Resume Ruang Gerak Manajemen Hutan

advertisement
17
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Kerangka Pemikiran
Dukuh, sebagai salah satu bentuk kehutanan masyarakat (community
forestry), dalam rangka pengelolaan dan pelestariannya sangat membutuhkan
kapasitas masyarakat yang kuat dalam memelihara dan membangun integrasi
sosial bahkan sebagai perekat sosial (social engagement) untuk mencegah
terjadinya konflik horizontal dalam masyarakat agar kegiatannya dapat
memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat, berkelanjutan dan lestari.
Salah satu konsep yang dapat digunakan untuk mengukur kapasitas masyarakat
tersebut adalah modal sosial.
Penelitian ini menggunakan konsep modal sosial Uphoff (2000) yang
mendefinisikan modal sosial sebagai akumulasi dari beragam tipe sosial,
psikologis, budaya, kognitif, kelembagaan, dan aset-aset yang terkait yang dapat
meningkatkan
kemungkinan
manfaat
bersama
dari
perilaku
kerjasama.
Pertimbangan menggunakan konsep ini adalah bahwa konsep modal sosial Uphoff
(2000) tersebut lebih operasional dan terperinci unsur-unsurnya yang dicirikan
adanya pembagian kategori sehingga lebih jelas untuk bisa melihat kapasitas
masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan berupa dukuh. Mengacu pada
Uphoff (2000) unsur-unsur modal sosial dirinci menjadi dua kategori yang saling
berhubungan, yaitu struktural dan kognitif. Kategori struktural berkaitan dengan
beragam bentuk organisasi dan hubungan sosial, sedangkan kategori kognitif
datang dari proses mental yang menghasilkan gagasan/pemikiran yang diperkuat
oleh budaya dan ideologi.
Adapun dalam penelitian ini, unsur-unsur modal sosial yang dikaji pada
masing-masing kategori disesuaikan dengan situasi dan kondisi sosial budaya
masyarakat pemilik/pengelola dukuh di Kecamatan Karang Intan Kabupaten
Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Untuk kategori struktural, unsur yang akan
dilihat dan dikaji adalah aturan (rules), peranan (roles), dan jejaring (networks).
Sedangkan untuk kategori kognitif, unsur yang akan dilihat dan dikaji adalah
kepercayaan (trust), kerjasama (cooperation), dan solidaritas (solidarity).
18
Unsur-unsur modal sosial yang dikaji pada kedua kategori tersebut baik
kategori struktural (aturan, peranan, dan jejaring), maupun kategori kognitif
(kepercayaan, kerjasama, dan solidaritas) keduanya tentu saling terkait di dalam
praktik kehidupan sehari-hari. Walaupun unsur modal sosial struktural bersifat
ekstrinsik dan dapat diamati di dalamnya, mereka semua tetap datang dari hasil
proses kognitif. Sementara aspek kognitif tidak dapat diamati karena berada
dalam pikiran, namun keduanya secara intrinsik saling terkait. Dua kategori dari
modal sosial ini tentu memiliki ketergantungan yang sangat tinggi, bentuk yang
satu mempengaruhi bentuk yang lain. Keduanya mempengaruhi perilaku hingga
mekanisme terbentuknya harapan/ekspektasi. Kedua bentuk fenomena ini
terkondisikan oleh pengalaman dan diperkuat oleh budaya, zeitgeist [semangat
pada masa/waktu tertentu], dan pengaruh-pengaruh lainnya. Kedua bentuk modal
sosial (struktural dan kognitif) pada akhirnya adalah persoalan mental. Peran dan
aturan yang dituliskan barangkali bersifat objektif, namun peran, aturan, dan
bahkan sanksi itu pun keberhasilannya juga akan tergantung pada efektivitas
proses kognitif mereka.
Dalam pengelolaan dukuh, aturan, peranan, dan jejaring, bersifat
memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan, khususnya dalam
menurunkan biaya transaksi, melahirkan pola-pola interaksi yang membuat hasil
produktif dari kerjasama dapat diprediksi dan lebih bermanfaat. Sedangkan
pemikiran dalam kategori kognitif (kepercayaan, kerjasama, dan solidaritas)
mempengaruhi
orang-orang
ke
arah
tindakan
kolektif
yang
saling
menguntungkan. Unsur-unsur yang membentuk modal sosial kognitif adalah salah
satu yang dapat merasionalkan perilaku kerjasama dan membuatnya menjadi
sesuatu yang lebih dihargai.
Kelembagaan formal maupun informal dengan segala aturan, peranan, dan
interaksi jaringan formal maupun informal serta kepercayaan, kerjasama dan
solidaritas
yang
tersebar
di
dalam
populasi/komunitas/masyarakat
pemilik/pengelola dukuh dapat memberikan energi dan menunjukkan bagaimana
seseorang dapat memperoleh hasil dan manfaat darinya sekaligus memperkuat
modal sosial. Semakin kuat modal sosial pada masyarakat, maka tentu akan
semakin baik pula upaya-upaya yang dilakukan masyarakat dalam kegiatan
19
pengelolaan untuk mempertahankan performansi dukuh karena meningkatnya
ekspektasi (harapan) akan aliran manfaat yang dapat mereka produksi bersamasama.
Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka
konseptual yang telah dibuat, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran
penelitian ini sebagai berikut.
Kepercayaan
(Trust)
Kognitif
Kerjasama
(Cooperation)
Solidaritas
(Solidarity)
Modal Sosial
Aturan
(Rules)
Struktural
Performansi
Dukuh
Peranan
(Roles)
Jaringan
(Networks)
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian.
3.2
Definisi Operasional
Beberapa variabel dalam penelitian ini secara garis besar dapat tergambar
pada definisi operasional sebagai berikut:
1.
Kepercayaan (trust) adalah rasa percaya dalam berhubungan dengan orang
lain yang dimiliki warga masyarakat dalam mempersepsikan seseorang
berdasarkan perasaan dan kondisi yang dialami. Kepercayaan diukur dari
kepercayaan terhadap pengetahuan warga tentang manfaat dukuh dan fungsi
aturan, serta kepercayaan terhadap kemampuan kerjasama warga untuk
mengelola dan melestarikan dukuh, sebagaimana pada Tabel 2.
2.
Kerjasama (cooperation) adalah cara tindakan bersama dengan orang lain
untuk kebaikan bersama dalam proses saling membantu di antara sesama
warga komunitas untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama diukur dari
20
tingkat kerjasama dalam kegiatan lingkungan/sosial kemasyarakatan warga
dan tingkat kerjasama warga komunitas dalam kegiatan pengelolaan dukuh,
sebagaimana pada Tabel 2.
3.
Solidaritas (solidarity) adalah aktivitas/kegiatan yang dilakukan dengan
membantu orang lain di luar kelompok/komunitas sehingga turut mendukung
dalam pengelolaan dan pelestarian dukuh. Solidaritas diukur dari tingkat
pelibatan tetangga/warga yang tidak memiliki dukuh sebagai tenaga kerja
dalam kegiatan pengelolaan dukuh, serta intensitas membagikan hasil panen
secara cuma-cuma kepada tetangga/warga yang tidak memiliki dukuh,
sebagaimana pada Tabel 2.
4.
Aturan (rules) adalah ketentuan yang berlaku baik yang tersirat maupun yang
tersurat yang berlaku dalam kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai
pengontrol dan pengatur perilaku. Aturan diukur dari tingkat pemahaman dan
tingkat pelanggaran warga komunitas dukuh terhadap aturan yang berlaku
baik aturan tertulis (peraturan per UUan) maupun aturan tidak tertulis
(norma-norma) dalam pengelolaan dukuh, sebagaimana pada Tabel 2.
5.
Peranan (roles) adalah perilaku penting dari kedudukan yang terkait dengan
fungsi sosial masyarakat yang dilaksanakan oleh orang tertentu dalam
kegiatan pengelolaan dukuh. Peranan yang diteliti adalah peranan para tokoh
baik formal maupun informal dalam mendukung pengelolaan dan pelestarian
dukuh, yang diukur dari tingkat peranan tokoh agama, tokoh adat, kepala
desa, dan camat, sebagaimana pada Tabel 2.
6.
Jaringan sosial (social networking) adalah pola pertukaran dan interaksi sosial
yang menggambarkan hubungan antar masyarakat. Jaringan sosial diukur
dari
tingkat
keterbentukan
kelompok/lembaga
formal,
intensitas
kunjungan/pertemuan dg keluarga, tetangga, anggota komunitas, dan dengan
kelompok atau komunitas lain serta tingkat kepadatan organisasi yg diikuti,
sebagaimana pada Tabel 2.
7.
Performansi dukuh adalah kondisi/keadaan/bentuk/tampilan/kenampakan
(performa) dukuh yang dikelola oleh komunitas pemilik dukuh, yang diukur
dari kerapatan tumbuhan, produktivitas, keberlanjutan (sustainabilitas),
keadilan (equitabilitas), dan efisiensi, sebagaimana pada Tabel 2.
21
8.
Kerapatan Tumbuhan adalah komposisi jenis tumbuhan, yang diukur dari
jumlah individu perhektar yang tersebar dari tingkat semai hingga pohon,
sebagaimana pada Tabel 2.
9.
Produktivitas adalah keluaran (output) produk yang bernilai, yang diukur dari
nilai/pendapatan dari buah yang dihasilkan dukuh permusim perhektar,
sebagaimana pada Tabel 2.
10. Sustainabilitas (keberlanjutan) adalah kemampuan dukuh untuk menjaga
produktivitasnya dari waktu ke waktu, yang diukur berdasarkan usaha-usaha
yang
dilakukan
untuk
mempertahankan
keberadaan
tanaman
(replanting/peremajaan dan pemeliharaan tanaman), sebagaimana Tabel 2.
11. Equitabilitas (keadilan) adalah pemerataan distribusi produk dari dukuh di
antara yang berhak menerima manfaat, yang diukur dari banyaknya pihak
yang turut merasakan manfaat atas keberadaan dukuh, sebagaimana pada
Tabel 2.
12. Efisiensi adalah penghematan (minimalisasi) biaya dalam proses pengelolaan
dukuh hingga menghasilkan produk (buah), diukur dari persentase biaya
produksi terhadap nilai produksi (nilai jual buah), sebagaimana pada Tabel 2.
Tabel 2 Variabel pengukuran modal sosial berdasarkan definisi operasional
Variabel
Kepercayaan
(trust)
Kerjasama
(cooperation)
Solidaritas
(solidarity)
Aturan
(rules)
Indikator
Kepercayaan responden terhadap:
Pengetahuan warga tentang manfaat dukuh
Pengetahuan warga tentang fungsi aturan tertulis
Pengetahuan warga tentang fungsi aturan tidak tertulis
Kemauan dan kemampuan warga dalam menjaga
kelestarian dukuh
Kemauan dan kemampuan kerjasama warga dalam
kegiatan pengelolaan dukuh
Pengetahuan warga tentang fungsi hubungan sosial
dapat memudahkan pekerjaan
Kesediaan warga untuk saling menguatkan hubungan
sosial dalam pengelolaan dukuh.
Kerjasama dengan sesama komunitas dukuh dalam hal
Kegiatan lingkungan/kemasyarakatan (sehari-hari)
Pengelolaan dukuh.
Intensitas:
Pelibatan warga sekitar yang tidak memiliki dukuh
sbg tenaga kerja/mitra dlm keg pengelolaan dukuh
Membagikan hasil panen scr cuma2 kpd tetangga
Menolong/membantu tetangga/warga sekitar.
Tingkat pemahaman dan kepatuhan responden terhadap:
Aturan-aturan tertulis yang mengikat individu atau
masyarakat
Kategori
1. Tidak Percaya
2. Ragu-ragu
3. Percaya
1. Tidak Pernah
2. Jarang
3. Selalu/Sering
1. Sangat Jarang/
Tidak Pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering/Selalu
1. Tidak Paham
2. Cukup Paham
22
Aturan-aturan tidak tertulis yang mengikat individu
atau masyarakat
Tingkat pelanggaran warga terhadap aturan:
Pelanggaran oleh pribadi responden
Pelanggaran oleh warga yang lain menurut responden.
Peranan
(roles)
Jejaring
(network)
Performansi
Dukuh
Pendapat responden terhadap peranan para tokoh dalam
mendukung pengelolaan & pelestarian dukuh:
Tokoh Agama
Tokoh Adat
Kepala Desa
Camat
Keterbentukan organisasi/lembaga formal
Intensitas kunjungan kepada keluarga/ sanak famili
dalam satu desa
Intensitas kunjungan kepada tetangga
Intensitas pertemuan anggota komunitas
Kerjasama dengan komunitas lain
Negosiasi pemasaran hasil panen
Kepadatan organisasi/perkumpulan yang diikuti
Performansi dukuh:
Kerapatan Tumbuhan
Jumlah individu/ha
- Buruk
: < 1000
- Baik
: 1000 s/d 25000
- Sangat Baik : > 25000
Produktivitas
Nilai/Pendapatan dari buah yang dihasilkan dukuh
- Rendah : < Rp 7 juta perhektar
- Sedang : Rp 7 juta s/d Rp 10 juta perhektar
- Tinggi : > Rp 10 juta perhektar
Sustainabilitas
Usaha-usaha untuk mempertahankan keberadaan
tanaman (replanting/peremajaan dan pemeliharaan)
- Rendah : Tidak pernah
- Sedang : Jarang (Kadang-kadang)
- Tinggi : Sering dilakukan
Equitabilitas
Tingkat akses terhadap manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat:
- Rendah : Hanya bermanfaat bagi pemiliknya saja
- Sedang : Bermanfaat bagi pemilik dan pembeli
buahnya saja
- Tinggi : Bermanfaat bagi banyak pihak (pemilik,
masyarakat sbg tenaga kerja/ mitra, sanak
famili & tetangga yg tdk memiliki dukuh,
serta para pembeli buahnya, dll)
Efisiensi
Tingkat efisiensi:
- Rendah : biaya produksi > 40%
- Sedang : biaya produksi 20% – 40%
- Tinggi : biaya produksi < 20%
3. Paham
1. Sering
2. Jarang
3. Tidak Pernah
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Buruk
2. Baik
3. Sangat Baik
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
23
3.3
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada dua desa di Kecamatan Karang Intan,
Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu Desa Bi‟ih (Komunitas
Dukuh Bi‟ih) dan Desa Mandiangin Barat (Komunitas Dukuh Mandiangin Barat).
Pilihan pada dua desa tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa Desa Bi‟ih adalah desa yang paling jauh sedangkan Desa
Mandiangin Barat adalah desa yang paling dekat dengan Ibu Kota Kabupaten.
Alasan lain pemilihan lokasi tersebut adalah bahwa peneliti sudah cukup
mengenal dan memahami dengan baik sosial budaya serta bahasa yang digunakan
sehari-hari, sehingga komunikasi dengan anggota masyarakat di kedua desa
tersebut tidak menjadi hambatan. Oleh sebab itu, secara purposive peneliti tertarik
melakukan penelitian di lokasi tersebut.
Pengambilan data, pengamatan dan pengukuran di lapangan dilaksanakan
dari bulan Desember 2011 hingga Pebruari 2012.
3.4
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode survai. Ciri khas penelitian ini adalah
pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan menggunakan kuesioner
kepada responden (Nazir 2003, Singarimbun & Effendi 2008). Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui kuesioner terstruktur kepada responden, wawancara
mendalam kepada beberapa informan kunci yaitu kepala desa (pembakal) dan
beberapa tokoh masyarakat, pengamatan (observation) dan pengukuran langsung
di lapangan untuk mengetahui performansi dukuh. Data sekunder diperoleh dari
data-data laporan (dokumentasi) dari berbagai instansi terkait yang mendukung
penelitian ini.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) kondisi umum lokasi
penelitian, (2) modal sosial masyarakat dalam pengelolaan dukuh, (3) performansi
dukuh (kerapatan tumbuhan, produktivitas dukuh, sustainabilitas/keberlanjutan
dukuh, ekuitabilitas/keadilan, dan efisiensi).
24
Responden dalam penelitian ini dipilih secara acak dari anggota komunitas
yang memiliki dukuh di dua desa yaitu Bi‟ih dan Mandiangin Barat. Jumlah
responden untuk masing-masing komunitas dukuh adalah 30, sehingga total untuk
dua desa adalah 60 responden.
Jumlah tersebut ditentukan atas berbagai
pertimbangan, diantaranya tingkat homogenitas populasi yang tinggi, selain itu
jumlah tersebut dianggap cukup karena untuk data yang akan dianalisis dengan
teknik statistika parametrik dapat menggunakan data minimal 30 responden
(Usman & Akbar 2008).
3.5
Pengukuran Lapangan
Pengukuran lapangan dilakukan untuk mendapatkan data mengenai
komposisi jenis tumbuhan. Data pengukuran ini merupakan salah satu bentuk
identifikasi vegetasi yang dapat menjelaskan kondisi tegakan hutan yaitu pohon
dan permudaannya serta tumbuhan bawah (Soerianegara & Indrawan 1998).
Data komposisi jenis tumbuhan diperoleh melalui pengambilan contoh
menggunakan petak pengamatan berbentuk bujur sangkar. Petak pengamatan
dipilih secara sengaja (purposive sampling). Pada setiap dukuh yang dimiliki oleh
masing-masing responden di buat 1 petak pengamatan dengan ukuran 20m x 20m.
Petak contoh dibuat bersarang (nested sampling) yang dibagi dalam 4 ukuran
berdasarkan perbedaan fase pertumbuhan, yaitu:
(a) 2 m x 2 m untuk pengamatan tumbuhan bawah (tinggi ≤ 1,5 m);
(b) 5 m x 5 m untuk pengamatan pancang (tinggi >1,5 m; diameter 2-10 cm);
(c) 10 m x 10 m untuk pengamatan tingkat tiang (diameter >10-20 cm); dan
(d) 20 m x 20 m untuk pengamatan pohon (diameter > 20 cm).
25
3.6
Pengolahan dan Analisis Data
3.6.1 Pengukuran Tingkat Modal Sosial
Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan besarnya tingkat modal sosial
(rendah, sedang, tinggi) dalam mendukung pengelolaan dukuh dilakukan dengan
persamaan:
Jumlah kelas yang diinginkan yaitu 3 kelas (rendah, sedang, tinggi).
Adapun jumlah responden pada masing-masing komunitas dukuh adalah sebanyak
30 responden. Nilai untuk setiap pertanyaan pada responden adalah yang terendah
(1), sedang (2), dan yang tertinggi (3). Secara rinci cara pengukuran tingkat modal
sosial pada masing-masing komunitas dukuh adalah sebagaimana dapat dilihat
pada tabel 3.
Tabel 3 Cara pengukuran tingkat modal sosial pada komunitas dukuh
Modal
Sosial
Jumlah
Pertanyaan
1.
Kepercayaan
2.
3.
No.
Jawaban
Responden
Total Nilai
Komunitas
(30 Responden)
Tingkat Modal
Sosial Komunitas
Selang Kelas
Ukuran
Kelas
(Total Nilai)
(630-210)/3 Rendah 210 – 350
= 140
Sedang 351 – 490
Tinggi
491 – 630
Kriteria
Nilai
7
Tidak percaya
Ragu-ragu
Percaya
1
2
3
(30x7x1) s/d (30x7x3)
210 s/d 630
Kerjasama
2
Tidak pernah
Jarang
Sering/Selalu
1
2
3
(30x2x1) s/d (30x2x3)
60 s/d 180
(180-60)/3
= 40
Rendah
Sedang
Tinggi
60 – 100
101 – 140
141 – 180
Solidaritas
3
Tidak pernah
Jarang
Sering/Selalu
1
2
3
(30x3x1) s/d (30x3x3)
90 s/d 270
(270-90)/3
= 60
Rendah
Sedang
Tinggi
90 – 150
151 – 210
211 – 270
Kognitif
7+2+3 = 12
(30x12x1) s/d (30x12x3)
360 s/d 1080
(1080-360)/3 Rendah
= 240
Sedang
Tinggi
360 – 600
601 – 840
841 – 1080
4.
Aturan
4
Tidak paham
Cukup paham
Paham
1
2
3
(30x4x1) s/d (30x4x3)
120 s/d 360
(360-120)/3
= 80
Rendah
Sedang
Tinggi
120 – 200
201 – 280
281 – 360
5.
Peranan
4
Rendah
Sedang
Tinggi
1
2
3
(30x4x1) s/d (30x4x3)
120 s/d 360
(360-120)/3
= 80
Rendah
Sedang
Tinggi
120 – 200
201 – 280
281 – 360
6.
Jaringan
7
Rendah
Sedang
Tinggi
1
2
3
(30x7x1) s/d (30x7x3)
210 s/d 630
(630-210)/3
= 140
Rendah
Sedang
Tinggi
210 – 350
351 – 490
491 – 630
Struktural
4+4+7 = 15
(30x15x1) s/d (30x15x3)
450 s/d 1350
(1350-450)/3 Rendah 450 – 750
= 300
Sedang 751 – 1050
Tinggi 1051 – 1350
Modal Sosial
12+15 = 27
(30x27x1) s/d (30x27x3)
810 s/d 2430
(2430-810)/3 Rendah 810 – 1350
= 540
Sedang 1351 – 1890
Tinggi 1891 – 2430
26
3.6.2 Pengukuran Performansi Dukuh
Performansi dukuh dijelaskan berdasarkan nilai kerapatan tumbuhan,
produktivitas dukuh, keberlanjutan (sustainabilitas), keadilan (ekuitabilitas), dan
efisiensi.
3.6.2.1 Kerapatan Tumbuhan
Identifikasi komposisi jenis tumbuhan dilakukan dengan menggunakan
pengukuran kerapatan tumbuhan menurut Soerianegara dan Indrawan (1998).
Pengukuran yang dilakukan adalah dengan menghitung kerapatan tumbuhan
(individu/ha) setiap tingkatan untuk menduga kecukupan jumlah tumbuhan atau
kerapatan tumbuhan dalam menjaga heterogenitas dan adaptabilitas vegetasi
terhadap gangguan. Perhitungan kerapatan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kerapatan
=
Kerapatan Relatif =
Jumlah individu
Luas petak contoh
Kerapatan suatu jenis
Kerapatan seluruh jenis
x 100%
Kecukupan jumlah tumbuhan atau kerapatan tumbuhan penting untuk
tetap dapat menjaga heterogenitas dan adaptabilitas vegetasi terhadap perubahanperubahan ataupun penyakit, yakni berkisar 1.000 – 25.000 individu/ha dengan
rata-rata kisaran 5.000 individu/ha yang tersebar dari tingkat semai hingga pohon
(Jacobs 1981).
Nilai Kerapatan Tumbuhan diperoleh dari total penjumlahan seluruh nilai
kerapatan (individu/ha) yang tersebar dari tingkat semai hingga pohon. Penentuan
Nilai Kerapatan didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
-
Nilai Kerapatan Buruk : jumlah individu perhektar < 1.000.
-
Nilai Kerapatan Baik : jumlah individu perhektar 1.000 - 25.000.
-
Nilai Kerapatan Sangat Baik : jumlah individu perhektar > 25.000.
27
3.6.2.2 Produktivitas Dukuh
Produktivitas dukuh adalah keluaran (output) produk yang bernilai dari
dukuh, dalam konteks ini keluaran (output) produk dukuh diukur dari
nilai/pendapatan dari buah yang dihasilkan dukuh permusim perhektar, yaitu:
-
Produktivitas Rendah : Nilai hasil buah/ha < Rp. 7 juta.
-
Produktivitas Sedang : Nilai hasil buah/ha Rp. 7 juta s/d Rp. 10 juta.
-
Produktivitas Tinggi : Nilai hasil buah/ha > Rp. 10 juta.
3.6.2.3 Sustainabilitas (Keberlanjutan) Dukuh
Sustainabilitas (keberlanjutan) dukuh adalah kemampuan dukuh untuk
menjaga produktivitasnya dari waktu ke waktu, yang diukur berdasarkan usahausaha
yang
dilakukan
untuk
mempertahankan
keberadaan
tanaman
(persemaian/pembibitan, replanting/peremajaan dan pemeliharaan tanaman),
yaitu:
-
Rendah : Tidak pernah dilakukan
-
Sedang : Jarang (Kadang-kadang) dilakukan
-
Tinggi
: Sering dilakukan.
3.6.2.4 Equitabilitas (Keadilan)
Equitabilitas (keadilan) adalah pemerataan distribusi manfaat dari
keberadaan dukuh, yang diukur dari tingkat akses terhadap manfaat yang
dirasakan oleh masyarakat.
- Rendah : Hanya bermanfaat bagi pemiliknya saja
- Sedang : Bermanfaat bagi pemiliknya dan para pembeli buahnya
- Tinggi
: Bermanfaat bagi banyak pihak (pemilik, masyarakat sbg tenaga
kerja/mitra, sanak famili dan tetangga yg tidak memiliki dukuh, serta
para pembeli buahnya, dll).
3.6.2.5 Efisiensi
Efisiensi adalah penghematan (minimalisasi) biaya dalam proses
pengelolaan dukuh hingga menghasilkan produk (buah), diukur dari tingkat
efisiensi biaya produksi:
28
- Efisiensi Rendah : Biaya produksi > 40% dari Nilai Produksi
- Efisiensi Sedang : Biaya produksi 20% – 40% dari Nilai Produksi
- Efisiensi Tinggi
: Biaya produksi < 20% dari Nilai Produksi.
Secara rinci cara pengukuran tingkat performansi dukuh adalah sebagai
berikut:
Tabel 4 Cara pengukuran tingkat performansi dukuh pada komunitas dukuh
No.
Performansi
Dukuh
Parameter
Pengukuran
Terhadap Responden
Kriteria
Nilai
Total Nilai
Komunitas
(30 Responden)
Selang
Kelas
Tingkat
Performansi Dukuh
Ukuran
Kelas
(Total Nilai)
Buruk
30-50
Baik
51-70
Sangat Baik
71-90
1.
Kerapatan
Tumbuhan
Jumlah
tumbuhan/ha
< 1.000
1.000 – 25.000
> 25.000
1
2
3
(30x1) s/d (30x3)
30 s/d 90
(90-30)/3
= 20
2.
Produktivitas
Pendapatan
dukuh/ha
< Rp. 7 juta
Rp. 7 juta – 10 jt
> Rp. 10 juta
1
2
3
(30x1) s/d (30x3)
30 s/d 90
(90-30)/3
= 20
Rendah
Sedang
Tinggi
30-50
51-70
71-90
3.
Keberlanjutan
Intensitas keg.
pemeliharaan
dukuh
Tidak pernah
Jarang (kadang2)
Sering
1
2
3
(30x1) s/d (30x3)
30 s/d 90
(90-30)/3
= 20
Rendah
Sedang
Tinggi
30-50
51-70
71-90
4.
Keadilan
Pihak lain yang
ikut merasakan
manfaat dukuh
Tidak ada
Pembeli buahnya
Banyak pihak
1
2
3
(30x1) s/d (30x3)
30 s/d 90
(90-30)/3
= 20
Rendah
Sedang
Tinggi
30-50
51-70
71-90
5.
Efisiensi
Persentase biaya
produksi
> 40%
20% - 40%
< 20%
1
2
3
(30x1) s/d (30x3)
30 s/d 90
(90-30)/3
= 20
Rendah
Sedang
Tinggi
30-50
51-70
71-90
Performansi
Dukuh
5 Parameter
di atas
(30x5x1) s/d (30x5x3)
150 s/d 450
(450-150)/3 Buruk
= 100
Sedang
Baik
150 – 250
251 – 350
351 – 450
3.6.3 Analisis Hubungan Modal Sosial dengan Performansi Dukuh
Untuk menjelaskan korelasi antara tingkat modal sosial dengan
performansi dukuh dilakukan dengan menggunakan analisis uji koefisien
Peringkat Spearman (Rs):
RS=
Keterangan:
RS (Koefisien Rank Spearman),
di (selisih peringkat X dan Y),
n (banyaknya sampel).
Jika Rs bernilai nol, maka tidak ada korelasi,
apabila Rs bernilai +1,00 atau -1,00 maka terdapat korelasi sempurna.
Download