8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Landasan Teori II.1.1. Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Landasan Teori
II.1.1. Pengertian Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek,
pengaruh atau akibat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) efektif
berarti dapat membawa hasil, berhasil guna, manjur atau mujarab, ada efeknya
(akibat, pengaruhnya, kesannya).
Dalam bahasa inggris ialah Effective yang berarti berhasil, tepat atau
manjur. Dapat dijelaskan kembali bahwa efektivitas merupakan keterkaitan
antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian
antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang di capai.
Mendefinisikan dan mengukur efektivitas, khususnya dalam lingkup
sumber daya manusia tidaklah langsung terlihat seperti bidang lain yang dapat
diukur secara kuantitatif, tetapi ini tetap dapat dilakukan. Secara singkat, Robert
L. Mathis dan John H. Jackson berpendapat bahwa efektivitas adalah tujuan
yang dapat dicapai.
Musanef dalam bukunya
Manajemen Kepegawaian
di Indonesia
(1996:22) mengemukakan pendapatnya yaitu: “yang dimaksud efektif adalah
dapat diselesaikan tepat waktunya sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.”
8
Beberapa papkar lain juga menjelaskan tentang efektivitas antara lain:
Sumanth (dalam Darsono & Siswandoko, Tjatjuk.2011:196) menjelaskan bahwa
efektifitas adalah seberapa baik tujuan yang dapat dicapai, merupakan prestasi
yang dicapai dibandingkan dengan yang mungkin dicapai, dengan tetap
mempertahankan mutu.
Selanjutnya menurut Stoner (dalam Darsono & Siswandoko, Tjatjuk,
2011:196) menjelaskan efektifitas adalah konsep yang luas mencakup berbagai
faktor di dalam maupun di luar organisasi, yang berhubungan dengan tingkat
keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran
organisasi.
Adapun pendapat yang dikemukakan Sedarmayanti (2001: 59) dalam
bukunya yang berjudul Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja mengenai
pengertian efektivitas yaitu:
“Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran
seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih
berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan
kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan
efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu
efisiensi meningkat” .
Pada
dasarnya
dalam
memaknai
efektifitas
setiap
orang
dapat
memberikan pengertian yang berbeda sesuai sudut pandang dan kepentingan
masing-masing. Dapat disimpulkan penulis bahwa efektivitas selalu merujuk
pada efek, hasil guna dan dipandang dari sudut pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya dan menimbulkan dampak bagi organisasi. Efektivitas
juga diartikan sebagai ukuran yang menggambarkan seberapa jauh tujuan telah
tercapai dengan memberikan hasil yang memuaskan tanpa mengabaikan mutu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa efektivitas
9
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketercapaian tujuan dengan
melibatkan seluruh komponen dengan tepat, melaksanakan program sesuai
aturan melalui rangkaian manajemen secara tepat waktu.
Selanjutnya, Richard M. Steers (1985), mengemukakan ada 4 rangkaian
variabel yang berhubungan dengan efektifitas, antara lain:
1.
Ciri Organisasi
Struktur dan teknologi organisasi dapat mempengaruhi segi-segi tertentu
dari efektivitas, dengan berbagai cara. Mengenai struktur, ditemukan
bahwa meningkatnya produktivitas dan efisiensi sering merupakan hasil
dari meningkatnya spesialisasi fungsi, ukuran organisasi, sentralisasi
pengambilan keputusan dan formalisasi.
2.
Ciri Lingkungan
Lingkungan luar dan dalam juga dinyatakan berpengaruh atas efektivitas.
Keberhasilan hubungan organisasi dengan lingkungan tampak amat
bergantung pada 3 variabel kunci yaitu: 1) Tingkat keterdugaan keadaan
lingkungan, 2) Ketepatan persepsi dan 3) Tingkat rasionalitas organisasi.
3.
Ciri Pekerja
Faktor pengaruh penting yang ketiga atas efektivitas adalah para pekerja
itu sendiri. Karena perilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan
memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan organisasi. Sarana
pokok untuk mendapatkan dukungan yang diperlukan ini dari pekerja
adalah mengintegrasikan tujuan pribadi dengan sasaran.
4.
Kebijakan dan Praktek Manajemen
Beberapa mekanisme khusus alat para manajer meningkatkan efektivitas
organisasi. Mekanisme ini meliputi penetapan strategi, pencarian dan
10
pemanfaatan
sumber-sumber
daya
secara
efisien,
menciptakan
lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan
keputusan, adaptasi dan inovasi organisasi.
Sedangkan Sudarwan Danim (2004:121-122). dalam bukunya Motivasi
Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok menjelaskan beberapa variabel yang
mempengaruhi efektivitas, yaitu:
1. Variabel bebas (independent variable)
Yaitu variabel pengelola yang mempengaruhi variabel terikat yang sifatnya given
dan adapun bentuknya, sebagai berikut :
a. Struktur yaitu tentang ukuran;
b. Tugas yaitu tugas dan tingkat kesulitan;
c. Lingkungan yaitu keadaan fisik baik organisasi, tempat kerja maupun
lainnya;
d. Pemenuhan kebutuhan yaitu kebutuhan fisik organisasi, kebutuhan di
tempat kerja dan lain-lain.
2. Variabel terikat (dependent variable)
Yaitu variabel yang dapat dipengaruhi atau dapat diikat oleh variabel lain dan
berikut adalah contoh dari variabel terikat, yaitu :
a. Kecepatan dan tingkat kesalahan pengertian;
b. Hasil umum yang dapat dicapai pada kurun waktu tertentu.
3. Variabel perantara (interdependent variable)
Yaitu variabel yang ditentukan oleh suatu proses individu atau organisasi yang
turut menentukan efek variabel bebas.
11
Lebih lanjut, efektif tidaknya pencapaian tujuan dapat dilihat dari
beberapa pengukuran efektivitas, seperti yang dikemukakan oleh Richard M.
Steers, dalam bukunya Efektivitas Organisasi, (1985:46-48), adalah sebagai
berikut :
1.
Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi;
2.
Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan;
3.
Kesiagaan
yaitu
penilaian
menyeluruh
sehubungan
dengan
kemungkinan dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik;
4.
Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap
biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut;
5.
Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah
semua biaya dan kewajiban dipenuhi;
6.
Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi
sekarang dan masa lalunya;
7.
Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya
sepanjang waktu;
8.
Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada
kerugian waktu;
9.
Semangat Kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian
tujuan, yang melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan
perasaan memiliki;
10. Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu
untuk mencapai tujuan;
11. Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai
12
satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan
mengkoordinasikan;
12. Keluwesan Adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk
mengubah prosedur standar
operasinya,
yang
bertujuan untuk
mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan.
Lebih lanjut, efektif tidaknya pencapaian tujuan dapat dilihat dari
beberapa pengukuran efektivitas, seperti yang dikemukakan oleh S.P Siagian
(repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/.../1672/BAB%20II.pdf?...2) diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya
karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan
tujuannya dapat dicapai.
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi
adalah “peta jalan” yang diikuti adalah melakukan berbagai upaya dalam
mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan agar para implementer
tidak tersesat dalam mencapai tujuan.
3. Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap berkaitan
dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan
artinya kebijaksanaan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan
usaha pelaksanaan kegiatan operasional.
4. Perencanaan yang matang pada hakekatnya berarti memutuskan
sekarang apa yang dikerjakan di masa depan.
5. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab
13
apabila tidak, pelaksanaan akan kurang memiliki pedoman bertindak dan
bekerja.
6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas
adalah kemampuan bekerja secara produktif dengan sarana dan
prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan.
7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien sebagaimanapun baik suatu
program semakin didekatkan pada tujuannya.
8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik, mengingat
sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas suatu program
menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.
Dari beberapa kriteria yang dipaparkan di atas maka efektifitas dapat
disederhanakan maknanya yaitu mencakup ketercapaian suatu tujuan dan waktu
yang dibutuhkan dengan memperhatikan faktor-faktor lain di sekelilingnya.
Selain itu, untuk mengukur efektivitas organisasi ada tiga (3) pendekatan
yang dapat digunakan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Martani dan Lubis,
antara lain :
1.
Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada
output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output)
yang sesuai dengan rencana. Sasaran yang penting diperhatikan dalam
pengukuran efektivitas dengan pengukuran ini adalah sasaran yang
sebenarnya yang diawali dengan identifikasi sasaran.
2. Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas
dari input. Pendekatan ini mengutamakan adanya keberhasilan
14
organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik
yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
3.
Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh
mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses
internal atau mekanisme organisasi.
Dengan melihat ketiga pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa
efektifitas organisasi merupakan suatu konsep yang dapat digunakan sebagai
standar ukur keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya dimana
dalam manifestasinya diwujudkan dengan memperhatikan faktor biaya, tenaga,
waktu, sarana dan prasarana serta dengan tetap memperhatikan resiko dan
keadaan lingkungan yang dihadapi. Dalam hal ini penulis menggunakan
pendekatan proses (process approach) sebagai grand theory untuk mengukur
efektivitas penyelenggaraan diklat SPIP pada Kantor BPKP Propinsi Sulawesi
Selatan. Pendekatan proses (process approach) melihat pelaksanaan program
dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. Terkait dengan
proses penyelenggaran diklat, proses internal atau mekanisme meliputi
penyelenggara diklat, tenaga pengajar, metode pembelajaran. Ditambahkan pula
anggaran dana, sarana & prasarana yang turut mendukung dalam pengukuran
efektivitas proses penyelenggaraan diklat SPIP ini.
II.1.2. Konsep Pendidikan dan Latihan
Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 tanggal 13
September 1974, Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian
dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmaniah dan rohaniah,
yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah, dalam
15
rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila. Sedangkan latihan adalah bagian pendidikan yang
menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di
luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relative singkat dan
metode yang lebih mengutamakan praktik daripada teori. Dalam UU No.2 Tahun
1989 disebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan-latihan
bagi peranannya di masa yang akan datang”.
Menurut Edwin B. Flippo (dalam Hasibuan, 2006:69-70) mengenai
pendidikan adalah berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan
pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh. Sedangkan latihan
merupakan suatu usaha
peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang
karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
Pendapat lain dikemukakan oleh Drs. Jan Bella (dalam Hasibuan,
2006:70) bahwa pendidikan dan latihan sama dengan pengembangan yaitu
merupakan proses peningkatan
manajerial.
keterampilan kerja baik teknis maupun
Pendidikan berorientasi pada teori,
dilakukan dalam kelas,
berlangsung lama, dan biasanya menjawab why. Latihan berorientasi pada
praktek, dilakukan di lapangan, berlangsung singkat dan biasanya menjawab
how. Menurut Andrew F. Sikula (dalam Hasibuan, 2006:70) latihan adalah suatu
proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang
sistematis dan terorganisir, sehingga karyawan operasional belajar pengetahuan
teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu.
16
Menurut Heidjrachman & Suad Husnan (2000:77) :
Arti latihan ialah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja
seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi. Latihan membantu
karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan
pengetrapannya, guna meningkatkan keterampilan, kecakapan dan sikap
yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuannya.
pendidikan ialah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum
seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan
keterampilan
memutuskan
terhadap
persoalan-persoalan
yang
menyangkut kegiatan mencapai tujuan.
Menurut Oemar Hamalik (2005:10) dalam bukunya Manajemen Pelatihan
Ketenagakerjaan mengemukakan pandangannya:
Secara operasional dapat dirumuskan, bahwa pelatihan adalah suatu
proses yang meliputi serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan
dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja
yang dilakukan oleh tenaga professional kepelatihan dalam satuan waktu
yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam
bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan
produktivitas dalam suatu organisasi. Secara spesifik, proses latihan itu
merupakan serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, bertahap dan terpadu. Tiap proses pelatihan harus
terarah untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan upaya pencapaian
tujuan organisasi.
Selanjutnya Bernandian dan Russel (dalam Gomes:197) mengemukakan
pendapatnya tentang pelatihan sebagai usaha untuk memperbaiki perfomansi
pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya,
atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya.
Ivancevich
J.M
(dalam
Marwansyah,
2010:154)
mengemukakan
pengertiannya mengenai pelatihan dan pengembangan (diklat) sebagai proses
sistematis untuk mengubah perilaku karyawan yang diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan
pekerjaan saat ini. Orientasinya adalah saat ini dan membantu karyawan
17
menguasai keterampilan dan kemampuan spesifik agar berhasil dalam
pekerjaan.
Mengacu pada beberapa konsep di atas,
pendidikan
dan
latihan
adalah
suatu
proses
dapat disimpulkan bahwa
kegiatan
yang
diikuti
pegawai/karyawan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kecakapan,
keterampilan dan perilaku kerja demi tuntutan produktivitas kerja pada jabatan
yang diembannya. Sehingga jelaslah bahwa kebutuhan akan pendidikan dan
latihan bersifat urgensi dan penting pada organisasi dalam mengatasi masalah
kesenjangan yang terjadi antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja
pada diri pegawai.
II.1.3 Tujuan dan Sasaran Pendidikan dan Latihan
Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun
2000 tentang pendidikan dan pelatihan, dijelaskan bahwa tujuan dan sasaran
pendidikan dan latihan adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk
dapat melaksanakan tugas jabatan secara professional dengan
dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan
instansi.
2. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu
dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi
pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat.
4. Menciptakan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas
yang baik.
18
Sasaran diklat ialah terwujudnya aparatur yang berkompetensi dalam
artian berketerampilan dan berpengetahuan untuk melakukan pekerjaan tertentu.
Menurut Oemar Hamalik (2005:16) tujuan pendidikan dan pelatihan erat
kaitannya dengan jenis pelatihan, yaitu :
1. Pelatihan induksi
Bertujuan untuk membantu tenaga kerja baru untuk melaksanakan
pekerjaannya; kepadanya diberikan informasi selengkapnya tentang
seluk beluk organisasi bersangkutan.
2. Pelatihan Kerja
Bertujuan
untuk
pelaksanaan
memberikan
tugas-tugas
instruksi
sesuai
khusus
dengan
dalam
jawatan
dan
rangka
jenis
pekerjaannya.
3. Pelatihan Pengawas
Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengenai pemeriksaan,
pengawasan, dan pelatihan tenaga lainnya.
4. Pelatihan Manajemen
Bertujuan untuk memberikan latihan yang diperlukan dalam jabatan
manajemen puncak (Top Management).
5. Pengembangan Pemimpin
Bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memimpin bagi
tenaga unsur pimpinan dalam suatu organisasi/lembaga.
Secara umum
pelatihan bertujuan mempersiapkan dan membina
tenaga kerja, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan
19
dalam profesinya, kemampuan melaksanakan dedikasi dan kemampuan
berdisiplin yang baik. Secara khusus, pelatihan bertujuan untuk :
1. Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja yang memiliki
keterampilan produktif dalam rangka pelaksanaan program
organisasi di lapangan.
2. Mendidik, melatih serta membina unsur-unsur ketenagakerjaan
yang memiliki kemampuan dan hasrat belajar terus untuk
meningkatkan dirinya sebagai tenaga yang tangguh, mandiri,
professional, beretos kerja yang tinggi dan produktif.
3. Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja sesuai dengan
bakat,
minat,
nilai
dan
pengalamannya
masing-masing
(individual).
4. Mendidik dan melatih tenaga kerja yang memiliki derajat relevansi
yang tinggi dengan kebutuhan pembangunan.
Agar tujuan dan sasaran latihan tercapai
hendaknya pelaksanaan
diklat didasarkan bahan pada prinsip-prinsip latihan (Oemar, 2005:31) sebagai
berikut :
1. Latihan hanya dilakukan dengan maksud untuk menguasai bahan
pelajaran tertentu, melatih keterampilan dan penguasaan simbolsimbol
rumus.
Latihan
tidak
dilakukan
terhadap
pengertian/pemahaman, sikap, dan perhargaan.
20
2. Para
peserta
menyadari
bahwa
latihan
itu
bermakna
bagi
kehidupannya.
3. Latihan harus dilakukan terhadap hal-hal yang telah diperoleh
peserta, misalnya : fakta-fakta hafalan dan keterampilan yang baru
dipelajari.
4. Latihan berfungsi sebagai diagnosis melalui reproduksi usaha
membaca berkali-kali, mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan
yang
timbul.
Latihan
juga
merupakan
self-guidance
dan
mengembangkan pemahaman dan control.
5. Latihan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: mula-mula latihan
untuk mendapat ketepatan, selanjutnya antara keduanya dicari
keseimbangan.
6. Latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu latihan yang
singkat, misalnya : latihan untuk penguasaan, latihan merecall hasil
belajar.
7. Kegiatan latihan harus hidup, menarik, dan menyenangkan.
8. Latihan jangan dianggap sebagai upaya sambilan untuk dilakukan
seenaknya secara incidental.
9. Latihan dapat mencapai kemajuan berkat ketekunan dan kedisiplinan
yang tinggi.
10. Latihan yang dilaksanakan lebih berhasil, bila unsur emosi sedapat
mungkin dikurangi.
21
Sejalan dengan hal tersebut, Edgar H. Shein (dalam
Justin Sirait,
2006:113) menyatakan agar efektif, pelatihan dan pengembangan
harus
menggunakan prinsip belajar. Suatu proses belajar akan bisa membantu sejauh :
1.
Peserta mempunyai motivasi belajar.
2.
Bahan diajarkan punya makna dan hubungan dengan kebutuhan
peserta.
3.
Bahan baru yang diajarkan tidak bertentangan dengan bahan ajaran
yang lalu.
4.
Bahan ajaran yang baru dapat dipakai (berguna dalam praktik).
5.
Ada umpan balik tentang kegagalan/keberhasilan dalam mempelajari
bahan baru.
Selain itu, Sondang Siagian juga menambahkan dalam bukunya
Manajemen Abad 21, agar mencapai sasaran suatu program pelatihan harus
dirancang dengan tujuh langkah berikut:
1.
Program pelatihan disusun berdasarkan analisis kebutuhan.
2.
Materi pelatihan yang benar-benar dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan
3.
Penugasan peserta pelatihan. Keputusan tentang karyawan yang
ditentukan berdasarkan kepentingannya atau yang menghadapi
permasalahannya.
4.
Seleksi instruktur atau pelatih. Karena materi pelatihan bersifat
spesialistik, pelatihnya pun haruslah tenaga spesialis yang memiliki
sertifikat
sebagai
pembuktian
yang
bersangkutan
benar-benar
mendalami materi.
22
5.
Pelatih spesialis tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan yang
mendalam tentang materi yang diajarkannya, tetapi juga dituntut
mempunyai kemampuan mengalihkan keterampilan kepada peserta
pelatihan dengan efektif. Artinya pelatih dituntut menguasai teknik
melatih yang tepat.
6.
Penyelenggaraan yang efektif efisien. Seluruh program pelatihan
harus
diselenggarakan
berdasarkan
jadwal
yang
ditentukan,
mencakup seluruh materi pelatihan dalam batas waktu yang telah
dialokasikan serta diikuti oleh semua peserta dengan tingkat disiplin
yang tinggi. Dengan kata lain, isi silabus dan satuan acara pelatihan
harus ditaati dengan ketat.
7.
Penilaian dan umpan balik dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti
ujian teori dan ujian praktek. Pada akhir pelatihan perlu
dilakukan
penilaian
hasil
pelatihan
yang
baru
saja
selesai
diselenggarakan.
Berdasarkan beberapa kutipan di atas jelaslah bahwa komponen diklat
seperti widyaiswara, peserta , sarana dan prasarana saling mempengaruhi untuk
tercapainya
tujuan
dan
sasaran
diklat
sehingga
seyogyanya
dalam
pelaksanaannya dapat memperhatikan prinsip-prinsip tersebut.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2001 tentang
Pendidikan dan latihan jabatan, jenis diklat antara lain :
1. Diklat prajabatan
Diklat prajabatan merupakan syarat pengangkatan CPNS menjadi
PNS. Diklat prajabatan ini terdiri dari :
23
a.
Diklat prajabatan golongan I untuk menjadi PNS golongan I;
b.
Diklat prajabatan golongan II untuk menjadi PNS golongan II;
c.
Diklat prajabatan golongan III untuk menjadi PNS golongan III.
2. Diklat dalam jabatan
Diklat
dalam
jabatan
dilaksanakan
pengetahuan,
keterampilan,
melaksanakan
tugas-tugas
dan
untuk
sikap
pemerintahan
mengembangkan
PNS
dan
agar
dapat
pembangunan
dengan sebaik-baiknya. Diklat ini terdiri dari :
a.
Diklat kepemimpinan
Diklat kepemimpinan yang disebut juga Diklatpim dilaksanakan
untuk
mencapai
persyaratan
kompetensi
kepemimpinan
aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan
stuktural, terdiri dari :
 Diklatpim tingkat IV adalah diklatpim untuk jabatan structural
eselon IV;
 Diklatpim tingkat III adalah diklatpim untuk jabatan structural
eselon III;
 Diklatpim tingkat II adalah diklatpim untuk jabatan structural
eselon II;
 Diklatpim tingkat I adalah diklatpim untuk jabatan structural
eselon I.
b.
Diklat Fungsional
Diklat fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan
kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan
24
fungsional masing-masing. Jenis dan jenjang diklat fungsional
pada masing-masing jabatan fungsional ditentukan oleh
instansi pembinaan jabatan fungsional bersangkutan.
c.
Diklat Teknis
Diklat
teknis
dilaksanakan
untuk
mencapai
persyaratan
kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas
PNS. Diklat teknis dapat dilaksanakan secara berjenjang. Jenis
dan jenjang diklat teknis ditetapkan oleh instansi teknis yang
bersangkutan. Dalam keputusan kepala LAN Nomor 304
A/IX/6/4/1995
tentang
pedoman
pokok
penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan teknis ditegaskan bahwa : pendidikan
dan pelatihan teknis adalah salah satu jenis diklat jabatan PNS
dan merupakan bagian integral dari sistem pembinaan karier
PNS.
II.1.4. Diklat Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa SPIP adalah seperti
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun
2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yakni proses yang integral
pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan
dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya
tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Penerapan
SPIP
yang
baik
dapat
mendorong
25
terlaksananya reformasi birokrasi karena unsur dan sub unsur yang harus
dibangun dalam SPIP juga merupakan aspek-aspek yang harus dikembangkan
dalam reformasi birokrasi, sehingga dapat dikatakan bahwa SPIP adalah pondasi
dari reformasi birokrasi.
Tujuan diselenggarakan diklat SPIP bagi pegawai di lingkungan instansi
pemerintahan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
perilaku peserta diklat dalam pelaksanaan dan evaluasi Sistem Pengendalian
Intern – Instansi Pemerintah (SPI-IP) sehingga pencapaian tujuan-tujuan tersebut
membuahkan manfaat yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Akan terjadi peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang
kompeten.
2. Penegakan integritas dan nilai etika.
3. Komitmen terhadap kompetensi.
4. Mempunyai integritas terhadap keseluruhan organisasi dan kesadaran
akan pengendalian.
5. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan.
6. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat.
7. Terwujudnya peran aparat intern pemerintah yang efektif.
8. Terjalinnya hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.
9. Meningkatkan
efektivitas dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemerintah daerah.
10. Meningkatkan penanganan dan penyelesaian permasalahan di SKPD.

Adapun Materi diklat antara lain :
1. Gambaran Umum SPIP;
26
2. Implementasi Lingkungan Pengendalian;
3. Penilaian Risiko dan Kegiatan Pengendalian;
4. Informasi dan Komunikasi;
5. Pemantauan dan Pengendalian Intern.
(http://peraturan diklat spip 1.htm).
II.1.5
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang melakukan pengawasan
intern melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan
lainnya. Adapun pembinaan penyelenggaraan SPIP oleh BPKP meliputi, (1)
penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP; (2) sosialisasi SPIP; (3)
pendidikan dan pelatihan SPIP; (4) pembimbingan dan konsultasi SPIP; dan (5)
peningkatan kompetensi auditor APIP.
Sebagai APIP yang bertanggung jawab langsung kepada presiden seperti
dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, BPKP berperan
mendukung akuntabilitas Presiden dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan
negara melalui fungsi :
1. Pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas
kegiatan tertentu yang meliputi (Pasal 49) :
 Kegiatan yang bersifat lintas sektoral, yaitu kegiatan yang dalam
pelaksanaannya
melibatkan
dua
atau
lebih
kementerian
negara/lembaga atau pemerintah daerah yang tidak dapat
27
dilakukan pengawasan oleh APIP kementerian negara/lembaga,
provinsi, atau kabupaten/kota karena keterbatasan kewenangan.
 Kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan
oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN),
khusus dalam rangka pelaksanaan pengawasan intern atas
kegiatan kebendaharaan umum negara, Menteri Keuangan
melakukan koordinasi kegiatan yang terkait dengan instansi
pemerintah lainnya.
 Kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden.
2. Penyampaian laporan hasil pengawasan (Pasal 54 ayat 2 dan 3).
3. Reviu atas laporan keuangan pemerintah pusat sebelum disampaikan
Menteri Keuangan kepada Presiden (Psal 57 ayat 4).
4. Pembinaan penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah
(Pasal 59), dimana peran BPKP sebagai Pembina penyelenggaraan
SPIP menuju Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Public
Governance)
ditempuh
melalui
penyusunan
pedoman
teknis,
sosialisasi, diklat, pembimbingan dan konsultasi, dan peningkatan
kompetensi APIP.
II.2.5 Indikator Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan
Menurut Camp, RR, Blanchard, P.N, and Huszezo (dalam Gomes,
2003:197)
untuk
mencapai
efektifitas,
biasanya
pelatihan
harus
mencakup pengalaman belajar (learning experience), aktivitas-aktivitas
yang terencana (be a planned organizational activity), dan didesain
sebagai
jawaban
atas
kebutuhan-kebutuhan
yang
berhasil
28
diidentifikasikan. Untuk mencapai efektivitas diklat tentunya tidak mudah
sebab
ada
beberapa
kendala
yang
ditemui.
Kendala-kendala
pengembangan akan menghambat lancarnya pelaksanaan latihan dan
pendidikan, sehingga sasaran yang tercapai kurang memuaskan.
Menurut Malayu Hasibuan, kendala-kendala pengembangan berkaitan
dengan peserta, pelatih (widyaiswara), fasilitas pengembangan (sarana
dan prasarana), kurikulum, dan dana pengembangan.
Menurut Sutrisno, (2009: 68-69) apabila dilihat dari pendekatan
sistem, maka proses pendidikan terdiri dari masukan (sarana pendidikan)
dan keluaran (perubahan perilaku), serta faktor yang mempengaruhi
proses pendidikan yang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1.
Perangkat lunak (software) yang mencakup kurikulum, organisasi
pendidikan, peraturan, metode belajar, dan lainnya.
2.
Perangkat keras (hardware) yaitu fasilitas yang mencakup gedung,
perpustakaan, alat bantu peraga dan sebagainya. (Sedarmayanti,
2001:33).
Kualitas proses adalah mutu keseluruhan faktor yang terlibat
dalam proses pendidikan seperti siswa, mahasiswa, pengajar, kurikulum,
fasilitas pendidikan, manajemen, sumber belajar, dan terbatasnya biaya
untuk proses.
Merujuk pada teori-teori mengenai penyelenggaraan diklat di atas,
maka dalam penelitian ini ada beberapa indikator yang akan dikaji terkait
29
penyelenggaraan pendidikan dan latihan (diklat) SPIP yang dibatasi pada
prosesnya, antara lain penyelenggara diklat, widyaiswara, metode
pembelajaran, sarana dan prasarana, dan anggaran dana.
1. Penyelenggara diklat
Penyelenggara diklat atau lembaga pelaksana diklat adalah
instansi Pembina diklat. Dalam hal penelitian ini diklat dilaksanakan oleh
instansi BPKP tingkat provinsi di bawah pembinaan Instansi Pembina
diklat. Penyelenggara diklat adalah pihak yang bertanggung jawab atas
pengaturan,
koordinasi,
dan
penyelenggaraan
diklat
(meliputi.
Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, monitoring
dan evaluasi). Tenaga penyelenggara atau pengelola diklat dengan
standar tenaga pengelola telah mengikuti diklat MT (Master Trainer) dan
TC (Training Course). Unsur yang menjadi penyelenggara diklat terdiri
dari :
a. Pengarah / Nara Sumber Pusat yang berasal dari unsur
birokrat,pakar dan akademisi
b. Panitia
c. Fasilitator. Fasilitator dapat berasal dari unsur birokrat, pakar dan
akademisi yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Menguasai substansi / materi
b. Menguasai metode dan strategi pembelajaran
c. Dapat berkomunikasi dengan baik
d. Direkomendasikan oleh lembaga tempat bertugas
30
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 tahun 2007
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan Di
Lingkungan Departemen Dalam Negeri Dan Pemerintahan Daerah,
Lembaga diklat terdiri atas :
a. Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri Regional;
b. Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi atau sebutan lain; dan
c. Badan Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten/Kota atau sebutan lain.
Merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 tahun
2007 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan Di
Lingkungan Departemen Dalam Negeri Dan Pemerintahan Daerah,
penyelenggaraan diklat terdiri atas perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi diklat. Pedoman perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi diklat
terdiri atas :
a. Pendahuluan;
b. Peningkatan Kompetensi Aparatur;
c. Strategi Kediklatan;
d. Perencanaan Diklat;
e. Pelaksanaan Diklat; dan
f. Evaluasi Diklat.
Adapun
Penyelenggaraan
pendidikan
dan
latihan
menurut
Marwansyah (2010:158) terdiri dari (1) penentuan kebutuhan pelatihan
dan pengembangan atau suatu penilaian (assessment) kebutuhan yang
komprehensif, dilanjutkan dengan (2) penetapan tujuan yang bersifat
umum dan spesifik, (3) pemilihan metode, media, dan prinsip-prinsip
31
pembelajaran, (4) implementasi program, dan diakhiri dengan tahap (5)
evaluasi program.
Aspek yang dinilai terhadap kinerja Penyelenggara antara lain
sebagai Berikut berdasarkan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi
Negara
Nomor:
6
Tahun
2003
Tentang
Pedoman
Umum
Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat) Bagi Pengelola Diklat
(Management Of Training / MT):
1. Efektivitas penyelenggaraan;
2. Kesiapan dan ketersediaan sarana Diklat;
3. Kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana;
4. Kebersihan kelas, asrama, kafetaria, toilet;
5. Ketersediaan dan kelengkapan bahan Diklat;
6. Ketersediaan fasilitas olah raga, kesehatan, dan ibadah;
7. Pelayanan terhadap peserta dan widyaiswara;
8. Administrasi Diklat yang meliputi :
a. Sejauh mana penatausahaan diklat telah dilaksanakan dengan baik;
b. Tersusunnya seluruh dokumen dan bahan-bahan diklat dalam satu
file.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan pentingnya keberadaan
penyelenggara sebagai pengelola diklat yang professional. Sehingga tercapainya
efektivitas penyelenggaraan diklat dipengaruhi bagaimana penyelenggara
memberikan pelayanan yang baik selama berlangsungnya kegiatan diklat.
2. Widyaiswara
Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat
sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas,
32
tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih
PNS pada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemerintah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) berarti guru atau
administrasi jabatan fungsional yang diberikan kepada PNS dengan tugas
mendidik , mengajar, dan/atau melatih secara penuh pada unit pendidikan
dari instansi pemerintah. Merujuk pada definisi dari Juknis yang dikeluarkan
Kepala
LAN
dengan
nomor
1
tahun
2006
maka
jelas
bahwa:
(1) jabatan widyaiswara hanya bisa digunakan atau disandang oleh PNS.
(2) peserta yang diajar hanya harus berstatus PNS saja, tidak bisa bila
statusnya mahasiswa atau pelajar (http://widyaiswara.htm). Dapat ditarik
pengertian bahwa Widyaisara atau pelatih atau instruktur adalah seseorang
atau kelompok tim yang memberikan latihan/pendidikan kepada karyawan
dalam rangka menularkan pengetahuan dan keterampilannya kepada
peserta didiknya.
Widyaiswara yang ahli dan cakap dalam membagikan pengetahuannya
kepada peserta didiknya sulit ditemukan. Hal ini menyebabkan sasaran yang
diharapkan tidak tercapai. Sebagai contoh, ada widyaiswara yang ahli dan
pintar tetapi tidak cakap mengajar dan berkomunikasi dengan efektif, jadi dia
hanya mampu serta ahli bagi dirinya sendiri. Dalam bukunya Manajemen
Sumber
Daya
Manusia,
Hasibuan
menjelaskan
syarat-syarat
yang
hendaknya dimiliki Pelatih atau widyaiswara sebagai berikut :
1. Teaching Skills
Seorang pelatih harus mempunyai kecakapan untuk mendidik atau
mengajarkan,
membimbing,
memberikan
petunjuk,
dan
33
mentransfer pengetahuannya kepada peserta pengembangan. Ia
harus
dapat
memberikan
semangat,
membina,
dan
mengembangkan, agar peserta mampu untuk bekerja mandiri serta
dapat menumbuhkan kepercayaan pada dirinya.
2. Communication Skills
Seorang pelatih harus mempunyai kecakapan berkomunikasi, baik
lisan maupun tulisan secara efektif. Jadi suaranya jelas, tulisannya
baik, dan kata-katanya mudah dipahami peserta pengembangan.
3. Personality Authority
Seorang pelatih harus memiliki kewibawaan terhadap peserta
pengembangan. Ia harus berperilaku baik, sifat dan kepribadiannya
disenangi, kemampuan dan kecakapannya diakui.
4. Social Skills
Seorang pelatih harus mempunyai kemahiran dalam bidang sosial
agar terjamin kepercayaan dan kesetiaan dari para peserta
pengembangan. Ia harus suka menolong, objektif, dan senang jika
anak didiknya maju serta dapat menghargai pendapat orang lain.
5. Technical Competent
Seorang pelatih harus berkemampuan teknis, kecakapan teoritis,
dan tangkas dalam mengambil keputusan.
6. Stabilitas Emosi
Seorang pelatih tidak boleh berprasangka jelek terhadap anak
didiknya, tidak boleh cepat marah, mempunyai sifat kebapakan,
34
keterbukaan, tidak pendendam, serta memberikan nilai yang
objektif.
Dapat disimpulkan bahwa seorang widyaiswara adalah seorang
yang terampil, cakap, dan berintelektual dalam bidang kediklatan sebagai
tenaga fungsional dimana profesionalitasnya teruji dalam mengelola
pengetahuan, teknis, dan emosi.
3. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara atau strategi atau mekanisme
bagaimana proses pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam suatu
pelatihan.
Ada pun sejumlah alternatif metode pengembangan (pelatihan)
yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran
yang hendak dilaksanakan oleh pelatih (widyaiswara). Hasibuan (2005)
memaparkan metode pengembangan yaitu metode latihan (training) yang
diuraikan sebagai berikut :
a. On the job, dimana para peserta latihan langsung bekerja di
tempat untuk belajar dan meniru suatu pekerjaan di bawah
bimbingan seorang pengawas.
b. Vestibule adalah metode latihan yang dilakukan dalam kelas atau
bengkel yang biasanya diselenggarakan dalam suatu perusahaan
industri untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru
dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut.
35
c. Demonstration and Example
adalah metode latihan yang
dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana caracara mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau
percobaan yang didemonstrasikan.
d. Simulation merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan
semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya
merupakan tipuan saja.
e. Apprenticeship
adalah
suatu
cara
untuk
mengembangkan
keahlian pertukangan sehingga para karyawan yang bersangkutan
dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaannya.
f.
Classroom methods, metode pertemuan dalam kelas meliputi
lecture (pengajaran), conference (rapat), programmed instruction,
metode kasus, role playing, metode diskusi, dan metode seminar.
1. Lecture (ceramah atau kuliah) adalah metode yang diberikan
kepada peserta yang banyak di dalam kelas. Pelatih
mengajarkan teori-teori yang diperlukan sedang yang dilatih
mencatatnya
serta
mempersepsikannya.
merupakan metode tradisional
Metode
ini
karena hanya pelatih yang
berperan aktif sedangkan peserta bersikap pasif.
2. Conference (rapat), dimana widyaiswara memberikan suatu
makalah tertentu dan peserta ikut serta berpartisipasi dalam
memecahkan
makalah
tersebut.
Peserta
harus
36
mengemukakan ide dan sarannya untuk didiskusikan serta
diterapkan kesimpulannya.
3. Programmed instruction merupakan bentuk training sehingga
peserta
dapat
belajar
sendiri
karena
langkah-langkah
pengerjaan sudah diprogram, biasanya dengan computer,
buku, atau mesin pengajar.
4. Metode
Kasus
merupakan
teknik
dimana
widyaiswara
memberikan suatu kasus kepada peserta. Kasus ini tidak
disertai
dengan
data
yang
komplet
atau
sengaja
disembunyikan, tujuannya agar peserta terbiasa mencari
data/informasi dari pihak eksternal dalam memutuskan suatu
kasus yang dihadapinya.
5. Role Playing merupakan teknik dimana beberapa orang
peserta ditunjuk untuk memainkan suatu peran dalam sebuah
organisasi tiruan, jadi semacam sandiwara yang bermanfaat
untuk mengembangkan keahlian dalam hubungan dengan
manusia yang berinteraksi.
6. Metode Diskusi, dilakukan dengan melatih peserta untuk
berani memberikan pendapat dan rumusannya serta cara-cara
bagaimana
meyakinkan
orang
lain
percaya
terhadap
pendapatnya.
7. Metode Seminar, metode yang bertujuan mengembangkan
keahlian
dan
kecakapan
peserta
untuk
menilai
dan
37
memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat
orang lain (pembawa makalah), melatih peserta agar dapat
mempersepsi, mengevaluasi, dan memberikan saran-saran
serta menerima atau menolak pendapat atau usul orang lain.
Selanjutnya, metode pendidikan menurut Andrew Sikula (dalam
Hasibuan, 2009) adalah sebagai berikut :
1.
Training methods atau classroom method
2.
Understudies
3.
Job rotation and planned progression
4.
Coaching-counseling
5.
Junior board of executive or multiple management
6.
Committee assignment
7.
Business games
8.
Sensitivity training
9.
Other development method.
Dapat
disimpulkan
bahwa
metode
yang
dipilih
dalam
penyelenggaraan diklat harus sesuai dan tepat dengan sasaran dan
tujuan diklat agar penyelenggaraan diklat dapat tercapai sesuai rencana
dan tentunya peserta dapat memahami materi dengan jelas dan
bersemangat mengikuti diklat. Ketidaksesuaian metode pembelajaran
salah satunya dapat meningkatkan tingkat kejenuhan peserta dalam
proses belajar sehingga hasil diklat tidak optimal.
38
4. Anggaran dana
Anggaran dana atau Biaya Program Pelatihan (Training Program
Cost) menurut Gomes (2003) adalah pengeluaran-pengeluaran yang terjadi
di dalam pengembangan, implementasi, dan evaluasi program pelatihan:
a.
Pengembangan program : gaji dan tunjangan-tunjangan bagi
para spesialis
pelatihan yang dikeluarkan dalam menilai /
menjajaki kebutuhan-kebutuhan, menetapkan tujuan pelatihan
dan menyeleksi metode pelatihan.
b.
Presentasi program : biaya sewa ruangan, suplai-suplai,
peralatan, pemasaran, lembaran-lembaran lepas, minuman,
dan makanan (refreshment), dan gaji-gaji dari pada pelatih.
c.
Ongkos-ongkos bagi para peserta : gaji dari para peserta, dan
tunjangan-tunjangan
selama
berlangsungnya
pelatihan,
transportasi, penginapan (lodging), dan per diem (jika dapat
diterapkan).
Sekecil apapun kegiatan pasti membutuhkan dana sehingga
penting untuk mengkalkulasi untung rugi dalam pelaksanaan suatu
pelatihan. Diketahui bahwa pembiayaan diklat dibebankan pada instansi
masing-masing maka perancang program diklat harus mengumpulkan
berbagai informasi yang menyangkut hal-hal di atas. Secara singkat,
perancang program pelatihan perlu mencermati efektifivas biaya dari setiap
pelatihan yang akan diselenggarakan karena yang sering terjadi ialah dana
yang tersedia untuk penyelenggaraan diklat sangat terbatas, sehingga sering
39
dilakukan secara terpaksa, bahkan pelatih maupun sarananya kurang
memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Untuk menghitung biaya tersebut,
menurut Sadili Samsudin dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia
(2006:127), maka harus didapatkan berbagai informasi berikut ini :
1.
Jumlah peserta yang akan mengikuti pelatihan.
2.
Durasi pelatihan (berapa jam/hari).
3.
Honor untuk instruktur, pelatih, dan atau fasilitator
4.
Biaya transport, akomodasi, konsumsi dan sebagainya.
5.
Durasi waktu yang digunakan peserta pelatihan untuk belajar sendiri
6.
Waktu yang harus digunakan untuk berkoresponden dengan peserta
pelatihan dan sebagainya.
5. Sarana dan prasarana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), sarana adalah
segala sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan
tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan
penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Sarana prasarana diklat
tertuang dalam Keputusan Kepala LAN nomor 193/XIII/10/6/2001 sebagai
berikut:
1. Sarana dan prasarana diklat merupakan alat bantu dan fasilitas
penunjang
yang
digunakan
untuk
menjamin
efektivitas
pembelajaran.
2. Sarana dan prasarana diklat dapat dimiliki sendiri dan / atau
memanfaatkan sarana dan prasarana diklat lembaga diklat instansi
40
lain dengan memperhatikan kesesuaian standar persyaratan setiap
jenis, jenjang, dan program diklat serta jumlah peserta diklat.
3. Sarana dan prasarana diklat yang dimiliki oleh setiap instansi dapat
didayagunakan secara optimal baik oleh lembaga diklat instansi
yang bersangkutan maupun lembaga diklat instansi lainnya dengan
dukungan sistem informasi diklat PNS yang dikembangkan oleh
instansi Pembina.
Sarana dan fasilitas diklat juga disebut sebagai media pelatihan yang
merupakan
metode
atau
peralatan
khusus
yang
digunakan
untuk
mengkomunikasikan gagasan-gagasan dan konsep-konsep dalam program
pelatihan dan pengembangan. Dalam keputusan Ketua LAN RI Nomor
304.A/IX/6/4/1995, yang tergolong sarana diklat adalah papan tulis, flipchart,
overhead projector, LCD/laptop, buku pegangan, modul, sound system,
komputer. Sedangkan yang tergolong prasarana adalah Ruang kelas, Ruang
diskusi, Ruang seminar, Perpustakaan, Tempat Olahraga dan asrama.
Media yang lazim digunakan dalam pelatihan
adalah proyektor
multimedia, pita video, film, proyektor slide, proyektor overhead, papan tulis,
closed-circuit television, dan flip charts. Dalam situasi pelatihan,
menurut
Marwansyah (2010) media presentasi mempunyai fungsi antara lain :
1. Merangsang proses belajar
2. Menghadirkan objek langka dan berbahaya
3. Membuat konkret konsep abstrak
4. Memberikan persamaan persepsi
5. Mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah, dan jarak
41
6. Menyajikan ulangan informasi secara konsisten
7. Memberikan suasana belajar yang santai dan menarik.
Media pelatihan seperti yang telah dikemukakan merupakan salah
satu komponen yang penting dalam sistem pelatihan, karena berfungsi
sebagai unsur penunjang
proses pembelajaran, menggugah gairah dan
motivasi belajar. Pemilihan dan penggunaan media pelatihan supaya
mempertimbangkan (1) tujuan pembelajaran, (2) materi pelatihan, (3)
ketersediaan media itu sendiri, (4) kemampuan pelatih yang akan
menggunakannya (Oemar, 2005). Berdasarkan pengertian-pengertian di
atas, tergambar bahwa penyediaan sarana dan prasarana yang memadai
sangat
penting
untuk
memperlancar
dan
mendukung
efektifitas
penyelenggaraan diklat.
II.2. Kerangka Pikir
Sumber daya manusia merupakan fakror pendorong berhasilnya suatu
organisasi tanpa mengesampingkan faktor-faktor lain. Apabila diintegrasikan
dengan peraturan pengendalian intern pemerintah fungsi BPKP sangat strategis
sebagai Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan dalam mewujudkan
peningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku pegawai negeri sipil
dalam pelaksanaan dan evaluasi Sistem Pengendalian Intern – Instansi
Pemerintah (SPI-IP), demi tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara,
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Dari asumsi dasar yang telah dikemukakan sebelumnya menunjukkan
pentingnya diklat untuk memenuhi tujuan organisasi bersangkutan, olehnya itu
42
diperlukan adanya pendidikan dan latihan yang dilaksanakan secara efektif,
terencana, terprogram, dan terpadu. Tak dapat dipungkiri bahwa komponenkomponen penting dalam proses pelaksanaan diklat kadangkala berada dalam
kondisi yang kurang ideal, padahal komponen-komponen yang sebelumnya telah
dipaparkan yaitu penyelenggara, tenaga pengajar (widyaiswara), metode
pembelajaran, anggaran dana, serta sarana dan prasarana yang menjadi faktor
yang mempengaruhi efektivitas diklat itu
harus saling mendukung dan
melengkapi.
Untuk lebih jelasnya hubungan antara variabel dalam efektivitas diklat
SPIP dapat digambarkan secara skematis, sebagai berikut :
Pendidikan dan Latihan (Diklat)
SPIP
Pendekatan Proses :
1.
2.
3.
4.
5.
Penyelenggara Diklat
Tenaga Pengajar
Metode Pembelajaran
Sarana & Prasarana
Anggaran dana
Efektivitas Penyelenggaraan
Diklat SPIP
Gambar 1. Kerangka Pikir
43
Download