BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pelanggan

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pelanggan
Pelanggan memegang peranan penting dalam suatu perusahaan, pelanggan
merupakan suatu kelompok atau individu yang terlibat dalam proses transaksi
bisnis yang bergerak dalam bidang produk maupun jasa karena pelanggan
merupakan pihak yang mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan. Kebutuhan akan suatu produk maupun jasa dapat membangun
hubungan antara pelanggan dengan perusahaan. Salah satu kunci untuk
membangun hubungan pelanggan yang efektif adalah memahami tentang perilaku
konsumen. Tanpa adanya pelanggan, maka perusahaan tidak akan mendapatkan
keuntungan atas usahanya.
Pelanggan didefinisikan sebagai sebuah individu atau kelompok yang
melakukan pembelian atas sebuah produk atau jasa berdasarkan pada keputusan
akan pertimbangan harga dan penawaran yang berkomunikasi dengan perusahaan
melalui surat, panggilan telepon, dan email yang dikirimkan secara berkala
(Greenberg, 2010, p08).
Jadi dapat disimpulkan seseorang atau kelompok yang melakukan transaksi
pembelian secara berkala terhadap perusahaan. Baik secara langsung ataupun
tidak langsung.
2.2 Nilai dan Kepuasan Pelanggan
Kolter dan Armstrong (2010, p31), mendefinisikan kepuasan pelanggan
adalah sejauh mana kinerja suatu produk cocok dengan apa yang ekspektasikan
oleh pelanggan. Jika kinerja dari produk jauh dari harapan pelanggan, maka
pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja sesuai dengan yang diharapkan pelanggan,
maka pelanggan akan puas. Jika kinerja yang didapat oleh pelanggan melebihi apa
yang diharapkan oleh pelanggan, maka pelanggan akan sangat puas atau senang.
Dengan kata lain, pelanggan yang puas akan kembali untuk membeli dan memberi
tahu kepada yang lain mengenai pengalaman baik yang dirasakannya. Sedangkan
pelanggan yang tidak puas, akan membeli produk kompetitor.
Kepuasan pelanggan merupakan konstruk yang berdiri sendiri dan
dipengaruhi oleh kualitas layanan, demikian pula halnya dengan loyalitas
pelanggan yang juga dipengaruhi oleh kualitas layanan (Oliver dalam Aryani dan
Rosinta, 2010).
Dari kedua perngertian diatas, dapat disimpulkan kepuasaan pelanggan
merupakan nilai dari pelanggan terhadap kualitas produk, dan pelayanan yang
diberikan oleh perusahaan. Nilai yang diberikan bisa positif dan negatif, apabila
positif kemungkinan besar pelanggan akan terus memakai produk perusahaan,
jikalau
memberikan
pengalaman
yang
negatif
maka
pelanggan
akan
meninggalkan produk atau perusahaan tersebut.
2.3 Pengertian Kualitas Pelayanan
Menurut pendapat Lewis & Boom (dalam Lubis, 2013), kualitas pelayanan
dapat dikatakan sebagai ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan
sesuai dengan harapan pelanggan. Sedangkan menurut Tjiptono (dalam Lubis,
2013), kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
pelanggan.
Berdasarkan pendapat dari para ahli mengenai kualitas pelayanan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas
yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi guna memenuhi harapan
konsumen. Pelayanan dalam hal ini diartikan sebagai jasa atau service yang
disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan,
kemampuan dan keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam
memberikan pelayanan untuk kepuasan konsumen.
2.4 Dimensi Kualitas Pelayanan
Marshellina (2013), dalam jurnalnya menjelaskan bahwa dimensi kualitas
pelayanan adalah sebagai berikut :
•
Tangible: penampilan fisik dan desain baik tata letak interior, eksterior,
maupun penampilan fisik dari personel penyedia jasa.
•
Reliability: emampuan memberikan pelayanan yang akurat, memuaskan,
tepat dan teroercaya sebagaimana dijanjikan.
•
Responsiveness: pelayanan staff yang tepat, cepat dan tanggap.
•
Assurance: embangkitkan rasa percaya dan keyakinan diri bagi pelanggan,
bebas dari bahaya, resiko atau keraguan.
•
Emphaty: sikap peduli dan pengertian, memperlakukan pelanggan sebagai
individu yang special.
2.5 Pengertian CRM
CRM telah didefinisikan secara sempit sebagai aktivitas manajemen data
pelanggan. CRM melibatkkan penataan informasi detail tentang pelanggan
perorangan dan secara cermat menata “titik sentuh” pelanggan untuk
memaksimalkan kesetiaan pelangggan (Kotler & Armstrong, 2010, p37).
Rainer dan Cegielski (2011, p307), menyatakan bahwa CRM adalah strategi
organisasi yang berfokus pada pelanggan dan didorong oleh pelanggan.
Maksudnya, organisasi berkonsentrasi untuk memuaskan pelanggan dengan
mengakses mengenai kebutuhan dari produk dan jasa pelanggan, kemudian
menyediakan pelayanan dengan kualitas tinggi dan responsif.
Turban, King, Lee, & Turban (2010, p696) mendefinisikan bahwa CRM
adalah suatu pendekatan pelanggan yang berfokus pada pembangunan dan
pemeliharaan hubungan jangka panjang dengan pelanggan yang dapat
memberikan nilai tambah untuk pelanggan dan perusahaan.
Sedangkan menurut Greenberg (2010, p30) CRM adalah sebuah filosofi dan
strategi bisnis yang didukung oleh sebuah sistem dan teknologi yang dirancang
untuk meningkatkan interaksi manusia dalam sebuah lingkungan bisnis.
Dari definisi CRM menurut beberapa para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa CRM adalah suatu proses pendekatan yang dilakukan kepada
pelanggan agar dapat memelihara hubungan dengan pelanggan dalam jangka
waktu panjang dalam lingkungan bisnis dan memberikan nilai tambah untuk
perusahaan.
2.6 Manfaat CRM
Potensi hubungan bisnis dari CRM memungkinkan bisnis tersebut untuk
mengindentifikasi dan menargetkan pelanggan terbaik mereka yang paling
menguntungkan untuk bisnis sehingga mereka dapat dipertahankan sebagai
pelanggan seumur hidup untuk layanan yang lebih besar. Selain itu
memungkinkan real-time customization dan personalization produk dan layanan
berdasarkan pelanggan keinginan, kebutuhan, kebiasaan membeli, dan siklus
hidup (O’brien dan Marakas (2011, p332).
Sistem CRM dapat memungkinkan perusahaan untuk memberikan
pengalaman pelanggan yang konsisten dan layanan yang unggul dan dukungan di
semua point kontak pelanggan memilih semua manfaat ini akan memberikan nilai
bisnis strategis untuk perusahaan dan nilai pelanggan utama kepada pelanggan.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat CRM yaitu membantu
perusahaan untuk lebih memahami agar lebih dekat dengan pelangganya, yang
akhirnya dapat membangun loyalitas dalam jangka waktu yang panjang.
2.7 Tujuan CRM
Potensi manfaat bisnis dari CRM sangat banyak, contoh salah satu
manfaat dari adanya sistem CRM adalah memungkinkan perusahaan untuk
memberi pengalamaan yang konsisten dan layanan serta dukungan bagi
pelanggan, di semua titik kontak yang dipilih oleh pelanggan. Semua manfaat
ini akan memberi nilai bisnis strategis bagi perusahaan dan nilai pelanggan yang
besar bagi para pelanggannya (O'Brien dan Marakas, 2010, p315)
Kusuma (2010, p1) menjelaskan ada empat manfaat utama dari CRM
system yang dapat membantu perusahaan untuk merampingkan database
pelanggan dan membuat sebagian besar dari kontak mereka saat ini. Berikut
adalah empat manfaat dari penggunaan sistem CRM :
a. Improve Customer satisfaction, yaitu meningkatkan kepuasan
pelanggan.
b. Share customer information more easily, yaitu berbagi informasi
dengan lebih mudah, terutama menganai informasi pelanggan.
c. Increase sales by up selling and cross selling other products, yaitu
peningkatan jumlah penjualan dari setiap produk.
d. Identify
most
mengidentifikasi
profitable
pelanggan
and
unprofitable
yang
customers,
menguntungkan
dan
yaitu
tidak
menguntungkan.
Jadi dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
CRM bukan hanya menjalin hubungan dengan pelanggan saja. Akan tetapi dengan
CRM ini juga bertujuan untuk menjaga hubungan antara perusahaan dan
pelanggan agar lebih erat sehingga terhindar dari ketidakpuasaan konsumen.
2.8 Tipe CRM
Francis Buttle (2009, p 27) mengemukakan bahwa terdapat 4 tipe dari
CRM seperti gambar dibawah ini.
Gambar 2.1 Tipe CRM
Sumber : Francais Butler (2009, p27)
1. Strategic CRM
Berfokus pada pengembangan budaya bisnis yang terpusat pada customer.
Budaya bisnis ini didedikasikan untuk memenangkan serta
mempertahankan anggota.
2. Operational CRM
Merupakan CRM yang berfokus dalam melakukan automasi customerfacing process seperti penjualan, pemasaran dan customer service.
3. Analytical CRM
Analytical CRM berkonsentrasi pada proses mendapatkan, menyimpan,
mengekstrak, mengintegrasi, memproses, mendistribusikan,
menginterpretasi, menggunakan dan melaporkan data mengenai customer
untuk meningkatkan nilai bagi customer maupun perusahaan.
4. Collaborative CRM
Collaborative CRM mengaplikasikan teknologi antar organisasi, untuk
dapat melihat secara optimal hubungan antara perusahaan, partner dan
nilai bagi customer.
2.9 Fase CRM
Terdapat 3 fase CRM yang dapat mengilustrasikan cara untuk berfikir
tentang pelanggan dan nilai bisnis serta komponen dari CRM (O'Brien dan
Marakas, 2010, p314-315).
Gambar 2.2 Fase CRM
Sumber: O'Brien dan Marakas, 2010
1. Acquire
Sebuah bisnis bergantung pada perangkat lunak dan basis data CRM untuk
membantunya memperoleh pelanggan baru dengan melakukan pekerjaan
yang baik seperti mengatur kontak pelanggan, prospek penjualan,
penjualan, pemenuhan dan pemasaran langsung. Tujuan dari fungsi CRM
ini adalah untuk membantu pelanggan melihat nilai dari sebuah produk
unggulan yang ditawarkan oleh perusahaan.
2. Enhance
Manajemen kontak, layanan pelanggan, dan alat pendukung CRM yang
dimungkinkan oleh web membantu pelanggan merasa senang dengan
layanan unggulan dan respon yang diberikan oleh seluruh tim, baik dari
tim pemasaran, layanan, bahkan dari mitra bisnis. CRM membatu
perusahaan melakukan cross sell dan up sell untuk meningkatkan
keuntungan perusahaan. Nilai yang didapat pelanggan merupakan
kemudahan melakukan one stop shopping dengan harga menarik.
3. Retain
Perangkat lunak analitis dan basis data CRM dapat membantu sebuah
perusahaan untuk secara proaktif mengidentifikasi dan menghargai
pelanggannya
yang
paling
menguntungkan
dan
setia
untuk
mempertahankan dan memperluas bisnis mereka melalui pemasaran
terarah dan program hubungan pemasaran. Nilai yang dilihat pelanggan
adalah hungungan bisnis terpersonalisasi dengan perusahaan.
2.10 Pengertian e-CRM
Chaffey (2011, p455), mengemukakan bahwa e-CRM adalah penggunaan
teknologi komunikasi digital untuk memaksimalkan penjulan kepada pelanggan
dan mendorong penggunaan pelayanan secra online.
Sedangkan menurut Turban Effraim, King, Lee, Liang& Turban Debborah
(2010, p398), e-CRM merupakan istilah industri yang meliputi metodologi dan
perangkat lunak yang membantu suatu perusahaan mengelola hubungan
pelanggan yang terorganisir.
Maka, dapat disimpulkan bahwa e-CRM adalah sebuah pelayanan yang
diberikan perusahaan dalam bentuk IT, untuk memudahkan konsumen dalam
mencari informasi suatu perusahaan. Salah satu bentuk dari e-CRM adalah
website, livechat, dan lain – lain.
2.11 Manfaat e-CRM
Manfaat e-CRM adalah sebagai berikut Chaffey (2011, p 456) :
1.
Targeting more cost-effectively (Menargetkan biaya yang lebih efektif).
Perusahaan dapat membangun hubungan dengan pengunjung pada situs web
dan bagi pengunjung yang berminat terhadap produk yang tersedia dapat
melakukan registrasi terlebih dahulu.
2.
Achive mass customization of the marketing messages (Mencapai masa dari
kostumisasi pesan pemasaran).
Penggunaan teknologi memungkinkan untuk mengirim mail langsung yang
sesuai
dengan
pelanggan
dengan
biaya
yang
rendah
dan
dapat
menyediakan web page untuk kelompok pelanggan kecil.
3. Increase depth, breadth and nature of relationship (Meningkatkan kedalaman
dan memperluas sifat alami dari hubungan tersebut).
4. A learning relationship can be achieved using different tools throughout the
customer
lifecycle
(Hubungan
pembelajaran
dapat
dicapai
dengan
menggunakan alat yang berbeda di seluruh siklus hidup pelanggan).
5. Lower cost (Biaya lebih sedikit).
Dengan cara menghubungkan pelanggan dengan email atau web page
memiliki biaya yang jauh lebih murah.
2.12 Analisis Kesenjangan SERVQUAL
Valerie Zethamal dan Leonard L Berry pada tahun 1993 menemukan
analisis SERVQUAL pada paper konseptual mereka yang berjudul “A conceptual
model of service quality and its implications for future research” di publikasikan
di Journal of Marketing. Mereka mengatakan secara rinci lima gap kualitas jasa
yang berpotensi menjadi sumber masalah kualitas jasa. Analisis ini dikembangkan
untuk membantu manajer dalam menganalisis masalah kualitas dan cara – cara
memperbaiki kualitas jasa.
2.13 Definisi SERVQUAL
Hoffman dan Bateson (2011, p319) mendefinisikan bahwa kualitas
layanan adalah sikap yang dibentuk oleh evaluasi jangka panjang dan kinerja
organisasi. Sehingga pada akhir evaluasi, organisasi menghasilkan rencana
panjang untuk mmeperbaiki kualitas layanan nya. Untuk mendefinisikan kualitas
layanan yang
perlu dilakukan adalah membedakan nya dengan kepuasan
pelanggan karena keduanya berhubungann satu sama lain.
Kualitas layanan dapat diukur apabila harapan sesuai dengan apa yang
dirasakan oleh pelanggan atas pelayanan yang diberikan oleh suatu perusahaan
atau organisasi dan kemudian terciptalah sebuah kualitas.
2.14 Dimensi SERVQUAL
Menurut
Parasuraman,
Zeithamal
dan
Berry
(1985)
berhasil
mengidentifikasikan sepuluh pokok dimensi pokok kualitas jasa yaitu :
•
Reliabilitas
•
Responsivitas atau daya tanggap
•
Kompetensi
•
Akses
•
Kesopanan
•
Komunikasi
•
Kredibilitas
•
Keamanan
•
Kemampuan memahami pelanggan
•
Bukti Fisik
Namun dalam riset selanjutnya mereka menemukan adanya overlapping di
antara beberapa dimensi diatas. Oleh sebab itu, mereka menyederhanakan
sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok (Parasuraman, Zeithaml,
dan Berry , 1988).
Dengan demikian tersusunlah lima dimensi utama sesuai urutan tingkat
kepentingan yaitu:
1. Reliabilitas, berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan
layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun
dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
2. Daya tanggap, berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan karyawan
untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta
menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan
jasa secara tepat.
3. Jaminan, yakni perilaku karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa
aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berartibahwa para karyawan
selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
4. Empati, berarti bahwa perusahaan memahami masalah para pelanggannya
dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian
personal kepada pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Bukti fisik, berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan dan
material yang digunakan perusahaan serta penampilan karyawan.
2.15 Model SERVQUAL Gap Analysis
Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2011), dalam bukunya yang
berjudul “Service Quality and Satisfaction”, mengatakan bahwa model kualitas
jasa yang paling popular dan hingga kini banyak dijadikan acuan dlam riset
manajemen adalah model SERVQUAL yang dikembangkan oleh Parasuraman,
Zethaml dan Berry.
Dalam model Gap analysis, model ini berkaitan dengan model kepuasan
pelanggan. Rancangan model ini menegaskan bahwa bila kinerja pada suatu
atribut meningkat lebih besar daripada harapan atas atribut tersebut maka persepsi
terhadap kualitas jasa akan positif dan sebaliknya.
•
Gap 1
Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge
gap). Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan
ekspektasi pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat.
•
Gap 2
Gap natara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan
spesifikasi kualitas jasa (standards gap). Gap ini berarti bahwa
spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen
terhadap ekspetasi kualitas.
•
Gap 3
Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery
gap). Gap ini berarti spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja
dalam proses produksi dan penyampaian jasa.
•
Gap 4
Gap
antara
penyampaian
jasa
dan
komunikasi
eksternal
(communications gap). Gap ini berarti bahwa janji – janji yang
disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak konsisten
dengan jasa yang disampaikan kepada para pelanggan.
•
Gap 5
Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkam (service
gap). Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten
dengan jasa yang diharapkan.
Melalui analisis terhadap berbagai skor gap ini, perusahaan jasa tidak
hanya bisa menilai kualitas keseluruhan jasanya sebagaimana dipersepsikan
pelanggan, namun juga bisa mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci dan aspekaspek dalam setiap dimensi tersebut yang membutuhkan penyempurnaan kualitas.
Instrumen SERVQUAL dan data yang dihasilkan juga dapat dipergunakan untuk
beberapa keperluan lain: membandingkan harapan dan persepsi pelanggan
sepanjang waktu, membandingkan skor SERVQUAL perusahaan dengan skor
para pesaingnya, dan sebagainya.
2.16 Atribut SERVQUAL
Tjiptono dan Chandra (2011, p231 – 233), berpendapat bahwa pengukuran
model SERVQUAL didasarkan pada skala multi item yang dirancang untuk
mengukur harapan dan persepsi pelanggan, serta gap diantara keduanya pada lima
dimensi utama kualitas jasa. Kelima dimensi utama tersebut dijabarkan ke dalam
masing – masing 22 atribut rinci untuk variabel harapan dan persepsi.
Sedangkan menurut Horman dan Bateson (2011, p340 – 342), pernyataan
yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa pelayanan pada suatu perusajaan,
dilakukan melalui pendekatan kepada pelanggan yang menggunakan jasa
perusajaan. Atribut yang ada disesuaikan berdasarkan sub variabel atau dimensi
dari variabel service quality.
Tabel 2.1 Dimensi dan Atribut Model SERVQUAL
Dimensi
Atribut
1. Menyediakan jasa sesuai
dengan yang dijanjikan.
2. Dapat diandalkan dalam
menangani masalah jasa
pelanggan.
Reliability
(Reliabilitas)
3. Menyampaikan jasa secara
benar semenjak pertama kali.
4. Menyampaikan jasa sesuai
dengan waktu yang
dijanjikan.
5. Menyimpan catatan atau
dokumen tanpa kesalahan.
6. Menginformasikan pelanggan
tentang kepastian waktu
penyampaian jasa.
Responsiveness
7. Layanan yang segera atau
(Daya Tanggap)
cepat bagi pelanggan.
8. Kesediaan untuk membantu
pelanggan.
9. Kesiapan untuk merespon
permintaan pelanggan.
10. Karyawan yang
Service Quality
menumbuhkan rasa percaya
pelanggan.
Assurance
11. Membuat pelanggan merasa
(Jaminan)
aman dalam bertransaksi.
12. Karyawan yang secara
konsisten bersikap sopan.
13. Karyawan yang mampu
menjawab pertanyaan
pelanggan.
14. Memberikan perhatian
individual kepada para
pelanggan
15. Karyawan yang
memperlakukan pelanggan
secara penuh perhatian.
Emphaty
(Empati)
16. Sungguh – sungguh
mengutamakan kepentingan
pelanggan.
17. Karyawan yang memahami
kebutuhan pelanggan.
18. Waktu beroperasi (jam
kantor) yang nyaman.
19. Peralatan modern.
20. Fasilitas yang berdaya tarik
Tangible
(Bukti Fisik)
visual.
21. Karyawan yang
berpenampilan rapi dan
proffesional.
22. Materi – materi berkaitan
dengan jasa yang berdaya
tarik visual.
Sumber : Parasuraman, et al (1994) dalam Tjiptono dan Chandra (2011)
Skor SERVQUAL untuk setiap pasang pertanyaan, bagi masing – masing
pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus (Zeithaml, et al., 1990) dalam
Tjiptono dan Chandra (2011) :
Skor SERVQUAL = Skor Persepsi – Skor Harapan
2.17 Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2012, p38), variabel penelitian pada dasarnya adalah
sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga
diperoleh
informasi
tentang hal
tersebut,
kemudian
ditarik
kesimpulannya.
Selain itu, dapat dirumuskan juga bahwa variabel penelitian adalah suatu
atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulannya.
2.18 Populasi dan Sampel
Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah
dan memenuhi syarat-syarat tertentu dimana berkaitan dengan masalah
penelitian (Riduwan dan Kuncoro, 2008, p38).
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Nilai populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi. Misalnya karena keterbatasan dana tenaga dan
waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk
populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representatif (Sugiyono 2012, p81).
2.19 Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk
menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat
ukut tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data
kuantitatif (Sugiyono 2012, p92). Macam - macam skala yang digunakan untuk
penelitian yaitu :
1. Skala Likert
Digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi indikator variabel kemudian indikator tersebut
dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang
dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
2. Skala Guttman
Penelitian
menggunakan
skala
Guttman
dilakukan
bila
ingin
mendapatkan jawaban yang bersifat tegas terhadap suatu permasalahan
yang ditanyakan dan hanya terdiri dari dua jawaban yaitu ya dan tidak.
3. Rating Scale
Responden menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah
disediakan dan ditafsir sebagai data kualitatif.
4. Semantict Deferential
Merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap. Data yang
diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk
mengukur sikap / karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang.
2.20 Uji Validitas
Riduwan dan Kuncoro (2008, p216) mengatakan bahwa validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahan pada suatu alat
ukur misalnya kuesioner.
2.21 Uji Reliabilitas
Sugiyono (2012, p121), menjelaskan instrumen yang reliabel adalah
instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama,
akan menghasilkan data yang sama. Setelah instrumen di uji validitasnya maka
langkah selanjutnya yaitu menguji reliabilitas.
Sedangkan menurut Riduwan dan Kuncoro (2007, p220) uji realibilitas
dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan alat pengumpul data (instrumen)
yang digunakan.
2.22 Analisis 5 Porter.
David (2010, p106-109) mengatakan bahwa dalam model 5 kekuatan
Porter dijelaskan apa saja yang menjadi kekuatan dalam persaingan, diantaranta
adalah :
1. Persaingan satu industri.
Tekanan persaingan berasal dari dorongan untuk meraih dah bersaing
untuk mendapatkan posisi yang lebih baik dalam pasar, tingkat
pertumbuhan industri, karakteristik produk / jasa, jumlah biaya tetap,
kapasitas, tingginya hambatan untuk keluar.
2. Produk Substitusi.
Produk substitusi adalah barang yang tampilan nya berbeda namun dapat
memuaskan kebutuhan yang sama sebagai produk lain nya. Apabila harga
barang substitusi jauh lebih rendah dibanding produk yang di substitusi,
ini akan mempengaruhi keberadaan pasar.
3. Kekuatan tawar menawar dari pemasok (supplier).
Tekanan persaingan berasal dari proses kolaborasi tawar – menawar antara
pemasok dan penjual. Pemasok kuat apabila ada faktor – faktor sebagai
berikut :
•
Pemasok industri didominasi oleh sedikit perusahaan, tetapi menjual
ke banyak perusahaan.
•
Produk / jasa unik dan biaya peralihan tinggi.
•
Tidak ada barang substitusi.
4. Daya tawar – menawar pembeli.
Tekanan persaingan berasal dari proses kolaborasi dan tawar - menawar
antara pembeli dan penjual. Beberapa faktor pembeli :
•
Pembeli membeli dalam porsi besar akan produk dari penjual.
•
Pembeli memiliki potensi melakukan integrasi ke belakang dengan
memproduksi sendiri produk yang diinginkan.
•
Alternatif pemasok banyak kaarena produk merupakan barang
standard dan tidak unik.
5. Pendatang Baru.
Tekanan persaingan berasal dari ancaman akan pesaing baru yang
biasanya sangat bergairah untuk menarik pangsa pasar dan sumber daya
yang penting. Ancaman dari pendatang baru bergantung dari adanya
hambatan untuk masuk dan reaksi yang dihadapi pesaing sudah ada.
Beberapa hambatan yang ada antara lain skala ekonomi, diferensiasi
produk, kebutuhan modal, biaya peralihan, akses ke jaringan distribusi,
kebijakan pemerintah.
2.23 Analisis SWOT
Menurut David (2010, p284-287) Matriks SWOT adalah unit untuk
mencocokkan yang penting, yang membantu manager mengembangkan empat
tipe strategi SO (Strength-Opportunity), WO (Weakness-Opportunity), WT
(Waekness-Threats) dan ST (Strength-Threats). Mencocokkan faktor eksternal
dan internal kunci adalah bagian yang paling sulit dalam penilaian yang baik –
baik dan tidak ada pencocokkan yang terbaik.
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai analisis SWOT :
1. Strength (kekuatan).
Kekuatan yang dimiliki oleh suatu perusahaan dibandingkan dengan para
pesaing.
2. Weakness (kelemahan).
Kelemahan ataupun masalah – masalah yang dihadapi oleh suatu
perusahaan dibandingkan dengan para pesaing.
3. Opportunities (peluang).
Kesempatan yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk membuat lebih
banyak konsumen dibandingkan para pesaing.
4. Threats (ancaman).
Tantangan yang dihadapi oleh perusahaan dari para pesaing dalam
merebut konsumen.
2.24 Perumusan Strategi
David (2010, p323-324) menjelaskan bahwa teknik-teknik perumusan
strategi yang penting dapat diintergrasikan ke dalam kerangka pengambilan
keputusan tiga tahap, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.3.
Alat yang ditampilkan dalam kerangka ini bisa diterapkan untuk semua
ukuran dan jenis organisasi serta dapat membantu para penyusun strategi
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih strategi.
Gambar 2.3 Analisis Perumusan Strategi
Sumber : David (2010, p324)
2.24.1 Tahap Masukan
Informasi yang diperoleh dari ketiga matriks yaitu matriks EFE, matriks
IFE, dan CPM menjadi informasi input dasar untuk matriks-matriks tahap
pencocokan dan tahap keputusan. Alat-alat input mendorong para penyususn
strategi untuk mengukur subjektivitas selama tahap awal proses perumusan
strategi. Membuat berbagai keputusan kecil dalam matriks input menyangkut
signifikansi strategi untuk secara lebih efektif menciptakan serta mengevaluasi
strategi alternative.
1. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
Matriks EFE memungkinkan para penyusun strategi untuk meringkas dan
mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan,
politik, pemerintah, hokum, teknologi, dan kompetitif. Matriks EFE dapat
dikembangkan dalam lima langkah (David, 2010, p158-159) :
•
Buat daftar faktor-faktor eksternal utama sebagaimana yang
disebutkan dalam proses audit eksternal, termasuk peluang dan
ancaman.
•
Berilah pada setiap faktor tersebut bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak
penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot itu mengindikasikan
signifikansi
relative
dari
suatu
faktor
terhadap
keberhasilan perusahaan. Jumlah seluruh bobot harus 1,00.
•
Berilah peringkat antara 1 sampai 4 pada setiap faktor eksternal
utama untuk menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan saat
ini dalam merespon faktor tersebut, di mana 4 = responnya sangat
bagus, 3 = responnya di atas rata-rata, 2 = responnya rata-rata, 1 =
responnya di bawah rata-rata. Peringkat didasarkan pada keefektifan
strategi perusahaan. Penting untuk diperhatikan bahwa baik ancaman
maupn peluang dapat menerima peringkat 1, 2, 3, atau 4.
•
Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan
skor bobot
•
Jumlahkan skor rata-rata untuk setiap variable guna menentukan skor
bobot total untuk perusahaan.
2. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE)
Matriks IFE adalah alat perumusan strategi yang meringkas dan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area-area fungsional
bisnis, dan juga menjadi landasan untuk mengidentifikasi serta
mengevaluasi hubungan di antara area tersebut. Matriks IFE dapat
dikembangkan dalam lima langkah (David 2010, p229-230) :
•
Buat
daftar
faktor-faktor
internal
utama
sebagaimana
yang
disebutkan dalam proses audit internal, termasuk kekuatan dan
kelemahan.
•
Berilah pada setiap faktor tersebut bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak
penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot itu mengindikasikan
signifikansi relative
dari
suatu
faktor
terhadap
keberhasilan
perusahaan. Jumlah seluruh bobot harus 1,00.
•
Berilah peringkat antara 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk
mengindikasikan apakah faktor tersebut sangat lemah (peringkat =
1), lemah (peringkat = 2), kuat (peringkat = 3), atau sangat kuat
(peringkat = 4). Perhatikan bahwa kekuatan harus mendapat
peringkat 3 atau 4 dan kelemahan harus mendapat peringkat 1 atau 2.
•
Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan
skor bobot
•
Jumlahkan skor rata-rata untuk setiap variable guna menentukan skor
bobot total untuk organisasi.
2.24.2 Tahap Pencocokan
Tahap pencocokan dari kerangka perumusan strategi terdiri dari lima
teknik yang dapat digunakan dengan urutan : Matriks SWOT,
Matrik
SPACE, Matriks BCG, Matriks IE, dan Matriks Grand Strategy. Alat-alat ini
bergantung pada informasi yang
diperoleh
dari
tahap
input
untuk
memadukan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan
internal.
1. Matriks SWOT
Mariks SWOT adalah sebuah alat pencocokan yang penting yang
membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi: Strategi
SO (kekuatan peluang), Strategi WO (kelemahan peluang), Strategi ST
(kekuatan ancaman), dan Strategi WT (kelemahan ancaman) (David,
2010, p 327-328).
Tabel 2.2 Matriks SWOT
IFAS Strength (S)
EFAS
Weakness (W)
Tentukan daftar kekuatan Tentukan
Opportunity (O)
internal.
kelemahan internal.
Strategi SO
Strategi WO
Tentukan daftar peluang Ciptakan
eksternal.
strategi yang Ciptakan
menggunakan
untuk
Threats (T)
strategi
yang
kekuatan meminimalkan
memanfaatkan kelemahan
untuk
peluang.
memanfaatkan peluang.
Strategi ST
Strategi WT
Tentukan daftar ancaman Ciptakan
eksternal.
daftar
strategi yang Ciptakan
menggunakan
untuk
strategi
yang
kekuatan meminimalkan
mengatasi kelemahan
ancaman.
dan
menghindari ancaman.
Sumber : David (2010, p328-329)
•
Strategi SO.
Strategi SO memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik
keuntungan dari peluang eksternal. Semua manajer tentunya menginginkan
organisasi mereka berada dalam posisi di mana kekuatan internal dapat
digunakan untuk mengambil keuntungan dari berbagai
kejadian
eksternal.
Jika
sebuah
tren
dan
perusahaan memiliki kelemahan
besar, maka perusahaan akan berjuang untuk mengatasinya dan
mengubahnya menjadi kekuatan.
•
Strategi WO.
Strategi
WO
bertujuan
untuk
memperbaiki
kelemahan
internal
dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal.Terkadang,
peluang-peluang besar muncul, tetapi perusahaan memiliki kelemahan
internal yang menghalanginya memanfaatkan peluang tersebut. Salah satu
strategi WO yang bisa ditempuh adalah dengan mengakuisisi teknologi ini
melalui usaha patungan (joint venture) dengan sebuah perusahaan lain
yang mempunyai kompetensi di bidang ini. Alternatif lainnya dari strategi
WO adalah dengan merekrut dan melatih orang agar memiliki kapabilitas
teknis yang diperlukan.
•
Strategi ST.
Strategi ST menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari
atau mengurangi dampak ancaman eksternal.Hal ini bukan berarti bahwa
suatu organisasi yang kuat harus selalu menghadapi ancaman secara
langsung di dalam lingkungan eksternal. Perusahaan pesaing yang meniru
gagasan, inovasi, dan produk yang telah dipatenkan merupakan ancaman
yang besar di banyak industri.
•
Strategi WT.
Strategi WT merupakan teknik defensif yang diarahkan untuk mengurangi
kelemahan
internalserta
menghindari
ancaman
eksternal.
Sebuah
organisasi yang menghadapi berbagai ancaman eksternal dankelemahan
internal
benar-benar
dalam
posisi
yang
membahayakan.
Dalam
kenyataannya, perusahaan semacam itu mungkin harus berjuang untuk
bertahan hidup, melakukan merger, penciutan, menyatakan diri bangkrut,
atau memilih likuidasi.
2. Matriks Internal Eksternal (IE)
Matriks IE memosisikan berbagai divisi suatu organisasi dalam tampilan
sembilan sel. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci : skor bobot
IFE total pada sumbu x dan skor bobot EFE total pada sumbu y. Setiap
divisi dalam suatu organisasi harus membuat matriks IFE dan matriks EFE
dalam kaitannya dengan organisasi. Pada sumbu x dari matriks IE, skor
bobot IFE total 1,0 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang
lemah; skor 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang; dan skor 3,0 sampai 4,0
adalah kuat. Serupa dengannya, pada sumbu y, skor bobot EFE total 1,0
sampain 1,99 dipandang rendah; skor 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang;
dan skor 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi. (David, 2010, p344-347)
Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yang mempunyai
implikasi strategi yang berbeda-beda antara lain :
•
Divisi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai
tumbuh dan membangun (growth and build). Strategi inensif (penetrasi
pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integrative
(integrasi ke belakang, intergrasi ke depan, dan integrasi horizontal) bisa
menjadi yang paling tepat bagi divisi-divisi ini.
•
Divisi yang masuk dalam sel III, V, atau VII dapat ditangani dengan baik
melalui strategi menjaga dan mempertahankan (hold and maintain);
penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang paling
banyak digunakan dalam jenis divisi ini.
•
Divisi yang masuk dalam sel VI, VII, atau IX adalah panen atau
divestasi
(harvest
or
divest).
Organisasi
mencapai portfolio bisnis yang masuk
yang
berhasil
mampu
berada di seputar sel I dalam
matriks IE.
2.24.3 Tahap Keputusan
Analisis dan intuisi menjadi landasan bagi pengambilan keputusan
perumusan
strategi.
Banyak
dari strategi dari teknik
pencocokan
kemungkinan akan diusulkan oleh yang berpartisipasi dalam analisis dan
aktivitas pemilihan strategi. Para partisipan dapat memeringkat berbagai
strategi tersebut dalam skala 1 sampai 4 sehingga daftar prioritas strategi
terbaik bisa dicapai.
1. Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM)
Menurut David (2010, p350-355), Matriks QSPM adalah tahap 3 dari
kerangka perumusan strategi. Teknik ini menunjukkan strategi mana
yang terbaik yang menggunakan analisis dari tahap masukan dan
tahap pencocokan untuk menentukan berbagai alternative. QSPM
adalah
alat
mengevaluasi
yang
memungkinkan
berbagai
strategi
para
alternative
penyusun
strategi
secara
objektif,
berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal
yang diidentifikasi sebelumnya.
Enam langkah yang diperlukan untuk mengembangkan QSPM yang
dibuat dalam bentuk tabel yaitu :
• Buatlah daftar berbagai peluang atau ancaman eksternal dan kekuatan atau
kelemahan
internal utama di kolom kiri QSPM. Informasi ini harus
diambil dari matriks EFE dan IFE.
• Berilah bobot pada setiap faktor eksternal dan internal utama tersebut.
Bobot ini sama dengan bobot yang ada dalam matriks EFE dan matriks
IFE.
• Cermatilah
matriks-matriks
tahap
pencocokan
dan
mengidentifikasi berbagai alternatif yang harus dipertimbangkan untuk
diterapkan oleh organisasi. Catat strategi-strategi ini di baris teratas
QSPM.
• Tentukanlah Skor Daya Tarik (AS) didefinisikan sebagi nilai numeric
yang
mengindikasikan
daya
tarik
relatif
dari
setiap strategi di
rangkaian alternative tertentu. Selanjutnya akan diajukan pertanyaan
“Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat ?” Jika
jawabannya ya, akan ditentukan nilai AS nya dengan kisarannya adalah 1
= tidak memiliki daya tarik, 2 = daya tariknya rendah, 3 = daya tariknya
sedang, dan 4 = daya tariknya tinggi. Jika
dari pertanyaan di atas
jawabannya adalah tidak, maka jangan memberikan skor AS pada strategi
bersangkutan.
• Hitunglah skor daya tarik total (TAS). TAS didefinisikan sebagai hasil
kali antara bobot dengan skor daya tarik di setiap baris.
• Hitunglah jumlah keseluruhan daya tarik total. Jumlah keseluruhan
daya tarik total menunjukkan strategi yang paling menarik di setiap
rangkaian alternatif. Skor yang lebih tinggi mengindikasikan strategi yang
lebih menarik.
2.25 Object Oriented Analysis And Design (OOAD)
Menurut Satzinger, Jackson & Burd (2010, p60), berpendapat bahwa
Object Oriented Analysis (OOA) menjelaskan semua jenis objek yang melakukan
pekerjaan dalam suatu sistem dan menunjukkan interaksi dari pengguna yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Object Oriented Design (OOD)
menjelaskan semua jenis objek dari objek yang diperlukan untuk dapat
berkomunikasi dengan orang dan perangkat yang ada di dalam sistem,
menggambarkan bagaimana objek dapat menyelesaikan tugas, dan menyesuaikan
dan
menyempurnakan
masing
–
masing
jenis
objek
sehingga
dapat
diimplementasikan dengan bahasa tertentu atau lingkungan.
2.26 Unified Model Language (UML)
Menurut Satzinger, Jackson & Burd (2010, p48), mendefinisikan UML
merupakan serangkaian standar konstruksi model dan notasi yang dikembangkan
secara khusus untuk pengembangan object – oriented.
1. Activity Diagram
Adalah jenis diagram alur kerja yang nenggambarkan kegiatan pengguna
dan aliran sekuensial mereka.
Gambar 2.4 Activity Diagram
Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010)
2. Event Table
Event table adalah sebuah katalog dari use case yang menyusun peristiwa
pada barisnya dan kunci informasi dari setiap kejadian pada kolomnya.
Gambar 2.5 Event Table
Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010)
Komponen dari sebuah event table yaitu:
a) Event: Suatu peristiwa yang menjadi penyebab bagi sistem untuk
melakukan sesuatu.
b) Trigger: Suatu pertanda atau sinyal yang mennginformasikan sistem bahwa
suatu peristiwa telah terjadi, baik suatu data yang memerlukan pengolahan
atau titik waktu.
c) Source: Agen eksternal yang menyediakan data untuk sistem.
d) Use case: Kegiatan yang dilakukan sistem ketika peristiwa (event) terjadi.
e) Response: Output yang diproduksi oleh system dan memiliki tujuan.
f) Destination: Agen eksternal atau aktor yang menerima data dari sistem.
3. Use Case Diagram
Use case diagram merupakan sebuah diagram yang menunjukkan interaksi
pengguna dengan suatu sistem.
Gambar 2.6 Use Case Diagram
Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010)
4. Use Case Description
Use case description adalah penjelasan yang lebih detail mengenai proses
dari sebuah use case.
Gambar 2.7 Use Case Description
Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010)
5. Domain Class Diagram
Domain model class diagram adalah sebuah UML class diagram yang
menggambarkan benda-benda yang penting dalam pelaksanaan tugas para
pengguna, seperti class-class problem domain, hubungan antar class-class
tersebut, dan atribut-atributnya. Diagram ini diagram digunakan untuk
menggambarkan class yang terlibat, hubungan antar class tersebut serta
atributnya.
Gambar 2.8 Domain Class Diagram
Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010)
6. Update Design Class Diagram
Design Class Diagram dan detail interaction diagram menggunakan satu
sama lain sebagai pemasukan untuk perancangan dan dikembangkan pada
waktu yang sama interaksi pertama pada design class diagram dilakukan
berdasarkan model domain dan pada prinsip desain reenginering. Design
Class Diagram sekarang dapat dikembangkan untuk masing-masing
layernya. Dalam tampilan view layer dan data access layer, beberapa kelas
harus dispesifikasikan. Domain layer juga memiliki beberapa kelas yang
ditambahkan untuk use case controllers.
Gambar 2.9 Update Design Class Diagram
Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010)
7. Statechart Diagram
State adalah kondisi dari sebuah objek yang terjadi selama masa hidupnya
memenuhi beberapa standar, menjalankan kegiatan, atau menunggu suatu
peristiwa.
Gambar 2.10 Statechart Diagram
Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010)
8. Sequence Diagram
•
System Sequence Diagram
System Sequence Diagram adalah diagram yang menunjukkan urutan
pesan antara actor eksternal dan sistem selama use case atau scenario.
System Sequence Diagram digunakan untuk menentukan input dan
output yang berurutan, digunakan juga dengan deskripsi yang rinci
atau dengan activity diagram untuk menunjukkan langkah - langkah
pengolahan dan interaksi antara actor dengan sistem.
Gambar 2.11 System Sequence Diagram
Sumber: Satzinger, Jackson & Burd (2010)
•
First Cut Sequence Diagram
First Cut Sequence Diagram merupakan pembangunan dari elemenelemen dari System Sequence Diagram. Kemudian menambahkan
objek lain yang diperlukan use case. Langkah selanjutnya adalah
menentukan message, termasuk objek yang harus menjadi sumber dan
tujuan dari setiap message untuk mengumpulkan semua informasi
yang diperlukan.
Gambar 2.12 First Cut Sequence Diagram
Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010)
•
Three Layer Sequence Diagram
Three Layer Sequence Diagram merupakan gambaran lengkap dari
Sequence Diagram dan juga pengembangan dari First Cut Sequence
Diagram.
Gambar 2.13 Three Layer Sequence Diagram
Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010)
9. Communication Diagram
Communication diagram merupakan interaction diagram. Communication
Diagram juga menangkap informasi yang sama dengan Sequence
diagram.
Communication
diagram
berguna
untuk
menampilkan
pandangan berbeda dari sebuah use case.
Gambar 2.14 Communication Diagram
Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010)
10. Package Diagram
Package diagram adalah suatu diagram tingkat tinggi yang sederhana
yang memungkinkan perancang untuk menghubungkan kelas-kelas dengan
grup yang terelasi.
Diagram ini mengilustrasikan three-design layer, yaitu view layer, domain
layer, dan data access layer dan memperlihatkan setiap lapisan sebagai
paket yang terpisah.
Gambar 2.15 Package Diagram
Sumber : Satzinger, Jackson & Burd (2010)
11. User Interface
User interface merupakan bagian sistem informasi yang membutuhkan
interaksi user untuk menghasilkan input dan output. Input terjadi ketika
user mencatat transaksi dengan menggunakan sistem, dan output berupa
informasi yang dihasilkan setelah user melakukan login.
Gambar 2.16 User Interface
Sumber: Satzinger, Jackson & Burd (2010)
12. Presistent Object
Presistent Object merupakan objek yang diingat oleh sistem dan tersedia
untuk digunakan dari waktu ke waktu.
13. Deployment and Software Architecture
Deployment Environment terdiri dari hardware, software dan network.
Deployment Environment menyediakan suatu mapping dari suatu logical
architecture menjadi suatu physical environment (intranet ataupun
internet, CPU, memory, storage device, dan software lainnya).
2.27 Kerangka Pikir
Menentukan Topik Penelitian
Gambaran Umum
Perusahaan
Metode Pengumpulan Data
Wawancara
Survey / Observasi
Studi Pustaka
Metode Analisis
Teknik Sampling
- Uji Validitas
- Uji Reliabilitas
Analisis 5
Porter
-
Analisis SWOT
Matriks IFE dan EFE
Matriks SWOT
Matriks IE
Matriks QSPM
Metode Perancangan (OOAD)
- Acitvity Diagram
- Event Table
- Use Case Diagram
- Use Case Description
- Class Diagram
- Update Class Diagram
- Statechart Diagram
- Sequence Diagram
- Communication
Diagram
- Package Diagram
- User Interface
- Presistent Onject
- Deployment
Diagram
Simpulan
dan Saran
Gambar 2.17 Kerangka Pikir
-
Analisis GAP
Tangible
Reliability
Responsiveness
Assurance
Emphaty
Download