PENGARUH KONDISI SOSIAL EKONOMI ORANG TUA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR ANAK Fatimah Djafar IAIN Sultan Amai Gorontalo ABSTRAK Tingkat sosial ekonomi orang tua berpengaruh terhadap motivasi belajar anaknya di sekolah, sebab segala kebutuhan anak yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan sekolah sangat tergantung dari kondisi sosial ekonomi yang dimiliki orang tuanya. Orang tua yang mempunyai pendapatan cukup atau tinggi pada umumnya akan lebih mudah memenuhi segala kebutuhan sekolah dan keperluan lain, sehingga anak akan termotivasi dalam belajar, demikian sebaliknya. Oleh karena itu, tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak.. Kata Kunci: Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua, Motivasi Belajar. A. PENDAHULUAN Belajar merupakan perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, oleh karena itu selama menjalani proses belajar, anak menghadapi berbagai macam problematika baik yang bersifat fisik maupun psikis yang membawanya ke dalam suatu kesulitan belajar, sehingga mengakibatkan lemahnya semangat, prestasi menurun, atau hal-hal lain yang merugikannya. Maka dalam keadaan seperti ini eksistensi orang tua sangat penting dalam mengatasi kesulitan-kesulitan anaknya, terutama dalam meningkatkan motivasi belajar dan melatih anak untuk mencari solusi dan mengatasi masalah belajarnya secara mandiri. Dalam hal ini peranan orang tua untuk membimbing dan memotivasi anak, akan sangat berperan untuk kesuksesan prestasi belajar anak. Perhatian orang tua pada aktivitas belajar anak dengan segala yang berhubungan dengannya, dapat memberikan motivasi belajar yang tinggi dan memunculkan simpati anak kepada orang tua yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri anak. Perhatian orang tua sesungguhnya merupakan investasi kepada anak dalam meningkatkan minat belajarnya, dan membantu memaksimalkan perkembangan kepribadian serta prestasi belajar. Perhatian yang cukup dan perlakukan orang tua yang bijaksana terhadap anak, akan berdampak pada kemampuan pengembangan potensi diri anak yang melahirkan motivasi belajar yang tinggi dan kemampuan berkonsentrasi dalam aktivitas belajarnya yang akhirnya berpengaruh kepada pencapaian prestasi yang maksimal. Motivasi dalam kegiatan belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang menimbulkan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh individu dapat tercapai. Anak yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan dapat meluangkan waktu belajar lebih banyak dan lebih tekun daripada yang kurang memiliki atau sama sekali tidak memiliki motivasi belajar. Lahirnya kesadaran orang tua untuk bertanggung jawab mencerdaskan anaknya secara langsung semua orang tua hanya pasif bisa menjadi aktif memberikan dorongan kepada anaknya untuk belajar lebih giat lagi. Orang tua yang sadar dengan tanggung jawab tersebut akan lebih arif dalam menyediakan lingkungan yang mendukung dalam proses belajar anaknya. Salah satu hasil penelitian yang membuktikan tentang peran orang tua sebagai faktor utama dalam meningkatkan motivasi belajar anaknya antara lain penelitian yang dilakukan oleh Bloom yang menunjukkan bahwa “Dorongan orang tua merupakan hal yang utama di dalam mengarahkan (goal) atau cita-cita anak”. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan perannya orang tua hendaknya: 1) mengenali kemampuan anak, jangan menuntut anak melebihi kemampuannya, 2) jangan membandingbandingkan anak dengan kakak atau adiknya, sebab setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda, 3) menerima anak dengan segala kelebihan dan kekurangannya, 4) membantu anak mengatasi masalahnya, 5) tingkatkan semangat belajar anak, misalnya memberi pujian, pelukan, belaian, atau ciuman, 6) jangan mencela anak dengan kata-kata yang menyakitkan, misalnya mencela dengan katakata “bodoh”, “tolol”, “otak udang”, anak yang sering mendapat cap seperti itu pada akhirnya akan mempunyai pandangan bahwa dirinya memang bodoh dan tolol, 7) mendidik adalah tanggung jawab bersama, maksudnya ayah dan ibu mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mendidik anak, 8) senantiasa berdoa agar anak mendapat hasil 1 terbaik. Sebenarnya kalau kita melihat peran orang tua dalam meningkatkan motivasi belajar anaknya, sampai saat ini masih sangat kurang, terutama orang tua yang sibuk dengan aktivitasnya. Orang tua 1 Reni, Akbar & Hawadi. Psikologi Perkembangan Anak. (Jakarta: Grasindo, 2001), h.96 1 bertanggung jawab menyediakan biaya untuk kebutuhan pendidikan anak. Orang tua yang kondisi sosial ekonominya tinggi tidak akan banyak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sekolah anaknya, berbeda dengan orang tua yang kondisi sosial ekonominya rendah. Contohnya: anak dalam belajar akan sangat memerlukan sarana penunjang belajarnya, yang kadang-kadang harganya mahal. Bila kebutuhannya tidak terpenuhi, maka hal ini akan menjadi penghambat bagi anak dalam pembelajaran. Orang tua dengan penghasilan yang tinggi akan mampu memenuhi berbagai macam sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua, semakin berkualitas perhatian yang diberikan kepada anaknya, semakin sibuk orang tua dalam pekerjaan, semakin sedikit perhatian yang diberikan kepada anaknya”. Semakin banyak penghasilan orang tua, semakin mudah memenuhi kebutuhan prasarana dan sarana belajar anaknya. Sementara anak yang berlatar belakang ekonomi rendah, kurang mendapat bimbingan dan pengarahan yang cukup dari orang tua mereka, karena orang tua lebih memusatkan perhatiannya pada bagaimana untuk memenuhi 2 kebutuhan sehari-hari. Kondisi sosial ekonomi orang tua tentulah berpengaruh terhadap peningkatan motivasi belajar anaknya, apabila diperhatikan bahwa dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak di keluarganya itu lebih luas, ia akan mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak ada prasarananya”. Hubungan sosial dengan keluarganya pun berlainan coraknya. Apabila orang tuanya hidup dalam status sosial yang serba cukup dan kurang mengalami tekanan fundamental seperti hal memperoleh nafkah yang memadai, orang tuanya dapat mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia tidak disulitkan perkara-perkara memenuhi kebutuhan primer kehidupan manusia. Dengan keadaan ekonomi yang serba cukup, segala keperluan mengenai pendidikan anaknya juga akan dapat tercukupi seperti penyediaan sarana dan prasarana belajar, pembayaran biaya pendidikan dan tercukupinya berbagai kegiatan yang menunjang 3 pendidikan seperti kursus dan les tambahan. Anak yang hidup dalam lingkungan keluarga dengan penghasilan orang tua yang tinggi, dia akan dengan mudah mendapatkan sarana dan prasarana dalam belajar, sehingga kegiatan belajar akan dapat berjalan maksimal. Hal ini berkebalikan dengan anak yang hidup dalam keluarga dengan penghasilan yang sedikit, maka kebutuhan akan sarana 2 Hartinah, DS. Perkembangan Anak. (Bandung: Refika Aditama, 2008), h.21 3 Gerungan, E.A. Psikologi Sosial. (Bandung: Eresco, 2004), h.196 2 prasarana akan terkalahkan oleh kebutuhan lain yang lebih esensial. Anak yang hidup dalam lingkungan sosial ekonomi yang memadai idealnya dapat melakukan kegiatan belajar dengan maksimal, sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang baik. Hal ini berlaku sebaliknya bahwa anak yang hidup dalam kondisi sosial ekonomi kurang memadai ia tidak bisa melakukan kegiatan belajar dengan maksimal yang pada akhirnya berpengaruh terhadap prestasi belajarnya yang kurang baik. Keadaan yang demikian terjadi juga di SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo, di mana sekolah ini menampung anak didik dari berbagai macam latar belakang ekonomi orang tua yang berbeda. Keragaman latar belakang ekonomi orang tua tersebut dapat berpengaruh pula pada kemampuan membiayai kepada anak-anaknya, sehingga kondisi sosial ekonomi orang tua merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan anak. Berdasarkan pengamatan peneliti pada anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme sebagian besar mereka berasal dari keluarga golongan menengah ke bawah. Sebagian besar pekerjaan orang tua anak didik adalah petani dan buruh swasta. Pendidikan orang tua mereka mayoritas adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dalam studi pendahuluan yang peneliti lakukan terhadap 10 Keluarga dengan kondisi sosial ekonomi tinggi didapatkan data bahwa dari 10 KK tersebut hanya 3 KK yang memiliki anak dengan prestasi yang baik (rangking 10 besar), sedangkan 7 KK lainnya memiliki anak dengan prestasi yang kurang baik, bahkan ada 1 KK yang anaknya pernah tinggal kelas. Sementara dari 10 keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah, terdapat 5 KK yang anaknya memiliki prestasi yang baik, 5 KK yang memiliki prestasi kurang baik. Dari data di atas, menunjukkan bahwa anak didik yang bersekolah di SMA Negeri 1 Bongomeme berasal dari kondisi sosial ekonomi orang tua yang berbeda seperti: tingkat pendidikan, pendapatan, kekayaan yang dimiliki dan tempat tinggal. Keragaman kondisi sosial ekonomi orang tua merupakan salah satu faktor yang menentukan motivasi belajar anak di sekolah, sebab segala kebutuhan yang berkenaan dengan pendidikan akan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi orang tua, sehingga memotivasi penulis untuk mengkaji permasalahan ini. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah yang dibahas sebagai berikut: “Apakah terdapat pengaruh antara kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak khususnya anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo ?”. B. KAJIAN TEORETIS HIPOTESIS DAN PENGAJUAN 1. Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu merupakan hasil dari sebuah perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anakanaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Orang tua terdiri dari orang yang mempunyai ikatan darah, perkawinan yaitu ayah, ibu dan anak”. Untuk itu orang tua harus mempunyai cara-cara untuk memacu kreativitas pendidikan anak diantaranya, yaitu: orang tua harus dapat mengatur suasana emosional dalam keluarga agar dapat merangsang anak untuk belajar dan mengembangkan kemampuan kecerdasannya yang sedang 4 tumbuh. Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan mempunyai pengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak-anak antara lain: (1) menerima (acceptance), yaitu situasi hubungan di mana orang tua menerima anaknya dengan baik. Sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hangat dan rasa aman bagi anak; (2) menghukum dan disiplin berlebihan, dalam pola hubungan ini, orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang ditanamkan orang tua terlalu kaku; (3) memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan; (4) penolakan, yaitu pola hubungan di mana orang tua menolak kehadiran anaknya”. Adanya sikap penolakan ini dapat menimbulkan hambatan bagi 5 anak tersebut dalam berprestasi. Kondisi sosial ekonomi dari tiap-tiap orang tua dalam keluarga berbeda satu sama lain. Hal ini ditentukan oleh keadaan di dalam keluarga tersebut (misalnya; jumlah anggota keluarga, komunikasi yang terjalin di dalam keluarga, perhatian dari orang tua terhadap anak, dan hubungan keluarga dengan masyarakat sekitar). Dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, orang tua akan terlibat dengan masalah ekonomi. Dapat dan tidaknya orang tua memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tergantung pada kondisi ekonomi yang ada di dalam keluarganya. Hal ini memberikan pengertian bahwa manusia saling berhubungan satu dengan lainnya (makhluk sosial) yang merupakan bagian dari masyarakat dan mempunyai arti serta peranan dalam kehidupan ekonomi. Ilmu Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana usahausaha yang dilakukan oleh manusia untuk dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup yang tidak terbatas dihadapkan pada alat pemuas kebutuhan yang terbatas guna mencapai kemakmuran”. Kondisi ekonomi orang tua adalah Kenyataan yang terlihat atau terasakan oleh indera manusia tentang keadaan orang tua dan kemampuan orang tua dalam memenuhi kebutu6 hannya . Dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan ekonomi keluarga yang utama adalah usaha keluarga untuk dapat memenuhi kebutuhan, sehingga dapat mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Pemenuhan tersebut harus dilakukan dalam keadaan sumber-sumber yang dimiliki terbatas dihadapkan dengan kebutuhan yang alternatif. Kondisi ekonomi orang tua dalam kehidupan sehari-hari tergantung pada dua hal yang saling berhubungan yaitu adanya kebutuhan keluarga yang tidak terbatas baik jumlah maupun kualitasnya dan jumlah sumber-sumber yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tingkat ekonomi keluarga tergantung juga dari jenis pekerjaan orang tua dan penghasilan yang diterima oleh keluarga. Seseorang yang berprofesi sebagai dokter akan memiliki penghasilan yang berbeda dengan seseorang yang bekerja sebagai buruh. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukan oleh Soelaiman yang menyatakan bahwa “Dilihat dari segi ekonomi dalam masyarakat terdapat 3 (tiga) lapisan masyarakat yaitu: 1) Lapisan ekonomi mampu/kaya yaitu lapisan masyarakat yang tergolong lapisan ekonomi mampu/kaya ini mempunyai pendapatan yang tinggi, sehingga mereka dapat hidup layak. Contoh pekerjaan yang tergolong dalam ekonomi mampu/kaya adalah pejabat pemerintah setempat, dokter, insinyur dan kelompok profesional lain; 2) Lapisan ekonomi menengah, lapisan masyarakat yang tergolong lapisan ekonomi menengah ini mempunyai pendapatan yang dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Contoh pekerjaan yang tergolong ekonomi menengah adalah pedagang dan pegawai negeri; 3) Lapisan ekonomi miskin, lapisan masyarakat yang tergolong lapisan ekonomi miskin ini memiliki pendapatan yang minim. Contoh pekerjaan yang tergolong ekonomi miskin ini adalah buruh tani, buruh bangunan, buruh pabrik dan buruhburuh yang sejenis yang tidak tetap”. Oleh karena itu semakin tinggi kehidupan ekonomi orang tua, maka semakin tinggi pula status sosialnya dalam 7 masyarakat. Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan di tempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah. 6 4 Suryadi. Kiat Jitu Dalam Mendidik Anak (Berbagai Masalah Pendidikan dan Psikologi). (Jakarta: Edsa Mahkota, 2006), h.59 5 Hartinah, DS. Perkembangan Anak. (Bandung: Refika Aditama, 2008), h.193 Mardan, Usman, Dkk. Ekonomi SMU. (Jakarta: Aries Lima, 1994), h.1 7 Linton, Ralph. Status Sosial & Kelas SosialStratifikasi/ Diferensiasi Dalam Masyarakat. (http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-status-sosialkelas-sosial-stratifikasi-diferensiasi-dalam-masyarakat. Diakses: 3 Pebruari 2013), h.9 3 Kondisi sosial berarti keadaan yang berkenaan dengan kemasyarakatan yang selalu mengalami perubahan-perubahan melalui proses sosial. Proses sosial terjadi karena adanya interaksi sosial. Interaksi sosial diartikan sebagai hubunganhubungan timbal balik yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang secara perseorangan, antara kelompok manusia maupun 8 antara orang dengan kelompok-kelompok manusia. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia”. Di dalam keluarga interaksi sosial didasarkan atas rasa kasih sayang antara anggota keluarga, yang diwujudkan dengan memperhatikan orang lain, belajar bekerja sama dan bantu membantu. Interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi dua syarat, yaitu: (1) Adanya kontak 9 sosial; (2) komunikasi. Kondisi sosial keluarga akan diwarnai oleh bagaimana interaksi sosial yang terjadi diantara anggota keluarga dan interaksi sosial dengan masyarakat lingkungannya. Interaksi sosial di dalam keluarga biasanya didasarkan atas rasa kasih sayang dan tanggung jawab yang diwujudkan dengan memperhatikan orang lain, bekerja sama, saling membantu dan saling memperdulikan termasuk terhadap masa depan anggota keluarga. Interaksi orang tua tehadap anak-anaknya biasanya juga dilandasi hal-hal tersebut diatas termasuk peduli terhadap masa depan pendidikan anaknya. Kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak apabila di aplikasikan secara tepat akan mendorong anak untuk berprestasi dalam pendidikannya, sehingga dapat memiliki bekal yang memadai untuk melanjutkan pendidikannya sampai pada jenjang yang tertinggi. Berdasarkan ketiga pendapat para ahli tersebut, maka kondisi sosial keluarga meliputi keadaan keluarga, interaksi antar anggota keluarga, kebudayaan/adat istiadat yang berlaku di masyarakat serta lingkungan di mana keluarga tersebut berada. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pengertian keadaan sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan pemilikan kekayaan atau fasilitas serta jenis tempat tinggal. Keadaan sosial ekonomi keluarga tentulah mempunyai peranan terhadap perkembangan anak apabila kita fikirkan bahwa keadaan perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi dalam keluarganya lebih luas, ia dapat lebih luas memperkembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak di dapat apabila tidak adaya alat-alatnya”. 8 Abdulsyani. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.152 Hubungan sosial dengan keluarganyapun berlainan coraknya, apabila keluarganya hidup dalam status sosial yang serba cukup dan kurang mengalami tekanan fundamental seperti hal memperoleh nafkah yang memadai, keluarganya dapat mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia tidak disulitkan perkara-perkara memenuhi kebutuhan primer kehidupan manusia. Dengan kondisi ekonomi yang serba cukup, segala keperluan mengenai pendidikan anaknya juga akan dapat tercukupi seperti: penyediaan sarana dan prasarana belajar, pembayaran biaya pendidikan dan tercukupinya berbagai kegiatan yang menunjang pendidikan seperti kursus dan les tambahan. Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya kondisi sosial ekonomi orang tua di masyarakat, diantaranya tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, kondisi lingkungan tempat tinggal, pemilikan kekayaan, dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya. Dalam hal ini uraiannya dibatasi 4 (empat) faktor yang menentukan yaitu tingkat pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan kekayaan, dan jenis tempat tinggal. a. Tingkat Pendidikan Pendidikan orang tua kaitannya dengan motivasi belajar anaknya. Taraf pendidikan orang tua yang baik, akan mempengaruhi arah orientasi dan tujuan pendidikan bagi anak-anaknya”. Dengan demikian pendidikan yang baik, kemampuan orang tua membimbing anak semakin baik, artinya jelas berorientasi pada masa depan anak yang lebih baik 10 untuk berprestasi. Dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat pendidikan orang tua selain dilihat dari jenjangnya juga dapat dilihat dari tahun sukses atau lamanya orang tua sekolah. Semakin lama orang tua bersekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikannya. Contohnya, orang tua yang hanya sekolah 6 tahun berarti hanya sekolah sampai SD berbeda dengan orang yang sekolahnya sampai 12 tahun berarti lulusan SMA. Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh orang tua berpengaruh pada kelanjutan sekolah anak mereka. Orang tua yang memiliki pendidikan yang tinggi mempunyai dorongan atau motivasi yang besar untuk menyekolahkan anak mereka. b. Pendapatan Orang tua dengan penghasilan yang tinggi akan mampu memenuhi berbagai macam sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua semakin berkualitas perhatian yang diberikan kepada anaknya, semakin sibuk orang tua dalam pekerjaan semakin sedikit perhatian yang diberikan kepada anaknya. Semakin banyak penghasilan orang tua semakin mudah memenuhi kebutuhan prasarana 9 Soerjono, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta:Rajawali Press, 2002), h.61 4 10 Hartinah, DS. op.cit.,h.146 dan sarana belajar anaknya. Dengan demikian, anak yang hidup dalam lingkungan keluarga dengan penghasilan orang tua yang tinggi, dia dengan mudah mendapatkan sarana dan prasarana dalam belajar, sehingga kegiatan belajar akan dapat berjalan maksimal. Hal ini berkebalikan dengan anak yang hidup dalam keluarga dengan penghasilan yang sedikit, maka kebutuhan akan sarana prasarana akan terkalahkan oleh kebutuhan lain yang lebih esensial. Tingkat ekonomi masyarakat disesuaikan dengan pendapatan dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan yaitu: 1) Ekonomi tinggi, golongan yang berpenghasilan tinggi adalah golongan yang mempunyai penghasilan atas pekerjaannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan esensial yang sedapat mungkin harus dipenuhi. Kebutuhan esensial ini seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, partisipasi, transportasi, perawatan pribadi dan rekreasi. 2) Ekonomi sedang/ menengah, golongan berpenghasilan sedang sudah dekat dengan golongan yang berpenghasilan tinggi. Ini berarti golongan yang berpenghasilan ekonomi sedang cenderung masih dapat menyi-sihkan hasil kerjanya untuk kebutuhan lain yang sifatnya tidak esensial. 3) Ekonomi rendah adalah golongan miskin yang memperoleh pendapatannya sebagai imbalan atas pekerjaanya yang jumlahnya sangat sedikit apabila dibandingkan pemenuhan kebutuhan pokoknya. Kebutuhan esensial tidak dapat terpenuhi 11 maksimal”. Berdasarkan jenisnya, Biro Pusat Statistik membedakan pendapatan menjadi dua yaitu sebagai berikut: a. Pendapatan Berupa Barang Pendapatan berupa barang merupakan segala penghasilan yang bersifat regular dan biasa, akan tetapi tidak selalu berupa balas jasa dan diterimakan dalam bentuk barang atau jasa. Barang dan jasa yang diterima/diperoleh dinilai dengan harga pasar sekalipun tidak di imbangi ataupun disertai transaksi uang oleh yang menikmati barang dan jasa tersebut. Demikian juga penerimaan barang secara cuma-cuma, pembelian barang dan jasa dengan harta subsidi atau reduksi dari majikan merupakan pendapatan berupa barang. b. Pendapatan Berupa Uang Berdasarkan bidang kegiatannya, pendapatan meliputi pendapatan sektor formal dan pendapatan sektor informal. Pendapatan sektor formal adalah segala penghasilan baik berupa barang atau uang yang bersifat regular dan diterimakan biasanya balas jasa di sektor formal yang terdiri dari pendapatan berupa uang, meliputi: gaji, upah dan hasil infestasi dan pendapatan berupa barang-barang meliputi: beras, pengobatan, transportasi, perumahan, maupun yang berupa rekreasi. 11 Pendapatan sektor informal adalah segala penghasilan baik berupa barang maupun uang yang diterima sebagai balas jasa di sektor informal yang terdiri dari pendapatan dari hasil infestasi, pendapatan yang diperoleh dari keuntungan sosial, dan pendapatan dari usaha sendiri, yaitu hasil bersih usaha yang dilakukan sendiri, komisi dan penjualan dari hasil kerajinan rumah. Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan pendapatan orang tua adalah penghasilan berupa uang yang diterima sebagai balas jasa dari kegiatan baik dari sektor formal dan informal selama satu bulan dalam satuan rupiah. Besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk akan berbeda antara yang satu dengan yang lain, hal ini karena dipengaruhi oleh keadaan penduduk sendiri dalam melakukan berbagai macam kegiatan sehari-hari. Pendapatan yang diterima oleh penduduk akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimilikinya. Dengan pendidikan yang tinggi mereka akan dapat memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik disertai pendapatan yang lebih besar. Sedangkan bagi penduduk yang berpendidikan rendah akan mendapat pekerjaan dengan pendapatan yang kecil. Dalam penelitian ini pendapatan yang diterima penduduk dapat digolongkan berdasarkan 4 golongan yaitu: (a) Golongan penduduk berpendapatan rendah, yaitu penduduk yang berpendapatan < Rp.500.000 perbulan; (b) Golongan penduduk berpendapat cukup tinggi, yaitu penduduk yang berpendapatan rata-rata antara Rp. 500.000Rp.750.000 perbulan; (c) Golongan penduduk berpendapat tinggi, yaitu penduduk yang berpendapatan rata-rata antara Rp.750.000 - < Rp.1.000.000 perbulan; (d) Golongan penduduk berpen-dapatan sangat tinggi yaitu penduduk dengan pendapatan rata-rata >Rp.1.000.000. c. Pemilikan Kekayaan atau Fasilitas. Pemilikan kekayaan atau fasilitas adalah kekayaan dalam bentuk barang-barang di mana masih bermanfaat dalam menunjang kehidupan ekonominya. Fasilitas atau kekayaan itu antara lain: barang-barang berharga dan jenis kenderaan pribadi. Barang-barang yang berharga tersebut antara lain: tanah, sawah, rumah dan lain-lain. Barang-barang tersebut bisa digunakan untuk membiayai pendidikan anak. Semakin banyak kepemilikan harta yang bernilai ekonomi dimiliki orang tua, maka akan semakin luas kesempatan orang tua untuk dapat menyekolahkan anakanaknya, dan orang tua dapat mencukupi semua fasilitas belajar anak, sehingga dapat memotivasi anak untuk berprestasi. Sementara kendaraan pribadi dapat digunakan sebagai alat ukur tinggi rendahnya tingkat sosial ekonomi orang tua. Misalnya: orang yang mempunyai mobil akan merasa lebih tinggi tingkat sosial ekonominya dari pada orang yang mempunyai sepeda motor. Linton, Ralph. op.cit.,h.15 5 d. Jenis Tempat Tinggal Lingkungan tempat tinggal sangat mempengaruhi kegiatan belajar anak. Anak-anak yang tinggal di daerah kumuh akan ikut terbawa pada kondisi yang tidak mementingkan kegiatan belajar. Jumlah masyarakatnya yang banyak dan biasanya terdiri dari lapisan masyarakat yang tidak berpendidikan menimbulkan suasana yang riuh dan tidak beraturan. Situasi yang demikian tidak memungkinkan anak-anak bisa belajar dengan baik bahkan biasanya anak akan terpengaruh pada situasi yang demikian. Mereka akan bermain riuh bersama-sama tanpa aturan dan jauh dari kedisiplinan. Pada masyarakat yang bertempat tinggal di lingkungan yang lebih baik, masyarakatnya pun tertata pada sosial ekonomi yang sebanding dan memiliki tingkat pendidikan yang jauh lebih baik. Pada lingkungan tempat tinggal ini, biasanya keluarga membuat aturan-aturan tertentu yang membentuk sebuah kedisiplinan, misalnya; kapan anak harus bermain bersama lingkungannya dan kapan anak harus belajar di rumah. Menurut Kaare Svalatoga dalam Aryana untuk mengukur tingkat sosial ekonomi seseorang dari rumahnya, dapat dilihat dari: 1) Status rumah yang di tempati, bisa rumah sendiri, rumah dinas, menyewa, menumpang pada saudara atau ikut orang lain; 2) Kondisi fisik bangunan, dapat berupa rumah permanen, kayu dan bambu. Keluarga yang keadaan sosial ekonominya tinggi, pada umumnya menempati rumah permanen, sedangkan keluarga yang keadaan sosial ekonominya menengah ke bawah menggunakan semi permanen atau tidak permanen; 3) Besarnya rumah yang di tempati, semakin luas rumah yang di tempati pada umumnya semakin tinggi tingkat sosial ekonominya. Rumah dapat mewujudkan suatu tingkat sosial ekonomi bagi keluarga yang menempati. Apabila rumah tersebut berbeda dalam hal ukuran dan kualitas rumah. Rumah yang dengan ukuran besar, permanen dan milik pribadi dapat menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonominya tinggi berbeda dengan rumah yang kecil, semi permanen dan menyewa menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonominya rendah. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan kondisi sosial ekonomi dalam tulisan ini adalah keadaan atau latar belakang dari suatu keluarga yang berkaitan dengan pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga. 2. Motivasi Belajar Anak Motivasi adalah suatu proses pengembangan dan mengarahkan perilaku individu atau kelompok agar menghasilkan keluaran yang diharapkan sesuai dengan sasaran atau tujuan”. Pengertian ini mengandung 3 (tiga) elemen penting yaitu : (1) motivasi itu mengawali terjadinya penambahan energi pada diri setiap individu manusia; (2) motivasi ditandai dengan munculnya 6 rasa ”feeling” afeksi seseorang; (3) motivasi akan 12 dirancang karena adanya tujuan. Motivasi sangat penting dalam belajar, di mana setiap individu mempunyai kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Setiap kebutuhan atau keinginan perlu memperoleh pemenuhan. Dalam batas tertentu upaya memenuhi kebutuhan itu seringkali merupakan tujuan, jadi bila tujuan tercapai, maka kebutuhan atau keinginan terpenuhi. Sedangkan dorongan untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan itu sendiri merupakan motivasi, agar supaya belajar dapat mencapai hasil harus ada motivasi. Dalam hubungannya motivasi dengan proses belajar, menurut teori Maslow dapat digunakan sebagai pegangan untuk melihat dan mengerti mengapa: 1) anak yang lapar, sakit atau kondisi fisiknya tidak baik, tidak memiliki motivasi untuk belajar; 2) anak lebih senang belajar dalam suasana yang menyenangkan; 3) anak yang merasa senang, diterima oleh teman atau kelompoknya akan memiliki motivasi belajar yang lebih dibanding dengan anak yang di abaikan atau dikucilkan; 4) keinginan anak untuk mengetahui dan memahami sesuatu tidak 13 selalu sama. Motivasi belajar juga merupakan kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan diri secara optimal, sehingga mampu berbuat yang lebih baik, berprestasi dan kreatif. Motivasi belajar adalah suatu dorongan internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang (individu) untuk bertindak atau berbuat mencapai tujuan, sehingga perubahan tingkah laku pada diri anak diharapkan terjadi. Jadi “Motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong anak untuk belajar dengan senang dan belajar secara sungguh-sungguh, yang pada gilirannya akan terbentuk cara belajar anak yang sistematis, penuh konsentrasi dan dapat menyeleksi kegiatan14 kegiatannya.” Adapun yang dimaksud dengan motivasi belajar dalam tulisan ini adalah keseluruhan daya penggerak yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar yang diharapkan dapat tercapai, dengan aspek yang diteliti mencakup: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Indikator untuk mengukur motivasi instrinsik dilihat dari aspek sebagai berikut: (1) kebutuhan; (2) peningkatan pengetahuan; dan (3) cita-cita terdiri dari indikator: keinginan belajar, senang mengikuti pelajaran, mengerjakan dan menyelesaikan tugas tepat waktu, memiliki kemandirian dalam mengerjakan tugas belajar, tekun dan mampu mendisiplinkan diri secara aktif dalam belajar, mengembangkan bakat dengan 12 Sardiman, A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. (Jakarta: Grafindo Persada, 2008), h.82 13 Siagian, P. Sondang. 2005. Teori Motivasi dan Aplikasinya. (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h.115 14 Nashar. Peranan Motivasi dan Kemampuan awal dalam kegiatan Pembelajaran. (Jakarta: Delia Press, 2004), h.42 segala tenaga, waktu dan kemampuan dan adanya inisiatif dan tanggung jawab yang tinggi untuk meningkatkan pengetahuan. Sementara motivasi ekstrinsik di nilai dari aspek: (1) Sarana belajar; (2) Lingkungan sekitar; (3) Orang tua, dengan indikator yang diteliti mencakup: ingin mendapat perhatian; ingin mendapat pujian; ingin mendapat penghargaan dari orang tua. 3. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak Setiap anak akan berhasil belajarnya di sekolah kalau dalam dirinya ada kemauan untuk belajar, keinginan atau dorongan inilah yang disebut dengan motivasi. Motivasi adalah dorongan mental yang menggerakkan, mengarahkan sikap dan pelaku individu dalam belajar. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi motivasi belajar anak adalah orang tua”. Orang tua merupakan pendidik yang utama dan pertama yang menanamkan pada diri anak, khususnya dalam pemberian motivasi orang tua sangat berpengaruh, karena ada kecenderungan pada diri anak itu untuk mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang tuanya jika di bandingkan dengan apa yang dikatakan oleh orang lain. Dengan demikian bahwa orang tua bertugas untuk memperkuat motivasi belajar anak, sehingga dapat 15 berprestasi. Hubungan orang tua dan anak yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian yang disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukumanhukuman, dengan tujuan memajukan prestasi belajar anak. Begitu juga sikap yang baik sangat mempengaruhi prestasi belajar anaknya. Sementara status sosial ekonomi tidaklah dikatakan sebagai faktor mutlak dalam perkembangan anak, hal ini tergantung pula dengan sikap orang tua dan corak 16 interaksi dalam keluarga. Menurut Parson Kedudukan seseorang dalam lapisan sosial di masyarakat antara lain sebagai berikut: 1) bentuk ukuran rumah, keadaan perawatan, tata kebun dan sebagainya; 2) Wilayah tempat tinggal, apakah bertempat di kawasan elite atau kumuh; 3) Pekerjaan atau profesi yang dipilih seseorang; 4) Sumber pendapatan”. Sementara menurut Soerjono faktor-faktor yang dapat menentukan stratifikasi sosial ekonomi adalah: 1) Memiliki kekayaan yang bernilai ekonomis; 2) Status dalam pekerjaan; 3) Kesalehan dalam beragama; 4) Latar belakang rasial dan lamanya seseorang tinggal di suatu tempat; 5) Status dasar keturunan; 6) Status dasar jenis kelamin dan umur”. Komponen pokok kedudukan sosial ekonomi meliputi: pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan tingkat 17 pengeluaran dan pemenuhan kebutuhan hidup”. Dari teori-teori yang telah dikemukakan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi sosial ekonomi orang tua dalam penelitian ini meliputi: keadaan atau latar belakang dari suatu keluarga yang berkaitan dengan pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga, dengan indikator yang diteliti sebagai berikut: (a) tingkat pendidikan; (b) tingkat pendapatan; (c) pemilikan kekayaan atau fasilitas; dan (d) jenis tempat tinggal. Sementara prestasi anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rata-rata nilai semester 1 dari anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo, Tahun Ajaran 2011/2012. Sementara yang dimaksud dengan motivasi belajar di sini adalah adalah keseluruhan daya penggerak yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar yang diharapkan dapat tercapai. Adapun aspek yang diteliti mencakup: motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Di mana motivasi instrinsik dilihat dari indikator: keinginan belajar, senang mengikuti pelajaran, mengerjakan dan menyelesaikan tugas tepat waktu, memiliki kemandirian dalam mengerjakan tugas belajar, tekun dan mampu mendisiplinkan diri secara aktif dalam belajar, mengembangkan bakat dengan segala tenaga, waktu dan kemampuan dan adanya inisiatif dan tanggung jawab yang tinggi untuk meningkatkan pengetahuan. Sementara motivasi ekstrinsik dinilai dari indikator: ingin mendapat perhatian; ingin mendapat pujian; ingin mendapat penghargaan dari orang tua, guru, dan sekolah. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa orang tua yang mempunyai pendapatan cukup atau tinggi pada umumnya akan lebih mudah memenuhi segala kebutuhan sekolah dan keperluan lain, sehingga anak akan termotivasi dalam belajar. Berbeda dengan orang tua yang mempunyai penghasilan relatif rendah, pada umumnya mengalami kesulitan dalam pembiayaan sekolah, begitu juga dengan keperluan lainnya hal ini dapat menurunkan semangat anak untuk belajar. Dengan kata lain kondisi sosial ekonomi orang tua dapat mempengaruhi motivasi belajar anaknya. Dengan demikian tingkat sosial ekonomi orang tua mempunyai hubungan yang tinggi terhadap motivasi belajar anak di sekolah, sebab segala kebutuhan anak yang berkenaan dengan pendidikan akan membutuhkan sosial ekonomi orang tua. Hubungan antara faktor yang mempengaruhi tingkat sosial ekonomi (variabel bebas) dan motivasi belajar (variabel terikat) dapat ditunjukkan pada skema berikut: 15 Jamaludin. Pembelajaran Yang Efektif (FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Prestasi Siswa). (Jakarta: Departemen Agama R.I, 2004), h. 16 Ahmadi, Abu..Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h.289 17 Soerjono, Soekamto. op,cit.,h.82 7 Tingkat Sosial Ekonomi Orang Tua ( Variabel X ) 1. Tingkat Pendidikan 2. Tingkat pendapatan 3. Kepemilikan kekeyaan Fasilitas Motivasi Belajar Anak ( Variabel Y ) 1. 2. Motivasi Instrinsik Motivasi Ekstrinsik Gambar 1: Kerangka Pikir 4. Hipotesis Berdasarkan permasalahan dalam kajian teoretis yang dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan adalah: ”Terdapat pengaruh positif antara kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak”. C. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian secara kuantitatif. Melalui desain ini maka dapat dilihat masalah yang diteliti pada masing-masing variabel penelitian, baik variabel (x) maupun variabel (y) dengan desain penelitian sebagai berikut. x y Ket : x = Kondisi sosial ekonomi orang tua y = Motivasi belajar anak Dalam menetapkan desain penelitian, ada beberapa hal yang menjadi pusat perhatian yaitu: 1) Menentukan tujuan dilakukannya penyelidikan, dalam hal ini adalah seluruh anak didik yang ada di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo yang berjumlah 146 orang; 2) Menentukan tipe pengamatan, dalam hal ini berhubungan dengan desain sampel penelitian yang akan diteliti adalah sampel yang berukuran (n) dan menggunakan metode sampel secara ”random sampling”. Sehubungan dengan pengukuran variabel penelitian, dilakukan dengan menguraikan variabel penelitian, konsep variabel, dimensi, indikator, skala pengukuran hingga nomor alternatif jawaban setiap item kuesioner (untuk bobot tertinggi = 5 dan terkecil = 1) dengan skala untuk pembobotan kuesioner adalah menggunakan skala likert dengan bobot atau skor jawaban A = 4, jabawan B = 3, jawaban C = 2, dan jawaban D = 1. 8 Untuk memudahkan dalam pengujian hipotesis, maka peneliti menetapkan variabelvariabel penelitian sebagai berikut : 1. Variabel bebas atau Independent Variabel (x) Variabel (x) dalam penelitian ini adalah menyangkut kondisi sosial ekonomi orang tua anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme. Yang dimaksud dengan kondisi sosial ekonomi orang tua adalah dalam penelitian ini adalah keadaan atau latar belakang dari suatu keluarga yang berkaitan dengan pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga, dengan indikator yang diteliti sebagai berikut: (a) tingkat pendidikan; (b) tingkat pendapatan; (c) pemilikan kekayaan atau fasilitas; dan (d) jenis tempat tinggal. 2. Variabel terikat atau Dependent Variabel (y) Variabel (y) dalam penelitian ini adalah motivasi belajar anak yaitu anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme. Adapun yang dimaksud dengan motivasi belajar di sini adalah aspek yang diteliti mencakup: motivasi instrinsik dan minat ekstrinsik. Dimana motivasi instrinsik dilihat dari indikator: keinginan belajar, senang mengikuti pelajaran, mengerjakan dan menyelesaikan tugas tepat waktu, memiliki kemandirian dalam mengerjakan tugas belajar, tekun dan mampu mendisiplinkan diri secara aktif dalam belajar, mengembangkan bakat dengan segala tenaga, waktu dan kemampuan dan adanya inisiatif dan tanggung jawab yang tinggi untuk meningkatkan pengetahuan. Sementara minat ekstrinsik dinilai dari indikator: ingin mendapat perhatian; ingin mendapat pujian; ingin mendapat penghargaan dari orang tua, guru, dan sekolah. Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme yang berjumlah 146 orang. Untuk menentukan jumlah sampel dihitung berdasarkan Nomogram Hary King diambil taraf kepercayaan 95 % diperoleh persentase besarnya sampel yaitu 25%. Demikian jumlah sampel adalah 25 % x 146 = 36 anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, kuesioner dan dokumentasi. Dalam rangka pengujian hipotesis yang telah dirumuskan untuk menghitung sejauh mana pengaruh antara kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak menggunakan teknik analisis regresi linear. Untuk pengujian hipotesis adalah jika Ho : ȡ 0, tidak terdapat pengaruh positif antara kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak. Jika Hi : ȡ = 0, terdapat pengaruh positif antara kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian a. Deskripsi Data Hasil Penelitian Variabel Y Deksriptif data variabel bebas (x) yaitu kondisi sosial ekonomi orang tua. Variabel penelitian tersebut telah dijabarkan masing-masing dalam 10 (sepuluh) item pertanyaan. Dari penilaian data yang telah dilakukan, berdasarkan hasil jawaban kuesioner dari 36 responden, maka didistribusikan frekuensi skor untuk data kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel X) dari anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo, maka didistribusikan frekuensi skor untuk data (Variabel X) sebagai berikut: Jumlah option jawaban soal Tabel 1 Kelas Interval 26 - 29 30 - 33 34 - 37 38 - 41 Frekuensi 3 5 7 9 42 - 45 46 - 49 Jumlah 7 5 36 b. Deskripsi Data Hasil Penelitian Variabel Y Gambar 1: Histogram Frekuensi Pengamatan Variabel X Frekuensi 10 8 6 4 2 0 33,5 37,5 41,5 = 5 dengan rentangan 1-5 Skor kriterium = 36 x 10 x 5 = 1800 Jumlah skor seluruh responden = 1378 Pr = 1378 x 100% = 76.55 (Tinggi) 1800 Jadi klasifikasi penilaian 36 responden terhadap kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel X) anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme adalah ”tinggi”. Daftar Distribusi Frekuensi Pengamatan Variabel X Pada tabel di atas, nampak bahwa jumlah frekuensi jawaban responden tertinggi yaitu 9 terdapat pada kelas interval antara 38 sampai 41 dan frekuensi terendah 3 terdapat pada kelas interval antara 26 sampai 29. Jika dibandingkan dengan penilaian maksimal yang ditetapkan sebesar 40 (10x5), maka hal ini menunjukan bahwa responden cenderung memberi penilaian kriteria ”tinggi” terhadap kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel X) dari anak didik Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme. Untuk memberikan gambaran yang riil dapat dilihat melalui histogram di bawah ini: 25,5 29,5 (Variabel X), yaitu dengan klasifikasi sebagai berikut. - Tinggi jika persentase yang diperoleh 76 % 100 % - Sedang jika persentase yang diperoleh 51 % 75 % - Rendah jika persentase yang diperoleh 0 % 50 % Skor yang diperoleh untuk setiap indikator kondisi sosial ekonomi orang tua dari anak didik Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme, dihitung dengan menggunakan formulasi rumus: Pr = SR x 100% Skr Jumlah responden = 36 orang Jumlah soal = 10 butir 45,5 Batas Interval Selanjutnya untuk menentukan klasifikasi persentase kondisi sosial ekonomi orang tua Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terpengaruh (y) adalah motivasi belajar anak didik Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme, untuk mengetahui motivasi belajar anak didik tersebut, diberikan 10 (sepuluh) item pertanyaan dengan pilihan jawaban terhadap responden 36 orang anak Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme yang menjadi sampel. Berdasarkan karakteristik data yang diperoleh dari hasil kuesioner, maka distribusi frekuensi skor data (Variabel Y) dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2 Daftar Distribusi Frekuensi Pengamatan Variabel Y Kelas Interval Frekuensi 28 – 31 32 – 35 36 – 39 4 6 5 40 – 43 44 – 47 48 – 50 9 7 5 Jumlah 36 Pada tabel 2 di atas, nampak bahwa jumlah frekuensi jawaban responden tertinggi yaitu 9 terdapat pada kelas interval antara 40 sampai 43 dan frekuensi terendah 4 terdapat pada kelas interval antara 28 sampai 31. Dengan demikian dapat dikatakan secara keseluruhan motivasi belajar anak didik Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme adalah ”tinggi”. Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang distribusi 9 pengamatan (Variabel Y) dapat dilihat melalui histogram berikut. x 2 ≤ x 2 (1 − α )(k − 3). x 2 (1 − 0,01)(4 − 3) Gambar 2 : Histogram Frekuensi Pengamatan Variabel Y x 2 (0,99)(1) 2 xdaftar = 6,63 Frekuensi 10 8 6 4 2 0 27,5 31,5 35,5 39,5 43,5 47,5 Batas Interval Untuk menentukan klasifikasi persentase motivasi belajar anak (Variabel Y), yaitu dengan klasifikasi sebagai berikut: - Tinggi jika persentase yang diperoleh 76 % 100 % - Sedang jika persentase yang diperoleh 51 % 75 % - Rendah jika persentase yang diperoleh 0 % 50 % Skor yang diperoleh untuk setiap indikator motivasi belajar anak Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme, dihitung dengan menggunakan formulasi rumus. Pr = SR x 100% Skr Jumlah responden = 36 orang Jumlah soal = 10 butir Jumlah option jawaban soal = 5 dengan rentangan 1 - 5 Skor kriterium = 36 x 10 x 5 = 1800 Jumlah skor seluruh responden = 1.439 Pr = 1.439 x 100% = 79.94 (Tinggi) 1800 Jadi klasifikasi penilaian 36 responden terhadap motivasi belajar anak adalah ”tinggi”. c. Pengujian Persyaratan Analisis Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh kondisi sosial ekonomi orang tua sebagai variabel bebas (Variabel X) terhadap motivasi belajar anak sebagai variabel terikat (Variabel Y) pada anak didik Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Oleh karena itu pengujian persyaratan analisis yang dilakukan adalah uji normalitas data hasil penelitian untuk kedua variabel : 1) Pengujian Normalitas Data Variabel X Untuk kepentingan pengujian normalitas data terhadap skor kondisi sosial ekonomi orang 2 tua (Variabel X) digunakan uji Chi Kuadrat (x ). Dari perhitungan diperoleh 2 x hitung = 6,59, dan 2 xdaftar diperoleh sebagai berikut. 10 Hasil pengujian normalitas data kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel X) menunjukkan tendensi sentral rata-rata atau uji 2 Chi Kuadrat (x hitung) = 6,59, sedangkan dari 2 daftar distribusi frekuensi (x daftar) (0,09)(1) = 6,63. Dengan demikian dapat dinyatakan 2 2 x daftar, bahwa x hitung lebih kecil dari pada sehingga hal ini menunjukkan bahwa data hasil penelitian untuk kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel X) berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2) Pengujian Normalitas Data Variabel Y Hasil pengujian data untuk motivasi belajar anak (Variabel Y) menunjukkan bahwa 2 harga x hitung ialah 5,86, sedangkan dari daftar 2 distribusi frekuensi (x daftar) (0,09)(1) = 6,63, yang diperoleh sebagai berikut: x 2 ≤ x 2 (1 − α )(k − 3). x 2 (1 − 0,01)(4 − 3) x 2 (0,99)(1) 2 xdaftar = 6,63 Dengan demikian dapat dinyatakan 2 bahwa y hitung lebih kecil dari pada 2 y daftar, sehingga hal ini menunjukkan bahwa data hasil penelitian untuk motivasi belajar anak (Variabel Y) berasal dari populasi yang berdistribusi normal. d. Pengujian Hipotesis Untuk dapat membuktikan hipotesis yang telah diajukan dimana terdapat pengaruh antara kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak, khususnya anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme, maka dilakukan analisis untuk membuktikan kebenaran hipotesis tersebut, dengan menggunakan analisis korelasional regresi sederhana. Untuk melakukan operasional analisis regresi sederhana diperlukan ukuran-ukuran tertentu yang merupakan nilai pendukung utama dari analisis tersebut, melalui perhitungan sebagai berikut: 1) Mencari Persamaan Regresi Untuk mencari persamaan regrasi digunakan rumus Yˆ = a + bx sehingga dari hasil perhitungan (terlampir) diperoleh persamaan regresi Y = 12,33 + 0,72 x . Dengan persamaan tersebut, maka besarnya pengaruh kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel X) dapat dilihat berdasarkan perubahan yang terjadi pada untuk motivasi belajar anak (Variabel Y). Jika ditinjau dari permasalahan yang terjadi di lapangan yaitu tinggi rendahnya motivasi belajar anak selama ini tentunya dapat dijelaskan bahwa kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel X) yang diberikan adalah baik. Penurunan motivasi belajar anak seharusnya tidak terjadi jika kondisi sosial ekonomi orang tua dari anak Kelas XI SMA Negeri 1 baik. 2) Uji Linieritas dan Keberartian Persamaan Regresi Untuk uji linieritas persamaan regresi diperoleh Fhitung = 0,56 dan Fdaftar = 3,19 dengan demikian sesuai dengan kriteria pengujian dapat dikatakan bahwa persamaan regresi adalah linier dan dapat diterima. Untuk uji keberartian persamaan regresi diperoleh harga Fhitung = 24,82 dan Fdaftar = 7,44 dengan demikian bahwa uji keberartian persamaan regresi yang telah dilakukan dapat diterima atau berarti. 3) Perhitungan Koefisien Korelasi Berdasarkan hasil perhitungan (terlampir) untuk uji koefisien hubungan atau korelasi (r) antara kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel X) dengan motivasi belajar anak (Variabel Y) diperoleh nilai 0,6496 atau 64,96 %. Dengan kata lain bahwa perubahan yang terjadi pada motivasi belajar anak (Variabel Y) dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel X) sebesar 64,96 %, sedangkan sisanya sebesar 35,04 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti atau tidak termasuk dalam cakupan penelitian ini. 4) Pengujian Keberartian Koefisien Korelasi Pengujian ini dilakukan melalui pasangan hipotesis sebagai berikut. H0 : ρ = 0 H0 : ρ ≠ 0 Kriteria pengujian: Terima H0, jika: − t(1−1 / 2 a ) ≤ t ≤ t (1 − 1 / 2a ) dengan taraf nyata a = 0,01 serta dk = n – 2. Untuk pengujian keberartian koefisien korelasi pada penelitian ini digunakan rumus: t= r n−2 1− r2 (perhitungan terlampir). Dari hasil perhitungan diperoleh harga thitung 4,982. Nilai tersebut merupakan besarnya pengaruh antara kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel X) dari anak Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Sedangkan untuk ttabel kriteria t (1-1/2a) (n-2) dimana Ȑ = 0,01 diperoleh 2,75. Nilai ttabel tersebut merupakan ketetapan standar keberartian koefisien hubungan yang dipergunakan sebagai pembanding dalam kriteria pengujian. Sebagai kriteria pengujian thitung > ttabel, dengan demikian maka Ho ditolak dan menerima H1. Hal ini berarti ”Terdapat pengaruh antara kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo”. Berdasarkan data hasil penelitian untuk kedua variabel yang berdistribusi normal, maka dalam pengujian hipotesis digunakan uji regresi dan korelasi linear sederhana. Dari hasil pengujian diperoleh persamaan regresi, yaitu: Y = 12,33 + 0,72 x . Hal ini berarti bahwa setiap terjadi perubahan sebesar satu unit pada kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel X), maka akan diikuti oleh perubahan sebesar 0,72 unit pada motivasi belajar anak (Variabel Y). Dalam analisis ini dilakukan pengujian linearitas dan keberartian persamaan regresi. Hasil pengujian linearitas menunjukkan harga Fhitung 0,56. sedang dari distribusi Fdaftar = 3,19. Dengan demikian sesuai dengan kriteria pengujian dapat dikatakan bahwa persamaan regresi adalah linier dan dapat diterima. Untuk uji keberartian persamaan regresi diperoleh harga Fhitung = 24,82 dan Fdaftar = 7,44 dengan demikian bahwa uji keberartian persaman regresi yang telah dilakukan dapat diterima atau berarti (Signifikan). Dalam perhitungan koefisien korelasi diperoleh harga r sebesar 0,6496 atau 64,96 % dan 2 koefisien determinasi menunjukkan harga r sebesar 0,4219. hal ini berarti bahwa sebesar 42,19 % variasi yang terjadi pada motivasi belajar anak Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme sangat ditentukan oleh kondisi sosial ekonomi orang tua. Untuk pengujian keberartian koefisien korelasi diperoleh harga thitung 4,982. Sedangkan untuk ttabel kriteria t (1-1/2a)(n-2) dimana Ȑ = 0,01 diperoleh 2,75. Sebagai kriteria pengujian ternyata thitung > ttabel, atau telah berada di luar daerah penerimaan H0, sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak dan dapat menerima H1. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kurva berikut ini: Gambar 3: Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis H0 H1 H1 -2, 5% + 2 ,5 % 4,982 2. Pembahasan Keadaan sosial ekonomi orang tua dapat ditinjau dari segi tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua anak, pemilikan kekayaan atau fasilitas orang tua, kondisi fisik tempat tinggal, dan kondisi lingkungan tempat tinggal. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini meliputi pendidikan yang ditempuh oleh orang tua anak baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Responden ayah mengikuti pendidikan formal 36% tamat perguruan tinggi, dan 33% ibu tamatan perguruan tinggi. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pendidikan orang tua 11 dalam kondisi yang sangat baik. Kesadaran orang tua anak yang tidak mengikuti pendidikan formal juga dapat mengikuti pendidikan nonformal dalam bentuk kursus baik yang diikuti ayah maupun ibu. Kursus yang pernah dilakukan oleh ayah adalah dengan mengikuti kursus komputer 13% dan kursus yang dilakukan oleh ibu adalah kursus menjahit 25%, karena dari keahlian tersebut mereka dapat menambah ketrampilan kerja agar mendapatkan penghasilan yang cukup. Pada umumnya pendapatan yang cukup atau tinggi akan lebih mudah memenuhi segala kebutuhan sekolah dan keperluan lain, berbeda dengan orang tua yang mempunyai penghasilan relatif rendah, pada umumnya mengalami kesulitan dalam pembiayaan sekolah, begitu juga dengan keperluan lainnya. Tingkat pendapatan akan dikatakan cukup atau tinggi dalam penelitian ini apabila pendapatan mencapai lebih dari 1 juta perbulan. Anak dalam belajar kadang-kadang memerlukan sarana yang kadang-kadang mahal. Bila keadaan ekonomi orang tua tidak mencukupi, dapat menjadi penghambat anak dalam belajar. Kepemilikan kekayaan atau fasilitas orang tua berhubungan dengan fasilitas yang dapat menunjang anak dalam belajar karena anak akan termotivasi apabila orang tua memberikan segala sesuatunya dalam kaitannya dengan fasilitas belajar agar dapat meningkatkan hasil belajarnya. Orang tua yang memiliki kondisi soial ekonomi cukup dalam kategori baik dibuktikan dengan kepemilikan kendaraan berupa sepeda motor dan sepeda, dengan ke dua kendaraan tersebut akan dapat mempercepat gerak dalam menyelesaikan segala sesuatunya dan berbeda dengan orang tua yang tidak memiliki kendaraan apapun berarti mereka masih tergolong dalam kondisi sosial ekonomi yang tidak baik. Kondisi orang tua dikatakan sangat baik dalam penelitian ini dengan kaitannya kondisi fisik tempat tinggal, bahwa orang tua di sekitar tempat tinggal responden yang rumahnya terbuat dari bambu dan jenis lantainya masih dari tanah tidak ada. Sebagian besar 71% responden memiliki jenis tempat tinggal sudah permanen dan lantainya sudah dikeramik bahkan ukuran rumah yang dimiliki sebagian besar 96% sudah termasuk luas yaitu 45m². Keadaan sosial ekonomi yang rendah dapat menghambat ataupun mendorong anak dalam belajar, dan sebaliknya keadaan sosial budaya yang tinggi dapat menciptakan anak semangat untuk belajar di sekolah. Orang tua yang mempunyai pendapatan cukup atau tinggi pada umumnya akan lebih mudah memenuhi segala kebutuhan sekolah dan keperluan lain, sehingga anak akan termotivasi dalam belajar. Berbeda dengan orang tua yang mempunyai penghasilan relatif rendah, pada umumnya mengalami kesulitan dalam pembiayaan sekolah, begitu juga dengan keperluan lainnya hal ini dapat menurunkan semangat anak untuk belajar. Dengan 12 kata lain keadaan sosial ekonomi orang tua dapat mempengaruhi motivasi belajar anaknya. Dengan memperhatikan hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan harga thitung yang berada di luar daerah penerimaan H0, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis: “Terdapat pengaruh positif antara kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak”, dapat diterima. Dengan demikian dapat dikemukakan secara keseluruhan variabel yang dianalisis yaitu kondisi sosial ekonomi orang tua mempunyai pengaruh terhadap motivasi belajar anak, dengan asumsi bahwa faktor-faktor di luar daripada variabel-variabel yang diteliti dianggap konstan atau tidak berubah. Hal ini dapat membuktikan bahwa kondisi sosial ekonomi orang tua anak yang baik maka motivasi belajar yang dimiliki anak juga baik. E. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: Kondisi sosial ekonomi orang tua mempunyai pengaruh terhadap motivasi belajar anak, dengan asumsi bahwa faktorfaktor di luar daripada variabel-variabel yang diteliti dianggap konstan atau tidak berubah. Hal ini dapat membuktikan bahwa kondisi sosial ekonomi orang tua anak yang baik maka motivasi belajar yang dimiliki anak juga baik. Adanya pengaruh antara kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak, maka bagi orang tua yang kondisi sosial ekonominya kurang mampu atau rendah dalam hal ini tingkat pendapatannya selalu berusaha untuk meningkatkan pendapatannya, misalnya dengan mencari pendapatan tambahan lain agar pemenuhan kebutuhan pendidikan anaknya dapat tercukupi, sehingga dapat memotivasi anak untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya. Orang tua hendaknya mempertahankan atau lebih meningkatkan lagi pemberian sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan belajar, sehingga anak akan lebih optimal dalam melakukan kegiatan belajar. Orang tua hendaknya dapat menumbuhkan motivasi pada diri anak, sehingga anak akan terdorong untuk melakukan kegiatan belajar dengan lebih baik. Bagi anak yang berprestasi dan kondisi sosial ekonomi orang tuanya kurang mampu diharapkan sekolah bisa memperhatikannya terutama masalah pendidikan, memberikan beasiswa atau program orang tua asuh yang bersedia membantu memenuhi biaya pendidikan anak tersebut, sehingga kebutuhan anak untuk pendidikan dapat tercukupi dan diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Sunarto, Abdulsyani. 2002. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara. Ahmad, Abu. 1992. Sosiologi Pendidikan. Surabaya: Bina Ilmu. Ahmadi, Abu.1997.Ilmu Rineka Cipta. Sosial Dasar. Jakarta: Kamanto. 1998. Pengantar Jakarta: Depdikbud. Sosiologi. Suryadi. 2006. Kiat Jitu Dalam Mendidik Anak (Berbagai Masalah Pendidikan dan Psikologi). Jakarta: Edsa Mahkota. Surya, Mohamad. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Bani Quraisy. Svalatoga, Kaare. 1989. Differensiasi Sosial. Jakarta: Bina Aksara. Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran (Prinsip, Teknik, Prosedur). Jakarta: Remaja Rosdakarya. Gerungan, E.A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco. Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara. Hartinah, DS. 2008. Perkembangan Anak. Bandung: Refika Aditama Jamaludin. 2004. Pembelajaran Yang Efektif (FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Prestasi Siswa). Jakarta: Departemen Agama R.I. Kusnadi, dkk. 2005. Pengantar Manajemen (Konsepsual & Perilaku). Malang: Universitas Brawijaya. Linton, Ralph. 2008. Status Sosial & Kelas SosialStratifikasi/Diferensiasi Dalam Masyarakat. Online: http://organisasi.org/arti-definisipengertian-status-sosial-kelas-sosialstratifikasi-diferensiasi-dalam-masyarakat. Diakses: 3 Pebruari 2013. Majid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran, (Mengembangkan Standar Kompotensi Guru), Bandung: Remaja RosdaKarya. Mardan, Usman, Dkk.1994. Ekonomi SMU. Jakarta: Aries Lima. Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan awal dalam kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delia Press. Purwanto. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Reni, Akbar & Hawadi. 2001. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Grasindo. Sardiman, A.M. 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo Persada. Siagian, P. Sondang. 2005. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Soerjono, Soekanto. 2002. Sosiologi Pengantar. Jakarta:Rajawali Press. Suatu Subandiroso. 1997. Sosiologi Antropologi I. Klaten: Intan Pariwara. 13