BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pelanggan Pelanggan memegang peranan penting dalam suatu perusahaan, pelanggan merupakan suatu kelompok atau individu yang terlibat dalam proses transaksi bisnis yang bergerak dalam bidang produk maupun jasa karena pelanggan merupakan pihak yang mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Kebutuhan akan suatu produk maupun jasa dapat membangun hubungan antara pelanggan dengan perusahaan. Salah satu kunci untuk membangun hubungan pelanggan yang efektif adalah memahami tentang perilaku konsumen. Tanpa adanya pelanggan, maka perusahaan tidak akan mendapatkan keuntungan atas usahanya. Pelanggan didefinisikan sebagai sebuah individu atau kelompok yang melakukan pembelian atas sebuah produk atau jasa berdasarkan pada keputusan akan pertimbangan harga dan penawaran yang berkomunikasi dengan perusahaan melalui surat, panggilan telepon, dan email yang dikirimkan secara berkala (Greenberg, 2010, p08). Jadi dapat disimpulkan seseorang atau kelompok yang melakukan transaksi pembelian secara berkala terhadap perusahaan. Baik secara langsung ataupun tidak langsung. 2.2 Nilai dan Kepuasan Pelanggan Kolter dan Armstrong (2010, p31), mendefinisikan kepuasan pelanggan adalah sejauh mana kinerja suatu produk cocok dengan apa yang ekspektasikan oleh pelanggan. Jika kinerja dari produk jauh dari harapan pelanggan, maka pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja sesuai dengan yang diharapkan pelanggan, maka pelanggan akan puas. Jika kinerja yang didapat oleh pelanggan melebihi apa yang diharapkan oleh pelanggan, maka pelanggan akan sangat puas atau senang. Dengan kata lain, pelanggan yang puas akan kembali untuk membeli dan memberi tahu kepada yang lain mengenai pengalaman baik yang dirasakannya. Sedangkan pelanggan yang tidak puas, akan membeli produk kompetitor. Kepuasan pelanggan merupakan konstruk yang berdiri sendiri dan dipengaruhi oleh kualitas layanan, demikian pula halnya dengan loyalitas pelanggan yang juga dipengaruhi oleh kualitas layanan (Oliver dalam Aryani dan Rosinta, 2010). Dari kedua perngertian diatas, dapat disimpulkan kepuasaan pelanggan merupakan nilai dari pelanggan terhadap kualitas produk, dan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Nilai yang diberikan bisa positif dan negatif, apabila positif kemungkinan besar pelanggan akan terus memakai produk perusahaan, jikalau memberikan pengalaman yang negatif maka pelanggan akan meninggalkan produk atau perusahaan tersebut. 2.3 Pengertian Kualitas Pelayanan Menurut pendapat Lewis & Boom (dalam Lubis, 2013), kualitas pelayanan dapat dikatakan sebagai ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan sesuai dengan harapan pelanggan. Sedangkan menurut Tjiptono (dalam Lubis, 2013), kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Berdasarkan pendapat dari para ahli mengenai kualitas pelayanan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi guna memenuhi harapan konsumen. Pelayanan dalam hal ini diartikan sebagai jasa atau service yang disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan dan keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan konsumen. 2.4 Dimensi Kualitas Pelayanan Marshellina (2013), dalam jurnalnya menjelaskan bahwa dimensi kualitas pelayanan adalah sebagai berikut : • Tangible: penampilan fisik dan desain baik tata letak interior, eksterior, maupun penampilan fisik dari personel penyedia jasa. • Reliability: emampuan memberikan pelayanan yang akurat, memuaskan, tepat dan teroercaya sebagaimana dijanjikan. • Responsiveness: pelayanan staff yang tepat, cepat dan tanggap. • Assurance: embangkitkan rasa percaya dan keyakinan diri bagi pelanggan, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan. • Emphaty: sikap peduli dan pengertian, memperlakukan pelanggan sebagai individu yang special. 2.5 Pengertian CRM CRM telah didefinisikan secara sempit sebagai aktivitas manajemen data pelanggan. CRM melibatkkan penataan informasi detail tentang pelanggan perorangan dan secara cermat menata “titik sentuh” pelanggan untuk memaksimalkan kesetiaan pelangggan (Kotler & Armstrong, 2010, p37). Rainer dan Cegielski (2011, p307), menyatakan bahwa CRM adalah strategi organisasi yang berfokus pada pelanggan dan didorong oleh pelanggan. Maksudnya, organisasi berkonsentrasi untuk memuaskan pelanggan dengan mengakses mengenai kebutuhan dari produk dan jasa pelanggan, kemudian menyediakan pelayanan dengan kualitas tinggi dan responsif. Turban, King, Lee, & Turban (2010, p696) mendefinisikan bahwa CRM adalah suatu pendekatan pelanggan yang berfokus pada pembangunan dan pemeliharaan hubungan jangka panjang dengan pelanggan yang dapat memberikan nilai tambah untuk pelanggan dan perusahaan. Sedangkan menurut Greenberg (2010, p30) CRM adalah sebuah filosofi dan strategi bisnis yang didukung oleh sebuah sistem dan teknologi yang dirancang untuk meningkatkan interaksi manusia dalam sebuah lingkungan bisnis. Dari definisi CRM menurut beberapa para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa CRM adalah suatu proses pendekatan yang dilakukan kepada pelanggan agar dapat memelihara hubungan dengan pelanggan dalam jangka waktu panjang dalam lingkungan bisnis dan memberikan nilai tambah untuk perusahaan. 2.6 Manfaat CRM Potensi hubungan bisnis dari CRM memungkinkan bisnis tersebut untuk mengindentifikasi dan menargetkan pelanggan terbaik mereka yang paling menguntungkan untuk bisnis sehingga mereka dapat dipertahankan sebagai pelanggan seumur hidup untuk layanan yang lebih besar. Selain itu memungkinkan real-time customization dan personalization produk dan layanan berdasarkan pelanggan keinginan, kebutuhan, kebiasaan membeli, dan siklus hidup (O’brien dan Marakas (2011, p332). Sistem CRM dapat memungkinkan perusahaan untuk memberikan pengalaman pelanggan yang konsisten dan layanan yang unggul dan dukungan di semua point kontak pelanggan memilih semua manfaat ini akan memberikan nilai bisnis strategis untuk perusahaan dan nilai pelanggan utama kepada pelanggan. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat CRM yaitu membantu perusahaan untuk lebih memahami agar lebih dekat dengan pelangganya, yang akhirnya dapat membangun loyalitas dalam jangka waktu yang panjang. 2.7 Tujuan CRM Potensi manfaat bisnis dari CRM sangat banyak, contoh salah satu manfaat dari adanya sistem CRM adalah memungkinkan perusahaan untuk memberi pengalamaan yang konsisten dan layanan serta dukungan bagi pelanggan, di semua titik kontak yang dipilih oleh pelanggan. Semua manfaat ini akan memberi nilai bisnis strategis bagi perusahaan dan nilai pelanggan yang besar bagi para pelanggannya (O'Brien dan Marakas, 2010, p315) Kusuma (2010, p1) menjelaskan ada empat manfaat utama dari CRM system yang dapat membantu perusahaan untuk merampingkan database pelanggan dan membuat sebagian besar dari kontak mereka saat ini. Berikut adalah empat manfaat dari penggunaan sistem CRM : a. Improve Customer satisfaction, yaitu meningkatkan kepuasan pelanggan. b. Share customer information more easily, yaitu berbagi informasi dengan lebih mudah, terutama menganai informasi pelanggan. c. Increase sales by up selling and cross selling other products, yaitu peningkatan jumlah penjualan dari setiap produk. d. Identify most mengidentifikasi profitable pelanggan and unprofitable yang customers, menguntungkan dan yaitu tidak menguntungkan. Jadi dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari CRM bukan hanya menjalin hubungan dengan pelanggan saja. Akan tetapi dengan CRM ini juga bertujuan untuk menjaga hubungan antara perusahaan dan pelanggan agar lebih erat sehingga terhindar dari ketidakpuasaan konsumen. 2.8 Tipe CRM Francis Buttle (2009, p 27) mengemukakan bahwa terdapat 4 tipe dari CRM seperti gambar dibawah ini. Gambar 2.1 Tipe CRM Sumber : Francais Butler (2009, p27) 1. Strategic CRM Berfokus pada pengembangan budaya bisnis yang terpusat pada customer. Budaya bisnis ini didedikasikan untuk memenangkan serta mempertahankan anggota. 2. Operational CRM Merupakan CRM yang berfokus dalam melakukan automasi customerfacing process seperti penjualan, pemasaran dan customer service. 3. Analytical CRM Analytical CRM berkonsentrasi pada proses mendapatkan, menyimpan, mengekstrak, mengintegrasi, memproses, mendistribusikan, menginterpretasi, menggunakan dan melaporkan data mengenai customer untuk meningkatkan nilai bagi customer maupun perusahaan. 4. Collaborative CRM Collaborative CRM mengaplikasikan teknologi antar organisasi, untuk dapat melihat secara optimal hubungan antara perusahaan, partner dan nilai bagi customer. 2.9 Fase CRM Terdapat 3 fase CRM yang dapat mengilustrasikan cara untuk berfikir tentang pelanggan dan nilai bisnis serta komponen dari CRM (O'Brien dan Marakas, 2010, p314-315). Gambar 2.2 Fase CRM Sumber: O'Brien dan Marakas, 2010 1. Acquire Sebuah bisnis bergantung pada perangkat lunak dan basis data CRM untuk membantunya memperoleh pelanggan baru dengan melakukan pekerjaan yang baik seperti mengatur kontak pelanggan, prospek penjualan, penjualan, pemenuhan dan pemasaran langsung. Tujuan dari fungsi CRM ini adalah untuk membantu pelanggan melihat nilai dari sebuah produk unggulan yang ditawarkan oleh perusahaan. 2. Enhance Manajemen kontak, layanan pelanggan, dan alat pendukung CRM yang dimungkinkan oleh web membantu pelanggan merasa senang dengan layanan unggulan dan respon yang diberikan oleh seluruh tim, baik dari tim pemasaran, layanan, bahkan dari mitra bisnis. CRM membatu perusahaan melakukan cross sell dan up sell untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Nilai yang didapat pelanggan merupakan kemudahan melakukan one stop shopping dengan harga menarik. 3. Retain Perangkat lunak analitis dan basis data CRM dapat membantu sebuah perusahaan untuk secara proaktif mengidentifikasi dan menghargai pelanggannya yang paling menguntungkan dan setia untuk mempertahankan dan memperluas bisnis mereka melalui pemasaran terarah dan program hubungan pemasaran. Nilai yang dilihat pelanggan adalah hungungan bisnis terpersonalisasi dengan perusahaan. 2.10 Pengertian e-CRM Chaffey (2011, p455), mengemukakan bahwa e-CRM adalah penggunaan teknologi komunikasi digital untuk memaksimalkan penjulan kepada pelanggan dan mendorong penggunaan pelayanan secra online. Sedangkan menurut Turban Effraim, King, Lee, Liang& Turban Debborah (2010, p398), e-CRM merupakan istilah industri yang meliputi metodologi dan perangkat lunak yang membantu suatu perusahaan mengelola hubungan pelanggan yang terorganisir. Maka, dapat disimpulkan bahwa e-CRM adalah sebuah pelayanan yang diberikan perusahaan dalam bentuk IT, untuk memudahkan konsumen dalam mencari informasi suatu perusahaan. Salah satu bentuk dari e-CRM adalah website, livechat, dan lain – lain. 2.11 Manfaat e-CRM Manfaat e-CRM adalah sebagai berikut Chaffey (2011, p 456) : 1. Targeting more cost-effectively (Menargetkan biaya yang lebih efektif). Perusahaan dapat membangun hubungan dengan pengunjung pada situs web dan bagi pengunjung yang berminat terhadap produk yang tersedia dapat melakukan registrasi terlebih dahulu. 2. Achive mass customization of the marketing messages (Mencapai masa dari kostumisasi pesan pemasaran). Penggunaan teknologi memungkinkan untuk mengirim mail langsung yang sesuai dengan pelanggan dengan biaya yang rendah dan dapat menyediakan web page untuk kelompok pelanggan kecil. 3. Increase depth, breadth and nature of relationship (Meningkatkan kedalaman dan memperluas sifat alami dari hubungan tersebut). 4. A learning relationship can be achieved using different tools throughout the customer lifecycle (Hubungan pembelajaran dapat dicapai dengan menggunakan alat yang berbeda di seluruh siklus hidup pelanggan). 5. Lower cost (Biaya lebih sedikit). Dengan cara menghubungkan pelanggan dengan email atau web page memiliki biaya yang jauh lebih murah. 2.12 Analisis Kesenjangan SERVQUAL Valerie Zethamal dan Leonard L Berry pada tahun 1993 menemukan analisis SERVQUAL pada paper konseptual mereka yang berjudul “A conceptual model of service quality and its implications for future research” di publikasikan di Journal of Marketing. Mereka mengatakan secara rinci lima gap kualitas jasa yang berpotensi menjadi sumber masalah kualitas jasa. Analisis ini dikembangkan untuk membantu manajer dalam menganalisis masalah kualitas dan cara – cara memperbaiki kualitas jasa. 2.13 Definisi SERVQUAL Hoffman dan Bateson (2011, p319) mendefinisikan bahwa kualitas layanan adalah sikap yang dibentuk oleh evaluasi jangka panjang dan kinerja organisasi. Sehingga pada akhir evaluasi, organisasi menghasilkan rencana panjang untuk mmeperbaiki kualitas layanan nya. Untuk mendefinisikan kualitas layanan yang perlu dilakukan adalah membedakan nya dengan kepuasan pelanggan karena keduanya berhubungann satu sama lain. Kualitas layanan dapat diukur apabila harapan sesuai dengan apa yang dirasakan oleh pelanggan atas pelayanan yang diberikan oleh suatu perusahaan atau organisasi dan kemudian terciptalah sebuah kualitas. 2.14 Dimensi SERVQUAL Menurut Parasuraman, Zeithamal dan Berry (1985) berhasil mengidentifikasikan sepuluh pokok dimensi pokok kualitas jasa yaitu : • Reliabilitas • Responsivitas atau daya tanggap • Kompetensi • Akses • Kesopanan • Komunikasi • Kredibilitas • Keamanan • Kemampuan memahami pelanggan • Bukti Fisik Namun dalam riset selanjutnya mereka menemukan adanya overlapping di antara beberapa dimensi diatas. Oleh sebab itu, mereka menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry , 1988). Dengan demikian tersusunlah lima dimensi utama sesuai urutan tingkat kepentingan yaitu: 1. Reliabilitas, berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati. 2. Daya tanggap, berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara tepat. 3. Jaminan, yakni perilaku karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berartibahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. 4. Empati, berarti bahwa perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. 5. Bukti fisik, berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan dan material yang digunakan perusahaan serta penampilan karyawan. 2.15 Model SERVQUAL Gap Analysis Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2011), dalam bukunya yang berjudul “Service Quality and Satisfaction”, mengatakan bahwa model kualitas jasa yang paling popular dan hingga kini banyak dijadikan acuan dlam riset manajemen adalah model SERVQUAL yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zethaml dan Berry. Dalam model Gap analysis, model ini berkaitan dengan model kepuasan pelanggan. Rancangan model ini menegaskan bahwa bila kinerja pada suatu atribut meningkat lebih besar daripada harapan atas atribut tersebut maka persepsi terhadap kualitas jasa akan positif dan sebaliknya. • Gap 1 Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap). Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspektasi pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat. • Gap 2 Gap natara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa (standards gap). Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap ekspetasi kualitas. • Gap 3 Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap). Gap ini berarti spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian jasa. • Gap 4 Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal (communications gap). Gap ini berarti bahwa janji – janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada para pelanggan. • Gap 5 Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkam (service gap). Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan. Melalui analisis terhadap berbagai skor gap ini, perusahaan jasa tidak hanya bisa menilai kualitas keseluruhan jasanya sebagaimana dipersepsikan pelanggan, namun juga bisa mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci dan aspekaspek dalam setiap dimensi tersebut yang membutuhkan penyempurnaan kualitas. Instrumen SERVQUAL dan data yang dihasilkan juga dapat dipergunakan untuk beberapa keperluan lain: membandingkan harapan dan persepsi pelanggan sepanjang waktu, membandingkan skor SERVQUAL perusahaan dengan skor para pesaingnya, dan sebagainya. 2.16 Atribut SERVQUAL Tjiptono dan Chandra (2011, p231 – 233), berpendapat bahwa pengukuran model SERVQUAL didasarkan pada skala multi item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan, serta gap diantara keduanya pada lima dimensi utama kualitas jasa. Kelima dimensi utama tersebut dijabarkan ke dalam masing – masing 22 atribut rinci untuk variabel harapan dan persepsi. Sedangkan menurut Horman dan Bateson (2011, p340 – 342), pernyataan yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa pelayanan pada suatu perusajaan, dilakukan melalui pendekatan kepada pelanggan yang menggunakan jasa perusajaan. Atribut yang ada disesuaikan berdasarkan sub variabel atau dimensi dari variabel service quality. Tabel 2.1 Dimensi dan Atribut Model SERVQUAL Dimensi Atribut 1. Menyediakan jasa sesuai dengan yang dijanjikan. 2. Dapat diandalkan dalam menangani masalah jasa pelanggan. Reliability (Reliabilitas) 3. Menyampaikan jasa secara benar semenjak pertama kali. 4. Menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang dijanjikan. 5. Menyimpan catatan atau dokumen tanpa kesalahan. 6. Menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu penyampaian jasa. Responsiveness 7. Layanan yang segera atau (Daya Tanggap) cepat bagi pelanggan. 8. Kesediaan untuk membantu pelanggan. 9. Kesiapan untuk merespon permintaan pelanggan. 10. Karyawan yang Service Quality menumbuhkan rasa percaya pelanggan. Assurance 11. Membuat pelanggan merasa (Jaminan) aman dalam bertransaksi. 12. Karyawan yang secara konsisten bersikap sopan. 13. Karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan. 14. Memberikan perhatian individual kepada para pelanggan 15. Karyawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh perhatian. Emphaty (Empati) 16. Sungguh – sungguh mengutamakan kepentingan pelanggan. 17. Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan. 18. Waktu beroperasi (jam kantor) yang nyaman. 19. Peralatan modern. 20. Fasilitas yang berdaya tarik Tangible (Bukti Fisik) visual. 21. Karyawan yang berpenampilan rapi dan proffesional. 22. Materi – materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual. Sumber : Parasuraman, et al (1994) dalam Tjiptono dan Chandra (2011) Skor SERVQUAL untuk setiap pasang pertanyaan, bagi masing – masing pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus (Zeithaml, et al., 1990) dalam Tjiptono dan Chandra (2011) : Skor SERVQUAL = Skor Persepsi – Skor Harapan 2.17 Variabel Penelitian Menurut Sugiyono (2012, p38), variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Selain itu, dapat dirumuskan juga bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. 2.18 Populasi dan Sampel Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu dimana berkaitan dengan masalah penelitian (Riduwan dan Kuncoro, 2008, p38). Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Nilai populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi. Misalnya karena keterbatasan dana tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (Sugiyono 2012, p81). 2.19 Skala Pengukuran Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukut tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono 2012, p92). Macam - macam skala yang digunakan untuk penelitian yaitu : 1. Skala Likert Digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. 2. Skala Guttman Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang bersifat tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan dan hanya terdiri dari dua jawaban yaitu ya dan tidak. 3. Rating Scale Responden menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan dan ditafsir sebagai data kualitatif. 4. Semantict Deferential Merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap / karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang. 2.20 Uji Validitas Riduwan dan Kuncoro (2008, p216) mengatakan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahan pada suatu alat ukur misalnya kuesioner. 2.21 Uji Reliabilitas Sugiyono (2012, p121), menjelaskan instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Setelah instrumen di uji validitasnya maka langkah selanjutnya yaitu menguji reliabilitas. Sedangkan menurut Riduwan dan Kuncoro (2007, p220) uji realibilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan alat pengumpul data (instrumen) yang digunakan. 2.22 Analisis 5 Porter. David (2010, p106-109) mengatakan bahwa dalam model 5 kekuatan Porter dijelaskan apa saja yang menjadi kekuatan dalam persaingan, diantaranta adalah : 1. Persaingan satu industri. Tekanan persaingan berasal dari dorongan untuk meraih dah bersaing untuk mendapatkan posisi yang lebih baik dalam pasar, tingkat pertumbuhan industri, karakteristik produk / jasa, jumlah biaya tetap, kapasitas, tingginya hambatan untuk keluar. 2. Produk Substitusi. Produk substitusi adalah barang yang tampilan nya berbeda namun dapat memuaskan kebutuhan yang sama sebagai produk lain nya. Apabila harga barang substitusi jauh lebih rendah dibanding produk yang di substitusi, ini akan mempengaruhi keberadaan pasar. 3. Kekuatan tawar menawar dari pemasok (supplier). Tekanan persaingan berasal dari proses kolaborasi tawar – menawar antara pemasok dan penjual. Pemasok kuat apabila ada faktor – faktor sebagai berikut : • Pemasok industri didominasi oleh sedikit perusahaan, tetapi menjual ke banyak perusahaan. • Produk / jasa unik dan biaya peralihan tinggi. • Tidak ada barang substitusi. 4. Daya tawar – menawar pembeli. Tekanan persaingan berasal dari proses kolaborasi dan tawar - menawar antara pembeli dan penjual. Beberapa faktor pembeli : • Pembeli membeli dalam porsi besar akan produk dari penjual. • Pembeli memiliki potensi melakukan integrasi ke belakang dengan memproduksi sendiri produk yang diinginkan. • Alternatif pemasok banyak kaarena produk merupakan barang standard dan tidak unik. 5. Pendatang Baru. Tekanan persaingan berasal dari ancaman akan pesaing baru yang biasanya sangat bergairah untuk menarik pangsa pasar dan sumber daya yang penting. Ancaman dari pendatang baru bergantung dari adanya hambatan untuk masuk dan reaksi yang dihadapi pesaing sudah ada. Beberapa hambatan yang ada antara lain skala ekonomi, diferensiasi produk, kebutuhan modal, biaya peralihan, akses ke jaringan distribusi, kebijakan pemerintah. 2.23 Analisis SWOT Menurut David (2010, p284-287) Matriks SWOT adalah unit untuk mencocokkan yang penting, yang membantu manager mengembangkan empat tipe strategi SO (Strength-Opportunity), WO (Weakness-Opportunity), WT (Waekness-Threats) dan ST (Strength-Threats). Mencocokkan faktor eksternal dan internal kunci adalah bagian yang paling sulit dalam penilaian yang baik – baik dan tidak ada pencocokkan yang terbaik. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai analisis SWOT : 1. Strength (kekuatan). Kekuatan yang dimiliki oleh suatu perusahaan dibandingkan dengan para pesaing. 2. Weakness (kelemahan). Kelemahan ataupun masalah – masalah yang dihadapi oleh suatu perusahaan dibandingkan dengan para pesaing. 3. Opportunities (peluang). Kesempatan yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk membuat lebih banyak konsumen dibandingkan para pesaing. 4. Threats (ancaman). Tantangan yang dihadapi oleh perusahaan dari para pesaing dalam merebut konsumen. 2.24 Perumusan Strategi David (2010, p323-324) menjelaskan bahwa teknik-teknik perumusan strategi yang penting dapat diintergrasikan ke dalam kerangka pengambilan keputusan tiga tahap, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.3. Alat yang ditampilkan dalam kerangka ini bisa diterapkan untuk semua ukuran dan jenis organisasi serta dapat membantu para penyusun strategi mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih strategi. Gambar 2.3 Analisis Perumusan Strategi Sumber : David (2010, p324) 2.24.1 Tahap Masukan Informasi yang diperoleh dari ketiga matriks yaitu matriks EFE, matriks IFE, dan CPM menjadi informasi input dasar untuk matriks-matriks tahap pencocokan dan tahap keputusan. Alat-alat input mendorong para penyususn strategi untuk mengukur subjektivitas selama tahap awal proses perumusan strategi. Membuat berbagai keputusan kecil dalam matriks input menyangkut signifikansi strategi untuk secara lebih efektif menciptakan serta mengevaluasi strategi alternative. 1. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) Matriks EFE memungkinkan para penyusun strategi untuk meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintah, hokum, teknologi, dan kompetitif. Matriks EFE dapat dikembangkan dalam lima langkah (David, 2010, p158-159) : • Buat daftar faktor-faktor eksternal utama sebagaimana yang disebutkan dalam proses audit eksternal, termasuk peluang dan ancaman. • Berilah pada setiap faktor tersebut bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot itu mengindikasikan signifikansi relative dari suatu faktor terhadap keberhasilan perusahaan. Jumlah seluruh bobot harus 1,00. • Berilah peringkat antara 1 sampai 4 pada setiap faktor eksternal utama untuk menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor tersebut, di mana 4 = responnya sangat bagus, 3 = responnya di atas rata-rata, 2 = responnya rata-rata, 1 = responnya di bawah rata-rata. Peringkat didasarkan pada keefektifan strategi perusahaan. Penting untuk diperhatikan bahwa baik ancaman maupn peluang dapat menerima peringkat 1, 2, 3, atau 4. • Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot • Jumlahkan skor rata-rata untuk setiap variable guna menentukan skor bobot total untuk perusahaan. 2. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) Matriks IFE adalah alat perumusan strategi yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area-area fungsional bisnis, dan juga menjadi landasan untuk mengidentifikasi serta mengevaluasi hubungan di antara area tersebut. Matriks IFE dapat dikembangkan dalam lima langkah (David 2010, p229-230) : • Buat daftar faktor-faktor internal utama sebagaimana yang disebutkan dalam proses audit internal, termasuk kekuatan dan kelemahan. • Berilah pada setiap faktor tersebut bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot itu mengindikasikan signifikansi relative dari suatu faktor terhadap keberhasilan perusahaan. Jumlah seluruh bobot harus 1,00. • Berilah peringkat antara 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut sangat lemah (peringkat = 1), lemah (peringkat = 2), kuat (peringkat = 3), atau sangat kuat (peringkat = 4). Perhatikan bahwa kekuatan harus mendapat peringkat 3 atau 4 dan kelemahan harus mendapat peringkat 1 atau 2. • Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot • Jumlahkan skor rata-rata untuk setiap variable guna menentukan skor bobot total untuk organisasi. 2.24.2 Tahap Pencocokan Tahap pencocokan dari kerangka perumusan strategi terdiri dari lima teknik yang dapat digunakan dengan urutan : Matriks SWOT, Matrik SPACE, Matriks BCG, Matriks IE, dan Matriks Grand Strategy. Alat-alat ini bergantung pada informasi yang diperoleh dari tahap input untuk memadukan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal. 1. Matriks SWOT Mariks SWOT adalah sebuah alat pencocokan yang penting yang membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi: Strategi SO (kekuatan peluang), Strategi WO (kelemahan peluang), Strategi ST (kekuatan ancaman), dan Strategi WT (kelemahan ancaman) (David, 2010, p 327-328). Tabel 2.2 Matriks SWOT IFAS Strength (S) EFAS Weakness (W) Tentukan daftar kekuatan Tentukan Opportunity (O) internal. kelemahan internal. Strategi SO Strategi WO Tentukan daftar peluang Ciptakan eksternal. strategi yang Ciptakan menggunakan untuk Threats (T) strategi yang kekuatan meminimalkan memanfaatkan kelemahan untuk peluang. memanfaatkan peluang. Strategi ST Strategi WT Tentukan daftar ancaman Ciptakan eksternal. daftar strategi yang Ciptakan menggunakan untuk strategi yang kekuatan meminimalkan mengatasi kelemahan ancaman. dan menghindari ancaman. Sumber : David (2010, p328-329) • Strategi SO. Strategi SO memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal. Semua manajer tentunya menginginkan organisasi mereka berada dalam posisi di mana kekuatan internal dapat digunakan untuk mengambil keuntungan dari berbagai kejadian eksternal. Jika sebuah tren dan perusahaan memiliki kelemahan besar, maka perusahaan akan berjuang untuk mengatasinya dan mengubahnya menjadi kekuatan. • Strategi WO. Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal.Terkadang, peluang-peluang besar muncul, tetapi perusahaan memiliki kelemahan internal yang menghalanginya memanfaatkan peluang tersebut. Salah satu strategi WO yang bisa ditempuh adalah dengan mengakuisisi teknologi ini melalui usaha patungan (joint venture) dengan sebuah perusahaan lain yang mempunyai kompetensi di bidang ini. Alternatif lainnya dari strategi WO adalah dengan merekrut dan melatih orang agar memiliki kapabilitas teknis yang diperlukan. • Strategi ST. Strategi ST menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.Hal ini bukan berarti bahwa suatu organisasi yang kuat harus selalu menghadapi ancaman secara langsung di dalam lingkungan eksternal. Perusahaan pesaing yang meniru gagasan, inovasi, dan produk yang telah dipatenkan merupakan ancaman yang besar di banyak industri. • Strategi WT. Strategi WT merupakan teknik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internalserta menghindari ancaman eksternal. Sebuah organisasi yang menghadapi berbagai ancaman eksternal dankelemahan internal benar-benar dalam posisi yang membahayakan. Dalam kenyataannya, perusahaan semacam itu mungkin harus berjuang untuk bertahan hidup, melakukan merger, penciutan, menyatakan diri bangkrut, atau memilih likuidasi. 2. Matriks Internal Eksternal (IE) Matriks IE memosisikan berbagai divisi suatu organisasi dalam tampilan sembilan sel. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci : skor bobot IFE total pada sumbu x dan skor bobot EFE total pada sumbu y. Setiap divisi dalam suatu organisasi harus membuat matriks IFE dan matriks EFE dalam kaitannya dengan organisasi. Pada sumbu x dari matriks IE, skor bobot IFE total 1,0 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah; skor 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang; dan skor 3,0 sampai 4,0 adalah kuat. Serupa dengannya, pada sumbu y, skor bobot EFE total 1,0 sampain 1,99 dipandang rendah; skor 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang; dan skor 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi. (David, 2010, p344-347) Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yang mempunyai implikasi strategi yang berbeda-beda antara lain : • Divisi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan membangun (growth and build). Strategi inensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integrative (integrasi ke belakang, intergrasi ke depan, dan integrasi horizontal) bisa menjadi yang paling tepat bagi divisi-divisi ini. • Divisi yang masuk dalam sel III, V, atau VII dapat ditangani dengan baik melalui strategi menjaga dan mempertahankan (hold and maintain); penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang paling banyak digunakan dalam jenis divisi ini. • Divisi yang masuk dalam sel VI, VII, atau IX adalah panen atau divestasi (harvest or divest). Organisasi mencapai portfolio bisnis yang masuk yang berhasil mampu berada di seputar sel I dalam matriks IE. 2.24.3 Tahap Keputusan Analisis dan intuisi menjadi landasan bagi pengambilan keputusan perumusan strategi. Banyak dari strategi dari teknik pencocokan kemungkinan akan diusulkan oleh yang berpartisipasi dalam analisis dan aktivitas pemilihan strategi. Para partisipan dapat memeringkat berbagai strategi tersebut dalam skala 1 sampai 4 sehingga daftar prioritas strategi terbaik bisa dicapai. 1. Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM) Menurut David (2010, p350-355), Matriks QSPM adalah tahap 3 dari kerangka perumusan strategi. Teknik ini menunjukkan strategi mana yang terbaik yang menggunakan analisis dari tahap masukan dan tahap pencocokan untuk menentukan berbagai alternative. QSPM adalah alat mengevaluasi yang memungkinkan berbagai strategi para alternative penyusun strategi secara objektif, berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal yang diidentifikasi sebelumnya. Enam langkah yang diperlukan untuk mengembangkan QSPM yang dibuat dalam bentuk tabel yaitu : • Buatlah daftar berbagai peluang atau ancaman eksternal dan kekuatan atau kelemahan internal utama di kolom kiri QSPM. Informasi ini harus diambil dari matriks EFE dan IFE. • Berilah bobot pada setiap faktor eksternal dan internal utama tersebut. Bobot ini sama dengan bobot yang ada dalam matriks EFE dan matriks IFE. • Cermatilah matriks-matriks tahap pencocokan dan mengidentifikasi berbagai alternatif yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan oleh organisasi. Catat strategi-strategi ini di baris teratas QSPM. • Tentukanlah Skor Daya Tarik (AS) didefinisikan sebagi nilai numeric yang mengindikasikan daya tarik relatif dari setiap strategi di rangkaian alternative tertentu. Selanjutnya akan diajukan pertanyaan “Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat ?” Jika jawabannya ya, akan ditentukan nilai AS nya dengan kisarannya adalah 1 = tidak memiliki daya tarik, 2 = daya tariknya rendah, 3 = daya tariknya sedang, dan 4 = daya tariknya tinggi. Jika dari pertanyaan di atas jawabannya adalah tidak, maka jangan memberikan skor AS pada strategi bersangkutan. • Hitunglah skor daya tarik total (TAS). TAS didefinisikan sebagai hasil kali antara bobot dengan skor daya tarik di setiap baris. • Hitunglah jumlah keseluruhan daya tarik total. Jumlah keseluruhan daya tarik total menunjukkan strategi yang paling menarik di setiap rangkaian alternatif. Skor yang lebih tinggi mengindikasikan strategi yang lebih menarik. 2.25 Object Oriented Analysis And Design (OOAD) Menurut Satzinger, Jackson & Burd (2010, p60), berpendapat bahwa Object Oriented Analysis (OOA) menjelaskan semua jenis objek yang melakukan pekerjaan dalam suatu sistem dan menunjukkan interaksi dari pengguna yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Object Oriented Design (OOD) menjelaskan semua jenis objek dari objek yang diperlukan untuk dapat berkomunikasi dengan orang dan perangkat yang ada di dalam sistem, menggambarkan bagaimana objek dapat menyelesaikan tugas, dan menyesuaikan dan menyempurnakan masing – masing jenis objek sehingga dapat diimplementasikan dengan bahasa tertentu atau lingkungan. 2.26 Unified Model Language (UML) Menurut Satzinger, Jackson & Burd (2010, p48), mendefinisikan UML merupakan serangkaian standar konstruksi model dan notasi yang dikembangkan secara khusus untuk pengembangan object – oriented. 1. Activity Diagram Adalah jenis diagram alur kerja yang nenggambarkan kegiatan pengguna dan aliran sekuensial mereka. Gambar 2.4 Activity Diagram Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010) 2. Event Table Event table adalah sebuah katalog dari use case yang menyusun peristiwa pada barisnya dan kunci informasi dari setiap kejadian pada kolomnya. Gambar 2.5 Event Table Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010) Komponen dari sebuah event table yaitu: a) Event: Suatu peristiwa yang menjadi penyebab bagi sistem untuk melakukan sesuatu. b) Trigger: Suatu pertanda atau sinyal yang mennginformasikan sistem bahwa suatu peristiwa telah terjadi, baik suatu data yang memerlukan pengolahan atau titik waktu. c) Source: Agen eksternal yang menyediakan data untuk sistem. d) Use case: Kegiatan yang dilakukan sistem ketika peristiwa (event) terjadi. e) Response: Output yang diproduksi oleh system dan memiliki tujuan. f) Destination: Agen eksternal atau aktor yang menerima data dari sistem. 3. Use Case Diagram Use case diagram merupakan sebuah diagram yang menunjukkan interaksi pengguna dengan suatu sistem. Gambar 2.6 Use Case Diagram Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010) 4. Use Case Description Use case description adalah penjelasan yang lebih detail mengenai proses dari sebuah use case. Gambar 2.7 Use Case Description Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010) 5. Domain Class Diagram Domain model class diagram adalah sebuah UML class diagram yang menggambarkan benda-benda yang penting dalam pelaksanaan tugas para pengguna, seperti class-class problem domain, hubungan antar class-class tersebut, dan atribut-atributnya. Diagram ini diagram digunakan untuk menggambarkan class yang terlibat, hubungan antar class tersebut serta atributnya. Gambar 2.8 Domain Class Diagram Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010) 6. Update Design Class Diagram Design Class Diagram dan detail interaction diagram menggunakan satu sama lain sebagai pemasukan untuk perancangan dan dikembangkan pada waktu yang sama interaksi pertama pada design class diagram dilakukan berdasarkan model domain dan pada prinsip desain reenginering. Design Class Diagram sekarang dapat dikembangkan untuk masing-masing layernya. Dalam tampilan view layer dan data access layer, beberapa kelas harus dispesifikasikan. Domain layer juga memiliki beberapa kelas yang ditambahkan untuk use case controllers. Gambar 2.9 Update Design Class Diagram Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010) 7. Statechart Diagram State adalah kondisi dari sebuah objek yang terjadi selama masa hidupnya memenuhi beberapa standar, menjalankan kegiatan, atau menunggu suatu peristiwa. Gambar 2.10 Statechart Diagram Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010) 8. Sequence Diagram • System Sequence Diagram System Sequence Diagram adalah diagram yang menunjukkan urutan pesan antara actor eksternal dan sistem selama use case atau scenario. System Sequence Diagram digunakan untuk menentukan input dan output yang berurutan, digunakan juga dengan deskripsi yang rinci atau dengan activity diagram untuk menunjukkan langkah - langkah pengolahan dan interaksi antara actor dengan sistem. Gambar 2.11 System Sequence Diagram Sumber: Satzinger, Jackson & Burd (2010) • First Cut Sequence Diagram First Cut Sequence Diagram merupakan pembangunan dari elemenelemen dari System Sequence Diagram. Kemudian menambahkan objek lain yang diperlukan use case. Langkah selanjutnya adalah menentukan message, termasuk objek yang harus menjadi sumber dan tujuan dari setiap message untuk mengumpulkan semua informasi yang diperlukan. Gambar 2.12 First Cut Sequence Diagram Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010) • Three Layer Sequence Diagram Three Layer Sequence Diagram merupakan gambaran lengkap dari Sequence Diagram dan juga pengembangan dari First Cut Sequence Diagram. Gambar 2.13 Three Layer Sequence Diagram Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010) 9. Communication Diagram Communication diagram merupakan interaction diagram. Communication Diagram juga menangkap informasi yang sama dengan Sequence diagram. Communication diagram berguna untuk menampilkan pandangan berbeda dari sebuah use case. Gambar 2.14 Communication Diagram Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010) 10. Package Diagram Package diagram adalah suatu diagram tingkat tinggi yang sederhana yang memungkinkan perancang untuk menghubungkan kelas-kelas dengan grup yang terelasi. Diagram ini mengilustrasikan three-design layer, yaitu view layer, domain layer, dan data access layer dan memperlihatkan setiap lapisan sebagai paket yang terpisah. Gambar 2.15 Package Diagram Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010) 11. User Interface User interface merupakan bagian sistem informasi yang membutuhkan interaksi user untuk menghasilkan input dan output. Input terjadi ketika user mencatat transaksi dengan menggunakan sistem, dan output berupa informasi yang dihasilkan setelah user melakukan login. Gambar 2.16 User Interface Sumber: Satzinger, Jackson & Burd (2010) 12. Presistent Object Presistent Object merupakan objek yang diingat oleh sistem dan tersedia untuk digunakan dari waktu ke waktu. 13. Deployment and Software Architecture Deployment Environment terdiri dari hardware, software dan network. Deployment Environment menyediakan suatu mapping dari suatu logical architecture menjadi suatu physical environment (intranet ataupun internet, CPU, memory, storage device, dan software lainnya). 2.27 Kerangka Pikir Menentukan Topik Penelitian Gambaran Umum Perusahaan Metode Pengumpulan Data Wawancara Survey / Observasi Studi Pustaka Metode Analisis Teknik Sampling - Uji Validitas - Uji Reliabilitas Analisis 5 Porter - Analisis SWOT Matriks IFE dan EFE Matriks SWOT Matriks IE Matriks QSPM Metode Perancangan (OOAD) - Acitvity Diagram - Event Table - Use Case Diagram - Use Case Description - Class Diagram - Update Class Diagram - Statechart Diagram - Sequence Diagram - Communication Diagram - Package Diagram - User Interface - Presistent Onject - Deployment Diagram Simpulan dan Saran Gambar 2.17 Kerangka Pikir - Analisis GAP Tangible Reliability Responsiveness Assurance Emphaty