usus h - DoCuRi

advertisement
Nadia Bella Roselina
1102013197
B-1
Sasaran Belajar
1. Memahami dan menjelaskan anatomi
1.1 Makroskopik
Intestinum Tenue (usus halus)
Asal kata : intestinum = usus; Tenue = halus
Terdiri dari
Doudenum (usus duabelas jari; doudenos = duabelas
kali)
Panjang duodenum 12 jari atau 25cm, melengkung
seperti huruf C sehingga dapat dibedakan
 Pars superior duodeni
 Pars descendens duodeni
 Pars inferior duodeni, dapat dibedakan :
o Pars horizontalis
o Pars ascendens
Pada Duodenum bermuara
 Ductus pacreaticus accessories / minor (Sartorini, tidak selalu ada)
 Ductus pancreaticus major (Wirsungi), serta ductus choledochus.
Didalam dinding papilla doudeni major terdapat suatu rongga disebut ampulla yang
dindingnya terdapat suatu otot yaitu m.spinchter Oddi, yang melingkar. Bila
berkonstraksi dapat menutup muara bersama ductus tersebut
Intestinum jejunum & Intestinum ileum
 Intestinum jejunum : usus kosong; jejunus = kosong
 Intestinum ileum : usus berkelok-kelok; ilien = memutar
 Panjangnya sekitar 6 meter
 Selain duodenum, 2/5 proximal usus intestinum tenue merupakan bagian jejunum, 3/5
distal sisanya merupakan ileum
 Dalam intestinum ileum terdapat kumpulan noduli solitarii sehingga terbentuk laminae
disebut noduli agregat atau plaques peyeri, disini tidak ada villi dan letaknya berhadapan
dengan alat penggantung ileum.
 Kadang-kadang satu meter dari akhir ileum terdapat suatu tonjolan sisa ductus
omphaloenterius disebut diverticulum ilie, yaitu saluran yang menghubungkan umbilicus
dengan ileum. Bila setelah lahir masih ada disebut fistula umbilicalis.
 Diameter jejunum cenderung lebih besar daripada ileum
 Mesentrium jejunum cenderung lebih tebal dari pada ileum
 Arteriae : berasal dari A.mesentrica superior, cabang –cabangnya membentuk anyaman
yaitu arcade jejunalis da ilei A.ileocolica menuju bagian bawah ileum
 Vena : senama dengan arteri

Inervasi : simpatis dan parasimpatis berasal dari N. Vagus dari plexus mesentricus
superior
Intestinum Crassum (Usus Besar)
Intestinum Crassum (crasum = tebal) , dibagi dalam colon dan intestinum rectum
Colon dapat dibagi dalam :
 Colon ascendens, dimulai dari caecum. Pada ujujng caecum berbuara bagunan kecil
berupa pipa menyerupai cacing disebut appendix vermiformis
 Colon transversum
 Colon descendens
 Colon sigmoideuim
Caecum





Seperti kantong dengan ujung buntu menonjol kebwah
Terletak pada region ileaca dextra
Dibagian bawah terdapat juncture ileocolica tempat bermuaranya ileum
Panjangnya sekitar 6cm
Pada sisi media bawah caecum terdapat appendix vermiformis:
o Bentuk seperti cacing dengan panjang 8-13 cm
o Pada orang mati dapat ditemukan beberapa tipe:
 Post caecalis (65%), terletak dibelakang caecum
 Diescending = pelvic type (31%), terletak dibawah ileum
 Subcaecalis (2,6%), terletak dibawah caecum
 Ante ilei (1,0%), terletak didepan ileum
 Post ilei (0,4%) terletak di belakang ileum
o Letak diregio iliaca
o Pada orang hidup dapat ditemukan semua type, karena caecum selalu
berkontraksi sehingga ujung appendix berubah-ubah, sedangkan pada orang
mati tetap
o Pada orang hidup dapat ditemukan 2 type:
 Mobile type, bias berubah-ubah dapat ditemukan pada semua type
 Fixed type, tetap dapat ditemukan bila ujung appendix pada
peritoneum dan type retrocaecal
o Appendix punya penutp peritoneum yang lengkap pada bagian bawah usus
halus diesbut mesiappendix
o Cara pemeriksaan appendix verniformis dengan sepertiga titick MC. Burney
o Letak taenia pada colon transversum :
 Perlekatan alat penggantung dibelakang disebut taenia mesocolica
 Perletakatan omentum majus dimuka disebut taenia omentalis
 Diding caudal tidak ada alat yang melekat disebut taenia libera
o Taenia ini, berkas longitudinale, karena lebih pendek dari stratum circulare,
mengakibatkan stratum circulare melipat-lipat. Lipatan keluar disebut haustra
dan lipatan kedalam disebut plica semilunaris.
o Lekuk diantara haustra disebut incisura
o Pada caecum dilengkapi valvula ileocolica (valvula ileocaecalis) yang terdiri
dari labium superios dan labium inferior. Labium ini dibentuk oleng lipatan
stratum circular eke ventral dan dorsal membentuk frenulum
1.2 Mikroskopik
Intestinum Tenue
•
•
•
•
•
Panjang : ± 23 kaki (± 7 m)
Terdiri dari : duodenum, jejunum dan ileum
Dinding terdiri dari 4 lapisan, sesuai pola saluran cerna
Susunan intestinum tenue dibuat khusus untuk mencerna absorbsi
Untuk memperluas permukaan absorbsi terdapat struktur :
1. Plica semicircularis Kerkringi
 Merupakan lipatan permanen yang berjalan spiral atau
melingkar terdiri atas seluruh tebal mukosa dengan
submukosa di bagian tengahnya.
 Tiap lipatan dapat melingkari 2/3 atau lebih lumen usus,
tetapi jarang melingkari seluruh lumen usus.
 Berkembang secara maksimal pada akhir duodenum dan
pada bagian proksimal jejunum, setelah itu berkurang
dan menghilang pada setengah bagian distal ileum.
2. Villi intestinalis
Penonjolan pada mukosa, ½ - 1½ mm yang terdiri
dari l. propria dan dibatasi epithel pada permukaannya
epithel pada permukaannya
• Pada duodenum, lebar spt daun
• Pada jejunum, lbh halus mirip jari
• Di dasar villi terdapat muara-muara kelenjar
berbentuk sumur-sumur disebut Crypti
Lieberkuhn
• Kelenjar ini merupakan tubulosa simplex,
terbentang sampai mencapai muscularis mucosa
Lamina propria villi :
 Jar reticular halus, dgn sedikit serat elastin & collagen
 Terdapat sel-sel lymphosit, netrophyl, plasmocyte & macrophag
 Di tengah villi tdpt pembuluh lymph, besar, tunggal, ujung buntu, disebut
pembuluh lacteal

Juga terdapat jala kapiler darah plexus saraf dan serat-serat mus cular polos
berasal dari permukaan dalam muscularis mucosa
3. Microvilli
Tonjolan-tonjolan dinding sel ke permukaan lumen merupakan brushborder
 Masing-masing mikrovili diliputi oleh membran plasma, yang lapisan luarnya
dilengkapi dengan jala filamen halus yang memberi gambaran “kabur”.
 Selubung filamen ini mengisi ruang –ruang antar mikrovili dan ujung-ujungnya ,
membentuk suatu lapisan permukaan yang tidak terputus-putus, mengandung
glikoprotein, dan tahan terhadap bahan proteolitik dan mukolitik.
Tunica mucosa
Epithel usus halus à epithel selapis, silindris terdiri dari :
- Sel absorbtif
 Terletak di atas lamina basal
 Intinya lonjong dan terletak di bagian basal sel
 Tiap sel mempunyai batas yang bergaris (“striated border”) atau berbentuk sikat
(“brush border”) yang terdiri atas mikrovili berjajar dan berhimpitan.
 Lapisan glikoprotein dibentuk oleh sel-sel silindris dan mengandung enzim-enzi,
pencernaan seperti disakarida dan dipeptidase yang memecah gula dan peptida
 Sel silindris juga membentuk enzim fosfatase alkali dan enterokinase yang terdapat
pada lapisan permukaan.
-
Sel Goblet
Tersebar diantara sel-sel absorbtif, makin ke distal usus halus makin banyak. Kelenjar
Unicellular. Mensekresikan mucus. Memberikan reaksi PAS +
 Tersebar di antara sel-sel silindris
 Jumlahnya bertambah dari duodenum sampai ujung ileum.
 Pada umumnya dasar sel ramping berwarna gelap dan berisi inti.
 Puncaknya mengembung berbentuk khusus karena kumparan butir-butir sekret mukus.
 Seperti sel silindris, sel goblet bermigrasi dari kriptus ke vilus
 Kemudian semakin banyak butir sekret yang ditimbun, bentuk selnya makin
menyerupai piala, dan dilepaskan diujung vilus.
-
Sel enteroendocrine
Mengeluarkan peptida pengatur aktif yang berhubungan dengan sekresi lambung, motilitas
intestinal, sekresi pankreas, dan kontraksi kandung empedu.
Tersebar diantara sel-sel absortif dan sel goblet:
 Sel gastrinintestinal pada vili dan kriptus
 Sel penghasil somastatin (sel D)  sepanjang usus halus
 Sel penghasil cholecystokinine (sel I)  crypti duodenum dan jejunum
 Sel penghasil enteroglucagon/glycentine (sel L)  pada mucosa jejunum dan ileum
 Sel enterochromaffin sel EC1)  sepanjang mukosa usus halus , penghasil serotonin
dan substan P
 Sel K paling sering terlihat pada crypti duodenum dan jejunum, mengahsilkan
gastric inhibitory peptide.
-
Sel Paneth
Terdapat pada dasar crypti Lieberkuhn. Berbentuk piramid, inti di basal dengan granula
sekretorik sangat eosinophyl yang terdapat supranuclear. Fungsi dan mekanisme pelepasan
granula belum diketahui
 Ditemukan hanya pada dasar cryptus usus halus
 Berbentuk piramid dengan dasar lebar dan puncak sempit
 Sel paneth menghasilkan lisozim suatu enzim yang mencerna dinding sel bakteri
tertentu , dan agaknya berkemampuan memfagositosis bakteri tertentu.
 Walaupun fungsinya belum diketahui dengan pasti, ia mungkin mengatur flora
mikrobial usus.
 Sel paneth dewasa mengandung banyak granula dan terletak di dasar kriptus
 Sel yang kurang dewasa terletak agak tinggi pada kriptus
 Pergantian sel paneth lebih lambat (30-40 hari) dibanding dengan sel silindris atau sel
goblet.
Lamina propria
• Jaringan ikat reticular jarang
• terdapat diantara kelenjar intestinal dan di tengah vilus.
• Digambarkan sebagai jaringan ikat longgar yang menjurus ke arah limfoid.
• Di dalam jala serat retikulin terdapat sel retikular primitif denga inti besar, lonjong, dan
pucat, limfosit, makrofag dan sel plasma.
• Terdapat sel limphocyte kecil, lymphonodulus soliter, dengan atau tanpa sentrum
germinativum
• Makin kedistal nodulus bertambah besar dan bertambah banyak. Membentuk agregat
besar terdiri dari 20/lebih lymphonodulus disebut plaques Peyeri
• Dari sudut pandang imunologik, lamina propria adalah penting dengan sel limfosit dan
makrofag sebagai sawar antara tubuh dan antigen, mikroorganisme dan bahan asing
lainnya yang selalu ada di dalam lumen usus.
Tunica muscularis mucosa
• Dua lapis tipis, sebelah dalam sirkular, sebelah luar longitudinal
• Diterobos pembuluh darah dan limf, duktus, saraf otonom, plexus Meissneri
Tunica submucosa
• Jaringan ikat jarang, pembuluh darah, pembuluh lymph
• Plexus Meissneri
• Kelenjar Brunner :
- Kelenjar tubulosa bercabang complex
- Berkembang paling baik pada duodenum
- Sel-sel mukosa, mensekresi lendir
Tunica muscularis externa
Ada 2 lapisan :
• Lapisan dalam, circular
• Lapisan luar, longitudinal
Diantara keduanya sering terdapat ganglion parasimpatis, plexus myentericus Auerbach à
motor inervasi peristaltic
Tunica serosa
Terdiri dari any peny jarang yang dilapisi oleh mesothelium, kecuali bagian retroperitoneal
duodenum ditutupi tunica adventitia
Duodenum
• Usus 12 jari, panjang ± 25 cm
• Tidak mempunyai mesenterium
• Tempat muara ductus empedu dan pancreas
• Villus berbentuk daun, Σ ± 40/mm2
• Bagian depan diliputi serosa dan bagian belakang diliputi adnventitia
• Submucosa mgd kel Brunner, Tubulosa bercabang-cabang berkelok-kelok. Tersusun
dalam lobuli. Ductus menembus m. mucosa bermuara ke dalam cryptus Lieberkuhn
Jejunum
•
•
•
•
•
Ileum
•
•
•
•
•
Paling panjang, 2,5 – 3 mm
Mesenterium menggantung pada bgn posterior rongga abdomen
Di proximal villi, bentuk spt lidah, makin ke distal bentuk seperti jari dan lebih panjang
Tidak ada kel Brunner dan plaque Peyeri
Plica semicircularis tinggi mudah dikenal
Panjang 4 – 4,5 m
Villi intestinalis kurus-kurus
Sel Goblet amat banyak
Plica semicircularis pendek
Seperti jejunum juga digantung kan pada mesenterium
Ciri : banyak mgd lymphonoduli agregati (plaque Peyeri) di dalam l. propria menembus sampai
submucosa. Letaknya pada arah berlawanan dgn mesenterium. Lymphonoduli berbentuk buah
pir, kubah menonjol ke arah
Lumen. Bila nodulus mencapai lumen, biasanya tidak diliputi villi, tetapi oleh epithel selapis
yang disebut epithel kubah. Epitel kubah terdiri dari sel khusus yang berfungsi untuk transport
antigen dari lumen usus ke lapisan bawah lymphonodulus, disebut Associated Follicle epithelium
(M cell), berbentuk cuboid.
Colon (Usus besar)
Tunica mucosa
Tidak mempunyai villi, permukaan relatif rata
Sel epithel :
- Sel absorbtif, silindris, brushborder lbh pendek dari usus halus
- Sel Goblet jauh lbh banyak, makin ke distal makin banyak
Lamina propria
Nodulus soliter, lbh besar, lbh banyak sering menonjol kedalam
Lieberkuhn lebih panjang dan lebih lurus
Muscularis mucosa 2 lapis : Lap dalam sirc, lap luar long
submucosa. Crypti
Tunica submucosa
• Terdiri dari any peny jarang tanpa kelenjar
• Pada lapisan lebih dalam terdapat plexus
Meisner
Cryptus
Tunica muscularis
• Lap dalam circular
• Lap luar longitudinal, membentuk penebalan
N. Lymphaticus soliter
berbentuk pita di 3 tempat (Taenia coli) selebar 1
cm
• Taenia lbh pendek dari lapisan lapisan sebelah dalamnya à terbentuk lipatan2 kearah
lumen dan kantong2
Apendiks
 Panjangnya  25 cm
 Dalam potongan melintang, lumennya sempit dan biasanya dengan batas yang
tidak teratur.
 Vili tidak ada dan kelenjar intestinal jumlahnya sedikit dan panjang tidak teratur
 Epitel permukaan tersusun dari sel silindris dengan “striated border” dan sel
gobletnya sedikit,
 Di dalam kriptus terdapat sedikit sel paneth, dan banyak sel enteroendokrin.
 Apendiks seringkali sebagai tempat peradangan akut dan kronis, sehingga sukar
mendapatkan apendiks yang normal. Biasanya terdapat eosinofil dan neutrofil
dalam lamina propria dan submukosa.
 Dalam jumlah banyak eosinofil dan neutrofil berturut-turut menunjukkan adanya
infeksi menahun dan infeksi
akut.
Sekum, kolon dan rektum
 Kelenjar intestinal lebih dalam pada usus besar dari pada usus kecil dan letaknya
lebih berhimpitan. Di kolon dalamnya 0,5 mm, sedangkan di rektu mencapai 0,75
mm.
 Sel goblet jumlahnya banyak dan sel enteroendokrinkadangkala terdapat di
bawah di dalam kelenjar.
 Sel paneth tidak ada
 Lamina propria di antara kelenjar sama dengan yang ada di usus halus, dan
mengandung noduli limfatisi yang letaknya tersebar meluas di submukosa.
 Pada sekum dan kolon, lapisan muskularis longitudinal tidak merupakan lapisan
yang utuh tetapi membentuk 3 pta memanjang, sebagai taeniae coli.
 Pada rektum lapisan longitudinal ini kembali menjadi lapisan yang utuh.
 Tunika serosa, pada permukaan yang tidak melekat di dinding abdomen pagian
posterior, membentuk tonjolan-tonjolan kecil terdiri atas jaringan lemak yaitu
apendiks epiploika.
-
Batas rektum anus
 Disini membran mukosa membentuk lipatan-liptan memanjang disebut
“Kolumna Rektalis Morgagni”.
 Epitel silindris tiba-tiba berubah menjadi epitel berlapis gepeng yang meluas
sedikit ke bawah sebagai daerah peralihan antara epitel usus dan kulit.
 Pada anus, epitelnya mengandung lapisan tanduk dan dibawahnya terdapat
kelenjar tubulosa bercabang disebut “kelenjar sirkumanal”
 Pada bagian bawah rektum, dan pada saluran anus, lapisan dalam muskularis
menebal, sebagai sfingter ani internum
 Mengelilingi saluran anus adalah berkas-berkas otot lurik, yang membentuk
sfingter ani eksternum.
(Leeson,1996; Junqueira,2007)
2. Memahami dan menjelaskan fisiologi
Usus halus mempunyai 2 fungsi utama pencernaan dan absorbsi bahan-bahan nutrisi dan air.
Semua akitivitas lainnya mengatur atau mempermudah berlangsungnya proses ini. Proses
pencernaan ini dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin
terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan didalam duodenum terutama oleh kerja
enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat
yang lebih sederhana.
 Adanya bikarbonat dalam sekret pancreas membantu menetralkan asam dan memberikan
pH optimal untuk kerja enzim-enzim.
 Sekresi empedu dan hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan
permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Kerja empedu terjadi sebagai
akibat dari sifat deterjen asam-asam empedu yang dapat melarutkan zat-zat lemak dengan
membentuk misel.
 Misel merupakan agregat asam empedu dan molekul-molekul. Lemak membentuk inti
hidrofobik, sedangkan asam empedu karena merupakan molekul polar, membentuk
permukaan misel dengan ujung hidrofobik mengarah ke dalam dan ujung hidrofilik
menghadap keluar menuju medium cair. Bagian sentral misel juga melarutkan vitaminvitamin larut lemak dan kolesterol. Jadi asam-asam lemak bebas, gliserida dan vitaminvitamin yang larut dalam lemak dipertahankan dalam larutan sampai mereka dapat di
absorbsi oleh permukaan sel epitel.
 Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus
(sukusenteriukus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan
mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi.
 Enzim-enzim utama pencernaan adalah kelenjar ludah menghasilkan amylase (ptyalin)
ludah; kelenjar ludah menghasilkan pepsin dan lipase lambung; mukosa duodenum
menghasilkan enterokinase; kelenjar eksokrin pankreas menghasilkan tripsin,
kemotripsin, karbosipeptidase, nuclase, lipase pankreas; amilase pankreas; hati



menghasilkan asam empedu (bukan enzim), kelenjar usus menghasilkan aminopeptidase,
dipeptidase, maltase, lactase, sukrosa, lipase usus, nucleotidase.
Dua hormon penting dalam pengaturan usus. Lemak yang bersentuhan dengan mukosa
duodenum menyebabkan kontraksi kantong empedu yang diperantarai oleh kerja
kolesistokinin.
Hasil-hasil pencemaan tak lengkap yang bersentuhan dengan mukosa duodenum,
merangsang sekresi getah pankreas yang kaya akan enzim; hal ini diperantara ioleh kerja
pankreozimin.
Parikreozimin dan kolesistokinin sekarang diduga merupakan satu hormon yang sama,
yang mempunyai efek berbeda, hurmon ini dinamakan CCK (beberapa buku teks
menyebut hormon ini CCK-PZ). Hormon ini dihasilkan oleh mukosa duodenum.
Asam yang bersentuhan dengan mukosa usus menyebabkan :
 dikeluarkan hormon lain, sekretin dan jumlah yang keluarkan sebanding dengan asam
yang mengalir melalui duodenum.
 Sekretin merangsang sekresi getah yang mengandung bikarbonat dari pankreas, dan
empedu dari hati.
 Sekretin memperbesar kerja CCK. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat
yang dimakan dengan sekret pankreas,hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakkan
peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang
sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinue isi lambung.
 Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pengamatan karbohidrat, lemak dan
protein(gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dindirig usus
kesirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel- sel tubuh. Selain itu air, elektrolit
dan vitamin juga diabsorbsi.
 Absorbsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang
sebagian besar kurang dimengerti. Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi dalam
duodenum dan abscrbsi kalsium memerlukan vitamin D, vitamin yang larut dalam lemak
(A, D, E dan K) diabsorbsi dalam duodenum dan memerlukan garam-garam empedu.
Asam folat dan vitamin-vitamin lain yang larut dalam air juga diabsorbsi di duodenum.
Absorbsi gula, asam-asam amino dan lemak sebagian besar diselesaikan menjelang
kimus mencapai jejunum.
 Absorbsi vitamin B12 berlangsung pda ileum terminal melalui mekanisme transport
khusus yang memerlukan faktor intrinsik lambung.
 Sebagian besar asam-asam empedu yang dikeluarkan oleh kandung empedu ke dalam
duodenum untuk membantu pencernaan lemak, akan diabsorbsi pada ileum terminal dan
masuk kembali ke hati. Siklus ini dinamakan sirkulasi enterohepatik garam-garam
empedu dan sangat penting dalam mempertahankan cadangan empedu.
 Dengan demikian asam-asam atau garam-garam empedu mampu bekerja mencerna
berkali-kali sebelum dikeluarkan dalam feses.
 Penyakit atau reseksi ileum terminal dapat menyebabkan deifisiensi garam-garam
empedu dan mengganggu pencernaan lemak.
 Masuknya garam- garam empedu dalam jumlah besar ke dalam kolon menyebabkan
iritasi kolon dan diare
Usus Besar
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang
sudah nampir lengkap pada kolon. bagian kanan.
 Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung
 Kolon mengabsorbsi sckitar 600 ml air per/ hari, bandingkan dengan usus halus
yangmengabsorbsi sekitar 8 000 ml. Kapasitas absorpsi usus besar adalah sekitar 2000
ml/hari
 Bila jumlah ini dilampaui, misalnya karena adanya kiriman yang berlebihan dan
ileum,maka akan terjadi diare.
 Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air.
Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak diabsorpsi, bakteri, sel epitel yang
mengelupas, dan mineral yang tidak diabsorbsi.
 Sedikitnya pencernaan yang terjadi di usus besar terutama diakibatkan oleh bakteri dan
bukan karena kerja enzim.
 Usus besar mengsekresikan mucus alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus ini
bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa.
 Bakteri usus besar mensintesis vitamin K. dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh
bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat- zat yang lebih sederhana
seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan berbagai gas seperti
NH3, CO2, H2 dan CH4 membantu pembentukan flatus di kolon.
 Beberapa subtansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya diabsorpsi dan
diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah manjadi senyawa yang kurang toksik dan
diekskresikan melalui kemih. Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan
CO2, H2 dan CH4 yang merupakan komponen flatus.
 Dalam sehari secara normal dihasilkan sekitar 1.000 ml flatus. Kelebihan gas dapat
terjadi pada aerofagia (menelan udara secara berlebihan) dan pada peningkatan gas di
dalam lumen usus, yang biasanya berkaitan dengan jenis makanan yang dimakan.
 Makanan yang mudah membentuk gas seperti kacang-kacangan mengandung banyak
karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah
lambat. Pergerakan usus besar yarg khas adalah gerakan mengaduk haustra. Kantongkantong atau haustra teregang dan dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontrasi
untuk mengosongkannya. Pergerakannya tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus
bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga memberi cukup waktu untuk absorbsi.
 Terdapat dua jenis peristaltik propulsif; (1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal
dari segmen proksimal dan bergerak kedepan, menyumbat beberapa haustra, dan (2)
penstaltik massa, merupakan kontraksi yang mengakibatkan segmen kolon. Gerakan
peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik
setelah makan, khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari itu
Fisiologi Defekasi
Propulsi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang reflex
defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah control volunter.
Refleks defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari medula spinalis.
Serabut-serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan
bertanggung jawab atas kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang
mengalami distensi -berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan
anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter intema dan ekstema berelaksasi pada waktu anus
tertarik atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi dipercepat dengan adanya peningkatan
tekanan intraabdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter otot-otot dada dengan glotis ditutup,
dan kontraksi secara terus- menerus dariotol-otot abdomen (menuver ata'i peregangan valsava).
Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot-otot sfingtcr ekstema dan levator ani.
Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.
Kelainan dari proses defekasi adalah konstipasi dan diare. Konstipasi terjadi karena kegagalan
pengosongan rektum saal terjadi peristaltik massa. Bila defekasi tidak sempurna, rektum
relaksasi dan hasrat untuk defekasi hilang. Air tetap terus diabsorpsi dari massa feses,
menyebabkan feses menjadi keras, sehingga defekasis selaniutnya lebih sukar. Diare adalah
kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yangabnormal (lebih dari 3 kali/ hari), serta perubahan
dalam isi (lebih dari 200 g/hari) dankonsistensi (feses cair) hal ini biasanya dihubungkan dengan
dorongan, ketidaknyamanan perianal, inkontinensia atau kombinasi dari faktor-faklor ini.
Adanya kondisi yang menyebabkan perubahan pada sekresi usus, absorbsi mukosa atau motilitas
dapat menyebabkan diare. Diare dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian
hormone tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik kemoterapi dan antasida), pemberian
makanan per selang, gangguan metabolik dan endokrin (diabetes, addisnn, tirotoksikosis) serta
proses infeksi virus/bakteri (disentri, shigelosis, keracunan makanan). Proses penyakit lain yang
dihubungkan dengan diare adalah gangguan nutrisi dan malabsorbsi (sindrom usus peka, kolitis
ulseratif, enteritis regional, dan penyakit seliaka) deficit sfingter anal, sindrom, zollinger ellison, paralitik ileus dan obstruksi usus. Frekuensi defekasi meningkat bersamaan dengan
meningkatnya kandungan cairan dalam feses. Pasien mengeluh kram perut, distensi, gemuruh
usus (borborigimus), anoreksia dan haus. Kontraksi spasmodik vang nyeri dan peregangan yang
tidak efektif pada anus (tenesmus), dapat terjadi pada setiap defekasi. Feses berair adalah
karakteristik dari penyakit usus halus, sedangkan feses semi padat lebih sering dihubungkan
dengan gangguan kolon. Feses yang sangat besar dan berminyak menunjukkan malabsorbsi usus,
dan adanya mukus dan pus dalam feses menunjukkan enteritis inflamasi atau kolitis.
3. Memahami dan menjelaskan ileus obstruktif
3.1 Definisi
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial
atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan
perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis
dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
3.2 Etiologi
1. Perlengketan :
Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan
parut setelah pembedahan abdomen
2. Intusepsi :
Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam
bagian lain yang ada dibawahnya akibat
penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik
kedalam segmen berikutnya oleh gerakan
peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti
usus. Paling sering terjadi pada anaka-anak dimana
kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam
dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut
(ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan
anus.
3. Volvulus :
Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi.
Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar
pada mesentriumnya
Gbr Menunjukan bentuk normal intestin (atas warna pink)
dan intestin yang mengalami volvulus (bawah warna ungu)
Tindakan bedah, infeksi dan bahkan endometriosis
sering menyebabkan peradangan peritoneum loka atau
generalisata (peritonitis). Pada penyembuhan dapat
terjadi perlekatan antara segmen usus atau dinding
abdomen dan tempat operasi.
4. Hernia :
Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus
atau dinding dan otot abdomen atau defek di
dinding rongga peritoneum yang memungkinkan
terbentukkan tonjolan peritoneum mirip kantong
yang dilapisi serosa
5. Tumor :
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus.
6. Inkarserasi (terperangkap)  massa visera yang meningkat di dalam hernia sehingga massa
tersebut terperangkap akibat adanya stasis dan edema secara permanen.
7. Strangulasi  gangguan lebih lanjut dimana pasokan darah dan drainase menyebabkan infark
segmen yang terperangkap
Gbr strangulasi intestinal
Faktor Predisposisi
Penyakit ini merupakan penyakit bawaan yang disebabakan disfungsi umum kelenjar eksokrin
pancreas. Keadaan ini menyebabakan berkurangnya enzim pancreas yang mengalir ke lumen
usus halus sehingga issi usus halus menjadi kental dan menyumbat lumen usus. Gambaran
radiologist yang ditemukan ialah pelebaran usus dan tampak bayangan udra yang granular
diantara mekonium yang kental tersebut.
Obstruksi mekanik, menurut lokalisasinya dibagi menjadi :
1. Obstruksi mekanik rendah
Obstruksi mulai dari caecum sampai anorektal. Obstruksi ini paling banyak disebabkan oleh
tumor ganas, penyebab lainnya adalah :
- Volvulus
- Scibala
- Paralise colon distal (pseudoparalise)
2. Obstruksi mekanik tinggi
Menurut letaknya dapat dibedakan menjadi :
a. Obstruksi diatas pylorus, dapat disebabkan :
- Stenosis pylorus
- Strictur
- Obstruksi oleh karena keganasan
- Bezoar
Pada obstruksi ini gejalanya yang menonjol adalah : muntah-muntah dimana
muntahannya dapat dirasakan seperti asam lambung, serangan rasa nyeri lebih sering,
distensi abdomen agak kurang.
b. Obstruksi dibawah pylorus. Obstruksi terjadi mulai dari pylorus sampai ileocaecal
junction, obstruksi ini sering ditemukan pada :
- Adhesion (perlengketan)
- Hernia interna
- Volvulus
- Gumpalan Ascaris
Pada obstruksi ini muntahannya faeculent (feces) warna kuning seperti tinja. Serangan
nyeri perut agak jarang, tetapi perut lebih distensi.
3.3 Klasifikasi
1. ILEUS MEKANIK
a. Berdasarkan Lokasi Obstruksi
 Letak Tinggi : Bila mengenai usus halus (dari gaster sampai ke ileum
terminal)
 Letak Rendah : Bila mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai anus)
b. Berdasarkan sifat sumbatan :
 Partial obstruction : Terjadi sumbatan sebagian lumen.
 Simple obstruction : terjadi sumbatan total yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh
tumor atau askaris.
 Strangulated obstruction: Terjadi jepitan pembuluh darah sehingga terjadi
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai
dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi,
adhesi, dan volvulus.
a. Berdasarkan kecepatan timbul (speed of onset):
 Akut : dalam hitungan jam
 Kronik : dalam hitungan minggu
 Kronik dengan serangan akut
2. ILEUS NEUROGENIK
a. Adinamik/Ileus Paralitik : Ileus timbul karena adanya lesi saraf (terjepit, peritonitis
umum) sehingga terjadi paralisis yang berakibat ileus paralitik. 1
b. Dinamik/Ileus Spastika : Ileus terjadi karena rangsangan saraf, keracunan, histeri,
neurasteni, sehingga timbul kenaikan rangsang terlalu kuat saraf parasimpatik di
tunika muskularis yang berkontraksi bersamaan dimana normalnya bergantian yang
berakibat spasme dan makanan tidak bisa menuju distal. 1
3. ILEUS VASCULAR
Ileus yang berhubungan dengan penyakit jantung, karena adanya thrombus/embolus pada
pembuluh darah sehingga timbul iskemik, gangren, nekrosis, bisa juga perforasi.
Ada dua tipe obstruksi yaitu :
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang
melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu
empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.
2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik
usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya
amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan
neurologis seperti penyakit Parkinson.
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok (Bailey,2002):
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi
tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005;
Sabiston,1995) :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu
gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis, ileus obstruktif dibagi dua (Stone, 2004):
1. Ileus obstruktif usus halus, termasuk duodenum
2. Ileus obstruktif usus besar
3.4 Patofisiologi
Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif dapat dilihat pada Gambar-2.3. Lumen
usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang
ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium
dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna
setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang
cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung,
penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus
mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke
dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia (Price & Wilson, 1995).
Ileus Obstruktif
Akumulasi gas dari cairan didalam lumen setelah proksimal dari letatak obstruksi
Distensi
Proliferasi bakteri yang berlangsung cepat
Kehilangan H2O dan elektrolit
Tekanan intralumen ↑
Volume ECF ↓
Iskemia dinding usus
Iskemia dinding usus
Kehilangan cairan menuju ruang peritonium
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi sistemik
Peritonitis septikemia
Syok Hipovolemik
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul
tepat proksimal dan menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis melawan
obstruksi timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri
episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih
sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam
ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang
menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan
berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak
ada. Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan
mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan
muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium,
klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang
tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah
bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila ia timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan
plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular,
hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik,
maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan syok (Sabiston, 1995).
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus
mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang
mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan
darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi
serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak
sebagai sawar bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding
usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi
memanjang timbul iskemi dan sawar rusak.
Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke
dalam cavitas peritonealis. Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam
lumen usus cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat cepat
menyebabkan kematian (Sabiston, 1995).
Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung
usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini menyimpan lebih banyak bahaya dibandingkan
kebanyakan ileus obstruksi, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat serta sebelum
terbukti tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup
mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada
keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan cepat
tekanan intalumen, yang menyebabkan obstruksi aliran keluar vena. Ancaman vaskular
demikian menyebabkan progresivitas cepat gejala sisa yang diuraikan bagi ileus obstruksi
strangualata (Sabiston, 1995).
Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan ileus
obstruksi usus halus. Karena kolon terutama bukan organ pensekresi cairan dan hanya
menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul
penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian sindroma yang
berhubungan dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena obstruksi itu
karena distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat
didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi
membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura pada tempat
berdiameter terlebar, biasanya sekum. Ia didasarkan atas hukum Laplace, yang
mendefenisiskan tegangan di dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu apapun
berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Sehingga karena diameter terlebar kolon
di dalam sekum, maka ia area yang biasanya pecah pertama (Sabiston, 1995).
Etiologi  penyumbatan intestinal  penyempitan lumen usus  pasase lumen usus terganggu
obstruksi tersumbat Pengumpulan isi lumen
Distensi
Tekanan intralumen
sekresi kelenjar pencernaan
Iskemik
akumulasi cairan dan gas
terus bertambah
aliran air
Dehidrasi
Hipotensi
Kehilangan cairan ke
Peritoneum
seluruh bagian obstruksi
menyumbat
Nekrosis
hiperperistaltik
Permabilitas
-
Kolik abdomen
Muntah
Kehilangan cairan dan elektrolit
-
Perfusi jaringan
Asidosis metabolit
Syok hipovolumik
3.5 Manifestasi klinis
1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan
pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi,
maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai
kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang
jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan
menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.
Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.1,2,10
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan
cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen dapat dapat
minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah
distal. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya
nyeri pada obstruksi di daerah distal.10
1. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat.
Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai
tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap
dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya
nekrosis usus.
2. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan
biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya
iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri.
Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering
terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila
katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke
dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi
kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering
mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang
lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani,
gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound
pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya
strangulasi
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002; Sabiston, 1995)
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002; Sabiston,
1995):
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik,
pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang
dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa (Winslet, 2002).
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Ia
sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi
episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam
ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar.
Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di
dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan
nyeri intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga
gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda
dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen
menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata
harus dicurigai (Sabiston, 1995).
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan
apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum,
yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2001). Setelah ia mereda, maka muntah
tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat
dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan
regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah timbul
lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen)
sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus
yang terisi dengan isi demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas obstruksi
(Sabiston, 1995).
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin
membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat dilihat.
Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada
keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus (Sabiston, 1995).
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan gas
tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar) (Winslet, 2002). Kegagalan
mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi
setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum
terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam panjang bermakna
dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini
memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya,
jika ileus obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus
obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi (Sabiston,
1995).
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah
yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah
kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan
hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder (Winslet, 2002).
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana.
Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat
sebagai pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia (Winslet, 2002).
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan sebagai petanda (Winslet, 2002) :
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen yang terlokalisir
menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi. Perkembangan peritonitis
menandakan infark atau perforasi (Winslet, 2002).
Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan tanpa
strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung
gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan (Winslet, 2002):
1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung
2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total
3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat
penting, tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin. Pada ileus
obstruktif tanpa strangulasi kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri tekan lokal
pada tempat yang mengalami obstruksi; pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal
yang berhubungan dengan kekakuan abdomen..
5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness menandakan
perlunya laparotomy segera.
6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah diterapi
konservatif, walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus didiagnosa.
7. Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak,
ireponibel, tidak hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin membesar.
Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang sama
kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya lebih rendah.
Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang pandai menahan
nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup ileocaecal kompeten. Muntahmuntah fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat perubahan kebiasaan berdefekasi dan
darah dalam feses yang baru terjadi sering terjadi karena karsinoma dan divertikulitis
adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan obstipasi dengan
ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul setelah satu minggu
(Harrison’s, 2001)
Macam
ileus
Nyeri Usus
Distens Muntah
i
borborig
mi
Bising usus
Keteganga
n abdomen
Obstruksi
simple
tinggi
++
(kolik)
+
+++
Meningkat
-
Obstruksi
simple
rendah
+++
(Kolik)
+++
+
Lambat,
fekal
Meningkat
-
Obstruksi
strangulasi
++++
(terusmenerus,
terlokalisir)
++
+++
Tak tentu
biasanya
meningkat
+
Paralitik
+
++++
+
Menurun
-
Oklusi
vaskuler
+++++
+++
+++
Menurun
+
3.6 Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya,
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat
hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004; Sabara, 2007). Pada ileus obstruksi usus halus kolik
dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di
sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijaun dan pada
ileus obstruktif usus besar onset muntah lama (Anonym, 2007)
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan ileus;
menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau komplit dan
membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat
anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan
abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita
menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan.
Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita
ke arah strangulasi.
Gejala Utama:
§ Nyeri-Kolik
o Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilikus
o Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
§ Muntah
o Stenosis Pilorus : Encer dan asam
o Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
o Obstruksi kolon : onset muntah lama.
§ Perut Kembung (distensi)
§ Konstipasi
o Tidak ada defekasi
o Tidak ada flatus
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor
kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,
parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik
usus (Gambar 2.4) yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai
mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik
(Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa
hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas
peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak
adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi
strangulata (Sabiston, 1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis.
Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di dalam
kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik atau
feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus
obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi
rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat.
Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film
tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus
obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam
kolon merupakan satu-satunya gambaran penting (Sabiston, 1995). Penggunaan
kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan
untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus (Anoym, 2007).
5. Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi,
tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi.
Peningkatan amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus
obstruktif, khususnya jenis strangulasi (Harrison’s, 2001)
6. Pemeriksaan colok dubur
· Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
· Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
· Feses yang mengeras : skibala
· Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
· Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
· Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
3.7 Diagnosis banding
Ileus dapat disebabkan oleh adanya proses dalam intraabdominal dan retroperitoneal, termasuk
iskemik usus, kolik ureter, fraktur pelvis dan setelah operasi abdomen. Jika terjadi ileus paralitik,
nyeri biasanya tidak terlalu berat dan lebih konstan.
Obstipasi dan distensi abdomen menunjukkan adanya obstruksi usus besar. Muntah jarang terjadi
dan nyeri tidak bersifat kolik. Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan adanya hasil foto roentgen
yang menunjukkan adanya obstruksi dilatasi kolon bagian proksimal.
Obstruksi usus halus dapat dikacaukan dengan gastroenteritis akut, apendisitis akut dan
pankreatitis akut. Obstruksi strangulasi mempunyai keluhan yang mirip dengan pankreatitis akut,
enteritis iskemik atau penyumbatan vaskular mesenterika yang berhubungan dengan trombosis
vena. Ileus obstruksi harus dibedakan dengan ileus paralitik.
Pada ileus paralitik nyari yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi distensi
abdomen. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut (misalnya aperndisitis), akan ada
tanda dan gejala dari penyebab primer ileus tersebut.
Obstruksi usus besar ditandai dengan obstipasi dan distensi abdomen, kolik lebih jarang terjadi,
dan muntah juga tidak selalu terjadi. Dengan foto akan tampak kolon yang dilatasi sampai ke
letak sumbatan.
Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus
sederhana. Strangulasi dapat dikacaukan oleh pankreatitis hemoragik atau oklusi vascular
mesenteric.
Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:
 Carcinoid gastrointestinal.
 Penyakit Crohn.
 Intussuscepsi pada anak.
 Divertikulum Meckel.
 Ileus meconium.
 Volvulus.
 Infark Myocardial Akut.
 Malignansi, Tumor Ovarium.
 TBC Usus.
3.8 Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan
Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan
cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley
Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila
diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan
untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas
dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal. (Evers, 2004)
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah
dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat
diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala
tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial. (Evers, 2004)
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi
operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal
komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak
akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam,
takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif
ini dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah
obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan
menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan bahwa
penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko
terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi
dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan
adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari
enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen
hernia dan dilakukan penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat keganasan
akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar, terapi nonoperatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus
obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass
sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang
dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari
segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan, segmen
tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened sponge
selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya
telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk
dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras intraoperatif untuk
menilai viabilitas usus.
Terapi umum
1.Istirahat

Dirawat di ruangan gawat darurat

Segera pasang sonde lambung (NGT)

Selang rectal

Pasang kateter
2.Diet

Pasien puasa

Nutrisi perenteral total sampai ada bising usus atau mulai flatus
3.Medikamentosa
Obat pertama :

Prostigmin 3 x 1 sampai IV untuk memacu mobilitas usus

Antibiotik
OBAT ANTIEMETIK
• Antagonis reseptor H1
• Antagonis reseptor muskarinik
• Antagonis reseptor dopamin
• Antagonis reseptor serotonin
• Cannabinoid
• Steroid
Antagonis reseptor H1
• Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
• Tidak dapat digunakan utk mual-muntah krn rangsangan pada CTZ
• Efektif utk mabuk kendaraan dan mual-muntah krn rangsangan pada lambung
• Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
• Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
• KI : wanita hamil trimester I (kec. Promethazine)
Antagonis reseptor muskarinik
• Hyoscine
• Untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
• Tidak dapat digunakan utk mual muntah krn rangsangan pada CTZ
• Puncak antiemetik : 1-2 jam
• ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin
Antagonis reseptor dopamin
• Metoklopramid
• Domperidone • Phenothiazine
Metoklopramid
• Bekerja di CTZ
• P.o., T1/2 4 jam, ekskresi via urine
• ES : krn blokade reseptor dopamin di SSP →gangguan pergerakan pada anak2 dan dewasa
muda, mengantuk, fatigue/lemah
• Stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan menstruasi
• Efek pada motilitas usus → diare
Domperidone
• Antagonis reseptor D2
• Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
• ES : diare
Phenothiazine
• Neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine → dpt sebagai antiemetik
• Triethylperazine → hny sbg antiemetik
• Dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada CTZ
• Tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
• Cara kerja → antagonis reseptor D2 di CTZ, menghambat reseptor histamin dan muskarinik
• Pemberian p.o., rektal, atau parenteral
Antagonis serotonin
• Serotonin (5-hidroksitriptamin) a direlease oleh CNS atau lambung a transmitter emesis
• Antagonis serotonin : ondansetron, granisetron
• Sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik
• Pemberian p.o, injeksi IV pelan, infus
• T1/2 5 jam
• ES : sakit kepala, gangguan GIT
Cannabinoid
• Nabilone → derivat cannabinol sintetik →menurunkan muntah krn rangsangan pada CTZ
• Pemberian : p.o, absorpsi baik
• T1/2 120 menit, ekskresi via urine dan feses
• ES : jarang, a. l. drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahanmood, hipotensi postural,
halusinasi, dan reaksi psikotik
Steroid
• Dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn obat lain
• Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
• Mekanisme kerja → blm diketahui
• Sinergisme dg ondansetron
MOTILITAS GIT
1. MENINGKATKAN PERGERAKAN :
• PENCAHAR
• TANPA EFEK PENCAHAR
PENCAHAR
• BULK LAXATIVE → meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
• OSMOTIC LAXATIVE → meningkatkan jumlah air
• FAECAL SOFTENER →mengubah konsistensi faeces
• STIMULANT PURGATIVE →meningkatkan motilitas dan sekresi
Bulk Laxative
• Metilselulose, sterculia, agar, bran, ispaghula husk
• Polimer polisakarida a tidak dapat dipecah
• Mekanisme kerja a menahan air di lumen usus merangsang peristaltis a beberapa hari
• ES : ringan
Osmotic Laxative
• Pencahar salin dan laktulosa → cairan yg absorpsinya jelek → meningkatkan volume cairan di
lumen bowel→ mempercepat transfer makanan ke usus halus →massa yg sangat besar masuk
kolon → distensi →ekspulsi faeces
• Pencahar salin → garam MgSO4 dan Mg(OH)2
• Laktulosa → disakarida semisintetik fruktosa dan galaktosa → bakteri di kolon → fermentasi
→ asam laktat dan asam asetat → osmotik laksatif
• Efek baru timbul 1 – 2 hari
Faecal Softener
• Docusate sodium
• Menghasilkan feses yg lebih lumak
• Efek stimulan laksatif lemah
Stimulant Purgative
• Bisacodyl, sodium picosulfat, preparat senna
• Meningkatkan peristaltis dengan cara stimulasi mukosa usus
• ES : kram abdomen, jangka panjang → atonia colon
• Bisacodyl → p.o. atau suppositoria → efek laksan 15-30 menit
• Sodium picosulfat → p.o.
• Preparat senna → dosis tunggal → efek laksan dalam 8 jam
OBAT YG MENINGKATKAN MOTILITAS GIT
DOMPERIDONE
• Antagonis reseptor D2 a antiemetik
• Memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan efek relaksannya a menurunkan tekanan sfingter
esofagus bawah a meningkatkan motilitas GIT
• Tidak menstimulasi sekresi asam lambung
• Digunakan untuk gangguan pengosongan lambung dan refluks esofagitis kronis
• ES : hiperprolaktinemia
METOKLOPRAMID
• Efek sentral → antiemetik
• Efek lokal → percepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi sekresi asam lambung
• Efeknya kecil pada motilitas usus bag. bawah
• Digunakan untuk refluks gastroesofagus dan gangguan pengosongan lambung
• Tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik
CISAPRIDE
• Menstimulasi release ACh pada pleksus myenterik di GIT bag. atas
• Digunakan utk refluks esofagitis dan gangguan pengosongan lambung
• Tidak mempunyai efek antiemetik
• ES : diare, kram abdomen, takikardi (jarang)
3.9 Komplikasi
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan perforasi
sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum.
Komplikasi dari ileus obstruktif antara lain terjadinya nekrosis usus, perforasi usus, Sepsis,
Syok-dehidrasi, Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, Pneumonia
aspirasi dari proses muntah, gangguan elektrolit, meninggal.







Peritonitis septikemia
Syok hipovolemia
Perforasi usus
ganguan elektrolit
pnemonia aspirasi dari proses muntah
sepsis
nekrosis usus

perfusi usus
3.10
Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi, tempatdan
lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka toleransinyaterhadap
penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehinggameningkatkan
mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus
halus.
Obstruksi yang tak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 5%.
Kebanyakan yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi yang disertai
dengan strangulasi mempunyai angka kematian 8%. Kalau operasi dilakukan dalam jangka
waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala yang bersangkutan.
Download