Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIX. Makassar, 7 Juni 2012 “Geospasial dalam Pembangunan Ruang yang Berkualitas” PENGARUH CLIMATE STRESS TERHADAP IKAN DAN TERUMBU KARANG DI PULAU WEH DAN PULAU ACEH INDONESIA A. Besse Rimba1)2)*, Stuart Campbell2), Joseph Maina2)3), Abd. Rahman As-syakur1), Shinta Pardede2) 1) Center for remote Sensing and Ocean Science (CReSOS), Udayana University, Indonesia 2) Marine Program, Wildlife Conservation Society, Bronx, New York, United States of America 3) Computational Ecology Group, Department of Biological Sciences, Macquarie University, Sydney, New South Wales, Australia. *Email : [email protected] ABSTRAK Perubahan iklim merupakan fenomena global yang mempengaruhi segala aspek kehidupan. Perubahan iklim juga mempengaruhi kehidupan laut seperti terumbu karang dan ikan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh climate stress terhadap terumbu karang dan ikan karang di Pulau Weh dan Pulau Aceh. Pada penelitian ini menggabungkan data time series ground check dengan data time series ocean satellite. Data dikelompokkkan menjadi dua yaitu data biodiversity yang diperoleh secara in-situ dari tahun 2005 hingga 2011 dan data climate stress yang diperoleh dari kompilasi citra ocean satellite dari tahun 1983 hingga 2011. Data biodiversity yang meliputi spesies ikan, genus karang dan kerentanan komunitas karang (coral community susceptibility). Climate stress dikelompokkan menjadi tiga yaitu radiation, stress reinforcing dan stress reducing. Semua layer diolah dalam bentuk raster dan semua layer dilakukan re-scale menjadi 0 dan 1, dimana 0 bermakna biodiversity dan climate stress yang rendah sedangkan 1 bermakna biodiversity dan climate stress yang tinggi. Penelitian ini menghasilkan layer stress model (climate stress), layer coral cummunity susceptibility, layer ikan, layer karang, layer biodiversity yang diperoleh dari persamaan (layer ikan+layer karang)-(layer ikan*layer karang) dan layer stress dan kerentanan komunitas karang untuk setiap titik survey yang diperoleh dari persamaan (layer karang susceptibility + (1-stress model)) – (layer karang susceptibility *(1-stress model)). Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa climate stress mempunyai pengaruh yang kecil terhadap ikan karang namun memiliki pengaruh yang cukup besar pada komunitas karang di Pulau Weh dan Pulau Aceh. KATA KUNCI: perubahan iklim; climate stress; biodiversity; kerentanan komunitas karang PENDAHULUAN Terumbu karang sangat penting dalam ekosistem laut, dimana terumbu karang merupakan tempat berlindung, makan, bertelur bagi ikan-ikan (Terangi, 2012). Dari sekitar 800 spesies karang keras yang berhasil diidentifikasi di dunia, sekitar 450 di antaranya ditemukan di Indonesia, spesies ikan karang Indonesia sendiri mencapai lebih dari 2.400 spesies (Tomascik dkk., 1997). Adanya gangguan pada terumbu karang menyebabkan terganggunya ekosistem laut dan dapat terjadi pemutihan karang. Pemutihan karang terjadi karena anomali suhu permukaan air laut, tingginya tingkat sinar ultraviolet, kurangnya penetrasi cahaya, tingginya tingkat kekeruhan dan sedimentasi air, penyakit karang, kadar garam yang tidak normal serta polusi, dalam dua decade terakhir ini pemutihan karang terjadi secara besar-besaran karena peningkatan suhu permukaan laut (SPL) dan juga disebabkan oleh Hotspots (HoeghGuldberg, 1999). Hotspot adalah daerah dimana SPL naik hingga melebihi maksimal perkiraan tahunan (suhu tertinggi pertahun dari rata-rata selama 10 tahun) dilokasi tersebut (Goreau dan Hayes, 1994). Kondisi tersebut dapat dikatakan bagian dari Climate Stress. Apabila peningkatan SPL terjadi selama 10 minggu atau lebih dengan hotspot lebih dari 1°C dari suhu maksimal tahunan, maka pemutihan karang pasti akan terjadi (Wilkinson et al., 1999). Gabungan antara paparan sinar ultraviolet dan tingginya SPL akan menyebabkan proses pemutihan karang akan semakin cepat karena karang tidak mampu bertahan dari gangguan lingkungan sekitarnya. (Glynn, 1996; Schick et al., 2011). Berdasarkan survey lapangan yang dilakukan oleh tim Wildlife Conservation Society Marine Indonesia Program (WCS-IP) pada bulan may dan juli 2010 serta februari 2011 terjadi pemutihan karang di daerah Pulau Weh dan Pulau Aceh Indonesia. Pemutihan karang ini terjadi karena adanya tekanan lingkungan yang tidak sanggup dihadapi oleh karang. (Glynn, 1996). Penginderaan jauh dapat diaplikasikan dalam mengidentifikasi berbagai tekanan lingkungan untuk mengestimasi kerentanan terumbu karang, metode yang digunakan adalah mengkombinasikan berbagai data satelit dalam menciptakan model tekanan lingkungan (Maina,et al 2011). Pada penelitian ini kami bertujuan mencari hubungan antara climate stress dan pengaruhnya terhadap biodiversitas ikan dan terumbu karang. Penelitian ini berdasarkan dari survey lapangan oleh WCS Marin-IP pada tahun 2010 dan 2011 yang ditemukan pemutihan karang di Pulau Aceh dan Pulau Weh. Sumberdaya Pesisir dan Laut 1 Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIX. Makassar, 7 Juni 2012 “Geospasial dalam Pembangunan Ruang yang Berkualitas” BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Pulau Weh dan Pulau Aceh, secara administratif terletak di Provinsi Aceh Indonesia. Secara geografis daerah ini terletak pada 95°0’44.708” 95°13’3.344” E dan 5°35’27.435” - 5°54’31.395” N. Luas daerah penelitian adalah 1763,3 km2. Daerah penelitian ini terletak di Lautan Andaman. Secara geologi kepulauan ini terbentuk akibat proses vulkanik sehingga daerah ini merupakan pegunungan vulkanik tua. Mata pencarian penduduk di daerah ini adalah agrikultur dengan komuditi utama adalah cengkeh dan kelapa. Pada tahun 1982, wilayah ini dijadikan sebagai suaka alam untuk melindungi ekosistem laut dan dara.t yang ada di wilaya ini. Daerah penelitian ini berkembang sebagai daerah pariwisata karena keindahan alam bawah lautnya. Iklim di daerah penelitian merupakan iklim tropis basah yang dipengaruhi oleh angin monsoon barat dan monsoon timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun. Gambar 1. Peta lokasi penelitian yang memperlihatkan lokasi titik sampel Sumber Data dan Analisis Sumber data diperoleh dengan dua cara yaitu dengan cara in-situ dan citra satelit. Biodiversitas dipeoleh dari data in-situ dan data climate stress diperoleh dari citra satelit. Data biodiversitas dan climate stress diolah dalam bentuk raster. Penggabungan antara data biodiversitas dan data climate stress dilakukan secara Spatial Principle Component Analysis (SPCA). Climate stress Iklim adalah sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saat (World Climate Conference, 1979). Sehingga iklim merupakan keadaan rata-rata dari cuaca di suatu daerah yang dipengaruhi 2 Sumberdaya Pesisir dan Laut olah factor-faktor suhu, kelembabab, curah hujan, angin dan penyinaran matahari. Climate stress dimaksud dalam tulisan ini adalah perubahan iklim yang memberikan tekanan terhadap lingkungan. Pada tulisan ini kami membagi climate stress menjadi tiga kelompok yaitu radiasi (radiation),pengurang (reducing) dan penguat (reinforcing). Radiasi merupakan tekanan dari atmosfer berupa mean suhu permukaan laut, thermal stress anomaly, durasi dan magnitude anomali suhu permukaan laut mingguan, UV-erythermal dan indeks doldum. pengurang terdiri dari variabilitas Suhu Permukaan Laut (SPL) dan pasang-surut. penguat terdiri dari Total Suspended Matter dan klorofil-a yang merupakan sedimentasi dan eurtrofikasi. Penggambungan dari variable stress tersebut menggunakan Spatial Principle Component Analysis (SPCA). Data suhu permukaan laut (SPL) didownload dari versi kedua dari coral reef temperature anomaly database (CORTAD). Data ini berasal dari NOAA dengan resolusi spasial 4 km dan resolusi temporal mingguan. Data yang di download 1982-2008. Klorofil dan suspended solid diperoleh dari satelit observasi laut yang menggunakan gelombang tampak dan inframerah dekat yang memungkinkan untuk pengukuran variabilitas informasi warna laut termasuk pitoplankton klorofil-a, total suspended matter (TSM) dan colored dissolved organic matter (CDOM). Dalam pemodelan ini, kondisi perairan dibedakan menjadi dua yaitu kasus 1 dan kasus 2. Kasus 1 adalah kondisi oligotropik air yang jernih sementara kasus 2 adalah kondisi air yang yang keruh biasanya terdapat pada daerah dekat pantai. Data klorofil dan TSM diturunkan dari data Sea-viewing wide field of view sensor (SeaWiFS), Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) dan Medium Resulution Imaging Spectrometer Instrument (MERIS). Data yang digunakan adalah data tahun 2002 – 2011. Doldrums merupakan kecepatan angin di permukaan laut secara global (ms-1) yang diukur pada permukaan laut hingga kedalaman 10 m. Doldrums diperoleh dari Nasional Climate Data Center (NCDC, ftp://eclipse.ncdc.noaa.gov/raid 1b/seawinds). Resolusi spasial yang memungkinkan adalah 28 km. data angin NCDC berdasarkan observasi dari beberapa sensor dengan mereduksi perbedaan gap temporal dan random error dari masing-masing satelit. Data doldrums didownload dari tahun 1995 – 2009. Model pasang surut didownload dari data Laboratoire d’etudes en geographysique et oceanographie spatiales (http://www.legos.obs-mip.fr/en/soa). Data yang diperoleh diolah menggunakan C++ untuk memodifikasi dan mengradasi prediksi pasang surut. Data tidal didownload dari tahun 1987-2008. Radiasi ultraviolet diperoleh dari NASA (http://ozoneeag.gsfc.nasa.gov) didownload dari tahun 1997-2001. Data ini diturunkan dari total ozone mapping spectrometer (TOMS) pada board Earth ProbeTOMS satellite. Data yang diekstrak adalah Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIX. Makassar, 7 Juni 2012 “Geospasial dalam Pembangunan Ruang yang Berkualitas” radiasi erythermal yaitu UVA (315-400 nm) dan UVB (280-315 nm). Coral community susceptibility Coral community susceptibility atau kerentanan komunitas terumbu karang merupakan analisis lanjutan dari data survey pemutihan karang. pemutihan karang diukur atau indeks respon karang terhadap pemutihan karang biasanya direfleksikan sebagai ketahanan komunitas terumbu karang terhadap pemutihan karang, hal ini di pengaruhi oleh sejarah pemutihan dari terumbu karang dari berbagai gangguan atau proses pemulihan terumbu karang dari gangguan-gangguan tersebut (McClanahan et al., 2007). Coral community susceptibility dihitung sebagai kelimpahan relative taksonomi karang dan dikalikan dengan indeks pemutihan karang kemudian hasilnya dijumlahkan untuk semua taksa (McClanahan et al., 2007). Metrik Biodiversitas Pada penelitian ini dihitung jumlah total jenis ikan dan genus karang. Dalam menghitung jumlah jenis ikan dan genus karang dihitung berdasarkan jumlah transek. Seluruh data hasil survey lapangan bdari tahun 2005 hingga tahun 2011 dijadikan 1 sheet sehingga diperoleh akumulasi dari transek yang digunakan. Perhitungan biodiversitas dilakukan berdasarkan jumlah transek untuk seluruh tahun survey. - Jumlah jenis ikan : semua data transek ikan dikumpulkan sejak tahun 2006 hingga 2011, jumlah transek juga dihitung. Jenis ikan yang terdapat pada transek kedua namun terdapat pada transek satu, maka jenis ikan tersebut tidak dihitung lagi begitu seterusnya. - Jumlah genus karang dihitung dengan metode yang sama pada jumlah jenis ikan, genus yang baru pada transek berikutnya akan dihitung sebagai genus baru. Dan genus yang sudah terdapat pada transek sebelumnya tidak akan dihitung lagi. Data genus karang yang dikumpulkan sejak tahun 2005 hingga 2011. Layer biodiversity diperoleh dengan cara (layer ikan+layer karang)-(layer ikan*layer karang) yang akan menghasilkan data gabungan antara layer ikan dan layer karang (Maina, 2011). Analisis Data dan Pemetaan Semua data yang telah diperoleh dijadikan dalam bentuk raster untuk memudahkan dalam pengolahan. Kemudian dilakuka re-scale, semua range data dijadikan 0-1. Pengelompokan data dilakukan berdasarkan manajemen dari lokasi sampel. Terdapat 29 lokasi pengambilan titik sampel kemudian dilakukan pengelompokan menjadi 12 kelompok baru. Penggabungan layer coral community susceptibility and multivariate stress model untuk setiap titik survey yang diperoleh dari persamaan (layer karang susceptibility + (1-stress model)) – (layer karang susceptibility *(1stress model)). Dari penggabungan layer ini akan diperoleh hasil pengaruh climate stress terhadap coral community susceptibility (Maina 2011). Sementara untuk mendapatkan layer terakhir pada penelitian ini menggunakan Spatial Principle Component Analysis (SPCA) dimana semua layer digabungkan menjadi 1 layer. Tabel 1 : Kelompok lokasi titik sampel. Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Nama titik sampel Anoi Itam, Benteng, Reuteuk and Ujung Seuke Ba Kopra, Canyon Batee Meurenon, Rubiah Channel, Rubiah Sea Garden, Ujung Seurawan Beurawang, Jaboi Deudap, Lamteng Lapeng, Leun Balee 1, Leun Balee 2 Lhong Angin 1, Lhong Angin2, Lhong Angin3 Lhok Weng, Gapang Lhoh, Paloh Pulau Klah Pasi Janeng 1, Pasi Janeng 2 Sumur Tiga, Ujung Kareung HASIL DAN PEMBAHASAN Kemungkinan pertambahan dan pengurangan keragaman spesies ikan karang dan genus karang secara signifikan sangat kecil, walaupun ekosistem tersebut dilanda katastrofi seperti tsunami di Aceh pada tahun 2004. Hal ini disebabkan adanya connectivity di lautan yang memungkinkan supply larva yang akan terus terjadi sehingga biodiversity di suatu ekosistem terumbu karang pada umumnya stabil. Pada gambar 1a dan 1b memberikan gambaran jumlah jenis ikan karang dan genus karang. Semakin banyak jumlah transek yang digunakan maka akurasi estimasi keragaman jenis ikan dan genus karang akan semakin tinggi. Pada penelitian ini menggunakan jumlah transek sebanyak 40 diharapkan mampu memberi gambaran terhadap keragaman jenis ikan dan genus karang dan mewakili semua titik sampel penelitian karena untuk titik sampel di Pulau Klah hanya terdapat total transek 43 transek. Berdasarkan Gambar 2(a) maka dapat dilihat peningkatan drastis terjadi hingga total transek 10, setelah transek ke-10 terlihat pola grafik yang mulai konstan. Sementara untuk Gambar 2(b) peningkatan hampir terjadi ditiap transek. Lokasi sangat menentukan kondisi biodiversitas jenis ikan dan genus karang. Pada site yang berada di ujung barat pulau weh kondisi ikan dan karang cukup beragam, hal ini disebabkan sirkulasi air yang baik dari Samudra Hindia yang merupakan factor pendukung terciptanya keragaman jenis ikan dan genus karang yang tinggi. Semakin masuk ke teluk sabang, ketersediaan nutrient dan sirkulasi berkurang, sehingga Pulau Klah yang berada pada lokasi tersebut menjadi tempat yang terlindung dari pengaruh angin dan arus. Kurangnya pengaruh lautan menjadi penyebab kurangnya keragaman jenis ikan dan genus karang di titik sampel Pulau Klah dan pantai bagian timur bila Sumberdaya Pesisir dan Laut 3 Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIX. Makassar, 7 Juni 2012 “Geospasial dalam Pembangunan Ruang yang Berkualitas” dibandingkan dengan pantai bagian barat Pulau Weh. Sementara untuk Pulau Aceh banyak terkena dampak Tsunami 2004 karena substrat di daerah ini dominan pasir sehingga terjadi sand debris yang menyebabkan kerusakan besar di Pulau Aceh. Meskipun seperti itu, sirkulasi oceanografi pada wilayah ini sangat baik, sehingga membantu proses pemulihan. Kondisi sekarang ini, terumbu karang sudah mulai membaik. (a) Graph of Corals 45 dengan nilai 0 dan nilai merah berarti tinggi dengan nilai 1. (a) Columns anoi_reu_bent_Seu_coral Sobs (Mao Tau) 40 bacoppra_canyon_coral Sobs (Mao Tau) batee_rubiah_seurawan_coral Sobs (Mao Tau) 35 Beurawang_Jaboi_Sobs (Mao Tau) deudap_lamteng_coral_Sobs (Mao Tau) 30 gapang_lhokweng_coral Sobs (Mao Tau) 25 lapeng_leun_coral Sobs (Mao Tau) lhoh_paloh_coral Sobs (Mao Tau) 20 lhong_angin_cora Sobs (Mao Tau) 15 10 (b) 5 0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 No of Transect (b) (c) Gambar 2. (a) grafik jumlah total genus terumbu karang, (b) grafik jumlah total jenis ikan. Pada Gambar 2(a) dapat dilihat bahwa titik sampel Gapang dan Lhokweng memiliki jumlah genus karang yang lebih banyak pada jumlah transek 40 dan titik sampel Lapeng dan Leun Balee. Lhong Angin selalu berada pada jumlah terendah disepanjang transek. Sementara untuk grafik ikan terlihat bahwa setiap sampel penelitian memiliki jumlah jenis ikan yang hampir sama kecuali pada titik sampeng Pasi Janeng. Jumlah genus karang (Gambar 3(a)) yang terendah terdapat di daerah Pulau Weh pada titik sampel Pulau Klah, Ujung Kareung dan Sumur Tiga sementara jumlah genus tertinggi berada di titik sampel Ujung Seurawan, Rubiah Channel, Batee Meuron, Lhok weng dan Gapang. Sedangkan untuk daerah Pulau Aceh memiliki jenis genus karang yang sedang bila dibandingkan dengan titik sampel lainnya. Pada Gambar 3(b) merupakan peta jumlah jenis ikan, jumlah terendah terdapat di pulau klah dan tertinggi berada pada titik sampel Ba Kopra, Canyon, Lamteng dan Deudap. Gambar 3(c) adalah peta sebaran biodiversitas genus karang dan jenis ikan, pada peta tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua titik memiliki nilai biodiversitas yang tinggi. Sebaran dari kondisi titik sampel dapat dilihat pada Gambar 3. Peta yang dihasilkan telah dilakukan rescale agar setiap peta dan setiap lokasi dapat dilihat perbandingannya. Warna biru yang berarti rendah 4 Sumberdaya Pesisir dan Laut Gambar 3. Peta hasil interpolasi dan standarisasi hasil re-scale dari 0 (rendah) ke 1 (tinggi). (a) Jumlah genus terumbu karang, (b) Jumlah spesies ikan, (c) biodiversitas ikan dan terumbu karang. Gangguan terhadap komunitas karang dapat dilihat pada Gambar 4(a), kerentanan komunitas karang tertinggi di titik sampel Canyon. Kerentanan terumbu karang terhadap tekanan lingkungan berbeda-beda, sehingga dalam tekanan yang sama respon yang diberikan oleh terumbu karang berbeda-beda,. Hal ini disebabkan karena perbedaan komposisi karang di daerah tersebut berbeda-beda, daerah dengan lebih banyak karang yang susceptible akan lebih parah terkena dampak climate stress, sedangkan daerah dengan lebih banyak karang yang resistant akan lebih resilient terhadap climate stress. Model dari climate stress dapat dilihat pada Gambar 4(b), dimana perairan di lokasi penelitian memiliki tingkat tekanan yang tinggi. Climate stress ini Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIX. Makassar, 7 Juni 2012 “Geospasial dalam Pembangunan Ruang yang Berkualitas” merupakan hasil model yang menggabungkan faktor radiasi, penekan dan penguat yang dilakukan pemodelan menghasilkan sebuah peta sebaran climate stress. Hasil analisis antara kerentanan komunitas terumbu karang dan climate stress dapat dilihat pada Gambar 4(c). Susceptibility dihitung dari komposisi genus karang yang susceptible terhadap perubahan suhu atau gangguan lingkungan lainnya dibandingkan dengan seluruh taksa yang ada. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa suatu daerah daerah dengan jumlah karang yang susceptible lebih banyak akan terkena dampak climate stress lebih parah, sedangkan daerah dengan lebih banyak karang yang resistant akan lebih resilient terhadap dampak climate stress. yang ada. Berdasarkan peta tersebut maka dapat dilihat bahwa climate stress, kerentanan komunitas terumbu karang dan biodiversitas memiliki nilai yang tinggi. (a) Gambar 5. Biodiversitas, kerentanan komunitas karang dan climate stress model. Tabel 2. Korelasi antara variabel (b) (c) Gambar 4. Peta hasil interpolasi dan standarisasi hasil re-scale dari 0 (rendah) ke 1 (tinggi); (a) kerentanan komunitas terumbu karang, (b) Multivariate stress (climate stress) model (c) kerentanan komunitas karang dan stress indeks Gambar 5 merupakan hasil akhir dari penelitian ini, peta tersebut merupakan gabungan dari semua layer Variabel Radiasi (radiation) X karang Pengurang (reducing) x karang Penguat (reinforcing) x Ikan Penguat (reinforcing) x karang Penguat (reinforcing) x biodiversitas Radiasi dan pengurang (radiation and reducing) x karang Stress model (climate stress) x karang Stress model (climate stress) x biodiversitas Stress model (climate stress) x ikan Karang x ikan Karang x kerentanan karang (coral susceptibility) Korelasi -0.30 -0.15 0.30 0.13 0.30 -0.37 -0.36 0.10 -0.06 0.65 0.45 Berdasarkan tabel korelasi (Tabel 2) diatas maka dapat dilihat hubungan dari setiap variabel. Kondisi karang sangat dipengaruhi oleh radiasi (R = -0.30), pengurang (R = -0.15) dan penguat (R = 0.13). Radiasi, penguat dan pengurang merupakan komponen dari climate stress sehingga korelasi antara karang dan climate stress cukuk tinggi (R = -0.36). Namun pengaruh radiasi, pengurang dan climate stress terhadap ikan karang sangat rendah. Climate stress tdak terlihat pengaruhnya (R = -0.06). Tetapi pengaruh penguat (reinforcing) terhadap ikan cukup tinggi (R = 0.30), hal ini disebabkan karena faktor penguat terdiri dari klorofil yang merupakan sumber makanan ikan. Pengaruh stress model terhadap biodiversitas tidak terlalu tinggi. Biodiversitas merupakan gabungan antara ikan dan karang, dimana ikan tidak terlalu terpengaruh terhadap climate stress. Pada tabel diatas juga dapat dilihat korelasi antara ikan dan karang yang sangat tinggi (R = 0.65). Kerentanan komunitas karang bergantung pada genus karang. Pada penelitian ini kerentangan karang dan karang memiliki korelasi yang cukup tinggi (R = 0.45). Berdasarkan hasil penelitian maka terlihat pengaruh climate stress sangat besar terhadap kondisi terumbu Sumberdaya Pesisir dan Laut 5 Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIX. Makassar, 7 Juni 2012 “Geospasial dalam Pembangunan Ruang yang Berkualitas” karang namun tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi ikan. Tekanan lingkungan yang tinggi memberikan efek yang signifikan pula terhadap biodiversitas. Efek perubahan iklim memberikan dampak secara tidak langsung terhadap ikan karang dan terumbu karang (Graham et al., 2008). Perubahan iklim mempengaruhi kondisi perairan. Perubahan kondisi perairan yang sangat drastis tidak dapat ditanggulangi oleh biota laut seperti ikan dan terumbu karang. KESIMPULAN 1. 2. 3. 4. Jumlah jenis ikan dan karang akan menjadi lebih signifikan dengan bertambahnya jumlah transek yang digunakan. Pada kondisi lingkungan yang sama namun respon yang diberikan oleh karang berbeda-beda. Sehingga bila suatu lokasi memiliki karang yang susceptible lebih banyak maka komunitas karang didaerah tersebut akan lebih terkena dampak climate stress dibandingkan daerah yang karang resistant lebih banyak. Karena karang yang yang resistanti lebih resilleint terhadap climate stress. Climate stress memiliki efek yang besar terhadap karang namun tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi ikan. Perubahan iklim memberikan efek secara tidak langsung terhadap ikan dan terumbu karang DAFTAR PUSTAKA Hoegh-Guldberg (1999) Climate change, coral bleaching and the future of the world’s coral reefs. Mar Freshwat Res 50: 839-866. Glynn PW (1996) Coral reef bleaching: facts, hypotheses and implications. Global Change Biology 2:495-509. Goreau, T.J. and R.L. Hayes (1994) Coral reef bleaching and ocean Hot Spots. Ambio, 23, 176180. Graham NAJ, McClanahan TR, MacNeil MA et al (2008) Climate warming and the ocean-scale 6 Sumberdaya Pesisir dan Laut integrity of coral reef ecosystems. Plos ONE, 3, e30309. Maina JM,et al. (2011) Global Gradients of Coral Exposure to Environmental Stresses and Implication for Local management. Plos One , 8, e23064. McClanahan TR, Ateweberhan M, Muhando CA, Maina J, Mohammed MS (2007a) Effects of climate and seawater temperature variation on coral bleaching and mortality. Ecological Monographs, 77, 503–525. McClanahan TR, Ateweberhan M, Ruiz Sebastian C, Graham NAJ, Wilson SK, Bruggemann JH, Guillaume MMM (2007b) Predictability of coral bleaching from synoptic satellite and in situ temperature observations. Coral Reefs, 26, 695– 701. McClanahan TR, Ateweberhan M, Sebastian CR, Graham NAJ, Wilson SK, Guillaume MMM, Bruggemann JH (2007c) Western Indian Ocean coral communities: bleaching responses and susceptibility to extinction. Marine Ecology Progress Series, 337, 1–13. McClaahan TR, Maina JM (2011) Associations between climate stress and coral reef biodiversity in the Western Indian Ocean. Global Change Biology, doi 10.1111 Shick JM et all (2011) Responses to iron limitation in two colonies of Stylophora pistillata exposed to high temperature: Implications for coral bleaching. Limnol, Oceanography, 56(3), 2011, 813–828 Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji & M.K. Moosa (1997) The Ecology of the Indonesian Seas I : The Ecology of Indonesian Series Volume VII. Periplus Edition (HK) Ltd.: xiv + 1-642. Terangi (2012) manfaat terumbu karang. weblink diakses 17 mei 2012. http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_co ntent&view=article&id=131%3Amanfaat-terumbukarang-bagi-kehidupan&catid=54%3Apengelolaan&Itemid=52&lang=id Wilkinson, C.R (1999) Global and local threats to coral reef functioning and existence: Review and predictions. Marine Freshwater Research 50, 867– 878.