BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tabel 1.1 menunjukkan data statistik mengenai total pendapatan (PDB), jumlah populasi dan pendapatan per kapita negara-negara anggota ASEAN. Dimana, Indonesia memiliki total PDB dan jumlah penduduk terbesar dibandingkan negara ASEAN lainnya, yakni US$ 863 billion atau 36,3 persen total PDB ASEAN, dan 251,5 juta jiwa atau 40,23 persen total jumlah penduduk ASEAN. Walaupun demikian, Indonesia memiliki pendapatan per kapita yang terbilang rendah dibandingkan Singapore (US$ 55.183), Brunei (US$ 39.679), Malaysia (US$ 10.421), dan Thailand (US$ 5.679). Indonesia mempunyai pendapatan per kapita sebesar US$ 3.832. Berdasarkan pendapatan per kapita Indonesia tersebut, maka Indonesia merupakan kelompok negara lower-middle income economies. (World Bank, 2014). Tabel 1.1 PDB, Populasi, dan Pendapatan per Kapita Negara ASEAN, 2015 PDB (US$ billion) Populasi Pendapatan Per Kapita (US$) ASEAN 2.395 625,1 3.832 Indonesia 863 251,5 3.460 Thailand 387 68,5 5.679 Malaysia 312 30,5 10.421 Singapore 298 5,5 55.183 100 90,6 51,4 0,4 15,3 6,6 2.707 1.909 888 39.679 1.037 1.548 Philippines 269 Vietnam 171 Myanmar 56 Brunei 16 Cambodia 16 Laos 10 Sumber: ASEAN Secretariat, IMF (2015) Negara yang merupakan kelompok negara lower-middle income economies memiliki ciri masyarakat kelas menengah dengan kemampuan daya beli tinggi. Dimana, masyarakat kelas menengah menginginkan barang dengan kualitas dan nilai tambah yang tinggi. Apabila 1 1 Indonesia mampu mencukupi permintaan barang dari masyarakat Indonesia sendiri, maka Indonesia memiliki potensi menjadi pasar yang kuat. Jika tidak, maka Indonesia akan menjadi pasar yang menarik bagi produk dari negara ASEAN lainnya. Tabel 1.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama, 2013-2015 Jenis Kegiatan Utama 1. Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 3. Tingkat Pengangguran Terbuka 4. Pekerja Tidak Penuh Setengah Penganggur Paruh Waktu Satuan Juta orang Juta orang Juta orang % % Juta orang Juta orang Juta orang 20131 20142 2015 Agustus Februari Agustus Februari Agustus 120,17 125,32 121,67 128,30 122,38 112,76 118,17 114,63 120,85 114,82 7,41 7,15 7,24 7,45 7,56 66,77 69,17 66,60 69,50 65,76 6,17 5,70 5,94 5,81 6,18 37,74 36,97 35,77 35,68 34,31 11,00 10,57 9,68 10,04 9,74 26,74 26,40 26,09 25,64 24,57 Catatan: 1 Tahun 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang proyeksi penduduk 2 Estimasi ketenagakerjaan sejak 2014 menggunakan penimbang hasil proyeksi penduduk Sumber: BPS (2005) Sebagai negara lower-middle income, Indonesia memiliki jumlah pengangguran yang besar dan terus mengalami peningkatan. Tabel 1.2 merupakn laporan Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) mengenai jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2015 adalah 7,56 juta jiwa, mengalami peningkatan sebesar 320.000 jiwa dibandingkan pada Agustus 2014 yakni 7,24 juta jiwa. Tingkat pengangguran terbuka didominasi oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12,65 persen, disusul Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 10,32 persen, Diploma 7,54 persen, Sarjana 6,40 persen, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 6,22 persen, dan Sekolah 2 2 Dasar (SD) ke bawah 2,74 persen. Tingginya pengangguran disebabkan oleh kurangnya daya serap tenaga kerja dari beberapa industri pada sektor formal. Permasalahan tersebut dapat teratasi dengan mengalihkan tenaga kerja pada sektor informal. Studi yang dilakukan Todaro (2000) mengatakan bahwa sektor informal pada umumnya ditandai beberapa karakteristik seperti bidang kegiatan produksi barang dan jasa sangat bervariasi, skala usaha kecil, unit produksi dimiliki perorangan atau keluarga, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya), dan teknologi yang digunakan relatif sederhana. Para pekerja yang menciptakan sendiri usahanya cenderung tidak memiliki pendidikan formal, tidak memiliki keterampilan khusus dan sangat minim modal kerja. Maka dari itu, usaha di Indonesia diwarnai dengan usaha di sektor informal, dalam hal ini usaha kecil dan menengah (UKM). Menurut Tambunan (2000), sektor industri kecil dan menengah merupakan sektor yang dapat berkontribusi secara nyata dalam penanggulangan masalah pengangguran dan masalah perekonomian. Terbukti pada krisis ekonomi di Indonesia yang terjadi pada tahun 1997-1998, dimana UKM merupakan satu-satunya sektor yang mampu bertahan. Adapun alasan yang menjadikan UKM mampu bertahan dan bahkan cenderung mengalami peningkatan jumlah unit pada masa krisis dikarenakan: a) sebagian besar UKM memproduksi barang dan jasa dengan elastisitas terhadap perndapatan terbilang rendah, b) sebagian besar UKM menggunakan modal sendiri dan tidak memperoleh modal dari bank. Sehingga ketika terjadi krisis yang menyebabkan keterpurukan sektor perbankan, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap UKM, c) ketika sektor formal memberhentikan pekerja pada saat krisis, sektor informal bertambah jumlahnya dikarenakan para pekerja yang diberhentikan melakukan kegiatan usaha skala kecil (Partomo dan Soejodono,2004). Dengan bukti ini, jelas bahwa UKM dapat dipertahankan dalam meningkatkan kekompetitifan pasar dan stabilisasi sistem ekonomi yang ada (Departemen Koperasi, 2008). 3 3 Kementrian Koperasi dan UKM mengatakan bahwa jumlah unit usaha kecil dan menengah (UKM) serta usaha besar (UB) sejak tahun 2009 s/d 2013, menunjukkan bahwa jumlah unit UKM memiliki proporsi hampir 100 persen dari jumlah keseluruhan unit UKM dan UB. Tabel 1.3 Jumlah Unit Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB), 2009-2013 2009 2010 2011 2012 2013 UKM 587,979 610,405 646,475 678,415 706,328 USAHA BESAR 4,676 5,150 4,952 4,968 5,066 Sumber: Diolah dari Kementrian Koperasi dan UKM (2013) Tabel 1.3 menunjukkan bahwa dari tahun 2009 hingga tahun 2013, UKM mengalami peningkatan jumlah unit. Sebaliknya jumlah unit UB tidak selalu mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya. Dimana pada tahun 2010 dan 2013, jumlah unit UB meningkat. Sedangkan pada tahun 2009, 2011, dan 2012, jumlah unit UB mengalami penurunan. Walaupun UKM memiliki jumlah unit yang sangat besar dibandingkan dengan UB, kontribusi UKM terhadap PDB baik atas dasar harga berlaku maupun konstan cenderung berada di bawah UB. Pada tahun 2009, kontribusi UKM terhadap PDB atas dasar harga berlaku dan konstan sebesar 34,54 persen dan 37,70 persen. Sebaliknya UB, pada tahun 2009 memiliki kontribusi pada PDB atas dasar harga berlaku dan konstan sebesar 65,46 persen dan 62,30 persen. Kontribusi UKM pada PDB atas dasar harga berlaku dan konstan tidak mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2010-2013. Total ekspor nonmigas dari UKM juga memiliki proporsi yang sangat kecil dibandingkan UB. Pada tahun 2009, total ekspor nonmigas dari UKM hanya 15,75 persen, dan 84,25 persen didominasi oleh UB. Total ekspor nonmigas dari UKM tidak mengalami 4 4 peningkatan yang terlihat hingga tahun 2013. Dimana total ekspor nonmigas UKM sebesar 14,50 persen, dan UB sebesar 85,50 persen. Sedangkan investasi atas dasar harga konstan pada UKM dan UB cenderung memiliki proporsi yang hampir sama sepanjang tahun 2009 hingga 2013. Pada tahun 2009, UKM memiliki investasi atas dasar harga konstan sebesar 44,87 pesen. Sedangkan UB memiliki investasi atas dasar harga konstan sebesar 55,13 persen. Walaupun investasi atas dasar harga konstan untuk UKM berada di bawah UB pada tahun 2009 hingga 2012. Akan tetapi pada tahun 2013, investasi atas dasar harga konstan untuk UKM meningkat melebihi UB, yakni 52,89 persen. Gambar 1.1 Perkembangan Data Kontribusi UKM dan UB, 2009-2013 (%) 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 UKM UB PDB ATAS DASAR HARGA KONSTAN UKM UB TOTAL EKSPOR NON MIGAS UKM UB INVESTASI ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2009 37.70 62.30 15.75 84.25 44.87 55.13 2010 37.59 62.41 14.53 85.47 43.69 56.31 2011 37.63 62.37 15.15 84.85 44.70 55.30 2012 38.09 61.91 12.94 87.06 47.42 52.58 2013 39.15 60.85 14.50 85.50 52.89 47.11 Sumber: Diolah dari Kementrian Koperasi dan UKM (2013) Peningkatan investasi atas dasar harga berlaku dan konstan pada UKM, menunjukkan bahwa sektor UKM merupakan sektor yang menarik bagi para investor. Tambunan (2000), mengatakan bahwa UKM Indonesia memiliki beberapa posisi strategis, antara lain: • Aspek permodalan, UKM tidak memerlukan modal yang besar sebagaimana perusahaan besar, sehingga pembentukan usaha tidak sesulit perusahaan besar. 5 5 • Aspek tenaga kerja, tenaga kerja yang diperlukan UKM tidak menuntut pendidikan formal, tetapi lebih pada pengalaman (learning by doing) yang terkait dengan faktor historis (path dependence) • Aspek lokasi, sebagian besar industri kecil berlokasi di pedesaan dan tidak memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar. • Aspek ketahanan, peranan industri kecil telah terbukti bahwa industri kecil memiliki ketahanan yang kaut ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi. Meskipun UKM memiliki beberapa posisi strategis, tetapi masih terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi oleh UKM. Dimana permasalahan utama yang dihadapi adalah keterbatasan modal dan kesulitan dalam melakukan pemasaran. Tidak hanya itu, peraturan pemerintah dan birokrasi yang tidak tepat terkadang dapat mempersulit pertumbuhan UKM bahkan mematikan UKM, dan masih banyak permasalahan lainnya. Pada era hiper kompetisi seperti sekarang, yakni persaingan tidak hanya antar perusahaan domestik tetapi juga dengan perusahaan dari luar negeri, UKM perlu meningkatkan keunggulan kompetitif yang dimiliki agar mampu bersaing. Porter (1985) mendefinisikan daya saing sebagai suatu implementasi dari strategi penciptaan nilai yang dilakukan oleh perusahaan dan tidak mudah ditiru oleh pesaing. Strategi untuk meningkatkan daya saing UKM secara keseluruhan dapat dikembangkan apabila UKM mampu memahami keunggulan kompetitif yang dimiliki. Analisis kinerja dianggap dapat membantu perusahaan dalam suatu industri untuk mengetahui keunggulan kompetitif yang dimiliki. Setiap dimensi kinerja diukur melalui cara yang berbeda dan menunjukkan frekuensi yang berbeda (Murphy et al., 1996). Tambunan (2009), menjelaskan bahwa kinerja UKM di indonesia umumnya diukur dengan pendapatan penjualan, pertumbuhan ekonomi, dan kapasitas finansial. Analisis kinerja yang dilakukan membantu UKM untuk mengetahui keunggulan kompetitif agar mampu menjadi daya saing dalam industri. Pencapaian keunggulan kompetitif yang optimal akan 6 6 didapatkan jika UKM mampu mengembangkan dirinya ke dalam kluster. Kluster dapat dikatakan sebagai salah satu indikator utama dalam meningkatkan daya saing UKM, karena memiliki potensi dalam memfasilitasi pengembangan yang berorientasi pasar. Selain itu, adanya pembentukan kluster memudahkan setiap unit UKM yang berada di dalamnya untuk memperoleh supplier ataupun pembeli. Anderson (1994) mendefinisikan kluster industri sebagai kelompok perusahaan yang mengandalkan sekumpulan hubungan aktif antar unit untuk efisiensi dan daya saing. Pembentukan kluster terjadi jika terdapat konsentrasi geografis antar UKM dengan karakteristik yang serupa, sehingga memperbesar akses UKM terhadap supplier dan juga pembeli. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melakukan analisis kinerja dari UKM di Indonesia. Agar UKM dapat mengetahui keunggulan kompetitif yang dimiliki sehingga mampu bersaing dengan UKM lainnya. Selain itu, penelitian ini akan melakukan analisis terhadap konsentrasi geografis dari UKM di Indonesia. Sehingga nantinya, UKM mampu mengembangkan daya saing yang dimiliki secara lebih optimal. 1.2. RUMUSAN MASALAH Pertumbuhan jumlah unit sektor UKM di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, akan tetapi tidak diiringi oleh peningkatan pendapatan dari sektor UKM itu sendiri. Penelitian ini akan mencoba menganalisis permasalahan yang menitikberatkan sejauh mana faktor-faktor tertentu mempengaruhi kinerja dari sektor UKM di Indonesia, yang dalam hal ini dilihat dari tiga indikator kinerja yakni jumlah unit, jumlah tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja. 7 7 1.3. PERTANYAAN PENELITIAN Berdasarkan hal tersebut maka pertanyaan penelitian yang akan dijawab oleh studi ini adalah: 1. Bagaimanakah kinerja sektor UKM di Indonesia pada tahun 2006 berdasarkan indikator produktivitas tenaga kerja? 2. Di mana sebaran lokasi UKM di Indonesia menurut jumlah unit dan jumlah tenaga kerja serta omset usaha? 3. Bagaimanakah hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pada sektor UKM di Indonesia? 1.4. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian pada dasarnya adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah menjadi perumusahan masalah, yakni: o Melakukan analisis kinerja sektor UKM di Indonesia pada tahun 2006 berdasarkan indikator produktivitas tenaga kerja. o Mengidentifikasi sebaran lokasi UKM pada tiap provinsi di Indonesia menurut jumlah unit dan jumlah tenaga kerja serta omset usaha. o Melakukan analisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja UKM di Indonesia. 1.5. MANFAAT PENELITIAN Manfaat atau kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian: o Memberikan informasi mengenai kinerja dan faktor-faktor yang mempengaruhi sektor UKM di Indonesia. o Memberikan informasi mengenai sebaran lokasi sektor UKM di Indonesia menurut jumlah unit dan jumlah tenaga kerja serta omset usaha. 8 8 o Informasi yang dihasilkan dari penelitian dapat digunakan untuk menyusun strategi dalam pengembangan UKM di Indonesia. 1.6. SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini terdiri dari lima bagian, dengan susunan atau sistematika penulisan sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Pendahuluan menjelaskan latar belakang permasalahan, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistem penulisan. BAB 2 SURVEI LITERATUR Survei literatur menjelaskan teori yang mendasari penelitian ini, dilengkapi dengan studi empiris yang menjelaskan hasil temuan penelitian sebelumnya. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian menjelaskan jenis data, ruang lingkup permasalahan dan alat analisis yang dipakai dalam penelitian. BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas hasil temuan penelitian. Hasil temuan penelitian adalah jawaban atas seluruh pertanyaan penelitian yang telah disebutkan dalam rumusan permasalahan. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan yang berisikan atas kesimpulan dan saran. 9 9