lampiran peraturan direktur jenderal perikanan budidaya nomor 113

advertisement
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PERIKANAN BUDIDAYA
NOMOR 113/PER-DJPB/2015
TENTANG
RENCANA
STRATEGIS
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN
BUDIDAYA TAHUN 2015 - 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan perikanan budidaya pada hakekatnya adalah upaya
yang sistematis dan terencana oleh seluruh pemangku kepentingan untuk
mengubah suatu kondisi perikanan budidaya menjadi lebih baik, melalui
pemanfaatan sumberdaya secara optimal, efektif , efisien dan akuntabel
guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) III
Tahun 2015 – 2019, yang telah ditetapkan melalui Perpres No. 2 tahun
2015, telah mengamanatkan untuk terus melakukan pembangunan
berbagai bidang secara berkelanjutan.
Perikanan Budidaya, dengan
potensi dan keunggulan karakteristik yang ada, diyakini mampu memberi
kontribusi
pada
9
agenda
pembangunan
nasional
pemerintah
(NAWACITA), diantaranya mewujudkan kemandirian ekonomi (termasuk
pembudidaya ikan), serta memperkuat ketahanan dan kedaulatan pangan
melalui peningkatan produksi budidaya yang memiliki daya saing dan
berkelanjutan.
Penjabaran pelaksanaan pembangunan perikanan budidaya, lebih
lanjut dituangkan dalam Rencana Strategi (RENSTRA) Perikanan
Budidaya 2015 – 2019, yang merupakan kesinambungan dari Renstra
2010 – 2014, serta disesuaikan dengan perubahan kondisi eksternal dan
internal perikanan budidaya guna menjawab tantangan global.
1|Rancangan Renstra DJPB 2015-2019
B. KONDISI UMUM
B.1. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2010 – 2014
Pembangunan perikanan budidaya tahun 2010-2014 dilaksanakan dalam
rangka
mewujudkan
peningkatan
produksi
perikanan
budidaya
berkelanjutan dengan arah kebijakan sebagai berikut:
1. Pengembangan
sistem
produksi
pembudidayan
ikan
dengan
penerapan teknologi anjuran pembudidayaan ikan;
2. Pengembangan sistem perbenihan ikan untuk pemenuhan kebutuhan
induk unggul dan benih bermutu;
3. Pengembangan sistem kesehatan ikan dan lingkungan untuk
menghasilkan produk perikanan budidaya yang aman dikonsumsi
sertamenjaga kondisi lingkungan yang optimal;
4. Pengembangan sistem usaha dengan meningkatkan aksesbilitas
permodalan, fasilitasi investasi serta penguatan kelembagaan usaha
perikanan budidaya;
5. Pengembangan sistem prasarana dan sarana yang memadai di
kawasan/sentra produksi perikanan budidaya;
6. Pengawalan
dan
pendampingan
teknologi
dalam
rangka
pengembangan kawasan perikanan budidaya.
Dalam pelaksanaan pembangunan perikanan budidaya periode 20102014, pencapaian beberapa indikator kinerja utama dan indikator kinerja
kegiatan adalah sebagai berikut:
1. Produksi perikanan budidaya tahun 2010-2014 meningkat dengan
kenaikan rata-rata tiap tahun mencapai 23,8%. Pada tahun 2010
produksi perikanan budidaya sebesar 6,27 juta ton. Sedangkan
pada tahun 2014 naik mencapai 14,52 juta ton yang terdiri dari:
rumput laut 10,23 juta ton; ikan 3,69 juta ton dan udang 0,59 juta
ton. Adapun nilai produksi sementara pada tahun 2014sebesar Rp.
109,78 trilliun. Atas pencapaian produksi perikanan budidaya
tersebut, Food Agriculture Organization (FAO) menempatkan
2|Rancangan Renstra DJPB 2015-2019
Indonesia sebagai penghasil produksi perikanan budidaya terbesar
ke-2 setelah negara Tiongkok.
2. Produksi ikan hias tahun 2014 mencapai 1,19 miliar ekor. Jenis
ikan hias yang paling dominan adalah ikan koi (26,8%) dikarenakan
harga jual ikan koi yang cukup tinggi, mudah dibudidayakan, serta
pasar yang relatif mudah sehingga menarik minat pembudidaya
ikan hias. Sementara itu nilai produksi untuk ikan hias pada tahun
2014 sebesar Rp. 7,59 trilliun.
3. Sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik(CBIB) dilaksanakan
sebagai upaya untuk memberikan jaminan penerapan CBIB
sehingga proses budidaya dapat menghasilkan produk yang aman
dikonsumsi. Jumlah unit pembudidayaan ikan yang telah memiliki
Sertifikat CBIB hingga tahun 2014 adalah 8.786 unit budidaya,
yang terdiri dari 7.300 unit perorangan, 1.234 unit kelompok dan
252 unit perusahaan. Capaian sertifikasi CBIB tahun 2014
meningkat ....% dibanding tahun 2010 sebesar .... unit.
4. Produksi induk unggul pada tahun 2014 mencapai 15,18 Juta
induk. Pencapaian produksi induk unggul tidak lepas dari
pencanangan Gerakan Penggunaan Induk Unggul (GAUL) dengan
beberapa program diantaranya: perekayasaan induk unggul,
pengembangan sarana dan prasarana produksi induk unggul,
pendayagunaan jaringan pemuliaan induk unggul.
5. Pelaksanaan sertifikasi Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB).
Capaian unit pembenihan bersertifikat CPIB tahun 2014 sebanyak
378 unit yang tersebar di 26 Provinsi di Indonesia baik itu
pembenihan skala kecil (unit pembenihan rakyat, hatchery) maupun
unit pembenihan skala besar (balai benih ikan/udang).
6. Pengembangan unit pembenihan skala besar dan skala kecil. Unit
pembenihan skala besar yang operasional tahun 2014 pencapaian
256 unit yang tersebar di 33 provinsi. Keberadaaan unit
pembenihan skala besar sebagai penyedia induk/calon induk
unggul serta produksi benih bermutu. Sedangkan unit pembenihan
3|Rancangan Renstra DJPB 2015-2019
skala kecil yang operasional pada tahun 2014 mencapai 41.446
unit yang terdiri dari Unit Pembenihan Rakyat (UPR), hatchery dan
pembibit rumput laut yang tersebar di 33 provinsi.
7. Kawasan perikanan budidaya yang memiliki prasarana dan sarana
yang memadai. Realisasi pada tahun 2014 mencapai 589 kawasan
dengan rincian: (i) 198 kawasan budidaya air payau; (ii) 228
kawasan budidaya air tawar; dan (iii)163 kawasan budidaya laut.
8. Pengembangan
Kawasan
Minapolitan
Berbasis
Perikanan
Budidaya pada tahun 2014 telah mencapai 77 kabupaten/kota.
Salahsatu
faktor
keberhasilan
pengembangan
minapolitan
perikanan budidaya komitmen daerah dalam mendorong dan
berperan aktif demi berjalannya program sesuai dengan tujuan
yang diinginkan bersama serta kesiapan Kabupaten/Kota dalam
melaksanakan pengembangan minapolitan berbasis perikanan
budidaya.
9. Pengembangan laboratorium uji kesehatan ikan dan lingkungan
yang memenuhi standar teknis pada tahun 2014 sebanyak 45 unit.
laboratorium berkontribusi dalam memberikan jaminan kesehatan
ikan dan kualitas produk perikanan budidaya yang kemudian akan
berdampak pada meningkatnya kepercayaan pasar terhadap
produk perikanan budidaya.Pemenuhan standar teknis yang
dimaksud merupakan pemenuhan terhadap 4 (empat) unsur
persyaratan dasar teknis yang mengacu pada Good Laboratory
Practices (GLP) yang meliputi:
(i) Gedung; (ii) Sumber Daya
Manusia (SDM); (iii) Peralatan Laboratorium; dan (iv) Metode uji.
10. Penyakit ikan penting yang dapat dikendalikan pada tahun 2014
adalah sebanyak 17 jenis penyakit ikan penting. Pengendalian
penyakit ikan penting diantaranya dilakukan melalui Gerakan
Vaksinasi Ikan (Gervikan)
dan pelaksanaan surveillence dan
monitoring penyakit ikan.
4|Rancangan Renstra DJPB 2015-2019
11. Produk perikanan budidaya yang bebas residu atau dibawah
ambang
batas
residu
yang
diperbolehkan
sesuai
dengan
permintaan pasar dengan perolehan prosentase produk perikanan
budidaya yang bebas residu yaitu sebesar 99,73%. Sasaran lokasi
uji residu adalah sentra produksi perikanan budidaya di 17 provinsi
dengan komoditas udang, nila, bandeng dan lele.
12. Penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) 3
bidang perikanan budidaya sampai dengan tahun 2014 adalah
sebanyak 117 judul dengan rincian: sub bidang kesehatan ikan dan
lingkungan 36 judul, sub bidang prasarana dan sarana 20 judul,
sub bidang perbenihan sebanyak 43 judul, sub bidang produksi
sebanyak 18 judul.
13. Penyaluran kredit Program Perikanan Budidaya tahun 2014 yang
telah direalisasikan adalah sebesar Rp377,8 miliar yang terdiri dari
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) sebesar Rp40,8
miliar dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp336,9 miliar.
14. Pemberdayaan usaha pembudidaya ikan skala kecil dengan
pendekatan stimulasi modal kerja kelompok telah dilaksanakan
melalui program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan
Budidaya (PUMP PB) sejak tahun 2011 sampai 2014 dengan
pencapaian sebanyak ...... kelompok. . PUMP PB merupakan
bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Kelautan dan Perikanan yang tergabung di bawah payung
PNPM Mandiri.
15. Penambahan tenaga kerja baru di bidang perikanan budidaya
Tahun 2014
adalah sebanyak
147.585 orang. Kegiatan yang
mendukung penambahan tenaga kerja baru perikanan budidaya
melalui
kegiatan
Pemberdayaan
masyarakat,
diantaranya:
pemberdayaan masyarakat melalui Pengembangan Usaha Mina
Pedesaan
Perikanan
Budidaya
(PUMP-PB),
Apresiasi
Kelembagaan pokdakan, pengembangan paket model usaha
berbasis
kelompok
masyarakat,
pengelolaan
5|Rancangan Renstra DJPB 2015-2019
saluran
irigasi
partisipatif, pengembangan minapolitan dan percontohan usaha
budidaya.
B.2. Kegiatan Strategis yang Telah Dilakukan
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya mencanangkan industrialisasi perikanan budidaya
sebagai salah satu strategi pembangunan perikanan yang dimulai
pada tahun 2012. Industrialisasi perikanan budidaya adalah integrasi
sistem produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan skala dan kualitas
produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah sumberdaya
perikanan secara berkelanjutan. Tujuan industrialisasi perikanan
budidaya
adalah
untuk
percepatan
pendapatan
pelaku
usaha
perikanan perikanan.
Fokus pengembangan pada 4 (empat) komoditas, yaitu udang,
bandeng, patin dan rumput laut. Pencapaian kinerja pelaksanaan
industrialisasi dijabarkan sebagai berikut:
1. Industrialisasi Udang
Industrialisasi udang pada tahun 2012 dilakukan melalui percontohan
tambak (demfarm) udang seluas 1.000 Ha di 5 (lima) kabupaten, tahun
2013 seluas 520 Ha di 26 kabupaten/kota, dan pada tahun 2014
seluas 5.000 Ha di 4 provinsi. Komponen kegiatan demfarm pada
tahun 2012 meliputi penyediaan plastik mulsa, benur unggul, pakan,
kincir, genset, pompa, penyediaan Pos Pelayanan Kesehatan
Ikan dan Lingkungan Terpadu (POSIKANDU), bantuan peralatan tes
laboratorium dan mobil keskanling sejumlah 3 (tiga) unit serta
rehabilitasi saluran tersier. Sedangkan untuk tahun 2013, sarana yang
disediakan pemerintah meliputi penyediaan pompa, kincir, genset,
plastik mulsa serta rehabilitasi saluran tersier.
Guna
mensukseskan
industrialisasi
udang
maka
pelaksanaan
demfarm udang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun juga
melibatkan mitra dan pokdakan. Keterlibatan mitra dalam pelaksanaan
6|Rancangan Renstra DJPB 2015-2019
demfarm adalah : (i) perbaikan pematang dan pendalaman kolam, (ii)
pendampingan teknis Demfarm/ tambak percontohan memberikan
dampak kenaikan produktivitas, produksi, penyerapan tenaga kerja
serta perluasan lahan usaha Industrialisasi udang tidak hanya
dilaksanakan oleh Pemerintah, namun juga melibatkan mitra/ swasta
dan masyarakat (pokdakan) serta kerjasama dengan lintas
Kementerian/
Lembaga
iii)
pemasangan
instalasi
sektor
listrik,
(iv)
penyediaan gudang, (v) penyediaan tempat penanganan pasca panen,
(vi) penyediaan tenaga pemasangan plastik mulsa, (vii) menjamin
pemasaran udang, (viii) penyediaan/penambahan benur, serta (viii)
melengkapi sarana produksi di demfarm (pakan, benih, dan lain-lain).
Sedangkan keterlibatan Pokdakan adalah penyediaan lahan tambak
dan pengelolaan operasional pemeliharaan udang.
Keberhasilan industrialisasi udang sangat bergantung pada dukungan
lintas sektoral.
Berkenaan dengan hal tersebut, Ditjen Perikanan
Budidaya berkoordinasi dan melakukan kerjasama dengan berbagai
pihak antara lain: (i) Unit kerja Eselon I Internal KKP; (ii) Pemerintah
Daerah; (iii) Kementerian Pekerjaan Umum dalam pembangunan dan
rehabilitasi saluran irigasi tambak serta jalan produksi; (iv) Badan
Pertanahan Negara (BPN) dalam rangka sertifikasi lahan usaha
budidaya, (v) Perbankan (Bank Mandiri, BRI, BNI dan Mandiri Syariah)
dalam
mendukung
pembiayaan
usaha
perikanan
budidaya;(vi)
Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam penyediaan listrik di kawasan
perikanan budidaya; serta (vii) TNI dalam rangka pengamanan lokasi
demfarm.
Outcome
pelaksanaan
kegiatan
industrialisasi
udang
terhadap
kenaikan produksi terlihat dari produksi udang pada 2013 yang
melebihi produksi udang tahun 2012 yaitu sebesar 53,8%. Sementara
itu tenaga kerja yang terserap dari kegiatan industrialisasi di tahun
2012 mencapai 130.000 orang dengan rincian tenaga kerja langsung
sebanyak 125.000 orang dan tenaga kerja tidak langsung sejumlah
5.000 orang.
7|Rancangan Renstra DJPB 2015-2019
Selain itu, kegiatan demfarm telah berhasil meningkatkan produktivitas
tambak menjadi 6 - 10 ton melalui penerapan teknologi semi intensif.
Kondisi tersebut telah memacu semangat pembudidaya untuk
memanfaatkan kembali lahan/ tambak idle. Outcome pelaksana
demfarm 2012 lainnya adalah adanya pertambahan luasan tambak di
beberapa daerah seperti Provinsi Banten dan Jawa Barat (775 ha);
Provinsi DI Yogyakarta (75 ha); dan Jawa Tengah (45 Ha).
2. Industrialisasi Bandeng
Industrialisasi
bandeng
dilakukan
sejak
tahun
2012
melalui
percontohan tambak (demfarm) bandeng seluas 500 Ha di6 (enam)
kabupaten yaitu Kab. Serang (75 Ha), Kab. Tangerang (100Ha), Kab.
Karawang (75 Ha), Kab. Subang (100 Ha), Kab. Indramayu (50 Ha),
dan Kab. Cirebon (100 Ha).
Kegiatan yang mendukung pelaksanaan industrialisasi bandeng pada
tahun 2012 yaitu : (i) bantuan sarana berupa benih dan pakan untuk
lokasi industrialisasi; dan (ii) Pemberian bantuan Pengembangan
Usaha Mina Pedesaan Perikanan Budidaya (PUMP-PB) budidaya
bandeng. Pelaksanaan demfarm budidaya bandeng di wilayah Pantura
Jawa Barat dan Banten telah menunjukkan keberhasilan berupa
peningkatan produksi dan penyerapan tenaga kerja.
Outcome industrialisasi bandeng terlihat dari produksi ikan bandeng
pada tahun 2013 di Provinsi Jawa Barat (lokasi percontohan denfarm)
mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2012 dari produksi
sebesar 74.680 pada tahun 2012 menjadi 96.055 ton pada tahun 2013
atau naik sebesar 28,62%. Begitu pula di Provinsi Banten yang
produksi pada tahun 2012 sebesar 8.739 ton menjadi 11.235 ton pada
tahun 2013 atau naik sebesar 28,55%.Dampak industrialisasi bandeng
secara nasional menaikan produksi bandeng dari 518.939 ton pada
tahun 2012 menjadi 667.116 ton pada tahun 2013.
3. Industrialisasi Rumput Laut
8|Rancangan Renstra DJPB 2015-2019
Pelaksanaan pengembangan industrialisasi rumput laut pada tahun
2012 hingga 2013 dilaksanakan di 9 (sembilan) kabupaten, yaitu (i)
Tahun 2012: Takalar dan Jeneponto (Provinsi Sulawesi Selatan),
Sumbawa (Provinsi NTB), Minahasa Utara (Provinsi Sulawesi Utara),
Parigi Moutong (Provinsi Sulawesi Tengah); dan (ii) Tahun 2013:
Sumenep (Provinsi Jawa Timur), Morowali (Provinsi Sulawesi Tengah),
Rote Ndao (Provinsi NTT) dan Sumba Timur (Provinsi NTT).
Kegiatan yang mendukung pelaksanaan industrialisasi rumput laut
yaitu : (i) Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Budidaya
(PUMP-PB); (ii) Penyediaan kebun bibit; (iii) Percontohan budidaya
rumput laut; (iv) Pengembangan kawasan minapolitan, khususnya
untuk komoditas rumput laut; (v) Pelatihan teknis kegiatan budidaya
rumput laut; (vii) Dukungan dari Eselon I lainnya di KKP berupa
penyediaan sarana pasca panen serta penelitian dan pengembangan;
(viii) Dukungan kementerian dan lembaga lainnya, diantaranya (a)
KPTD melalui penyediaan kebun bibit, penyediaan sarana perahu
ketinting dan pelatihan enterpreneur di lokasi pilot project; (b) Kemko
dan UKM berupa penyediaan modal usaha melalui dana bergulir,
koperasi, PKBL, dan CSR (Coorporate Social Responsibility) dan
fasilitasi temu bisnis; dan (c) Kementerian Perindustrian melalui
pengembangan kompetensi inti industri, pengembangan industri
unggulan, bantuan mesin dan peralatan pengolahan rumput laut.
Dampak pelaksanaan kegiatan industrialisi rumput laut adalah
pencapaian produksi rumput laut di kabupaten lokasi industrialisasi
yang naik secara signifikan yaitu dari total produksi sebesar 647.036
ton sebelum direvitalisasi menjadi 2.156.787 setelah direvitalisasi atau
naik 233,33%.
4. Industrialisasi Patin
Industrialisasi patin di sektor hulu dilaksanakan di 3 (tiga) provinsi yaitu
Provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan dengan pertimbangan
potensi lahan pengembangan di provinsi tersebut. Dukungan kegiatan
9|Rancangan Renstra DJPB 2015-2019
terhadap pelaksanaan industrialisasi patin dilakukan melalui: (i)
Pengembangan Usaha Mina Pedesaan bidang Perikanan Budidaya
(PUMP-PB);(ii)
Pemberian bantuan induk patin; (iii) Percontohan
budidaya patin yang tersebar di Provinsi Jambi (Kab. Batanghari, Kab.
Muaro Jambi dan Kota Jambi); Provinsi Riau (Kab. Kampar, Kab.
Kuansing, Kab. Pelalawan); dan Provinsi Sumatera Selatan (Kab.
Banyuasin, Kab. OKI, Kab. OKU Selatan dan Kab. OKU Timur); (iii)
Pengembangan kawasan minapolitan, khususnya untuk komoditas
patin; (iv) Bantuan excavator, mesin pellet vaksin (Aeromonas
hydrophilla) dan Edwardsella ictaluri serta pembangunan posikandu
(v)
pelatihan
vaksinator
yang
diikuti
oleh
UPT,
Dinas
Provinsi/Kabupaten/Kota; dan (vi) Dukungan Eselon I Lainnya
diantaranya pengembangan lokasi percontohan UPI (Unit Pengolahan
Ikan) fillet patin serta pabrik dan mesin pengolah tepung ikan;
penempatan penyuluh di masing lokasi; pengembangan Iptekmas
patin; dan pengendalian mutu produk patin.Secara keseluruhan,
industrialisasi patin memberikan dampak yang cukup signifikan pada
peningkatan produksi patin nasional.
C. POTENSI DAN PERMASALAHAN
C.1. Potensi
1. Ketersediaan Lahan Perikanan Budidaya
Ketersediaan lahan pengembangan perikanan budidaya meliputi: (a)
budidaya laut, (b) budidaya air payau, (c) budidaya air tawar. Luas lahan
potensial untuk budidaya ikan tercatat sekitar 12 juta hektar dengan
rincian: 8,4 juta hektar untuk budidaya laut; 1,2 juta hektar untuk budidaya
air payau, dan 2,2 juta hektar untuk budidaya air tawar.
Berdasarkan hasil kajian Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Tahun
2004, Indonesia diperkirakan memiliki potensi indikatif sebesar 8,4 juta ha
perairan laut, dimana 3,8 juta ha merupakan potensi efektif yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan perikanan budidaya laut.
10 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
Terdiri dari 775 ribu ha untuk pengembangan KJA ikan/lobster/abalone,
37,2 ribu ha untuk pengembangan karamba tancap ikan, 769,5 ribu ha
untuk pengembangan
pengembangan
budidaya
budidaya
rumput
kekerangan,
laut,
4,7
174,6
juta
ribu
ha
ha
untuk
untuk
pengembangan budidaya teripang dan 1,9 juta ha untuk pengembangan
budidaya tiram mutiara.
Potensi lahan budidaya air tawar terdiri dari lahan budidaya kolam, sawah
(mina padi) dan di perairan umum yang terdiri dari danau, rawa dan
sungai. Untuk potensi lahan budidaya di kolam, dihitung berdasarkan
asumsi luas lahan yang mendapat pasokan air irigasi teknis sebagai
sumber airnya. Dengan memanfaatkan potensi sekitar 20% pasok air
irigasi tersebut, diperkirakan luas potensi lahan untuk budidaya di kolam
adalah sebesar 528.700 ha. Berdasarkan kajian Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya Tahun 2003, potensi lahan untuk pengembangan
budidaya di kolam yang terluas adalah di pulau Jawa, yaitu propinsi Jawa
Timur 92.400 ha, diikuti Jawa Barat 86.700 ha dan Jawa Tengah 83.200
ha. Di wilayah Sumatera, potensi lahan budidaya tawar yang terluas
adalah NAD 29.000 ha, Sumatera Utara 31.800 ha dan Sumatera Barat
24.300 ha. Di Indonesia bagian Timur, potensi lahan untuk kolam yang
terbesar adalah Sulawesi Selatan 34.800 ha.
Potensi lahan budidaya ikan di perairan umum, meliputi budidaya di
danau, rawa dan sungai. Budidaya perikanan di perairan umum harus
dilakukan secara ramah lingkungan, produktif, serta sesuai dengan
penggunaan perairan umum untuk keperluan lainnya. Sedangkan potensi
lahan budidaya di sawah atau lebih dikenal dengan sebutan budidaya
mina padi, masih sangat besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Diperkirakan di seluruh Indonesia terdapat potensi sawah untuk
pengembangan budidaya minapadi sekitar 1,5 juta ha.
11 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
2. Tenaga Kerja Perikanan Budidaya
Jumlah penduduk yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan
merupakan potensi tenaga kerja perikanan budidaya, terlebih lagi
penduduk yang tinggal di daerah pesisir. Sampai pada tahun 2014
terdapat lebih dari 4 juta orang menggantungkan hidup pada kegiatan
perikanan budidaya. Jumlah tenaga kerja tersebut diprediksi akan terus
bertambah seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan angkatan
kerja.
Apabila jumlah penduduk yang besar dapat ditingkatkan pengetahuan dan
keterampilannya mengenai perikanan budidaya, maka ini dapat secara
langsung menunjang peningkatan produksi perikanan budidaya. Selain itu,
peningkatan jumlah lulusan perguruan tinggi perikanan menunjukkan
bahwa potensi tenaga kerja terdidik di bidang perikanan budidaya akan
semakin tinggi.
3.Teknologi Perikanan Budidaya
Banyak paket teknologi penelitian dan perekayasaan di bidang perikanan
budidaya yang dapat dimanfaatkan oleh pembudidaya ikan untuk
meningkatkan kuantitas, kualitas, dan produktivitas perikanan budidaya
secara efisien. Berbagai spesies ikan komersial sudah berhasil di
budidayakan seperti kerapu, kakap, ikan hias. Program broodstock center
perikanan budidaya telah menghasilkan induk varietas unggul berbagai
spesies dan benih berkualitas tinggi. Keberhasilan dalam produksi vaksin,
probiotik dan immunostimulan untuk ikan/udang, diterbitkannnya Standar
Nasional Indonesia bidang perikanan budidaya, serta tersebarnya
laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan utamanya untuk deteksi dini
penyakit ikan yang dimiliki oleh pemerintah, swasta, maupun perguruan
tinggi menambah optimis usaha di bidang perikanan budidaya akan terus
tumbuh.
12 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
4. Potensi Pertumbuhan Penduduk, Daya Beli dan Permintaan Pasar
Menurut publikasi Badan Pusat Statistik pada bulan Agustus 2010, jumlah
penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus adalah sebanyak 237,56
juta orang, dengan laju pertumbuhan penduduk sebanyak 1,49 persen per
tahun. Jumlah penduduk yang sangat besar merupakan pasar dalam
negeri yang potensial bagi produk perikanan khususnya perikanan
budidaya.
Pencapaian
keberhasilan
pembangunan
ekonomi
akan
berdampak pada peningkatan pendapatan per kapita masyarakat yang
akan berimplikasi pada peningkatan daya beli dan konsumsi masyarakat,
termasuk komoditas perikanan.
Masih rendahnya konsumsi masyarakat akan produk perikanan membuka
peluang bagi peningkatan volume produksi dan diversifikasi produk
perikanan di Indonesia. Namun hal tersebut harus diikuti dengan upaya
peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya makan ikan serta
menjamin kualitas produk perikanan yang aman dikonsumsi sesuai
dengan permintaan pasar.
Produk perikanan Indonesia juga berpeluang untuk dipasarkan ke pasar
internasional seiring dengan pemberlakuan pasar bebas di era gloalisasi.
Terbukanya pasar luar negeri harus disertai dengan upaya pemenuhan
persyaratan negara pengimpor terutama terkait dengan keamanan
pangan. Perikanan Budidaya terus dibangun dan dikembangkan dengan
pola pikir industrialisasi, guna meningkatkan daya saing serta nilai tambah
dalam menghadapi era pasar global, serta tuntutan pengelolaan
sumberdaya perikanan yang lebih bertanggung jawab.
C.2. Permasalahan
Program peningkatan
produksi
perikanan
budidaya
yang
telah
dilaksanakan selama kurun waktu 2015-2019 telah menunjukkan hasil
yang nyata. Namun demikian, pembangunan perikanan budidaya masih
dihadapkan pada sejumlah tantangan global dan permasalahan yang
menuntut perubahan paradigma dan desain percepatan pembangunan
13 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
perikanan budidaya. Permasalahanyang dihadapi dalam pembangunan
perikanan budidaya sebagai berikut.
1. Pengembangan sistem produksi
a. Penyebaran informasi dan implementasi teknologi anjurananjuran
belum seluruhnya menyentuh unit-unit usaha budidaya yang ada
di Indonesia. Hal ini disebabkan masih terbatasnya jumlah pelaku
pembina khususnya yang ada di daerah.Kondisi jarak beberapa
lokasi binaan yang jauh, sehingga pada kawasan-kawasan
tertentu khususnya budidaya laut pembinaan dan pendampingan
teknologi belum bisa dilakukan secara intensif.
b. Percepatan
Sertifikasi
CBIB
terkendala
akibat
kurang
optimalnya sosialisasi, pembinaan penerapan CBIB yang
dilakukan oleh fasilitator/Dinas kepada unit pembudidyaan
ikan, masih minimnya pemahaman pembudidaya tentang
standar dan kriteria CBIB, serta sertifikat CBIB belum memiliki
nilai tambah bagi pembudidaya yang telah menerapkan
standar
maupun
kriteria
CBIB
karena
rendahnya
keberterimaan Sertifikat CBIB di UPI;
c. Harga pakan ikan terdaftar realatif mahal, karena sebagian
besar bahan baku diimpor, yang terpengaruh nilai tukar dolar
dan
“3F”
(Food,
pembudidaya
Feed
masih
&
Fuel),
menggunakan
akibatnya
pakan
sebagian
yang
belum
terdaftar, yang umumnya bermutu rendah dan harga relatif
lebih murah.
2. Pengembangan sistem perbenihan
Informasi dan distribusi induk unggul serta benih berkualitas menjadi
salah satu kendala dalam pengembangan sistem perbenihan. Hal ini
terjadi karena masih lemahnya sistem informasi ketersediaan dan
distribusi yang ada di masyarakat.
14 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
Pengembangan sistem perbenihan juga terkendala pada kurangnya
pemanfaatan sarana dan prasarana yang telah dibangun, terutama
pemanfaatan BBI/BBIP/BBUG yang dibangun diakibatkan oleh
kurangnya SDM yang berkualitas.
3. Pengembangan sistem sarana dan prasarana
Kendala utama dalam pengembangan sistem prasarana adalah
ketersediaan prasarana yang masih terbatas, seperti saluran air baik
input/output
yang
mengalami
kerusakan/pendangkalan,
sulitnya
jaringan listrik yang masuk ke lokasi budidaya, sulitnya akses jalan
produksi ke lokasi budidaya, dsb. Selain prasarana, keterbatasan
sarana budidaya juga menjadi kendala dalam pengembangan system
prasarana dan sarana budidaya. DJPB mencoba memberikan
stimulus dengan memberikan bantuan seperti KJA, excavator dan
mesin pelet. Namun demikian, dalam pelaksanaan di lapangan
terkendala dalam biaya operasional seperti ketersediaan benih dan
pakan untuk KJA, ketersediaan biaya mobilitas untuk excavator dan
ketersediaan bahan baku pembuat pelet untuk mesin pelet.
4. Pengembangan sistem usaha
Salah satu kendala pengembangan sistem usaha adalah permodalan,
terutama untuk pengembangan budidaya air payau atupun budidaya
laut yang memerlukan modal yang cukup besar. Kepercayaan
perbankan yag masih kecil terhadap pembudidaya serta persyaratan
perbankan yang cukup sulit menjadikan akses permodalan bagi
pembudidaya mengalami kesulitan. Kendala lainnya adalah sistem
pengelolaan kelembagaan pokdakan yang belum berkembang dengan
baik sehingga melemahkan posisi tawar pembudidaya dalam hal
pemasaran.
15 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
5. Pengembangan sistem kesehatan ikan dan lingkungan
Penyakit masih menjadi kendala utama dalam pengembangan sistem
kesehatan ikan. Selain itu, penurunan kualitas lingkungan perairan
juga menjadi kendala tersendiri akibat pencemaran dari aktifitas usaha
sektor lain yang tidak terkendali.
16 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
BAB II
VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS
A. VISI-MISI PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN
PERIKANAN
Visi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 20152019 adalah sebagai berikut:
“Mewujudkan Sektor Kelautan dan Perikanan yang, Mandiri,
Maju, Kuat, dan Berbasiskan Kepentingan Nasional”
Sedangkan
misi
yang
akan
dilaksanakan
KKP
dalam
untuk
mewujudkan visi tersebut adalah:
1.
Mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang
berdaulat guna menopang kemandirian ekonomi dengan
mengamankan sumberdaya kelautan dan perikanan, dan
mencerminkan
kepribadian
Indonesia
sebagai
negara
kepulauan.
2.
Mewujudkan
pengelolaan
sumberdaya
kelautan
dan
perikanan yang berkelanjutan.
3.
Mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang
sejahtera,
maju,
mandiri,
serta
berkepribadian
dalam
kebudayaan.
B. VISI MISI PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA
Sebagai bagian dari unit kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya bertanggung jawab untuk
membantu tugas Menteri dalam menyelenggarakan pembangunan di
bidang perikanan budidaya. Adapun visi dan misi dari pembangunan
perikanan budidaya 2015-2019 yang ingin diwujudkan oleh Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya adalah sebagai berikut:
17 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
1. Visi Pembangunan Perikanan Budidaya
“Mewujudkan Perikanan Budidaya yang Mandiri, Berdaya saing
dan Berkelanjutan Berbasiskan Kepentingan Nasional ”
2. Misi Pembangunan Perikanan Budidaya
Misi yang akan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya dalam mewujudkan visi di atas adalah sebagai berikut:
1) Mewujudkan kemandirian perikanan pembudidaya melalui
pemanfaatan
sumberdaya
berbasis
pemberdayaan
2) Mewujudkan produk perikanan budidaya
berdaya saing
masyarakat.
melalui peningkatan teknologi inovatif.
3) Memanfaatkan sumberdaya perikanan budidaya secara
berkelanjutan
C. TUJUAN
Tujuan pembangunan perikanan budidaya adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Pembudidaya Ikan
2) Mewujudkan Kelestarian Sumberdaya Perikanan Budidaya
D. SASARAN STRATEGIS
Sasaran strategis pembangunan perikanan budidaya berdasarkan
tujuan yang akan dicapai dijabarkan dalam empat perspektif dengan
masing-masing IKU sebagai berikut:
18 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
 Stakeholder Perspective
1. Meningkatnya kesejahteraan masyakarat Perikanan Budidaya
 Customer Perspective
2. Meningkatnya pengelolaan perikanan budidaya yang
berkelanjutan
3. Meningkatnya produktivitas usaha bagi kesejahteraan
masyarakat perikanan budidaya

Internal Process Perspective
4. Tersedianya kebijakan pembangunan perikanan budidaya yang
mendukung kesejahteraan
5. Terselenggaranya tata kelola pemanfaatan sumberdaya
perikanan budidaya yang berdaya saing dan berkelanjutan
6. Terselenggaranya pengendalian sistem budidaya secara efektif
 Learning & Growth Perspective
7. Terwujudnya ASN Ditjen PB yang kompeten, profesional dan
berkepribadian
8. Tersedianya informasi bidang perikanan budidaya yang valid,
handal dan mudah diakses
9. Terwujudnya pranata dan kelembagaan birokrasi Ditjen PB
yang berkepribadian
10. Terkelolanya anggaran pembangunan secara efisien dan
akuntabel di Ditjen Perikanan Budidaya
19 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
20 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
BAB III
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI
DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
A. ARAH KEBIJAKAN
Arah kebijakan pembangunan perikanan budidaya tahun 2015-2019
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemandirian dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
budidaya
2. Meningkatkan
daya
saing
dan
potensi
ekonomi
sumberdaya
perikanan budidaya
3. Meningkatkan kelestararian dan keberlanjutan dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan budidaya.
B. PROGRAM KEGIATAN
Penjabarah lebih lanjut arah kebijakan pembangunan perikanan budidaya
2015 -2019, dirumuskan dalam program kegiatan,
yang sekaligus
mewadahi unit kerja penanggung jawab program kegiatan tersebut,
sebagai berikut :
PROGRAM
:
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Budidaya
KEGIATAN
1
Pengelolaan Sistem Prasarana Perikanan Budidaya
2
Pengelolaan Sistem Kesehatan Ikan dan Lingkungan
3
Pengelolaan Sistem Perbenihan Ikan
4
Pengelolaan Sistem Pembudidayaan Ikan
5
Pengelolaan Sistem Usaha Perikanan Budidaya
6
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis
Lainnya
21 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
C. STRATEGI
Strategi yang ditempuh untuk mewujudkan arah kebijakan pembangunan
perikanan budidaya tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemandirian dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
budidaya, dilaksanakan dengan strategi:
a. Memperkuat kemandirian kawasan dan pengelolaan sarana
perikanan budidaya, dengan komponen kegiatan utama:
i.
Mengembangkan Gerakan Pakan Ikan Mandiri (Gerpari)
dengan mendorong kemandirian kelompok yang memproduksi
pakan mandiri dan mengembangkan bahan baku pakan lokal
serta penyediaan sarana produksi pakan;
ii.
Mengembangkan
industri
perbenihan
nasional
untuk
pemenuhan kebutuhan induk dan benih bermutu secara
mandiri dengan mengoptimalkan fungsi UPT dan UPTD serta
unit pembenihan masyarakat;
iii.
Pengembangan kawasan perikanan budidaya (minapolitan)
dengan mengintegrasikan rantai produksi dari hulu sampai
hilir untuk efisiensi produksi;
iv.
Pengembangan
rekombinan,
sarana
vaksin,
input
enzim,
produksi
probiotik,
inovatif
(protein
immunostimulan,
rekayasa genetik, automatic feeder, karamba bulat dll.);
v.
Mendorong
tumbuhnya
industri
penghasil
sarana/peralatan/mesin perikanan budidaya di dalam negeri
sesuai standar;
b. Memperkuat kemandirian kelompok dan kelembagaan usaha
perikanan budidaya, dengan komponen kegiatan utama:
i.
Penguatan
kelembagaan
kelompok
pembudidaya
dan
pembenih ikan sehingga menjadi kelompok yang mandiri;
ii.
Penguatan akses permodalan usaha pembudidaya ikan skala
kecil serta peningkatan minat investasi pembudidaya skala
besar;
22 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
iii.
Peningkatan
kemitraan
usaha
perikanan
potensi
ekonomi
budidaya
/Aquaculture incorporated;
2. Meningkatkan
daya
saing
dan
sumberdaya
perikanan budidaya, dilaksanakan dengan strategi:
a. Meningkatkan daya saing produk perikanan budidaya, dengan
komponen kegiatan utama:
i.
Peningkatan kualitas induk dan benih melalui sertifikasi Cara
Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB);
ii.
Pelaksanaan sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB);
iii.
Modernisasi sistem pembudidaya ikan yang efektif dan efisien
berbasis teknologi anjuran;
iv.
Revitalisasi lahan marjinal dan ekstensifikasi;
v.
Peningkatan kapasitas prasarana (infrastruktur) perikanan
budidaya yang efisien;
vi.
Pengembangan Pos Pelayanan Kesehatan Ikan Terpadu
(Posikandu) dalam rangka pencegahan
Early Warning System
(vaksinasi)
penyakit di sentra-sentra
dan
produksi
budidaya;
vii.
Modernisasi sistem produksi pembudidayaan ikan mendukung
industrialisasi;
viii.
Pengembangan
komoditas
unggulan
(driven
market
commodity);
ix.
Segmentasi usaha perikanan budidaya.
b. Peningkatan potensi ekonomi perikanan perikanan budidaya
i.
Pengembangan industrialisasi marikultur secara intensif dan
berkelanjutan;
ii.
Peningkatan kuantitas dan kualitas ikan non konsumsi (ikan
hias, karang buatan, tanaman hias dll);
iii.
Pengembangan sentra budidaya baru dengan percontohan
kawasan/klaster;
23 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
3. Pelestarian dan keberlanjutan sumberdaya perikanan budidaya, akan
dilaksanakan melalui strategi penataan pengelolaan budidaya ikan
berkelanjutan, dengan komponen kegiatan:
i.
Penerapan teknologi budidaya yang efisien dan ramah lingkungan
dan sesuai dengan daya dukung;
ii.
Pengembangan Culture Based Fisheries (CBF) dengan pendekatan
komoditas multi-trophic level.
iii.
Penerapan IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture);
iv.
Backyard Aquaculture (budidaya di pekarangan) dan pemanfaatan
lahan marginal;
v.
Pengembangan komoditas ikan spesifik lokal unggulan dan species
ikan tahan perubahan lingkungan;
vi.
Pengembangan minapadi komoditas ekonomis (ugadi, ugamedi,
ugaladi).
vii.
Pengendalian plasma nutfah induk dan benih;
viii.
Rehabilitasi
lingkungan
sentra
produksi
perikanan
budidaya
(waduk, danau, lingkungan tambak/silvo fisheries).
Disamping arah kebijakan dan pelaksanaan strategi di atas, pada
periode 2015-2019 Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya juga
diberikan mandat untuk melaksana quickwins dan program lanjutan.
Quickwins merupakan langkah inisiatif yang mudah dan cepat dapat
dijadikan contoh dan acuan masyarakat tentang arah pembangunan
yang sedang dijalankan, sekaligus untuk meningkatkan motivasi dan
partisipasi masyarakat.
Adapun rancangan program quickwins Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya
2015-2019
difokuskan
pada
Membangun
Gerakan
Kemandirian Pembudidayaan Ikan melalui:
a. Penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) untuk 20.000
pembudidaya sampai tahun 2019.
24 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
b. Penjaminan mutu benih di Unit Pembenihan Rakyat (UPR) dan
unit pembenihan lainnya pada 900 unit pembenihan sampai
tahun 2019.
c. Pengembangan 100 Kebun Bibit rumput laut dengan kultur
jaringan sampai tahun 2019.
d. Penerapan teknologi biofloc budidaya lele dan patin di 24 lokasi
sampai tahun 2019.
Sedangkan
rancangan
program
lanjutan
Direktorat
Jenderal
Perikanan Budidaya yang dimandatkan pada periode 2015-2019
adalah Pengembangan budidaya laut di Keramba jaring Apung (KJA),
pengembangan pakan mandiri, pengembangan sarana prasarana
perikanan budidaya.
D. KERANGKA REGULASI
Untuk melaksanakan arah kebijakan dan strategi pembangunan perikanan
budidaya periode 2015-2019 diperlukan kerangka regulasi dalam rangka
penyelenggaraan
tatakelola
pembangunan
yang
sesuai
dengan
kebutuhan. Beberapa kerangka regulasi yang akan disusun diantaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pembudidayaan Ikan;
2.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pemberdayaan
Pembudidaya Ikan Skala Kecil.
E. KERANGKA KELEMBAGAAN
Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan dan strategi pembangunan
perikanan budidaya tahun 2015-2019, diperlukan penguatan kelembagaan
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Kelembagaan kelompok usaha perikanan budidaya, termasuk unit
pembenihan skala kecil, menjadi kelompok yang berbadan hukum
25 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
sehingga dapat lebih mudah mengakses permodalan terutama dari
perbankan serta memperkuat daya saing usaha perikanan
budidaya.
2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan setifikasi Cara Budidaya
Ikan yang Baik (CBIB) dan Cara Pembenihan Ikan yang Baik
(CPIB) diperlukan
dukungan
kelembagaan
di daerah
yang
didelegasikan untuk melakukan kegiatan sertiifkasi.
3. Untuk mendorong gerakan pengembangan pakan ikan mandiri
berbahan baku lokal, diperlukan dukungan kelembagaan yang lebih
kuat di Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya untuk melakukan
koordinasi lintas sektor sesuai dengan kewenangan masing-masing
lembaga.
4. Kelembagaan unit pembenihan skala besar di daerah yakni Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) baik tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota perlu diperkuat kelembagaannya.
5. Dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan perikanan
budidaya, diperlukan dukungan kelembagaan yang lebih kuat untuk
mendorong percepatan kinerja dan koordinasi lintas sektor.
26 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
BAB IV
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
A. TARGET KINERJA
Untuk mengukur dan mengevaluasi hasil pembangunan perikanan
budidaya selama periode 2015 – 2019, Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya telah merumuskan dan menetapkan target indikator dan
sasaran strategis 2015 - 2019, sebagai target kondisi yang ingin dicapai
secara nyata serta mencerminkan pengaruh yang ditimbulkan oleh
adanya hasil (outcome/impact), dari satu atau beberapa kegiatan yang
dilaksanakan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Adapun Indikator
Sasaran Strategis , Indikator Kinerja Program/Utama, serta Indikator
Kinerja Kegiatan Ditjen Perikanan Budidaya adalah sebagai berikut :
Tabel.
:....
SASARAN STRATEGIS DAN
INDIKATOR KINERJA
TARGET / TAHUN
2015
2016
2017
2018
2019
STAKEHOLDER PERSPECTIVE
SS1. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat perikanan budidaya
1.
Nilai Tukar Pembudidaya
102,00
102,25
102,50
102,75
103,00
Ikan
2.
Pertumbuhan
PDB
7,00
7,05
7,10
7,15
7,20
Perikanan (%)
CUSTOMER PERSPECTIVE
SS2. Meningkatnya pengelolaan perikanan budidaya yang berkelanjutan
3.
Jumlah kawasan budidaya
yang
penyakit
ikan
3
4
6
8
10
pentingnya
dapat
dikendalikan
melalui
surveillance (kawasan)
SS3. Meningkatnya produktivitas usaha bagi kesejahteraan masyarakat perikanan budidaya
4.
Jumlah Produksi perikanan
17,90
19,46
22,80
26,72
31,32
budidaya (Juta Ton)
5.
Jumlah ikan Hias (milyar
1,70
1,90
2,10
2,30
2,50
ekor)
6.
Jumlah tenaga kerja baru 168.000
362.000
584.000
840.000
1.135.000
perikanan budidaya (orang)
7.
Jumlah Investasi bidang
23.500
24.000
24.500
25.000
25.500
perikanan budidaya (Rp.
Milyar)
8.
Jumlah
kredit
program
135
325
575
925
1.390
bidang perikanan budidaya
(Rp. Milyar)
27 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
SASARAN STRATEGIS DAN
INDIKATOR KINERJA
TARGET / TAHUN
2015
2016
2017
2018
INTERNAL PERSPECTIVE
pembangunan perikanan budidaya yang
2019
SS4. Tersedianya kebijakan
mendukung
kesejahteraan
9.
Jumlah
Rancangan
2
4
6
9
12
Standar Kompetensi Kerja
Nasional
Indonesia
(Rancangan; kumulatif)
10. Jumlah RSNI 3 Bidang
27
30
32
35
37
perikanan budidaya
11. Jumlah Draft peraturan
5
6
6
6
7
perundang-undangan
perikanan budidaya
SS5. Terselenggaranya tata kelola pemanfaatan sumberdaya perikanan budidaya yang
berdaya saing dan berkelanjutan
12. Jumlah
laboratorium
60
57
63
71
81
Penyakit,
Kualitas
air,
Pakan dan Residu yang
memenuhi standar teknis
(unit; kumulatif)
13. Jumlah hasil perekayasaan
69
73
79
91
95
teknologi terapan bidang
perikanan budidaya (paket
teknologi)
14. Jumlah unit perbenihan
420
540
670
820
990
rakyat (UPR dan HSRT)
dan unit perbenihan skala
besar yang bersertifikat
(unit; kumulatif)
15. Jumlah sentra kebun bibit
22
36
72
93
133
rumput laut (sentra)
16. Jumlah
kawasan
85
100
115
130
145
Minapolitan
perikanan
budidaya
(Kab./Kota;
kumulatif)
17. Panjang saluran tambak 100.000
210.000
328.000
459.000
599.000
yang
dikelola
secara
partisipatif (meter lari)
18. Unit Pembudidayaan ikan
8.200
9.000
10.700
12.300
14.000
bersertifikat CBIB (unit;
kumulatif)
19. Jumlah
lokasi
24
24
24
24
24
pengembangan teknologi
anjuran (sistem biofloc)
untuk
produktifitas
budidaya lele, nila dan
patin
20. Jumlah kelompok produsen
15
15
15
15
15
pakan ikan mandiri
SS6. Terselenggaranya pengendalian sistem budidaya secara efektif
21. Jumlah Obat Ikan yang
250
260
271
282
295
terjamin, mutu, keamanan
dan
khasiatnya
(obat;
kumulatif)
28 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
SASARAN STRATEGIS DAN
INDIKATOR KINERJA
22.
TARGET / TAHUN
2015
4.200
2016
4.300
2017
4.400
2018
4.500
2019
Jumlah sampel produk
4.600
perikanan budidaya yang
tingkat
keberterimanya
96%
23. Jumlah jenis pakan ikan
800
850
900
950
1.000
yang terjamin mutunya
(jenis; kumulatif)
24. Jumlah
unit
usaha
650
700
750
800
850
budidaya yang memperoleh
layanan perizinan (unit;
kumulatif)
LEARN AND GROWTH PERSPECTIVE
SS7. Terwujudnya ASN Ditjen PB yang kompeten, profesional dan berkepribadian
25. Indeks
Kesenjangan
<15%
<14%
<13%
<12%
<10%
Kompetensi pejabat eselon
II dan III lingkup Ditjen PB
(%)
SS8. Tersedianya data dan informasi bidang perikanan budidaya yang valid, handal dan
mudah diakses
26. Tingkat
kematangan
2,00
3,00
4,00
5,00
5,00
pengelolaan
data
dan
informasi Ditjen Perikanan
Budidaya
SS9. Terwujudnya pranata dan kelembagaan birokrasi Ditjen PB yang berkepribadian
27. Nilai Reformasi Birokrasi
BB
BB
A
A
AA
Ditjen PB
28. Kategori
SAKIP
Ditjen
A
A
A
AA
AA
Perikanan Budidaya
SS10. Terkelolanya anggaran pembangunan secara efisien dan akuntabel di Ditjen
Perikanan Budidaya
29. Opini
atas
Laporan
WTP
WTP
WTP
WTP
WTP
Keuangan Ditjen Perikanan
Budidaya
30. Nilai
kinerja
anggaran
Baik
Baik
Baik
Sangat
Sangat
Ditjen PB (%)
(80-90%) (80-90%) (80-90%)
Baik
Baik
(90(90-100%)
100%)
B. KERANGKA PENDANAAN
Untuk dapat melaksanakan arah kebijakan, strategi dan kegiatan
pembangunan perikanan budidaya menuju tercapainya sasaran target dan
indikator kinerja sebagaimana telah dirumuskan sebelumnya, diperlukan
kerangka pendanaan / pembiayaan yang memadai guna
terget tersebut.
tercapainya
Anggaran yang diperlukan untuk pembangunan
perikanan budidaya, idealnya merupakan sinergitas dari berbagai sumber
pembiayaan seperti dari Pemerintah (APBN dan APBD), swasta,
29 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
BUMN/BUMD, perbankan dan lembaga keuangan lain, hibah / bantuan
luar negeri serta masyarakat.
Sinergitas
berbagai
sumber
pembiayaan
sangat
diperlukan
mengingat peran pemerintah yang dibatasi oleh ketersediaan anggaran,
tugas serta kewenangan.
Dana APBN hanya bersifat stimulus yang
difokuskan untuk kegiatan pokok yang menjadi kewenangan pusat,
sementara APBD lebih diarahkan untuk membiayai kegiatan pendukung di
tingkat daerah. Adapun prakiraan kebutuhan biaya pembangunan
perikanan budidaya selama periode 2015 – 2019 tercantum seperti tabel
dibawah.
Tabel....
Sumber
Kebutuhan Anggaran (Rp. Milyar)
Dana
2015
2016
2017
2018
2019
APBN *)
1.078,770
1.048,550
1.167,000
1.325,660
1.518,330
APBD
(DAK) Bid,
Budidaya
2.150,000
2.365,000
2.601,500
2.861,650
3.147,800
Swasta,
114.621,730 134.944,057 159.894,924 189.180,575 222.273,323
Perbankan,
CSR , Dll
Total
117.850,500 138.357,607 163.663,424 193.367,885 226.939,453
Ket *) : Kebutuhan anggaran sesuai RPJMN 2015-2019
30 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Rencana Strategis (RENSTRA) Pembangunan Perikanan Budidaya 20152019 merupakan rencana lima tahunan yang digunakan sebagai acuan
dalam penyusunan Rencana Kerja dan Rencana Kegiatan dan Anggaran
dalam
pelaksanaan
Program
Pengelolaan
Sumberdaya
Perikanan
Budidaya 2015-2019, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat
maupun daerah.
5.2
Monev dan Pelaporan
Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
merupakan upaya untuk menjawab dan memenuhi tantangan dan
kebutuhan dalam rangka melaksanakan siklus manajemen pembangunan
secara utuh. Tersedianya sistem monitoring dan evaluasi (monev) yang
handal akan memberikan kontribusi nyata guna berjalannya siklus umpan
balik pada tahap perencanaan yang pada ahirnya akan meningkatkan
kualitas
perencanaan
pembangunan,
pembangunan.
khususnya
terhadap
Sistem
program
dan
monev
kinerja
kegiatan
yang
dituangkan dalam dokumen perencanaan, perlu terus dikembangkan agar
lebih
bermanfaat
bagi
manajemen
pembangunan.
Dengan
berkembangnya jumlah satker lingkup Ditjen Perikanan Budidaya, maka
diperlukan suatu sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
kegiatan yang diharapkan dapat menjadi database untuk mengetahui
perkembangan pelaksanan kegiatan secara berkala dalam rangka
mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
Sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan
pembangunan perikanan budidaya meliputi (i) monitoring, (ii) evaluasi dan
(iv) pelaporan. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program dilakukan
31 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
kepada seluruh satuan kerja yang melaksanakan program dan kegiatan
pembangunan di Pusat dan Daerah, baik yang dibiayai APBN (Kantor
Pusat, Kantor Daerah, Dekonsentrasi, Tugas Perbantuan), DAK maupun
Pinjaman/Hibah Luar Negeri, atau yang dibiayai dari sumber dana
tertentu atau khusus, sebagai berikut:
1.
Monitoring merupakan pemantauan yang dilakukan untuk memastikan
apakah
input
dimanfaatkan
atau
dan
sumberdaya
apakah
yang
kegiatan
tersedia
yang
telah
optimal
dilaksanakan
telah
menghasilkan output, outcome, benefit dan impact yang diharapkan.
Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk mengamati perkembangan
pelaksanaan
rencana
pembangunan,
mengidentifikasi
serta
mengantisipasi permasalahan yang timbul atau akan timbul untuk
dapat diambil tindakan sedini mungkin. Oleh karenanya monitoring
dapat dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung (on-going
project) dan pada saat kegiatan sudah operasional.
2.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah pengelolaan suatu
kegiatan telah dilaksanakan secara benar sesuai rencana, norma
serta ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku, sehingga
dari hasil monitoring tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai
umpan balik bagi pimpinan untuk mengambil keputusan sebagai
tindak lanjutnya antara lain adalah (i) perbaikan kegiatan yang sedang
berjalan; (ii) pemecahan masalah yang dihadapi; dan (iii) perbaikan
rencana yang akan datang. Evaluasi yang dilakukan dapat dilakukan
pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan serta tahap pasca
pelaksanaan yang dilakukan secara berkala.
3.
Pelaporan
hasil
kegiatan
pembangunan
perikanan
budidaya
merupakan salah satu media penyampaian informasi terhadap
serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak dari persiapan kegiatan
sampai pada akhir pelaksanaan. Melalui laporan yang baik akan dapat
dilihat sejauhmana perkembangan pelaksanaan, hasil pelaksanaan
32 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
dan tingkat keberhasilannya sehingga memberikan informasi yang
cepat, tepat, dan akurat kepada pemangku kepentingan. Di dalam
pelaksanaannya, kegiatan pelaporan dilakukan secara berkala dan
berjenjang.
Sangat disadari masih banyak kekurangan dalam rancangan ini,saran dan
masukan sangat kami harapkan guna penyempurnaandokumen Rencana
Strategis Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan
dan Perikanan Tahun 2015-2019.
Jakarta, September 2015
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
33 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
LAMPIRAN
34 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
Lampiran 1. Sasaran Produksi Perikanan Budidaya 2015 – 2019 menurut
Komoditas
No.
TAHUN (TON)
KOMODITAS
2015
JUMLAH
1
2016
2017
2018
2019
17 900 000
19 455 000
22 795 000
26 716 000
31 319 000
827 100
934 000
1 030 400
1 134 700
1 248 800
Udang Windu
208 900
219 300
230 300
241 800
253 900
Udang Vanamei
535 200
599 500
671 400
752 000
842 200
Udang Lainnya
83 000
115 200
128 700
140 900
152 700
Udang
Kenaikan/
th (%)
15,07
10,86
5,00
12,00
17,09
2
Kerapu
45 900
50 400
55 500
61 000
67 100
3
Kakap
312 500
375 400
450 200
491 500
589 800
4
Bandeng
1 210 800
1 356 900
1 492 500
1 641 900
1 779 900
5
Ikan Mas
558 700
626 500
679 900
723 500
785 800
6
Nila
1 656 600
1 822 200
2 004 500
2 204 900
2 500 600
7
Gurame
160 300
197 400
203 700
221 500
240 800
8
Patin
604 700
725 600
870 800
1 044 900
1 149 400
9
Lele
1 058 400
1 217 100
1 399 700
1 609 600
1 770 600
10
Rumput Laut
10 600 000
11 107 000
13 390 000
16 171 000
19 544 000
11
Bawal Bintang
1 900
2 000
2 600
3 800
5 500
12
Kekerangan
233 700
348 200
453 600
570 000
715 100
13
Tawes
32 600
39 100
46 900
56 300
64 800
-
Nilem
31 900
36 700
42 200
48 500
55 800
-
Toman
28 300
32 600
37 500
43 100
49 600
-
Gabus
15 800
18 100
20 900
24 000
27 600
-
Lainnya
520 800
565 800
614 100
665 800
723 800
14
35 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
9,96
17,31
10,12
8,92
10,85
10,95
17,50
13,75
16,74
31,54
32,60
8,58
Lampiran 2.
Provinsi
Sasaran Produksi Perikanan Budidaya 2015-2019 per
Provinsi
No
JUMLAH
2015
2016
Tahun (TON)
2017
2018
2019
17.900.048
19.455.053
22.795.058
26.716.064
31.319.072
97.757
109.806
121.759
133.376
147.347
Kenaikan
(%/th)
15,07
1
ACEH
2
SUMATERA UTARA
373.194
418.076
466.964
518.535
581.757
11,74
3
SUMATERA BARAT
346.513
391.301
430.781
474.969
527.036
11,06
4
RIAU
115.812
132.819
150.886
170.812
187.835
12,86
5
KEPULAUAN RIAU
121.073
140.887
166.587
186.349
219.801
16,11
6
JAMBI
118.419
138.416
161.790
189.360
209.632
15,38
7
SUMATERA SELATAN
696.839
802.517
924.538
1.066.957
1.183.768
14,18
8
KEP. BANGKA BELITUNG
10.362
13.867
17.229
20.970
25.399
25,23
9
BENGKULU
78.580
87.489
96.567
106.325
118.853
10,90
10
LAMPUNG
272.236
316.974
363.361
412.839
468.190
14,52
11
DKI JAKARTA
48.050
61.950
76.105
88.811
107.690
22,43
12
BANTEN
175.055
207.352
248.860
296.230
352.108
19,09
13
JAWA BARAT
1.669.694
1.884.822
2.107.792
2.353.632
2.619.298
11,92
14
JAWA TENGAH
605.682
676.925
760.352
855.863
957.293
12,12
15
DI YOGYAKARTA
112.217
129.900
144.760
162.511
179.115
12,42
16
JAWA TIMUR
1.415.183
1.542.543
1.780.217
2.061.403
2.379.522
13,91
17
BALI
214.965
232.791
276.402
326.757
389.035
16,08
18
NUSA TENGGARA BARAT
861.317
912.907
1.084.014
1.290.378
1.538.944
15,76
19
NUSA TENGGARA TIMUR
2.107.821
2.209.112
2.662.562
3.214.830
3.884.548
16,73
20
KALIMANTAN BARAT
175.136
210.789
234.733
259.080
285.000
13,02
21
KALIMANTAN TENGAH
89.586
102.489
116.678
132.992
146.757
13,15
22
KALIMANTAN SELATAN
160.056
180.142
202.252
227.458
251.760
11,99
23
KALIMANTAN TIMUR
288.591
332.282
385.344
426.544
494.336
14,42
24
KALIMANTAN UTARA
289.010
304.427
364.384
437.130
524.600
16,25
25
SULAWESI UTARA
447.830
483.440
552.867
632.654
735.289
13,24
26
GORONTALO
160.106
170.642
201.087
237.610
281.452
15,26
27
SULAWESI TENGAH
1.485.758
1.557.884
1.875.202
2.261.470
2.729.443
16,63
28
SULAWESI BARAT
77.276
83.518
95.845
110.307
126.793
13,22
29
SULAWESI SELATAN
3.064.263
3.231.743
3.859.775
4.620.639
5.534.436
16,10
30
SULAWESI TENGGARA
1.211.694
1.280.081
1.523.014
1.816.775
2.168.583
15,82
31
MALUKU
701.977
741.914
893.415
1.077.177
1.299.452
16,83
36 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
10,81
Provinsi
No
JUMLAH
32
MALUKU UTARA
33
PAPUA
34
PAPUA BARAT
2015
2016
Tahun (TON)
2017
2018
2019
Kenaikan
(%/th)
17.900.048
19.455.053
22.795.058
26.716.064
31.319.072
15,07
115.405
121.166
145.570
175.219
211.183
16,51
15.360
17.079
18.887
20.809
23.264
10,94
177.234
227.003
284.479
349.293
429.553
24,79
37 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
Lampiran 3.
Komoditas
Kebutuhan Modal Kerja
Tahun 2015-2019 menurut
TAHUN (Rp)
KOMODITAS
JUMLAH
Udang
Udang Windu
Udang Vanamei
Udang Galah
Kerapu
Kakap
Bandeng
Ikan Mas
Nila
Gurame
Patin
Lele
Rumput Laut
Bawal Bintang
Kekerangan
Kepiting/Rajungan
Lainnya
2015
2016
2017
2018
2019
117.850.500.000.000
138.357.607.500.000
163.663.423.875.000
193.367.885.681.250
226.939.453.472.812
30.992.400.000.000
32.973.990.000.000
36.361.111.500.000
41.377.800.712.500
47.357.703.658.125
8.638.700.000.000
9.255.750.000.000
9.867.705.750.000
11.073.030.412.500
12.503.791.243.125
22.078.500.000.000
23.397.675.000.000
26.099.923.500.000
29.797.035.975.000
34.237.164.543.750
275.200.000.000
320.565.000.000
393.482.250.000
507.734.325.000
616.747.871.250
1.215.500.000.000
1.322.475.000.000
1.515.937.500.000
1.776.375.562.500
2.092.494.009.375
304.000.000.000
416.640.000.000
592.704.000.000
866.829.600.000
1.275.795.360.000
9.112.800.000.000
10.318.140.000.000
12.295.962.000.000
14.998.652.550.000
18.413.461.080.000
5.457.400.000.000
5.930.925.000.000
6.785.005.500.000
7.945.938.000.000
9.364.017.048.750
16.259.100.000.000
18.306.015.000.000
22.158.045.000.000
26.850.648.825.000
31.312.413.405.000
2.408.000.000.000
2.618.700.000.000
2.996.595.000.000
3.507.603.750.000
4.132.721.250.000
11.727.300.000.000
13.275.990.000.000
15.823.080.000.000
19.300.502.812.500
24.127.434.410.625
11.308.500.000.000
13.314.892.500.000
16.501.944.375.000
20.934.664.143.750
27.078.865.911.563
5.300.000.000.000
5.831.175.000.000
7.381.237.500.000
9.359.976.937.500
11.877.927.075.000
40.000.000.000
57.750.000.000
82.687.500.000
133.126.875.000
200.558.531.250
70.600.000.000
386.610.000.000
2.029.702.500.000
3.426.801.525.000
4.217.806.687.500
552.500.000.000
601.125.000.000
689.062.500.000
807.443.437.500
951.133.640.625
23.102.400.000.000
33.003.180.000.000
38.450.349.000.000
42.081.520.950.000
44.537.121.405.000
38 | R a n c a n g a n R e n s t r a D J P B 2 0 1 5 - 2 0 1 9
Download