Term of Reference (ToR) SEMINAR NASIONAL XXV AIPI “INDONESIA DAN TANTANGAN POLITIK PASCA­PEMILU 2014” Demokrasi Indonesia akan mengalami ujian kematangan yang substansial pada tahun 2014 ini karena seluruh warganegara yang memiliki hak pilih akan berkesempatan untuk memilih anggota legislatif dan juga presiden baru. Dengan adanya ketentuan konstitusional mengenai pembatasan periode kepresidenan, maka incumbent saat ini tidak akan bisa untuk berkompetisi lagi. Karena itu, pemilihan presiden menjadi Seminar Nasional momentum suksesi politik demokratik yang diharapkan dapat AIPI XXV melahirkan pemimpin nasional yang lebih berkualitas dan sesuai dengan kehendak rakyat. Melalui pembaruan kepemimpinan nasional tersebut, diharapkan pula muncul beragam gagasan, Jakarta, 19-02-2014 program, dan metode pembangunan baru yang lebih efektif dan efisien dalam menyelesaikan berbagai persoalan mendasar bangsa seperti kemiskinan, ketertinggalan, rendahnya kecerdasan, hingga langkanya lapangan kerja formal. Pemilu 2014 menjadi sangat penting karena demokrasi Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan sejarah yang sangat menentukan masa depan negara‐bangsa kita yang relatif masih bertumbuh dan berevolusi politiknya. Sejak reformasi yang berhasil menurunkan rejim otoritarian di tahun 1988, demokrasi hadir pada tataran kelembagaan dan elektoral yang sangat progresif. Berbagai lembaga negara dan quasi‐ state maupun auxiliary state institutions dibentuk untuk mendukung demokrasi dan jalannya pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Ada lebih dari 110 lembaga negara non‐struktural dan non‐kementerian yang kesemuanya dibiayai anggaran negara, selain lembaga negara baru seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Dari sisi kontestasi elektoral, pemilihan presiden dan kepala daerah langsung telah dijalankan sejak 2004 dan 2005 dan pemilihan legislatif juga semakin bersifat individual karena diterapkannya prinsip suara terbanyak dalam penentuan kursi di daftar caleg untuk masing‐masing partai peserta pemilu. Akibatnya, ledakan euforia elektoral terjadi dengan akibat mulai dari munculnya puluhan partai politik hingga ribuan pemburu kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif yang banyak di antaranya bertarung secara Machiavellian demi sekedar menang, berkuasa, dan berakhir di penjara. Seiring dengan eksplosi demokrasi itu, muncul pula berbagai paradoks dan ekses yang mengancam tidak saja nilai‐nilai universalitas dan legitimasi demokrasi, tapi juga keutuhan negara‐bangsa Indonesia. Demi kemenangan elektoral, pragmatisme politik dan money politics menjadi panglima bagi para zoon politikon, sehingga politik yang berlandaskan prinsip‐prinsip demokrasi seperti fairness, equality, partisipasi, dan akuntabilitas menjadi semakin langka. Di sisi lain, penetrasi kekuatan politik di aparatur negara juga semakin menampakkan efek buruknya bagi birokrasi yang seharusnya professional, netral, imparsial, dan melayani. Birokrasi menjadi arena politisasi untuk 1 kepentingan‐kepentingan sempit para office holders di pusat maupun daerah. Hal ini tentu menyumbang pada semakin parahnya problematika sosial‐politik yang terjadi sehingga tidak mengherankan di tengah berbagai peluang dan potensi yang ada, kemajuan kemakmuran rakyat Indonesia tidak bisa optimal, dan bahkan tidak bisa semakin adil karena melebarnya jurang kesenjangan ekonomi. Karena Pemilu 2014 akan melahirkan pemimpin baru, dan bahkan mungkin rejim pemerintahan baru, maka perlu adanya pembahasan yang mendalam mengenai hal‐hal mendasar terkait kekuasaan baru yang terbentuk nantinya. Apa prioritas kerja yang harus dipilih? Apa yang akan dicapai dalam periode kekuasaan ini? Apa yang mestinya dipercepat untuk mengubah berbagai tantangan dan kendala menjadi kesempatan untuk maju? Apa grand design pemerintahan baru dalam konteks pemajuan kepentingan politik nasional di tengah agenda politik regional/ internasional? Bagaimana pemerintahan baru nanti harus mengantisipasi perubahan‐perubahan eksternal dan terlebih lagi dinamika sosial sebagai akibat dari seringnya negara tidak hadir di masyarakat? Untuk itu, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) memandang perlu diadakannya Seminar Nasional XXV yang bertema “Indonesia dan Tantangan Politik Pasca‐Pemilu 2014”, untuk menggali perspektif dan jawaban terhadap persoalan‐persoalan besar yang akan dihadapi pemimpin baru Indonesia pasca pemilu 2014. Seminar akan dihadiri oleh Pengurus Cabang AIPI se‐Indonesia, Anggota AIPI, kalangan akademisi dan pemerhati politik, anggota DPR/DPRD, anggota DPD, politisi partai politik, LSM, wartawan, dosen, mahasiswa, dan pemangku kepentingan lain. Pelaksanaan seminar nasional ini akan diadakan pada: Hari/tanggal : Rabu, 19 Februari 2014 Waktu : Jam 08.30 – 16.15 WIB Tempat : Auditorium LIPI, Lt. 2 Jalan Jendral Gatot Subroto, Kav. 10 Jakarta Selatan Susunan Acara Seminar Nasional XXV AIPI Waktu Acara 09.00‐09.15 Menyanyikan Indonesia Raya 09.15‐09.30 Pembukaan: Ketua Umum PP AIPI, Dr. S.H. Sarundajang 09.30‐11.00 TANTANGAN POLITIK DAN KEAMANAN 09.30‐09.50 Sub tema: Tantangan Domestik Pembicara: Dr. J. Kristiadi* 09.50‐10.10 Sub tema: Tantangan lingkungan Strategis ASEAN dan Asia Pasifik. Pembicara: Dr. Adriana Elisabeth 10.10‐11.00 Diskusi Moderator: Irine H. Gayatri, S.Sos., MA 11.00‐12.30 TANTANGAN REFORMASI KELEMBAGAAN 2 11.00‐11.20 11.20‐11.40 11.40‐12.30 12.30‐13.30 13.30‐14.00 14.00‐14.30 14.30‐15.30 15.30‐16.00 16.00‐16.15 Sub Tema: Sistem Politik dan Pemerintahan Pembicara: Prof. Dr. Syamsuddin Haris Sub tema: Desentralisasi, Otonomi Daerah dan Integrasi Nasional Pembicara: Prof. Dr Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng)* Diskusi Moderator: Dr. Nurliah Nurdin ISOMA TANTANGAN KEDAULATAN EKONOMI DI TENGAH ARUS GLOBALISASI Pembicara: Dr. Hendri Saparini Diskusi Moderator: Drs. M. Ichsan Loulembah TANTANGAN KEPEMIMPINAN POLITIK YANG BARU Pembicara: 1. Dr. Nico Harjanto 2. Nurul Arifin, M.Si 3. Dr. Bima Arya 4. Dr. H. M. Jusuf Kalla* Diskusi Moderator: Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA Penutupan: Ketua Umum PP AIPI/Sekjen PP AIPI *) dalam konfirmasi 3