ANGKRINGAN SEBAGAI UNSUR - UIN Repository

advertisement
ANGKRINGAN SEBAGAI UNSUR TRADISIONAL TEMPAT
INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT PERKOTAAN
(Studi Deskriptif Analisis di Kecamatan Pamulang, Kota
Tangerang Sselatan)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Risyda Azizah
NIM. 11100015000107
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
SUIIAT I}ERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di barvah ini
:
Nama
Risvda Aziza-h
NIM
I I 10015000107
Jurusan
PendidikanTlmu Pengetahuan Sosial (lPS)
Jl. Surya Kencana Gg Kemuning v No 14 RT 05/06
Alamat
Kelurahan
Pamulang Barat Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan
MENYATAKAN DENGAN
Bahwa skripsi yang
SE
SUNGGUHNYA
berjudul Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat
Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Analisis
Di
Kecamatan
Pamulang, Kota Tangerang Selatan) adalah benar hasil karya sendiri
di
bawah
bimbingan dosen:
Nama Pembimbing
I
Dr. Ulfah Fajarini, M.Si
NIP
19670828 t99303 2 006
Jurusan/Program
Pend
Nama Pembimbing
II
idikan IPS/Sosiologi
Cut Dhien Nourwahida, MA
NIP
19791221 200801 2 016
Jurusan/Program
Pend
idikan IPS/Sosiologi
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima
segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakafta, 22 Januari2015
Yang Menyatakan
LEMBAR PENGESAHAN
Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masyarakat
Perkotaan (Studi Deskriptif Analisis Di Kecamatan Pamulang, Kota
'
Tdngerang Selatan)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Risyda Azizah
NIM:
1110015000107
Mengesahkan,
Pembimbing
I
Dr. UlfaNFajarini, M.Si
NrP. 19670828 199303 2 006
Cut Dhien Nourwahida, MA
I\[P. 19791221 200801 2 016
Jurusan Pendidikan llmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul ANGKRINGAN SEBAGAI UNSUR TRADISIONAL
TEMPAT INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT PERKOTAAN
di
Deskriptif Analisis
(StUdi
Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan)
disusun oleh RISYDA AZIZAH
NIM I I10015000107, diajukan kepada Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
telah
dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah pada tanggal 24 Maret 2015 di hadapan
dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana
Sl
(S.Pd)
dalam Pendidikan IPS.
Jakafta,2 April2015
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)
Dr. Iwan Purwanto.
Itzl.Pd
NIP: I 9730424200801
I
012
Sekertaris (Sekertaris Jurusan/Prodi)
Drs. Svaripulloh. M.Si
NIP: I 9670909200701
I
033
Penguji I
Maila Dinia Husni Rahim. MA.
NIP:
I 97
803 I 42006042002
Penguji II
'*:l:fly.,
NIP:
I 976111 8201 I
0l
Dekan
I
006
u
ruan
ABSTRAK
Risyda
Azizah
(NIM:
1110015000107),
Angkringan
Sebagai
Unsur
Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif
Analisis di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan),
Penelitian ini menjelaskan angkringan sebagai usaha informal perkotaan
yang
menggunakan
unsur-unsur
tradisional.
Penelitian
ini
berupaya
mendeskripsikan seperti apa dan bagaimana kuliner angkringan.
Pada
kenyataannya angkringan bukan hanya sebagai tempat untuk melepas dahaga dan
lapar. Ada fungsi-fungsi sosial lain yang hadir di dalam angkringan, seperti tepo
seliro atau tenggang rasa, serta melatih kejujuran masyarakat. Angkringan juga
merupakan salah satu tempat terjadinya interaksi sosial secara tidak sengaja dan
terjadi diantara para pengunjung angkringan yang memiliki berbagai macam latar
belakang.
Penelitian ini mengamati tiga angkringan. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif, untuk menunjang proses pencarian data secara lebih
mendalam. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan wawancara dan
observasi yang dilakukan sejak Januari 2014. Wawancara dan observasi terutama
dilakukan pada tiga pedagang yang terdiri dari dua pedagang angkringan
tradisional dan satu pedagang angkringan modern. Serta sembilan orang
keseluruhan informan yang diambil dari tiga orang pengunjung dari tiap-tiap
angkringan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa angkringan merupakan tempat
interaksi sosial masyarakat perkotaan yang mampu menimbulkan dan menunjukan
bahwa pada dasarnya semua manusia itu sama dalam perbedaan-perbedaan yang
dimiliki.
Kata Kunci : Angkringan, Unsur Tradisional, Interaksi Sosial
iii
ABSTRACT
Risyda Azizah (NIM: 1110015000107), Angkringan as The Traditional
Elements of The Urban Communities Social Interaction (Descriptive Study
Analysis in District of Pamulang, South Tangerang City). A Bachelor Thesis
of Education Consentration at Tarbiyah and Teacher’s Training of State
Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
This study describes Angkringan as the urban informal businesses that use
traditional elements. This study seeks to describe what and how Angkringan
culinary is. In fact Angkringan is not only a place to quench your thirst and
hunger. But also having social functions that are present in Angkringan, such as
teposeliro or tolerance, also habituating honesty in community. Angkringan also
one of the places of ‘unintentional’social interaction which occurred among the
visitors who have a wide variety of backgrounds.
This study observed three Angkringan’s. this study used a qualitative
research method, in order to process the data deeper. Data collection techniques in
this study were using interviews and observations. The participants of this
research are three merchants two traditional Angkringan vendors and a modern
Angkringan merchant, And nine visitors of those three angkringan (three visitors
per angkringan).
This study concluded that Angkringan is a place where social interaction
of urban comunities happened and giving an athmosphere of respect where equal.
Keyword: Angkringan, Tradisional Element, Interaksi Sosial
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan nikmat Iman, Islam, serta nikmat sehat wal’afiat sehingga peneliti
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Angkringan Sebagai Unsur
Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masarakat Perkotaan (Studi Deskriptif
Analisis di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan)”. Shalawat serta
salam tercurahkan kepada Rasullah SAW, keluarga dan sahabatnya.
Skripsi ini tidak mungkin selesai sebagaimana mestinya tanpa ada bantuan
dari semua pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu peneliti
menghaturkan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Bapak Prof. Dr.
Ahmad Thib Raya, MA serta para pembantu dekan.
2. Ketua Jurusan Pendidikan IPS, Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd beserta
seluruh staf.
3. Dosen pembimbing, Ibu Dr. Ulfah Fajarini, M.Si dan Ibu Cut Dhien
Nourwahida, MA yang telah sabar membimbing dan memberikan ilmu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah
memberikan ilmunya kepada peneliti, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu
dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah
diajarkan dapat bermanfaat di kemudian hari.
5. Pakdhe Yono, mas Min dan Ibu Yanti yang telah memberikan izin dan
membantu peneliti dalam proses penelitian skripsi ini. Semoga sukses
selalu.
6. Staf dari KESBANGPOLINMAS Tangerang Selatan dan Staf Kecamatan
Pamulang yang telah memberikan bantuan pada peneliti
7. Kedua Orangtua Bapak Agus Mukhtar Rosyidi dan Ibu Nur Izzah orangtua
yang sangat super sekali sudah membesarkan peneliti dan dengan sabar
serta tabah masih mengakui peneliti sebagai anaknya, terimakasih selalu
v
ada disaat peneliti membutuhkan dukungan baik moril, materil maupun
spiritual.
8. Keluarga tercinta Adik-adik (dania dan imah), Dhika congor, Mbah Uti,
Mbah Maya, om dan tante, bibi dan mamang, adik-adik sepupu semua.
seluruh anggota Bani Tamim, Bani Anshor yang selalu mendoakan,
memberikan
dukungan
dalam
menyelesaikan
skripsi
ini.
Serta
memberikan pertanyaan-pertanyaan kapan lulus dan kapan nikah kepada
peneliti.
9. Keluarga besar SosioAntro 2010 terimakasih untuk semua pengalaman
yang tak terlupakan semoga kita selalu dilindungi oleh Allah SWT
10. Muh Ria yang tidak bosan-bosannya membimbing, mensupport,
memarahi, ketawa, berantem, musuhan, perhatian kepada peneliti dan
semua keamazingan ini love you bang. Terimakasih sudah mencetuskan
ide awal skripsi ini. Mama Ipeh my another mom.
11. Sahabat-sahabat di kampus (Celia, Ines, Ninna, Tuti, Nesa, Deli, Epi,
Nadia, Embong). Professor Ibnu Mustaqim, dessti.
12. Anak untung-untungan sahabad di dalam dan luar lapangan futsal(Galuh,
Movi, Dita Dini dan aul) yang hadir di saat-saat kritis penulis, makasih
loh. Terus seru-seruan ya, udah lama ga ayo. Ditunggu terus sparingannya.
13. Stupweds kids (Momo, Ryouma, Ryota, Om Alice, Lore, Mela, Mekel)
youre amazing, guys.
14. Seluruh anggota Ladies Futsal UIN Jakarta. Seluruh anggota Komunitas
Sepeda Sehat UIN Jakarta yang sudah memberikan refreshing dan
dukungan untuk peneliti.
15. Aqyal Kazhir dan ka Nani yang direcokin oleh peneliti. Geng Opek
(Nunung, Lisa,Tari, Tias, Nopi, husnul, Jay, Dara)
16. Serta seluruh orang-orang yang telah dimintai doa nya oleh peneliti yang
bahkan peneliti sendiri pun tidak mengingatnya karna terlalu banyak. Maaf
bumi untuk kertas-kertas yang peneliti buang secara biadab nya.
vi
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
memerlukan bahan referensi khususnya dibidang pendidikan sosiologiantropologi. Namun, pada akhirnya peneliti ingin mengingatkan bahwa
penelitian yang tersaji ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun peneliti butuhkan dan akan
ditindaklanjuti demi kesempurnaan penelitian di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua yang telah
membacanya.
Jakarta, Januari 2015
Risyda Azizah
vii
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ............................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR DENAH .......................................................................................... xi
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... xii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 5
C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 5
D. Perumusan Masalah .............................................................................. 6
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
BAB II:
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori .......................................................................................... 8
1. Angkringan ...................................................................................... 8
2. Interaksi Sosial ................................................................................ 13
a. Teori Perspektif tentang Interaksi Sosial ................................ 13
1. Tindakan Sosial..................................................................... 13
2. Interaksionisme Simbolik .................................................... 13
b. Pengertian Interaksi Sosial ....................................................... 14
c. Faktor-Faktor Interaksi Sosial ................................................. 17
viii
d. Syarat-Syarat Interaksi Sosial ................................................... 18
e. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ................................................ 20
3. Masyarakat Perkotaan .................................................................... 24
a. Teori Perspektif tentang Masyarakat ....................................... 24
1. Perspektif Solidaritas Mekanik
dan Solidaritas Organik ........................................................ 24
b. Pengertian Masyarakat .............................................................. 24
c. Masyarakat Perkotaan ............................................................... 26
4. Kebudayaan ..................................................................................... 31
a. Teori Perspektif tentang Kebudayaan ...................................... 31
1. Perspektif Fungsionalis.......................................................... 31
2. Perspektif Marxian ............................................................... 32
b. Pengertian Kebudayaan ............................................................. 32
c. Bentuk-Bentuk Kebudayaan ..................................................... 33
d. Unsur Tradisional Kejawaan .................................................... 34
B. Hasil Penelitian yang Relevan .............................................................. 39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 46
B. Metode Penelitian .................................................................................. 46
C. Sampel dan Sumber Data Penelitian .................................................... 47
D. Teknik Pengumpulan Data
................................................................ 49
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 52
F. Pengecekan Keabsahan Data ................................................................. 53
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pendahuluan .......................................................................................... 55
B. Profil Tempat ........................................................................................ 55
C. Informasi Partisipan................................................................................. 62
ix
1. Karakteristik Pedagang Angkringan ................................................. 62
2. Karakteristik Pembeli ......................................................................... 75
D. Paparan Hasil Penelitian.......................................................................... 78
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 84
B. Saran ........................................................................................................ 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbadingan Studi Pustaka Terdahulu
dengan Penulis ....................................................
45
Tabel 4.1 Jumlah Kelurahan dan Desa per Kecamatan
Kota Tangsel Penduduk di tiap RW ..................
55
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan ..........
56
Tabel 4.3 Panjang Jalan Menurut Kecamatan
dan Kondisi Jalan Tahun 2013 ...........................
57
Tabel 4.4 Luas Wilayah Kelurahan
di Kecamatan Pamulang Tahun 2013................
59
Tabel 4.5 Jumlah RT atau RW dan Nama Satuan
Lingkungannya Tahun 2014 ...............................
60
Tabel 4.6 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin
di Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ...............
61
Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Kecamatan
Pamulang Berdasarkan Agama ........................
66
Tabel 4.8 Usaha Kuliner Berbasis Kedaerahan
di Jakarta..............................................................
69
Tabel 4.9 Menu Makanan dan Minuman
di Angkringan Pakde Yono ................................
78
Tabel 4.10 Menu Makanan dan Minuman
di Angkringan Mas Min ......................................
82
Tabel 4.11 Menu Makanan dan Minuman
di Angkringan Ibu Yanti .....................................
x
86
DAFTAR DENAH
Peta 3.1 Gambar Denah Lokasi Angkringan ....................
xi
50
DAFTAR ISTILAH
• Angkringan berasal dari Bahasa Jawa angkring yang memiliki arti duduk
santai
• Jagongan yang artinya ngobrol atau bercengkarama
• ngogelke ilate yang artinya menggoyangkan lidah
• Sego istilah dalam Bahasa Jawa yang memiliki arti Nasi
• Senthir istilah dalam Bahasa Jawa yang memiliki arti lampu tempel yang
menggunakan bahan bakar minyak tanah
• Kethel istilah dalam bahasa jawa tempat menyimpan air minum terbuat dari
tanah liat
• Pakdhe panggilan dalam bahasa Jawa biasanya untuk laki-laki yang lebih tua
• Tepo Seliro artinya tenggang rasa, saling menghargai
• Istilah aja njiwit nek ora gelem dijiwit artinya jangan mencubit kalau tidak
ingin dicubit
• Ngapusi artinya curang
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Jakarta sebagai salah satu kota besar mempunyai daya tarik
tersendiri bagi orang desa. Keterbatasan ekonomi menyebabkan tenaga
kerja di desa harus mengambil pilihan rasional untuk mempertahankan
hidup keluarganya. Maka hampir setiap tahunnya orang-orang dari desa
berbondong-bondong pergi ke kota untuk mendapatkan penghidupan yang
lebih layak di perkotaan. Walaupun pada kenyataannya kota Jakarta sangat
sulit untuk memenuhi pelayanan masyarakat seperti perumahan,
pekerjaan, dan transportasi yang memadai.
Menurut Hartomo dan Arnicun Aziz, “Tak bisa dibantah, bahwa
kaum pendatang di kota benar-benar miskin. Kendatipun demikian,
keadaan para migran ini jauh lebih baik dari keadaan mereka di
pedesaan.”1 Inilah yang menyebabkan gelombang migrasi masuk terus
meningkat. Faktor utamanya adalah dari segi ekonomi yang menjadikan
para migran ini melakukan migrasi.
Pesatnya perkembangan kota Jakarta antara lain karena pengaruh
globalisasi menarik imigran atau orang pendatang dari berbagai etnis yang
ada di Indonesia termasuk suku Jawa untuk mencoba mencari peruntungan
dengan mencari peluang kerja di Jakarta. Kedatangan pendatang selain
menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan semakin tingginya
tingkat kepadatan penduduk setiap tahun di Jakarta, juga menambah ragam
budaya dari berbagai etnis yang ada di Jakarta.
Hal ini dikarenakan pendatang tersebut datang ke daerah yang di
diami dengan membawa budaya lokalnya masing-masing dan budaya
tersebut digunakan sebagai sarana untuk memperlihatkan bahwa mereka
sebagai suatu kelompok etnis tertentu ada dan berkembang di lingkungan
1
Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 30
1
2
masyarakat perkotaan. Berbagai macam jenis pekerjaan yang terdapat di
Jakarta baik dari pekerjaan yang bersifat formal dan informal.
Salah satu peluang usaha yang dapat dikatakan tidak akan mati
adalah usaha kuliner, seperti yang kita ketahui bahwa makan adalah
kebutuhan sehari-hari yang penting bagi individu. Kuliner di sini dapat
diartikan sebagai suatu kebutuhan hidup manusia yang berkaitan dengan
kegiatan konsumsi. Kegiatan konsumsi ini dapat bersifat kompleks ketika
bersinggungan dengan identitas budaya suatu masyarakat tertentu.
Semakin tingginya permintaan warga ibukota terhadap usaha
kuliner maka, usaha kuliner dengan basis kedaerahan menjadi laku keras.
Para pendatang ini biasanya rindu akan suasana dan masakan dari
kampung halaman. Maka tidak jarang para pendatang mencari alternatif
untuk mengatasi rindu akan kampung halaman dengan mengunjungi
tempat makan yang menyajikan berbagai macam segala sesuatu yang
terkait dengan daerahnya.
Fenomena seperti yang dikemukan di atas adalah menjamurnya
usaha informal di bidang kuliner yang menggunakan identitas daerahnya
sebagai bentuk alternatif untuk bersaing dari restoran-restoran yang
berasal dari luar Indonesia. Melahirkan kembali semangat tradisional di
perkotaan yang notabene dikelilingi oleh budaya barat atau luar. Jakarta
dibangun oleh para pendatang, sehingga tak heran jika Jakarta dikatakan
sebagai kota pendatang.
Banyak usaha kuliner tradisional yang sudah sejak lama ada di
Jakarta dan berasal dari berbagai daerah, diantara yang sudah populer
seperti Rumah Makan Padang, Warung Tegal (Warteg), Warung Sunda
(Warsun), Sate Madura, Soto Lamongan, dan sebagainya. Namun, akhirakhir ini usaha kuliner informal yang sedang berkembang dengan pesat
serta digemari kaum urban adalah angkringan atau lebih terkenal dengan
sebutan sego kucing. “Angkringan merupakan kaki lima makanan khas di
3
Yogyakarta.”2 Tempat seperti ini sangat banyak ditemui di daerah Solo
dan Yogyakarta karena merupakan daerah asalnya. Seperti yang diketahui
masyarakat Jawa adalah etnis yang paling banyak melakukan perpindahan
dari desa ke kota. Dengan melihat peluang usaha angkringan sego kucing
ini memiliki prospek untuk ke depannya akan bagus serta dapat dijadikan
alternatif pekerjaan untuk mereka masyarakat Jawa yang merantau ke
ibukota.
Angkringan merupakan gerobak penjual sego kucing, namanya
memang unik namun ini tidak ada kaitannya dengan kucing. Sego kucing
merupakan perumpamaan orang untuk nasi yang dijual hanya sekepal lalu
ditambah dengan oseng ikan teri, telur puyuh dan biasanya ditemani oleh
minuman wedang jahe ataupun kopi joss serta es teh manis. Sego kucing
sangat melegenda hal ini dikarenakan harganya yang murah, tempat
berjualan yang unik serta waktu berdagang dimulai dari malam hari hingga
menjelang subuh.
Suasana angkringan yang hangat menjadikan para pengunjung
merasakan ingin kembali datang ke angkringan. Interaksi yang terjadi di
angkringan pun begitu berbeda dari tempat-tempat makan pada umumnya.
Di dalam angkringan pengunjung mendapat sensasi yang berbeda meski
dengan fasilitas yang sangat sederhana. Para pengunjung angkringan
merasakan ketika berada di dalam angkringan semua orang melebur
menjadi satu, tidak ada yang sibuk dengan kebiasaan bermain gadget
masing-masing seperti yang seringkali di temui bila berkunjung ke tempat
makan modern.
Keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaan yang ada di
tempat makan modern saat ini. Para pengunjung yang datang ke tempat
seperti ini pada umunya datang dengan beberapa temannya kemudian
mereka hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak melibatkan orang
2
Klara Puspa Indrawati “Pembentukan Ruang Kolektif Oleh Masyarakat (Studi Kasus :
Angkringan Tugu Yogyakarta”,Skripsi pada Universitas Indonesia, 2012, h. 31, tidak
dipublikasikan.
4
lain untuk berinteraksi. Pengunjung yang datang sendirian ke tempat ini
hanya akan makan lalu pergi, karena akan terlihat aneh untuk seseorang
yang datang sendirian lalu berlama-lama ditempat seperti ini.
Berdasarkan konsep kesederhanaannya angkringan menjadi salah
satu ruang publik baru yang dimanfaatkan oleh warga kota untuk
melakukan interaksi
sosial
dengan
semangat
kekeluargaan
yang
dimunculkan pedagang angkringan yang berasal dari Jawa dengan
menggunakan simbol-simbol kedaerahan sehingga pengunjung yang juga
kebetulan berasal dari Jawa dapat merasakan seperti berada di kampung
halamannya.
Seringkali orang menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan
sesuatu tentang diri mereka, begitupula dengan yang dilakukan oleh
pedagang angkringan yang berada di Jakarta. Mereka menggunakan batik,
blangkon, dan peralatan makan serta minum yang menunjukan bahwa
mereka berasal dari Jawa. Selain simbol-simbol tersebut mereka juga
masih menggunakan bahasa daerah asal mereka walaupun saat ini mereka
sedang berada di Kota Jakarta.
Dengan menggunakan atribut kedaerahan di Kota Jakarta menjadi
salah satu upaya eksistensi para pedagang yang berasal dari luar Kota
Jakarta, selain itu penggunaan atribut daerah dapat dijadikan daya tarik
para pedagang angkringan untuk menarik para pelanggan karena
umumnya penduduk Jakarta mayoritas orang Jawa sehingga akan
membuat mereka untuk datang karena rindu suasana kampung halaman.
Daerah Pamulang, kota Tangerang Selatan pun tak luput dari
fenomena menjamurnya usaha informal dibidang kuliner. Saat ini banyak
sekali usaha informal kuliner yang muncul di daerah pamulang. Bahkan
tak jarang bila di malam hari jalanan di Pamulang macet, imbas dari
banyaknya usaha kuliner yang ada di pinggir jalan. Angkringan di
Pamulang saat ini sudah cukup banyak.
5
Tidak seperti 5 tahun yang lalu, hanya beberapa angkringan saja
yang dapat dijumpai. Pertumbuhan yang sangat pesat ini terjadi setelah
pemekaran Kota Tangerang Selatan dari Kabupaten Tangerang pada
Oktober 2008. Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan
dengan Provinsi DKI Jakarta pada sebelah utara dan timur memberikan
peluang pada Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu daerah
penyangga provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan hal diatas maka peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian ini dengan judul “Angkringan Sebagai Unsur
Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan (Studi
Deskriptif Analisis di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang
Selatan)”.
B.
Identifikasi Masalah
Masalah
dalam
penelitian
kualitatif
bertumpu
pada
suatu fokus. Tidak ada satu penelitian yang dapat dilakukan tanpa adanya
fokus. Fokus itu pada dasarnya adalah sumber pokok dari masalah
penelitian. Di dalam latar belakang masalah di atas ada beberapa masalah
yang diungkapkan. Akan tetapi, permasalahan hanya difokuskan pada
masalah
1. Faktor-faktor yang menyebabkan tumbuhnya usaha angkringan di
Tangerang Selatan sebagai usaha informal masyarakat kota.
2. Peran simbolisme kejawaan dalam angkringan di Tangerang Selatan.
3. Peran angkringan sebagai tempat interaksi sosial di masyarakat kota
Tangerang Selatan.
4. Interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penulis merumuskan
pembatasan masalah pada:
1.
Peran angkringan sebagai tempat interaksi sosial
2.
Interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan.
6
Sesuai dengan judul penelitian yaitu, Angkringan Sebagai Unsur
Tradisional Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif
Analisis Di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan).
D. Perumusan Masalah
Bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalam
angkringan sebagai unsur tradisional masyarakat perkotaan?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan utama
penelitian ini adalah, untuk mengetahui bentuk-bentuk interaksi sosial
yang terjadi di angkringan yang merupakan tempat makan berunsur
tradisional di Wilayah Kecamatan Pamulang.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai banyak manfaat, antara lain:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan
bagi dunia pendidikan, terutama para guru IPS untuk memanfaatkan
nilai-nilai interaksi sosial yang terdapat pada tempat-tempat yang
sebelumnya banyak orang yang belum mengetahuinya secara luas
kemudian menjadikannya contoh kasus berkaitan dengan pelajaran
sosiologi.
2. Secara Praktis
a. Bagi masyarakat
Mencoba menggali lebih dalam mengenai potensi-potensi
usaha informal angkringan yang dapat mempertahankan nilai-nilai
kejawaan di tengah-tengah masyarakat Kota Tangerang Selatan
yang sudah semakin heterogen.
b. Bagi Pemerintahan Daerah (Pemda)
Mampu berkontribusi baik bagi semua pihak yang
bersangkutan. Dengan tema dari penelitian ini semoga ini juga
dapat bermanfaat bagi Pemda Tangerang Selatan agar mampu
7
menangani masalah-masalah sosial yang ada di Tangerang Selatan
seperti kemiskinan, urbanisasi, penyediaan lapangan pekerjaan
yang memadai serta pengaturan dan pengembangan usaha-usaha
informal.
Bagi
pengusaha
kuliner
informal
dan
pemerintah
seharusnya bisa bekerjasama mengembangkan usaha-usaha kuliner
berbasis kedaerahan guna menjadi salah satu daya tarik wisata di
bidang kuliner bila ditata di tempat yang baik.
c. Bagi Institusi (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
positif bagi perkembangan keilmuwan sosial, baik bagi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta maupun institusi-institusi lain, terutama studi
tentang Sosiologi dan Antropologi. Sehingga secara umum dapat
memberikan kontribusi bagi kajian Ilmu Pengetahuan Sosial.
d. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi saya
sebagai penulis untuk mengembangkan ilmu yang sudah penulis
peroleh selama di perkuliahan. Dan dapat memberikan ilmu baru,
berupa sebuah pengalaman yang berharga dan menambah wawasan
peneliti dalam penggunaan metodologi penelitian, serta penelitian
ini juga sebagai ajang sarana pelatihan diri untuk terbiasa meneliti
masyarakat luar sebagai akademik di bidang Ilmu Pengetahuan
Sosial.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Angkringan
Angkringan
merupakan
kaki
lima
makanan
khas
di
Yogyakarta. “Angkringan merebak di Yogyakarta sebagai bentuk dari
imbas krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997-1998. Usaha ini
termasuk dalam usaha informal, yang berjenis warung kaki lima,
menggunakan gerobak, dan bersifat bergerak atau mobile.”1
Kata angkringan berasal dari bahasa pergaulan Jawa, angkring
atau nangkring yang memiliki arti duduk santai dan lebih bebas. Para
pembeli yang duduk di bangku kayu memanjang di sekitar gerobak
angkringan dapat mengangkat atau melipat satu kaki naik ke atas
kursi.
Angkringan merupakan salah satu bentuk variasi dari kaki
lima. Penjual kaki lima yang menggunakan pikulan juga dapat ditemui
di daerah-daerah lain. Kaki lima pikulan yang menjual makanan
dengan harga murah seperti angkringan dapat pula ditemui di Solo dan
Klaten. Menurut Klara, “Masyarakat setempat menyebut kaki lima
tersebut dengan nama hik, (hidangan istimewa kampung). Istilah ini
masih digunakan di Solo, tetapi istilah yang populer di Yogyakarta
adalah angkringan.”2
Pada awalnya, penjual angkringan tidak menggunakan gerobak
dorongan beroda dua, melainkan pikulan yang terbuat dari belahan
1
Hanum, Musyri’ah, Kiat Menekuni Bisnis Catering, Warung Tenda, Angkringan,
(Yogyakarta: ABSOLUT, 2007), h. 198.
2
Klara Puspa Indrawati, “Pembentukan Ruang Kolektif Oleh Masyarakat (Studi Kasus :
Angkringan Tugu Yogyakarta”, Skripsi pada Universtas Indonesia, 2012, h. 31, tidak
dipublikasikan
8
9
batang bambu. Di kedua ujungnya digantungkan dua set perangkat,
serta dilengkapi sebuah bangku untuk penjual. Satu set angkringan
dilengkapi alat dan bahan minuman yang akan diolah, termasuk anglo
atau tungku berbahan bakar arang. Sementara, set yang lain memuat
bahan makanan siap saji yang hanya perlu dibakar kembali di atas
tungku. Perlengkapan kios berjalan ini masih sangat sederhana
mengingat frekuensi perpindahannya cukup tinggi.3
Konsep angkringan yang kita kenal kini adalah gerobak
dorong dari kayu dengan tungku arang. Di atasnya ceret besar
berjumlah tiga buah sebagai alat utama untuk menghidangkan bahan
minuman. Tak lupa yang menambah suasana remang-remang eksotis
adalah lampu minyak kaca semprong (lampu teplok) menerangi di
tengahnya. Tempat duduk menggunakan kursi kayu panjang
mengelilingi sekitar gerobak yang dinaungi terpal plastik gulung
sebagai tenda. Perpaduan bersahaja ini menjadi estetika angkringan
yang terbentuk melawan waktu dan perkembangan jaman. Meski
begitu, inilah yang menjadi daya tarik luar biasa dari warung
angkringan.4
Dengan konsep kebersahajaan ini warung angkringan mencoba
menghadirkan berbagai pilihan menu kuliner yang bersahaja pula.
Pertama adalah makanan berupa sego kucing. Nasi bungkus daun
pisang dan koran berisi nasi seukuran kepal tangan disajikan bersama
oseng tempe, sambel teri atau sambel terasi dan yang lainnya yaitu,
gorengan, sate usus dan sate telur puyuh. Kedua adalah minuman
berupa wedang jahe, susu jahe, teh panas dan goreng-gorengan. Kita
dapat menikmatinya di waktu sore hari hingga subuh dini hari. Tidak
terlalu mahal namun dapat merasakan makanan enak khas Jawa.
3
Ibid,.
Arbany Nurul Aini, Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan
Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta), Skripsi pada Universitas Negri
Jakarta, 2013, h 49, tidak dipublikasikan.
4
10
Dalam masyarakat Jawa mengenal tiga pola makan yaitu,
makanan pokok, makanan sambilan, dan makanan jajanan. Sego
kucing yang biasa dijajakan di angkringan termasuk dalam makanan
sambilan yaitu makanan yang dimakan sebagai selingan makanan
pokok. Biasanya angkringan yang ada di daerah Pamulang baru mulai
buka pukul 17.00 hingga pukul 03.00. Mereka yang datang
keangkringan biasanya hanya untuk melepas lelah setelah satu hari
beraktifitas.
Ketertarikan masyarakat pada angkringan bukan karena hanya
semata-mata dengan makanannya namun mereka terkadang lebih
menikmati suasana santainya dengan pilihan tempat duduk yaitu
menggunakan kursi atau lesehan menggunakan terpal atau tikar yang
sudah disediakan. Perilaku konsumen bermacam-macam. Terkadang
ada pembeli yang sekedar mampir dan membeli beberapa makanan
serta minuman untuk di bawa pulang.
Tetapi banyak pula yang sengaja untuk makan dan bersantai di
angkringan. Ada pula pembeli yang datang untuk menikmati hiruk
pikuk jalan raya sambil makan dan minum di angkringan. Bagi para
anak kost angkringan merupakan tempat penyelamat mereka dari
kelaparan tetapi tidak menguras uang, karena harga makanan yang ada
di angkringan termasuk murah dan rasanya pun enak, pilihan makanan
yang ada di angkringan pun beragam jenisnya.
Dahulu warung angkringan hanya dapat ditemui di daerahdaerah tertentu saja, namun pada realitanya sekarang ini eksistensi
angkringan sudah dapat dijumpai di kota-kota besar. Salah satu hal
yang menarik di warung angkringan ini adalah suasana jagongan
(ngobrol) yang santai dan penuh humor disertai dengan diskusi
tentang berbagai hal, utamanya topik yang sedang menjadi
perbincangan publik saat itu.
11
Mereka dengan bebas dapat melakukan pembicaraan tentang
apa saja yang mereka ingin bicarakan. Dari masalah pribadi hingga
masalah politik yang sedang terjadi di negeri ini. Keberadaan
angkringan dapat ditempatkan sebagai ruang publik masyarakat di
perkotaan, ruang publik dapat dipahami sebagai kesatuan ruang privat
dimana orang-orang yang terdapat di dalamnya datang bersama-sama
sebagai publik.
Melakukan anggapan bahwa ruang tersebut syarat diatur
berdasarkan otoritas mereka untuk berpartisipasi dalam debat
mengenai berbagai macam kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan.
Angkringan dijadikan ruang untuk mengutarakan dan membicarakan
aspirasi masyarakat tentang berbagai hal yang ada. Angkringan yang
terkesan pinggiran, kini menjadi penanda kehidupan malam di sebuah
kota.
Tidak ada yang istimewa dari apa yang disajikan di angkringan
dari jenis makanan atau minuman. Karena semua yang tersaji adalah
makanan wong cilik yang apa adanya. Tapi memang keunikan,
keramahan, dan kehangatan di angkringan yang coba ditawarkan di
kota lain yang juga sangat menghargai tradisi dan kesederhanaan. Dan
pastinya, selama tungku masih menyala selama minuman hangat siap
selalu untuk disajikan, maka selama itu pula keramahan dan
keakraban suasana malam akan kita dapatkan.
Jadi, sekarang memang sudah tidak penting lagi mau
angkringan asli Jogja atau tidak, asal bisa menawarkan keramahan dan
makanan serta minuman dengan harga murah maka para pembeli akan
berdatangan. Di angkringan orang boleh makan sambil tiduran, sambil
mengangkat kaki, teriak atau mengeluarkan sumpah-serapah. Tetapi
tak jarang, angkringan jadi ajang diskusi. Angkringan lebih banyak
dikelola dan dikunjungi oleh pria.
12
Sejalan dengan budaya Jawa di bidang pertanian, sejak
pengolahan sawah hingga panen, terdapat pembagian kerja antara pria
dan wanita. Pria bertanggung jawab dalam menyiapkan sawah untuk
ditanami dan mengatur pengairan. Perempuan bertanggung jawab
terhadap segala sesuatu yang bersentuhan langsung dengan tanaman
padi, misalnya menanam dan mengetam padi.
“Pembagian kerja ini berlanjut hingga proses pengolahan
makanan dan minuman. Di keraton, setiap jam 11 akan muncul
rombongan pelayan perempuan dengan membawa berbagai
jenis makanan dan rombongan pelayan pria akan datang
dengan membawa berbagai jenis minuman. Wanita memiliki
kapasitas sebagai penopang kehidupan, dalam relasinya
dengan Dewi Sri, sehingga mereka bertanggung jawab untuk
mengolah makanan dalam rumah tangga yang bersifat
domestik. Pria diasosiasikan dengan air dan sifat yang cair,
mereka mendapat tanggung jawab mengolah minuman yang
kemudian berhubungan erat dengan makna relasi sosial”.5
Sebagian besar pengunjung datang ke angkringan dalam
jumlah lebih dari satu orang sebab angkringan juga merupakan tempat
untuk makan malam bersama. Sajian yang menemani pengunjung
selama berjam-jam adalah aneka minuman. Hal ini menunjukkan
bahwa walaupun hadir sebagai kawasan kuliner malam hari,
angkringan bukanlah tempat mengenyangkan perut seperti tempat
makan pada umumnya.
Angkringan lebih merupakan tempat berlangsungnya interaksi
sosial. Ketika pergi ke angkringan, pengunjung tidak perlu memilih
jenis makanan yang ingin dimakan melainkan angkringan mana yang
membuatnya lebih betah untuk berkumpul. Seperti yang digambarkan
oleh Revianto bahwa, “angkringan adalah tempat menjual fast food,
dalam artian cepat sekali menyajikan sekaligus slow food dalam
antrian durasi menikmatinya”.6
5
6
Ibid., h.45
Ibid., h. 46
13
2. Interaksi Sosial
a. Teori Perspektif tentang Interaksi Sosial
1. Tindakan Sosial
Max Weber melihat bahwa pokok pembahasan sosiologi
adalah tindakan sosial. Menurut Weber tindakan sosial adalah
perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi
pelakunya. Namun, tidak semua tindakan manusia dapat
dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat
disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan
dengan
mempertimbangkan
perilaku
orang
lain,
dan
berorientasi pada perilaku orang lain.7
Suatu tindakan sosial akan terjadi apabila terdapat reaksi
dari orang lain. Hal ini bersandar kepada sosial yang
merupakan hubungan yang terjadi diantara sesama manusia.
Suatu tindakan yang tidak berorientasi terhadap perilaku orang
lain tidak dapat dikatakan suatu bentuk tindakan sosial.
2. Interaksionisme Simbolik
Teori interaksionisme simbolik ini berkembang pertama
kali di Universitas Chicago dan juga dikenal sebagai aliran
Chicago. Tokoh utamanya berasal dari berbagai Universitas
diluar Universitas itu sendiri. George Herbet Mead secara rinci
membahas hubungan antara seseorang, dirinya, dengan
masyarakat. Teori interaksionisme simbolik adalah setiap
isyarat nonverbal (body language, gerak fisik, baju, dan status)
dan pesan verbal (seperti kata-kata dan suara) yang dimaknai
berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang
7
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
UI, 2004), h. 12
14
terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol
mempunyai arti sangat penting.8
Suatu
dikarenakan
simbol
didalam
mempunyai
suatu
peranan
simbol
penting,
terdapat
hal
makna
ini
yang
terkandung. Bentuk-bentuk simbol terdapat dalam verbal dan
nonverbal.
b. Pengertian Interaksi Sosial
Setiap orang mudah bergaul dengan orang lain melalui
berbicara
atau
komunikasi,
bersalaman,
bercanda,
bahkan
bermusuhan itu semua merupakan tindakan yang dinamakan
interaksi sosial. Maka hal tersebut merupakan intisari kehidupan
sosial. Artinya, kehidupan sosial tampak secara jelas dalam
berbagai cara pergaulan seseorang dengan orang lain.
Menurut Basrowi, “salah satu sifat manusia adalah
keinginan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dan
disitulah terjadi suatu hubungan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Melalui hubungan itu manusia ingin menyampaikan maksud,
tujuan dan keinginannya. Sedangkan untuk mencapai keinginan itu
harus diwujudkan dengan tindakan melalui hubungan timbalbalik.”9 Dengan demikian, hampir semua kegiatan manusia
dilakukan dengan orang lain. Landasan dari adanya hasrat tersebut
adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “interaksi adalah
hubungan sosial yang dinamis antara orang perseorangan, antara
perseorangan dan kelompok, dan antara kelompok dengan
kelompok.”10
8
Ibid, h. 22
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h.138
10
Departemen Pendidikan Nasional, KamusBesar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 542
9
15
Sedangkan menurut Gillin dan Gillin) yang dikutip oleh
Soekanto, bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang
juga dapat dinamakan proses sosial), oleh karena interaksi sosial
merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,
maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.11
Seperti yang dikutip Yusron Razak, menurut Bonner
“interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua orang lebih
sehingga kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah,
atau memperbaiki kelakuan individu yang lain dan sebaliknya.”12
Sedangkan menurut Young, “interaksi adalah kontak timbal balik
antar dua orang lebih.”13 Dan menurut psikologi tingkah laku
(behavioristic psychology), “interaksi sosial berisikan saling
perangsang dan pereaksian antara kedua belah pihak individu.”14
Interaksi sosial bila di lihat lebih jauh lagi terbagi ke dalam
beberapa jenis. Salah satunya adalah interaksi kultural seperti yang
diungkapkan oleh Yusron Razak, “Interaksi kultural ialah
hubungan seseorang dengan kebudayaan kelompoknya, artinya
berhubungan dengan orang orang lain sambil mempelajari
kebudayaan kelompok orang-orang itu.”15
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa,
Proses sosial yang terjadi terus menerus antar sesama manusia
sehingga terjadinya aktivitas-aktivitas sosial dan ini merupakan
bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial adalah
hubungan-hubungan sosial dinamis yang menyangkut hubungan
11
h.55
12
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada).
Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Tangerang: Mitra Sejahtera, 2008), h. 57
Ibid.
14
Ibid.
15
Ibid, h. 58
13
16
antar perseorangan, individu dengan kelompok, dan kelompok
dengan kelompok lainnya.
Interaksi sosial merupakan kunci dalam sendi-sendi
kehidupan sosial karena tanpa berlangsungnya proses interaksi
tidak mungkin terjadi aktivitas dalam kehidupan sosial. Secara
sederhana interaksi sosial dapat terjadi apabila dua orang saling
bertemu, saling menegur, saling berkenalan, dan memengaruhi.
Pada saat itulah interaksi sosial terjadi.
Oleh karena itu, apapun yang dilakukan oleh individu di
tengah masyarakat untuk menciptakan suatu kegiatan yang bisa
bersatu dengan individu lainnya dan bisa menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat bagi kehidupan bersama merupakan tindakan
yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat
secara umumnya. Maka hal itu bisa memungkinkan untuk
terjadinya aktivitas-aktivitas di dalam masyarakat dan itu
merupakan proses terbentuknya interaksi sosial.
Interaksi sosial juga sangat berguna untuk mempelajari
berbagai permasalahan masyarakat yang ada. Dengan mengetahui
serta memahami pola interaksi yang sedang terjadi disuatu
masyarakat maka akan tahu perihal kondisi-kondisi suatu
masyarakat. Apakah masyarakat itu hidup dengan keadaan baikbaik saja atau sedang ada masalah yang terjadi.
Interaksi sosial kelihatannya sederhana. Orang bertemu lalu
berbicara atau sekedar bertatap muka. Padahal sebenarnya interaksi
sosial merupakan suatu proses yang cukup kompleks. Hal itu
tergantung pada situasi dan kondisinya. Interaksi sosial mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
a) Adanya pelaku dengan jumlah lebih dari satu
b) Adanya komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbolsimbol
17
c) Ada dimensi waktu yang menentukan sifat aksi yang sedang
berlangsung
d) Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya
tujuan tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamat.16
c. Faktor-Faktor Interaksi Sosial
Ada beberapa faktor-faktor yang mendasari berlangsungnya
interaksi sosial, yaitu:
1. Faktor Imitasi
Faktor imitasi mempunyai peranan sangat penting dalam
proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah
bahwa imitasi dapat membawa seseorang mematuhi kaidahkaidah yang berlaku.
2. Faktor Sugesti
Dalam ilmu jiwa sosial sugesti dapat dirumuskan sebagai satu
proses dimana seorang individu menerima suatu cara
penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang
lain tanpa dikritik terlebih dahulu.
3. Faktor Identifikasi
Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi
identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun
batiniah. Di sini dapat mengetahui, hubungan sosial yang
berlangsung pada identifikasi adalah lebih mendalam daripada
hubungan yang berlangsung atas proses-proses sugesti
maupun imitasi.
4. Faktor Simpati
Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap
orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional,
melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada
16
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 139.
18
proses identifikasi. Bahkan orang dapat tiba-tiba merasa
tertarik pada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan
cara-cara tingkah laku menarik baginya.17
Dari keempat faktor diatas, dapat disimpulkan bahwa
interaksi sosial dapat terjadi karena adanya faktor imitasi, sugesti,
identifikasi, simpati yang terdapat dalam suatu tindakan sosial
yang kemudian berubah menjadi suatu interaksi sosial. Dari
penjelasan
faktor
diatas
interaksi
merupakan
kegiatan
memengaruhi, mengubah dan memperbaiki kelakuan individu
yang lain.
Interaksi sosial terjadi tidak terlepas dari adanya proses
timbal-balik yang mempengaruhi seseorang yang saling mengerti
maksud serta tujuan masing-masing pihak saat proses itu terjadi.
Cara mempengaruhi seseorang biasanya melalui kontak. Kontak
disini biasanya berlangsung melalui kegiatan fisik, seperti dalam
mengobrol, mendengar, melihat, memberikan isyarat-isyarat
dengan menggerakkan badan dan lain-lain, atau secara tidak
langsung melalui tulisan dan media-media komunikasi lainnya.
d. Syarat-Syarat Interaksi Sosial
Dalam proses sosial, baru dikatakan terjadi interaksi sosial
apabila telah memenuhi persyaratan sebagai aspek kehidupan
bersama, yaitu:
a) Kontak sosial (social contact)
Istilah kontak berasal dari kata Latin, yaitu crun atau con, yang
berarti bersama-sama dan tangere yang berarti menyentuh.
Secara harfiah, kontak berarti bersama-sama menyentuh. Akan
17
Elly M. Setiadi, Kama A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar,
(Jakarta: Prenada Media Gruop, 2007), h. 93
19
tetapi dalam pengertian sosiologis, dapat dikatakan bahwa
bersentuhan tidak perlu menjadi syarat utama terjadinya kontak.
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yang
pertama antara orang-perorangan. Proses ini terjadi melalui
sosialisasi, yaitu suatu proses di mana anggota masyarakat yang
baru mempelajari nilai-nilai dan norma-norma di dalam
masyarakat dimana dia menjadi anggota. Kedua ialah antara
orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau
sebaliknya, misalnya apabila seseorang merasakan bahwa
tindakan-tindakannya
berlawanan
dengan
norma-norma
masyarakat. Dan yang ketiga antara suatu kelompok manusia
dengan kelompok manusia lainnya.
b) Komunikasi (communication)
Arti terpenting komunikasi adalah suatu proses seseorang
memberikan tafsiran pada perilaku orang lain. Melalui tafsiran
pada perilaku pihak lain, seseorang mewujudkan perilaku
sebagai reaksi terhadap maksud atau peran yang ingin
disampaikan oleh pihak lain itu. Dapat terwujud melalui
pembicaraan, gerak-gerik badan atau sikap perasaan-perasaan
yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.18
Dari penjelasan syarat-syarat interaksi sosial penulis dapat
menyimpulkan bahwa, interaksi sosial terjadi apabila suatu
kegiatan telah terdapat kontak sosial dan komunikasi didalamnya.
Dengan adanya komunikasi tersebut, mereka yang ada di dalam
komunikasi ini mampu memutuskan reaksi apa yang harus
dilakukan karena sudah mengetahui sikap dan perasaan dari pihak
lain. Meskipun begitu kontak dapat terjadi tanpa komunikasi.
18
Basrowi Op,cit., h. 140
20
e. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Dalam interaksi terdapat bentuk-bentuk yang terjadi,
bentuk dari interaksi ini lahir karena interaksi itu sendiri di lakukan
oleh dua belah pihak. Masing-masing pihak akan menunjukkan
reaksinya masing-masing akibat adanya kontak serta komunikasi
yang terjadi dalam interaksi sosial.
Seperti
yang
diungkapkan
Basrowi,
“Bentuk-bentuk
interaksi sosial secara mendasar ada empat macam bentuk interaksi
sosial yang ada dalam masyarakat. 1) kerjasama (cooperation), 2)
persaingan (competition), 3) akomodasi
atau penyesuaian diri
(accomodation), 4) pertentangan atau pertikaian (conflict).”19
Akan tetapi, bentuk pokok interaksi sosial tidak terjadi
secara berkesinambungan. Bila melihat urutan bentuk interaksi
sosial tersebut bisa dikatakan suatu interaksi dimulai dari adanya
kerjasama, kemudian menjadi sebuah persaingan lalu akomodasi
dan berakhir dengan pertentangan. Akan tetapi, semua itu bisa
terjadi berdasarkan pada situasi atau kondisi tertentu.
Ada pula bentuk suatu interaksi diawali dengan adanya
persaingan. Lalu selanjutnya akan menjadi pertikaian dan terjadi
akomodasi kemudian mengahasilkan kerjasama. Semua tergantung
pada reaksi atau respon yang diberikan oleh pihak-pihak yang
melakukan interaksi.
Dalam penggolongan yang lebih luas tentang bentuk-bentuk
interaksi sosial menurut Ng Philipus dan Nurul Aini, bahwa Gillin
dan Gillin melihat adanya dua macam proses yang timbul akibat
terjadinya interaksi sosial. “pertama, proses asosiatif (processes of
association) yang terbagi dalam tiga bentuk khusus: kerjasama,
akomodasi,
19
Ibid., h. 145
asimilasi
dan akulturasi.
Kedua,
proses
yang
21
disasosiatif (processes of disasociation) yang terbagi lagi kedalam
bentuk: persaingan, kontravensi dan pertikaian (conflict).”20
1. Proses asosiatif (association processes), yang mendukung
seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan atau maksud
tertentu. Adapun proses ini dibedakan menjadi tiga bentuk,
yaitu:
a. Kerjasama (cooperation)
Para sosiolog menganggap bahwa kerjasamalah yang
merupakan proses utama. Memahami kerjasama untuk
menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi
sosial atas segala macam bentuk interaksi tersebut dapat
dikembalikan pada kerjasama.21 Betapa pentingnya
fungsi kerjasama digambarkan oleh Charles H. Cooley
di dalam bukunya Sociological Theory and Social
Research. Yang dikutip oleh Soerjono Soekanto:
“Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa
mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang
sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai
cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri
sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan
tersebut; kesadaran akan adanya kepentingankepentingan yang sama dan adanya organisasi
merupakan fakta-fakta yang terpenting dalam
kerjasama yang berguna”.22
b. Akomodasi
Akomodasi mengarah pada dua arti yang menunjuk
suatu
keadaan
menunjukkan
dan
suatu
proses.
keadaan
Akomodasi
berarti
ada
yang
suatu
keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara
individu atau kelompok manusia dalam kaitannya
20
Ng. Philipus. Nurul Aini, Sosiologi dan Politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2009), h. 23
21
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012), h. 65
22
Ibid., h.66
22
dengan norma dan nilai sosial dalam masyarakat.
Sebagai suatu proses, akomodasi yang menunjukkan
usaha manusia untuk menyelesaikan suatu pertentangan
yaitu usaha untuk mencapai suatu kestabilan.23
c. Asimilasi
Asimilasi adalah proses sosial dalam taraf lanjut.
Ditandai dengan adanya usaha untuk mengurangi
perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau
kelompok manusia. Meliputi usaha untuk meningkatkan
semangat kesatuan dan persatuan diantara mereka
dengan cara mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan
proses mental dengan memerhatikan kepentingan dan
tujuan bersama. 24
2. Proses disasosiatif, dalam proses ini dibedakan menjadi 3 yaitu:
a. Persaingan
Persaingan adalah suatu proses sosial dimana individu atau
kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui
bidang kehidupan yang menjadi perhatian umum. Berbagai
cara dilakukan dengan menarik perhatian publik atau
membuat prasangka, sehingga mempertajam prasangka
tanpa melakukan kekerasan. Ada beberapa tipe persaingan,
yaitu:
persaingan
ekonomi,
persaingan
kebudayaan,
persaingan kedudukan dan peranan, dan terakhir persaingan
ras.25
b. Kontravensi
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk
proses sosial yang berada antara persaingan antara
23
Ng. Philipus, dan Nurul Aini, Sosiologi dan Politik, (Jakarta; PT Raja Grafindo
Persada), h.25
24
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; PT Raja Grafindo persada
1998), h.73
25
Ng. Philipus, dan Nurul Aini. loc.cit. h. 29
23
persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi
ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai
diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka
yang
disembunyikan,
kebencian,
atau
keragu-raguan
terhadap kepribadian seseorang.26
c. Pertentangan
Hal ini terjadi karena suatu pribadi atau kelompok
menyadari adanya perbedaan tertentu yang terdapat diantara
kelompok-kelompok
masyarakat
lain.
Perbedaan
ini
meliputi ciri-ciri fisik, emosi, unsur kebudayaan, pola
perilaku, perbedaan dalam tingkatan ekonomi, perbedaan
agama dan perbedaan lainnya.27
Dalam kontak sosial dapat terjadi hubungan yang positif
dan negatif, adapun kontak sosial yang bersifat positif terjadi
karena hubungan antara kedua belah pihak yang saling pengertian
dan menguntungkan dari masing-masing pihak yang mengarah
pada bentuk kerjasama. Sehingga, hubungan dapat berlangsung
lebih lama dan bahkan berulang-ulang. Sedangkan kontak yang
negatif sebaliknya terjadi karena hubungan antara kedua belah
pihak tidak pengertian atau merugikan salah satu pihak ataupun
keduanya, sehingga mengakibatkan suatu pertentangan atau
konflik.
Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat simpulkan
bahwa, bentuk-bentuk interaksi pada dasarnya adalah asosiatif dan
disasosiatif.
Asosiatif
sendiri
merupakan
proses
menuju
terbentuknya persatan atau integrasi sosial. Disasosiatif merupakan
proses perlawanan. Di dalam asosiatif mempunyai bentuk-bentuk
antara lain, kerja sama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi. Dan
26
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada,
1998), h.87
27
Ng. Philipus, dan Nurul Aini. loc.cit. h. 32
24
disasosiatif sendiri dibedakan kedalam tiba bentuk yaitu,
persaingan, kontravensi, dan pertentangan.
3. Masyarakat Perkotaan
a. Teori Perspektif Tentang Masyarakat
1. Perspektif Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik
Perbedaan dalam pengelompokkan ini secara rinci dibahas
oleh Emile Durkheim. Durkheim membedakan antara antara
kelompok yang didasarkan solidaritas mekanik dan kelompok
yang didasarkan pada solidaritas organik. Solidaritas mekanik
merupakan ciri yang menandai masyarakat masih hidup
sederhana.
Dalam masyarakat solidaritas mekanik kelompok manusia
tinggal secara tersebar dan hidup secara terpisah. Masingmasing kelompok dapat memenuhi keperluan mereka masingmasing tanpa memerlukan bantuan dari kelompok lain.
Solidaritas organik merupakan solidaritas yang mengikat
masyarakat dan telah mengenal pembagian kerja secara rinci
dan dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian.28
Dapat disimpulkan bahwa, solidaritas mekanik merupakan
masyarakat yang tinggal di pedesaan. Sedangkan, solidaritas
organik merupakan masyarakat yang tinggal di perkotaan.
b. Pengertian Masyarakat
Masyarakat pada umumnya sudah memiliki kedekatan satu
sama lain. Kedekatan ini terjadi dikarenakan mereka sudah lama
mengenal masing-masing dan menjalani rutinitas kehidupan di
dalam lingkungan yang sama. Ini yang menyebabkan mereka harus
melakukan adanya interaksi satu sama lain. Tak jarang mereka
sudah menganggap satu sama lain seperti saudara.
28
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
UI, 2004), h. 128
25
Menurut Basrowi, “Istilah masyarakat berasal dari bahasa
Arab syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Di dalam
bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin
socius, berarti kawan.”29
Sedangkan menurut Koentjaraningrat, “Masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah
ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat
mempunyai prasarana agar warganya dapat saling berinteraksi.
Negara modern misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan
berbagai macam prasarana, yang memungkinkan para warganya
untuk berinteraksi secara intensif, dan dengan frekuensi yang
tinggi.”30
Masyarakat memiliki ciri-ciri seperti yang dikemukakan
oleh Elly M. Setiadi beserta kawan-kawan, “ 1) kumpulan orang,
2) sudah terbentuk dengan lama, 3) sudah memiliki system social
atau struktur sosial tersendiri, 4) memiliki kepercayaan, sikap, dan
perilaku yang dimiliki bersama.”31
Seperti yang dikutip Basrowi dari pendapat Ralph Linton,
“masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama
dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan
dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batas-batas
tertentu.”32
Di dalam masyarakat juga harus memiliki suatu sistem
yang
dibentuk
dari
hubungan
antar
mereka.
Menurut
Koentjaraningrat bahwa, “Ikatan yang membuat suatu kesatuan
manusia menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku yang
khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam batas kesatuan
29
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 37
Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 115
31
Elly M. Setiadi. Rama Abdul Hakam. Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,
( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.80
32
Ibid., h. 38
30
26
itu. Lagipula, pola itu harus bersifat mantap dan kontinu, dengan
perkataan lain, pola khas itu harus sudah menjadi adat istiadat yang
khas.”33
Menurut Abu Ahmadi yang di kutip Basrowi, menyatakan
bahwa
“masyarakat harus mempunyai ciri-ciri: a) harus ada
pengumpulan manusia dan harus banyak, bukan pengumpulan
binatang. b) telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di
suatu daerah tertentu. c) adanya aturan-aturan atau undang-undang
yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan
tujuan bersama.”34
Jadi dapat disimpulkan, masyarakat adalah kumpulan
individu yang hidup bersama dalam waktu yang cukup lama dan
bukan hanya kumpulan atau kerumunan orang dalam waktu sesaat,
seperti kerumunan orang di terminal atau pasar. Dan di dalam
kebersamaan yang cukup lama terjadi interaksi sosial.
c. Masyarakat Perkotaan
Antara desa dan kota secara secara sepintas kilas hanya
mengenai perbedaan geografisnya saja, tetapi bila dilihat secara
mendasar tidaklah demikian. Kota dan desa mempunyai perbedaan
yang unik dan kompleks sekali. Baik dilihat dari segi jumlah
penduduknya, sosial ekonominya, kebudayaan, tata nilai dan
normanya.
Kota adalah sebagai pusat pendomisian yang bertingkattingkat
sesuai
dengan
sistem
administrasi
negara
yang
bersangkutan. Di samping itu kota juga merupakan pusat dari
kegiatan-kegiatan kebudayaan, sosial, ekonomi, dan komunikasi.
Sehingga dengan adanya sistem komunikasi dan transportasi yang
baik, tidaklah aneh kalau kota tersebut merupakan jaringan
33
Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h.
34
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 41
117
27
ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kota
itu sendiri bahkan negara pada umumnya. Maka dari itu bagi kota
yang letaknya strategis baik dari lalu lintas darat, laut maupun
udara, akan berkembang dengan pesat.
“Seorang sosiolog Belanda merumuskan kota sebagai suatu
pemukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar
daripada kepadatan wilayah nasional, dengan struktur mata
pencaharian non-agraris dan tataguna tanah yang beraneka ragam,
serta dengan pergedungan yang berdirinya berdekatan.”35
Menurut S. Menno dan Mustaman Alwi, Dilihat dari segi
fisik,
“kota adalah suatu pemukiman yang mempunyai bangunanbangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan yang
mempunyai sarana dan prasarana serta fasilitas-fasilitas yang
relatif memadai guna memenuhi kebutuhan penduduknya.
Rumusan ini terlepas dari besarnya jumlah penduduk. Yang
utama disini ialah gedung-gedung dan bangunan-bangunan
yang letaknya berdekatan, dan memiliki sarana dan prasarana
umum serta lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan
bersama penduduknya”.36
Pertambahan penduduk dan kemajuan teknik merupakan
dua hal yang sangat besar pengaruhnya atas situasi dan
perkembangan masyarakat. Perkembangan yang dimaksud adalah
suatu pertumbuhan yang menjadikan masyarakat selalu berubah
(bertambah). Makin besar pertambahan penduduk, makin nampak
pula ciri perkotaan suatu tempat. Pertambahan penduduk ada dua
kemungkinan, yaitu adanya kelahiran maupun perpindahan.
Pertambahan karena perpindahan yang biasanya sangat kuat
atau besar. Penduduk dari desa-desa sekitar kota tertentu banyak
berdatangan untuk mencari pekerjaan dan nafkah di luar agraris.
Sebab di kota dianggap dapat menciptakan berbagai pekerjaan,
35
S. Menno dan Mustamin Alwi, Antropologi Perkotaan, (Jakarta: CV Rajawali, 1992),
36
Ibid.,
h. 24
28
sehingga mengundang anggota masyarakat di sekitarnya untuk
datang ke kota. Sehingga tidak aneh kalau di kota jumlah
penduduk cepat bertambah.
Semakin padat penduduk kota, maka berkurang kebebasan
indvidu, semakin tajam persaingan antar manusia sehingga akan
mendorong
terciptanya
organisasi-organisasi
kolektif,
demi
terjaminnya kebutuhan hidup serta pembelaan kepentingan mereka.
Ikatan sosial dan ikatan kekeluargaan menjadi lemah, pudar, dan
menghilang, sedang yang ada hanyalah organisasi kolektif dan
organisasi resmi.
Sebuah kota pada hakikatnya merupakan suatu tempat
pertemuan antara bangsa. Di desa lapangan gerak tidak terlalu luas
karena adanya ikatan adat serta sistem pengendalian sosial (social
control) yang agak kuat. Sehingga hubungan antara kota dengan
daerah sekitarnya di dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi
mempunyai pengaruh yang aktif. Walaupun kota memiliki fungsi
demikian terhadap daerah sekitarnya, akan tetapi kehidupan fisik
kota tergantung pada daerah sekitarnya itu.37
Walaupun jumlah penduduknya padat, hidup berdekatan
satu sama lain, tetapi hubungan diantara mereka terjadi sepintas
kilas saja, kurang akrab dan dingin. Hidup di antara tetangga yang
sangat berdekatan, tetapi terasa sepi dan hampa. Perasaan malu,
enggan, gengsi dan takut menjiwai setiap anggotanya (masyarakat
kota) dalam menjalin hubungan bertetangga. Semua tali hubungan
dijalin secara formal dan kaku. Sifat kerukunan dan gotong royong
yang asli dan menjadi tradisi telah menipis, yang diganti dengan
sifat individualistis dan materialistis.
Masyarakat kota lebih mengarah pada perhitungan rugi laba
yaitu yang memberi keuntungan pada dirinya. Sifat gotong royong
37
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada
2005) h. 158
29
mereka ganti dengan uang, sedang ia sendiri akan melakukan
pekerjaan lain yang lebih menguntungkan. Di dalam hidup
bertetangga saling bersaing, yang diukur secara materi yang
dimilikinya.
Maka dari itu hidup di kota sebenarnya kurang aman atau
tenteram, di samping individualistis dan kikir. Rasa suka atau duka
harus dipikul sendiri oleh anggota masyarakat yang bersangkutan
bersama keluarganya. Uluran tangan dari para tetangga sulit untuk
diharapkan. Namun juga pernah kita jumpai ada anggota
masyarakat yang juga dermawan tetapi itupun terjadi sangat jarang.
Bahkan sifat dermawan tersebut kadang-kadang mempunyai
maksud tertentu.
Bagi masyarakat kota kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa (kehidupan magis religius), biasanya cukup terarah dan
ditekankan pada pelaksana ibadah. Upacara-upacara keagamaan
sudah berkurang, demikian pula upacara-upacara adat sudah
menghilang. Hal ini disebabkan bahwa masyarakat kota sudah
menekankan pada rasional pikir dan bukan pada emosionalnya.
Semua kegiatan agama, adat berlandaskan pada pengetahuan dan
pengalaman yang mereka miliki.
Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat
perkotaan, juga terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya
terhadap keperluan-keperluan hidup. Di desa-desa yang utama
adalah perhatian khusus terhadap keperluan utama daripada
kehidupan, hubungan-hubungan untuk memperhatikan fungsi
pakaian, makanan, rumah dan sebagainya. Lain dengan orangorang kota yang mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda.
Soerjono Soekanto menjelaskan, ada beberapa ciri lagi
yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu:
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan
kehidupan agama di desa. Ini disebabkan cara berpikir yang
30
rasional, yang didasarkan pada perhitungan eksak yang
berhubungan dengan realita masyarakat.
2. Orang kota pada umumnya, dapat mengurus dirinya sendiri
tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini
adalah manusia perseorangan atau individu. Di desa orang lebih
mementingkan kelompok atau keluarga.
3. Pembagian kerja diantara warga kota juga lebih tegas dan punya
batas-batas nyata. Di kota, tinggal orang-orang dengan aneka
warna latar belakang sosial dan pendidikan yang menyebabkan
individu memperdalami suatu bidang kehidupan khusus. Ini
melahirkan suatu gejala bahwa warga kota tak mungkin hidup
sendirian secara individualistis.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga
lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa, karena
sistem pembagian kerja yang tegas tersebut diatas.
5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat
perkotaan, menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih
didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
6. Jalan kehidupan yang cepat dikota mengakibatkan pentingnya
faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat
penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang
individu.
7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota,
karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar.38
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara
masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan. Sebenarnya
perbedaan tersebut tidak mempunyai hubungan dengan pengertian
masyarakat
38
157
sederhana
karena
dalam
masyarakat
modern,
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 156-
31
seberapapun kecilnya desa pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota.
Pembedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat
perkotaan karena adanya hubungan konsentrasi penduduk dengan
gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisme.
Masyarakat perkotaan yang mana kita ketahui itu selalu
identik dengan sifat yang individual, egois, materialistis, penuh
kemewahan, dikelilingi gedung-gedung yang menjulang tinggi,
perkantoran yang mewah dan pabrik-pabrik yang besar. Asumsi
dasar kita tentang kota adalah tempat kesuksesan seseorang.
Dari penjelasan masyarakat perkotaan diatas, penulis dapat
simpulkan bahwa masyarakat perkotaan lebih dipahami sebagai
kehidupan komunitas yang memiliki sifat kehidupan dan ciri-ciri
kehidupannya berbeda dengan masyarakat pedesaan. Akan tetapi,
kenyataannya di perkotaan juga masih banyak terdapat beberapa
kelompok pekerja-pekerja di sektor informal, misalnya tukang
becak, penjual angkringan, tukang sapu jalanan, pemulung samapai
pengemis. Bila kita telusuri masih banyak juga terdapat
perkampungan-perkampungan kumuh tidak layak huni.
4. Kebudayaan
a. Teori Perspektif tentang Kebudayaan
1. Perspektif Fungsionalis
Kalangan
fungsionalis
cenderung melihat
perubahan
kebudayaan sebagai bentuk disfungsional bagi sistem sosial.
Fungsionalisme lebih melihat bagaimana komponen-komponen
kebudayaan berjalan dalam masyarakat daripada menganalisa
perubahan-perubahan kebudayaan.
Kalangan fungsionalis mengutamakan solidaritas dalam hal
perbedaan budaya dalam konteks bagaimana unsur-unsur
32
budaya bisa memperbaiki atau mempertahankan keseimbangan
sosial.39
2. Perspektif Marxian
Marxian berpendapat bahwa, “kebudayaan itu diciptakan
oleh kelompok dominan dalam masyarakat yang memanfaatkan
ide
dan
nilai-nilai
kebudayaan
untuk
meningkatkan
kepentingan diri mereka sendiri. Karena itu perspektif ini
melihat
kebudayaan
sebagai
salah
satu
alat
unutk
mendominasi”.40
Marxian menganggap perubahan kebudayaan sebagai aspek
yang diharapkan dalam kehidupan sosial.
b. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan menurut Koentjaraningrat, “berasal dari kata
Latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama
mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture
sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah
dan mengubah alam.”41
Kebudayaan merupakan posisi penting dalam kehidupan
manusia. Dengan begitu, tidak ada masyarakat yang tidak
memiliki kebudayaan dan begitupun sebaliknya, tidak ada
kebudayaan tanpa masyarakat, dimana masyarakat sebagai wadah
dan pendukungnya, sehingga fungsi kebudayaan itu sendiri dapat
dijadikan sebagai faktor pendorong dalam perubahan sosial yang
terjadi di masyarakat atau masyarakat dapat menentukan sikapnya
sendiri terhadap dunia berdasarkan pada pengetahuan yang ada
pada kebudayaan.
39
Ibid., h. 67
Ibid.
41
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h.
40
146
33
Seperti yang dikutip dalam buku karangan Abu Ahmadi,
“masyarakat tidak dapat dipisahkan dari pada manusia,
karena hanya manusia saja yang hidup bermasyarakat,
yaitu hidup bersama-sama dengan manusia lain dan
saling memandang sebagai penanggung kewajiban dan
hak. Sebaliknya manusiapun tidak dapat dipisahkan
dari masyarakat. Seorang manusia yang tidak pernah
mengalami hidup bermasyarakat, tidak dapat
menunaikan bakat-bakat kemanusiaannya yaitu
mencapai kebudayaan. Dengan kata lain dimana orang
hidup bermasyarakat, pasti akan timbul kebudayaan”.42
Dapat
penulis
simpulkan
bahwa,
kebudayaan
merupakan sebuah pedoman menyeluruh bagi kehidupan
yang kemudian digunakan untuk menginterpretasi dan
memanfaatkan lingkungan beserta isinya bagi pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan hidup.
c. Bentuk-Bentuk Kebudayaan
Ada
beberapa
cara
yang
dapat
dipakai
untuk
menggambarkan. Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan
menjadi tiga, yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide,
gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya. Wujud
kebudayaan ini bersifat abstrak, tidak dapat diraba atau
difoto. Lokasinya ada di dalam alam pikiran warga
masyarakat tempat kebudayaan itu hidup.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud
dari kebudayaan ini disebut sistem sosial mengenai
tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi,
berhubungan dan bergaul satu sama lain selalu menurut
pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
42
Abu Ahmadi, Pengantar Sosiologi, (Semarang:C.V. Ramadhani, 1975), cet. 1, h.57.
34
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya
manusia. Berupa seluruh hasil fisik dan aktivitas,
perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat. 43
Dari
penjelasan
bentuk-bentuk
kebudayaan
diatas
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa, terdapat tiga wujud
kebudayaan. Pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma. Wujud ini masih
berupa pemikiran saja dan belum ada wujud fisiknya. Kedua,
wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola. Wujud ini berupa kebudayaan yang
dituangkan menjadi suatu kegiatan kehidupan manusia.
Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.
Wujud ini sudah sepenuhnya dapat kita lihat wujudnya
karena sudah tertuang dalam suatu media atau karya manusia.
d. Unsur Tradisional Kejawaan
Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat
baik berwujud sebagai komunitas desa, kota, sebagai kelompok
kekerabatan, atau kelompok adat yang lain bisa menampilkan
suatu corak khas yang terutama terlihat oleh orang diluar warga
masyarakat bersangkutan. Corak khas dari suatu kebudayaan bisa
tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil
berupa suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk khusus atau
karena diantara pranata-pranatanya ada suatu pola sosial khusus.
Dapat juga karena warganya menganut suatu tema budaya khusus.
Berdasarkan corak khusus, suatu kebudayaan dapat dibedakan dari
kebudayaan lain.44
43
Koentjaraningrat, op.cit., h. 150-151
Arbany Nurul Aini, Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan
Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta), Skripsi pada Universitas Negri
Jakarta, 2013, h 52, tidak dipublikasikan.
44
35
Kebudayaan dalam hal ini budaya Jawa merupakan suatu
sistem yang berhubungan dengan simbol-simbol tertentu, dikenal
dan
diketahui
serta
disebarkan
oleh
masyarakat
yang
bersangkutan. Etnis Jawa merupakan salah satu etnis di Indonesia
yang memiliki berbagai macam simbol untuk menunjukkan
identitasnya sebagai masyarakat Jawa, seperti bahasa, tata busana,
perilaku, dan cita rasa. Bahasa Jawa terdiri dari dua macam yaitu
bahasa Jawa kasar dan bahasa Jawa halus.
“Dengan mengingat budaya dianggap sebagai simbol, yang
mengandung makna-makna tertentu, berarti ada sesuatu di dalam
kebudayaan yang perlu dibaca, ditafsir maknanya sehingga pada
gilirannya hasil pemaknaan dan penafsiran tersebut akan diketahui
dan dibagikan kepada masyarakat serta diwariskan pada generasi
sebelumnya.”45
Penggunaan bahasa Jawa yang dilakukan oleh para
pedagang angkringan juga dapat menjadikan sebagai identitas
mereka berasal, dan hampir seluruh pelanggan yang datang ke
angkringan memanggil pedagang dengan sebutan pakde. Dalam
kesehariannya
pedagang
angkringan
masih
sangat
sering
menggunakan bahasa Jawa untuk melayani para pelanggannya.
Mulai dari para pelanggan datang sering kali mereka disambut
dengan sapaan khas Jawa yaitu, monggo mas’e dan monggo
mbak’e yang bila diartikan dalam bahasa Indonesia memiliki arti
silahkan mas yang merupakan sapaan untuk laki-laki dan mbak
sapaan khas untuk perempuan. Dengan demikian pedagang
angkringan menggunakan bahasa Jawa sebagai salah satu identitas
yang digunakannya.
Selain bahasa sebagai identitas adapula batik yang kerap
digunakan oleh pedagang angkringan. Batik merupakan salah satu
warisan budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Dengan adanya
45
John Scott, Sosiologi the Key Concepts, (Jakarta: PT. Grafindo, 2011), h. 72.
36
warisan budaya ini seharusnya menjadi sebuah tantangan untuk
seluruh masyarakat Indonesia bagaimana dapat mempertahankan
dan melestarikan batik, karena dengan demikian batik dapat
dijadikan salah satu identitas negara Indonesia pada umumnya
atau menjadi identitas masyarakat Jawa pada khususnya.
Thomas Kitley mengemukakan bahwa, “batik digemari dan
dipakai, bahkan mampu bertahan sebagai busana keseharian, baik
sebagai busana resmi ataupun untuk setengah resmi. Itulah
mengapa batik memiliki status dalam masyarakat Jawa.”46
Perubahan
dinamika
dan
perubahan
pranata
sosial
memberikan dampak perilaku budaya terutama kebutuhan
manusia. Batik dipakai sebagai busana yang dianggap mempunyai
nilai status. Perkembangan batik saat ini sudah cukup pesat batik
tidak hanya dipakai pria maupun wanita sebagai jarik (kain)
seperti yang biasa dipakai orang-orang Jawa pada jaman dulu,
namun berkembang dan dipakai sebagai batik lengan panjang,
sebagai busana resmi dan harian.
Hubungan timbal balik antara masyarakat, kebudayaan,
perilaku budaya dan pranata-pranata sosial pada masyarakat tidak
dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Seiring
berjalannya waktu kini batik dikonsumsi oleh semua kelompok
masyarakat, baik kelompok masyarakat tradisional yang berada di
pedesaan maupun kelompok masyarakat modern yang berada di
perkotaan. Batik saat digunakan mencakup semua golongan
bahkan batik tidak lagi hanya digunakan pada saat acara-acara
resmi dan formal.
Menurut Arbany Nurul Aini,
“Blangkon merupakan simbol dari kebudayaan Jawa selain
bahasa dan kain batik. Blangkon adalah tutup kepala yang
digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian
46
Dharsono, Budaya Nusantara, (Bandung:Rekayasa Sains, 2007), h. 10
37
tradisional Jawa. Modernisasi busana terjadi sejajar dengan
perubahan fungsi-fungsi dalam masyarakat. Pada zaman
dahulu, blangkon memang hanya dapat dibuat oleh para
seniman ahli dengan pakem (aturan) yang baku. Semakin
memenuhi pakem yang ditetapkan maka blangkon tersebut
akan semakin tinggi nilainya. Blangkon terdiri dari
beberapa tipe yaitu menggunakan mondholan, yaitu
tonjolan pada bagian belakang blangkon yang berbentuk
seperti onde-onde. Blangkon ini disebut sebagai blangkon
gaya Yogyakarta. Model trepes, yang disebut dengan gaya
Surakarta. Gaya ini merupakan modifikasi dari gaya
Yogyakarta yang muncul karena kebanyakan pria sekarang
berambut pendek. Model trepes ini dibuat dengan cara
menjahit langsung mondholan pada bagian belakang
blangkon. Sedangkan model blangkon yang mempunyai
sisa kain agak panjang merupakan ciri khas dari blangkon
yang berasal dari wilayah Jawa Timur”.47
Identitas dapat dikategorikan sebagai ciri-ciri atau keadaan
khusus seseorang yang dijadikan jati diri, misalnya seorang
kelompok dipersatukan oleh persamaan dan kesamaan yang
dimiliki. Identitas merupakan bagaimana individu atau kelompok
melihat dirinya sebagai konteks relasi sosial ataupun interaksi
sosial. Tanpa melalui proses sosialisasi maka kebudayaan suatu
masyarakat akan hilang sehingga identitasnya sebagai masyarakat
yang memiliki kebudayaan tertentu akan hilang pula.
Proses dari identitas sosial merupakan proses yang
mendasar untuk memahami perilaku kolektif. Hanya melalui
pengkategorian orang ke dalam kelompok tertentu akan dapat
menghasilkan perilaku intergroup dimana akan mencari pelayan
angkringan yang hanya berasal dari orang Jawa. Dibanding suku
lain sehingga kategori sosial tersebut akan menghasilkan identitas
untuk mereka.
47
Arbany Nurul Aini, “Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan
Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta)”, Skripsi pada Universitas Negri
Jakarta, 2013, h 65, tidak dipublikasikan.
38
Orang akan menerima keanggotaan dari pengkategorian itu
sebagai sesuatu yang relevan dengan persepsi diri mereka sendiri
dalam situasi tersebut. Identitas orang Jawa sebagai suatu
pengungkapan diri terjadi pada dimensi budaya, identitas orang
Jawa yang sangat jelas adalah batik dan blankon yang digunakan
hampir sebagian besar dalam upacara adat Jawa seperti dalam
acara pernikahan.
Identitas angkringan di Pamulang dapat dilihat dari atributatribut yang digunakan oleh penjualnya untuk menunjukan
identitas asal daerahnya. Dengan adanya atribut-atribut demikian
maka akan semakin menunjukan eksistensi etnis Jawa di Kota
Tangerang
Selatan.
Identitas
etnik
adalah
sebuah
nilai
kemasyarakatan yang dipaksakan dan begitu saja diterima oleh
para anggota etnik tersebut dan proses sosialisasinya pada usia
pertumbuhan.
Dengan adanya beberapa simbol kejawaan seperti kain
batik, blangkon, kethel tanah liat yang digunakan oleh beberapa
pedagang angkringan di Jakarta membuktikan bahwa mereka
tidak melupakan dan meninggalkan kebudayaan walaupun berada
di daerah yang bukan daerah asal mereka. Selain itu alat makan
yang digunakan pun mencerminkan masyarakat Jawa.
Alat dapur yang digunakan angkringan yang berada di
Pamulang
juga
menggambarkan
bahwa
mereka
masih
menggunakan alat dapur yang sederhana, yang berbeda dari
rumah makan kuliner kedaerahan lainnya. Seperti gelas dan piring
yang terbuat dari kaleng. Ketel minum yang terbuat dari tanah
liat, serta piring yang terbuat dari rotan, memasak menggunakan
arang. Dengan demikian angkringan masih mempertahankan
39
sebisa mungkin menggunakan alat dapur yang sama dengan
angkringan yang berada di Jogjakarta.
Penggunaan simbol-simbol didalam angkringan dapat
menunjukkan bahwa masyarakat Jawa pada khususnya bangga
dengan kebudayaan yang mereka punya. Dapat terlihat bahwa
saat ini batik bukan hanya diakui sebagai Indonesia Heritage
tetapi sudah diakui sebagai world heritage. Masyarakat Jawa
menunjukkan bahwa walaupun mereka adalah pendatang di kota
Jakarta namun mereka memiliki cara agar diakui eksistensinya
yaitu dengan penggunaan simbol-simbol kedaerahannya.
Penggunaan alat memasak yang masih menggunakan arang,
serta alat makan yang tradisional dan tidak lupa sego kucing
sendiri memberikan gambaran masyarakat Jawa merupakan
orang-orang sederhana, hal ini dapat terlihat dari nasi kucing
disajikan dengan porsi yang sedikit dengan lauk sambal dan ikan
teri mereka tetap dapat menikmati hidup.
Penduduk di Pamulang merupakan gabungan dari berbagai
macam etnis. Salah satunya adalah etnis Jawa. Melihat banyaknya
masyarakat Jawa yang berada di Pamulang, pedagang angkringan
menggunakan bahasa Jawa ketika melayani pembeli yang juga
berasal dari etnis Jawa. Dengan demikian dapat membuat
interaksi sosial yang keakraban terjalin antara pembeli dengan
pedagang angkringan karena dengan adanya perasaan sama-sama
perantauan maka hubungan emosional terjalin, dari mulai
membahas masalah sehari-hari, masalah kampung halaman,
sampai dengan membicarakan wacana-wacana yang sedang
hangat di masyarakat.
40
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Munculnya ide dan gagasan penelitian ini tak terlepas dari bantuan
beberapa penelitian terdahulu, sejauh ini ada beberapa penelitian yang
mengkaji tentang usaha angkringan serta interaksi sosial.
Penelitian
tesis
milik
Sadhi
Sanggakala
yang
berjudul
“Penggunaan Jalan Di Kampung Kota Dan Perumahan Perumnas Sebagai
Ruang Interaksi Sosial (Kasus Pemukiman Kampung Cipulir, Kebayoran
Lama, Jakarta Selatan dan Perumnas II, kelurahan Baktijaya, Depok)
Tahun 2006”.48 Penelitian ini berhasil mengidentifikasikan unsur-unsur
pembentuk ruang interaksi pada ruang jalan. Secara terukur (fisik) unsurunsur
pembentuk
ruang interaksi
meliputi
kualitas
dan
bentuk
keterlingkupan, orientasi, tempat duduk, lantai, sinar matahari, iklim,
sirkulasi, pejalan kaki, fungsi kegiatan hunian dan komersil, dan elemen
pendukung kegiatan. Unsur-unsur fisik tersebut dikaji melalui intensitas
interaksi yang terjadi dalam kerangka waktu, kegiatan yang terjadi serta
jenis kelamin dan usia pelaku interaksi. Ditinjau dari segi titik-titik (spots)
ruang kegiatan interaksi yang terjadi, terdapat perbedaan berdasarkan
fungsi kegiatan hunian dan fungsi kegiatan komersial yang menjadi latar
interaksi. Perbedaan ruang interaksi sosial antara pemukiman kampung
dan perumnas mempengaruhi intensitas pembentukan ruang interaksi baik
dari jumlah pengguna maupun lamanya waktu penggunaan ruang interaksi
itu sendiri.
Penelitian skripsi milik Lolita Susan Ginzel dengan judul skripsi
“Lapo Tuak, Arena Interaksi Sosial Bagi Masyarakat Batak Toba (Studi
Kasus: Lapo Tuak Dame, Kelurahan Harapan Mulia, Jakarta Pusat) Tahun
1984”49. Penelitian ini mengungkapkan bahwa lapo tuak yang berada di
Jakarta tidak hanya sekedar menjadi tempat makan, tetapi juga menjadi
48
Sadhi Sanggakala, “Penggunaan Jalan Di Kampung Kota Dan Perumahan Perumnas
Sebagai Ruang Interaksi Sosial”, Tesis pada Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok, 2006,
tidak dipublikasikan
49
Lolita Susan Ginzel, “Lapo Tuak, Arena Interaksi Sosial Bagi Masyarakat Batak Toba
(Studi Kasus: Lapo Tuak Dame, Kelurahan Harapan Mulia, Jakarta Pusat)”, Skripsi pada
Universitas Indonesia, 1984, tidak dipublikasikan
41
tempat untuk berkumpul. Lapo tuak tetap dibutuhkan bagi orang Batak di
Jakarta, karena sekalipun merupakan rumah makan tetapi lapo tuak juga
merupakan sarana untuk mempererat solidaritas masyarakat Batak melalui
komunikasi tatap muka. Tidak hanya sekedar tempat untuk melepaskan
rindu tetapi juga merupakan sumber informasi, sehingga dalam kesibukan
kehidupan di kota hubungan antara keluarga masih bisa di bina lewat lapo
tuak. Lapo tuak tidak lagi senegatif yang dibayangkan masyarakat di luar
orang Batak. Namun, sekarang yang penting adalah peningkatan mutu ,
sehingga lapo tuak tidak hanya di kenal di kalangan orang Batak tetapi
juga di kenal di tingkat masyarakat Indonesia umumnya.
Penelitian skripsi milik Donovan Bustami dengan judul “Interaksi
Sosial Penghuni Asrama Daksinapati Universitas Indonesia (Studi Kasus
Tentang Pertentangan Sosial) Tahun 1985”50. Dalam penelitian ini peneliti
mengangkat masalah dampak dari adanya interaksi sosial antar penghuni
dari berbagai suku bangsa, penganut beberapa agama dimana masingmasing mempunyai nilai, norma yang berbeda sehingga masing-masing
mempunyai kepentingan yang berbeda pula. Dengan adanya beberapa
kepentingan yang berbeda serta kepentingan dari beberapa pihak tersebut
ingin mengutamakan kepentingannya sendiri, maka ini akan ada
kecenderungan untuk timbul pertentangan sosial dan seringkali disertai
dengan perkelahian antar penghuni asrama Daksinapati. Pada dasarnya
pertentangan sosial bukan semata disebabkan oleh perbedaan nilai, norma,
perbedaan agama ataupun perbedaan kebudayaan, akan tetapi sebenernya
yang menyebabkan terjadinya pertentangan di asrama lebih banyak
disebabkan karena sumber daya yang terbatas. Ada pihak yang ingin
menguasai kamar tidur, ada pihak yang ingin mendapat pelayanan yang
lebih dari yang lain, ada pihak yang ingin mendapatkan peranan dan status
yang lebih dari yang lainnya. Pertentangan sosial juga dapat terjadi karena
tidak ada komunikasi satu dengan yang lain. Artinya bahwa karena ada
50
Donovan Bustami, “Interaksi Sosial Penghuni Asrama Daksinapati Universitas
Indonesia (Studi Kasus Tentang Pertentangan Sosial)”, Skripsi pada Universitas Indonesia, 1985,
tidak dipublikasikan
42
penafsiran yang salah dari simbol yang diungkapkan oleh lawan bicara.
Jadi demikian, pertentangan sosial tidak saja terjadi karena adanya
perbedaan agama, suku bangsa. Pada agama, suku bangsa yang samapun
dapat terjadi pertentangan sosial.
Penelitian skripsi milik
Arbany Nurul Aini, dengan judul
“Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan Simbolisme
Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta) Tahun 2013”51,
Penelitian ini menjelaskan angkringan sebagai usaha informal perkotaan
yang menggunakan simbol-simbol kedaerahan. Hal ini dilatarbelakangi
oleh fenomena eksistensi kuliner di tengah gempuran modernisasi.
Keberadaan kuliner eksis tersebut lekat dengan tema besar sebuah ideologi
budaya yang mencerminkan identitas tertentu. Penelitian ini berupaya
mendeskripsikan seperti apa dan bagaimana kuliner angkringan. Juga
berusaha menjawab wujud identitas kuliner kejawaan di tengah
masyarakat Jakarta yang heterogen. Kuliner di sini dapat diartikan sebagai
suatu kebutuhan hidup manusia yang berkaitan dengan kegiatan konsumsi.
Kegiatan konsumsi ini dapat bersifat kompleks ketika bersinggungan
dengan identitas budaya suatu masyarakat tertentu. Karena, pada
kenyataannya angkringan bukan hanya sebagai tempat untuk melepas
dahaga dan lapar. Ada fungsi-fungsi sosial lain yang hadir di dalam
angkringan, seperti tepo seliro atau tenggang rasa, serta melatih kejujuran
masyarakat. Angkringan juga merupakan salah satu ruang publik
masyarakat, dimana masyarakat mampu memberikan pendapat mereka
mengenai isu-isu yang terkait dengan pemerintahan baik dalam bidang
ekonomi, sosial budaya, serta politik.Penelitian ini menggunakan studi
kasus tiga angkringan, sebagai tempat di mana terdapat simbol-simbol
kedaerahan dan terwujudnya ruang publik sehingga demokrasi dapat
terlihat berjalan di Angkringan. Dengan lokasi keberadaan Angkringan di
wilayah Jakarta, sekiranya dapat menggambarkan proses pembentukan
51
Arbany Nurul Aini, “Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan
Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta)”, Skripsi pada Universitas Negri
Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan
43
ruang publik masyarakat perkotaan namun tidak meninggalkan identitas
kejawaan
melalui
simbol-simbol
yang
digunakan.
Penelitian
ini
menggunakan metode penelitian kualitatif, untuk menunjang proses
pencarian data secara lebih mendalam. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini berdasarkan studi pengamatan terlibat, dengan wawancara
dan observasi yang dilakukan sejak Februari 2012. Wawancara dan
observasi terutama dilakukan pada informan kunci yang berasal dari enam
orang informan kunci, tiga berasal dari pedagang angkringan dan tiga yang
lainnya berasal dari pengunjung angkringan yang berbeda di Jakarta. Juga
berdasarkan informasi dari empat informan tambahan yang berasal dari
pengunjung dari kelas sosial yang berbeda. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa angkringan bukan hanya sekedar usaha informal yang dapat
menjadi salah satu cara mengurangi pengangguran di Jakarta, namun juga
angkringan sebagai usaha kuliner berbasis kedaerahan yang harus terus
dijaga dari gempuran usaha kuliner yang berasal dari luar negeri.
Angkringan juga merupakan ruang publik masyarakat perkotaan yang
mampu menimbulkan dan menunjukan bahwa diskursus demokrasi terjadi
di angkringan walaupun dalam skala yang masih kecil, namun walau
demikian dapat terlihat bahwa sesungguhnya masyarakat indonesia masih
perduli dengan keadaan negaranya.
Penelitian skripsi milik Klara Puspa Indrawati dengan judul
“Pembentukan Ruang Kolektif Oleh Masyarakat (Studi Kasus :
Angkringan
Tugu
Yogyakarta).
Tahun
2012”52
Penelitian
ini
mengungkapkan dalam praktek spasial, ruang publik yang tidak berfungsi
secara efektif ditransformasikan oleh masyarakat menjadi ruang yang
digunakan secara kolektif. Masyarakat mendasarkan proses perancangan
ruang kolektif pada budaya setempat agar ruang tersebut dapat berfungsi
secara efektif. Relasi sosial antar pelaku di ruang kolektif menghasilkan
jarak yang mendefinisikan batasan ruang. Ruang kolektif ini lalu menjadi
52
Klara Puspa Indrawati 2012 Pembentukan Ruang Kolektif Oleh Masyarakat (Studi
Kasus : Angkringan Tugu Yogyakarta, Studi Arsitektur Universtas Indonesia
44
ruang yang membuka kesempatan seluas-luasnya bagi partisipasi publik
dalam operasinya.
Tabel 2.1
Perbandingan Studi Pustaka Terdahulu dengan Penulis
No
1.
2.
3.
4.
Pustaka Sejenis
Persamaan
Perbedaan
Sadhi Sanggakala
Interaksi
sosial
“Penggunaan
Jalan
Di yang terjadi di
Kampung
Kota
Dan tempat umum.
Perumahan
Perumnas
Sebagai Ruang Interaksi
Sosial (Kasus Pemukiman
Kampung Cipulir, Kebayoran
Lama, Jakarta Selatan dan
Perumnas
II,
kelurahan
Baktijaya,Depok”
Lolita Susan Ginzel
ï‚· Penelitian
“Lapo Tuak, Arena Interaksi
bersifat
Sosial Bagi Masyarakat Batak
kualitatif
Toba (Studi Kasus: Lapo ï‚· Penelitian di
Tuak
Dame,
Kelurahan
tempat makan
Harapan
Mulia,
Jakarta
kedaerahan
Pusat)”
ï‚· Interaksi yang
terjadi
di
tempat makan
ï‚· Mengkaji
Usaha Kuliner
dengan Etnik
tertentu
Lokasi penelitian Sadhi di
tempat umum yang berupa
jalan sedangkan penulis
berada di angkringan.
Donovan Bustami
Interaksi sosial
“Interaksi Sosial Penghuni
Asrama
Daksinapati
Universitas Indonesia (Studi
Kasus Tentang Pertentangan
Sosial)”
Arbany Nurul Aini
ï‚· Penelitian di
“Angkringan:
Arena
angkringan
Demokrasi
Masyarakat ï‚· Penelitian
Pekotaan dengan Simbolisme
bersifat
Kejawaan (Studi Kasus: Tiga
kualitatif
Angkringan di Jakarta)
deskriptif
ï‚· Mengkaji
Donovan memilih asrama
Daksinapati
menjadi
tempat penelitiannya
Lolita memilih objek
penelitian pada lapo tuak
yang merupakan usaha
tempat makan yang berasal
dari suku Batak sedangkan
penulis
berada
di
angkringan, usaha tempat
makan berasal dari suku
Jawa
Arbany
mengangkat
permasalahan
tentang
arena
demokrasi
masyarakaat
perkotaan
yang terjadi di angkringan
sedangkan
penulis
mengangkat
masalah
45
Usaha
interaksi
sosial
yang
Kuliner
terjadi di angkringan
dengan Etnik
tertentu
5.
Klara Puspa Indriwati
ï‚· Kualitatif
“Pembentukan
Ruang
deskriptif
Kolektif Oleh Masyarakat ï‚· Keterletakan
(Studi Kasus : Angkringan
objek pada
Tugu Yogyakarta).”
angkringan
Penelitian Klara mengkaji
ruang kolektif yang ada di
angkringan
Sumber: Diolah Berdasarkan Pustaka Sejenis, Tahun 2014
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian
: Tiga buah angkringan yang berada di kecamatan
Pamulang Kota Tangerang Selatan
Waktu Penelitian
: 5 Januari 2014 – 18 Desember 2014
B. Metodologi Penelitian
Menurut Adi Prastowo “metode penelitian adalah strategi umum
yang di anut dalam pengumpulan data dan analisis data yang diperlukan
guna menjawab persoalan yang dihadapi.”1 Dengan menggunakan metode
penelitian kita dapat mengetahui data yang kira cari untuk menentukan
data valid, akurat, dan signifikan dengan permasalahan, sehingga dapat
digunakan untuk mengungkapkan permasalahan yang diteliti.
Imam Gunawan berpendapat “penelitian kualitatif merupakan
sebuah metode penelitian yang digunakan dalam mengungkapkan
permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi pemerintah, swasta,
kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan, olah raga, seni dan budaya,
sehingga dapat dijadikan suatu kebijakan untuk dilaksanakan demi
kesejahteraan bersama.”2 Selain itu, berbeda dengan Bogdan dan Taylor,
penelitian kualitatif yang dikemukakannya adalah “prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan berperilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar
dan individu secara holistik (utuh).”3 Jadi data yang diperoleh berupa kata-
1
Adi Prastowo. Memahami Metode-Metode Penelitian,(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
2011), h.8.
2
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta:Bumi Aksara,
2013), h.80-81
3
Ibid., h.82
46
47
kata (bukan angka-angka, yang berasal dari wawancara, catatan laporan,
dokumen, dll).
Pada penelitian ini informasi yang didapatkan adalah mengamati
dan melihat seputar menjamurnya usaha angkringan di kota Tangerang
Selatan, penulis mewawancarai tiga pedagang angkringan yang ada di kota
Tangerang Selatan. Penulis menjadikan para pedagang sebagai informan
kunci. Hal ini penulis lakukan untuk mendapatkan apa saja yang
mendorong mereka untuk bermigrasi ke kota Tangerang Selatan dan
membangun usaha kuliner angkringan, serta bagaimana strategi mereka
untuk bersaing dengan usaha-usaha kuliner yang berasal dari luar.
Penulis juga akan menggali informasi dari penikmat kuliner
angkringan. Penikmat kuliner dijadikan sebagai informan pelengkap,
penikmat kuliner yang akan dipilih sebagai informan pelengkap
diutamakan dari pengunjung yang sering datang ke angkringan dan yang
melakukan interaksi dengan pedagang dan para pengunjung lainnya.
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif. Metode penelitian
ini menggunakan metode kualitatif deskriptif.
Metode ini bertujuan menggambarkan, meringkas berbagai kondisi,
berbagai fenomena realitas sosial yang menjadi tujuan penelitian ini.
Sebagai acuan dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
C. Sampel Sumber Data Penelitian
Sampel menurut Irawan Soehartono adalah “suatu bagian dari
populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan
populasinya.”4 Penelitian ini dilaksanakan kepada tiga buah
usaha
kuliner angkringan yang berada di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang
4
Ibid.
48
Selatan. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik Purposive Sampling.
Menurut Irawan Soehartono, “dalam teknik ini, siapa yang
akan diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan
pengumpul data yang menurut dia sesuai dengan maksud dan tujuan
penelitian.”5 Maksud dari pertimbangan ini ialah supaya angkringan
yang dipilih tetap menggunakan unsur tradisional sesuai dengan
angkringan yang berada di kota Jogjakarta. Selain itu, penulis juga
memilih angkringan yang benar-benar sederhana dengan menggunakan
simbol-simbol kejawaan dalam penggunaan alat-alat makan seperti
gelas dan piring yang terbuat dari kaleng, menggunakan arang dalam
memasak.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih tiga buah angkringan
yang akan dijadikan tempat penelitian. Ketiga buah angkringan terdiri
dari dua buah angkringan yang masih bersifat tradisional dan satu buah
angkringan yang sudah modern. Hal ini dimaksudkan untuk melihat
perbedaan yang terdapat diantara angkringan modern dan angkringan
tradisional. Ketiga buah angkringan ini dipilih berdasarkan letaknya
yang berada pada jalan utama dari Kecamatan Pamulang.
5
Ibid., h. 63
49
3.1. Gambar Denah Lokasi Angkringan
Denah di atas menggambar kan letak ketiga angkringan yang
ada dalam penelitian ini. Ketiga jalan diatas adalah Jl. Surya Kencana,
Jl, Pamulang Raya dan Jl. Dr. Setiabudi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan sebuah hal yang sangat penting dan menjadi
dasar keabsahan dan kekuatan sebuah penelitian. Pada awal
pengumpulan data terlebih dahulu peneliti menjadi konsumen
pedagang angkringan hingga keakraban terus terjalin antara penulis
dengan pedagang angkringan. Setelah keakraban terjalin kemudian
penulis mulai mencoba untuk melakukan wawancara pedagang
angkringan tanpa menimbulkan kesan bahwa penulis sedang mengorek
informasi dari informan. Hal ini dilakukan agar jawaban-jawaban yang
di utarakan oleh informan valid dan tidak ada kesan yang ditutuptutupi. Sumber dan jenis data terbagi menjadi:
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari
informan yang ada di lapangan. Adapun teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
50
a. Wawancara (interview)
Wawancara adalah “percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.”6 Kegiatan wawancara dilakukan secara
mendalam hal ini dimaksudkan agar data yang diperlukan tidak
bias dan valid.
Untuk memperoleh informasi yang objektif, peneliti
mengadakan wawancara langsung kepada 3 orang pedagang
angkringan yang berada di daerah Kecamatan Pamulang, Kota
Tangerang Selatan. Untuk informan, peneliti mewawancarai 3
orang pengunjung di setiap angkringan yang sudah menjadi
pengunjung rutin tiap minggunya.
b. Observasi (Pengamatan)
Menurut Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani,
“istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan
secara
akurat,
mencatat
fenomena
yang
muncul
dan
mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena
tersebut.”7
Peneliti akan melakukan pengamatan terhadap gejala
yang tampak pada objek penelitian. Observasi dilakukan untuk
menemukan data dan informasi dari gejala atau fenomena
secara sistematis dan didasarkan pada tujuan penyelidikan
yang telah dirumuskan.
Peran peneliti dalam penelitian ini sebagai peneliti
yang participant observation. Maka dari itu posisi peneliti juga
sebagai penikmat hidangan kuliner angkringan yang membuat
6
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya,
2009), h.186
7
Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan Wawancara, (Malang:
Bayumedia Publishing, 2004), h. 1
51
penulis dapat ikut merasakan kondisi serta suasana yang
terdapat dalam angkringan, dengan demikian peneliti dapat
menjalin hubungan komunikasi dan pendekatan dengan
penjual angkringan serta sesama penikmat angkringan lainnya.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Metode dokumentasi merupakan sumber non manusia,
sumber ini adalah yang cukup mudah di dapat karena telah
tersedia sehingga akan relatif murah pengeluaran biaya untuk
memperolehnya. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar
atau karya-karya seseorang.8
Dengan demikian teknik
ini
digunakan untuk
memperoleh data keadaan umum daerah Kecamatan Pamulang,
Kota Tangerang Selatan dari Kantor Kecamatan Pamulang.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang di dapat dari dokumentasi dan
tidak terjun secara langsung di lapangan pada saat penelitian dilakukan.
Dokumentasi Menurut Imam Gunawan, “Merupakan sumber data yang
digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa sumber tertulis,
film, gambar (foto), dan karya-karya monumental, yang semuanya itu
memberikan informasi bagi proses penelitian.”9
Dalam pengumpulan data sangat dibutuhkan teknik yang tepat dan
relevan dengan data yang dicari. Untuk data-data sekunder penulis
peroleh melalui data statistik, literatur, laporan penelitian, buku-buku
bacaan, dan lain-lain. Data sekunder tersebut berfungsi sebagai
pendukung dan pelengkap dari data-data primer yang dikumpulkan
melalui wawancara secara mendalam.
8
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 329
9
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013), h. 178
52
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data dan informasi hasil penelitian yang diperoleh dianalisis
secara deskriptif untuk menyajikan gambaran berbagai variable yang
diteliti. Sebagian data yang diperoleh dari hasil wawancara, kemudian
dikategorikan sesuai dengan kebutuhan pembahasan. Data-data yang
bersifat kualitatif dianalisis dengan cara dideskripsikan dengan narasi
yang logis.
Miles & Huberman mengemukakan, “tiga tahapan yang harus
dikerjakan dalam menganalisis data penelitian kualitatif, yaitu (1) reduksi
data (data reduction); (2) paparan data (data display); dan (3) penarikan
kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verifying).”10
Reduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan mencari tema dan
pola penelitian. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh
data yang tersedia dari berbagai sumber, yakni dari pengamatan,
wawancara dan dokumentasi. Reduksi data dilakukan selama penelitian
berlangsung, bahkan langkah ini dilakukan sebelum data benar-benar
dikumpulkan.
Penyajian data digunakan untuk lebih meningkatkan pemahaman
kasus dan sebagai acuan mengambil tindakan berdasarkan pemahaman
dan analisis sajian data.
Penarikan simpulan merupakan hasil penelitian yang menjawab
fokus penelitian berdasarkan hasil analisis data. Penarikan kesimpulan
tidak lepas dari fenomena permasalahan yang diteliti. Penarikan
kesimpulan ini dilakukan sejak peneliti berusaha mencari makna dari
data yang terkumpul, dalam hal ini tema hubungan dan kesamaan dari
hal-hal yang sering timbul.
Peneliti juga mengandalkan hasil dari wawancara mandiri,
wawancara sambil lalu, data kependudukan dari Kecamatan Pamulang,
buku, dan data dari Badan Pusat Statistik. Sebelum melakukan
10
Ibid. ,h. 210
53
wawancara, peneliti melakukan pendekatan secara personal kepada
pedagang angkringan sebagai pembeli dan membaur dengan pembeli lain
serta ikut melibatkan diri dalam perbincangan yang terjadi di angkringan.
Hal ini dimaksudkan agar pedagang angkringan mengingat
peneliti sebagai pelanggan nya. Sehingga saat wawancara dilakukan
pedagang tidak merasa asing dengan peneliti dan dengan leluasanya akan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti.
Pertama kali peneliti melakukan observasi, kegiatan ini meliputi
memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan
mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut.
Pengamatan awal digunakan untuk mengetahui angkringan yang dapat
dijadikan tempat penelitian, setelah memutuskan angkringan yang
dijadikan sebagai tempat penelitian selanjutnya peneliti melakukan
pengamatan untuk melengkapi data, dan menyesuaikan antara keterangan
yang diberikan informan dengan kenyataan yang ada.
F. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan
data
dimaksud
untuk
memperoleh
tingkat
kepercayaan yang berkaitan dengan seberapa jauh kebenaran hasil
penelitian, mengungkapkan dan memperjelas data dengan fakta-fakta
aktual di lapangan. Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data yang
terpercaya dan valid. Teknik pemeriksaan keabsahan data pada
penelitian ini meliputi triangulasi dan meningkatkan ketekunan.
11
Hal
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Triangulasi
Menurut Lexy J Moleong, Trianggulasi adalah “teknik
pemeriksaan keabsahan data memanfaatkan sesuatu yang lain
diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang
paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber
11
Ibid.,
54
lainnya”.12
Tujuan
trianggulasi
data
dilakukan
dalam
penelitian ini adalah untuk mengecek kebenaran data dengan
membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, pada
berbagai fase penelitian di lapangan.
Trianggulasi data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan sumber dan metode,13 artinya peneliti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam metode kualitatif. Trianggulasi data dengan sumber ini
antara lain dilakukan dengan cara membandingkan data yang
diperoleh dari hasil wawancara dengan informan dan key
informan.
Trianggulasi
membandingkan
data
dilakukan
hasil
dengan
pengamatan
cara,
pertama,
pertama
dengan
pengamatan berikutnya. Kedua, membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil wawancara. Membandingkan data
hasil wawancara pertama dengan hasil wawancara berikutnya.
Penekanan dari hasil perbandingan ini bukan masalah
kesamaan pendapat, pandangan, pikiran semata-mata. Tetapi
lebih penting lagi adalah bisa mengetahui alasan-alasan
terjadinya perbedaan.
2. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan
secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara
tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat
direkam secara pasti dan sistematis.14 Pengujian keabsahan
data dengan meningkatkan ketekunan ini dilakukan dengan
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosda Karya,
2002), h.178
13
Hudri, Said. “Keabsahan Data Instrumen Penelitian”,
http://expresisastra.blogspot.com/2013/11/keabsahan-data-instrumen-penelitian.html, 05 Oktober
2014
14
Ibid., h. 124.
55
cara peneliti membaca seluruh catatan hasil penelitian secara
cermat,
sehingga
dapat
diketahui
kesalahan
dan
kekurangannya. Dengan demikian peneliti dapat memberikan
deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang
diamati.
3. Member Check
Tujuan mengadakan member check adalah agar informasi
yang telah diperoleh dan yang akan digunakan dalam
penulisan laporan dapat sesuai dengan apa yang dimaksud
oleh informan, dan key informan. Untuk itu dalam penelitian
ini member check dilakukan setiap akhir wawancara dengan
cara mengulangi secara garis besar jawaban atau pandangan
sebagai data berdasarkan catatan peneliti tentang apa yang
telah dikatakan oleh responden.
Tujuan ini dilakukan adalah agar responden dapat
memperbaiki apa yang tidak sesuai menurut mereka,
mengurangi atau menambahkan apa yang masih kurang.
Member check dalam penelitian ini dilakukan selama
penelitian berlangsung sewaktu wawancara secara formal
maupun informal berjalan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Bab ini akan membahas hasil wawancara mendalam yang
dilakukan terhadap duabelas orang nara sumber yang peneliti sebut
sebagai partisipan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara dan
observasi, sedangkan data sekunder berasal daridata statistik, laporan
penelitian, dan buku-buku bacaan. Partisipan yang diminta oleh peneliti
untuk menjadi nara sumber adalah tiga orang pedagang angkringan dan
sembilan orang pengunjung angkringan.
Pada bab ini pembaca dapat mengetahui bagaimana deskripsi
interaksi sosial yang terjadi didalam angkringan. Selain membahas hasil
wawancara, bab ini juga membahas hasil obervasi yang dilakukan peneliti
untuk mencari partisipan yang akan di wawancarai, observasi ini
dilakukan di tiga angkringan yang berada di Pamulang dan juga membahas
tentang informasi partisipan.
B. Profil Tempat
1. Kondisi Geografis Kecamatan Pamulang
Kecamatan Pamulang terletak di selatan daerah Kota Tangerang
Selatan, Kecamatan ini memiliki luas wilayah sebesar 26.82 Ha dan
menjadi daerah perkantoran Pemerintahan Daerah (Pemda) Tangerang
Selatan. Kecamatan Pamulang dibatasi oleh
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Ciputat dan
Ciputat Timur
Sebelah Timur : Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta
Sebelah Selatan : Kota Depok Provinsi Jawa Barat
Sebelah Barat : Kecamatan Serpong, Setu
55
56
Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan, yaitu kelurahan Pondok
Benda, Pamulang Barat, Pamulang Timur, Pondok Cabe Udik, Pondok
Cabe Ilir, Kedaung, Bambu Apus, Benda Baru. Kepadatan penduduk
terbanyak per km2 adalah sebesar 10.859 jiwa yang terdapat di
Kelurahan Benda Baru.1
Tabel 4.4
Luas Wilayah Kelurahan di Kecamatan Pamulang Tahun 2013
No Kelurahan
Luas Wilayah (Ha)
1
Pondok Benda
386
2
Pamulang Barat
416
3
Pamulang Timur
259
4
Pondok Cabe Udik
483
5
Pondok Cabe Ilir
396
6
Kedaung
256
7
Bambu Apus
220
8
Benda Baru
266
Sumber: Hasil Olah Potensi Desa Tahun 2006 dalam Kompilasi
Data untuk Penyusunan RTRW Kota Tangerang Selatan (2013).2
Serta memiliki jumlah keseluruhan 819 RT dan 156 RW dari 8
kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Pamulang. Dengan
rincian terdapat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.5
Jumlah RT/RW Tahun 2014
Jumlah
No
1
1
Kelurahan
Pondok Benda
Rukun
Rukun
Tetangga
Warga
147
24
Nama
RT
http://tangselkota.bps.go.id/index.php?hal=publikasi_detil&id=8 diakses pada tanggal 5
Desember 2014 pukul 22.00 WIB
2
http://labpm2.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2013/05/RPJM-Keadaan-Geografis.pdf
diakses pada tanggal 28 November 2014 pukul 1.12 WIB
57
2
Pamulang Barat
120
25
RT
3
Pamulang Timur
97
28
RT
4
Pondok
Cabe 63
14
RT
Udik
5
Pondok Cabe Ilir
54
12
RT
6
Kedaung
97
20
RT
7
Bambu Apus
76
9
RT
8
Benda Baru
165
24
RT
819
156
RT
Kecamatan Pamulang
Sumber: Hasil Olah Potensi Desa Tahun 2006 dalam
Kompilasi Data untuk Penyusunan RT RW Kota Tangerang
Selatan (2013).3
2. Kondisi Demografis
Jumlah penduduk Kecamatan Pamulang hasil BPS Tangerang
Selatan
314.931 jiwa tahun 2013. Terdiri dari laki-laki sebanyak
159.014 jiwa dan perempuan 155.917 jiwa.
Tabel 4.6
Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin di
Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Penduduk
Rasio
No
Kelurahan
Laki-
Jumlah
25 180
24 281
50 021
101,36
27 503
26 798
54 301
102,63
18 322
18 388
36 710
99,64
11 817
11 652
23 469
101,42
Laki
1
Pondok
Jenis
Perempuan
Kelamin
Benda
2
Pamulang
Barat
3
Pamulang
Timur
4
3
Pondok
http://labpm2.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2013/05/RPJM-Keadaan-Geografis.pdf
diakses pada tanggal 28 November 2014 pukul 1.12 WIB
58
Cabe Udik
5
Pondok
18 093
17 514
35 607
103,31
Cabe Ilir
6
Kedaung
23 287
22 581
45 868
103,13
7
Bambu
14 546
14 145
28 691
102,83
20 266
19 998
40 264
101,34
159 014
155 917
314 931
101,99
Apus
8
Benda
Baru
Kecamatan
Pamulang
Sumber: Proyeksi Kantor BPS Tangerang Selatan4
Kecamatan Pamulang merupakan Ibukota dari Kota Tangerang
Selatan dan merupakan salah satu kecamatan yang memiliki kepadatan
tertinggi kedua di Kota Tangerang Selatan yaitu 108 jiwa/ha.
Kecamatan Pamulang memiliki fungsi sebagai kawasan pemukiman
dengan kepadatan tinggi. Pusat kota kecamatan Pamulang terletak
pada persimpangan jalan yang mempertemukan Jl. Pajajaran, Jl.
Siliwangi, dan Jl. Surya Kencana. Jl. Pajajaran dan Jl. Siliwangi
merupakan jalan utama, sedangkan Jl. Surya Kencana merupakan jalan
terusan dari Jl. Pajajaran.
Ruas-ruas jalan tersebut juga merupakan luas jalan yang
membelah wilayah kecamatan Pamulang dan merupakan ruas jalan
utama dari wilayah-wilayah lain disekitarnya sehingga tingkat
kepadatannya sangat tinggi. Tingkat mobilitas penduduknya pun
sangat tinggi karena ruas-ruas jalan tersebut juga menghubungkan
dengan jalan kolektor yang masuk menghubungkan ke wilayah
permukiman. Jl. Pajajaran menghubungkan pusat kota kecamatan
Pamulang dengan pusat kota kecamatan Ciputat dan DKI Jakarta.
4
www.tangselkota.bps.go.id diakses pada tanggal 28 November 2014 12.00 WIB
59
Sementara itu Jl. Siliwangi menghubungkan pusat Kecamatan
Pamulang dengan kecamatan Serpong dan Kabupaten Tangerang. Jl.
Surya
Kencana
merupakan
jalan
yang
memiliki
fungsi
menghubungkan jalan-jalan utama, dalam hal ini Jl. Siliwangi dengan
Jl. RE Martadinata dan Jl. Pondok Cabe Raya dengan Jl. RE
Martadinata. Jl. RE Martadinata merupakan jalan utama yang
menghubungkan pusat kota Kecamatan Pamulang dengan Kecamatan
Parung dan Kabupaten Bogor, sedangkan Jl. Pondok Cabe Raya
merupakan jalan yang menghubungkan pusat kota Kecamatan
Pamulang dengan DKI Jakarta.
Di Pamulang terdapat beberapa komplek perumahan seperti
Pamulang Permai, Reni Jaya, Vila Pamulang, Griya Jakarta, Vila
Pamulang Mas, Pamulang Estate (MA),BPI (Bukit Pamulang Indah),
Permata Pamulang, Vila Dago dll. Komplek-komplek perumahan ini
mulai berdiri tahun 1983.
Tahun 1983 belum ada perumahan, Perumahan Pamulang
Permai I ada pada tahun 1991, perumahan yang pertama di Pamulang
adalah Pondok Benda Indah yang dibangun tahun 1990 berlokasi di rw
15 Kel. Pondok Benda, lokasinya sebelum pompa bensin pertigaan
parakan Pamulang.
Di Pamulang juga berdiri Superindo, Pamulang Square dan
Carrefour yang menandakan pertumbuhan ekonomi di kecamatan ini
sangat pesat. Dahulu sempat pula didirikan Alfa Toko Gudang
Rabat, Dwima, serta Cinema 21. Di depan Pamulang Square, dan juga
terdapat tomang tol namun hancur dibakar pasca kerusuhan Mei 1998.
Pamulang juga merupakan daerah industri skala usaha kecil
dan menengah (UKM), beberapa industri rumah tangga telah menjadi
bagian dari pergerakan perekonomian makro masyarakat pamulang
sejak dahulu hingga saat ini diantaranya industri kerajinan tangan,
perhiasan, pernak pernik asesoris dan makanan kecil (camilan).
60
3. Kehidupan Sosial Ekonomi
Sebagian
besar
matapencaharian
masyarakat
Kecamatan
Pamulang adalah berdagang, wiraswasta, pelayanan jasa dan lain-lain.
Pola perekonomian masyarakat Kecamatan Pamulang pada awalnya
bergantung pada tanah yang mereka miliki. Tanah bagi mereka
merupakan suatu sumber kehidupan bagi keluarga dan generasi
penerus mereka sehingga pemanfaatan tanah digunakan sebagai sarana
untuk bertani dengan menanam berbagai macam tanaman yang pada
akhirnya hasilnya digunakan untuk dikonsumsi sendiri dan untuk
dijual sebagai dana untuk memenuhi kehidupan lainnya. Hal ini telah
berjalan turun temurun dari mulai nenek moyang masyarakat
Kecamatan Pamulang. Tetapi sekarang lahan pertanian semakin
menyempit karena banyak warga yang menjualnya ke para pendatang
sehingga sebagian mereka beralih ke bidang lain yaitu berdagang di
sekitar rumah mereka ataupun membuat kios di pinggir jalan.5
Pemanfaatan tanah sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup
dalam perkembangan selanjutnya mengalami pergeseran seiring
dengan kemajuan zaman. Kebutuhan ekonomi yang semakin hari
semakin
meningkat
mendesak
masyarakat
pribumi
untuk
memanfaatkan sebidang tanahnya untuk usaha lain selain bertani,
sehingga hasilnya menjadi lebih besar dibanding dengan bertani dan
berkebun misalnya dengan membangun rumah kontrakan, warung atau
toko, yang dinilai lebih menguntungkan bila dibanding dengan
menunggu penghasilan dari usaha bertani dan berkebun. Menurut
pertimbangan secara ekonomis memang lebih menguntungkan karena
tanah tersebut dapat menghasilkan uang banyak dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama, walaupun dari segi kelestarian lingkungan
tidak menguntungkan.
Sebagian besar masyarakat Kecamatan Pamulang bekerja di
sektor formal maupun non formal yang sesuai dengan pendidikan yang
5
Data Kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2014
61
mereka miliki, walaupun kadang-kadang pekerjaan dengan pendidikan
tidak sesuai. Sedangkan bagi masyarakat yang tidak memiliki warisan
tanah dan juga tidak berpendidikan tinggi, mereka lebih memilih
berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian dari para
pedagang itu ada yang berjualan di pasar, yang letaknya tidak jauh dari
Pamulang dan juga pedagang yang berjualan dengan membuka toko
atau warung kecil-kecilan di sekitar rumahnya.
4. Kehidupan Sosial Keagamaan
Jika dilihat dari keberagaman penduduk Kecamatan Pamulang,
sebagian besar masyarakat menganut agama Islam yaitu sebanyak,
271362 orang, sedangkan sisanya menganut agama Budha sebanyak
1953 orang, Kristen Protestan 1831 orang, Kristen Katolik 7537 orang,
Hindu 889 orang dan Konghucu 234 orang.
Gambaran
tentang
keberagamaan
masyarakat
Kecamatan Pamulang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No
Hin
Bud
Kong
du
ha
hucu
3763
168
348
5
2266
4700
129
667
20
1006
1725
130
175
12
Cabe 19178
501
1438
81
271
178
Cabe 36140
230
1107
78
62
-
Kelurahan
Islam
Katolik
Protestan
1
Pondok Benda
39687
1367
2
Pamulang
43738
29503
Barat
3
Pamulang
Timur
4
Pondok
Udik
5
Pondok
Ilir
6
Kedaung
47890
700
1843
115
103
5
7
Bambu Apus
21734
404
924
48
116
2
62
8
Benda Baru
33492
1063
2821
150
211
12
Kecamatan
27136
7537
1831
889
1953 234
Pamulang
2
Sumber : Kantor Urusan Agama Kecamatan Pamulang6
Mengenai tempat peribadatan tercatat di wilayah Kecamatan
Pamulang terdapat 146 buah Masjid, 317 buah Mushola, 1 buah
Vihara, 2 buah Kelenteng, 15 buah Gereja. Dari data tersebut dapat
dilihat betapa beragamnya komunitas keberagaman, hampir semua
agama dan tempat ibadahnya yang ada di Indonesia dapat dijumpai di
Kecamatan ini.
C. Informasi Partisipan
1. Karakteristik Pedagang Angkringan
Pedagang Angkringan adalah orang yang menjual barang
dagangannya dengan menggunakan gerobak serta lampu senthir.
Pedagang angkringan ini sering disebut pula sebagai prembe (Jawa).
Pedagang angkringan ini menjual barang dagangannya berupa makanan
dan minuman dengan gerobak. Gerobak yang biasa digunakan oleh
pedagang angkringan tersebut umumnya adalah milik pedagang sendiri.
Waktu berdagang para pedagang angkringan dimulai dari sore hari
sekitar pukul setengah lima dan selesainya pada dini hari sekitar pukul
dua. Namun waktu tutup usaha angkringan ini tergantung dari keadaan
berjualan saat itu. Apabila keadaan saat itu sedang ramai konsumen
biasanya para pedagang angkringan ini akan tutup lebih awal dari pukul
dua dini hari.
Lokasi yang dijadikan tempat berjualan umumnya di pinggirpinggir jalan utama, namun ada pula pedagang angkringan yang
berjualan di sekitar perkantoran atau daerah perkampungan yang ramai
serta dilalui oleh banyak orang. Barang yang ditawarkan oleh para
6
http://tangselkota.bps.go.id/index.php?hal=publikasi_detil&id=8 diakses pada tanggal 25
Desember 2014 pukul 20.00 WIB
63
pedagang angkringan memang pada umumnya memiliki harga yang
murah karena pangsa konsumennya yang dituju mereka yang berasal
dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Walaupun demikian, saat ini
popularitas angkringan sedang menanjak, sehingga saat ini angkringan
mudah ditemui di Pamulang yang merupakan bukan asal daerah asli
dari Angkringan.
Warung angkringan atau saat ini juga dikenal sebagai warung
nasi kucing mempunyai daya tarik tersendiri sehingga diminati oleh
konsumennya baik yang berasal dari mahasiswa, tukang ojek, buruh
bahkan pegawai pemerintahan. Walaupun dari segi kualitas barang
yang dijual sering dianggap memiliki kualitas rendah, namun ini tidak
membuat daya tarik angkringan menurun. Angkringan merupakan salah
satu wadah untuk masyarakat melakukan interaksi sosialnya. Di dalam
angkringan tidak memiliki batasan atau mengenal perbedaan kelas
sosial, ekonomi, agama dan ras. Dalam angkringan semua manusia
sama sehingga ini yang membuat angkringan bertahan hingga saat ini.
Karena tidak jarang para konsumen memiliki angkringan favoritnya
masing-masing dan ini cenderung dengan pemilihan pedagang
angkringannya enak atau tidak untuk diajak ngobrol.
Angkringan di Pamulang terbagi menjadi dua model, yaitu
model pertama adalah angkringan yang tradisional. Angkringan
tradisional memiliki ciri-ciri seperti, gerobak yang menetap di tempat
yang strategis, memasak masih menggunakan arang, serta masih
menggunakan gerobak, untuk meja saji yang digunakan untuk
menyajikan makanan hanya menggunakan papan yang menempel di
gerobak serta tikar untuk pengunjung yang memilih untuk lesehan, dan
untuk penerangan biasanya redup karna pedagang angkringan hanya
menggunakan sambungan kabel lampu dari toko yang mereka tumpangi
pelataran tempat parkirnya, pegawai yang membantu biasanya hanya
berjumlah tiga orang paling banyak serta mereka masih memiliki
hubungan saudara dengan pemilik angkringan.
64
Angkringan model kedua adalah model modern. Angkringan
seperti yang dimiliki oleh Ibu Yanti adalah angkringan yang sudah
memiliki tempat untuk menetap tidak lagi menggunakan gerobak.
Selain itu meja panjang yang digunakan untuk menyajikan angkringan
Ibu Yanti sudah memiliki tiga buah meja, Penerangannya juga sudah
menggunakan lampu, selain itu untuk sumber daya manusia yang
membantu, Ibu Yanti sudah memiliki enam orang pegawai, dan
pegawainya bukan lagi dari anggota keluarga melainkan tetanggatetangganya di kampung. Menu yang disediakan ketiga angkringan ini
hampir sama, jumlahnya saja yang berbeda dan ketiga angkringan ini
walaupun berada di Pamulang
mereka masih memasukan simbol-
simbol Kejawaan mereka. Berikut ini adalah profil ketiga pedagang
angkringan yang menjadi informan di Pamulang:
a. Angkringan Pakde Yono
Pakde Yono adalah salah satu pedagang angkringan yang
mencoba mengadu peruntungan di Pamulang, dengan modal yang
seadanya Pakde Yono hijrah dari Pemalang ke Pamulang untuk
mengikuti
temannya
yang
ingin
membuka
usaha
kuliner
angkringan. Pada tahun 2004 Pakde Yono memutuskan untuk
hijrah ke Jakarta bersama dua orang teman yang berasal dari
Gunung Kidul untuk membuka Angkringan di Daerah Cinangka,
Sawangan. Awalnya mereka bertiga menyewa sebuah kontrakan di
daerah Cinangka sebagai tempat tinggal dan berjualan angkringan
tidak jauh dari kontrakan tersebut. Melihat kerja Pakde Yono yang
bagus teman Pakde pun memberikan saran untuk Pakde Yono
untuk membuka usaha angkringan miliknya sendiri.
Setelah mempertimbangkan tawaran temannya, Pakde Yono
memutuskan untuk membuka angkringan. Langkah pertama yang
dilakukan Pakde Yono adalah mencari-cari lokasi yang tepat untuk
berjualan angkringan. Setelah mencari-cari akhirnya ditemui
65
sebuah lahan yang lapang di depan pertokoan dipinggir jalan yang
terletak di persimpangan jalan Reni.
Letak yang strategis dikarenakan dekat dengan Universitas
Pamulang dan persimpangan jalan yang menghubungkan antara
Pondok Cabe dan Reni ke arah Pamulang diharapkan pada saat itu
angkringan milik Pakde Yono laku dan ramai dikunjungi oleh
pembeli baik mahasiswa, warga sekitar, ataupun orang-orang yang
pulang kerja untuk mampir. Letak berjualan yang strategis dan
mudah dijangkau menjadi salah satu hal yang utama dalam
menentukan lokasi berjualan bagi Pakde Yono.
Modal usaha bagi pedagang kaki lima khususnya Pakde Yono
diperoleh dari sisa tabungan sendiri yang dibawa dari kampung
halaman dan pinjaman dari teman-teman Pakde Yono yang berada
di Jakarta. Pada saat datang ke Pamulang Pakde Yono membawa
uang sebesar lima juta rupiah yang diperolehnya dari hasil jual
kerbau milik kedua orang tuanya. Uang sebesar lima juta rupiah
tersebut Pakde Yono sudah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari
seperti membayar kontrakan rumah, makan, minum, dan lain-lain.
Setelah itu Pakde Yono membuat sebuah gerobak yang kurang
lebih berukuran 5x6 m². Pakde Yono memutuskan untuk memesan
gerobak angkringan hal ini dikarenakan gerobak-gerobak yang
sudah jadi tidak terdapat tempat untuk memasak wedang jahe, teh,
dan air putih panas atau menghangatkan gorengan yang
sebelumnya sudah dibuat setengah matang, sehingga bila ingin
dinikmati harus dihangatkan terlebih dahulu.
Pada umumnya penjual angkringan memiliki tempat berjualan
yang menetap, untuk menutupi bagian atap biasanya ditutupi
menggunakan terpal sehingga membentuk sebuah tenda. Kemudian
memasang bangku di bagian dalam untuk tempat duduk para
pembeli serta menggelar terpal untuk mereka yang ingin duduk
secara lesehan. Gerobak angkringan biasanya pada bagian depan
66
terdapat tungku yang mengunakan bahan bakar arang untuk
memasak air. Terdapat tiga buah teko atau ceret yang berisi air
panas yang digunakan untuk wedang jahe, wedang teh serta teko
yang satu lagi berisi air putih untuk minum.
Untuk di meja panjang berisi makanan berupa nasi yang
biasanya dibungkus kertas nasi atau daun pisang, disebut nasi
kucing karena isinya relatif sedikit kira-kira hanya empat sendok
makan dan sedikit seperti makanan kucing. Sego kucing biasanya
berisi nasi dengan lauk sambal, nasi dengan secuil ikan bandeng,
nasi dengan sedikit tempe orek. Serta nasi dengan secuil ikan teri
dan gorengan aneka macam seperti tahu isi, tempe mendoan, sate
usus, sate tutut, ceker ayam, pala ayam.
Angkringan yang dimiliki oleh Pakde Yono termasuk
angkringan model sederhana, karena angkringan Pakde Yono
hanya memiliki satu buah meja panjang yang digunakan untuk
menyajikan lauk-pauk untuk menemani makan nasi kucing dan
berbicara bersama, selain itu Pakde Yono juga menyediakan tikar
untuk para pembeli yang ingin duduk lesehan. Penerangan yang
digunakan oleh Pakde Yono juga sangat sederhana yaitu hanya
lampu bohlam yang hanya berdaya 5watt sehingga menimbulkan
suasana yang remang-remang namun nyaman untuk berbincang.
Angkringan Pakde Yono walaupun sederhana namun menu
makanan dan minuman yang disajikan cukup bervariatif sehingga
pembeli mempunyai banyak pilihan. Berikut adalah tabel daftar
makanan yang disediakan oleh angkringan Pakde Wagio:
Tabel 4.9. Menu Makanan dan Minuman di
Angkringan Pakde Yono
No
1
Makanan dan Minuman
Harga
Sego Kucing Aneka Lauk ( Ikan Teri, Rp
Tempe
Orek,
Bandeng )
OsengOseng,dan
Ikan
2.500/bungkus
67
2
Sate Telur Puyuh 3 buah
Rp 2.500/tusuk
3
Tempe dan Tahu Bacem
Rp 2.000/buah
4
Sate Usus
Rp 2.500/tusuk
5
Sate tutut (kerang sawah)
Rp 2.500/tusuk
6
Gorengan Tahu, Tempe, dan bakwan
Rp 1.000/buah
7
Wedang jahe
Rp 3.000/gelas
8
Wedang susu jahe
Rp 3.500/gelas
9
Es teh manis
Rp 3.000/gelas
10
Sate kulit ayam
Rp 2.500/tusuk
11
Kepala dan ceker ayam
Rp 2.500/tusuk
12
Sate kerang
Rp 2.500/tusuk
13
Sate kikil
Rp 2.500/tusuk
14
Es teh susu
Rp 3.500/gelas
Sumber: Hasil Temuan Peneliti, Tahun 2014
Berdasarkan tabel terlihat bahwa makanan dan minuman
yang dijual di angkringan Pakde Yono relatif murah, dan dapat
dijangkau oleh semua kalangan masyarakat, baik dari yang kelas
menengah ke atas ataupun kelas menengah ke bawah. Seperti yang
diutarakan oleh Maldi seorang mahasiswa Universitas Pamulang
jurusan hukum yang hampir setiap minggu datang ke angkringan
Pakde Yono,
“Minimal gue seminggu sekali ke angkringan, disini
tempatnya asik ya buat ngobrol, pakdhe Wagio sama bu Ina
istrinya
juga
ramah
banget
dan
yang
terjangkaulah untuk kantong mahasiswa.”
penting
harganya
7
Walaupun menjual makanan dengan harga yang relatif
murah namun Pakde Yono selalu mendapat keuntungan. Pada hari
biasa pendapatan kotor yang diperoleh Pakde Yono sebesar Rp
7
WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014 pukul 21.15
68
1.000.000,- dan bila sedang hari libur seperti malam minggu Pakde
Yono bisa mendapat pendapatan kotor sebesar Rp 2.000.000,hingga 3.000.000,- dengan keuntungan bersih bila sedang hari
biasa sebesar Rp 500.000,- untung yang di dapat Pakde Yono
digunakan
untuk
membayar
kontrakan
dan
biaya
untuk
menghidupi istri beserta kedua anaknya.
Dalam menyiapkan semua keperluan untuk berdagang,
Pakde Yono memasak dengan dibantu istrinya yaitu ibu Ina, setiap
pagi pukul 06.00 pakde dan ibu Ina pergi ke pasar Cimanggis
untuk berbelanja, dan setelah berbelanja Pakde Yono dan istrinya
memasak keperluan untuk berdagang. Semuanya dikerjakan secara
bersama-sama. Sekitar pukul 18.00 mereka menyiapkan tenda dan
menata angkringan. Bila sedang ramai sekali angkringan Pakde
Yono bisa tutup lebih awal sekitar pukul 11.00 namun jika sedang
sepi Pakde Yono tutup pada pukul 02.00 dini hari.
b. Angkringan Milik Mas Warimin
Mas Min adalah salah satu masyarakat Yogyakarta yang hijrah
ke ibukota untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dari
kehidupannya di desa. Mas Min berusia 32 tahun, dan dia merantau
ke Jakarta pada saat usia 23 tahun. Mas Min datang ke Jakarta
hanya bermodalkan uang sebesar lima ratus ribu dan Mas Min juga
tidak memiliki keahlian khusus, dan pada tahun-tahun awal tinggal
di Jakarta Mas Min mendapat pekerjaan menjaga sebuah toko di
salah satu pusat perbelanjaan di Ibukota.
Pekerjaan menjaga toko hanya bertahan kurang lebih satu tahun
karena uang yang Mas Min dapatkan hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Setelah memutuskan
untuk keluar Mas Min melamar pekerjaan untuk bekerja di pabrik
di daerah Cililitan. Setelah tiga tahun bekerja dipabrik, Mas Min
memutuskan keluar karena Mas Min merasa bosan dengan
69
pekerjaan yang monoton di pabrik. Seperti yang diungkapkan oleh
Mas Min bahwa
“saya kerja di pabrik tiga tahun, karena kerjaannya itu-itu saja
jadi saya bosan dan memutuskan untuk keluar, lagipula masa
depannya tidak menjanjikan.”8
Mas Min lalu berfikiran untuk berwirausaha, karena pada saat
itu Mas Min sudah memiliki seorang istri yang bisa memasak.
Akhirnya Mas Min dengan istrinya memutuskan untuk membuka
usaha warung angkringan di daerah Pamulang. Pamulang dipilih
setelah Mas Min dan istrinya mengunjungi kerabat yang tinggal di
Pamulang dan mendapat berbagai masukan untuk pindah menetap
dan membuka usaha angkringan disana. Setelah melihat berbagai
lokasi Mas Min akhirnya mendapat tempat di depan sebuah toko di
pinggir jalan yang berada di Jl. Dr Setiabudi, Pamulang, Tangerang
Selatan. Dengan bermodal tujuh juta rupiah Mas Min menyiapkan
segala macam kebutuhan untuk berdagang angkringan. Uang
tersebut Mas Min gunakan untuk membeli gerobak sederhana dan
keperluan-keperluan lainnya seperti ceret sebagai identitas
angkringan yang berjumlah tiga buah, serta untuk membayar sewa
depan toko sebesar empat ratus ribu perbulannya yang akan ia
gunakan untuk berdagang.
Mas Min sudah berdagang angkringan selama kurang lebih
hampir lima dibantu
3 keponakannya
untuk
menyiapkan
keperluannya berjualan. Istri Mas Min yang bertugas untuk
berbelanja pada pagi hari dan memasak pada siang harinya
sedangkan tugas Mas Min dan para keponakannya hanya yang
berjualan. Mas Min berjualan dimulai pukul enam sore ketika toko
tersebut sudah tutup. Bila sedang ramai angkringan Mas Min hanya
8
Berdasarkan wawancara dengan Mas Min pada 22 Mei 2014 pukul 22.30 WIB.
70
sampai pukul 00.00 WIB. Namun bila sedang sepi Mas Min baru
dapat menutup angkringannya pada pukul 02.00 dini hari.
Angkringan yang dimiliki oleh Mas Min termaksud angkringan
yang sederhana, dan angkringan ini dibuat agar semirip mungkin
dengan angkringan yang berada di Jogjakarta. Di depan gerobak
Angkringan Mas Min menyediakan bangku panjang yang dapat
diduduki kurang lebih empat orang, dan untuk pembeli lainnya
disediakan tikar dan meja kecil untuk duduk lesehan.
Dengan bermodalkan angkringan yang sederhana Mas Min
mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari untuk istri dan
anaknya yang saat ini berusia dua tahun dan membayar upah untuk
ketiga orang keponakannya. Setiap harinya Mas Min mampu untuk
memperoleh penghasilan sebesar Rp 1.000.000,- perhari dengan
keuntungan bersihnya Mas Min mampu memperoleh sehari kurang
lebih Rp 600.000,-. Berikut ini adalah daftar masakan dan
minuman yang disediakan di angkringan sederhana milik Mas Min.
Tabel 4.10. Menu Makanan Minuman Angkringan Mas Min
No
Makanan dan Minuman
Harga
1
Sego Kucing Aneka Lauk ( Ikan Teri, Oseng-
Rp 2.500/bungkus
Oseng Sayur, dan Ikan Bandeng )
2
Sate Telur Puyuh 4 buah
Rp 2.500/tusuk
3
Sate Ati Ampela
Rp 2.500/tusuk
4
Sate Paru
Rp 2.500/tusuk
5
Sate Kikil
Rp 2.500/tusuk
6
Tempe dan Tahu Bacem
Rp 2.000/buah
7
Sate Usus
Rp 2.500/tusuk
8
Gorengan Tahu, Mendoan Tempe dan bakwan
Rp 1.000/buah
9
Sate Ceker Ayam
Rp 2.500/tusuk
10
Kepala Ayam Goreng
Rp 2.500/buah
11
Teh Manis
Rp 3.000/gelas
12
Wedang Jahe
Rp 4.000/gelas
13
Wedang Jahe dengan Susu
Rp 4.500/gelas
71
14
Susu Teh Jahe
Rp 4.500/gelas
Sumber: Hasil Temuan Peneliti, Tahun 2014.
Menu makanan yang disediakan oleh Mas Min memang
sederhana namun walaupun dengan demikian Mas Min sudah
memiliki pelanggan setia yang setiap minggunya pasti datang
untuk makan lalu mengobrol dengan Mas Min. Seperti penuturan
Mas Min dengan membuka usaha angkringan ia mempunyai
banyak teman baru untuk bercengkrama, sehingga walaupun harus
menjaga angkringannya hingga dini hari tidak ada kejenuhan yang
dirasakan oleh Mas Min. Pembeli yang datang silih berganti
terkadang Mas Min duduk bersama pembeli di lesehan untuk
bergabung mengobrol bersama.
c. Angkringan Ibu Yanti
Ibu Yanti adalah salah satu pemilik angkringan di Pamulang
Permai, Tangsel. Angkringan milik Ibu Yanti termaksud
angkringan yang modern dan sudah berkembang. letak khusus
angkringan Ibu Yanti sangat strategis karena berada di pinggir
Perumahan Griya Jakarta yang merupakan jalan raya yang tidak
pernah sepi, Ibu Yanti awal membuka usaha angkringan pada
tahun 2009. Awalnya Ibu Yanti hanya menyediakan satu meja
untuk menaruh makanan, namun seiring berjalannya karena
semakin ramai akhirnya Ibu Yanti saat ini memiliki tiga buah meja
panjang untuk menaruh makanannya.
Ibu Yanti memilih berjualan angkringan dikarenakan mendapat
saran dari suaminya bahwa angkringan pada saat itu sedang
menjadi trend baru di dunia kuliner. Dengan bermodal kurang
lebih enam juta rupiah, Ibu Yanti beserta suaminya membuka
usaha angkringan di depan emperan bengkel onderdil motor,
dibantu oleh keponakan Ibu Yanti yang bernama Rohman. Pada
tahun 2010 ada bengkel yang tutup sehingga Ibu Yanti memilih
untuk menyewa bengkel yang sudah pindah, agar tidak lagi
72
menunggu untuk menjajakan dagangannya selepas bengkel
tersebut tutup.
Dalam hal permodalan khususnya menyewa tempat tersebut,
Ibu Yanti terpaksa meminjam uang di salah satu Bank Swasta.
Karena lokasi yang cukup strategis di pinggir Perumahan Griya
Jakarta maka harga sewa toko tersebut menjadi mahal. Setidaknya
setiap tahun Ibu Yanti harus mengeluarkan uang sebesar lima belas
juta rupiah. Oleh karena itu, Ibu Yanti berusaha untuk membuat
angkringan yang lebih besar dari awalnya sehingga Ibu Yanti dapat
memutuskan untuk memanggil para tetangganya yang berada di
Klaten.
Dengan demikian, angkringan yang dibangun Ibu Yanti juga
dapat memunculkan jaringan sosial. Jaringan sosial ini diwujudkan
dengan suatu hubungan yang tercipta oleh Ibu Yanti dengan
memperkerjakan para tetangganya yang berada di Klaten. Selain
itu dengan adanya angkringan Ibu Yanti juga turut serta membantu
membuka lapangan pekerjaan baru walaupun dengan skala yang
masih kecil.
Awalnya
yang bekerja
hanya
Ibu
Yanti,
suami
dan
keponakannya yang bernama Rohman. Kemudian mereka mulai
memperkerjakan orang lain untuk membantu usaha mereka.
Perkembangan lainnya terlihat pada penetapan lokasi di satu
tempat walau tetap dengan konsep gerobak tenda. Berkat
perkembangan usaha yang pesat, gerobak tenda berganti menjadi
toko luas yang disulap menjadi angkringan besar tanpa sepi
pengunjung. Secara otomatis, bahan baku harus siap sedia melebihi
jumlah yang ditargetkan bersama dengan media usaha lainnya yang
dapat mendorong laju perkembangan usaha Sego Kucing.
“Ibu baru angkat karyawan di tahun 2011. Itupun awalnya
hanya dua orang saja, dan baru berani setelah terlihat cukup
meyakinkan pada awal tahun 2012. Takutnya nanti kalau banyak-
73
banyak ndak bisa bayarnya. Ndak ada yang tau, toh, kalau
usahanya sukses atau ndak kedepannya.”9
Perkembangan ekonomi yang terjadi dalam usaha angkringan
tersebut dialami pula pada hal sumber daya manusianya. Awal
mula hanya satu pekerja yaitu Rohman, kini berkembang menjadi
tiga pekerja dan ibu Yanti kemudian menambah tiga orang lagi
setelah itu. Sumber daya manusia yang diberdayakan sengaja
tertuju pada generasi muda yang rata-rata memiliki semangat kerja
maksimal. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Ibu Yanti bahwa.
“Pekerja di sini rata-rata masih muda-muda mbak biar gesit
melayani pembeli, saya meminta tetangga-tetangga saya di Klaten
daripada bengong, mending kerja di Jakarta.”10
Waktu yang diperlukan dalam berbelanja, memasak, dan
melayani pembeli itu harus serba cepat agar tidak ada yang
kecewa. Selain itu semua orang yang terlibat dalam Angkringan
Ibu Yanti harus dapat mempertahankan stamina dan semangat
bekerja dalam waktu seminggu penuh tanpa jeda. Hal tersebut
berlaku pula bagi anggota keluarga yaitu Rohman yang turut
membantu. Karena Angkringan Ibu Yanti hanya libur pada saat
libur nasional keagamaan khususnya Islam. Untuk menu makanan
dan minuman yang disediakan oleh Ibu Yanti tidak berbeda dengan
angkringan pada umumnya, hanya saja yang membedakan
angkringan Ibu Yanti menyediakan dalam jumlah yang lebih
banyak dibanding angkringan lainnya.
Jenis makanan yang disediakan di angkringan milik Ibu Yanti
memang jauh lebih banyak dibanding dengan angkringan milik
Pakde Yono dan Mas Min namun secara menu yang disediakan
hampir sama ketiganya. Angkringan milik Ibu Yanti memang jauh
9
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Yanti pada 4 September 2014, pukul 21.00
WIB.
10
Ibid.
74
lebih besar dibanding angkringan lainnya. Berikut ini adalah menu
yang disediakan oleh angkringan Ibu Yanti.
Tabel 4.11 Menu Makanan dan Minuman di Angkringan Ibu Yanti
No Makanan dan Minuman
1
Harga
Sego Kucing Aneka Lauk ( Ikan Teri, Rp 3.000/bungkus
Tempe Orek, Oseng-Oseng, dan Ikan
Bandeng )
2
Nasi Bakar
Rp 5.000/bungkus
3
Sate Telur Puyuh 3 buah
Rp 3.000/tusuk
4
Sate Udang
Rp 4.500/tusuk
5
Sate Kulit Ayam
Rp 3.000/tusuk
6
Sate Kikil
Rp 3.500/tusuk
7
Baceman Tahu dan Tempe
Rp 3.000/buah
8
Gorengan Tahu, Tempe mendoan dan Rp 1.500/buah
bakwan
9
Sate Usus
Rp 3.000/tusuk
10
Sate Ampela
Rp 3.000/tusuk
11
Sate Ceker Ayam
Rp 4.000/tusuk
12
Kepala Ayam
Rp 4.000/tusuk
13
Wedang Jahe
Rp 5.000/gelas
14
Susu Jahe
Rp 6.000/gelas
15
Kopi Jahe
Rp 5.500/gelas
16
Teh manis
Rp 4.000/gelas
17
Teh Susu
Rp 5.500/gelas
18
Minuman Kopi Susu Kemasan
Rp 5.000/gelas
Sumber: Hasil Temuan Peneliti, Tahun 2014.
Harga yang ditawarkan pada angkringan Ibu Yanti memang
lebih mahal dibandingkan dengan harga angkringan milik Pakdhe
yono dan Mas Min. Hal ini dikarenakan Ibu Yanti harus
mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk membayar harga
sewa tempat serta membayar para karyawannya. Walaupun harga
75
yang cukup mahal untuk angkringan pada umumnya, tidak
membuat pelanggan Ibu Yanti lantas pergi, hal ini dikarenakan
harga sesuai dengan cita rasa yang ditawarkan, serta tempat duduk
yang disediakan jauh lebih banyak menampung pembeli dibanding
angkringan lainnya.
2. Karakteristik Pembeli
Dalam upaya mencari bentuk interksi sosial yang terjadi di
angkringan, Partisipan
yang dijadikan sumber data penelitian
keseluruhan sebanyak sembilan orang pengunjung angkringan dengan
rincian setiap angkringan diambil tiga orang pengunjung.
Penting sekali peneliti menjabarkan informasi dan latar belakang
partisipan agar pembaca dan penguji dapat memahami konteks dan
situasi penelitian. Pada penelitian kualitatif kesimpulan penelitian tidak
bisa diterapkan secara umum, oleh karena itu siapa dan kapan yang
diwawancarai sangatlah penting karena kesimpulan dari penelitian ini
berbeda ketika mewawancarai orang yang berbeda dan dilakukan pada
waktu yang berbeda juga.
Karakteristik pembeli merujuk atas saran yang diberikan oleh
pedagang angkringan. Pembeli adalah pengunjung yang secara rutin
datang ke angkringan dan melakukan interaksi dengan pengunjung serta
pedagang yang ada di angkringan itu. Pengunjung angkringan datang
dari berbagai kalangan, ada mahasiswa, pegawai,tukang ojek, satu
keluarga, pengusaha dan lain-lain.
Untuk karakteristik pembeli yang pertama, pembeli hanya datang
dan membawa pulang makanan
yang dibeli. Pembeli hanya
memanfaatkan angkringan sebatas sebagai tempat makan dan bentuk
kepraktisan dan keefisienan waktu serta tenaga. Karena warga kota
yang tidak sempat memasak.
Menjumpai karakteristik pembeli yang membeli untuk dibawa
pulang itu jarang sekali, pembeli tipe pertama hanya ditemui pada
angkringan Ibu Yanti. Pembeli ini bernama Adi dengan status pelajar.
76
pembeli ini membeli makanan di angkringan untuk dinikmati di rumah
bersama keluarga, hal ini dikarenakan di rumah hari itu tidak sempat
memasak, jadi mereka memilih untuk membeli makanan jadi yang
sudah matang, selain menghemat waktu dan energi, harga di angkringan
juga tidak terlalu mahal. Seperti yang dilakukan oleh Adi yang
diwawancarai oleh peneliti karena membeli makanan di angkringan lalu
bergegas untuk pulang.
“Disuruh mama beli makan soalnya mama ga masak.“11
Melihat penuturan Adi tersebut dapat terlihat dengan jelas hadirnya
usaha kuliner di perkotaan juga dapat membawa keuntungan lainnya
seperti sebagai bentuk dari kepraktisan dan keefisienan waktu untuk
warga kota yang tidak sempat memenuhi kebutuhan sehari-harinya
dalam memasak dengan hadirnya usaha kuliner ini maka dapat menjadi
alternatif lain. Semakin tingginya permintaan warga kota terhadap
usaha kuliner maka, usaha kuliner dengan basis kedaerahan menjadi
laku keras.
Dengan demikian semakin tingginya kesibukan masyarakat
perkotaan menyebabkan mereka tidak mempunyai cukup waktu untuk
memasak dan menyajikan masakan untuk anggota keluarga, sehingga
mereka akan memilih untuk membeli makanan yang menjual menu
makanan sehari-hari.
Karakteristik pembeli yang kedua adalah mereka yang datang
untuk makan sebentar lalu pulang, tanpa disertai bincang-bincang atau
mengobrol terlebih dahulu, biasanya karakteriktik yang kedua ini tidak
lebih dari tiga puluh menit untuk makan di angkringan. Hal ini
dikarenakan biasanya mereka datang bersama keluarga ataupun
pasangan kekasih, mereka setelah makan langsung segera pulang.
Pembeli dengan karakteristik ini terdapat dua orang pada
angkringan Mas Min, yaitu Hendra (Pegawai Swasta) dan Wati (Ibu
Rumah Tangga). Satu orang pada angkringan Pakde Yon, yaitu Maldi
11
Berdasarkan hasil wawancara dengan Adi pada 7 Oktober 2014 pukul 19.00 WIB.
77
(Mahasiswa). Dan satu orang pada angkringan Ibu Yanti, yaitu Movitri
(mahasiswa).
Dengan tipe pembeli yang pertama dan kedua jelas disini
angkringan berfungsi sebagai salah satu usaha informal yang
menyediakan kepraktisan waktu dan tenaga untuk masyarakat kota
Tangerang Selatan yang tidak memiliki banyak waktu untuk memasak
karena kesibukannya.
Karakteristik pembeli angkringan yang ketiga adalah pembeli yang
membeli kemudian berinteraksi dengan pembeli yang lainnya, pembeli
yang mampu menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengobrol.
karena dengan hadirnya angkringan disini mampu mengembalikan dan
mengobati rasa rindu masyarakat Jawa yang tinggal di Pamulang.
Pada angkringan Mas Min ada satu orang pembeli dengan
karakteristik ini, yaitu Mardoyo (supir). Di angkringan Pakde yon ada
dua orang yaitu, Sobani (Tukang ojek) dan Agung (pengangguran). Di
angkringan Ibu Yanti ada satu orang yaitu, Lisa (pegawai kantor).
“Namanya juga perantau, ada angkringan di sini bikin kita berasa
di kampung sendiri. Apalagi disini Min bikinnya hampir sama kaya
yang di Jogja, wah makin kangen saja saya sama kampung halaman.”12
Berdasarkan penuturan pak Mardoyo tersebut jelas bahwa
angkringan dapat mengobati rasa rindunya terhadap Yogyakarta yang
telah hampir dua tahun ia tidak pulang ke kampung. Kesamaan asal
daerah yaitu Yogyakarta antara Pak Mardoyo dengan Pedagang
Angkringan serta penggunaan bahasa Jawa saat mengobrol ini dapat
membuat dan menjalin keakraban sehingga tidak canggung lagi Pak
Mardoyo dan Mas Min bertukar cerita tentang berbagai macam hal
mulai dari berbagi cerita selama di Pamulang hingga menanggapi
Pemilihan presiden.
12
Berdasarkan wawancara dengan Pak Mardoyo pada 21 Oktober 2014 pukul 20.00 WIB.
78
Angkringan memang tempat yang nyaman untuk mengobrol baik
mengenai kehidupan sehari-hari, hingga mengobrol mengenai isu
publik yang sedang ramai dibicarakan di media massa. Terkadang
interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan merupakan
ketidaksengajaan yang terjadi. Melalui hal yang sangat sederhana sekali
interaksi tersebut tercipta sesama antar pembeli.
Bentuk dari interaksi sosial inilah yang menjadi fokus peneliti.
Bentuk dari interaksi sosial yang terjadi di angkringan antara sesama
pembeli yang merupakan masyarakat perkotaan. Kenyataannya
angkringan bukan hanya sebagai tempat kuliner namun angkringan kini
berfungsi sebagai ruang publik masyarakat perkotaan serta tempat
interaksi sosial dengan unsur tradisional.
D. Paparan Hasil Penelitian
Pada hasil penelitian ini, peneliti akan memaparkan data dan hasil
penelitian terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan, yaitu
mendeskripsikan bagaimana interaksi sosial yang terjadi didalam
angkringan yang berada didaerah Kecamatan Pamulang.
Pada bagian ini peneliti akan memaparkan jawaban partisipan pada
saat diwawancarai dan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti untuk
mencari partisipan. Pada wawancara ini terdapat 19 (sembilan belas)
pertanyaan kegiatan apa saja yang dilakukan ketika sedang berada di
angkringan. Hasil wawancara lalu peneliti buatkan transkip, kemudian
transkip tersebut peneliti olah dengan cara mereduksi data, menyajikan
data/menyimpulkan data. Data yang di reduksi adalah informasi yang tidak
berhubungan dengan penelitian. Data yang disajian di buat dalam bentukbentuk poin, berdasarkan pertanyaan wawancara. Baru setelah itu peneliti
dapat menyimpulkannya secara deskriptif dan juga penelitian ini
menjawab pertanyaan penelitian, dan bagaimana data tersebut menjawab
penelitian.
79
1. Hasil wawancara
1) Kenapa memilih untuk datang ke angkringan
Pada pertanyaan ini enam informan menjawab alasan datang ke
angkringan adalah untuk makan. Salah diantaranya mengemukakan
bahwa, “datang ke angkringan sengaja dilakukan karena untuk makan
makanan yang menunya beragam, harganya murah dan juga
terjangkau.”13
Selain itu, satu orang menjawab untuk istirahat dengan alasan,
“mau ngaso dulu abis dapet sewa barusan biar ga ngantuk ntar klo
dapet sewa lagi”14 dan dua orang informan yang datang ke angkringan
untuk main atau sekedar nongkrong.
2) Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan?
Dalam pertanyaan ini ada tiga orang yang menjawab dua sampai
tiga kali dalam seminggu mereka datang ke angkringan. Dua orang
lainnya menjawab cukup sering mereka datang ke angkringan , dan
empat orang menjawab satu minggu sekali datang ke angkringan.
Namun, itu semua tidak merupakan hal yang wajib dilakukan oleh
para informan ini. Intensitas mereka untuk datang ke angkringan
tergantung dari faktor-faktor lain yang mendukung. Seperti yang
diungkapkan oleh Adi
“klo mama ga masak biasanya kesini bisa tiga kali seminggu.”15
3) Dengan siapa biasanya anda datang?
Dari pertanyaan ini terdapat tiga orang menjawab datang
sendirian,ke angkringan, dua orang lainnya menjawab datang bersama
keluarga, tiga orang dengan teman dan satu orang dengan semua
golongan.
Maksud dari semua golongan disini yaitu terkadang datang ke
angkringan bersama teman, terkadang sendirian dan terkadang datang
bersama keluarga untuk makan di angkringan.
13
Berdasarkan hasil wawancara dengan Movitri Rosmela pada 26 November 2014
Berdasarkan hasil wawancara dengan Sobani pada 13 November 2014
15
Berdasarkan hasil wawancara dengan Adi pada 7 Oktober 2014
14
80
4) Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih
angkringan?
Pada pertanyaan ini dua orang menjawab karena tempat angkringan
yang nyaman dan penjualnya yang enak untuk diajak untuk ngobrol, tiga
orang lainnya menjawab karena letak angkringan yang strategis. Faktor
strategis yang dimaksud adalah letak angkringan yang tidak jauh dari
rumah atau letak angkringan yang berada pada jalan yang dilalui pada saat
pulang kantor, hal ini seperti yang diutarakan oleh Hendra “klo saya
kesini gara-gara ini jalanan yang saya lewatin jadi sambil pulang kerja
mampir kesini.”16 Dan empat orang menjawab karena faktor tempat
angkringan yang nyaman untuk dikunjungi serta makanan yang enak.
5) Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan?
Pada pertanyaan ini terdapat dua orang menjawab wedang jahe dan
nasi kucing adalah makanan yang selalu dipesan bila datang ke
angkringan, ada dua orang yang hanya nasi kucing saja dan lima orang
menjawab lain-lain. Lain-lain disini adalah berbagai makanan yang tersaji
di angkringan, terdiri dari gorengan serta sate-sate yang ada di angkringan
dan berbagai minuman hangat maupun dingin.
6) Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan?
Pada pertanyaan ini terdapat enam orang menjawab untuk makan dan
mengobrol sama seperti tempat-tempat makan lainnya yang ketika datang
dengan tujuan makan terkadang diselingi obrolan. Terdapat tiga orang
yang menjawab hanya untuk makan. Untuk informan yang hanya makan
di angkringan biasanya mereka tidak mempunyai waktu banyak atau
bahkan mereka hanya sekedar mampir untuk makan, seperti penuturan
dari Maldi “kesini buat makan, laper tadi abis ujian lagian klo mau
langsung pulang males tuh masih macet pasti di depan kampus jadi kesini
dulu deh.”17
16
17
Berdasarkan hasil wawancara dengan Hendra pada 19 Oktober 2014
Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014
81
7) Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan?
Dari pertanyaan ini, seluruh informan menjawab topik apa saja dapat
dibicarakan di angkringan selama tidak menyinggung siapapun dan tidak
membicarakan hal-hal yang berbau porno serta sara.
Seperti penuturan dari Mardoyo, wah banyak dek apa aja bisa
diobrolin disini. Curhat sama si Min masalah kerjaan, masalah seharihari, atau engga apa aja yang lagi ada di tipi diobrolin disini. Kan klo
engga ya cerita tentang kampung halaman, namanya juga perantau
ada angkringan disini bikin kita berasa dikampung sendiri. Apalagi
disini Min bikinnya hampir sama kaya yang ada di Jogja, wah makin
kangen saja saya sama kampung halaman.18
8) Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol
atau bersosialisasi?
Pada pertanyaan ini, lima orang menjawab angkringan hanya sebagai
tempat makan, satu orang menjawab angkringan sebagai tempat
mengobrol dan tiga orang menjawab angkringan sebagai tempat
mengobrol dan tempat makan menjadi Satu.
Seperti yang diungkapkan oleh Maldi, “ya angkringan tempat makan
yang bisa dijadikan tempat ngobrol terus kita jadi bersosialisasi deh.”19
9) Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal?
Pada
pertanyaan
ini,
seluruh
informan
menjawab
bahwa
angkringan yang berada di Pamulang berharga murah. Seluruh
informan membandingkan harga makanan yang ada di tempat makan
lain yang berada di daerah Pamulang dengan harga makanan yang ada
di angkringan.
10) Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang
ke angkringan?
Pada pertanyaan ini, empat orang menjawab mereka datang ke
angkringan sekitar pukul tujuh hingga delapan malam. Sedangkan
empat orang lainnya menjawab datang ke angkringan sekitar pukul
delapan hingga sembilan malam. Dan satu orang menjawab datang ke
angkringan diatas jam sembilan malam.
18
19
Berdasarkan hasil wawancara dengan Mardoyo pada 21 Oktober 2014
Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014
82
11) Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak?
Dari pertanyaan ini, terdapat lima orang menjawab tidak merasa
mengganggu dan empat orang menganggap biasa saja. Hal ini diakui
oleh Maldi sebagai toleransi antar sesama pengunjung angkringan,
“engga tuh, kita sadr diri aja. Terus yang udah ada di angkringannya
juga toleransi lah kita gantian gitu.”20
12) Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai
sama apa yang dimakan?
Dari pertanyaan ini di dapati semua informan menjawab iya. Namun
karena penjual yang merupakan orang Jawa terkenal dengan rasa
cenderung memiliki sikap tidak enak hati takut menyinggung sehingga
mereka lebih membiarkan Tuhan yang membalas. Selain itu
masyarakat Jawa mempunyai prinsip nrimo segala sesuatu yang terjadi
dan pasrah terhadap segala sesuatu yang terjadi.
13) Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana?
Dari pertanyaan ini dapat diketahui bahwa dari semua informan
mengetahui daerah asal tempat angkringan ini merupakan dari Jawa.
Namun para informan tidak mengetahui daerah persis darimana
angkringan ini berasal.
14) Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja?
Dari pertanyaan ini semua informan menjawab terdapat perbedaan
harga yang ada di angkringan di daerah Jogja dengan angkringan yang
ada di daerah Pamulang. Seperti yang diutarakan oleh Maldi, “ya klo
itusih pasti ada kan diliat dari biaya hidupnya disini lebih mahal
dibanding biaya hidup disana.”21
15) Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial?
Dari pertanyaan ini terdapat satu orang menjawab bahwa
angkringan merupakan tempat mengasah tenggangrasa.
Hal ini dutarakan oleh Mardoyo, kalau angkringan itukan tempat
duduknya sedikit jadi ya harus saling mengertilah untuk mau
20
21
Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014
Ibd.,
83
dempet-dempetan atau sempit-sempitan jadi ya harus bisa
numbuhin sifat tenggang rasa kalau menurut orang Jawa tepo
seliro. Bisa nambah teman juga tukar fikiran juga bisa.22
Tujuh orang informan menjawab sebagai tempat untuk menambah
teman. Hal ini didapatkan dari kegiatan para pengunjung angkringan
yang suka mengobrol bebas dengan siapapun yang berada di
angkringan kemudian terjadi ikatan pertemanan yang tidak disadari.
Dan satu orang tempat yang menjadikan angkringan sebagai
tempat untuk bernostalgia kampung halaman. Angkringan yang
bernuansa sederhana mampu menciptakan kesan tersendiri bagi
pengunjung yang merupakan perantau dari daerah jawa, seperti
penuturan Wati “klo suami saya selalu ngomong klo dia ke angkringan
itu kaya lagi di Jawa.”23
16) Apakah
anda
pernah
melakukan
interaksi
dengan
sesama
pengunjung?
Pada pertanyaan ini semua informan menjawab bahwa pernah
melakukan interaksi dengan sesama pengunjung.
17) Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan?
Dari pertanyaan ini, semua informan menjawab bahwa bentuk
interaksi yang sering terjadi itu adalah mengobrol. Hal ini biasanya
terjadi pada saat pengunjung yang datang seorang diri ke angkringan
melakukan obrolan sengan sesama pengunjung atau keoada penjual
dengan maksud agar tidak merasa sepi. Seperti penuturan Agung, “pas
kesini sendirian kan daripada sengo ya ngobrol aja jadinya ama yang
laen ama Pakde Yono juga.”24
18) Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung?
Pada pertanyaan ini terdapat enam orang informan menjawab tidak
pernah melihat atau terlibat konflik dengan sesama pengunjung
angkringan. Seperti yang diutarakan oleh Sobani, “kaga pernah, apaan
22
Berdasarkan hasil wawancara dengan Mardoyo pada 21 Oktober 2014
Berdasarkan hasil wawancara dengan Wati pada 22 Oktober 2014
24
Berdasarkan hasail wawancara dengan Agung pada 27 Oktber 2014
23
84
yang mau diberantemin disini mah orang yang curang aja ama si Yono
dibiarin aja kan biarin aja dah tuhan yang bales katanya.”25
Tiga orang informan tidak mengetahui apakah pernah terjadi
konflik di angkringan. “saya sih ga pernah punya pengalaman seperti
itu.”26
25
Berdasarkan hasil wawancara dengan Sobani pada 13 November 2014
Berdasarkan hasil wawancara dengan Movitri Rosmela pada 26 November 2014
26
BAB V
PENUTUP
Pada bab lima, peneliti akan memaparkan lebih lanjut mengenai hasil dari
penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari dua yaitu kesimpulan dan
saran.
A. Kesimpulan
Pada bab I peneliti menjelaskan pertanyaan utama “Bagaimana interaksi
sosial yang terjadi di dalam angkringan sebagai unsur tradisional masyarakat
perkotaan di Kecamatan Pamulang?” maka pada bab ini, penulis akan
menyimpulkan temuannya, yaitu:
1. Bentuk Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan
Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada sembilan partisipan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa sembilan partisipan yang diwawancarai
melakukan kegiatan interaksi yang tidak jauh berbeda. Para pengunjung
angkringan melakukan interaksi terhadap pengunjung lainnya berdasarkan
hal-hal kecil. Seperti, meminta tolong untuk mengambilkan sambal, atau
tisu yang memang penjual hanya menyiapkan terbatas dan pengunjung di
tuntut untuk saling tolong dan berbagi. Kemudian tidak jarang akan
berlanjut dengan obrolan-obrolan hangat layaknya seperti dengan
keluarga.
Aktivitas-aktivitas yang terbentuk sebagai akibat dari adanya
interaksi sosial yang tejalin diantara para sesama pengunjung dan
pedagang di dalam angkringan dapat diklasifikasikan ke dalam suatu
bentuk proses asosiasi. Proses asosiasi ini dapat dilihat dalam bentuk
interaksi yang tercipta di dalam suatu angkringan. Interaksi yang bersifat
positif sudah terjalin di dalam suatu tempat makan tradisional bernama
angkringan.
84
85
Mengambil dari pemikiran Gillin dan Gillin bahwa bentuk umum
proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses
sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya
aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan
antara orang0orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,
maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
2. Angkringan Sebagai Unsur Tradisional
Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada sembilan partisipan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa tiga dari sembilan partisipan
menjadikan angkringan sebagai tempat mengenang kampung halaman
serta tempat mengobati kerinduan akan kampung halaman.
Angkringan mampu menyajikan simbol unsur tradisional kejawaan.
Dengan tetap menggunakan nama angkringan yang merupakan dari bahasa
Jawa, konsep kesederhanaan dari cara berjualan sangat mengesankan cara
orang Jawa hidup. Selain itu, alat serta atribut yang dipakai oleh pedagang
angkringan merupakan simbol khas daerah Jawa.
Angkringan mampu memberikan sensas lain dengan menggunakan
bahasa Jawa untuk makanan yang dijual seperti nama sego kucing atau
nasi kucing, banyak pengunjung yang awalnya datang ke angkringan
hanya sebatas penasaran apa itu nasi kucing. Setelah mencoba kemudian
menjadi pelanggan. Serta penggunaan penerangan yang minim mampu
menciptakan suasana yang hangat.
B. Saran
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat
memberikan beberapa saran dari hasil penelitian diantaranya:
a. Pemerintahan Daerah Kota Tangerang Selatan
Hasil Penelitian ini menjadi masukan untuk pimpinan, pembuat
kebijakaan merujuk segi pemahaman sosiologi, kiranya pengembangan bisnis
86
kuliner itu, dapat memperhatikan faktor sosial setempat. Sehingga,
pengembangan suatu budaya kuliner dapat terjadi tidak melalui sebuah
produk budaya yang monoton. Melakukan, sebuah inovasi-inovasi dan
penggunaansimbol-simbol yang terkait pengembangan kuliner untuk menjaga
konsistensi bisnis kuliner yang diusung. Serta memperhatikan suara-suara
masyarakat kelas menengah kebawah agar pemegang kekuasaan mengetahui
fakta-fakta sosial yang tidak terblow-up.
b. Bagi penelitian selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengadakan penelitian
dengan topik yang sama, semoga penelitian ini bisa menjadi acuan dan
bahan tambahan tentang interaksi yang terjadi di dalam angkringan. Selain
itu disarankan untuk lebih mendetail lagi dalam melihat bagaimana suatu
temoat publik mamu menjadi suatu arena terjadinya suatu proses sosial.
c. Bagi Mahasiswa
Agar mahasiswa dapat melihat serta tidak memandang sebelah mata
lagi tempat-tempat yang dinilai rendahan selama ini ternyata banyak makna
yang terkandung di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu, Pengantar Sosiologi, Semarang: CV Ramadhani, cet 1, 1975.
Basrowi, Pengantar Sosiologi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.
Dharsono, Budaya Nusantara, Bandung: Rekayasa Sains, 2007.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Gunawan Imam, Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013.
Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
James M, Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi Edisi 6 Jilid 1,
Jakarta: Erlangga, 2007.
Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009
Moleong Lexi J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009.
Mulder Niels, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Jakarta: PT
Gramedia, 1983.
Ng. Philipus, Nurul Aini, Sosiologi dan Politik Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2009.
Prasetyo Anindito, Batik, Karya Agung Warisan Budaya Dunia, Yogyakarta: pura
Pustaka, 2010.
Prastowo Adi, Memahami Metode-Metode Penelitian, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2011.
Purwadi dan Djoko Dwiyanto, Filsafat Jawa, Yogyakarta: Panji Pustaka, 2006.
Razak Yusron, Sosiologi Sebuah Pengantar, Tangerang: Mitra Sejahtera, 2008.
Rahayu Iin Tri dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan Wawancara, Malang:
Bayumedia Publishing, 2004.
Setiadi Elly M. dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,Jakarta: Prenada Media
Group, 2007.
Soehartono Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011.
Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005.
Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012.
S. Menno dan Mustamin, , Antropologi Perkotaan, Jakarta: CV Rajawali, 1992.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
R&D, Bandung: Alfabeta, 2012.
Sunarto Kamanto, Pengantar Sosologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi UI, 2004
Skripsi dan Jurnal
Aini Arbany Nurul, Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan
Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta), Skripsi
pada Universitas Negri Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan
Bustami Donovan, Interaksi Sosial Penghuni Asrama Daksinapati Universitas
Indonesia (Studi Kasus Tentang Pertentangan Sosial), Skripsi pada
Universitas Indonesia, 1985, tidak dipublikasikan
Ginzel Lolita Susan, Lapo Tuak, Arena Interaksi Sosial Bagi Masyarakat Batak
Toba (Studi Kasus: Lapo Tuak Dame, Kelurahan Harapan Mulia, Jakarta
Pusat), Skripsi pada Universitas Indonesia, 1984, tidak dipublikasikan
Indrawati Klara Puspa, 2012 Pembentukan Ruang Kolektif Oleh Masyarakat
(Studi Kasus : Angkringan Tugu Yogyakarta, Studi Arsitektur Universtas
Indonesia
Sanggakala Sadhi, Penggunaan Jalan Di Kampung Kota Dan Perumahan
Perumnas Sebagai Ruang Interaksi Sosial, Tesis pada Pascasarjana
Universitas Indonesia, Depok, 2006, tidak dipublikasikan
KEMENTERIAN AGAMA
UIN JAKARTA
FITK
No. Dokumen
Tgl.
:
FITK-FR-AKD-OB1
Terbit : 'l Maret 2010
FORM (FR)
No.
Jl. k. H. Juaftla No 95 Ciputat 15112 tndonesia
Revisi: :
Ha
02
1t1
SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN
Nomor : Un.01/F.1/KM.01.3/. ..../2014
Lamp. :
Hal : Permohonan Izin Penelitian
Jakarta, 2 Desember 2Cl4
Kepada Yth.
KESBANGPOLINMAS
Kota Tangerang Selatan
di
Tempat
Assa lamu' alaikum wr.wb.
Dengan hormat kami sampaikan bahwa,
Nama
Risyda Azizah
NIM
I 1001s000107
Pendidikan IPS / Sosiologi
9 (sembilan)
1
Jurusan
Semester
Judul Skripsi
Angkringan
-
Antropologi
Seba-qai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial
Masyarakat Perkotaan (Snrdi Deskriptif Alalisis
Di
Pamulang,
Tangerang Selatan)
adalah benar mahasisrvi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Jakarta yang
sedang
lnen)rusun skripsi, dan akan mengadakan penelitian (riset) di Kantor Kecamatan Pamulang.
Unhrk itu kami mohon Bapak/Ibu dapat mengizinkan mahasiswa tersebut melaksanakan
penelitian dirnaksud.
Atas perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.
Was s al
qmu' al aikum wr.wb.
a.n. Dekan
Kajur Pendidikan IPS
-/-
-.'-1l-,'
-l-
Dr. Iwan Purwanto, M.Pd
NIP. 19730424200801 1 0t2
Tembusan:
l. Dekan FITK
2. Pembantu Dekan Bidang Akademik
3. Mahasiswa yang bersangkutan
KEMENTERIAN AGAMA
UIN JAKARTA
FITK
: FITK-FR-AKD-0Bl
Tgl. Terbit
: 'l Maret 2010
No. Revisi: : 02
No.
FORM (FR)
Jl. lr. H. Juanda No 95 Cipulat 15112 lndonesia
Dokumen
Ha
1t1
SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN
Nomor : Un.0liF. l/KM.01.3/. ....12014
Lamp. :
Hal : Permohonan Izin Penelitian
Jakarta, 2 Desember 2014
Kepada Yth.
Kepala Kecamatan Parnulang
Kota Tangerang Selatan
di
Tempat
Ass ql amu'
alaikum wr.wbDengan hormat kami sampaikan bahwa,
Nama
Risyda Azizah
NIM
I 1 10015000107
Jurusan
Pendidikan IPS / Sosiologi - Antropologi
9 (sembilan)
Argkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial
Sernester
Judul Skripsi
Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Analisis
Di
Pamulang,
Tangerang Selatan)
adalah benar mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UN Jakarta yang sedang
men),usun skripsi, dan akan mengadakan penelitian (riset) di Kantor Kecamatan Famulang
yang Bapak/Ibu pimpin. Untuk itu kami mohon Bapak/Ibu dapat mengizinkan mahasiswa
tersebut melaksanakan penelitian dimaksud.
Atas perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu, karni ucapkan terima kasih.
Was s al
amu' a lai kum wr.wb.
Dekan
Kajur Pendidikan
Dr. Iwan Purwanto, M.Pd
NIP. 19730424 20080t I 012
Tembusan:
l.
2
3.
Dekan FITK
Perrbantu Dekan Bidang Akadernik
Mahasiswa yang bersangkutan
l:i,.r
PEMERINTAH I(OTA TANGERANG SELATAN
I}N DAN I{ESA'|UN N BANGSA
I}OI.I'I'II( DAN PIIII,INI)(JNGAN MASYARAI(A'I'
KEstsANGP@LE${rUAS
- Jl.Puspitel( No.l,Kecarnatan Setu
ISS"fS-,r g*UlCt a ra n _ p ro v s. ni".
..
sugrAT.tztNPENELtTtAN
Nomor : 07 0 I
p(
lKesbangpolinrnas/20
MEMBACA
1
4
H,Nomor : un.O1lF.1IKM.O1.3tx|i2014
ohonan lzin penelitian.
MENGINGAT
Nomor
.
130 Tahrin 2003 tentang
en Dalam Negeri.
:
^
J.
MEMPERHATIKAN
SD.612112 Tanggat
5
Juti
bkan melapor diri kepada
uk.
olltik Nomor : 14 Tahun 1gg1 tentang
Pro
MEMBERITAHUKAN BAHWA:
NAMA
NiM
Risyda Azizah
1 11
JURUSAN
JUDUL PENELITIAN
LOKASI PENELITIAN
LAMA PENELITIAN
MAKSUD DAN
TUJUAN
001 5001 07
PENDIDIKAN IPS
sebagai unsur Tradisional lnteraksi Sosja/
Masyarakat
udi Deskriptip Analisis di pamulang,Tangerang
Sehi;;)
mulang
s.d Desember 2014
Untuk MengetahLri seberapa besar pengaruh
Angkringan sebagai unsur
Tradisional lnteraksi
sosiar Masyararat per"rotaan (Studi
Deskriptip Anarisis di
Pamulang,Tangerang Selatan)
Sehubungan dengan maksud dan tujuan
tersebut diatas dan berdasarkan pertimbangan
kelengkapan penelitian,
u'i"ngkutan unruk
peneririan di rokasi yans dituju densan
;.];dk;^
l.'J::lrfi #;T,nX-ilr:?r["i,ikd;.vung
eritian harus meraporkan kedatangannya
kepada warikota cq Kepara Badan
kkan surat pemberitahuan.
litian yang tidak sesuai/tidak ada
kaitannya dengan judur peneritian dimaksud.
erta menginianun-al jiitJo-ri ,ut"rprt.
dang-undanga
i:l*g6 p'r'r"n-*;;ffi,ir. bertim
t- fm-aljgnsan penertianasarnu,.r,dapato,lli['f;nn;"T#,
i'
iffi.lL"hran Kesbansporinmas
6'
*TJLi:i['3"',:,:T"
seresai,
diseranr<an
Kota
surat Pemberitahuan ini akan dicabut
kembali dan dinyatakan tidak berraku,
apabila temyata pemegang surat
Pemberitahuan ini tidak mentaati/menginiantan
keteniuan-ket"ntr..1"p.rti
tersebut diatas.
Dikeluarkan
di
: Setu
BADAN KESBANGPOLINMAS
TAI.IGERANG SELATAN
TARIS BADAN
wi
Tembusan.
1. Yth. Badan Kesbangpolinmas
2.
3.
4.
N
NtP. t967o9o5ts93m
Kola Tangerang Selalan (Sebagai
Laporan)
Ylh. Kecamatan pamulang Xon rong.ra'^g
Yang Bersangkutan;
Arsip
;JrJrn,
;
r oos
PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN
KECAMATAN PAMULANG
Jl. Raya Siliwangi No.1 pamulang
- Pamutang - Kota Tangerang Setatan
Kode pos 15417 /PSr?t
Telepon : (O21) 74703955
Pamulang, 16 Desember 2a14
Nomor
Sifat
Lampiran
Hal
07O
1144-3 / Sekretariat
Penting
PERSETUJU.AN !JIN
PENELTTIAN
Kepada :
z1Yth. Dgkan Fakultas llmu Tarbiyah & Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
di
TEMPAT
Menindaklanjuti Surat Dinas dari Kepala Badan Kesbangpolinmas
Kota
Tangerang Selatan iiomor aToi42iiKesbangpoiinmas/20i4
tanggal 05 Desember
2014 perihal surat lzin Penelitian a.n. RtsyDA AztzAH NlM.111oO15oO107
dengan memperhatikan surat dari Kepala Jurusan pendidikan
lps pada Fakultas
llmu Tarbiyah dan Keguruan ulN syarif Hidayatuilah Jakarta
Nomor
Un'01/F'1lKM'01'31o12t2014 tanggal 02 Desember 2014 perihal permohonan
tzin
Penelitian dan Surat permohonan dari yang Bersangkutan,
bersama ini
disampaikan kepada saudara bahwa Kecamatan pamulang
Kota Tangerang
selatan menyetujui dan tidak berkeberatan menerima peneritian
yang
dilaksanakan bersangkutan dalam bentuk permintaan data potensi
kewilayahan di
Kecamatan Pamulang Kota Tangerang selatan sebagai bahan
studi deskriptif
analisis skripsi Program Diploma Sosiologi-Antropologi
sebagaimana format data
yang dilampirkan, dengan ketentuan yang harus
ditaati sebagai berikut
:
1.
sebelum melaksanakan Kunjungan Lapangan harus
melaporkan
kedatangannya kepada warikota Tangerang selatan cq. Kepara
Badan
Kesbangpolinmas Kota Tangerang Selatan dan camat pamulang
Kota
Tangerang seratan
cq.
Sekretaris camat dengan menunjukkan Surat
Persetujuan ini;
2' Ticjak dibenarkan meiakukan Perrelitiarr i Studi Bancling i survey
Data ipraktek
Kerja Lapangan (PKL) / Magang diluar ketentuan yang telah
ditetapkan
Pemerintah dan tidak sesuai dengan judul, maksud, dan
tujuan permohonan
yang
Data
telah diajukan;
Selama menjalankan Penelitian wajib mematuhi segala aturan dan
ketentuan
perundang-undangan yang berlaku;
4.
Wajib menjaga sopan santun, etika, dan tatakrama dalam setiap
tindakan,
ucapan, cian perbuatan sesuai ciengan norma-norma hukum,
agama, oan aciat
istiadat yang berlaku;
5.
Tidak dibenarkan menerima upah / honor / bayaran apapun
melaksanakan peneritian sebagaimana yang terah diajukan;
dalam
a
6. Hasil Penelitian yang telah dilaksanakan
dan terdokumentasikan wajib
diserahkan 1 (satu) eksemplar kepada Kecamatan
Pamulang Kota Tangerang
Selatan pacja akhir tugas skripsinya;
7.
B
Apabila masa berlaku lzin Penelitian dan Persetujuan
ljin penelitian ini telah
berakhir, sedangkan peraksanaan Kegiatannya berum
memenuhi hasir yang
diharapkarr dapat dirakukan perpanjangan kembari
kepada lnstansi yang dituju
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan;
Surat Persetujuan ljin Penelitian ini dapat dicabut kembali
secara sepihak oleh
Kecamatan Kota Tangerang Selatan dan dinyatakan
tidak berlaku, apabira
ternyata pemegang Surat ini tidak mentaati dan mematuhi
keientuan yang teiah
ditetapkan sebagaimana tersebut diatas;
Demikian untuk menjadikan perhatian dan kerjasamanya
terima kasih.
_".--..94U.{r PAMULAN
Pembina Tingkat I
NtP. 19580129 198603 1 002
Tembusan disampaikan kepada :
Yth. 1- sekretaris Daerah Kota Tangerang Selatan (sebagai
Laporan);
2. Kepala BKpp Kota Tangerang Selatan;
3. Kepaia Badan Kesbangpoiinmas Kota Tangei-ang seiatan;
Instrumen Wawancara Pedagang
I. Usaha angkringan
1. Berasal dari kota apa bapak/ibu?
2. Mengapa memilih untuk pindah ke kota Jakarta?
3. Mas tahu sejarah tentang angkringan tidak?
4. Sejak kapan memutuskan untuk berjualan angkringan?
5. Mengapa bapak memilih untuk berdagang angkringan?
6. Sudah berapa lama bapak/ibu berjualan angkringan?
7. Modal berjualan angkringan di Jakarta?
8. Apakah anda mempunyai pekerjaan atau usaha sampingan? Apa pekerjaan
sampingan anda?
9. Berapa besar jumlah keuntungan penghasilan anda dalam satu hari?
10. Usaha Angkringan ini buka dan tutup pukul berapa?
11. Kendala yang dialami pada saat berjualan angkringan?
12. Berapa Jumlah pegawai di usaha angkringan bapak/ibu?
II. Unsur tradisional
1. Ciri khas apa sajakah yang harus ada di angkringan?
2. Mengapa bapak/ ibu masih menggunakan alat makan yang tradisional?
3. Mengapa bapak/ibu menggunakan bahasa Jawa dalam melayani pembeli?
4. Dengan menggunakan simbol-simbol Kejawaan apakah menarik jumlah
pembeli yang datang ke angkringan bapak/ibu?
III. Karakteristik pembeli
1. Siapa sajakah pelanggan atau pembeli di Angkringan Bapak/ibu?
2. Apakah sudah mempunyai pelanggan tetap yang setiap minggunya pasti
pembeli tersebut dating keangkringan?
3. Biasanya pada hari apa dan pukul berapa angkringan Bapak/ibu ramai
pembeli?
4. Adakah pembeli yang berusaha curang karena system self service?
5. Bagaimana tindakan bapak/ibu dalam menangani pembeli yang curang?
6. Adakah kerugian dari sistem self service ini?
7. Apakah bapak/ibu berusaha mengganti system self service dengan membayar
dahulu?
8.
Apakah terjadi interaksi dengan sesama pengunjung?
9. Pernahkah terjadi konflik antara sesama pengunjung?
Instrumen Wawancara Pembeli Angkringan
1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan?
2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan?
3. Dengan siapa biasanya anda datang?
4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan?
5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan?
6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan?
7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan?
8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan?
9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau
bersosialisasi?
10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal?
11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke
angkirngan?
12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak?
13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa yang
dimakan?
14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana?
15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja?
16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial?
17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung?
18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan?
19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung?
I. Identitas Informan ( Pedagang )
Nama : Mas Warimin
Usia : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat Lokasi Usaha : Jl. DR. Setia Budi- Pamulang Timur
II. Awal Mula membuka Usaha Angkringan
( wawancara tanggal 22 Mei 2014, Pukul 22.30 di Angkringan )
1. Berasal dari kota apa bapak/ibu?
Jawab: Jogjakarta
2. Mengapa memilih untuk pindah ke kota Jakarta?
Jawab: mau mengadu nasib, di Jakarta uangnya banyak
3. Mas tahu sejarah tentang angkringan tidak?
Jawab: Kalau sejarahnya sih saya kurang tahu ya mbak, soalnya sejak saya
kecil sudah banyak sih angkringan di daerah Jogjakarta, mungkin kaya sejenis
warteg kali ya, tapi bedanya kalo angkringan biasanya malam dan laki-laki
yang melayani.
4. Sejak kapan memutuskan untuk berjualan angkringan?
Jawab: Tahun 2009
5. Mengapa bapak memilih untuk berdagang angkringan?
Jawab: Awalnya saya kerja di pabrik di Cililitan sana selama tiga tahun, saya
memilih untuk keluar karena bosan, kalau di pabrik kan kerjanya sama mesin
saja gak ngobrol sama orang, udah gitu ya kerjanya itu-itu saja dan masa
depannya tidak menjanjikan karena saya hanya dikontrak terus tidak diangkat
menjadi karyawan jadi ya lebih baik saya keluar, bikin usaha sendiri sama
uang sewa tempat perbulan lima ratus ribu rupiah.
6. Sudah berapa lama bapak/ibu berjualan angkringan?
Jawab: Kira-kira lima tahun
7. Modal berjualan angkringan di Jakarta?
Jawab: Saya modal lima juta, itu saya pinjam dari mertua saya sebagian,
karena saya belum punya gerobak, piring-piring dan peralatan lainnya jadi ya
harus bener-bener dari awal
8. Apakah anda mempunyai pekerjaan atau usaha sampingan? Apa pekerjaan
sampingan anda?
Jawab: Tidak ada, saya dan istri saat ini hanya mengandalkan dari angkringan
saja.
9.
Berapa besar jumlah keuntungan penghasilan anda dalam satu hari?
Jawab: Kalau per hari saya bisa dapat satu atau dua jutaan mba malah pernah
sampe empat juta kalau sedang ramai, kalau sedang sepi ya hanya sekitar satu
jutaan lah malah kadang bisa kurang, jadi ya bersihnya sehari bisa dapat lima
ratus enam ratus ribu rupiah.
10. Usaha Angkringan ini buka dan tutup pukul berapa?
Jawab: Buka mulai pukul enam sore, kalau tutup sedang ramai jam dua belas
malam sudah pulang, kalau sepi ya baru jam dua pagi pulangnya
11. Kendala yang dialami pada saat berjualan angkringan?
Jawab: Paling kendalanya ya kalau sepi, jadi ga ada kerjaan. Sama klo pas lagi
ujan itu, kasian yang makan di meja sini, untungnya sekarang yang punya
toko ini udah boleh ngizinin yang beli buat makan di dalem teras toko itu jadi
ga keujanan lagi
12. Berapa Jumlah pegawai di usaha angkringan bapak/ibu?
Jawab: Saya berempat disini sama ponakan-ponakan saya yang dari kampung,
sama istri saya yang masakin di rumah.
III. Unsur Tradisional
1. Ciri khas apa sajakah yang harus ada di angkringan?
Jawab: Oh itu biasanya ni ada ini kita ga pake kompor mba yang dipake itu
kompor areng buat ngehemat juga sama untuk bakar-bakar iku loh sate nya.
Duduknya pake tiker ngono lesehan, makanannya masih makanan kampung
ada nasi kucing, sate macem-macem isinya dari leher ayam, sayap ayam, telor
puyuh, udang, kerang, tape goring ya makanan kaya gini lah mba.
2. Mengapa bapak/ ibu masih menggunakan alat makan yang tradisional?
Jawab: Kalau pakai ceret kan angkringan memang khasnya tiga ceretnya,
yang satu berisi air putih panas, air teh hangat dan satu ceret lagi untuk
wedang jahe. Terus ditaronya diatas tungku areng jadi panas terus airnya.
3. Mengapa bapak/ibu menggunakan bahasa Jawa dalam melayani pembeli?
Jawab: Kalau ada yang beli sambil makan ngobrol-ngobrol kalau dia ngerti
dan bisa bahasa Jawa ya pakai bahasa jawa ngobrolnya, kalau mereka gak bias
ya saya pakai bahasa indonesia.
4. Dengan menggunakan simbol-simbol Kejawaan apakah menarik jumlah
pembeli yang datang ke angkringan bapak/ibu?
Jawab: Kurang tahu juga ya, tapi ya memang kebanyakan yang datang kesini
awalnya orang jawa yang merantau juga, karena angkringan ini khas jawa
IV. Karakteristik Pembeli
1. Siapa sajakah pelanggan atau pembeli di Angkringan Bapak/ibu?
Jawab: Kebayakan ya pegawai-pegawai yang lewat jalanan sini, atau ndak
supir angkot anak mudanya paling anak sma
2. Apakah sudah mempunyai pelanggan tetap yang setiap minggunya pasti
pembeli tersebut dating keangkringan?
Jawab: Wah mba saya ga apal’e itu siapa-siapa aja yang pernah kesini soalnya
kan saya ngelayani buanyak pembeli. Tapi yo ono sing muka-muka nya aku
hapal tapi namanya engga soalnya kan kadang ya namanya penjual ya suka
ngobrol-ngobrol sama pembeli yang datang tapi kan mau nanya nama kan
nanti jadi malah aneh toh
3.
Biasanya pada hari apa dan pukul berapa angkringan Bapak/ibu ramai
pembeli?
Jawab: Paling biasanya ramai ya malam minggu, sekitar jam tujuh malam
banyak anak muda yang nongkrong kalau malam minggu
4. Adakah pembeli yang berusaha curang karena system self service?
Jawab: Ya itusih pasti ada saja
5. Bagaimana tindakan bapak/ibu dalam menangani pembeli yang curang?
Jawab: Ya saya sembari ngobrol menghapal dan merhatiin apa saja yang
dimakan.
6.
Adakah kerugian dari sistem self service ini?
Jawab: Ya kalau banyak yang ndak jujur kalau usaha seperti ini bisa gulung
tikar.
7.
Apakah bapak/ibu berusaha mengganti system self service dengan membayar
dahulu?
Jawab: Wah ndaklah, nanti malah kabur pelanggannya kalau baru datang pilih
makanan langsung di bayar.
8. Apakah terjadi interaksi dengan sesama pengunjung?
Jawab: Banyak kok itu pelanggan yang ngobrol-ngobrol disitu rame banget
malah kadang seru jadi kitanya seneng
9. Pernahkah terjadi konflik antara sesama pengunjung?
Jawab: Klo sampe yang berantem-berantem gitu ora ono mba, paling biasanya
tuh ada yang baru dateng tapi udah nda kebagian meja sama tempat duduk
saya yang ngeliatnya kasian malah udah dating eh ga jadi makan. Tapi yo mau
ngusir yang udah selesai makannya supaya gentian ya ga tega juga, abis
kebanyakan orang-orang yang kesini itu pada bilang enak klo makan terus
duduk-duduk dulu sambil ngobrol, ada yang serasa lagi di kampungya, ya
piye toh mba
Identitas Pembeli 21 Oktober 2014, Pukul 20.00
Nama
: Mardoyo
Usia
: 49 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Pekerjaan
: supir
Alasan ke angkringan
1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan?
Jawab: Oh saya emang lagi pengen kesini mau beli wedang jahe sama
nyemil-nyemil
2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan?
Jawab: Dalam seminggu sih biasanya dua sampai tiga kali, kalo
pulang kerja ya capek banget ya mampir ke sini, minum wedang jahe.
3. Dengan siapa biasanya anda datang?
Jawab: Sendirian aja dek
4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan?
Jawab: Yang penting sih tempatnya enak sama penjualnya bisa diajak
ngobrol, biasanya saya ke sini sendirian kalau nggak ngobrol masa
makan sendirian, kan kalau begini enak sambil makan sambil ada yang
ajak ngobrol
5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan?
Jawab: Wedang jahe yang pasti sama nasi kucing
6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan?
Jawab: Biasanya mah makan minum sama ngobrol aja sih
7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan?
Jawab: Wah banyak dek, apa saja bisa diobrolin di sini, curhat sama si
Min masalah kerjaan masalah sehari-hari, atau engga apa aja yang ada
di tipi di obrolin di sini kan kalo engga ya cerita tentang kampung
halaman, namanya juga perantau, ada angkringan di sini bikin kita
berasa dikampung sendiri. Apalagi disini Min bikinnya hampir sama
kaya yang di Jogja, wah makin kangen saja saya sama kampung
halaman.
8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan?
Jawab: Lagi pengen makan sambil nginget biar kaya suasana di
kampung
9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau
bersosialisasi?
Jawab: Kalau angkringan sebetulnya tempat ngobrol sambil nyemil, di
Jogja banyak mahasiswa yang diskusi, ngerjain tugas di angkringan.
10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal?
Jawab: Kalau harga disini emang cukup mahal sama yang dibandingin
yang ada di Jogja dek, tapi masih murah untuk ukuran di Pamulang
11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke
angkringan?
Jawab: Ngga tentu juga sih dek biasanya sepulangnya kerja aja yak klo
ga jam 8 ya jam 9an
12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak?
Jawab: Wah saya ga pernah dating ngerombong kaya gitu loh dek
13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa
yang dimakan?
Jawab: Yah dek klo yang kaya gitu sih pasti ada dimana- mana. Tapi
ya gimana lagi
14. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan?
Jawab: Ngeliatnya dari yang angkringannya itu nyaman jadi supaya
kaya lagi di Jogja sama penjualnya yang klo diajak ngobrol enak
15. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana?
Jawab: Dari Jogja dek kampung saya
16. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja?
Jawab: Ada dong kan beda daerah pasti yang disini juga lebih mahal
17. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial?
Jawab: Kalau angkringan itukan tempat duduknya sedikit jadi ya harus
saling ngertilah untuk mau dempet-dempetan atau sempit-sempitan
jadi ya harus bisa numbuhin sifat tenggang rasa kalau menurut orang
Jawa Tepo Seliro. Bisa nambah teman juga tukar fikiran juga bisa.
18. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung?
Jawab: Pernah
19. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan?
Jawab: Ya paling kita ngobrol, apalagi klo dia itu datang sendirian
juga terus duduk disini biasanya kita jadi ngobrol juga sama Min sama
dia juga jadi suka jadinya ngobrol bareng-bareng
20. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung?
Jawab: Engga pernah
Identitas Pembeli 19 Oktober 2014, Pukul 20.00
Nama
: Hendra
Usia
: 27 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Pekerjaan
: pegawai swasta
Alasan ke angkringan
1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan?
Jawab: Mau makan dulu soalnya sebelum pulang kerja
2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan?
Jawab: Lumayan sering sih
3. Dengan siapa biasanya anda datang?
Jawab: Sendirian doang, klo kesini kan Cuma mampir buat makan
doang dari kantor di daerah kuningan terus ngelewatin angkringan ini
4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan?
Jawab: Apa ya, klo saya kesini gara-gara ini jalanan yang saya lewatin
jadi sambil sekalian pulang kesininya
5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan?
Jawab: Biasanya nasi kucing, gorengan sama sate-sate nya
6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan?
Jawab: makan
7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan?
Jawab: Jarang ngobrol si sebenernya disini emang buat makan doang,
tapi klo Cuma ngobrol sedikit-dikit paling sama si yadi nih ngomongin
ya apa aja
8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan?
Jawab: makan
9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau
bersosialisasi?
Jawab: Klo saya emang cuma buat makan kesini
10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal?
Jawab: Murah klo segini di angkringan harganya cuma kisaran dua
ribuan makanannya enak lagi. Ga banyak tempat kaya gini
11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke
angkirngan?
Jawab: Ya jam pulang kantor gini deh
12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak?
Jawab: Ga pernah datang rombongan
13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa
yang dimakan?
Jawab: Ada kali ya tapi saya belom pernah nemuin, emang jaman
sekarang susah ya nyari orang yang jujur
14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana?
Jawab: Dari jawa
15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja?
Jawab: Oh jelas ada,apalagi di Jogja kan terkenal harga barangbarangnya yang murah-murah
16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial?
Jawab: Ada, dapet makan bonus ngobrol asik disini jadi seru aja
17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung?
Jawab: Pernah
18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan?
Jawab: Ya itu tadi ngobrol
19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung?
Jawab: Pengalaman saya belom pernah nemuin, tapi mungkin pernah
kali ya
Identitas Pembeli 22 Oktober 2014, Pukul 19.00
Nama
: Wati
Usia
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alasan ke angkringan
1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan?
Jawab: Nganter anak saya dia kan suka banget makan ceker sama
sayap disini enak terus murah juga
2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan?
Jawab: Seminggu satu kali lah kira-kira
3. Dengan siapa biasanya anda datang?
Jawab: Sama anak kadang klo suami udah pulang kerja juga suka
ikutan dia kita bertiga kesini
4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan?
Jawab: Yang ga jorok tempatnya, makanannya juga enak klo itu selera
orang kan beda-beda. Klo saya sama anak suka kesini soalnya menurut
kita makanan disini enak
5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan?
Jawab: Pasti itu ceker sama sayap buat anak saya kadang sama nasi
kucingnya juga. Klo saya mah sate telor puyuhnya sama sate usus
6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan?
Jawab: Makan, minum, terus ngobrol deh
7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan?
Tergantung ya sama siapa kita ngobrolnya, klo sama anak ya paling
biasa deh antara ibu sama anak. Kadang juga suka ngobrol sama si
mas nya ngomongin belanjaan ya apa aja diomongin macem-macem.
8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan?
Jawab: Makan
9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau
bersosialisasi?
Jawab: Lebih ke tempat makan ya, kan ini jualan makanan tapi juga
bisa sambil ngobrol juga disini
10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal?
Jawab: Termasuk murah disini ya makanannya aja harganya 2 ribuan,
tapi ya jangan sering-sering juga kesininya jebol juga kantong klo
makan disini. Abis kadang jadi suka lupa ngerasa makanannya murah
maen ambil-ambil makanan aja kalap tau-tau pas bayar banyak juga
haha
11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke
angkirngan?
Jawab: Ya masih sore gini lah kan namanya bawa anak klo malemmalem ga boleh
12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak?
Jawab: Kita klo pas dateng bertiga engga ngerasa begitu ya, pegertian
aja sama yang laen namanya ini juga tempat sederhana terus seadanya
13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa
yang dimakan?
Jawab: Oh iya ada? Ya harusnya jangan gitu kali yak an kasian juga
penjualnya dagangan kaya gini kecil
14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana?
Jawab: Dari jawa, suami saya juga kan orang jawa
15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja?
Jawab: Jogja? Ya jelas ada mengikuti daerahnya aja. Sama bahanbahan buat makanannya kan itu yang bikin harga jual buat makannya
itu murah atau mahal.
16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial?
Jawab: Klo suami saya selalu ngomong klo dia ke angkringan itu kaya
lagi di Jawa, dia juga sering kesini terus ngomong nya bahasa jawa
sama Min karena sama-sama orang jawa
17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung?
Jawab: Pernah
18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan?
Jawab: Klo duduknya di bangku gini kan meja nya nyambung ya
paling ngobrol atau misi-misi buat ngambil makanan yang ada nya di
depan dia atau ga minta tolong diambilin sambel yang ada di deket
dia. Ya klo orangnya ramah enak buat diajak ngobrol klo yang dia
diem aja ya saya juga diem aja ga banyak ngomong nanti malah
ganggu.
19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung?
Jawab: Engga pernah deh saya ga pernah ke angkringan terus ada yang
berantem, klo yang ngobrol banyak
I.
Identitas Pembeli ( Pedagang )
Nama : Pakdhe Wagiyono (Yono)
Usia : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat Lokasi Usaha : Jalan Surya Kencana- Pamulang, Tangerang Selatan
II. Awal Mula membuka Usaha Angkringan
(wawancara tanggal 1 Oktober 2014, Pukul 21.30 di angkringan)
1. Berasal dari kota apa Bapak/Ibu?
Jawab: Pemalang
2. Mengapa memilih untuk pindah ke kota Jakarta?
Jawab: Untuk usaha cari penghasilan
3. Bapak tahu sejarah tentang angkringan tidak?
Jawab: Engga tau, aku tau angkringan dari temen aku yang orang
Gunung Kidul dia ngajakin jualan angkringan waktu itu.
4. Sejak kapan memutuskan untuk berjualan angkringan?
Jawab: 7 tahun yang lalu
5. Mengapa Bapak memilih untuk berdagang angkringan?
Jawab: Ya itu tadi karena aku awalnya dikasih tau temen aku jadi
lama-lama aku tau angkringan itu apa eh jualannya juga makanan
yang biasa aku makan bikinnya gampang.
6. Sudah berapa lama Bapak berjualan angkringan?
Jawab: 7 tahun. 5 tahun jualan di pertigaan sana trus kan itu
tokonya mau di pake sama soto mie bogor katanya ke ganggu klo
ada grobak ini jadi ya geser pindah kesini akhirnya udah 2 tahun ya
jalan 8 taun lah aku itu jualan angkringan.
7. Modal berjualan angkringan di Jakarta?
Jawab: Modal nya itu 7jt an lah mba buat gerobak sama isinya
kaya piring-piring alat-alatnya lah gitu.
8. Apakah anda mempunyai pekerjaan atau usaha sampingan? Apa pekerjaan
sampingan Bapak?
Jawab: Engga ada, Cuma ini doang usaha angkringan satu-satunya.
Tapi sih punya rencana maunya nyabang juga di kampung klo yang
disininya ada yang nungguin. Tapi sampe sekarang belom ada yang
bisa ganti nungguin yang disininya jadinya itu masih ga tau kapan
bisa nyabang
9. Berapa besar jumlah keuntungan penghasilan anda dalam satu hari?
Jawab: Lumayan mba cukuplah buat kebutuhan sehari-hari. Klo
dulu masih di pertigaan itu bisa sampe sebulannya itu 11-12jt an
sebulannya tapi ini semenjak pidah kesini jadi agak turun
untungnya tapi ya alhamdulilah disini masih rame juga kok.
10. Usaha Angkringan ini buka dan tutup pukul berapa?
Jawab: Bukanya itu abis maghrib biasanya tutup jam 1 atau
setengah 2an tapi kadang juga klo dagangannya udah abis ya aku
tutup angkringannya, pernah jam 11 udah abis ya aku tutup aja
jadinya.
11. Kendala yang dialami pada saat berjualan angkringan?
Jawab: Alhamdulillah engga ada sih mba, lancar-lancar aja selama
ini mah. Aku mending bela-belain bayar sama izin ke rt sama ke
yang punya toko ini buat izin biar ga bikin masalah kedepannya
beda sama tukang-tukang jualan yang lainnya klo itu mah aku ga
ngerti deh dia gimana izinnya.
12. Berapa Jumlah pegawai di usaha angkringan Bapak?
Jawab: Klo dulu masih yang di pertigaan itu sampe 6 karyawan,
semuanya keponakan yang di kampung aku ajakin kesini buat
usaha bantu-bantu lah daripada di kampung juga kan. Klo disini
kan bisa dapet penghasilan juga dia nya. Tapi klo pas udah pindah
kesini aku cuma ditemenin sama istri aja berdua. Maunya sih klo
ada ya nambah orang buat bantu-bantu disini abis kadang suka
keteteran sih mba.
13. Apakah Bapak kenal dengan sesama penjual angkringan yang ada di
Pamulang?
Jawab: Engga mbak, paling sesama penjual angkringan yang itu
temen aku sendiri baru aku kenal. Itu ada temen aku yang di
cinangka sama pondok cabe itu doang paling yang aku kenal
penjual angkringannya.
14. Apakah ada wadah untuk berkumpul antar sesama penjual angkringan
yang ada di Pamulang?
Jawab: Engga ada sih mbak setau saya yang kaya gitu-gituan.klo
aku sih paling kumpulnya sama temen-temen yang jualan
angkringan tapi ga di satu pamulang gitu ada dimana- mana. Aku
kan klo hari minggu itu libur, biasanya aku ngumpul sama tementemen ini biasanya cerita-cerita angkringannya gimana jualannya,
suka tuker-tukeran menu juga ya pokoknya kita udah kaya sodara
semua
deh.
Kan
sesama
penjual
angkringan
jadi
yang
dihadapinnya juga sama, tapi klo aku itu penjual angkringan yang
makanannya kering soalnya ada juga angkringan yang jualnya itu
makanan yang basah sama baceman. Jadi makanan yang di jual
angkringan itu tergantung sama yang punya angkringannya mbak.
Kan klo aku ini punya sendiri jadi ya terserah aku mau jualnya
makanan yang kaya gimana. Ada angkringan yang makanannya itu
di drop sama bos nya jadi dia tinggal ngejualin aja,tapi klo aku kan
engga aku masak sendiri semuanya, ini aku rencananya mau
nambah menu teh poci cuma masih liat kedepannya gimana.
III.
Unsur tradisional
1. Ciri khas apa sajakah yang harus ada di angkringan?
Jawab: Ya klo di angkringan itu khas nya nasi kucing sama
wedang jae mba klo makanannya, terus juga klo di angkringan tuh
duduknya lesehan, terus piring-piringnya kaleng kaya gini ini loh
soalnya kan di kampung juga klo makan pake piring yang kaya
gini ini.
2. Mengapa Bapak masih menggunakan alat makan yang tradisional?
Jawab: Ya abis kan barang-barang ini yang biasanya di pake di
angkringan jadi ya aku ngikut aja sama yang waktu itu di kenalin
sama temen aku
3. Mengapa Bapak menggunakan bahasa Jawa dalam melayani pembeli?
Jawab: Abis udah kebiasaan sehari-hari mba ngomong Bahasa
Jawa jadinya kebawa deh pas lagi ngelayanin pembeli. Tapi
ngomong pake Bahasa Jawa juga tergantung klo pembelinya orang
Jawa baru bisa pake Bahasa Jawa klo bukan orang Jawa suka ga
ngerti sih dia nya
4. Dengan menggunakan unsur tradisional Kejawaan apakah menarik jumlah
pembeli yang datang ke angkringan Bapak?
Jawab: Ohiya lah mba, jadi kan bikin orang-orang itu penasaran
juga gitu. Ini aja kan aku pake blangkon ada aja yang nanyain, aku
dibilang mirip kaya dalang jadinya. Ada yang nanya belinya
dimana, ini aja blangkon aku beli mesen langsung mba dari solo
asli makanya awet soalnya klo beli disini itu ga ada yang kaya gini
susah juga nyarinya jadi ya aku bela-belain sampe mesen langsung
gitu.
IV.
Karakteristik pembeli
1. Siapa sajakah pelanggan atau pembeli di Angkringan Bapak?
Jawab: Wah banyak loh mbak, ada anak UIN, UNPAM, UMJ,
anak Pondok Labu juga ada pokoknya dari mana-mana deh suka
pada beli disini. Makanya rame ini angkringan Alhamdulillah.
2. Apakah sudah mempunyai pelanggan tetap yang setiap minggunya pasti
pembeli tersebut datang kesini?
Jawab: Oh ada mbak biasanya itu anak-anak kuliahan dari kampus
UNPAM, anak UIN juga banyak biasanya ya pokoknya banyak lah
mbak. Aku klo sama pelanggan semua kenal tapi namanya aja
yang aku ga tau klo muka semuanya aku kenal pasti.
3. Biasanya pada hari apa dan pukul berapa angkringan Bapak ramai
pembeli?
Jawab: Klo yang rame itu biasanya malem sabtu itu yang paling
ramenya. Biasanya itu mulai rame jam 9 atau jam 10 ya jam jam
bubaran anak kampus UNPAM deh sama kan ini klo udah jam 9
toko tutup jadi anak-anak bisa pada lesehan depan tokonya. Ini klo
toko udah pada tutup mbak penuh ini sama anak-anak yang pada
nongkrong.
4. Adakah pembeli yang berusaha curang karena sistem self service?
Jawab: Ya klo yang curang sih ada aja mbak, biasanya itu
curangnya kan klo di sini itu ngambil sendiri jadi suka padahal
ngambil dua tapi bilangnya cuma satu doang
5. Bagaimana tindakan Bapak dalam menangani pembeli yang curang?
Jawab: Ya aku mah ikhlasin aja lah biar allah aja yang bales
6. Adakah kerugian dari sistem self service ini?
Jawab: Ya ga sampe rugi juga mba tapi ya ada aja jadinya kurang
setorannya,tapi aku mah ikhlasin aja biar bagi-bagi rejeki kan
sedekah juga
7. Apakah Bapak berusaha mengganti sistem self service dengan membayar
dahulu?
Jawab: Mau diganti jadi apa mbak, enggaklah ga usah kan emang
angkringan terkenalnya yang kaya ininya toh jadi yaudah ga usa
aneh-aneh lah.
8. Apakah terjadi interaksi dengan sesama pengunjung?
Jawab: Maksudnya ngobrol-ngobrol ya mba, ya klo
ngobrol-ngobrol semua ngobrol kok lah wong kan anak-anak
emang biasanya klo ke angkringan itu ya buat ngobrol-ngobrol
nongkrong, makan, ya banyak deh. Aku juga kan emang suka
ngobrol jadi ya klo ada pembeli datang yang ngajak ngobrol ya aku
malah seneng banget ya apa aja aku bahas biar ada aja yang bisa
diobrolin sama dianya. Abis klo ga ngobrol juga aku kan klo pas
lagi ga ada yang dilayanin lagi ya jadinya malah bikin ngantuk
doang jadi ya mending ngobrol aja deh ngilangin ngantuknya.
9. Pernahkah terjadi konflik antara sesama pengunjung?
Jawab: Ga pernah mbak, seumur-umur aku jualan disini ga pernah
nemuin yang ada berantem-berantem gitu disini. Orang-orang
disini damai kok akunya juga jualan nya santai jadi kita disini
semua enak kok santai aja
Identitas Pembeli 13 November 2014 pukul: 22.50
Nama
: Sobani
Umur
: 36 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Tukang Ojek
Alasan ke angkringan
1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan?
Jawab: Mau ngaso dulu abis dapet sewa barusan biar ga ngantuk ntar
klo dapet sewa lagi
2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan?
Jawab: Kalo ke sini mah abang seminggu sekali, kadang bisa dua kali
gak tentu sih abang mah deket juga ama pangkalan, kadang pulang
ngojek mampir kesini juga ama temen
3. Dengan siapa biasanya anda datang?
Jawab: Ya sendirian aja kan ini lagi kerja. Tapi kadang klo di
pangkalan lagi pas ada yang mau ke angkringan juga mah ya ayo suka
juga kaya begitu neng.
4. Faktor apa saja yang biasanya mendukung dalam memilih angkringan?
Jawab: Yang penting sih murah, selama masih bisa abang beli mah
abang datang namanya juga tukang ojek, paling berapa sih neng
penghasilannya setiap hari. Yono-nya juga ramah banget sama
pembeli jadi enak aja, pembeli kan demen sama penjual yang bae
ramah.
5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan?
Jawab: Gorengan paling dah ama kopi jahe dah biar ni anget badan.
6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan?
Jawab: Ya makan neng, sambil ngobrol gini pulang ngojek makan
sambil ngaso kan enak tuh kalo disini suasananya.
7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan?
Jawab: Ya ngomongin apaan aja semua bisa diomongin disini mah
bebas kan diangkringan.
8. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau
bersosialisasi?
Jawab: Ya karena tempat makan ya abang bilang mah ini tempat
makan, kalo mau dibilang tempat nongkrong yang cocok banget sama
yang kantongnya pas-pasan kalo punya duit mah noh nongkrongnya
ga di sini tapi di mekdi ( mc donald )
9. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal?
Jawab: Buat abang yang tukang ojek mah masih ke jangkau neng, ya
berarti murah lah, tukang ojek aja bisa beli yang kadang dapet
uangnya ga tentu, kadang banyak kadang sepi penumpangnya
10. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke
angkringan?
Jawab: Ya pulang ngojek aja neng gak tentu dah pokoknya, bisa jam
lapan (8) atau engga jam sebelas (11) malem
11. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak?
Jawab: Et abang kaga pernah ngerombong kalo kemari mah paling
banyak juga berapa tuh paling kita bedua terus ntar disini ngobrol be
ama si Yono kan udah jadi temen dia mah.
12. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa
yang dimakan?
Jawab: Ada kali mah ya si Yono kaga pernah ngeributin masalah
beginian jadinya ya kaga tau dah ada apa engga. Tapi mah ada kali ya
neng yang kaya begitu kaga tau apa ya nyari duit kaya gua ama yono
ini susah banget pendapatan juga kaga seberapa.
13. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana?
Jawab: Noh dari kampungnya si Yono kan di Jawa sana.
14. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja?
Jawab: Ada kaga tuh Yon ya, kaga tau abang mah neng belom pernah
ke Jogja abisnya
15. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial?
Jawab: Yaa bisa jadi tu. Soalnya kan yang kemari orang dari manamana ya terus pada ketemu dah disini pada makan sambil ngobrolngobrol.
16. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung?
Jawab: Abang mah ama siapa aja juga nyampur neng ikutan bae gitu.
Tapi ya orang laennya tuh yang ntar ngeliat abang apansi cuma tukang
ojek gini doang yekan.
17. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan?
Jawab: Ya palingan mah ngobrol-ngobrol dah
18. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung?
Jawab: Kaga pernah, apaan yang mau di berantemin disini mah orang
yang curang aja ama si Yono di biarin aja kan biarin aja dah tuhan
yang bales.
Identitas Pembeli 10 Oktober 2014, pukul 21.15
Nama
: Maldi
Usia
: 19 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alasan ke angkringan
1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan?
Jawab: Suka aja, soalnya beda dari tempat makan laen
2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan?
Jawab: Hampir tiga kali setiap minggunya, biasanya pulang kuliah
kesini.
3. Dengan siapa biasanya anda datang?
Jawab: Sama temen-temen
4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan?
Jawab: Kesini gara-gara angkringannya deket sama kampus. Nyari
yang tempatnya santai.
5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan?
Jawab: Sate tutut, gorengan, nasi kucing.
6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan?
Jawab: Ya makan terus sambil ngobrol-ngobrol sama temen
7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan?
Jawab: Ya ngobrolin apaan aja yang enak buat dimongin rame-rame
gini biar seru juga kan.
8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan?
Jawab: Makan, laper tadi abis ujian lagian klo mau langsung pulang
males tuh masih macet pasti di depan kampus kesini dulu deh.
9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau
bersosialisasi?
Jawab: Ya tempat makan yang bisa di jadiin tempat ngobrol terus kita
jadi bersosialisasi deh
10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal?
Jawab: Murah kok murah daripada di kantin atau di FM (family mart)
mana rame gitu lagi disana.
11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke
angkirngan?
Jawab: Jam seginian pas bubaran kuliah.
12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak?
Jawab: Engga tuh,ya kita sadar diri aja. Trus yang udah ada
diangkringannya juga toleransi lah.
13. Apakah ada pembeli yang curang? yang bayar tidak sesuai sama apa yang
dimakan?
Jawab: Ada ada, waktu itu temen gua pernah ngeh gitu klo tu orang
pas mau bayar ke pakde yono dia ga nyebutin semua yg udah dimakan
ada yang ga disebut gitu. Tapi pas temen gua bilang ke pakde yono
malah katanya udah gapapa biarin aja. Padahal ini makanan udah
murah juga masih aja kaya gitu.
14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana?
Jawab: Dari Jogja kan
15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja?
Jawab: Ya klo itu sih pasti ada kan diliat dari biaya hidup disini lebih
mahal dibanding disana
16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial?
Jawab: Kalo menurut gua sih ada ya. Angkringan tuh tempatnya
bener-bener beda dari yang lain, suasananya ini yang serba sederhana
yang bikin nyaman sampe bikin yang datang ke angkringan tuh mau
ngomongin apaan aja disini sama yang ga kenal enak soalnya ya itu
kita udah ngerasa nyaman duluan. Jadinya kita dapet obrolan baru dari
orang yang belom kenal itu.
17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung?
Jawab: Pernah kok sering malah klo pas lagi ngomongin hal yang
menarik tapi ya gua ga tau tau nimbrung gitu ya
18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan?
Jawab: Ngobrol
19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung?
Jawab: Ngga pernah deh.
Identitas Pembeli 27 Oktober 2014, Pukul 21.00
Nama
: Agung
Usia
: 16 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Pekerjaan
: Pengangguran putus sekolah
Alasan ke angkringan
1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan?
Jawab: Soalnya emang biasanya ni sama temen-temen berempat ini
suka ke angkringan
2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan?
Jawab: Berapa kali ya, ga tentu juga sih mbak. Kadang seminggu bisa
nyampe dua kali nyampe empat kali juga pernah si haha soalnya pas
lagi suka nongkrong ya kesini deh enak si abisnya klo nongkrong di
angkringan. Tapi yang jelas sih kita tiap seminggu sekali pasti kesini
3. Dengan siapa biasanya anda datang?
Jawab: Sama temen-temen nih kaya begini
4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan?
Jawab: Biasanya kita nyari angkringan itu yang tempat buat
lesehannya enak kaya gini terus juga ga di pinggir jalan bgt kan debu.
Terus yang sate-sate nya enak ni kan tiap angkringan walaupun
dagangan makanannya keliatannya mirip-mirip tapi tetep ada bedanya
masing-masing dari angkringan itu. Sama yang jual nya itu yang
ramah terus diajak ngobrolnya enak klo bisa mah yang lucu tuh kaya
pakde yono, klo udah ngomong mah udah dah haha
5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan?
Jawab: Klo pas lagi laper ngambilnya ada nasi kucingnya, klo ga laper
ya ngambil ini ni paling sate sosis, sate kikil, sate otak-otak sama
gorengan deh terus minumnya susu jahe
6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan?
Jawab: Ya makan mbak sama minum haha kadang ni dia ni suka
curhat. Ya nongkrong lah ngobrol-ngobrol.
7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan?
Jawab: Banyak mbak namanya juga nongkrong jadi ngrobrolinnya
mah topik apa aja diomongin. Ya mbak klo nongkrong gimana pasti
ngomongin apa aja juga jadi di bahas sambil ngisi waktu kan buat
refreshing juga abis seharian ngapa-ngapain tadi.
8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan?
Jawab: Makan sambil nongkrong sama absen sama pakde Yono haha.
9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau
bersosialisasi?
Jawab: Semuanya masuk deh itu kayanya mbak. Tempat makan ya
iya, tempat ngobrol ya iya, tempat bersosialisasi juga iya
10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal?
Jawab: Murah mbak
11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke
angkringan?
Jawab: Biasanya paling jam 8an keatas, soalnya nungguin dia ni balik
kerja dulu terus janjian disini.
12. Jika datang rombongan, biasanya suka ngerasa ganggu gak?
Jawab: Sadar diri aja sih mbak
13. Apakah ada pembeli yang curang? yang bayar tidak sesuai sama apa yang
dimakan?
Jawab: Gatau deh mbak, ada sih kayanya. Tapi kasian lah masa iya
curang gitu.
14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana?
Jawab: Dari Jawa kan klo ga salah tuh tapi daerah pastinya saya gatau.
15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja?
Jawab: Gatau mbak haha belom pernah makan angkringan sampe ke
Jogja segala, disini kan juga ada angkringan.
16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial?
Jawab: Ada ga ya. Bingung juga sih mbak saya haha
17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung?
Jawab: Klo interaksinya semacem ngobrol gitu pernah waktu itu. Pas
kesini sendirian kan dari pada cengo ya ngobrol aja jadinya ama yang
laen ama pakde Yono juga haha.
18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan?
Jawab: Ya itu ngobrol tadi
19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung?
Jawab: Konflik? Engga pernah deh seinget saya mah disini damai
damai aja.
I. Identitas Informan ( Pedagang )
Nama : Ibu Yanti
Usia : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Lokasi Usaha : Jalan Siliwangi- Pamulang, Tangerang Selatan
II. Awal Mula membuka Usaha Angkringan
( wawancara tanggal 4 September 2014, Pukul 21.00 di Angkringan )
1.
Berasal dari kota apa Ibu?
Jawab: Kalau Ibu sendiri asalnya dari Klaten, Suami Ibu yang orang
Jogja
2. Mengapa memilih untuk pindah ke kota Jakarta?
Jawab: Awalnya Ibu ikut suami yang hidup di Jakarta sekitar tahun
2006, awalnya Ibu sama suami bikin usaha nasi goreng, tapi karena
sudah banyak yang berjualan usahanya tidak maju-maju akhirnya ganti
usaha sego kucing, namanyakan aneh jadi orang-orang mau datang
karena penasaran apasih nasi kucing itu.
3.
Ibu tahu sejarah Angkringan tidak?
Jawab: Wah kalau angkringan awalnya gimana Ibu kurang tahu,
mungkin suami Ibu yang orang Jogja tahu, tapi sekarang suami Ibu
sedang mudik mbak
4. Sejak kapan memutuskan untuk berjualan angkringan?
Jawab: Ibu mulai berdagang nasi goreng tahun 2006, baru tahun 2009
pindah berdagang angkringan sego kucing ini
5.
Mengapa Ibu memilih untuk berdagang angkringan?
Jawab: Menurut suami Ibu masih sedikit yang tahu nasi kucing saat
itu, di daerah sini juga belum ada yang berjualan nasi kucing, ya sudah
Ibu akhirnya berganti saja kan suami Ibu juga dari Jogja yang tahu
tentang angkringan Ibu hanya senang memasak jadi kalau usaha yang
masak-masak Ibu suka. Kalau orang sekarang kan biasanya jarang
yang suka masak, pada sibuk tapi karena Ibu dari masih muda suka
masak, ya bikin usahanya pasti gak jauh-jauh dari apa yang Ibu suka
dan bisa
6.
Sudah berapa lama Ibu berjualan angkringan?
Jawab: Sekitar sudah lima tahunan
7. Modal berjualan angkringan di Jakarta?
Jawab: Awalnya Ibu tahun 2009, modalnya sekitar enam juta rupiah,
untuk pertama buka Ibu menyewa sebesar lima ratus ribu rupiah
perbulan untuk menyewa depan bengkel ini, Ibu biasanya harus
nunggu sampai bengkelnya tutup. Kalau bengkelnya lagi rame ya Ibu
jualannya agak malam, jadi pas tau bengkelnya pindah, Ibu dan suami
memutuskan untuk nyewa bengkel ini, ya walaupun mahal tapi Ibu
sama suami yakin usaha ini bisa maju karena lokasinya ramai.
8.
Apakah Ibu mempunyai pekerjaan atau usaha sampingan? Apa pekerjaan
sampingan Ibu?
Jawab: Tidak ada, Ibu dan suami hanya berjualan angkringan saja, lah
ini saja sudah susah bagi waktunya
9.
Berapa besar jumlah keuntungan penghasilan anda dalam satu hari?
Jawab: Untuk setiap harinya Ibu minimal dapat dua juta rupiah, kalau
lagi ramai sekali ya bisa tiga sampai empat juta rupiah.
10. Usaha Angkringan ini buka dan tutup pukul berapa?
Jawab: Pukul empat sore sudah siap-siap, rapihnya mulai pukul
setengah lima. Kalau tutupnya tergantung habisnya paling cepat ya
jam dua belas malam.
11. Kendala yang dialami pada saat berjualan angkringan?
Jawab: Kalau kendala ya awal-awalnya harus nunggu bengkel tutup,
lalu menyewa bekas bengkel ini biayanya mahal.
12. Berapa Jumlah pegawai di usaha angkringan Ibu?
Jawab: Awalnya Ibu hanya bertiga, Ibu, suami, dan keponakan Ibu
yang bernama Rohman. Anak-anak Ibu masih kecil jadi ndak bisa
bantu. Ibu bagiannya memasak, Rohman dan Bapak yang menjaga dan
melayani pedagang di angkringan. Ibu baru angkat karyawan di tahun
2011, itupun awalnya hanya dua orang saja untuk bantu-bantu
Rohman. Ibu baru berani memanggil tiga orang lagi tetangga di
kampung setelah melihat usaha ini benar-benar meyakinkan sekitar
tahun 2012. Ndak ada yang tau toh, kalau usahanya akan sukses
kedepannya. Ibu lebih suka memakai yang masih muda, biar gesit
kalau melayani pembeli, daripada mereka bengong mending kerja di
disini untuk bantu-bantu orangtua di kampung.
III. Unsur Tradisional
1. Ciri khas apa sajakah yang harus ada di angkringan?
Jawab: Kata Bapak itu gerobak yang kaya gini sama ceret ini terus
makanannya itu makanan ya orang kampong ya ceker, kepala, usus
macem-macem lah.
2. Mengapa Ibu masih menggunakan alat makan yang tradisional?
Jawab: Ibu menggunakan piring rotan ini biar ndak ada piring yang
pecah kalau piring beling, dan terlihat unik saja, ndak harus cuci piring
juga. hehe
3. Mengapa Ibu menggunakan Bahasa Jawa dalam melayani pembeli?
Jawab: Kalau ada pembeli yang menyapa menggunakan Bahasa Jawa
ya jadi balasnya pakai Bahasa Jawa, jadi lebih deket saja.
4.
Yang datang kebanyakan orang Jawa ya bu?
Jawab: Yang datang sebenernya beragam, namun yang lebih banyak
ngonbrol ya orang jawa, cerita tentang kampung halaman.
5. Dengan menggunakan unsur tradisional kejawaan apakah menarik jumlah
pembeli yang datang ke angkringan ini?
Jawab: Wah iya toh mba, wong pas awal-awal kita buka aja itu kan
kita tulis nasi kucing orang-orang jadinya penasaran itu nasi kucing
gimana bentuknya, makanannya kaya apa wah banyak lah yang
penasaran nanya-nanya. Terus Bapak juga suka pake baju yang klo
anak-anak muda kesini itu pasti nyebutnya jogja abis haha Ibu nda
terlalu ngerti maksudnya itu apa awalnya tapi lama-lama jadi ngerti
juga itu maksudnya.
IV. Karakteristik Pembeli
1.
Siapa sajakah pelanggan atau pembeli di Angkringan Ibu?
Jawab: Pelanggan biasanya macem-macem ya orang kantor, anak
muda, Ibu-ibu jadi ya siapa saja yang datang supir angkot, tukang
parkir, satpam komplek juga datang.
2.
Apakah sudah mempunyai pelanggan tetap yang setiap minggunya pasti
membeli tersebut datang ke angkringan?
Jawab: Oh ada itu, banyak malahan mba pada ketagihan klo kesini
alhamdulillah
3.
Biasanya pada hari apa dan pukul berapa angkringan Ibu ramai pembeli?
Jawab: Paling ramai ya malam minggu, penuh sama anak muda,
sekitar jam delapan dan sembilan malam yang paling ramai, biasanya
orang pulang kerja mampir kesini
4.
Adakah pembeli yang berusaha curang karena sistem self service?
Jawab: Dulu sih ada yang curang, makan gorengan tiga dia bilang
hanya dua, ya kalau di diamkan terus bisa rugi usaha Ibu.
5.
Bagaimana tindakan Ibu dalam menangani pembeli yang curang?
Jawab: Ya di diamkan saja ndak enak negurnya, Cuma kalau dia
datang lagi kita lebih merhatiin apa saja yang dia makan. Tapi ya ada
aja gitu orang yang untuk perutnya sendiri diisi makanan tidak halal.
6.
Adakah kerugian dari sistem self service ini?
Jawab: Kalau kerugian dulu ada tapi dikit, kalu sekarang sudah di
kecilkan kerugiannya bahkan kalau bisa tidak rugi.
7.
Apakah Ibu berusaha mengganti sistem self service dengan membayar
dahulu?
Jawab: kalau sekarang, pembeli yang baru datang ambil memilih
makanannya lalu dibawa ke meja Ibu, untuk di catat dan di bayar,
kalau minum kan bisa kelihatan dari gelasnya dia pesan apa.
8.
Apakah terjadi interaksi dengan sesama pengunjung?
Jawab: Sering itu yang beli ngobrol-ngobrol rame-rame kan ya paling
yang datang sekitaran sini jadi ternyata mereka kenal yaudah rame deh
disini pada cerita-cerita terus ngobrol.
9.
Pernahkah terjadi konflik antara sesama pengunjung?
Selama Ibu buka angkringan yo nda ada mba
Identitas Pembeli 7 Oktober 2014 pukul: 19.00
Nama
: Adi
Umur
: 16 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Pelajar
Alasan ke angkringan
1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan?
Jawab: Disuruh mama beli makan soalnya mama ga masak
2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan?
Jawab: Klo mama ga masak biasanya kesini bisa tiga kali seminggu
3. Dengan siapa biasanya anda datang?
Jawab: Kadang sendiri, kadang sama mama, kadang bareng-bareng
sama papa mama ade
4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan?
Jawab: Kesini gara-gara deket dari rumah kan di dalem komplek
tempatnya. Udah langganan juga kesini
5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan?
Jawab: Nasi kucing nya, sate usus, sate telor puyuh, sayap ayam
banyak sih kadang juga suka beli semua macem sate-satean
6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan?
Jawab: Ya makan paling
7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan?
Jawab: Jarang ngobrol klo kesini
8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan?
Jawab: Beli makan mba laper
9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau
bersosialisasi?
Jawab: Tempat makan mba
10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal?
Jawab: Lumayan murah si asal jangan ngamuk aja makannya haha
11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke
angkirngan?
Jawab: Biasanya abis solat isya
12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak?
Jawab: Engga tuh
13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa
yang dimakan?
Jawab: Wah emang ada ya? Kasian bgt si ibu. Itu orangnya lagi
kelaperan tapi ga punya uang kali tuh
14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana?
Jawab: Dari Jogja
15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja?
Jawab: Ada mungkin. Tapi kata papa sih klo di Jogja itu murah-murah
16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial?
Jawab: Bisa nemu gebetan mba disini hahaha
17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung?
Jawab: Pernah sih tapi jarang
18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan?
Jawab: Bentuknya kaya senyum gitu kali ya terus klo lewat di
depannya dia permisi dulu gitu deh
19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung?
Jawab: Engga pernah ah
Identitas Pembeli 26 November 2014 pukul: 20.00
Nama
: Movitri Rosmela
Umur
: 22 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alasan ke angkringan
1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan?
Jawab: Untuk makan makanan yang menunya beragam, harganya
murah dan juga terjangkau
2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan?
Jawab: Engga sering, paling satu kali dalam seminggu
3. Dengan siapa biasanya anda datang?
Jawab: Dengan teman
4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan?
Jawab: Biasanya ngeliat dari rasa, harga, dan kenyamanannya
5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan?
Jawab: Paling susu jahe dan sate usus
6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan?
Jawab: Biasanya makan sekalian ngobrol
7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan?
Jawab: Klo itu ga tentu, paling sekitar aktivitas-aktivitas sehari-hari
aja
8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan?
Jawab: Mau makan dan juga ngobrol
9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau
bersosialisasi?
Jawab: Kalo bagi saya angkringan lebih ke tempat makan
10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal?
Jawab: Klo soal murah atau mahal kan itu relatif tapi klo di daerah sini
menurut saya engga murah juga sih cenderung mahal malah
11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke
angkringan?
Jawab: Biasanya jam 7 malam
12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak?
Jawab: Engga juga sih biasanya saya mah biasa aja
13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa
yang dimakan?
Jawab: Klo itu saya ga pernah punya pengalaman seperti itu ya. Klo
saya sih engga
14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana?
Jawab: Setau saya Jogja
15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja?
Jawab: Menurut saya iya, di Jogja itu saya pernah makan dan harganya
lebih murah
16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial?
Jawab: Ada, soalnya pas kita lagi ke angkringan itu biasanya kita
ngobrol dan bersosialisasi dengan orang-orang disini
17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung?
Jawab: Pernah
18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan?
Jawab: Biasanya sih ngobrol atau nanya-nanya yang ringan aja tapi
nanti klo nanya-nanya yang terlalu jauh takut dikira aneh malah
ngeganggu yang ada
19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung?
Jawab: Saya sih ga pernah punya pengalaman seperti itu
Identitas Pembeli 13 September 2014 pukul: 19.30
Nama
: Lisa Ulfah
Umur
: 24 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Pegawai Kantoran
Alasan ke angkringan
1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan?
Jawab: Karna tempatnya asik untuk berkumpul bersama teman-teman.
2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan?
Jawab: Tidak tentu, biasanya hanya sekali seminggu
3. Dengan siapa biasanya anda datang?
Jawab: Dengan teman-teman
4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan?
Jawab: Harga makanannya murah dan tempatnya nyaman
5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan?
Jawab: Otak-otak dan nasi kucing
6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan?
Jawab:
Mengobrol dengan teman-teman.
Karna biasanya ke
angkringan janjian sama teman waktu sekolah dulu
7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan?
Jawaban: Tentang pekerjaan masing-masing teman, menceritakan
pengalaman lucu serta kehidupan pribadi. Tapi lebih sering kita
ngobrolin waktu kita masih jaman sekolah jadi nostalgia gitu deh haha
8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan?
Jawab: Mempererat hubungan pertemanan dengan menghabiskan
waktu di angkringan. Soalnya klo ga kaya gini kita ga ketemu-ketemu
lagi makanya di sempetin buat kita kumpul-kumpul diangkringan.
Kebetulan juga anak-anak pada suka makan yang kaya gini nih yang
ada di angkringan.
9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau
bersosialisasi?
Jawab: Tempat ngobrol sih ya klo buat saya, ya karna itu kita ke
angkringan emang buat ketemu terus ngobrol sambil makan
10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal?
Jawab: Ya ampun murah banget inimah disini
11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke
angkrirngan?
Jawab: Jam 7an lah biasanya
12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak?
Jawab: Engga ah biasa aja tuh
13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa
yang dimakan?
Jawab: Engga ada deh ya. Soalnya disini kan makanannya di catet
dulu terus baru bayar langsung. Emang beda sih ya klo sama
angkringan yg laen disini tuh
14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana?
Jawab: Dari Jawa kan, padahal saya orang padang loh haha
15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja?
Jawab: Duh ga tau deh saya soalnya belom pernah ke angkringan yang
ada di Jogja
16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial?
Jawab: Ada, kan ketemu banyak orang gini
17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung?
Jawab: Engga deh kayanya
18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan?
Jawab: Klo melototin orang termasuk bentuk interaksi juga ga tuh
haha
19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung?
Jawab: Engga deh ya
Angkringan Pakdhe Yono yng terletak di Jalan Surya Kencana
Pakdhe Yono dan Budhe Ina, istri dari Pakdhe Yono
Pakdhe Yono sedang menyiapkan minuman wedang jae atau air jahe yang
merupakan minuman andalan dari angkringan
Beberapa jenis makanan yang tersedia di angkringan ini
angkringa Mas Min
Jenis makanan yang di tawarkan di angkringan Mas Min
Menjadi ciri khas angkringan tradisional menggunakan penerangan dengan
menggunakan lampu berwatt kecil, karena hanya mengandakan sambungan listrik
dari toko yang pelataran parkirannya di sewa.
Angkringan Ibu Yati
Sudah menggunkan bangku dan kursi sebagai fasilitas
LEMBAR UJI REF'ERENSI
Nama
Risyda Azizah
Nirn
11
Juiusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Judul Skripsi
I}AI}
I 001 5000 107
Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat Interaksi
Sosial Masyarakat Perkotaan (Studi Deskr.iptii cli
Kecarn trlan Pamulang, K ota Tangerang S elatan)
No
Referansi
Paraf
Pernbimbins
Referensi
I
1
Hartomo dan Ar:ricun Aziz, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarla: pT
Bumi Aksara, 2008), h. 30
"i
\"{
1
,t'
\
t
2
2
Klara Puspa Indrai'ati "Pembentuku,
@
Ntlasyarakat (Studi Kasus : Angkringan Tugu
Yogyakarta' , Sk'ipsi pada U,irzersitas Indo,esia, 2012, h. 31.
tidak dipublikasikan.
EI
d,J
2
I
Klara Puspa indrawati, "pembentukan Rua,g Korektiroleh
Ivlasyarakat: Studi Kasus Angkringan Tugu yogyakar1a,,.
Sh'ipsi pada Universitas Indonesia, Depo( 2}li,h3L
2.
Klara Puspa
Ivlasyarakal'
Skripsi pada
3.
Klara Puspa indrar.vati, "Pembentukan It,ang Kolektif oleh
Masyarakat: Studi Kasus Angkringan Tugu yogyakarta,,.
Sblpsi pada Universitas Indonesia, Depolg 2olr, h.45
ektif Oleh
akalta,,,
h.31.
4.
Klara Puspa indrawati, "pembentukan Ruang Korektif oleh
Masvarakat: Studi Kasrs Argkr-ingan Tugtr yogyakarta,,,
Skripsi pada l-thiversitas Indonesia. Depok ZOti, h. +e
5.
Kanranato sunarto. P e ngantctr so si ologi, (Jakarta: Lemtraga
Penerbit Fakultas Ekonorni UI, 2004), h. 12
,fil
I
..r{
L
1
1,
dl
,ilr
6*
Kamanato Sunarto, P e ngantar Sosi ologi, (Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi IJI,2004),h. 22
Basror,r,i, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005),
h.138
Departemen Pendidikan Nasional, KamusBesor Bahasa
e s i a P u s at B ahas a, (I akarta: p'I' Gramedia pustaka
Utam4
2008), h.542
I ndon
Soerjono soekanto, sosiologi suatu pengantar. eakarta: pT
Raja G'afrndo Persada). h.5-5
Yusron Razak, Sosiologi Sebuah pengantar, (Tangerang: Mitra
Sejahtera, 2008),h. 57
Yusron Razak, Sosiologi Sebuoh Pengantar, (Tangerang: Mitra
Sejahtera, 2008),b. 57
Yusron Razak, Sosiologi Sebuah pengantar, (Tangerarrg: r\.4itra
Sejalrtera, 2008), h. 57
Yusron Razak, Sosiol,ogi Sebuah pengantar, (Ta,gerang: Ivlitra
Sejahtera,2008), h. 58
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005),
h. r39.
Elly I\4. Setiadi, KamaA. Haham, Ridr*an@
Dan Budaya Dasar, (Jakarta: Prenada Media Gruop. 2007),h.
93
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Inclo,esia, 2005),
h. 140
t6,
Basro,vi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Inclonesia, 2005),
17.
18.
19
fi'l
h. l4s
,h,,,[
Ng. Philipus. Nurul Aini, Soslologi dan politik,(Jakarta: pT
Raja Grafrndo Persada 2009),h.23
4,,[
S oerj ono soekarrto, s o s i o lo gi su qtu p engont ar, (J
akafia: pT
Raja Grafindo Persada, 20lZ),h.65
-.1i
Soerjono soekanto, sosiologi suaht pengantar, (JakNta: pT Raja
Grafindo Persada, 2012), h.G6
..Lr
q
.{'
fi,\
t
20.
k.
1
.d^l
!
21.
Ng, Philipus. dan Nurul Aini, sosiologi dan politik, (Jakarta; pT
Raja G'afindo Persada), h.25
22.
Soerjorro soekanto, sosiologi suatu pengantar, 1'Iakartq pT Raja
Grafindo persada 1998), h.73
23.
Ng. Philipus, dan Nurul AinL sosiologi clan politik, (Jakarta; pT
Raja Grafrndo Persada), h. Zg
ogi Su ata p
Raja Grafindo Persada, 1998), h.87
25
Ng. Philipus. dan Nurul Aini, soslologi dan potitik, (Jakarla; pT
Raja Grafindo Persada), h. 32
26.
Kamanto Sunarto. Pengantar Sosiologi^ (Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi U\ 2004), h. l2g
oer;j
ono soekanto.
S o si ol
en gan
t
,d'l
I
s-^
I
I
'i
"..t'
ar, (J akenlra:. pT
24.
S
dJ
d,n
.il^li
I
"ti.
,*d
*-l
,$,
d^l
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia I,donesia, 2005),
h.37
Ko entj ranin gr at, P
e
n ga nt a
r I hn u A nt r op o lo gl, (Jakarla : p T
Rineka Cipta, 2009),h. 1 15
Elly M. Setiadi. Rama Abdul I-Iakam. Ridivan Effendi,Ilmu
Sosial dan Budaya Dasar, ( Jakarta: Kencana prenada Meclia
Group, 2011), h.B0
Elly M. Setiadi. Rama Abdul Hakam. Ridwan Effe:ndi.Ihnu
Sosial dan Budaya Dasar, ( Jakarta: Kencana prenada Media
Group, 2011), h. 38
Ko entj rarrin gr at, P en g an t a r I lmu A ntr op ol o gi, ( Jakarta : pT
Rineka Cipta, 2009), h. 117
Basroni, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia. 2005),
h.4r
s. Meruro dan Mustamin Alwi, Antroporogi perkotaan (Jakarta:
CV Rajawali, 1992), h. 24
s. Meruro da, Nrlustamin Ahvi. Antropologi perkotacm. (Jakarta:
CV Rajawali, 1992), h.24
S oerj ono So ekanto, So s i olo gi Su atu p
Raja G'afrndo Persada 2005)h. 158
eng a nt ar.,
(Jakarla; pT
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu pengantar, (Jakarta:
Rajavvali Pers, 2009), h. 1_56-157
Soerj ono Soekanto, Sosi olo gi Suatu p engant ar, (Jakarta:
Rajar.vali Pers, 2009), h. 67
Soerj ono Soekanto, So s i ologi Su atr,t p engdnt ar, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009). h. 67
P engantar llmu Ant r op olo gi, ( Jakarta: pT
Rineka Crpta,2009), h. 146
Koentj araningrat,
Abu Ahmadi, Pengantar Sosiologi, (Sernarang: C.V.
Ramadhani, 1975), cet. 1, h. 57
Koentj araningrat, P enga n tar llmu Antr op o/ogl, ( Jakarla: pT
RinEka Cipta, 2009), h. 150-151
Dharsono, Budaya lthts antara, (Bandung :Rekayasa
2007), h.10
S
ains,
Sadhi Sanggakal4 "Penggunaan Jalan Di Kampung Kota Dan
Perumahan Perumnas Sebagai Ruang Interaksi Sosial,,, Tesis
pada Pascasarjana Unirrersitas Indonesia, Depok, 2006, tidak
dipublikasikan
Lolita Susan Ginzel, "Lapo Tualg Arena@
Masyarakat Batak Toba (Studi Kasus: Lapo Tuak Dame,
Kelurahan Harapan lvfulia, Jakarta pusat)',, Skripsi pada
Universitas Indonesia, I 9 84, tidak dipublikasikan
f)onorra, Bustami, "Interaksi Sosial penghuni Asrama
(studi Kasus fe,tang
Daksinapati universitas Indonesia
Pefientangan Sosial)", Skripsi pada Universitas I,donesia, 19g5,
tidak diputrlikasikan
Arbany Nurul Aini, "Angkringan: Arena Derrrok usi Muryurakat
Pekotaan dengan simbolisme Kejawaan (studi Kasus: Tiga
ngan di Jakarta)", Skripsi pada Universitas Negri Jakarta.
2013, tidak dipublikasikan
48.
Klara Puspa Indrar.vati 2012 pemltentukan Ructng Kotet{tif otetl
Masyarakr.ti (Studi Kasus : Angkringan Tugu yogyakartc, Strai
Ars itektur Liniverstas Indones ia
4i
3
1.
2
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
Adi
Prastowo.
P en eli ti an, (Jo gj akarta:
Memahami
AIetode-l,Ietode
Ar-Ruzz NIedia. 2 0 I I ), h. g.
Imam Gunarvan, Arletode penelitian Kualitatif-:
P
raktik,
(J
akafia:Bumi Aksara, 201 3).
h. g0_ g
Teorr
dan
4,7
u-.1
1
'r-?, .flrt
1
Imam Gu.awan, Metode penelitian Kualitatijl Teori dan
Praktik, (Jakarla:Bumi Aksarq 2013), h.gZ
,t;
Irawan soehartono. Metode penelitian sosial, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya,
20ll),h,
Irawan Soehartono ,
Remaja Rosdakarya,
zOL
l),
,li
57
PT
dI
h.57
Irawan Soehartono, Iuletode penelitian Sosial, (Bandung: pT
Renraja Rosdakarya, 20ll), h. 63
l1xy f.
Ii,{oleong.
,-r*-,
,il,r
,"-r,r-" *r,
PT Remaja Rosdakarya. 2009), h.1g6
Iin Tri
Waw
Rahayu da, Tristiadi fudi Ardani, Observasi dan
ancara. (lr,,Ialang : Bayurnedia publishing, 2004), h. I
sugiyono, it[ etode P eneli ti an p endi dikan p endekatan K uali tatiJ)
KuantitatiJ- d an R& D, (Bandung: Alfabeta, 20 I2), h. 3Zg
Imanr Gunarvan, Metode
p"nulit@
Pralerift, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 17g
,d,t
t
';Ll
+t
i
ul
,t^
,fil
4^i
11
4
Imanr Gunawan, luletode penel.itian Kualitatif Teori
Praktik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2OI3),h. ZIO
dan
M
Situs resmi kota Tangerang Selatan,
wwrv. tangerangsel atankota. go. id di akses pada tanggal 5
4i
Desember 2014 pukul21.00 WIB
.)
http ://tangselkota.bps. go. id/index.php ?hal:putrlikasi detil&id:B
diakses padatanggal 5 Desember 2ll4pukul 22.00 WIB
4A
http ://labpm2.ipdn.
-)-
ac. id/wp-content fuploads 201 3/0 5iRpJN,I_
Keadaan-Geografis.pdf diakses pada ta,ggal 2g Novernber 2014
pukul 1.12 WIB
,x)
4.
http :i/labpm2. ipdn. ac.id/rvp-content/uploads/20 I 3 /0 5/RpJM_
Ke adaan- Geo grafi s. pdf diakses p ada ta,g gar 2 g Nover,ber 20 1 4
pukul 1.12 WIB
4,t
5
www.tangselkota. bps. go. icl diakes pada tan ggal 2 g Noverntrer
2014 puktrl 12.00 WIB
a
6.
http ://tangselkota. bps. go. idlindex.php
d;
?hal:publikasi cletil&id:s
WIB
4i
diakses pada tanggal 25 Desember 2014 pukul 20.00
Niels Mulder, 1983, Kebatinan tlan Hidup Sehari-hari Orang
Jaw,a, Jakarta: PT. Glamedia h. 40.
,fl,[
Niels ]vlulder, 1983, Kebatinan dan Hidup Sehari_hari Orang
PT. Gramedia, h.42.
,/r
9.
Klara Puspa indrawati, "Pembentukan Rrnng Kolektif Oleh
Masyaratriat: Sttrdi I{asus Angkr-ingan Tugu yo gyakarla..,
Slcripsi pada Lhriversitas hrdonesia, Depolg 2012,1t.33
d*
t0
Berdasarkan hasil wawancara dengan tr,rotdfiaai
2014 pukul21.15 WIB.
7
8.
Jan4,a, Jakarta:
to okloue
t,
.fi
Berdasarkalt wawiulcara dengan Mas
pukul22.30WIB.
Min pada22 Mei 2014
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu
Septerntrer 2014, pukul
2
yanti
pada 4
1.00 WIB.
Berdasarkan hasil warvancara dengan Ibu yanti pada 4
September 2014. puktrl 21.00 WIB.
Berdasarkan hasil r.va*,ancara dengan Adi pada 7 oktober 2014
pukul 19.00 WIB
Berdasarkan hasil wawancara dengan pak Mardoyo pad,a2l
Oktober 2014 pukul 20.00 WIB.
Berdasarkan hasil wau,ancara dengan
Oktober pukul 19.00 WIB
Wati
pada Rabu 22
Berdasarkan hasil warvancara Sobani pada 13 November 2014
pukul22.50 WIB
Berdasarkan hasil war.r,ancara dengan Ivlardoyo pada selasa 21
Oktober 2014 pukul 20.00 WIB
Berdasarkan hasil wawancar.a dengan pakde yono Rabu I
Oktober 2014 pukul 21.30 WIR
Berdasarkan hasil r.varn ancara dengan Ibu yanti pada karnis 4
September 2014 pukul21.00 WIB
Berdasarkan hzusil \4/awancara dengan
Oktober pukul 19.00 WIB
Wuti pudo Rnb"
22
Berda.sarkan hasil wawancara dengan
2014 pukul21.00 WIB
Agu,g pada27 oktober
Berdasarkan hasil wawancara dengan Sobani pada 13
November 2014 pukul22.50 WIB
Berdasarkan hasil rvarvancara dengan
2014 pukul 19.00 WIB
wati
pacla 22
oklober
Kamanto Sunarlo, P en gantar S o si ol.ogi, (Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakrrltas Ekonomi 1J1,2004),h. 12
Berdasarkan hasil wawancara dengan pakde yono Rabu
Oktober 2014 pukul21.30 WIB
Berdasarkan hasil rvawancara clengan lr{aldi pacla
2014 pukul21.15 WIB
l0 oktober
Berdasarkan hasil wau,ancara dengan Mardoyo pad,a2r oktober
2014 pukul20.00 WIB
Berdasarkan hasil rryawancara dengan Iv{ardoyo pada2l oldober
201:1pukul20.00 WIB
Berdasarkan hasil wawancara dengan pakde yono pada I
Oktober 2014 pukul 21.30 WIB
Berdasartan hasil wa,r,ancara dengan Ibu
September 2014 pukul21.00 WIB
Berdasarka, hasil \ryawancara a.ngm
ernber 2014 pukul21.00 WIB
yarti
Kamis 4
33.
34.
Berdasarkan hasil r,vawancara dengan pakde yono pada
Oktober 2014 pukul 21.30 WIB
1
4i
Berdasarkan hasil rryar,va,cara dengan Mas lVlin pada Kamis 22
Mei2014 pukul22.30 WIB
,il,t
35.
Berdasarkan hasil r,r,awancara dengan Mar-doyo pada2l oktober
2014 pukul20.00 WIB
,lr
36
Soerjono soekanto, Sosiologi Suaht pengantar, (Jakarta: pT
Raja Grafirrdo Persad4 1998). h.58
,i],
37
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga
U\ 2004),h. Zz
di
Penerbit Faktrltas Ekonomi
Jakarta,
n Pembimbing
ll
Februari 2015
I
rI
lfah ltajarini, I\,LSi
NIP. 19670828 199303 2 006
d a,
MA
I 2 016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Risyda Azizah, lahir di Jakarta pada 31 Juli
1992. Anak dari pasangan bapak Agus Mukhtar
Rosyidi dan ibu Nur Izzah merupakan anak
pertama dan mempunyai dua saudara perempuan.
Meskipun lahir dan dibesarkan dari suku Jawa
namun sangat menyukai masakan pedas. Masamasa sekolahnya dihabiskan di sekolah MTsN 2 Pamulang kemudian
dilanjutkan di MAN 4 Jakarta.
Sangat senang berolahraga, terbukti sejak masih menyandang status
siswa di MAN 4 Jakarta tergabung dalam ekskul basket. Saat menjadi
mahasiswi UIN Jakarta bergabung dengan ukm futsal UIN (ladies futsal) dan
sepeda sehat UIN.
Judul dari skripsi ini diangkat karna pada dasarnya saya senang
makan. Suatu ketika saya makan di angkringan saya sadar bahwa terdapat
suasana yang sangat berbeda yang dapat dirasakan ketika berada di
angkringan. Tak dipungkiri masih banyak orang yang belum mengetahui apa
itu angkringan, namun disamping itu angkringan sudah banyak kita temui di
pinggir-pinggir jalan, khususnya jalanan di Pamulang. Semoga para pembaca
menjadi tahu apa itu angkringan serta tidak memandang miring lagi hal-hal
sederhana.
Download