BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic state) yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan kekayaan alam melimpah di berbagai sektor sumber daya alam. † Selain negara kepulauan Indonesia merupakan negara kelautan dan wilayah perairannya lebih luas daripada wilayah daratannya. Indonesia sendiri mempunyai perairan laut seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2 dengan potensi lestari sumber daya ikan sebesar 6.11 juta ton per tahun. ‡ Perairan kepulauan, perairan teritorial maupun zona Ekonomi Eksklusif memiliki banyak kekayaan alam hayati maupun non hayati yang dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan suatu bangsa untuk mencapai kesejahteraan warga negaranya. Berdasarkan luas perairan laut tersebut di atas, maka secara langsung Indonesia memiliki kedaulatan dan yurisdiksi atas wilayah perairannya serta kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya perikanan baik untuk kegiatan penangkapan maupun pembudidayaaan ikan sekaligus meningkatkan kemakmuran dan keadilan guna pemanfaatan sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa dan negara dengan tetap memperhatikan prinsip kelestarian sumber daya perikanan dan lingkungan serta kesinambungan pembangunan perikanan nasional. Potensi sumber daya laut † Muhammad Faiz Aziz, 2014, Presiden Baru Dan Penyelesaian Batas Kelautan (online), http://pshk.or.id/site/?q=id/content/presiden-baru-dan-penyelesaian-sengketa-batas-kelautan (10 Maret 2015). ‡ Siti Puspita, 2014, Makalah Ekosistem Perairan( online), 0, http://sitipuspitas.wordpress.com/2014/03/ (10 Maret 2015). Indonesia menjadi modal dasar dalam upaya mensejahterahkan rakyat termasuk kekayaan sumber daya perikanan dan biota laut lainnya sebagai bahan pangan atau untuk flora-fauna hias. Potensi lestari perikanan laut Indonesia ditaksir sekitar 6,4 juta ton. Isu pokok dalam pengelolaan sumber daya kelautan dari dahulu sampai sekarang masih berkutat pada persoalan yang sama, yakni penangkapan ikan ilegal oleh nelayan asing, tindakan perusakan atau eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya kelautan baik oleh nelayan lokal maupun asing, pencemaran laut, penyelundupan, perdagangan illegal di laut, dan sengketa batas wilayah teritorial dengan negara tetangga maupun batas wilayah antar-provinsi atau kabupaten §. Konsep Indonesia tentang zona ekonomi eksklusif (ZEE) diawali dengan paham wawasan nusantara yang termuat dalam Deklarasi Djuanda 1957 yang kemudian dituangkan dalam UU No 4/Prp./1960 tentang Perairan, yang menyatakan bahwa Teritorriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 diganti dengan Wawasaan Nusantara atau Archipelago Principle. Paham ini diperjuangkan dalam berbagai konferensi laut internasional antara lain dalam Konferensi Jenewa tahun 1977. Konferensi ini berhasil menyusun konsep satu paket persetujuan umum, yang dikenal sebagai Informal Compesite Negotiating Text (ICNT). Walau bukan persetujuan resmi, namun ICNT menjadi referensi penting dalam perundingan-perundingan selanjutnya mengenai hukum laut. Melalui Konferensi itu telah diakui prinsip wilayah laut teritorial yang lebarnya 12 mil ditambah 188 mil Zona Ekonomi, sehingga seluruhnya berjumlah 200 mil dihitung dari garis dasar laut negara bersangkutan. Kemudian pengumuman § http://hallo-indonesia.blogspot.com/2012/09/strategi-maritim-indonesia.html Diakses pada tanggal 23 Maret 2015 pukul 15.00 WIB tentang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980. ** Wilayah laut Indonesia yang berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif merupakan wilayah laut yang mempunyai potensi kekayaan yang terbesar bagi Indonesia. Berdasarkan hal tersebut pentingnya potensi-pontensi sumber kekayaan di laut pemerintah telah mengeluarkan berbagai jenis produk hukum dalam mengatur, melindungi serta melakukan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia khususnya di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang ZEEI serta produk-produk hukum terkait untuk melindungi wilayah ZEEI. Wilayah laut Indonesia memiliki nilai strategis dalam segala bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan. Menciptakan wilayah laut yang aman, lestari, menjaga serta memanfaatkan segala potensi besar yang dimiliki oleh laut Indonesia merupakan hal terpenting dan mutlak harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Potensi-potensi kekayaan laut Indonesia yang ada di ZEEI sudah pasti menarik pelaku-pelaku tidak bertanggung jawab untuk mengambil kekayaan tersebut, ini dapat dirasakan dengan adanya kasus-kasus penyimpangan di wilayah perairan Indonesia yang sering terjadi, salah satunya adalah meningkatnya kapal penangkap ikan asing juga lokal yang tidak memiliki izin yang masuk ke wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang tentu sangat merugikan Negara Indonesia juga merugikan rakyat. ** Agis Ardhiansyah, 2008, Pengelolaan Dan Pelestarian Sumber Daya Alam Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Online), https://ciils.wordpress.com/2008/04/20/pengelolaan-danpelestarian-sumber-daya-alam-di-zeei/ (11 Maret 2015). Berdasarkan hal tersebut menuntut pemerintah untuk melaksanakan dan melakukan perlindungan serta penegakan hukum untuk menjaga eksistensi Indonesia sebagai negara maritim di mata dunia. Langkah apapun yang ditempuh oleh Indonesia tentu saja harus mengacu pada sumber-sumber hukum yang berlaku. Dikarenakan wilayah perbatasan Indonesia meliputi wilayah laut (teritorial) maka dari itu sumber atau kaidah hukum yang dapat dijadikan acuan atau landasan adalah hukum laut internasional yang diantaranya adalah Konvensi Hukum Laut 1982 atau ketentuan-ketentuan hukum laut lainnya yang mengatur tentang batas laut wilayah suatu negara . Berdasarkan UNCLOS 1982 yang berlaku sejak 16 November 1994, konsepsi archipelagic state yang diperjuangkan oleh bangsa Indonesia sejak Deklarasi Juanda tahun 1957, dan kemudian dituangkan dalam UU No. 4 Prp tahun 1960 dan akhirnya diakui oleh dunia internasional. UNCLOS juga menjadi landasan hukum terkait penarikan lebar laut wilayah, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen. Persoalan banyaknya kapal asing yang masuk ke wilayah perairan laut Indonesia tidak lepas dari potensi laut Indonesia. Posisi Indonesia yang sangat strategis menjadi daya tarik bagi kekuatan asing untuk memanfaatkan laut secara ilegal. Salah satu lokasi yang berpotensi besar dijadikan sebagai lokasi masuknya kapal asing untuk melakukan pencurian terhadap hasil laut Indonesia adalah perairan Anambas dan Natuna. Banyaknya kapal asing yang melakukan pencurian ini mengakibatkan masyarakat Anambas yang 90% bekerja sebagai nelayan merugi. Kapal asing yang digunakan dalam pencurian hasil laut tersebut biasanya menggunakan kapal-kapal besar dengan pukat harimau sebagai alat penangkap hasil laut tersebut. Pencurian ikan ini dilakukan secara besar-besaran dan pukat harimau yang digunakan kapal asing tersebut dapat merusak kelestarian bawah laut perairan tersebut dan mengakibatkan kerugian yang besar bagi Negara. Melalui kasus ini penulis terdorong untuk meneliti permasalahan mengenai pengaturan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh kapal asing menurut hukum internasional dan menurut hukum nasional serta penegakan hukum atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh kapal asing menurut hukum nasional dan hukum internasional diikuti dengan upaya penyelesaian sengketa hukum laut. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan mengenai pengeksploitasian sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tersebut dengan mengangkat judul : TINDAKAN EKSPLOITASI SUMBER DAYA PERIKANAN DI EKSKLUSIF (ZEE) OLEH WILAYAH KAPAL LAUT ZONA EKONOMI ASING MENURUT HUKUM INTERNASONAL. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaturan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Internasional ? 2. Bagaimana pengaturan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Nasional ? 3. Bagaimana penegakan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Internasional dan Nasional ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penulisan Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaturan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Internasional. 2. Untuk mengetahui pengaturan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Nasional. 3. Untuk mengetahui penegakan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Nasional. 2. Manfaat Penulisan Seperti pada umumnya dalam setiap penulisan skripsi pasti ada manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan dalam penulisannya. Manfaat secara umum yang dapat diambil dalam penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis. a. Manfaat teoritis Manfaat teoritis dari penulisan skripsi ini adalah untuk menambah pengetahuan dalam mendalami dan mempelajari hukum internasional khususnya hukum laut internasional serta dapat bermanfaat untuk memperluas wawasan mengenai penegakan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Internasional. b. Manfaat praktis Manfaat praktis dari penulisan skripsi ini adalah menjadi acuan dalam kerangka berpikir bagi upaya dan solusi penyelesaian di wilayah laut Natuna Anambas, Riau. D. Keaslian Penulisan Judul skripsi ini ialah “Penegakan Hukum atas Eksploitasi Sumber Daya Perikanan di Wilayah Laut ZEE oleh Kapal Asing menurut Hukum Internasional”. Penelitian difokuskan pada cara penegakkan hukum yang paling tepat atas eksploitasi sumber daya alam di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Internasional. Skripsi ini ditulis berdasarkan ide, gagasan, serta pemikiran Penulis dengan menggunakan berbagai referensi, sehingga bukan dari hasil penggandaan karya tulis orang lain dan oleh karena itu keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan. Penulisan skripsi ini juga diperoleh dari bukubuku, jurnal ilmiah, media cetak dan media elektronik. Jika ada kesamaan dan kutipan, hal itu semata-mata digunakan sebagai referensi dan penunjang yang Penulis perlukan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif Hubungan-hubungan internasional yang dilakukan antar negara tidak selamanya berlangsung dengan baik. Seringkali hubungan menimbulkan perselisihan di antara keduanya. Perselisihan dapat bermula dari berbagai hal berupa perbatasan, eksploitasi sumber daya alam oleh kapal asing, kerusakan lingkungan, dan lain-lain. Pada zona ekonomi eksklusif (ZEE) sering terjadi eksploitasi sumber daya alam oleh kapal asing yang sangat merugikan negara, oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas dari hukum internasional dan nasional sangat berperan penting di dalamnya. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah suatu zona selebar tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal. Di zona ini negara pantai memiliki hak-hak berdaulat yang eksklusif untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alam serta yurisdiksi tertentu terhadap : a. Pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalansi dan bangunan; b. Riset ilmiah kelautan; c. Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut; †† 2. Pengertian Sumber Daya Alam Sumber daya adalah suatu nilai potensi yang dimiliki suatu materi atau unsur tertentu dalam kehidupan. Sumber daya tidak selalu bersifat fisik tetapi juga non-fisik. Sumber daya ada yang dapat berubah (berubah ke bentuk yang lain, baik menjadi semakin besar maupun hilang maupun ada pula sumber daya yang kekal (selalu tetap). Sumber daya hayati adalah salah satu sumber daya dapat pulih (renewable resources). Sumber daya hayati secara harafiah dapat diartikan sebagai sumber daya yang mempunyai kehidupan dan dapat mengalami †† Sefriani, Hukum Internasional suatu pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2010. Hlm. 215-216 kematian. Jenis-jenis sumber daya non-hayati diantaranya adalah bahan mineral, air dan udara. Macam-macam Sumber Daya Alam Sumber daya alam dapat dibedakan berdasarkan sifat, potensi, dan jenisnya. a. Berdasarkan sifat Menurut sifatnya, sumber daya alam dapat dibagi 3, yaitu sebagai berikut : 1. Sumber daya alam yang terbarukan (renewable), misalnya: hewan, tumbuhan, mikroba, air dan tanah. Disebut terbarukan karena dapat melakukan reproduksi dan memiliki daya regenerasi (pulih kembali). 2. Sumber daya alam yang tidak terbarukan (non-renewable), misalnya : minyak tanah, gas bumi, batu tiara dan bahan tambang lainnya. 3. Sumber daya alam yang tidak habis, misalnya : udara, matahari, energi pasang surut, energi laut. b. Berdasarkan potensi Menurut potensi penggunaannya, sumber daya alam dibagi beberapa macam, antara lain sebagai berikut : 1. Sumber daya alam materi, merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan dalam bentuk fisiknya, misalnya : batu besi, emas, kayu, serat kapas, rosela, dan sebagainya. 2. Sumber daya alam energi, merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan energinya, misalnya : batu bara, minyak bumi, gas bumi, air terjun, sinar matahari, energi pasang surut, kincir angin, dan lain-lain. 3. Sumber daya alam ruang, merupakan sumber daya alam yang berupa ruang atau tempat hidup, misalnya : area tanah (daratan) dan angkasa. c. Berdasarkan Jenisnya Menurut jenisnya, sumber daya alam dibagi dua sebagai berikut : 1. Sumber daya alam non-hayati (abiotik); disebut juga sebagai sumber daya alam fisik, sumber daya alam yang berupa benda-benda mati, misalnya : bahan tambang, tanah, air, dan kincir angin. 2. Sumber daya alam hayati (biotik); merupakan sumber daya alam yang berupa mahluk hidup, misalnya : hewan, tumbuhan, mikroba, dan manusia. ‡‡ 3. Pengertian Kapal Asing Pasal 1 Angka 39 UU Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran menyatakan bahwa kapal asing adalah kapal yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak dicatat dalam daftar kapal Indonesia. §§ Pada kapal asing terdapat aturan Hak lintas damai yang harus dipatuhi oleh setiap kapal. Hak lintas damai sesuai dengan Pasal 18 dan 19 UNCLOS 1982 memiliki pengertian sebagai berikut: Lintas berarti navigasi melalui laut teritorial untuk keperluan melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman. Lintas harus dilaksanakan secara terus menerus, langsung serta secepat mungkin, namun demikian lintas mencakup berhenti dan buang jangkar, tetapi ‡‡ http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196006151988031JUPRI/SUMBER_DAYA_ALAM_Drs._Jupri,_MT.pdf Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 18:00 WIB. §§ http://penelitihukum.org/tag/pengertian-kapal-asing/ Diakses pada tanggal 28 Maret 2015 pukul 17.05 WIB hanya sepanjang hal tersebut berkaitan dengan navigasi yang lazim atau perlu dilakukan karena force majeure atau mengalami kesulitan atau guna memberikan pertolongan kepada orang, kapal atau pesawat udara yang dalam bahaya atau kesulitan. 4. Pengertian Hak Lintas Damai Suatu lintas disebut lintas damai sesuai dengan Pasal 19 UNCLOS 1982 adalah sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian, ketertiban atau keamanan Negara pantai. Bentuk bentuk lintas yang merugikan bagi kedamaian, ketertiban atau keamanan Negara Pantai terdiri dari: 1. setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik Negara pantai, atau dengan cara lain apapun yang merupakan pelanggaran asas hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa; 2. setiap latihan atau praktek dengan senjata macam apapun; 3. setiap perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang merugikan bagi pertahanan atau keamanan Negara pantai; 4. setiap perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau keamanan Negara pantai; 5. peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap pesawat udara di atas kapal; 6. peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan dan perlengkapan militer; 7. bongkar atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang secara bertentangan dengan peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter Negara Pantai; 8. setiap perbuatan pencemaran dengan sengaja dan parah yang bertentangan dengan ketentuan Konvensi ini; 9. setiap kegiatan perikanan; 10. kegiatan riset atau survey; 11. setiap perbuatan yang bertujuan mengganggu setiap sistem komunikasi atau setiap fasilitas atau instalasi lainnya Negara pantai; 12. setiap kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan lintas Pelaksanaan lintas damai ada ketentuan khusus bagi kapal selam yaitu lainnya diharuskan melakukan navigasi di atas permukaan air dan menunjukkan benderanya sesuai dengan Pasal 20 UNCLOS 1982. Pelaksanaan Hak Lintas Damai ini, suatu Negara pantai, tanpa diskriminasi formil atau diskriminasi nyata di antara kapal asing, dapat menangguhkan sementara dalam daerah tertentu laut teritorialnya lintas damai kapal asing apabila penangguhan demikian sangat diperlukan untuk perlindungan keamanannya, termasuk keperluan latihan perang /senjata. Namun harus ada pemberitahuan terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UNCLOS 1982. *** F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian *** http://ranggiwirasakti.blogspot.com/2014/07/perbedaan-antara-hak-lintas-damaidan.html Diakses pada tanggal 8 Mei 2015 pukul 22:39 WIB Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang melakukan analisa hukum atas peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim dalam penulisan ini pendekatan yuridis normatif digunakan untuk meneliti norma-norma hukum yang berlaku yang mengatur tentang kedaulatan suatu negara di wilayah laut dan upaya penyelesaian sebagaimana yang terdapat dalam perangkat hukum internasional maupun perjanjian internasional. Penelitian ini merupakan jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu metode penelitian yang menggambarkan semua data yang kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung dan selanjutnya mencoba memberikan pemecahan masalahnya. 2. Sumber Data Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ini. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Piagam PBB 1945, Konvensi Hukum Laut 1982. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menunjang dan memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, jurnal ilmiah dan pendapat para ahli hukum internasional. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamuskamus (hukum), ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya. Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya, maka kepustakaan yang dicari dan dipilih harus relevan dan mutakhir. ††† 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode Library research (Penelitian Kepustakaan) yakni dengan melakukan penelitian dari berbagai sumber bacaan seperti buku-buku, majalah-majalah, pendapat para sarjana dan juga bahan-bahan kuliah maupun bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini, yang merupakan data sekunder. Adapun data skunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku milik pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk Peraturan Perundang-undangan.‡‡‡ Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut: a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan. c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan. d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian. 4. Analisis Data ††† Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. hlm 117. ‡‡‡ Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rieneka Cipta, 1996, hlm.59. Data yang terdapat dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Analisis data kulitatif adalah proses kegiatan yang meliputi, mencatat, mengorganisasikan, mengelompokkan, dan mensitesiskan data selanjutnya memaknai setiap kategori data, mencari dan menemukkan pola, hubunganhubungan, dan memaparkan temuan-temuan dalam bentuk deskriptif naratif, bagan, flow chart, matriks maupun gambar-gambar yang bisa dimengerti dan dipahami oleh orang lain. G. Sistematika Penulisan Penulis dalam memudahkan penyusunan dan pemahaman skripsi ini, membuat suatu sistematika penulisan ini secara teratur dari berbagai hal dan bagian yang semuanya mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya. Sistematika penulisan tersebut dibagi dalam beberapa bab dan diantara bab-bab ini terdiri pula atas sub-sub bab. Skripsi ini dirancang dengan tujuan agar terhindar dari kesimpangsiuran sehingga tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) antar satu hal dengan yang lain sehingga karenanya disusun secara sistematis dalam bentuk sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan Merupakan kerangka yang terdiri dari latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan (jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, analisis data), sistematika penulisan. BAB II : Pengaturan Atas Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut ZEE Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional. Dalam Bab II ini dibahas mengenai konsep pengaturan eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Internasional yang didalamnya juga di bahas mengenai batas-batas, zona, wilayah/kawasan maritim untuk lebih memahami batasan-batasan dalam wilayah laut. Bab ini juga membahas mengenai pandangan hukum internasional mengenai eksploitasi, sumber daya alam laut serta pengaturannya dalam Hukum Internasional. BAB III : Pengaturan Atas Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut ZEE Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Nasional. Dalam Bab III ini dibahas mengenai pengaturan eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing menurut Hukum Nasional. Selain itu bab ini juga membahas mengenai pandangan hukum nasional mengenai eksploitasi, sumber daya alam laut, pengaturannya dalam Hukum Nasional serta efektivitas pengaturan eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut ZEE oleh kapal asing dalam hukum internasional. BAB IV : Penegakan Hukum Atas Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut ZEE Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Nasional Dan Internasional. Dalam Bab IV ini berisi mengenai penegakan hukum atas eksploitasi sumber daya perikanan oleh kapal asing, bagaimana tanggung jawab hukum oleh negara Indonesia dan Hukum Internasional yang diberlakukan bagi yang melanggarnya serta pembahasan mengenai kasus pelanggaran yang terjadi di wilayah Indonesia atau pun di negara lain. Bab ini juga berisi tentang upaya yang dilakukkan untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapi. BAB V : Penutup Bab ini terdiri dari kesimpulan serta penutup dan saran. Merupakan bagian akhir dari skripsi, maka dalam bab ini dirangkum intisari dari penelitian yang telah dilakukkan, serta memberikan saran terhadap penegakkan hukum terhadap eksploitasi yang dilakukan oleh kapal asing di wilayah ZEE. BAB II PENGATURAN ATAS EKSPLOITASI SUMBER DAYA PERIKANAN DI WILAYAH LAUT ZEE OLEH KAPAL ASING MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Batas-Batas, Zona dan Wilayah/Kawasan Maritim 1. Perairan Pedalaman Lebar laut teritorial diukur dari apa yang disebut “garis pangkal” dan perairan yang berada pada arah darat dari garis tersebut dinyatakan sebagai perairan pedalaman. Artinya, batas laut teritorial pada arah ke darat merupakan