Transfusi Trombosit Profilaksis pada Demam Berdarah

advertisement
OPINI
Transfusi Trombosit Profilaksis
pada Demam Berdarah Dengue:
Bermanfaat atau Merugikan?
Sostro Mulyo
SMF Penyakit Dalam, RSUD Siwa, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, Indonesia
ABSTRAK
Komplikasi perdarahan masih menjadi penyebab kematian terbanyak kasus demam berdarah dengue (DBD). Meskipun trombositopenia
bukan prediktor terhadap kejadian perdarahan pada kasus DBD, tetapi masih menimbulkan kekhawatiran. Kontroversi sampai saat ini
apakah transfusi trombosit profilaksis bermanfaat atau justru merugikan.
Kata kunci: DBD, trombositopenia, transfusi profilaksis
ABSTRACT
Severe bleeding is still the largest causes of death in dengue hemorrhagic fever (DHF). Although thrombocytopenia is not a predictor
of the incidence of bleeding in dengue cases but still raises clinician’s concerns. The controversy is whether prophylactic platelet transfusion
may be beneficial or detrimental. Sostro Mulyo. Prophylactic Thrombocyte Transfusion in Dengue Hemorrhagic Fever: Beneficial or
Detrimental?
Keywords: DHF, thrombocytopenia, prophylactic transfusion
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue (DENV) dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik
ditambah tanda-tanda perembesan plasma
berupa hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh.1
Demam berdarah dengue hingga saat
ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia. Sepanjang tahun 2008 di
Indonesia dilaporkan sebanyak 136.339
kasus dengan jumlah kematian 1.170 orang
(CFR = 0,86%, dan IR = 60,06 per 100.000
penduduk). Angka insidens/incidence rate
(IR) tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (317,09 per 100.000 penduduk) dan
terendah di Provinsi Maluku, sedangkan
angka kematian/case fatality rate (CFR)
tertinggi terdapat di Provinsi Jambi
(3,67%). 2
Alamat korespondensi
948
Trombositopenia berat sering terjadi pada
fase akut DBD dan merupakan dilema
dalam menangani pasien DBD karena
kekhawatiran terjadi perdarahan. Perdarahan
dan koagulopati merupakan komplikasi
yang dapat terjadi pada dengue dengan
tanda bahaya dan dengue berat, akan tetapi
penyebabnya multifaktorial dan bukan
semata-mata akibat trombositopenia.3
Transfusi trombosit profilaksis merupakan
salah satu penanganan trombositopenia.
Akan tetapi, hingga saat ini masih belum
ada kesepakatan batas nilai minimum trombosit untuk melakukan transfusi trombosit
profilaksis. Di samping itu, risiko alloimunisasi,
reaksi alergi, transmisi infeksi (bakteri, virus,
dan parasit), hingga transfusion related
acute lung injury (TRALI) pada transfusi
trombosit dapat merugikan pasien.4
DEMAM BERDARAH DENGUE
Demam berdarah dengue disebabkan oleh
virus dengue yang termasuk kelompok B
Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus,
famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
dominan dan diasumsikan banyak yang
menunjukkan manifestasi klinik berat.5
Manifestasi klinis infeksi dengue dapat tanpa
gejala (asimptomatik), ringan, berat, hingga
mengancam jiwa.6 Saat ini telah disepakati
bahwa infeksi dengue adalah suatu penyakit
yang memiliki presentasi klinis bervariasi
dengan perjalanan penyakit dan outcome
yang tidak dapat diramalkan. Panduan
terbaru World Health Organization (WHO)
tahun 2009, merupakan penyempurnaan
panduan sebelumnya, yaitu panduan WHO
tahun 1997. Redefinisi kasus terutama untuk
kasus infeksi dengue berat. Panduan WHO
1997 mengambil rujukan kasus infeksi
dengue di Thailand yang tidak dapat mewakili semua kasus di belahan dunia lain.
Sering ditemukan kasus DBD yang tidak
memenuhi ke empat kriteria WHO 1997,
namun terjadi syok.7
email: [email protected]
CDK-235/ vol. 42 no. 12, th. 2015
OPINI
Tabel 1. Klasifikasi kasus dengue WHO 20098
Diagnosis WHO 2009
Kriteria Diagnosis
Dengue Probable
Bertempat tinggal di/bepergian ke daerah endemik dengue; demam disertai minimal
2 hal berikut: mual/muntah, ruam, leukopenia, artralgia, mialgia, dan uji tourniquet positif
Dengue tanpa Tanda
Bahaya
Dengue dengan konfirmasi laboratorium disertai demam dan >2 hal berikut: mual/
muntah, ruam, leukopenia, artralgia, mialgia, dan uji tourniquet positif
Dengue dengan
Tanda Bahaya
Sama seperti dengue tanpa tanda bahaya ditambah salah satu tanda bahaya berikut:
Nyeri perut
Muntah berkepanjangan
Overload cairan (edema)
Perdarahan mukosa
Letargi, lemah
Hepatomegali (pembesaran hati >2 cm)
Hemokonsentrasi (kenaikan hematokrit disertai penurunan trombosit yang cepat)
Dengue Berat
Kriteria dengue dengan salah satu hal berikut:
Kebocoran plasma yang menyebabkan syok
Overload cairan dengan distress pernafasan
Perdarahan hebat (sesuai pertimbangan klinisi)
Gangguan organ berat (misalnya gagal jantung, gagal ginjal, gangguan hati dengan
AST atau ALT ≥1000, dan perubahan status mental)
Keterangan: ALT = alanine aminotransferase; AST = aspartate aminotransferase
Tabel 2. Kategori pasien dengue berdasarkan nilai trombosit awal9
Kategori
Kriteria
Risiko Tinggi
Nilai trombosit awal <20.000/mm3 dan merupakan pasien dengan risiko tinggi perdarahan. Pasien kategori ini dengan nilai trombosit <10.000/mm 3 mempunyai risiko
lebih besar dan perlu menjadi prioritas dalam penalaksanaan saat epidemi atau sumber
daya yang terbatas
Risiko Sedang
Nilai trombosit awal 21.000–40.000/mm3. Pasien di kelompok ini perlu transfusi hanya jika
terdapat manifestasi perdarahan
Risiko Rendah
Nilai trombosit awal >40.000/mm 3 tetapi <100.000/mm 3. Kelompok ini perlu diobservasi dan dipantau hati-hati, tetapi tidak memerlukan transfusi trombosit
Tanpa Risiko
Nilai trombosit awal >100.000/mm3. Kelompok ini tidak perlu mendapatkan transfusi
trombosit dan harus ditangani dengan cairan intravena yang adekuat dan terapi
suportif lainnya
Makroo, dkk.9 pada penelitiannya atas 242
kasus dengue rawat inap mengkategorikan
pasien dengue menjadi 4 kelompok berdasarkan nilai trombosit saat pertama kali
masuk rumah sakit (Tabel 2).
PATOFISIOLOGI PERDARAHAN DAN
TROMBOSITOPENIA PADA DEMAM
BERDARAH DENGUE
Penyebab perdarahan pada pasien DBD
adalah vaskulopati, trombositopenia, dan
gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskuler diseminata (KID/DIC) (Gambar
1). Kompleks virus-antibodi mengakibatkan
trombositopenia dan gangguan fungsi
trombosit. Selain itu, kompleks virus-antibodi
ini mengaktifkan faktor Hageman (faktor
XIIa), sehingga terjadi gangguan sistem
koagulasi dan fibrinolisis yang memper-
CDK-235/ vol. 42 no. 12, th. 2015
berat perdarahan, serta mengaktifkan sistem
kinin dan komplemen yang mengakibatkan
peningkatan permeabilitas pembuluh
darah dan kebocoran plasma, serta meningkatkan risiko KID yang juga memperberat perdarahan yang terjadi.10
Na Nakorn, dkk. melakukan penelitian
terhadap sumsum tulang pasien DBD
selama tahap demam akut dan menemukan hiposeluleritas dengan penurunan
megakariosit, eritroblast, dan prekursor
mieloid. Temuan ini kemudian dijelaskan
dengan adanya infeksi DENV secara
langsung ke sel progenitor hematopoietik
dan sel stroma.11 Nimmannitya, dkk.
mengemukakan bahwa penyebab utama
trombositopenia adalah destruksi trombosit
di perifer oleh aktivasi komplemen seperti
ikatan antara trombosit dengan fragmen
dan antigen DENV atau secara langsung
oleh DENV. Destruksi trombosit ini terjadi di
hati pada fase akut, dan di limpa pada fase
penyembuhan.10
Selain mengalami defisit kuantitatif, juga
terdapat gangguan fungsi trombosit.
Endotel vaskuler yang teraktivasi akibat
infeksi DENV memberi peluang kepada
trombosit dalam sirkulasi pembuluh
darah untuk berinteraksi dengan kolagen
dalam lapisan sub-endotel yang kemudian
memicu agregasi trombosit dan bermuara
pada trombositopenia. Para peneliti telah
membuktikan bahwa pada penderita
aterosklerosis dan trombosis, peningkatan
produksi protrombosis von Willebrand
Factor (vWF) dan penurunan produksi antitrombosis prostaglandin I2 (PGI2) oleh
endotel yang teraktivasi memicu agregasi
trombosit. Diduga agregasi trombosit pada
pasien DBD juga dipicu oleh perubahan
kadar vWF dan PGI2 akibat endotel yang
teraktivasi oleh sitokin yang dihasilkan oleh
monosit yang mengandung DENV dan T
helper-1 (Th-1) yang berfungsi sebagai stress
cells.12 Peningkatan ekspresi vWF dihubungkan dengan defisiensi enzim protease
pembelah vWF yang disebut a disintegrinlike and metalloprotease with thrombospondin type 1 domain 13 (ADAMTS13).13
Defisiensi ADAMTS13 dapat terjadi akibat
faktor genetik, sehingga produksinya tidak
memadai, atau akibat pembentukan antibodi
penetralisir anti-ADAMTS13. Suplementasi
ADAMTS13 dapat dilakukan dengan cara
transfusi fresh frozen plasma (FFP) atau
cryosupernatant.13
Beberapa penelitian menemukan tidak
terdapat hubungan signifikan antara
tingkat
keparahan
penyakit
dengan
jumlah trombosit.3,14,15 Meskipun trombositopenia dan hipofibrinogenemia merupakan kelainan hemostatik paling menonjol yang bertanggung jawab pada
kejadian perdarahan pada infeksi DENV,
trombositopenia dan koagulopati bukan
merupakan prediktor terjadinya perdarahan
pada infeksi DENV.16 Lye, dkk. mendapatkan insidens perdarahan terjadi pada
6% pasien dengan trombosit >150.000/
mm3, 12% pada trombosit 100-149.000/
mm3, 11% pada trombosit 80-99.000/
mm3, 10% pada trombosit 50-79.000/mm3,
949
OPINI
dengan manifestasi perdarahan.17 Makroo,
dkk. pada penelitiannya terhadap 225 pasien
dengue melaporkan kejadian perdarahan
lebih sering terjadi pada trombosit <20.000/
mm3.9
Faktor risiko terjadinya perdarahan antara lain
durasi syok, pemakaian aspirin atau OAINS,
pemberian plasma expander seperti dextran
40 dan Haemaccel dalam jumlah besar,
dan manajemen pada fase febril dan fase
toksik yang tidak tepat. Pemberian cairan
intravena untuk menaikkan tekanan
darah secara cepat dapat memperburuk
perdarahan akibat peningkatan aliran
darah sirkulasi secara tiba-tiba ke daerah
yang mengalami kerusakan vaskuler seperti
mukosa lambung.11
Gambar 1. Patofisiologi perdarahan pada DBD10
Trombositopenia pada DBD diduga terjadi akibat penurunan produksi oleh sumsum tulang, peningkatan destruksi di sistem
retikulum endotelial (reticulum endothelial system/RES), pemakaian trombosit yang berlebihan, dan agregasi trombosit oleh
endotel vaskuler yang rusak.10
11% pada trombosit 20-49.000/mm3, 13%
pada trombosit 10-19.000/mm3, dan 0%
pada trombosit <10.000/mm3 (p=0,22).
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
kejadian perdarahan saat masuk rumah sakit
tidak tergantung nilai trombosit.3 Selain
itu, pada pasien sindrom syok dengue
anak, Lum, dkk.14 mendapatkan bahwa
trombositopenia tidak dapat memprediksi
kejadian perdarahan hebat pada analisis
Gambar 2. Mekanisme trombositopenia pada DBD10
950
univariat, yang menjadi prediktor hanyalah
syok dan hematokrit rendah. Penelitian
prospektif lain juga mendapatkan bahwa
tidak ada hubungan antara skor perdarahan
dengan nilai trombosit.15
Berbeda dengan penelitian sebelumnya,
Malavige, dkk. tahun 2006 melaporkan pada
pasien DBD dewasa jumlah trombosit
<5.000/mm3 secara signifikan berhubungan
TRANSFUSI TROMBOSIT PROFILAKSIS
PADA DEMAM BERDARAH DENGUE
Prinsip terapi infeksi DENV baik dengue
tanpa bahaya maupun dengue dengan
tanda bahaya bahkan dengue berat adalah
pemberian cairan untuk mempertahankan
sirkulasi
darah.
Over atau
undertreatment akan menghasilkan outcome
tidak memuaskan, sehingga diperlukan
pertimbangan
klinis
tepat
termasuk
keputusan untuk melakukan koreksi trombositopenia berat.
Transfusi trombosit profilaksis didefinisikan
sebagai pemberian transfusi trombosit tanpa
adanya manifestasi perdarahan.3 Pemberian
transfusi trombosit ini masih kontroversial,
tetapi banyak digunakan oleh sebagian
klinisi meskipun secara tidak tepat. Survei
Whitehorn, dkk.18 terhadap 306 klinisi dari
20 negara di seluruh dunia yang sering
merawat pasien dengue melaporkan bahwa
112 (37,9%) klinisi melakukan transfusi
trombosit profilaksis dengan berbagai
derajat trombositopenia. Sellahewa19 berpendapat bahwa transfusi profilaksis pada
pasien dengue tidak mempunyai landasan
dan merupakan intervensi irasional dan
tidak tepat. Makroo, dkk.9 mencatat bahwa
kebanyakan pemberian transfusi trombosit
tidak berdasarkan alasan medis, tetapi
lebih pada respons terhadap tekanan sosial
oleh pasien dan keluarganya. Demikian
pula Kumar, dkk.20 juga mengamati bahwa
kebutuhan transfusi trombosit kebanyakan
akibat reaksi panik klinisi pada epidemi
demam dengue.
CDK-235/ vol. 42 no. 12, th. 2015
OPINI
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI) bersama Divisi Penyakit
Tropis dan Infeksi dan Divisi Hematologi
dan Onkologi Medis Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah membuat protokol penatalaksanaan yang tepat dengan
rancangan tindakan yang dibuat sesuai
atas indikasi, praktis dalam pelaksanaannya,
dan mempertimbangkan cost effectiveness.
Berdasarkan protokol tersebut, pemberian
transfusi trombosit hanya diindikasikan
pada perdarahan spontan dan massif, yaitu
epistaksis tidak terkendali walaupun dengan
pemasangan tampon hidung, hematemesis
melena atau hematokesia, hematuria, perdarahan otak dan perdarahan tersembunyi
dengan jumlah perdarahan 4-5 mL/kgBB/
jam dengan jumlah trombosit <100.000/mm3
disertai atau tanpa KID.1
Panduan
transfusi
trombosit
oleh
British Committee for Standardization in
Hematology merekomendasikan pemberian
transfusi trombosit profilaksis pada pasien
trombositopenia stabil tanpa faktor risiko
perdarahan dengan nilai trombosit <10.000/
mm3.21 Directorate of National Vector Borne
Diseases Control Program, India, mengeluarkan
panduan
serupa,
menekankan
bahwa transfusi trombosit profilaksis tidak
dibutuhkan pada pasien stabil meskipun
trombosit <20.000/mm3.22 Panduan praktik
klinik Singapura juga merekomendasikan
pemberian transfusi trombosit profilaksis
hanya dilakukan pada trombosit <10.000/
mm3 pada pasien dengan kegagalan fungsi
sumsum tulang tanpa adanya faktor risiko
perdarahan tambahan, dan <20.000/mm3
pada pasien dengan faktor risiko perdarahan
tambahan atau terjadi penurunan trombosit
yang cepat.23
Eapen, dkk. memberikan tiga langkah untuk
menangani pasien dengue berat:13
1. Hindari transfusi trombosit pada
pasien infeksi dengue, karena lebih banyak
trombosit akan menyebabkan pembentukan sumbat trombosit oleh vWF, sehingga
memperberat kegagalan organ.
2. Jika transfusi trombosit sangat diperlukan pada pasien dengan perdarahan
serius, sebaiknya dilakukan transfusi FFP/
cryosupernatant untuk menangani defisiensi
ADAMTS13 sebelum transfusi trombosit.
3. Plasma exchange untuk mengeluarkan
kelebihan vWF juga perlu dipertimbangkan
pada pasien dengue berat.
The Trial of Platelet Prophylaxis Study of
United Kingdom mengevaluasi keamanan
strategi terapi transfusi trombosit saja
dengan tanpa transfusi trombosit pada
trombositopenia. Pada pasien sindrom syok
dengue yang mendapat transfusi trombosit
profilaksis didapatkan peningkatan trombosit
hanya sementara dan akan kembali ke nilai
trombosit sebelum transfusi dalam 5 jam
setelah transfusi.24
Penelitian Lye, dkk.3 dan Assir, dkk.16 juga
menyimpulkan hal yang sama, yakni
transfusi trombosit tidak dapat mencegah
perdarahan atau memperpendek durasi perdarahan yang terjadi dan justru berkaitan
dengan efek samping transfusi. Penelitian
terbaru25 menyimpulkan bahwa pada pasien
infeksi DENV yang stabil dengan trombosit
>10.000/mm3 tidak direkomendasikan untuk
pemberian transfusi trombosit profilaksis.
Transfusi trombosit meskipun berasal dari
donor tunggal, tetap dapat menimbulkan
risiko antara lain alloimunisasi dan penolakan trombosit, reaksi alergi, febrile
non-hemolytic reactions, sepsis, dan TRALI
serta infeksi parasit dan virus. Selain risiko
reaksi transfusi tersebut, pemberian transfusi
profilaksis juga akan meningkatkan biaya
pengobatan.4
RINGKASAN
Demam berdarah dengue merupakan
penyakit infeksi DENV yang masih menjadi
masalah kesehatan di Indonesia dengan
insidens dan angka kematian cukup tinggi.
Trombositopenia yang terjadi, terutama
pada akhir fase akut febris, sering dikaitkan dengan kejadian perdarahan pada
DBD sehingga menimbulkan dilema untuk
mengatasinya. Sampai saat ini transfusi
trombosit profilaksis pada DBD masih
kontroversial dan belum ada kesepakatan
indikasi nilai minimum trombosit. Dengan
menimbang risiko reaksi transfusi dan biaya
transfusi trombosit, transfusi trombosit
profilaksis terutama pada kasus DBD stabil
dan tanpa komplikasi perdarahan perlu
dipikirkan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. p.1709-13.
2.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Informasi pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal P2PL Kemenkes RI; 2009.
3.
Lye DC, Lee VJ, Sun Y, Leo YS. Lack of efficacy of prophylactic platelet transfusion for severe thrombocytopenia in adults with acute uncomplicated dengue infection. Clin Infect Dis. 2009;
4.
Kurukularatne C, Dimatatac F, Teo DL, Lye DC, Leo YS. When less is more: Can we abandon prophylactic platelet transfusion in dengue fever? Ann Acad Med Singapore 2011; 40: 539-45.
5.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tatalaksana demam berdarah dengue di Indonesia. 3rd ed. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2004.
6.
Wright WF, Pritt BS. Update: The diagnosis and management of dengue virus infection in North America. Diagn Microbiol Infect Dis. 2012; 73(3): 215-20.
7.
Sudjana P. Diagnosis dini penderita demam berdarah dengue Dewasa. Buletin Jendela Epidemiologi 2010: 21-4.
8.
World Health Organization. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control. 3rd ed. Geneva, Switzerland: WHO; 2009.
9.
Makroo RN, Raina V, Kumar P, Kanth RK. Role of platelet transfusion in the management of dengue patients in a tertiary care hospital. Asian J Transfus Sci. 2007; 1(1): 4-7.
48: 1262-5.
10. Suseno A, Nasronudin. Mekanisme perdarahan pada infeksi virus dengue. In: Nasronudin, Hadi U, Vitanata M, et al, editors. Penyakit infeksi di Indonesia solusi kini dan mendatang. 2nd ed.
Surabaya: Airlangga University Press; 2011: 112-6.
11. Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Pathophysiology and management of dengue hemorrhagic fever. Transfus Alter Transfus Med. 2006; 8(1): 3-11.
12. Djunaedi D. Perubahan kadar sitokin dan molekul agregasi pada berbagai tingkat trombositopenia pada demam berdarah dengue. Jurnal Kedokteran Brawijaya 2005; 21: 11-6.
13. Eapen CE, Elias E, Goel A, John TJ. Hypothesis of mechanism of thrombocytopenia in severe dengue, providing clues to better therapy to save lives. Curr Sci. 2015; 108(2): 168-9.
14. Lum LCS, Goh AYT, Chan PWK, El-Amin A-LM, Lam SK. Risk factors for hemorrhage in severe dengue infections. J Pediatr. 2002; 140(5): 629-31.
15. Krishnamurti C, Kalayanarooj S, Cutting MA, Peat RA, Rothwell SW, Reid TJ, et al. Mechanisms of hemorrhage in dengue without circulatory collapse. Am J Trop Med Hyg. 2001; 65(6): 840-7.
CDK-235/ vol. 42 no. 12, th. 2015
951
OPINI
16. Assir MZK, Kamran U, Ahmad HI, Bashir S, Mansoor H, Anees SB, et al. Effectiveness of platelet transfusion in dengue fever: A randomized controlled trial. Transfus Med Hemother. 2013;
40: 362-8. doi: 10.1159/000354837.
17. Malavige GN, Velathanthiri VGNS, Wijewickrama ES, Fernando S, Jayaratne SD, Aaskov J, et al. Patterns of disease among adults hospitalized with dengue infections. Q J Med. 2006; 99:
299-305.
18. Whitehorn J, Roche RR, Guzman MG, Martinez E, Gomez WV, Nainggolan L, et al. Prophylactic platelets in dengue: Survey responses highlight lack of an evidence base. PLoS Negl Trop
Dis. 2012; 6(6): 1716. doi: 10.1371/journal.pntd.0001716.
19. Sellahewa KH. Management dilemmas in the treatment of dengue fever. Dengue Bull. 2008; 32: 211-8.
20. Kumar ND, Tomar V, Singh B, Kela K. Platelet transfusion practice during dengue fever epidemic. Indian J Pathol Microbiol. 2000; 43(1): 55-60.
21. British Committee for Standards in Haematology. Guidelines for the use of platelet transfusions. Br J Haematol. 2003; 122: 10-23.
22. Dutta AK, Biswas A, Baruah K, Dhariwal AC. National guidelines for diagnosis and management of dengue fever/dengue haemorrhagic fever and dengue shock syndrome. J Indian Med
Assoc. 2011; 109: 30-5.
23. Health Sciences Authority–Ministry of Health of Singapore. Clinical practice guidelines–clinical blood transfusion. Singapore; 2011.
24. Stanworth SJ, Dyer C, Choo L, Bakrania L, Copplestone A, Llewelyn C, et al. Do all patients with hematologic malignancies and severe thrombocytopenia need prophylactic platelet
transfusions? Background, rationale, and design of a clinical trial (trial of platelet prophylaxis) to assess the effectiveness of prophylactic platelet transfusions. Transfus Med Rev. 2010; 24:
163-71.
25. Prashantha B, Varun S, Sharat D, Murali MBV, Ranganatha R, Shivaprasad, et al. Prophyactic platelet transfusion in stable dengue fever patients: Is it really necessary? Indian J Hematol Blood
Transfus. 2014; 30(2): 126-9. doi: 10.1007/s12288-013-0242-7
952
CDK-235/ vol. 42 no. 12, th. 2015
Download