BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung Utara, berbatasan dengan Kecamatan Petang disebelah Utara, Kabupaten Gianyar disebelah Timur, Kota Denpasar disebelah Selatan dan Kecamatan Mengwi disebelah Barat. Wilayah Abiansemal termasuk dataran rendah yang memiliki ketinggian antara 75 – 350 meter diatas permukaan laut dengan suhu terendah 22ºC dan suhu maksimum 28ºC. Ratarata curah hujan di Kecamatan Abiansemal yaitu 180,2 mm. Secara administratif Kecamatan Abiansemal memiliki 18 Desa dan 124 Banjar, dengan luas wilayah 69,01 km². Pada tahun 2004, penduduknya berjumlah 75.525 jiwa (Statistik Daerah Kecamatan Abiansemal., 2013). 2.2 Escherichia coli Escherichia coli secara umum merupakan flora normal sistem pencernaan hewan berdarah panas dan Manusia (Kaper et al., 2004). Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek yang memiliki panjang sekitar 2 µm, diameter 0,7 µm, lebar 0,4-0,7µm dan bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung dan halus dengan tepi yang nyata (Smith-Keary, 1988 ; Jawetz et al., 1995). E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. 6 7 E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (Jawetz et al., 1995). Bakteri E. coli dapat dideteksi berdasarkan serologi khusus: antigen O (somatic), H (flagela) and K (kapsul) (Gyles, 2007; Meng and Schroeder, 2007). E. coli dalam kelompok tertentu berdasarkan mekanisme penyakit dapat menyebabkan penyakit dengan gejala klinis, seperti kategori enterohaemorrhagic E. coli (EHEC), enteroaggregative E. coli (EAEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), enteropathogenic E. coli (EPEC), enterotoxigenic E. coli (ETEC) and diffusely adhering E. coli (DAEC) (Montville and Matthews., 2005). Kusmiyati dan supar (1998) telah mengisolasi E. coli dari pedet penderita diare di daerah Bandung, Sukabumi dan Bogor. Diantara isolat tersebut terdapat E. coli yang bersifat hemolitik alfa dan verotoksigenik. Hal tersebut menandakan bahwa E. coli dapat menginfeksi pedet dan berakibat fatal. 2.2.1 Escherichia coli O157:H7 Infeksi akibat E. coli patogen terbatas pada kolonisasi permukaan mukosa atau dapat menyebar ke seluruh tubuh dan terlibat dalam infeksi saluran kemih, sepsis / meningitis dan infeksi gastrointestinal (Nataro and Kaper, 1998). E. coli O157:H7 yang pertama diketahui sebagai jenis E. coli patogen pada manusia di California pada tahun 1975 dengan gejala diare berdarah kejadian ini berhubungan dengan wabah penyakit foodborne disease pada sapi 1982 (Doyle et al., 2006). STEC ditularkan melalui rute faecal-oral baik makanan atau air yang terkontaminasi, dan dapat juga menular melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau melalui kontak perorangan (Gyles, 2007). Ada berbagai 8 serotipe STEC yang telah dikaitkan dengan penyakit, tapi yang paling penting adalah STEC O157, atau E. coli O157, yang dapat menyebabkan haemolytic uraemic syndrome dan haemorrhagic colitis pada manusia (Irshad et al., 2012). Infeksi E.coli O157:H7 yang patogen pada manusia yaitu yang bersifat verotoksigenik yang telah menyebabkan 16.000 kasus penyakit melalui makanan (Food Borne Diseases) dan 900 orang meninggal per tahun di AS, dengan perkiraan annual cost $ 200,000 hingga $ 600,000 (Buzby et al., 1996). Escherichia coli O157:H7 adalah bakteri yang mempunyai peran cukup penting dalam penyakit zoonosis yang disebarkan melalui makanan. Meskipun secara normal E. coli terdapat pada saluran pencernaan baik manusia maupun hewan, tetapi E. coli O157:H7 adalah strain yang virulen berasal dari hewan sapi dan domba. Tertularnya manusia dapat disebabkan oleh makanan yang terinfeksi E. coli O157:H7 baik secara langsung maupun tidak langsung. Utamanya bersumber dari hewan sapi melalui teknologi industri yang mengolah makanan serta sumber lain yang telah tercemar oleh kuman ini, misalnya di Rumah Pemotongan Hewan (RPH), pada waktu proses pengolahan, distribusi dan penyimpanan daging karkas, pada saat persiapan di dapur dan saat penyajian makanan (Sartika et al., 2005). Strain STEC menghasilkan dua jenis shiga toksin yaitu stx1 dan stx2. Stx1 hampir identik dengan toksin yang dihasilkan oleh shigella dysenteriare tipe 1.(Spears et al., 2006). 9 2.3 Antibiotika Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Antibiotika yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin, artinya obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotika dibagi dalam lima kelompok : (1) yang mengganggu metabolisme sel mikroba; (2) yang menghambat sintesis dinding sel mikroba; (3) yang mengganggu permeabilitas membran sel mikroba; (4) menghambat sintesis protein sel mikroba; dan yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba (Ganiswara et al., 1995). Escherichia coli memiliki resistensi yang tinggi terhadap clindamycin, pipemidic acid, penisilin G, streptomisin masing-masing sebesar 100% (Endriani et al., 2009). Belakangan diketahui E. coli dengan resistensi berganda (juga terhadap fluorokuinolon) pada beberapa kasus berkaitan dengan penggunaan antimikroba pada makanan ternak. Resistensi antimikroba dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan hewan dan banyak langkah telah diusulkan untuk mencegah munculnya lebih lanjut dan menyebar (McEwen, 2012). 2.3.1 Penisilin G Penisilin adalah antibiotika semi-sintetis yang berasal dari cetakan genus Penicillium dan banyak digunakan pada manusia dan obat-obatan dokter hewan. Penisilin G adalah benzylpenisilin, biasanya disediakan sebagai garam natrium atau kalium. Efek bakterisidal dari penisilin disebabkan oleh inhibisi sintesis dari 10 dinding sel bakteri (Wagner et al., 2012). Beberapa penisilin akan berkurang aktivitas antimikrobanya dalam suasana asam sehingga penisilin biasanya diberikan secara parenteral. Aktivitas penisillin akan hilang bila dipengaruhi enzim betalaktamase. Diantara bakteri Gram negatif, enterobacteriaceae kurang atau sama sekali tidak sensitif (Gan dan Istiantoro., 2007). 2.3.2 Ampisilin Ampisilin merupakan prototipe golongan aminopenisilin berspektrum luas, tetapi aktivitasnya terhadap kokus Gram-positif kurang daripada peniccillin G, tetapi ampisilin efektif terhadap beberapa mikroba Gram negatif dan tahan asam, sehingga dapat diberikan juga secara per oral (Ganiswara et al., 1995). Semua penisilin golongan ini dirusak oleh beta-laktamase yang diproduksi bakteri Grampositif maupun Gram-negatif dan E. coli merupakan bakteri Gram negatif yang juga sensitif terhadap antibiotika ini. Ampisilin adalah asam organik yang terdiri dari satu inti siklik dengan satu rantai samping. Inti siklik terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin β-laktam, sedangkan rantai sampingnya merupakan gugus amino bebas yang mengikat satu atom H (Ganiswarna, 1995). Ampisilin memiliki efek bakterisidal yang menghambat sintesis dinding sel bakteri untuk berikatan dengan Enzim peptidoglikan (Bangen et al., 2004). 2.3.3 Sulfametoksazol Sulfonamid mempunyai spektrum antibakteri yang luas, meskipun kurang kuat dibandingkan dengan antibiotika dari golongan sulfonamid yang lain dan strain mikroba yang resisten terhadap antibiotika ini makin meningkat. Golongan 11 obat ini umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi dalam urin, sulfonamid dapat bersifat bakterisidal (Gan dan Istiantoro., 2007). Hal itu dapat dihubungkan dengan E. coli O157, yang dapat menyebabkan haemolytic uraemic syndrome (Irshad et al., 2012). Sulfametoksazol merupakan obat turunan sulfonamida yang sukar larut dalam air dan obat ini banyak digunakan serta mempunyai aktifitas antibakteri. Salah satu bahan tambahan yang sering digunakan dalam formulasi pembuatan sediaan obat adalah surfaktan polisorbat. Sulfametoksazol dapat diberikan pada pasien infeksi saluran kemih dan infeksi sitemik dan umumnya digunakan dalam bentuk kombinasi tetap dengan trimetoprim (Gan dan Istiantoro., 2007). 2.3.4 Streptomisin Streptomisin adalah antibiotika yang berasal dari derivat aminoglikosida. Berbentuk senyawa polikation yang bersifat basa kuat dan sangat polar baik dalam bentuk basa maupun garam, bersifat mudah larut dalam air. Streptomisin menghambat proses normal polimerisasi asam amino setelah terbentuk kompleks awal peptida. Hal ini mengakibatkan fungsi ribosom berubah. Kepekaan suatu galur mikroba aminoglikosid mudah berubah, biasanya menurun setelah terjadi kontak dengan aminoglikosid. Kejadian ini akan menyebabkan perubahan dalam spektrum antimikroba akibat berkembangnya resistensi. E. coli umumnya peka terhadap semua aminoglikosid, kecuali bila sudah timbul resistensi sehingga menimbulkan kepekaan yang beragam (Gan dan Istiantoro., 2007).