Tingkat Resistensi terhadap Antibiotik dan Durasi Rawat Inap pada

advertisement
Dina Okfina Ria: Tingkat Resistensi terhadap Antibiotik dan Durasi Rawat Inap pada Pasien dengan PPOK Eksaserbasi Akut
Tingkat Resistensi terhadap Antibiotik dan Durasi Rawat Inap
pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi
Akut di Rumah Sakit Dr. Moewardi
Dina Okfina Ria, Suradi, Reviono, Jatu Aphridasari, Maryani
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret,
Surakarta
Abstrak
Latar Belakang: Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan di dunia. Morbiditas dan mortalitas pasien dengan
PPOK terkait dengan eksaserbasi yang berulang. Eksaserbasi memicu berbagai kondisi klinis yang mempengaruhi durasi rawat inap.
Resistensi terhadap antibiotik ditemukan pada infeksi sekunder pada pasien PPOK. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan
antara tingkat resistensi terhadap antibiotik dan durasi rawat inap pada pasien dengan PPOK eksaserbasi akut.
Metode: Disain studi yang digunakan ialah potong lintang dan analisis statistik dengan uji chi square. Penelitian ini dilakukan di Rumah
Sakit Dr. Moewardi dengan mengambil catatan medis pasien PPOK dengan eksaserbasi akut dirawat pada bulan Januari 2011 sampai
dengan Desember 2012. Tingkat resistensi antibiotik disajikan dalam pansensitive, resistensi monodrug dan multidrugresistant (MDR).
Durasi rawat inap 2-17 hari.
Hasil: Pada 105 pasien, sebagian besar bakteri yang ditemukan adalah Klebsiella pneumonia 34,3% (36/105), Acenitobacter baumannii
18,1% (19/105), dan Staphylococcus aureus 15,2% (16/105). Level tertinggi dari resistensi terhadap antibiotik adalah MDR 32,4% (34/105),
resistensi monodrug 31,4% (33/105) dan pansensitive 36,2% (38/105). Komorbiditas yang hipertensi 41,0% (43/105), penyakit jantung
22,9% (24/105), dan diabetes mellitus 8,6% (9/105). Rawat inap terpanjang yaitu 17 hari, sedangkan durasi terpendek yaitu 2 hari. Uji
statistik menunjukkan bahwa tingkat resistensi mempengaruhi durasi rawat inap (p = 0,013).
Kesimpulan: Tingkat resistensi terhadap antibiotik mempengaruhi durasi rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut. (J Respir Indo. 2014;
34: 174-9)
Kata kunci: resistensi, lama rawat inap, PPOK eksaserbasi akut.
Antibiotic Resistance and Length of Hospitalization in Patients
with Acute Exacerbation of Chronic Obstructive Pulmonary
Disease in Dr. Moewardi Hospital
Abstract
Backgrounds: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a health problem in the world. Morbidity and mortality of patients with
COPD associated with frequent exacerbations. Exacerbation triggers many clinical conditions affecting long hospitalization. Resistance to
antibiotics found in secondary infections in treated patients with COPD. The aim of this study is determine the relationship between level
of resistance to antibiotics and length of hospitalization in patients with acute exacerbation of COPD.
Methods: The study used cross-sectional design and statistical analysis with chi square test. This study was conducted at Dr. Moewardi
Hospital by taking medical records of COPD patients with acute exacerbation treated between January 2011 until December 2012 were 105
subjects enrolled. Resistance level of antibiotics classified of pansensitive, monodrug resistant and multidrugresistant (MDR). Duration of
hospitalization 2-17 days.
Results: Among 105 subjects, the most frequent found were Klebsiella pneumonia 34.3% (36/105), Acenitobacter baumannii 18.1%
(19/105), and Staphylococcus aureus 15.2% (16/105). Resistance to antibiotics was MDR 32.4% (34/105), monodrug resistant 31.4%
(33/105) and pansensitive 36.2% (38/105). Comorbidities were hypertension 41.0% (43/105), heart disease 22.9% (24/105), and diabetes
mellitus 8.6% (9/105). The statistical test demonstrated that resistance levels affected the length of stay with p=0.013.
Conclusion: The level of resistance to antibiotics affected the length of stay COPD patients with acute exacerbation. (J Respir Indo. 2014;
34: 174-9)
Keywords: resistance, length of hospitalization, COPD acute exacerbation.
Korespondensi: dr. Dina Okfina Ria, Sp.P
Email: [email protected]; HP: 082322301972
174
J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014
Dina Okfina Ria: Tingkat Resistensi terhadap Antibiotik dan Durasi Rawat Inap pada Pasien dengan PPOK Eksaserbasi Akut
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) meru­
pakan penyakit paru yang ditandai hambatan aliran
udara persisten secara progresif serta berhubungan
dengan respons inflamasi kronik saluran napas
terhadap partikel atau gas berbahaya.1,2 Saat ini,
PPOK merupakan penyebab keempat terjadinya
morbiditas kronis dan mortalitas.3 The Global Burden
of Disease Study memperkirakan pada tahun 2020
PPOK akan menempati urutan ketiga penyebab
kematian tertinggi di dunia setelah penyakit jantung
koroner dan stroke.1
Eksaserbasi akut merupakan penyebab utama
rawap inap pasien PPOK. Kondisi ini merupakan
diagnosis klinis saat pasien mengalami peningkatan
batuk, produksi sputum dan/atau sesak napas
dalam waktu 24-48 jam. Gejala eksaserbasi sering
diikuti batuk dan demam. Semakin sering terjadi
eksaserbasi akut, maka akan semakin berat
kerusakan paru sehingga semakin memperburuk
fungsinya. Eksaserbasi dihubungkan dengan reaksi
inflamasi saluran napas oleh berbagai sebab. Faktor
pemicu utama adalah infeksi bakteri, virus, pajanan
lingkungan dan faktor komorbid lain, namun hampir
50-70% penyebab eksaserbasi adalah infeksi.4,5
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) eksa­
serbasi akut berperan cukup besar terhadap morbiditas
pasien. Inflamasi saluran napas pada PPOK dipicu oleh
keberadaan bakteri pada saluran napas bawah secara
persisten.6 Terdapatnya infeksi pada kondisi tersebut
berdampak pada tingkat mortalitas yang tinggi di dunia.
yang lebih beragam dibandingkan dengan M.
catarrhalis dan H. influenzae.6 Pola resistensi anti­
mikroba bervariasi antar daerah sehingga data
prevalensi resistensi secara lokal penting diketahui
sebagai panduan terapi empiris yang sesuai. Kultur
sputum merupakan sarana untuk identifikasi jenis
mikroorganisme penyebab eksaserbasi dan penting
untuk menentukan terapi antibiotik yang sesuai.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
faktor komorbid juga meningkatkan lama perawatan
pasien PPOK. Kinnunen dkk.1 menyebutkan bahwa
lama perawatan pasien PPOK dengan komorbid
dua kali lebih tinggi dibandingkan pasien PPOK
tanpa komorbid. Komorbid dapat terjadi pada pasien
PPOK derajat ringan, sedang atau berat.2,8
Meningkatnya resistensi antibiotik maupun
komorbiditas berpengaruh terhadap tingkat kepa­
rahan pasien PPOK eksaserbasi akut. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik dan
lama rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut di RS
Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode crosssectional yang dilakukan di RS Dr. Moewardi Surakarta
dengan mengambil data rekam medis pasien yang
dirawat dibangsal paru selama periode 1 Januari 201131 Desember 2012. Kriteria PPOK eksaserbasi akut
adalah peningkatan sesak, penambahan pro­
duksi
sputum dan perubahan purulensi. Derajat eksa­ser­
basi berdasarkan kriteria Perhimpunan Dokter Paru
Hal ini diperparah dengan meningkatnya prevalensi
Indonesia (PDPI) dikategorikan sebagai berikut:2
resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik, teru­
1. Berat, terdapat 3 gejala
tama mikroorganisme Streptococcus pneumoniae,
Moraxella catarrhalis dan Haemophilus influenza.7
Mekanisme resistensi terhadap β-lactam pada H.
influenzaedan M. Catarrhalis berkaitan erat dengan
serine β-lactamase tipe kelas A, sedangkan strain P.
aeruginosa menunjukkan jenis yang lebih luas dengan
tipe kelas A-D. Mekanisme resistensi antibiotik lainnya
meliputi permeabilitas membran, sistem efflux pump
dan mutasi pada target antimikroba. P. Aeruginosa
menunjukkan mekanisme resistansi antimikroba
J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014
2. Sedang, terdapat 2 gejala
3. Ringan, terdapat 1 gejala
Pasien yang memenuhi diagnosis PPOK
berdasarkan pemeriksaan faal paru dengan nilai
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
hasil pemeriksaan spirometri VEP1/KVP <70%.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) stabil dengan
faal paru berdasarkan hasil pemeriksaan spirometri,
sedangkan derajat obstruksi dinilai berdasarkan
PDPI, yaitu:2
175
Dina Okfina Ria: Tingkat Resistensi terhadap Antibiotik dan Durasi Rawat Inap pada Pasien dengan PPOK Eksaserbasi Akut
1. Ringan, nilai VEP1 ≥ 80% nilai prediksi
dengan PPOK derajat serangan ringan sejumlah
2. Sedang, nilai VEP1 50-80% nilai prediksi
1,9% (2/105),sedang 34,3% (36/105) dan berat
3. Berat, nilai VEP1 30-50% nilai prediksi
63,8% (67/105). Penderita dengan derajat obstruksi
4. Sangat berat, nilai VEP1 <30% nilai prediksi
ringan (nilai VEP1≥ 80% nilai prediksi) sejumlah 24
Hasil kultur bakteri sputum ditentukan ber­da­­sar­kan
kultur yang tumbuh (positif) dengan hasil iso­lasi bakteri
dianggap sebagai infeksi bakteri sebagai penyebab
eksaserbasi PPOK. Bakteri Multi Drugs Resistence
(MDR) didefinisikan sebagai methicillin-resistant Staphy­
loco­ccus aureus, ceftazidime- atau imipenem-resistant
Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter baumannii,
Stenotrophomonas maltophilia, dan basil gram negatif
penghasil beta-lactamase spektrum luas.9
Data diolah dengan Statistical Product Service
Solution (SPSS) 18 for Windows menggunakan uji
chi square untuk mengetahui hubungan antara lama
rawat inap dengan pengaruh tingkat resistansi pada
pasien PPOK.
HASIL
Sejak 1 Januari 2011 sampai 31 Desember
2012 terdata 105 penderita PPOK eksaserbasi
akut yang dirawat di bangsal paru RS Dr. Moewardi
Surakarta. Karakteristik penderita tercantum pada
Tabel 1. Data pasien meliputi umur, jenis kelamin,
derajat serangan, derajat obstruksi berdasarkan nilai
VEP1, gagal napas, dan riwayat merokok.
Jumlah penderita 105 terdiri dari laki-laki 85
orang (81,0%) dan perempuan 20 orang (19,0%).
Sampel penelitian berumur antara 61-70 tahun dan
71-80 tahun dengan masing-masing sejumlah 41
orang (39,0%) dan 25 orang (23,8%). Responden
termuda berumur 45 tahun dan tertua 90 tahun.
Riwayat
bukan
perokok
tercatat
23,8%
(25/105). Perokok sebesar 76,2% (80/105), yang
meliputi 1,9% (2/105) perokok dengan Indeks
Brinkman ringan (<200), 30,5% (32/105) perokok
dengan Indeks Brinkman sedang (201-600), dan
43,8% (46/105) perokok dengan Indeks Brinkman
berat (>600). Pemeriksaan penunjang berupa
kultur sputum menunjukkan hasil 105 spesimen
tumbuh dan rerata leukosit 12,49±4,82 ribu/ul. Lama
perawatan pasien rata-rata 6,99±2,30 hari. Pasien
176
orang (22,9%), sedang (VEP1 50-80% nilai prediksi)
49 orang (46,7%),berat (VEP1 30-50% nilai prediksi)
29 orang (27,6%), dan sangat berat (VEP1 <30%
nilai prediksi) 3 orang (2,9%).
Pasien PPOK eksaserbasi akut di RSDM yang
tidak mempunyai faktor komorbid sebanyak 42,9%
(45/105), sedangkan 57,1% (60/105) mempunyai
komorbid. Faktor komorbid tertinggi adalah hipertensi
sebanyak 41,0% (43/105), penyakit jantung 22,9%
(24/105), penyakit diabetes melitus 8,6% (9/105),
penyakit ginjal 2,9% (3/105), dan penyakit stroke
1,0% (1/105).
Tabel 1. Karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut yang
dirawat di RS Dr. Moewardi Surakarta selama periode
1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2012.
Variabel
Umur, f (%)
< 51 tahun
51 – 60 th
61 – 70 th
71 – 80 th
> 80 th
Jenis Kelamin, f (%)
Laki-laki
Perempuan
Tinggi Badan, mean ± SD
Berat Badan, mean ± SD
Derajat PPOK, f (%)
Ringan
Sedang
Berat
Derajat Obstruksi, f (%)
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat
Jenis Resistansi, f (%)
MDR
Monoresistan
Sensitif
Gagal Napas, f (%)
Ada
Tidak Ada
Leukosit, mean ± SD
Lama Rawat, mean ± SD
Frekuensi Rawat, f (%)
Belum Pernah
1 kali
2 kali
3 kali
4 kali
5 kali
Merokok, f (%)
Bukan Perokok
IB Ringan
IB Sedang
IB Berat
Nilai Deskriptif (N = 105)
4 (3,8%)
21 (20,0%)
41 (39,0%)
25 (23,8%)
14 (13,3%)
85 (81,0%)
20 (19,0%)
157,46 ± 6,21
50,20 ± 7,62
2 (1,9%)
36 (34,3%)
67 (63,8%)
24 (22,9%)
49 (46,7%)
29 (27,6%)
3 (2,9%)
34 (32,4%)
33 (31,4%)
38 (36,2%)
40 (38,1%)
65 (61,9%)
12,49 ± 4,82
6,99 ± 2,30
38 (36,2%)
37 (35,2%)
22 (21,0%)
6 (5,7%)
1 (1,0%)
1 (1,0%)
25 (23,8%)
2 (1,9%)
32 (30,5%)
46 (43,8%)
J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014
Dina Okfina Ria: Tingkat Resistensi terhadap Antibiotik dan Durasi Rawat Inap pada Pasien dengan PPOK Eksaserbasi Akut
Tabel 2. Distribusi komorbid pada pasien PPOK eksaserbasi akut
yang dirawat di RSDM periode 1 Januari 2011 hingga 31
Desember 2012.
Komorbid
Jumlah Komorbid
Tidak Ada
1
2
3
Jenis Komorbid
Diabetes Mellitus
Hipertensi
Ginjal
Stroke
Jantung
Jumlah
Persentase
45
44
12
4
42,9%
41,9%
11,4%
3,8%
9
43
3
1
24
8,6%
41,0%
2,9%
1,0%
22,9%
Jumlah
Persentase
16
13
29
15,2%
12,4%
27,6%
2
36
11
19
8
76
1,9%
34,3%
10,5%
18,1%
7,6%
72,4%
Tabel 3. Hasil Isolasi Bakteri
Kultur Bakteri Sputum
Gram Positif
Staphylococcus
Streptococcus
Total
Gram Negatif
Escherichia coli
Klebsiella
Pseudomonas
Acenitobacter
Enterobacter
Total
Peneliti membagi responden menjadi 3 kelom­
pok berdasarkan jumlah komorbid yang dimiliki oleh
masing-masing responden, yakni tanpa komorbid,
dengan komorbid tunggal (mempunyai 1 komorbid)
dan komorbid multipel (mempunyai lebih dari 1
komorbid). Jumlah pasien tanpa komorbid sebanyak
42,9% (45/105), komorbid tunggal 41,9% (44/105),
dan komorbid multipel 15,2% (n=16).
Hasil isolasi bakteri dari 105 spesimen kultur
positif menunjukkan 27,6% (29/105) isolat gram
Pseudomonas
Acenitobacter
Enterobacter
Total
11
10,5%
positif dan 72,4%
(76/105)
isolat gram negatif.
19
18,1%
7,6%
Klebsiella spp876 (34,3%) merupakan
bakteri tersering
72,4%
sebagai penyebab eksaserbasi, diikuti Acenitobacter
Hasil isolasi bakteri dari 105 spesimen kultur positif menunjukkan 27,6% (29/105) isolat
spp (18,1%), Staphylococcus (15,2%), Streptococcus
gram positif dan 72,4% (76/105) isolat gram negatif. Klebsiella spp (34,3%) merupakan bakteri
tersering sebagai
penyebabPseudomonas
eksaserbasi, diikuti Acenitobacter
spp (18,1%),
Staphylococcus (15,2%),
(12,4%),
spp (10,5%),
Enterobacter
Streptococcus (12,4%), Pseudomonas spp (10,5%), Enterobacter (7,6%), dan Escherichia coli
(1,9%).
(7,6%), dan Escherichia coli (1,9%).
Lama Rawat (hari)
Grafik rata-rata lama rawat pasien
Grafik Rata‐rata Lama Rawat Pasien
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
8.09
6.97
6.03
Analisis hubungan antara tingkat resistensi
antibiotik dan lama rawat inap menggunakan uji chi
square didapatkan nilai p=0,013 (α=5%, p<0,05) yang
bermakna secara statistik. Rerata lama rawat inap
pasien berdasarkan tingkat resistansinya dapat dilihat
pada Gambar 1. Lama rawat inap responden bervariasi
antara 2-18 hari. Rerata lama rawat inap pasien
PPOK eksaserbasi akut dengan tingkat resistansi
antibiotik jenis MDR 8,09 hari, monoresistan 6,97
hari, sedangkan antibiotik yang sensitif 6,03 hari.
PEMBAHASAN
Penyakit paru obstruktif kronik terjadi karena
terdapat hambatan aliran udara yang bersifat kronik
sebagai akibat dari respons inflamasi terhadap
partikel dan gas yang terhirup. Sekitar 90% pasien
PPOK merupakan perokok atau bekas perokok.10
Asap rokok menyebabkan respons inflamasi lokal
pada trakeobronkial tree dan perubahan patologis
PPOK menunjukkan respons inflamasi sebagai akibat
asap rokok dan partikel yang terhirup. Karekteristik
inflamasi juga didapatkan pada pasien PPOK.11 Data
penelitian ini menunjukkan jumlah pasien PPOK yang
merokok sebesar 76,2% (80/105) dengan populasi
terbanyak adalah golongan perokok dengan indeks
Brinkman berat (>600) sebesar 43,8% (46/105).
Hasil isolasi kultur pada peneltian ini menun­
jukkan Klebsiella spp (34,3%) merupakan bakteri
terbanyak pada kasus eksaserbasi PPOK di RS
Dr. Moewardi Surakarta, selanjutnya Acenitobacter
spp (18,1%), Staphylococcus (15,2%), Streptococcus
(12,4%), Pseudomonas spp(10,5%), Enterobacter
(7,6%), dan Escherichia coli (1.9%). Hasil ini sesuai
dengan penelitian pola mikroorganisme pada penyakit
paru yang dilakukan Novita dkk.12 Guntur dkk.13 juga
melaporkan Klebsiella spp merupakan mikroorganisme
terbanyak sebagai penyebab infeksi di RS Dr. Moewardi
Surakarta. Data penelitian yang didapatkan dari RS
Saiful Anwar Malang, dilaporkan hasil yang berbeda
yaitu penyebab PPOK eksaserbasi akut terbanyak
adalah Staphylococcus coagulase negative (42,7%),
MDR
Monoresisten
Sensitif
Jenis Resistensi
Gambar 1. Hubungan tingkat resistansi dan lama rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut di Dr.
Gambar 1. Hubungan tingkat resistansi dan lama rawat inap pasien
PPOK eksaserbasi akut di Dr. Moewardi Surakarta
Moewardi Surakarta
Enterobacteriae gergoviae (12,0%), Acinetobacter
bau­manii (12,0%), Klebsiella pneumoniae (8,0%), dan
Eschericia coli (6,7%).14 Perbedaan ini disebabkan
Analisis hubungan antara tingkat resistansi antibiotik dan lama rawat inap menggunakan uji
chi square didapatkan nilai p=0,013 (α=5%, p<0,05) yang bermakna secara statistik. Rerata lama
J Respir
Indo Vol.
34 No.
4 Oktober
2014
rawat inap pasien
berdasarkan
tingkat
resistansinya
dapat
dilihat pada Gambar 1. Lama rawat inap
responden bervariasi antara 2-18 hari. Rerata lama rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut dengan
tingkat resistansi antibiotik jenis MDR 8,09 hari, monoresistan 6,97 hari, sedangkan antibiotik yang
177
Dina Okfina Ria: Tingkat Resistensi terhadap Antibiotik dan Durasi Rawat Inap pada Pasien dengan PPOK Eksaserbasi Akut
oleh karena pola mikroorganisme di suatu tempat
berbeda di tempat yang lain.
Infeksi berperan penting dalam etiologi PPOK
eksaserbasi akut. Pasien PPOK mengalami gangguan
yang tepat diperlukan untuk perawatan yang lebih
mekanisme pertahanan paru yang signifikan sehingga
dan kultur sputum di RS Dr. Moewardi Surakarta tidak
memudahkan kolonisasi bakteri di saluran pernapasan.15
Meningkatnya resistensi terhadap antibiotik pada kasus
PPOK berkaitan dengan status kesehatan pasien
selama perawatan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pada pasien PPOK eksaserbasi akut di RS Dr.
Moewardi, sejumlah 36,2% masih sensitif terhadap
antibiotik, sedangkan 32,4% mengalami tingkat resis­
tensi mikroorganisme jenis MDR dan 31,4% jenis
monoresistan.
Pada penelitian ini juga diketahui hubungan
yang bermakna antara tingkat resistensi mikro­
organisme MDR terhadap antibiotik dan lama rawat
inap pasien PPOK eksaserbasi akut (p=0,013). Lama
rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut, yakni
8,09 hari pada kelompok jenis MDR, 6,97 hari pada
kelompok jenis monoresistan, dan 6,03 hari pada
kelompok jenis sensitif. Hal ini menunjukkan bahwa
pasien PPOK eksaserbasi akut dengan tingkat
resistensi yang lebih tinggi mengalami perawatan
di rumah sakit lebih lama. Hasil penelitian ini sesuai
dengan studi Bacakoğlu dkk. Dan Grundmann
dkk. bahwa infeksi dengan MDR berkaitan dengan
peningkatan lama rawat inap di rumah sakit.16,17
Komorbiditas seringkali menjadi penyebab
kematian utama pada pasien PPOK eksaserbasi akut
di rumah sakit.18 Hal ini penting untuk diperhatikan
mengingat sebagian besar (57,1%) pasien PPOK
eksaserbasi akut di RS Dr. Moewardi memiliki
komorbid, di antaranya hipertensi sebanyak 41,0%
(43/105), penyakit jantung 22,9% (24/105), penyakit
diabetes melitus 8,6% (9/105), penyakit ginjal
2,9% (3/105), dan penyakit stroke 1,0% (1/105).
Hal ini juga sesuai dengan penelitian Terzano dkk.
bahwa hipertensi dan penyakit jantung merupakan
komorbiditas yang paling sering pada pasien PPOK
eksaserbasi akut.18 Komorbid pada pasien PPOK
eksaserbasi akut juga meningkatkan lama rawat inap.19
Dengan demikian, manajemen penyakit paru, strategi
pencegahan maupun pengobatan komorbiditas
178
baik pada pasien PPOK.
Keterbatasan pada penelitian ini adalah pengam­
bilan data bersifat sekunder dari data rekam medis
dapat mengidentifikasi mikroorganisme atipik.
KESIMPULAN
Tingkat resistensi mikroorganisme terhadap
antibiotik berhubungan dengan lama perawatan
pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya
upaya pencegahan MDR pada pasien PPOK
eksaserbasi akut. Penulis merekomendasikan hasil
penelitian ini mendorong pemberian antibiotik lebih
rasional pada pasien PPOK dengan kecenderungan
eksaserbasi berulang untuk menekan resistensi di
RS Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian lebih lanjut
perlu dilakukan untuk mengeksplorasi karakteristik
subjek yang berkaitan dengan mortalitas, rekurensi
dan faktor prediktor readmisi pada pasien PPOK
eksaserbasi akut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD), Inc. Global strategy for the
diagnosis, management, and prevention of chronic
obstructive pulmonary disease. Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease; 2011 [updated
2013; cited 2013 september 4]. Available from:
http://www.Goldcopd.org/uploads/users/files/
GOLD Report 2013 feb20.pdf.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
Penyakit
paru
Pedoman
praktis
obstruktif
dan
kronik
(PPOK):
penatalaksanaan
di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia; 2011. P. 1-32.
3. Rabe KF, Hurd S, Anzueto A, Barnes PJ, Buist
SA, Calverley P, Fukuchi Y, Jenkins C, RodriguezRoisin R, van Weel C, Zielinski J; Global Initiative
for Chronic Obstructive Lung Disease. Global
strategy for the diagnosis, management, and
prevention of chronic obstructive pulmonary
disease: GOLD executive summary. Am J Respir
Crit Care Med. 2007;176(6):532-55.
J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014
Dina Okfina Ria: Tingkat Resistensi terhadap Antibiotik dan Durasi Rawat Inap pada Pasien dengan PPOK Eksaserbasi Akut
4. MacNee W. Acute exacerbation of COPD. Swiss
Med Weekly. 2003;133:247-57.
editors. Kumpulan makalah National symposium
5. MacNee W. Acute exacerbations and respiratory
the 3rd Indonesian sepsis forum. Surakarta:
UNS Press; 2009.p.114-26.
failure in chronic obstructive pulmonary disease.
14.Astuti T, Alamsyah A, Pradana RD. Profil patogen
Proc Am Thorac Soc. 2008;5:530-5.
penyebab pasien penyakit paru obstruksi kronis
6. Kyd JM, McGrath J, Krishnamurthy A. Mecha­
(PPOK) eksaserbasi akut (studi di Rumah Sakit
nisms of bacterial resistance to antibiotics in
Saiful Anwar Malang periode Januari - Desember
infections of COPD patients. Curr Drug Targets.
2010). [cited 2013 January 7]. Available from:
2011;12(4):521-30.
http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/
7. Agmy G, Mohamed S, Gad Y, Farghally E,
Mohammedin H, Rashed H. Bacterial profile,
kedokteran/Majalah%20TA%20Ratih%20
Dwiputri%20Pradana%200910713029.pdf
antibiotic sensitivity and resistance of lower
15.Erkan L, Uzun O, Findik S, Katar D, Sanic A,
respiratory tract infections in upper egypt. Mediterr
Atici AG. Role of bacteria in acute exacerbations
J Hematol Infect Dis. 2013;5(1):e2013056.
of chronic obstructive pulmonary disease. Int J
8. Khilnani GC, Saikia N, Banga A, Sharma SK.
Chron Obstruct Pulmon Dis. 2008;3(3):463-7.
Noninvasive ventilation for acute exacerbation
16.Bacakoğlu F, Korkmaz Ekren P, Taşbakan MS,
of COPD with very high PaCO2: a randomized
Başarik B, Pullukçu H, Aydemir S, Gürgün A,
controlled trial. Lung India. 2007;16(105):91-7.
9. Nseir S, Di Pompeo C, Cavestri B, Jozefowicz
E, Nyunga M, Soubrier S, Roussel-Delvallez M,
Başoğlu OK. Multidrug-resistant Acinetobacter
baumannii infection in respiratory intensive care
unit. Mikrobiyol Bul. 2009;43(4):575-85.
Saulnier F, Mathieu D, Durocher A.Multiple-drug-
17.Grundmann H, Barwolff S, Tami A, et al. How
resistant bacteria in patients with severe acute
many infections are caused by patient-to-patient
exacerbation of chronic obstructive pulmonary
transmission in intensive care units? Crit Care
disease: Prevalence, risk factors, and outcome.
Med. 2005;33:946-51.
Crit Care Med. 2006;34(12):2959-66.
10.Oschner YN, Rabe KF. Systemic manifestations
of COPD. Chest. 2011;139:165-6.
18.Terzano C, Conti V, Di Stefano F, Petroianni A,
Ceccarelli D, Graziani E, Mariotta S, Ricci A,
Vitarelli A, Puglisi G, De Vito C, Villari P, Allegra
11. Macnee W. Pathogenesis of chronic obstructive
L. Comorbidity, hospitalization, and mortality in
pulmonary disease. Proc Am Thorac Soc.
COPD: results from a longitudinal study. Lung.
2005;2:258-66.
2010;188(4):321-9.
12.Novita ES, Harsini, Suradi. Bacterial profile and
19.Lusiana
SU,Suradi,
Jatui Aphridasari.
The
antibiotic resistance of pulmonary disease in
Relationship Among Comorbidities With Length
the pulmonary ward of Dr. Moewardi hospital
Of Stay and Hospitalized Frequency Of Acute
Surakarta. In: Proceeding book KONAS PDPI
Exacerbation Chronic Obstructive Pulmonary
XII. Padang; 2011.p.78.
Disease (COPD) in Moewardi Hospital, Surakarta
13.Guntur AH. The empirical antibiotic treatment
in sepsis. In: Guntur AH, Yusup S, Diding HP,
J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014
In: Proceeding book KONAS PDPI XIII. Lampung
2012.
179
Download