BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik adalah salah satu bentuk komunikasi massa yang setiap hari didengar oleh manusia. Salah satu jenis musik pop yang termasuk baru diakui dunia dan memiliki banyak peminat adalah K-Pop, kepanjangan dari Korean Pop, yang artinya musik pop korea, yang berasal dari Korea Selatan. Banyak artis atau idola K-Pop sudah menembus batas dalam negeri dan populer di mancanegara, seperti Super Junior, SNSD, FT Island, 2PM, CN Blue. Kegemaran akan musik K-Pop merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Hallyu atau Korean Wave, yang artinya Demam Korea. Istilah ini menggambarkan fenomena tersebarnya budaya pop Korea secara global di berbagai negara di dunia, seperti hampir di seluruh penjuru Asia termasuk Indonesia, Amerika, bahkan menembus Eropa. Di Indonesia sendiri, K-Pop sudah menjadi musik yang memiliki banyak penggemar. Meskipun peminat K-Pop tidak sebesar peminat musik yang berasal dari barat, namun keberadaan K-Pop secara perlahan dapat mengambil hati anggota Indonesia. Perkembangan K-Pop di Indonesia yang paling nyata adalah mulai banyaknya acara musik berupa konser maupun festival, yang mendatangkan artis Korea sebagai bintang tamunya. Mengacu pada banyaknya jumlah penggemar K-Pop saat ini, maka terbentuklah basis penggemar Korea yang dikenal dengan sebutan K-Pop Lovers, yang biasa tergabung dalam fanbase dari fandom tertentu. Fanbase merupakan suatu wadah atau basis berkumpulnya fandom artis atau idola tertentu. Sedangkan fandom adalah sebutan bagi fans yang mengidolakan artis tersebut, seperti Primadonna untuk FT Island, E.L.F. untuk Super Junior, Sone untuk SNSD, BOICE untuk CN Blue, Hottest untuk 2PM, dan masih banyak fandom lainnya. Fanbase biasanya terdiri dari sekelompok orang yang memiliki kecintaan terhadap fandom tertentu. Tujuan utama pembentukan fanbase ini sebenarnya adalah sebagai wadah tempat berkumpulnya sekumpulan orang yang memiliki idola yang sama untuk saling bertukar informasi, menambah pengetahuan, dan 1 menjalin pertemanan. Salah satu kegiatan fanbase misalnya mengadakan suatu perkumpulan rutin, yang biasa disebut dengan gatehring, minimal sekali dalam tiga bulan atau pada acara K-Pop massal dimana seluruh fanbase dari fandom KPop yang ada berkumpul. Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa fanbase besar yang bisa dikatakan sebagai wadah berkumpulnya sub-fanbase, misalnya Primindo (Primadonna Indonesia). Biasanya fanbase besar tersebut diakui sebagai perwakilan untuk fanbase internasional karena memiliki anggota dalam skala yang besar, bahkan sampai ribuan. Pada umumnya sebuah fanbase dibentuk oleh beberapa orang yang sekaligus sebagai pengelola fanbase tersebut. Usaha mereka dalam mengumpulkan dan menarik anggota untuk masuk ke dalam fanbase adalah salah satu tujuan penting untuk bertahannya sebuah fanbase, karena semakin banyak jumlah anggotanya, maka aktivitas perkumpulan tersebut akan terus berjalan dan keberadaaanya semakin diakui di mata fanbase lain. Untuk mencapai tujuan tersebut, kunci utama yang diperlukan kelompok pembentuk dan pengelola fanbase adalah menjaga supaya anggota tersebut akan terus berada didalamnya, salah satunya dengan melakukan komunikasi yang baik dengan anggota. Kelompok pendiri dan pengelola fanbase tersebut, yang biasa disebut admin, dan anggota melakukan berbagai usaha yang dikomunikasikan kepada anggota yang diharapkan dapat menggugah partisipasi mereka dalam wujud keikutsertaan meramaikan kegiatan fanbase dan turut serta dalam usaha menuangkan ide dalam aktivitas fanbase tersebut. Maka dari itu, komunikasi dalam kelompok diharapkan dapat berjalan baik sehingga tercipta sebuah hubungan yang baik yang nantinya akan mempengaruhi kelancaran aktivitas fanbase. Komunikasi kelompok tersebut dapat ditilik melalui proses komunikasi yang terjadi antar anggota dan proses tersebut tampak dalam wujud nyata partisipasi anggotanya dalam kegiatan yang diadakan fanbase itu. Yogyakarta adalah salah satu kota yang memiliki fanbase K-Pop cukup banyak dan tergolong aktif. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya event K-Pop di Yogyakarta yang tergolong sukses, seperti K-Pop Festival dan K-Pop Day in Jogja. Fanbase K-Pop di Yogyakarta yang tergolong aktif sampai saat ini, 2 termasuk Prof‟Djo. Prof‟Djo (Primadonna of Djogja) merupakan fanbase dari “Idol Band” Korea Selatan, FT Island, dengan fandomnya yang disebut Primadonna. Fanbase ini memiliki anggota aktif sekitar 10-15 orang yang sering melakukan perkumpulan atau gathering. Dalam fanbase tersebut proses komunikasi setidaknya terjalin antara pengelola dengan anggota, serta antar anggota dalam kelompok tersebut. Kemampuan individu atau kelompok untuk menyampaikan pesan atau informasi dengan baik dan menjadi pendengar yang baik dalam proses komunikasi merupakan bagian penting dalam melaksanakan komunikasi yang efektif dalam suatu kelompok. Faktor penting dalam komunikasi bukan sekedar apa yang dikatakan seseorang, melainkan lebih kepada bagaimana seseorang tersebut dapat menyampaikan pesan kepada individu lainnya dan adanya umpan balik oleh komunikan terhadap apa yang disampaikan oleh komunikator. Hal ini meliputi faktor komunikator, pesan, komunikan, dan umpan balik yang merupakan unsur penting agar proses komunikasi berjalan interaktif. Interaksi yang terjadi tidak hanya semata-mata dalam bentuk verbal, namun juga secara non verbal. Proses komunikasi yang terjalin dengan baik merupakan wujud berjalannya sebuah kelompok. Sebuah kelompok dikatakan berjalan dengan baik apabila adanya partisipasi dari anggota kelompok tersebut. Wujud partisipasi dari anggota fanbase prof”djo adalah contoh konkrit terjadinya proses komunikasi yang baik karena menunjukkan suatu interaksi yang baik didalamnya, baik dalam keterlibatan anggota dalam menyampaikan pendapat, mengambil, keputusan, keterlibatan dalam aktivitas fanbase, sampai pada tahap evaluasi dari kegiatan yang dilaksanakan. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini mencoba mendeskripsikan tentang bagaimana komunikasi yang dilakukan oleh kelompok fanbase K-Pop, khususnya proses komunikasi anggota fanbase Prof‟Djo, baik pendiri, pengelola, maupun anggota itu sendiri, serta wujudnya berupa partisipasi anggotanya. Kajian terhadap komunikasi kelompok dalam penelitian ini difokuskan berdasarkan unsur-unsur dalam sebuah proses komunikasi yang meliputi komunikator, pesan, saluran komunikasi, komunikan, dan umpan balik yang terjadi dalam aktivitas 3 fanbase dan dilihat wujud partisipasi anggotanya berdasarkan proses komunikasi yang terjadi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka fokus kajian dalam penelitian ini adalah: 1. “Bagaimana proses komunikasi kelompok fanbase Prof‟Djo?” 2. “Bagaimana wujud partisipasi anggota kelompok fanbase Prof‟Djo dalam proses komunikasi kelompok?” C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis: 1. Proses komunikasi kelompok fanbase prof'djo. 2. Wujud partisipasi anggota kelompok fanbase Prof‟Djo dalam proses komunikasi kelompok. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu komunikasi, khususnya komunikasi kelompok dalam kajian ilmu komunikasi. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini merupakan rekomendasi sebagai bahan masukan bagi para pendiri, pengelola, dan anggota fanbase K-Pop di Yogyakarta, khususnya dalam melakukan komunikasi kelompok yang efektif dalam rangka meningkatkan partisipasi anggota dalam sebuah fanbase. E. Kerangka Pemikiran Salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk saling berinteraksi adalah dengan berkomunikasi. Ruben dan Steward (2005: 16) 4 mengartikan komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individuindividu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan anggota yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain. Secara umum, komunikasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti apa yang dimaksudkan oleh penyampai informasi. Komunikasi merupakan sebuah interaksi, penyataan ini menggambarkan bahwa setiap elemen dalam proses interaksi didalamnya saling terkait dan bergantung dengan elemen lainnya. Definisi komunikasi sebagai proses interaksi dapat dilihat berdasarkan proses komunikasi yang dikemukakan oleh Wilbur Schramm. Proses komunikasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut (Mulyana, 2011:152) : Gambar 1.1. Model Komunikasi Schramm Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah, dari pengirim dan kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung. Para peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial, tepatnya melalui pengambilan peran orang lain. Patut dicatat bahwa model ini menempatkan sumber dan penerima 5 mempunyai kedudukan yang sederajat. Satu elemen yang penting bagi model interaksional adalah umpan balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan. Proses komunikasi terdiri dari berbagai macam bentuk dan salah satu bentuk komunikasi yaitu komunikasi kelompok. Komunikasi bentuk ini merupakan komunikasi yang terjadi antara sekelompok orang yang tergabung dalam kelompok tertentu yang memiliki tujuan yang sama. Sekelompok orang yang membentuk kelompok ini akan memiliki ciri-ciri tertentu untuk dapat dikatakan sebagai kelompok antara lain: 1) kelompok ditandai dengan adanya interaksi antar individu; 2) adanya ketentuan dan pembatasan tertentu untuk menjadi anggota kelompok; 3) adanya kesadaran individu bahwa individu tersebut merupakan bagian dari kelompok; 4) adanya kecenderungan untuk bereaksi dan berperilaku yang sama dengan lingkungan sekitarnya; 5) adanya ketergantuangan tiap anggota; 6) memiliki norma yang sesuai dengan kepentingan umum; 7) memiliki sanksi terhadap anggota yang melanggar; dan 8) memiliki tujuan, persepsi dan ketertarikan yang sama (Cathwright, 1986: 89). Prof‟Djo merupakan fanbase yang tergolong kelompok kecil, karena anggota aktif dalam fanbase itu sekitar 10-15 orang. Istilah kelompok kecil memiliki tiga makna: 1) jumlah anggota kelompok itu hanya sedikit orang; 2) diantara para anggota kelompok itu saling mengenal dengan baik; 3) pesan yang dikomunikasikan bersifat unik, khusus, dan terbatas bagi anggota sehingga tidak sembarang orang dapat bergabung dalam kelompok itu. Komunikasi kelompok yang dilakukan pengelola dan anggota fanase prof‟djo dapat dimaknai sebagai penyampaian informasi atau penjelasan yang dibutuhkan untuk membangun kerjasama diantara keduanya. Agar tujuan tersebut tercapai maka proses komunikasi yang dilakukan pengelola terhadap anggota diharapkan berjalan dengan baik, sehingga wujud partisipasi anggota dapat terlihat secara nyata. 1. Pembentukan Kelompok dan Struktur Kelompok Kita sebagai manusia merupakan makhluk sosial yang melihat pentingnya berkelompok. Secara alamiah, manusia tidak dapat hidup sendiri. Dalam 6 memenuhi kebutuhannya pun manusia tidak jauh dari interaksi dengan manusia lain yang ada disekelilingnya. Dengan demikian, hampir seluruh waktu kita habiskan untuk berinteraksi, dididik, belajar serta bermain dalam kelompok. Kelompok terbentuk karena adanya dua orang atau lebih yang memiliki kontak untuk mencapai tujuan. Kelompok memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan kelompok adalah suatu keadaan di masa mendatang yang diinginkan oleh anggota kelompok. Oleh sebab itu masing-masing anggota melakukan berbagai tugas kelompok. Ivan Steiner (Forsyth, 1983) memandang dinamika kelompok melalui dua perspektif, sosiologi dan psikologi. Sosiologi menekankan pada kelompok dan pengaruh pada kelompok tersebut. Sedangkan psikologi memandang individu sebagai diri yang unik. Keunikan ini terlihat dari cara berpikir, emosi, dan sikap pada kelompok. Durkheim (Forsyth, 1983) lebih berfokus pada hubungan interpersonal pada primary groups. Sedangkan Gustav Le Bon (dalam Forsyth, 1983) lebih memfokuskan pada dinamika individu pada kelompok. Pada akhirnya, dinamika kelompok tidak hanya dimiliki oleh satu disiplin ilmu saja. Keduanya mampu menjadikan dinamika kelompok sebagai sub bab yang tidak terpisahkan. Menurut Johnson & Johnson (2000) kelompok terbentuk karena suatu alasan. Orang masuk ke dalam suatu kelompok untuk mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai sendirian. Pengertian kelompok sendiri dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, diantaranya pengertian kelompok berdasarkan : a. Motivasi Pandangan ini terjadi karena para ahli mengamati adanya individuindividu yang bergabung dalam satu kelompok, dan mereka merasa yakin bahwa dengan bergabung dengan kelompok tersebut, maka kebutuhan yang ada pada dirinya terpenuhi. Menurut Cattel (Johnson & Johnson, 2000) kelompok adalah kumpulan individu yang dalam hubungannya dapat memuaskan kebutuhan satu dengan yang lainnya. 7 b. Tujuan Mills (Johnson & Johnson, 2000) menyatakan bahwa kelompok memiliki definisi, sebagai kelompok kecil yang terdiri dari dua atau lebih dalam sebuah hubungan untuk sebuah tujuan dan menganggap bahwa hubungan atau interaksi yang terjadi mempunyai makna. Setiap kelompok memiliki tujuan yang hendak dicapai. c. Organisasi Johnson (2000) menjelaskan bahwa kelompok adalah suatu sistem yang diorganisasikan pada dua orang atau lebih yang dihubungkan satu dengan lainnya yang menunjukkan fungsi yang sama, memiliki standar peran dalam berhubungan antar anggota dan memiliki norma yang mengatur fungsi kelompok dan setiap anggotanya. d. Interaksi Interaksi atau hubungan timbal balik merupakan komponen yang penting dalam kelompok, karena dengan hubungan timbal balik tersebut akan ada proses memberi dan menerima informasi antar anggota kelompok (kebutuhan akan informasi terpenuhi). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa kelompok adalah sekumpulan orang yang terdiri dari dua atau lebih individu yang melakukan interaksi satu dengan yang lainnya yang dapat mempengaruhi pada setiap anggotanya. Setelah memahami pengertian kelompok dari berbagai sudut pandang, maka dapat melihat bagaimana pembentukan kelompok terjadi. Pembentukan kelompok merupakan salah satu awal dari individu untuk berinteraksi dengan sesamanya. Adapun tahap-tahap yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kelompok yang pertama kali diajukan oleh Bruce Tackman pada 1965. Teori ini memfokuskan pada cara suatu kelompok menghadapi suatu tugas mulai dari awal pembentukan kelompok hingga proyek selesai. Tahap pembentukan kelompok Tuckman dapat dilihat sebagai berikut: 8 a. Tahap 1 – Forming. Pada tahap ini, kelompok baru saja dibentuk dan diberikan tugas. Anggota kelompok masih cenderung untuk bekerja sendiri dan masih belum saling mengenal dan belum bisa saling percaya. Waktu banyak dihabiskan untuk merencanakan, mengumpulkan informasi dan mendekatkan diri satu sama lain. b. Tahap 2 – Storming. Pada tahap ini kelompok sudah mulai mengembangkan ide-ide berhubungan dengan tugas yang mereka hadapi. Anggota kelompok saling terbuka dan mengeluarkan ide-ide dan perspektif mereka masing-masing. Sehingga kemungkinan tejadinya konflik. c. Tahap 3 – Norming. Pada tahap ini sudah terdapat kesepakatan antara anggota kelompok. Kelompok mulai menemukan kesesuaian dengan kesepakatan yang mereka buat mengenai aturan-aturan dan nilai-nilai yang digunakan. Pada tahap ini, anggota kelompok mulai dapat mempercayai satu sama lain seiring dengan melihat kontribusi penting masing-masing anggota untuk kelompok. d. Tahap 4 – Performing. Pada tahap ini, kelompok dapat berfungsi dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas dengan lancar dan efektif. Anggota kelompok saling tergantung satu sama lain dan mereka saling respek dalam berkomunikasi. e. Tahap 5 – Adjourning. Ini adalah tahap terakhir dalam kelompok dimana proyek tugas atau pekerjaan berakhir dan kelompok membubarkan diri. Dalam sebuah kelompok terdapat struktur yang membentuk perilaku anggotanya dan memungkinkan untuk menjelaskan sebagian perilaku individu di dalam kelompok maupun kinerja kelompok itu sendiri. Struktur kelompok terdiri dari: a. Norma Norma merupakan standar perilaku yang dapat diterima yang digunakan bersama oleh para anggota kelompok. Norma memberitahukan kepada anggota apa yang seharusnya dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Norma sebagai 9 elemen dasar dalam struktur kelompok sebagai arahan dan motivasi,, pengatur interaksi sosial, serta membuat tanggapan orang lain tersebut dapat diprediksi dan bermakna. Johnson dan Johnson (2000) menyatakan bahwa norma sebagai keyakinan umum dalam kelompok mengenai perilaku, sikap serta persepsi yang sesuai. Adapun 2 bentuk norma yaitu norma deskriptif dan norma perspektif dimana yang artinya sebagai berikut: 1) Norma deskriptif merupakan apa yang sering dilakukan, dirasakan, serta dipikirkan oleh orang ketika sedang berada dalam suatu situasi tertentu. Contoh: ketika di jalan tol ada himbauan bagi kendaraan yang berjalan lambat untuk berjalan di bahu kiri dan bagi kendaraan yang ingin mendahului dan melaju cepat untuk berjalan di lajur kanan. 2) Norma perspektif yang lebih evaluatif, menjelaskan apa yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh individu pada situasi tertentu, dan jika ada yang melanggar akan dinilai negatif. Contoh: perintah membayar pajak untuk para wajib pajak, bagi yang tidak mematuhi akan dikenai sanksi. Kelompok kadang mengadopsi norma sebagai aturan kelompok mereka, tetapi norma-norma kebanyakan muncul secara bertahap karena anggota kelompok mencoba menyelaraskan perilaku mereka sampai mereka sesuai dengan standar tertentu. Dalam proses perkembangan norma, ada seorang peneliti bernama Muzafer Sherif (Forsyth, 1983) yang mencerminkan bagaimana orangorang dalam kelompok dari waktu ke waktu datang untuk mengembangkan standar yang berfungsi sebagai kerangka acuan bagi perilaku dan persepsi. Sherif mempelajari perkembangan norma dengan mengambil keuntungan dari gerak refleks. Dalam penelitiannya, Sherif menemukan bahwa individu cenderung mengambil keputusan itu sendiri. Akan tetapi ketika individu tersebut telah berada dalam sebuah kelompok, pada sesi pertama dalam kelompok, individu tersebut mulai mempertimbangkan keputusan lain dari anggota kelompok lainnya. Selanjutnya, keputusan individu tersebut menjadi satu keputusan kelompok. Proses bersatunya keputusan menjadi satu keputusan dalam kelompok oleh Sherif 10 disebut sebagai funnel pattern atau motif corong. Menurut Sherif, norma berkembang karena adanya interaksi antar anggota kelompok tersebut. Sherif menyimpulkan bahwa norma-norma baru berkembang dalam kelompok bila konteksnya menyediakan sedikit informasi untuk menuntun tindakan atau untuk memungkinkan anggota untuk menyusun keyakinan. Menurut Kelman (dalam Forsyth, 1983) mereka yang mematuhi norma kelompok bahkan ketika tidak ada tekanan eksternal untuk melakukannya, menunjukkan bahwa mereka secara pribadi menerima standar tersebut sebagai milik mereka. Kelompok juga menginternalisasikan norma yang ada pada kelompok mereka dengan cara menerima norma tersebut sebagai standar yang pasti bagi perilaku mereka. b. Peran Dalam suatu kelompok masing-masing anggota tentu tidak melakukan hal yang sama dalam mencapai tujuan. Setiap anggota memiliki tugas dan fungsi yang berbeda sesuai dengan harapan. Dengan kata lain, anggota kelompok yang berbeda tentu akan memainkan peran yang berbeda. Terkadang masyarakat sengaja menciptakan perannya. Hal ini ditunjukkan dalam kelompok untuk memperjelas eksistensi mereka. Tidak hanya formal group structure yang dibentuk, namun kelompok juga akan kemungkinan membentuk informal group structure. Hal ini mengidentifikasikan peran dari masing-masing anggota kelompok yang bervariasi. Forsyth (1983) menyatakan bahwa role differentiation adalah perbedaan peran dalam suatu kelompok, misal menjadi pemimpin, pengikut, atau pengeluh. Dalam suatu kelompok tentulah tidak akan memiliki peran yang sama pada anggotanya. Ada yang berperan sebagai pemimpin sehingga dituntut untuk optimis. Meskipun bukan menjadi jaminan bahwa dengan status tertentu, setiap anggota di asosiakan dengan sifat terrtentu. Benne dan Sheats (dalam Forsyth, 1983) membagi peran atas: 1) Task role: anggota kelompok yang melakukan tugasnya untuk mencapai tujuan tertentu pada kelompok tersebut. Misalnya sebagai coordinator, 11 elaborator, energizer, evaluatorcritic, information giver, information seeker, dan opinion seeker. 2) Sociemotional role: Posisi anggota dalam kelompok untuk mendukung perilaku interpersonal secara akomodatif. Misalnya compromiser, encourager, follower, dan harmonizer. 3) Individual role : peran individu yang tidak berkontribusi dengan besar, namun tetap dibutuhkan perannya sebagai penopang kebutuhan kelompok. Misalnya aggressor, block, dominator, dan help seeker. Terdapat perbedaan dengan ketiganya karena setiap anggota akan tidak mudah untuk mencapai task role dan sociemotional role secara bersamaan. Masing-masing telah memiliki spesifikasinya sendiri. Spesifikasi tugas cenderung untuk mendapatkan pertanyaan lagi, menampilkan ketegangan, antagonisme, dan perselisihan. Sedangkan spesifikasi sosioemosional menerima demostrasi dari solidaritas, pengurangan ketegangan, dan solusi dari masalah. Namun bukan berarti anggota kelompok tidak mampu menjalankan sekaligus. Bahkan ketika anggota kelompok melakukan keduanya, maka peran mereka akan menjadi lebih efektif. 2. Audien Dalam Kelompok Kelompok fanbase K-Pop Prof‟Djo merupakan kumpulan dari individu yang saling bertemu dalam satu lingkungan, berlangsung dalam rentang waktu tertentu, dan terhimpun bersama oleh tindakan individual untuk memilij secara sukarela sesuai dengan harapan tertentu. Audien dalam kelompok fanbase ini merupakan kumpulan yang sudah direncanakan sebelumnya dan ditentukan menurut waktu dan tempat. Lingkungan yang berada pada lingkup audien seringkali dirancang sebagai indikasi peringkat dan status. Audien juga dapat dikendalikan oleh pihak yang berwenang dan karenanya bentuk perilaku kolektif yang dilembagakan. Hunter beranggapan bahwa, Audien tidak sepenuhnya pasif tetapi mereka merupakan individu yang secara sadar memilih jenis dan isi media. Dari media 12 inilah mereka mencari informasi dan mendapatkan hiburan untuk memuaskan kebutuhan pribadi dan sosial mereka. Dengan kata lain, teori ini menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak (Effendi, 1993: 289). Audien yang menggunakan medium sebagai kelompok yang memiliki budaya, intelektual dan cita rasa, terdiri dari para individu dengan cita rasa yang sama dan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang secara spontan mentransformasikan diri menjadi kelompok sosial. Nightingale (2003) mengemukakan ada cara lain mencirikan macammacam perbedaan audiens yang telah muncul seiring perkembangan media dan perubahan waktu. Nightingale menawarkan konsep tipologi baru yang menggambarkan bagian inti dari variasi baru yang terangkai dalam 4 hal: (McQuail, 2010: 399) a. Audien sebagai rangkaian manusia maksudnya kekuatan besar manusia yang bisa berpengaruh besar pada media atau poduk yang ditampilkan pada waktu tertentu diistilahkan sebagai spektator (galeri). b. Audien sebagai pengkhususan manusia maksudnya diasumsikan sebagai kelompok manusia yang ditarget oleh komunikator dan bagaimana paket media komunikasi sudah terencana. Ini maksud dari inscribed audience (audien yang terkotakan). c. Audien sesaat maksudnya kegiatan tunggal atau kelompok audien aktivitas sehari-hari pada saat tertentu, ditempat tertentu dan untuk kegiatan tertentu. d. Audien sebagai pendengar maksudnya kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama dalam suatu tempat dan diarahkan untuk menjalankan respon yang sama. Contohnya : audien yang berada di program acara tukul diatur untuk bertepuk tangan dan tertawa bersama sesuai arahan pengaruh panggung. 13 3. Fan, Fandom, dan Fanbase Kelompok penggemar adalah fitur umum dari budaya populer dalam masyarakat industri. Kelompok penggemar seringnya bergabung dengan bentuk budaya yang mencemari sistem nilai dominan seperti musik pop, novel romantis, komik, bintang Hollywood. Hal ini tergabung dengan selera budaya formasi subordinat orang kebanyakan, terutama dengan pemberdayaan kombinasi gender, umur, kelas dan ras (Fiske, 1992:29 dalam Lewis). Para penggemar adalah bagian paling tampak dari khalayak teks dan praktik budaya pop. Penggemar selalu dicirikan sebagai suatu kefanatikan yang potensial. Hal ini berarti bahwa kelompok penggemar dilihat sebagai perilaku yang berlebihan dan berdekatan dengan kegilaan. Penggemar dipahami sebagai korban-korban pasif dari media massa. Media massa mengkonstruksi wacana kepada penggemar dan membentuk theatre of mind mereka. Hal ini menyebabkan penggemar tidak bisa mendiskriminasikan dan menciptkan jarak antara diri mereka dan objek-objek kesenangan. Stereotip yang paling umum misalnya adalah kelompok-kelompok gadis dan perempuan histeris meneriaki para selebritis idola mereka, kelompok penggemar yang saling bersaing mengadopsi gaya idolanya atau kelompok penggemar yang rela melakukan apa saja demi bertemu idolanya. Audiens terhubung dengan sumber media yang jauh dengan beberapa cara yang berbeda melalui mediasi keluarga, teman dan lingkungan sosial yang lain. Hal tersebut juga relevan dengan memasukkan fandom dalam kategori yang sama, munkin ini tidak terlalu spontan dan dimanipulasi oleh media. Pengalaman audiens selalu mengkarakteristikkan keadaan yang terhubung dengan penampilan tertentu (kebanyakan), tapi juga pada jenis penampilan tertentu (tipe musik, genre film). Kelemahan jenis fandom (kelompok penggemar) ini adalah sekedar atraksi medium, sebagai ekspresi lama penggemar. Versi yang paling kuat meliputi derajat tinggi investasi emosional pada personalitas media. Beberapa sedikit sama, bisa terjadi pada pengkikut serial televisi tertentu, ketika tambahan karakter fiksi bercampur dengan karakter aktor atau ketika perbedaan anatara fiksi dan realita tidak terlihat secara kasat mata (McQuail, 2005: 445). 14 Fandom sering tergabung dengan pandangan kritik ketidakdewasaan dan ketidakrasionalan sebagai sebuah outcome budaya massa dan contoh perilaku massa. Fandom juga diinterpretasikan sebagai pendukung manipulasi dan eksploitasi, sesuatu yang mendukung media untuk memperkuat hubungan dengan produk dan performer, untuk membantu dengan publikasi dan untuk mndapatkan uang ekstra dari merchandise dan produk media lainnya. Itu membantu memperluas hidup produk dan memaksimalkan keuntungan. Selain itu, ada pandangan alternatif dimana melihat fandom bukan sebagai manipulasi media tapi sebagai kekuatan produktif dari audiens. Berdasarkan pandangan ini, penggemar secara aktif membuat makna baru dari materi yang disuguhkan, membangun sistem diskriminasi kultural, display yang stylis, identifikasi sosial dan memisahkan kelompok penggemar dari hubungan manipulatif media (McQuail, 2005: 446). Fandom adalah pemikiran yang terbaik sebagai sesuatu yang kolektif. Dengan mendefinisikan fandom yang dihubungkan dengan media dalam cara yang memuaskan dan menjembatani jarak nyata yang bisa diprediksi antara bintang dan penggemar. Namun, itu juga bisa menjadi pengalaman yang menyakitkan dimana meliputi ekspektaksi tinggi dan emosi yang mengejutkan bisa membuat penggemar berpotensi mendapatkan ejekan. Fandom juga mempunyai sisi “down” dari objek afeksi karena penggemar bisa berubah-ubah. Mereka juga memperlakukan bintang sebagai objek gosip, cemburu dan tidak suka, sering mendorongnya oleh media lain (McQuail, 2005: 446). 4. Fanbase Sebagai Komunitas Nyata dan Virtual Kelompok atau komunitas adalah sekumpulan individu yang biasanya memiliki minat yang sama. Sebuah komunitas biasanya terbentuk karena memiliki kebutuhan yang sama (ataupun tidak) pada sebuah minat tertentu. Sebuah komunitas biasanya diawali dengan berkumpul bersama. Awalnya dengan beberapa orang yang saling kenal, memiliki minat yang sama dan kemudian berkembang dan anggotanya pun bertambah. 15 Di dalam suatu komunitas tetntunya kita dapat berbagi satu sama lain baik itu cerita pribadi, pengalaman dan tentunya masih banyak lagi yang dapat dibagi atau juga berdiskusi tentang suatu masalah yang nyata atau yang terjadi didalam kehidupan dunia virtual itu sendiri. Apakah orang bergabung dalam komunitas virtual karena sudah bosan dengan dunia nyata sehingga mereka menciptakan dunia sendiri yaitu dunia virtual? Mungkin itu yang menjadi alasan mereka menciptakan komunitas virtual agar mereka merasa lebih nyaman. Sangat terasa manfaat internet untuk dunia komunikasi melalui media virtual dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan hanya tinggal bagaimana cara memanfaatkannya kearah yang positif dan menghindari negatifnya. Beberapa studi telah mengungkap interaksi grup melalui komputer dianggap lebih setara partisipasinya antara para anggota dibandingkan interaksi kelompok tatap muka. Penjelasan umum efek adalah bahwa orang-orang merasa sedikit tertutup ketika berinteraksi melalui jaringan komputer sebagai suatu reduksi sinyal sosial yang menyediakan informasi yang dilihat dari status salah satu grup. Karena orang-orang berkomunikasi secara elektronik itu kurang adar terhadap perbedaan sosial, mereka merasa rasa anonim yang lebih hebat dan hanya sedikit mendeteksi indivisualitas seseorang (Sproul and Kiesler, 1991). Beberapa studi telah menemukan bahwa grup yang dimediasi lewat komputer dalam pengambilan keputusan menukar sedikit informasi dan mengulang informasi dibandingkan kelompok yang tatap muka (Hollingshead, 2009: 127). Van Dijk menjelaskan empat karakteristik yang menurutnya menjadi karakter umum semua komunitas yaitu antara lain memilki anggota, sebuah organisasi sosial, memiliki bahasa dan pola interaksi serta sebuah identitasw umum dan kultural. Karakteristik itulah yang nantinya digunakan untuk membandingkan komunitas virtual dengan kehidupan nyata atau komunitas nyata, yang disebut komunitas organik. Banyak komunitas virtual bisa dikarakteristikkan berdasarkan kuatnya hubungan antara anggota-anggotanya berdasarkan tempat dan waktu dan merefleksikan sebuah keanggotaan homogenitas (Lievrow, 2009: 63). 16 Van Dijk menyatakan bahwa grup elektronik akan menyerupai bagian komunitas organik dalam hal struktur dan aturan. Keseluruhan kesimpulannya adalah bahwa komunitas virtual tidak dapat memperoleh kembali hilangnya komunitas dalam masyarakat, dalam hal yang luas karena budaya dan identitas dibuat begitu parsial, heterogenitas dan ketidastabilan yang membuat rasa keanggotaan dan rasa memilki yang kuat. Dan baiknya, komunitas virtual mamp[u melengkapi komunitas organik, tapi tidak menggantikannya (Lievrouw, 2009: 63). Tabel 1.1. Ideal Types Organics and Virtual Communities Characteristic Composition and activity Social organization Organic Tight Group (age) Several activities Tied to place and time Language and interaction Verbal and nonverbal Culture and identity Total singular Homogeneous Virtual Loose affiliation Special activities Not tied to place and time Verbal and paralanguage Partial plural Heterogenerous Sumber: (Livrouw, 2009: 63) Dalam buku Community Media in The Information Age, Nicholas Jankowski (2002) menyatakan bahwa seiring dengan perkembangan jejaring teknologi elektronik dan digital, komunitas virtual terus terbentuk. Perkembangan revolusioner di bidang teknologi tersebut telah menambahkan arti sebuah komunitas, dibandingkan dengan pengertian konvensional yang selama ini berkembang (Jankowski, 2002). Oleh karena itu, definisi sebuah komunitas yang memiliki kesamaan secara geografis dapat pula diperluas dengan adanya „community of interest‟ (komunitas minat) karena para anggotanya memiliki persamaan minat dalam hal budaya, sosial, ekonomi, atau politik, yang tidak dipengaruhi oleh keberadaan mereka secara geografis. Komunitas ini yang paling nyata difasilitasi oleh media 17 yang menawarkan konsep segmentasi sempit atau dengan bahasa lain disebut media komunitas. Jankowski (2002) menegaskan bahwa media komunitas dapat diwujudkan ke dalam bermacam bentuk media, yaitu media cetak (surat kabar dan majalah), media elektronik (radio, televisi), serta dalam bentuk penggabungan (konvergensi) antara media cetak dengan media elektronik, misalnya dalam bentuk situs internet atau website. Perwujudan media komunitas banyak ditemukan di dalam format inisiatif jaringan elektronik (electronic network initiatives), yang sering juga disebut sebagai jaringan pendidikan publik (publik educational networks), jaringan akses publik (public access networks), jaringan sipil (civic networks), internet bebas (free-nets), kota digital (digital cities), atau jaringan komunitas (community networks). Tujuan pembangunan fasilitas tersebut bervariasi, antara lain untuk menyebarluaskan sumber teknologi informasi kepada masyarakat, mendukung proyek pembangunan komunitas atau penyediaan informasi. 5. Komunikasi Dalam Kelompok Fanbase Komunikasi kelompok mencakup studi komunikasi untuk memberikan informasi dan mempengaruhi keputusan bagi individu dalam meningkatkan keinginan mereka menjadi bagian dalam sebuah kelompok yang memiliki kecintaan dan tujuan yang sama. Kebutuhan bersama tersebut akan menimbulkan rasa memiliki dari para anggota terhadap kelompoknya. Hal tersebut dapat dilihat dari hal-hal berikut: a. Adanya loyalitas dari para anggota terhadap anggota lainnya. b. Adanya loyalitas para anggota terhadap kelompoknya. c. Kesediaan berkorban secara ikhlas dari para anggota baik secara moril maupun materiil demi kelangsungan hidup kelompoknya. Terdapat berbagai macam definisi komunikasi kelompok menurut beberapa ahli, namun pada intinya definisi-definisi tersebut mengacu pada satu pemikiran. Komunikasi kelompok terjadi dalam suatu kelompok kecil dan 18 mengamati interaksi yang terjadi antar anggota kelompok. Komunikasi kelompok adalah suatu proses dimana tiga orang atau lebih saling menukar informasi untuk mencapai kebersamaan pengertian satu sama lainnya dalam situasi dimana mereka berkomunikasi. Komunikasi kelompok dapat pula didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konferensi dan sebagainya (Kincaid dan Rogers, 1981: 256). Batasan mengenai komunikasi kelompok dikemukakan oleh Ronald Adler dan George Rodman (2000), yang mengatakan bahwa kelompok merupakan sekumpulan kecil orang yang saling berinterksi, biasanya tatap muka dalam waktu lama guna mencapai tujuan tertentu. Ada empat elemen yang muncul dari definisi yang dikemukakan oleh Adler dan Rodman, yaitu : a. Elemen pertama adalah interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor penting, karena melalui interaksi inilah, kita dapat melihat perbedaan antara kelompok dengan istilah yang disebut coact. Coact adalah sekumpulan orang yang secara serentak terkait dalam aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi satu sama lain. b. Elemen kedua adalah waktu. Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu yang singkat, tidak dapat digolongkan sebagai kelompok. Kelompok mempersyaratkan interaksi dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki karakteristik atau ciri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara. c. Elemen ketiga adalah ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok. Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok. Ada yang memberi batas 3-8 orang, 3-15 orang dan 3-20 orang. Untuk mengatasi perbedaan jumlah anggota tersebut, muncul konsep yang dikenal smallness, yaitu kemampuan setiap anggota kelompok untuk dapat mengenal dan memberi reaksi terhadap anggota kelompok lainnya. Dengan smallness ini, kuantitas tidak dipersoalkan sepanjang setiap anggota mampu mengenal dan memberi reaksi pada 19 anggota lain atau setiap anggota mampu melihat dan mendengar anggota yang lain/seperti yang dikemukakan dalam definisi pertama. d. Elemen keempat adalah tujuan yang mengandung pengertian bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok akan membantu individu yang menjadi anggota kelompok tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannya. Komunikasi kelompok mengacu pada fokus pertukaran informasi verbal dan nonverbal di antara anggota kelompok. Sebagai anggota, mereka terlibat dalam komunikasi kelompok kecil dalam membuat, memahami penafsiran, dan merespon pesan. Goldberg dan Larson (2011: 15), menyatakan bahwa komunikasi kelompok memiliki lingkup yang lebih kecil dibandingkan komunikasi organisasi. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa komunikasi kelompok lebih bersifat interpersonal antara satu dengan lainnya sehingga dalam proses komunikasinya cenderung terjadi sebagai berikut: a. Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogen. b. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam melakukan tindakan pada saat itu juga. c. Arus balik di dalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung, karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat komunikasi sedang berlangsung. d. Pesan yang diterima komunikan dapat bersifat rasional dan bersifat emosional. e. Komunikator dapat mengetahui dan mengenal komunikan. Kelompok fanbase termasuk dalam kategori kelompok primer, Charles Horton Cooley (1909) mengatakan bahwa kelompok primer ditandai dengan ciriciri keakraban komunikasi antar personal anggota di dalamnya dan ikatan emosionalnya lebih kuat. Sebagai kelompok primer, kelompok memiliki karakteristik komunikasi yaitu (Jalaludin, 2005:142-143): 20 a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Anggota kelompok dalam berkomunikasi dengan sesama anggota akan memberikan gambaran tentang kepribadian mereka, menunjukkan unsurunsur perilkau yang hanya dapat ditampilkan dalam suasana privat. Meluas dalam karakteristik ini menunjukkan bahwa sedikit sekali rintangan atau batas antar anggota dalam berkomunikasi. b. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal. Personal memberikan arti bahwa anggota kelompok memandang anggota lainnya sebagai sebuah personal. Hal ini mengakibatkan akan terdapat perbedaan perilaku kepada satu anggota dengan anggota lainnya. Kehadiran anggota satu dengan anggota lainnya akan memberikan perbedaan maka. Sebagai contoh adalah hubungan anggota A dengan B akan berbeda ketika A dengan C atau pengganti B yang bukan merupakan B meskipun posisi sama namun berbeda orang. c. Komunikasi lebih menekankan aspek hubungan daripada isi. Hubungan anggota satu dengan anggota lainnya merupakan hubungan komunikasi interpersonal yang lebih mengedepankan hubungan daripada isi pembicaraan atau komunikasi mereka. Hal ini bertujuan untuk membina hubungan baik antar individu yang melakukan komunikasi. Dalam beberapa kondisi isi komunikasi bukanlah sesuatu yang penting namun komunikasi dilakukan untuk memelihara hubungan. d. Ekspresif dan informal. Berkomunikasi dalam kelompok primer memberikan kebebasan pada individu untuk mengekpresikan diri mereka secara personal. Ekspresi melibatkan perasaan yang ditunjukkan secara personal melalui hubungan emosional. Hal ini sangat mungkin terjadi karena hubungan bersifat personal yang menjadikan masing-masing anggota membangun kedekatan dengan anggota lainnya. Informal berarti santai dan tidak kaku. 21 6. Proses Komunikasi Dalam Kelompok Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa komunikasi kelompok cenderung melibatkan pengaruh antar pribadi atau interpersonal dan emosional, sehingga terbentuk proses interaksi dengan rasa saling memiliki, berpengaruh satu sama lain, dan berbagi tujuan bersama dalam kelompok tersebut. Kedekatan secara emosional inilah yang membuat komunikasi dalam kelompok fanbase terjalin dengan baik. Oleh karena itu, komunikasi interpersonal para anggotanya juga turut berperan aktif dalam proses komunikasi kelompok. Komunikasi adalah proses interaksi yang melibatkan akal manusia, perasaan, makna, dan pengalaman budaya. Komunikasi sering dimodelkan dengan komponen yang meliputi sumber, pesan, penerima, dan umpan balik (feedback). Komunikasi dapat digambarkan sebagai proses dua arah atau proses sirkular dengan umpan balik. Dalam sebuah jalinan proses komunikasi, terdapat unsurunsur penting yang menunjang proses tersebut agar terjalin dengan baik. Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benak komunikator. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Berikut adalah proses komunikasi yang dapat diaplikasikan dalam sebuah kelompok berdasarkan proses komunikasi Schramm: Gambar 1.2. Proses Komunikasi Kelompok a. Komunikator dan Komunikan Komunikator sebagai pelaku utama dalam proses komunikasi berperan penting dalam merancang suatu proses komunikasi. Pada komunikasi dalam 22 kelompok fanbase K-Pop, baik pengelola maupun anggota dapat berperan sebagai komunikator maupun komunikan. Keduanya dapat berperan sebagai pengirim pesan secara bergantian. Dalam komunikasi kelompok fanbase, baik pengelola maupun anggota diharapkan berperan aktif. Pengelola sebagai pengirim pesan menyampaikan aturan-aturan apa saja yang berlaku dalam fanbase, misalnya harus saling menghargai antar anggota, tidak boleh bashing, membagi pengetahuan dan memberikan informasi terbaru mengenai idolanya tersebut kepada anggota fanbase. Sebagai penyampai pesan, pengelola memiliki tanggung jawab untuk memastikan apakah penerima pesan, dalam konteks ini anggota, memahami pesan yang disampaikan tersebut. Dan sebagai penerima pesan, pengelola perlu memperhatikan setiap pernyataan anggota lain,seperti saran dan kritik terhadap kegiatan fanbase, maupun usul mengenai pengelolaan fanbase supaya lebih teratur. Anggota pun dapat menjadi pengirim pesan kepada pengelola maupun anggota lainnya, yang biasanya menyampaikan pengalaman pribadi mereka terkait dengan idolanya, memberikan informasi tambahan dan bisa saja informasi terbaru mengenai idolanya yang bisa dijadikan pengetahuan baru. Demikian juga pada saat anggota berperan sebagai pengirim pesan, anggota tersebut harus memastikan apakah pengelola dan anggota yang lain paham dengan maksud tersebut. Dalam proses ini, pengelola maupun anggota lainnya memiliki peran sebagai penerima pesan yang posisinya sama, dalam arti meskipun pengelola memiliki wewenang lebih dalam mengatur fanbase, namun sebagai penerima pesan pengelola sama derajatnya dengan anggota lain. Meskipun pengelola dan anggota memiliki hak yang sama sebagai komunikator dan komunikan, tetap saja pengelola memiliki wewenang untuk mengatur kelompok tersebut, atau biasa disebut sebagai leader dalam kelompok. Hal ini dibutuhkan agar komunikasi yang terjalin dalam kelompok berjalan dengan baik dan tidak kacau, apabila terjadi pertentangan disinilah tugas pengelola sebagai leader menjadi penengah. Komunikator dalam komunikasi kelompok relatif mengenal komunikan, dan demikian pula antarkomunikan. Komunikasi kelompok kecil, seperti 23 Fanbase, komunikasi ditujukan kepada kognisi komunikan, misalnya dalam diskusi, rapat, pertemuan. Prosesnya terjadi secara dialogis dan sirkular, yang artinya terdapat umpan balik dari komunikan karena dapat menanggapi apa yang disampaikan oleh komunikator, boleh bertanya jika tidak mengerti, dan boleh pula menyanggah apabila tidak setuju. b. Pesan Dalam melakukan aktivitas dan kegiatan komunikasi, manusia akan mengirimkan pesan dalam berbagai macam bentuk. Pesan adalah komponen penting lain dalam komunikasi, pesan merupakan keseluruhan apa yang disampaikan dalam usaha mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Dilihat dari sifat penyampaiannya, pesan dapat disampaikan secara verbal dan non verbal. 1) Pesan Verbal Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Jalaluddin Rakhmat (2005), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Dalam komunikasi, hal ini sangatlah penting, karena apabila terjadi kesalahpahaman dalam penggunaan bahasa dalam proses komunikasi, hal ini dapat menimbulkan masalah. 2) Pesan Non Verbal Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan pesanpesan nonverbal. Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua 24 peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Jalaludin Rakhmat (2005: 289) mengelompokkan pesan-pesan non verbal sebagai berikut: a) Pesan kinesik, merupakan pesan non verbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, yaitu pesan yang menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok kemarahan, makna: kebahagiaan, kesedihan, rasa kemuakan, terkejut, ketakutan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. pesan gestural, yaitu menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna. pesan postural, yaitu berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah immediacy yang merupakan ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain, postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator; responsiveness merupakan reaksi individu secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif, postur yang tidak berubah mengungkapkan sikap yang tidak responsif. b) Pesan proksemik, disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain. Jarak antar individu untuk Indonesia belum terdapat ukuran yang pasti. Peneliti hanya menemukan perbandingan jarak yang disampaikan Edward T. Hall berdasarkan penelitiannya di Amerika, bahwa terdapat 4 pembagian jarak yaitu akrab, personal, sosial, dan publik. Jarak akrab memiliki jarak 0-18”, jarak personal memiliki jarak 18”-4‟, jarak sosial berada pada 4‟-12‟, dan jarak publik 12‟-25‟ atau lebih. 25 c) Pesan artifaktual, diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh adalah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik. d) Pesan paralinguistik, merupakan pesan non verbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini disebut sebagai parabahasa. e) Pesan sentuhan dan bau-bauan, alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian. Secara teoritis komunikasi non verbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari. Dengan memahami peranan pesan dalam komunikasi kelompok fanbase, pengelola maupun anggota harus mengetahui bagaimana menyampaikan pesan yang dapat dimaknai bersama dan tidak keluar dari konteks tujuan kelompok. Pesan tersebut nantinya akan disampaikan kepada komunikan, bisa secara langsung maupun tidak langsung. c. Saluran Komunikasi Saluran komunikasi adalah alat yang digunakan komunikator untuk menyampaikan pesannya kepada komunikan. Saluran komunikasi merujuk pada cara penyajian pesan yang terdiri atas 3 bagian, yaitu lisan, tertulis, dan elektronik. Penelitian mengenai komunikasi kelompok sebagian besar menggambarkan anggota satu dengan yang lain hadir di tempat dan waktu yang sama. Oleh karenanya, ketika membicarakan tentang komunikasi dalam 26 kelompok, komunikasi yang terjadi adalah komunikasi tatap muka. Saluran komunikasi untuk kelompok fanbase adalah secara lisan, dimana dalam interaksi tatap muka mereka berbicara dan mendengarkan, tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara visual. Dalam proses komunikasi kelompok fanbase yang terjadi secara langsung, bahasa (verbal dan non verbal) adalah saluran yang menonjol meskipun pancaindra dan udara yang mengantarakan gelombang suara juga merupakan saluran komunikasi tatap muka tersebut. d. Umpan Balik (Feedback) Dalam sebuah proses komunikasi, umpan balik merupakan apa yang disampaikan komunikan kepada komunikator. Umpan balik atau feedback adalah tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Umpan balik merupakan faktor penting dalam proses komunikasi sebagai penanda oleh komunikator mengenai efektivitas pesan yang ia sampaikan sebelumnya, apakah dapat dimengerti dan diterima oleh komunikan atau apakah komunikan menghadapi kendala, sehingga berdasarkan umpan balik tersebut komunikator dapat mengubah pesan selanjutnya agar sesuai tujuan. Umpan balik yang ditimbulkan dalam proses komunikasi memberikan gambaran kepada komunikator tentang seberapa berhasil komunikasi yang dilakukannya. Keberlangsungan komunikasi yang dibangun sebelumnya ditentukan oleh umpan balik sebagai bentuk penilaian. Konsep umpan balik dari komunikan ini sebenarnya sekaligus merupakan pesan komunikan yang disampaikan kepada komunikator, sehingga komunikan dalam umpan balik menjadi komunikator sedangkan komunikator awal disini adalah sebagai komunikan, dan begitu selanjutnya. Dengan mengetahui umpan balik yang dikirimkan oleh komunikan, maka sebagai komunikator, kita akan dapat langsung mengetahui apakah tujuan dari pesan kita tersampaikan atau tidak. Apakah umpan balik itu berupa respon negatif ataupun respon positif. Dalam komunikasi fanbase ini, umpan balik terjadi pada saat itu juga karena komunikasi yang terjalin adalah komunikasi langsung yang terjadi 27 pada saat kegiatan fanbase dilaksanakan. Umpan balik sendiri dapat berupa umpan balik positif apabila reaksi komunikan sifatnya baik dan mendukung, dan umpan balik negatif apabila terdapat hambatan dalam menerima pesan. e. Gangguan atau Hambatan (Noise) Noise merupakan elemen tambahan dalam sebuah proses komunikasi. Namun noise akan berakibat pada terganggunya proses komunikasi yang akan berdampak pada tidak sampainya pesan kepada komunikan. Kelompok fanbase memang memiliki kesukaan dan tujuan yang sama dalam komunitas mereka, namun terjadinya salah paham dan salah tangkap bisa saja terjadi dalam komunikasi antar anggotanya. Gangguan tidak selalu dalam bentuk pertentangan dalam komunikasi antar anggota, namun gangguan semantik yaitu salah tangkap terhadap bahasa yang digunakan bisa menjadi salah artinya. Informasi yang baru misalnya bisa jadi disalah artikan karena penerima pesan baru pertama kalinya mendengar pesan tersebut. Ketidak awaman informasi bisa menjadi faktor penghambat dalam sebuah proses komunikasi. Gangguan tidak hanya terjadi pada pesan saja, namun bisa saja komunikator dan komunikannya yang bermasalah. Untuk dapat mengatasi gangguan komunikasi tersebut, maka umpan balik dibutuhkan untuk dapat memahami bahwa pesan tersebut sebenarnya sampai atau tidak dan dimengerti atau tidak. Penjelasan diatas merupakan penjelasan mengenai unsur-unsur yang terdapat dalam suatu proses komunikasi. Masing-masing unsur tersebut nantinya akan menjadi acuan peneliti untuk menjelaskan proses komunikasi yang terjadi dalam fanbase prof‟djo. Penekanan penelitian ini lebih kepada proses komunikasi yang terjalin dalam kelompok fanbase dan salah satu wujud nyata proses komunikasi tersebut dapat dilihat dari wujud partisipasi anggota terhadap aktivitas atau kegiatan fanbase, salah satunya dalam pengambilan keputusan sampai pada tahap evaluasi. 28 7. Komunikasi Kelompok dan Partisipasi Anggota Partisipasi berasal dari bahasa latin “partisipare” yang mempunyai arti mengambil bagian atau turut serta, sebagai keterlibatan yang bersifat spontan yang disertai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Partisipasi sendiri memiliki makna beragam berdasar pada perbedaan definisi yang ada. Partisipasi mengandung arti berbagai jenis dan derajat keterlibatan, kontrol atas dan pengambilan keputusan dalam suatu kegiatan. Rahnema mendefinisikan partisipasi sebagai “the action or fact of partaking, having or forming a a part of” (Muluk, 2007: 44). Dalam pengertian ini, partisipasi dapat bersifat transitif dan intransitif, dapat pula bermoral atau tak bermoral. Kandungan pengertian tersebut juga dapat bersifat dipaksa atau bebas dan dapat pula bersifat manipulatif maupun spontan. Partisipasi transitif berorientasi pada tujuan tertentu. Sebaliknya, partisipasi bersifat intransitif apabila subyek tertentu berperan serta tanpa tujuan yang jelas. Partisipasi memenuhi sisi moral apabila tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan etika. Dalam pengertian ini, partisipasi mengandung konotasi positif. Begitu pula sebaliknya, jika kegiatan partisipasi ditujukan pada hal yang tidak sesuai dengan etika maka kegiatan tersebut dianggap tidak bermoral. Dalam perspektif lain, partisipasi juga berkonotasi positif apabila partisipasi dipersepsikan sebagai tindakan bebas yang dilakukan oleh subyek, bukan terpaksa dilakukan atas nama partisipasi. Dari pendapat tersebut bisa ditarik sebuah benang merah bahwa partisipasi menunjuk pada keikutsertaan, keterlibatan, dan kebersamaan warga anggota dalam suatu kegiatan tertentu baik langsung atau tidak langsung, yang didasari oleh kesadaran warga anggota itu sendiri bukan dengan pihak-pihak tertentu. Didalamnya terkandung unsur-unsur keterlibatan fisik, mental, dan perasaan tanggung jawab terhadap hal-hal yang menyangkut kebutuhan diri, keluarga, dan anggota. Partisipasi sering diberi makna keterlibatan orang secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari perintah. Ada bermacam-macam faktor yang mendorong kerelaan untuk terlibat ini, bisa karena kepentingan, bisa karena solidaritas. Bisa karena memang mempunyai tujuan yang sama, bisa juga karena ingin melakukan 29 langkah bersama walaupun tujuannya berbeda. Apa pun aktor yang mendorong, partisipasi akhirnya harus membuahkan kesepakatan tentang tujuan yang hendak dicapai dan tindak yang akan dilakukan bersama. Artinya, apa yang semula bersifat individual harus secara sukarela diubah dan diolah menjadi tujuan dan kepentingan kolektif. Perlu adanya elemen penunjang agar partisipasi dapat terwujud, yaitu dengan partisipasi komunikasi. Tujuannya adalah anggota bisa melakukan proses komunikasi yang efektif, yang artinya tepat sasaran. Dengan konsep komunikasi sebagai proses penyampaian pesan dari pengirim pesan untuk disampaikan ke penerima pesan, yang bertujuan pula merubah sikap, opini, pendapat atau pandangan, dan mengubah perilaku anggota. Konsep komunikasi tersebut termasuk dalam model komunikasi dua arah yaitu apabila kedua belah pihak, baik penyampai maupun penerima pesan, terlibat dalam proses komunikasi. Pada komunikasi dua arah, sangat terbuka adanya respon dan umpan balik dari penerima pesan, sehingga suara anggota keluar. Pendekatan komunikasi yang partisipatif berangkat dari asumsi bahwa anggota memiliki kemampuan untuk membangun dan menolong dirinya sendiri, sehingga keterlibatan anggota merupakan elemen kunci dari sebuah pembangunan (Birowo, 1999). Elemen-elemen dalam komunikasi dalam model komunikasi partisipatif pun memiliki karakteristik tersendiri yaitu (Fakih dan Topatimangsang, 1998): a. Tujuannya adalah pernyataan diri, pembentukan kesadaran, tindakan, dan kebebasan. b. Komunikasi bersifat menyebar, mengembangkan lembaga dan memperjuangkan kepentingan anggota setempat. c. Isi pesan sesuai dengan masalah setempat, berdasarkan analisis sebab masalah, erat kaitannya dengan sejarah dan nilai-nilai setempat. d. Penyampaian pesan tidak terbatas pada penyampai pesan selaku penguasa saja, tetapi dapat disalurkan dan diteruskan pula oleh penerima pesan. e. Hubungan antara pemberi pesan dan penerima pesan adalah simetrik dan setara. 30 f. Proses penyebaran pesan bersifat horizontal dari bawah ke atas dan dua arah. g. Peran anggota bukan sebagai kelompok sasaran, melainkan kelompok partisipan. Partisipasi dapat diuraikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan, dan kebersamaan anggota kelompok dalam suatu kegiatan tertentu, baik langsung maupun tidak langsung, didasari oleh kesadaran anggota itu sendiri bukan dengan paksaan dari pihak-pihak tertentu. Bentuk-bentuk partisipasi anggota adalah sebagai berikut (Rukmana: 1995) : a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan, yaitu peran serta yang dilakukan pada tahap suatu kegiatan sedang direncanakan, dipersiapkan serta penetapan segala ketentuan-ketentuan yang akan dipakai nantinya dalam pelaksanaan kegiatan. b. Partisipasi dalam pelaksanaan rencana, yaitu peran serta yang dilakukan pada tahap yang mencakup kegiatan yang direncanakan tersebut sedang berjalan. c. Partisipasi dalam evaluasi, dalam hal ini partisipasinya terlihat pada saat telah selesai kegiatan fisik misalnya respon anggota dapat diartikan umpan balik (feed back) sebagai masukan bagi kegiatan sejenis untuk selanjutnya. Untuk menjalankan fungsi sebagai wadah penghubung antar anggota, pengelola dan anggota fanbase harus mampu memanfaatkan potensi komunikasi yang ada pada individu anggota dalam memperkaya jumlah anggota serta kegiatan-kegiatan kelompok. Salah satu cara yang dilakukan adalah memperhatikan partisipasi anggota dalam proses komunikasi Tanpa partisipasi anggota dari kelompok fanbase, kegiatan maupun hubungan baik dalam fanbase tidak akan berjalan dengan baik. Partisipasi harus setara dan terbuka bagi siapa yang memiliki minat yang sama. Dari pemikiran yang telah diungkapkan di atas, untuk keperluan penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu konsep yang akan 31 digunakan untuk memudahkan dalam membahas komunikasi kelompok fanbase K-Pop, yaitu prof‟djo, dan partisipasi anggota. Komunikasi yang terjadi dalam kelompok fanbase dikaitkan dengan proses komunikasi antara dua orang atau sekelompok kecil orang secara tatap muka, baik melalui pesan verbal maupun non verbal, yang memungkinkan setiap pesertanya memberikan umpan balik sebagai reaksi langsung. Dalam prosesnya di dalam kelompok, komunikasi antar anggota memperhatikan unsur komunikator, pesan, saluran komunikasi, komunikan, dan umpan balik. F. Metodologi Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Moleong mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (2005: 4). Penelitian kualitatif digunakan untuk maksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara mendeskripsikannya dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Dalam penelitian ini dideskripsikan suatu fenomena dalam bentuk kata – kata mengenai proses komunikasi kelompok fanbase Prof‟Djo dan wujud partisipasi anggotanya dalam fanbase tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan, mencatat, dan menginterpretasikan komunikasi kelompok fanbase. Moleong (2005: 32), mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. 1. Pendekatan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana komunikasi kelompok fanbase K-Pop dan pertisipasi anggotanya, maka akan menggunakan pendekatan deskriptif yang bersifat kualitatif. Metode deskriptif yaitu suatu metode dalam penelitian yang menelaah status kelompok manusia, objek, kondisi, sistem pemikiran dan 32 peristiwa-peristiwa masa sekarang sehingga dapat dibuat suatu gambaran yang sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif yang dipilih adalah metode studi kasus, yaitu studi yang mengekplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian kasus bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan, dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga dan anggota (Usman dan Akbar, 2004: 5). Kasus komunikasi kelompok fanbase dianggap sebagai suatu kasus yang menarik untuk diteliti dan diungkap karena dalam sebuah komunikasi kelompok didalamnya selain meneliti tentang proses komunikasi, dapat pula diteliti perilaku komunikasi anggotanya. Hal tersebut yang dapat menggugah partisipasi anggota fanbase untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan. Sebagai medium kegiatan tersebut, fanbase dapat membantu berjalannya kegiatan tersebut. Jika terjalin hubungan yang baik secara personal antar anggota, maka otomatis hubungan dan komunikasi dalam kelompok tersebut juga berjalan dengan baik. Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Adapun alasan penggunaan studi kasus dalam penelitian ini yaitu: 1) Untuk memahami kompetensi komunikasi pengelola dan anggota dalam kegiatan fanbase yang tampak dalam wujud partisipasi anggotanya; 2) melakukan kajian mengenai proses berkomunikasi antara pengelola dan anggota, serta sesama anggota; 3) studi kasus dianggap sangat cocok karena dalam penelitian ini akan menjawab pertanyaan “bagaimana”. 2. Objek Penelitian Penelitian ini berfokus pada komunikasi yang dilakukan oleh kelompok fanbase K-Pop di Yogyakarta dan wujud partisipasi anggotanya. Dari fokus tersebut maka objek dari penelitian ini adalah proses komunikasi kelompok fanbase Prof‟Djo, serta wujud partisipasi anggotanya. Alasan peneliti memilih 33 proses komunikasi kelompok fanbase Prof‟Djo, serta wujud partisipasi anggotanya sebagai objek penelitian karena proses komunikasi yang terjalin dalam kelompok fanbase prof‟djo merupakan salah satu faktor penentu dalam keterlibatan anggota dalam sebuah kegiatan atau aktifitas fanbase, dan wujud dari proses komunikasi tersebut adalah partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan rencana, sampai evaluasi dari kegiatan yang sudah dilaksanakan guna mewujudkan tujuan fanbase tersebut. 3. Informan Penelitian Dalam penelitian kualitatif, menentukan informan atau narasumber tidak mengindahkan ukuran jumlah yang dibutuhkan. Yang terpenting adalah aspek kedalaman informasi yang harus digali. Oleh karena itu, semua pihak yang dianggap berpotensi memberikan informasi dapat dijadikan sumber data. Pemilihan narasumber menggunakan teknik pengambilan sampel nonprobabilitas, dimana semua anggota populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Pemilihan anggota sampel ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dimiliki oleh peneliti. Teknik sampling nonpropabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik ini merupakan pemilihan atau sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang dibuat berdasarkan tujuan riset yang ingin dicapai. Informan yang diwawancara dalam penelitian ini adalah anggota fanbase dari fandom K-Pop di Yogyakarta, yaitu Prof‟Djo (Primadonna of Djogja) untuk fanbase FT Island. Keseluruhan informan ini merupakan sumber data primer yang digunakan untuk menganalisis komunikasi kelompok fanbase Prof‟Djo dan wujud partisipasi anggotanya. Sampel, dalam hal ini fanbase, pada penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan logis dan sesuai dengan tujuan penelitian. Pertimbangan tersebut antara lain kelompok fanbase ini merupakan kelompok fanbase yang progresif dan aktif, hal ini dibuktikan dengan rutinitas kelompok yang mengadakan gathering atau perkumpulan minimal dua kali dalam sebulan. Mempertimbangkan kondisi 34 tersebut, maka peneliti mengasumsikan bahwa proses komunikasi kelompok dan keterlibatan anggota dalam wujud partisipasi anggotanya cukup tinggi. Sedangkan kriteria pemilihan informan dalam fanbase tersebut berdasarkan posisi informan didalam kelompok. Maksud dari posisi disini adalah seberapa sering atau intensitas narasumber mengikuti kegiatan fanbase, hubungan kekerabatan narasumber dengan anggota lain didalam kelompok, dan lamanya narasumber bergabung dengan fanbase tersebut. Narasumber yang dipilih adalah narasumber yang selalu datang pada saat ada kegiatan kelompok, dan merupakan kategori anggota terlama yang bergabung dalam fanbase. Hal ini diambil karena mereka lebih paham terhadap situasi fanbase tersebut dibandingkan anggota lain karena keberadaanya lebih lama dalam kelompok. Dari penjelasan tersebut, maka peneliti memilih narasumber berdasarkan kriteria-kriteria tersebut sebagai berikut: a. Lisa, 19 tahun, merupakan leader atau pengelola fanbase Prof‟Djo sejak fanbase berdiri pada tahun 2010. Sebagai pengelola, dia selalu menghadiri setiap gathering yang diadakan oleh kelompok. Ia adalah orang yang paling mengenal semua anggota dan paling sering berkomunikasi dengan anggota lain meskipun pada saat tidak bertemu. b. Tika, 20 tahun, lama bergabung dalam fanbase adalah satu tahun 6 bulan, merupakan pendiri atau founder dari fanbase Prof‟Djo. c. Anin, 19 tahun, lama bergabung dengan fanbase adalah 1 tahun 3 bulan., merupakan anggota fanbase yang memiliki pengalaman seputar K-Pop dan budaya Korea dari negeri asalanya Korea Selatan. d. Tizka, 23 tahun, lama bergabung dengan fanbase adalah satu tahun empat bulan, merupakan anggota tertua dalam fanbase sekaligus salah satu anggota terlama yang bergabung dalam fanbase. e. Dika, 21 tahun, lama bergabung dengan fanbase adalah satu tahun 4 bulan, merupakan adik dari Tizka. Jadi dimana Tizka mengikuti kegiatan fanbase, Dika selalu turut berpartisipasi didalamnya. f. Putri, 20 tahun, lama bergabung dengan fanbase adalah satu tahun 3 bulan, merupakan anggota fanbase yang juga merupakan anggota 35 fanbase dari fandom K-Pop lainnya. Jadi pemilihan informan adalah sebagai pembanding antara fanbase Prof‟Djo dan fanbase lainnya. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini berpatokan pada kebutuhan penelitian. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah: a. Wawancara Teknik ini dilakukan dengan maksud agar didapat data yang akurat dari sumber penelitian dengan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) sebagai instrumen terhadap narasumber. Interview guide digunakan agar data terfokus pada topik yang hendak diungkapkan serta untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari masalah yang diteliti yang mungkin tidak disadari dilakukan oleh peneliti. Tujuan dilakukannya wawancara dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data secara jelas dan konkret terkait dengan proses komunikasi kelompok anggota fanbase Prof‟Djo serta wujud partisipasi anggotanya. Pengumpulan data melalui cara ini akan dilakukan kepada orang-orang yang dianggap memiliki informasi kunci (key informan) terhadap fenomena yang akan diteliti. b. Penelitian Pustaka (library research) atau Studi Literatur Literatur dibutuhkan dalam penelitian ini sebagai referensi penelitian. Bagaimanapun, penelitian mengenai komunikasi kelompok, khususnya proses komunikasi kelompok, dan partisipasi anggota ini juga membutuhkan literatur lain sebagai pembanding hasil temuan dengan jalan mempelajari dan mengkaji literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan untuk mendukung asumsi sebagai landasan teori permasalahan yang dikaji. 36 c. Observasi Partisipatif Selain menggunakan kedua teknik diatas, dilakukan pula observasi partisipasif pada acara gatehring yang merupakan bagian dari aktivitas fanbase. Peneliti mengikuti acara tersebut untuk memperoleh informasi serta gambaran empirik tentang data-data yang diperlukan. Observasi yang dilakukan bersifat temporari, yang artinya sesuai dengan agenda kegiatan kelompok serta ketersediaan waktu peneliti. Untuk mempermudah hasil observasi, peneliti membuat kerangka apa saja yang akan diamati saat observasi berlangsung, dan mencantumkan catatan tambahan apabila menemukan hal baru yang belum terdapat pada kerangka tersebut. d. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi merupakan penelaah terhadap referensi-referensi yang berhubungan dengan focus permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini, dokumentasi bertujuan untuk menafsirkan, mendukung atau memperkuat temuan-temuan yang telah didapatkan dari hasil wawancara dan observasi. Dokumen-dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini berupa bahan visual yang meliputi gambar logo, poster, foto benda-benda yang merupakan seragam fanbase, yang dimiliki oleh pengelola fanbase Prof‟Djo dan foto-foto yang diambil oleh peneliti saat melakukan observasi guna mendukung temuan mengenai proses komunikasi kelompok. 5. Teknik Analisis Data Analisis data pada penelitian kualitatif lebih tertuju pada proses pelacakan dan pengaturan secara sistematik transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan temuannya kepada orang lain. Data yang diperoleh melalui pengamatan, wawancara, dan pencatatan di lapangan selanjutnya diolah, diinterpretasikan dengan memfokuskan penajaman makna 37 yang seringkali banyak dilukiskan dalam kata-kata daripada angka-angka sejauh mungkin dalam bentuk aslinya Miles dan Huberman, dalam Moleong (2005: 308), membagi analisis data kualitatif menjadi tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Rincian dari proses analisis data tersebut adalah sebagai berikut: a. Reduksi Data Reduksi data merupakan proses pengumpulan data penelitian. Pada tahap ini peneliti merekam data lapangan dalam bentuk catatan-catatan lapangan (field note) yang diperoleh melalui hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Rekaman data tersebut diseleksi sesuai dengan kebutuhan data yang penting dan utama, yang berkaitan dengan komunikasi kelompok, proses komunikasi, dan partisipasi anggota. Setelah diseleksi, rekaman data tersebut dirangkum guna memudahkan peneliti untuk melihat fenomena yang terjadi dan dapat lebih jelas melihat data yang relevan dengan fokus masalah yang diteliti. Dari hasil proses reduksi data ini, hasil pengamatan dapat tergambarkan dengan lebih tajam dan memudahkan peneliti apabila melihat data baru yang diperlukan sebagai tambahan. b. Penyajian Data Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari hasil wawancara serta observasi di lapangan disajikan dalam bentuk uraian tentang proses komunikasi kelompok dan partisipasi anggota yang didukung oleh data berupa dokumentasi foto yang berkaitan dengan proses komunikasi yang disajikan dalam bentuk gambar. Dalam proses ini, data yang didaptkan dari hasil penelitian dianalisis untuk disusun secara sistematis sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti. 38 c. Interpretasi Data dan Penarikan Kesimpulan Setelah melakukan penyajian data, kemudian data tersebut diinterpretasikan atau melakukan pemaknaan terhadap data yang ada sesuai dengan permasalahan penelitian dan kemudian menganalisis data yang ada dengan menggabungkan data yang didapat dari informan dan data sekunder. Selanjutnya peneliti memberikan kesimpulan atas hasil yang didapat dan memberikan saran-saran. 39