BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan objek yang diteliti. Untuk dapat mempertahankan hasil suatu karya ilmiah secara objektif digunakan sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, baik berupa buku-buku acuan yang relevan maupun dengan pemahaman-pemahaman teoritis dan pemaparan yang berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh di lapangan. Berkaitan dengan judul proposal ini penulis bicarakan “Pemerolehan Bahasa Anak Melayu Usia 3-4 Tahun pada Masyarakat Desa Pekan Tanjung Beringin Kacamatan Tanjung Beringin: Kajian Psikolinguistik”, terlebih dahulu penulis akan menguraikan beberapa defenisi para ilmuwan tentang pemerolehan bahasa sebagai berikut: Chaer (2003:167) mengatakan pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa bisanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Simanjuntak (2008:104) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa (language acquistion) adalah proses-proses yang berlaku di pusat bahasa dalam otak seorang anak (bayi) pada waktu dia sedang memperoleh bahasa ibunya. Dengan kata lain kita harus bisa membedakan pemerolehan bahasa ini dari pembelajaran bahasa (language learning) dan pemelajaran bahasa (language studying). Tarigan (1985:243) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang dipergunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit, ataupun teori-teori Universitas Sumatera Utara yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi, dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai dia memilih, berdasarkan suatu ukuaran atau takaran penilaian, tatabahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari bahasa tersebut. Piaget dalam Chaer (2003: 107) berpendapat bahwa pemerolehan bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan kognitif secara keseluruhan; dan khususnya sebagai bagian dari kerangka fungsi simbolik. Dengan kata lain, bagi Piaget, bahasa merupakan hasil dari perkembangan intelek secara keseluruhan dan sebagai lanjutan pola-pola perilaku yang sederhana. Perkembangan kosa kata yang sangat pesat dialami kanak-kanak ketika berumur antara satu setengah sampai dua tahun, dijelaskan oleh Piaget sebagai hasil dari peralihan intelek kepada representasi akal (mental). Dardjowidjojo (2005:225) menyatakan bahwa Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Selanjutnya di dalam penelitian Putri (2009:87-91) menyatakan bahwa “Kemampuan Berbahasa Anak Usia 3-4 Tahun di Play Grup Tunas Mekar Medan” menyimpulkan bahwa dalam komponen Fonologi ada 2 anak tidak mampu mengucapkannya sesuai dengan bunyi bahasa yang sebenarnya, seperti melepas vokal [a] dan mengubah vokal [u] menjadi [o]. Dalam komponen Sintaksis anak sudah mampu menggunakan struktur-struktur kalimat yang gramatikal. Sedangkan dalam komponen Semantik hampir semua anak menggunakan makna denotatif (makna sebenarnya) dan sebagian anak menggunakan makna konotatif ( makna yang tidak sebenarnya). Dari beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung pada anak-anak saat dia memperoleh bahasa ibunya (B1) tanpa disadari atau secara alamiah. Untuk mengetahui pemerolehan bahasa anak (akuisisi), ada 3 komponen struktur bahasa yang perlu diperhatikan sebagai dasar pengamatan. Jadi, ketiga jenis rumusan inilah yang lebih dahulu diperoleh si anak dalam proses pemerolehan bahasa ibunya. Universitas Sumatera Utara Adapun 3 komponen tersebut adalah sebagai berikut: a. Komponen Fonologi. Menurut Chaer (2003:102) Fonologi adalah bagian tatabahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu phone yang berarti bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata bunyi. Fonologi terbadi dari dua bagian, yaitu Fonetik dan Fonemik. Fonetik adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti. Menurut Simanjuntak (2008 : 81) Komponen Fonologi adalah sistem bunyi suatu bahasa. Komponen fonologi ini mempunyai rumus-rumus yang disebut rumus-rumus fonologi yang menukar struktur permukaan sintaksis kepada representasi fonetik yaitu bunyi-bunyi bahasa yang kita dengar. Supaya hakikat rumus-rumus Fonologi ini dapat dijelaskan dengan baik perlulah membincangkan refresentasi fononetik terlebih dahulu misalnya apabila mendengar kata-kata berikut : ‘pisang’, ‘pasang’, ‘pulang’, ‘potong’, ‘atap’, ‘hidup’. Kalau kita kaji bunyi kata-kata yang di dengar maka akan mendapat bahwa semua kata itu mengandung suatu bunyi yang sama yaitu bunyi ‘p’. Pada lima kata pertama bunyi ‘p’ itu muncul pada posisi awal, dan pada dua kata terakhir bunyi ‘p’ itu muncul pada posisi akhir. Apabila kita perhatikan kedua kata pertama, ‘pisang’ dan ‘pasang’, kedua kata itu berbeda hanya pada bunyi kedua yaitu ‘i’ dan ‘a’, sedangkan bunyi lain sama saja. Kata ‘pasang’ dan ‘petang’ berbeda pada dua bunyi yaitu bunyi kedua dan ketiga : ‘a’,’s’, dan ‘e’,’t’. Setiap bunyi yang Universitas Sumatera Utara membentuk suatu kata disebut unit bunyi atau sekmenponetik, dan lebih terkenal lagi dengan nama Fon (phone). Apabila kita menguraikan semua sekmenfonetik yang terkandung dalam suatu kata, umpanya kata ‘pisang’, maka diperoleh suatu uraian fonetik terhadap kata itu. Uraian fonetik kata ‘pisang’ adalah sebagai berikut : # /p/ /i/ /s/ /a/ ŋ/ / # atau disederhanakan menjadi pisa ŋ. Simbol # dipakai untuk menandakan suatu kata yaitu diawal kata dan akhir kata. Simbol [ ] menandakan suatu bunyi yang kita dengar. Pada uraian fonetik kata ‘pisang’ di atas dapat kita ketahui bahwa sekali pun kata itu didengar hanya lima saja.bunyi yang terakhir /ŋ/ telah dituliskan dengan huruf ‘ng’. Setiap sekmen fonetik dilambangkan dengan satu simbol yang diambil dari International Phonetic Alphabet (IPA), yaitu suatu bunyi alfabet yang khusus diciptakan dalam ilmu Lingustik untuk melambangkan semua unit bunyi fon yang terdapat dalam bahasa-bahasa dunia. b. Komponen Sintaksis Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti mengatur bersama-sama. Manaf (2009:3) menjelaskan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang membahas struktur internal kalimat. Struktur internal kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa, dan kalimat. Jadi frasa adalah objek kajian sintaksis terkecil dan kalimat adalah objek kajian sintaksis terbesar. Leksikon suatu bahasa terdiri dari sekumpulan kata-kata, suatu reprentasi fonologi tiap-tiap kata yang abstrak, dan spesifikasi pembentukan sintaksis untuk tiap-tiap kata sebagai penanda frase struktur dalam kalimat dimana kata-kata intu telah terjadi. Bahasa sebagai suatu alat komunikasi melibatkan unit-unit yang lebih besar dari kata – kata leksikon ini yang disebut frase - frase dan kalimat- Universitas Sumatera Utara kalimat. Setiap organimsi pembentukan kalimat- kalimat atau unit -unit yang lebih besar ini mepengaruhi arti-arti setiap kata yang mernbentuk kalimat - kalimat atau unit-unit itu. Dengan kata lain, arti sesuatu kalimat atau frase tidak dapat ditentukan hanya dari arti kata – kata yang membentuk kalimat itu. Arti sesuatu kalimat atau frase bergantung pada urutan dan organisasi kata - kata yang membentuk kelimat atau frase sebagaimana juga pada arti kata - kata itu sendiri. Pentingnya urutan kata - kata dalam menentukan arti jelas yang digambarkan pada kalimat dibawah ini: 1. Raja kera itu sangat besar 2. Kera raja itu sangat besar. Arti frase 'raja kera itu' delam kalimat (1) sangat berbeda dari arti frase 'kera raja' dalam kalimat (2) dan perbedaan telah ditimbulkan oleh urutan kata kata yang membentuk frase - frase tersebut. Perbedaan arti ini sangat jelas pada penjelasan penanda frase berikut ini: 3. Kera N 4. Raja N itu mempunyai raja Art V FN itu mempunyai kera Art V FN Dari penanda Frase struktur dalaman kedua - dua frase kalimat (3) dan (4) di atas jelaslah bahwa dalam kalimat (3) keralah yang mempunyai raja dalam kalimat (4) rajalah yang mempunyai kera. Urutan organisasi kata-kata yang membentuk kalimat atau frase menurut rumus-rumus sangat penting dalam suatu bahasa dan komponen bahasa (atau komponen tatabahasa) yang mengaturnya disebut sintaksis. Tugas komponen ini adalah untuk menentukan hubungan di antara pola-pola bunyi bahasa itu dengan Universitas Sumatera Utara arti-artinya dengan cara mengatur urutan kata-kata yang membentuk frase-frase atau kalimat-kalimatnya agar selaras dengan arti-arti yang diinginkan penutur. c. Komponen Semantik Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign). Semantik diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2). Komponen semantik sesuatu tatabahasa memainkan peranan untuk menentukan arti setiap kalimat sesuatu bahasa. Dengan demikian, komponen semantik membentuk semacam perbatasan diantara bahasa dengan pikiran. Oleh karena itu, komponen semantik ini merupakan satu sistem representasi dalaman, maksudnya berada di dalam otak, maka komponen ini sangat sukar dipahami dan dikaji karena tidak diamati dan diteliti secam empirikal. Menurut Simanjuntak (2008:74) arti sesuatu kalimat atau frase ditentukan oleh beberapa faktor yang satu sama lain saling menjalin. Faktor-faktor itu adalah: 1. Arti kata -kata dan morfem - morfem yang membentuk kalimat atau frase. 2. Urutan kata -kata dan morfem- morfem ini dalam organisasi kalimat atau frase yang disebut sintaksis. 3. Intonasi dan cara kalimat atau frase itu diucapkan atau dituliskan. 4. Situasi pada waktu kalimat atau frase itu diucapkan. 5. Kalimat-kalimat yang diucapkan atau dituliskan sebelum kalimat-kalimat atau frase-frase itu. Satu pendapat yang keliru apabila kita menganggap bahwa arti sesuatu kalimat sama dengan kumpulan arti - arti kata - kata dan morfem _ morfem yang membentak kalimat itu. Sebagai contoh frase ‘raja monyet’ dan ‘monyet raja’. Arti kedua-dua frase ini berbeda karena susunan kata-katanya berbeda. Begitu Universitas Sumatera Utara juga kalau intonasinya berbeda Kalau dalam frase ‘monyet raja’, kata ‘raja’ditekankan menjadi 'raja monyet' artinya berbeda kalau kata 'monyet yang ditekankan menjadi ‘raja’ ‘monyet’. Pengkajian komponen semantik ini menjadi semakin rumit lagi disebabkan oleh fakta bahwa banyak kata sesuatu bahasa mempunyai lebih dari satu arti. Kemudian arti-arti ini boleh saja berubah setelah kata-kata itu digabungkan dengan ‘kata-kata lain’. Misalnya kata ‘mata’ yang arti terasnya ialah ‘alat untuk melihat’. Tetapi karen kata ini digabungkan dengan kata ‘kaki’ menjadi mata kaki, artinya tidak ada hubungannya lagi dengan pengertian ‘melihat’. Oleh katena itu, suatu tatabahasa yang menandai haruslah mampu menerangkan hakikat semantik seperti ini, yaitu arti sesuatu kata boleh berubah karena faktor lingkungan. 2.2 Teori yang Digunakan Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang berlaku secara umum dan akan mempermudah seseorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Teori yang digunakan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis. Kalau dihubungkan dengan psikologi, ada tiga teori yang dapat menjelaskan pemerolehan bahasa pada seorang anak, yaitu : 1. Teori pemerolehan bahasa yang behaviorisme Kaum behaviorisme atau kaum empiris yang dipelopori oleh Skinner beranggapan, bahwa : Universitas Sumatera Utara a. Bahasa adalah salah satu wujud dari tingkah laku manusia. b. Istilah bahasa kurang tepat digunakan yang lebih tepat adalah prilaku verbal agar tampak kemiripannya dengan perilaku lain yang harus dipelajari oleh manusia. Seperti : berjalan, makan, minum, dan lain-lain. c. Peroses pemerolehan dan kemampuan berbahasa seorang anak dikendalaikan dari luar dan diperoleh dari akibat adanya berbagai rangsangan (simulasi) yang disodorkan kepada si anak melalui lingkungannya. d. Anak merupakan penerima pasif dari lingkungannya, mereka tidak memiliki peranan yang aktif dalam perkembangan lingualnya. e. Kematangan si anak (kognitif) tidak menentukan proses perkembangan bahasa anak. f. Tidak ada struktur linguistik yang dibawa sejak lahir. Anak yang lahir dianggap kosong dari bahasa. Mereka berpendapat bahwa anak yang lahir tidak membawa kapasitas atau potensi bahasa. Bahkan Brown (1980) menyatakan bahwa anak lahir ke dunia ini seperti kain putih tanpa catatancatatan, lingkungannyalah yang akan membentuk tingkah lakunya. Pengetahuan dan keterampilan berbahasa diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar. Dengan demikian, bahasa dipandang sebagai sesuatu yang dipindahkan melalui pewarisan kebudayaan, sama halnya seperti orang yang belajar mengendarai sepeda. 2. Teori pemerolehan bahasa yang mentalistik. Teori ini sering kali diposisikan dengan teori pemerolehan bahasa yang behavioristik. Dalam pandangan teori ini, anak yang lahir ke dunia sudah Universitas Sumatera Utara membawa kapasitas atau potensi bahasa. Kapasitas atau potensi bahasa ini akan menentukan struktur bahasa yang akan digunakan selanjutnya. Kaum mentalistik atau nativisme yang dipelopori oleh Chomsky ini beranggapan bahwa : a. Pemerolehan bahasa anak tidak berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. b. Setiap anak yang lahir ke dunia ini memiliki bekal dengan apa yang disebutnya LAD (language aqquistion device) atau alat penguasa bahasa. c. Bahasa merupakan pemberian biologis manusia. d. Sistem bahasa pasti sudah ada dalam diri setiap manusia secara alamiah. e. Belajar bahasa pada hakikatnya hanyalah proses pengisian detil kaidahkaidah atau struktur aturan-aturan ke dalam LAD yang sudah ada. 3. Teori pemerolehan bahasa yang kognitivisme. Teori ini sebenarnya merupakan 'sempalan' dari teori yang mentalistik yang beranggapan bahwa kapasitas kognitif anak mampu menemukan struktur dalam bahasa yang didengar di sekelilingnya. Pemahaman dan produksi serta komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai hasil proses kognitif yang secara terus-menerus berkembang dan berubah. Kaum kognitivisme (salah satu penganut Piaget) beranggapan bahwa : a. Kemampuan berbahasa seseorang itu berasal dan diperoleh sebagai akibat dari kematangan kognitif sang anak. b. Bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar manusia. Oleh sebab itu, urutan perkembangan dirinya. Universitas Sumatera Utara c. Lingkungannya tidak besar pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual anak. d. Perkembangan bahasa pada anak akan bergantung pada sejauh mana keterlibatan kognitif sang anak secara aktif dengan lingkungannya. e. Perkembangan nosi-nosi seperti : waktu, ruang, modalitas dan sebab akibat merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kognitif penguasaan bahasa seorang anak. Ketiga teori tersebut secara bersama-sama dapat dipakai untuk menjelaskan proses pemerolehan bahasa ibu, karena masing-masing teori dapat dibuktikan kebenarannya. Dalam pemahaman saya, anak yang baru lahir memang telah mempunyai potensi jiwa yang secara terus-menerus dipakai untuk 'menganalisis' apa saja yang didengar dari lingkungannya. Kanak-kanak tersebut dapat mengembangkan kemampuan apabila anak berada dalam lingkungan pemakaian bahasa. Dengan demikian, di samping itu sejak lahir anak sudah mempunyai potensi berbahasa, lingkungan juga sangat berperan membentuk bahasa seorang anak. Universitas Sumatera Utara