PENGUATAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL MELALUI 5 LANGKAH NYATA YANG MENGINTEGRASI PADA PENINGKATAN LAJU PEREKONOMIAN INDONESIA Oleh : SULTHAN ALFATHIR 135100101111043 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 1. Latar Belakang Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut UU RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan juga memegang kebijakan penting dan strategis di Indonesia berdasar pada pengaruh yang dimilikinya secara sosial, ekonomi, dan politik. Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada UndangUndang RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan. Dalam laporan terbaru FAO (2013) yang bertajuk “The State of Food Insecurity in The World” terungkap bahwa sekitar 842 juta orang atau satu di antara delapan penduduk dunia menderita kelaparan kronis. Laporan tersebut bahkan mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di banyak negara tidak mampu menyentuh setiap penduduk dan tidak dapat memberikan lebih banyak pekerjaan yang lebih baik sehingga belum mampu mengatasai persoalan pangan ini. Pada pertengahan 2012 suatu konferensi para ekonom pertanian dunia di Brazil membahas sebuah topik menarik tentang pangan dengan tajuk “1 billion hunger 1 billion obesity“. Para ahli memperkirakan terdapat sekitar 1 miliar penduduk dunia yang kelaparan dan pada saat yang sama terdapat 1 miliar penduduk yang menderita kegemukan. Distribusi penduduk yang lapar dan obsesitas tersebut ternyata tidak merata. Kelaparan banyak ditemukan di negara berkembang sementara obesistas banyak ditemukan di negara maju. Dalam sebuah laporan Global Food Security Index (GFSI) yang diterbitkan the Economist (2013) Indonesia tercatat berada pada peringkat ke 66 dari 106 negara yang disurvei tentang keamanan pangannya. Dari skor 0-100 yang menggambarkan kondisi sangat tidak aman hingga sangat terjamin keamanannya, negeri kita memiliki skor 45.6 yang menunjukkan ketahanan pangan masih menjadi persoalan serius yang belum terpecahkan dengan tuntas. Di Indonesia sendiri kerawanan pangan masih dirasakan oleh 21 juta jiwa atau 9 % dari populasi. 2. Kondisi Pangan dan Ekonomi di Indonesia Masalah ketahanan pangan di Indonesia memiliki dua dimensi kepentingan, yakni bagaimana agar masyarakat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau dan di sisi lain bagaimana kesejahteraan petani dapat terlindungi. Hampir setiap tahun, kita disibukkan dengan pro-kontra impor bahan pangan, mulai dari beras, daging sapi, kedelai, hingga bawang merah. Menurut Hendiawan (2012) Ada banyak persoalan yang menyebabkan hal itu terjadi. Salah satunya, data yang digunakan untuk membuat kebijakan yang bersumber dari instansi resmi negara seringkali tidak sinkron satu sama lain. Apalagi pada tataran perumusan dan eksekusi kebijakannya di lapangan Jika kita melihat bahwa produksi beras Indonesia dari tahun ke tahun yang menurun tidak diimbangi dengan tingkat konsumsi masyarakat terhadap beras yang terus meningkat. Walaupun selama ini keadaan ini bisa teratasi dengan mengimport beras. Namun sampai kapan negara ini akan terus mengimport beras? Pertanyaan ini perlu kita perhatikan. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu bahan pangan sangat dipengaruhi oleh dua faktor, diantaranya : tingkat pengetahuan masyarakat tersebut terhadap bahan pangan atau makanan yang dikonsumsi dan pendapatan masyarakat. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap bahan pangan juga sangat mempengaruhi pola konsumsi masyarakat tersebut. Apabila suatu masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bahan pangan yang sehat, bergizi, dan aman untuk dikonsumsi. Maka masyarakat tersebut tentunya akan lebih seksama dalam menentukan pola konsumsi makanan mereka. Selain itu, pendapatan masyarakat sangat berpengaruh di dalam menentukan pola konsumsi masyarakat. Berdasarkan data dari BPS mengenai hubungan antara skor pola pangan harapan (PPH) suatu masyarakat dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan. Terdapat hubungan positif dianta keduanya, yakni semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita per bulan suatu masyarakat maka akan semakin tinggi pula pola pangan harapan masyarakat tersebut. Aspek terakhir ialah aspek kemiskinan. Ketahanan pangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek kemiskinan. Kemiskinan menjadi penyebab utamanya permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan tingkat pendapatan masyarakat yang dibawah rata-rata sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Tidak tercukupi pemenuhan kebutuhan masyarakat dikarenan daya beli masyarakat yang rendah juga akan mempengaruhi tidak terpenuhinya status gizi masyarakat. Tidak terpenuhinya status gizi masyarakat akan berdampak pada tingkat produktivitas masyarakat Indonesia yang rendah. Status gizi yang rendah juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan generasi muda suatu bangsa. Oleh karena itu dapatlah kita lihat dari tahun ke tahun kemiskinan yang dikaitkan dengan tingkat perekonomian, daya beli, dan pendapatan masyarakat yang rendah sangat berpengaruh terhadap stabilitas ketahanan pangan di Indonesia. Dari berbagai aspek permasalahan di atas, sebenarnya ada beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh bangsa kita agar memiliki ketahanan pangan yang baik. Diantara solusi tersebut ialah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam. Latar belakang pengupayaan diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita yang sangat besar dalam sumber daya hayati. Indonesia memiliki berbagai macam sumber bahan pangan hayati terutama yang berbasis karbohidrat. Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda dengan daerah lainnya. Diversifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni beras (Jhamtani, 2008). Selanjutnya ialah mendukung secara nyata kegiatan peningkatan pendapatan in situ (income generating activity in situ). Peningkatan pendapatan in situ bertujuan meningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pertanian berbasis sumber daya lokal. Pengertian dari in situ adalah daerah asalnya. Sehingga kegiatan peningkatan pendapatan ini dipusatkan pada daerah asal dengan memanfaatkan sumber daya lokal setempat. Kegiatan ini dapat mengikuti permodelan klaster dimana dalam penerapannya memerlukan integrasi dari berbagai pihak, diantaranya melibatkan sejumlah besar kelompok petani di beberapa wilayah sekaligus. Kegiatan ini juga harus melibatkan integrasi proses hulu-hilir rantai produksi makanan. Pertumbuhan dari kegiatan hulu-hilir membutuhkan dukungan dari teknologi. Teknologi dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi. Inilah tugas dari akademisi. Akademisi berperan untuk melahirkan penelitian yang tidak hanya dapat diterapkan pada skala lab namun juga dapat diterapkan pada skala industri. Akademisi menjembatani teknologi sehingga dapat diterapkan pada skala industrialisasi. Hal ini meningkatkan efektifitas dan efisiensi industrialisasi. 3. Kedaulatan Pangan Indonesia Kebutuhan pemenuhan pangan dalam negeri yang amat besar tanpa diimbangi dengan produksi pangan dalam negeri yang mencukupi, mengancam Indonesia terjebak dalam kondisi negara rawan pangan. Rawan pangan disini bukan berarti tidak tersedianya pangan, namun pangan rakyat Indonesia sangat tergantung dari suplai luar negeri (impor). Fenomena ini memancing produsen pangan luar negeri mengincar pasar pangan Indonesia yang amat besar ini dengan menginginkan Indonesia tidak memiliki kemandirian pangan Sangat miris sekali memang jika Indonesia yang sumber daya alamnya melimpah ini harus masuk kedalam golongan negara dengan predikat kerawanan pangan. Meskipun upaya untuk menjaga ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional telah dijabarkan melalui RPJMN 2010 – 2014, yakni ditetapkannya prioritas ketahanan pangan sebagai salah satu dari 11 prioritas nasional dengan target surplus beras 10 juta ton, peningkatan PDB sektor pertanian 3,7% per tahun, dan Nilai Tukar Petani (NTP) 115 – 120 pada tahun 2014. Menurut Sastraatmadja (2010) bahwa Upaya menyelamatkan Indonesia dari perangkap kerawanan pangan juga dihambat oleh masih rendahnya produktivitas komoditi pangan utama. Penggunaan benih unggul bersertifikat dari petani saat ini pun hanya mampu menembus 40%-nya saja. Rendahnya penyerapan realisasi kredit ketahanan pangan, keterlambatan penyediaan bibit unggul sesuai jadwal tanam, dan lambatnya penganekaragaman konsumsi pangan juga merupakan pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan Berikut adalah upaya upaya yang harus dilakukan agar Indonesia mampu menjaga Ketahanan Pangan Nasional, yang pada gilirannya nanti mampu menggerakkan perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik. 3.1. Pembangunan Infrastruktur Pertanian Infrastruktur pertanian merupakan faktor kunci yang mendukung program pengentasan kemiskinan, dalam hal ini petani di pedesaan. Pada akhir 1990-an di Vietnam, pembangunan infrasruktur pertanian berupa irigasi dan jalan mencapai 60% dari total anggaran mampu menurunkan tingkat kemiskinan dengan pesat. Hal serupa juga terjadi di Ethiopia yang pernah mengalami krisis pangan dan kelaparan pada tahun 1980-an. 3.2. Penyediaan Informasi dan IPTEK berbasis Kearifan Lokal Ketersediaan informasi yang mumpuni dalam hal teknis, ekonomis, mapun sosial petani sangat diperlukan guna memberikan akses informasi yang dibutuhkan petani. Akses informasi ini terutama informasi kesempatan kerja, informasi pasar, input, dan output pertanian, serta mengenai teknik-teknik pertanian terbaru. Kegiatan peningkatan pendapatan melalui pengembangan kelompok industri diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkuat ketahanan pangan dalam waktu jangka panjang, diantaranya : 3.2.1. Meningkatkan nilai tambah dari komoditi lokal; 3.2.2. Menyediakan komoditi lokal yang memiliki potensi secara komersial; 3.2.3. Mendorong pengembangan desa melalui kegiatan peningkatan pendapatan berdasar pada pertanian lokal. 3.3. Perluasan Akses Pendidikan Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan petani dan pencegahan kerawanan pangan rumah tangga. Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan peningkatan produktivitas sektor pertanian, kemampuan melakukan diversifikasi pada bidang pertanian, dan meningkatkan posisi tawar upah petani yang lebih baik. 3.4. Budaya penelitian dan Pengembangan Pertanian Penelitian dan pengembangan sangat diperlukan baik yang dilakukan oleh peneliti secara mandiri maupun yang melibatkan petani. Percepatan releasebenih unggul dan pengawalan di lapangan, revitalisasi sistem perbenihan nasional, dan penguatan penangkarpenangkar benih di petani sangat diperlukan guna mewujudkan peningkatan produktivitas produk pangan dalam negeri. 3.5. Mendukung Ketahanan Pangan Jangka Panjang Komoditi pangan lainnya seperti kedelai sekitar 70 persen kebutuhannya dipasok dari impor dengan jumlah 2 juta ton/ tahun (BPS 2011). Sekitar 90 % impor tersebut berasal dari Amerika Serikat. Apakah negeri kita benar-benar tidak memiliki potensi untuk memproduksi kedelai sendiri secara memadai? Hasil riset Prof Munif Gulamahdi dari IPB di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan menunjukkan bahwa kedelai dapat diproduksi di lahan pasang surut dan ternyata produktivitasnya tinggi, yakni 2.75 -3.38 ton per ha. Perlu diketahui bahwa Indonesia memiliki wilayah pasang surut 20,1 juta hektar dan sekitar 9,53 juta hektar di antaranya berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian secara umum. Sementara lahan pasang surut yang berpotensi tinggi untuk ditanami kedelai seluas 2,08 juta hektar. Bisa dibayangkan, bila para pengambil kebijakan secara serius menindaklanjuti riset ini, kita bahkan dapat memenuhi kebutuhan kedelai dari lahan kita sendiri. Namun, sayangnya lagi-lagi pemerintah absen dalam membangun ketahanan pangan jangka panjang dan lebih sibuk dengan solusi jangka pendek dan pragmatis. Semua upaya ini perlu diimplementasikan secara komprehensif dalam peningkatan sumberdaya manusia petani dengan memanfaatkan sumberdaya alam terutama sektor pertanian. Penerapan upaya ini akan memunculkan rekomendasi kebijakan prioritas ketahanan pangan yang dapat dipertimbangkan dalam RPJMN tahun 2015 – 2019. 4. Implementasi dan Dampak dalam Bidang Pangan Ekonomi Indonesia Penerapan teknologi ke dalam skala komersial diperlukan adanya kerjasama dengan industri pangan. Kerjasama ini dapat memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada puhak industri. Secara tidak langsung melalui kegiatan ini dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Berikut adalah Stakeholder dan langkah nyata dalam mengimplementasi program Ketahanan pangan Indonesia jangka panjang. 4.1. Kelompok petani Pengupayaan konservasi penanaman tanaman lokal berdasar pada sistem bercocok tanam yang baik (good agriculture practices), menghasilkan komoditas lokal yang dapat memenuhi standar kualitas, 4.2. Pemerintah lokal Mengkoordinasi fasilitas dan program inventarisasi untuk rotasi tanaman dan supervisi petani, bekerjasama dengan pihak akademisi untuk meningkatkan produktivitas, bekerjasama dengan pihak industri dalam meningkatkan kontribusi petani di dalam program pengembangan industri, menyediakan alternatif modal untuk pertanian, dan mendukung pengembangan kooperasi dari KUD (Koperasi Unit Desa). 4.3. Industri 4.3.1. Mempersiapkan pembentukan dan manajerial dari kelompok industri yang tergabung dalam empat pilar, yakni kelompok petani, pemerintah lokal, industri, dan akademisi 4.3.2. Mempersiapkan rencana strategis untuk pengembangan masa depan industri; 4.3.3. Percepatan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan di dalam teknologi proses, manajerial sumberdaya manusia, pengaturan tanaman dan industri, termasuk penanaman kembali modal 4.3.4. Membuka pasar dan menjamin pemasaran produk 4.3.5. Memperkuat pertumbuhan kerjasama dengan pihak industri untuk pemasaran produk. Kegiatan peningkatan pendapatan melalui pengembangan kelompok industri diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkuat ketahanan pangan dalam waktu jangka panjang, diantaranya : a. Meningkatkan nilai tambah dari komoditi lokal; b. Menyediakan komoditi lokal yang memiliki potensi secara komersial; c. Mendorong pengembangan desa melalui kegiatan peningkatan pendapatan berdasar pada pertanian lokal; d. Mendukung ketahanan pangan dalam jangka panjang; e. Memberikan solusi terhadap permasalahan pengangguran dan kemiskinan terutama pada masyarakat pedesaan. 4.4. Akademisi 4.4.1. Memfasilitasi pengembangan dari teknologi penanaman dan produk berbasis lokal yang memiliki potensi pasar 4.4.2. Merekomendasikan pemecahan masalah di dalam pengembangan industri. Dari keempat elemen ini, tentu saja diperlukan adanya kerjasama dan integrasi yang baik dari setiap stakeholder sehingga dapat menjalankan program pengembangan industri sumber daya lokal. Melalui diversifikasi pangan dan kegiatan peningkatan peningkatan pendapatan berbasis sumberdaya lokal diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan di Indonesia dalam waktu jangka panjang (Winarti, 2010) 5. Aplikasi Program dari Penulis Dalam mengaplikasikan program yang dicanangkan, Penulis telah menciptakan produk Inovatif sebagai salah satu upaya ketahanan pangan Nasional jangka panjang yaitu pengolahan Hama Keong Sawah menjadi produk pangan lokal yang mampu dipasarkan secara profesional. Berangkat dari latar belakang bahwa dari tahun ketahun jumlah hasil produksi pertanian di Indonesia tercatat pengalami penurunan yang cukup signifikan. Dari data BPS Jawa Timur menunjukkan bahwa tahun 2013 hasil produktifitas pertanian khususnya padi di Jawa Timur mengalami angka penurunan sebesar 50 ribu ton dibandingkan tahun 2012 . Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain penurunan jumlah lahan pertanian, tingginya hama pertanian dan iklim yang kurang menentu. Salah satu hama pertanian yang jumlahnya sangat tinggi adalah Keong sawah (Polita, dalam bahasa latin). Dalam 100 m2 lahan sawah terdapat ± 1 kwintal keong sawah, hama ini menyerang batang bagian bawah padi saat masih berusia 0-2 bulan, sedangkan hama ini bertelur dalam waktu yang sangat cepat. Akibatnya adalah terjadinya gagal panen oleh petani. Permasalahan tersebut harus dicarikan solusi secepatnya untuk menanggulangi penurunan produksi dan kerugian yang dialami petani, karena masalah tersebut mempunyai efek sangat tinggi pada tingkat inflasi di Indonesia. Selain itu, terdapat permasalahan yang sangat klasik di Negara ini, yakni pengangguran. Salah satu penyebab pengangguran disebabkan jumlah lowongan kerja yang sedikit dan juga rendahnya tingkat pendidikan orang tersebut. Untuk itu sangat perlu dibukanya peluang kesempatan kerja bagi mereka yang tidak mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, namun mempunyai semangat kerja yang tinggi. Dari pengalaman lapang, maka penulis berhasil menciptakan produk Olahan pangan dengan Brand “Keripik Polita” sebagai salah satu produk berbahan baku dari keong sawah (Polita, bahasa Latin) yang mampu berdampak pada peningkatan produktifitas Hasil Pertanian dan memberdayakan petani dalam proses pengadaaan bahan bakunya, sehingga pada gilirannya nanti mampu menggerakkan perekonomian suatu daerah ke arah yang lebih baik. Diharapkan Produk ini mampu menjadi produk unggulan daerah yang berangkat dari para Petani untuk Ketahanan Pangan Indonesia. 6. Kesimpulan Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan. Masalah ketahanan pangan di Indonesia memiliki dua dimensi kepentingan, yakni bagaimana agar masyarakat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau dan di sisi lain bagaimana kesejahteraan petani dapat terlindungi. Hampir setiap tahun, kita disibukkan dengan pro-kontra impor bahan pangan, mulai dari beras, daging sapi, kedelai, hingga bawang merah. Selain aspek tingkat pengetahuan masyarakat tersebut terhadap bahan pangan atau makanan yang dikonsumsi, Ketahanan pangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek kemiskinan. Kemiskinan menjadi penyebab utamanya permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan tingkat pendapatan masyarakat yang dibawah rata-rata sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Tidak tercukupi pemenuhan kebutuhan masyarakat dikarenan daya beli masyarakat yang rendah juga akan mempengaruhi tidak terpenuhinya status gizi masyarakat. Upaya - upaya yang harus dilakukan agar Indonesia mampu menjaga Ketahanan Pangan Nasional, yang pada gilirannya nanti mampu menggerakkan perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik yaitu Pembangunan Infrastruktur Pertanian, Penyediaan Informasi dan IPTEK berbasis Kearifan Lokal, Perluasan akses pendidikan, Mendukung Ketahanan Pangan Jangka Panjang, dan terakhir Budaya penelitian dan Pengembangan Pertanian Dalam mengimplementasikan 5 langkah nyata ini, stakeholder yang terlibat adalah Kelompok petani, Pemerintah lokal, Industri , dan Akademisi. Melalui diversifikasi pangan dan kegiatan peningkatan peningkatan pendapatan berbasis sumberdaya lokal diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan di Indonesia dalam waktu jangka panjang. Penulis berhasil menciptakan produk Olahan pangan dengan Brand “Keripik Polita” sebagai salah satu produk berbahan baku dari keong sawah (Polita, bahasa Latin) yang mampu berdampak pada peningkatan produktifitas Hasil Pertanian dan memberdayakan petani dalam proses pengadaaan bahan bakunya, sehingga pada gilirannya nanti mampu menggerakkan perekonomian suatu daerah ke arah yang lebih baik. Diharapkan Produk ini mampu menjadi produk unggulan daerah yang berangkat dari para Petani untuk Ketahanan Pangan Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2011. www.bps.go.id. Diakses tanggal 28 mei 2014 Hendiawan, Dodit. 2012. Ketahanan Pangan dan radikalisme. Republika. Jakarta Jhamtani, Hira. 2008. Lumbung Pangan, Menata Ulang Kebijakan Pangan. INSIST Press. Bogor Muchtadi, Tien. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. CV Alfabeta. Jakarta Rohman, Abdul. 2013. Analisis Komponen Makanan. Graha Ilmu. Jakarta Sastraatmadja, Entang. 2010. Untukmu Dewan Ketahanan Pangan. Tribuana. Jakarta Winarno, FG. 2008. Good Manufacturing Practices (GMP). M-Brio Press. Bandung Winarti, Sri. 2010. Makanan Fungsional. Graha Ilmu. Jakarta