BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Landasan Teori II.1.1. Pengertian Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) efektif berarti dapat membawa hasil, berhasil guna, manjur atau mujarab, ada efeknya (akibat, pengaruhnya, kesannya). Dalam bahasa inggris ialah Effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Dapat dijelaskan kembali bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang di capai. Mendefinisikan dan mengukur efektivitas, khususnya dalam lingkup sumber daya manusia tidaklah langsung terlihat seperti bidang lain yang dapat diukur secara kuantitatif, tetapi ini tetap dapat dilakukan. Secara singkat, Robert L. Mathis dan John H. Jackson berpendapat bahwa efektivitas adalah tujuan yang dapat dicapai. Musanef dalam bukunya Manajemen Kepegawaian di Indonesia (1996:22) mengemukakan pendapatnya yaitu: “yang dimaksud efektif adalah dapat diselesaikan tepat waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.” 8 Beberapa papkar lain juga menjelaskan tentang efektivitas antara lain: Sumanth (dalam Darsono & Siswandoko, Tjatjuk.2011:196) menjelaskan bahwa efektifitas adalah seberapa baik tujuan yang dapat dicapai, merupakan prestasi yang dicapai dibandingkan dengan yang mungkin dicapai, dengan tetap mempertahankan mutu. Selanjutnya menurut Stoner (dalam Darsono & Siswandoko, Tjatjuk, 2011:196) menjelaskan efektifitas adalah konsep yang luas mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar organisasi, yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi. Adapun pendapat yang dikemukakan Sedarmayanti (2001: 59) dalam bukunya yang berjudul Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja mengenai pengertian efektivitas yaitu: “Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat” . Pada dasarnya dalam memaknai efektifitas setiap orang dapat memberikan pengertian yang berbeda sesuai sudut pandang dan kepentingan masing-masing. Dapat disimpulkan penulis bahwa efektivitas selalu merujuk pada efek, hasil guna dan dipandang dari sudut pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dan menimbulkan dampak bagi organisasi. Efektivitas juga diartikan sebagai ukuran yang menggambarkan seberapa jauh tujuan telah tercapai dengan memberikan hasil yang memuaskan tanpa mengabaikan mutu. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa efektivitas 9 yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketercapaian tujuan dengan melibatkan seluruh komponen dengan tepat, melaksanakan program sesuai aturan melalui rangkaian manajemen secara tepat waktu. Selanjutnya, Richard M. Steers (1985), mengemukakan ada 4 rangkaian variabel yang berhubungan dengan efektifitas, antara lain: 1. Ciri Organisasi Struktur dan teknologi organisasi dapat mempengaruhi segi-segi tertentu dari efektivitas, dengan berbagai cara. Mengenai struktur, ditemukan bahwa meningkatnya produktivitas dan efisiensi sering merupakan hasil dari meningkatnya spesialisasi fungsi, ukuran organisasi, sentralisasi pengambilan keputusan dan formalisasi. 2. Ciri Lingkungan Lingkungan luar dan dalam juga dinyatakan berpengaruh atas efektivitas. Keberhasilan hubungan organisasi dengan lingkungan tampak amat bergantung pada 3 variabel kunci yaitu: 1) Tingkat keterdugaan keadaan lingkungan, 2) Ketepatan persepsi dan 3) Tingkat rasionalitas organisasi. 3. Ciri Pekerja Faktor pengaruh penting yang ketiga atas efektivitas adalah para pekerja itu sendiri. Karena perilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan organisasi. Sarana pokok untuk mendapatkan dukungan yang diperlukan ini dari pekerja adalah mengintegrasikan tujuan pribadi dengan sasaran. 4. Kebijakan dan Praktek Manajemen Beberapa mekanisme khusus alat para manajer meningkatkan efektivitas organisasi. Mekanisme ini meliputi penetapan strategi, pencarian dan 10 pemanfaatan sumber-sumber daya secara efisien, menciptakan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, adaptasi dan inovasi organisasi. Sedangkan Sudarwan Danim (2004:121-122). dalam bukunya Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok menjelaskan beberapa variabel yang mempengaruhi efektivitas, yaitu: 1. Variabel bebas (independent variable) Yaitu variabel pengelola yang mempengaruhi variabel terikat yang sifatnya given dan adapun bentuknya, sebagai berikut : a. Struktur yaitu tentang ukuran; b. Tugas yaitu tugas dan tingkat kesulitan; c. Lingkungan yaitu keadaan fisik baik organisasi, tempat kerja maupun lainnya; d. Pemenuhan kebutuhan yaitu kebutuhan fisik organisasi, kebutuhan di tempat kerja dan lain-lain. 2. Variabel terikat (dependent variable) Yaitu variabel yang dapat dipengaruhi atau dapat diikat oleh variabel lain dan berikut adalah contoh dari variabel terikat, yaitu : a. Kecepatan dan tingkat kesalahan pengertian; b. Hasil umum yang dapat dicapai pada kurun waktu tertentu. 3. Variabel perantara (interdependent variable) Yaitu variabel yang ditentukan oleh suatu proses individu atau organisasi yang turut menentukan efek variabel bebas. 11 Lebih lanjut, efektif tidaknya pencapaian tujuan dapat dilihat dari beberapa pengukuran efektivitas, seperti yang dikemukakan oleh Richard M. Steers, dalam bukunya Efektivitas Organisasi, (1985:46-48), adalah sebagai berikut : 1. Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi; 2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan; 3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik; 4. Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut; 5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah semua biaya dan kewajiban dipenuhi; 6. Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi sekarang dan masa lalunya; 7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya sepanjang waktu; 8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada kerugian waktu; 9. Semangat Kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian tujuan, yang melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan perasaan memiliki; 10. Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu untuk mencapai tujuan; 11. Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai 12 satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan mengkoordinasikan; 12. Keluwesan Adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan. Lebih lanjut, efektif tidaknya pencapaian tujuan dapat dilihat dari beberapa pengukuran efektivitas, seperti yang dikemukakan oleh S.P Siagian (repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/.../1672/BAB%20II.pdf?...2) diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuannya dapat dicapai. 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “peta jalan” yang diikuti adalah melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam mencapai tujuan. 3. Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijaksanaan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha pelaksanaan kegiatan operasional. 4. Perencanaan yang matang pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan di masa depan. 5. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab 13 apabila tidak, pelaksanaan akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja. 6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas adalah kemampuan bekerja secara produktif dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan. 7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien sebagaimanapun baik suatu program semakin didekatkan pada tujuannya. 8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik, mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas suatu program menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian. Dari beberapa kriteria yang dipaparkan di atas maka efektifitas dapat disederhanakan maknanya yaitu mencakup ketercapaian suatu tujuan dan waktu yang dibutuhkan dengan memperhatikan faktor-faktor lain di sekelilingnya. Selain itu, untuk mengukur efektivitas organisasi ada tiga (3) pendekatan yang dapat digunakan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Martani dan Lubis, antara lain : 1. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan pengukuran ini adalah sasaran yang sebenarnya yang diawali dengan identifikasi sasaran. 2. Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan ini mengutamakan adanya keberhasilan 14 organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. 3. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. Dengan melihat ketiga pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas organisasi merupakan suatu konsep yang dapat digunakan sebagai standar ukur keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya dimana dalam manifestasinya diwujudkan dengan memperhatikan faktor biaya, tenaga, waktu, sarana dan prasarana serta dengan tetap memperhatikan resiko dan keadaan lingkungan yang dihadapi. Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan proses (process approach) sebagai grand theory untuk mengukur efektivitas penyelenggaraan diklat SPIP pada Kantor BPKP Propinsi Sulawesi Selatan. Pendekatan proses (process approach) melihat pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. Terkait dengan proses penyelenggaran diklat, proses internal atau mekanisme meliputi penyelenggara diklat, tenaga pengajar, metode pembelajaran. Ditambahkan pula anggaran dana, sarana & prasarana yang turut mendukung dalam pengukuran efektivitas proses penyelenggaraan diklat SPIP ini. II.1.2. Konsep Pendidikan dan Latihan Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 tanggal 13 September 1974, Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmaniah dan rohaniah, yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah, dalam 15 rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Sedangkan latihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relative singkat dan metode yang lebih mengutamakan praktik daripada teori. Dalam UU No.2 Tahun 1989 disebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan-latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”. Menurut Edwin B. Flippo (dalam Hasibuan, 2006:69-70) mengenai pendidikan adalah berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh. Sedangkan latihan merupakan suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu. Pendapat lain dikemukakan oleh Drs. Jan Bella (dalam Hasibuan, 2006:70) bahwa pendidikan dan latihan sama dengan pengembangan yaitu merupakan proses peningkatan manajerial. keterampilan kerja baik teknis maupun Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas, berlangsung lama, dan biasanya menjawab why. Latihan berorientasi pada praktek, dilakukan di lapangan, berlangsung singkat dan biasanya menjawab how. Menurut Andrew F. Sikula (dalam Hasibuan, 2006:70) latihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga karyawan operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu. 16 Menurut Heidjrachman & Suad Husnan (2000:77) : Arti latihan ialah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi. Latihan membantu karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan pengetrapannya, guna meningkatkan keterampilan, kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuannya. pendidikan ialah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan. Menurut Oemar Hamalik (2005:10) dalam bukunya Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan mengemukakan pandangannya: Secara operasional dapat dirumuskan, bahwa pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga professional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi. Secara spesifik, proses latihan itu merupakan serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan secara berkesinambungan, bertahap dan terpadu. Tiap proses pelatihan harus terarah untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi. Selanjutnya Bernandian dan Russel (dalam Gomes:197) mengemukakan pendapatnya tentang pelatihan sebagai usaha untuk memperbaiki perfomansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Ivancevich J.M (dalam Marwansyah, 2010:154) mengemukakan pengertiannya mengenai pelatihan dan pengembangan (diklat) sebagai proses sistematis untuk mengubah perilaku karyawan yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan pekerjaan saat ini. Orientasinya adalah saat ini dan membantu karyawan 17 menguasai keterampilan dan kemampuan spesifik agar berhasil dalam pekerjaan. Mengacu pada beberapa konsep di atas, pendidikan dan latihan adalah suatu proses dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang diikuti pegawai/karyawan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kecakapan, keterampilan dan perilaku kerja demi tuntutan produktivitas kerja pada jabatan yang diembannya. Sehingga jelaslah bahwa kebutuhan akan pendidikan dan latihan bersifat urgensi dan penting pada organisasi dalam mengatasi masalah kesenjangan yang terjadi antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja pada diri pegawai. II.1.3 Tujuan dan Sasaran Pendidikan dan Latihan Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan, dijelaskan bahwa tujuan dan sasaran pendidikan dan latihan adalah : 1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara professional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi. 2. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa. 3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat. 4. Menciptakan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas yang baik. 18 Sasaran diklat ialah terwujudnya aparatur yang berkompetensi dalam artian berketerampilan dan berpengetahuan untuk melakukan pekerjaan tertentu. Menurut Oemar Hamalik (2005:16) tujuan pendidikan dan pelatihan erat kaitannya dengan jenis pelatihan, yaitu : 1. Pelatihan induksi Bertujuan untuk membantu tenaga kerja baru untuk melaksanakan pekerjaannya; kepadanya diberikan informasi selengkapnya tentang seluk beluk organisasi bersangkutan. 2. Pelatihan Kerja Bertujuan untuk pelaksanaan memberikan tugas-tugas instruksi sesuai khusus dengan dalam jawatan dan rangka jenis pekerjaannya. 3. Pelatihan Pengawas Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengenai pemeriksaan, pengawasan, dan pelatihan tenaga lainnya. 4. Pelatihan Manajemen Bertujuan untuk memberikan latihan yang diperlukan dalam jabatan manajemen puncak (Top Management). 5. Pengembangan Pemimpin Bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memimpin bagi tenaga unsur pimpinan dalam suatu organisasi/lembaga. Secara umum pelatihan bertujuan mempersiapkan dan membina tenaga kerja, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan 19 dalam profesinya, kemampuan melaksanakan dedikasi dan kemampuan berdisiplin yang baik. Secara khusus, pelatihan bertujuan untuk : 1. Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja yang memiliki keterampilan produktif dalam rangka pelaksanaan program organisasi di lapangan. 2. Mendidik, melatih serta membina unsur-unsur ketenagakerjaan yang memiliki kemampuan dan hasrat belajar terus untuk meningkatkan dirinya sebagai tenaga yang tangguh, mandiri, professional, beretos kerja yang tinggi dan produktif. 3. Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja sesuai dengan bakat, minat, nilai dan pengalamannya masing-masing (individual). 4. Mendidik dan melatih tenaga kerja yang memiliki derajat relevansi yang tinggi dengan kebutuhan pembangunan. Agar tujuan dan sasaran latihan tercapai hendaknya pelaksanaan diklat didasarkan bahan pada prinsip-prinsip latihan (Oemar, 2005:31) sebagai berikut : 1. Latihan hanya dilakukan dengan maksud untuk menguasai bahan pelajaran tertentu, melatih keterampilan dan penguasaan simbolsimbol rumus. Latihan tidak dilakukan terhadap pengertian/pemahaman, sikap, dan perhargaan. 20 2. Para peserta menyadari bahwa latihan itu bermakna bagi kehidupannya. 3. Latihan harus dilakukan terhadap hal-hal yang telah diperoleh peserta, misalnya : fakta-fakta hafalan dan keterampilan yang baru dipelajari. 4. Latihan berfungsi sebagai diagnosis melalui reproduksi usaha membaca berkali-kali, mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang timbul. Latihan juga merupakan self-guidance dan mengembangkan pemahaman dan control. 5. Latihan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: mula-mula latihan untuk mendapat ketepatan, selanjutnya antara keduanya dicari keseimbangan. 6. Latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu latihan yang singkat, misalnya : latihan untuk penguasaan, latihan merecall hasil belajar. 7. Kegiatan latihan harus hidup, menarik, dan menyenangkan. 8. Latihan jangan dianggap sebagai upaya sambilan untuk dilakukan seenaknya secara incidental. 9. Latihan dapat mencapai kemajuan berkat ketekunan dan kedisiplinan yang tinggi. 10. Latihan yang dilaksanakan lebih berhasil, bila unsur emosi sedapat mungkin dikurangi. 21 Sejalan dengan hal tersebut, Edgar H. Shein (dalam Justin Sirait, 2006:113) menyatakan agar efektif, pelatihan dan pengembangan harus menggunakan prinsip belajar. Suatu proses belajar akan bisa membantu sejauh : 1. Peserta mempunyai motivasi belajar. 2. Bahan diajarkan punya makna dan hubungan dengan kebutuhan peserta. 3. Bahan baru yang diajarkan tidak bertentangan dengan bahan ajaran yang lalu. 4. Bahan ajaran yang baru dapat dipakai (berguna dalam praktik). 5. Ada umpan balik tentang kegagalan/keberhasilan dalam mempelajari bahan baru. Selain itu, Sondang Siagian juga menambahkan dalam bukunya Manajemen Abad 21, agar mencapai sasaran suatu program pelatihan harus dirancang dengan tujuh langkah berikut: 1. Program pelatihan disusun berdasarkan analisis kebutuhan. 2. Materi pelatihan yang benar-benar dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan 3. Penugasan peserta pelatihan. Keputusan tentang karyawan yang ditentukan berdasarkan kepentingannya atau yang menghadapi permasalahannya. 4. Seleksi instruktur atau pelatih. Karena materi pelatihan bersifat spesialistik, pelatihnya pun haruslah tenaga spesialis yang memiliki sertifikat sebagai pembuktian yang bersangkutan benar-benar mendalami materi. 22 5. Pelatih spesialis tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan yang mendalam tentang materi yang diajarkannya, tetapi juga dituntut mempunyai kemampuan mengalihkan keterampilan kepada peserta pelatihan dengan efektif. Artinya pelatih dituntut menguasai teknik melatih yang tepat. 6. Penyelenggaraan yang efektif efisien. Seluruh program pelatihan harus diselenggarakan berdasarkan jadwal yang ditentukan, mencakup seluruh materi pelatihan dalam batas waktu yang telah dialokasikan serta diikuti oleh semua peserta dengan tingkat disiplin yang tinggi. Dengan kata lain, isi silabus dan satuan acara pelatihan harus ditaati dengan ketat. 7. Penilaian dan umpan balik dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti ujian teori dan ujian praktek. Pada akhir pelatihan perlu dilakukan penilaian hasil pelatihan yang baru saja selesai diselenggarakan. Berdasarkan beberapa kutipan di atas jelaslah bahwa komponen diklat seperti widyaiswara, peserta , sarana dan prasarana saling mempengaruhi untuk tercapainya tujuan dan sasaran diklat sehingga seyogyanya dalam pelaksanaannya dapat memperhatikan prinsip-prinsip tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2001 tentang Pendidikan dan latihan jabatan, jenis diklat antara lain : 1. Diklat prajabatan Diklat prajabatan merupakan syarat pengangkatan CPNS menjadi PNS. Diklat prajabatan ini terdiri dari : 23 a. Diklat prajabatan golongan I untuk menjadi PNS golongan I; b. Diklat prajabatan golongan II untuk menjadi PNS golongan II; c. Diklat prajabatan golongan III untuk menjadi PNS golongan III. 2. Diklat dalam jabatan Diklat dalam jabatan dilaksanakan pengetahuan, keterampilan, melaksanakan tugas-tugas dan untuk sikap pemerintahan mengembangkan PNS dan agar dapat pembangunan dengan sebaik-baiknya. Diklat ini terdiri dari : a. Diklat kepemimpinan Diklat kepemimpinan yang disebut juga Diklatpim dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan stuktural, terdiri dari : Diklatpim tingkat IV adalah diklatpim untuk jabatan structural eselon IV; Diklatpim tingkat III adalah diklatpim untuk jabatan structural eselon III; Diklatpim tingkat II adalah diklatpim untuk jabatan structural eselon II; Diklatpim tingkat I adalah diklatpim untuk jabatan structural eselon I. b. Diklat Fungsional Diklat fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan 24 fungsional masing-masing. Jenis dan jenjang diklat fungsional pada masing-masing jabatan fungsional ditentukan oleh instansi pembinaan jabatan fungsional bersangkutan. c. Diklat Teknis Diklat teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS. Diklat teknis dapat dilaksanakan secara berjenjang. Jenis dan jenjang diklat teknis ditetapkan oleh instansi teknis yang bersangkutan. Dalam keputusan kepala LAN Nomor 304 A/IX/6/4/1995 tentang pedoman pokok penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis ditegaskan bahwa : pendidikan dan pelatihan teknis adalah salah satu jenis diklat jabatan PNS dan merupakan bagian integral dari sistem pembinaan karier PNS. II.1.4. Diklat Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa SPIP adalah seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yakni proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Penerapan SPIP yang baik dapat mendorong 25 terlaksananya reformasi birokrasi karena unsur dan sub unsur yang harus dibangun dalam SPIP juga merupakan aspek-aspek yang harus dikembangkan dalam reformasi birokrasi, sehingga dapat dikatakan bahwa SPIP adalah pondasi dari reformasi birokrasi. Tujuan diselenggarakan diklat SPIP bagi pegawai di lingkungan instansi pemerintahan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku peserta diklat dalam pelaksanaan dan evaluasi Sistem Pengendalian Intern – Instansi Pemerintah (SPI-IP) sehingga pencapaian tujuan-tujuan tersebut membuahkan manfaat yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Akan terjadi peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang kompeten. 2. Penegakan integritas dan nilai etika. 3. Komitmen terhadap kompetensi. 4. Mempunyai integritas terhadap keseluruhan organisasi dan kesadaran akan pengendalian. 5. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan. 6. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat. 7. Terwujudnya peran aparat intern pemerintah yang efektif. 8. Terjalinnya hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. 9. Meningkatkan efektivitas dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah. 10. Meningkatkan penanganan dan penyelesaian permasalahan di SKPD. Adapun Materi diklat antara lain : 1. Gambaran Umum SPIP; 26 2. Implementasi Lingkungan Pengendalian; 3. Penilaian Risiko dan Kegiatan Pengendalian; 4. Informasi dan Komunikasi; 5. Pemantauan dan Pengendalian Intern. (http://peraturan diklat spip 1.htm). II.1.5 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang melakukan pengawasan intern melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya. Adapun pembinaan penyelenggaraan SPIP oleh BPKP meliputi, (1) penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP; (2) sosialisasi SPIP; (3) pendidikan dan pelatihan SPIP; (4) pembimbingan dan konsultasi SPIP; dan (5) peningkatan kompetensi auditor APIP. Sebagai APIP yang bertanggung jawab langsung kepada presiden seperti dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, BPKP berperan mendukung akuntabilitas Presiden dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara melalui fungsi : 1. Pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi (Pasal 49) : Kegiatan yang bersifat lintas sektoral, yaitu kegiatan yang dalam pelaksanaannya melibatkan dua atau lebih kementerian negara/lembaga atau pemerintah daerah yang tidak dapat 27 dilakukan pengawasan oleh APIP kementerian negara/lembaga, provinsi, atau kabupaten/kota karena keterbatasan kewenangan. Kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN), khusus dalam rangka pelaksanaan pengawasan intern atas kegiatan kebendaharaan umum negara, Menteri Keuangan melakukan koordinasi kegiatan yang terkait dengan instansi pemerintah lainnya. Kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden. 2. Penyampaian laporan hasil pengawasan (Pasal 54 ayat 2 dan 3). 3. Reviu atas laporan keuangan pemerintah pusat sebelum disampaikan Menteri Keuangan kepada Presiden (Psal 57 ayat 4). 4. Pembinaan penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah (Pasal 59), dimana peran BPKP sebagai Pembina penyelenggaraan SPIP menuju Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Public Governance) ditempuh melalui penyusunan pedoman teknis, sosialisasi, diklat, pembimbingan dan konsultasi, dan peningkatan kompetensi APIP. II.2.5 Indikator Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan Menurut Camp, RR, Blanchard, P.N, and Huszezo (dalam Gomes, 2003:197) untuk mencapai efektifitas, biasanya pelatihan harus mencakup pengalaman belajar (learning experience), aktivitas-aktivitas yang terencana (be a planned organizational activity), dan didesain sebagai jawaban atas kebutuhan-kebutuhan yang berhasil 28 diidentifikasikan. Untuk mencapai efektivitas diklat tentunya tidak mudah sebab ada beberapa kendala yang ditemui. Kendala-kendala pengembangan akan menghambat lancarnya pelaksanaan latihan dan pendidikan, sehingga sasaran yang tercapai kurang memuaskan. Menurut Malayu Hasibuan, kendala-kendala pengembangan berkaitan dengan peserta, pelatih (widyaiswara), fasilitas pengembangan (sarana dan prasarana), kurikulum, dan dana pengembangan. Menurut Sutrisno, (2009: 68-69) apabila dilihat dari pendekatan sistem, maka proses pendidikan terdiri dari masukan (sarana pendidikan) dan keluaran (perubahan perilaku), serta faktor yang mempengaruhi proses pendidikan yang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Perangkat lunak (software) yang mencakup kurikulum, organisasi pendidikan, peraturan, metode belajar, dan lainnya. 2. Perangkat keras (hardware) yaitu fasilitas yang mencakup gedung, perpustakaan, alat bantu peraga dan sebagainya. (Sedarmayanti, 2001:33). Kualitas proses adalah mutu keseluruhan faktor yang terlibat dalam proses pendidikan seperti siswa, mahasiswa, pengajar, kurikulum, fasilitas pendidikan, manajemen, sumber belajar, dan terbatasnya biaya untuk proses. Merujuk pada teori-teori mengenai penyelenggaraan diklat di atas, maka dalam penelitian ini ada beberapa indikator yang akan dikaji terkait 29 penyelenggaraan pendidikan dan latihan (diklat) SPIP yang dibatasi pada prosesnya, antara lain penyelenggara diklat, widyaiswara, metode pembelajaran, sarana dan prasarana, dan anggaran dana. 1. Penyelenggara diklat Penyelenggara diklat atau lembaga pelaksana diklat adalah instansi Pembina diklat. Dalam hal penelitian ini diklat dilaksanakan oleh instansi BPKP tingkat provinsi di bawah pembinaan Instansi Pembina diklat. Penyelenggara diklat adalah pihak yang bertanggung jawab atas pengaturan, koordinasi, dan penyelenggaraan diklat (meliputi. Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, monitoring dan evaluasi). Tenaga penyelenggara atau pengelola diklat dengan standar tenaga pengelola telah mengikuti diklat MT (Master Trainer) dan TC (Training Course). Unsur yang menjadi penyelenggara diklat terdiri dari : a. Pengarah / Nara Sumber Pusat yang berasal dari unsur birokrat,pakar dan akademisi b. Panitia c. Fasilitator. Fasilitator dapat berasal dari unsur birokrat, pakar dan akademisi yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Menguasai substansi / materi b. Menguasai metode dan strategi pembelajaran c. Dapat berkomunikasi dengan baik d. Direkomendasikan oleh lembaga tempat bertugas 30 Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 tahun 2007 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan Di Lingkungan Departemen Dalam Negeri Dan Pemerintahan Daerah, Lembaga diklat terdiri atas : a. Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri Regional; b. Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi atau sebutan lain; dan c. Badan Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten/Kota atau sebutan lain. Merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 tahun 2007 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan Di Lingkungan Departemen Dalam Negeri Dan Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan diklat terdiri atas perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi diklat. Pedoman perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi diklat terdiri atas : a. Pendahuluan; b. Peningkatan Kompetensi Aparatur; c. Strategi Kediklatan; d. Perencanaan Diklat; e. Pelaksanaan Diklat; dan f. Evaluasi Diklat. Adapun Penyelenggaraan pendidikan dan latihan menurut Marwansyah (2010:158) terdiri dari (1) penentuan kebutuhan pelatihan dan pengembangan atau suatu penilaian (assessment) kebutuhan yang komprehensif, dilanjutkan dengan (2) penetapan tujuan yang bersifat umum dan spesifik, (3) pemilihan metode, media, dan prinsip-prinsip 31 pembelajaran, (4) implementasi program, dan diakhiri dengan tahap (5) evaluasi program. Aspek yang dinilai terhadap kinerja Penyelenggara antara lain sebagai Berikut berdasarkan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor: 6 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat) Bagi Pengelola Diklat (Management Of Training / MT): 1. Efektivitas penyelenggaraan; 2. Kesiapan dan ketersediaan sarana Diklat; 3. Kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana; 4. Kebersihan kelas, asrama, kafetaria, toilet; 5. Ketersediaan dan kelengkapan bahan Diklat; 6. Ketersediaan fasilitas olah raga, kesehatan, dan ibadah; 7. Pelayanan terhadap peserta dan widyaiswara; 8. Administrasi Diklat yang meliputi : a. Sejauh mana penatausahaan diklat telah dilaksanakan dengan baik; b. Tersusunnya seluruh dokumen dan bahan-bahan diklat dalam satu file. Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan pentingnya keberadaan penyelenggara sebagai pengelola diklat yang professional. Sehingga tercapainya efektivitas penyelenggaraan diklat dipengaruhi bagaimana penyelenggara memberikan pelayanan yang baik selama berlangsungnya kegiatan diklat. 2. Widyaiswara Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, 32 tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemerintah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) berarti guru atau administrasi jabatan fungsional yang diberikan kepada PNS dengan tugas mendidik , mengajar, dan/atau melatih secara penuh pada unit pendidikan dari instansi pemerintah. Merujuk pada definisi dari Juknis yang dikeluarkan Kepala LAN dengan nomor 1 tahun 2006 maka jelas bahwa: (1) jabatan widyaiswara hanya bisa digunakan atau disandang oleh PNS. (2) peserta yang diajar hanya harus berstatus PNS saja, tidak bisa bila statusnya mahasiswa atau pelajar (http://widyaiswara.htm). Dapat ditarik pengertian bahwa Widyaisara atau pelatih atau instruktur adalah seseorang atau kelompok tim yang memberikan latihan/pendidikan kepada karyawan dalam rangka menularkan pengetahuan dan keterampilannya kepada peserta didiknya. Widyaiswara yang ahli dan cakap dalam membagikan pengetahuannya kepada peserta didiknya sulit ditemukan. Hal ini menyebabkan sasaran yang diharapkan tidak tercapai. Sebagai contoh, ada widyaiswara yang ahli dan pintar tetapi tidak cakap mengajar dan berkomunikasi dengan efektif, jadi dia hanya mampu serta ahli bagi dirinya sendiri. Dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia, Hasibuan menjelaskan syarat-syarat yang hendaknya dimiliki Pelatih atau widyaiswara sebagai berikut : 1. Teaching Skills Seorang pelatih harus mempunyai kecakapan untuk mendidik atau mengajarkan, membimbing, memberikan petunjuk, dan 33 mentransfer pengetahuannya kepada peserta pengembangan. Ia harus dapat memberikan semangat, membina, dan mengembangkan, agar peserta mampu untuk bekerja mandiri serta dapat menumbuhkan kepercayaan pada dirinya. 2. Communication Skills Seorang pelatih harus mempunyai kecakapan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif. Jadi suaranya jelas, tulisannya baik, dan kata-katanya mudah dipahami peserta pengembangan. 3. Personality Authority Seorang pelatih harus memiliki kewibawaan terhadap peserta pengembangan. Ia harus berperilaku baik, sifat dan kepribadiannya disenangi, kemampuan dan kecakapannya diakui. 4. Social Skills Seorang pelatih harus mempunyai kemahiran dalam bidang sosial agar terjamin kepercayaan dan kesetiaan dari para peserta pengembangan. Ia harus suka menolong, objektif, dan senang jika anak didiknya maju serta dapat menghargai pendapat orang lain. 5. Technical Competent Seorang pelatih harus berkemampuan teknis, kecakapan teoritis, dan tangkas dalam mengambil keputusan. 6. Stabilitas Emosi Seorang pelatih tidak boleh berprasangka jelek terhadap anak didiknya, tidak boleh cepat marah, mempunyai sifat kebapakan, 34 keterbukaan, tidak pendendam, serta memberikan nilai yang objektif. Dapat disimpulkan bahwa seorang widyaiswara adalah seorang yang terampil, cakap, dan berintelektual dalam bidang kediklatan sebagai tenaga fungsional dimana profesionalitasnya teruji dalam mengelola pengetahuan, teknis, dan emosi. 3. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah cara atau strategi atau mekanisme bagaimana proses pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam suatu pelatihan. Ada pun sejumlah alternatif metode pengembangan (pelatihan) yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran yang hendak dilaksanakan oleh pelatih (widyaiswara). Hasibuan (2005) memaparkan metode pengembangan yaitu metode latihan (training) yang diuraikan sebagai berikut : a. On the job, dimana para peserta latihan langsung bekerja di tempat untuk belajar dan meniru suatu pekerjaan di bawah bimbingan seorang pengawas. b. Vestibule adalah metode latihan yang dilakukan dalam kelas atau bengkel yang biasanya diselenggarakan dalam suatu perusahaan industri untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut. 35 c. Demonstration and Example adalah metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana caracara mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau percobaan yang didemonstrasikan. d. Simulation merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya merupakan tipuan saja. e. Apprenticeship adalah suatu cara untuk mengembangkan keahlian pertukangan sehingga para karyawan yang bersangkutan dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaannya. f. Classroom methods, metode pertemuan dalam kelas meliputi lecture (pengajaran), conference (rapat), programmed instruction, metode kasus, role playing, metode diskusi, dan metode seminar. 1. Lecture (ceramah atau kuliah) adalah metode yang diberikan kepada peserta yang banyak di dalam kelas. Pelatih mengajarkan teori-teori yang diperlukan sedang yang dilatih mencatatnya serta mempersepsikannya. merupakan metode tradisional Metode ini karena hanya pelatih yang berperan aktif sedangkan peserta bersikap pasif. 2. Conference (rapat), dimana widyaiswara memberikan suatu makalah tertentu dan peserta ikut serta berpartisipasi dalam memecahkan makalah tersebut. Peserta harus 36 mengemukakan ide dan sarannya untuk didiskusikan serta diterapkan kesimpulannya. 3. Programmed instruction merupakan bentuk training sehingga peserta dapat belajar sendiri karena langkah-langkah pengerjaan sudah diprogram, biasanya dengan computer, buku, atau mesin pengajar. 4. Metode Kasus merupakan teknik dimana widyaiswara memberikan suatu kasus kepada peserta. Kasus ini tidak disertai dengan data yang komplet atau sengaja disembunyikan, tujuannya agar peserta terbiasa mencari data/informasi dari pihak eksternal dalam memutuskan suatu kasus yang dihadapinya. 5. Role Playing merupakan teknik dimana beberapa orang peserta ditunjuk untuk memainkan suatu peran dalam sebuah organisasi tiruan, jadi semacam sandiwara yang bermanfaat untuk mengembangkan keahlian dalam hubungan dengan manusia yang berinteraksi. 6. Metode Diskusi, dilakukan dengan melatih peserta untuk berani memberikan pendapat dan rumusannya serta cara-cara bagaimana meyakinkan orang lain percaya terhadap pendapatnya. 7. Metode Seminar, metode yang bertujuan mengembangkan keahlian dan kecakapan peserta untuk menilai dan 37 memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat orang lain (pembawa makalah), melatih peserta agar dapat mempersepsi, mengevaluasi, dan memberikan saran-saran serta menerima atau menolak pendapat atau usul orang lain. Selanjutnya, metode pendidikan menurut Andrew Sikula (dalam Hasibuan, 2009) adalah sebagai berikut : 1. Training methods atau classroom method 2. Understudies 3. Job rotation and planned progression 4. Coaching-counseling 5. Junior board of executive or multiple management 6. Committee assignment 7. Business games 8. Sensitivity training 9. Other development method. Dapat disimpulkan bahwa metode yang dipilih dalam penyelenggaraan diklat harus sesuai dan tepat dengan sasaran dan tujuan diklat agar penyelenggaraan diklat dapat tercapai sesuai rencana dan tentunya peserta dapat memahami materi dengan jelas dan bersemangat mengikuti diklat. Ketidaksesuaian metode pembelajaran salah satunya dapat meningkatkan tingkat kejenuhan peserta dalam proses belajar sehingga hasil diklat tidak optimal. 38 4. Anggaran dana Anggaran dana atau Biaya Program Pelatihan (Training Program Cost) menurut Gomes (2003) adalah pengeluaran-pengeluaran yang terjadi di dalam pengembangan, implementasi, dan evaluasi program pelatihan: a. Pengembangan program : gaji dan tunjangan-tunjangan bagi para spesialis pelatihan yang dikeluarkan dalam menilai / menjajaki kebutuhan-kebutuhan, menetapkan tujuan pelatihan dan menyeleksi metode pelatihan. b. Presentasi program : biaya sewa ruangan, suplai-suplai, peralatan, pemasaran, lembaran-lembaran lepas, minuman, dan makanan (refreshment), dan gaji-gaji dari pada pelatih. c. Ongkos-ongkos bagi para peserta : gaji dari para peserta, dan tunjangan-tunjangan selama berlangsungnya pelatihan, transportasi, penginapan (lodging), dan per diem (jika dapat diterapkan). Sekecil apapun kegiatan pasti membutuhkan dana sehingga penting untuk mengkalkulasi untung rugi dalam pelaksanaan suatu pelatihan. Diketahui bahwa pembiayaan diklat dibebankan pada instansi masing-masing maka perancang program diklat harus mengumpulkan berbagai informasi yang menyangkut hal-hal di atas. Secara singkat, perancang program pelatihan perlu mencermati efektifivas biaya dari setiap pelatihan yang akan diselenggarakan karena yang sering terjadi ialah dana yang tersedia untuk penyelenggaraan diklat sangat terbatas, sehingga sering 39 dilakukan secara terpaksa, bahkan pelatih maupun sarananya kurang memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Untuk menghitung biaya tersebut, menurut Sadili Samsudin dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (2006:127), maka harus didapatkan berbagai informasi berikut ini : 1. Jumlah peserta yang akan mengikuti pelatihan. 2. Durasi pelatihan (berapa jam/hari). 3. Honor untuk instruktur, pelatih, dan atau fasilitator 4. Biaya transport, akomodasi, konsumsi dan sebagainya. 5. Durasi waktu yang digunakan peserta pelatihan untuk belajar sendiri 6. Waktu yang harus digunakan untuk berkoresponden dengan peserta pelatihan dan sebagainya. 5. Sarana dan prasarana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), sarana adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Sarana prasarana diklat tertuang dalam Keputusan Kepala LAN nomor 193/XIII/10/6/2001 sebagai berikut: 1. Sarana dan prasarana diklat merupakan alat bantu dan fasilitas penunjang yang digunakan untuk menjamin efektivitas pembelajaran. 2. Sarana dan prasarana diklat dapat dimiliki sendiri dan / atau memanfaatkan sarana dan prasarana diklat lembaga diklat instansi 40 lain dengan memperhatikan kesesuaian standar persyaratan setiap jenis, jenjang, dan program diklat serta jumlah peserta diklat. 3. Sarana dan prasarana diklat yang dimiliki oleh setiap instansi dapat didayagunakan secara optimal baik oleh lembaga diklat instansi yang bersangkutan maupun lembaga diklat instansi lainnya dengan dukungan sistem informasi diklat PNS yang dikembangkan oleh instansi Pembina. Sarana dan fasilitas diklat juga disebut sebagai media pelatihan yang merupakan metode atau peralatan khusus yang digunakan untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan dan konsep-konsep dalam program pelatihan dan pengembangan. Dalam keputusan Ketua LAN RI Nomor 304.A/IX/6/4/1995, yang tergolong sarana diklat adalah papan tulis, flipchart, overhead projector, LCD/laptop, buku pegangan, modul, sound system, komputer. Sedangkan yang tergolong prasarana adalah Ruang kelas, Ruang diskusi, Ruang seminar, Perpustakaan, Tempat Olahraga dan asrama. Media yang lazim digunakan dalam pelatihan adalah proyektor multimedia, pita video, film, proyektor slide, proyektor overhead, papan tulis, closed-circuit television, dan flip charts. Dalam situasi pelatihan, menurut Marwansyah (2010) media presentasi mempunyai fungsi antara lain : 1. Merangsang proses belajar 2. Menghadirkan objek langka dan berbahaya 3. Membuat konkret konsep abstrak 4. Memberikan persamaan persepsi 5. Mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah, dan jarak 41 6. Menyajikan ulangan informasi secara konsisten 7. Memberikan suasana belajar yang santai dan menarik. Media pelatihan seperti yang telah dikemukakan merupakan salah satu komponen yang penting dalam sistem pelatihan, karena berfungsi sebagai unsur penunjang proses pembelajaran, menggugah gairah dan motivasi belajar. Pemilihan dan penggunaan media pelatihan supaya mempertimbangkan (1) tujuan pembelajaran, (2) materi pelatihan, (3) ketersediaan media itu sendiri, (4) kemampuan pelatih yang akan menggunakannya (Oemar, 2005). Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, tergambar bahwa penyediaan sarana dan prasarana yang memadai sangat penting untuk memperlancar dan mendukung efektifitas penyelenggaraan diklat. II.2. Kerangka Pikir Sumber daya manusia merupakan fakror pendorong berhasilnya suatu organisasi tanpa mengesampingkan faktor-faktor lain. Apabila diintegrasikan dengan peraturan pengendalian intern pemerintah fungsi BPKP sangat strategis sebagai Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan dalam mewujudkan peningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku pegawai negeri sipil dalam pelaksanaan dan evaluasi Sistem Pengendalian Intern – Instansi Pemerintah (SPI-IP), demi tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Dari asumsi dasar yang telah dikemukakan sebelumnya menunjukkan pentingnya diklat untuk memenuhi tujuan organisasi bersangkutan, olehnya itu 42 diperlukan adanya pendidikan dan latihan yang dilaksanakan secara efektif, terencana, terprogram, dan terpadu. Tak dapat dipungkiri bahwa komponenkomponen penting dalam proses pelaksanaan diklat kadangkala berada dalam kondisi yang kurang ideal, padahal komponen-komponen yang sebelumnya telah dipaparkan yaitu penyelenggara, tenaga pengajar (widyaiswara), metode pembelajaran, anggaran dana, serta sarana dan prasarana yang menjadi faktor yang mempengaruhi efektivitas diklat itu harus saling mendukung dan melengkapi. Untuk lebih jelasnya hubungan antara variabel dalam efektivitas diklat SPIP dapat digambarkan secara skematis, sebagai berikut : Pendidikan dan Latihan (Diklat) SPIP Pendekatan Proses : 1. 2. 3. 4. 5. Penyelenggara Diklat Tenaga Pengajar Metode Pembelajaran Sarana & Prasarana Anggaran dana Efektivitas Penyelenggaraan Diklat SPIP Gambar 1. Kerangka Pikir 43