.
g. Film kriminalitas
Film kriminalitas (gangster) dikembangkan berdasarkan tindakan-tindakan
kejahatan dari penjahat atau mafia, khususnya perampokan bank atau penjahat
kejam yang beroperasi di luar hukum, mencuri dan membunuh sebagai jalan
mereka menempuh kehidupan. Kategori ini pada umumnya berisi penjelasan
tentang berbagai film pembunuh berantai.
2.1.2
Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Komunikasi massa menurut Mulyana (2004) adalah komunikasi yang
menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik
(radio, televisi, film) yang dikelola oleh lembaga atau orang yang dilembagakan,
ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim,
dan heterogen. Oleh karena itu, pesan-pesan dalam komunikasi massa bersifat
umum, disampaikan secara cepat, dan selintas (khususnya media elektronik).
Sedangkan menurut Rakhmat (2005) komunikasi massa adalah komunikasi
melalui media massa, yakni suratkabar, majalah, radio, televisi, dan film. Sebagai
salah satu media komunikasi massa, film mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Effendy, 2001):
a. Pesan dalam film berlangsung satu arah
Tidak ada arus balik antara komunikan dan komunikator. Sutradara film
sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan khalayak terhadap pesan dalam
film yang dibuatnya. Sutradara tidak mengetahui apakah khalayak suka atau tidak
terhadap film yang dibuatnya. Sutradara mengetahui film yang disukai khalayak
melalui penjualan tiket bioskop dan DVD film yang dibuatnya. Semakin banyak
tiket bioskop dan DVD film terjual berarti khalayak menyukai film tersebut.
8
b. Komunikator film melembaga
Dalam pembuatan film melibatkan sejumlah orang yang terkoordinasi yang
memiliki peran yang berbeda-beda, seperti produser, sutradara, artis dan kru film
lainnya.
c. Pesan film bersifat umum.
Pesan yang disampaikan film bersifat umum karena ditujukan untuk khalayak
banyak.
d. Menimbulkan keserempakan
Keserempakan dalam film terlihat ketika film dibuat untuk ditonton oleh
khalayak secara serempak.
e. Komunikan film bersifat heterogen
Khalayak film merupakan kumpulan anggota masyarakat yang keberadaannya
terpencar, berbeda-beda satu sama lainnya. Oleh karena itu film dibuat dalam
berbagai bahasa.
Secara umum, fungsi film dapat dilihat dari fungsi komunikasi massa.
Dominick (1983) dalam Evita (2007) mengemukakan fungsi komunikasi massa
sebagai berikut:
1. Pengawasan (surveillance), yang dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Pengawasan peringatan (warning or beware surveillance) yang terjadi jika
media menyampaikan informasi yang harus disampaikan segera dan
serentak (informasi bencana alam, perang, dan kecelakaan), atau informasi
mengenai ancaman dalam jangka waktu lama atau ancaman kronis
(informasi polusi udara). Media yang sangat berperan dalam peringatan ini
yaitu surat kabar, radio, dan televisi. Film tidak mempunyai fungsi
pengawasan peringatan karena film bersifat tidak langsung dan segera, di
mana proses pembuatan film memerlukan jangka waktu lama.
b. Pengawasan instrumental (instrumental surveillance), berkaitan dengan
penyebaran informasi yang berguna bagi kehidupan sehari-hari dimana
tidak semua informasi ini menjadi berita. Fungsi ini dapat dijumpai pada
9
isi media yang dimaksudkan untuk menghibur seperti film. Beberapa
pengawasan instrumetal dalam film berupa mode pakaian terbaru dan isuisu sosial.
2. Interpretasi (interpretation)
Media tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi beserta
interprestasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Interprestasi ini oleh media film
sering dilakukan pada film-film sejarah atau film yang diangkat dari kisah nyata.
3. Hubungan (linkage)
Media mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam
masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perseorangan.
Fungsi hubungan yang dimiliki media sedemikian berpengaruhnya pada
masyarakat sehingga dijuluki public making ability of the mass media atau
kemampuan membuat sesuatu menjadi umum dari media massa. Film mampu
menghubungkan semua unsur yang terdapat dalam masyarakat, bahkan unsurunsur yang mustahil sekalipun menjadi kesatuan cerita utuh, dam kemudian
dianggap sebagai hal yang nyata.
4. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai yang mengacu kepada seseorang
mengadopsi perilaku dan nilai-nilai dari suatu kelompok. Media massa
menyajikan penggambaran masyarakat, dan dengan membaca, mendengar, dan
menonton, maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan
nilai-nilai penting. Banyak remaja belajar tentang perilaku agresi dari menonton
film kekerasan dan tayangan televisi yang mengisahkan tentang kekerasan.
5. Hiburan (entertainment)
Fungsi ini jelas tampak pada televisi, film, dan rekaman suara, bahkan hiburan
merupakan fungsi utama dari film. Tujuan fungsi ini untuk mengurangi rasa
bosan, ketegangan pikiran, atau melarikan diri dari tekanan dan masalah.
10
Menurut undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1992 tentang
perfilman, film sebagai media komunikasi massa mempunyai fungsi :
a. Penerangan
Film sebagai media yang bisa mempromosikan nilai-nilai keragaman budaya
dan kepribadian bangsa kepada masyarakat internasional.
b. Pendidikan
Film sebagai media yang mampu menjadi sarana pendidikan bagi khalayak
yang menontonnya.
c. Pengembangan budaya bangsa
Film sebagai media yang mampu memantapkan dan mengembangkan nilainilai budaya bangsa.
d. Hiburan
Film sebagai media yang mampu manjadi sarana penghibur bagi khalayak
yang menontonnya.
e. Ekonomi
Menumbuhkan dan mengembangkan perfilman sebagai industri yang maju,
mengembangkan
nilai-nilai
budaya,
dan
mampu
bersaing
dalam
peta
internasional.
Dari uraian diatas mengenai fungsi film menunjukkan bahwa film juga
berfungsi mempengaruhi, menyampaikan informasi, sosialisasi, dan hiburan. Hal
ini menunjukkan film dapat digunakan sebagai saluran untuk memasukkan nilainilai baru ke dalam diri masyarakat baik nilai-nilai positif maupun negatif.
2.1.3
Remaja
Remaja dalam bahasa Latin adalah adolescence, yang artinya “tumbuh atau
tumbuh untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence sesungguhnya
mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan
fisik (Hurlock, 1991). Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock, 1991) yang
11
mangatakan bahwa secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu
menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak
merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan
merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini
mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia pubertas.
Remaja juga dapat didefinisikan sebagai periode transisi antara masa anakanak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun. WHO (World Health
Organization) (Sarwono, 2004) memberikan definisi mengenai remaja lebih
konseptual, remaja adalah suatu masa dimana:
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari anakanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keaadaan yang relatif lebih mandiri.
Hurlock (1991) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga
16 atau tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa
remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir
individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa
dewasa. Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat
terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental
dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Menurut
Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian
identitas diri. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas
diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Pada masa ini remaja
mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu, karena mereka ada dalam masa
peralihan dan mereka berusaha menyesuaikan perilaku baru dari fase-fase
perkembangan sebelumnya. Gejolak ditimbulkan baik oleh fungsi sosial remaja
dalam mempersiapkan diri menuju kedewasaan (mencari identitas diri dan
memantapkan
posisinya
dalam
(perkembangan tanda-tanda
masyarakat);
seksual sekunder),
oleh
pertumbuhan
perkembangan
fisik
inteligensi
12
(penalaran yang tajam dan kritis), serta perubahan emosi (lebih peka, cepat marah
dan agresi).
Pada umumnya permulaan masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan
fisik. Bersamaan dengan perubahan fisik maupun psikis, mereka mulai
melepaskan diri dari ikatan orang tua dan kemudian terlihat perubahan-perubahan
kepribadian yang terwujud dalam cara hidup mereka untuk menyesuaikan diri
dalam masyarakat (Gunarsa, 1989). Hurlock (1991) menyatakan bahwa
lingkungan sosial yang menimbulkan perasaan aman serta keterbukaan yang
berpengaruh dalam hubungan sosial. Masa remaja yang identik dengan
lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat
menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani tidak
memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, mereka seringkali
meluapkan kelebihan energinya ke arah yang negatif, salah satunya adalah muncul
perilaku agresi.
Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh
setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Masa ini memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode
perkembangan yang lain. Ciri yang menonjol pada masa ini adalah individu
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang amat pesat, baik fisik,
emosional dan sosial. Hurlock (1991) pada masa remaja ini ada beberapa
perubahan yang bersifat universal, yaitu meningkatnya emosi, perubahan fisik,
perubahan terhadap minat dan peran, perubahan pola perilaku, nilai- nilai dan
sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Berikut ini dijelaskan satu persatu
dari ciri-ciri perubahan yang terjadi pada masa remaja.
a. Perubahan fisik
Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anotomi dan aspek fisiologis, di masa
remaja kelenjar hipofesa menjadi masak dan mengeluarkan beberapa hormone,
seperti hormone gonotrop yang berfungsi untuk mempercepat kemasakan sel telur
dan sperma, serta mempengaruhi produksi hormon kortikortop berfungsi
mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosterone, oestrogen, dan suprenalis yang
mempengaruhi pertumbuhan anak sehingga terjadi percepatan pertumbuhan
13
(Monks dkk, 2000). Dampak dari produksi hormone tersebut Atwater (1992)
adalah: (1) ukuran otot bertambah dan semakin kuat. (2) testosteron menghasilkan
sperma dan oestrogen memproduksi sel telur sebagai tanda kemasakan. (3)
Munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti membesarnya payudara,
berubahnya suara, ejakulasi pertama, tumbuhnya rambut-rambut halus disekitar
kemaluan, ketiak dan muka.
b. Perubahan emosional.
Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada masa kanak-kanak.
Pola-pola emosi itu berupa marah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira,
sedih dan kasih sayang. Perbedaan terletak pada rangsangan yang membangkitkan
emosi dan pengendalian dalam mengekspresikan emosi. Remaja umumnya
memiliki kondisi emosi yang labil pengalaman emosi yang ekstrem dan selalu
merasa mendapatkan tekanan (Hurlock, 1991). Bila pada akhir masa remaja
mampu menahan diri untuk tidak mengeksperesikan emosi secara ekstrem dan
mampu memgekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan situasi dan kondisi
lingkungan dan dengan cara yang dapat diterima masyarakat, dengan kata lain
remaja yang mencapai kematangan emosi akan memberikan reaksi emosi yang
stabil (Hurlock, 1991). Nuryoto (1992) menyebutkan ciri-ciri kematangan emosi
pada masa remaja yang ditandai dengan sikap sebagai berikut: (1) tidak bersikap
kekanak-kanakan. (2) bersikap rasional. (3) bersikap objektif (4) dapat menerima
kritikan orang lain sebagai pedoman untuk bertindak lebih lanjut. (5) bertanggung
jawab terhadap tindakan yang dilakukan. (6) mampu menghadapi masalah dan
tantangan yang dihadapi.
c. Perubahan sosial
Perubahan fisik dan emosi pada masa remaja juga mengakibatkan perubahan dan
perkembangan
remaja,
Monks,
dkk
(2000)
menyebutkan
dua
bentuk
perkembangan remaja yaitu, memisahkan diri dari orangtua dan menuju kearah
teman sebaya. Remaja berusaha melepaskan diri dari otoritas orangtua dengan
maksud menemukan jati diri. Remaja lebih banyak berada di luar rumah dan
berkumpul bersama teman sebayanya dengan membentuk kelompok dan
mengeksperesikan segala potensi yang dimiliki. Kondisi ini membuat remaja
14
sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal minat, sikap penampilan dan
perilaku. Perubahan yang paling menonjol adalah hubungan heteroseksual.
Remaja akan memperlihatkan perubahan radikal dari tidak menyukai lawan jenis
menjadi lebih menyukai. Remaja ingin diterima, diperhatikan dan dicintai oleh
lawan jenis dan kelompoknya.
Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah
masa peralihan antara anak-anak ke dewasa dengan umur berkisar belasan tahun
(15 sampai 19 tahun) yang dipengaruhi oleh pertumbuhan faktor biologis dan
perkembangan faktor psikologisnya. Pada masa itu, karakteristik remaja yang
menimbulkan masalah terhadap dirinya adalah mengalami krisis identitas,
ketidakstabilan emosi, dan adanya sikap menentang dan menantang apa saja yang
merupakan bagian dari perkembangan faktor psikologisnya.
2.1.4
Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo,
2003). Pengertian perilaku menurut Krech, dkk (Suharto, 2006) yaitu pikiran dan
tindakan individu untuk merefleksikan keinginan-keinginan (wants) dan tujuan
(goals). Berdasarkan uraian pengertian perilaku diatas dapat disimpulkan bahwa
perilaku adalah semua kegiatan manusia untuk mencapai tujuannya. Penelitian ini
meneliti dua perilaku, yaitu:
a. Perilaku Remaja Menonton Film Kekerasan
b. Perilaku agresi
2.1.4.1 Perilaku Remaja Menonton Film Kekerasan
Rosengren (1987) dalam Evita (2007) melihat perilaku penggunaan media
terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media
yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan
isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan. Lowery dan De
Fleur (1993) dalam Evita (2007) menyebutkan tiga hal yang dapat dijadikan
sebagai alat ukur perilaku menonton yaitu total waktu menonton, frekuensi
15
menonton, dan pilihan program acara yang ditonton. Total waktu menonton
adalah jumlah waktu yang dihabiskan seseorang untuk menonton film, sedangkan
frekuensi menonton adalah berapa kali seseorang menonton film dalam jangka
waktu tertentu. Pilihan program acara yang ditonton dapat dilihat dari pilihan jenis
film yang dipilih untuk ditonton.
Sementara hasil penelitian Budyatna dalam Evita (2007) mengenai
perilaku menonton pada remaja menunjukkan dimensi-dimensi perilaku terdiri
dari frekuensi (jumlah atau kuantitas dari perilaku), motif atau alasan seseorang
berperilaku, jenis tontonan, dan hubungan antara individu dengan isi media. Evita
(2007) dalam penelitiannya tentang perilaku menonton film pada remaja
menunjukkan bahwa perilaku menonton film dipengaruhi oleh frekuensi
menonton film, jenis film yang ditonton, dan motif menonton film sedangkan Ida
Tumengkol (2009) menyebutkan perilaku menonton hanya dilihat dari frekuensi
menonton dan motif menonton.
Dari uraian di atas, maka perilaku menonton film kekerasan dapat dilihat dari:
a. Intensitas menonton film
Intensitas adalah banyaknya/berapa kali seseorang menonton film. Penelitian
Becker (1992) dalam Evita (2007) menyebutkan bahwa usia dengan perilaku
menonton film berbanding terbalik dengan perilaku menonton televisi. Anak-anak
lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi, dan intensitas
menonton televisi terendah pada anak Sekolah Menengah Atas (SMA) dan pada
tahun awal kuliah. Sementara intensitas menonton film tertinggi dilakukan anak
SMA dan mahasiswa. Kemudian intensitas menonton film menurun kembali pada
usia 30 tahun dan terus menurun dengan bertambahnya usia seseorang.
b. Jenis film yang ditonton
Jenis film adalah kemasan pesan atau format film yang ditonton. Terdapat
banyak jenis film yang dapat dipilih oleh khalayak secara bebasa sesuai dengan
minat. Film-film yang beredar di masyarakat tidak hanya film-film lokal (produksi
Indonesia), tetapi banyak juga film yang berasal dari luar negeri seperti film-film
produksi Hollywood (Amesika Serikat), Bollywood (India). Hongkong, Jepang,
16
Korea, dan lain-lain. Bahkan produksi film-film asing mendominasi film-film
yang beredar di Indonesia, baik dalam tayangan televisi, ditayangkan di bioskop
maupun diedarkan dalam bentuk DVD/VCD.
c. Media menonton film
Film memerlukan media lain untuk dapat ditonton oleh khalayak. Media film
dapat berupa proyektor dalam gedung bioskop, tayangan televisi, DVD/CD yang
diputar melalui DVD/VCD player, komputer/laptop.
d. Akses terhadap film
Akses terhadap film
dibagi menjadi dua yaitu bagaimana cara seseorang
mendapatkan film yang ingin ditonton dan ketersediaan sarana dirumah untuk
menonton film.
2.1.4.2 Perilaku Agresi
Agresi menurut Baron (Koeswara, 1988) adalah tingkah laku yang
ditunjukkan untuk melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Scheneiders (1955) mengatakan
bahwa agresi merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu
yang ditampakkan dalam bentuk pengrusakan terhadap orang atau benda dengan
unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non
verbal. Menurut Abidin (2005) agresi mempunyai beberapa karakteristik.
Karakteristik yang pertama, agresi merupakan tingkah laku yang bersifat
membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. Karakteristik yang kedua,
agresi merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan oleh seseorang dengan
maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan orang lain atau dengan
sengaja. Karakteristik yang ketiga, agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai
korban secara fisik, tetapi juga secara psikis. Misalnya melalui kegiatan yang
menghina atau menyalahkan. Berdasarkan kesimpulan diatas maka perilaku agresi
adalah perilaku/tingkah laku untuk melukai individu lain atau menyakiti individu
lain atau pengerusakan benda dengan sengaja baik itu secara verbal, fisik maupun
menggunakan alat.
17
Hanya dengan menonton adegan kekerasan di film saja orang tidak langsung
akan menjadi agresi. Menurut Raymond Bavor Little John dalam Valentine (2009)
media massa tidak langsung menimbulkan dampak bagi khalayak.
Nyatanya banyak variabel terlibat dalam proses terjadinya efek. Hal ini
didukung oleh Klapper yang menyatakan bahwa media massa hanya sebagai
“contributing cause”. Rakhmat (2005) menyatakan bahwa komunikasi massa
terjadi lewat serangkaian perantara. Komunikasi antara lain melalui pengaruh
media massa. Untuk sampai kepada perilaku tertentu, maka pengaruh ini diseleksi,
disaring, atau bahkan mungkin ditolak sesuai dengan faktor-faktor personal yang
mempengaruhi reaksi khalayak, faktor situasional di mana individu berada, dan
situasi lingkungan, baik primer (keluarga) atau sekunder (lingkungan masyarakat).
Wahyu Widiastuti (2009) melihat perilaku agresi pengaruhi oleh faktor personal
dan faktor situasional. Faktor personal memberikan pengaruh terhadap
perkembangan perilaku agresif. Jadi dapat dikatakan semakin positif pandangan
atau pendapat seseorang terhadap kekerasan dan adegan kekerasan di televisi
maka semakin tinggi perilaku agresifnya. Faktor situasional yang mendukung
terjadinya tindak kekerasan berpengaruh terhadap perilaku agresif. Hal ini
membuktikan bahwa semakin besar iklim permisif dalam lingkungan dan semakin
sering tindak kekerasan terjadi di lingkungan maka semakin tinggi kemungkinan
terciptanya perilaku agresif. Ada penelitian yang menghasilkan temuan bahwa
laki-laki lebih cenderung agresif dibandingkan perempuan. Hasil penelitian Caspi,
Elder, dan Bern (1987) dalam Apollo & Djamaludin A., (2003) menemukan
bahwa laki-laki lebih agresif dibandingkan perempuan.
Menurut Koeswara (1998), faktor penyebab remaja berperilaku Agresi
bermacam-macam, sehingga dapat dikelompokkan menjadi faktor sosial, faktor
lingkungan, faktor situasional, faktor hormon, alkohol, obat-obatan (faktor yang
berasal dari luar individu ) dan sifat kepribadian (faktor-faktor yang berasal dari
dalam individu), yaitu :
18
1. Penyebab sosial
a. Frustasi, suatu situasi yang menghambat individu dalam usaha mencapai
tujuan tertentu yang diinginkannya, dari frustasi maka kan timbul
perasaan-perasaan agresi.
b. Provokasi, pelaku agresi provokasi dilihat sebagai ancaman yang harus
dihadapi dengan respon agresi untuk meniadakan bahaya
yang
diisyaratkan oleh ancaman tersebut.
c. Melihat model-model agresi, film dengan kekerasan dapat menimbulkan
agresi pada seorang, makin banyak menonton kekerasan, makin besar
tingkat agresi mereka terhadap orang lain, makin lama mereka menonton,
makin kuat hubungannya tersebut.
2. Penyebab dari lingkungan
a. Polusi udara, bau busuk dan kebisingan dilaporkan dapat menimbulkan
perilaku agresi tetapi tidak selalu demikian tergantung dari berbagai faktor
lain.
b. Kesesakan (crowding), meningkatkan kemungkinan untuk perilaku agresi
terutama bila sering timbul kejengkelan, iritasi, dan frustasi karenanya.
3. Penyebab situasional
a. Bangkitan seksual yaitu film porno yang
“ringan“ dapat mengurangi
tingkat agresi, film porno yang “keras” dapat menambah agresi.
b. Rasa nyeri dapat menimbulkan dorongan agresi yaitu untuk melukai atau
mencelakakan orang lain. Dorongan itu kemudian dapat tertuju kepada
sasaran apa saja yang ada.
4. Alkohol dan obat-obatan
Ada petunjuk bahwa agresi berhubungan dengan kadar alkohol dan obatobatan. Subyek yang menerima alkohol dalam takara-takaran yang tinggi
menunjukkan taraf agresifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang
tidak menerima alkohol atau menerima alkohol dalam taraf yang rendah. Alkohol
dapat melemahkan kendali diri peminumnya, sehingga taraf agresifitas juga
tinggi.
19
5. Sifat kepribadian
Menurut Baron (Koeswara, 1988 ) setiap individu akan berbeda dalam cara
menentukan dirinya untuk mendekati atau menjauhi perilaku agresi. Ada beberapa
ynag memiliki sifat karakteristik yang berorientasi untuk menjauhkan diri dari
pelanggaran-pelanggaran.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku agresi adalah
a. Faktor personal adalah faktor yang ada di dalam diri individu, yakni usia, jenis
kelamin, pendidikan, dan status sosial ekonomi.
b. Faktor situasional adalah faktor yang berada diluar diri individu. Faktor
situasional terdiri atas lingkungan keluarga dan lingkungan sosial. Lingkungan
sosial terdiri atas lingkungan masyarakat dan pergaulan atau teman.
Menurut Deaux (Priliantini, 2008), ada dua jenis perilaku agresi yaitu:
a. Agresi secara fisik meliputi tingkah laku seperti memukul teman, menarik
baju teman dengan kasar, meninju teman, menyikut teman, melempar teman
dengan benda, berkelahi, merusak barang milik teman, mengganggu teman,
mengancam teman dengan mengacungkan tinju, membuang barang milik
teman, mencakar teman, memaksa teman memenuhi keinginannya, melukai
diri sendiri.
b. Agresi secara verbal meliputi tingkah laku seperti mengejek teman, menghina
teman, mengeluarkan kata-kata kotor, bertengkar mulut, menakut-nakuti
teman, memanggil teman dengan nada kasar, mengancam dengan kata-kata
mengkritik, menyalahkan, dan menertawakan.
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penelitian ini membatasi jenis-jenis
bentuk perilaku agresi, yaitu:
a. Agresi verbal/nonfisik meliputi tingkah laku seperti mengejek dan memaki
yang menyebabkan lawan bicara tersinggung, emosi marah.
b. Agresi nonverbal/fisik meliputi tingkah laku seperti menampar, memukul,
menendang, merusak fasilitas umum (mencoret halte dan tembok pagar).
20
c. Agresi dengan alat adalah perilaku kekerasan dengan menggunakan alat atau
senjata,
seperti melempar dengan batu, memukul dengan kayu, menusuk
dengan pisau.
2.2
Kerangka Pemikiran
Film merupakan media komunikasi massa. Mulyana (2004) mengatakan
bahwa film berpengaruh pada sikap dengan cara memperteguh, menciptakan, dan
mengubah norma karena film merupakan cermin atau jendela masyarakat di mana
media massa itu berada. Film memerlukan media lain untuk dapat ditonton oleh
khalayak. Media Film dapat berupa proyektor dalam gedung bioskop, tayangan
televisi, DVD/CD yang diputar melalui DVD/VCD player, komputer, atau laptop
dan koneksi internet dengan streaming atau mengunduh melalui situs mengunakan
komputer atau laptop. Salah satu jenis film yang dapat berdampak negatif bagi
khalayak adalah film yang mengandung adegan kekerasan yang dapat disebut
sebagai film kekerasan. Perilaku menonton film kekerasan dipengaruhi oleh
intensitas menonton film kekerasan, jenis film kekerasan yang ditonton, media
menonton film, dan akses terhadap film. Film tidak langsung mempengaruhi
perilaku penonton tetapi kalau berulangkali ditonton dengan intensitas yang
tinggi, diduga akan berdampak negatif bagi penonton. Jenis film kekerasan yang
ditonton adalah kemasan pesan atau format film kekerasan yang ditonton. Jenis
film kekerasan yang banyak ditonton adalah film action/laga, perang, horor,
kungfu/silat, thriller, misteri/detektif, atau kriminalitas. Media menonton film
adalah sarana yang digunakan seseorang untuk menonton film seperti televisi,
DVD/CD player, komputer/ laptop, bioskop, dan akses internet menggunakan
komputer atau laptop (di rumah atau di warnet). Akses terhadap film adalah
bagaimana cara seseorang mendapatkan film yang ingin ditonton olehnya dan
ketersediaan sarana/media menonton film di rumah.
Salah satu dugaan dampak negatif film pada remaja adalah perilaku agresi.
Perilaku agresi menurut Baron (Koeswara, 1988) adalah tingkah laku yang
ditunjukkan untuk melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Perilaku agresif dalam menonton
21
film kekerasan dapat dilihat dari ekspresi ketika marah, reaksi terhadap perilaku
agresi dari orang lain, tujuan dia berperilaku agresi, dan perasaan yang muncul
setelah berperilaku agresi. Namun hanya dengan menonton adegan kekerasan di
film saja orang tidak langsung akan menjadi agresi.
Menurut Raymond Bavor Little John dalam Valentine (2009) media massa
tidak langsung menimbulkan dampak bagi khalayak. Nyatanya banyak variabel
terlibat dalam proses terjadinya efek. Hal ini didukung oleh Klapper yang
menyatakan bahwa media massa hanya sebagai “contributing cause” (Widiastuti,
2009). Rakhmat (2005) menyatakan bahwa komunikasi massa terjadi lewat
serangkaian perantara. Komunikasi antara lain melalui pengaruh media massa.
Untuk sampai kepada perilaku tertentu, maka pengaruh ini diseleksi, disaring, atau
bahkan mungkin ditolak sesuai dengan faktor-faktor personal yang mempengaruhi
reaksi khalayak, faktor situasional di mana individu berada, dan situasi
lingkungan, baik primer (keluarga) atau sekunder (lingkungan sosial/masyarakat).
Dalam penelitian ini faktor personal yang akan diteliti adalah umur, jenis kelamin,
pendidikan dan status sosial ekonomi. Faktor personal seperti umur, jenis
kelamin, pendidikan, dan status sosial yang diteliti akan menjadi gambaran
karakteristik responden sedangkan untuk jenis kelamin akan dilihat hubungannya
dengan perilaku agresi.
Faktor situasional yang akan diteliti adalah lingkungan keluarga dan
lingkungan sosial. Penelitian di lingkungan keluarga terdiri dari keadaan perilaku
agresi yang terjadi dalam keluarga dan hukuman yang diberikan ketika responden
berperilaku agresi sedangkan lingkungan sosial yang diteliti terdiri atas keadaan
perilaku agresi di sekitar tempat tinggal dan keadaan perilaku agresi dalam
pergaulan antar teman.
22
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Perilaku Remaja Menonton Film
Kekerasan dengan Perilaku Agresi
Faktor Personal
Umur
Pendidikan
Status Sosial
Ekonomi
a.
b.
c.
d.
Jenis
Kelamin
a.
b.
a.
b.
Perilaku Menonton Film
Kekerasan
Intensitas Menonton
Jenis Film
Media Menonton Film
Akses pada Film
Faktor Situasional
Lingkungan Keluarga
Lingkungan Sosial
c.
d.
Perilaku Agresi
Ekspresi Ketika Marah
Reaksi pada orang yang
Berperilaku Agresi
Tujuan Berperilaku Agresi
Perasaan yang Muncul setelah
berperilaku agresi
Keterangan
Mempunyai Hubungan Pengaruh
2.3
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat disusun hipotesis penelitian
adalah
H0 : Diduga tidak ada hubungan antara perilaku menonton film kekerasan dengan
tingkat perilaku agresi pada remaja.
H1 : Diduga ada hubungan antara perilaku menonton film kekerasan dengan
tingkat perilaku agresi pada remaja.
23
2.4
Definisi Operasional
Penelitian ini mengunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk
mengukur berbagai peubah. Setiap peubah terlebih dahulu diberi batasan sehingga
dapat ditentukan indikator pengukurannya. Istilah-istilah tersebut yaitu:
a. Faktor personal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri yang
mempengaruhi perilaku seseorang yang terdiri atas usia, jenis kelamin,
pendidikan, dan status sosial ekonomi.
1. Usia adalah lama hidup seseorang sejak lahir hingga sekarang yang diukur
dalam satuan waktu yang dikategorikan atas:
a) Remaja awal
: 15 sampai 16 tahun
b) Remaja akhir
: 17 sampai 19 tahun
2. Jenis kelamin adalah pembedaan secara biologis responden yang
dikategorikan atas:
a) Laki-laki
b) Perempuan
3. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal seseorang yang sedang
dijalani ketika penelitian ini berlangsung yang dikategorikan atas:
a) Kelas 1 SMK
b) Kelas 2 SMK
c) Kelas 3 SMK
4. Status sosial ekonomi adalah status atau kedudukan seseorang dalam
masyarakat yang dikategorikan berdasarkan pendidikan dan pekerjaan
kepala keluarga.
a) Pendidikan kepala keluarga adalah tingkat pendidikan formal tertinggi
yang diraih orangtua (ayah atau ibu) yang dikategorikan atas:
1) Tidak sekolah
2) SD
3) SMP
4) SMA
5) Perguruan Tinggi (D1/D2/D3 dan S1/S2/S3)
24
b) Pekerjaan kepala keluarga adalah segala macam usaha yang dilakukan
kepala keluarga yang menjadi sumber penghasilan utama yang
dikategorikan atas :
1) Tidak bekerja
2) Pegawai Pemerintah (Polri/TNI dan PNS)
3) Pegawai swasta (Karyawan kantor)
4) Wiraswasta (pengusaha dan pedagang)
5) Lainnya, sebutkan__________
b. Perilaku menonton film kekerasan adalah perilaku menyaksikan film
kekerasan yang terdiri atas intensitas menonton film, jenis film yang ditonton,
media menonton film yang digunakan, dan akses terhadap film.
1. Intensitas menonton film kekerasan adalah banyaknya seseorang
menonton film kekerasan perminggu/perbulan.
a) Tidak pernah (skor : 0)
b) Jarang (skor : 1)
c) Sering (skor : 2)
2. Jenis film kekerasan adalah macam-macam jenis film kekerasan yang
ditonton seseorang yang dikategorikan atas:
a) Film action/laga
b) Film perang
c) Film horor
d) Film kungfu/silat
e) Film thriller
f) Film misteri/detektif
g) Film kriminalitas
Nilai skoring : 1-3 jenis film = 1
>3 jenis film = 2
3. Media menonton film kekerasan adalah jenis media yang digunakan untuk
menonton film kekerasan. Media menonton film merupakan jenis sarana
yang biasa digunakan untuk menonton film kekerasan yang dikategorikan
atas:
a) Televisi
25
b) DVD/VCD player
c) Komputer/laptop
d) Bioskop
e) Lainya, sebutkan_______
Nilai skoring : 1-2 media
> 2 media
=1
=2
4. Akses terhadap filmkekerasan dibagi menjadi dua yaitu bagaimana cara
seseorang mendapatkan film yang ingin ditonton dan ketersediaan sarana
(banyaknya media) di rumah untuk menonton film.
a) Bagaimana cara seseorang mendapat film dikategorikan sebagai
berikut:
1) Menyewa
2) Membeli
3) Mencopy/meminjam dari teman
4) Menonton di tempat teman
5) Mendownload dari situs tertentu
6) Lainya, sebutkan_________
Nilai skoring:
Menonton di rumah/ di rumah teman = 1
Mencopy/meminjam/menyewa
=2
Membeli/mendownload
=3
b) Ketersediaan sarana (banyaknya media) dirumah untuk menonton film
dikategorikan sebagai berikut:
1) Tidak ada
2) Televisi
3) DVD/VCD player
4) Komputer/laptop
Nilai skor :
tidak ada
=0
1 sarana
=1
> 2 sarana
=2
Nilai skoring perilaku menonton film kekerasan adalah
Nilai 6-8 : intensitas rendah
Nilai 9-11: intensitas tinggi
26
c. Faktor situasional adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri yang
mempengaruhi perilaku seseorang yang terdiri atas lingkungan keluarga dan
lingkungan sosial.
1. Lingkungan keluarga adalah kondisi atau tingkat kekerasan yang ada di
lingkungan keluaarga yang berpotensi mempengaruhi perilaku agresi
remaja.
a) Perilaku
agresi
yang
sering
terjadi di
lingkungan
keluarga
dikategorikan atas:
1) Tidak pernah (skor = 1)
2) Jarang (skor = 2)
3) Sering (skor = 3)
b) Hukuman yang diberikan orangtua jika anak berperilaku agresi
dikategorikan atas:
1) Tidak ada
2) Dimarahi
3) Dimaki
4) Dilarang keluar rumah
5) Dipukul
6) Lainnya, sebutkan____________
Nilai skoring :
Tidak ada hukuman
=1
Ada sanksi
=2
Makian/teguran
=3
Hukuman fisik
=4
2. Lingkungan sosial adalah kondisi atau tingkat kekerasan di lingkungan
tempat tinggal dan lingkungan bermain/bergaul
yang berpotensi
mempengaruhi perilaku agresi remaja. Lingkungan sosial ini dibagi
menjadi dua, yakni lingkungan masyarakat di sekitar tempat tinggal dan
lingkungan pergaulan teman-teman.
a) Lingkungan masyarakat/tempat tinggal
Berapa sering perilaku agresi (perkelahian, tawuran) terjadi di
lingkungan tempat tinggal anda
a. Tidak pernah (skor = 1)
27
b. Jarang (skor = 2)
c. Sering (skor = 3)
b) Lingkungan pergaulan atau teman
Apakah teman anda sering terlibat dalam perilaku agresi dikategorikan
atas:
1) Tidak pernah (skor = 1)
2) Jarang (skor = 2)
3) Sering (skor = 3)
Nilai skoring faktor situasional adalah
Nilai 4-7
= intensitas rendah
Nilai 8-10
= intensitas sedang
Nilai >10
= intensitas tinggi
d. Perilaku agresi adalah perilaku/tingkah laku untuk melukai individu lain atau
menyakiti individu lain atau pengerusakan benda dengan sengaja baik itu
secara verbal, fisik maupun menggunakan alat.
1. Ekspresi ketika marah adalah tindakan seseorang dalam meluapkan
emosinya. Ekspresi ketika marah di kategorikan atas:
a) Mengejek
b) Memaki
c) Menampar
d) Memukul
e) Menendang
f) Merusak fasilitas umum
g) Melempar dengan batu
h) Memukul dengan kayu
i) Menusuk dengan pisau
j) Lainnya, sebutkan__________
Nilai skoring :
Merusak fasilitas umum
=1
Agresi verbal
=2
Agresi fisik
=3
Agresi dengan alat
=4
28
2. Keterlibatan terhadap perilaku agresi adalah perilaku agresi yang pernah
dilakukan seseorang yang di kategorikan atas:
a) Mengejek
b) Memaki
c) Menampar
d) Memukul
e) Menendang
f) Merusak fasilitas umum
g) Melempar dengan batu
h) Memukul dengan kayu
i) Menusuk dengan pisau
j) Lainnya, sebutkan__________
3. Objek agresi adalah korban akibat seseorangnya berperilaku agresi. Objek
agresi di kategorikan atas:
a) Orangtua
b) Kakak/adik
c) Saudara
d) Pacar
e) Teman
f) Tetangga
g) Orang lain
4. Reaksi perilaku agresi adalah reaksi seseorang ketika seseorang
berperilaku agresi kepadanya. Respon agresi di kategorikan atas:
a) Mengalah/tidak mau mencari keributan (skor= 1)
b) Bertahan/melindungi diri (skor= 2)
c) Menyerang/balas mengganggu (skor= 4)
d) Mencari pertolongan (skor= 3)
e) Lainnya, sebutkan_______________
5. Tujuan berperilaku agresi adalah alasan seseorang untuk berperilaku
agresi. Tujuan berperilaku agresi di kategorikan atas:
a) Membela diri atau teman (skor= 1)
b) Memuaskan emosi (skor= 2)
29
c) Mempertahankan gengsi (skor= 3)
d) Menghukum/memberi pelajaran (skor= 4)
e) Lainnya, sebutkan________________
6. Adakah adegan dari film yang disebutkan diatas yang paling berkesan
ketika anda melakukan perilaku agresi?
a) Ya ada, sebutkan contohnya__________
b) Tidak ada
7. Perasaan yang muncul setelah melakukan perilaku agresi
a) Tidak tentu (skor= 1)
b) Tidak ada (skor= 4)
c) Senang (skor= 3)
d) Puas (skor= 3)
e) Lega (skor= 3)
f) Bangga (skor= 3)
g) Sedih (skor= 0)
h) Marah (skor= 2)
i) Menyesal (skor= 0)
j) Takut (skor= 0)
k) Kasihan (skor= 0)
l) Benci (skor= 2)
m) Dan, lainnya_______
Nilai skoring perilaku agresi adalah
Nilai 4-7
= perilaku agresi rendah
Nilai 8-11
= perilaku agresi sedang
Nilai > 12
= perilaku agresi tinggi
30
BAB III
PENDEKATAN LAPANGAN
3.1
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada remaja di SMK Pelita Ciampea (Jl. Raya
Warung Borong, Ciampea, Bogor). Pemilihan lokasi ini dipilih secara sengaja
(purposive), dengan pertimbangan letak geografis yang tidak terlalu jauh dengan
tempat tinggal peneliti, sehingga memudahkan peneliti dalam memperoleh data
dan informasi. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2011. Penelitian ini
dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada para responden. Waktu
penelitian ditetapkan berdasarkan pertimbangan peneliti.
3.2
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian
kuantitatif dengan desain survei deskriptif korelasional. Penelitian kuantitatif
merupakan penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan
fenomena serta hubungan-hubungannya. Penelitian kuantitatif adalah definisi,
pengukuran data, dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari
sampel orang-orang yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan yang
diberikan oleh peneliti dalam survei. Melalui penelitian survei ini, peneliti
mengumpulkan data tertentu dengan memilih sampel dari populasi dengan
menggunakan kuesioner. Data Primer diperoleh melalui kuesioner dan
wawancara. Kuesioner akan dibagikan kepada responden penelitian, sedangkan
wawancara dilakukan kepada informan penelitian. Data sekunder diperoleh dari
studi kepustakaan,dan studi dokumentasi.
31
3.3
Teknik Penentuan Responden dan Informan
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi di SMK Pelita
Ciampea. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SMK Pelita
Ciampea jurusan pemasaran. Sampel yang dipilih berasal dari jurusan pemasaran
karena menurut guru bimbingan konseling (Bu Vita) SMK Pelita Ciampea, siswasiswi jurusan pemasaran SMK Pelita Ciampea sering terlibat perkelahian. Jumlah
responden yang ditentukan untuk penelitian ini sebanyak 45 responden karena
sudah memenuhi syarat minimal untuk dijadikan penelitian. Pengambilan sampel
dilakukan dengan incidental sampling dengan mendatangi tempat di mana siswa
SMK tersebut berkumpul. Incidental sampling adalah cara mengambil responden
sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang
kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2004). Siswa-siswi
ditanya, apakah ia merupakan siswa-siswi SMK Pelita Ciampea dan menyukai
film –film kekerasan? Jika iya maka siswa-siswi tersebut dijadikan responden.
Incidental sampling biasanya dilakukan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan
dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. Keuntungan
dari pada teknik ini adalah terletak pada ketepatan peneliti memilih sumber data
sesuai dengan variabel yang diteliti (Arikunto, 2002).
3.4
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul kemudian akan diolah dengan menggunakan distribusi
frekuensi dan tabulasi silang melalui SPSS. Data yang diperoleh bersifat nominal
dan ordinal, sehingga untuk menganalisis hubungan antara data tersebut
digunakan Chi-Square test. Chi-Square testyakni menguji hipotesis mengenai
hubungan antar variabel yang syarat penggunaannya menggunakan variabel
nominal sedangkan data ordinal akan diubah menjadi data nominal dengan
melakukan pengkategorian melalui skoring. Hasil uji Chi-Square kemudian
digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara dua variabel dengan rumus
koefisien kontingensi (C). Makin besar C berarti hubungan antar dua variabel
makin erat. Nilai C berkisar 0-1.
32
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
SMK Pelita Ciampea terletak di Jl. Raya Warung Borong Desa Benteng
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. SMK Pelita Ciampea adalah sekolah
yang berada dalam pengelolaan Drs. H.A. Hanapi, M.Pd sebagai pemimpin
Yayasan Nurul Walidain T.H. Sekolah ini merupakan sekolah swasta dengan
akreditasi A. SMK Pelita Ciampea mempunyai tiga program keahlian yaitu adm.
perkantoran, pemasaran,dan akuntansi. SMK Pelita Ciampea dipimpin oleh Dra.
Hj. Teti Royati, M.Pd sebagai kepala sekolah. SMK Pelita Ciampea memiliki tiga
program keahlian yaitu administrasi perkantoran, perdagangan/pemasaran, dan
akuntasi. Pada tahun ajaran 2010/2011, jumlah siswa SMK Pelita sebanyak 3.122
siswa, jumlah siswa terbanyak berada
pada jurusan perdagangan/pemasaran
sebanyak 437 siswa. Jumlah siswa laki-laki tebanyak juga berada pada jurusan
perdagangan/pemasaran sebanyak 1.081
siswa sedangkan
jumlah siswa
perempuan terbanyak berada pada jurusan administrasi perkantoran sebanyak 716
siswa. Pekerjaan orangtua siswa yang paling banyak adalah pedagang sebanyak
21 persen
dan karyawan swasta 13 persen. Mayoritas penghasilan perbulan
orangtua siswa sangat rendah hal ini dapat dilihat dari penghasilan perbulan
mayoritas dihasilkan adalah sebesar ≤ Rp 600.000 sebanyak 30 persen. Mayoritas
pendidikan orang tua siswa adalah SLTA sebesar 13 persen dikuti SLTA
sebanyak 11 persen.
SMK Pelita Ciampea memiliki banyak ekstrakurikuler, yakni: Pencak Silat,
Taekwondo, Pasus, Pramuka, PEC (Pelita English Club), Rohis, Gatra (Gabungan
teater pelita), Basket, Badminton, Futsal, Pelita modeling Club, Taruna
Rimbawan. SMK Pelita Ciampea aktif dalam lomba-lomba akademik dan
nonakademik, hal ini terlihat dari prestasi-prestasi yang telah diraih SMK ini.
Prestasi-prestasi berupa juara 1 LKS sekretaris tingkat kabupaten dari tahun 20072010, juara 1 debat bahasa inggris tingkat kabupaten dari tahun 2007-2009, dan
juara 1 futsal tingkat kabupaten dari tahun 2007-2009.
33
SMK Pelita Ciampea memiliki kerjasama dengan perusahaan-perusahaan
lain untuk menyalurkan lulusan siswa-siswinya, perusahaan-perusahaan yang
bekerjasama dengan SMK Pelita Ciampea antara lain: Matahari Departemen
Store, PT. Lion Superindo, Giant Botani Square, PT. Hero, Bogor Trade Mall
(BTM), Gudang Buku IPB, Toko Buku Salemba, Toko Buku gunung Agung,
Ramayana Departemen Store, PT . Antam Tbk., Starmart Yasmin, PD. Darmaga
Tani, Koperasi Mitra Karsa, Yonif 315.
Tabel 1. Jumlah Siswa SMK Pelita Ciampea Tahun Ajaran 2010/2011 Menurut
Program Keahlian, Kelas, dan Jenis Kelamin
Program
Kelas 1
Kelas 2
Kelas 3
Total
Keahlian
L
P Jumlah L
P Jumlah L
P Jumlah
Adm.
256 330
586
206 175
381
124 211
335
1302
Perkantoran
Perdagangan/ 305 236
541
196 194
390
235 67
437
1368
Pemasaran
Akuntasi
55 143
198
47 86
133
54 67
121
452
Jumlah
616 709 1325 499 455
904
413 480
893
3.122
Sumber: Buku Laporan Tahunan SMK Pelita CiampeaTahun Ajaran 2010/2011
Tata Tertib SMK Pelita Ciampea
1. Ketertiban
Siswa tidak diperbolehkan
a. Membuat keributan/ kegaduhan dalam kelas pada saat berlangsungnya
pelajaran. Sanksi: diserahkan pada guru yang mengajar saat itu.
b. Mengotori/mencoret-coret dan merusak barang milik sekolah. Sanksi:
Mengembalikan barang tersebut sesuai kondisi semula.
c. Menghilangkan atau mencuri barang milik sekolah. Sanksi: dipanggil
orangtua dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
d. Makan/minum pada saat berlangsungnya pelajaran. Sanksi: diserahkan
pada guru yang mengajar saat itu.
34
e. Membawa/ menghisap rokok di lingkungan dan di luar sekolah pada saat
menggunakan seragam sekolah. Sanksi: bila di sekolah rokok dimusnakan
dan membersihkan salah satu ruang di sekolah. Bila di luar sekolah ditegur
dan dipanggil keesokan harinya oleh kesiswaan.
f. Mencemarkan nama baik sekolah di dalam dan di luar lingkungan sekolah.
Sanksi: mengembalikan nama baik sekolah dengan cara lisan maupun
tertulis (media massa)
g. Membawa atau menggunakan HP/MP3/MP4/Kamera dan alat elektronik
lainnya pada saat KBM berlangsung. Sanksi: alat tersebut disita dan tidak
dikembalikan serta pemanggilan orangtua.
2. Kerajinan
Siswa tidak diperbolehkan
a. Datang terlambat
b. Pulang tanpa izin/bolos
c. Keluar kelas pada saat proses belajar mengajar berlangsung tanpa izin
d. Tidak masuk sekolah tanpa surat keterangan orangtua/dokter.
Sanksi: point 1,2,3, dan 4 dilakukan 1-2 kali diserahkan kepada wali
kelas/guru piket, jika dilakukan lebih dari 3 kali akan dilakukan
pemanggilan orangtua
3. Kerapihan
Siswa tidak diperbolehkan
a. Memakai seragam tidak rapih/tidak dimasukkan
b. Memakai seargam ketat/ rok diatas lutut (putri) atau model tidak sesuai
dengan ketentuan sekolah. Sanksi: ukuran dan model seragamnya
diperbaiki
oleh
pihak
sekolah
atau
rok
disobek/digunting
dan
menggunakan mukena.
c. Memakai celana berbentuk corong atau pensil untuk putra. Sanksi: celana
disobek/digunting dan menggenakan/memakai sarung.
35
d. Tidak memakai seragam lengkap (bagde, lokasi, ikat pinggang, kaos
dalam, kaos kaki dan seragam sesuai harinya). Sanksi: siswa harus
melengkapi seragam.
e. Memakai topi, aksesoris/perhiasan/gelang/kalung/anting bagi putra dan
ikat pinggang selain warna hitam. Sanksi disita dan menjadi milik sekolah
(tidak dikembalikan).
f. Berambut panjang (putra) melampaui batas ketentuan (telinga, alis, dan
kerah baju). Sanksi: dipotong/digunting oleh pihak sekolah.
g. Memakai make up berlebihan. Sanksi: dibersihkan oleh siswa.
36
BAB V
PEMBAHASAN
5.1
Gambaran Umum Responden
5.1.1
Karakteristik Responden
Individu yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah remaja yang
berusia 15 sampai 19 tahun, yang dibedakan menjadi dua kategori, yaitu remaja
awal (15 sampai 16 tahun) dan remaja akhir (17 sampai 19 tahun).
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Responden
Umur
15-16
Tahun
17-19
Tahun
Total
Jenis Kelamin
Total
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(n)
(%)
(n)
(%)
(n)
(%)
10
33,3
8
53,3
18
40
20
66,7
7
46,7
27
60
30
100
15
100
45
100
Tabel di atas menunjukkan responden yang berumur 17 sampai 19 tahun
(60 persen) cenderung lebih banyak daripada yang berumur 15 sampai 16 tahun
(40 persen). Selain itu kebanyakan responden laki-laki berumur 17 sampai 19
tahun (66,7 persen) sedangkan pada responden perempuan berumur 15 sampai 16
tahun (53,3 persen). Responden laki-laki umumnya merupakan remaja akhir
sedangkan responden perempuan umumnya merupakan remaja awal.
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Kepala Keluarga Responden
Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga
SD/SMP
SMA/Perguruan Tinggi
Total
Jumlah (n)
20
25
45
Persentase (%)
45,5
55,5
100
37
Tabel 3 menunjukkan bahwa semua kepala keluarga responden
bersekolah. Tingkat pendidikan kepala keluarga responden lebih banyak
berpendidikan tinggi (SMA/Perguruan Tinggi) sebesar 55,5 persen daripada
responden berpendidikan rendah (SD/SMP) sebesar 45,5 persen.
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Kepala
Keluarga Responden
Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga
Buruh
Wiraswasta (Pengusaha dan pedagang)
Pegawai kantor (Pemerintah dan Swasta)
Total
Jumlah (n)
5
23
17
45
Persentase (%)
11,1
51,1
37,7
100
Tabel di atas menunjukkan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh kepala
keluarga responden lebih banyak sebagai pengusaha dan pedagang sebesar 51,1
persen. Kepala keluarga responden yang berasal dari sektor formal yaitu pegawai
swasta dan pemerintah juga cukup tinggi yaitu sebesar 37,7 persen.
Berdasarkan tabel 2 dan tabel 3 dapat disimpulkan umumnya kepala
keluarga berpendidikan tinggi dengan persentase 55 persen dan memiliki jenis
pekerjan yang umumnya sebagai wiraswasta dengan persentase 51,1 persen
sehingga dapat disimpulkan bahwa responden cenderung berasal dari keluarga
golongan menengah.
5.1.2
Faktor Situasional
Responden yang berada dalam pengasuhan orangtua diduga memiliki
hubungan pengaruh dalam perilaku responden sehari-hari. Pengaruh dapat melalui
keadaan lingkungan keluarga dan sanksi/hukuman ketika berperilaku agresi.
Selain lingkungan keluarga, perilaku responden diduga memiliki hubungan
pengaruh dengan lingkungan tempat tinggal dan teman sepergaulan. Lingkungan
keluarga dan lingkungan sosial merupakan bagian dari faktor situasional yang
diduga mempengaruhi perilaku responden. Hasil analisis tersebut dapat dilihat
pada tabel 5 sampai tabel 10.
38
1. Lingkungan keluarga
a. Perilaku agresi di lingkungan keluarga
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Intensitas
Perilaku Agresi di Lingkungan Keluarga
Intensitas Perilaku Agresi di
Lingkungan Keluarga
Tidak Pernah
Jarang
Sering
Total
Jenis Kelamin
LakiPerempuan
Laki
n
%
n
%
7 23,3
2
13,3
19 63,3 13 86,7
4 13,3
0
0
30 100 15
100
Total
n
9
32
4
45
%
20
71,1
8,9
100
Pada tabel di atas terlihat persentase intensitas perilaku agresi di
lingkungan keluarga lebih banyak dengan intensitas jarang terjadi sebesar
71,1 persen, tetapi persentase intensitas perilaku agresi di lingkungan
keluarga yang pernah melakukan perilaku agresi sebanyak 80 persen.
Intensitas sering hanya terjadi pada responden laki-laki sebesar 13,3
persen.
b. Hukuman yang diberikan orangtua ketika berperilaku agresi
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Hukuman
yang diterima Responden dari Orangtua
Jenis Hukuman
Dilarang Keluar
Rumah
Makian/Teguran
Dipukul
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
9
30
5
33,3
n
14
%
31,1
30
6
44
6
97,8
13,3
100
20
14
0
93,3
0
Total
Dari tabel di atas dapat dilihat persentase jenis hukuman terbanyak
adalah makian/teguran sebesar 97,8 persen dari seluruh total responden.
Jenis hukuman yang diterima responden dapat lebih dari satu jenis.
Persentase dipukul hanya diterima responden laki-laki sebesar 13,3 persen
dari seluruh total responden sedangkan perempuan tidak mendapatkan
39
hukuman dipukul. Hal ini menunjukkan hukuman yang diterima
responden laki-laki lebih keras dan bersifat agresif dibandingkan
responden perempuan.
c. Ikhtisar hubungan antara lingkungan keluarga dengan jenis kelamin
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perilaku Agresi
di Lingkungan Keluarga
Perilaku Agresi
di Lingkungan
Keluarga
Rendah
Tinggi
Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
8
26,7
5
33,3
22
73,3
10
66,7
30
100
15
100
Total
n
13
32
45
%
28,9
71,1
100
Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat umumnya perilaku agresi di
lingkungan keluarga responden dengan intensitas tinggi sebesar 71,1
persen. Intensitas perilaku agresi di lingkungan keluarga responden lakilaki cenderung lebih tinggi (73,3 persen) dibandingkan dengan responden
perempuan (66,7 persen).
2. Lingkungan sosial
a. Perilaku agresi di lingkungan tempat tinggal
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Intensitas
Perilaku Agresi di Lingkungan Tempat Tinggal Responden
Intensitas Perilaku
Agresi di Lingkungan
Tempat Tinggal
Tidak Pernah
Jarang
Sering
Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
6
20
2
13,3
21
70
13
86,7
3
10
0
0
30
100
15
100
Total
n
8
34
3
45
%
17,8
75,6
6,7
100
Pada tabel 8 menunjukkan perilaku agresi yang terjadi di
lingkungan tempat tinggal responden umumnya
jarang terjadi (75,6
persen). Responden yang melaporkan sering terjadi perilaku agresi di
tempat tinggal hanya 10 persen pada responden laki-laki. Maka secara
40
keseluruhan ada 82,3 persen dari responden yang melaporkan ada perilaku
agresi di lingkungan tempat tinggal responden namun lebih cenderung
jarang daripada sering.
b. Perilaku agresi oleh teman
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perilaku Agresi
yang Ditampilkan Teman Responden
Perilaku Agresi
oleh Teman
Tidak Pernah
Jarang
Sering
Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
3
10
3
20
17
56,7
11
73,3
10
33,3
1
6,7
30
100
15
100
Total
n
6
28
11
45
%
13,3
62,2
24,4
100
Tabel di atas menunjukan laporan responden terhadap perilaku
agresi yang dilakukan teman umumnya dengan intensitas jarang (62,2
persen). Intensitas sering lebih banyak terjadi pada responden laki-laki
(33,3 persen) dibandingkan perempuan (6,7 persen). Maka secara
keseluruhan ada 86,6 persen dari responden yang melaporkan ada perilaku
agresi yang dilakukan oleh teman. Perilaku yang dilakukan di lingkungan
teman (24,4 persen) lebih tinggi dibandingkan dengan perilaku yang
dilakukan di lingkungan keluarga (8,9 persen) dan lingkungan tempat
tinggal (6,7 persen). Bila dilihat dari perkembangan remaja dengan umur
15-19 tahun (laki-laki) lebih dipengaruhi oleh lingkungan teman. Remaja
laki-laki yang melakukan berperilaku agresi lebih disebabkan ia salah
memilih teman yaitu memilih teman yang berperilaku agresi dibandingkan
dari faktor lingkungan keluarga.
41
c. Ikhtisar hubungan antara lingkungan sosial dengan jenis kelamin
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perilaku Agresi
di Lingkungan Sosial dengan Jenis Kelamin
Perilaku Agresi
di Lingkungan
Sosial
Rendah
Tinggi
Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
6
20
4
26,7
24
80
11
73,3
30
100
15
100
Total
n
10
35
45
%
22,2
77,8
100
Berdasarkan tabel 10 terlihat umumnya perilaku agresi di
lingkungan sosial terjadi dengan intensitas tinggi sebesar 77,8 persen.
Umumnya perilaku agresi di lingkungan sosial dengan intensitas tinggi lebih
banyak terjadi pada responden laki-laki (80 persen) dibandingkan responden
perempuan (73,3 persen).
5.2
Perilaku Remaja Menonton Film Kekerasan
Salah satu jenis film yang dapat berdampak negatif bagi khalayak adalah film
yang mengandung adegan kekerasan yang dapat disebut sebagai film kekerasan.
Perilaku menonton film kekerasan dipengaruhi oleh intensitas menonton film
kekerasan, jenis film kekerasan yang ditonton, media menonton film, dan akses
terhadap film.
1. Intensitas menonton film kekerasan
Intensitas menonton film kekerasan adalah banyaknya seseorang menonton
film kekerasan. Film kekerasan tidak langsung mempengaruhi perilaku penonton
tetapi kalau berulangkali ditonton dengan intensitas yang tinggi, diduga akan
berdampak negatif bagi penonton. Dalam penelitian ini intensitas menonton film
kekerasan dibagi menjadi intensitas jarang dan sering. Diduga semakin sering
responden menonton film kekerasan semakin tinggi perilaku agresi yang
ditampilkan.
42
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Intensitas Perilaku
Menonton Film Kekerasan
Intensitas Perilaku
Menonton Film
Kekerasan
Jarang
Sering
Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
20
66,7
8
53,3
10
33,3
7
46,7
30
100
15
100
Total
n
28
17
45
%
62,2
37,8
100
Berdasarkan tabel 11 terlihat intensitas responden dalam menonton film
kekerasan umumnya adalah intensitas jarang sebesar 62,2 persen daripada
intensitas sering sebesar 37,8 persen. Intensitas sering lebih banyak terjadi pada
responden wanita sebesar 46,7 persen dibandingkan laki-laki sebesar 33,3 persen
sedangkan pada intensitas jarang cenderung lebih banyak responden laki-laki
(66,7 persen) daripada responden perempuan (53,3 persen).
2. Jenis film kekerasan yang ditonton
Jenis film kekerasan yang ditonton adalah kemasan pesan atau format film
kekerasan yang ditonton. Jenis film kekerasan yang diteliti adalah film
action/laga, perang, horor, kungfu/silat, thriller, misteri/detektif, atau kriminalitas.
Diduga bahwa semakin banyak jenis film kekerasan yang ditonton, semakin tinggi
perilaku agresi yang akan dilakukan.
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Film Kekerasan
yang Ditonton Responden
Jenis Film
Kekerasan
Film Action/Laga
Film Perang
Film Horor
Film Kungfu/Silat
Film Thriller
Film
Misteri/Detektif
Film Kriminalitas
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
23
76,7
7
46,7
22
73,3
2
13,3
24
80
10
66,7
18
60
0
0
4
13,3
1
6,7
6
20
8
53,3
n
30
24
34
18
5
14
%
66,7
53,3
75,6
40
11,1
31,1
5
5
11,1
16,7
0
0
Total
43
Tabel 12 menunjukkan persentase film kekerasan yang cenderung sering
ditonton responden adalah film horor sebanyak 75,6 persen. Umumnya
responden laki-laki lebih memilih film action/laga sebesar 76,7 persen, film
perang sebesar 73,3 persen, dan film horor sebesar 80 persen sedangkan
responden perempuan cenderung lebih memilih film horor sebesar 66,7
persen. Walaupun responden laki-laki cenderung menonton film kekerasan
dengan intensitas jarang tetapi pilihan jenis menonton film kekerasan adalah
film action/laga, dan perang lebih banyak mengandung adegan kekerasan dan
lebih sadis daripada responden perempuan yang menonton film dengan
intensitas sering tapi hanya cenderung menonton film horor dengan tingkat
perilaku agresinya lebih rendah dibandingkan film action/laga dan perang.
3. Media film yang digunakan
Media menonton film kekerasan adalah jenis media yang digunakan untuk
menonton film kekerasan. Media menonton film merupakan jenis sarana yang
biasa digunakan untuk menonton film kekerasan. Film memerlukan media lain
untuk dapat ditonton oleh khalayak. Media film dapat berupa proyektor dalam
gedung bioskop, tayangan televisi, DVD/CD yang diputar melalui DVD/VCD
player, komputer/laptop.
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Media Film yang
Digunakan
Media Film yang Digunakan
Televisi
DVD Player
Komputer/Laptop
Bioskop
Lainnya
Jumlah (n)
44
39
9
10
1
Persentase (%)
97,8
86,7
20
22,2
2,2
Tabel 13 menunjukkan media yang umumnya sering digunakan adalah televisi
dan DVD player sebanyak 97,8 persen dan 86,7 persen. Televisi dan DVD player
bukan merupakan barang mewah lagi, hampir setiap responden mempunyai
televisi dan DVD player dirumahnya. Media lainnya yang digunakan adalah
handphone sebanyak 2,2 persen. Handphone yang digunakan terdapat tv tuner
sehingga dapat menonton acara televisi di handphone.
44
4. Akses terhadap film
Akses terhadap film
dibagi menjadi dua yaitu bagaimana cara seseorang
mendapatkan film yang ingin ditonton dan ketersediaan sarana di rumah untuk
menonton film.
a. Cara mendapatkan film
Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Cara Mendapatkan
Film
Cara Responden Mendapatkan
Film
Menyewa
Membeli
Mencopy/Meminjam dari Teman
Menonton di Tempat Teman
Mendowload dari Situs Tertentu
Lainnya
Jumlah(n)
Persentase (%)
9
33
20
16
8
4
20
73,3
44,4
35,6
17,8
8,9
Tabel di atas menunjukkan bahwa umumnya responden remaja
mendapatkan film kekerasan dengan cara membelinya. Hal ini disebabkan
murah dan mudahnya DVD bajakan yang diperjualbelikan. Harga DVD
bajakan yang diperjualbelikan berkisar Rp5000 sampai Rp7000 perkeping.
Tempat menjual DVD bajakan mudah ditemui di dekat sekolah maupun di
sekitar pasar.
b. Sarana yang dimiliki di rumah untuk menonton film
Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sarana yang
Dimilikidi Rumah Untuk Menonton Film Kekerasan
Sarana yang Dimiliki Responden di
Rumah Untuk Menonton Film
Kekerasan
Televisi
DVD Player
Komputer/Laptop
Jumlah(n)
Persentase
(%)
44
41
8
97,8
91,1
17,8
Pada tabel 15 menunjukkan kecenderungan responden remaja yang
memiliki sarana televisi dan DVD player sebanyak 97,8 persen dan 91,1
45
persen. Hal ini dikarenakan televisi dan DVD player bukan merupakan barang
mewah lagi. umumnya responden memilki televisi dan DVD player di
rumahnya.
5. Ikhtisar hubungan antara perilaku menonton film kekerasan dengan jenis
kelamin
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Perilaku Menonton Film Kekerasan
dengan Jenis Kelamin
Perilaku
Menonton Film
Kekerasan
Intensitas
Rendah
Intensitas Tinggi
Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
14
46,7
6
40
n
20
%
44,4
16
30
25
45
55,6
100
53,3
100
9
15
60
100
Total
Tabel di atas memperlihatkan umumnya responden perempuan
menonton film kekerasan dengan intensitas tinggi (60 persen) lebih banyak
dibandingkan responden laki-laki (53,3 persen) sedangkan dengan intensitas
rendah responden laki-laki lebih banyak (46,7 persen) dibandingkan
responden perempuan (40 persen). Keseluruhan responden cenderung
berperilaku menonton film kekerasan dengan intensitas tinggi sebanyak 55,6
persen.
5.3
Perilaku Agresi Remaja
Salah satu dugaan dampak negatif film pada remaja adalah perilaku agresi.
Perilaku agresi menurut Baron (Koeswara, 1988) adalah tingkah laku yang
ditunjukkan untuk melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Perilaku agresif dalam menonton
film kekerasan dapat dilihat dari ekspresi ketika marah, reaksi terhadap perilaku
agresi dari orang lain, tujuan dia berperilaku agresi, dan perasaan yang muncul
setelah berperilaku agresi.
46
1. Cara Responden Mengekspresikan Perilaku Agresi
Tabel
17. Jumlah dan Persentase Responden
Mengekspresikan Perilaku Agresi
Perilaku Agresi
Mengejek
Memaki
Menampar
Memukul
Menendang
Merusak Fasilitas
Umum
Melempar Dengan
Batu
Memukul Dengan
Kayu
Berdasarkan
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
21
70
13
86,7
17
56,7
8
53,3
9
30
6
40
16
53,3
1
6,7
8
26,7
0
0
6
20
1
6,7
n
34
25
15
17
8
7
%
75,6
55,6
33,3
37,8
17.8
15,6
2
6,7
0
0
2
4,4
1
3,3
0
0
1
2,2
Cara
Total
Tabel 17 menunjukkan bahwa umumnya keterlibatan perilaku agresi yang
ditunjukkan adalah perilaku agresi verbal seperti mengejek dan memaki
sebanyak 93,3 persen dan 75,6 persen. Responden laki-laki memiliki intesitas
perilaku agresi lebih tinggi dibandingkan responden perempuan yang terlihat
pada tabel di atas. Responden perempuan cenderung mengekspresikan
perilaku agresi verbal seperti mengejek dan memaki sebesar 86,7 persen dan
53,3 persen. Responden laki-laki cenderung mengekspresikan perilaku agresi
verbal dan perilaku agresi fisik. Perilaku agresi verbal yang cenderung
responden laki-laki ekspresikan adalah perilaku mengejek sebesar 70
persen.Perilaku agresi fisik yang dilakukan responden laki-laki cenderung
memukul (53,3 persen) daripada menampar (30 persen) dan menendang (26,7
persen) sedangkan responden perempuan cenderung melakukan perilaku
agresi fisik menampar (40 persen) daripada memukul (6,7 persen). Responden
juga melakukan perilaku agresi merusak fasilitas umum sebesar 20 persen
untuk responden laki-laki dan 6,7 persen untuk responden perempuan.
Perilaku agresi dengan menggunakan alat hanya terjadi pada responden lakilaki (10 persen) daripada respondenperempuan yang tidak sama sekali.
47
2. Cara Responden Mengeskpresikan Perilaku Agresi Kepada Orang di
Sekitarnya
Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Laki-Laki Berdasarkan Cara
Mengeskpresikan Perilaku Agresi Kepada Orang di Sekitarnya
Perilaku
Agresi
Mengejek
Memaki
Menampar
Memukul
Menendang
Melempar
dengan
batu
Memukul
Dengan
Kayu
Menusuk
Dengan
Pisau
Orangtua
Kakak/Adik
Orang di Sekitar Responden
Saudara Pacar
Teman
Tetangga
n
6
1
0
0
0
0
%
20
3,3
0
0
0
0
n
14
8
1
0
1
0
%
46,7
26,7
3,3
0
3,3
0
n
3
7
3
2
0
0
%
10
23,3
10
6,7
0
0
n
10
4
2
1
0
0
%
33,3
13,3
6,7
3,3
0
0
n
25
10
6
14
6
1
%
83,3
33,3
20
46,7
20
3,3
n
8
1
1
0
0
0
%
26,7
3,3
3,3
0
0
0
Orang
lain
n
%
11 36,7
9
30
6
20
13 43,3
0
0
9
30
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
30
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
6,7
Tabel 18 menunjukkan responden laki-laki cenderung melakukan perilaku
agresi mengejek pada teman (83,3 persen), memaki pada teman (33,3 persen),
memukul pada teman (46,7 persen), menampar dan menendang pada teman (20
persen) sedangkan melempar batu dan memukul dengan kayu pada orang lain (30
persen) lalu menusuk pisau pada orang lain (6,7 persen). Hal ini menunjukkan
responden laki-laki cenderung berperilaku lebih agresi pada orang lain. Pada
orangtua responden laki-laki cenderung melakukan perilaku agresi verbal seperti
mengejek (20 persen) dan memaki (3,3 persen) tapi kepada pacar perilaku agresi
lebih keras mengejek dan memaki bahkan sampai menampar juga. Responden
laki-laki cenderung melakukan perilaku agresi bersifat lebih kejam terhadap
teman dan orang lain.
48
Tabel 19. Jumlah dan Persentasi Responden Perempuan Berdasarkan Cara
Mengeskpresikan Perilaku Agresi Kepada Orang di Sekitarnya
Perilaku
Agresi
Orangtua
Kakak/Adik
Mengejek
Memaki
Menampar
Memukul
Menendang
n
4
0
0
0
0
n
5
3
0
1
0
%
26,7
0
0
0
0
%
33,3
20
0
6,7
0
Orang di Sekitar Responden
Saudara Pacar
Teman
n
2
1
1
0
0
%
13,3
6,7
6,7
0
0
n
3
2
3
0
1
%
20
13,3
20
0
6,7
n
8
3
4
2
0
%
53,3
20
26,7
13,3
0
Tetangga
n
3
0
1
0
0
Orang
lain
n %
1 6,7
3 20
0 0
0 0
0 0
%
20
0
6,7
0
0
Tabel di atas menujukkan responden perempuan melakukan perilaku agresi
umumnya kepada sesama teman. Perilaku agresi yang paling sering ditunjukkan
adalah mengejek teman sebanyak 53,3 persen dan memaki pada teman dan
tetangga (20 persen). Perilaku agresi fisik juga ditunjukkan responden perempuan.
Umumnya perilaku agresi fisik yang ditunjukkan adalah menampar teman (26,7
persen), memukul kakak/adik (6,7 persen), dan menendang pacar (6,7 persen).
3. Reaksi Ketika Ada yang Berperilaku Agresi
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Reaksi Ketika Ada yang
Berperilaku Agresi
Reaksi Ketika Ada yang
Berperilaku Agresi
Mengalah/Tidak Mau Mencari
Keributan
Bertahan/Melindungi Diri
Menyerang/Balas Mengganggu
Mencari Pertolongan
Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
5
16,7
7
46,7
n
12
%
26,7
17
7
1
30
20
12
1
45
44,4
26,7
2,2
100
56,7
23,3
3,3
100
3
5
0
15
20
33,3
0
100
Total
Tabel 20 menunjukkan umumnya reaksi responden ketika ada yang
berperilaku agresi adalah bertahan atau melindungi diri (44,4 persen). Responden
laki-laki cenderung memilih bertahan dan melindungi diri ketika ada yang
berperilaku agresi kepadanya (56,7 persen) sedangkan responden perempuan lebih
memilih mengalah atau tidak mencari keributan (46,7 persen) namun lebih banyak
responden perempuan yang akan menyerang/balas menganggu ketika ada yang
berperilaku agresi (33,3 persen) dibandingkan dengan responden laki-laki (23,3
49
persen) dan tidak ada responden perempuan yang mencari pertolongan ketika ada
yang berperilaku agresi dibandingkan dengan responden laki-laki (3,3 persen).
4. Tujuan Reponden Berperilaku Agresi
Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tujuan Responden
Berperilaku Agresi
Tujuan Berperilaku
Agresi
Membela Diri atau
Teman
Memuaskan Emosi
Mempertahankan
Gengsi
Menghukum/Memberi
Pelajaran
Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
17
56,7
7
46,7
Total
n
24
%
53,3
8
5
26,7
16,7
5
2
33,3
13,3
13
7
28,9
15,6
0
0
1
6,7
1
2,2
30
100
15
100
45
100
Tabel 20 menunjukkan responden laki-laki cenderung memilih membela
diri atau teman (56,7 persen) sebagai tujuan berperilaku agresi daripada
responden perempuan (46,7 persen) namun responden perempuan lebih
bertujuan untuk memuaskan emosi (33,3 persen) dibandingkan responden
laki-laki (26,7 persen) bahkan responden perempuan cenderung memilih
tujuan menghukum/memberi pelajaran (6,7 persen) dibandingkan responden
laki-laki yang tidak sama sekali. Hal ini mungkin disebabkan responden
perempuan yang cenderung sering menonton film kekerasan dibandingkan
responden laki-laki.
5. Adegan Film yang Berkesan Ketika Berperilaku Agresi
Ada sebesar 8,9 persen yang menyatakan cenderung terdapat kesan adegan
film ketika melakukan perilaku agresi. Responden laki-laki lebih banyak
menyatakan kecenderungan ada kesan ketika melakukan perilaku agresi (10
persen) daripada responden perempuan (6,7 persen). Adegan film yang paling
berkesan adalah ketika adegan perkelahian, baik itu memukul atau
menendang.
50
6. Perasaan Responden yang Timbul Setelah Berperilaku Agresi
Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perasaan yang Timbul
Setelah Berperilaku Agresi
Perasaan yang
Timbul Setelah
Berperilaku Agresi
Tidak Tentu
Tidak Ada
Senang
Puas
Menyesal
Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
13
43,3
8
53,3
2
6,7
0
0
2
6,7
0
0
7
23,3
2
13,3
6
20
5
33,3
30
100
15
100
Total
n
21
2
2
9
11
45
%
46,7
4,4
4,4
20
24,4
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa umumnya perasaan responden yang timbul
setelah melakukan perilaku agresi adalah tidak tentu (46,7 persen). Perasaan puas
yang cenderung timbulkan responden laki-laki (23,3 persen) lebih tinggi
dibandingkan responden perempuan (13,3 persen). Perasan senang (6,7 persen)
dan tidak ada (6,7 persen) umumnya lebih ditampilkan responden laki-laki
daripada responden perempuan yang tidak sama sekali sedangkan perasaan
menyesal responden perempuan lebih tinggi (33,3 persen) dibandingkan
responden laki-laki (20 persen). Hal ini mungkin karena perasaan halus yang
dimiliki perempuan dibandingkan laki-laki.
7. Ikhtisar hubungan perilaku agresi dengan jenis kelamin
Tabel 23. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Intensitas Perilaku
Agresi dengan jenis kelamin
Intensitas Perilaku Agresi
Intensitas Rendah
Intensitas Sedang
Intensitas Tinggi
Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perrempuan
n
%
n
%
8
26,7
8
53,3
19
63,3
7
46,7
3
10
0
0
30
100
15
100
Total
n
%
16 35,6
26 57,8
3 6,7
45 100
Tabel 23 menunjukkan bahwa responden laki-laki cenderung intensitas
perilaku agresinya tinggi (10 persen) dibandingkan dengan responden perempuan.
51
intensitas sedang pada perilaku agresi umumnya lebih banyak responden laki-laki
(63,3 persen) dibandingkan responden perempuan (46,7 persen) namun pada
intensitas rendah responden perempuan lebih tinggi
(53,3 persen) daripada
responden laki-laki (26,7 persen).
5.4
Hubungan Antara Perilaku Agresi Remaja denganFaktor Personal
(Jenis Kelamin), Perilaku Menonton Film Kekerasan, dan Faktor
Situasional
Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Antara
Perilaku agresi dengan Jenis Kelamin, Perilaku Menonton Film, dan
Faktor Situsional
Perilaku
Agresi
Intensitas
Rendah
Intensitas
Sedang
Intensitas
Tinggi
Total
Jenis Kelamin
LakiLaki
n
%
8
26,7
Perempuan
n
8
%
53,3
Perilaku Menonton
Film
Intensitas Intensitas
Rendah
Tinggi
n
%
n
%
35 7
9
36
Faktor Situsional
19
63,3
7
46,7
13
65
13
52
4
66,7
21
61,8
1
20
3
10
0
0
0
0
3
12
0
0
0
0
3
60
30
100
15
100
20
100
25
100
6
100
34
100
5
100
Intensitas
Rendah
n %
2 33,3
Intensita
s Sedang
n
%
13 38,2
Intensitas
Tinggi
n %
1 20
Tabel di atas menunjukkan umumnya hanya responden laki-laki yang
mempunyai perilaku agresi dengan intensitas tinggi (10 persen) daripada
responden perempuan namun responden perempuan mempunyai perilaku agresi
dengan intensitas rendah lebih banyak (53,3 persen) dibandingkan responden
laki-laki (26,7 persen). Umumnya hanya perilaku menonton dengan intensitas
tinggi yang memiliki persentase perilaku agresi dengan intensitas tinggi (12
persen) begitu juga dengan faktor situasional hanya yang berintensitas tinggi yang
memiliki persentase perilaku agresi dengan intensitas tinggi (60 persen).
52
Tabel 25. Nilai Korelasi dan Nilai Signifikan Berdasarkan Hubungan Antara
Perilaku agresi dan Faktor yang Mempengaruhi
Faktor yang
Mempengaruhi
Jenis Kelamin
Intensitas Menonton Film
Kekerasan
Jenis Film
Film Action
Kekerasan
Film
Perang
Film horor
Perilaku Menonton Film
Kekerasan
Intensitas Perilaku Agresi
di Lingkungan Keluarga
Intensitas Perilaku Agresi
di Lingkungan Tempat
Tinggal
Intensitas Perilaku Agresi
oleh Teman
Faktor Situasional
Perilaku Agresi
Sig.
0,137
0,555
Value
0,285
0,160
0,399
0,245
0,198
0,243
0,589
0,256
0,145
0.239
0,000*
0,653
0,001*
0,544
0,034**
0,434
0,000*
0,604
Keterangan:
1. Tanda “ * ” menunjukkan hubungan signifikan pada α 0,01
2. Tanda “ ** ” menunjukkan hubungan signifikan pada α 0,05
3. Data dianalisis menggunakan Chi Square test
Dari tabel di atas dapat disimpulkan perilaku menonton film kekerasan tidak
memiliki hubungan signifikan dengan perilaku agresi remaja. Tabel di atas
menunjukkan faktor intensitas perilaku agresi di lingkungan keluarga memiliki
hubungan signifikan dengan perilaku agresi remaja. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
P-Value = 0,000 dengan nilai korelasi 0,653 pada α 0,01 dengan selang
kepercayaan 99 persen sehingga mempunyai hubungan pengaruh di mana semakin
tinggi perilaku agresi di lingkungan keluarga maka semakin tinggi perilaku agresi
yang dilakukan remaja. Faktor intensitas perilaku agresi di lingkungan tempat
tinggal memiliki hubungan signifikan dengan perilaku agresi remaja. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai P-Value = 0,001 dengan nilai korelasi 0,544 pada α 0,01
dengan selang kepercayaan 99 persen sehingga mempunyai hubungan pengaruh.
Faktor intensitas perilaku agresi oleh teman memiliki hubungan signifikan dengan
perilaku agresi remaja.
53
Hal ini ditunjukkan oleh nilai P-Value = 0,034 dengan nilai korelasi 0,434
pada α 0,05 dengan selang kepercayaan 95 persen sehingga mempunyai hubungan
pengaruh. Faktor situasional juga memiliki hubungan signifikan dengan perilaku
agresi remaja. Hal ini ditunjukkan oleh nilai P-Value =
0,000 dengan nilai
korelasi 0,604 pada α 0,01 dengan selang kepercayaan 99 persen sehingga
mempunyai hubungan pengaruh. Faktor jenis kelamin, intensitas menonton film
kekerasan, dan jenis film kekerasan (film action, film perang, dan film horor)
tidak memiliki hubungan signifikan dengan perilaku agresi remaja.
54
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa intensitas remaja
dalam menonton film kekerasan pada umumnya jarang daripada intensitas sering.
Umumnya intensitas sering dalam menonton film kekerasan lebih banyak
responden perempuan dibandingkan responden laki-laki. Sementara jenis film
kekerasan yang lebih sering ditonton adalah film horor. Responden laki-laki
memiliki kecenderungan menonton film horor, film action/laga, film perang, dan
film silat sedangkan responden wanita memiliki kecenderungan menonton film
horor dan film misteri/detektif. Media film yang sering digunakan oleh responden
adalah televisi dan VCD/DVD Player. Pada umumya responden mendapatkan
film kekerasan dengan cara membelinya. Hal ini disebabkan murah dan mudahnya
DVD bajakan yang diperjualbelikan. Harga DVD bajakan yang diperjualbelikan
berkisar Rp5000-Rp7000 perkeping. Tempat menjual DVD bajakan mudah
ditemui di dekat sekolah maupun di sekitar pasar. Sarana yang dimiliki di rumah
untuk menonton film kekerasan adalah televisi dan VCD/DVD Player. Hal ini
disebabkan televisi dan VCD/DVD Player bukan merupakan barang mewah lagi.
Pada penelitian dapat dilihat bahwa responden laki-laki memiliki perilaku
agresi dengan intesitas yang lebih tinggi daripada responden perempuan.
Responden perempuan cenderung mengekspresikan perilaku agresi verbal seperti
mengejek. Responden laki-laki cenderung mengekspresikan perilaku agresi verbal
dan perilaku agresi fisik. Perilaku agresi verbal yang cenderung responden lakilaki ekspresikan adalah perilaku mengejek. Perilaku agresi fisik yang dilakukan
responden laki-laki cenderung memukul sedangkan responden perempuan
cenderung melakukan perilaku agresi fisik menampar. Perilaku agresi dengan
menggunakan alat hanya terjadi pada responden laki-laki.
55
Responden laki-laki cenderung melakukan perilaku agresi bersifat lebih kejam
terhadap teman dan orang lain sedangkan responden perempuan melakukan
perilaku agresi umumnya kepada sesama teman. Umumnya reaksi responden
ketika ada yang berperilaku agresi adalah bertahan atau melindungi diri.
Responden laki-laki cenderung memilih bertahan dan melindungi diri ketika ada
yang berperilaku agresi kepadanya sedangkan responden perempuan lebih
memilih mengalah atau tidak mencari keributan namun lebih banyak responden
perempuan yang akan menyerang/balas menganggu ketika ada yang berperilaku
agresi. Responden laki-laki cenderung memilih membela diri atau teman sebagai
tujuan berperilaku agresi daripada responden perempuan namun responden
perempuan lebih bertujuan untuk memuaskan emosi bahkan responden
perempuan
cenderung
memilih
tujuan
menghukum/memberi
pelajaran
dibandingkan responden laki-laki yang tidak sama sekali. Hal ini mungkin
disebabkan responden perempuan yang cenderung lebih banyak menonton film
kekerasan dengan intensitas sering dibandingkan responden laki-laki. Responden
laki-laki lebih banyak menyatakan kecenderungan ada kesan ketika melakukan
perilaku agresi
daripada responden perempuan. Adegan film yang paling
berkesan adalah ketika adegan perkelahian, baik itu memukul atau menendang.
Umumnya perasaan responden yang timbul setelah melakukan perilaku agresi
adalah tidak tentu.
Perilaku menonton film kekerasan tidak memiliki hubungan signifikan dengan
perilaku agresi remaja. Faktor jenis kelamin, intensitas menonton film kekerasan,
dan jenis film kekerasan (film action, film perang, dan film horor) tidak memiliki
hubungan signifikan dengan perilaku agresi remaja. faktor intensitas perilaku
agresi di lingkungan keluarga memiliki hubungan signifikan dengan perilaku
agresi remaja pada α 0,01 dengan selang kepercayaan 99 persen sehingga
mempunyai hubungan pengaruh, di mana semakin tinggi perilaku agresi di
lingkungan keluarga maka semakin tinggi perilaku agresi yang dilakukan remaja.
Faktor intensitas perilaku agresi di lingkungan tempat tinggal memiliki hubungan
signifikan dengan perilaku agresi remaja pada α 0,01 dengan selang kepercayaan
99 persen sehingga mempunyai hubungan pengaruh.
56
Faktor intensitas perilaku agresi oleh teman memiliki hubungan signifikan
dengan perilaku agresi remaja pada α 0,05 dengan selang kepercayaan 95 persen
sehingga mempunyai hubungan pengaruh. Faktor situasional juga memiliki
hubungan signifikan dengan perilaku agresi remaja pada α 0,01 dengan selang
kepercayaan 99 persen sehingga mempunyai hubungan pengaruh. Berdasarkan
hasil analisis data dengan menggunakan Chi Square dapat disimpulkan bahwa
hipotesis H0 yang menyatakan bahwa perilaku menonton film kekerasan tidak
mempunyai hubungan pengaruh terbukti.
6.2
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat diberikan yaitu:
a. Walaupun berdasarkan penelitian ini perilaku kekerasan tidak memiliki
hubungan terhadap perilaku agresi, pemerintah tetap harus memperhatikan isi
film yang ditampilkan agat tidak mengarahkan remaja kepada perilaku agresi.
b. Orangtua harus menciptakan lingkungan yang tidak sering mengexpos
perilaku agresi baik dalam baik dalam perilaku agresi verbal dan fisik
termasuk juga mengurangi intensitas menonton film kekerasan.
c. Perlunya penelitian yang sama dengan mengambil responden lebih banyak
khususnya remaja-remaja yang benar-benar terlibat dalam perilaku-perilaku
kekerasan yang sudah mengarah pada kriminalitas.
57
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2005. Penghakiman Massa. Jakarta : Erlangga.
Apollo & Djamaludin A. 2003, Hubungan Antara Intensitas Menonton Tayangan
Televisi Berisi Kekerasan, Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga,
Jenis Kelamin, dan Tahap Perkembangan Dengan Kecenderungan
Agrestivitas Remaja, Jurnal SOSIOHUMANIKA, vol.16.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek (Edisi
Kelima). Jakarta: Rineka Cipta.
Atwater, E. (1992). Adolescence. Toronto Canada Inc: Prectice-Hall.
Effendy, Onong. 2001. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Evita, Cecilia. 2007. Hubungan Antara Perilaku Menonton Film Percintaan
Dengan Sikap Remaja Terhadap Perilaku Berpacaran. [Skripsi]. Bogor
[ID]: Institut Pertanian Bogor. 97 hal.
Fagan, R. 2006, Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other
Substance Use Problems and their Family,The Family Journal: Counseling
therapy For Couples and Families, vol.14., no.4, hal. 326-333.
Gunarsa, S. D. 1989. Psikologi Perkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK.
Gunung Mulia.
Hurlock, E.B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta
: Penerbit Erlangga.
Koeswara, E. 1998. Agresi Manusia. Bandung : PT Erasco.
McQuail, Dennis. 1987. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Edisi kedua).
Jakarta: Erlangga.
Mongks, F. J. , Knoers, A. M. P. , & Haditono, S. R. 2000. Psikologi
Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Mulyana, Deddy. 2004. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
58
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Nuryoto, S. 1992. Kemandirian Remaja Ditinjau dari Tahap Perkembangan,
Jenis Kelamin dan Peran Jenis. [Disertasi]. Yogyakarta[ID]: Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Priliantini, A. 2008, Hubungan Antara Gaya Manajemen Konflik Dengan
Kecenderugan Perilaku Agresif Narapidana Usia Remaja Di Lapas Anak
Pria Tangerang, Jurnal Psiko-Edukasi, vol. 6, hal. 10-20.
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi Massa. PT. Remaja Rosda
Karya, Bandung.
Sarwono, Sariito Wirawan. 2004. Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada.
Scheneider, Alexander. A. 1955. Personal Adjusment and Mental Healty. New
York : Holt, Rinehart dan winston.
Sugiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian (Edisi Keenam).Bandung: Alfabeta
Suharto. 2006. Hubungan Pola Menonton Berita Kriminal di Televisi dengan
Perilaku Remaja.[Skripsi].Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 110 hal.
Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Tumengkol, Ida. 2009,Tayangan Kekerasan di Televisi dan Perilaku Pelajar,
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan, vol. 1, no. 10, hal. 88103.
Valentine H, Virgin. 2009. Efek Berita Kriminal Terhadap Perilaku Khalayak
Remaja (Kasus SMP Taman Siswa, Jakarta Pusat). [Skripsi].Bogor [ID]:
Institut Pertanian Bogor. 99 hal.
Widiastuti, Wahyu. 2002, Adegan Kekerasan di Televisi Terhadap Perilaku
Agresif Remaja Perkotaan,Jurnal Penelitian UNIB,vol.VIII , no. 3, hal. 140143.
59
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Satelit SMK Pelita Ciampea
Keterangan:
Gambar dalam lingkaran : SMK Pelita Ciampea
60
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
KUESIONER
HUBUNGAN PERILAKU REMAJA MENONTON FILM KEKERASAN
TERHADAP PERILAKU AGRESIF
Peneliti bernama Nando, merupakan mahasiswa tingkat akhirDepartemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor. Saat ini peneliti sedang menyelesaikan skripsi sebagai
salah satu syarat kelulusan studi.Peneliti berharap anda mengisi kuesioner ini
dengan lengkap dan jujur, identitas dan jawaban anda dijamin kerahasiaannya dan
semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi ini.
Terima kasih atas kesediaan anda mengisi kuesioner ini.
Perilaku agresi adalah perilaku/tingkah laku untuk melukai individu lain atau
menyakiti individu lain atau pengerusakan benda dengan sengaja baik itu secara
verbal, fisik maupun menggunakan alat
Nomor Kode :
Karakteristik individu
1. Nama Lengkap
:
2. Alamat Rumah
:
3. No.Telp/HP
:
4. Usia
:______Tahun
5. Jenis kelamian
: Laki-laki/Perempuan
6. Pendidikan
:______SMK
7. Status sosial ekonomi
a. Pendidikan kepala keluarga
1. Tidak sekolah
2. SD
3. SMP
61
4. SMA
5. Perguruan Tinggi (D1/D2/D3 dan S1/S2/S3)
b. Pekerjaan kepala keluarga
1. Tidak bekerja
2. Pegawai Pemerintah (Polri/TNI dan PNS)
3. Pegawai swasta
4. Wiraswasta (pengusaha dan pedagang)
5. Lainnya, sebutkan_____________
Perilaku Menonton Film Kekerasan
1. Apakah anda pernah menonton film kekerasan seperti film action/laga, perang,
horor, kungfu/silat, thriller, misteri/detektif, atau kriminalitas?
a. Ya
b. Tidak
2. Bila ya, berapa sering anda menonton film tersebut? (tuliskan angka pada
kolom yang tersedia)
a. Tidak pernah
b. Jarang
c. Sering
3. Jenis film apa saja yang anda tonton? (pilihan bisa lebih dari satu)
a. Film action/laga
b. Film perang
c. Film horor
d. Film kungfu/silat
e. Film thriller
f. Film misteri/detektif
g. Film kriminalitas
4. Dari mana anda mendapatkan film tersebut?(pilihan bisa lebih dari satu)
a. Menyewa
b. Membeli
c. Mencopy/meminjam dari teman
d. Menonton di tempat teman
62
e. Mendownload dari situs tertentu
f. Lainnya, sebutkan__________
5. Media yang digunakan untuk menonton film?(pilihan bisa lebih dari satu)
a. Televisi
b. DVD/VCD player
c. Komputer/laptop
d. Bioskop
e. Lainnya, sebutkan_________
6. Sarana apa saja yang anda miliki di rumah untuk menonton film
tersebut?(pilihan bisa lebih dari satu)
a. Tidak ada
b. Televisi
c. DVD/VCD player
d. Komputer/laptop
Faktor Situasional
1. Berapa sering perilaku agresi terjadi di lingkungan keluarga anda?
a. Tidak pernah
b. Jarang
c. Sering
2. Hukuman apa yang diberikan orangtua jika anda berperilaku agresi?
a. Tidak ada
b. Dimarahi
c. Dimaki
d. Dilarang keluar rumah
e. Dipukul
f. Lainnya, sebutkan____________
3. Berapa sering perilaku agresi (perkelahian) terjadi di lingkungan tempat
tinggal anda?
a. Tidak pernah
b. Jarang
c. Sering
63
4. Apakah teman anda sering terlibat dalam perilaku agresi?
a. Tidak pernah
b. Jarang
c. Sering
Perilaku Agresi
1. Biasanya kalau kamu marah bagaimana mengekspresikannya? (pilihan bisa
lebih dari satu)
k) Mengejek
l) Memaki
m) Menampar
n) Memukul
o) Menendang
p) Merusak fasilitas umum
q) Melempar dengan batu
r) Memukul dengan kayu
s) Menusuk dengan pisau
t) Lainnya, sebutkan_________
2. Bagaimana perilaku agresi ketika anda marah dengan objek agresi (berikan
tanda √ pada kolom yang tersedia)
Objek Agresi OT SA SD PR TM TA OL
Perilaku Agresi
Mengejek
Memaki
Menampar
Memukul
Menendang
Merusak fasilitas umum
Melempar dengan batu
Memukul dengan kayu
Menusuk dengan pisau
Lainnya, sebutkan
64
Keterangan:
OT
: Orangtua
TM
: Teman
SA
: Kakak/adik
TA
: Tetangga
SD
: Saudara
OL
: Orang Lain
PR
: Pacar
3. Bila ada orang lain yang berperilaku agresi bagaimana reaksi anda?
a. Mengalah/tidak mau mencari keributan
b. Bertahan/melindungi diri
c. Menyerang/balas mengganggu
d. Mencari pertolongan
e. Lainnya, sebutkan________________
4. Ketika anda berperilaku agresi, biasanya apa tujuan anda berperilaku agresi
a. Membela diri atau teman
b. Memuaskan emosi
c. Mempertahankan gengsi
d. Menghukum/memberi pelajaran
e. Lainnya, sebutkan________________
5. Adakah adegan dari film yang disebutkan diatas yang paling berkesan ketika
anda melakukan perilaku agresi?
a. Ya ada, sebutkan contohnya__________
b. Tidak ada
6. Biasanya setelah berperilaku agresi, perasaan apa yang muncul?
a. Tidak tentu
h. Marah
b. Tidak ada
i.
Menyesal
c. Senang
j.
Takut
d. Puas
k. Kasihan
e. Lengah
l.
f. Bangga
m. Dan, lainnya_______
Benci
g. Sedih
65
Lampiran 3. Pertanyaan Wawancara Mendalam
Panduan wawancara mendalam dengan para informan (kepala sekolah,
guru, staf sekolah, murid, dan alumni)
1. Deskripsikan letak geografis sekolah ini?
2. Deskripsikan situasi dan kondisi sekolah ini?
3. Ekstrakurikuler apa saja yang ada di sekolah ini?
4. Apa sajakah prestasi dan keunggulan sekolah ini?
5. Apakah sekolah ini pernah terlibat kekerasan dengan sekolah lain?
6. Apakah siswa sekolah ini pernah terlibat kekerasan dengan siswa lainnya?
7. Apakah siswa sekolah ini pernah terlibat kekerasan dengan siswa sekolah
lain?
8. Jurusan mana menurut andamemiliki siswa yang paling banyak nakal?
9. Manakah kelas yang menurut anda memiliki siswa yang paling banyak nakal
dari kelas 1-3 SMK?
10. Hukuman apa sajakah yang diberikan sekolah jika ada siswa yang berkelahi
atau tawuran?
66
Lampiran 4. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Jenis
Kelamin Dengan Menggunakan SPSS 17
Case Processing Summary
Cases
Valid
Perilaku Agresi * Jenis
Kelamin
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
45
100.0%
0
.0%
45
100.0%
Crosstab
Count
Jenis Kelamin
Perilaku Agresi
Laki-Laki
Perempuan
Total
intensitas rendah
8
8
16
intensitas sedang
19
7
26
intensitas tinggi
3
30
0
15
3
45
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square
3.981a
2
.137
Likelihood Ratio
4.816
2
.090
Linear-by-Linear
3.880
1
.049
Association
N of Valid Cases
45
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1,00.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.285
45
.137
67
Lampiran 5. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Intensitas
Menonton Film Kekerasan Dengan Menggunakan SPSS 17
Case Processing Summary
Cases
Valid
Perilaku Agresi * Intensitas
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
45
100.0%
0
.0%
45
100.0%
Perilaku Agresi * Frekuensi Crosstabulation
Count
Intensitas
Perilaku Agresi
jarang
sering
Total
intensitas rendah
10
6
16
intensitas sedang
17
9
26
intensitas tinggi
1
28
2
17
3
45
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square
1.176a
2
.555
Likelihood Ratio
1.136
2
.567
Linear-by-Linear
.227
1
.634
Association
N of Valid Cases
45
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1,13.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.160
45
.555
68
Lampiran 6. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Jenis Film
Kekerasan Dengan Menggunakan SPSS 17
Case Processing Summary
Cases
Valid
Perilaku Agresi * FAction
Perilaku Agresi * FPerang
Perilaku Agresi * FHoror
a.
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
45
45
45
100.0%
100.0%
100.0%
0
0
0
.0%
.0%
.0%
45
45
45
100.0%
100.0%
100.0%
Film Action
Crosstab
Count
FAction
Perilaku Agresi
ya
tidak
Total
intensitas rendah
11
5
16
intensitas sedang
16
10
26
intensitas tinggi
3
30
0
15
3
45
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square
1.839a
2
.399
Likelihood Ratio
2.765
2
.251
Linear-by-Linear
.128
1
.720
Association
N of Valid Cases
45
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1,00.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.198
45
.399
69
b. Film Perang
Crosstab
Count
FPerang
Perilaku Agresi
ya
tidak
Total
intensitas rendah
8
8
16
intensitas sedang
13
13
26
intensitas tinggi
3
24
0
21
3
45
Total
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2sided)
df
Pearson Chi-Square
2.813a
2
.245
Likelihood Ratio
3.959
2
.138
Linear-by-Linear
.963
1
.326
Association
N of Valid Cases
45
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1,40.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.243
45
.245
c. Film Horor
Crosstab
Count
FHoror
Perilaku Agresi
Total
ya
tidak
Total
intensitas rendah
12
4
16
intensitas sedang
19
7
26
intensitas tinggi
3
34
0
11
3
45
70
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
1.060a
1.769
.235
2
2
1
.589
.413
.628
45
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,73.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.152
45
.589
71
Lampiran 7. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Perilaku
Menonton Film Kekerasan Dengan Menggunakan SPSS 17
Case Processing Summary
Cases
Valid
Perilaku Agresi * Perilaku
Menonton Film Kekerasan
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
45
100.0%
0
.0%
45
100.0%
Perilaku Agresi * Perilaku Menonton Film Kekerasan Crosstabulation
Count
Perilaku Menonton Film
Kekerasan
intensitas rendah intensitas tinggi
Perilaku Agresi
Total
intensitas rendah
7
9
16
intensitas sedang
13
13
26
intensitas tinggi
0
20
3
25
3
45
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square
2.728a
2
.256
Likelihood Ratio
3.853
2
.146
Linear-by-Linear
.388
1
.533
Association
N of Valid Cases
45
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1,33.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.239
45
.256
72
Lampiran 8. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Intensitas
Perilaku Agresi di Lingkungan Keluarga Dengan Menggunakan SPSS 17
Case Processing Summary
Cases
Valid
Perilaku Agresi * Intensitas
Perilaku Agresi di
Lingkungan Keluarga
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
45
100.0%
0
.0%
45
100.0%
Perilaku Agresi * Intensitas Perilaku Agresi di Lingkungan Keluarga Crosstabulation
Count
Intensitas Perilaku Agresi di Lingkungan
Keluarga
Tidak Pernah
Jarang
Sering
Total
Perilaku Agresi intensitas rendah
3
12
1
16
intensitas sedang
6
20
0
26
intensitas tinggi
0
9
0
32
3
4
3
45
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square
33.480a
4
.000
Likelihood Ratio
19.568
4
.001
Linear-by-Linear
2.932
1
.087
Association
N of Valid Cases
45
a. 6 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,27.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.653
45
.000
73
Lampiran 9. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Intensitas
Perilaku Agresi di Lingkungan Tempat Tinggal
Dengan Menggunakan
SPSS 17
Case Processing Summary
Cases
Valid
Perilaku Agresi * Intensitas
Perilaku Agresi di
Lingkungan Tempat
Tinggal
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
45
100.0%
0
.0%
45
100.0%
Perilaku Agresi * Intensitas Perilaku Agresi di Lingkungan Tempat Tinggal Crosstabulation
Count
Intensitas Perilaku Agresi di Lingkungan
Tempat Tinggal
Tidak Pernah
Jarang
Sering
Total
Perilaku Agresi intensitas rendah
3
13
0
16
intensitas sedang
5
20
1
26
intensitas tinggi
0
8
1
34
2
3
3
45
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square
18.933a
4
.001
Likelihood Ratio
10.185
4
.037
Linear-by-Linear
3.494
1
.062
Association
N of Valid Cases
45
a. 7 cells (77,8%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,20.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.544
45
.001
74
Lampiran 10. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan
Intensitas Perilaku Agresi di Teman Dengan Menggunakan SPSS 17
Case Processing Summary
Cases
Valid
Perilaku Agresi * Intensitas
Perilaku Agresi oleh Teman
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
45
100.0%
0
.0%
45
100.0%
Perilaku Agresi * Intensitas Perilaku Agresi oleh Teman Crosstabulation
Count
Intensitas Perilaku Agresi oleh Teman
Perilaku Agresi
Tidak Pernah
Jarang
Sering
Total
intensitas rendah
2
10
4
16
intensitas sedang
4
18
4
26
intensitas tinggi
0
6
0
28
3
11
3
45
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square
10.444a
4
.034
Likelihood Ratio
9.746
4
.045
Linear-by-Linear
1.049
1
.306
Association
N of Valid Cases
45
a. 6 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,40.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.434
45
.034
75
Lampiran 11. Hasil Chi Square Hubungan Perilaku Agresi Dengan Faktor
Situasional Dengan Menggunakan SPSS 17
Case Processing Summary
Cases
Valid
Perilaku Agresi * Faktor
Situasional
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
45
100.0%
0
.0%
45
100.0%
Perilaku Agresi * Faktor Situasional Crosstabulation
Count
Faktor Situasional
intensitas
rendah
intensitas
sedang
intensitas tinggi
Total
Perilaku Agresi intensitas rendah
2
13
1
16
intensitas sedang
4
21
1
26
intensitas tinggi
0
6
0
34
3
5
3
45
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square
25.828a
4
.000
Likelihood Ratio
15.489
4
.004
Linear-by-Linear
3.621
1
.057
Association
N of Valid Cases
45
a. 7 cells (77,8%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,33.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value
Approx. Sig.
.604
45
.000
76
Lampiran 12. Daftar Nama Responden dan Alamat Rumah
Nama Responden
Alamat Rumah
1. M. Sarmin
Kp. Pasar Rebo
2. M. Roni Raslah
Kp. Pasar Rebo
3. Dede Kurnia
Kp. Bengle
4. Yudiansyah
Kp. Sinangar RT/RW 03/06
5. Irwan Firyzen
Kp. Cikupa
6. Agung Mulyana
Kp. Situdaun
7. Ridwan Arifin
Cibanteng
8. Nendi Sukardi
Cibanteng
9. M. Dede Yusuf
Kp. CNN Bahbengket
10. Angga Wijaya
Kp. Cikupa
11. Irnawati
Kp. Temi Ciampea
12. Syifa Anggraeni
Jl, Cikampak
13. Ristika Sari
Ci Bungbulang
14. Nita Amalia
Desa Situ Daun
15. Sri Yani
Desa Cikupa
16. Anisa Isnaenni
Kp. Hj. Mustofa
17. Widia Wati
Kp. Hj. Abas
18. Novianti
Kp. Sempur
19. Desi Rahmawati
Jl. Raya Warung Borong
20. Erma Wati
Ciampea
21. M.Irfan
Kp. Ciproy
22. Fahmi
Cibanteng
23. Idham Khulid
Cibanteng
24. Ray Makmur
Ciampea
25. Rudi
Kp. Darut Tapsir
26. Janwar
Kp. Carang Pulang
27. Samsul Hidayat
Kp. Cikupa
28. Riko
Jl. Cibanteng Bengket
29. Indra Darmawan
Pabuaran Kulon
30. Kamaludin
Ciproy
77
Nama Responden
Alamat Rumah
31. Fajar Hasan
Cibanteng Proyek
32. Abdurahman
Cibanteng
33. Hardiansyah
Jl. Cibanteng Bahbengket
34. Candra
Kp. Paku Desa Sadeng
35. Muchlis
Kp. Cimanggu I
36. Sudarmansyah
Jl. Raya Cibung-bulang Kp. Kelapa
37. Hendra Mardiansyah
Jl. Cempiang Raya
38. Ropiku Jarji
Jl. Kh. Abdul Hamid
39. Asep Kamaludin
Cibanteng Darut Tafsir
40. Deck Kamal
Kp.Cicadas II
41. Mega
Jl. Raya Lw. Liang
42. Ade Linda
Jl. Babakan Raya
43. Linda Rohmatia
Jl. Cibatok
44. Yuli Astuti
Ciherang Gede
45. Melda Sari
Jl. Galuga
78
Download