Boks2. Pengaruh Cuaca Terhadap Inflasi Komoditas Ikan Segar dan Bumbu-Bumbuan Laju inflasi Kota Palu pada tahun 2011 tercatat sebesar 4,47%, atau lebih rendah dibandingkan angka inflasi tahun sebelumnya. Angka inflasi di kota Palu pada 2011 tersebut merupakan angka inflasi terendah dalam 11 tahun terakhir. Rendahnya pencapaian inflasi pada tahun 2011 didorong oleh terkendalinya inflasi kelompok bahan makanan. Sementara itu berdasarkan hasil tracking inflasi bulanan, kota Palu pada 2011 tercatat mengalami inflasi sebanyak sembilan kali dan tiga kali tercatat mengalami deflasi. Pada periode tersebut kelompok bahan makanan tercatat lima kali mengalami deflasi dan sisanya mengalami inflasi. Deflasi tertinggi pada kelompok bahan makanan terjadi pada September 2011 yakni sebesar -7,80%, sementara inflasi tertinggi terjadi pada Desember yakni sebesar 5,54%. Selama 2011 tercatat hanya dua kali terjadi perbedaan arah pergerakan inflasi kelompok bahan makanan dengan inflasi total. Kuatnya keterkaitan inflasi kelompok bahan makanan dengan inflasi total juga tercermin dari derajat keeratan hubungan (korelasi) sebesar 93,9%. Kondisi tersebut pada dasarnya disebabkan oleh dua faktor yakni, yang pertama, kelompok bahan makanan memiliki bobot perhitungan inflasi terbesar dibandingkan dengan kelompok lain. Kondisi tersebut tidak terlepas dari fakta bahwa lebih dari separuh pengeluaran masyarakat Sulawesi Tengah digunakan untuk membeli kebutuhan pangan 1. Semakin besar proporsi pengeluaran untuk komoditas tertentu maka akan semakin besar pula bobot komoditas tersebut dalam perhitungan inflasi. Faktor kedua adalah harga kelompok bahan makanan relatif sangat fluktuatif (volatile) karena sangat dipengaruhi oleh cuaca dan bersifat musiman (ketika musim panen produksi berlimpah, dan sebaliknya). Dengan demikian upaya pengendalian harga komoditas pada kelompok bahan makanan memiliki nilai yang strategis karena memiliki bobot pengitungan yang besar dan relatif sangat volatile. Berdasarkan rata-rata bobot inflasi tahun 2011, lima besar sub kelompok komoditas pada kelompok bahan makanan adalah sub kelompok komoditas padi-padian umbi-umbian; sub kelompok komoditas ikan segar; sub kelompok bumbu-bumbuan; sub kelompok daging; dan sub kelompok lemak dan minyak. Mengingat inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh bobot, maka perlu dilihat tingkat volatilitas/fluktuasi harga pada sub kelompok dimaksud. Tingkat fluktuasi harga dapat diukur berdasarkan angka standar deviasi, semakin besar angka standar deviasi maka tingkat 1 Angka sementara Hasil Susenas BPS pada bulan Agustus 2011 menunjukan bahwa jumlah pengeluaran rata-rata perkapita dalam sebulan penduduk Sulteng adalah Rp539.076,-, dari jumlah tersebut sebesar Rp287.260,- digunakan untuk membeli bahan makanan. fluktuasinya semakin tinggi. Berdasarkan data pada lima tahun terakhir diperoleh angka standar deviasi dari sub kelompok komoditas di atas sebagai berikut : Sub Kelompok Komoditas Kode 10100 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 10300 Ikan Segar 10900 Bumbu - bumbuan 10200 Daging dan Hasil-hasilnya 11000 Lemak dan Minyak Bobot Inflasi 7.32 5.04 2.43 2.36 2.07 Sub Kelompok Komoditas Kode 10900 Bumbu - bumbuan 10300 Ikan Segar 10100 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 10200 Daging dan Hasil-hasilnya 11000 Lemak dan Minyak Standar Deviasi 13.76 11.44 2.70 2.93 3.86 Dalam jangka pendek bobot komoditas tidak akan mengalami perubahan signifikan karena menyangkut pola konsumsi masyarakat yang sulit berubah. Dan bobot ini akan berubah dalam kurun waktu lima tahun, setelah BPS melakukan survei biaya hidup. Dengan demikian pengendalian inflasi kelompok bahan makanan lebih difokuskan pada pengendalian fluktuasi harga. Berdasarkan tabel di atas, inflasi pada sub kelompok komoditas bumbu-bumbuan dan ikan segar tercatat paling berfluktuatif dibandingkan dengan sub kelompok komoditas lain sehingga harus menjadi fokus perhatian dalam kerangka pengendalian inflasi kota Palu. Komoditas beras yang termasuk dalam sub kelompok padi-padian umbi-umbian dan hasilnya harus tetap diperhatikan karena memiliki bobot penghitungan paling besar, meskipun tingkat fluktuasi harganya relatif rendah,. Selanjutnya berdasarkan data inflasi bulanan sub kelompok ikan segar dalam tiga tahun terakhir terdapat kecenderungan bahwa fluktuasi harga ikan segar semakin lebar pada semester kedua. Pada periode tersebut curah hujan di sekitar Sulawesi Tengah cenderung meningkat yang berdampak pada berkurangnya aktivitas nelayan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di bidang kelautan, jumlah hasil tangkapan ikan pada saat musim kemarau (angin timur) cenderung lebih tinggi dibandingkan pada saat musim penghujan (angin barat). Hal tersebut dikarenakan pada saat musim angin timur, gelombang laut relatif lebih tenang sehingga efektifitas dan aktivitas kegiatan penangkapan ikan lebih optimal. Sementara itu harga sub kelompok bumbu-bumbuan relatif lebih sulit ditebak arah pergerakannya. Hal ini dikarenakan komoditas yang termasuk dalam sub kelompok bumbubumbuan seperti cabe merah, cabe rawit, bawang merah, tomat, bawang putih, dll memiliki pola tanam yang berbeda-beda dan beberapa diantaranya didatangkan dari luar daerah yang rentan terhadap gangguan cuaca/distribusi dalam proses pengiriman. Tanaman cabe dan tomat dapat dipanen berulang kali, sementara bawang merah dan bawang putih dipanen satu kali per musim tanam. Selain itu dalam penggunaan sehari-hari, bumbu-bumbuan sifatnya komplementer antara satu dengan yang lain, sementara komoditas ikan lebih cenderung bersifat subtitutif (misalnya: ketiadaan ikan bandeng dapat diganti ikan air air tawar). Berdasarkan gambaran di atas, dengan memperhatikan kondisi bahwa inflasi kota Palu lebih banyak dipengaruhi oleh pergerakan harga pada kelompok bahan makanan, maka kegiatan pengendalian inflasi kota Palu hendaknya difokuskan pada upaya untuk mengurangi tingkat fluktuasi harga yang terjadi. Tanpa bermaksud mengecilkan berbagai permasalahan yang terjadi pada komoditas beras yang memiliki bobot penghitungan terbesar, maka fokus perhatian selanjutnya hendaknya diberikan terhadap komoditas ikan segar dan bumbu-bumbuan yang selama ini sangat fluktuatif. Langkah yang ditempuh oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulteng dengan memberikan bantuan 55 unit kapal penangkap ikan belum lama ini merupakan contoh konkret upaya Pemerintah untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan yang akan berdampak pada keberhasilan pengendalian harga ikan khususnya. Selain itu dengan memperhatikan kondisi dalam tiga tahun terakhir dimana harga ikan segar cenderung meningkat pada semester II, maka perlu dilakukan pengaturan masa panen komoditas perikanan budidaya, dengan harapan dapat mengurangi tekanan kenaikan harga ikan tangkap/laut di pasaran. Terkait upaya pengendalian harga bumbu-bumbuan, maka alternatif upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mendorong petani untuk mengatur pola tanam komoditas holtikultura khususnya cabe, tomat dan bawang. - 00 -