1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan populasi penduduk Indonesia sampai saat ini telah
mencapai jumlah lebih dari 228 juta jiwa 1 . Sekian banyak jumlah penduduk
Indonesia, mayoritas adalah beragama Islam. Penduduk beragama Islam ini,
dipastikan paling banyak mengkonsumsi barang dan jasa yang ditawarkan
oleh
Produsen.
Sebaliknya
juga
produsen
paling
banyak
meyalurkan/menyediakan barang maupun jasa, sehingga tidak adanya batasan
dalam penyaluran/penyediaan barang dan/atau jasa kepada konsumen,
termasuk pelayanan produsen atas penyediaan daging siap konsumsi yang
halal bagi konsumen muslim.
Konsumsi daging bagi konsumen muslim, walaupun secara ilmiah
daging tersebut sehat untuk dikonsumsi, namun konsumen yang beragama
Islam masih membutuhkan persyaratan lain yang dapat meyakinkan kehalalan
daging tersebut.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang perlindungan konsumen yang menyatakan bahwa : “konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
1
Najmudin Ansorullah, Konsumerisme, Konsumtivisme dan Konsumen Muslim, artikel
internet, www.google.com, Kamis, 27 September 2007
2
Berangkat dari konsep Islam mengenai harta, hak dan kepemilikan,
terlepas harta itu dari model transaksi perdagangan atau bukan, menurut
Alimin dan kawan-kawan mengartikan konsumen muslim adalah setiap orang,
kelompok atau badan hukum pemakai suatu harta benda atau jasa karena
adanya hak yang sah, baik ia pakai untuk pemakai akhir ataupun untuk proses
produksi selanjutnya 2 . Perbedaan antara konsumen muslim dengan konsumen
lainnya adalah agama yang dianut oleh konsumen itu sendiri, hal ini
berpengaruh bagi konsumen muslim untuk mengambil keputusan tentang
boleh tidaknya menggunakan, mengkonsumsi barang dan atau/jasa.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen disebut (UUPK) yang menyatakan bahwa :
”Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian
hukum.”
Seluruh asas yang dituangkan dalam pasal tersebut mencakup
semua konsumen yang ada tanpa terkecuali konsumen muslim di dalamnya,
adapun hal yang terkait dalam cakupan di atas asas manfaat dimaksudkan
bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan
pelaku usaha secara keseluruhan, sedangkan asas yang memberikan keamanan
dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian,
dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan,
2
Ibid.
3
sedangkan asas keadilan dimaksudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya
dan melaksanakan kewajibannya secara adil 3 . Asas manfaat, keamanan dan
keselamatan konsumen tersebut yang harus diperhatikan bagi setiap pelaku
usaha dalam penyaluran/penjualanan barang dan/atau jasa.
Menurut sudut pandang dari syariat Islam yang tertuang dalam alhadits R Bukhari dan Muslim dari Jabir mengatakan bahwa :
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan
menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan berhala. .....”
Bunyi hadits di atas bahwa setiap jual-beli seperti menjual arak,
bangkai,
daging
babi,
dan
berhala,
diharamkan
hukumnya,
serta
mengkonsumsinya dihukumi haram. Jual-beli itu sendiri ada manfaatnya baik
bagi si penjual atau bagi si pembeli, menurut fiqih klasik (lama) mengenai
syarat jual-beli yang menyebutkan tidak sah apabila memperjual-belikan
barang yang najis, misalnya tahi sapi, dan juga tidak sah jika memperjualbelikan barang haram, misalnya jual-beli bangkai babi.4
Pasal 3 huruf b Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang bertujuan bahwa :
“Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakain barang dan/atau jasa;”
Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen secara yuridis sering
dinyatakan memiliki kedudukan sama/saling ketergantungan, pelaku usaha
3
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2004, hlm. 25-26
4
Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, Universitas Indonesia (UI- Press),
Jakarta, 1988, hlm. 275
4
mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu harus dapat
dilakukan apabila antara mereka telah timbul kata sepakat untuk melakukan
transaksi. Keseimbangan hubungan antara pelaku usaha dan konsumen sangat
diperlukan, prinsip kemitraan antara pelaku usaha dan konsumen yang timbul
konsekuensi kemudian masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Hal
ini, lahirlah tanggung jawab produsen atas produk yang dipasarkan 5 . Apabila
produk yang dijual oleh produsen/pelaku usaha menimbulkan kerugian bagi
konsumen, maka kerugian yang dirasakan konsumen sebagai akibat dari
produk tersebut, adalah menjadi risiko produsen dengan maksud produsen
bertanggung-jawab.
Menurut pandangan agama Islam, ada hal-hal yang diberikan
kepada konsumen muslim untuk mendapatkan hak-haknya sebagai tuntutan
kewajiban dalam mencapai nilai keimanan. Hak-hak yang diberikan kepada
muslim sebagai tuntutan kewajiban dalam aktivitas ekonomi di antaranya
adalah mendapatkan harta secara halal. Barang dan/atau jasa yang diperoleh
harus
bermanfaat
untuk
kemaslahatan
umum
dan
dapat
dipertanggungjawabkan di sisi Allah SWT.
Pasal 4 UUPK yang mendapat jaminan dan pelindungan hukum
berdasarkan hak-hak konsumen, yaitu sebagai berikut:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa ;
5
M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum tentang Tanggung Gugat Produsen dalam
Pewujudan Perlindungan Konsumen, Genta Press, Yogyakarta, 2007, hlm. 1
5
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan :
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa ;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhanya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan ;
5. Hak untuk mendapatkan Advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut ;
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen ;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif ;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya ;
9. Hak-Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Salah satu hak konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan hak atas informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa, yang kurang diperhatikan oleh konsumen sendiri maupun pelaku usaha
dalam transaksi jual-beli.
6
Barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan
kenyamanan, keamanan atau membahayakan keselamatan konsumen, hal ini
tidak layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Menjamin bahwa suatu barang
dan/atau jasa dalam pemakaiannya/penggunaannya tidak membahayakan
konsumen penggunanya, maka konsumen diberikan hak informasi yang jelas,
jujur, dan benar dimaksudkan kepada pelaku usaha agar konsumen dapat
memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, inilah salah satu
kewajiban pelaku usaha dengan memberikan informasi, konsumen dapat
memilih produk yang diinginkan/sesuai kebutuhannya serta terhindar dari
kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk.
Kewajiban pelaku usaha berdasarkan pasal 7 UUPK disebutkan
sebagai berikut:
1. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan pengunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu dan/atau jasa yang
berlaku.
7
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan/atau garansi atau
barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai
dengan perjanjian.
Tidak adanya itikad baik dari produsen/pelaku usaha dalam
menyampaikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan pengunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan, berdasarkan pasal 7 UUPK yang menyebabkan
konsumen dirugikan oleh pelaku usaha dan menimbukalkan berbagai penyakit
yang dialami oleh konsumen (fisik konsumen) 6 .
Selama ini yang menjadi polemik hangat di masyarakat terutama
pada konsumen muslim di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya
di Kabupaten Sleman mayoritas penduduknya beragama muslim, yang
menjadi permasalahan sekarang ini diduga beredar daging-daging sapi dan
unggas yang dicampur antara yang halal dengan haram, tata cara
penyembelihannya yang tidak berdasarkan syariat Islam dan mengandung zat
kimia serta banyaknya daging sapi gelonggongan dan unggas-unggas yang
telah menjadi bangkai yang diperjual-belikan oleh pelaku usaha. Salah satunya
terjadi di pasar Jati Mlati Sleman Yogyakarta 7 , Pasar Jati Mlati yang sebagian
6
Bambang Sumiarto, Kedaulatan Rakyat Daging Aman,Sehat,Utuh dan Halal,
Yogyakarta, 24 Maret 2008
7
Kedaulatan Rakyat, Petugas Pol PP dan Instansi Terkait saat Penjualanan Daging, 15
September 2008, hlm. 4.
8
pedagangnya menjual daging sapi dan ayam ini sempat menjadi razia petugas
dinas pol PP, Tibmas, dinas peternakan, dan dinas kesehatan Sleman dan
sebelumnya telah kedapatan pedagang yang melakukan kecurangan dan tidak
memberikan informasi yang banar, jelas dan jujur terkait hal daging yang
diduga diperdagangkan oleh pelaku usaha, yang tidak layak untuk dikonsumsi
oleh manusia/konsumen.
Menurut Schut bahwa pertanggungjawaban produk adalah
pertanggungjawaban dari kaum produsen atau para penjualnya terhadap
kerugian
yang
disebabkan
dari
barang-barngnya
yang
telah
diserahkan/dipasarkan 8 . Bahwa tanggung-jawab pelaku usaha meliputi segala
kerugian yang dialami oleh konsumen, pasal 19 ayat (1) dapat diketahui
bahwa tanggung-jawab pelaku usaha, meliputi:
1. Tanggung-jawab ganti kerugian atas kerusakan;
2. Tanggung-jawab ganti kerugian atas pencemaran; dan
3. Tanggung-jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen 9 .
Pertanggungjawaban pelaku usaha/penjual sampai saat ini juga
yang terjadi di pasar Jati Mlati kurang dapat mempertanggungjawabkan atas
perbuatannya, tindakan ini memicu maraknya lagi peredaran daging sapi
campur atau busuk, disebabkan hal tanggung-jawab yang kurang pernah
ditanggung oleh pelaku usaha/penjual. Kerugian dan perawatan kesehatan
yang harus dtanggung oleh pelaku usaha akibat produk yang
dipasarkan
menimbulkan dampak suatu penyakit.
8
9
M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum tentang… op.cit., hlm. 52
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen…op.cit., hlm. 126
9
Berangkat dari permasalahan di atas, mengenai perlindungan
hukum konsumen muslim pada khususnya dan tanggung-jawab pelaku usaha
dalam menjual/memasarkan barang/produknya. Hal ini akan menjadi
penelitian yang diharapkan mampu menjawab keraguan masyarakat terutama
konsumen muslim untuk memilih konsumsi berbagai daging, dan norma
perlindungan hukum konsumen sesuai dengan hak-hak konsumen dan
tanggung-jawab dari pihak penjual/produsen yang selama ini kurang
diperhatikan oleh pihak pemerintah dan badan (BPOM) atau lembaga
pengawasan perlindungan konsumen lainnya, sehingga nantinya tidak terjadi
lagi kerugian materil dan moril baik bagi penjual maupun pembeli/konsumen,
maka penulis berminat meneliti yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi
dengan mengambil judul:
“Perlindungan Hukum Konsumen Muslim Terhadap Hak Informasi Halal
Daging Sapi Dan Ayam Di Pasar Tradisional”
(Studi Kasus di Pasar Tradisional Jati Mlati Sleman Yogyakarta)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Perlindungan hukum konsumen muslim terhadap hak
informasi halal daging sapi dan ayam yang dijual di pasar tradisional ?
10
2. Bagaimanakah tanggung-jawab pelaku usaha daging sapi dan ayam
terhadap konsumen muslim di pasar tradisional Jati Mlati Sleman
Yogyakarta ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui Perlindungan hukum konsumen muslim terhadap hak
informasi halal daging sapi dan ayam yang dijual di pasar tradisional.
2. Untuk mengetahui tanggung-jawab pelaku usaha daging sapi dan ayam
terhadap konsumen muslim di pasar tradisional Jati Mlati Sleman
Yogyakarta.
D. Tinjauan Pustaka
Perlindungsn konsumen adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan
konsumen itu sendiri. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen disebutkan: Perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Membicarakan tentang perlindungan
konsumen
berarti
mempersoalkan
terpenuhinya hak-hak konsumen..
jaminan
atau
kepastian
tentang
11
Istilah hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen, Az.
Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan
bagian hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat
mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan
konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas
dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara
berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/ atau jasa
konsumen, di dalam pergaulan hidup 10 . Lebih lanjut mengenai definisinya itu,
Az. Nasution menjelaskan sebagai berikut :
“Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam
hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang
dalam kedudukan social ekonomi, daya saing, maupun tingkat pendidikan.
Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka yang berkedudukan
seimbang demikian, maka mereka masing-masing lebih mampu
mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah. Hukum
Perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang
mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu tidak
seimbang. 11 ”
Hukum konsumen terdiri dari rangkaian peraturan perundangundangan yang mengatur tentang perilaku orang dalam pergaulan hidup untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Orang-orang tersebut terutama terdiri
dari (pengusaha) penyedia barang atau penyelenggara jasa yang merupakan
kebutuhan hidup manusia serta konsumen pengguna barang atau jasa12 .
Menurut Hans W. Micklitz, dalam perlindungan konsumen secara
garis besar dapat ditempuh dua model kebijakan. Pertama, kebijakan yang
10
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Ctk. Kedua, PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 11
11
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006, hlm. 46
12
M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum tentang… op.cit., hlm. 85
12
bersifat komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha
memberikan informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas informasi).
Kedua, kebijakan kompensatoris, yaitu kebijakan yang berisikan perlindungan
terhadap kepentingan ekonomi konsumen (hak atas kesehatan dan keamanan).
Ada sembilan (9) hak konsumen yang telah diakomodir/dituangkan
dalam pasal 4 UUPK yang mendapat jaminan dan pelindungan hukum, yaitu
sebagai berikut :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dan dalam
mengonsumsi barang dan/atau jasa ;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan :
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa ;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhanya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan ;
5. Hak untuk mendapatkan Advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut ;
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen ;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif ;
13
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya ;
9. Hak-Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Pasal 7 UUPK kepada pelaku usaha dibebankan pula atas
kewajiban-kewajiban sebagai berikut:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
14
g. Memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Produsen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 disebut
pelaku usaha. Pengusaha dalam arti luas mencakup produsen dan pedagang
perantara. Artinya, setiap orang atau badan usaha yang menghasilkan barangbarang untuk dipasarkan. Pasal 1 butir 3 UUPK menyatakan Pelaku Usaha
adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Berdasarkan ketentuan UUPK atas hak dan kewajiban konsumen,
begitu juga atas hak dan kewajiban pelaku usaha di atur dalam pasal 6 dan 7
UUPK dimana tampak bahwa hak dan kewajiban konsumen bertimbal balik
dengan hak dan kewajiban pelaku usaha. Artinya, apa yang telah menjadi hak
dari konsumen merupakan kewajiban dari produsen/pelaku usaha untuk
memenuhinya, dan sebaliknya apa yang telah menjadi hak produsen adalah
kewajiban konsumen.
Dasar hukum terhadap menyediakan atau memberikan informasi
terdapat pada pasal 7 butir b UUPK mengenai kewajiban pelaku usaha,hal ini
juga berkaitan dengan hak konsumen dalam pasal 4 butir c UUPK yang
mengenai perlunya informasi benar, jelas, dan jujur terhadap kondisi dan
15
jaminan barang dan/atau jasa. Informasi merupakan hal penting bagi
konsumen,
karena
melalui
informasi
tersebut
konsumen
dapat
mempergunakan hak pilihnya secara benar. Termasuk dalam hal informasi
halal atau tidaknya produk/barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku
usaha sehingga nantinya tidak merugikan konsumen muslim pada khususnya,
konsumen yang telah menentukan/menetapkan pilihannya atas suatu produk
berdasarkan informasi yang tersedia berhak untuk mendapatkan produk
tersebut sesuai dengan kondisi serta jaminan yang tertera di dalam informasi.
Konsumen sendiri memiliki hak untuk diangkat harkat dan
martabatnya dengan cara memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur
agar tehindar dari ekses negatif dalam pemakaian barang dan/atau jasa.
Sebenarnya perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi pelindungan kepada konsumen 13 ,
segala apapun yang tertuang dalam pasal tersebut di atas bertujuan bahwa
konsumen harus diberi kepastian hukum
yang mengangkat harkat dan
martabatnya.
Kalau
melihat
Kitab
Undang-Undang
Hukum
perdata
(KUHPerdata), istilah konsumen memang tidak pernah ada disebut, namun
istilah lain yang sepadan dengan itu adalah seperti pembeli, penyewa dan si
berutang (debitor). Ruang lingkup perlindungan konsumen sendiri sulit untuk
dibatasi hanya dapat dengan di tampung dalam satu jenis Undang-Undang,
seperti Undang-Undang tentang perlindungan konsumen. Obyek material
13
Lihat UU RI no. 8 Thn 1999 pasal 1 angka 1 tentang perlindungan konsumen
16
hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan
berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada setiap bidang dan
cabang hukum itu senantiasa terdapat pihak yang berpredikat “konsumen”,
seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Undang-Undang
lainnya yang masih mencakup mengenai peraturan perlindungan bagi
kepentingan konsumen.
Perikatan dapat terjadi karena dua sebab, yaitu karena adanya
perjanjian dan karena Undang-Undang Pasal 1233 KUHPerdata. Dua
pengertian ini sangat mempengaruhi perlindungan dan penyelesaian sengketa
hukum yang melibatkan kepentingan konsumen di dalamnya 14 . Buku ketiga
KUHPerdata memuat berbagai hubungan hukum konsumen. Seperti perikatan,
baik yang terjadi berdasarkan perjanjian saja maupun yang lahir berdasarkan
Undang-undang.
Hubungan konsumen dengan produsen/pelaku usaha ini juga dapat
kita lihat pada ketentuan Pasal 1313 sampai Pasal 1351 KUHPerdata. Pasal
1313 mengatur hubungan hukum secara sukarela di antara konsumen dan
produsen/pelaku usaha, dengan mengadakan suatu perjanjian tertentu.
Hubungan hukum ini menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing
pihak. Hukum perjanjian menganut sistem terbuka, artinya memberikan
kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membuat perjanjian
14
Shidarta, Hukum Perlindungan… op.cit., hlm. 102
17
yang berisi apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.
Lihat pasal 1320 KUHPerdata antara lain berisi ketentuan umum
yang mengatur perjanjian antar penjual/produsen dan pembeli/konsumen,
untuk sahnya persetujuan-persetujuan tersebut diperlukan empat syarat, yaitu:
1. Kata sepakat dari para pihak yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian:
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Perikatan karena Undang-undang atau akibat sesuatu perbuatan
menimbulkan hak dan kewajiban tertentu bagi masing-masing pihak dalam
Pasal 1352 KUHPerdata. Selanjutnya di antara perikatan yang lahir karena
Undang-undang yang terpenting adalah ikatan yang terjadi karena akibat
sesuatu perbuatan yang disebut juga dengan perbuatan melawan hukum
(ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata).
Pasal 1365 KUHPerdata merumuskan bahwa “setiap orang
bertanggung-jawab tidak hanya untuk kerugian yang ditimbulkan oleh
perbuatannya tapi juga disebabkan oleh kelalaiannya. Sedangkan Pasal 13671369 KUHPerdata pertanggungjawaban perbuatan itu tidak saja merupakan
perbuatan sendiri tetapi juga dari orang yang termasuk tanggung-jawabnya.
Perikatan dimaksud dalam hal ini adalah terjadi hubungan hukum antara
konsumen dan produsen dalam bentuk jual-beli yang melahirkan hak dan
tanggung-jawab bagi masing-masing pihak dan apabila salah satu pihak tidak
18
memenuhi kewajibannya akan menimbulkan permasalahan dalam hubungan
hukumnya 15 .
Konsumen
dapat
melakukan
upaya
perlindungan
apabila
mengalami kerugian akibat tidak dipenuhinya apa yang telah dijanjikan oleh
pelaku usaha, maka konsumen yang menjadi korban dapat melakukan upaya
hukum untuk menuntut hak-haknya. Tuntutan konsumen atas kerugian yang
diderita diatur dalam pasal 7 (f) tentang kewajiban pelaku usaha untuk
memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
Menurut Schut pasal 1365 dan 1367 (1) KUHPerdata menunjukkan
bahwa orang harus bertanggung-jawab terhadap kerugian yang diakibatkan
oleh barang yang dibawah pengawasannya adalah senafas. Artinya untuk
menentukan bahwa pihak lain itu harus bertanggung-jawab terhadap segala
akibat dia harus dibuktikan telah terjadi kesalahan. Bahkan kesalahan yang
ada pada produsen hanya dipersangkakan ada.
Perikatan yang dilahirkan dari perlindungan atau perjanjian dalam
kaitan dengan perlindungan konsumen dapat dilihat dalam ketentuan
wanprestasi. Adapun unsur-unsur wanprestasi adalah :
1. Perbuatan yang dilakukan debitur dapat disesalkan.
15
Sabarudin Juni, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dilihat dari Kerugian Akibat
Barang Cacat dan Berbahaya, artikel internet Fakultas Hukum Perdata, Universitas Sumatra
Utara, diambil 16 November 2008
19
2. Debitur dapat menduga akibatnya, baik dalam arti objektif maupun
subjektif.
3. Dapat dipertanggungjawabkan: yaitu debitor adalah dalam keadaan
cakap 16 .
Tanggung-jawab produk adalah istilah hukum berasal dari alih
bahasa istilah product liability yakni tanggung-jawab produk disebabkan oleh
keadaan tertentu (cacat atau membahayakan orang lain). Tanggung-jawab
produk timbul sebagai akibat dari produk schade yaitu kerugian yang
disebabkan oleh barang-barang produk yang dipasarkan oleh produsen. Ada
dua (2) perbedaan tuntutan kerugian konsumen terhadap produsen secara
Perdata yakni :
1. Kerugian transaksi yaitu kerugian yang timbul dari jual-beli barang yang
tidak sebagaimana mestinya akibat dari wanprestasi.
2. Kerugian produk ialah kerugian yang langsung atau tidak langsung yang
diderita akibat hasil produksi, kemana masuk dalam risiko produksi akibat
dari perbuatan yang melawan hukum 17 .
Sanksi-sanksi yang dapat dikenakan bagi pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran atas Undang-Undang tentang perlindungan konsumen,
antara lain:
1. Sanksi administratif
2. Sanksi pidana pokok
16
Purwahid Patrik, Hukum Perdata I (Asas-asas Hukum Perikatan), Penerbit Jurusan
Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1988, hlm. 12
17
M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum tentang… op.cit., hlm. 19
20
3. Sanksi pidana tambahan
Menurut sudut pandang Islam melarang setiap kegiatan keseharian
dalam perekonomian tak terkecuali jual-beli (perdagangan) yang mengandung
unsur paksaan, mafsadah (lawan dari manfaat), dan gharar (penipuan).
Sedangkan, bentuk perdagangan Islam mengijinkan adanya sistem kerja sama
(patungan) atau lazim disebut dengan syirkah. Berkaitan dengan hal tersebut,
diperlukan kajian mendalam dari sudut pandang Islam akan aktivitas jual-beli,
hal ini disebabkan karena sifat hukum Islam yang universal dan komprehensif.
Dasar hukum jual-beli disyariatkan di dalam Al-quran, sunnah,
ijma, dan dalil akal. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.”
(Al-quran, 2:275)
Rasulullah s.a.w bersabda:
“Tidak halal seseorang menjual suatu perdagangan, melainkan
dia harus menjelaskan ciri perdagangannya itu; dan tidak halal seseorang
yang mengetahuinya, melainkan dia harus menjelaskannya,” (Hadits yang
diriwayatkan Hakim dan Baihaqi)
Beberapa syarat
jual-beli harus terlebih dahulu terpenuhi agar
dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat. Syaratsyarat ini terbagi dalam dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak
penjual dan pembeli, dan syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan.
1. Berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk
melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta
21
berkemampuan memilih. Sebaliknya, tidak sah jual-beli yang dilakukan
oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.
2. Berkaitan dengan objek jual belinya, Objek jual-beli harus suci,
bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu
pihak, mengetahui objek yang diperjual-belikan dan juga pembayarannya,
agar tidak terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam
karung’ karena hal tersebut dilarang, tidak memberikan batasan waktu.
Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka waktu tertentu yang
diketahui atau tidak diketahui18 .
E. Metode Penelitian
1. Objek Penelitian
Perlindungan hukum konsumen muslim terhadap hak informasi halal
daging sapi dan unggas yang dijual di pasar tradisional. Dan tanggungjawab pelaku usaha daging sapi dan unggas terhadap konsumen muslim di
pasar tradisional Jati Mlati Sleman Yogyakarta.
2. Subjek Penelitian
subyek penelitian ini adalah:
a. Konsumen Muslim daging sapi dan ayam yang ada di Pasar Jati Mlati
Sleman Yogyakarta
18
Santri Metropolis, Jual Beli Saham dalam Perspektif Hukum Islam, artikel internet, http
: // ukasbaik.wordpress.com/2008/06/19
22
b. Pelaku usaha/penjual daging sapi dan ayam di Pasar Jati Mlati Sleman
Yogyakarta
3. Sumber Data
Sumber data penelitian terdiri dari:
a. Data Primer yang diperoleh obyek penelitian dari lapangan
b. Data Sekunder yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan,
buku-buku literatur, jurnal, artikel yang berkaitan penelitian, surat
kabar, dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Data primer
Peneliti
menggunakan
instrumen
pengumpulan
data,
yaitu:
wawancara.
b. Data sekunder
Peneliti akan melakukan studi pustaka yaitu mempelajari buku-buku
literatur atau bahan-bahan yang berkaitan dan relevansi dengan materi
yang diteliti.
5. Metode Pendekatan
Metode pendekatan ini penulis menggunakan pendekatan secara yuridisnormatif, yaitu data dan fakta yang diteliti, dikaji dan dikembangkan
berdasarkan norma-norma hukum atau perundang-undangan.
23
6. Analisis Data
Adapun metode analisis data, penulis akan menggunakan analisis secara
deskriptif
kualitatif. Kemudian data tersebut akan dimasukkan secara
deskriptif kuantitatif dengan bantuan tabulasi sederhana untuk dijadikan
dasar dalam pengambilan kesimpulan.
F. Sistematika Penulisan
Adapun kerangka skripsi yang akan dtuangkan penulis, dalan babbab (bagian pokok) skripsi . Bab I memuat pendahuluan, terdiri dari sub
materi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian dan pertanggungjawaban sistematika.
Bab II akan memuat kerangka teori berupa TINJAUAN UMUM
TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DAN TANGGUNGJAWAB PELAKU USAHA, berdasarkan penelitian dan masalah penelitian
yang diteliti. yang tertuang dalam sub-sub bab sebagai berikut : pertama,
tinjauan umum tentang perlindungan hukum konsumen, materi pembahasan
yang terdiri dari : pengertian konsumen dan konsumen muslim, asas dan
tujuan perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen, dan terakhir
kedudukan konsumen. Tinjauan ini menerangkan teori-teori dasar tentang
perlindungan konsumen pada umumnya dan menurut sudut pandang agama
Islam. Sub kedua, akan membahas teori tentang tanggung-jawab hukum
pelaku usaha dan penyelesaian sengketa konsumen, hal ini mencakup
permasalan terhadap tanggung-jawab pelaku usaha dalam pemasaran
produknya, yang selama ini pelaku usaha dengan bebasnya menjual
24
produknya(cacat tersembunyi) tanpa adanya tanggung-jawab (perbuatan
melawan hukum). Adapun materi pembahasan dalam sub bab ini sebagai
berikut: pengertian pelaku usaha, pengaturan tentang hak, kewajiban, dan
larangan bagi pelaku usaha, pengertian dan prinsip-prinsip tanggung-jawab,
tanggung-jawab pelaku usaha dalam pemasaran barang dan/atau jasa dan
penyelesaian sengketa. Sub ketiga, akan membahas perlindungan konsumen
dalam ekonomi islam, materi pembahasan dalam sub bab ini sebagai berikut:
konsumen muslim dalam perlindungan hukum, jual-beli dalam Islam,
kualifikasi halal dan terkhir tentang tanggung-jawab bisnis dalam Islam.
Bab III akan memuat yaitu: PERLINDUNGAN HUKUM
KONSUMEN MUSLIM TERHADAP HAK INFORMASI HALAL DAGING
SAPI DAN AYAM DI PASAR TRADISIONAL (Studi Kasus di Pasar
Tradisional Jati Mlati Sleman Yogyakarta). Adapun sub-sub bab yang akan
dituangkan sebagai berikut : sub
pertama; akan membahas perlindungan
hukum konsumen muslim terhadap hak informasi halal daging sapi dan ayam
di lingkungan pasar Jati Mlati Sleman, dan membahas aspek pengetahuan
konsumen tentang kehalalan daging sapi dan unggas, Sub kedua, mengenai
tanggung-jawab pelaku usaha terhadap konsumen muslim.
Bab IV sebagai penutup dari penelitian ini akan diambil
kesimpulan dari penelitian, dan saran yang menjadi acuan kepada konsumen
agar lebih waspada, dan kepada pelaku usaha agar tidak merugikan konsumen
selanjutnya dan bertanggung-jawab atas perbuatanya. Terakhir daftar pustaka
dan lampiran-lampiran.
Download