Upaya Stabilisasi Harga Komoditas Pangan di Indonesia

advertisement
Edisi 5 Vol. II. Maret 2017
Upaya
Investasi
Stabilisasi
Sumber Daya
Harga
Manusia dalam
Komoditas
Menghadapi
Pangan di
Bonus
Indonesia
Demografi
p. 09
Melalui
Badan Pangan
Nasional
p. 03
Buletin APBN
Pusat Kajian Anggaran
Badan Keahlian DPR RI
www.puskajianggaran.dpr.go.id
ISSN 2502-8685
1
Dewan Redaksi
Penanggung Jawab
Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.
Pemimpin Redaksi
Rastri Paramita, S.E., M.E.
Redaktur
Jesly Yuriaty Panjaitan, S.E., M.M.
Ratna Christianingrum, S.Si., M.Si.
Marihot Nasution, S.E., M.Si
Adhi Prasetyo S. W., S.M.
Editor
Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM.
Ade Nurul Aida, S.E.
Daftar Isi
Update APBN...................................................................................................p.02
Upaya Stabilisasi Harga Komoditas Pangan di Indonesia Melalui Badan
Pangan Nasional.............................................................................................p.03
Investasi Sumber Daya Manusia dalam Menghadapi Bonus Demografi........p.09
Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id
2
Update APBN
Neraca Perdagangan
N
eraca perdagangan Indonesia tercatat surplus pada Februari 2017 sebesar
USD1,32 miliar, lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu
sebesar USD1,43 miliar. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan defisit neraca perdagangan
minyak dan gas (migas) yang melampaui peningkatan surplus neraca perdagangan
nonmigas, dimana neraca perdagangan migas bulan lalu tercatat defisit USD1,23
miliar sedangkan nonmigas surplus USD2,55 miliar.
Neraca Perdagangan Indonesia 2015 - 2017
(dalam miliar USD)
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Meningkatnya surplus neraca perdagangan nonmigas tersebut dipengaruhi
penurunan impor nonmigas sebesar USD1,31 miliar. Angka tersebut melebihi
penurunan ekspor nonmigas yang sebesar USD0,75 miliar. Penurunan impor
nonmigas terutama bersumber dari turunnya impor mesin dan peralatan mekanik,
mesin dan peralatan listrik, plastik dan barang dari plastik, senjata dan amunisi,
serta perhiasan atau permata. Penurunan ekspor nonmigas terutama disebabkan
turunnya ekspor lemak dan minyak hewan atau nabati bahan bakar mineral, besi
dan baja, bijih, kerak, dan abu logam, serta tembaga. Di sisi migas, nilai impor migas
naik 32,71 persen menjadi USD2,43 miliar karena kenaikan harga minyak yang diikuti
kenaikan volume impor sebesar 29,9 persen.
1
Upaya Stabilisasi Harga Komoditas Pangan
di Indonesia Melalui Badan Pangan Nasional
P
oleh
Rafika Sari 1)
ertumbuhan ekonomi Indonesia
selama lima tahun terakhir
bergantung sebagian besar pada
pengeluaran konsumsi rumah
tangga terutama pangan. Data
BPS menunjukkan bahwa rata-rata
kontribusi pengeluaran konsumsi
rumah tangga terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) selama periode
tahun 2011-2015 sebesar 54,36
persen. Apabila dilihat dari jenis
pengeluaran konsumsi rumah tangga,
hampir 40 persen di antaranya berasal
dari konsumsi pangan2. Melihat
total pengeluaran konsumsi rumah
tangga untuk jenis makanan dan
minuman yang demikian besar, yaitu
sebesar Rp2,46 triliun3 pada tahun
2015, sungguh disayangkan, untuk
pemenuhan kebutuhan konsumsi
pangan nasional, Pemerintah
Indonesia belum mampu memenuhi
kebutuhan konsumsinya sehingga
harus memasok berbagai produk
pangan dari negara lain.
2012, dan negara Vietnam dan
Thailand sebagai eksportir beras yang
menduduki terbesar pertama dan
kedua bagi Indonesia. Volume impor
produk gula pasir telah mencapai
65,8 juta kg (atau senilai USD 35,8
juta) pada tahun 2014 dan bahkan
pernah mencapai titik impor gula pasir
tertinggi selama 5 tahun terakhir, yaitu
181,6 juta kg pada tahun 2011 dan
91,5 juta kg pada tahun 2013. Negara
pemasok impor gula pasir terbesar ke
Indonesia adalah Thailand. Volume
impor kedelai telah mencapai 2,25
miliar kg (atau senilai USD1,03 miliar)
pada tahun 2015. Volume impor ini
merupakan tertinggi selama lima
tahun terakhir, yang didominasi oleh
produk kedelai Amerika Serikat.
Ketergantungan Indonesia pada impor
komoditas pangan telah menyebabkan
harga komoditas pangan di Indonesia
rentan terhadap harga impor
komoditas pangan dunia. Bahkan harga
beberapa komoditas pangan seperti
gula mentah (raw sugar), gandum,
jagung, dan kedelai, ditentukan oleh
pedagang berjangka (future trade)
melalui bursa berjangka komoditas di
beberapa negara. Wilmar International
Ltd, perusahaan agribisnis di
Singapura, telah berperan menjadi
price setter terhadap gula mentah
dunia dengan membeli lebih dari 6
Volume impor produk beras ke
Indonesia telah mencapai sebanyak
844 ribu ton pada tahun 2014 (atau
senilai USD388 juta). Bahkan, pernah
mencapai titik tertinggi selama 5
tahun terakhir yaitu 2,75 juta ton
(atau senilai USD1,5 miliar) pada
tahun 2011 dan 1,81 juta ton (atau
senilai USD945 juta) pada tahun
Peneliti Muda Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI. E-mail: rafika.sari@dpr.
go.id.
2
Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia 2016, hal.605
3
Ibid, hal.604
4.
“Pasar Pangan Dunia: Future Trader Pangan di Singapura Tentukan Harga Impor di Indonesia”, Koran Jakarta, 9 Maret
2017.
1
2
juta ton gula mentah pada tahun
2015 atau sebanyak USD2,3 miliar4.
Kondisi ini dinilai karena Indonesia
tidak memiliki kekuatan (bargaining
power) dalam menentukan harga
yang seharusnya dimiliki oleh suatu
lembaga pemerintah yang menangani
bidang pangan yang hingga saat ini
belum juga terbentuk dari target
tiga tahun yang ditentukan sejak
Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2015 tentang Pangan, dan diundangundangkan pada akhir tahun 2015.
di sektor perdagangan komoditas
pangan. Menurut Masyhuri, Guru
Besar Fakultas Teknik Pertanian UGM,
keberadaan BPN berpengaruh positif
terhadap peningkatan kesejahteraan
petani, lapangan pekerjaan, dan
peluang investasi pengembangan
industri pangan5.
Sayangnya, hingga saat ini masih
terjadi tarik ulur dalam pembentukan
BPN. Pembentukan BPN yang diusulkan
masih dalam proses persetujuan yang
terhenti pada pembahasan antara
Menteri Pertanian, Sekretaris Negara,
dan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian. Dasar pertimbangan
belum disetujui pembentukan BPN
hingga saat ini adalah karena terdapat
irisan kewenangan antarkementerian
terkait pangan, yaitu Kementerian
Pertanian yang fokus pada produksi
komoditas pangan dan Kementerian
Perdagangan pada distribusi dan
konsumsi pangan6. Namun di sisi lain,
Pemerintah ingin mengefisiensikan
birokrasi yang sudah ada dan
menghindari adanya tumpang tindih
fungsional antara BPN dengan institusi
yang sudah ada, yaitu Perum Bulog,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
di bidang logistik pangan. Keinginan
untuk lebih memfungsikan Perum
Bulog dicetuskan oleh Kementerian
Pemberdayaan Aparatur Negara,
karena Perum Bulog telah memiliki
peran strategis dalam menjaga
stabilitas pasokan pangan nasional,
sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 13 Tahun 2016
tentang Perusahaan Umum (Perum)
Bulog.
Peran Strategis Badan Pangan
Nasional
Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2015 tentang Pangan
mengamanatkan pembentukan suatu
lembaga pemerintah yang bertugas
menangani bidang pangan dalam
jangka waktu tiga tahun. Adapun
kedudukan lembaga pemerintah
tersebut, yang disebut Badan Pangan
Nasional (BPN), berada di bawah
Presiden dan bertanggungjawab
kepada Presiden. BPN yang dimaksud
dapat mengusulkan kepada Presiden
untuk memberikan penugasan
kepada BUMN di bidang pangan
untuk melaksanakan produksi,
pengadaan, penyimpanan, dan/atau
distribusi pangan pokok dan lainnya.
Selain sebagai regulator pangan
nasional, keberadaan BPN diharapkan
dapat memiliki otoritas penuh dalam
melakukan beberapa hal sebagai
berikut (a) menentukan skala dan
peningkatan produksi nasional guna
mengurangi impor; (b) mengurangi
kebergantungan pemerintah dari
pedagang yang spekulatif dengan
membeli langsung kepada produsen,
dan (c) memberantas praktik kartel
“Kedaulatan Pangan Jadi Insentif Investasi Industri Makanan”, Koran Jakarta, 14 Maret 2017.
“Konsep Pembentukan Badan Pangan Nasional Masih Belum Jelas”, Tribun Bisnis, 17 Januari 2017. (http://www.tribunnews.
com/bisnis/2017/01/17/konsep-pembentukan-badan-pangan-nasional-masih-belum-jelas, diakses 14 Mar 2017).
5
6
3
Tabel 1. Badan Pangan Pada Beberapa Negara di Dunia
Negara
Nama Badan Pangan
Kebijakan
Australia
The Rice Marketing Board
for the State of New South
Wales (RMB)
Memegang hak monopoli penjualan beras
domestik dan ekspor hingga Januari 2009, sehingga
menimbulkan sistem harga ganda.
Website:
http://www.rmbnsw.org.
au/
Brazil
Conab (Companhia Nacional
de Abastecimento)
Website:
http://www.conab.gov.br/
China
The China National Cereals,
Oils and Foodstuffs Import
and Export Corporation
(COFCO)
Website:
http://www.cofcorice.com/
en/about/block-profile.aspx
India
The Food Corporation of
India
Website:
http://www.fcijobsportal.
com/Pages/Default.aspx
Malaysia
Bernas
Website:
www.bernas.co.my/
Filipina
The National Food Agency
(NFA)
Website:
http://www.nfa.gov.ph/
about-us
• Manfaat produsen beras berasal dari harga minimum
produsen yang dibedakan menurut wilayah/region,
jenis dan subsidi kredit.
• Membeli, menyediakan, meredistribusi beras untuk
masyarakat miskin melalui Program “Fome Zero” (Zero
Hunger).
• Produk: minyak, sereal dan bahan
makanan.
• Peningkatan subsidi irigasi dan benih bagi petani.
• Terdapat harga batas minimum beras yang ditetapkan
untuk 2 jenis padi.
• Menentukan daerah yang berhak menerima subsidi
beras/gabah khusus.
• Terutama untuk komoditas Gandum dan Beras.
• Pengeluaran dari Pemerintah untuk membiayai subsidi
input, terutama pupuk, energi dan irigasi yang sangat
besar.
• Harga produsen minimum diumumkan sebelum panen.
• Komitmen untuk pengadaan jumlah produksi tidak
terbatas pada tingkat harga minimum.
• Mengumumkan dua harga eceran beras yang dijual
yaitu untuk (a) masyarakat mampu dan (b) masyarakat
miskin. Penjualan bagi masyakat miskin dijatah.
• Memiliki hak monopoli impor beras dan menjamin
pasokan beras dalam negeri dan melindungi petani
lokal.
• Melepas daerah sawah tidak produktif.
• Menunjuk delapan zona khusus/lumbung di
Semenanjung Malaysia.
• Reklamasi lahan baru untuk budidaya padi di Malaysia
Timur bagi produksi padi komersial berskala besar oleh
sektor swasta.
• Petani padi tradisional memperoleh subsidi pupuk
tinggi dan harga produsen minimum.
• Mendorong pertumbuhan padi, jagung, biji-bijian
pakan, sorgum, mongo, kacang tanah, buah dan
sayuran.
• Penggunaan ekstensifikasi melalui varietas padi hibrida
untuk meningkatkan produksi.
• Pemberian 50 persen subsidi pada benih bersertifikat
dan pupuk diberikan pada tahun 2003.
• Menetapkan harga minimum padi.
Sumber: FAO Trade Policy Technical Notes, 2004.
4
Badan Pangan di Negara Lain
daerah bukan sentra produksi beras,
peran Bulog sangat dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan beras dengan
mendatangkan beras dari produksi
daerah lain. Sebagai contoh pada
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT),
hanya 4 persen dari kebutuhan beras
di daerah tersebut yang dipenuhi dari
hasil penyerapan pengadaan petani
lokal, yaitu sebanyak 4,9 ribu ton pada
tahun 2015. Untuk kebutuhan beras
di NTT pada tahun 2015 sebesar 107,6
ribu ton dengan stok awal sebesar
21 ribu ton, maka pengadaan beras
didatangkan dari daerah lain sebesar
82 ribu ton, dan pengadaan dari luar
negeri sebanyak 6 ribu ton7. Sebagian
besar kebutuhan beras dipenuhi dari
luar NTT, yaitu Divisi Regional Jawa
Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi
Selatan, dan bahkan pengadaan
luar negeri. Salah satu kendala yang
dihadapi dalam menyerap gabah dari
petani adalah harga pasar beras lebih
tinggi dari harga pokok penjualan
(HPP) beras.
Beberapa negara telah mendirikan
badan pangan, antara lain The Rice
Marketing Board for the State of
New South Wales (RMB) di Australia,
Conab (Companhia Nacional de
Abastecimento) di Brazil, The China
National Cereals, Oils and Foodstuffs
Import and Export Corporation
(COFCO) di China, The Food
Corporation of India, dan Bernas di
Malaysia (Tabel 1). Walaupun setiap
negara mengeluarkan kebijakan yang
berbeda melalui badan pangan yang
dibentuk, namun memiliki tujuan
yang sama dalam melindungi petani
lokal melalui subsidi benih, pupuk,
dan penetapan harga minimum
padi, serta menjamin pasokan bagi
berbagai lapisan masyarakatnya.
Peran Perum Bulog dalam Ketahanan
Pangan
Di Indonesia, sebagai suatu agent
of development, Perum Bulog
bertanggungjawab dalam tercapainya
ketahanan pangan nasional terutama
komoditas pangan beras. Dalam
upaya tersebut, Perum Bulog memiliki
4 (empat) tugas dan tanggung jawab
sebagaimana diatur pada Pasal
3 ayat (1) PP No. 13 Tahun 2016,
yaitu (1) stabilisasi harga beras di
tingkat produsen dan konsumen,
(2) penyediaan dan pendistribusian
beras kepada golongan masyarakat
tertentu, (3) pengelolaan cadangan
beras, dan (4) pelaksanaan impor
beras.
Untuk menjamin ketersediaan,
stabilitas dan kepastian harga,
Pemerintah menetapkan harga acuan
pembelian di petani dan penjualan
di konsumen pada tujuh komoditas
strategis dituangkan melalui Peraturan
Menteri Perdagangan No. 63/M-DAG/
PER/9/2016 tentang Penetapan Harga
Acuan Pembelian di Petani dan Harga
Acuan Penjualan di Konsumen, yang
dikeluarkan pada bulan September
2016 dan direncanakan berlaku pada
awal tahun 2017. Adapun ketujuh
komoditas pangan itu mencakup
beras, gula pasir, kedelai, daging, cabai
merah, dan bawang merah. Namun
yang terjadi saat ini adalah rata-rata
harga ketujuh komoditas masih di atas
harga acuan yang telah ditetapkan
Pertama, Perum Bulog berperan
sebagai stabilisator harga beras
dengan menyerap beras produksi
petani lokal dan menjamin distribusi
pangan di/ke seluruh wilayah di
Indonesia. Dan secara khusus untuk
7
Perum Bulog. Paparan pada Kunker Komisi VI DPR RI ke Provinsi NTT, 20-22 Desember 2015
5
oleh pemerintah (Gambar 1). Selisih
harga dipengaruhi oleh cuaca ekstrim
yang menghambat/mengganggu
volume produksi, kendala distribusi,
dan kurangnya pasokan pasar.
Bulog telah menyalurkan 96 persen
dari target 3,26 juta ton raskin ke
seluruh Indonesia per November 2015.
Penyebab tidak tercapainya target
penyerapan raskin adalah rendahnya
penyerapan raskin pada daerah
terpencil seperti Papua. Dengan
mempertimbangkan kondisi alam
Papua yang hanya memungkinkan
distribusi raskin dengan angkutan
udara terkendala akan usia pesawat
angkutan beras yang diatur dalam
Peraturan Menteri Perhubungan No.
155 Tahun 201610.
Gambar 1. Harga Acuan dan Harga Pasar
Beberapa Bahan Pokok
Ketiga, Cadangan Beras Pemerintah
(CBP) bertujuan antara lain untuk
memenuhi kebutuhan pangan
dalam penanggulangan keadaan
darurat bencana dan kerawanan
pangan pasca bencana, memenuhi
kerjasama internasional bantuan
sosial, mengendalikan gejolak harga
beras, dan untuk keperluan lain sesuai
kepentingan Pemerintah. Adapun CBP
tersebar di seluruh gudang Bulog di
seluruh wilayah Indonesia dengan
pemanfaatan CBP pada tahun 2015
sebesar 215,7 ribu ton.
Sumber: Permendag 63/2016, Sistem
Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok dalam
Bisnis Indonesia.
Komoditas pangan lainnya juga
mengalami fluktuasi harga yang
terjadi akhir-akhir ini, antara lain cabai
dan tandan buah segar (TBS) kelapa
sawit. Gejolak harga cabai terjadi
pada tahun 2016 bukan didorong
oleh meningkatnya permintaan
terhadap cabai, melainkan karena
kekurangan pasokan akibat diserang
hama (gejala alam La Nina)8.
Penurunan produksi TBS kelapa sawit
yang terjadi di Provinsi Kalimantan
Selatan disebabkan oleh dampak
kemarau panjang pada tahun 2015
dan mengakibatkan harga TBS
kelapa sawit turun sebesar Rp200
perkilogram9.
Selain itu, untuk menjaga kualitas
beras tetap dalam kondisi baik saat
disalurkan kepada konsumen, Perum
Bulog membuat standarisasi kualitas
beras dengan menunjuk BUMN
surveyor, antara lain PT Sucofindo,
menerapkan pemberantasan hama
gudang terpadu, serta pengawasan
dan evaluasi terhadap kualitas beras
secara rutin dan berkala.
Kedua, untuk penyaluran beras untuk
masyarakat miskin (raskin), Perum
Sapuan Gafar. “Harga Cabai”, Kompas, 15 Maret 2017, hal.7
“Penurunan Harga Tekan Petani Kelapa Sawit”, Kompas, 11 Maret 2017, hal.21.
10
Peraturan Menteri Perhubungan No. 155 Tahun 2016 Tentang Batas Usia Pesawat Udara Yang Digunakan untuk Kegiatan
Angkutan Udara Niaga: maksimal 15 tahun untuk pesawat terbang kategori transpor, dan 20 tahun untuk pesawat terbang
selain kategori transpor.
8
9
6
Simpulan
Sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2015 tentang Pangan, Badan Pangan
Nasional merupakan sarana efektif dalam mewujudkan ketahanan pangan
Indonesia. BPN diharapkan menjadi pusat komando dari seluruh koordinasi
antarkementerian yang diarahkan menuju kedaulatan pangan. Dampak dari
penundaan pembentukan BPN yang berlarut-larut mengakibatkan semakin
bertumpuknya masalah sistem dan logistik pangan nasional. Oleh karena itu,
kebutuhan atas data harga komoditas pangan yang valid sangat diperlukan
sebagai acuan dalam menentukan kebijakan stabilitas harga. Adapun data
yang dimiliki oleh kementerian/lembaga terkait, seperti Kementerian
Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Koordinator
Perekonomian, berbeda.
Apabila proses pembentukan badan baru tidak juga berhasil menemui titik
terang, maka mempercayakan Perum Bulog untuk mengemban otoritas penuh
sebagai Badan Pengelola Pangan guna mengatasi permasalahan produksi,
distribusi, dan perdagangan komoditas pangan menjadi alternatif yang patut
dipertimbangkan. Tentunya hal ini menjadi pekerjaan rumah yang sangat
berat bagi Perum Bulog dengan ruang lingkup wewenang terhadap komoditas
pangan yang lebih luas. Mengacu pada Pasal 3 ayat (3) PP No. 13 Tahun 2016,
bahwa peran Perum Bulog pada komoditas pangan selain beras hanya berupa
penugasan khusus yang terbatas diberikan oleh Pemerintah. Oleh karena
itu, dengan keterbatasan wewenang yang dimiliki oleh Perum Bulog sebagai
stabilisator harga yang saat ini masih terbatas pada produk beras, maka
diperlukan upaya penguatan peran Perum Bulog dalam tata niaga komoditas
pangan. Salah satu kelebihan dengan adanya kewenangan terkoordinasi pada
BPN adalah kemudahan melakukan pengawasan (monitoring) dan evaluasi
terhadap pelaksanaannya.
Daftar Pustaka
Bisnis, 17 Januari 2017. (http://www.
tribunnews.com/bisnis/2017/01/17/
konsep-pembentukan-badan-pangannasional-masih-belum-jelas, diakses 14
Mar 2017).
Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2015 tentang Pangan
Peraturan Pemerintah Nomor 13
Tahun 2016 tentang Perusahaan
Umum (Perum) Bulog
“Pasar Pangan Dunia: Future Trader
Pangan di Singapura Tentukan Harga
Impor di Indonesia”, Koran Jakarta, 9
Maret 2017.
Badan Pusat Statistik. Statistik
Indonesia 2016
The Food and Agriculture
Organization of the United Nations.
FAO Trade Policy Technical Notes,
2004.
“Penurunan Harga Tekan Petani Kelapa
Sawit”, Kompas, 11 Maret 2017.
“Stabilitas Harga Pangan: Kemendag
Terapkan Sejumlah Strategi”, Bisnis
Indonesia, 10 Maret 2017.
“Kedaulutan Pangan Jadi Insentif
Investasi Industri Makanan”, Koran
Jakarta, 14 Maret 2017.
Sapuan Gafar. “Harga Cabai”, Kompas,
15 Maret 2017.
“Konsep Pembentukan Badan Pangan
Nasional Masih Belum Jelas”, Tribun
7
Investasi Sumber Daya Manusia dalam
Menghadapi Bonus Demografi
Slamet Widodo 1)
Abstrak
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi di tengah-tengah kelesuan
ekonomi global, menjadi pertanda masih terus terjaganya produktifitas nasional
meskipun sumbangannya masih terus ditopang oleh konsumsi rumah tangga.
Jumlah penduduk memang masih menjadi faktor produksi utama penopang
perekonomian Indonesia. Transisi demografi yang hanya terjadi sekali dalam
sejarah bangsa menjadi pendorong bagi pentingnya investasi sumberdaya
manusia agar dapat mendorong terjadinya transisi ekonomi ke tingkat yang
lebih baik. Dalam jangka panjang, investasi sumberdaya manusia membutuhkan
perbaikan kualitas pendidikan dan kesehatan dalam rangka meningkatkan
Indeks Pembangunan Manusia. Namun dalam jangka pendek, diperlukan adanya
peningkatan kompetensi untuk menghadapi kompetisi di pasar global dan regional
yang semakin nyata.
Tantangan Global dan Regional
nyaris tanpa hambatan.
Sebagai konsekuensi dari
perekonomian terbuka, keberhasilan
perekonomian seringkali ditandai
dengan seberapa besar daya saing
yang dimiliki suatu negara terhadap
negara-negara lain di sekitarnya dan
dunia pada umumnya. Daya saing
ekonomi semakin meningkat, apabila
perekonomian mampu merespons
dan menyesuaikan diri terhadap
perubahan kondisi regional dan
global secara cepat sehingga mampu
mempercepat proses tercapainya
tingkat kesejahteraan rakyat yang
menjadi tujuan dari kegiatan
perekonomian secara umum. Selain
ketersediaan pasar tenaga kerja,
adanya regulasi dan lingkungan
bisnis yang kondusif, salah satu kunci
keberhasilan perekonomian yang
responsif adalah tingkat kompetensi
dari tenaga kerja itu sendiri.
Peningkatan kompetensi tenaga
kerja menjadi satu keharusan dalam
menghadapi dunia yang semakin
tanpa batas, dimana pergerakan arus
tenaga kerja antar negara semakin
Peringkat daya saing ekonomi
Indonesia berdasarkan Global
Competitive Report (GCR) tahun 20162017 berada di posisi 41, menurun
dibandingkan periode tahun 20152016. Namun disisi lain, penilaian
terhadap efisiensi pasar tenaga kerja
Indonesia terus membaik sejak tahun
2012. Efisiensi dan fleksibilitas pasar
tenaga kerja merupakan faktor yang
sangat penting dan memastikan
adanya pengelolaan sumberdaya
manusia secara efektif, regulasi yang
“bussiness friendly”, keterkaitan
produktifitas dengan penerapan
sistem insentif yang jelas, serta
perpindahan arus tenaga kerja yang
fleksibel dari satu kegiatan ekonomi
ke kegiatan lainnya dengan biaya
rendah. Posisi Indonesia dalam hal
efisiensi dan fleksibilitas pasar tenaga
kerja meningkat dari peringkat 120
pada tahun 2012 menjadi peringkat
108 di tahun 2016, meskipun bila
dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN lainnya, posisi Indonesia masih
berada dibawah Singapura, Malaysia,
1
Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail:[email protected]
8
Vietnam, dan Thailand.
Tabel 2. Neraca Perdagangan Indonesia
dengan Negara Mitra Dagang ASEAN
Tahun 2011-2016 (dalam USD juta)
Di sisi regional, pemberlakuan
kawasan ekonomi terintegrasi di
wilayah Asia Tenggara yang dikenal
dengan istilah Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic
Community (AEC), semakin membuka
peluang bagi terjadinya interaksi dan
kompetisi tenaga kerja antar negara
di bidang ekonomi. Salah satu tujuan
dari pemberlakuan MEA adalah
terbentuknya pasar tunggal ASEAN
yang akan mendorong negara-negara
di ASEAN untuk mencapai stabilitas
dan kemajuan ekonomi yang kuat
dalam menghadapi arus persaingan
global. Gagasan pembentukan
pasar tunggal ASEAN tentunya
didasarkan pada keyakinan untuk
mempertahankan pertumbuhan
ekonomi kawasan yang merupakan
entitas terbesar ketujuh ekonomi
di dunia dan ketiga di Asia, dengan
produk domestik bruto lebih dari
USD2,43 triliun pada 20152. Dengan
PDB terbesar di kawasan ASEAN
(lihat tabel 1), produktifitas ekonomi
Indonesia harus menjadi modal dasar
bagi upaya peningkatan daya saing
Sumber : Kementerian Perdagangan
Indonesia, sehingga tidak menjadikan
Indonesia hanya sebatas “pasar
potensial” semata.
Sayangnya kinerja negara perdagangan
Indonesia dengan negara-negara
mitra dagang di kawasan ASEAN
masih belum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Kinerja ekspor – impor
Indonesia, baik migas dan non migas,
dalam lima tahun terakhir terus
mengalami defisit, utamanya dengan
negara Singapura, Malaysia, Thailand,
bahkan dengan Vietnam (lihat tabel 2).
Pemberlakuan kawasan ekonomi
terintegrasi yang telah dimulai pada 1
Januari 2016, semakin mempermudah
pergerakan arus barang dan jasa
antar negara-negara ASEAN.
Ketidaksiapan Indonesia menghadapi
globalisasi di tingkat regional ini
sangat memungkinkan menjadikan
Indonesia hanya sebagai pasar bagi
negara lain. Di sektor jasa, dalam
kerangka MEA, ada 8 dari 12 jenis
pekerjaan yang telah bebas bergerak di
kawasan ASEAN sebagaimana tertuang
dalam ASEAN Mutual Recognition
Arrangement (MRA)3 , yaitu insinyur,
arsitek, tenaga pariwisata, akuntan,
dokter gigi, tenaga survei, praktisi
medis, dan perawat. Meskipun
Indonesia belum memberlakukan
Tabel 1. PDB Negara-negara Anggota
ASEAN
Sumber : https://www.knoema.com
2
https://m.tempo.co/read/news/2016/11/15/087820368/ekonomi-global-melambat-pdb-asean-capai-us-2-43-triliun
MRA adalah suatu mekanisme yang disepakati negara anggota ASEAN dalam mengatur harmonisasi standar perdagangan
jasa dan bertujuan untuk mengurangi hambatan teknis perdagangan jasa serta menentukan persyaratan umum liberalisasi
sektor jasa. (Majalah Masyarakat ASEAN Edisi 7/Maret 2015: Membidik Peluang MEA, Sekretariat ASEAN, Jakarta)
3
9
seluruhnya, namun komitmen
untuk meningkatkan kompetensi
tenaga kerja bukan lagi sebatas pada
tahapan kesiapan, melainkan sudah
menjadi suatu keharusan. Untuk
dapat bersaing di perdagangan jasa di
pasar bebas ASEAN, Indonesia perlu
memenuhi standar yang diterapkan
dalam MRA tersebut. Saat ini baru
tenaga profesional pariwisata yang
sudah benar-benar terbuka di lintas
negara ASEAN.
menyediakan lapangan kerja yang
memadai. Target penyerapan tenaga
kerja yang ditetapkan pemerintah
seringkali tidak tercapai. Dalam
kurun waktu tahun 2010 – 2016,
deviasi antara target dan realisasi
cenderung masih tinggi. Sementara
jumlah angkatan kerja setiap tahun
mengalami peningkatan diatas 1
juta orang. Hanya di tahun 2014,
pertumbuhan ekonomi berhasil
menyerap lebih banyak tenaga kerja
diatas target yang ditetapkan (lihat
tabel 3).
Struktur tenaga kerja Indonesia
Sebagai negara dengan populasi
penduduk terbesar di kawasan
ASEAN dan terbesar keempat di
dunia, Indonesia seringkali menjadi
tujuan investasi dengan hanya
mempertimbangkan melimpahnya
tenaga kerja (usia produktif) dan
upah buruh yang murah. Secara tidak
langsung, hal ini menjadi daya tarik
tersendiri bagi perusahaan asing
untuk berinvestasi langsung guna
menekan biaya produksi. Terlebih lagi
jika pemerintah belum optimal dalam
menyediakan lapangan kerja bagi
penduduk usia produktif ini.
Rendahnya kemampuan ekonomi
untuk menyerap tenaga kerja antara
lain dapat disebabkan oleh rendahnya
tingkat kompetensi yang dimiliki
oleh tenaga kerja. Berdasarkan
survei Badan Pusat Statistik tahun
2008-2016, tenaga kerja dengan
latar belakang sekolah dasar masih
mendominasi struktur tenaga kerja di
Indonesia. Kondisi ini tentunya dapat
menghambat penyerapan tenaga
kerja, khususnya bagi industri-industri
yang menuntut penguasaan informasi
dan teknologi.
Peningkatan jumlah angkatan
kerja setiap tahun dan rendahnya
kemampuan ekonomi dalam
menyediakan lapangan kerja, semakin
menambah jumlah pengangguran.
Data BPS bulan Agustus 2016
menunjukkan bahwa jumlah
pengangguran mencapai 7,03 juta
orang. Angka ini mungkin dianggap
terlalu kecil. Namun sesuai dengan
definisi BPS, seseorang dikatakan
bekerja apabila melakukan kegiatan
ekonomi dengan maksud memperoleh
pendapatan atau keuntungan paling
sedikit 1 (satu) jam secara terus
menerus selama seminggu yang
lalu. Penggunaan batas waktu satu
jam, merupakan konsep baku sesuai
Tingkat pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang tergolong lebih baik
dibandingkan negara-negara lain di
kawasan Asia dan dunia, ternyata
masih belum mampu secara optimal
Tabel 3. Pertumbuhan ekonomi dan
Penyerapan Tenaga Kerja
1)Realisasi sementara
2)Data per Agustus
Sumber : Kemenkeu, BPS, diolah
10
Bonus demografi sebagai faktor
pengungkit produktivitas dan daya
saing negara
dengan rekomendasi International
Labour Organization (ILO) dan
digunakan di banyak negara.
Meskipun dianggap tidak masuk
akal, namun batasan ini dapat secara
efektif memetakan profil tenaga kerja
berdasarkan jam kerja.
Dengan jumlah penduduk terbesar
keempat di dunia, setelah China, India
dan Amerika Serikat, populasi sebesar
258,31 juta bisa menjadi mesin
pertumbuhan ekonomi yang besar. Tak
dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan
ekonomi selama ini sebagian besar
ditopang oleh konsumsi rumah tangga.
Stabilitas harga pangan menjadi
faktor penting yang harus terus
dijaga oleh pemerintah, mengingat
kondisinya sangat tergantung oleh pola
musim dan sangat rentan terhadap
kondisi/gejolak harga pangan dunia.
Kesinambungan pertumbuhan
ekonomi karenanya, membutuhkan
dukungan peningkatan kualitas
penduduk yang mampu menopang
produktifitas perekonomian.
Pengangguran juga memiliki definisi
tersendiri. Seseorang dikelompokan
sebagai pengangguran apabila (1)
mereka yang tidak bekerja dan
mencari pekerjaan; (2) mereka yang
tidak bekerja dan mempersiapkan
usaha; (3) mereka yang tidak bekerja
dan tidak mencari pekerjaan karena
merasa tidak mungkin mendapatkan
pekerjaan; dan (4) mereka yang tidak
bekerja dan tidak mencari pekerjaan
karena sudah diterima bekerja,
tetapi belum mulai bekerja. Yang
lebih menarik untuk dicermati dalam
jumlah pengangguran ini adalah
bahwa sebagian besar pengangguran
memiliki latar belakang pendidikan
sekolah menengah/kejuruan (lihat
gambar 1).
Dalam siklus pertumbuhan penduduk,
ada siklus penting yang harus
dimanfaatkan secara tepat dan
cepat. Siklus ini ditandai dengan
meningkatnya penduduk usia produktif
(usia 15 – 64 tahun) dalam proporsi
yang lebih besar dibandingkan dengan
penduduk non produktif (di bawah
15 tahun dan di atas 65 tahun).
Kondisi ini dinamakan dengan bonus
demografi. Sebuah negara dikatakan
mengalami bonus demografi jika dua
orang penduduk usia produktif (1564) menanggung satu orang tidak
produktif (kurang dari 15 tahun dan 65
tahun atau lebih)4.
Gambar 1. Pengangguran Terbuka
Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan 2006 - 2016 (dalam persen)
Seiring dengan meningkatnya
penduduk usia produktif, rasio
ketergantungan (dependency ratio)
juga semakin membaik (rendah).
Rasio ketergantungan (dependency
Sumber: Badan Pusat Statistik,diolah
https://www.bps.go.id/KegiatanLain/view/id/85 dalam “Proyeksi Penduduk, Mercusuar Pembangunan
Negara”
4
11
ratio) adalah perbandingan antara
jumlah penduduk umur 0 – 14
tahun, ditambah dengan jumlah
penduduk umut 64 tahun ke atas
(keduanya disebut dengan bukan
angkatan kerja) dibandingkan dengan
jumlah penduduk usia 15 – 64
tahun (angkatan kerja)5. Rasio ini
juga digunakan untuk menentukan
status ekonomi suatu negara, apakah
tergolong negara maju atau negara
yang sedang berkembang. Semakin
tinggi nilai rasio, semakin besar beban
yang harus ditanggung penduduk
usia produktif untuk membiayai
hidup penduduk yang non produktif,
demikian sebaliknya.
tahun 2010-2015, Vietnam tahun
2015-2020, Malaysia tahun 203020407.
Keberhasilan memanfaatkan momen
ini tidak hanya akan meningkatkan
status ekonomi suatu negara, yang
beralih dari negara berkembang
menjadi negara maju, namun juga
tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
Sebaliknya, peningkatan jumlah
penduduk usia kerja akan berubah
menjadi beban sosial akibat kurang
tersedianya lapangan kerja, dan pada
saat yang bersamaan pemerintah
harus menyediakan layanan kesehatan
bagi penduduk usia di atas 65
tahun yang juga turut mengalami
peningkatan. Penurunan produktifitas
nasional (karena meningkatnya jumlah
pengangguran) akan mempersulit
beban perekonomian nasional.
Berdasarkan Proyeksi Penduduk
Indonesia 2010-2025 yang
dipublikasikan oleh pemerintah,
Jumlah usia produktif pada tahun
20356 diprediksi meningkat 1,4 persen
dari tahun 2010, menjadi 67,9 persen
atau 207,5 juta jiwa (data Bappenas,
BPS dan UN Population Fund 2013).
Dengan pertambahan usia produktif
ini maka beban ketergantungan
(dependency ratio) akan menurun 3,2
persen dari 50,5 persen pada tahun
2010 menjadi 47,3 persen pada 2035.
Bonus demografi ini hanya terjadi satu
kali dalam perjalanan suatu bangsa.
Beberapa negara telah melewati
momentum ini dan beberapa
diantaranya sudah memasuki tahun
akhir. Di Amerika Serikat berlangsung
tahun 1960-1965, Jepang tahun
1990-1995, sedangkan Korea Selatan,
Taiwan dan Hongkong tahun 20102015. Di tingkat regional ASEAN:
Singapura dan Thailand berlangsung
Daftar Pustaka
Adioetomo, , Sri Moertiningsih Transisi
Demografi, Bonus Demografi dan the
Window of Opportunity,
ASEAN Secretariat. 2015. Majalah
Masyarakat ASEAN: Membidik Peluang
MEA, Edisi 7/Maret 2015.
Bappenas, BPS dan UN Populations
Funds. 2013. Proyeksi Penduduk
Indonesia, Badan Pusat Statistik.
Kepala Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional.
2016. “Kebijakan Program
Kependudukan, Keluarga Berencana,
dan Pembangunan Keluarga dalam
Mendukung Keluarga Sehat”, dalam
Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2016
Gelombang II, Jakarta, 5 April 2016
https://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=95
http://www.kompasiana.com/dewi_puspa/bonus-demografi-melahirkan-generasi-produktif-berpotensi_54
f42295745513992b6c8832
7
Paparan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional tentang Kebijakan Program
Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga dalam Mendukung Keluarga Sehat, dalam
Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2016 Gelombang II, Jakarta, 5 April 2016
5
6
12
Rekomendasi
Dengan berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi, pemerintah sudah
harus memberi prioritas yang lebih besar bagi investasi sumberdaya manusia
ini. Semua resources dan upaya harus dicurahkan untuk meningkatkan
mutu modal manusia baik dari segi pendidikan, kesehatan, kecukupan gizi,
kemampuan berkomunikasi, menguasai matematika dan teknologi serta
aspek-aspek sosial-budaya lainnya (Adioetomo). Beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian pemerintah, antara lain:
1. Sinergi seluruh bidang
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam jangka panjang tidak hanya
membekali mereka dengan keterampilan kerja, tapi juga membutuhkan sinergi
dari sektor pendidikan, kesehatan, dan pengetahuan teknologi.
2. Pembenahan kurikulum pendidikan, khususnya pendidikan tingkat
menengah kejuruan.
Dengan mengacu pada konsep dual system pendidikan yang sudah berpuluhpuluh tahun di terapkan di Jerman, pemerintah dapat mulai memperkenalkan
sisestem ini di Indonesia. Dalam pendidikan dual education system, khususnya
bagi sekolah menengah dan kejuruan, pendidikan dilakukan dalam 2 setting
yang saling melengkapi, yaitu menggabungkan antara kegiatan belajar
paruh waktu di kelas dan praktik magang di perusahaan selama 2-3 tahun.
Pemerintah Jerman mewajibkan perusahaan untuk menerima dan melatih,
bahkan juga memberikan uang saku bagi peserta. Pada saat kelulusan, pelajar
juga mendapatkan sertifikat dari asosiasi industri sebagai bentuk kesiapannya
untuk terjun ke dunia kerja. Dalam penyusunan kurikulum, pemerintah juga
mengikutsertakan asosiasi industri agar teori-teori yang didapat di ruang
kelas dapat selaras dengan kebutuhan industri. Pendekatan ini diharapkan
dapat menjembatani ketidaksesuaian kebutuhan antara permintaan dan
penawaran dalam pasar tenaga kerja. Terlebih lagi bila merujuk data diatas,
sebagian besar pengangguran memiliki latar belakang sekolah menengah/
kejuruan. Penajaman program sertifikasi guru juga sangat diperlukan untuk
menselaraskan mutu lulusan sekolah dengan kompetensi yang dibutuhkan
oleh dunia kerja.
3. Realokasi belanja Pendidikan untuk peningkatan kapasitas tenaga kerja.
Pemenuhan 20 persen APBN untuk anggaran pendidikan menjadi kewajiban
pemerintah setiap tahunnya sesuai dengan amanat undang-undang.
Penggunaan anggaran ini mestinya juga menampung kegiatan pelatihan kerja.
Selama ini anggaran pelatihan kerja yang ada di Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi tidak cukup untuk menghadapi semakin tingginya persaingan
pasar tenaga kerja. Anggarannya tidak lebih dari Rp1,7 triliun dalam APBN
tahun 2017. Anggaran bagi pelatihan ini seyogyanya diambil dari anggaran
pendidikan yang jumlahnya mencapai Rp470 triliun dalam APBN tahun
2017. Anggaran ini nantinya dialokasikan untuk Balai Latihan Kerja di seluruh
Indonesia. Dengan persebaran balai ini secara merata di seluruh Indonesia,
maka ketimpangan sebaran tenaga kerja yang selama ini terpusat di Jawa,
Sumatera dan Bali dapat lebih difokuskan bagi wilayah lain.
13
Buletin APBN
Pusat Kajian Anggaran
Badan Keahlian DPR RI
www.puskajianggaran.dpr.go.id
Telp. 021-5715635, Fax. 021-5715635
e-mail [email protected]
14
Download