KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL GURU DAN MURID AUTIS DI SEKOLAH DASAR INSANIA JATIASIH BEKASI Di susun Oleh Rahmi Isnaini 204051002855 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL GURU DAN MURID AUTIS DI SEKOLAH DASAR INSANIA JATIASIH BEKASI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) Oleh RAHMI ISNAINI NIM: 204051002855 Pembimbing Dra. Nurul Hidayati, M.Pd NIP. 150277649 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini, saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata satu (S I) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini buka hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 8 Agustus 2008 Rahmi Isnaini ABSTRAK Nama : Rahmi Isnaini Judul : “Komunikasi Instruksional Guru dan Murid Autis Di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi” Komunikasi merupakan sebuah alat transformasi yang digunakan oleh manusia dengan berkomunikasi manusia dapat mengekspresikan keinginannya. Komunikasi juga ada dalam sebuah pendidikan dalam prosesnya melibatkan banyak komponen yang terdiri atas guru, murid, kepala sekolah dan lainnya. Di dalam sebuah kependidikan ada 2 konsep yang sangat berkaitan, yaitu belajar (learning) dan pembelajaran (instruction). Konsep belajar ada pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran pada pihak guru. Namun demikian pembelajaran atau intrucsion biasanya terjadi dalam situasi formal dimana guru mentransformasikan ilmu yang diberikan kepada peserta didik, berdasarkan kurikulum yang hendak dicapai. Dalam proses belajar mengajar seyogyanya guru dapat mengisntruksikan muridnya melalui berbagai macam komunikasi yang digunakan. Supaya murid dapat mengerti dan memahami sebuah pelajaran. Apalagi murid yang diajarkan adalah murid khusus yang menyandang autisme yaitu anak yang tidak mampu dalam bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik. Maka guru harus mengetahui metode pembelajaran yang pantas digunakan dalam mengajar murid tersebut. Karena pendidikan adalah kunci masa depan setiap individu. Dan individu autis juga layak mendapatkan sebuah pendidikan. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui komunikasi instruksional yang dipakai oleh guru dalam proses belajar mengajar ketika mengajar murid autis, lalu metode yang digunakan oleh guru dalam membina anak autis dan ingin mengetahui faktor yang menunjang dan faktor yang menghambat di dalam proses belajar mengajar. Melalui observasi, wanwancara dan dokumentasi guna mendapatkan informasi data penelitian yang dibutuhkan dan hasil data diuraikan melalui catatan lapangan dengan menggunakan teknik keabsahan data. Analisis dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kulitatif yaitu sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati. Dari hasil penelitian ini, bahwa komunikasi instruksional yang dipakai oleh guru SD Insania Jatiasih Bekasi adalah komunikasi instruksional secara verbal, komunikasi instruksional non verbal, komunikasi antar pribadi, komunikasi massa dan komunikasi kelompok kemudian metode yang digunakan dalam membina anak autis menggunakan metode lovass, dan faktor yang menunjang keberhasilan dalam proses belajar mengajar adalah fasilitas dan kerjasama oranga tua murid dengan gurunya dan yang menghambat dalam proses belajar mengajar yaitu faktor pemahaman / kerangka berfikir yang ada pada anak autis. i KATA PENGANTAR ﺑــﺴﻢ اﷲ اﻟ ّﺮ ﺣﻤـﻦ اﻟ ّﺮ ﺣﻴﻢ Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Adil dan Maha Pengasih tanpa Inayah-Nya tak mungkin penulis bisa mencapai pendidikan sampai strata satu (S1). Shalawat serta salam semoga tetap teriring keharibaan junjungan Nabi besar Muhammad SAW para keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Atas do’a dan usaha, dan perjalanan panjang, akhirnya penulis dapat menyelesaikan salah satu tugas penting yang mempertaruhkan segenap keilmuan yang penulis pelajari selama menuntut ilmu di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, walaupun jauh dari kesempurnaan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, baik secara moriil maupun materiil, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Murodi, M.A. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan kesempatan baik secara edukatif maupun administratif sehingga memperlancar skripsi ini. 2. Dr. Arief Subhan, M.A. Selaku Pembantu Dekan Satu (PUDEK I). Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Drs. Mahmud Jalal M.A. Selaku Pembantu Dekan Dua (PUDEK II). Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan nasehat serta dorongan kepada penulis. Drs. Study Rizal LK, MA. Selaku Pembantu Dekan Tiga ii (PUDEK III). Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, Dosen Penasehat Akademik, yang telah memberikan arahan kepada penulis. 3. Dra. Asriati Jamil, M. Hum, dan Dra. Musfirah Nurlaily, M.A, selaku Ketua Koordinator Teknis dan Sekretaris Koordinator Teknis Fakultas Dakwah dan Komunikasi Program Non Reguler. 4. Dra. Nurul Hidayati M.Pd, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan begitu banyak wawasan, ilmu dan pengetahuan kepada penulis. 6. Bu Asti dan Bu Iis selaku Pimpinan dan Sekretaris Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi beserta Staf pengajarnya (Bu Nia, Bu Olyah, Bu Diah, Bu Anti, Bu Indah), yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi. 7. Ayahanda Barlin Kamin dan Ibunda Darmilis yang telah membesarkan dengan kasih sayang, mendidik, dan yang selalu memberikan do’a. Semoga dalam lindungan Allah SWT Amin. Uni Ineng, Abang Adri dan Abang Tamjil yang telah membantu penulis baik moriil maupun materiil dan memberikan semangat serta do’anya demi keberhasilan penulis. 8. Rekan-Rekan Mahasiswa Non Reguler KPI (B) angkatan 2004, Pak Nurdin, Nurul, Vina, Rany, Lia, Umi, Oom, Mila KD, Millati, Erfan, Ronal, Irul, Syauqi, Roby, Tedy, Muhaimin, Dado, Haris, Culo, Ryan dan Umar, yang telah sama-sama berbagi ilmu, berdiskusi, bercanda dan saling berbagi rasa, juga teman-teman seperjuangan KKS 2007 Banjarwaru. iii 9. Teman-teman yang berada di rumah kost “Al-Barkah 2” yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu, atas kebersamaan dan canda tawa mereka yang senantiasa mengobati rasa jenuh dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, teman sekamar penulis yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka thanks guys.. “Nurma” 10. Mas Ari yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan motivasi dan do’anya, thanks for everything.. Abang Samsul thanks guys.. dan untuk semua pihak yang terkait dalam pembuatan skripsi ini baik langsung maupun tidak langsung. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis kembalikan semoga semua yang telah diberikan kepada penulis akan menjadi amal ibadah yang tak terhapus selamanya. Dengan kerendahan hati, penulis memohon do’anya agar ilmu yang telah di peroleh menjadi ilmu yang bermanfaat dan memberi berkah. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumya. iv DAFTAR ISI Abstrak...............................................................................................................i Kata Pengantar ................................................................................................ ii Daftar Isi ........................................................................................................... v BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................. 5 C. Tujuan Penelitian............................................................................ 5 D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6 E. Metodologi Penelitian..................................................................... 6 F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 8 BAB II : TINJAUAN TEORITIS A. Komunikasi Instruksional 1. Pengertian Komunikasi Intruksional........................................ 10 2. Pengertian Belajar Mengajar.................................................... 11 3. Tujuan Belajar Mengajar ......................................................... 14 B. Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi ........................................................... 15 2. Unsur-unsur Komunikasi ......................................................... 17 3. Tingkatan Komunikasi ............................................................ 20 4. Jenis-jenis Komunikasi ............................................................ 21 5. Hambatan-hambatan Komunikasi............................................ 23 v C. Autis 1. Pengertian Autis ...................................................................... 25 2. Penatalaksanaan Anak Autis .................................................... 31 BAB III : GAMBARAN UMUM SEKOLAH DASAR INSANIA JATIASIH BEKASI A. Latar Belakang Berdirinya Sekolah Dasar Insania .................... 39 B. Tujuan Sekolah Dasar Insania .................................................... 40 C. Sasaran Sekolah Dasar Insania................................................... 41 D. Visi dan Misi Sekolah Dasar Insania ......................................... 41 E. Sarana Prasarana Sekolah dasar Insania ..................................... 41 F. Program Kegiatan Belajar Mengajar Sekolah Dasar Insania............................................................................... 42 G. Struktur Organisasi Sekolah Dasar Insania................................ 49 BAB IV : TEMUAN DAN ANLISIS DATA A. Komunikasi yang dipakai dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi .................. 51 B. Metode yang digunakan dalam membina anak autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi................ 61 C. Faktor yang menunjang dan menghambat dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania JatiasihBekasi ................... 67 vi BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 68 B. Saran-saran .................................................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..70 LAMPIRAN………………………………………………………………….72 vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan aktivitas manusia dasar, dengan berkomunikasi manusia melakukan hubungan, karena manusia makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri-sendiri melainkan satu sama lain saling membutuhkan. Hubungan antara individu yang satu dengan yang lainnya dapat dilakukan dengan berkomunikasi. Komunikasi adalah sendi dasar terjadinya proses interaksi sosial, karena tanpa komunikasi kehidupan manusia tidak akan berkembang dan tidak akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Dengan berkomunikasi manusia mencoba mengekspresikan keinginannya dan dengan berkomunikasi itu pula manusia melaksanakan kewajibannya. Seperti dikutip oleh Toto Tasmara bahwa Wilbur Schramn (1980) memberikan predikat manusia sebagai the communication animal, artinya tanpa komunikasi manusia akan jauh derajatnya pada tingkat yang rendah.1 Komunikasi dalam istilah pendidikan dikenal sebagai komunikasi instruksional (instructional communication) salah satu aspek fungsi komunikasi untuk meningkatkan kualitas berfikir pada pelajar (komunikan) dalam situasi instruksional yang terkondisi. Dalam penelitian ini, fungsi komunikasi dalam pendidikan adalah sebagai pengalihan ilmu pengetahuan yang mendorong perkembangan 1 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), Cet ke-2, h.6 1 2 intelektual, pembentuk watak dan pendidikan keterampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.2 Ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi antara guru sebagai komunikator dan murid sebagai komunikan. Karena dalam bidang pendidikan melibatkan komunikasi antara guru dan murid, maka satu sama lain dapat menyampaikan pesan, maksud dan tujuan menurut caranya masing-masing. Pesan yang disampaikan tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu kepada para murid selaku komunikan. Pihak komunikator atau guru dalam hal ini mengharapkan feedback dari komunikan atas ide-ide dan pesan-pesan yang disampaikan, sehingga dengan pesan di sampaikan tersebut terjadilah perubahan sikap dan tingkah laku yang diharapkan. Seorang guru (komunikator) mengupayakan perubahan sikap peserta didik selaku komunikan dalam pembentukan kepribadian berdasarkan nilai-nilai tertentu yang disampaikan melalui proses kegiatan belajar-mengajar (KBM).3 Dalam dunia pendidikan yang memegang peranan komunikasi adalah guru/pendidik. Pada kegiatan proses balajar mengajar guru menginstruksikan pesannya melalui tindakan - tindakan komunikasi. Tindakan komunikasi dapat dilakukan dalam berbagai macam cara, baik secara “verbal” (dalam bentuk kata-kata baik lisan maupun tulisan) ataupun “non verbal” (tidak dalam bentuk kata-kata, misalnya gestura, sikap tingkah laku, gambar-gambar dan bentuk-bentuk lainnya yang mengandung arti). Tindakan komunikasi juga dapat dilakukan secara langsung dan tidak 2 H.A Widjaya, komunikasi dan hubungan masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),h.11 Onong Uchjana Effendi, kepemimpinan dan komunikasi, (Bandung: CV.Mandar Maju,1998),h.58 3 3 langsung. Bicara secara tatap muka, berbicara di depan kelas dalam proses belajar mengajar, berbicara melalui telepon, menulis surat kepada seseorang, sekelompok orang atau organisasi, ini adalah contoh-contoh dari tindakan komunikasi langsung. Sementara yang termasuk tindakan komunikasi tidak langsung adalah komunikasi yang dilakukan secara perorangan tetapi melalui medium atau alat perantara tertentu. Misalnya penyampaian informasi melalui surat kabar, majalah, radio, TV, film, pertunjukan kesenian dan lain-lain.4 Pendidikan adalah kunci masa depan setiap individu, apalagi bila ia termasuk penyandang autisme. Setiap orangtua mendambakan agar anaknya bisa mengikuti pendidikan jalur 'normal' yang memberikan kesempatan bagi anak mengikuti semua kegiatan. Jalaluddin Rakhmat, berpendapat bahwa, manusia di lahirkan dalam keadaan lemah fisik, maupun psikis. Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah mempunyai kemampuan bawaan yang bersifat laten.5 Sekolah Dasar Insania, sangat berperan bagi pembentukan dan perkembangan anak yang menderita autis. Lembaga ini bertujuan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan anak berkebutuhan khusus, sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat dan memodisivikasi perilaku menjadi lebih baik, sehingga dapat berkembang secara optimal. Lembaga ini juga sekaligus merupakan salah satu wadah yang signifikan dalam membentuk sarana keagamaan pada diri seorang 4 Sasa Djuarsa Sendjaja, (at. Al), Pengantar Komunikasi , (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), Cet ke-4, h.2 5 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,1996),h.63. 4 anak autis. Penulis melihat, bahwa Sekolah Dasar Insania merupakan sarana pembelajaran yang memiliki peranan penting dalam membina anakanak yang menyandang autis dan juga sekaligus berfungsi sebagai media untuk mengkomunikasikan pesan-pesannya antara guru dan murid autis dalam proses belajar mengajar. Interaksi belajar mengajar diarahkan agar aktivitas berada pada pihak anak didik. Hal ini menjadi keharusan karena anak didik merupakan orientasi dari setiap proses atau langkah kegiatan belajar-mengajar, peranan guru disini sebagai pembimbing yang dapat mengarahkan murid dan memberikan motivasi untuk mencapai hasil yang optimal.6 Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses pengoperan atau pemindahan informasi dari komunikator kepada komunikan untuk mencapai suatu tujuan yang digunakan oleh komunikator. Karena itu, penting bagi pendidik dan orangtua anak autis untuk bekerja sama berusaha mencari penanganan terbaik bagi anak-anak ini. Mau tidak mau, suka tidak suka, para orang dewasa di sekitar anak autis lah yang harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan anak autis. Berikan mereka kesempatan dan target yang realistis di tempat belajar "umum", serta ajarkan keterampilan-keterampilan baru melalui cara yang khusus sesuai kemampuan dan gaya belajar mereka. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, akhirnya penulis tertarik untuk membahas dan mendalami skripsi yang berjudul: 6 H. Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997) cet ke.1,hal.119 5 “Komunikasi Instruksional Guru Dan Murid Autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi ”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Memperhatikan luasnya masalah yang di uraikan, maka penulis membatasi pada masalah yaitu komunikasi Instruksional yang dipakai dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania. 2. Perumusan Masalah. Berdasarkan pembatasan di atas, maka perumusan masalah yang akan penulis kemukakan sebagai berikut: a. Bagaimana komunikasi instruksional yang dipakai dalam proses belajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi? b. Metode apakah yang digunakan dalam membina anak autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi? c. Faktor apakah yang menunjang dan menghambat dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Bertujuan untuk mengetahui komunikasi instruksional yang di pakai dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi. b. Bertujuan untuk mengetahui metode yang digunakan dalam membina anak autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi. c. Bertujuan untuk mengetahui factor yang menunjang dan menghambat dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi. 6 D. Manfaat penelitian ini yaitu: Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengaruh yang besar dalam penerapan sistem komunikasi dalam proses belajar mengajar yang meliputi: a. Sebagai usaha untuk memperdalam pengetahuan penulis mengenai halhal yang berhubungan dengan peningkatan profesi sesuai dengan bidang garapan penulis. b. Sebagai pengalaman langsung bagi penulis dalam menyusun karya ilmiah. c. Hasil penelitan ini diharapkan akan mengembangkan ilmu, dan metodologis dalam ilmu komunikasi. E. Metodologi penelitan Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif, adalah jenis penelitian yang di hasilkan dari suatu data-data yang di kumpulkan dan berupa kata-kata, gambar, dan merupakan suatu penelitian alamiah. Badgan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati mengenai pelaksanaan komunikasi instruksional guru dan murid autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi. a. Waktu dan lokasi penelitian Lokasi penelitian yang akan penulis teliti yaitu Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi dan waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan JuniJuli 2008. 7 b. Subyek dan Obyek penelitian Adapun subyek dalam penelitian adalah murid-murid autis yang ada pada kelas individual dan kelas klassikal, sedangkan informan penelitiannya yaitu guru-guru pada kelas klassikal dan individual serta orangtua murid autis. Kemudian yang di jadikan obyek penelitian adalah komunikasi instruksional guru dan murid autis dalam proses belajar mengajar. c. Teknik Pencatatan Data Beberapa teknik pencatatan data yang penulis gunakan sebagai berikut: 1) Observasi: Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.7 Dalam hal ini penulis secara langsung mengamati komunikasi instruksional guru dan murid autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi. Dengan menggunakan alat perekam gambar (handy camera) setelah itu ditulis kedalam catatan lapangan dengan menggunakan bahasa yang apa adanya. Observasi ini dilakukan Sebanyak 2 kali dalam seminggu selama 1 bulan penuh. 2) Wawancara: Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.8 Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara secara mendalam yang dilakukan dengan berbagai informan yaitu guru, orangtua murid dan pihak terkait 7 Dedy Mulyanah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung PT. Rosdakarya, 2002) h.181 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2007) h.186 8 8 di antaranya dengan pihak yayasan kemudian penulis menuliskan hasil wawancara dengan bahasa yang apa adanya yang sesuai dengan hasil wawancara. 3) Dokumentasi: Sumber datanya berupa catatan dokumen yang tersedia, bisa termasuk sumber data yang berupa catatan resmi atau juga termasuk dokumen-dokumen ekspresif. Dokumen ini digunakan untuk melengkapi data-data hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu melalui observasi dan wawancara. e. Teknik Analisa Data Setelah data terkumpul, dan di kelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian untuk di analisis dan diberikan interpretasi dengan cara mengklarifikasikannya dengan kerangka teori yang ada dan akhirnya di simpulkan. f. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan skripsi ini. Penulis berpedoman pada buku yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (skripsi, tesis dan disertasi) 2008”.9 F. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Bab ini yang berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. 9 Azyumardi Azra, dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah “skripsi, tesis dan dsertasi” (Jakarta, CeQDA (Center for Quality Development ad Assurance, 2008). 9 Bab II Tinjaun Teoritis Membahas tentang pengertian komunikasi Instruksional, pengertian belajar mengajar, tujuan belajar mengajar, pengertian komunikasi, unsur-unsur komunikasi, tingkatan komunikasi, jenisjenis komunikasi, hambatan-hambatan komunikasi, pengertian autis, dan penatalaksanaan anak autis. Bab III Gambaran Umum Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi Membahas tentang Latar Belakang SD Insania, Tujuan SD Insania, Sasaran SD Insania, Visi dan Misi SD Insania, Sarana Prasarana SD Insania, Struktur Organisasi SD Insania. Bab IV Temuan dan Analisis Data Membahas tentang analisa terhadap komunikasi instruksional yang dipakai dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi, metode yang dipakai dalam membina anak autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi, faktor-faktor yang menunjang dan menghambat dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi. BAB V Penutup Bab ini merupakan rangkaian akhir dari penulisan skripsi, yang berisi tentang kesimpulan, saran-saran. Pada bagian akhir dari penulisan skripsi, penulis menyajikan daftar pustaka yang menjadi referensi dalam peulisan skripsi ini dan lampiran-lampiran yang terkait. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komunikasi Instruksional 1. Pengertian Komunikasi Instruksional Istilah Instruksional berasal dari kata instruction. Ini bisa berarti pengajaran, pelajaran atau bahkan perintah atau instruksi. Webster’s Third New International Dictionary of the English Language mencantumkan kata intruksional (dari kata to instruct) dengan arti “memberikan pengetahuan atau informasi khusus dengan maksud melatih dalam berbagai bidang khusus, memberikan keahlian atau pengetahuan dalam berbagai bidang seni atau spesialisasi tertentu”. Atau dapat berarti pula ”mendidik dalam subjek atau bidang pengetahuan tertentu”. Disini juga di cantumkan dengan makna lain yang berkaitan dengan komando dan perintah.10 Di dalam dunia pendidikan, kata instruksional tidak di artikan perintah, tetapi lebih mendekati kedua arti yang pertama, yakni pengajaran dan atau pelajaran. Bahkan akhir-akhir ini kata tersebut diartikan sebagai pembelajaran. Kalau pada istilah pengajaran, yang dominan adalah guru, pengajar, atau dosen sebagaimana kata mengajar itu sendiri datangnya dari pengajar, maka pada pelajaran titik beratnya adalah pada materi atau pesan yang diajarkan oleh pengajar tadi. Titik perhatiannya berbeda. Mengajar pada guru, belajar pada murid, dan pelajaran pada bahan yang digunakan oleh guru untuk disampaikan kepada murid, dan murid melaksanakan ajaran atau bahan ajar 10 Pawit M. Yusup, Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) cet 1,h.17 10 11 tadi, ini disebut belajar. Sedangkan bahan belajar dan sekaligus bahan pengajaran tadi disebut pelajaran atau bidang studi.11 Di dalam dunia pendidikan sekarang, istilah pengajaran ataupun pelajaran mempunyai makna yang berbeda meskipun kedua istilah tersebut bisa berasal dari kata yang sama: Instruction. Oleh karena itu, kata ini tidak di alihbahasakan menjadi pengajaran atau pelajaran. Ia diterjemahkan dengan pembelajaran karena kata ini lebih dapat mewakili pengajaran, pelajaran, dan belajar.12 Uraian diatas menunjukan bahwa istilah intruksional, pembelajaran, yang pada prinsipnya merupakan proses belajar yang terjadi akibat tindakan pengajar dalam melakukan fungsinya, yaitu fungsi yang memandang pihak belajar sebagai subjek yang sedang berproses menuju cita-citanya mencapai sesuatu yang bermanfaat kelak. Dan itulah tujuan akhir proses belajar yang direncanakan pada sistem intruksional itu mengacu pada tujuan yang lebih luas, bahkan tujuan yang menjadi panutannya, yaitu tujuan pendidikan. 2. Pengertian Belajar Mengajar Sebelum penulis menguraikan tentang pengertian belajar mengajar terlebih dahulu penulis akan menguraikan tentang pengetian belajar. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Sejak masih bayi hingga ke liang lahat nanti.13 Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut menyangkut baik perubahan 11 Ibid Ibid 13 Arif S Sadirman (dkk), Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan Pemanfaatannya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-6, h. 1-2 12 dan 12 yang bersifat pengetahuan dan keterampilan maupun menyangkut nilai dan sikap. Gage (1984) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses dimana organisma berubah perilakunya diakibatkan pengalaman. Demikian juga Harold Spear mendefinisikan bahwa belajar terdiri dari pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru.14 Belajar merupakan suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku yang merupakan hasil latihan penguatan. Penguatan itulah yang merupakan sebab adanya perubahan tersebut, murid dikatakan telah mengalami belajar bila ia dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya ia tidak dapat melaksanakannya.15 Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar ialah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan. Perubahan tingkah laku akibat belajar itu dapat berupa memperoleh perilaku yang baru / memperbaiki / meningkatkan perilaku yang sudah ada. Belajar menghasilkan perubahan perilaku baik positif maupun negatif. Belajar disekolah diarahkan untuk memperoleh perlakuan yang positif. Belajar adalah proses perubahan berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi. 14 Martinus Yamin, Srategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada Press,2004), Cet. Ke-2, h.99 15 Ahmad Tafsir, Metodelogi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT, Remaja Rosdakarya, 1999), Cet. Ke-4, h.60 13 Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, menilai proses dan hasil belajar termasuk cakupan tanggung jawab guru.16 Setelah menguraikan definisi belajar penulis akan membahas pengertian mengajar. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk mencapai kondisi suatu sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik murid maka mengajar sebagai kegiatan guru. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak didik. Menurut pengertian ini berarti tujuan belajar dari murid itu hanya sekedar ingin mendapatkan atau menguasai pengetahuan. Sebagai konsekuensi pengertian semacam ini dapat membuat suatu kecenderungan anak menjadi pasif, karena hanya menerima informasi atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya. Sehingga pengajarannya bersifat teacher centered, jadi gurulah yang memegang posisi kunci dalam proses belajar mengajar dikelas. Kemudian pengertian yang luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya. Dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para murid. Kondisi ini diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental. Pengertian mengajar seperti ini memberikan petunjuk bahwa fungsi pokok dalam mengajar itu adalah mnyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang berperan aktif dan 16 Abu Ahmadi (at.Al), Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), Cet. Ke-1, h.18 14 banyak melakukan kegiatan adalah muridnya, dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah. Yang belajar adalah murid itu sendiri dengan kegiatannya sendiri. Guru dalam hal ini membimbing. Dalam membimbing dan menyediakan kondisi yang kondusif itu sudah barang tentu guru tidak dapat mengabaikan faktor atau komponen-komponen yang lain dalam lingkungan proses belajar mengajar, termasuk misalnya bagaimana dirinya sendiri, keadaan murid, alatalat peraga atau media metode dan sumber-sumber belajar lainnya. Konsep mengajar ini memberikan indikator bahwa pengajarannya lebih bersifat pupil centered, sehingga tercapailah suatu yang optimal, sangat bergantung oleh kegiatan murid / anak didik itu sendiri.17 Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang terorganisasi. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai tujuan pendidikan 3. Tujuan Belajar Mengajar Tujuan dari proses belajar mengajar adalah sebagai pengumpulan pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap dan perbuatan.18 Tujuan dalam proses belajar mengajar merupakan komponen pertama yang harus ditetapkan dalam proses pengajaran yang berfungsi sebagai indikator keberhasilan pengajar. Tujuan pada dasarnya merupakan rumusan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki murid setelah ia 17 Sardiman A,M. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-10, h. 47-48 18 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995), Cet. Ke-1, h.30 15 menyelesaikan pengalaman dan kegiatan belajar dalam proses pengajaran. Tujuan dari belajar mengajar pada hakikatnya adalah hasil belajar yang diharapkan.19 B. Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi Cherry dalam stuart, (1983) mendefinisikan komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communico yang artinya membagi.20 Akan tetapi pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya dasariah dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang dikatakan minimal. Karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain. Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa: ”Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia (2) melalui pertukaran komunikasi (3) untuk menguatkan 19 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Sinar Baru Al Gesindo, 2000 cet ke 5 h. 30. 20 H. Hafied Cangara, Pegantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998) cet 1,h.18 16 sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu”.21 Carl Hoveland (1953) menyatakan bahwa komunikasi adalah “proses bilamana seorang individu atau komunikator pengoperan stimulasi yang biasanya berupa lambang kata-kata untuk mengubah tingkah laku individu lainnya atau komunikan”.22 Dari beberapa definisi yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa dalam komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyampaikan pesan berupa lambang-lambang kepada orang lain melalui saluran yang disebut channel atau media, selain itu pula dalam definisi Hoveland tampak adanya penekanan bahwa komunikasi adalah bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi untuk mengubah pengertian, dukungan, gagasan dan tindakan. Untuk lebih memahami pengertian komunikasi, tepatlah apa yang dikemukakan oleh Harold Lasswell (1948) dalam karyanya, “The Structure and Function of Communication in Society”, bahwa cara yang baik untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut “Who says what in which channel to whom with what effect?”. Paradigma Lasswell ini menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut, yakni: komunikator, pesan, komunikan, media dan efek. 21 Ibid, hal 18-19 H.A. Widjaja. Komunikasi dan Hubungan kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),h.11 22 17 Jadi pada dasarnya Lasswell menyatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.23 Dari uraian beberapa tokoh di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses pengoperan atau pemindahan lambanglambang informasi dari komunikator kepada komunikan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan oleh komunikator. Dalam proses belajar mengajar komunikasi lebih bersifat khusus, ini artinya komunikasi yang di terapkan dalam proses belajar mengajar lebih menekankan pada penerapan teori-teori komunikasi yang dapat memudahkan seorang guru menyampaikan kurikulum kepada murid sehingga tercapai tujuan pendidikan. 2. Unsur-unsur Komunikasi Komunikasi adalah proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi dalam diri seseorang atau diantara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Dari pengertian komunikasi sebagaimana diuraikan diatas, tampak adanya sejumlah komponen dan unsur yang dicakup dan merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Dalam bahasa komunikasi komponen atau unsur adalah sebagai berikut:24 a. Komunikator Komunikator dapat berupa individu yang sedang berbicara, menulis, kelompok orang, organisasi komunikasi seperti surat kabar, Radio, televisi, film dan sebagainya. Dalam komunikator menyampaikan pesan kadang-kadang komunikator dapat menjadi komunikan sebaliknya 23 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), cet ke-13, h.10. 24 H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakrta: Bumi Aksara, 2002) h.11 18 komunikan menjadi komunikator.25 Komunikator berfungsi sebagai encoder yaitu, sebagai orang yang memformulasikan pesan yang kemudian menyampaikan kepada orang lain.26 Syarat-syarat yang perlu diperhatikan oleh seseorang komunikator adalah sebagai berikut:27 1) Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikasinya. 2) Keterampilan berkomunikasi 3) Mempunyai pengetahuan yang luas 4) Sikap 5) Memiliki daya tarik dalam arti ia memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap / penambahan pengetahuan bagi diri komunikan. b. Pesan Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi, isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan informasi, nasihat atau propaganda. Dalam bahasa Inggris pesan biasanya di terjemahkan dengan kata message, content atau information.28 Pesan dalam dunia pendidikan adalah muatan kurikulum yang disajikan oleh guru sebagai komunikator atau penyampai pesan kepada siswa / murid selaku komunikan atau yang menerima pesan. 25 Ibid. h, 12 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & anak dalam keluarga. Sebuah perspektif pendidikan Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004) cet ke-1, h, 11-12 27 H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002) h.12 28 H. Hafied Cangara,, Pegantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998) cet I h.23 26 19 c. Media Media yang dimaksud disini ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi pancaindera dianggap sebagai media komunikasi.29 Media dalam dunia pendidikan dapat berupa papan tulis, benda, peta, atau yang lainnya yang sesuai dengan pesan atau kurikulum yang di sampaikan. d. Penerima / Komunikan Komunikan adalah orang yang menerima pesan. Komunikan berfungsi sebagai decoder, yakni menerjemahkan lambang-lambang pesan ke dalam konteks pengertiannya sendiri.30 Komunikan mempunyai peranan sebagai penerima pesan atau sebagai pihak yang menjadi sasaran komunikasi haruslah mengikuti dan menyesuaikan diri dengan proses komunikasi agar tidak terjadi hambatan-hambatan sehingga tercapai pada tujuan komunikasi.31 Komunikasi bisa seseorang (murid) atau sekelompok orang atau organisasi / institusi yang menjadi sasaran penerima pesan. e. Pengaruh / Efek De Fleur, (1982) Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah 29 H. Hafied Cangara Ibid, h.23-24 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan praktek, (bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), cet ke-13 h.59 31 Sasa Djuarsa Sendjaja (et.al). Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka 1993), Cet ke-4. h.30 30 20 menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.32 Dalam proses belajar mengajar efek adalah hasil dari apa yang diajarkan oleh guru yang disampaikan kepada murid supaya murid tersebut dapat mengerti dan memahami pelajaran. 3. Tinkatan Komunikasi a. Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi, yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara langsung antara seseorang dengan orang lain atau secara tatap muka (face to face). Misalnya: percakapan secara tatap muka diantara dua orang (seperti guru dengan murid ketika sedang konsultasi), surat menyurat pribadi, dan percakapan melalui telepon. Corak komunikasinya juga bersifat pribadi, dalam arti pesan atau informasi yang disampaikan hanya ditujukan untuk kepentingan pribadi para pelaku komunikasi yang terlibat.33 b. Komunikasi dan kelompok Yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok. Pada tingkatan ini, tiap individu yang terlibat masing-masing berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam kelompok. Pesan atau informasi yang di komunikasikan juga menyangkut semua 32 H. Hafied Cangara, Pegantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998) cet I, h.25 33 Sasa Djuarsa Sendjaja, (et.al). Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka 1993), Cet ke-4. h.39 21 kepentingan seluruh anggota kelompok, bukan bersifat pribadi. Misalnya: ngobrol-ngobrol dalam keluarga antar bapak, ibu, dan anak-anaknya, diskusi dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan seorang guru dengan murid-muridnya didalam kelas.34 c. Komunikasi Massa Komunikasi yang ditujukan kepada massa atau komunikasi yang menggunakan media massa. Massa adalah kumpulan orang-orang yang hubungan antar sosialnya tidak jelas dan tidak mempunyai struktur tertentu. Komunikasi massa sangat efisien karena dapat menjangkau daerah yang luas dan audiensi yang praktis tak terbatas, namun komunikasi massa kurang efektif dalam pembentukan sifat persona karena komunikasi massa tidak dapat langsung diterima oleh massa. tetapi melalui opinion leader, ialah yang kemudian menerjemahkan apa yang disampaikan dalam komunikasi massa itu kepada komunikan.35 4. Jenis-jenis Komunikasi a. Komunikasi Verbal Yaitu komunikasi yang menggunakan bahasa dan tulisan. Menurut Paulette J. Thomas, komunikasi verbal adalah penyampaian dan penerimaan pesan dengan menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Lambang verbal adalah semua lambang yang digunakan untuk menjelaskan pesan-pesan dengan memanfaatkanan kata-kata (bahasa).36 Dalam proses belajar mengajar komunikasi verbal dapat dilangsungkan 34 Sasa Djuarsa Sendjaja, Sendjaja, (et.al). Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka 1993), Cet ke-4.h.39 35 H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) h.37 36 Roudhonah. Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta 2007), Cet ke 1 hal.93 22 dengan kata-kata, seperti: ceramah, bercerita, berdiskusi dan lain-lain. Bisa juga dilangsungkan dengan menggunakan tulisan surat, buku, majalah, koran, dan lain-lain. Bahasa lisan dan tulisan adalah lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi seperti komunikasi yang terjadi antara guru dan murid. Sebabnya ialah karena bahasa selain dapat mewakili kenyataan yang konkrit dan obyektif dalam dunia sekeliling kita, juga dapat mewakili hal yang abstrak sekalipun. Yakni bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, gagasan, perasaan dan maksud kita.37 b. Komunikasi Non Verbal Menurut penulis komunikasi non verbal yaitu jenis komunikasi yang menggunakan symbol, lambang, gerakan-gerakan, sikap, ekspresi wajah dan isyarat yang tidak menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Pelaksanaan komunikasi dengan non verbal inipun tidak kalah pentingnya, namun dalam kenyataannya, jika seseorang belum mengetahui lambang-lambang yang ada, maka akan salah arti, dan akibatnya akan fatal. Dalam prakteknya yang lebih efektif itu adalah komunikasi verbal dan non verbal saling mengisi. Seperti halnya jika ada gambar di surat kabar, maka akan lebih jelas jika ada keterangannya dengan verbal. Karena jika tidak ada keterangan, mungkin akan salah arti.38 Komunikasi Non Verbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk non verbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi no verbal ternyata jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal, 37 38 Ibid, h.93 Ibid, h.94 23 dengan kata-kata. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi non verbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi non verbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi non verbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkap secara sepontan.39 Albert Mehrabian (1981) di dalam bukunya ”Silent Message: Implicit Communication Of Emmotion and Attitudes” menegaskan hasil penelitiannya bahwa makna setiap pesan komunikasi dihasilkan dari fungsi-fungsi: 7% pernyataan verbal, 38 % bentuk vokal, dan 55 % ekspresi wajah. Dengan demikian kode-kode non verbal merupakan aspek sangat penting di dalam komunikasi manusia.40 c. Komunikasi Satu Arah Komunikasi satu arah adalah komunikasi yang bersifat koersifdapat berbentuk perintah, instruksi dan bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi.41 d. Komunikasi Dua Arah Komunikasi dua arah adalah komunikasi yang bersifat informatif dan persuasif dan memerlukan hasil (feed back).42 5. Hambatan-hambatan komunikasi Menurut Hafied Cangara dalam karyanya ”Pengantar Ilmu Komunikasi”, mengatakan bahwa hambatan komunikasi ialah adanya hambatan yang 39 Agus M. hardjana. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius. 2003. cet ke-1, hal.26 40 Ibid, h. 95 41 H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) h.100 42 Ibid 24 membuat proses komunikasi tidak berlangsung sebagaimana harapan komunikator pada penerima.43 Hambatan Komunikasinya sebagai berikut: a. Hambatan Teknis Hambatan teknis terjadi jika salah satu alat digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi pengajaran yang ditaransmisi melalui saluran mengalami kerusakan (channel noise). b. Hambatan Semantik Hambatan semantik ialah hambatan komunikasi yang disebabkan karena kesalahan pada bahasa yang digunakan. c. Hambatan Psikologis Hambatan psikologis terjadi karena adanya hambatan yang disebabkan oleh persoalan-persoalan dalam diri individu. Misalnya rasa curiga penerima pada sumber, situasi berduka atau karena gangguan kejiwaan sehingga dalam penerimaan dan pemberian informasi tidak sempurna. d. Hambatan Fisik Hambatan fisik ialah hambatan yang disebabkan karena kondisi geografis. Misalnya jarak jauh sehigga sulit dicapai, tidak adanya sarana kantor pos, kantor telepon, jalur transportasi dan sebagainya. e. Hambatan Status Hambatan status ialah hambatan yang disebabkan karena jarak sosial diantara peserta komunikasi. misalnya perbedaan status antara senior dan yunior atau atasan dan bawahan. 43 H. Hafied Cangara, Pegantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998) cet I, h.153 25 f. Hambatan Kerangka berfikir Hambatan kerangka berfikir ialah hambatan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi antara komunikator dan khalayak terhadap pesan yang digunakan dalam berkomunikasi. g. Hambatan Budaya Hambatan budaya ialah hambatan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihakpihak yang terlibat dalam berkomunikasi.44 C. Autis 1. Pengertian Autis Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks pada yang ditandai dengan adanya gangguan dengan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.45 Budiman, (1997) mendefinisikan Autisme adalah salah satu defisit perkembangan pervasif pada awal kehidupan anak yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak yang ditandai dengan ciri pokok yaitu terganggunya perkembangan interaksi sosial, bahasa dan wicara, serta munculnya perilaku yang bersifat repetitif, stereotipik dan obsesif. Lumbantobing (2001) mendefinisikan Autisme sebagai gangguan perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang sosial dan fungsi afek, komunikasi verbal (bahasa) dan non verbal, imajinasi, fleksibilitas, lingkup interest (minat), kognisi dan atensi. Anak dengan gangguan autis dikenal sebagai pribadi yang tak mampu berkomunikasi dengan orang terdekat 44 Ibid, h. 153-156 Budiman, Spkj, Dr. Melly, Penyebab dan Penatalaksanaan Ganguan Spektrum Autisme, Yayasan Autisme Indonesia, ( Jakarta 2005) 45 26 sekalipun. Anak autis juga tak mampu mengekspresikan perasaan dan keinginannya, seringkali tertawa atau menangis sendiri. Kata autisme sering juga disebut dengan kata autis kata autis disini pengertiannya sama saja degan kata autisme dan tak ada bedanya hanya kebanyakan orang memendekan kata autisme menjadi autis. Autis berasal dari kata “auto” yang berarti berdiri sendiri. Kalau kita perhatikan, maka kita akan mendapat kesan bahwa penyandang autisme itu seolah-olah hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme ini baru diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943 saat Leo melihat seorang anak berperilaku aneh, acuh terhadap lingkungan, cenderung meyendiri dan seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri. Masalah pada penyandang autisme ini dapat dikelompokan dalam adanya masalah gangguan interaksi sosial, masalah gangguan komunikasi / bicara, masalah gangguan perilaku, dan masalah gangguan sensori (penginderaan). Memiliki anak yang menderita autis memang berat. Anak penderita autis seperti seorang yang kerasukan setan maksudnya adalah anak autis terkadang tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba menangis dan kadang marah tak terkendali. Selain tidak mampu bersosialisasi, penderita tidak dapat mengendalikan emosinya. Dia sendiri tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri dan memiliki gerakan-gerakan aneh yang selalu diulang-ulang. Selain itu dia punya ritual sendiri yang harus dilakukannya pada saat-saat atau kondisi tertentu.46 46 Hendra Priyantono “Anak Autis” Artikel diakses pada tanggal 5 mei 2008 dari Http://www.google.co.id 27 IQ-EQ (2001) mendefinisikan Autisme adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Beberapa hal yang menyebabkan anak menderita autisme disebabkan oleh adanya kelainan struktur otak atau fungsi otak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Edelson tahun 1980 di Utah Amerika Serikat, mutasi gen adalah kemungkinan terbesar penyebab autisme. Kelainan otak itu terjadi karena: a. Faktor genetik, (kelainan kromosom) b. Gangguan pertumbuhan sel otak c. Komplikasi saat hamil dan persalinan (pendarahan, gawat janin, dan lainlain) d. Gangguan sistim kekebalan tubuh (auto imun) karena vaksinasi dan infeksi virus e. Keracunan timah hitam dan bahan kimia yang beracun f. Setelah anak mengalami kejang g. Defisiensi enzim pencernaan (tubuh tidak dapat mendetoksifikasi) zat toksik, fenol (zat pewarna) dan amin (terdapat di apel, jeruk, para setamol, coklat)47 Klasifikasi Autisme Autisme diklasifikasikan menjadi 2 tipe berdasarkan waktu pertama kali gangguan autisme terjadi pada seorang anak, yaitu: 47 Budiman, Spkj, Dr. Melly, Penyebab dan Penatalaksanaan Ganguan Spektrum Autisme, Yayasan Autisme Indonesia, ( Jakarta 2005) 28 a. Autisme Klasik (Infantil Autisme) Gejala autisme klasik dapat diketahui sejak si anak baru lahir. Penyebabnya dikarenakan adanya gangguan pada saat kehamilan, seperti si ibu terkena virus rubella, taksoplasma atau terpapar logam berat (merkuri dan timbal). Hal tersebut berpengaruh mengacaukan pembentukan sel saraf di otak janin yang menyebabkan anak lahir dengan gejala autisme.48 Adapun penderita autisme klasik memiliki beberapa gejala yaitu: 49 1) Gangguan interaksisosial seperti: a) Menolak atau menghindari untuk bertatap muka b) Anak mengalami ketulian c) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk d) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang e) Bila mengiginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya f) Bila didekati untuk bermain justru menjauh g) Tidak berbagi kesenangan oleh orang lain kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun h) Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya di bandingkan terhadap orangtuanya 2) Hambatan dalam komunikasi verbal dan non verbal a) Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara 48 Ibid Dr. Suriviana. (www.infoibu.com) Artikel diakses pada tanggal 5 mei 2008 dari http://www.google.co.id 49 29 b) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat di mengerti oleh orang lain yang sering disebut sebagai bahasa planet. c) Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. d) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi e) Meniru atau membeo, beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada, maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya. f) Kadang bicara monoton seperti robot50 g) Mimik muka datar h) Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat. 3) Gangguan pada bidang perilaku dan bermain Pada anak autis terlihat adanya perilaku yang berlebihan (excessive) dan kekurangan (deficient). Contoh perilaku yang berlebihan adalah: a) Adanya hiperaktivitas motorik, seperti tidak bisa diam, lari kesana sini tak terarah, melompat-lompat, berputar-putar, memukul-mukul pintu atau meja, mengulang-ulang suatu gerakan tertentu. Contoh perilaku yang kekurangan adalah: b) Duduk diam bengong dengan tatap mata yang kosong, bermain secara monoton dan kurang variatif secara berulang-ulang, c) Duduk diam terpukau oleh sesuatu hal, misalnya bayangan, atau benda yang berputar. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu, seperti 50 Ibid 30 sepotong tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet atau apa saja yang terus dipegangnya dan dibawa kemana-mana. Perilaku yang ritualistik sering terjadi. 4) Gangguan pada bidang perasaan dan emosi a) Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis akan di datangi dan dipukulnya. b) Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata. c) Sering mengamuk tidak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan apa yang di inginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif. 5) Gangguan dalam persepsi sensoris a) Mencium-cium, menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja. b) Bila mendengar suara keras langsung menutup mata. c) Tidak menyukai rabaan dan pelukan bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan. d) Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu. b. Autisme Regresif Autisme yang gejalanya muncul saat anak berusia 12-24 bulan, walaupun pada awalnya anak sempat berkembang normal.51 Gejala-gejala yang digambarkan diatas tidak harus ada semua pada setiap anak penyandang autisme. Pada penyandang autisme yang berat mungkin 51 Ibid 31 hampir semua gejala diatas ada, tapi pada kelompok yang termasuk ringan hanya terdapat sebagian saja dari gejala diatas. 2. Penatalaksanaan pada anak autis Orangtua memainkan peran yang sangat penting dalam membantu perkembangan anak. Seperti anak-anak yang lainnya, anak autis terutama belajar melalui permainan, bergabunglah dengan anak ketika dia sedang bermain, tariklah anak dari ritualnya yang sering diulang ulang, dan tuntunlah mereka menuju kegiatan yang lebih beragam. Orang tua perlu memasuki dunia mereka untuk membantu mereka masuk kedunia luar. Temukan cara lain untuk mendorong perilaku baik dan untuk mengangkat harga dirinya. Misalnya berikan waktu lebih untuk bermain dengan mainan kesukaannya jika anak telah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Anak autis belajar lebih baik jika informasi disampaikan secara visual (melalui gambar) dan verbal (melalui kata-kata). Masukan komunikasi argumentative dalam kegiatan rutin sehari-hari dengan menggabungkan kata-kata dan foto-foto, lambang atau isyarat tangan untuk membantu anak mengutarakan kebutuhan, perasaan dan gagasannya. Tujuan dari pengobatan adalah membuat anak autis berbicara tetapi sebagian anak autis tidak dapat bermain dengan baik, padahal anak-anak mempelajari kata baru dalam permainan, sebaiknya orangtua tetap berbicara kepada anak autis sambil menggunakan semua alat komunikasi dengan mereka, apakah berupa isyarat tangan, gambar, foto, tangan, bahasa tubuh manusia maupun teknologi. Jadwal kegiatan sehari-hari, makanan dan aktifitas favorit serta teman dan anggota keluarga lainnya bisa menjadi bagian dari 32 sistem gambar dan membantu anak untuk berkomunikasi dengan dunia disekitarnya.52 Penatalaksanaan Menyeluruh 1) Terapi Psikofarmaka. Kerusakan sel otak di sistem limbik, yaitu pusat emosi akan menimbulkan gangguan emosi dan perilaku temper tantrum, agresifitas, baik terhadap diri sendiri maupun pada orang-orang disekitarnya, serta hiperaktifitas dan stereotipik. Untuk mengendalikan gangguan emosi ini diperlukan obat yang mempengaruhi berfungsinya sel-sel otak. Obat-obat yang digunakan antara lain: a) Haloperidol Suatu obat antipsikotik yang mempunyai efek meredam psikomotor, biasanya digunakan pada anak yang menampakkan perilaku temper tantrum yang tidak terkendali serta mempunyai efek lain yaitu meningkatkan proses belajar biasanya digunakan dalam dosis 0,20mg.53 b) Fenfluramin Suatu obat yang mengurangi kadar serotonin darah yang bermanfaat pada beberapa anak autisme.54 52 Ibid Campbell, M., shay dkk., 1983., Pervassif Development Disorder., Comprehensive Text Book of Psychiatry., 2277-2293 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id) 54 Leventhal, dkk., 1993., Gangguan Perkembangan Pervassif., Ilustrasi 1 Kasus, Jurnal Medika Nusantara, Vol:22(2):347-54 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id) 53 33 c) Naltrexone Merupakan obat antagonis opiat yang diharapkan dapat menghambat opioid endogen sehingga mengurangi gejala autisme seperti mengurangi cedera pada diri sendiri dan mengurangi hiperaktifitas.55 d) Clompramin Merupakan obat yang berguna untuk mengurangi stereotipik, konvulsi, perilaku ritual dan agresifitas, biasanya digunakan dalam dosis 3,75mg.56 e) Lithium Merupakan obat yang dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agresif dan mencederai diri sendiri.57 f) Ritalin Untuk menekan hiperaktifitas.58 2) Terapi Perilaku Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan tatalaksana yang paling penting. Berbagai jenis perilaku telah dikembangkan untuk mendidik penyandang autisme, mengurangi perilaku yang tidak lazim dan menggantinya dengan perilaku yang bisa diterima dalam masyarakat. Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para penyandang autisme untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Bukan saja gurunya yang harus menerapkan terapi perilaku pada saat belajar, namun setiap 55 Lensing, dkk., 1995, Gangguan Perkembangan Pervassif., Ilustrasi 1 Kasus, Jurnal Medika Nusantara.,vol:22(2):347-54 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id) 56 Campbell, M., shay dkk., 1983. Pervassif Development Disorder., Comprehensive Text Book of Psychiatry., 2277-2293 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id) 57 Lumbantobing, S.M., 2001, Anak Dengan Mental Terbelakang., Balai Penerbit Fakultas kedokteran Indonesia (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id) 58 Ibid 34 anggota keluarga dirumah harus bersikap sama dan konsisten dalam menghadapi penyandang autisme. Metode yang digunakan adalah metode Lovass. Pengertian Lovass adalah modifikasi tingkah laku yang dapat memberi dorongan dan pengertian sehingga para penyandangnya dapat hidup dan berkembang lebih baik. Metode Lovass adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied Behavioral Analysis (ABA). Metode Lovass yang dipelopori oleh B.F Skinner seorang behavioralist. Teknik Lovass yang berdasarkan ”Behaviour modification” atau ”Discrate Trial Learning” menggunakan urutan: A-B-C.59 A atau Antendence (pra kejadian) adalah pemberian intruksi, misalnya: pertanyaan, perintah atau visual. Berikan waktu 3-5 detik untuk si anak memberi respons. Dalam memberikan intruksi perhatikan bahwa si anak ada dalam keadaan siap (duduk, diam, tangan kebawah). Suara dan intruksi harus jelas, dan instruksi tidak diulang. Untuk permulaan gunakanlah SATU kata perintah. B atau Behaviour (perilaku) yaitu respons anak. Respons yang diharapkan haruslah jelas dan anak harus memberi respons dalam 3 detik. Mengapa demikian, karena ini normal dan dapat meningkatkan perhatian. C atau Consuquence (konsekuensi atau akibat). Konsekuensi haruslah seketika, berupa reinforcer atau ”TIDAK”. Reinforcer adalah konsekuensi yang telah diberikan setelah perilaku. Reinforcer positif dapat berupa: pujian, pelukan, elusan, ataupun kelitikan 59 Yayasan Autisme Indonesia, (Jakarta, 22 November 1997) h.61 35 yang menyenangkan. Reinforcer dapat berbentuk apa saja asalkan itu adalah sesuatu yang disenangi oleh anak dan ia akan berperilaku lebih baik untuk mendapatkannya. Prompt adalah bantuan atau apa saja yang bersifat membantu agar si anak dapat menjawab dengan benar. Setelah si anak menjawab atau memberikan respons yang benar, dia lalu diberikan reinforcer. Prompt yang biasa diberikan: FISIK : Secara fisik si anak dibantu dengan respons yang benar MODEL : Si anak diberikan contoh agar ia dapat meniru dengan benar VERBAL : Mengucapkan kata yang benar untuk ditiru, atau menjelaskan apa yang harus dikerjakan oleh sang anak, untuk menanyakan misalnya ”apa lagi?” GESTURAL : Secara isyarat, dengan menunjuk, melirik, ataupun gerakan kepala. POSITIONAL : Dengan meletakan apa yang diminta lebih dekat dengan si anak dari pada benda-benda lainnya yang kita minta untuk membedakan. Contohnya: (1) Untuk respons yang BENAR; A-bila intruksi diberikan yaitu: ”tepuk tangan”, B-anak menepuk tangannya; C-terapis berkata ”BAGUS” sebagai imbalan positif. (2) Untuk respons yang SALAH; A-bila intruksi diberikan yaitu ”tepuk tangan”, B-anak melambaikan tangannya; maka C-terapis berkata ”TIDAK”. (3) Tidak ada respons; A-bila intruksi diberikan yaitu: ”tepuk tangan”, B-anak tidak mengerjakan apa-apa, maka C- 36 terapis akan mengatakan ”LIHAT” atau ”DENGAR” (promt atau bantuan). Metode ini melatih anak berkemampuan bahasa, sosial, akademis, dan kemampuan membantu sendiri.60 Dasar pemikirannya, perilaku yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan bisa dikontrol atau dibentuk dengan system reward dan punishment. Pemberian reward akan meningkatkan frekuensi munculnya perilaku yang diinginkan, sedangkan punishment akan menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak diinginkan.61 Tujuan Lovass / ABA (Applied Behavioral Analysis) Membuat kegiatan belajar menjadi aktivitas yang menyenangkan bagi anak. Mengajarkan kepada anak agar mampu membedakan atau mendiskriminasikan stimulus-stimulus yang berbeda. Tanpa kemampuan ini, anak tidak sanggup merespon secara tepat. 3) Terapi Bicara Gangguan bicara dan berbahasa di derita oleh hampir semua anak autisme. Tatalaksana melatih bicara dan berbahasa harus dilakukan oleh ahlinya karena merupakan gangguan yang spesifik pada anak autisme. Anak dipaksa untuk berbicara sekata demi sekata, cara ucapan harus diperhatikan, kemudian diajarkan berdialog setelah mampu berbicara. Anak dipaksa untuk memandang terapis, seperti diketahui anak austistik tidak mau adu pandang dengan orang lain. Dengan adanya kontak mata diharapkan anak dapat meniru gerakan bibir terapis.62 60 Ibid, 62-63 Nakita, 2002.Vol:30 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id) 62 Soemarno. 1992. Gangguan Autisme, Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id) 61 37 4) Terapi Okupasional Melatih anak untuk menghilangkan gangguan perkembangan motorik halusnya dengan memperkuat otot-otot jari supaya anak dapat menulis atau melakukan keterampilan lainnya. 5) Fisio Terapi Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kesimbangan pada fisiknya misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dan lain-lain. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat. Biasanya terapi inilah yang diperlukan pertama kali bagi anak. Dikarenakan mereka mempunyai otot tubuh yang lemas maka disinilah mereka dibantu agar bisa berjalan dengan cara yang benar. 6) Pendidikan Khusus Pendidikan khusus adalah pendidikan individual yang terstruktur bagi para penyandang autisme. Anak autis mudah sekali teralih perhatiannya, karena itu pada pendidikan khusus satu guru menghadapi satu anak dalam ruangan yang tidak luas dan tidak ada gambar-gambar didinding atau benda-benda yang tidak perlu, yang dapat mengalihkan perhatian anak. Setelah ada perkembangan mulai dilibatkan dalam lingkungan kelompok kecil, kemudian baru kelompok yang lebih besar. Bila telah mampu bergaul dan berkomunikasi mulai dimasukan pendidikan biasa di TK dan SD untuk anak normal.63 63 Ibid 38 Gaya belajar individu pada anak autis Setiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam upayanya mencerna informasi secara efektif. Bagaimana dengan individu autisme ada beberapa gaya belajar yang dominan pada diri mereka.64 a) Rote learner: Anak yang memakai gaya belajar ini, cenderung menghafalkan informasi apa adanya, tanpa memahami arti simbol yang mereka hafalkan itu. Contoh: anak dapat mengucapkan huruf dengan baik secara urut (atau melengkapi urutan abjad yang tak lengkap), tetapi sesungguhnya tidak tahu bahwa huruf itu bila digabung dengan huruf lain akan menjadi kata yang mengandung makna. b) Visual learner: Anak dengan gaya belajar 'visual' senang melihat-lihat buku atau gambar atau menonton TV dan umumnya lebih mudah mencerna informasi yang dapat mereka lihat, dari pada yang hanya dapat mereka dengar. Berhubung penglihatan adalah indera terkuat mereka, tidak heran banyak anak autis sangat menyukai TV/ VCD / gambar. c) Hands-on learner: Anak yang belajar dengan gaya ini, senang mencobacoba dan biasanya mendapatkan pengetahuan melalui pengalamannya. Mulanya ia mungkin tidak tahu apa arti kata 'buka' tetapi sesudah anda letakkan tangannya di pegangan pintu dan membantu tangannya membuka sambil anda katakan 'buka'. Anak-anak ini umumnya senang menekannekan tombol, membongkar mainan dan sebagainya.65 64 Sussman 1999, “Anak Autis” (Artikel diakses pada tanggal 21 april 2008 dari http//www.google.co.id) 65 Dyah Puspita “Anak Autis” (Artikel diakses pada tanggal 21 april 2008 dari http//www.google.co.id) 39 BAB III GAMBARAN UMUM SEKOLAH DASAR INSANIA JATIASIH BEKASI A. Latar Belakang Berdirinya Sekolah Dasar Insania Berawal dari semakin banyaknya anak-anak yang berkebutuhan khusus dalam beberapa tahun terakhir ini seperti autisme, sulit konsentrasi, hiperaktif, dan masih banyak lagi. Keadaan ini cukup memprihatinkan kita. Walaupun anak-anak yang berkebutuhan khusus ini bisa dikatakan mempunyai kemampuan yang terbatas, tetapi kita tidak boleh menyerah dengan kondisi seperti ini. Banyak yang dapat kita lakukan untuk melatih mereka, misalnya dengan melakukan terapi. Dengan adanya situasi dan kondisi seperti diatas, maka kami mendirikan suatu kelompok belajar untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Maka Pada tahun 2000 lembaga ini didirikan oleh Bapak Dhani Widjanarko dan dikelola oleh Ibu Diah Tri Astuti dengan nama Yayasan Asa Daya Insania (YADI). Pada awalnya lembaga ini diperuntukan anak yang membutuhkan terapi seperti Okupasi terapi, terapi Wicara, Sensori terapi (Fisio terapi), terapi edukasi. Tetapi setelah lembaga ini berdiri, ternyata peminat untuk anak berkebutuhan khusus, cukup memberikan respon dari masyarakat di daerah bekasi umumnya dan dari orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus pada khususnya. Karena banyaknya permintaan dan keluhan dari orangtua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus, misalnya kurang diterimanya anak-anak mereka di 40 sekolah umum, maka pada tahun 2005 lembaga Yayasan Asa Daya Insania mendirikan pendidikan luar sekolah yang setara SD Insania. SD Insania ini adalah sekolah khusus untuk anak berkebutuhan khusus dengan jumlah murid + 10 orang dan ditangani oleh 2 guru dari IKIP PLB, 1 guru musik, 1 guru lukis. Semua guru-guru tersebut sudah berpengalaman menangani anak-anak yang berkebutuhan khusus.47 SD Insania berdiri berdasarkan naungan Yayasan Asa Daya Insania dengan berdasarkan akte notaris IRENE KUSUMAWARDHANI SH.NO.232/Y/2002/PN.BKS. Pada awalnya lembaga ini berdomisili di Jl. Sadewa no.27 KOMP.PEMDA Jatiasih, dikarenakan tempat bermain kurang memadai, maka kegiatan belajar mengajar pindah ke Jl. Nakula II Blok B no.13 KOMP.PEMDA Jatiasih Tlp. 021-82413578, 021-82413579. Lembaga ini dipercayakan pengelolahnya kepada Ibu Diah Tri Astuti dibantu dengan 8 orang tenaga pengajar khusus yang sesuai dengan disiplin ilmunya dan 1 orang tenaga administrasi.48 B. Tujuan Sekolah Dasar Insania 1. Mengembangkan potensi dan kemampuan anak berkebutuhan khusus, sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. 2. Menumbuhkan kemandirian anak. 3. Memodisivikasi perilaku menjadi lebih baik, sehingga dapat berkembang secara optimal. 4. Menyediakan faslitas belajar bagi anak berkebutuhan khusus.49 47 48 Dokumentasi SD Insania Ibid 41 C. Sasaran SD Insania Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Seperti: Autis, ADHD, ADD, CP, MR, LD, dan anak-anak yang bermasalah dalam perkembangan perilaku, sosial, emosi lainnya. D. Visi dan Misi Sekolah Dasar Insania Visi: Sekolah SD Insania berupaya mengembangkan dan memotivasi kemampuan siswa, serta menyediakan sarana pendidikansesuai dengan kemampuanya secara optimal untuk menjadikan siswa lebih mandiri, mampu bersosialisasi dan diterima seutuhnya oleh masyarakat. Misi: Menciptakan siswa lebih kreatif dengan memodisivikasikan kurikulum dan perilaku dalam pendidikan khusus yang sesuai dengan kebutuha siswa yang mengarah pada Multiple Intelegence (Kecerdasan Majemuk) sesuai dengan potensi dan kemampuan dan dimiliki siswa.50 E. Sarana / Prasarana Sarana / prasarana adalah fasilitas yang menunjang keberhasilan dalam proses belajar mengajar murid-murid autis. Adapun sarana / prasarana yang ada di sekolah dasar insania jatas bekasi adalah sebagai berikut:51 1. Ruang belajar besar, ruang belajar kecil, ruang kantor, perpustakaan anak dan kamar mandi. 2. Alat bermain luar ayunan, pajatan, papan luncur dan lain-lain. 49 ibid ibid 51 ibid 50 42 3. Di dalam kelas terdapat: Meja guru, meja belajar, kursi anak, kursi guru, lemari, locker anak, mesin air, karpet, papan tulis, lemari sudut. 4. Di dalam kelas terdapat: Meja guru, meja belajar, kursi anak, kursi guru, lemari, locker anak, mesin air, karpet, papan tulis, lemari sudut. 5. Di dalam kelas terdapat: Meja guru, meja belajar, kursi anak, kursi guru, lemari, locker anak, mesin air, karpet, papan tulis, lemari sudut. 6. Di ruangan loby terdapat: rak sepatu, tempat sampah, guci mineral dan alat bermai dalam ruangan. F. Program Kegiatan Belajar Mengajar SD Insania Jatiasih Bekasi Materi 1. Bahasa Indonesia a. Pengenalan huruf abjad 1) Menyebutkan huruf abjad A-Z 2) Pengenalan bunyi huruf awal pada kata 3) Penegenalan bunyi huruf akhir pada kata 4) Menghubungkan huruf sesuai dengan membentuk gambar 5) Menulis huruf berikutnya b. Membaca 1) Membaca suku kata 2) Membaca kata 3) Membaca kalimat 4) Membaca wacana dengan urutan tanda baca 5) Membaca wacana dengan gambar urutan abjad sehingga 43 c. Menulis 1) Menebalkan huruf dengan cara yang benar 2) Menulis kata sesuai dengan gambar 3) Menulis kalimat dengan jarak pada tiap katanya 4) Menulis dengan rata 5) Menulis berdasarkan gambar (mengarang) 6) Dikte d. Berbicara 1) Bicara lancar dengan kalimat sederhana 2) Menirukan kembali 2 s/d 4 urutan kata 3) Menceritakan suatu cerita melalui gambar 4) Menceritakan isi wacana yang telah dibacakan 5) Menyebutkan sebanyak-banyaknya nama benda, binatang, tanaman, yang mempunyai warna, bentuk atau menurut ciri-ciri / sifat tertentu 6) Bercerita tentang kejadian disekitarnya secara sederhana 7) Menyebutkan sebanyak-banyaknya kegunaan dari satu benda e. Struktur 1) Memperkenalkan diri 2) Mengenal anggota keluarga dan panggilannya 3) Mengenal kata-kata yang menunjukan posisi: didalam, diluar, diatas, dibawah, dkiri, dikanan dan sebagainya. 4) Melengkapi kalimat sederhana yang suadah dimulai oleh guru 5) Menjawab pertanyaan tentang cerita pendek yang sudah diceritakan 44 6) Menggunakan dan dapat menjawab pertanyaan apa, mengapa, dimana, berapa bagaimana dan sebagainya 7) Menyanyikan berapa lagu anak 8) Membuat sebanyak-banyaknya kata dari suku kata awal yang disediakan dalam bentuk lisan, misalnya: ma-malam, makan, marah, dsb. 2. Matematika a. Bilangan cacah 1) Menyebutkan urutan bilangan dari1-100 2) Mengenal konsep bilangan dengan benda-benda 3) Menghubungkan konsep bilangan dengan lambang bilangan 1-10 (anak tidak disuruh menulis) 4) Mengenal lambang bilangan / angka 1-10 b. Bentuk / bangun datar / ruang 1) Menciptakan berbagai bentuk dengan menggunakan berbaga benda sesuai dengan konsep bilangan yang sudah diketahu anak, missal: mengelompokan menurut warna, bentuk ukuran 2) Menyusun kembali keeping / puzzle sehingga menjadi bentuk utuh 3) Memperkirakan urutan berikutnya setelah melihat bentuk dua sampai tiga pola yang berurutan, misal merah, putih, biru, merah, putih, biru, merah…,…. 4) Meniru pola dengan menggunakan kubus 5) Menyebut nama, menunjukan dan mengelompokan lingkaran, segitiga dan segi empat 45 6) Mengurutkan 5-10 benda berdasarkan urutan tinggi, besar, berat atau tebal c. Waktu 1) Menyebut nama-nama hari 2) Menyebut nama-nama bulan 3) Menggunakan konsep waktu (hari ini, kemarin, besok pagi, sekarang, nanti, pagi, siang, sore, malam, dsb 4) Menyatakan waktu yang dikaitkan dengan jam 5) Daya pikir 6) Mengenal konsep sama dan tidak sama, lebih dan kurang banyak dan sedikit 7) Mengenal penambahan dan pengurangan 1-10 dengan menggunakan benda-benda 8) Membedakan bermacam-macam rasa bau atau suara 3. Pengetahuan Umum a. Mengenal warna b. Mengenal gender (laki-laki atau perempuan) c. Mengenal rasa (asin, manis, pahit, dingin, panas) 4. Kemampuan Dasar Motorik Halus a. Menarik garis datar, tegak, miring kanan, miring kiri, lengkung berulang-ulang dengan alat tulis secara bertahap b. Mencontoh bentuk silang (x dan +), lingkaran, bujur sangkar, segitiga secara bertahap c. Mencontoh angka1-10, 1-100 46 d. Meronce dengan pola yang dibuat oleh guru e. Menciptakan sesuatu dengan menggunting dan merobek bebas f. Menggambar bebas dengan menggunakan pensil warna, krayon, dsb g. Bertepuk tangan dengan bermacam pola h. Membentuk dengan platisin i. Menjahit sederhana dengan menggunakan tali sepatu dan papan berpola j. Menggunting kertas mengikuti garis lurus, lengkung, gelombang, dan zig-zag k. Menggunting bentuk lingkaran, segitiga dan segi empat l. Melipat kertas m. Menganyam n. Menciptakan kreasi dengan stempel o. Menjiplak dengan bentuk yang sudah tersedia 5. Kemampuan Sensori Integrasi a. Visual 1) Mengetahui perbedaan bentuk dari setiap benda 2) Mengingat apa yang dilihat 3) Mengisi kekurangan gambar 4) Mengingat karekteristik dan gambar 5) Kordinasi mata dan tangan 6) Mengatur kerapihan meja b. Auditory 1) Mendengar dan menyebutkan kata yang didengar 47 2) Mendengar dan melakukan perintah 3) Membedakan bunyi 4) Mengenali musik dan bisa mengikuti dengan gerakan tubuh c. Sequensial / urut-urutan 1) Mengingat apa yang dilihat dan didengar pada waktu singkat 2) Mengingat apa yang dilihat dan didengar pada waktu lampau 3) Mengerjakan segala sesuatu yang menggunakan kordinasi 4) Mengorganisasikan dirinya dan membereskan keperluannya 5) Memperhatikan lingkungan secara detail d. Atensi / kosentrasi 1) Mengingat segala sesuatu dengan baik 2) Berkonsentrasi dalam mengerjakan sesuatu 3) Memfokuskan perhatiannya untuk segala macam hal / peristiwa 4) Mengatur waktu pada saat mengerjakan tugas 5) Memfokuskan perhatiannya dalam waktu yang lama pada saat membaca 6. Kemampuan Motorik Kasar a. Vestibular 1) Reaksi protektif 2) Keseimbangan statis 3) Keseimbangan dinamis 4) Pola jalan b. Preprioceptik 1) Kordinasi dan kontrol gerak 48 1)) Posture 2) Koordinasi bilateral 1)) Melakukan gerakan sesuai dengan intruksi dengan benar c. Sosialisasi dan Emosi 1) Komunikasi dan berinteraksi dengan teman 2) Empati dan toleransi terhadap teman 3) Mampu menunggu giliran / sabar 4) Hiperaktif / hipoaktif 5) Memahami situasi dan lingkungan sekitar 6) Mengikuti aturan-aturan yang berlaku 7) Berbicara tanpa mengerti konteks 8) Menunjukan perilaku merusak 9) Cepat bosan 10) Marah bila ditegur dan dinasehati 7. Perilaku belajar a. Mandiri dalam menyelesaikan tugas b. Mampu bekerjasama c. Mampu menjawab pertanyaan d. Mampu mencerna setiap intruksi dari guru e. Tepat waktu dalam menyelesaikan tugas f. Sering mengajukan pertanyaan g. Diam dan fokus selama jam pelajaran h. Menyimak / memperhatikan penjelasan guru i. Mudah letih 49 j. Mudah beralih perhatian k. Lambat dalam bekerja namun selesai l. Lambat dalam bekerja namun tidak selesai m. Menghindar dari tugas / pekerjaan menulis n. Berbicara tanpa mengerti konteks o. Meninggalkan kelas tanpa permisi p. Menunjukan perilaku merusak q. Hanya menyenangi satu mata pelajaran tertentu r. Cepat bosan s. Sering marah-marah / emosi t. memahami aturan permainan 50 G. Struktur Organisasi Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi BADAN PENASEHAT Dhani Wijanarko BADAN PENGURUS Diah Tri Astuti BENDAHARA Pramesti SEKRETARIS Sri Indah KELAS KLASSIKAL GURU Nia Suniarti GURU MUSIK Adi KELAS INDIVIDUAL GURU Olyah GURU LUKIS Asih FISIO TERAPI Anti TERAPI WICARA Diah OCUPASI TERAPI Indah BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA Sekolah Dasar Insania merupakan salah satu sekolah yang terletak di daerah Bekasi yang menangani anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus yaitu anak autis. Di sekolah ini terdapat dua kelas yaitu kelas klassikal yang di namakan kelas akademik dan individual yaitu kelas terapi. Sekolah ini bertujuan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan anak berkebutuhan khusus sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat., dan juga menumbuhkan kemandirian anak autis serta memodisivikasi perilaku anak autis menjadi lebih baik, sehingga dapat berkembang secara optimal. Untuk menyampaikan materi-materi belajar pada kelas klassikal, kelas individual serta kegiatan lainnya ini tentu diperlukan komunikasi yang baik, untuk menyampaikan pesan, dan instruksi yang disampaikan melalui lambang-lambang tertentu, agar tujuan dari Sekolah Dasar Insania tercapai. Kaitannya dalam pendidikan, pada dasarnya di dalam pendidikan terjadi kegiatan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan murid. Dalam kegiatan proses belajar mengajar terdapat suatu proses komunikasi, bisa komunikasi verbal (dengan kata-kata), non verbal (berupa lambang-lambang, atau gerakan tubuh) komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. Jadi komunikasi mempunyai peranan penting dalam pendidikan, yaitu sebagai proses yang di lakukan oleh guru untuk menyampaikan materi pendidikan kepada peserta didik, dengan tujuan agar materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik. 51 52 A. Komunikasi Instruksional yang dipakai dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi Berdasarkan pengamatan di lapangan, dapat ditemukan data bahwa dalam pelaksanaan kegitan proses belajar mengajar, yang dilakukan oleh guru ketika mengajar murid autis di Sekolah Dasar Insania menggunakan tipe komunikasi instruksional sebagai berikut: 1. Komunikasi Instruksional secara non verbal Komunikasi non verbal yaitu jenis komunikasi yang menggunakan symbol, lambang, gerakan-gerakan, sikap, ekspresi wajah dan isyarat yang tidak menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Adapun pengertian Komunikasi Non Verbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk non verbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi non verbal ternyata jauh lebih banyak di pakai dari pada komunikasi verbal, dengan kata-kata. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi non verbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi non verbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi non verbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkap secara sepontan. Karena anak autis termasuk anak yang sulit untuk menerima pesan dan memahami pesan yang telah disampaikan oleh gurunya maka dari itu guru di Sekolah Dasar Insania lebih sering menggunakan komunikasi non verbal untuk dapat mengarahkan perilaku anak autis serta kegiatan yang menyangkut proses belajar seperti menyampaikan materi pelajaran, bermain, bernyanyi dan lain sebagainya. 53 Seperti hasil wawancara penulis pada kelas klassikal tentang komunikasi non verbal yang di gunakan guru terhadap informan II, Dalam pelajaran mengenal benda ketika guru memperkenalkan sebuah benda maka harus disertai dengan simbolnya seperti “ini bola” harus dengan membawakan benda bolanya. Karena anak autis bukan anak-anak normal yang langsung paham tanpa diberikan suatu symbol atau isyarat lainnya.66 Penulis melihat di dalam proses belajar mengajar komunikasi non verbal selalu di gabungkan dengan komunikasi verbal tanpa komunikasi non verbal anak autis kurang paham akan sebuah materi yang di sampaikan. Kedua bentuk komunikasi tersebut juga di gunakan dalam proses belajar mengajar Sekolah Dasar Insania, hal ini penulis lihat pada saat: a. Guru sedang mengajarkan anak membaca. Ketika anak tidak memperhatikan bacaan, guru memegang kepala anak untuk melihat bacaan yang sedang dibaca. Dan ketika anak sedang menulis pada saat itu anak tidak konsentrasi maka guru memegang tangan anak untuk membantunya, hal ini dilakukan hanya untuk mengontrol tangan anak ketika sedang menulis b. Guru bercerita tentang binatang. Agar cerita lebih menarik dan anakpun dapat memahami isi cerita sehingga anakpun senang, maka guru menggunakan ekspresi wajah, sikap tubuh dan kontak mata sehingga perhatian murid dapat terfokus kepada apa yang sudah disampaikan dan mereka dapat menerima pesan atau materi tersebut tanpa paksaan. Hal ini sesuai degan hasil wawancara dengan Ibu Nia 66 Wawancara pribadi dengan Ibu Olyah 54 “Bahwa dalam bercerita kita harus kreatif untuk menyampaikannya dengan lebih atraktif murid dapat memahami isi cerita, supaya atensi, konsentrasi dan komunikasi bisa menyatu karena masalah pada anak autis adalah atensi, konsentrasi dan komunikasinya maka dengan cara yang atraktif kita dapat bercerita. Supaya anak-anak tersebut dapat merasakan cerita apa yang sudah diceritakan oleh gurunya.67” c. Kegiatan bernyanyi seperti guru dan murid bertepuk tangan sambil menggerakan tubuh untuk menghidupkan suasana dan itu membuat anak tidak merasa jenuh dan bosan dalam belajar. d. Guru mendisiplin anak, seperti anak menganggu dan berisik di kelas guru cukup memegang tangan anak sambil berbicara dengan tegas kepada anak. Kemudian jika anak tidak mau duduk dan berlari-lari, guru mengangkat tangan sambil berbicara dengan tegas atau jika anak tidak menghiraukan gurunya maka guru menghampiri anak dan menuntunnya untuk duduk kembali. Di dalam pemakaian komunikasi non verbal guru mempuyai cara tersendiri untuk menggunakannya karena yang di hadapi oleh guru adalah anak autis, anak yang hanya dapat meniru gerakan akan tetapi tidak paham makna gerakan yang di sampaikan seperti, ketika guru memberikan tos tangan kepada anak guru mengatakan “tos tangan kiri dan tangan kanan” jika guru menyuruh tangan kanan maka guru mengangkat tangan kiri dan anak akan mengangkat tangan kanan sesuai yang di lihatnya berarti pesan yang di sampaikan benar akan tetapi jika guru menyuruh anak mengangkat tangan kiri dan guru mengangkat tangan kiri maka anak akan mengangkat tangan kanan maka pesan yang di sampaikan salah, hal ini dilakukan pada saat guru berhadap-hadapan dengan anak kegiatan ini sering terjadi di kelas individual. 67 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nia 55 Dengan komunikasi non verbal dan verbal, anak menjadi lebih paham dan mudah mengerti, penyampaian materi secara non verbal dan verbal, komunikasi ini tampak lebih efektif untuk anak-anak autis. Akan tetapi untuk mengarahkan perilaku anak autis penulis melihat seringnya guru menggunakan instruksi secara non verbal. 2. Komunikasi Instruksional secara verbal Komunikasi Verbal yaitu komunikasi yang menggunakan bahasa dan tulisan atau bentuk komunikasi berupa kata-kata yang diucapkan secara lisan dan tulisan yang secara umum digunakan oleh banyak orang, hal ini karena komunikasi verbal juga di gunakan oleh guru di Sekolah Dasar Insania dalam menyampaikan materi. Maka dengan menggunakan komunikasi secara verbal dalam proses belajar mengajar guru-guru dapat memberikan pemahaman materi kepada murid autis melalui program belajar yang ditetapkan, seperti pelajaran pokoknya yaitu, bahasa Indonesia (membaca, bercerita dan menulis), matematika (berhitung dan mengenal angka), dan megenal benda-benda yang ada disekitarnya. Seperti hasil wawancara penulis tentang komunikasi verbal yang digunakan guru terhadap informan I, yaitu ketika pelajaran bahasa Indonesia pada materi “membaca” dengan cara, ketika si anak salah dalam membaca maka guru akan mengulangi bacaan dengan cara mengeja kata-kata.68 Kelebihan dari komunikasi melalui lisan ini, murid lebih mudah mengetahui atau mengerti pesan yang di sampaikan. Kelemahannya apabila 68 Ibid 56 materi yang disampaikan melalui lisan ini tidak dikaji kembali secara berulang-ulang maka murid akan lupa pada materi yang sudah disampaikan. Kegiatan lainnya yang penulis sering temui, misalnya ketika guru sedang berinteraksi dengan murid untuk menerangkan materi pelajaran seperti membaca, menulis, bernyanyi dan permainan. Bentuk komunikasi ini juga terlihat dari cara guru menyikapi tingkah laku atau sikap muridnya. Pada kelas musik si anak disuruh maju ke depan untuk memukul drum akan tetapi si anak tidak mau maju ke depan, maka guru tersebut mendekati si anak dan memberikan semangat kepada si anak supaya anak tersebut mau melakukan tugasnya. Agar dapat terarah, komunikasi verbal dalam proses belajar mengajar dan metode yang disampaikannya dapat dilihat sebagai berikut: a. Bercerita: Adapun kegiatan lain yang sering dilakukan oleh guru di Sekolah Dasar Insania adalah dengan bercerita. Komunikasi dengan bentuk verbal yang diantara bentuknya adalah bercerita, dapat membantu dan memudahkan komunikasi dua arah atara guru dan murid autis. Metode cerita ini cukup efektif dan mudah dimengerti oleh murid, sehingga pesanpesan yang disampaikan dapat langsung dicerna, disini guru harus kreatif dalam menyampaikan ceritanya, sehingga apa yang diceritakan anak autis dapat mengerti. Karena memang cerita ialah suatu yang mengasyikan, menyenangkan dan menggembirakan. Dalam masa kanak-kanak seperti anak-anak autis ini sangat gampang meniru bahkan meneladani seseorang yang dianggap cocok dengan mereka dan itu mereka dapatkan dari cerita yang mereka dengarkan baik lewat media maupun dari gurunya. 57 b. Bernyanyi: Bernyayi adalah salah satu metode yang digunakan oleh guru pada saat murid jenuh atau bosan selama mengerjakan tugasnya. Hal ini dinamakan oleh guru Sekolah Dasar Insania yaitu breaking ice yang di dalamnya ada kegiatan bernyanyi yang hanya dilakukan beberapa menit saja, selama bernyanyi guru memberikan tepuk yel yel kemudian menyuruh si anak untuk menciptakan tepuk yel yel sendiri. Tepuk yel yel ini digunakan untuk pembukaan pada breaking ice, jadi sebelum bernyanyi terlebih dahulu satu persatu maju untuk tepuk yel yel yang telah mereka ciptakan sendiri. Hal ini guna membuat murid terus kreatif dalam segala hal. Oleh karena itu guru dituntut sekreatif mungkin mengembangkannya untuk anak autis ini. Maka dengan bernyanyi murid tetap terus terkontrol dengan baik dan tidak merasa jenuh dan bosan lagi, kembali ceria untuk mengerjakan tugas selanjutnya. c. Bermain: Bermain fungsinya sama dengan bernyanyi yaitu untuk mencairkan suasana murid ketika jenuh atau sudah bosan. Akan tetapi bermain / games diciptakan dari materi pelajaran, hal ini bisa dikatakan sebagai belajar sambil bermain, dengan berusaha memeberi muatan-mutan pelajaran ke berbagai permainan yang sudah dikenal anak pada umumnya, misalkan pada pelajaran tentang mengenal benda sesudah pelajaran tersebut guru menuangkannya dalam bentuk games dengan meletakan benda-benda diatas meja kemudian menyuruh si anak mengambil benda sambil berlari yang telah guru sebutkan sebelumnya. Hal ini memang dapat memudahkan atau mengingat pelajaran serta pengetahuan yang telah diberikan. 58 Komunikasi melalui lisan yang dilakukan di Sekolah Dasar Insania juga mengkomuikasikan pesan-pesan agama, anak-anak diajarkan membaca iqro, membaca do’a- do’a dan selalu menggunakan kalimatkalimat Islam dalam segala hal seperti mengucap salam, menjawab salam, membaca do’a belajar ketika memulai belajar, dan setelah belajar. Selain lisan juga melalui tulisan yaitu menulis huruf, angka-angka, juga menulis huruf arab yaitu menulis iqro. Kelebihan dari komunikasi tulisan murid dapat belajar menulis, bagi anak autis yang belum dapat menulis guru dapat membantunya. Dalam penyampaian pesan, guru menggunakan bahasa yang jelas dan tegas untuk mudah dipahami, dimengerti oleh anak autis. Sehingga pesanpesan yang disampaikan mendapatkan feedback (tanggapan) yang positif dan diikuti serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh karena itu, komunikasi verbal berperan sekali dalam menyampaikan pesan pada anak autis. 3. Komunikasi antar pribadi Selain komunikasi non verbal dan verbal yang digunakan, Sekolah Dasar Insania juga menyampaikan materi pelajaran secara antar pribadi atau face to face. Ini terlihat pada kegiatan ketika guru sedang mengjarkan anak membaca dengan mengajari murid satu persatu seperti privat dan berhadapan langsung dengan murid. Juga pada saat guru menasehati muridnya. Proses komunikasi antar pribadi juga, penulis melihat pada kelas terapi (individual) disini guru menerapi anak secara face to face. Supaya materi 59 yang di sampaikan dapat langsung di cerna dan di mengerti oleh anak autis. Kelebihan komunikasi anatarpribadi ini, anak mendapat rangsangan (stimuli) dari pesan yang telah disampaikan dan dapat menimbulkan feed back pada diri anak. Sedangkan kelemahannya, karena melihat kondisi anak yang berbeda-beda, maka hal ini tentu saja ada yang mudah menerimanya dan juga ada yang sulit. Komunikasi antarpribadi ini digunakan oleh guru Sekolah Dasar Insania dalam kegiatan belajar mengajar dengan cara tatap muka (face to face). Hal ini penulis lihat pada saat guru mengajarkan membaca, menulis, menerapi anak, dan memberikan nasehat yang bersifat pribadi untuk murid yang bersangkutan. Dalam kegiatan belajar mengajar, ketiga bentuk komunikasi diatas selalu berperan penting dalam menyampaikan materi dan upaya meningkatkan kualitas belajar pada anak autis di Sekolah Dasar Insania. 4. Komunikasi kelompok Komunikasi kelompok adalah kegiatan komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok. Pada tingkatan ini, tiap individu yang terlibat masing-masing berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam kelompok. Komunikasi kelompok juga di gunakan di Sekolah Dasar Insania, proses komunikasi ini terjadi pada kelas klassikal. Hasil pengamatan penulis adalah pada saat ketika guru dan murid melakukan kegiatan 60 bernyanyi, bermain, dan belajar. Disini terlihat kegiatan tersebut yang dilakukan dengan cara berkelompok. Kegiatan yang penulis temui adalah pada kegiatan proses belajar pada saat “pelajaran sains” guru menerangkan materi kemudian mengulang kembali materi dengan cara menanyakan satu persatu kepada murid hal ini guna murid autis dapat mencerna materi secara bersama-sama dan kegiatan ini di lakukan dengan cara berkelompok supaya lebih mengeratkan hubungan antara murid satu dengan yang lainnya. Kelebihan komunikasi kelompok ini adalah murid dapat mengembangkan interaksi dan sosialisasinya terhadap teman yang satu dan teman-teman yang lainnya dan juga dengan gurunya. Kegiatan lain yang penulis temui adalah gaya belajar individu autis juga dapat melalui media contohnya televisi dan buku-buku yang bergambar. Dari gambar yang mereka lihat anak autis dapat meniru dan mengetahui makna dari gambar yang sudah dilihatnya dari pada yang di dengarnya. Karena anak autis pada umumnya senang melihat-lihat gambar apalagi menonton TV. Ini adalah termasuk proses komunikasi massa, karena komunikasi massa adalah komunikasi yang di tujukan kepada massa atau komunikasi yang menggunakan media massa, dengan bantuan berupa media anak autis sedikit demi sedikit dapat mengembangkan pengetahuannya. 61 Tabel I RUMUSAN KELAS KELAS INDIVIDUAL/ TERAPI KALASSIKAL Komunikasi ayo Instruksional yang tangannya belajar mengajar OCUPASI mana” yo loncat” beberapa hat” sambil menepuk tangan dipakai dalam proses o anggi maju” FISIO beberapa WICARA detik u memegang pipi si detik kemudian guru kemudian guru anak dan berkata sambil berkata “ayo loncat” berkata “lihat” sambil ”ayo” melambaikan tangan sambil memegang memegang kepala si 2. “tidak” sambil ggi duduk” (dengan kata- tangan si anak kata yang tegas) anak o” sambil mengulurkan mengarahkannya. hat” sambil memegang tangan kepala si anak untuk menggerakan jari agi” beberapa detik berkata kembali dak” beberapa detik kemudian 5. “ayo, buka bukunya” kemudian sambil memegang lagi buku, guru menunjuk pegangan”. “tidak telunjuk lalu guru “mana gambar berkata berkata “ayo burung”. boleh masukan lagi” sambil memegang ke arah gambar jari si anak. o lihat” beberapa detik kemudian “ayo lepas kancingnya”. Sambil memegang jari si anak. Dalam mempermudah pemahaman penulis mengenai komunikasi instruksional yang dipakai guru dalam proses belajar mengajar, maka penulis mencoba menguraikan dengan rinci contoh yang ada di atas antara lain: 1. Kelas Klassikal: Kegiatan yang penulis temui pada kelas klassikal adalah menggunakan instruksi verbal (lisan) yang selalu digabungkan pada 62 instruksi non verbal tetapi ada beberapa kegiatan hanya memakai verbal saja. Pada instruksi verbal disini guru berkata dengan jelas dan tegas. 2. Kelas individual: Pada kelas indvidual ada 3 kelas yaitu, fisio terapi, terapi ocupasi, dan terapi wicara. Penulis akan meguraikannya satu persatu: a) Fisio terapi: Di dalam kegiatan fisio terapi hanya dua yang memakai instruksi verbal dan non verbal dan 1 yang memakai isntruksi verbal b) Terapi ocupasi: Di dalam terapi ocupasi semua kegiatan hanya memakai instruksi verbal dan non verbal c) Terapi Wicara: Di dalam kegiatan terapi wicara kegiatan 1 dan 2 adalah sama memakai instruksi verbal dan non verbal. Maka masing-masing pada kelas terapi ini juga memakai instruksi verbal dan non verbal akan tetapi setiap kegiatan guru selalu menggunakan instruksi non verbal untuk mengarahkan perilaku anak autis. Dengan demikian maka jelas dengan melihat perbandingan di atas maka kebanyakan guru-guru memakai bentuk komunikasi gabungan yaitu instruksi verbal dan non verbal akan tetapi untuk mengarahkan perilaku anak tersebut guru selalu menggunakan instruksi non verbal ini di gunakan pada semua kegiatan yang dilakukan. B. Metode yang digunakan oleh guru ketika membina anak autis Berdasarkan pengamatan dilapangan dan wawancara, dapat ditemukan data bahwa metode yang dipakai untuk membina anak autis di Sekolah Dasar Insania adalah: 63 Tabel II RUMUSAN II KELAS TERAPI/INDIVIDUAL KELAS KLASSIKAL FISIO Metode yang digunakan dalam membina anak autis Lovass Lovas OCUPASI WICARA Lovass Lovass WAWANCARA GURU GURU KLASSIKAL INDIVIDUAL I, II & III Lovass Dalam mempermudah pemahaman penulis mengenai metode yang digunakan dalam membina anak autis, maka penulis mencoba menguraikan dengan rinci, contoh yang ada di atas atara lain: a. Memberikan prompt (bantuan): Misalnya, di kelas ocupasi prompt diberikan pada kegiatan memasukan benda kedalam tali dengan cara guru memeberikan bantuan verbal kepada si anak sewaktu guru menyuruh si anak untuk mengulang kembali tugasnya. b. Memberikan reinfocer positif (konsekuensi positif): Misalnya, konsekuensi yang berupa pujian pada kelas fisio terapi guru memberikan pujian kepada anak ketika anak telah selesai mengerjakan tugasnya dan ketika anak malas untuk mengerjakan tugas dengan cara guru mengelitiki si anak supaya anak mau mengerjakan tugasnya. c. Memberikan intruksi: Misalnya pada kelas klassikal pada kegiatan membaca guru menyuruh anak untuk memperhatikan dan konsentrasi ketika membaca. Lovass 64 d. Memberikan reinfocer negatif: Misalnya di kelas terapi wicara pada kegiatan menebak gambar guru mengatakan ”TIDAK” kepada anak ketika anak salah menyebutkan gambar. Pada tabel di atas dapat dikatakan bahwa dalam membina anak autis metode yang digunakan adalah metode lovass. Teknik lovass digunakan untuk mengetahui perilaku anak autis baik perilaku positf dan perilaku negatif, dengan menggunakan teknik lovass guru-guru dapat mudah mengarahkan perilaku anak autis dalam segala kegiatan yang dilakukan anak autis. Pengertian Lovass adalah modifikasi tingkah laku yang dapat memberi dorongan dan pengertian sehingga para penyandangnya dapat hidup dan berkembang lebih baik. Teknik lovass secara umum digunakan pada anak yang sulit berkomunikasi, berinteraksi dan bersosialisasi melalui teknik ini guru dapat masuk kedalam dunia anak autis dan dapat mengetahui perilaku-perilaku anak autis. Penulis melihat di dalam proses terapi pada saat guru memberikan bantuan kepada anak ketika anak sedang mengerjakan tugasnya, memberikan pujian ketika anak selesai mengerjakan tugasnya, memberikan konsekuensi ketika anak salah dalam mengerjakan tugasnya itu semua adalah proses bagaimana guru membina perilaku anak autis dengan cara memakai teknik lovass guru mudah mengarahkan perilaku anak tersebut. Seperti hasil wawancara penulis pada di kelas fisio terapi oleh Ibu Anti bahwa, penggunaan teknik lovass yang dipakai oleh guru tidak disertai pada 65 metode ABA karena dalam metode ABA anak diajarkan seperti robot akan tetapi guru hanya memakai pada teknik lovass saja.69 Pengamatan penulis pada setiap kegiatan bahwa guru-guru hanya memberikan sistem reward dan punishment, yaitu pemberian reward (ganjaran atau imbalan) kepada anak, yang akan meningkatkan frekuensi munculnya perilaku yang diinginkan, sedangkan punishment (hukuman) yang akan menurunkan frekuensi anak untuk munculnya perilaku yang tidak diinginkan. Kelebihan teknik lovass ini adalah guru dapat membina perilaku anak autis dan perkembangan anak sedikit demi sedikit akan meningkat lebih baik, dan kekurangannya yaitu karena melihat kondisi anak autis yang berbeda-beda, maka hal ini tentu saja ada yang mudah menerimanya dan juga ada yang sulit. Dengan demikian maka jelas dengan melihat contoh diatas kebanyakan kegiatan pada masing-masing kelas menggunakan teknik lovas, karena teknik lovass adalah teknik yang cukup efektif dan sederhana dalam mengatasi dan membina perilaku anak autis. C. Faktor-Faktor Penunjang dan Penghambat Dalam Proses Belajar Mengajar Di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi Faktor penunjang adalah suatu dorongan untuk mencapai keberhasilan yang diharapkan. Hasil wawancara oleh Ibu Nia bahwa hal yang menunjang keberhasilan seorang anak autis dalam proses belajar mengajar adalah fasilitas dan kerjasama antara guru dan murid, dalam hal perilaku anak tersebut, supaya anak tersebut dapat berkembang dengan baik. 69 Wawancara pribadi dengan Ibu Anti 66 Fasilitas merupakan hal yang paling utama untuk menunjang kebutuhan anak autis, tanpa fasilitas anak autis tidak dapat mengembangkan keahliannya karena anak autis bisa dikatakan berkembang jika dilihat dari keahlian. yang mereka punya. Adapun fasilitas belajar yang tersedia adalah perpusatakaan, sumber-sumber belajar seperti buku-buku pelajaran, sarana dan prasarana olahraga. Adapun kerjasama antara guru dan murid juga penting dalam keberhasilan bahwa sebenarnya lingkungan yang paling dekat dengan anak autis adalah lingkungan keluarga dan juga dalam berinteraksi yang paling lama adalah dirumah maka ketika dirumah orangtua juga berperan sebagai guru disini orangtua dituntut aktif dalam mengarahkan perilaku anak autis. jika disekolah anak diberikan pengetahuan dan dibina oleh guruya maka dirumah pun orangtua juga melakukan hal yang sama. untuk itu cara ini efektif dalam mengembangkan kemajuan anak pada saat proses belajar. Hasil pengamatan yang penulis temui pada saat setelah selesai belajar atau selesai terapi guru bertemu orangtua dan membicarakan perkembangan anaknya sewaku dalam belajar, dan memberikan saran kepada oranga tua tentang hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan pada saat dirumah. Faktor hambatan bukan berarti terhentinya komunikasi yang sedang terjadi, tetapi ada hal yang menyebabkan tujuan komunikasi itu tidak tercapai. Adapun faktor penghambat dalam proses belajar mengajar menurut hasil wawancara oleh Ibu Nia: adalah faktor pemahaman atau pada kerangka berfikir. Karena kalau kita sedang menerangkan biasanya anak tersebut atensinya masih kemana-mana maka dari itu untuk bisa anak tersebut mengerti 67 kita harus benar-benar lebih fokuskan, beda dengan anak yang sudah bisa verbal sudah paham, pasti sudah bisa menjawab pertanyaan yang guru berikan. Tapi jika atensinya masih kurang dan kita tidak fokuskan maka anak tersebut tidak bisa menjawab pertanyaan. Hasil pengamatan yang penulis temui pada saat belajar ada anak yang tidak bisa menjawab pertanyaan ini dilihat karena anak tersebut tidak dapat merespon pesan yang gurunya berikan karena atensi dan konsentrasi mereka masih tidak fokus untuk menerima pesan, dalam belajar ada anak yang paham atas apa yang sudah disampaikan oleh gurunya ini dilihat ketika anak dapat merespon suatu pesan yang disampaikan. Karena anak autis beda-beda kondisinya ada yang sudah bisa verbal tapi ada juga yang belum bisa verbal semuanya tergantung dari kondisi anak tersebut. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai ”Komunikasi Instruksional Guru dan Murid Autis Di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi”, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Komunikasi instruksional yang di pakai guru dalam proses belajar mengajar adalah menggunakan instruksi komunikasi verbal, instruksi komunikasi non verbal dan dalam proses belajar mengajar juga di temui adanya proses komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi massa yaitu komunikasi yang menggunakan media massa. Di dalam proses belajar mengajar para guru sudah mengembangkan cara penyampaian metode pengajaran dengan baik. 2. Metode yang di gunakan dalam membina anak autis adalah menggunakan metode lovass. Dengan menggunakan metode lovass guru dapat mengarahkan perilaku anak autis dengan mudah. 3. Faktor penunjang dan penghambat dalam proses belajar mengajar yang di temui di Sekolah Dasar Insania adalah: a. Fasilitas belajar yang cukup lengkap dan memenuhi kebutuhan belajar murid serta kerjasama orang tua dan murid merupakan hal yang penting dalam perkembangan anak. b. Pada pemahaman / kerangka berfikir, karena atensi anak yang masih tidak fokus menyebabkan anak kurang paham pada pelajaran. 68 69 B. Saran-saran Penulis mengemukakan beberapa saran yang berkaitan dengan komunikasi instruksional guru dan murid autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi adalah sebagai berikut: 1. Untuk guru di Sekolah Dasar Insania hendaknya lebih dekat lagi dengan anak-anak, supaya dapat lebih tahu perilaku-perilaku anak autis lebih jelas lagi, untuk mengatasi perilaku anak autis maka tingkatkanlah komunikasinya, agar lebih mudah lagi untuk mengarahkan perilaku anak tersebut. 2. Guru lebih fokus lagi dalam membina anak autis melalui metode yang digunakan. 3. Perlunya meningkatkan fasilitas belajar dan bermain yang ada di Sekolah Dasar Insania. Dan peran orang tua anak autis di Sekolah Dasar Insania dalam mendidik anak juga sangat menentukan perkembangan anak dirumah masing-masing. Dalam hal memberikan bimbingan tentang perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari dirumah maupun disekolah. 4. Bagi pihak lembaga dan kepala sekolah hendaknya mendukung untuk meningkatkan kulitas sekolah dan guru dalam melakukan pembelajaran yaitu dengan menyediakan fasilitas-fasilitas, sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pembelajaran di sekolah. DAFTAR PUSTAKA A.M Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2008 cet ke 10,h.47-48 Ahmadi Abu, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997 cet ke 1,h.18 Cangra Hafied. H, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998 cet 1,h.18 Djamarah Bahri Syaiful, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam keluarga Sebuah perspektif pendidikan Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004 cet ke1,h11-12. Effendi Uchjana Onong, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999, cet ke13,h.10 Melly. Dr, Spkj, Budiman, Penyebab dan Penatalaksanaan Gangguan Spektrum Autisme, Yayasan Autisme Indonesia, Jakarta 2005 Priyantono Hendra, Anak autis, Artikel diakses pada tanggal 5 mei 2008 dari http://www.google.co.id Rakhmat Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996 h.63 Sabri Alisuf, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasiona, Jakrta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995 cet ke1,h.30 Sadirman S Arif (dkk), Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, cet.ke 6,h.12 70 71 Sendjaja Djuarsa Sasa, (et. al). Pengantar Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka 1993 cet ke 4,h.30 Shay, M, Campbell, dkk, Pervassif Development Disorder, Comprehensive Text Book of Psychiatry, 1983 2277-2293, artikel diakses pada tanggal 5mei 2008 dari http://www.google.co.id Sudjana Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Sinar Baru Al Gesindo, 2000 cet ke 5,h.30 Surviana. Dr, www.infoibu.com, artikel diakses pada tanggal 5mei 2008 dari http://www.google.co.id Tafsir Ahmad, Metodelogi Pengajaran Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1997 cet ke 4,h.60 Tasmara Toto, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, Cet ke2, h.6. Widjaya H.A, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara,1997,h.11. Yamin Martinus, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung Persada Press, 2004 cet ke 2,h.99 Yayasan Autisme Indonesia, (Jakarta, 22 November 1997) h.61 Yusup M. Pawit, Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002 cet1,h.17. LAMPIRAN - LAMPIRAN CATATAN LAPANGAN PADA KELAS INDUVIDUAL Nama Observer : Rahmi Isnaini Observasi yang ke : Minggu I / durasi 1 jam Tempat/Tanggal : Ruangan fisio terapy / 2 July, Rabu Objek penelitian : Metode yang digunakan ketika membina anak autis Subjek yang Damati : Anak Autis yag bernama (Igo) oleh guru terapis (Bu Anti) Latar/Situasi ruangan: Ada bangku tersusun yang terletak dipojok Catatan: Kegiatan yang per 1: Guru menarik tangan si anak lalu loncat-loncat diatas meja karet lalu si anak berhenti bermain lalu guru menarik si anak kemudian berkata “ayo loncat, ayo loncat” lalu si anak mundur kebelakang kemudian guru menarik sang anak lalu si anak duduk kembali lalu guru mengeluarkan kata-kata “berdiri” kemudian si anak bangun. Kegiatan yang ke 2: Guru menarik si anak berdiri lalu guru mengambil bola yang berukuran besar kemudian mendrible bola dan berkata “ayo” sambil mengulurkan tangan kemudian sang anak membelakangkan tangannya. lalu guru melemparkan bola ke arah si anak lalu sang anak mundur kebelakang dan mengambil bola yang kecil lalu berlari kepojok lalu duduk dan memainkan bola yang kecil tersebut. Lalu guru menghampiri si anak dan berkata “bangun, ayo, bangun” sambil mengelitiki sang anak dan guru memberikan “tos tangan” kepada sang anak. Lalu guru mengambil bola yang ada ditangan sang anak lalu memainkannya dihadapan si anak kemudian si anak tertawa. Lalu guru memainkan kembali bolanya sambil berkata “ayo tangkap” lalu sang anak menangkap bola setelah itu sang anak duduk kemudian guru menarik si anak sambil berkata “bangun, ayo, bangun”. Kegiatan yang ke 3: Setelah sang anak bangun guru menarik tangan sang anak untuk melangkahkah kakinya diatas ban lalu sang anak melangkahkan kakinya di atas ban. Lalu sang anak memegang tangan guru lalu guru membelakangkan tangannya sambil berkata “tidak” dan pegangan”. Kemudian si anak mundur “tidak boleh kebelakang kemudian guru menarik tangan si anak untuk maju kembali sambil berkata “ayo”, “igo bisa”. sang anak maju kedepan lalu melangkahkan kakinya diatas ban. Dan guru berkata “igo pintar”. Anak berlari kepojok duduk kembali. Lalu guru melemparkan bola kearah si anak sambil berkata “awas” beberapa detik guru mengucap kata yang sama “awas”, “coba tangkap” lalu guru menarik tangan sang anak sambil berkata “berdiri”. Deskripsi latar Setelah penulis mengamati pada kondisi ruangan fisio terapy ada sebuah kotak yang tersusun yang terletak dipojok. Ini mengambarkan bahwa pada setiap kegiatan, anak autis berlari kepojok karena ada suatu benda yang menurutnya dapat bersandar kemudian dapat duduk diatas kotak tersebut jika si anak tidak dapat menyelesaikan tugasnya atau sudah menyelesaikan tugasnya. Interpretasi data Pada kegiatan yang per I anak autis melakukan loncat-loncat diatas meja karet akan tetapi belum ada 5 menit anak berhenti dan tidak mau melanjuti permainan. Untuk menariknya kembali guru melakukan berbagai macam cara seperti mengelitiki, memberikan tos tangan atau membuat perhatian seperti melemparkan bola kepada si anak supaya anak tersebut bangun dari tempatnya dan dapat bermain kembali. Pada kegiatan yang ke 2 adalah menangkap dan melempar bola yang penulis amati pada kegiatan ini guru memberikan bola akan tetapi anak autis tidak mau menangkapnya kemudian pergi dan duduk dipojok. Kemudian guru segera menghampiri anak tersebut dengan melakukan berbagai macam cara supaya anak tersebut dapat bermain kembali cara yang digunakan oleh guru tersebut sama halnya pada kegiatan yang per I yaitu (guru mengeluarkan kata-kata / intruksi seperti “berdiri”, “Ayo” atau “bangun” dengan suara yang tegas. Kemudian dengan bantuan gerakan seperti mengajak anak untuk “tos tangan” sambil memberikan pujian setelah itu anak mau berdiri dan bangun dari tempat duduknya. Dan pada kegiatan yang ke 3 melangkah diatas ban penulis mengamati pada kegiatan ini guru menyuruh sang anak untuk melangkah diatas ban kemudian si anak memegang tangan gurunya namun guru tidak mau dan memberikan intruksi kalo tidak boleh pegangan kemudian si anak tidak mau melanjutkan tugasnya lalu guru menyuruh si anak kembali dan berdiri di atas ban dan memberikan bantuan secara verbal kemudian anak mau menyelesaikan tugasnya dan guru memberikan pujian kepada si anak. Kesimpulan Setelah mengamati beberapa kegiatan pada kegiatan terdapat beberapa perilaku anak autis yang sulit untuk melakukan sebuah kegiatan untuk dapat menyelesaikan tugasnya akan tetapi semua itu bisa diatasi dengan berbagai macam cara. Semua kegiatan yang penulis amati adalah menggunakan cara yang sama. ini terlihat ketika guru terapis memberikan intruksi-intruksi seperti memberikan pujian (Reinforcer positif) ketika anak dapat menyelesaikan tugasnya, memberikan intruksi-intruksi seperti bantuan (prompt) ketika anak sedang mengerjakan tugasnya supaya tugasnya dapat diselesaikan dengan baik dan memberikan (reinforcer negatif) bila si anak tidak menyelesaikan tugas dengan baik. Itu semua adalah metode yang dipakai oleh guru dalam membina anak autis ketika sedang di terapis. Untuk itu penulis menyimpulkan cara yang digunakan guru terapi ketika membina anak autis adalah salah satu cara yang ada di dalam metode lovass. Pada hasil wawancara dengan guru terapis “bahwa kegiatan fisio terapi ini untuk penekanan fisik yang berhubungan dengan kognitif, atau motorik kasar dan juga berhubungan dengan sosialisasi anak dengan teman bermainnya. Di dalam fisio terapi ini terdapat kegiatan-kegiatan yang fungsinya untuk melatih keseimbangan tubuh, keseimbangan kordinasi antara mata dengan tangan dan juga untuk melatih konsentrasi. Untuk itu saya menggunakan metode yang pas dengan menggunakan metode lovass saya dapat mudah mengarahkan perilaku anak autis ketika diterapi dan selain dengan lovass juga dengan kata-kata yang tegas”. Nama Observer : Rahmi Isnaini Observasi yang ke : Minggu II / durasi 1 jam Tempat/Tanggal : Ruangan Ocupasi terapy / 10 July, Rabu Objek penelitian : Metode yang digunakan ketika membina anak autis Subjek yang Damati : Anak Autis yag bernama (Igo) oleh guru terapis (Bu Indah) Latar/Situasi ruangan: Ruangan agak gelap dan agak panasnya ruangan Catatan Kegiatan yang per 1: Guru memberikan puzzle kepada si anak sambil membongkar puzzle dan berkata “lihat” beberapa detik kemudian guru mengucap kata yang sama “lihat” tangan si anak memasang puzzle dan matanya menatap kemanamana guru berkata “lihat-lihat igo lihat” “ayo pasang” lalu tangan si anak memegang puzzle sambil memasangkan puzzle lalu mata si anak menatap kemanamana. Guru berkata “lihat” lalu berkata lagi “igo lihat” “ayo pasang” mata si anak masih melihat kemana-mana guru memegang kepala si anak dan kepala sianak diarahkan ke puzzle lalu tangan si anak memegang puzzle dan memasang puzzle guru berkata “tidak” “bukan itu” tangan si anak berhenti memegang puzzle guru berkata “ayo lihat” mata si anak melihat puzzle sambil tangan si anak memegang puzzle guru berkata “pintar” “OK”. Dan guru berkata TOS sambil mengangkat tangan dan berkata “mana tosnya” dan tangan si anak tos dengan tangan gurunya. Kegiatan yang ke 2: Guru memberikan tali kepada si anak sambil berkata “pegang “, “pegang talinya” tangan si anak memegang talinya guru berkata “ ayo masukan bendanya” tangan si anak memasukan bendanya kedalam tali guru berkata “pintar” “bagus”, guru berkata “lagi”, “ayo masukan lagi”, “ayo igo” tangan si anak memasukan tali kedalam bendanya lalu mata si anak menatap kemana-mana guru berkata “ayo igo lihat” beberapa detik kemudian berkata lagi “lihat” tangan si anak memegang tali guru memegang tangan si anak sambil berkata “dorong di dorong talinya” dan tangan si anak memasukan bendanya kedalam tali. Guru berkata “igo pintar”. Guru berkata TOS “mana tosnya” sambil guru mengangkat kedua tangannya si anak juga mengangkat tangannya. Guru berkata “TOS” dan berkata “tos tangan kirinya mana” lalu si anak mengangkat tangan kiri guru berkata “tangan kanannya mana” si anak mengangkat tangan kanannya guru berkata “iya pintar”. Lalu mata si anak menatap kemana-mana. Kegiatan yang ke 3: Guru memegang kain yang ada kancingnya sambil berkata lepas kancingnya tangan si anak memegang kain dan melepas kancingnya guru berkata “lihat lepas kancingnya” tangan si anak memegang kain dan melepas kancingnya guru berkata “tarik dorong ayo lihat” mata si anak menatap kemana-mana guru barkata dengan tegas “lepas kancingnya” tangan si anak memegang kain dan melepas kancingnya guru berkata “nah pintar” guru berkata “iya lagi” dan berkata “lepas kancingnya” mata si anak menatap kemana-mana guru berkata “ayo lihat” “lepas kancingnya matanya-matanya igo ayo lihat” “ayo lepas kancingnya” guru memanggil “igo, igo ayo lihat” tangan si anak memegang kain dan melepas kancingnya guru memegang tangan si anak si anak menatap kemanamana guru berkata “ lihat tangan kanannya mana?” sambil memanggil “igo, igo” tangan si anak memegang kain dan melepas kancingnya” guru berkata “iya lagi” guru berkata “lepas kancingnya” guru berkata “pegang ayo pegang kancingnya” si anak memegang kain dan melepaskan kancingnya sambl guru memegang tangan si anak guru berkata “nah terlepas semuanya” “sekarang pasang kancingnya yaa” “ayo pasang kancingnya” tangan si anak memegang kain dan memasang kancingnya” guru berkata “ayo pegangnya yang benar” guru berkata “tangannya tidak boleh kaku” sambil memegang angan si anak “ayo tangannya tidak boleh kaku” tangan si anak kaku memegang kain dan memasang kancing lalu mata si anak menatap kemana-mana guru memanggil “igo lihat igo matanya” “ayo didorong kancingnya” tangan si anak memegang kain dan memasang kancingnya” guru berkata “dorong ayo dorong” tangan si anak memegang kain dan memasang kancingnya guru berkata “iya lagi” “pasang lagi kancingnya “ tangan si anak memegang kain dan memasang kancing guru berkata “bagus” “selesai semuanya” guru berkata “tos mana tangannya” sambil mengangkat kedua tangannya” anak mengangkat kedua tangannya” guru berkata “TOS”. Deskripsi Latar Kondisi ruangan yang agak gelap menjadikan perhatiannya si anak seperti anak menjadi tidak konsentrasi atau tidak fokus pada tugasnya dan agak sedikit panasnya ruangan menjadikan igo malas untuk menyelesaikan tugasnya. Interpretasi Data Pada kegiatan yang per I yaitu kegiatan memasang puzzle guru memberikan intruksi secara verbal dengan berkata “lihat-lihat ayo lihat” kepada si anak untuk memasang puzzle kemudian si anak mengejakan tugasnya tiba-tiba si anak berhenti untuk memasang puzzle dikarenakan kondisi ruangan yang agak gelap kemudian guru memanggilnya untuk segera menyelesaikan tugasnya lalu si anak menyelesaikan tugasnya kembali setelah itu si anak berhenti kembali kemudian guru mengintruksikan kembali kepada si anak dengan berkata “ayo pasang” “lihat, lihat ayo lihat” untuk konsentrasi memasang puzzle akan tetapi si anak tetap tidak memperhatikan atau tidak mendengar intruksi dari gurunya. Dengan cara lain guru memegang kepala si anak untuk melihat ke puzzle kemudian si anak memasang puzzle dan guru sambil guru memeberkan semangat dan membatunya menyelesaikan tugas si anak. Lalu guru memberikan pujian dan memberikan tos kepada si anak. Pada kegiatan ke 2 yaitu memasukan benda kedalam tali guru memberikan intruksi dengan berkata “ayo pegang talinya” kepada si anak untuk memegang kemudian si anak meresponnya lalu guru memberikan semangat dan bantuan kepada si anak karena si anak dapat menyelesaikan tugas yang pertama karena kondisi ruangan gelap si anak pun berhenti menyelesaikan tugasnya lalu guru memberikan intruksi kembali sambil berkata “ayo masukan lagi bendanya kedalam tali” dan memberi semangat / bantuan kembali kepada si anak dengan berkata “ayo igo bisa” kemudian si anak berusaha menyelesaikan tugasnya sambil guru membantunya. Kemudian si anak dapat menyelesaikan tugasnya lalu guru memberikan pujian kepada si anak dan memberikan tos tangan. Pada kegiatan yang ke 3 guru mengintruksikan si anak untuk mengerjakan kegitan ke 3 yaitu memasang dan membuka kancing hal yang pertama guru mengintruksikan untuk memasang kancingnya kemudian si anak mulai mengerjakannya akan tetapi lagi-lagi si anak berhenti kemudian guru mengintruksikan untuk mengerjakan tugasnya kembali sambil berkata “ayo igo pasang kancingnya” dan guru membantu si anak kemudian si anak menyelesaikan tugasnya dan guru memberikan pujian kepada si anak kemudian memberikan tos tangan kanan dan kiri karena si anak telah menyelesaikan tugasnya. Kesimpulan Setelah mengamati beberapa kegiatan pada kegiatan terdapat beberapa perilaku anak autis yang sulit untuk melakukan sebuah kegiatan untuk dapat menyelesaikan tugasnya dikarenakan diulang-ulangnya kegiatan yang sudah dikerjakan oleh anak tersebut menjadikan anak tersebut malas untuk menyelesaikan kembali tugasnya kemudian karena kondisi ruangan yang agak gelap sepertinya membuat si anak kurang fokus terhadap tugasnya dan juga situasi ruangan yang agak panas membuat si anak memberhentikan tugasnya ketika tugasnya sedang dikerjakannya. Akan tetapi semua itu bisa diatasi dengan berbagai macam cara. Semua kegiatan yang penulis amati adalah menggunakan cara yang sama. Ini terlihat ketika guru terapis memberikan intruksi-intruksi secara verbal dan nonverbal ketika anak autis sedang memulai tugasnya dan mengerjakan tugasnya kemudian guru juga memberikan pujian (Reinforcer positif) ketika anak dapat menyelesaikan tugasnya, memberikan intruksi-intruksi seperti bantuan (prompt) ketika anak sedang mengerjakan tugasnya supaya tugasnya dapat diselesaikan dengan baik. Dan yang sering penulis amati pada terapi ocupasi guru seringkali menggunakan intruksi secara verbal ketika anak tersebut sulit mengerjakan tugas-tugasnya. Itu semua adalah metode yang dipakai oleh guru dalam membina anak autis ketika sedang di terapis. Untuk itu penulis menyimpulkan cara yang digunakan guru ketika membina anak autis adalah salah satu cara yang ada di dalam metode lovass. Dan juga termasuk memakai tindakan komunikasi verbal dan non verbal. Pada hasil wawancara dengan guru terapis “bahwa kegiatan ocupasi terapi ini perlu diberikan kepada si anak yang mempunyai gangguan perkembangan motorik halus untuk memperbaiki kekuatan, koordinasi dan keterampilannya dan terutama pada otot halus atau motorik halus. Di dalam ocupasi terapi ini terdapat kegiatan-kegiatan yang fungsinya untuk melatih koordiasi mata dengan tangan, melatih konsentrasi, melatih aktvitas sehari hari seperti berpakaian untuk melatih gerakan-gerakan tangan supaya dapat menulis. Untuk itu saya menggunakan teori lovass saya dapat mudah mengarahkan perilaku anak autis ketika diterapi dan saya juga cukup sering menggunaka komunikasi verbal untuk mengintruksikan ketika si anak sedang mengerjakan tugasnya. Nama Observer : Rahmi Isnaini Observasi yang ke : Minggu II / durasi 1 jam Tempat/Tanggal : Ruangan terapy wicara / 10 July, Rabu Objek penelitian : Metode yang digunakan ketika membina anak autis Subjek yang Diamati: Anak Autis yag bernama (bretley) oleh guru terapis (Bu Diah) Latar/Situasi ruangan: Ruangan sejuk / dingin Catatan Kegiatan yang per I: Guru menggambar di kertas lalu menyebutkan di hadapan si anak yaitu”mo-bil” bibir si guru bergerak dengan monyong kedepan mengucap kata “mo” dihadapan si anak dengan berulang ulang si anak mengikuti bibir si guru dengan monyong kedepan dan berucap “mo” lalu si guru melanjuti ucapannya dengan lidah sedikit keluar “bil” di hadapan si anak dengan cara berulang-ulang si anak mengikuti bbir si guru dengan lidah tidak keluar si guru mengucap kembali “bil” dengan lidah yang keluar sambil memegang pipi si anak dan si anak mengucap “bil” dengan sedikit lidah keluar” lalu guru megucap kembali dengan merangkai katakatanya “mo-bil” sambil memonyongkan bibir dan mengeluarkan lidahnya sambil guru memegang pipi si anak sambil berkata “ayo” si anak melihat bibir dan lidah si guru sambil mengkuti ucapan si guru lalu memonyongkan bibir dan megeluarkan lidahnya dan berucap “mo-bil” si guru berkata “Bagus” “anak pintar” dan guru berkata “tos” sambil mengangkat tangannya dan si anak mengangkat tangangannya. Kegiatan yang ke 2: Wajah Guru dan si anak menghadap ke tembok yang ada kacanya kemudian bibir guru mengucap kata-kata “bola” guru memonyongkan bibirnya dan mengeja kata “bo” dan lidah keluar mengeja kata “la” lalu wajah si anak melihat bibir guru dikaca kemudian bibir si anak mengikuti bibir guru lalu si anak memonyongkan bibirnya dan mengeja kata “bo” kemudian mengeluarkan lidahnya dan megeja kata “la” kemudian guru dan si anak merangkai kata-kata sambil memonyongkan bibir dengan lidah keluar dan berucap kata “bo-la”. Dan guru berkata kepada si anak “Pintar” kemudian guru berkata tos sambil mengangkat tangan kanannya lalu si anak mengangkat tangan kanannya kemudian tos tangan. Kegiatan yang ke 3: Tangan guru meletakan gambar di dinding kemudian guru berkata “mana burung” tangan si anak menunjuk ke arah gambar kucing guru berkata “tidak” dan berkata “mana gambar burung” tangan si anak tidak meunjuk lalu si anak menguap guru berkata “tutup mulutnya” lau guru berkata lagi “ayo mana burung” sambil memegang tangan si anak dan mengarahkan tangan si anak lalu tangan si anak menunjuk gambar burung guru berkata “bu-rung” sambil menghadap ke wajah si anak dan memonyongkan bibirnya si anak mengikuti bibir si guru dan memonyongkannya dan berkata “bu-rung” Kemudian guru berkata kembali “mana bola” tangan si anak menunjuk ke arah gambar bola lalu si anak menguap guru berkata “pintar” dan berkata “tutup-tutup mulutnya”. Lalu guru berkata “bo-la” di hadapan wajah si anak dengan memonyongkan bibirnya lalu si anak mengikuti bibir gurunya dan memonyongkan bibirnya dan berkata “bo-la”. Guru berkata “tos” sambil mengangkat tangannya dan si anak mengangkat tangannya lalu tos tangan. Deskripsi Latar Kondisi ruangan yang sejuk/dingin menjadikan si anak mengantuk maka dari itu si anak malas ketika sedang mengerjakan tugasnya. Interpretasi data Pada kegiatan yang per 1. Guru menggambar di kertas lalu menyebutkan kata “mobil”di hadapan si anak dengan berulang ulang kemudian guru berucap lagi dihadapan si anak sesuai dengan gerakan lalu si anak mengikutinya akan tetapi ada gerakan anak yang salah kemudian guru menyebutkan kembali dengan gerakan yang sangat hati-hati sambil memegang wajah si anak dan guru berkata “ayo lihat” sambil menyebutkan apa yang guru ucapkan kemudian si anak menirukan ucapan dan gerakan gurunya sambil berkata “mo-bil” kemudian guru memeberikan pujian kepada si anak lalu mereka tos tangan. Kegiatan yang ke 2. yaitu menyebutkan kata-kata dengan cara menghadap ke tembok kaca. Guru dan si anak menghadap ke tembok yang ada kacanya kemudian guru mengucapkan kata-kata “bola” sesuai dengan gerakan lalu guru mengeja kata “bo dan la” kemudian si anak mengkuti gerakan dan ucapan gurunya lalau mereka berbarengan mengucapakan kata “bola” sesuai dengan gerakannya. Dan guru memberikan pujian kepada si anak kemudian guru memberikan tos tangan kepada si anak. Dan kegiatan yang ke 3 yaitu menunjukan gambar yang ada di kertas gambar dengan cara guru meyebutkan gambar lalu si anak menunjuk gambar sesuai apa yang guru perintahkan seperti guru menyuruh si anak dengan berkata “mana burung” lalu si anak malah menujuk binatang lain kemudian guru berkata “tidak” dan guru berkata kembali kemudian si anak bermalas-malasan dan tidak menunjuk apa yang sudah guru intruksikan kemudian guru berkata dengan tegas sambil membantu si anak untuk mencari gambar burung kemudian si anak menunjuk gambar apa yang sudah guru suruh tadi. Kemudian guru berkata kembali sambil menghadap ke muka si anak sesuai dengan gerakan dan si anak pun mengikuti gerakan dan kata-kata guru tadi. Lalu yang ke 2 guru menyuruh si anak untuk menunjuk gambar bola lalu si anak menunjuk gambar bola kemudian si anak bermalas-malasan kembali kemudian guru memberikan pujian kepada si anak dan guru mengeja kata “bola” sesuai dengan gerakan kemudian si anak mengikuti kata-kata dan gerakan gurunya lalu guru memberikan pujian kepada si anak dan melakuakan tos tangan. Kesimpulan Setelah mengamati beberapa kegiatan pada kegiatan terdapat beberapa perilaku anak autis yang sulit untuk melakukan dan menyelesaikan tugasnya dan juga pada kondsi ruangan yang sejuk membuat anak autis mengantuk dan malas untuk mengerjakan tugasnya akan tetapi semua itu bisa diatasi dengan berbagai macam cara. Semua kegiatan yang penulis amati adalah menggunakan cara yang sama. Ini terlihat ketika guru terapis memberikan intruksi-intruksi seperti memberikan pujian (Reinforcer positif) ketika anak dapat menyelesaikan tugasnya, memberikan intruksi-intruksi seperti bantuan (prompt) disini guru seringnya menggunakan prompt secara lisan dan juga ada beberapa kegiatan yang menggunakan prompt secara fisik ini diberikan ketika anak sedang mengerjakan tugasnya supaya tugasnya dapat diselesaikan dengan baik dan memberikan (reinforcer negatif) bila si anak tidak menyelesaikan tugas dengan baik. Kemudian penulis juga mengamati pada terapi wicara ini juga menggunakan tindakan komunikasi verbal dan non verbal tindakan ini ada pada ketika guru memberikan prompt kepada murid autis. Itu semua adalah metode yang dipakai oleh guru dalam membina anak autis ketika sedang di terapis. Untuk itu penulis menyimpulkan cara yang digunakan guru terapi ketika membina anak autis adalah salah satu cara yang ada di dalam metode lovass. Pada hasil wawancara dengan guru terapis “ terapi wicara ini untuk mengajari anak autis berbicara supaya dapat berkomunikasi dengan baik untuk itu saya hanya menggunakan materi-materi yang ada di metode lovas saja tetapi menurut saya pada terapi wicara ini dengan menggunakan komunikasi verbal adalah cukup untuk proses terapinya. CATATAN LAPANGAN PADA KELAS KLASSIKAL Nama Observer : Rahmi Isnaini Observasi yang ke : Minggu ke IV/ durasi 4 jam Tempat/Tanggal : Ruangan kelas 3 / 31 July, Kamis 2008 Objek penelitian : Komunikasi yang dipakai guru dalam proses belajar mengajar Subjek yang Diamati : Anak Autis yang bernama (anggi) oleh guru (Bu Nia dan Bu Olyah) Latar/Situasi ruangan: Ruangan yang luas, jendela kaca yang lebar sehingga sinar matahari memantul keruangan kelas Catatan Kegiatan yang per I: Guru menyuruh semua anak untuk duduk tertib lalu guru mengangkat tangannya sambl membacakan do’a lalu murid mengangkat tangan lalu si anak mengangkat kedua tangan guru membaca do’a belajar dengan suara yang tegas dan keras murid mengikuti bacaan guru. Kegiatan yang ke 2: Guru bernyanyi di depan murid sambil menepuk tangan dan guru berkata “ayo tangannya mana” si anak menepuk tangan dan guru meletakan drum di depan papan tulis lalu guru memainkannya guru berhenti dan berkata “siapa yang mau main” si anak bangun dari tempat duduk lalu duduk di depan drum lalu memukul drum guru bernyanyi si anak berhenti guru memegang tangan si anak memukul drum tangan guru melepas tangan si anak si anak memukul drum lalu guru bernyanyi kembali sambil menepuk tangan lalu guru berkata “hore” si anak berhenti lalu berlari dan duduk ditempatnya. Lalu guru menyuruh murid berikutnya Kegiatan yang ke 3: Guru menulis di papan tulis menyanyikan lagu guru berhenti dan berkata “ayo satu-satu maju ke depan menyanyi lagu coconut tree” guru berkata “ayo anggi maju” sambil melambaikan tangan si anak berjalan kedepan papan tulis guru memgang bahu si anak sambil bernyanyi si anak mengikuti guru bernyanyi guru berkata “pintar” si anak berhenti lalu berlari ketempat duduk. Guru berkata “ayo siapa lagi?” Kegiatan yang ke 4: Guru berkata “ayo keluarkan buku tulisnya” si anak mengeluarkan buku tulis si anak menulis matanya melihat ke papan tulis tangan memegang pinsil lalu menulis lalu tanga si anak berhenti si anak bangun dari tempat duduk dan berlarian guru berkata “anggi duduk” sambil menunjuk ke arah si anak lalu si anak berlari guru menghampiri memegang tangan si anak dan berkata “ayo duduk” si anak berjalan ketempat duduk lalu si anak duduk guru berkata “ayo tulis dulu” si anak memegang pensil lalu menulis si anak berhenti matanya melihat kemanamana tangan si anak memukul meja degan pensil lalu guru memegang pensil si anak sambil berkata “ayo tulis” lalu si anak memegang pensil matanya melihat ke papan tulis lalu menulis setelah itu si anak berhenti lalu bangun dari tempat duduk kemudian berjalan-jalan memutar sambil tepuk tangan setelah itu guru mengangkat jari telunjuk menempel ke bibir dan berkata “jangan berisik” dan memegang bahu si anak lalu berjalan ketempat duduk si anak lalu guru membuka buku si anak mengambil pensil dan berkata”ayo tulis lagi” lalu tangan si anak memegang pensil lalu menulis setelah itu si anak berhenti dan menepuk tangan lalu guru berjalan ke si anak dan memegang pensil si anak lalu si anak mengambil pensil dari tangan guru dan menulis lagi setelah itu si anak berhenti si anak bangun dari tempat duduk dan berjalan ke arah rak tas lalu si anak berjalan si anak memutar sambil tepuk tangan guru berkata “anggi sudah belum” setelah itu si anak berjalan dan duduk ditempatnya guru berkata “ayo nyanyi sama-sama” guru bernyanyi coconut tree sambil menepuk tangan si anak menepuk tangan kemudian berhanti mata si anak melihat gurnya sambil mengikuti ucapan gurunya bernyani. Guru berkata “hore” sambil tepuk tangan. Kegiatan yang ke 5: Guru berkata “ sampai disini dulu pelajaran musiknya asslamua’laikum “ayo jawabnya warahmatullahi apa? wabarakatuh” Waalaikum salam warahmatullahiwabaroka tuh” “ibu pulang dulu ya” Kegiatan yang ke 6: Guru II berkata “ayo kerjakan tugasnya yang belum selesai” di samping itu guru II memegang pensil sambil memegang tangan si anak si anak melihat ke guru tangan guru memegang kepala si anak sambil berkata “lihat” mata si anak melihat, guru menggerakkan tangan si anak si anak menulis guru menulis di buku lalu si anak berdiri dan bangun dari tempat duduknya dan berlari kemudian guru berdiri dan berjalan menghampiri si anak dan berkata “duduk” lalu si anak berjalan dan duduk kembali lalu si anak memegang pensil dan menulis guru memegang tangan si anak dan menulis lalu tangan si anak berhenti dan matanya melihat kemana-mana guru berkata “ayo tulis” tangan guru memegang kepala si anak tangan si anak menulis kembali sambil guru memegang tangan kanan si anak untuk menulis tangan kiri si anak memukul meja lalu tangan guru memegang tangan kiri si anak lalu tangan kanan si anak menulis sambil tangan guru memegangnya lalu mata si anak melihat kemanamana guru berkata “lihat” sambil memegang kepala si anak lalu si anak memegang pensil dan menulis sambil tangan guru memegang tangan si anak lalu si anak menulis dan guru berkata “bagus” lalu tangan si anak menuls mata si anak melihat kemana-mana guru berkata “lihat” sambl mengangkat telunjuknya lalu tangan si anak menulis lagi dan guru berkata “bagus” “iya” Kegiatan yang ke 7: Guru mengeja huruf dan wajah guru menghadap ke anak guru mengeja kata “n-a na” sambil memegang tangan si anak guru mengulang kata “na’ lalu si anak mengikuti ucapan guru dan berkata “na” guru mengeja lagi “m-a ma” guru berkata “ma” si anak mengkuti ucapan guru berkata “ma” guru berkata “dibaca” “nama” si anak mengikuti ucapan guru berkata “nama”. Si anak memaikan tangannya dan guru mengangkat pensil dengan tangannya dihadapan muka si anak lalu kepala si anak menunduk. Lalu guru mengeja kembali sambil melihat wajah si anak dan si anak mengkuti ucapan gurunya. Kegiatan yang ke 8: Guru membuka pelajaran dan berkata “setelah belajar musik sekarang kita belajar sains apa anak-anak, sains” sambil bersuara keras dan tegas guru berkata “ayo buka bukunya” sambil memegang buku dan mendatangi satu-satu ke murid untuk melihatkan kata sain yang ada di cover buku dan guru mendatang si anak guru berkata “pelajara apa anggi?” “sains” ulangi lagi si anak berkata “sains” guru berkata “ya pintar” lalu berkata“ kita sekarang belajar tentang kerangka manusia” dan berkata “ayo lihat bukunya” sambil berjalan ke si anak dan berkata “ini gambar apa? ke-rang-ka manusia” si anak mengucap kata “kerangka manusia” guru berkata “pintar” guru berkata “pada bagian atas kerangka manusi terdapat kepala” tangan guru sambil memegang kepalanya lalu guru berkata kepada si anak “mana kepala” guru berkata “ini kepala” sambil memegang kepalanya lalu mendatangi si anak dan berkata “mana kepala” tangan si anak memegang kepalanya dan guru berkata “ya bagus”. Guru berkata “kerangka tangan dari bahu sampai ujung jari” lalu guru berkata “ayo anggi kerangka tangan mana?” sambil mendatangi si anak “ si anak melihat bukunya guru berkata “kerangka tangan dari bahu sampai ujung jari” sambil memegang bahu dan tangannya lalu tangan guru menunjuk ke arah gambar sambil berkata “ayo lihat” tangan si anak menunjuk gambar tangan dan jari guru berkata “ya” guru berkata “sekarang kerangka bagian bawah adalah kerangka pnggul sampai kaki ayo mana” tangan guru memegang pinggul dan kaki dan bertanya kepada si anak “mana kerangka bawah” tangan si anak menunjuk ke gambar pinggul dan kaki guru berkata “ya” setelah itu guru berkata “ayo maju satu-satu mencontohkan kerangka manusia” guru berkata “ayo anggi maju” sambil menunjuk ke arah si anak lalu si anak maju berdiri dekat guru da guru berkata “mana kerangka atas” sambil memegang kepala lalu si anak memegang kepalanya” dan guru berkata “mana kerangka tangan” si anak memegang tangannya dan terakhir guru berkata “mana kerangka bawah” sambil guru memegang pinggul dan kaki dan si anak melihat dan mengikuti gerakan gurunya sambil memegang pinggul dan kaki dan guru berkata “ya pintar” si anak berlari dan duduk kembali. Kegiatan yang ke 9: Guru menyuruh semua anak untuk duduk tertib lalu guru menyuruh murid mengangkat tangan lalu si anak mengangkat kedua tangan guru membaca do’a pulang dengan suara yang tegas dan keras murid mengikuti bacaan guru. Setelah itu guru berjalan ke sudut pintu dan berkata “ayo baris” dan si anak baris lalu bersalaman dengan gurunya lalu keluar kelas. Deskripsi Latar Kondisi ruangan yang luas menjadikan si anak berlari-larian sebelum mngerjakan tugas atau sesudah tugasnya dikerjakan. Interpretasi data Pada kegiatan yang per 1. Guru menyuruh murid duduk tertib untuk berdo’a guru membaca doa dan mengangkat tangannya kemudian si anak mengikutinya. Kegiatan ke 2 adalah belajar musik. Setelah itu Guru bernyanyi di depan murid sambil menepuk tangan lalu guru menyuruh si anak untuk bertepuk tangan kemudian si anak bertepuk tangan dan guru setelah itu memainkan dirumah sehabis memainkan drum guru menyuruh si anak maju untuk memainkan drum lalu si anak maju dan memainkan dan drum guru bernyanyi setelah itu anak tidak mau memain drum lagi akan tetapi guru menariknya dan membantunya untuk memukul drum setalah itu guru bernyanyi kembali dan si anak memukul drum sampai guru selesai bernyanyi lalu guru memberikan pujian ke si anak. Kegiatan yang ke 3. guru menyuruh si anak satu persatu maju kedepan untuk bernyanyi setelah si anak maju dan bernyanyi guru memberikan pujian kepada si anak. Kegitan ke 4. menulis nyanyian yang sudah dinyanyikan tadi kedalam buku. Guru menyuruh si anak menulis dibuku lalu si anak tidak mau lalu guru berkata “ayo tulis” kemudian si anak tidak mendengar gurunya lalu guru menghampiri si anak dan menyuruh si anak duduk untuk menulis. Lalu si anak tidak menulis lagi dan berlari kemudian guru meyuruh si anak untuk duduk kembali dan berkata “kerjakan” Lalu si anak mengerjakan kembali. Setelah itu guru mengakhiri pelajaran musik dengan mengucapkan salam kepada muridnya. Kegiatan yang ke 6. Guru mengajarkan si anak menulis dan membantunya tetapi si anak tidak mau menulis lalu guru berkata “ayo tulis “dengan suara yang tegas dan mengarahkan wajah si anak supaya tidak melihat kemana-mana. Kemudian si nak menulis dan dibantu oleh gurunya akan tetapi belum selesai lagi-lagi si anak tidak mau mengerjakan tugasnya lalu guru menyuruh si anak untuk selesaikan tugasnya. Setelah itu guru membantu si anak untuk menulis. Kegiatan yang ke 7 guru mengajar si anak membaca dengan cara mengeja huruf-huruf kemudian menyuruh si anak untuk mengikuti bacaan gurunya. Jika si anak tidak mengkuti gurunya dengan memalingkan mukanya guru hanya berkata “ayo lihat” dan mengarahkan wajah si anak supaya melihat gurunya dan bacaan pada buku. Kegiatan yang ke 8. pelajaran sains. Guru menjelaskan pelajaran kepada murid dengan cara guru satu persatu bertanya kepada murid. Setelah itu guru menyuruh murid satu persatu untuk maju kedepan untuk mempraktekan pelajaran yang guru ajari tadi. Kemudian guru memberikan tugas kepada si anak tentang pelajara tadi setelah tugas selesai si anak boleh bermain. Kegiatan yang terakhir guru menyuruh murid untuk membereskan bukubuku dan duduk tertib setelah tu membaca do’a pulang setelah membaca do’a pulans murid-murd disuruh baris lalu bersalaman dengan gurunya kemudian pulang. Kesimpulan Setelah mengamati berbagai banyak kegiatan penulis berkesimpulan bahwa guru pada setiap kegiatan selalu memakai komunikasi verbal dan non verbal ketika proses belajar mengajar berlangsung komunikasi yang dipakai ini terlihat ketika guru menjelaskan materi yang disertai dengan gerakan tubuh, ketika anak tidak mau menyelesaikan tugasnya, ketika anak nakal susah diatur guru cukup berkata dengan tegas dan juga jelas dan isyarat yang dikeluarkan guru kepada murid-muridnya ketika muridnya susah untuk mengerjakan tugas dan lain sebagainya. Selain itu penulis juga melihat terjadinya proses komunikasi antar pribadi yaitu ketika guru mengajari si anak untuk membaca dan menulis disini penulis melihat guru mengajari si anak menulis dan membaca dengan cara face to face. Guru keliling satu persatu mengajari si anak. LEMBAR WAWANCARA Bagian ini hanya di lengkapi oleh pewawancara dan di tanda tangani oleh responden: Responden : Ibu Tiwi Jenis kelamin : Perempuan Jabatan : Orang tua Murid Pendidikan terakhir : SMA Lokasi wawancara : Loby SD Insania Tanggal&waktu wawancara : Senin, 5 Mei 2008 / 11.00-11.15 Pewawancara : Rahmi Isnaini Benar dan sadar wawancara yang di lakukan oleh pewawancara terhadap responden. Pewawancara Responden Rahmi Isnaini Ibu. Tiwi WAWANCARA Hari: Senin Tanggal: 5 Mei 2008 Waktu: 11.00/11.15 Pewawancara: Rahmi Responden: Ibu.Tiwi Assalamu’alaikum. Nama saya Rahmi Isnaini, saya mahasiswi dari Universitas Islam Negeri, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi penyiaran Islam. Dalam proses penyusunan skripsi saya yang berjudul ”Komunikasi Intruksional Guru dan Murid Autis dalam Proses Belajar mengajar Di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi”. Ingin mewawancarai bapak/ Ibu dalam beberapa pertanyaan. T: Apa alasan Bapak/Ibu memilih Sekolah Dasar Al-Fath sebagai tempat pendidikan bagi anak anda? J: Karena lokasinya dekat dari rumah, tempatnya nyaman dan guru-gurunya sesuai pada bidangnya. T: Apakah menurut Bapak/Ibu pengajaran guru-guru di SD Al-fath selama ini dapat membantu anda dalam membimbing anak anda dirumah? J: Membantu sekali. T: Menurut pengamatan Bapak/Ibu adakah kemajuan dari anak anda ketika sekolah di SD Inasania dan kemajuan seperti apakah yang anda ketahui pada diri anak ada? J: Sudah lebih tenang, untuk komunikasinya sudah mulai berjalan, walalupun verbal belum lancar tetapi anak saya sudah mulai mengerti untuk pemahaman kata (ya atau tidak). kemajuan dalam perilaku. T: Menurut pengamatan Bapak/Ibu bagaimana perkembangan pengetahuan anak anda semenjak masuk SD Insania? J: Kalau anak saya masih dikatakan belum ada perkembangan pengetahuan karena anak yang menderita autis berbeda-beda kondisinya, anak saya adalah termasuk anak yang sulit pada perkembangannya dan dokter juga pernah bilang kalau anak saya ini perkembangannya sangat lambat karena dulunya anak saya keracunan logam berat yang agak parah. T: Bagaimana sikap anak anda ketika dirumah?adakah perubahan? J: Sikap anak saya ketika dirumah sudah mau berkomunikasi soalnya waktu dulu sebelum di terapi dia sudah bersosialisasi namun sulit untuk berkomunikasi. T: Bagaimana sikap anak anda ketika bertemu dengan guru nya? J: Sudah mulai tenang, sudah merasa nyaman dengan lingkungannya. T: Bagaimana sikap anak anda terhadap temannya? J: Sudah mulai bersosialisasi dengan teman-temannya. T: Apakah menurut Bapak/Ibu SD Insania sudah efektif dalam membina anakanak autis? J: Kalo menurut saya SD Insania sudah cukup efektif karena dlihat dari pengajaran guru-gurunya yang sesuai pada bidanganya selain itu pada terapi autis yang membuat anak saya ada kemajuan dalam berkomunikasi, berperilaku dan bersosalisasi. LEMBAR WAWANCARA Bagian ini hanya di lengkapi oleh pewawancara dan di tanda tangani oleh responden: Responden : Ibu Nia Suniarti Jenis kelamin : Perempuan Jabatan : Guru Kelas 3 Pendidikan terakhir : S1 Lokasi wawancara : Di kelas 3 Tanggal&waktu wawancara : Senin, 5 Mei 2008 / 09.20-10.00 Pewawancara : Rahmi Isnaini Benar dan sadar wawancara yang di lakukan oleh pewawancara terhadap responden. Pewawancara Responden Rahmi Isnaini Ibu. Nia WAWANCARA Hari: Senin Pewawancara: Rahmi Tanggal: 5 mei 2008 Responden: Ibu Nia Waktu: 09.20-10.10 Assalamu’alaikum. Nama saya Rahmi Isnaini, saya mahasiswi dari Universitas Islam Negeri, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi penyiaran Islam. Dalam proses penyusunan skripsi saya yang berjudul ”Komunikasi Intruksional Guru dan (Murid Autis) dalam Proses Belajar mengajar Di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi”. Ingin mewawancarai bapak/ Ibu dalam beberapa pertanyaan. T: Mohon Ibu jelaskan nama jabatan Ibu di SD Insania? J: Nama saya, Nia Suniarti jabatan saya di SD ini sebagai guru kelas 3 T: Berapa lama Ibu mengajar di SD Insania? J: Saya sudah mengajar disini kurang lebih 3 tahun. T: Menurut pengalaman Ibu selama mengajar, metode komunikasi manakah yang lebih dimengerti oleh para murid autis? J: Selama saya mengajar metode komuikasi yang saya gunakan adalah komunikasi verbal dan nonverbal karena salah intruksi paling utama ketika mengajar murid tersebut harus dengan kata-kata yang jelas dan juga tegas. T: Bisakah Ibu memberikan contoh materi yang lengkap dan mudah dipahami oleh para murid autis mengenai metode pengajaran secara verbal? J: Saya menjelaskan atau menerangkan materi itu termasuk komunikasi verbal seperti saya bercerita didalam pelajaran bahasa indonesia. Supaya atensi, konsentrasi dan komunikasi bisa satu karena masalah anak-anak ini ada pada natensi, konsentrasi dan komunikasi maka dengan cara itu kita menyampaikan komunikasi dengan bercerita secara atraktif. Jadi anak-anak tersebut lebih merasakan cerita apa yang diceritakan oleh gurunya. T: Bisakah Bapak/ Ibu memberikan contoh materi yang lengkap dan mudah dipahami oleh para murid autis mengenai metode pengajaran secara non verbal? J: jika lagi berisik cukup kita memberitahu dengan isyarat seperti (jari telunjuk ditempelkan ke mulut) karena membuat anak tersebut bisa tertib yaitu dengan kepatuhan karena bila anak tersebut sudah patuh baru nonverbalnya bisa dapat. Akan tetapi jika anak tersebut tidak patuh kita memberikan isyarat tetap saja anak tersebut tida dapat mengerti apa yang kita isyaratkan. T: Apakah anak-anak Autis cepat tanggap dalam memahami pelajaran di dalam kelas? J: Beda-beda dilihat dari kondisinya soalnya yang bermasalah pada anak-anak ini atensi, konsentrasi dan komunikasi ada yang dapat memahami pelajaran ada yang belum, maka dari itu untuk menyampaikan sesuatu harus dengan komunikasi yang jelas dan tegas supaya sedekiti demi sedikit anak-anak tersebut dapat memahami pelajaran. Dan untuk mengajar anak-anak seperti ini harus classikal individual supaya anak tersebut lebih fokus dengan apa yang kita ajarkan. T: Bagaimana menurut Ibu, metode apakah yang lebih dipahami oleh murid autis, apakah metode verbal (lisan) atau metode non verbal (perilaku)? J: Metode komunikasi verbal karena rata-rata anak-anak disini sudah mulai paham akan tetapi hanya ada beberapa intruksi yang non verbal karena dilihat juga dari kondisi anak-anak tersebut. T: Menurut Ibu faktor apa saja yang menunjang keberhasilan dalam proses belajar mengajar ketika mengajar murid autis? J: Fasilitas, kerjasama guru dengan orangtua dan juga SDM yang berpengalaman. T: Menurut Ibu kedala-kendala apa saja yang menghalangi keberhasilan dalam proses belajar mengajar? J: Rata-rata kendalanya ada di pemahaman, karena kalau kita sedang menarangkan biasanya anak tersebut kemana-mana maka dari itu untuk bisa anak tersebut mengerti kita harus benar-benar lebih fokuskan, beda dengan anak yang sudah bisa verbal sudah paham pasti sudah bisa menjawab pertanyaan yang guru berikan. Tapi kalo atensinya masih kurang dan tidak kita fokuskan maka anak tersebut tidak bisa menjawab pertanyaan. LEMBAR WAWANCARA Bagian ini hanya di lengkapi oleh pewawancara dan di tanda tangani oleh responden: Responden : Ibu Olyah Jenis kelamin : Perempuan Jabatan : Guru kelas 3 Pendidikan terakhir : S1 Lokasi wawancara : Di Ruang kelas 3 Tanggal&waktu wawancara : Selasa, 6 Mei 2008 / 11.20-11.45 Pewawancara : Rahmi Isnaini Benar dan sadar wawancara yang di lakukan oleh pewawancara terhadap responden. Pewawancara Responden Rahmi Isnaini Ibu. Olyah WAWANCARA Hari: Selasa Tanggal: 6 mei 2008 Waktu: 11.20-11.45 Responden: Ibu Olyah Pewawancara: Rahmi Assalamu’alaikum. Nama saya Rahmi Isnaini, saya mahasiswi dari Universitas Islam Negeri, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi penyiaran Islam. Dalam proses penyusunan skripsi saya yang berjudul ”Komunikasi Intruksional Guru dan Murid Autis dalam Proses Belajar mengajar Di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi”. Ingin mewawancarai bapak/ Ibu dalam beberapa pertanyaan. T: Mohon Ibu jelaskan nama jabatan Ibu di SD Insania? J: Nama saya, Olyah Mirna Lestari jabatan saya di SD ini sebagai guru bantu kelas 3 T: Berapa lama Ibu mengajar di SD Insania? J: Saya sudah mengajar disini kurang lebih 3 bulan. T: Menurut pengalaman Ibu selama mengajar, metode komunikasi manakah yang dipakai ketika mengajar murid autis? J: Komunikasi yang dipakai adalah komunikasi verbal dan nonverbal karena mengajar murid tersebut melalui kata-kata yang jelas dan dan sikap yang tegas. T: Menurut Ibu Komunikasi yang sering dipakai ketika proses belajar mengajar? J: Komunikasi yang sering dipakai adalah verbal yaitu dengan kata-kata dan intruksi ketika mengajar murid tersebut. T: Bisakah Ibu memberikan contoh materi yang lengkap dan mudah dipahami oleh para murid autis mengenai metode pengajaran secara verbal? J: Misalkan disuruh duduk tertib, dengan kata-kata yang jelas anak-anak sudah mengerti, karena setiap hari memang sudah diterapkan jadi secara classikal mereka sudah tahu. T: Bisakah Bapak/ Ibu memberikan contoh materi yang lengkap dan mudah dipahami oleh para murid autis mengenai metode pengajaran secara non verbal? J: Contohnya seperti mengintruksikan anak tersebut mengambi buku tidak hanya dengan kata-kata saja tetapi di barengi dengan kode atau gerakan-gerakan. T: Apakah anak-anak Autis cepat tanggap dalam memahami pelajaran di dalam kelas? J: Awalnya memang tidak tanggap tetapi kalau kita menjelaskan dengan contoh mereka akan mengerti, kuncinya harus ada contoh yang jelas ketika menjelaskan pelajaran kepada murid tersebut. Contohnya ini “bola” harus ada bendanya jadi ketika menjelaskan sesuatu harus bena-benar jelas. Karena mereka bukan seperti anak-anak normal yang sudah tahu benda “bola” itu seperti apa. T: Bagaimana menurut Ibu, metode apakah yang lebih dipahami oleh murid autis, apakah metode verbal (lisan) atau metode non verbal (perilaku)? J: metode verbal dengan kata-kata yang jelas. T: Menurut Ibu faktor apa saja yang menunjang keberhasilan dalam proses belajar mengajar ketika mengajar murid autis? J: Faktor SDM, dan gurunya yang berpengalaman. T: Menurut Ibu kedala-kendala apa saja yang menghalangi keberhasilan dalam proses belajar mengajar? J: kendalanya yaitu pada anak-anak yang hiper sulit untuk memahami pelajaran. T: menurut ibu guru-guru disini menerapkan komunikasi apa saja ketka mengajar murid autis? J: guru-guru disini menerapkan komunikasi verbal dan noverbal karena setiap mengajar murid tersebut harus dengan kata-kata yang jelas dan ketika mencontohkah sesuatu harus berdasarkan praktek langsung jadi verbal dan nonverbal sama-sama dapat digunakan. LEMBAR WAWANCARA Bagian ini hanya di lengkapi oleh pewawancara dan di tanda tangani oleh responden: Responden : Ibu Diah Tri Astuti Jenis kelamin : Perempuan Jabatan : Kepala Sekolah SD Insania Pendidikan terakhir : S1 Lokasi wawancara : Kantor kepsek SD Insania Tanggal&waktu wawancara : Senin, 5 Mei 2008 / 10.20-11.15 Pewawancara : Rahmi Isnaini Benar dan sadar wawancara yang di lakukan oleh pewawancara terhadap responden. Pewawancara Rahmi Isnaini Astuti Responden Ibu. Diah Tri WAWANCARA Hari: Senin Tanggal: 5 mei 2008 Waktu: 10.20-11.15 Pewawancara: Rahmi Nara sumber: Diah Tri Astuti Assalamu’alaikum. Nama saya Rahmi Isnaini, saya mahasiswi dari Universitas Islam Negeri, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi penyiaran Islam. Dalam proses penyusunan skripsi saya yang berjudul ”Komunikasi Intruksional Guru dan murid autis dalam Proses Belajar mengajar Di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi”. Ingin mewawancarai Bapak/ Ibu dalam beberapa pertanyaan. T: Bagaimana latar belakang berdirinya SD Insania? J: Pada awalnya lembaga ini diperuntukan untuk anak yang membutuhkan terapi seperti okupasi terapi, terapi wicara, sensori terapi, fisio terapi dan terapi edukasi. Tetapi setelah lembaga ini berdiri, ternyata peminat untuk anak berkebutuhan khusus, cukup memberikan respon dari masyarakat khususnya di daerah bekasi dan khususnya dari orang tua yang memiliki Anak yang berkebutuhan khusus, karena banyaknya permintaan dan keluhan dari orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus, misalnya kurang diterimanya anak-anak mereka di sekolah umum, maka pada tahun 2005 lembaga Yayasan Asa daya Insania mendirikan pendidikan luar sekolah yang setara dengan SD yaitu dengan nama SD Insania. T: Apa visi dan misi SD Insania? J: Visi Sekolah Dasar Insania yaitu SD Insania ingin mengembangkan dan memotivasi kemampuan siswa, serta menyediakan sarana pendidikan sesuai dengan kemampuannya secara optimal untuk menjadikan siswa lebih mandiri, mampu bersosalisasi dan diterma seutuhnya oleh masyarakat. Dan Misi sekolah Dasar Insania adalah untuk menciptakan siswa lebih kreatif dengan memodisivikasikan kurikulum dan perilaku dalam pendidikan khusus yang sesuai dengan kebutuhan siswa yang mengarah pada Multiple Intelegence (Kecerdasan majemuk) sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki siswa. T: Apa tujuan didirikannya SD Insania? J: Tujuan didirikannya SD Insania untuk mengembangkan potensi dan kemampuan anak berkebutuhan khusus, sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat, untuk menumbuhkan kemandirian anak, untuk memodisivikasi perilaku menjadi lebih baik, sehingga dapat berkembang secara optimal, dan untuk menyediakan fasilitas belajar bagi anak berkebutuhan khusus. T: Apa saja program kegiatan belajar SD Insania? J: Program kegiatan Belajar SD Insania yang pertama mencakupi pelajaran Bahasa Indonesia yaitu, pengenalan huruf abjad, membaca, menulis dan berbicara yang kedua pelajaran matematika terdiri dari bilangan cacah, bentuk bangun datar ruang, waktu dan daya pikir yang ketga pengetahuan umum seperti mengenal warna, rasa, dan gender dan setelah itu di terapi. T: Apakah Guru-guru sudah menerapakan komunikasi dengan baik ketika mengajar murid autis? J: Menurut saya guru-guru disini sudah menerapkan komunikasinya dengan teratur ketika mengajar murid-murid autis. Karena sebelumnya guru-guru disini sudah mempunyai basic dalam pengajarannya jadi mereka sudah paham metode/komunikasi yang bagaimana untuk mengajar murid autis. LEMBAR WAWANCARA Bagian ini hanya di lengkapi oleh pewawancara dan di tanda tangani oleh responden: Responden : Ibu Riyana Jenis kelamin : Perempuan Jabatan : Orang tua Murid Pendidikan terakhir : S1 Lokasi wawancara : Via Tlp Tanggal&waktu wawancara : Senin, 5 Mei 2008 / 16.30-16.45 Pewawancara : Rahmi Isnaini Benar dan sadar wawancara yang di lakukan oleh pewawancara terhadap responden. Pewawancara Responden Rahmi Isnaini Ibu. Riyana WAWANCARA Hari: Senin Tanggal: 5 Mei 2008 Waktu: 16.30-16.45 Pewawancara: Rahmi Responden: Ibu. Riyana Assalamu’alaikum. Nama saya Rahmi Isnaini, saya mahasiswi dari Universitas Islam Negeri, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi penyiaran Islam. Dalam proses penyusunan skripsi saya yang berjudul ”Komunikasi Intruksional Guru dan Murid Autis dalam Proses Belajar mengajar Di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi”. Ingin mewawancarai Bapak/ Ibu dalam beberapa pertanyaan. T: Apa alasan Bapak/Ibu memilih SD Insania sebagai tempat pendidikan bagi anak anda? J: Karena tempatnya cocok dan tepat sekali untuk kondisi anak saya yang menderita autis. T: Apakah menurut Bapak/Ibu pengajaran guru-guru di SD Insania selama ini dapat membantu anda dalam membimbing anak anda dirumah? J: Membantu sekali. T: Menurut pengamatan Bapak/Ibu adakah kemajuan dari anak anda ketika sekolah di SD Insania dan kemajuan seperti apakah yang anda ketahui pada diri anak ada? J: Kemajuan sudah ada anak saya udah mulai bisa baca, tulis, sudah mulai bersosialisasi. T: Menurut pengamatan Bapak/Ibu bagaimana perkembangan pengetahuan keagamaan anak anda semenjak masuk SD Insania? J: Untuk perkembangan tentang pengetahuan agamanya sudah berkembang karena anak saya juga setiap sore mengaji jadi sudah ada basic utuk pengetahuan agamanya. T: Bagaimana sikap anak anda ketika dirumah?adakah perubahan? J: Perubahan menunjang sekali anak saya sudah mau bersosialisasi T: Bagaimana sikap anak anda ketika bertemu dengan guru nya? J: Ketika bertemu dengan gurunya anak saya sudah merasa nyaman dan seolaholah gurunya sudah dianggap seperti temannya sendiri. T: Bagaimana sikap anak anda terhadap temannya? J: Sudah mulai bersosialisasi dengan teman-temannya. T: Apakah menurut Bapak/Ibu SD Insania sudah efektif dalam membina anakanak autis? J: Menurut saya SD Insania sudah sangat membantu sekali karena anak saya belajar disini sudah 2 tahun jadi saya percaya klo yayasan disini benar-benar dapat membantu dalam perkembangan anak saya.