I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Phytoplankton dapat dikatakan sebagai pembuka kehidupan di planet ini, karena dengan adanya phytoplankton memungkinkan makhluk hidup yang lebih tinggi tingkatannya ada di muka bumi. Phytoplankton hidup di muka bumi sebelum manusia ada, beberapa ratus juta tahun yang lalu. Dengan sifatnya yang autotrof mampu merubah bahan anorganik menjadi organik dan penghasil oksigen yang sangat mutlak diperlukan makhluk hidup yang lebih tinggi tingkatnya. Dilihat dari daya reproduksi dan produktivitas, maka phytoplantokn mempunyai produktivitas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan organisme autotrof yang lebih tinggi tingkatnya. Phytoplankton juga dapat berperan sebagai produsen tingkat pertama yang ada diseluruh badan air di muka bumi. Mengolah sumber daya akuatik yang lebih besar dalam arti luasan dan potensinya mampu menghasilkan bahan pangan dari organisme autotrof maupun heterotrof. Sumber daya akuatik yang paling besar adalah laut, sehingga budidaya laut merupakan loncatan usaha kedua untuk memenuhi kebutuhan pangan secara global setelah revolusi hijau. Perairan Indonesia mempunyai keunggulan keragaman hayati, kerena terletak di daerah tropis, dengan keragaman yang besar tersebut maka komoditas yang dapat dikembangkan juga sangat besar. Usaha pengembangan budidaya laut tidak dapat terlepas dari tahap pengembanganbiakan atau pembenihan jenis-jenis organisme unggulan. Pembenihan merupakan titik awal dari usaha pengembangan budidaya laut. Ketersediaan benih yang memadai baik dari segi jumlah mutu dan kesinambungannya harus dapat terjamin, agar usaha pengembangan budidaya organisme laut dapat berjalan dengan baik. Dalam usaha pembenihan, baik pembenihan ikan maupun non-ikan sangat membutuhkan pakan alami. Pada stadium perkembangan awal suatu organisme budidaya, ketersediaan pakan alami merupakan faktor penentu karena ukuran pakan alami yang kecil sesuai dengan bukaan mulut larva organisme budidaya dan kandungan gizi yang cukup tinggi. Mikroalgae merupakan makanan yang dibutuhkan oleh organisme budidaya terutama yang masih tingkat larva. Salah satu diantara mikroalgae sebagai pakan alami adalah Dunaliella salina. Algae ini tidak memiliki dinding sel, pergerakan lambat dan mudah dicerna sehingga algae ini sangat baik diberikan untuk larva ikan dan non-ikan. Dalam usaha penyediaan makanan untuk larva, baik larva ikan maupun non-ikan telah banyak dilakukan beberapa penelitian mengenai jenis-jenis makanan alami yang disukai pada stadium tertentu. Tujuan dari penelitian penelitian tersebut adalah untuk menunjang keberhasilan dalam usaha budidaya ikan atau non-ikan sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan jumlah benih dalam budidaya. Pupuk TSP (Triple Super Fosfat) sering digunakan untuk usaha pertanian serta budidaya ikan tetapi juga digunakan dalam kultur massal mikroalgae. Pupuk ini memiliki kandungan P2O5 lebih tinggi dari pada pupuk lain yang larut dalam air yaitu 36 %. Selain kandungan fosfat yang tinggi pupuk ini juga relatif murah. Medium EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat Acid) merupakan medium standar bagi Dunaliella salina. Hasil penelitian sebelumnya menunjukan penggunaan medium EDTA terhadap pertumbuhan Dunaliella salina lebih baik dibandingkan dengan menggunakan medium yang lain. B. Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh penambahanTSP (Triple Super Phospat) pada media EDTA terhadap pertumbuhan populasi Dunaliella salina? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh penambahan TSP (Triple Super Phospat) pada media EDTA terhadap pertumbuhan populasi Dunaliella salina 2. Mengetahui konsentrasi TSP yang optimum terhadap pertumbuhan populasi Dunaliella salina D. Manfaat Penelitian ini diharapakan dapat memberikan pengetahuan dan informasi mengenai pengaruh TSP dalam media EDTA terhadap pertumbuhan Dunaliella salina sehingga memberikan sumbangan informasi dalam usaha produksi Dunaliella salina dengan menggunakan pupuk TSP.