PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH BISMILLAHIRRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH Menimbang : a. bahwa Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh memiliki komitmen untuk senantiasa melaksanakan janji dan sumpah jabatan, menjunjung tinggi harkat, martabat dan kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh serta berusaha meningkatkan kualitas kerja, dan disiplin untuk terwujudnya lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang kokoh, berwibawa dan mendapat kepercayaan masyarakat; b. bahwa menyadari kedudukannya sebagai wakil rakyat Aceh, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh bertanggung jawab kepada AllahSubhanahuwata’ala, negara, masyarakat dan konstituen dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang yang diamanahkan kepadanya; c. bahwa berdasarkan pertimbangansebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b maka perlu ditetapkan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Aceh; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1103); 2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893); 1 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801), sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189); 5. Undang-Undang Nomor Pemerintahan 23 Daerah Tahun (Lembaran 2014 tentang Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4711); 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Dewan Tertib Negara Dewan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5104); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH TENTANGKODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH. 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kode Etik ini yang dimaksud dengan: 1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) adalah unsur penyelenggara Pemerintah Daerah Aceh yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. 2. Anggota adalah wakil rakyat Aceh yang dipilih dalam pemilihan umum secara demokratis dan telah diambil sumpah atau janjinya sesuai dengan peraturan perundangundangan dan dalam melaksanakan tugasnya sungguhsungguh memperhatikan kepentingan rakyat, baik yang berkedudukan sebagai Pimpinan maupun Anggota DPRA. 3. Pimpinan adalah Ketua DPRA dan Wakil Ketua DPRA; 4. Anggota DPRA adalah Anggota DPRA provinsi. 5. Anggota DPRA provinsi sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRA provinsi. 6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh, selanjutnya disingkat menjadi APBA, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan qanun. 7. Kode etik DPRA selanjutnya disebut kode etik, adalah norma atau aturan moral yang wajib dipatuhi oleh setiap Anggota DPRA selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRA. 8. Badan Kehormatan selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Badan Kehormatan Rakyat Aceh, adalah alat kelengkapan DPRA yang bersifat permanen dan dibentuk oleh DPRA sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Tata Tertib DPRA. 9. Mitra Kerja adalah pihak, baik Pemerintah, Pemerintah Aceh, organisasi, badan swasta, kelompok dan perorangan yang mempunyai hubungan tugas/ kerja dengan DPRA. 10. Rapat adalah semua jenis rapat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan DPRA tentang Tata Tertib DPRA. 11. Sidang Badan Kehormatan, adalah sidang dimaksud dalam Peraturan DPRA tentang Tata Cara Beracara Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. 3 Badan 12. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga. 13. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah kandug dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. 14. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan ayah sebagai orang tua terhadap anak. 15. Sanak famili adalah pihak yang memiliki hubungan pertalian darah dan semenda sampai dengan derajat ketiga ke atas dan derajat ketiga ke samping. 16. Perjalanan Dinas adalah perjalanan Pimpinan DPRA dan atau anggota untuk kepentingan Aceh dalam hubungan pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan baik yang dilakukan di Aceh, luar Aceh maupun luar negeri berdasarkan ijin tertulis. 17. Rahasia adalah hal yang berkaitan dengan informasi yang diperoleh dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenang, yang dilarang diumumkan dan dilarang disebar luaskan kepada pihak lain atau publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 18. Khamar adalah minuman yang memabukkan dan/atau mengandung alkohol dengan kadar 2% (dua persen) atau lebih. 19. Hari adalah hari kerja. Pasal 2 Tujuan ditetapkan kode etik : a. Untuk menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas Anggota DPRA dalam melaksanakan wewenang tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya kepada Negara dan masyarakat; b. Memberikan prinsip etis, standar perilaku dan ucapan Anggota DPRA dalam melaksanakan tanggung jawab, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban serta fungsinya sebagai wakil rakyat. 4 BAB II KODE ETIK Bagian Kesatu Kepentingan Umum Pasal 3 (1) Anggota dalam setiap tindakannya harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan. (2) Anggota bertanggung jawab mengemban amanat rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan mempergunakan fungsi, lembaga tugas, dan DPRA, wewenang dan yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat. (3) Anggota mengutamakan penggunaan produk dalam negeri khususnya produk Aceh. (4) Anggota harus selalu menjaga harkat, martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya serta dalam menjalankan kebebasannya menggunakan hak berekspresi, beragama, berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan. (5) Anggota yang ikut serta dalam kegiatan organisasi di luar DPRA harus mengutamakan tugasnya sebagai anggota. Bagian Kedua Integritas Pasal 4 (1) Anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPRA baik di dalam gedung maupun di luar gedung DPRA menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat Aceh. (2) Anggota sebagai wakil rakyat Aceh memiliki pembatasan pribadi dalam bersikap, bertindak, dan berperilaku. (3) Anggota dilarang memasuki tempat prostitusi, perjudian, dan tempat lain yang dipandang tidak pantas secara etika, moral, dan norma yang berlaku umum dalam masyarakat Aceh, kecuali untuk kepentingan tugasnya sebagai anggota. (4) Anggota harus menjaga nama baik dan kewibawaan DPRA. 5 (5) Anggota dilarang meminta dan menerima pemberian atau hadiah selain dari apa yang berhak diterimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Hubungan dengan Mitra Kerja Pasal 5 (1) Anggota harus bersikap profesional dalam melakukan hubungan dengan mitra kerja. (2) Anggota dilarang melakukan hubungan dengan mitra kerjanya untuk maksud tertentu yang mengandung potensi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bagian Keempat Akuntabilitas Pasal 6 (1) Anggota bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya demi kepentingan negara dan rakyat Aceh. (2) Anggota harus bersedia untuk diawasi oleh masyarakat dan konstituennya. (3) Anggota wajib menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi rakyat Aceh lembaga, atau kepada pihak pemerintah, yang terkait pemerintah secara daerah, adil tanpa memandang suku, agama, ras, golongan, dan jenis kelamin. (4) Anggota harus mampu memberikan penjelasan dan alasan ketika diminta oleh masyarakat Aceh, atas ditetapkannya sebuah kebijakan DPRA berkaitan dengan fungsi, tugas, dan wewenangnya. Bagian Kelima Kewajiban Pasal 7 Anggota mempunyai kewajiban : a. Bertaqwa kepada Allah, SWT; b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila; c. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundangundangan; 6 d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia; e. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; f. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat; g. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah; h. menaati tata tertib dan kode etik; i. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; j. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala; k. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan l. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihan. Bagian Keenam Keterbukaan dan Konflik Kepentingan Pasal 8 (1) Sebelum mengemukakan pendapatnya dalam pembahasan suatu permasalahan tertentu, anggota harus menyatakan di hadapan seluruh peserta rapat jika ada suatu keterkaitan antara permasalahan yang sedang dibahas dengan kepentingan pribadinya di luar kedudukannya sebagai anggota. (2) Anggota mempunyai hak suara dalam setiap rapat dan dalam setiap pengambilan peraturan, kecuali mempunyai konflik kepentingan dengan permasalahan yang sedang dibahas. (3) Anggota dalam menyampaikan hasil rapat harus sesuai dengan kapasitasnya, baik sebagai Anggota maupun sebagai pimpinan alat kelengkapan DPRA. (4) Anggota dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili, dan golongan. (5) Anggota dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses peradilan yang ditujukan untuk kepentingan pribadi dan atau pihak lain. 7 Bagian Ketujuh Rahasia Pasal 9 Anggota wajib menjaga rahasia, termasuk hasil rapat yang dinyatakan sebagai rahasia sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan atau sampai dengan masalah tersebut sudah dinyatakan terbuka untuk umum. Bagian Kedelapan Kedisiplinan Pasal 10 (1) Anggota wajib menghentikan segala bentuk aktivitas pada saat azan berkumandang memasuki waktu shalat tiba. (2) Anggota wajib melaksanakan shalat secara berjamaah, kecuali berhalangan. (3) Anggota harus hadir tepat waktu dalam setiap rapat yang menjadi kewajibannya. (4) Anggota yang tidak menghadiri setiap rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disertai keterangan yang sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi. (5) Setiap anggota harus berpakaian rapi, sopan, dan islami; (6) Khusus pada hari Jumat, seluruh Anggota DPRA menggunakan baju islami warna putih. (7) Pada saat mengikuti rapat, pertemuan, kunjungan kerja, peninjauan lapangan atau menghadiri undangan resmi dari instansi lain, anggota wajib berpakaian sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. (8) Anggota harus aktif selama mengikuti rapat terkait dengan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya. (9) Khusus pelaksanaan rapat pada hari bukan hari kerja, sabtu dan minggu anggota diwajibkan menggunakan bahasa daerah; (10) Anggota harus meminta izin kepada Pimpinan DPRA melalui rekomendasi pimpinan Fraksi apabila menjalankan ibadah haji dan umrah. (11) Anggota dilarang menyimpan, membawa, dan menyalahgunakan narkoba dalam jenis serta bentuk apapun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 8 (12) Anggota dilarang menyimpan, membawa dan meminum khamar (minuman atau jenis benda lain yang memabukkan). Bagian Kesembilan Hubungan dengan Konstituen atau Masyarakat Pasal 11 (1) Anggota harus memahami dan menjaga kemajemukan yang terdapat dalam masyarakat, baik berdasarkan suku, agama, ras, jenis kelamin, golongan, kondisi fisik, umur, status sosial, status ekonomi, maupun pilihan politik. (2) Anggota dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, tidak diperkenankan berprasangka buruk atau bias terhadap seseorang atau suatu kelompok atas dasar alasan yang tidak relevan, baik dengan perkataan maupun tindakannya. (3) Anggota harus mendengar dengan penuh perhatian atas keterangan para pihak dan masyarakat yang diundang dalam rapat atau acara DPRA. (4) Anggota harus menerima dan menjawab dengan sikap penuh pengertian terhadap pengaduan dan keluhan yang disampaikan oleh masyarakat. Bagian Kesepuluh Perjalanan Dinas Pasal 12 (1) Anggota dapat melakukan perjalanan dinas dengan biaya APBA sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang - undangan. (2) Perjalanan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan anggaran yang tersedia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. (3) Anggota tidak boleh membawa keluarga dalam suatu perjalanan dinas kecuali atas biaya sendiri. (4) Perjalanan dinas atas biaya pengundang, baik di dalam maupun di luar negeri harus atau memperoleh ijin dari Pimpinan DPRA. 9 Bagian Kesebelas Kemandirian Pasal 13 Anggota harus bersikap bebas dan mandiri dari pengaruh fraksinya atau pihak lain dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya. Bagian Keduabelas Hubungan dengan Wartawan Pasal 14 (1) Anggota wajib menjaga hubungan profesional dengan wartawan; (2) Anggota dapat menjelaskan kepada wartawan mengenai data dan informasi yang didapatkan dalam rapat, kecuali yang bersangkutan tidak menghadiri rapat, serta data dan informasi rapat yang bersifat rahasia. (3) Anggota harus selektif dalam melayani: a. Permintaan penjelasan yang berupa pendapat, pemikiran dan gagasan jika diajukan pertanyaan oleh setiap wartawan yang tidak memenuhi persyaratan peliputan; dan b. permintaan penjelasan yang berupa pendapat pemikiran dan gagasan jika diajukan di tempat yang tidak memenuhi persyaratan peliputan pers. Bagian Ketigabelas Hubungan dengan Tamu di Lingkungan DPRA Pasal 15 (1) Anggota wajib menjaga hubungan profesional dengan tamu. (2) Anggota wajib menerima dan melayani tamu yang terdaftar di Sekretariat DPRA sesuai dengan tata cara menerima dan melayani tamu. (3) Anggota wajib menerima dan melayani tamu di tempat yang memenuhi persyaratan dalam tata cara menerima dan melayani tamu. (4) Setiap tamu yang ingin bertemu dengan Pimpinan dan Anggota DPRA wajib melapor dan meninggalkan identitas diri pada satuan pengaman kantor/rumah jabatan/rumah dinas. 10 (5) Setiap tamu yang ingin bertemu dengan Pimpinan dan Anggota DPRA sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) wajib mendapat konfirmasi terlebih dahulu diterima atau tidak diterima oleh Pimpinan dan Anggota DPRA yang bersangkutan. (6) Anggota dilarang menerima tamu yang tidak mematuhi aturan di gedung DPRA selama tamu berada di gedung DPRA. Bagian Keempat belas Hubungan Antar Anggota Dengan Alat Kelengkapan DPRA Pasal 16 (1) Sesama anggota harus saling menghormati dan menghargai fungsi, tugas, dan wewenang masing-masing sesuai dengan penugasan pada alat kelengkapan DPRA. (2) Anggota wajib menjaga hubungan yang profesional dengan pimpinan alat kelengkapan DPRA. (3) Anggota, dilarang pimpinan fraksi, melakukan dan/atau Pimpinan DPRA upaya intervensi terhadap setiap dapat meminta keterangan putusan DPRA. (4) Badan Kehormatan dan berkonsultasi dengan pimpinan alat kelengkapan DPRA terkait dengan permasalahan pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangan, serta dalam permasalahan yang bersinggungan dengan martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRA. Bagian Kelimabelas Etika Persidangan Pasal 17 (1) Anggota wajib mematuhi tata cara rapat sebagaimana diatur dalam peraturan DPRA yang mengatur mengenai tata tertib. (2) Anggota Badan Kehormatan dalam menyampaikan pendapat dalam Sidang Badan Kehormatan kepada sesama Anggota Badan Kehormatan dan pimpinan Badan Kehormatan harus didahului dengan sebutan “Yang Mulia”. (3) Anggota yang diperiksa dalam Sidang Badan Kehormatan ketika menyampaikan keterangannya kepada pimpinan Sidang Badan Kehormatan harus dimulai dengan sebutan “Yang Mulia”. 11 (4) Pimpinan dan Anggota Badan Kehormatan dalam Sidang Badan Kehormatan harus menggunakan pakaian sipil lengkap. Pasal 18 (1) Untuk menjaga kelancaran rapat, anggota dalam melakukan interupsi: a. harus mengikuti giliran sebagaimana diatur oleh pimpinan rapat; dan b. tetap duduk pada tempat yang telah disediakan dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pimpinan rapat. (2) Untuk menjaga kelancaran rapat dan untuk menjaga martabat dan kehormatan DPRA, anggota dilarang: a. mendekati meja pimpinan Rapat; b. berkata kotor; c. merusak barang inventaris DPRA; dan d. menghina dan atau merendahkan lembaga DPRA, pimpinan rapat dan sesama anggota. (3) Pimpinan Rapat memberikan kesempatan bagi Anggota untuk berbicara sebagaimana diatur dalam tata tertib. Bagian Keenam belas Pakar Ahli atau Tenaga Ahli, Staf Administrasi, dan Sekretariat DPRA Pasal 19 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang Badan Kehormatan, dapat diangkat tenaga pakar atau tenaga ahli. (2) Tenaga ahli dapat diangkat paling banyak satu orang sedangkan tenaga pakar dapat diangkat sesuai kebutuhan kerja Badan Kehormatan yang bersifat temporer dengan jumlah paling banyak sama dengan jumlah anggota Badan Kehormatan. (3) Tenaga pakar atau tenaga ahli paling sedikit memenuhi persyaratan; a. berpendidikan serendah - rendahnya strata satu (S1) dengan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun, strata dua (S2) dengan pengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun, atau strata tiga (S3) dengan pengalaman kerja paling singkat 1 (satu) tahun; b. mengusai bidang yang diperlukan; dan 12 c. mengusai tugas dan fungsi DPRA. (4) Tenaga pakar atau tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Sekretaris DPRA atas usul Ketua Badan Kehormatan serta mendapat persetujuan Pimpinan DPRA. (5) Tenaga pakar atau tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Badan Kehormatan. (6) Anggota dilarang melakukan diskriminasi dalam hal penentuan pakar atau tenaga ahli dan staf administrasi serta pemberian konpensasi yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Anggota dilarang melakukan hubungan yang tidak proporsional dan tidak profesional, baik dengan tenaga ahli atau tenaga pakar dan staf administrasi maupun pegawai di lingkungan Sekretariat DPRA. (8) Anggota dilarang mengutus tenaga ahli, staf administrasi, atau pegawai Sekretariat DPRA untuk mewakili rapat dan pertemuan yang menjadi fungsi, tugas, dan wewenangnya. BAB III PENEGAKAN KODE ETIK DAN LARANGAN Bagian Kesatu Pasal 20 (1) Penegakan kode etik dilakukan oleh Badan Kehormatan; (2) Penegakan kode etik dilakukan melalui upaya pencegahan dan penindakan. (3) Upaya pencegahan dilakukan dengan sosialisasi, pelatihan, mengirimkan surat edaran dan memberikan rekomendasi, atau cara lain yang ditetapkan oleh Badan Kehormatan. (4) Upaya penindakan dilakukan oleh Badan Kehormatan berdasarkan peraturan DPRA yang mengatur mengenai tata cara beracara Badan Kehormatan. (5) Anggota Badan Kehormatan wajib mengutamakan fungsi, tugas, dan wewenang Badan Kehormatan. Bagian Kedua Larangan Pasal 21 (1) Anggota dilarang rangkap jabatan sebagai : 13 a. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya; b. hakim pada badan peradilan; atau c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBA. (2) Anggota dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPRA serta hak sebagai Anggota DPRA. (3) Anggota dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta dilarang menerima gratifikasi. BAB IV PELANGGARAN, SANKSI, DAN REHABILITASI Bagian Kesatu Pelanggaran Pasal 22 (1) Jenis-jenis pelanggaran yaitu pelanggaran ringan, pelanggaran sedang dan pelanggaran berat. (2) Pelanggaran ringan adalah pelanggaran kode etik dengan kriteria sebagai berikut: a. tidak mengandung pelanggaran hukum; b. tidak menghadiri rapat yang merupakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sebanyak 40% (empat puluh persen) dari jumlah rapat paripurna dalam 1 (satu) masa sidang atau 40% (empat puluh persen) dari jumlah rapat Alat Kelengkapan DPRA dalam 1 (satu) masa sidang tanpa keterangan yang sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi; c. menyangkut etika pribadi dan keluarga; atau d. menyangkut tata tertib rapat yang tidak diliput media massa. (3) Pelanggaran sedang adalah pelanggaran kode etik dengan kriteria sebagai berikut: a. mengandung pelanggaran hukum; b. mengulangi perbuatannya yang telah dikenai sanksi ringan oleh Badan Kehormatan; 14 c. mengulangi ketidakhadiran dalam rapat yang merupakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sebanyak 40% (empat puluh persen) dari jumlah rapat paripurna dalam 1 (satu) masa sidang atau 40% (empat puluh persen) dari jumlah rapat alat kelengkapan DPRA dalam 1 (satu) masa sidang tanpa keterangan yang sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi setelah sebelumnya mendapatkan sanksi ringan; atau d. menyangkut pelanggaran tata tertib rapat yang menjadi perhatian publik. (4) Pelanggaran berat adalah pelanggaran kode etik dengan kriteria sebagai berikut: a. mengulangi perbuatannya yang telah dikenai sanksi sedang oleh Badan Kehormatan; b. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan; c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota selama 3 (tiga) bulan berturut - turut tanpa keterangan yang sah; d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota sebagaimana ketentuan mengenai syarat calon anggota yang diatur dalam undang–undang yang mengatur mengenai pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; e. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau f. terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan telah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap; Bagian Ketiga Sanksi Pasal 23 (1) Anggota yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan Kehormatan. (2) Anggota yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai Anggota DPRA. 15 (3) Anggota yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pemberhentian sebagai Anggota DPRA. (4) Jenis Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan/atau c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan DPRA; atau d. pemberhentian sebagai Anggota DPRA sesuai dengan paraturan perundang-undangan. (5) Peraturan Badan Kehormatan mengenai penjatuhan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis atau pemberhentian sebagai pimpinan alat kelengkapan DPRA disampaikan oleh Pimpinan DPRA kepada Anggota DPRA yang bersangkutan, pimpinan fraksi dan pimpinan partai politik yang bersangkutan. (6) Peraturan Badan Kehormatan mengenai penjatuhan sanksi berupa pemberhentian sebagai Anggota DPRA diproses sesuai dengan perundang-undangan. Pasal 24 Setiap orang, kelompok atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada Badan Kehormatan dalam hal memiliki buktiyang cukup bahwa terdapat Anggota DPRA yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dan atau melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21. Bagian Keempat Rehabilitasi Pasal 25 Anggota yang tidak terbukti melanggar kode etik berdasarkan putusan Badan Kehormatan diberikan rehabilitasi dengan mengumumkannya dalam Rapat Paripurna DPRA yang pertama sejak diterimanya putusan Badan Kehormatan oleh Pimpinan DPRA dan dibagikan kepada semua anggota. 16 BAB V PERUBAHAN KODE ETIK Pasal 26 (1) Badan Kehormatan dapat melakukan evaluasi dan penyempurnaan Peraturan DPRA tentang Kode Etik. (2) Usul evaluasi dan penyempurnaan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh Badan Kehormatan kepada Pimpinan DPRA. (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh pimpinan DPRA dalam rapat paripurna untuk menugaskan Badan Kehormatan melakukan pembahasan perubahan Kode Etik. (4) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan kepada pimpinan untuk diputuskan dalam rapat paripurna. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27 Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh anggota sebelum berlakunya peraturan ini, penanganannya dilaksanakan berdasarkan Kode Etik yang ditetapkan dalam Peraturan DPRA Nomor 01 Tahun 2010 tentang Kode Etik. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 (1) Hal-hal yang belum diatur dalam kode etik ini akan diatur oleh Badan Kehormatan setelah mendapat persetujuan Pimpinan DPRA. (2) Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan DPRA Nomor 1 Tahun 2010 tentang Kode Etik DPRA dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 17 Pasal 29 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Aceh. Ditetapkan di Banda Aceh. Pada tanggal 22 April 2016 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH KETUA MUHARUDDIN 18