BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kemunculan media baru sesungguhnya bukan merupakan fenomena mutakhir, namun penggunaannya di Indonesia baru benar-benar terasa pada era globalisasi saat ini. Pada awal kemunculannya, ada pandangan yang muncul bahwa yang tercakup dalam media baru hanya media interaktif saja. Namun, dua ahli komunikasi Ronald E. Rice dan Frederick Williams menyatakan pandangan mereka bahwa media baru yang dibentuk komputer adalah media dalam pengertian yang sangat luas, yaitu bukan media massa seperti surat kabar, radio, televisi, atau film1. Sementara Joseph, Fritz, dan Barry mengungkapkan bahwa media baru merupakan istilah yang mengacu pada konvergensi antara teknologi audio/video dengan World Wide Web2. Strategi komunikasi politik dengan menggunakan media baru merupakan fenomena hangat dalam beberapa tahun belakangan ini. Contoh penggunaan media baru dalam kampanye politik yang paling mendapat sorotan adalah kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 2008, di mana Barack Obama dan tim suksesnya menggunakan media baru sebagai sarana untuk menyebarkan informasi seputar program dan kegiatan kampanye Obama demi menggalang simpati dan dukungan masyarakat Amerika kala itu. Barack Obama membuat platform blog pribadinya dengan nama https://my.barackobama.com/. Pada platform blognya tersebut, Obama membuat akun blog pribadinya yang menampilkan slide show foto blog (hak cipta pada Flickr) dan video-video dari YouTube tentang napak tilas kampanyenya. Selain itu, Obama juga mem-posting beberapa tulisan mengenai isu-isu yang dia anggap 1 Ana Nadhya Abrar. 2003. Teknologi Komunikasi: Perspektif Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: LESFI. Hal. 37 2 Joseph Dominick, Fritz Messere & Barry L. Sherman. 2004. Broadcasting, Cable, The Internet, and Beyond: An Introduction To Modern Electronic Media. New York: McGraw Hill. Hal. 149 1 penting, seperti isu lapangan pekerjaan dan ekonomi, pajak dan anggaran belanja negara, kesehatan, pendidikan, lingkungan, energi, serta imigrasi. Dari tulisantulisan yang diposting, dapat dilihat bagaimana Obama sebagai kandidat presiden Amerika Serikat menempatkan dirinya dalam isu-isu yang ia anggap penting, sekaligus calon pemilih seperti apa yang ditargetkan. Kemudian pada masa pemilihan pendahuluan tahun 2008 Obama juga merilis jejaring sosial pribadinya, https://mybarackobama.com/. Pembuatan jejaring sosial ini mengikuti langkah yang pernah diambil Howard Dean, mantan nominator kandidat presiden dari Partai Demokrat tahun 2004, yang bekerja sama dengan http://www.meetup.com/ pada tahun 2003 untuk mengintegrasikan fungsionalitas jejaring sosial tersebut secara langsung ke dalam laman situs kampanye Howard Dean. Jejaring sosial milik Obama tersebut bertujuan untuk membantu pendukung Obama dalam mengorganisir event dan tetap aktif secara lokal. Jejaring sosial ini diklaim telah membantu mensukseskan kampanye Obama secara signifikan. Obama juga memiliki profil pada situs jejaring seperti Facebook dan MySpace di mana ia menjelaskan program dan kebijakannya untuk menjangkau publik umum. Profil Obama di situs jejaring pertemanan yang populer di kalangan kaum muda tersebut memungkinkan siswa SMA dan mahasiswa untuk mengenal lebih dalam mengenai Obama dan program-progamnya melalui medium internet. Di samping itu, dengan kerja sama Facebook dan ABC News, situs jejaring sosial juga memberikan kesempatan pada publik umum untuk mendiskusikan pemilihan presiden dengan orang-orang yang tersebar di seluruh pelosok negeri, dan bahkan dunia. Hal ini dibuktikan dengan fenomena kepopuleran Obama yang tidak hanya berlangsung di AS, tetapi bahkan masyarakat Indonesia pun dibuat heboh dengan fenomena Obama. Hal ini disebabkan Obama sempat menghabiskan masa kecilnya di Indonesia selama empat tahun, tepatnya ketika ia berusia 6-10 tahun. Kehebohan ini dapat dilihat dari munculnya beberapa orang di media massa yang mengaku sebagai teman dan guru Obama semasa ia tinggal di Indonesia dulu. 2 Obama dibuatkan patung berupa figur Obama ketika berusia sepuluh tahun dan ditempatkan di Taman Menteng, sebelum akhirnya dibongkar dan dipindahkan ke SDN 01 Besuki, tempatnya bersekolah dulu. Pada tahun 2010 Obama dibuatkan novel berjudul ‘Obama Anak Menteng’ oleh Demian Dematra, seorang novelis, yang menceritakan cerita fiktif masa kecil Obama ketika tinggal di Indonesia pada tahun 1967-1971. Novel ini kemudian diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama dan dirilis empat bulan setelah peluncuran novelnya. Fenomena Obama ini juga mendatangkan rezeki bagi Ilham Anas, seorang fotografer asal Indonesia yang dikatakan mirip dengan Obama. Ia diundang dalam beberapa acara di TV, mendapat liputan di media cetak, dan bahkan menjadi bintang iklan beberapa produk komersial. Banyak masyarakat Indonesia merasa bangga karena keterkaitan Obama dengan Indonesia dan ikut mendukung Obama sebagai calon presiden AS. Saat kunjungan Obama ke Indonesia pertama kali setelah ia dilantik menjadi presiden, media dan masyarakat Indonesia sangat antusias menyambutnya. Banyak diadakan diskusi dan seminar yang membahas topiktopik yang berhubungan dengan Obama untuk menyambut kedatangannya. Masyarakat pun dibuat gempar oleh momen-momen saat Obama menggunakan beberapa istilah bahasa Indonesia dalam pidatonya. Semua kehebohan ini menjadi salah satu contoh yang menunjukkan bahwa keberhasilan Obama menjadi presiden AS juga turut didukung oleh keberhasilannya meraih simpati secara global, tidak hanya oleh publik AS, tetapi juga publik dunia. Obama dinilai sangat berhasil dalam menggunakan situs jejaring seperti YouTube, Flickr, Digg, dan Twitter. Ia memiliki akun pribadi di keempat situs tersebut. Selain pergerakan di dunia maya, tim kampanye Obama juga memobilisasi para pendukungnya melalui layanan pesan singkat guna mendorong mereka untuk memberikan suara pada pemilihan pendahuluan. Penggunaan media baru secara matang oleh Obama dan tim kampanyenya terbukti telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam membantu mensosialisasikan program-program Obama sebagai kandidat presiden Amerika Serikat secara luas kepada publik, 3 sekaligus meraih simpati dan dukungan dari masyarakat yang tertarik dengan program-programnya tersebut. Bagaimana dengan strategi komunikasi politik menggunakan media baru di Indonesia? Penggunaan media baru dalam kampanye politik di Indonesia baru mendapat perhatian cukup besar pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2012 lalu. Salah satu pasangan Pilkada DKI Jakarta 2012, Jokowi dan Ahok, rupanya menyadari betul fungsi media baru dalam membantu mempopulerkan visi dan misi yang ditawarkan pasangan ini dalam kampanye “Jakarta Baru”. Atas inisiatif Jokowi-Ahok, pada hari Minggu, 12 Agustus 2012, lahirlah sebuah wadah virtual komunitas sukarelawan pasangan Jokowi-Ahok yang diberi nama Jokowi-Ahok Social Media Volunteers (JASMEV). Meskipun JASMEV dibentuk untuk mendukung pasangan Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2012, relawan JASMEV tidak hanya berasal dari Jakarta saja, namun juga dari daerah-daerah lain di Indonesia. Media massa pun gencar memberitakan pasangan ini. Ini menunjukkan bahwa fenomena Jokowi-Ahok tidak hanya populer di kalangan masyarakat Jakarta saja, tetapi juga di daerah lain di Indonesia. Fenomena Jokowi-Ahok ini serupa dengan fenomena Obama yang tidak hanya populer di AS, tetapi juga di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Hal ini menunjukkan tren yang berlaku dalam kampanye politik saat ini adalah untuk mendapatkan simpati secara keseluruhan (global). JASMEV bertujuan mendukung kampanye “Jakarta Baru” dengan menyediakan sarana terbuka bagi para relawan Jokowi-Ahok berpartisipasi secara aktif menggunakan media baru, menyebarkan informasi positif dan akurat tentang Jokowi-Ahok ke publik guna memacu sentimen positif di media sosial. Informasi yang disebarkan oleh JASMEV seputar pasangan ini bersumber dari dunia maya, baik dari situs/portal berita maupun dari twitter. Selain merilis situs http://jasmev.com/, mereka juga mengoptimalkan kanal-kanal media sosial lainnya dengan dengan berpartisipasi secara aktif di media sosial, seperti Twitter (https://twitter.com/jasmev20), Facebook (https://facebook.com/jasmev) dan Youtube (http://www.youtube.com/user/Jasmev). JASMEV mulai terhitung aktif 4 sejak 12 Agustus hingga tanggal 20 September 2012, yakni pada hari pencoblosan Pilkada DKI Jakarta 2012 putaran ke-2. Poin pertama yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah pengaruh/perubahan yang hadir dalam komunitas/masyarakat melalui penggunaan media baru dalam suatu strategi komunikasi politik. Poin ini didasarkan atas pernyataan Marshall McLuhan dalam bukunya Understanding The Media: The Extensions of Man yang menyatakan bahwa: “This fact merely underlines the point that "the medium is the message" because it is the medium that shapes and controls the scale and form of human association and action. The content or uses of such media are as diverse as they are ineffectual in shaping the form of human association. Indeed, it is only too typical that the "content" of any medium blinds us to the character of the medium3.” Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa mediumlah yang mempengaruhi serta mengontrol skala dan bentuk dari perkumpulan dan aksi masyarakat/komunitas. Medium memainkan peran tidak hanya melalui konten yang dikirimkan melalui medium, tetapi juga melalui karakteristik dari medium itu sendiri. Berdasarkan penyataan McLuhan tersebut, penelitian ini ingin mengungkapkan bahwa penggunaan media baru itu sendiri memainkan peran penting dalam mempengaruhi dan menciptakan perubahan dalam kehidupan masyarakat/komunitas. Sementara itu, poin kedua yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah cara baru dalam mendukung suatu kampanye politik di masyarakat yang ditawarkan melalui penggunaan media baru. Poin ini didasarkan atas pernyataan Abrar bahwa masyarakat informasi yang hidup pada era teknologi komunikasi merupakan masyarakat terbuka4. Masyarakat seperti ini akan membawa nilai-nilai baru yang sanggup menggoyahkan struktur masyarakat lama. Maka selain 3 Marshall McLuhan. 1968. The Medium Is The Message: The Extensions of Man. California: Columbia Stereo. Hal. 9 4 Ana Nadhya Abrar. Op.Cit. Hal. 78-81 5 perubahan hubungan sosial, transformasi sosial juga akan terjadi. Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian ini ingin mengungkapkan bahwa penggunaan media baru telah menawarkan cara baru dalam mendukung sebuah gerakan sosial di masyarakat. Peneliti merasa tertarik meneliti strategi komunikasi politik untuk menggunakan media baru oleh JASMEV pada Pilkada DKI Jakarta 2012 karena JASMEV merupakan fenomena baru di Indonesia, di mana masyarakat sipil tergabung dalam sebuah wadah virtual untuk mendukung pasangan dalam pilkada. Selain itu, kebaruan lainnya adalah JASMEV ingin mengkoordinasi sukarelawan agar pesan yang disampaikan lebih seragam dan terjaga5. Di samping itu, fenomena penggunaan media baru oleh JASMEV ini juga berbeda dengan fenomena penggunaan media baru oleh tim kampanye Obama pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2008 yang telah dijelaskan sebelumnya. Media baru yang digunakan untuk mendukung kampanye Obama dibuat oleh tim kampanye Obama yang dibayar oleh pihak Obama6, sementara media baru yang digunakan untuk mendukung kampanye “Jakarta Baru”, meskipun diinisiasi oleh pasangan Jokowi-Ahok, namun eksekusinya dilakukan oleh para sukarelawan yang mengaku tidak dibayar dalam menggerakkan roda komunitas ini, seperti dinyatakan oleh Kartika Djoemadi selaku koordinator JASMEV7. Imbalan yang diberikan pun unik, bukan berupa uang/barang, melainkan sertifikat elektronik sebagai bentuk apresiasi yang ditandatangani oleh Jokowi-Ahok. JASMEV telah membangkitkan kembali rasa kegotong-royongan yang merupakan sifat asli masyarakat Indonesia, di mana para anggotanya secara 5 Tempo.co. 2012. Sukarelawan Jokowi-Ahok Luncurkan JASMEV. Terarsip dalam http://www.tempo.co/read/news/2012/08/12/230422972/Relawan-Jokowi---Ahok-LuncurkanJASMEV. Diakses tanggal 7 Februari 2013. 6 Slate.com. 2008. How Much Do Campaign Staffers Make? Terarsip dalam http://www.slate.com/articles/news_and_politics/explainer/2008/02/how_much_do_campaign _staffers_make.html. Diakses tanggal 7 Februari 2013. 7 Tempo.co. 2012. Sukarelawan Jokowi-Ahok Luncurkan JASMEV. Terarsip dalam http://www.tempo.co/read/news/2012/08/12/230422972/Relawan-Jokowi---Ahok-LuncurkanJASMEV. Diakses tanggal 7 Februari 2013 6 sukarela mencurahkan tenaga, pikiran, waktu, serta dana mereka untuk mendukung kampanye “Jakarta Baru” yang diusung oleh pasangan Jokowi-Ahok. Selain itu, melalui JASMEV, masyarakat Indonesia dapat belajar proses demokrasi menggunakan media baru. Ini merupakan fenomena menarik, karena melalui JASMEV, media baru yang semula sering dianggap berpotensi merenggangkan hubungan kekerabatan antarindividu, dapat digunakan sebagai sarana untuk memunculkan kembali rasa kebersamaan antarindividu yang dilandasi niat tulus yang sama, yakni untuk menjadikan Jakarta sebagai ibu kota yang lebih baik. B. Rumusan Masalah Bagaimana strategi komunikasi politik dengan menggunakan media baru oleh Jokowi Ahok Social Media Volunteers (JASMEV) pada Pilkada DKI Jakarta 2012? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan strategi komunikasi politik dengan menggunakan media baru oleh Jokowi Ahok Social Media Volunteers (JASMEV) pada Pilkada DKI Jakarta 2012. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teori Penelitian ini diharapkan dapat membantu kita lebih memahami peranan dan fungsi media baru dalam menggalang dukungan dalam suatu strategi komunikasi politik, ditinjau dari kajian ilmu komunikasi. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya referensi mengingat masih minimnya referensi mengenai media baru, karena media baru merupakan suatu fenomena yang belum lama ini booming, sehingga dirasa penting dan sesuai untuk dikaji dengan menggunakan sudut pandang ilmu komunikasi. 7 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan/pertimbangan dalam mengambil keputusan praktis yang berkaitan dengan suatu strategi komunikasi politik. Seiring dengan kesadaran akan peranan dan fungsi media baru dalam menggalang dukungan pada kampanye politik, diharapkan masyarakat dapat menggunakan media baru dalam kampanye politik secara efektif dan efisien guna mendapatkan hasil yang optimal. E. Kerangka Pemikiran Bagian ini merupakan kerangka berpikir peneliti tentang penggunaan media baru oleh suatu organisasi untuk mendukung kampanye politik pada ajang pemilihan kepala daerah. Adapun kata kunci yang menjadi poin-poin penting dalam kerangka pemikiran ini adalah: media baru, komunikasi politik, dan komunikasi organisasi. 1. Media Baru Media baru merupakan kajian utama studi media dalam penelitian ini. Kerangka pemikiran mengenai media baru ini dijabarkan menjadi beberapa poin, yaitu: karakteristik media baru, pola komunikasi dalam media baru, teknologi komunikasi dalam media baru, serta teori komunikasi untuk mengkaji penggunaan media baru. a. Karakteristik media baru Ron Rice menekankan aspek kapabilitas dua arah penggunaan/pengoperasian komputer dan telekomunikasi dalam mendefinisikan media baru, yang didefinisikannya sebagai teknologi komunikasi yang secara khusus melibatkan kapabilitas komputer (microprocessor ataupun mainframe) yang memungkinkan atau memfasilitasi interaktivitas antarpengguna atau antara pengguna dan informasi8. Lebih konkretnya, Bennet mengkategorikan media 8 Rice R.E. 1984. The New Media: Communication, Research and Technology. California: Sage. Hal. 35 8 baru menjadi internet, telepon genggam, teknologi streaming, wireless networks, dan kapasitas berbagi informasi melalui World Wide Web (WWW) 9. Rogers menyatakan, terdapat tiga perbedaan fundamental dalam komunikasi antarmanusia sebagai akibat dari media baru10: (1) interactivity. Media baru memiliki kemampuan untuk “talk back” pada penggunanya, layaknya individu yang berpartisipasi dalam sebuah percakapan (interaktivitas antara manusia dengan mesin). Media baru juga memungkinkan komunikasi interaktivitas antarpenggunanya antarapengguna menyerupai hingga interaksi membuat interpersonal. (interaktivitas antara manusia dengan manusia). (2) de-massified. Dalam media baru, perubahan kontrol pesan berpindah dari produser informasi seperti penerbit surat kabar, pengelola televisi, dan pemilik radio (dalam media massa) menjadi konsumen media/khalayak. (3) asynchronous. Media baru mampu mengirim/menerima informasi sesuai waktu yang diinginkan penggunanya. Komunikasi antarpengguna tidak harus dilakukan pada waktu bersamaan. Terjadi perubahan kontrol di mana kendali waktu berada di tangan penggunanya. Selain itu, Rogers juga menyatakan empat perbedaan lain yang muncul sebagai akibat dari tiga perbedaan fundamental di atas, yaitu: aksesibilitas yang lebih luas bagi individu, saluran alternatif untuk penyebaran dan pemrosesan informasi dengan jangkauan yang lebih lebar, perubahan format atau cara informasi ditampilkan, konten media baru yang lebih informatif dibandingkan hanya hiburan semata. Leah dan Sonia membedakan karakteristik media baru dari media lama dari empat aspek11, yaitu: 9 W. Lance Bennet. 2003. Contesting Media Power. Lanham: Rowman & Littlefield. Everett M. Rogers. 1986. Communication Technology: The New Media in Society. New York: The Free Press. Hal. 4-5 11 Leah Lievrouw dan Sonia Livingstone. 2006. Handbook of New Media: Social Shaping and Social Consequences of ICTs. London: Sage Publications Ltd. Hal. 4-7 10 9 (1) recombinant. Media baru merupakan hasil ‘kombinasi’ secara kontinyu antara teknologi yang sudah ada dengan inovasi baru, dalam sebuah jaringan teknis dan institusional yang saling terhubung satu sama lain. Tidak seperti media massa yang pada akhir abad ke-20 telah terdiferensiasi dengan stabil ke dalam beberapa saluran atau bentuk (karena kelangkaan spektrum serta pendirian standar teknis dan formal), bentuk dan macam media baru terus bercabang, berekombinan, serta berkembang. (2) networked. Komunikasi dalam media massa bersifat hierarkhis, satu arah (one-way), dan tersentralisasi (one to many), sementara dalam media baru komunikasi bersifat terdesentralisasi dan dua arah (two-way). Pengguna media baru saling terhubung dan dapat menjadi pengirim maupun penerima pesan, atau keduanya sekaligus. (3) ubiquitous. Media baru mempengaruhi setiap orang dalam masyarakat di mana media tersebut digunakan, meskipun tidak setiap orang dalam masyarakat itu menggunakannya. Sementara teknologi media massa biasanya digunakan bersama, teknologi media baru didesain sebagai alat/aksesori personal yang menyediakan akses ke berbagai konten yang bersifat perseorangan atau layanan komunikasi, di mana pun pengguna, layanan, ataupun sumber daya berada. (4) interactive. Media baru mengakomodasi penggunanya dalam aspek selektivitas dan jangkauan, di mana pengguna media baru dapat memilih sumber informasi mereka dan berinteraksi dengan pengguna lainnya. Memang pengguna media massa juga dapat menerima dan mempertahankan informasi secara selektif, namun media baru juga memberi penggunanya sarana untuk membentuk, mencari, serta berbagi konten secara selektif, dan untuk berinteraksi dengan individu dan grup lainnya, dalam skala lebih besar secara lebih praktis dibanding dengan media massa tradisional. 10 b. Pola komunikasi dalam media baru Menurut Bordewijk dan Kaam (1986) dalam McQuail (2010), dua ciri khas utama dari pola komunikasi dalam media baru adalah: (1) ketersediaan serta akses terhadap informasi, dan (2) penggunaan informasi dalam konteks kontrol waktu dan pilihan12. Ada empat pola komunikasi dalam media baru menurut susunan central dan individual (lihat tabel 1.1): Tabel 1.1. Pola komunikasi dalam media baru Information store Control of time and subject Central Individual Central Allocution Registration Individual Consultation Conversation Sumber: Bordewijk dan Kaam (1986) dalam McQuail 2010:148 (1) allocution, merupakan pola komunikasi satu arah secara simultan, di mana informasi diberikan secara sentral untuk mendapatkan respon dengan segera, menurut skema waktu yang ditentukan secara sentral. Contoh: penyiaran tradisional. (2) consultation, merupakan konsultasi selektif oleh partisipan individual dari ketersediaan informasi sentral pada waktu yang ditentukan oleh setiap individu. Contoh: saat seseorang mencari informasi di perpustakaan dan di surat kabar. (3) registration, merupakan pola komunikasi di mana koleksi informasi tersedia bagi partisipan individu menurut waktu yang ditentukan secara sentral. Biasanya distribusi informasi berasal dari pemerintah/organisasi dengan tujuan mengumpulkan informasi dari publik mengenai berbagai hal. Contoh: polling, referenda, atau reservasi. (4) conversation, merupakan pola komunikasi dua arah (interaktif), di mana terjadi pertukaran informasi antarindividu yang sudah tersedia bagi mereka, 12 Bordewijk dan Kaam dalam Denis Mc Quail. 2010. Mass Communication Theory 5th ed. London: Sage Publication. Hal. 148. 11 menurut skema waktu yang nyaman bagi individu yang terlibat di dalamnya. Contoh: percakapan melalui telepon. Bentuk dan pola komunikasi dalam media baru menurut Dahlgren juga dapat diklasifikasikan berdasarkan pola dan aliran komunikasi yang terjadi, yaitu: (1) one to one communication, yakni pola komunikasi di mana seorang individu berkomunikasi secara privat dengan individu lainnya, (2) one to many communication, yakni pola komunikasi di mana seorang indvidu mengirimkan pesan kepada banyak orang, dan (3) many to many communication, yakni pola komunikasi di mana banyak orang mengirimkan pesan ke banyak orang juga13. Sedangkan berdasarkan tempo alirannya, pola komunikasi dibedakan menjadi dua: (1) synchronous, yakni pola komunikasi di mana partisipan komunikasi harus berada di waktu yang sama dalam berkomunikasi, dan (2) asynchronous, yakni pola komunikasi di mana partisipan komunikasi memiliki kontrol dalam mengirim maupun menerima pesan sesuai waktu yang nyaman bagi masing-masing pihak (lihat tabel 1.2). Tabel 1.2. Bentuk dan pola komunikasi dalam media baru Synchronous Asynchronous One to one Internet messenger E-mail One to many Internet media Webpage Many to many IRC Message board Sumber: Peter Dahlgren dalam Mirah Mahaswari 2011:16 c. Teknologi komunikasi dalam media baru McQuail membuat pengelompokan media baru menjadi lima kategori14: 13 Peter Dahlgren dalam Klaus Bruhn. 2004. A Handbook of Media and Communication Research: Quantitative and Qualitatiive Methodologist. London: Routledge. Peneliti tidak mendapat akses langsung pada buku ini, melainkan mengutip Mirah Mahaswari (2011). Media Baru dan Gerakan Sosial. Yogyakarta: Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi. Hal. 15 14 Denis Mc Quail. Op. Cit. Hal. 142-143 12 (1) media komunikasi interpersonal (interpersonal communication media) Pesan dalam jenis teknologi ini bersifat privat dan mudah hilang. Karakteristik lainnya adalah hubungan yang terbangun dan dikuatkan oleh teknologi ini lebih utama dibandingkan dengan informasi yang disampaikan. Contoh: telepon, handphone, e-mail (2) media bermain interaktif (interactive play media) Interaktivitas dan kemungkinan pada dominasi dari kepuasan dalam proses yang diciptakan oleh teknologi ini lebih utama dibandingkan penggunaannya. Semakin interaktif proses komunikasi, semakin menarik pula permainannya. Contoh: permainan berbasis komputer, video game, permainan dalam internet, perangkat realitas virtual (3) media pencari informasi (information search media) Teknologi ini meliputi kategori yang luas dan dapat diakses dengan mudah. Interaktivitas dalam pencarian informasi juga merupakan aspek yang diperkuat oleh teknologi ini. Informasi memiliki keterkaitan satu sama lain dan setiap pengguna dapat membagikan dan memperbaiki informasi yang telah tersedia. Contoh: internet, world wide web (WWW), portal/search engine, teleteks siaran (broadcast teletext), pelayanan data melalui radio (radio data services) (4) media partisipasi kolektif (collective participatory media) Kategori ini meliputi fungsi lain dari internet, yaitu tidak hanya berbagi dan mempertukarkan informasi, melainkan juga ide, pengalaman, dan pengembangan hubungan personal aktif yang dimediasi oleh komputer. Tujuan dari penggunaan teknologi ini mulai dari tujuan yang instrumental sampai emosional. Contoh: penggunaan internept untuk berbagi dan pertukaran informasi, pendapat, pengalaman (5) media substitusi penyiaran Teknologi ini memungkinkan media baru untuk menerima atau mengunduh konten yang di masa lalu yang sebelumnya biasanya 13 disiarkan atau disebarkan dengan media penyiaran konvensional. Menonton film dan acara televisi atau mendengarkan radio dan musik adalah kegiatan utama. Contoh: online streaming TV, online streaming radio. d. Teori komunikasi untuk mengkaji media baru Penelitian ini menggunakan pendekatan model Convergence Theory untuk mengkaji fenomena penggunaan media baru dalam mendukung kampanye politik. Convergence Theory menggambarkan komunikasi sebagai proses horizontal antara dua orang atau lebih dalam sebuah jaring-jaring sosial (Rogers dan Kincaid, 1981)15. Menurut model berkesinambungan, ini, di komunikasi mana ada dianggap pertukaran sebagai proses yang informasi yang saling menguntungkan antarpartisipan komunikasi dalam upaya mencapai sebuah mutual understanding. Oleh karena itu, jaringan komunikasi dapat dilihat dari interkoneksi antarindividu yang dihubungkan oleh pola pertukaran informasi (lihat diagram 1.1). 15 Rogers dan Kincaid dalam Maria Elena Figueroa, dkk. 2002. Communication for Social Change: An Integrated Model for Measuring the Process and Its Outcomes. New York: The Rockefeller Foundation. Hal 10. 14 Diagram 1.1. Komponen dasar dalam Convergence Model of Communication Sumber: Rogers dan Kincaid dalam Figueroa, dkk 2002:10 Diagram di atas menunjukkan bahwa (1) informasi dipertukarkan dari satu orang ke orang lain, bukan hanya bersifat satu arah. Sumber informasi bisa berasal dari salah satu partisipan, namun bisa juga berasal di luar lingkaran partisipan (pemerintah, media massa, atau institusi lain). (2) Model ini menekankan pentingnya persepsi dan partisipasi partisipan, yang digambarkan lewat dialog dan percakapan kultural lainnya. (3) Model ini menggambarkan proses yang horizontal antarpartisipan komunikasi yang ditunjukkan dengan information sharing. Output dari proses komunikasi ini adalah social–mutual understanding, agreement, collective action. (4) Terakhir, model ini bisa berulang secara kontinyu (cyclical), dimana partisipan bisa bergantian dalam berbagi informasi hingga tercipta mutual understanding untuk melakukan sebuah aksi yang kolektif. Penelitian ini juga akan menggunakan pendekatan Teori Harapan dan Motivasi Vroom untuk mengkaji harapan dan motivasi penggunaan media baru dalam mendukung kampanye politik. Teori Harapan dan Motivasi adalah sebuah teori motivasi yang dikembangkan oleh Vroom berdasarkan jenis-jenis pilihan 15 yang dibuat orang untuk mencapai suatu tujuan, alih-alih berdasarkan keputusan internal. Teori harapan (expectancy theory) ini memiliki tiga asumsi pokok16: Setiap individu percaya bahwa bila ia berperilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut dengan harapan hasil (outcome expectancy). Kita dapat mendefinisikan harapan hasil sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut. Setiap hasil memiliki nilai atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut dengan valensi (valence). Kita dapat mendefinisikan valensi sebagai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang diharapkan. Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut dengan harapan usaha (effort expectancy). Kita dapat mendefinisikan harapan usaha sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu. Motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini. Orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa (1) suatu perilaku tertentu akan memperoleh hasil tertentu, (2) hasil tersebut mempunyai nilai positif baginya, (3) hasil tertentu dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang. Jadi, seseorang akan memilih, ketika ia melihat alternatif-alternatif, tingkat kinerja yang sedemikian yang memiliki kekuatan motivasional tertinggi yang berkaitan dengannya. Kemampuan seseorang untuk melaksanakan suatu tugas tertentu, ditambah usaha yang mau ia lakukan demi tugas tersebut menentukan tingkat kinerja. Motivasi, dalam teori harapan, adalah keputusan untuk mencurahkan usaha. 16 R. Wayne Pace dan Don F. Faules. 2002. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 124-125 16 2. Komunikasi Politik Komunikasi politik dalam penelitian ini akan dikaji menggunakan pendekatan ilmu komunikasi dengan berfokus pada strategi komunikasi politik menggunakan media baru. Aktivisme digital (digital activism) atau sering juga disebut cyberactivism ini menempatkan ilmu komunikasi dalam posisi penting untuk mengkaji strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh masyarakat sipil (civil society) dalam suatu organisasi media baru. Kerangka pemikiran mengenai media baru ini dijabarkan menjadi beberapa poin, yaitu: a. Komunikasi politik dalam pilkada Komunikasi politik adalah aktivitas komunikasi yang dianggap berkenaan dengan politik karena konsekuensinya (aktual atau potensial) yang mengatur tingkah laku manusia di bawah kondisi konflik.17 Berdasarkan formula Lasswell (Who says what with what channel to whom and with what effect?) sebagai acuannya, lima komponen/unsur komunikasi politik dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Aktor (pelibat atau partisipan) Dalam pilkada, semua aktor atau pelibat, baik perseorangan maupun kelompok, melakukan komunikasi politik dengan tujuan menyampaikan pesan politik kepada calon pemilih yang terdiri atas berbagai kalangan, seperti masyarakat pengangguran, petani, wiraswasta, PNS, dan sebagainya. Aktor yang melakukan komunikasi politik tersebut adalah para calon kepala daerah atau wakil rakyat lainnya. Para calon pemimpin dan wakil rakyat tersebut biasanya mewakili suatu partai tertentu, meskipun tidak tertutup juga kemungkinan berasal dari jalur independen. Setiap calon pemimpin dan wakil rakyat memerlukan massa sebagai partisipan guna mendukung kegiatan politik mereka. Partisipan merupakan orang-orang yang memiliki kesepahaman visi dan misi dengan calon 17 Dan Nimmo dalam Khoirul Anwar dan Vina Salviana. 2006. Perilaku Partai Politik: Studi Perilaku Partai Politik dalam Kampanye dan Kecenderungan Pemilih pada Pemilu 2004. Malang: UMM Press. Hal. 36 17 pemimpin dan bersedia melakukan komunikasi politik untuk mendukung terpilihnya calon mereka pada saat pilkada dilangsungkan. Para partisipan ini di Indonesia disebut dengan tim sukses. 2. Pesan Komunikasi politik dalam pilkada dilakukan agar pesan yang disampaikan oleh aktor dapat diterima dengan baik oleh para calon pemilihnya. Aktor harus jeli dalam menentukan pesan yang sesuai dengan aspirasi/kebutuhan publik untuk disampaikan kepada calon pemilihnya. Ketika masyarakat merasa pesan politik yang disampaikan sesuai dengan aspirasi mereka, kesempatan aktor untuk menarik massa lebih besar sebagai partisipannya akan terbuka lebar. 3. Saluran Dalam konteks komunikasi politik dalam pilkada, saluran dapat berupa media/alat, dan dapat pula berupa tindakan. Saluran berupa media/alat misalnya organisasi dan/atau institusi, sekolah, serta media massa dan/atau media baru. Sedangkan saluran berupa tindakan misalnya pemberian suara dalam pemilu, aksi mogok buruh atau pekerja yang menuntut perbaikan upah dan kondisi kerja, serta aksi-aksi protes dan demokrasi lainnya. Pada era globalisasi ini, media baru dapat dimanfaatkan untuk mendongkrak kepopuleran aktor beserta visi-misi kampanyenya. Para aktor semakin bergantung pada media baru sebagai arena sentral untuk melakukan komunikasi politik dengan seluruh penduduk, terutama karena fenomena melemahnya pengaruh dan dukungan terhadap partai politik serta meningkatnya golongan independen dan pemilih ‘mengambang’ (floating voter)18. 18 Moog dan Sluyter-Beltrao dalam Barrie Axford dan Richard Huggins (eds.). 2001. New Media and Politics. London: Sage Publications Ltd. Hal. 34 18 4. Komunikan/khalayak sasaran Dalam pilkada, aktor bertujuan mengubah pengetahuan, sikap, dan perilakunya melalui komunikasi politik yang dilakukan dalam kegiatan kampanyenya. Untuk mengubah khalayak sasaran ke arah yang diinginkan, seorang aktor harus jeli memahami keadaan dan kecenderungan daerah dengan segala aspek ideologi, sejarah, maupun budaya yang melingkupi proses komunikasi politik dalam pilkada yang diikutinya, agar pesan yang disampaikannya dapat diterima dengan baik. 5. Pengaruh/efek Komunikasi politik merupakan proses tarik menarik berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat dengan berbagai cara/teknik untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan keinginan aktor/komunikan. Komunikasi politik dengan menggunakan teknik persuasif berpeluang lebih besar dalam mempengaruhi khalayak sasarannya. b. Kampanye sebagai bentuk komunikasi politik Paisley mengatakan bahwa kampanye merupakan bentuk komunikasi kepada publik secara lebih terkontrol, baik isi pesan maupun bentuk kegiatannya19. Paisley mendefinisikan kampanye komunikasi publik sebagai suatu usaha untuk mempengaruhi keyakinan atau perilaku orang lain menggunakan seruan yang dikomunikasikan. Menurut Nimmo, calon pemilih dengan minat dan komitmen paling sedikit terhadap proses elektoral demokratis adalah golongan yang mendapat pengaruh paling besar dari efek jangka pendek kampanye politik terhadap perilaku calon pemilih20. Secara teoretis, kegiatan kampanye merupakan kegiatan komunikasi yang selalu menggunakan formula Laswell (Who says what with what channel to 19 Ronald Rice dan William Paisley. 1981. Public Communication Campaign. Beverly Hills: Sage Publication. Hal. 23 20 Dan Nimmo. 1970. The Political Persuaders: The Techniques of Modern Election Campaigns. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Hal. 5 19 whom and with what effect?) sebagai acuannya. Berdasarkan keterkaitan antara motivasi dan tujuan kampanye, Larsson (1992) membagi jenis kampanye ke dalam tiga kategori21, yaitu: (1) Product-oriented campaigns (kampanye yang berorientasi pada produk) Kampanye jenis ini dapat pula disebut dengan commercial campaign/corporate campaign. Motivasinya adalah memperoleh keuntungan finansial. Contoh: kampanye rokok Mustang, kampanye PGN Go Public, kampanye Telkom Flexi (2) Candidate-oriented campaigns (kampanye yang berorientasi pada kandidat) Kampanye jenis ini dapat pula disebut dengan political campaign (kampanye politik). Motivasinya adalah memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat yang diajukan partai politik agar dapat menduduki jabatan politik yang diperebutkan lewat proses pemilu. Contoh: kampanye “Jakarta Baru” (3) Ideologically or cause oriented campaigns (kampanye yang berorientasi pada tujuan khusus/berdimensi perubahan sosial) Kampanye jenis ini dapat pula disebut dengan social change campaigns. Motivasinya adalah mengubah sikap dan perilaku publik terkait dengan penanganan masalah sosial tertentu. Contoh: kampanye AIDS, kampanye air besih, kampanye minat baca c. Kendala dalam kampanye politik Kampanye politik adalah suatu usaha yang terkelola, terorganisir, untuk mengikhtiarkan orang dicalonkan, dipilih, atau dipilih kembali dalam suatu jebatan resmi22. Sebagai bagian dalam proses pemilu, kampanye merupakan sebuah ritual yang tidak terpisahkan, terutama terkait dengan makna pemilu sebagai media penciptaan “pemerintahan dari rakyat” yang menyiratkan 21 Antar Venus. 2004. Manajemen Kampanye: Penduan Teoretis dan Praktis Mengefektifkan Kampanye Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Hal. 199 22 Arnold Steinberg. 1981. Kampanye Politik dalam Praktek. Jakarta: PT Intermasa. Hal. 2 20 keterlibatan rakyat secara luas23. Menurut Steinberg, ada tiga masalah dasar yang biasa dihadapi dalam kampanye24: (1) Setiap kampanye mengandung tiga unsur: kandidat (meliputi kehadiran secara fisik, pernyataan-pernyataannya, kedudukannya, sikapnya), organisasi (meliputi kerangkanya, petugas sukarela, pengikut setia, pendukung), dan dana (meliputi pihak yang membiayai seluruh operasi). (2) Setiap kampanye harus menghadapi pertanyaan seperti: Siapa kandidatnya dan apa yang diwakilinya? Masalah-masalah apa yang menjadi perhatian para pemilihnya? Manakah daerah pemilihan yang dapat menjadi sasaran kandidat? (3) Bagaimana usaha kampanye untuk mengadakan hubungan dengan daerah pemilihan yang sudah ditentukan? Berdasarkan masalah-masalah yang dijabarkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap kampanye politik membutuhkan sumber daya dan staf warga sukarela untuk memilih sang calon. Kampanye politik membutuhkan pula pendukung dan pengumpul dana sukarela. Selain itu, di era globalisasi ini, media baru merupakan sarana vital agar sang kandidat dapat menjangkau para calon pemilih secara lebih cepat dan lebih efektif. Melalui media baru, sang kandidat dapat memberi pengaruh/kesan secara terpadu dari pandangan, suara, dan gerak kepada calon pemilih. Sebagai sarana, media baru dapat digunakan untuk mengetahui masalah yang menjadi perhatian calon pemilih sekaligus menyebarkan visi dan misi kampanyenya. Pada intinya, media baru sangat sesuai digunakan untuk mendukung kampanye politik karena media baru adalah sarana perhubungan yang relevan dan efektif untuk jumlah pemberi suara yang besar. 23 Lily Romli (ed.). 2009. Evaluasi Pemilu Legislatif 2009: Tinjauan Atas Proses Pemilu, Strategi Kampanye, Perilaku Memilih dan Konstelasi Politik Hasil Pemilu. Jakarta: LIPI Press. Hal. 57 24 Arnold Steinberg. Op. Cit., hal. 14 21 d. Partisipasi politik melalui New Social Movements (NSM) Herbert McClosky, seorang tokoh masalah partisipasi, dalam Budiardjo, berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.25 Meskipun demikian, memberi suara dalam pemilihan umum bukan merupakan satu-satunya bentuk partisipasi politik. Masih terdapat berbagai bentuk partisipasi politik lain. Salah satunya adalah melalui kelompokkelompok. Kelompok ini kemudian berkembang menjadi gerakan sosial (social movements). Pada tahun 1960-an timbul fenomena Gerakan Sosial Baru (New Social Movements atau NSM), sebagai lanjutan dari gerakan sosial lama. Berbeda dengan gerakan sosial lama, anggota NSM terdiri atas generasi pascamaterialis (post-materialist), dalam arti bahwa kebutuhan material seseorang sudah terpenuhi, sehingga ia mempunyai cukup waktu dan dana untuk memfokuskan diri pada masalah di luar kepentingan material dari masingmasing golongan, salah satunya yaitu pada masalah politik. Dasar dari kelompok ini adalah ‘protes’, di mana mereka sangat kritis terhadap cara berpolitik dari para politisi dan pejabat. Mereka menginginkan desentralisasi kekuasaan negara dan pemerintah serta partisipasi dalam peningkatan swadaya masyarakat (self help), terutama masyarakat lokal. Sebaliknya, jika terdapat politisi dan pejabat yang berpolitik sesuai dengan aspirasi mereka, NSM juga dapat terbentuk sebagai bentuk dukungan terhadap politisi dan pejabat tersebut. Ini merupakan modal berharga, terutama bagi politisi/pejabat yang memperebutkan posisi/jabatan politik tertentu, karena kampanye politik membutuhkan sumber daya, staf warga, pendukung, dan pengumpul dana sukarela untuk keberhasilannya. Dengan demikian, NSM menjadi faktor partisipasi politik penting dalam masyarakat demokrasi. 25 Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 367 22 Kadang, fenomena kemunculan NSM disebut dengan demokrasi dari bawah (democracy from below). e. Relasi kampanye politik dan media baru Besarnya potensi media baru dalam kampanye politik dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Pew Internet & American Life Project26. Setelah pemilihan tahun 2000 di Amerika Serikat, data exit poll dari CNN menunjukkan bahwa sepertiga calon pemilih telah menggunakan internet untuk mempelajari kampanye yang berlangsung saat itu27. Data penelitian mengenai penggunaan internet dalam berita dan informasi kampanye pada pemilihan tahun 2004 menunjukkan, 72% publik online untuk memperoleh berita; 54% online untuk memperoleh berita politik, informasi mengenai kandidat, atau kampanye yang akan datang. Semakin banyak orang yang merujuk pada internet sebagai sumber berita utama dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu mereka dalam memutuskan memberikan suara. Menurut penelitian Pew, informasi yang diperoleh secara online merupakan faktor menentukan bagi sepertiga dari sampel penelitian dalam mendukung/tidak mendukung sang kandidat. Karakteristik dari media baru yang interaktif, terdemasifikasi, dan fleksibel memberikan keuntungan bagi kandidat posisi/jabatan politik jika digunakan secara tepat pada kampanye politik mereka. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan media baru antara lain adalah dapat menekan biaya kampanye, terbuka untuk gerakan akar rumput dan aktivis, dapat berjalan 24/7, dan juga dapat menjadi forum berwacana bagi publik secara interaktif. Selain itu, melalui media baru sang kandidat dapat berhubungan lebih baik dengan pendukungnya dan memungkinkan para pendukung tersebut mengakses sang kandidat dengan lebih mudah. Singkatnya, pengalaman calon pemilih 26 st Haynes, Audrey. 2008. Making an Impression in the 21 Century: An Examination of Campaign Use of New Media in the 2008 Presidential Nomination Campaign. School of Public and International Affairs University of Georgia. Diakses tanggal 26 Maret 2013 27 Phillip N. Howard. 2006. New Media Campaigns and Managed Citizen. New York: Cambridge University Press. Hal. 1 23 menggunakan media baru lebih kaya dan lebih banyak hal yang bisa dicari dengan cepat, karena setiap informasi dapat saling terhubung, sehingga kesempatan untuk mempelajari sang kandidat dapat dikatakan tidak terbatas, dibandingkan dengan media tradisional. 3. Komunikasi Organisasi Mengingat bahwa objek penelitian ini berupa institusi (organisasi masyarakat sipil), maka analisis atas komunikasi organisasi menjadi kajian yang penting untuk ditelaah. Pembahasan mengenai komunikasi organisasi ini meliputi: karakterisitk organisasi, manajemen informasi dalam organisasi media baru, komunikasi dalam organisasi, serta teknologi informasi yang digunakan organisasi, Melalui pembahasan ini, peneliti diharapkan mampu memberi konteks atas locus of interest penelitian. a. Karakteristik organisasi Pace dan Faules mengemukakan dua definisi komunikasi organisasi dari dua perspektif yang berbeda28. Pertama, komunikasi organisasi dari perspektif fungsional (objektif) merupakan pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Kedua, komunikasi organisasi dari perspektif interpretif (subjektif) adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi. Berdasarkan perkembangan teknologi, organisasi dapat diklasifikasikan menjadi organisasi tradisional dan organisasi baru/modern. Perbandingan antara organisasi tradisional dan organisasi baru/modern dapat dilihat pada tabel berikut ini29: 28 R. Wayne Pace dan Don F. Faules. Op. Cit. Hal. 31-33 Wisnu Martha Adiputra. 2010. Potret Manajemen Media di Indonesia. Yogyakarta: Total Media. Hal. 149 29 24 Tabel 1.3 Perbandingan organisasi tradisonal dan organisasi baru/modern Organisasi Tradisional Organisasi baru/modern Stabil Dinamis Tidak fleksibel Fleksibel Berfokus pada pekerjaan Berfokus pada keahlian Pekerjaan didefinisikan berdasarkan Pekerjaan didefinisikan posisi pekerjaan tugas yang harus dilakukan Berorientasi individu Berorientasi tim Pekerjaan yang tetap Pekerjaan sementara Berorientasi perintah Berorientasi keterlibatan Pekerja berdasarkan berpartisipasi Manajer selalu membuat keputusan keputusan Berorientasi peraturan Berorientasi konsumen Tenaga kerja yang relatif homogen Tenaga kerja beragam membuat Waktu kerja tidak memiliki batasan Hari kerja berdasarkan waktu waktu Hubungan hierarkis Hubungan lateral dan jaringan Bekerja di fasilitas organisasi selama jam kerja tertentu Bekerja di mana saja dan kapan saja Sumber: Wisnu Martha Adiputra 2010:149 b. Manajemen informasi dalam organisasi media baru Sebelum masuk ke dalam pembahasan manajemen informasi dalam organisasi, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai manajemen media dan seluk-beluk di dalamnya. Manajemen media adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana pengelolaan media dengan prinsip-prinsip dan seluruh proses manajemennya dilakukan, baik terhadap media sebagai industri yang bersifat komersial maupun sosial, media sebagai institusi komersial maupun 25 sebagai institusi sosial30. Elemen-elemen lain dari media seperti karakteristik, posisi dan peranannya dalam lingkungan dan sistem ekonomi, sosial, politik tempat media itu berada, serta perkembangan teknologi yang berpengaruh juga dipelajari secara lengkap. Secara lebih konkret, manajemen media memberikan pengetahuan tentang proses manajemen yang terdiri dari fungsi planning, organizing, influencing, budgeting, controlling sesuai dengan karakteristik media secara lengkap dan jelas. Manajemen media identik dengan adanya faktor ketidakpastian.31 Ketidakpastian ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti perubahan regulasi, depresi ekonomi dan sistem permodalan, meningkatnya tuntutan dan kesadaran publik, keterbatasan SDM yang berkualitas, pergeseran minat konsumen media, serta perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi telah melahirkan media baru yang membawa dampak signifikan terhadap cara orang mengonsumsi media. Media baru yang berfungsi sebagai media partisipasi kolektif ini juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya tuntutan dan kesadaran publik. Hal ini menjadi indikasi bahwa publik saat ini menjadi lebih cerdas dibandingkan era sebelumnya ketika penggunaan media baru belum digunakan secara luas oleh masyarakat. Contohnya adalah kemunculan gerakan-gerakan sosial oleh masyarakat dengan memanfaatkan kanal-kanal media baru guna menggalang dukungan dari sesama anggota masyarakat, seperti Jalin Merapi, Gerakan Coin A Chance, Koin Peduli Prita Mulyasari, dan juga JASMEV. Melalui penggunaan media baru, publik tidak lagi berperan sebagai entitas pasif yang hanya menerima pesan yang disodorkan padanya, tetapi juga dapat menjadi entitas aktif yang menciptakan pesan tersebut. Diperlukan pemahaman aspek manajerial yang baik dalam mengoperasikan dan menjalankan organisasi media baru. Hal ini disebabkan media baru memiliki karakteristik yang berbeda dengan media massa yang telah muncul sebelumnya, sehingga penanganannya pun berbeda. Perbedaan itu terletak pada platform dan 30 31 Amir Effendi Siregar. Ibid., hal. 5 Diyah Hayu Rahmitasari. Ibid., hal. vii 26 cara kita “mengemas” informasi tersebut32. Di media baru, informasi yang telah disampaikan di media massa tetap dapat menarik minat masyarakat karena dimensi yang berubah dan kemasan yang baru. Dengan karakteristik yang dimilikinya, media baru memungkinkan penggunanya untuk mendistribusikan, mengolah, dan menciptakan kembali informasi yang telah mereka terima. Selain itu, SDM yang dilibatkan juga mengalami perubahan. Menurut Tunstall, perubahan dalam SDM tersebut adalah sebagai berikut33: Lebih banyak pekerjaan bersifat jangka pendek dan tidak resmi Lebih banyak penggunaan jaringan informal, kekerabatan, nepotisme, dan kolega dalam memperoleh pekerjaan Bertambahnya pekerja dengan kemampuan multi-skilling dan berkurangnya pekerja dengan single skill yang spesifik Kebanyakan awak media mencari pekerjaan di dua tempat berbeda atau bekerja di siang hari ditambah dengan pekerjaan di malam hari Lebih banyak wanita yang dipekerjakan, di mana pekerjaan media tingkat rendah dan menengah mayoritas mempekerjakan wanita SDM dapat lebih mudah menguasai kecakapan memproduksi pesan karena pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Penyedia informasi tidak lagi berupa entitas besar, melainkan perseorangan dengan ide-ide yang unik. Hal ini berkaitan dengan konsep kreativitas yang memiliki arti penting dalam manajemen media baru. Karena banyak bergantung pada kreativitas, pesan dalam organisasi media baru tidak dapat selalu muncul dalam pola dan waktu yang jelas dan teratur. Pesan media baru dapat berganti format dengan sesama media baru. Oleh karena itu, dalam memanajemen informasinya, organisasi media baru dapat memindahkan informasi dengan lebih mudah dari satu jenis media baru ke jenis lainnya. Produsen dan konsumen informasi dimungkinkan untuk berkolaborasi 32 33 Wisnu Martha Adiputra. Ibid., hal. 142 Ibid., hal. 151 27 memproduksi ataupun bertukar informasi dengan mudah. Singkatnya, media baru memperkuat posisi individual dalam mengontrol media. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana media baru telah mengubah cara orang berkomunikasi serta mendapatkan berita dan informasi. Perubahan ini terjadi karena media baru dapat menyediakan konten untuk setiap individu, mengkreasi, menerbitkan, serta mengirim materi berita yang dibuat lewat berbagai perangkat, memungkinkan setiap orang menjadi produser sekaligus konsumen konten, dan memungkinkan terjadinya interaksi/interkoneksi antarindividu secara praktis tanpa harus melalui tatap muka secara langsung. Lewat media baru, berbagai macam ide dan informasi dapat didistribusikan kepada banyak orang dengan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan media massa (tradisional). Media baru memungkinkan pola komunikasi many to many sehingga praktis tidak ada sistem kepemilikan dalam sistem media baru ini. Dampaknya, konten di media baru bebas dari kontrol siapa pun sehingga tidak ada monopoli dalam penyampaian pesan. Dalam media baru, terjadi perubahan manajemen informasi pada sistem mengakses informasi, baik berita maupun hiburan, dari push media (satu ke semua) menjadi pull media (mengambil dari siapa pun, mana pun, kapan pun)34. Organisasi media baru yang ingin menggalang dukungan dari sesama anggota masyarakat seperti JASMEV harus melakukan konfigurasi terhadap teknologi informasi dan komunikasi agar sesuai dengan kebutuhan mereka. Selain memahami potensi kegunaan dari teknologi yang digunakan, mereka juga harus memahami tujuan dari organisasi. Dengan demikian, mereka tidak sekadar mengadopsi dan menggunakan teknologi, melainkan juga menyesuaikan penggunaan dengan tujuan mereka secara kritis, agar proses produksi pesan dapat berjalan secara efektif dan efisien, sesuai esensi dari proses manajemen itu sendiri35. 34 Ishadi S. K. Ibid., hal. 131 Rochyati Wahyuni Triana. 2007. Seri Buku Ajar: Azas-Azas Manajemen 1. Surabaya: Fisip Unair. Hal. 3 35 28 c. Komunikasi dalam organisasi Ronald Adler dan George Rodman menyatakan ada dua arus komunikasi yang berlangsung dalam suatu organisasi dengan fungsinya masing-masing, yaitu: (1) Arus komunikasi vertikal, terdiri dari: (a) Arus komunikasi dari atas ke bawah (downward communication), berlangsung ketika orang pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi downward adalah penyampaian instruksi kerja (job instruction), penjelasan mengapa suatu tugas perlu dilaksanakan (job rationale), penyampaian peraturan yang berlaku (procedures and practices), dan pemberian motivasi bekerja lebih baik. (b) Arus komunikasi dari bawah ke atas (upward communication), berlangsung ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi upward adalah penyampaian informasi pekerjaan/tugas yang sudah dilaksanakan, penyampaian informasi persoalan dalam pekerjaan/tugas yang tidak dapat diselesaikan, penyampaian saran perbaikan, dan penyampaian keluhan tentang diri karyawan/pekerjaannya. (2) Arus komunikasi horizontal, berlangsung antara karyawan/bagian yang memiliki kedudukan setara. Fungsi arus komunikasi horizontal adalah memperbaiki koordinasi tugas, upaya pemecahan masalah, saling berbagi informasi, upaya memecahkan konflik, dan membina hubungan melalui kegiatan bersama36. 36 Syaiful Rohim. 2009. Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Hal.111-112 29 d. Teknologi komunikasi dalam organisasi Tornatzky dan Fleischer (1990) menyatakan, terdapat empat pandangan tentang implementasi teknologi komunikasi oleh organisasi/lembaga37. Pertama, manajemen sistem. Implementasi teknologi komunikasi merupakan upaya mengoptimalkan hasil sistem organisasi. Kedua, proses birokrasi. Implementasi teknologi komunikasi merupakan upaya mengubah kebijakan sebuah lembaga berdasarkan persepsi manajemen puncak. Ketiga, pengembangan organisasi. Implementasi teknologi komunikasi merupakan upaya memenuhi keinginan individu dan komunitas untuk meningkatkan partisipasi. Keempat, konflik/tawar-menawar. Implementasi teknologi komunikasi merupakan hasil tawar-menawar yang menghasilkan jalan keluar kompromistis. Sproull dan Kiesler (1991) dalam Pace dan Faules menyatakan bahwa teknologi komunikasi baru memiliki pengaruh tingkat pertama dan kedua terhadap organisasi dan SDM yang bekerja di dalamnya38. Pengaruh tingkat pertama adalah hasil teknis yang direncanakan (yakni kenaikan produktivitas dan efisiensi), sedangkan pengaruh tingkat kedua berhubungan dengan inovasi dan konsekuensi sosial yang tak terduga, yang merupakan kekhasan dampak jangka panjang. Ada dua pandangan mengenai perubahan yang terjadi. Pandangan pertama adalah determinisme teknologi. Pandangan ini merupakan pandangan pesimistik teknologi, yang berasumsi bahwa teknologi komunikasi baru menentukan perubahan apa yang terjadi dalam organisasi dan SDM yang bekerja di dalamnya dikendalikan dalam kebiasaan gaya-mesin. Pandangan kedua adalah sudut pandang interaksionis. Pandangan ini berasumsi bahwa perubahan yang terjadi ditentukan oleh bagaimana SDM memandang dan menggunakan media baru untuk memenuhi tugas-tugas organisasi. Dengan demikian, efisiensi dan produktivitas (yang merupakan pengaruh tingkat pertama) tidak hanya diasumsikan berdasarkan manfaat teknis teknologi komunikasi baru semata, 37 38 Ana Nadhya Abrar. Op. Cit. Hal. 32-33 R. Wayne Pace dan Don F. Faules. Op. Cit. Hal. 231 30 melainkan juga mempertimbangkan penggunaan dan persepsi SDM terhadap hal tersebut dalam proses dan praktik komunikasi organisasi dan insani. F. Kerangka Konsep Bagian ini merupakan konseptualisasi kerangka pemikiran yang telah dijabarkan. Seperti telah dijelaskan di atas, terdapat tiga kata kunci yang menjadi poin penting dalam kerangka pemikiran, yaitu: media baru, komunikasi politik, dan komunikasi organisasi. Keterkaitan antara ketiganya melahirkan sejumlah kerangka konsep penting sebagai “pisau analisis” dalam penelitian ini, yakni: media baru dilihat dari segi penggunaannya, strategi komunikasi politik oleh new social movement (NSM) sebagai bentuk komunikasi politik, tanpa melepaskan konteks bahwa organisasi masyarakat sipil adalah objek material dari penelitian ini. 1. Implementasi penggunaan media baru oleh organisasi Dalam operasinya, JASMEV menggunakan beragam media baru. Seperti telah dijelaskan dalam kerangka pemikiran, McQuail membuat pengelompokan media baru menjadi empat kategori menurut fungsinya 39: (1) media komunikasi interpersonal (interpersonal communication media) Pesan dalam media ini bersifat privat dan mudah hilang. Hubungan yang terbangun dan dikuatkan teknologi ini lebih utama dibandingkan dengan informasi yang disampaikan.. Contoh: telepon, handphone, e-mail (2) media bermain interaktif (interactive play media) Interaktivitas dan kemungkinan dominasi kepuasan dalam proses yang diciptakan teknologi ini lebih utama dibandingkan penggunaannya. Semakin interaktif proses komunikasi, semakin menarik pula permainannya. Contoh: permainan berbasis komputer, video game, permainan dalam internet, perangkat realitas virtual 39 Denis Mc Quail. Op. Cit. 31 (3) media pencari informasi (information search media) Teknologi ini meliputi kategori yang luas dan dapat diakses dengan mudah. Interaktivitas dalam pencarian informasi juga merupakan aspek yang diperkuat oleh teknologi ini. Informasi memiliki keterkaitan satu sama lain dan setiap pengguna dapat membagikan serta memperbaiki informasi yang telah tersedia. Contoh: internet, world wide web (WWW), portal/search engine, teleteks siaran (broadcast teletext), pelayanan data melalui radio (radio data services) (4) media partisipasi kolektif (collective participatory media) Kategori ini tidak hanya berbagi dan mempertukarkan informasi, melainkan juga ide, pengalaman, dan pengembangan hubungan personal aktif yang dimediasi komputer. Tujuan dari penggunaan teknologi ini mulai dari tujuan yang instrumental sampai emosional. Contoh: penggunaan internet untuk berbagi dan pertukaran informasi, pendapat, pengalaman Objek formal dari penelitian ini adalah media baru, di mana proses komunikasi yang ingin diteliti adalah penggunaan media baru tersebut oleh JASMEV sebagai sebuah organisasi. Oleh sebab itu, salah satu konsep yang ingin diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini adalah ragam dan fungsi penggunaan dari teknologi media baru yang dipakai oleh relawan JASMEV berdasarkan kategori teknologi media baru oleh McQuail di atas, serta latar belakang relawan yang lebih aktif di media sosial tertentu. Rogers dan Kincaid melalui Convergence Theory menggambarkan komunikasi sebagai proses horizontal antara dua orang atau lebih yang ditunjukkan dengan information sharing dalam sebuah jaring-jaring sosial40. Komunikasi dianggap sebagai proses berkesinambungan, di mana ada pertukaran informasi yang saling menguntungkan antarpartisipan komunikasi. Sumber informasi dapat berasal dari partisipan maupun dari luar lingkaran 40 Rogers dan Kincaid. Op. Cit. 32 partisipan (pemerintah, media massa, atau institusi lain). Oleh sebab itu, jaringan komunikasi dapat dilihat dari interkoneksi antarindividu yang dihubungkan oleh pola pertukaran informasi. Pertukaran informasi ini merupakan upaya mencapai mutual understanding, mutual agreement, dan berlanjut untuk melakukan sebuah aksi kolektif (collective action). Berdasarkan pendekatan model Convergence Theory, konsep ini juga akan melihat interaktivitas penggunaan media baru oleh relawan JASMEV. Selain itu, penelitian ini juga akan meneliti dan menganalisis harapan dan motivasi keikutsertaan mereka yang tergabung dalam JASMEV, serta keterkaitan antara harapan dan motivasi tersebut dengan kinerja mereka sebagai relawan, baik melalui penggunaan media baru maupun kegiatan offline (tanpa menggunakan media baru), dengan menggunakan pendekatan Teori Harapan dan Motivasi Vroom. Seperti telah disinggung sebelumnya, teknologi komunikasi baru membawa perubahan terhadap organisasi dan SDM yang bekerja di dalamnya. Pandangan interaksionis berasumsi bahwa perubahan yang terjadi ditentukan oleh bagaimana SDM memandang dan menggunakan media baru untuk memenuhi tugas-tugas organisasi41. Dengan demikian, perubahan berupa efisiensi dan produktivitas (yang merupakan pengaruh yang diharapkan dari penggunaan media baru dalam organisasi) tidak hanya diasumsikan berdasarkan manfaat teknis teknologi komunikasi baru semata, melainkan juga mempertimbangkan penggunaan dan persepsi SDM terhadap hal tersebut dalam proses dan praktik komunikasi organisasi dan insani. Berdasarkan pernyataan ini, konsep yang ingin diteliti adalah manfaat dan kendala yang dialami oleh JASMEV dalam penggunaan media baru. Sub-konsep lain yang akan diteliti adalah aturan penggunaan media baru yang disepakati anggota organisasi. 2. Strategi kampanye politik sebagai bentuk komunikasi politik Rogers dan Storey (1987) mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu 41 R. Wayne Pace dan Don F. Faules. Op. Cit. Hal. 231 33 pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara terencana42. Berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik definisi dari kampanye politik sebagai serangkaian tindakan komunikasi politik yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara terencana. Kampanye politik merupakan bentuk komunikasi politik. Strategi kampanye politik dapat dilakukan dengan memaksimalkan komponen-komponen pokok yang ada dalam suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan kampanye politik, meliputi: Pelaku kampanye Zalmant dkk. (1992) membagi tim kerja kampanye (social change campaign) dalam dua kelompok, yakni leaders (pemimpin/tokoh) dan supporters (pendukung di tingkat akar rumput)43. Hovland, Janis, dan Kelley menemukan tiga aspek utama yang mempengaruhi kredibilitas sumber seperti diilustrasikan dalam tabel berikut44: Tabel 1.4 Kredibilitas Pelaku Kampanye Aspek Karakteristik Keterpercayaan Kaitannya dengan moralitas, kejujuran, ketulusan, (trustworthiness) bijak dan adil, perilaku terpuji, kepedulian dan tanggung jawab sosial, memiliki integritas pribadi Keahlian Tingkat pendidikan, kecerdasan, wawasan luas, (expertise) terampil, berpengalaman Daya tarik Meliputi daya tarik fisik dan psikologis Faktor pendukung Keterbukaan, ketenangan, kemampuan bersosialisasi 42 Antar Venus. Op. Cit. Hal. 7 Ibid., hal. 54 44 Ibid., hal. 67 43 34 Pesan kampanye Kampanye pada dasarnya adalah penyampaian pesan dari pengirim kepada khalayak. Tujuan kampanye hanya dapat dicapai bila khalayak memahami pesan-pesan yang ditujukan kepada mereka. Seorang pelaku kampanye yang baik harus memperhatikan bagaimana ia mengemas sebuah pesan karena hal itu akan menentukan efektivitas komunikasi yang dilakukannya. Berhasil tidaknya sebuah kegiatan kampanye bergantung pada sebaik apa ia mengolah, mendesain, dan mengorganisasikan pesan kampanye hingga tercipta kesamaan makna (commoness) antara pelaku kampanye dan penerima pesan. Bettinghaus dan Johston (1994) menekankan dua aspek penting dalam mendesain pesan kampanye45: - Isi pesan Banyak hal terkait dengan isi pesan, mulai dari materi pendukung, visualisasi pesan, isi negatif pesan, pendekatan emosional, pendekatan rasa takut, kreativitas dan humor, serta pendekatan kelompok rujukan. - Struktur pesan Secara umum ada tiga aspek yang terkait langsung dengan struktur pesan, yakni sisi pesan (message sidedness), susunan penyajian (order of presentation), dan pernyataan kesimpulan (drawing conclusion). Sisi pesan memperlihatkan apakah pelaku kampanye menggunakan pola pesan satu sisi dengan hanya menyajikan pesan yang mendukung posisinya (one sided message) atau pola pesan dua sisi dengan menyajikan sebagian dari kelemahan posisinya/kelebihan posisi pihak lain (two sided message). Susunan penyajian memperlihatkan penempatkan argumentasi dalam pesan, apakah argumentasi akan ditempatkan di awal, tengah, atau akhir dari suatu pesan kampanye. Pernyataan kesimpulan memperlihatkan apakah pelaku kampanye perlu 45 Ibid., hal. 71-78 35 menyajikan kesimpulan pesan secara eksplisit atau membiarkan khalayak menyimpulkan pesan sendiri (implisit). Saluran kampanye Beberapa dasawarsa lalu para teoretisi komunikasi masih memandang media sebagai komponen komunikasi netral yang tidak mempengaruhi pemahaman dan penerimaan pesan oleh khalayak, hingga akhirnya para ahli komunikasi mulai menggugat keyakinan tersebut. Salah satu yang terkenal adalah Marshall McLuhan yang terkenal dengan pernyataan ‘the medium is the message’ (medium adalah pesan itu sendiri). McLuhan menyatakan bahwa teknologi komunikasi baru tidak hanya mengubah jumlah ketersediaan informasi di masyarakat, tetapi juga mempengaruhi isi pesan yang ditransmisikannya. Bentuk media yang merepresentasikan informasi akan menentukan makna pesan yang disampaikan dan juga derajat ambiguitas pesan tersebut. Dalam program kampanye, Varey (2003) menyatakan, seleksi media yang digunakan sebagai saluran kampanye dipengaruhi oleh sembilan aspek yang menentukan, yaitu jangkauan, tipe khalayak, ukuran khalayak, biaya, tujuan komersialisasi, waktu, keharusan pembelian media, batasan/aturan, dan aktivitas pesaing46. Berdasarkan aspek-aspek ini, dapat dilihat bagaimana penggunaan internet yang merupakan salah satu jenis media baru sebagai saluran kampanye dapat menjadi strategi komunikasi politik untuk mengatasi aspek-aspek tersebut, karena karakteristikkarakteristiknya yang memberikan alasan positif seperti dinyatakan Varey, yaitu murah; aktif; pesan dapat berupa animasi, suara, dan warna untuk menarik perhatian; penyediaan informasi secara cepat; dapat digunakan sebagai fasilitas dalam penjualan47. 46 47 Ibid., hal. 90 Ibid., hal. 92 36 Khalayak sasaran kampanye Menurut Ferguson (1999), ada lima konsep yang berpengaruh signifikan terhadap cara orang mempersepsi dan merespons pesan kampanye, yaitu keyakinan, sikap, nilai yang dianut, kebutuhan, dan kepribadian48. Penelitian ini ingin meneliti dan menganalisis bagaimana penggunaan media mempengaruhi/menciptakan komunikasi politik baru memainkan perubahan terhadap yang dijalankan oleh peran dalam konsep strategi JASMEV, berdasarkan pernyataan Marshall McLuhan “the medium is the message”. Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat bagaimana strategi JASMEV dalam menghadapi isu bersifat primordial/SARA yang menyerang pasangan Jokowi-Ahok. 3. Komunikasi organisasi dan manajemen informasi Objek material dari penelitian ini adalah institusi, yaitu JASMEV, yang merupakan wujud organisasi masyarakat sipil. JASMEV merupakan organisasi yang menggunakan media baru dalam operasinya. Penggunaan media baru dalam suatu organisasi akan memberikan perubahan pada SDM yang terlibat di dalamnya, dibandingkan dengan organisasi yang menggunakan media tradisional. SDM ditantang untuk menguasai kecakapan memproduksi pesan dan melakukan konfigurasi terhadap teknologi informasi dan komunikasi agar sesuai dengan kebutuhan mereka demi mencapai tujuan organisasi. Penyedia informasi tidak lagi berupa entitas besar, melainkan perseorangan dengan ide-ide yang unik. Hal ini berkaitan dengan konsep kreativitas yang memiliki arti penting dalam manajemen media baru. Karena banyak bergantung pada kreativitas, pesan dalam organisasi media baru tidak dapat selalu muncul dalam pola dan waktu yang jelas dan teratur. 48 Ibid., hal. 98-116 37 Media baru memungkinkan pola komunikasi many to many sehingga praktis tidak ada sistem kepemilikan informasi dalam sistem media baru ini. Dampaknya, konten di media baru bebas dari kontrol siapa pun sehingga tidak ada monopoli dalam penyampaian pesan. Dalam media baru, terjadi perubahan manajemen informasi pada sistem mengakses informasi, baik berita maupun hiburan, dari push media (satu ke semua) menjadi pull media (mengambil dari siapa pun, mana pun, kapan pun) 49. Konsep komunikasi organisasi menjadi penting untuk melihat bagaimana JASMEV melakukan manajemen informasinya. Berdasarkan pernyataan Rogers mengenai karakteristik media baru seperti interaktif, de-massified, dan asynchronous, penelitian ini ingin meneliti dan menganalisis bagaimana penggunaan media baru tersebut mempengaruhi JASMEV dalam melakukan koordinasi dan manajemen informasi dalam konteks komunikasi organisasi. Beberapa sub-konsep yang akan diteliti antara lain alur kerja organisasi, sistem informasi organisasi, pembagian tugas dalam organisasi, serta proses komunikasi internal dan eksternal organisasi. Proses komunikasi internal merupakan proses komunikasi antarrelawan, sedangkan proses komunikasi eksternal merupakan proses komunikasi antara JASMEV dengan organisasi/komunitas lain dan masyarakat umum. 49 Ishadi S. K. Op. Cit., hal. 131 38 G. Skema Riset Media Baru Kampanye Politik Jokowi-Ahok Social Media Volunteers (JASMEV) menggunakan media baru sebagai strategi untuk mendukung kampanye politik “Jakarta Baru.” Sejumlah kerangka konsep penting sebagai “pisau analisis” dalam penelitian ini meliputi: Implementasi penggunaan media baru oleh organisasi - ragam teknologi media baru yang digunakan (sumber: observasi. wawancara) - aturan penggunaan media baru yang disepakati anggota organisasi (sumber: wawancara, dokumen) - manfaat dan kendala dalam penggunaan media baru (sumber: wawancara) - interaktivitas penggunaan media baru oleh anggota organisasi (sumber: observasi, wawancara) motif/aspirasi pribadi penggunaan media baru (sumber: wawancara) Strategi kampanye politik sebagai bentuk komunikasi politik - strategi komunikasi politik menggunakan media batu (sumber: observasi, wawancara) - strategi menghadapi isu primordial/SARA (sumber: observasi, wawancara) Komunikasi organisasi dan manajemen informasi - alur kerja (sumber: wawancara) organisasi observasi, - sistem informasi organisasi (sumber: observasi, wawancara) - proses komunikasi internal dan eksternal organisasi (sumber: observasi, wawancara) - pembagian tugas dalam organisasi (sumber: wawancara, dokumen) 39 H. Metodologi Penelitian 1. Jenis dan sifat penelitian Jenis penelitian dapat ditentukan berdasarkan kriteria/pendekatan tertentu yang digunakan, antara lain: (1) tujuan, (2) pendekatan, (3) tempat, (4) pemakaian atau hasil/alasan yang diperoleh, (5) bidang ilmu yang diteliti, (6) taraf penelitian, (7) teknik yang digunakan, (8) keilmiahan, dan (9) spesialisasi bidang (ilmu) garapan. Menurut Nasution dalam Rianto, jenis penelitian berdasarkan kriteria/pendekatan tujuan dapat digolongkan menjadi tiga50, yaitu: (1) penelitian eksploratif/eksploratoris, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggali data dan informasi tentang suatu topik/isu yang belum atau baru dikenal, biasanya untuk kepentingan pendalaman/penelitian lanjutan yang lebih sistematis. (2) penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memaparkan (mendeskripsikan) gambaran keadaan dan sifat situasi/fenomena sosial secara detail, sistematis, dan akurat. (3) penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab dan akibat (kausal) antarvariabel dengan menguji hipotesis guna memberikan penjelasan mengapa sesuatu terjadi. Berdasarkan tujuan yang dingin dicapai dalam penelitian ini, penelitian deskriptif dianggap sebagai jenis penelitian yang paling sesuai untuk digunakan, karena penelitian ini bermaksud untuk memaparkan (mendeskripsikan) 50 Nasution dalam Rianto. 2008. Metodologi Riset Komunikasi. BPPI dan PKMBP. Hal. 90 40 gambaran strategi komunikasi politik menggunakan media baru oleh JASMEV pada Pilkada DKI Jakarta 2012. 2. Metode penelitian Metode penelitian ini adalah metode studi kasus, yang merupakan salah satu jenis pendekatan deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan ketika “bagaimana” atau “mengapa” diajukan dalam pertanyaan penelitian, peneliti memiliki sedikit kontrol atas peristiwa/fenomena yang diteliti, serta ketika fokus penelitian mengacu pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam beberapa konteks kehidupan nyata51. Dalam metode studi kasus, peneliti melakukan penelitian secara intensif, terperinci, dan mendalam terhadap suatu organisme (individu), lembaga, atau gejala tertentu dengan daerah atau subjek yang sempit. Dengan kata lain, studi kasus juga bermanfaat untuk meneliti fenomena unik yang terjadi di sebuah organisasi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini, di mana penggunaan media baru adalah fenomena terkini yang dilakukan oleh JASMEV guna menyebarkan informasi yang akurat seputar Jokowi-Ahok pada masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2012 putaran kedua. Keunikan fenomena ini terletak pada kebaruan fenomena munculnya new social movements (NSM) digital dalam bentuk organisasi media baru untuk mendukung kampanye politik, sehingga dianggap layak untuk diteliti dengan menggunakan metode studi kasus. Hasil penelitian studi kasus hanya berlaku pada kasus yang diselidiki karena memang tidak dimaksudkan untuk digeneralisasi sehubungan dengan lingkupnya yang sempit. Metode studi kasus sangat tepat untuk menganalisis kejadian tertentu di suatu tempat tertentu dan waktu yang tertentu pula. Oleh sebab itu, metode studi kasus dirasa sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini, karena peran JASMEV dapat dirasakan pada masa kampanye Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, bulan Agustus dan September 2012, bagi pengguna media baru yang mengikuti fenomena kampanye tersebut. 51 Robert K. Yin. 1989. Case Study Research Design and Methods. Washington: COSMOS Corporation. Hal. 1 41 Terdapat empat jenis desain penelitian dalam studi kasus, yaitu desain kasus tunggal holistik (single case-holistic), desain kasus tunggal terjalin (single case embedded), desain multikasus holistik (multiple case-holistic), dan desain multikasus terjalin (multiple cases-embedded)52. Penelitian ini akan menggunakan desain kasus tunggal holistik (single case-holistic), dimana hanya terdapat satu unit analisis yang dikaji, yakni berfokus pada strategi komunikasi politik menggunakan media baru oleh JASMEV. 3. Teknik pengumpulan data Pengumpulan data dalam studi kasus dapat diambil dari berbagai sumber informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Yin mengungkapkan bahwa terdapat enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus53, yaitu: (1) dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, kliping, artikel; (2) rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama, rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender dan sebagainya; (3) wawancara biasanya bertipe open-ended; (4) observasi langsung; (5) observasi partisipan; dan (6) perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen, pekerjaan seni, dan lain-lain. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik, yaitu: (1) Observasi Observasi merupakan teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung di lapangan. Berdasarkan keterlibatan peneliti dalam kegiatan-kegiatan objek penelitian yang diamati, observasi dapat dibedakan menjadi observasi partisipan (participant observation) dan 52 53 Ibid., hal. 46 Ibid., hal. 85 42 observasi tak partisipan (non-participant observation). Dalam observasi partisipan, peneliti ikut serta dalam kegiatan objek penelitian, seolah-olah merupakan bagian dari mereka. Sedangkan dalam observasi tak partisipan, peneliti berada di luar kegiatan objek penelitian dan tidak ikut dalam kegiatan yang mereka lakukan. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan secara non-partisipatif, di mana peneliti terlibat langsung menjadi anggota relawan dari JASMEV dan meneliti bagaimana para relawan menggunakan media baru untuk kepentingan organisasi. Data observasi ini berguna dalam menyediakan informasi mengenai fenomena yang sedang diteliti, memperkaya pemahaman peneliti akan pola kerja JASMEV, serta memberikan gambaran lebih riil tentang praktik penggunaan media baru untuk mendukung kampanye politik “Jakarta Baru.” (2) Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data menggunakan format tanya jawab yang terencana. Wawancara dapat dilakukan dalam bentuk tatap muka secara langsung maupun secara tidak langsung melalui media komunikasi seperti e-mail dan telepon. Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Dalam wawancara terstruktur daftar pertanyaan sudah dibuat secara sistematis karena peneliti telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang ingin diperoleh dari responden. Sedangkan dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dari responden dan tidak menggunakan daftar pertanyaan secara spesifik. Wawancara dalam penelitian ini merupakan wawancara tidak terstruktur karena menggunakan panduan wawancara yang hanya berfungsi untuk mengingatkan peneliti tentang topik-topik utama yang perlu ditanyakan, dan bukan untuk membatasi peneliti. 43 Ada dua jenis pertanyaan dalam wawancara, yaitu pertanyaan terbuka (open-ended) dan pertanyaan tertutup (close-ended). Pertanyaan terbuka menggambarkan pilihan bagi orang yang diwawancarai untuk merespons. Mereka terbuka dan bebas merespons. Sementara pertanyaan tertutup membatasi respons orang yang diwawancarai. Responden diberi suatu pertanyaan dengan beberapa pilihan jawaban, namun tidak punya kesempatan menulis tanggapannya sendiri. Wawancara dalam penelitian ini menggunakan bentuk pertanyaan terbuka karena penelitian kualitatif menggunakan pendekatan pertanyaan yang fleksibel54, di mana peneliti dapat mengganti pertanyaan di tengah wawancara atau bertanya suatu hal yang sebelumnya tidak terdapat dalam panduan wawancara. Dua pekerjaan utama dalam wawancara adalah mengikuti garis besar penelitian kita seperti direfleksikan dalam protokol studi kasus dan menanyakan pertanyaan sesungguhnya (dalam bentuk percakapan) yang memenuhi garis besar penelitian dengan perilaku yang bersahabat dan tidak mengancam. Misalnya, mengajukan kata tanya ‘bagaimana’ dapat menciptakan keterbukaan terhadap informan, dibandingkan dengan langsung mengajukan kata tanya ‘mengapa’. Wawancara merupakan sumber data yang penting karena studi kasus pada umumnya merupakan peristiwa manusia (human affair), yang dapat dilaporkan dan diinterpretasikan melalui sudut pandang informan. Informan yang mengetahui banyak hal dapat memberikan wawasan penting mengenai fenomena yang diteliti, sekaligus dapat memberikan akses pada narasumber relevan lainnya. Responden yang diwawancara dalam penelitian ini adalah orangorang pengguna media baru yang terlibat dalam gerakan relawan JASMEV. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data dan informasi 54 Roger D. Wimmer & Joseph R. Dominick. 2008. Mass Media Research: An Introduction. 9th Edition. Belmont, CA: Thomson Wadsworth Publishing Co. Hal. 116 44 mengenai penggunaan dan pemaknaan media baru oleh JASMEV. Adapun informan yang akan diwawancara antara lain adalah: - Alex Ferry (salah satu pendiri JASMEV) - Kartika Djumadi (koordinator JASMEV dan anggota tim kampanye Jokowi-Ahok ) - Ferry Winata (relawan aktif JASMEV) - Jonny Wong (relawan aktif JASMEV) - Anggita Sari (relawan aktif JASMEV) - Nina Langitan (general manager Arwuda) Untuk menjamin bahwa relawan yang diwawancarai merupakan relawan yang memang berkomitmen dalam mendukung Jokowi-Ahok di media sosial (bukan hanya ikut arus populer), digunakan pertimbangan sebagai berikut: (1) Narasumber terlibat aktif selama menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai relawan JASMEV, (2) Narasumber hingga saat ini masih aktif menyebarkan informasi seputar Jokowi-Ahok di media sosial, dan (3) Narasumber bersedia dan memiliki waktu serta media komunikasi untuk dihubungi sampai data penelitian yang dibutuhkan tercukupi. Adapun relawan yang diwawancarai ditentukan sejumlah tiga orang, karena selain dapat menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan dana, studi kasus juga masuk dalam ranah penelitian kualitatif yang tidak memiliki rumusan dalam mengambil jumlah narasumber, melainkan lebih menekankan kepada kedalaman dan kerincian. (3) Studi dokumen Studi dokumen merupakan teknik pengumpulan data baik melalui teks-teks tertulis (buku, ebook, artikel dalam majalah, surat kabar, buletin, jurnal, laporan atau arsip organisasi, makalah, publikasi pemerintah) maupun elektronik. Menurut Sugiyono, studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian 45 kualitatif55. Hal ini sesuai dengan pendapat Yin bahwa fungsi utama pengumpulan data melalui studi dokumen adalah untuk menguatkan dan menambahkan bukti dari sumber data lainnya56. Dalam mengumpulkan data berupa dokumen, peneliti harus menjadi pengamat yang seolah-olah mengalami sendiri (vicarious obsever) dan menyadari bahwa bukti dokumen merupakan refleksi komunikasi antara pihak-pihak lain yang berusaha memperoleh beberapa tujuan berbeda. Oleh sebab itu, peneliti harus secara konstan mengidentifikasi tujuan-tujuan ini agar dapat mengkritisi konten dokumen secara kritis dan tepat. Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis teks-teks tertulis yang berkaitan dengan penyebaran informasi mengenai pasangan JokowiAhok oleh JASMEV. Studi dokumen ini digunakan untuk memperkuat analisis peneliti terhadap penggunaan media baru oleh JASMEV dalam menyebarkan dan bertukar informasi mengenai pasangan Jokowi-Ahok. 4. Teknik analisis data Menurut Yin, ada tiga teknik analisis data dalam metode studi kasus, yaitu penjodohan pola, pembuatan penjelasan, dan analisis deret waktu 57. Teknik penjodohan pola membandingkan pola yang didasarkan atas kenyataan dengan pola yang diprediksikan (prediksi alternatif). Jika kedua pola ini ada persamaan, maka akan menguatkan validitas internal studi kasus. Teknik pembuatan penjelasan membuat eksplanasi tentang kasus yang bersangkutan. Teknik analisis deret waktu menyelenggarakan analisis deret waktu yang secara langsung analog dengan analisis deret waktu yang diselenggarakan dengan eksperimen dan kuasi eksperimen. Makin rumit dan tepat pola, makin tertumpu analisis deret waktu pada landasan yang kokoh bagi penarikan konklusi studi kasus. 55 Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA. Hal. 83 Robert K. Yin. 1989. Op. Cit. Hal. 87 57 Ibid., hal. 109 56 46 Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik penjodohan pola, yaitu teknik yang membandingkan pola berdasarkan kenyataan dengan pola yang diprediksikan (prediksi alternatif). Jika kedua pola ini ada persamaan, hasil tersebut dapat membantu sebuah studi kasus dalam memperkuat validitas internalnya. Jika studi kasus bertipe deskriptif, penjodohan pola masih relevan, sepanjang pola prediksi dari variabel spesifik ditentukan sebelum pengumpulan data. Hasil pengkorelasian/penemuan pola antara data temuan dengan proposisi teori yang sudah ada itu kemudian disajikan dalam bentuk narasi agar lebih mudah dipahami. Hasil akhir penelitian ini adalah pembahasan menyeluruh mengenai strategi komunikasi politik menggunakan media baru oleh JASMEV pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2012. 47