HUKUM PERDATA INTERNASIONAL Dosen : 1. Dr. Ahmad M. Ramli, S.H., M.H. 2. Rika Ratna Permata, S.H. 3. M.Amirullah, S.H. MATERI PERKULIAHAN • Antara lain meliputi: I. Pendahuluan. II. Langkah awal penyelesaian HPI. III. Menentukan lex causa bagi status personil. IV. Menentukan lex causa bagi benda. V. Menentukan lex causa bagi kontrak. VI. Menentukan lex causa bagi perbuatan melawan hukum. VII. Menentukan lex causa bagi bentuk formal atau perbuatan hukum VIII. Kedudukan hukum asing sebagai lex causa PENDAHULUAN Pengertian • Hukum Perdata Internasional (HPI) berbicara tentang hukum perdata yang mengandung unsur asing (foreign elements). • Suatu kasus akan menjadi kasus HPI apabila ada keterlibatan unsur asing (foreign elements) didalamnya. Walaupun kecil, HPI pada prinsipnya hanya sebagai kaidah penunjuk yaitu berkaitan dengan kaidah mana yang akan berlaku dalam suatu kasus (choice of law) dan juga pengadilan mana yang berhak untuk mengadili (choice of forum)(HPI menjawab choice of law dan choice of forum) • Unsur-unsur asing tersebut diantaranya : Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 1 1. Subjek, 2. Tempat perbuatan dilakukan 3. Bendera kapal 4. choice of law ( dalam kontrak), dll • HPI termasuk HATAH ekstern. • Cotoh kasus HPI : Terjadi sengketa antara dua negara bagian Amerika Serikat, yaitu Kansas dengan Oklahoma. Dimana kedua negara bagian tersebut dilalui oleh jalur kereta api. Suatu ketika kereta api tersebut mengeluarkan percikan api sehingga membakar sebuah rumah di Oklahoma. Dalam hal ini maka peradilan yang memutuskan untuk menggunakan hukum yang paling menguntungkan korban. • HPI hanya mempelajari aspek perdata Internasional (yang banyak menggunakan hukum privat). Contoh: kontak franchaise Mc Donald antara perusahaan AS dengan perusahaan Indonesia, disini yang menjadi topik bagi HPI karena melibatkan dua hukum, yaitu hukum AS dan hukum Indonesia. • Prinsip-prinsip dalam HPI : 1. Preliminary topic (Perkara pendahuluan), misal; dalam hukum keluarga, dua orang WNI menikah di Berlin dan melahirkan anak di Indoonesia, suatu ketika keduanya bercerai. Anak dapat menentukan hak Aliementasi dengan melihat sah tidaknya pernikahan orang tuanya yang dilakukan di Jerman. 2. Recognition of vested right Masih berkaitan dengan kasus tersebut diatas maka anak tersebut dimanapun ia berada. Ia dapat menuntut hak Aliementasinya. 3. Qualificaion of fact Misalnya berkaitan dengan domisili, kewarganegaraan,dsb. 4. Qualification of law (Angka 3 dan 4 digunakan untuk menentukan titik taut sekunder, dengan kata lain maka untuk menenukan hukum mana yang diberlakukan maka ditentukan berdasarkan kualifikasi tersebut). Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 2 • Perjanjian internasional bukan objek HPI. Berbeda dengan kontrak internasional, dimana perjanjian internasional lebih bersifat pulik (antar negara, ruang lingkup subjek HI) sedangkan HPI adalah hukum privat. Sumber Hukum • Antara lain: 1. Hukum Nasional. Misalnya hukum yang berkaitan dengan - Penanaman modal asing. - Hak-hak atas tanah untuk orang lain. - The Protection for the well known Mark (perlindungan terhadap merk terkenal). - Perkawinan dengan WNA, dsb. 2. Hukum Internasional. Misalnya Konvensi Wina 1980,dsb • Sumber Hukum itu dapat berupa : 1. Prinsip-prinsip hukum umum, 2. Kebiasaan 3. Perjanjian internasional 4. Peraturan Perundang-undangan 5. Yurisprudensi 6. Doktrin Penggolongan • HPI : terdiri dari: 1. HPI yang bersifat substantif (materiil) Berhubungan denga peristiwa perdata (yaitu berkaitan dengan bagaimana aturanaturan hukumnya). Antara lain : Hukum Pribadi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 3 - status personil - Kewarganegaraan (nationality) - Domisili - Pribadi, hukum/ badan hukum (corporation) Hukum Harta kekayaan (Law of Property) - Perikatan/ kontrak yang bersifat privat - Penyelewengan - Hukum yang bersifat materiil, benda-benda tetap, benda-benda lepas. - Hukum kekayaan imateriil. Contoh: HKI (Hak Kekayaan Intelektual) Hukum Keluarga 2. - Perkawinan - Hubungan orang tua dengan anak - Pengangkatan anak - Perceraian - Harta perkawinan - Hukum waris HPI yang bersifat Adjektif (formil) Berhubungan dengan beracara. Antara lain : 1. Kualifikasi 2. Persoalan pendahuluan 3. Penyelundupan hukum (mencari hukum yang lebih menguntungkan dengan menggunakan hukum yang tidak seharusnya digunakan) 4. pengakuan hak yang telah diperoleh 5. Ketertiban umum 6. Asas Timbal balik (resiprositas) 7. Penyesuaian (adaption) 8. Pemakaian hukum asing 9. Renvoi (penunjukan kembali kepada hukum asing) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 4 10. Pelaksanaan putusan Hakim LANGKAH AWAL PENYELESAIAN PERKARA HPI • Dalam HPI dikenal langkah awal dalam penyelesaian sengketa yang antara lain meliputi : 1. Titik taut primer 2. Kualifikasi 3. Titik taut Skunder Titik Taut • • Istilah asingnya - point of contract - connecting partner - aanknoping punten Titik taut adalah factor-faktor yang berguna untuk menentukan kaitan pokok perkara dengan sistem hukum kaidah hukum tertentu. • Contoh titik taut : lex loci actus, lex rei sitae, locus contractus, locus solutionis. • Ada 2 titik dalam mempelajari kasus-kasus HPI, antara lain : 1. Titik taut primer - (Atau titk taut pembeda) yaitu suatu ukuran yang menyatakan apakah perkara tersebut adalah perkara HPI atau bukan. - Titik taut primer adalah unsur-unsur yang menunjukan bahwa suatu peristiwa hukum merupakan HPI atau bukan. - 2. - Titik taut primer dapat berupa : Kewarganegaraan Bendera Tempat kedudukan badan hukum Domisili Tempat kediaman, dll Titik taut Sekunder Yaitu suatu ukuran yang menentukan hukum mana yang diberlakukan. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 5 - Adalah factor-faktor yang menentukan berlakunya sistem hukum tertentu yang meliputi ; Pilihan hukum (choice of law) Tempat letaknya benda (lex sitae) Tempat dilaksanakannya perjanjian (lex loci solutionis) Tempat dilangsungkannya perkawinan (lex celebration) Tempat ditanda-tanganinya kontrak (lex contractus) Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum (lex loci delicti commisi) • Contoh kasus : Perkawinan Yuni Shara dan Siahaan di Australia. Titik taut primer : Dalam kasus ini dapat kita lihat bahwa telah dilakukan suatu perbuatan hukum (perkawinan) di Australia, maka merupakan kasus HPI. Titik taut sekunder : Berdasarkan hukum nasional maka secara materiil, maka perkawinan harus dilakukan berdasarkan KUHPdt. Berdasarkan hukum Australia maka secara materiil maupun formal harus diselesaikan dengan hukum Australia karena dilakukan dengan cara hukum Australia. Kualifikasi • Adalah penggolongan peristiwa atau hubungan hukum kedalam kaidah-kaidah HPI dan hukum materiil. • Sebagai contoh, misal; berkaitan dengan definifi domisili. Menurut hukum Indonesia, maka domisili diartikan sebagai tempat kediaman seharihari, sedangkan menurut hukum Inggris domisili diartikan sebagai domicilie of origin, domicie of independence dan domicile of choice. • HPI mengenai 2 macam kualifikasi : 1. Kualifikasi hukum (qualification of law) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 6 Yaitu penggolongan kaidah-kaidah hukum menurut kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, misal: tidak memenuhi prestasi dalam suatu perjanjian maka dikategorikan sebagai breach of contract atau tort. 2. Kualifikasi fakta (qualfication of fact) Yaitu penggolongan fakta-fakta menjadi satu atau beberapa peristiwa hukum tertentu. • Beberapa mengenai kualifikasi dalam HPI : 1. Kualifikasi menurut lex fori. Yaitu kualifikasi yang didasarkan pada hukum material Hakim. 2. Kualifikasi menurut lex cause. Yaitu kualifikasi yang dilakukan sesuai dengan sistem dan aturan-aturan sesuai sistem hukum yang bersangkutan. 3. Kualifikasi secara otonom. Yaitu kualifikasi yang didasarkan pada suatu perbandingan hukum. 4. Kualifikasi secara bertahap. Yaitu kualifikasi yang dilakukan melalui beberapa tingkatan, yaitu : a. Qualification erstern Grades; berdasarkan lex fori b. Qualification zwetten Grades; berdasarkan lex cause 5. Kualifikasi HPI. Memperhatikan tujuan HPI yang ditinjau dari latar belakang kepentingan HPI, yaitu: keadilan, ketertiban, kepastian hukum, dan kelancara pergaulan internasional. MENENTUKAN LEX CAUSE BAGI STATUS PERSONIL Pengertian • Status Personil (menurut Sudargo Gautama) adalah kelompok kaidah-kaidah yang mengikuti seseorang dimanapun ia pergi. • Status personil (menurut Purnadi Purbacaraka dan Agus Broto susilo) adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi dalam hukum yang diberikan atau diakui untuk mengamankan dan melindung masyarakat dan lembaga-lembaganya. • Dasar hukum status personil adalah pasal 16 AB. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 7 • Cara penentuan Status Personil : 1. Asas personalitas/ kewarganegaraan (lex patriae): - Berlaku hukum nasionalnya. - Dianut di Indonesia dan negara-negara Eropa Kontinental (Civil Law) 2. Asas teritorialitas/ domisili (lex domisili): - Tunduk pada hukum tempat dia berdomisili - Dianut di negara-negara Anglo Saxon (Common Law) Kewarganegaraan • Menetapkan Kewarganegaraan seseorang merupakan hak mutlak suatu negara yang berdaulat. • Kebebasan tersebut dibatasi oleh prinsip-prinsip umum Hukum Internasional mengenai Kewarganegaraan, yang berupa : konvensi-konvensi Internasional dan prinsip-prinsip yang secara Internasional diterima berkenaan dengan masalah Kewarganegaraan. • Bentuk pembatasan: - Orang-orang yang tidak memiliki hubungan apapun dengan suatu negara tidak boleh dimasukan sebagai warga negara yang bersangkutan. - Suatu negara tidak boleh menentukan siapa-siapa yang merupakan warga negara suatu negara lain. • Cara menentukan Kewarganegaraan : - Asas tempat kelahiran (ius soli). Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya. - Asas keturunan (ius sanguinis). Kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunannya (mengikuti orang tua). Kedua cara dapat menyebabkan terjadinya apatride, bipatride dan multipatride. • Kewarganegaraan Indonesia diatur dalam UU No. 62 Tahun 1958. • Yang dianggap WNI adalah : - Orang yang lahir dari seorang WNI (pasal 1 ayat (1)); asas sanguinis. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 8 - Orang-orang yang lahir di wilayah RI, jika memenuhi persyaratan tertentu: ius soli secara terbatas. - Orang-orang yang berkehendak menjadi WNI dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan UU ini (proses naturalisasi). Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 9 • Pencegahan apartride : - Pasal 1 sub e : menentukan bahwa seseoarang yang dilahirkan dengan ayah yang tidak berkewarganegaraan (staatless), maka kewarganegaraannya mengikuti kewarganegaraan ibunya, bila ibunya adalah WNI. - Pasal 1 sub f : bila kedua orang tuanya tidak dikenal atau tidak diketahui, maka anak tersebut dianggap sebagai WNI. - Pasal 1 sub g : anak yang ditemukan di wilayah RI maka anak tersebut dianggap sebagai WNI. - Pasal 1 sub h : bila kedua orang tuanya tidak memiliki kewarganegaraan maka anaknya merupakan WNI. • Pencegahan bipatride - Ketentuan khusus UU No. 62 Tahun 1958. - Undang-undang No. 2 tahun 1958 Tentang Perjanjian Bilateral RIChina tentang Kewarganegaraan keturunan cina, dimana sejak tanggal 20 Januari 1962 sudah dihapuskan dwi-kewarganegaraan WNI dan keturunan China. Asas kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahiran. • Cara perolehan dan hilangnya Kewarganegaraan dibahas dalam HTN dan HAN. Domisili • Adalah negara/ tempat menetap menurut hukum dianggap sebagai pusat kehidupan seseorang (center of his life) • Sistem hukum Inggris mempunyai keistimewaan dengan adanya 3 macam domisili : 1. Domicilie of origin (DO) 2. Domicilie of choice (DC) 3. Domicilie by operatian of law (DL) Ad 1): Domicilie of origin (DO) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 10 • Diperoleh seseorang pada waktu kelahirannya. Bagi anak sah maka DO-nya adalah negara dimana tempat ayahnya berdomisili pada saat dilahirkan. Bagi anak tidak sah, domisili ibunya lah yang menjadi DO-nya. • Bila sang ayah memiliki DC, maka yang menjadi domisili sang anak adalah DC ayahnya. • Konsep DO yang dianut Inggris menyerupai konsepsi kewarganegaraan, karena dimanapun ia berada, hukum yang berlaku adalah hukum tempat ia berasal. Ad 2): Domicilie of Choice (DC) • Sistem hukum Inggris memerlukan 3 syarat untuk memilliki DC : 1. kemampuan (capacity) 2. tempat kediaman (residence) 3. hasrat atau itikad (intention) (Angka 1 dan 2 merupakan cakupan domisili menurut Eropa Kontinental, menurut Inggris sama dengan Habitual residence). • Doctrine of revival (Inggris); jika seseorang melepaskan domisili semula tapi tidak mendapatkan domisili lainnya, maka DO-nyalah yang hidup kembali. Ad 3): Domicilie by Operation of the Law (DL) • Adalah domisili yang dimiliki oleh pribadi-pribadi yang tergantung pada domisili orang lain (dependent). Ex : anak yang belm dewasa, Wanita yang berada dalam perkawinan, Orang-orang berada dalam pengampuan. • Dalam hukum adat kita, maka istilahnya adalah keterikatan batin manusia dengan tanahnya. • Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai domisili menurut ketentuan Inggris : - Setiap orang harus memiliki domisili. - Hanya satu domisili untuk setiap orangnya. - Penentuan domisili seseorang dalam HPI di Inggris ditentukan oleh hukum Inggris (lex fori). Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 11 Masalah Hukum • Masalah Hukum yang berlaku bagi status personil orang, meliputi : 1. Hukum perkawinan 2. Harta benda perkawinan 3. Peceraian 4. Perwalian anak 5. Wewenang Hukum 6. Nama Ad 1): Hukum perkawinan • Ada 2 syarat yang harus dipenuhi sehingga dapat dikatakan bahwa perkawinan termasuk dalam bahasan status personil : 1. Syarat materiil Berkaitan dengan masalah kewenangan, syarat-syarat yang bersifat mutlak yang dapat menjadikan suatu perkawinan menjadi batal atau dapat dibatalkan. Kewenangan seseorang untuk menikah ditentukan oleh hukum nasionalnya. 2. Syarat fomil Berkaitan dengan upacara perkawinan. Dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum setempat. (lex loci celebrationis). • Jika terjadi perbedaan kewarganegaraan maka hukum yang berlaku adalah hukum suami. Ad 2): Harta benda perkawinan • Jika terdapat kewarganegaraan yang sama antara suami dan istri, maka yang berlaku adalah hukum nasional, tetapi jika keduanya berbeda kewarganegaran maka yang berlaku ialah hukum nasional suami. Ad 3): Peceraian • Ada 3 pendapat : Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 12 1. Apabila salah satu dari mempelai adalah warga negara asli, maka diakui perceraian yang diucapkan oleh Hakim dari negara dan tempat tinggal dari pihak mempelai yang bukan warga negara. 2. Jika jika keduanya warga negara asli, maka keputusan cerai yang diperoleh diluar atas dasar yang tidak dikenal dalam hukum nasional warga negara tersebut sulit untuk diakui. 3. Jika keduanya merupakan warga negara asli, tetapi salah satu diantara mereka bipatride, maka diakuilah perceraian dalam negara asing tersebut apabila kewarganegaraan itu merupakan yang efektif. Ad 4): Perwalian anak • Jika berkenaan dengan renvoi, yang berlaku adalah hukum di mana anak itu berasal (nasionalitas si anak). • Perwalian atas anak yang belum dewasa, yang berlaku adalah hukum dari kedua orang tuanya. Ad 5): Wewenang hukum • Kemampuan atau ketidakmampuan seseorang untuk bertindak dalam hukum diatur oleh hukum nasional yang bersangkutan. Ad 6): Nama • Untuk mengganti nama keturunanmaka ada 2 pendaat : 1. Yang berlaku adalah asas nasionalitas dari orang tua anak yang namanya diganti. 2. Asas domisili, yaitu berdasarkan pada tempat kediaman orang tua dan anak. Renvoi • Timbul apabila hukum asing yang ditunjuk oleh lex fori menunjuk kembali kearah lex fori atau kepada hukum asing yang lain. • Renvoi hanya dapat dilakukan satu kali. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 13 Lex Cause Bagi Status Personil Badan Hukum • Negara yang menganut Common law system meniitikberatkan pada hukum dari negara tempat didirikannya badan hukum tersebut. (place of incorporation) • Negara yang menganut civil law system menitikberatkan pada hukum dimana kantor pusat manajemen beroprasi. • Sebagai titik taut penentu (menurut Sudargo) : 1. Teori inkorporasi 2. Teori tentang tempat kedudukan secara statutair bahwa hukum yang berlaku adalah hukum yang ditentukan oleh statuen mengenai tempat kedudukannya. 3. Teori tentang tempat kedudukan manajemen yang efektif (pusat beroperasi) MENENTUKAN LEX CAUSE BAGI BENDA • Lex rei sitae mempunyai arti bahwa perkara-perkara yang menyangkut benda-benda tidak bergerak (unmoveable) tunduk pada hukum dari tempat dimana benda itu berada/ terletak. • Dasar hukum asas lex rei sitae adalah pasal 17 AB. • Untuk benda bergerak maka sebelumnya tunduk pada asas mobilia personan sequuntur, yaitu benda-benda bergerak mengikuti status orang yang menguasainya. Namun selanjutnya benda bergerak pun akan berlaku asas Lex rei sitae. • Pengecualian berlakunya asas lex rei sitae: Terhadap benda bergerak tidak berlaku jika : - Hukum dari pemegang hak atas benda tersebut tidak berkewarganegaraan.(asas nasionalitas). - Hukum dari tempat pemegang hak atas benda tidak berdomisili (asas domisili). - Bukan hukum dari tempat benda terletak (bukan lex situs). Terhadap benda tidak berwujud, tidak berlaku jika : Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 14 - Kreditur atau pemegang hak atas benda tidak berkewarganegaraan. (lex patriae atau lex domisili). - Gugatan atas benda itu tidak diajukan (lex fori). - Tidak ada perbuatan perjanjian hutang piutang (khusus untuk perjanjian utang-piutang (lex loci contractus) - Yang sistem hukumnya tidak dipilih oleh para pihak dalam perjanjian yang menyangkut benda-benda itu (choice of law). - Tidak ada yang memiliki kaitan yang paling nyata dan substansial terhadap transaksi yang menyangkut benda tersebut (the most substantial connection). - Pihak yang prestasinya dalam perjanjian tentang benda yang bersangkutan tidak tampak paling khas dan karakteristik (the most characteristic connection). • Berkaitan dengan hukum mana untuk benda, maka HPI mengenal dua asas utama yang menetapkan kualifikasi itu harus berdasarkan : 1. Hukum dari tempat gugatan atas benda itu diajukan (lex fori). 2. Hukum dari tempat benda itu berada/ terletak (lex situs). MENENTUKAN LEX CAUSE BAGI CONTRACT • • Menentukan Hukum yang berlaku (lex cause) bagi kontrak, meliputi : 1. Pilihan hukum (Choice of law). 2. Hukum yang berlaku menurut lex loci contractus. 3. Hukum yang berlaku menurut lex loci solutionis. 4. Hukum yang berlaku menurut the proper law of the contract. 5. The most characteristic connection. The proper law of contract (menurut Chesire) adalah hukum apa yang harus diberlakukan untuk mengatur masalah-masalah yang ada dalam suatu kontrak. • Untuk menentukan The proper law of contract, maka berlaku asas-asas hukum, yaitu : 1. Asas lex loci contractus 2. Asas lex loci solutionis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 15 3. Asas kebebasan para pihak (dasar hukum bagi kita adalah 1338 KUHpdt) • Pembatasan terhadap pilihan hukum: 1. Bila Pilihan hukum dimaksudkan hanya untuk membentuk dan menafsirkan persyaratan-persyaratan dalam kontrak, maka kebebasan para pihak pada dasarnya tidak dibatasi. 2. Pilihan hukumnya tidak boleh melanggar publict policy atau publict order (ketertiban umum) dari sistem-sistem hukum yang mempunyai kaitan yang nyata dan substansial. 3. Pilihan hukum hanya dapat dilakukan terhadap suatu sistem hukum yang berkaitan secara substansial dengan kontrak. 4. Pilihan hukum tidak boleh dimaksudkan sebagai usaha menundukan seluruh kontrak atau bagian tertentu dari kontrak mereka pada suatu sistem hukum asing, sekedar untuk menghindarkan diri dari suatu kaidah hukum yang memaksa dari sistem hukum yang seharusnya berlaku seandainya tidak ada pilihan hukum (penyuludupan hukum/ fraus legis). 5. Pilihan hukum hanya dapat dilakukan untuk mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari kontrak. 6. Pilihan hukum ke arah suatu sistem hukum tertentu harus dipahami sebagai pemilihan ke arah kaidah-kaidah hukum intern dari sistem hukum yang bersangkutan. • The most characteristic connection adalah suatu asas yang menentukan bahwa yang menjadi the prope law of contract adalah sistem hukum yang dianggap memberi sistem prestasi yang khas dalam suatu jenis kontrak tertentu, misal; dalam kontrak jual-beli maka hukum penjual dianggap lebih kuat (center of grafity). Sehingga hukum penjuallah yang digunakan. MENENTUKAN LEX CAUSE BAGI PERBUATAN MELAWAN HUKUM • Perbuatan melawan hukum yang diatur dalam pasal 1365 KUHPdt, adapun dikatakan perbuatan hukum, apabila mengandung unsur : 1. adanya perbuatan yang mengandung kesalahan. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 16 • 2. adanya kerugian. 3. adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Berkaitan dengan perbuatan melawan hukum maka terdapat beberapa prinsip : 1. Prinsip lex loci delicti commissi 2. Prinsip lex fori 3. Prinsip kombinasi antara lex loci dengan lex fori 4. Prinsip lex loci delicti dengan pelembutan. Ad 1): Prinsip lex loci delicti commissi • Bahwa hukum yang berlaku bagi perbuatan melawan hukum adalah dimana perbuatan hukum tersebut dilakukan atau terjadi. • Alasan-alasan prinsip ini; antara lain : 1. Alasan dipermudahnya menemukan hukum. 2. Alasan perlindungan harapan sewajarnya bagi khalayak ramai Masyarakat suatu negara ingin memakai produk hukum nasional negaranya. 3. Alasan preventive Oleh pembuat hukum agar perbuatan melawan hukum tersebut tidak dilakukan. 4. Alasan demi kepentingan si pelanggar. Bahwa apa yang dipandang sah oleh hukum suatu negara tidak akan dianggap tidak sah oleh hukum negara lain. 5. Alasan alasan Uniformitas keputusan. Akan menciptakan harmonisasi dari keputusan-keputusan. • Alasan-alasan kontra prinsip ini, antara lain : 1. Tidak sesuainya hard and fast rule. Dalam penemuan hukumnya maka Hakim akan cendenrung tidak memperhatikan segala segi kehidupan hukum yang beraneka ragam dan fakta-fakta realitas kehidupan sekitar peristiwa yang bersangkutan (werktuiglijk). 2. Perlindungan harapan publik. Bahwa kita tidak dapat mengatakan harapan itu harus dilindungi manakala belum ada kepastian hukum mengenai hukum yang akan diberlakukan. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 17 3. Prevensi yang relatif. 4. Tidak ada kesatuan Universal. Bahwa prinsip ini tidak diakui secara universal. 5. Sukarnya penentuan locus. 6. Tidak sesuai dengan milleu sosial. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 18 Ad 2): prinsip lex fori • Bahwa penentuan kualitas suatu perbuatan hukum sebagai perbuatan melawan hukum harus ditentukan oleh forum hukum. • Hal ini disebabkan karena kaidah-kaidah yang mengatur perbuatan melawan hukum dan akibatnya yaitu ganti kerugian yang sifatnya memaksa. Ad 3): prinsip kombinasi antara lex loci dan lex fori • Harus memenuhi 2 syarat : 1. Actionality Yaitu seorang penggugat si Pengadilan Negeri harus dapat membuktikan bahwa tindakan penggugat merupakan suatu perbuatan yang membawa kewajiban untuk memberikan ganti kerugian. 2. Justifiability Yaitu perbuatan yang dipersengketakan harus juga merupakan perbuatan yang melanggar hukum ditempat dimana perbuatan tersebut dilaksanakan. Ad 4): Prinsip lex loci delicti dengan pelembutan • Merupakan prinsip lex loci commissi yang tidak diberlakukan secara kaku, melainkan dapat dilakukan perubahan seperlunya dalam pengevaluasian beratnya titiktitik taut yang bersangkutan. • Cara menentukan tempat (locus) suatu perbuatan melawan hukum, ada beberapa teori : 1. Tempat terjadinya kerugian. 2. Tempat dilakukannya perbuatan. 3. Kombinasi dengan kebebasan memilih, Yaitu korban dapat memilih hukum manakah yang akan diterapkan. MENENTUKAN LEX CAUSE BAGI BENTUK FORMAL SUATU PERBUATAN HUKUM Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 19 • Asas yang berlaku bagi bentuk formil suatu perbuatan hukum adalah locus regit actum. • Bentuk formil dari perbuatan hukum merupakan sebagai sifat-sifat lahiriah yang harus dipenuhi waktu dilakukannya perbuatan-perbuatan hukum dan yang menentukan pada umumnya apakah perbuatan yang bersangkutan telah dilakukan secara sah atau tidak. • Dasar hukum asas tersebut adalah pasal 18 AB : “Bentuk dari tiap perbuatan ditentukan menurut hukum dari negara atau tempat, dimana perbuatan itu dilakukan.” • Suatu contoh pemakaian prinsip locus regit actum oleh pembuat UU BW Indonesia, dapat kita lihat dari pasal 183 BW : “Perkawinan dari Warga Negara Indonesia di luar negeri, berlaku jika mengenai vormnya sesuai dengan lex loci celebrationis”. • Asas locus regit actum memiliki fungsi sosial : 1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat pada umumnya (kepentingan umum tidak dapat dikorbankan demi kepentingan individu). 2. Perlindungan terhadap individu. • Pengecualian berlakunya asas locus regit actum : 1. Apabila bertentangan dengan ketertiban umum. 2. Untuk semua peraturan tentang bagaimana perbuatan-perbuatan itu harus dilakukan dihadapan atau dengan bantuan pejabat-pejabat negara (terhadap kaidah-kaidah yang bersifat publik dan juga perdata). Dalam hal ini yang berlaku adalah hukum dari negara yang pejabat-pejabatnya diikutsertakan dalam perbuatan-perbuatan yang bersangkutan (lex magistratus). 3. Jika sifat dari perbuatan hukum tersebut bertentangan dengan hukum negara setempat, maka hukum negara setempat akan diabaikan. Contoh : pada benda tidak bergerak berlaku asas lex rei sitae, maka apabila terdapat perbuatan yang bertujuan untuk menciptakan, mengalihkan, mengubah atau menghapuskan hak-hak milik atau kebendaan atas benda-benda tidak bergerak, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 20 maka yang berlaku adalah hukum dimana benda-benda tidak bergerak itu berada tanpa memperhatikan apakah yang memiliki hak itu orang asing atau bukan. 4. Apabila hukum nasional dari pihak yang melakukan penentangan dipakainya asas lex loci actus, maka lex loci actus tersebut tidak boleh digunakan. KEDUDUKAN HUKUM ASING SEBAGAI LEX CAUSA • Ada beberapa dasar teoritis yang menjadi dasar bagi berlakunya hukum asing, yaitu antara lain : 1. Hukum asing ini dianggap sebagai suatu fakta, sebagai suatu hal yang seperti juga fakta-fakta lainnya, harus didalilkan dan dibuktikan dalam suatu perkara perdata. 2. Hukum asing ini dianggap sebagai suatu hukum (law/ recht), yang oleh Hakim harus dipergunakan secara “karena jabatan” (lex officio). 3. Hukum asing ini dimasukkan dalam lex fori dan karenanya dianggap menjadi bagian daripada lex fori (menurut teori inkorporasi atau resepsi, maka hukum asing ini harus dipergunakan karena jabatan). • Pada pokoknya keputusan-keputusan luar negeri tidak dapat dilaksanakan (not enforceable) di Indonesia. Perdapat tersebut merupakan perwujudan asas kedaulatan territorial (principle of territorial souvereignity). Demikian bahwa perlu adanya suatu persetujuan internasional untuk dapat melaksanakan suatu hukum asing dalam suatu negara/ lex fori atau juga dengan penerapan prinsip resiprositas. • Adapun ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum bagi penerapan prinsip tersebut diatas adalah pasal 22a A.B., yang menyatakan bahwa kompetensi Pengadilan dan pelaksanaan keputusan-keputusan serta akta-akta otentik dibataskan oleh prinsip-prinsip yang dikenal dalam hukum antar bangsa. • Pelaksanaan dari keputusan-keputusan asing hanya akan dimungkinkan jika disesuaikan dengan prinsip territorial sebagaimana tersirat diatas. Ketentuan lainnya adalah pasal 436 R.V. : “Kecuali dalam hal-hal yang ditentukan oleh pasal 724 WvK dan lain-lain perundangundangan, tidak dapat dilaksanakan keputusan-keputusan yang diucapkan oleh HakimHakim asing atau Pengadilan-pengadilan asing di Indonesia di dalam wilayah RI”. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 21 • Tidak semua keputusan dapat dilaksanakan di Indonesia, kebanyakan ahli hukum berpendapat bahwa pada umumnya keputusan-keputusan yang bersifat deklaratoir dan konstitutif dapat diakui dalam wilayah RI, karena keputusan-keputusan tersebut tidak memerlukan pelaksanaan. • Berkenaan dengan keputusan arbitrase, maka ketentuan yang mengaturnya adalah New York Convention 1958, yang selanjutnya bagi Indonesia sendiri pengaturannya diatur lebih lanjut dalam Keppres No. 34 Tahun 1981. Adapun yang berwenang menangani eksekusi adalah Pengadilan Jakarta Pusat. Hak-hak yang Telah Diperoleh • Hak-hak yang telah diperoleh merupakan terjemahan langsung dari istilah yang dipergunakan dalam ilmu Bahasa Belanda verkregen rechten, dalam Bahasa Perancis dipergunakan istilah droit acquits, dalam Bahasa Jerman dipergunakan istilah wohlerworbene Rechte, dan dalam Bahasa Inggris dinamakan vested rights atau acquired rights. Istilah lain dalam Bahasa Indonesia diantaranya adalah pelanjutan keadaan hukum. • Yang menjadi dasar hukum bagi pengakuan terhadap hak-hak yang telah diperoleh adalah tersirat dalam pasal 3 dan 16 A.B. engenai prinsip nasionalitas dan pasal 17 A.B. mengenai asas lex rei sitae. • Sudargo berpendapat bahwa kita menjadi penganut teori vested rights yang qualified, artinya tidak dianut lagi secara mutlak, melainkan terbatas. Hukum Asing Sebagai Fakta • Hukum luar negeri sebagai fakta belaka (non legal fact) dianut dalam negara-negara Anglo Saxon. Mengandung konsekuensi bahwa terhadap hukum asing tersebut harus didalilkan/ disebutkan dalam gugatan pihak yang berperkara dan kemudian harus dibuktikan bahwa hukum asing ini benar-benar adalah fakta dalam perkara tersebut. sebagai konsekuensi lain dari hukum luar negeri sebagai fakta adalah bahwa dengan demikian maka hukum domestik sajalah yang dianggap sebagai hukum. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 22 Hukum Asing Sebagai Hukum • Hukum luar negeri sebagai suatu hukum dianut dalam negara-negara Eropa Kontinental. Hukum sebagai hukum mengandung konsekuensi : - Tidak perlu diadakan pembuktian lagi, karena Hakim harus mempergunakan hukum asing tersebut karena jabatannya (ex officio), meskipun pemakaian hukum asing itu tidak didalilkan atau dibuktikan oleh pihak-pihak yang berperkara. - Hukum asing tersebut diperkenankan untuk diajukan pertama kali pada tingkat kasasi. • Apabila Hakim tidak dapat menentukan isi daripada hukum asing, ada empat kemungkinan yang dapat dilakukan Hakim, yaitu : 1. Hakim dapat mempergunakan lex fori. - Paling banyak dianut, baik di negara yang menganggap hukum asing sebagai fakta maupun sebagai hukum. 2. Hakim mempergunakan suatu sangkaan hukum (rechts vermoeden) bahwa hukum asing bersangkutan adalah sama dengan lex fori. - Merupakan pemakaian lex fori secara tidak langsung. - Negara-negara Anglo Saxon pada umumnya membatasi fictie bahwa hukum asing adalah sama dengan lex fori pada negara-negara common law. 3. Hakim mempergunakan hukum asing yang paling berdekatan dengan hukum asing bersangkutan. - Hukum dari sister state atau hukum dari negara yang termasuk dalam family hukum yang bersamaanlah yang dipergunakan. 4. Hakim secara mudah mengalahkan pihak yang telah mendalilkan pemakaian hukum asing ini (gugatan ditolak). - Tidak memenuhi rasa keadilan. - Yang menjadi dasar pemikiran konsepsi ini adalah bahwa hukum asing ini dipandang sebagai fakta, dalam hal para pihak tidak berhasil membuktikannya, maka ia akan dikalahkan. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 23 • Konsekuensi lainnya dalam hal hukum asing sebagai hukum adalah berkaitan dengan kasasi, yang dalam hal ini maka konsepsi hukum asing sebagai hukum telah membuka pintu untuk kasasi. Tetapi kebanyakan negara-negara Eropa Kontinental tidak menerimanya dengan alasan bahwa lembaga kasasi ini hanya dimaksudkan untuk membentuk dan mempertahankan kesatuan interpretasi daripada lex fori. • Pengecualian berlakunya hukum asing : 1. Ketertiban umum 2. Penyelundupan hukum 3. Penyesuaian 4. Asas timbal balik dan pembalasan. Kasus White Sugar (Lihat : Catatan Kuliah Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional – Arbitrase Dagang Internasional/ Arbitrase Komersial) • Analisis dan Komentar : - Dari awal, maka kontrak tersebut tidak sah karena tidak memenuhi salah satu ketentuan mengenai sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata), yaitu suatu sebab yang halal (tepatnya terhadap causa yang dilarang Undang-undang). - Syarat suatu sebab yang halal merupakan syarat objektif, sehingga tidak dipenuhinya syarat ini menyebabkan perjanjian batal demi hukum. - Baik Pengadilan Indonesia maupun Pengadilan Inggris tidak berwenang untuk mengadili perkara, karena yang berwenang adalah Badan Arbitrase Gula. - Badan Arbitrase Gula tetap berwenang meskipun perjanjian batal demi hukum, karena terhadap klausul arbitrase berlaku asas severability. - Putusan arbitrase asing yang bertentangan dengan kepentingan umum tidak dapat dilaksanakan di Indonesia. - Dasar hukum Peraturan MA No. 1 Tahun 1990; UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration Pasal 36 ayat (1) b, bagian II Konvensi New York Tahun 1958 pasal V ayat (2) b. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 24 - Kesimpulan; ketika vested rights bertabrakan dengan public policy, maka yang menang (didahulukan) adalah public policy. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 25 REFERENSI - Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional, oleh Bayu Setio, SH. LL.M. - Hukum Perdata Indonesia – Buku I s/d VIII, oleh Prof. Dr. M. Sudargo Gautama. - Sendi-sendi Hukum Perdata Internasional – Suatu Pengantar, oleh : Purnadi Purbacaraka, SH. dan Agus Brotosusilo, SH. - Dll. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Perdata Internasional 26