II. KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Menulis Deskripsi a

advertisement
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Menulis Deskripsi
a. Pengertian Menulis Deskripsi
Banyak para ahli yang mengungkapkan pengertian menulis deskripsi. Pendapat
para ahli secara umum memiliki kesamaan walaupun terdapat perbedaan cara
mengungkapkan. Menurut Akhadiah (1992:3) menulis merupakan kegiatan
menyampaikan pesan (gagasan, perasaan, dan informasi) secara tertulis kepada
pihak lain. Menulis adalah usaha komunikasi yang mempunyai aturan maian serta
kebiasaan-kebiasaan sendiri.
Lebih lanjut Suparno dan Yunus (2006: 46) mengungkapkan:
”Deskripsi berasal dari bahasa Latin describere yang berarti
menggambarkan atau memerikan sesuatu hal”. Deskripsi adalah suatu
bentuk karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar,
mencium dan merasakan) apa yang dilukiskan penulis, karangan ini
bermaksudmenyampaikan pean tentang sesuatu dengan sifat dan gerakgeriknya kepada pembaca.”
Keraf (1982: 93) menjelaskan bahwa deskripsi merupakan sebuah bentuk tulisan
yang bertalian dengan usaha penulis untuk memberikan perincian dari objek yang
sedang dibicarakan. Dalam deskripsi penulis memindahkan kesan-kesannya, hasil
pengamatan dan perasaannya, menyampaikan sifat dan semua perincian wujud
yang dapat ditemukan pada objek tersebut.
12
Akhadiah dalam Suparno dan Yunus (2006: 48) mengungkapkan bahwa deskripsi
yang baik dituntut tiga hal, pertama, kesanggupan berbahasa kita yang memiliki
kekayaan nuasa dan bentuk. Kedua, kecermatan pengamatan dan kelaluasaan
pengetahuan kita tentang sifat, ciri dan wujud objek yang dideskripsikan. Ketiga,
kemampuan kita memilih secara detail khusus yang dapat menunjang ketepatan
dan kehidupan deskripsi”.
Deskripsi adalah upaya pengolahan data menjadi sesuatu yang dapat diutarakan
secara jelas dan tepat dengan tujuan agar dapat dimengerti oleh orang yang tidak
langsung
mengalami
sendiri
(http://.id.wikipedia.org/wiki/deskripsi).
Pada
umumnya deskripsi menegaskan sesuatu, seperti apa sesuatu itu kelihatannya,
bagaimana
bunyinya,
rasanya
dan
sebagainya.
http://id.wikipedia.
org/wiki/karangan)
Karangan deskripsi memiliki ciri-ciri seperti: (1) menggambarkan atau
melukiskan sesuatu, (2) penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan
melibatkan kesan indera, dan (3) membuat pembaca atau pendengar merasakan
sendiri/ mengalami sendiri.
b. Jenis-jenis Karangan Deskripsi
Karangan/wacana deskripsi berdasarkan tujuannya menurut Keraf (1982:96) dibedakan menjadi dua macam yaitu, 1) deskripsi sugestif; 2) deskripsi ekspositoris.
Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
13
1) Deskripsi Sugestif
Di dalam deskripsi ini penulis bermaksud menciptakan sebuah pengalaman
pada diri pembaca, pengalaman karena perkenalan langsung dengan objeknya.
Sasaran deskripsi sugestif adalah dengan perantaraan tenaga rangkaian katakata yang dipilih oleh penulis untuk menggambarkan ciri, sifat, watak dari
objek tersebut, dengan kata lain deskripsi sugestif berusaha untuk
menciptakan suatu penghayatan terhadap objek tersebut melalui imajinasi
pembaca.
2) Deskripsi Ekspositoris atau Deskripsi Teknis
Deskripsi jenis ini bertujuan untuk memberikan identifikasi atau informasi
mengenai objeknya sehingga pembaca dapat mengenalnya bila bertemu atau
berhadapan dengan objek tadi. Deskripsi ekspositoris tidak berusaha untuk
menciptakan kesan atau imajinasi pada diri pembaca.
c. Unsur-unsur Karangan Deskripsi
Menurut pendapat Burhan (1974:100) dalam pembuatan karangan itu sekurangkurangnya tercakup lima unsur yaitu,
1) isi karangan adalah hal-hal yang dikarang atau gagasan;
2) bentuk karangan adalah susunan atau cara menyajikan isi karangan;
3) tata bahasa adalah penggunaan bentuk-bentuk tatabahasa dan pola-pola
kalimat;
14
4) gaya adalah pilihan struktur dan kosakata untuk memberikan nada atau warna
tertentu terhadap karangan itu;
5) ejaan dan tanda baca adalah penggunaan tata cara penulisan lambang bahasa
tertulis yang diadatkan dalam bahasa itu.
d. Syarat-syarat Karangan yang Baik
Suatu karangan menurut Akhadiah (1996:9) mengatakan, sekurang-kurangnya
memenuhi unsur-unsur yang berhubungan dengan hal-hal berikut:
1) kejelasan tema;
2) kesesuaian isi dengan judul;
3) kesesuaian jenis karangan;
4) ketepatan ide dalam paragraf;
5) ketepatan susunan kalimat;
6) ketepatan pemilihan kata /diksi;
7) ketepatan penggunaan ejaan.
1) Kejelasan Tema
Dalam mengarang, tema atau topik karangan harus ditetukan terlebih dahulu
karena ia merupakan isi karangan itu. Akhadiah (1996:9) menyatakan bahwa
topik adalah pokok pembicaraan dalam keseluruhan karangan yang dikarang.
Oleh karena itu, baik tidaknya suatu karangan sangat ditentukan tepat tidaknya
topik yang dipilih.
15
2) Kesesuaian Isi dengan Judul
Judul sebuah karangan akan menggambarkan isi keseluruhan (Akhadiah,
1996:10) Sementara Keraf (1994:128) menyatakan bahwa judul hendaknya
menyebutkan ciri-ciri utama atau menghubungkan hal-hal penting dari
karangan, sehingga para pembaca sudah dapat membayangkan apa yang
diuraikan di dalam karangan itu.
3) Kesesuaian Jenis Karangan
Jenis karangan berkaitan dengan maksud atau tujuan penulisan. Untuk
menentukan tujuan mengarang diperlukan tesis.
Akhadiah (1996:47)
menyatakan bahwa tesis adalah suatu kalimat penyataan yang mengandung
tujuan tulisan. Penyataan ini mengandung gagasan atau amanat yang akan
dikembangkan atau diuraikan lebih lanjut melalui tulisan.
4) Ketepatan Ide dalam Paragraf
Topik suatu karangan diuraikan di dalam tiap paragraf berupa satu ide pokok
dan beberapa ide penjelas. Suatu paragaf yang baik haruslah memenuhi tiga
syarat be rikut:
(a) kesatuan yaitu semua kalimat yang ada di dalam paragraf secara bersamasama membangun suatu pokok pikiran;
(b) kepaduan atau koherensi yaitu kekompakan hubungan antara satu kalimat
yang lain dalam membangun paragraf itu;
(c) pengembangan yaitu adanya keteraturan dalam merinci dan menyusun
pokok pikiran ke pikiran-pikiran penjelasnya (Keraf, 1994:67).
16
5) Ketepatan Susunan Kalimat
Ketetapan unsur-unsur yang membangun suatu kalimat akan sangat
menentukan kejelasan pikiran yang dimuat dalam kalimat itu . Kalimat-kalimat
yang diguna-kan dalam karangan hendaknya kalimat efektif. Keraf (1993:35)
menyatakan bahwa kalimat efketif itu dapat mewakili isi pikiran dan perasaan
pengarang sehingga menarik perhatian pembicara serta dapat menimbulkan
kembali gagas-an pembaca yang sesuai dengan gagasan pengarang .
6) Ketepatan Pemilihan Kata/Diksi
Susunan kata di dalam kalimat sangat berguna untuk menjaga kontinuitas
(Caraka, 1999:54). Pernyataan ini berkaitan dengan pemilihat kata yang tepat
dalam membangun gagasan akan menjaga kesinambungan dan kekompakan
da-lam karangan. Akhadiah (1996:32) menyatakan dalam memilih kata harus
diperhatikan dua persyaratan pokok, yaitu:
a) ketetapan; berkaitan dengan makna aspek logika kata-kata. Kata yang
dipilih harus secara tepat mengungkapkan pengertian yang disampaikan.
b) kesesuian; berkaitan dengan kecocokan antara kata yang digunakan
dengan kesempatan, situasi dan keadaan pembaca.
7) Ketepatan Penggunaan Ejaan
Ejaan artinya kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat,
dsb.) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca
(Moeliono, 1995 : 250). Yang termasuk di dalamnya ialah penulisan huruf,
kata, kalimat, dan tanda-tanda baca. Ejaan memegang peranan penting dalam
karangan, oleh karenanya dalam mengarang hendaklah berpedoman pada
17
ketentuan yang berla-ku, yaitu buku Pedoman Umum Ejaan Yang
Disempurnakan (EyD).
e. Langkah-langkah Mengarang
Agar dapat mencapai hasil mengarang yang baik ada beberapa saran yang berupa
langkah-langkah mengarang yang harus diperhatikan, langkah-langkah itu ialah ;
1) memilih dan membatasi topik
2) menentukan tema dan merumuskan tesis
3) mengumpulkan bahan-bahan Pembicaraan
4) menyusun garis besar.
1) Memilih dan Membatasi Topik
Kegiatan memilih serta membatasi topik merupakan langkah awal yang
ditempuh pengarang, apalagi bagi pengarang pemula. Hal ini harus dilakukan
secara tertulis, agar membantu mengarahkan pengarang tentang apa yang akan
ditulisnya.
2) Menentukan Tema dan Merumuskan Tesis
Setelah topik dipilih, lanjutkan dengan menentukan tema; mengenai apa yang
hendak kita katakan tentang topik itu. Tema merupakan pusat karangan. Tema
merupakan pernyataan, pandangan, pendirian penulis mengenai topik. Tema
dapat disebut juga sebagai gagasan pokok.
18
3) Mengumpulkan Bahan-bahan Pembicaraan
Setelah tema karangan dirumuskan, yang merupakan pendirian atas tesis, maka
sekarang akan diuraikan, dipertahankan, dan dibuktikan. Ada dua sumber
pokok pembuktian yaitu dari diri sendiri dan dari luar. Pengalaman serta hasil
pengamatan penulis yang objektif dan cermat merupakan bahan-bahan
pembicaraan yang menginspirasikan penulis mengenai apa yang akan
dituliskannya.
Selain diri pribadi, dunia luar pun merupakan bahan yang
sangat veriatif, dan inspiratif.
Dunia luar sebagai sumber bahan berupa
kesaksian-kesaksian orang lain, anggapan-anggapan umum yang sudah
diterima masyarakat merupakan bahan yang aktual yang dapat dipergunakan
sebagai bahan pembicaraan.
4) Menyusun Garis Besar atau Kerangka Karangan
Menyiapkan garis besar atau kerangka karangan merupakan “pengaman” yang
sangat membantu penulis. Penulis akan merasa pasti dan lebih aman jika garis
besar atau kerangka karangan disiapkan sebelum mulai mengarang. Jika garis
besar itu betul-betul dipersiapkan dengan sebaik-baiknya maka pekerjaan
mengarang akan semakin lancar. Garis besar ada yang bersifat formal
(lengkap), bersifat topikal, dan ada yang bersifat kalimat. Jika siswa menulis
karangan deskripsi tetapi pengetahuan pungtuasi tidak dimilikinya maka siswa
akan mengarang sesuka hatinya, akibatnya perintah ini tidak akan terlaksana.
Berikut digambarkan dalam diagram kerangka berpikir penelitian pada halaman
berikut:
19
Pola pengembangan paragraf deskripsi:
a) paragraf deskripsi spesial; paragraf ini menggambarkan objek khusus
ruangan, benda/ tempat;
b) paragraf deskripsi subjektif; paragraf ini menggambarkan objek seperti
tafsiran/ kesan perasaan penulis;
c) paragraf deskripsi objektif; paragraf ini menggambarkan objek dengan apa
adanya atau sebenarnya.
Berdasarkan penjelasan di atas deskripsi yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah karangan tentang sesuatu yang dijelaskan sesuai dengan pengamatan
terhadap objek sebenarnya menggunakan bahasa Lampung.
2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
a. Hakikat Contextual Teaching and Learning (CTL)
Depdiknas (2003) menjelaskan bahwa CTL adalah konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Sanjaya (2006:
109), pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Hal ini berarti
pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa bukan pada guru. Guru
bukan sebagai sumber ilmu, malainkan perancang, fasilitator, dan motivator
20
dalam pembelajaran. Kelebihan pembelajaran menggunakan pendekatan CTL
menurut Nurhadi, dkk (2004:32), dapat meningkatkan hasil dan keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran. Kebaikannya sebagai berikut.
1) Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” apa yang
dipelajarinya dari pada “mengetahuinya”.
2) Pembelajaran dapat membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam
kehidupan mereka.
3) Kontekstual merupakan pndekatan baru yang lebih memberdayakan siswa,
tidak menghafal fakta tetapi mendorong siswa mengkonstruksikan
pengetahuan di benak mereka sendiri.
4) Kontektual merupakan pembelajaran yang mengajak anak mengetahui
makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang
diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan.
Blanchara (2001: 72) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual terjadi apabila
siswa menerapkan, mengalami apa yang sedang dipelajarinya,
berhubungan
dengan kehidupan dan dunia nyata. Center of Educations and Work at the
Univercity of Wisconsin-Madison (TEACHNET) mengeluarkan pernyataan
penting tentang CTL sebagai berikut.
Contextual teaching and learning is conception of teaching and that helps
teacher relate subject ter content to real world situations and motivates
students to make connections between knowledge and its applications to
their lives as family members, citizen, and wokers and engange in the hard
work that learning requires (Johnson, 2002: 38-39).
Teachnet menekankan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan strategi
pembelajaran yang mampu menolong guru menghubungkan isi pelajaran dengan
situasi dunia nyata, CTL juga mampu memotivasi siswa dalam menghubungkan
antara pengetahuan yang diperoleh dengan aplikasinya dalam hidupnya baik
sebagai anggota keluarga, masyarakat, maupun dunia kerja.
21
Pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual menuntut guru mampu
memotivasi siswa belajar dalam situasi dunia nyata, dengan konsep belajar ini
siswa dapat menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi yang
dipelajari sehingga pembelajaran diharapkan akan lebih bermakna.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran kontekstual
adalah konsep belajar yang menghadirkan dunia nyata dan mendorong siswa
menghubungkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan
sehari-hari.
Pada
saat
siswa
memperoleh
pengetahuan
dan
keterampilan dari konteks yang terbatas, saat itu pula sedikit demi sedikit siswa
mengkonstruksikan pemikirannya. Hasil dari proses ini dijadikan siswa sebagai
bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.
Pembelajaran kontekstual mengakui bahwa “belajar” merupakan sesuatu yang
kompleks dan multi dimensional yang jauh melampaui berbagai metode belajar
lainnya yang hanya berorientasi pada latihan dan rangsangan/ tanggapan
(stimulus-respon) Pembelajaran kontekstual menganjurkan bahwa belajar hanya
terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa
sehingga dirasakan sesuai dengan kerangka pikiran yang dimilikinya (ingatan,
pengalaman dan tanggapan).
Lebih lanjut Johnson (2006: 25) menjelaskan CTL sebagai berikut.
“The CTL system is an educational process that aims to help students see
meaning in the academic material they are studying in the
academicsubjects with the context of their daily lives, that is with
thecontexst of the personal, social, and cultural circumstances. To achieve
this aim, the system encompasses the following eight components: making
meaningful connections, doing significans work, self regulated learning.
22
Collaborating, critical and creative thingking, nurturing the individual
reaching high standars, using authentic assessmen.”
Pemahamanya hakikat CTL merupakan suatu proses pembelajaran yang bertujuan
membantu siswa melihat makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan
cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari yaitu dengan
konteks lingkungan pribadi, sosial dan budaya, menuntut siswa belajar bermakna,
mengatur belajar sendiri, bekerjasama, berfikir kritis dan kreatif, mencapai standar
yang tinggi.
Zahorik (1999:14-22) menjelaskan ada lima elemen yang harus diperhatikan
dalam pembelajaran kontekstual: (1) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
(activating
knowledge),
memperhatikan
detailnya,
(2)
(3)
pemerolehan
pemahaman
pengetahuan
pengetahuan
baru,
kemudian
(understanding
knowledge), (4) mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman, (5) melakukan
refleksi (reflection knowledge).
Pendekatan CTL menurut Nurhadi (2004:31) memiliki tujuh komponen yaitu:
konstruktivisme, inquiry, bertanya, masyarakat belajar, permodelan, refleksi dan
penilaian sebenarnya. Hal serupa diungkapkan oleh Sanjaya (2006:113) bahwa
komponen-komponen pembelajaran
yang digunakan dalam pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah Construktivisme, Inquiri,
Questioning, Learning community, Modeling, refleksi, dan Authentic Assesment.
Penerapan masing-masing komponen dapat dijelaskan sebagai berikut.
23
1) Konstruktivisme
Merupakan aliran pembelajaran yang menuntut siswa untuk menyusun dan
membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan
tertentu (Hati, 2007). Siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan
terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Siswa “mengkonstruksi” bukan
“menerima” pengetahuan. Siswa menjadi “Subjek” bukan “Objek” belajar.
Bentuknya adalah siswa mengerjakan sesuatu:
a) menulis karangan deskripsi
b) mendemonstrasikan yakni bahasa komunikasi yang digunakan adalah
bahasa lampung.
c) menciptakan ide karangan deskripsi sesuai yang diamati.
d) memecahkan masalah
Tugas guru dalam hal ini adalah memfasilitasi proses belajar dengan menjadikan
pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, memberi kesempatan kepada
siswa untuk menemukan, menerapkan idenya sendiri dan memotivasi siswa agar
menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar, mengerjakan tugas.
Implementasinya terdiri dari kegiatan menyebutkan, mengidentifikasikan,
mengkategorikan, dan membuktikan. Pada umumnya kita juga sudah menerapkan
filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari, yaitu ketika kita merancang
pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktek mengerjakan sesuatu,
beraktifitas di dalam laboratorium, membuat laporan ilmiah, mendemonstrasikan
hasil kerja baik berupa laporan maupun hasil eksperimen di laboratorium,
menciptakan ide, dan sebagainya.
24
2) Menemukan (Inquiry)
Kegiatan pembelajarannya diawali dengan pengamatan, lalu berkembang
untuk memahami konsep/fenomena. Setelah itu siswa akan mengembangkan
dan menggunakan keterampilan berpikir kritis. Siswa menemukan sendiri
pengetahuan dan keterampilan mereka melalui tahap:
1) Mengamati atau melakukan observasi (observation)
2) Membaca referensi untuk informasi pendukung.
3) Bertanya jawab dengan teman (questioning)
4) Menduga (hypotesis) dan memunculkan ide-ide baru.
5) Mengumpulkan data sebanyak-banyaknya(data gathering)
6) Menganalisis, menyimpulkan (conclusion), dan menyajikan hasil dalam
tulisan, gambar dll.
7) Siswa membuat laporan ilmiah sendiri
8) Siswa mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca,
teman sekelas, guru, atau audien yang lain.
9) Disampaikan pada orang lain untuk mendapat masukan..
10) Melakukan refleksi.
11) Menempelkan gambar, karya tulis di mading, majalah sekolah, dsb.
3) Bertanya (Questioning)
Suatu pembelajaran akan tampak hidup dan bergairah kalau disertai dengan tanya
jawab antara siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa lainnya, antara siswa
dengan orang lain. Manfaat tanya jawab dalam pembelajaran sangat banyak yaitu,
untuk memotivasi siswa, menghindari pembelajaran yang monoton. Teknik
bertanya merupakan hal mendasar dalam pembelajaran kontekstual.
25
Menurut Senduk (2004: 45), bertanya merupakan suatu strategi yang
digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi
gagasan-gagasan. Pendapat ini mengisyaratkan bahwa pilar bertanya dalam
pembelajaran kontekstual merupakan bagian penting, karena merupakan
induk dari strategi pembelajaran. Kegiatan bertanya yang dilakukan baik
oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk
mengarahkan, membimbing, dan mengevaluasi cara berfikir siswa.
Sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. (Hati, 2007).
Dengan bertanya, siswa dapat menggali informasi, mengkonfirmasikan sesuatu,
mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui, bertanya dapat
diterapkan saat berdiskusi, kerja kelompok, ketika mengamati, dan saat
mengalami kesulitan. Hampir pada semua aktifitas belajar, questioning dapat
diterapkan:
1) Antara siswa dengan guru
2) Antara guru dengan siswa
3) Antara siswa dengan siswa
4) Antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agat hasil pembelajaran diperoleh dari
kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antar teman,
antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Dalam pembelajaran
menggunakan
pendekatan
CTL
guru
disarankan
selalu
melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok belajar. Kelompok belajar atau sekelompok
26
komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman
dan gagasan. (Hati, 2007).
Mengutamakan kerjasama dengan orang lain atau kelompok, dapat dilakukan jika
anggotanya mau saling mendengarkan, tidak merasa paling tahu, serta tidak segan
untuk bertanya kepada lainnya. Prakteknya dapat terwujud dalam:
1)
Pembentukan kelompok kecil
2)
Pembentukan kelompok besar.
3)
Mendatangkan „ahli‟ ke kelas.
4)
Bekerja dengan kelas sederajat.
5)
Bekerja dengan kelas di atasnya.
6)
Bekerja dengan masyarakat.
Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen, yang pandai
mengajari yang lemah yang pandai belajar cepat membantu teman yang lamban.
Hal ini dapat membantu siswa menuangkan deskripsi menggunakan kalimat
bahasa lampung yang tepat.
5) Permodelan (Modeling)
Pengertian permodelan menurut Yasin (2004: 49), merupakan suatu cara
mengaktualisasikan sesuatu yang abstrak. Permodelan dapat juga dimaksudkan
untuk membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana
guru menginginkan para siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang
diharapkan guru. Jadi permodelan merupakan cara melakukan sesuatu,
mempraktekkan cara mendeskripsikan sesuatu yang dilihat dan lain-lain. Sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru,
27
dengan begitu guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”. Kegiatan
mendemonstrasikan suatu perbuatan agar siswa dapat mencontoh atau belajar,
atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. (Hati, 2007).
Model ini dapat dirancang dengan melibatkan media lingkungan misalnya, guru
menunjukkan pohon kelapa sawit di halaman sekolah, kemudian salah satu siswa
bisa ditunjuk untuk menyebutkan suatu kata dalam bahasa lampung yang
berhubungan dengan media tersebut. Dalam pendekatan CTL guru bukan satusatunya model, tetapi model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan respon terhadap sesuatu kejadian, aktivitas atau pengetahuan
yang baru diterima, contohnya:
a) pertanyaan langsung tentang ketentuan apa saja yang boleh diamati;
b) komentar siswa tentang pembelajaran hari itu;
c) catatan atau konsep siswa;
d) diskusi;
e) hasil karya.
Refleksi merupakan cara berfkir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan masa lalu (Senduk, 2004:
510). Siswa memahami apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan
baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang
baru diterima. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan
dimiliki siswa perlu diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian
28
diperluas sedikit demi sedikit. Siswa mencatat apa yang telah dipelajari dan
bagaimana menemukan ide-ide baru. Pada akhir pembelajaran guru menyisakan
waktu untuk melakukan refleksi.
Kegiatan dalam refleksi menurut Hati, (2009) berupa melihat kembali atau
merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk
mengidentifikasi hal-hal yang sudah diketahui, dan hal-hal yang belum diketahui
agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Dapat juga dikatakan
sebagai respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima,
contohnya:
1) Pertanyaan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
2) Komentar siswa tentang pembelajaran hari itu.
3) Catatan atau jurnal dibuku siswa.
4) Diskusi
5) Hasil karya
Penerapan refleksi menurut Nurhadi (2004: 51) memiliki ciri sebagai berikut: (a)
pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, (b) catatan atau
buku jurnal di buku siswa, (c) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari
itu, (d) diskusi, (e) hasil karya, (f) cara-cara lain yang ditempuh guru untuk
mengarahkan siswa pada pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari. Jadi
reflection adalah kegiatan memikirkan apa yang telah terjadi dalam pembelajaran,
dan memberikan masukan perbaikan jika diperlukan.
29
7) Penilaian yang Sebenarnya (Autentic Assessment)
Agar penilaian yang dilakukan benar-benar menggambarkan keadaan siswa yang
sebenarnya, perlu dilakukan suatu penilaian yang mampu mengukur keadaan
siswa yang sebenarnya. Siswa tidak hanya dinilai dari satu aspek, melainkan dari
berbagai aspek sehingga data yang didapat bisa menggambarkan keadaan siswa
yang sebenar proses.
Penilaian autentik memiliki beberapa karakteristik, menurut Senduk (2004: 52)
penilaian autentik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) harus mengukur semua
aspek pembelajaran, (b) dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran, (c)
menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber, (d) tes hanya salah satu alat
pengumpul data penilaian, (e) tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus
mencerminkan bagian-bagian dari kehidupan siswa.
Berdasarkan
pendapat
tersebut
penilaian
autententik
merupakan
proses
pengumpulan berbagai data yang bisa menggambarkan perkembangan siswa.
Penilaian ini menekan pada perkembangan kemampuan siswa dalam memahami
dan mempelajari pengetahuan atau keterampilan. Penilaian ini dilakukan dengan
berbagai cara yaitu pemberian tugas, proses pembelajaran, kinerja, performan,
hasil karya atau produk dan sebagainya.
Autentic Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa, dan perlu diketahui oleh guru
untuk bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan
benar. Penekanannya pada assesment dalam proses pembelajaran, data yang
dikumpulkan diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat
30
melakukan proses
pembelajaran. Kemajuan
belajar dinilai dari
proses
pembelajaran, bukan melalui hasil.
Karakteristik assessment adalah: (a) dilaksanakan selama dan sesudah proses
pembelajaran berlangsung, (b) bisa digunakan untuk formatif dan sumatif, (c)
yang diukur keterampilan dan performansi bukan fakta, (d) berkesinambungan, (e)
terintegrasi, (f) dapat digunakan sebagai feed back. Bentuk-bentuk penilaian
autentik: fortofolios, story reteling, interview, video, tape evaluation of
performance, audio tepe evaluation of reading, teacher observations, close test.
Dalam hal iniakan dilakukan penilaian terhadap aktivitas siswa selama proses
pembelajaran dan produk tulisan deskripsi siswa dalam bahasa lampung.
b. Perbedaan Pendekatan kontestual dengan Pendekatan Konvensional
Menurut pendapat Nurhadi (2003: 7) terdapat perbedaan antara pendekatan CTL
dan konvensional yaitu:
No
Pendekatan CTL
Pendekatan Konvensional
1
Siswa secara aktif terlibat dalam
proses pembelajaran.
Siswa belajar dari teman melalui
kerja.
Pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan nyata atau masalah
yang disimulasikan.
Perilaku dibangun atas kesadaran
diri.
Hadiah untuk perilaku baik adalah
kepuasan diri
Keterampilan dikembangkan atas
dasar pemahaman.
Seseorang tidak melakukan yang
jelek karana dia sadar hal itu keliru
dan merugikan.
Bahasa
diajarkan
dengan
Siswa adalah penerima informasi
secara pasif.
Siswa belajar secara individual.
2
3
4
5
6
7
8
Pembelajaran
teoritis.
sangat
abstrak
dan
Perilaku dibangun atas kebiasaan.
Hadiah untuk perilaku baik adalah
pujian atau nilai (raport).
Keterampilan dikembangkan atas
dasar latihan.
Seorang tidak melakukan yang jelek
karena dia takut hukuman.
Bahasa diajarkan dengan pendekatan
31
pendekatan komunikatif, yakni
siswa diajak menggunakan bahasa
dalam monteks nyata.
Pemahaman rumus dikembangkan
atas dasar skemata yang sudah ada
dalam diri siswa.
Pemahaman rumus relatif berbeda
antara siswa yang satu dengan
yang lainnya sesuai dengan
skemata siswa.
Siswa menggunakan kemampuan
berfikir kritis, terlibat penuh dalam
mengupayakan terjadinya proses
pembelajaran yang efektif, ikut
bertanggung jawab atas terjadinya
proses pembelajaran yang efektif,
dan membawa skemata masingmasing
ke
dalam
proses
pembelajaran.
struktural: rumus, diterangkan sampai
paham, kemudian dilatihkan (drill).
No
Pendekatan CTL
Pendekatan Konvensional
1
Pengetahuan
yang
dimiliki
manusia, dikembangkan oleh
manusia itu sendiri. Manusia
menciptakan atau membangun
pengetahauan
dengan
cara
memberi arti dan memahami
pengalamannya.
Ilmu pengetahuan dikonstruksi
oleh manusia sendiri, sementara
manusia
selalu
mengalami
peristiwa
baru
maka
pengetahuan.tidak pernah stabil,
selalu berkembang.
Siswa diminta bertanggung jawab
memonitor dan mengembangkan
pembelajaran mereka masingmasing.
Penghargaan terhadap pengalaman
siswa sangat diutamakan.
Hasil belajar diukur dengan
berbagai cara, proses bekerja, hasil
karya, penampilan, rekaman, tes
dan lain-lain.
Pembelajaran terjadi diberbagai
Pengetahuan adalah penangkapan
terhadap serangkaian fakta, konsep,
atau hukum yang berada di luar diri
manusia.
9
10
11
2
3
4
5
6
Rumus itu ada di luar diri siswa, yang
harus
diterangkan,
diterima,
dihafalkan dan dilatihkan.
Rumus adalah kebenaran absolut,
hanya ada dua kemungkinan yaitu
pamahaman rumus yang salah atau
yang benar.
Siswa secara fasif menerima rumus
atau kaidah (membaca, mendengar,
mencatat,
menghafal),
tanpa
memberikan kontribusi ide dalam
proses pembelajaran.
Kebenaran bersifat absolut
pengetahuan bersifat final.
dan
Guru adalah penentu jalannya proses
pembelajaran.
Pembelajaran tidak memperhatikan
pengalaman siswa.
Hasil belajar diukur hanya dengan tes.
Pembelajaran hanya di dalam kelas.
32
7
8
9
tempat, konteks dan setting
Penyesalan adalah hukuman dari
perilaku jelek
Perilaku baik berdasar motivasi
intrinsik.
Seorang berperilaku baik karena
dia yakin itulah yang terbaik dan
bermanfaat.
Sanksi adalah hukuman dari perilaku
jelek.
Perilaku baik berdasar motivasi
ekstrinsik.
Seseorang berperilaku baik karena
terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan
ini dibangun dengan hadiah yang
menyenangkan.
c. Beberapa Hal Penting Dalam Pembelajaran CTL
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL harus memperhatikan halhal yang yang terkait, baik berkaitan dengan konsep, langkah-langkah, maupun
pelaksanaan pembelajaran dengan CTL. Contextual Teaching and Learning
(CTL) menurut Clifford dan Wilson (2000:2) adalah pendekatan dalam
pembelajaran yang dapat membantu siswa menemui ketuntasan belajar
berdasarkan kompetensi yang telah ditetapkan. Siswa dapat dikatakan tuntas
belajar jika ia dapat berguna dan mampu mengaplikasikan pengetahuannya
terhadap lingkungan sekitar kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan, sebagai
seorang anggota keluarga, warga negara, dan pekerja atau karyawan.
CTL dikatakan efektif digunakan dalam pembelajaran karena: (Clifford dan
Wilson, 2000:2):
1. emphasizes problem-solving,
2. recognizes the need for teaching and learning to occur in multiple
contexts,
3. teaches students to become self-regulated learners,
4. anchors teaching in students‟ diverse life contexts,
5. encourages students to learn from each other in interdependent
groups, and
6. Employs authentic assessment.
33
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran dengan Contextual Teaching
Learning, terutama berkaitan dengan pembelajaran Bahasa Lampung adalah
sebagai berikut
1.
CTL adalah model pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa secara
penuh, baik fisik maupun mental.
2.
CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal akan tetapi proses
berpengalaman dalam kehidupan nyata.
3.
Kelas, dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan
mereka dilapangan.
4.
Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari
orang lain. (Sanjaya, 2006:125).
3. Media Pembelajaran
Media berasal dari kata “medium” yang berasal dari bahasa latin “medius” yang
berarti “tengah atau sedang”. Pengertian media ini mengarah pada sesuatu yang
menjadi penghantar untuk meneruskan suatu informasi dan sumber informasi
kepada penerima informasi. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau
pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan, ringkasnya media adalah
alat untuk menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran. Arsyad
(2005: 54) mengartikan media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan
untuk menyampaikan pesan/ informasi.
Heinich dalam Arsyad (2005: 82) menyatakan, media sebagai perantara yang
mengantar informasi apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi
34
yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud pengajaran. Hamidjojo
dalam Latuheru mengemukakan bahwa, media pembelajaran adalah media yang
penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran (biasanya sudah
dituangkan dalam GBPP atau silabus) yang dimaksudkan untuk mempertinggi
kegiatan belajar. Media pembelajaran adalah bahan, alat, maupun metode/ teknik
yang digunakan dalam kegiatan belajar dengan maksud agar proses interaksi
komunikasi edukatif antara siswa dan sumber belajar dapat berlangsung secara
tepat guna dan berdaya guna. Jadi media yang dimanfaatkan untuk belajar adalah
lingkungan yang terdekat dengan siswa.
“National Education Assosiation” memberi definisi media sebagai bentuk-bentuk
komunikasi baik tercetak maupun audio visual dan peralatannya dengan demikian
dapat dimanipulasi, dilihat, didengar atau dibaca. Menurut Lohan dalam
Sihkabuden (999: 58), media suatu sarana atau chanel sebagai perantara antara si
pemberi pesan kepada penerima pesan.
Menurut Olson dalam Budiningsih (2005: 62) mendefinisikan media sebagai
teknologi untuk menyajikan, merekam, membagi dan mendistribusikan simbol
dengan melalui rangsangan indera tertentu, disertai penstrukturan informasi.
Gagne dalam Sagala (2005: 281) menyatakan bahwa media pendidikan adalah
berbagai jenis komponen lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.
Briggs dalam yang sama, lebih lanjut menyatakan bahwa media pembelajaran
adalah sarana untuk memberikan perangsang bagi si belajar supaya proses belajar
terjadi.
Sardiman (2006: 205) menyatakan bahwa:
35
media pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan.
Pertama, adalah alat-alat yang merupakan benda sebenarnya yang
memberi pengalaman langsung dan nyata. Kedua, alat-alat yang
merupakan benda pengganti yang seringkali dalam bentuk tiruan dari
benda sebenarnya, memberikan pengalamannbuatan atau tidak langsung.
Ketiga, bahasa lisan maupun tertulis memberikan pengalaman melalui
berbahasa.
Secara umum, peranan media dalam proses pembelajaran dapat:
a. menghemat waktu belajar;
b. memudahkan pemahaman;
c. meningkatkan perhatian siswa;
d. meningkatkan aktivitas siswa;
e. mempertinggi daya ingat siswa.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas bahwa media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepada penerima
serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar,
sehingga dapat memotivasi terjadinya belajar
yang baik dengan sengaja,
bertujuan dan terkendali. Media pembelajaran sebagai salah satu komponen
sumber dan merupakan bagian integral dari keseluruhan komponen pembelajaran
menempati posisi yang penting dan akan turut menentukan keberhasilan
penyelenggaraan pembelajaran.
Pada kenyataannya, pengembangan dan penerapan media pembelajaran
diharapkan dapat memotivasi belajar terhadap pembelajaran sehingga berdampak
pula pada peningkatan hasil belajarnya. Selaras dengan perkembangan ilmu
pengetahuan maka guru harus mampu mengembangkan media pembelajaran
secara bervariasi, baik yang dirancang khusus (by design) maupun dengan
36
memanfaatkan (by utilization) sejumlah media yang telah ada. Dengan demikian
media pendidikan dan media pengajaran dirangkum saja dengan media
pembelajaran.
Kegunaan media dalam pembelajaran menurut Miarso (2005: 536):
(a) Media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada otak
kita sehingga otak kita dapat berfungsi secara optimal, (b) Media dapat
mengatasi keterbatasan pengamatan yang dimiliki oleh siswa, (c) Media
dapat melampaui batas ruang kelas, (d) Media memungkinkan adanya
interaksi langsung antara siswa dan lingkungan, (e) Media menghasilkan
keseragaman pengamatan, (f) Media membangkitkan keinginan dan minat
baru, (g) Media membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar,
(h) Media memberikan pegalaman yang integral/ menyeluruh dari sesuatu
yang konkret maupun yang abstrak, (i) Media memberikan kesempatan
untuk belajar mandiri, (j) Media meningkatkan keterbacaan baru
(membedakan dan menafsirkan objek), (k) Media mampu meningkatkan
efek sosialisasi, (l) Meningkatkan kemampuan ekspresi diri guru maupun
siswa.
Kriteria pemilihan media menurut Arsyad (2005: 39), sebagai berikut: (a) sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai, (b) tepat untuk mendukung isi pelajaran yang
sifatnya fakta, konsep prinsip atau generalisasi, (c) praktis, luwes dan bertahan,
(d) guru trampil menggunakannya, (e) pengelompokan sasaran, (f) mutu teknis
(memiliki persyaratan teknis yang tertentu)
Tiga kategori media menurut Haney dan Ullmer yang dikutip Miarso (2005:25),
yaitu:
(1) Media Penyaji: Grafis, bahan cetak dan gambar diam, Proyeksi diam,
Audio/ kaset, Audio ditambah visual diam, Gambar hidup/ film, Televisi,
Multi media, (2) Media Objek: Objek sebenarnya: alami (hidup dan tak
hidup), buatan: gedung, mesin-mesin, alat-alat komunikasi, jaringan
transportasi dan semua benda yang dibuat, Objek pengganti: replika,
model, dan benda tiruan, (3) Media Interaktif: memperhatikan penyajian
objek dan berinteraksi (internet, komputer).
37
Media yang akan digunakan dalampenelitian ini adalah media objek sebenarnya
alami hidup dan tak hidup yang terdapat di lingkungan sekitar sekolah yaitu,
sugai, gunung, kebun, pantai dan benda-benda tak hidup lainnya.
4. Pembelajaran Menulis Deskripsi Berbahasa Lampung Menggunakan CTL
Bahasa Lampung adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat penuturnya
yaitu suku Lampung dalam berkomunikasi dan mengaktualisasikan diri dalam
kehidupan sehari-hari. Pakar linguistik deskriptif biasanya mendefinisikan bahasa
sebagai satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbiter, kemudian lazim ditambah
dengan yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi
dan mengidentifikasikan diri” (Chaer, 1997: 68). Nababan (1999: 96)
mengemukakan bahwa bahasa memiliki empat fungsi yaitu fungsi kebudayaan,
kemasyarakatan, perorangan, dan pendidikan.
Fungsi
kebudayaan
meliputi
tiga
hal
yaitu:
pelestarian
kebudayaan,
pengembangan kebudayaan dan inventarisasi ciri-ciri kebudayaan. Fungsi
kemasyarakatan meliputi ruang lingkup dan bidang pemakaian. Fungsi perorangan
meliputi fungsi instrumental, kepribadian, pemecahan masalah, khayalan dan
informatif. Fungsi pendidikan meliputi fungsi integratif, instrumental, kultural dan
penalaran.
Fungsi dan tujuan pembelajaran bahasa Lampung untuk membelajarkan siswa
didik dalam belajar bahasa Lampung dan berfungsi memberikan kemampuan
menggunakan bahasa Lampung bagi kepentingan berpikir, merasa dan
38
berkomunikasi dalam kehidupan budaya masa kini, sebagai lanjutan dari
kehidupan masa lalu, dengan memperhatikan peristiwa penggunaannya.
Pada proses pembelajaran
berlangsung, guru memotivasi siswa melakukan
pengamatan terhadap gambar kemudian mengungkapkan hasil pengamatannya
melalui deskripsi. Siswa menulis deskripsi sesuai dengan kaidah bahasa
Lampung, baik ejaan, struktur maupun kosa kata. Dengan demikian, pembelajaran
dalam terlaksana dengan mengoptimalkan masyarakat belajar dalam pembelajaran
bahasa Lampung dengan pendekatan CTL.
Pembelajaran
bahasa
Lampung
meliputi
pengenalan,
pemahaman,
dan
keterampilan mencakup unsur bahasa Lampung (Depdikbud Provinsi Lampung
2003: 16) yaitu:
a) Lafal dan ejaan, yang berkenaan dengan lafal yang baik dan ejaan yang
sesuai dengan pedoman Ejaan Bahasa Lampung.
b) Struktur, yang berkenaan dengan bebtuk kata, frase, dan kalimat Bahasa
Lampung yang baik dan yang diterima bukan teoritis.
c) Kosa kata, yang berkenaan dengan kata-kata bahasa lampung dari berbagai
lingkungan kehidupan yang diperlukan sebagai alat berpikir, merasa dan
berkomunikasi dengan lancar.
d) Wacana, berkenaan dengan karangan jenis narasi, deskripsi, eksposisi,
argumentasi dan drama.
Lebih lanjut dijelaskan pokok-pokok bahasan pembelajaran mencerminkan
kegiatan berbahasa dalam bahasa Lampung, khususnya menulis adalah
pembelajaran menulis untuk mengomunikasikan gagasan, perasaan, dan pesan,
dengan bahasa Lampung secara tertulis, baik dalam bentuk prosa atau puisi
maupun dalam berbagai jenis karangan, seperti pada karangan deskripsi berbahasa
Lampung.
39
Pembelajaran menulis disesuaikan dengan ketentuan menulis. Hamer (1999: 48)
mengatakan bahwa dalam keterampilan menulis harus diperhatikan beberapa hal
misalnya penyusunan kalimat menjadi paragraf; bagaimana paragraf digabungkan
dan dikelompokan sehingga menjadi tulisan yang koheren.
Penerapan
pembelajaran pendekatan kontekstual (CTL) dalam penelitian ini adalah guru
mendesain proses pembelajaran menulis teks deskripsi berbahasa Lampung
dengan memanfaatkan lingkungan sebagai media. Mengonstruksi pengetahuan
siswa sedikit demi sedikit sehingga pengetahuannya bermakna dalam proses
menemukan, bertanya, masyarakat belajar, memberi permodelan, melaksanakan
refleksi dalam pembelajaran dan melaksanakan penilaian autentik.
5. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi adalah istilah yang diambil dari bahasa Belanda “prestatie” yang berarti
hasil usaha. Kata prestasi dalam berbagai penggunaan selalu dihubungkan dengan
aktivitas tertentu. Prestasi belajar adalah kemampuan nyata yang dapat langsung
diukur dengan tes tertentu dan dapat dihitung hasilnya, menurut Zainal dalam
Sagala (2005: 101), bahwa: “Prestasi merupakan kemampuan siswa yang dapat
dicapai saat dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa
terhadap berbagai hal yang pernah dilatihkan/ diajarkan sudah dapat diperoleh
gambaran yang nyata tentang pencapaian program pembelajaran secara
menyeluruh”.
Di samping itu menurut Wittrock dalam Latuheru (1999: 46), “prestasi belajar
adalah suatu terminology yang menggambarkan suatu proses perubahan melalui
40
pengalaman. Proses tersebut mempersyaratkan perubahan yang relative permanen
berupa sikap, pengetahuan, informasi, kemampuan dan keterampilan melalui
pengalaman”.
Skiner dengan teori operant conditioning sebagaimana dikutip Gredler (dalam
Slameto, 2003: 49) mengatakan bahwa, prestasi belajar merupakan respon/
tingkah laku yang baru. Walaupun Skiner mengatakan demikian namun pada
dasarnya respon yang baru itu sama pengertiannya dengan tingkah laku/
pengetahuan, sikap, keterampilan yang baru.
Prestasi menurut Hamalik (1983:84) adalah perubahan tingkahlaku yang
diharapkan kepada murid setelah diadakan proses belajar mengajar. Sedangkan
menurut Yusuf (1982:24) prestasi adalah tingkatan kepandaian keterampilan yang
telah dicapai setelah melakukan kegiatan pekerjaan atau latihan itu sendiri.
Menurut Adi Nugroho prestasi adalah segala jenis pekerjaan yang berasil dan
prestasi itu menunjukkan kecakapan.. Selanjutnya, Purwadarminto menyebutkan
bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan
anak pada waktu tertentu terhadap hal-hal yang dikerjakan/ dilakukan.
Reigeluth dalam yang sama berpendapat, prestasi belajar dapat juga dikatakan
sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai dari metode (strategi)
alternatif dalam kondisi yang berbeda, ada hasilnyata dan diinginkan. Hasil nyata,
hasil-hasil kehidupan nyata dari menggunakan metode (strategi) spesifik dalam
kondisi yang spesifik pula, sedangkan hasil yang diinginkan adalah tujuan-tujuan
(goals) yang umumnya berpengaruh pada pemilihan suatu metode.
41
Ini berarti prestasi belajar sangat erat kaitannya dengan metode (strategi) yang
digunakan pada sesuatu kondisi (pembelajaran) tertentu. Semakin ketepatan
pemilihan metode atau strategi (pembelajaran) pada suatu kondisi semakin baik
hasil belajar. Selanjutnya juga mengatakan, secara spesifik hasil belajar adalah
suatu kinerja (peformance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas
(kemampuan) yang diperoleh. Hasil belajar tersebut selalu dinyatakan dalam
bentuk tujuan-tujuan khusus perilaku (unjuk kerja).
Muhibin (1997:141) menyebutkan bahwa prestasi belajar merupakan taraf
keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah dinyatakan
dalam bentuk skor yang diperoleh hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran
tertentu. Demikian pula pendapat Albach, Arnove dan Kelly (1999:201) bahwa
prestasi belajar hanya ukuran keberhasilan di sekolah tidak termasuk keberhasilan
dalam keluarga dan masyarakat. Davis dalam Slameto (1985:21) berpendapat
bahwa prestasi belajar adalah pengetahuan yang diperoleh siswa sebagai hasil dari
pembelajaran.
Pendapat-pendapat di atas menunjukkan bahwa prestasi belajar dipergunakan
untuk menyebut berbagai macam hasil kegiatan atau usaha. Hal ini sesuai dengan
kenyataan yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Istilah prestasi
belajar sering digunakan untuk menyebut hasil yang dicapai dalam berbagai
kegiatan, misalnya prestasi olahraga, prestasi seni, prestasi kerja, prestasi belajar,
prestasi usaha, dan sebagainya.
42
Berdasarkan uraian di atas, prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil dari
proses belajar mengajar, yaitu penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan
tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu. Prestasi belajar sering
dipergunakan dalam arti yang sangat luas, seperti prestasi belajar dalam ulangan
harian, prestasi pekerjaan rumah, prestasi belajar tengah semester, prestasi akhir
semester, dan sebagainya.
Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat prestasi belajar adalah
dengan menggunakan tes. Tes prestasi dapat digunakan sebagai suatu tes
diagnosis yang dirancang untuk membuktikan mengenai gambaran kelebihan dan
kekurangan siswa.
Pada proses pembelajaran, prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil dari
pembelajaran yang meliputi penguasaan, perubahan emosional, dan perubahan
tingkah laku yang dapat diukur dengan tes objektif maupun tes uraian. Dengan
demikian, prestasi belajar Bahasa Lampung adalah prestasi belajar siswa pada tes
ujian akhir semester atau pada Konpetensi Dasar pada mata pelajaran Bahasa
Lampung.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
Bahasa Lampung merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari
pelajaran Bahasa Lampung di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang
diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi tertentu.
Prestasi
belajar
memiliki
beberapa
kategori.
Gagne
(1992:5)
mengklasifikasikannya menjadi lima kategori yakni: 1) Intellectual skill, 2)
Cognitive strategies, 3) Verbal information, 4) Motor skill, dan 5) Attitudes.
43
1) Keterampilan intelektual.
Kemampuan ini merupakan keterampilan yang membuat seseorang secara
cakap berinteraksi dengan lingkungan melalui penggunaan lambang-lambang.
2) Strategi kognitif.
Kemampuan yang mengatur cara bagaimana si belajar mengelola belajarnya.
3) Informasi verbal.
Kemampuan ini berupa perolehan label atau nama, fakta dan pengetahuan yang
sudah tersusun rapi.
4) Keterampilan motorik.
Kemampuan yang mendasari pelaksanaan perbuatan jasmaniah secara mulus.
5) Sikap.
Kemampuan yang mempengaruhi pilihan tindakan yang akan diambil.
Lebih lanjut, Bloom dan kawan-kawan sebagai mana dikutip oleh Degeng dalam
Hamalik (2004: 90) mengklasifikasikan prestasi belajar menjadi 3 (tiga) domain
atau ranah, yaitu ”ranah kognitif, psikomotor, dan afektif” ranah kognitif,
menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual,
ranah
psikomotor
berkaitan
dengan
kegiatan-kegiatan
manipulatif
atau
keterampilan motorik, dan ranah efektif berkaitan dengan pengembangan
perasaan, sikap, nilai, dan emosi”. Ketiga ketegori prestasi belajar itu mempunyai
aspek masing-masing.
Kognitif, aspek-aspek dari domain ini terdiri dari: pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Afektif, domain ini terdiri dari aspekaspek penerimaan tanggapan, penilaian, pengorganisasian, dan pengarahan.
44
Psikomotorik, terdiri dari beberapa aspek: kemampuan gerak refleks, kemampuan
gerak dasar, kemampuan perseptual, kemampuan fisik, kemampuan gerak
terampil, dan kemampuan gerak komunikatif.
Dapat diasumsikan bahwa untuk menghasilkan kategori kapabilitas atau kelima
ranah prestasi belajar tersebut sedikitnya banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh
faktor internal seperti pengetahuan prasyarat atau kemampuan awal dari masingmasing kategori hasil belajar yang dimiliki oleh siswa, yang berkaitan dengan
kapabilitas atau keterampilan yang sedang dipelajari/ baru.
Gagne (1992:66) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses untuk
memperoleh motivasi dalam pemngetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah
laku. Belajar adalah suatu aktivitas yang melibatkan bukan hanya penguasaan
kemampuan akademik baru saja, melainkan juga perkembangan emosional,
interksi sosial dan perkembangan kepribadian. Menurut Gagne (1992:3) belajar
adalah perubahan dalam diri manusia atau kemampuan yang berlangsung selama
satu masa waktu yang tidak semata-mata disebabkan oleh perubahan
pertumbuhan.
Jenis perubahan yang dimaksud dalam belajar ini meliputi perubahan tingkah laku
setelah siswa mendapatkan berbagai pengalaman dalam proses pembelajaran.
Pengalaman tersebut akan menyebabkan proses perubahan pada diri sibelajar,
dengan kata lain bahwa proses belajar senantiasa merupakan perubahan
tingkahlaku dan terjadi karena pengalaman.
45
Yang dimaksud prestasi belajar siswa dalam penelitian ini adalah prestasi yang
ditunjukkan siswa setelah dilakukan pembelajaran, jika prestasi belajar mengalami
peningkatan maka siswa dapat dinyatakan mencapai prestasi belajar atau
mengalami peningkatan setelah mengalami belajar, jika tidak prestasi belajar tidak
tercapai atau belum tuntas.
Memperhatikan pernyatan tersebut belajar merupakan upaya siswa untuk
memahami materi ajar yaitu, menulis deskripsi bahasa Lampung sesuai dengan
aturan penulisan atau kaidah bahasa, diharapkan siswa memiliki pengetahuan dan
kemampuan dan dapat mengaplikasikan serta melaksanakan nilai positif dalam
kehidupan sehari-hari. Dipahaminya suatu ilmu dalam proses pembelajaran akan
tercermin melalui hasil evaluasi. Penggunaan pendekatan CTL, media dan alat
belajar yang tepat dalam pembelajaran akan sangat membantu siswa belajar.
Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa penggunaan pendekatan, media dan alat
dalam proses pembelajaran dapat mempertinggi hasil belajar, siswa dapat menjadi
aktif belajar, berkolaborasi dan belajar dalam waktu yang telah ditentukan, pesan
dapat disalurkan, dapat merangsang berpikir, perhatian, minat siswa, sehingga
proses belajar berlangsung dengan baik. Pemahaman siswa terhadap materi
mengarah pada tercapainya tujuan pembelajaran dan mencapai prestasi yang
tinggi.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah berupa pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap sesuai tujuan atau
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dari indikator, kompetensi dasar, dan standar
kompetensi yang diharapkan diperoleh setelah melalui proses pembelajaran.
46
Pretasi belajar yang dimaksudkan peneliti adalah perolehan dari proses
pembelajaran yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik mencapai
lebih besar atau sama dengan KKM pelajaran bahasa Lampung, dari tujuan
pembelajaran yang diturunkan dari indikator, kompetensi dasar dan standar
kompetensi yang diperoleh siswa melalui interaksi dengan lingkungan belajar
dan suatu kondisi pembelajaran materi menulis deskripsi yang dirancang guru
sebagai fasilitator.
c. Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal
Standar nasional Pendidikan (Depdiknas, 2008: 5) menyatakan bahwa Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) adalah kriteria tertentu yang digunakan untuk
menentukan kelulusan peserta didik. KKM ditentukan oleh kelompok guru mata
pelajaran pada awal tahun pelajaran dan menjadi acuan bagi pendidik dan peserta
didik. KKM setiap standar kompetensi merupakan rata-rata KKM kompetensi
dasar. KKM setiap kompetensi dasar merupakan rata-rata KKM dari indikator
yang terdapat dalam kompetensi dasar tersebut. Penentuan KKM didasarkan pada
tiga unsur.
Pertama, Tingkat kompleksitas: Kesulitan/ kerumitan setiap indikator,
kompetensi dasar, dan standar kompetensi yang harus dicapai peserta didik. Suatu
indikator dikatakan memliliki tingkat kompleksitas tinggi apabila dalam
pencapaiannya didukuoleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah kondisi sebagai
berikut:
1) Guru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan
pada peserta didik;
47
2) guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang
bervariasi;
3) Guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang
diajarkan;
4) Peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi;
5) Peserta didik yang cakap/ terampil menerapkan monsep;
6) Peserta didik yang cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian tugas/
pekerjaan;
7) Waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena memiliki
tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam proses
pembelajarannya memerlukan pengulangan/ latihan;
8) Tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta
didik dapat mencapai ketuntasan belajar.
Kedua, Kemampuan daya pendukung: meliputi a. Sarana dan prasarana
peendidikan yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus dicapai peserta
didik seperti perpustakaan, laboratorium, dan alat/ bahan untuk proses
pembelajaran; b. Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah dan kepedulian
stakeholders sekolah.
Ketiga, Tingkat Kemampuan (intake) rata-rata peserta didik di sekolah yang
bersangkutan. Penetapan intake di kelas V dapat didasarkan pada nilai prestasi
rata-rata siswa saat kenaikan kelas atau dikelas sebelumnya yaitu kelas IV.
KKM mulok Bahasa Lampung kelas V, sesuai yang telah ditetapkan dalam
Kurikulum Sekolah atau KTSP SDN 1 Sukarame Dua Bandar Lampung Tahun
48
Pelajaran 2009/2010 adalah 65. KKM ini akan dijadikan tolak ukur evaluasi
keberhasilan siswa belajar, apakah siswa telah mencapai ketuntasan atau belum
baik secara individual maupun secara klasikal.
B. Teori Belajar Bahasa dan Pembelajaran
1. Hakikat Belajar Bahasa
Dalam teori belajar konstruktivistik dikemukakan bahwa pembelajaran sebagai
proses mengkonstruksi pengetahuan yang menghubungkan yang sudah ada
dengan yang dipelajari. Seperti dijelaskan Paul Suparno dalam Sardiman (2006:
175), belajar merupakan proses aktif dari subyek belajar untuk mengkonstuksi
makna sesuatu entah itu teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain.
Belajar merupakan mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau
bahkan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah di miliki, sehingga
pengertiannya menjadi berkembang.
Guru sebagai pemrakarsa harus memberi peluang yang optimal bagi siswa. Niat
dan kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa (Budiningsih, 2005: 59)).
Sehingga guru tidak mentransfer pengetahuan yang dimiliki melainkan membantu
siswa membentuk pengetahuannya sendiri. Menurut teori konstruktivisme prinsip
yang paling penting dalam psikologi pendidikan bahwa, guru tidak hanya sekedar
memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri
pengetahuan di benaknya. Guru dapat memberi kemudahan untuk proses ini,
dengan memberi kesempatan siwa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide
mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan
strategi mereka sendiri. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa
49
siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus
memanjat anak tangga tersebut (Nur, 1998: 8).
Cunstruktivism approach is a view that emphasizes the active role of learner in
building understanding and making sesnse of information (Woodfolk, 2004: 313).
Konstruktivisme belajar menekankan pada peran aktif si belajar (learner) dalam
membangun
pemahaman
dan
memakai
suatu
informasi.
Konstruktivis
memfokuskan pada peran siswa secara individu untuk membangun struktur
kognitif mereka ketika menginterpretasikan pengalaman-pengalaman pada situasi
belajar tertentu.
Lebih lanjut Bruner dalam Sagala (2005: 218) menjelaskan, inti dari belajar
adalah
cara-cara
bagaimana
orang
memilih,
mempertahankan,
dan
mentransformasi secara efektif. Dalam proses belajar ada 3 fase yaitu (1)
Informasi: dalam tiap pelajaran kita memperoleh informasi, ada yang menambah
pengetahuan yang telah kita miliki ada yang memperluas dan memperdalamnya,
ada pula yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya, (2)
Transformasi: informasi harus dianalisis, diubah atau ditransformasi ke dalam
bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal
yang lebih luas, (3) Evaluasi: kemudian kita nilai hingga pengetahuan yang
diperoleh itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Masih dalam yang sama
Piaget seorang psikolog Swiss berpendapat bahwa
belajar mengandung makna sebagai perubahan stuktural yang saling melengkapai
antara asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan mengubah
apa yang telah diketahui melalui belajar.
50
Hal ini didukung pula oleh Gagne dalam Slameto (2003: 122) menjelaskan:
“Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia,
belajar bisa terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi
ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya
(peformance-nya) berubah dari waktu ke waktu, dan berkeyakinan bahwa
belajar dipengaruhi faktor dari dalam diri dan dari luar dimana keduanya
berinteraksi”
Senada dengan tersebut Merrill dan Smorgansbord dalam Yulaelawati (2004:
122), menyatakan bahwa:
belajar merupakan proses pembangunan pengetahuan berdasarkan
pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya, belajar
merupakan penafsiran seseorng tentang dunia. Belajar merupakan proses
yang aktif dimana pengetahuan dikembangkan berdasarkan pengalaman
dan perundingan (negoisasi) makna melalui berbagai informasi atau
mencari kesepakatan dari berbagai pandangan melalui interaksi atau
kerjasama dengan orang lain. Belajar perlu disituasikan dalam latar
(seting) yang nyata.
Kemudian menurut Gredler dalam Dimyati (1999: 72) belajar adalah proses
seseorang memperoleh berbagai kecakapan keterampilan, dan sikap, menurut
Winkel dalam yang sama belajar merupakan suatu aktivitas mental/ psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai
sikap. Perubahan ini bersifat relative konstan dan berbekas.
Aktivitas belajar menurut Djamarah dalam Sagala (2005: 216) bahwa belajar
adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar dan bertujuan, dimana tujuan
dalam belajar terjadinya suatu perubahan dalam individu yaitu perubahan tingkah
laku. Schuman penganut konstruktif dalam yang sama mengemukakan dengan
dasar pemikiran bahwa, semua orang membangaun pandangannya terhadap dunia
51
melalui pengalaman individual atau skema. konstruktif menekankan pada
menyiapkan peserta didik untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam
situasi yang tidak tentu atau ambigius.
Pandangan yang mampu mengakomodasi sociocultural-revolution dalam buku
Teori Belajar dan Pembelajaran dalam Budiningsih (2005: 123) Vigotsky
mengatakan
bahwa, jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-
budayanya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran seseorang bukan
dengan cara menelusuri apa yang ada di otaknya dan pada kedalaman jiwanya,
melainkan dari asal usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh
sejarah hidupnya. Interaksi sosial berkaitan erat dengan aktivitas-aktivitas dan
bahasa yang dipergunakan. Ditemukan adanya jaringan erat, luas dan kompleks di
dalam dan di antara keluarga-keluarga.
Jaringan tersebut berkembang atas dasar confianza yang membentuk kondisi
sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai sosial budaya, anak memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui
interaksi sosial sehari-hari. Pandangan teori ini menempatkan inter mental atau
lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan
pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang.
Di samping itu Piaget dalam yang sama, menyatakan bahwa belajar lebih banyak
ditentukan karena adanya karsa individu, perkembangan kognitif merupakan suatu
proses genetik yaitu proses yang didasrkan atas mekanisme biologis dalam bentuk
perkembangan sistem syaraf, makin bertambah umur seseorang makin
komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya”
52
Dari beberapa teori konstruktivisme di atas belajar adalah merupakan kegiatan
aktif dimana sibelajar membangaun sendiri pengetahuannya, subyek belajar juga
mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari dan merupakan proses
bagaimana menjadi tahu tentang sesuatu, proses belajar bukanlah memindahkan
pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi sesuatu kegiatan yang memungkinkan
siswa merekonstruksi sendiri pengetahuannya.
Belajar merupakan usaha manusia dalam rangka merubah pola pikir dan tingkah
lakunya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan sekitarnya, sehingga terjadi perubahan keterampilan, pemahaman,
pengetahuan, nilai dan sikap yang bersifat permanen dan membekas, diharapkan
dapat hidup mandiri, karena untuk membangun suatu pengetahuan baru siswa
akan menyesuaikan informasi baru atau pengetahuan yang disampaikan dengan
pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki melalui berinteraksi sosial
dengan peserta didik lain atau guru dan sumber belajar.
Selanjutnya, dapat juga dirumuskan bahwa belajar merupakan usaha manusia
dalam rangka merubah pola pikir dan tingkahlakunya berdasarkan pengetahuan,
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Dengan terjadinya
perubahan keterampilan, pemahaman, pengetahuan, nilai dan sikap yang bersifat
permanen dan membekas diharapkan dapat hidup mandiri tidak tergantung pada
orang lain.
Belajar yang dimaksudkan penulis adalah belajar menulis deskripsi dalam bahasa
lampung, siswa mengkonstruksi sendiri informasi yang akan disampaikan melalui
tulisannya setelah mengamati lingkungan sekitar.
53
b. Hakikat Pembelajaran Bahasa
Sagala (2005: 176) menyatakan bahwa pembelajaran ialah membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu
utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran menurut Corey (1998: 91) adalah
suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkahlaku tertentu dalam kondisi khusus
atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan
subset khusus dari pendidikan. Menurut Burton dalam Sagala (2005: 213),
pembelajaran adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan
dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.
Vigotsky dalam Budiningsih (2005: 103) menyatakan, dalam kegiatan
pembelajaran hendaknya anak
memperoleh kesempatan yang luas untuk
mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau potensi melalui belajar
dan berkembang, guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan
(helps) cognitive scaffolding yang dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat
memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Bantuan dapat dalam bentuk
contoh, pedoman, bimbingan orang lain, atau teman yang lebih kompeten.
Bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif, kolaboratif serta belajar kontekstual
sangat tepat digunakan.
Zona perkembangan proksimal menurutnya perkembangan kemampuan seseorang
dapat dibedakan kedalam dua tingkat yaitu: tingkat aktual dan potensial, tingkat
perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan
tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri (intramental)
54
sedangkan potensial kemampuan kemampuan memecahkan masalah dan
menyelesaikan tugas-tugas ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika
berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan pembelajaran
merupakan pengorganisasian aktivitas siswa dalam arti peran guru bukan sematamata memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan, memotivasi dan
memberi fasilitas belajar (directing and facilitating the learning) agar proses
belajar lebih memadai. Pembelajaran juga mengandung arti, setiap kegiatan
dirancang untuk membantu dalam mempelajari sesuatu kemampuan atau nilai.
Yuelawati E (2004: 121) mengutip pepatah Cina bahwa membaca,
mendengar, dan melihat belum cukup dalam belajar, pembelajaran yang
melibatkan peserta didik untuk mengalami dan membicarakan bahan
tertentu pada orang lain dapat lebih bermakna dalam belajar, terlebih lagi
bila peserta didik mempunyai kesempatan untuk mengajarkan
pengetahuannya terhadap peserta didik lain, yang bersumber.
Keberhasilan pembelajaran Kerucut Dale disebutkan bahwa keberhasilam
peembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Apa yang kita baca 10 %
2) Apa yang kita dengar 20 %
3) Apa yang kita lihat 30 %
4) Apa yang kita dengar dan lihat 50 %
5) Apa yang kita bicarakan dengan orang lain 70 %
6) Apa yang kita alami sendiri 80 %
7) Apa yang kita ajarkan kepada orang lain 95 %
55
Pembelajaran bahasa yang dimaksud
adalah pembelajaran tentang menulis
deskripsi bahasa Lampung kelas V SD, pembelajaran ini dirancang menggunakan
pendekatan Pembelajaran CTL, khususnya untuk meningkatkan aktivitas belajar
bahasa Lampung dan sebagai bentuk nyata pelaksanaan tugas guru dalam hal
kegiatan belajar di Sekolah Dasar, tentunya kondisi belajar yang aktif dan
menyenangkan.
Hakikat belajar bahasa Lampung yang dimaksudkan dalam penelitian ini, guru
akan merancang pembelajaran menggunakan pendekatan komunikatif integratif
siswa diharapkan dapat mendeskripsikan apa yang diamatinya. Proses
pembelajaran mengkondisikan siswa untuk melakukan pengamatan kemudian
menemukan
hal
yang
diamati,
mengindentifikasikan,
menentukan,
lalu
mengungkapkan apa yang diamatinya dalam tulisan deskriptif, sehingga proses
belajar berlangsung aktif dan mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Dalam Standar Kelulusan BSNP 2006 sesuai Permen No. 22 tahun 2005 Standar
Kompetensi Lulusan pendidikan dasar meliputi SD/ MI/SDLB/ Paket A dan SMP
/MTs/ SMPLB bertujuan meletakkan dasar kecerdasan: pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut.
Adapun Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP), SD/
MI/SDLB/ Paket A selengkapnya adalah: (a) Menjalankan ajaran agama yang
dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak, (b) Mengenal kekurangan dan
kelebihan diri sendiri, (c) Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku di
lingkungannya, (d) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras dan
56
golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya, (e) Menggunakan informasi
tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis dan kreatif, (f) Menunjukkan
kemampuan berfikir logis, kritis dan kreatif dengan bimbingan guru/ pendidik, (g)
Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya, (h)
Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan
sehari-hari, (i) Menunjukkan kemampuan menggali gejala alam dan sosial di
lingkungan sekitar, (j) Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap
lingkungan, (k) Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara
dan tanah air Indonesia, (l) Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan
seni dan budaya lokal, (m) Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar,
aman dan memanfaatkan waktu luang, (n) Berkomunikasi secara jelas dan santun,
(0) Bekerja sama dengan kelompok, tolong menolong dan menjaga diri sendiri
dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya, (p) Menunjukkan kegemaran
membaca dan menulis, (q) Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara,
membaca, menulis, dan berhitung.
c. Hakikat Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan
pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting
artinya, sebab tenpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan
terbelakang. Dengan demikian, pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk
menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, disamping
memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.
57
Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 menyatakan pendidikan sebagai usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Menurut pragmatisme, pendidikan merupakan suatu proses reorganisasi dan
rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu. Baik anak maupun orang
dewasa selalu belajar dari pengalamannya (Sadulloh, 2003: 125). Sedangkan
Suhasno et all. (1991: 3), menyatakan bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai
suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan. Suatu
pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya.
Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang
dikehendaki oleh masyarakat. serta suatu pembentukan kepribadian kemampuan
anak dalam menuju kedewasaan.
Lima pilar pendidikan sekarang dan masa depan yang dicanangkan oleh UNESCO
yang perlu dikembangkan oleh lembaga pendidikan formal, yaitu: (1) learning to
know (belajar untuk mengetahui), (2) learning to do (belajar untuk melakukan
sesuatu) dalam hal ini kita dituntut untuk terampil dalam melakukan sesuatu, (3)
learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), (4) learning to live together
(belajar untuk menjalani kehidupan bersama) dan (5) learning to trust in God
(belajar untuk bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa).
58
Realisasi “learning to know” dapat diterapkan dengan memposisikan guru sebagai
fasilitator. Disamping itu guru dituntut untuk dapat berperan sebagai teman
sejawat dalam berdialog dengan siswa dalam mengembangkan penguasaan
pengetahuan maupun ilmu tertentu.
Learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) akan bisa berjalan jika di
sekolah memfasilitasi siswa untuk mengaktualisasi keterampilan yang dililikinya,
serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi
unsur kerturunan namun tumbuh berkembangnya bakat dan minat tergantung
pada lingkungannya. Keterampilan dapat digunakan untuk menopang kehidupan
seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan
dalam mendukung keberhasilan kehidupan seorang.
Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang) erat hubungannya dengan bakat
dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi
lingkungannya. Bagi anak yang agresif, proses perkembangan diri akan berjalan
bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Sebaliknya bagi anak yang
pasif, peran guru sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk
pengembangan diri siswa secara maksimal.
Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan memenerima
(take and give), perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan
terjadinya proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan
bersama). Penerapan pilar keempat ini dirasakan makin penting dalam era
globalisasi/ era persaingan global. Perlu pemupukan sikap saling pengertian antar
ras, suku, dan agama agar tidak menimbulkan berbagai pertentangan yang
59
bersumber pada hal tersebut. Selain empat pilar diatas, dalam Undang-Undang RI
No. 20 BAB II Pasal 3 Sistem Pendidikan Nasional pemerintah Indonesia
memandang perlu menjadikan peserta didik menjadi manusia yang bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab,
sehingga perlu ditambah pilar kelima yaitu” learning to trust in God”
C. Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan sebagai pembanding dan dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas penelitian adalah sebagai berikut.
1. Peningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPA melalui Pendekatan
Kontekstual Siswa Kelas VI Sekolah Tunas Mekar Bandar Lampung
2008/2009
1) Terjadi peningkatan prestasi belajar IPA kelas 6 Sekolah Tunas Mekar
Indonesia Bandar Lampung dari Siklus I sampai dengan Sklus 3. Pada
Siklus I nilai rata-rata siswa kelas 6A adalah 71,79. Pada Siklus II nilai
rata-rata siswa kelas 6A adalah 76,62 yang berarti meningkat 6,73 pada
kelas 6A dari nilai rata-rata Siklus I. Pada Siklus III nilai rata-rata siswa
kelas 6A adalah 78,32 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 2,2%
pada kelas 6A dari Siklus II atau mengalami peningkatan 9,01% pada
kelas 6Adari Siklus I pembelajarn IPA dengan Pembelajaran Kontekstual.
Selain itu, terjadi peningkatan ketuntasan yang signifikan, pada siklus I
pada kelas 6A hanya terdapat 14
atau 60,87% siswa yang mencapai
ketuntasan, sedangkan pada siklus III terdapat 23 siswa atau 100% siswa
60
yang mencapai ketuntasan, yang berarti mengalami peningkatan sebesar
64,29%.
2) Terjadi peningkatan prestasi belajar IPA kelas 6B Sekolah Tunas Mekar
Indonesia Bandar Lampung dari Siklus I sampai dengan Sklus III. Pada
Siklus I nilai rata-rata 6B adalah 72,22. Pada Siklus II nilai rata-rata siswa
kelas 6B adalah 78,65 yang berarti meningkat 8,90 pada kelas 6B dari nilai
rata-rata Siklus I. Pada Siklus III nilai rata-rata siswa 6B adalah 79,46 yang
berarti mengalami peningkatan sebesar 1,03% dari Siklus II atau
mengalami peningkatan 10,03% dari Siklus I pembelajarn IPA dengan
Pembelajaran Kontekstual. Selain itu, terjadi peningkatan ketuntasan yang
signifikan, pada siklus I pada kelas 6B hanya terdapat 14 atau 60,87%
siswa yang mencapai ketuntasan, sedangkan pada siklus III masing-masing
terdapat 23 siswa atau 100% siswa yang mencapai ketuntasan, yang berarti
mengalami peningkatan sebesar 64,29%.
Berdasarkan penelitian tersebut ternyata prestasi belajar dapat ditingkatkan
melalui pendekatan pembelajaran CTL walaupun pada mata pelajaran IPA.
Hal ini memungkinkan terjadi peningkatan pembelajaran yang serupa
pembelajaran bahasa, termasuk prestasi belajar menulis deskripsi
berbahasa Lampung.
2. Jurnal Teknologi Pendidikan Unila, Volume 04 No 03- Maret 2008. Penelitian
Nuraeni Erdawati, dengan judul Penerapan Strategi Contextual Teaching and
Learning (CTL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) SD. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar pada
61
tiap siklus, serta peningkatan aktivitas belajar siswa. Pembelajaran
menerapkan pendekatan CTL dapat dijadikan sebagai alternatif penerapan
model pembelajaran IPS, terutama pada materi peta tematik keragaman,
kenampakan alam dan buatan.
Merujuk hasil penelitian tersebut ternyata prestasi belajar IPS dapat
ditingkatkan melalui pendekatan pembelajaran CTL. Hal ini memungkinkan
terjadi peningkatan pembelajaran yang serupa pada pembelajaran bahasa,
termasuk prestasi belajar menulis deskripsi berbahasa Lampung kelas V SDN
1 Sukarame Dua Bandar Lampung.
Download